OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F....

97
i OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) SECARA DIGESTI: APLIKASI DESAIN FAKTORIAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh: I Gusti Arya Asmarantara Astina NIM: 068114168 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

Transcript of OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F....

Page 1: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

i

OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU SECANG

(Caesalpinia sappan L.) SECARA DIGESTI:

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

I Gusti Arya Asmarantara Astina

NIM: 068114168

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

Page 2: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

ii

Page 3: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dedicated to my beloved parents,

Bunda Mariani; Aji Astina

“Ia yang pikirannya tidak digoyahkan dalam keadaan dukacita dan bebas dari

keinginan-keinginan di tengah-tengah kesukacitaan, ia yang dapat mengatasi

nafsu, kesesatan dan kemarahan, ia disebut seorang yang bijaksana”

( Bhagawad Gita II-56)

“Dengan jalan bagaimanapun ditempuh oleh manusia ke arahKU, semuanya

AKU terima dan memenuhi keinginan mereka, melalui banyak jalan manusia

menuju jalanKU” (Bhagawad Gita V-2)

Karya ini dipersembahkan untuk

IDA SANG HYANG WIDHI WACAIDA SANG HYANG WIDHI WACAIDA SANG HYANG WIDHI WACAIDA SANG HYANG WIDHI WACA

Orang-oorang yang saya cintai

dan ALMAMATERKU

Page 4: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

iv

Page 5: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

v

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga pada akhirnya

penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul

“Optimasi Pembuatan Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.)

secara Digesti : Aplikasi Desain Faktorial”. Penyusunan Skripsi ini dilakukan

untuk memenuhi salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) dari

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Peneliti berhasil menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini

tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini,

penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta

2. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan

kesabarannya membimbing, memberi saran dan kritik sejak penyusunan

proposal hingga selesainya skripsi ini

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji

4. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang telah menguji sekaligus

memberikan banyak kritik dan saran kepada penulis

5. Romo Drs. Petrus Sunu Hardiyanta, S.J., S.Si., atas masukan dan arahan yang

diberikan menginspirasi penulis

Page 6: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

vi

6. Ibu, Ajik, Bli Agung, Mbok Gek tercinta atas segala doa, dukungan,

perhatian, arahan, nasehat, dan semangat yang selalu menyertai penulis

7. Shasha dan Uthie atas segala kebersamaan, kerjasama, canda tawa, dan

dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini

8. Pak Parlan, Mas Bimo, dan Mas Kunto atas bantuan dan bimbingannya

selama penelitian

9. Grace, Yoki, Anton, Win, Rani, Cica, Lina, Aan, Iwan, Yacob, Iren dan

teman-teman Farmasi angkatan 2006 yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu atas kebersamaan kita selama ini

10. Anak kos-kosan Larasmadyo dan Ngapak Team atas semua kebersamaan dan

pertemanan kita selama ini.

11. Anak-anak Gr3at’S angkatan 2004, Sak De, Naga, Edi, Bokir, Ganesh dan

Gr3at’S lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, “U’r my 2nd family”

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis menyelesaikan skrisi ini

Penulis menyadari penelitian ini masih belum sempurna mengingat

keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat

menghapkan adanya kritik dan saran yang dapat berguna bagi penyempurnaan

skripsi ini. Semoga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat berguna bagi ilmu

pengetahuan.

Penulis

Page 7: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

vii

Page 8: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

viii

INTISARI

Secang (Caesalpinia sappan L.) mengandung senyawa pewarna alami

antara lain brazilin, brazilein, dan 3’-O-metilbrazilin dan disebut sebagai komposit

brazilin serta merupakan senyawa subtipe struktur brazilin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama digesti,

konsentrasi cairan penyari, dan interaksinya terhadap area under curve (AUC)

komposit brazilin serta memperoleh titik optimum pada proses digesti tersebut.

Penelitian ini memakai rancangan desain faktorial dua faktor yaitu lama

digesti dan konsentrasi cairan penyari, serta tiga level yaitu pada faktor lama

digesti: level rendah 90 menit, level tengah 180 menit dan level tinggi 270 menit

dan pada faktor konsentrasi cairan penyari: level rendah 4 %, level tengah 50 %

dan level tinggi 100 %. Metode ekstraksi yang dipergunakan adalah digesti. Data

hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan yate’s treatment menggunakan

tingkat kepercayaan 95% dan titik optimum diperoleh dari counter plot.

Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa lama digesti, konsentrasi cairan

penyari dan interaksinya berpengaruh secara signifikan terhadap AUC komposit

brazilin. Faktor konsentrasi cairan penyari dominan dalam menentukan respon

AUC komposit brazilin. Dari countour plot dapat dilihat titik optimum proses

digesti yaitu dengan lama 102,72 menit dan konsentrasi penyari 63,58%.

Kata kunci: Optimasi proses digesti, Caesalpinia sappan L., brazilin, brazilein, 3’-

O-metil brazilin dan desain faktorial.

Page 9: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

ix

ABSTRACT

Sappan wood (Caesalpinia sappan L.) contains natural colorants

compound such as brazilin, brazilein, and 3’-O-metilbrazilin which is named

brazilin composite and represent brazilin structure subtype.

This research were to determine the effect of digesting duration, fluid

concentration, and their interaction on the brazilin and its derivatives area under

curve (AUC) and to determine the optimum digesting process.

This study was carried out by factorial design with two factors which are

digesting duration and fluid concentration, and three levels, the low-level of

digesting time is 90 minutes, middle-level is 180 minutes, high-level is 270

minutes and low-level of fluid concentration is 4 %, middle-level is 50 %, high

level is 100 %. Extraction method used is digestion. The data were analyzed

statistically using Yate’s treatment with 95% level of confidence and optimum

condition obtained from contour plot.

The result show that the digesting duration, fluid concentration and their

interaction influence brazilin and its derivatives AUC significantly. Fluid

concentration was dominant on determining brazilin and its derivatives AUC. The

contour plot showed the optimum spot is 102,72 minute in digesting duration and

63,58% in fluid concentration.

Keywords: Digesting process optimization, Caesalpinia sappan L., braziline,

brazileine, 3’-O-metil braziline and factorial design

Page 10: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................... v

PRAKATA ................................................................................................................ vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................................... viii

INTISARI .................................................................................................................. ix

ABSTRACT ................................................................................................................ x

DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv

BAB I PENGANTAR ............................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

1. Perumusan masalah ........................................................................................ 2

2. Keaslian penelitian ......................................................................................... 2

3. Manfaat penelitian .......................................................................................... 3

B. Tujuan............................................................. ...................................................... 3

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................................ 4

A. Secang ................................................................................................................. 4

1. Klasifikasi ....................................................................................................... 4

2. Kegunaan ........................................................................................................ 4

3. Kandungan kimia ............................................................................................ 5

Page 11: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

xi

4. Komposit brazilin ........................................................................................... 6

B. Penyarian ............................................................................................................. 6

1. Ekstrak ............................................................................................................ 7

2. Cairan penyari ................................................................................................. 7

3. Metode ekstraksi secara digesti ...................................................................... 8

C. KLT-Densitometri ............................................................................................... 9

1. Kromatografi lapis tipis .................................................................................. 9

2. Densitometri ................................................................................................... 13

D. Metode Desain Faktorial ..................................................................................... 15

E. Landasan Teori .................................................................................................... 17

F. Hipotesis ............................................................................................................. 18

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................................... 19

B. Variabel dan Definisi Operasional ....................................................................... 19

1. Klasifikasi variabel .......................................................................................... 19

2. Definisi operasional ........................................................................................ 19

C. Bahan atau Materi Penelitian ............................................................................... 20

D. Alat atau Instrumen Penelitian ............................................................................. 20

E. Tata Cara Penelitian ............................................................................................ 21

1. Pengumpulan bahan ........................................................................................ 21

2. Identifikasi tanaman dan kayu ........................................................................ 21

3. Pembuatan simplisia secang ........................................................................... 22

4. Analisis kualitatif komposit brazilin ............................................................... 23

5. Penyarian secara digesti .................................................................................. 24

6. Isolasi komposit brazilin dengan KLT ........................................................... 25

Page 12: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

xii

7. Pengukuran AUC komposit brazilin dengan TLC scanner densitometric ...... 25

F. Analisis Hasil ...................................................................................................... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..…….…………………………………... 27

A. Pengumpulan Bahan............................................................................................. 27

B. Identifikasi Tanaman dan Kayu ........................................................................... 28

C. Pembuatan Simplisia ........................................................................................... 34

D. Analisis Kualitatif Komposit Brazilin ................................................................ 36

E. Penyarian secara Digesti ..................................................................................... 42

F. Pemisahan Komposit Brazilin ............................................................................. 46

G. Pengukuran AUC Komposit Brazilin dengan

TLC Scanner Densitometric ................................................................................ 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 58

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 58

B. Saran ................................................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 59

LAMPIRAN .............................................................................................................. 63

Page 13: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I Parameter-parameter aplikasi KLT direkomendasikan ........................ 11

Tabel II Rancangan percobaan berdasarkan desain faktorial ............................ 24

Tabel III Hasil identifikasi kayu secara kimia ....................................................... 30

Tabel IV Harga Rf dan profil warna masing-masing bercak hasil pemisahan

dengan KLT-preparatif ............................................................................. 41

Tabel V Hasil penelusuran panjang gelombang serapan maksimum isolat

menggunakan spektrofotometer visibel ................................................... 42

Tabel VI Hasil rendemen ekstrak kayu secang secara digesti ............................... 45

Tabel VII Hasil pengukuran AUC komposit brazilin ............................................... 48

Tabel VIII Nilai Rf bercak B masing-masing percobaan tiap

replikasi ……………………………………………............................... 49

Tabel IX Nilai Rf bercak C masing-masing percobaan tiap

replikasi ……………………………………………............................... 50

Tabel X Hasil perhitugan efek …………………….............................................. 50

Tabel XI Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon AUC

komposit brazilin …………………..………………................................ 54

Page 14: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur brazilein, struktur 3-0 metil brazilin,

dan brazilin ........................................................................................... 6

Gambar 2. Diagram prinsip kerja TLC scanner ………........................................... 13

Gambar 3. Desain penelitian 2 faktor 3 level …….................................................. 16

Gambar 4. Batang secang segar ………................................................................... 27

Gambar 5. Bagian tanaman secang ………………………….................................. 29

Gambar 6. Reaksi brazilin menjadi brazilein dengan penambahan basa ………... 31

Gambar 7. Pembentukan 3’-O-metilbrazilein dari 3’-O-metilbrazilin dengan

penambahan basa …………………………………………………… … 32

Gambar 8. Reaksi pembentukan senyawa kompleks antara brazilin dengan

FeCl3 ………………………………………………………………….. 33

Gambar 9. Reaksi pembentukan senyawa kompleks antara brazilin dengan

Pb(CH3COO)2 ………………………………………………………… 33

Gambar 10. Serutan kayu secang ............................................................................. 34

Gambar 11. Interaksi antara brazilin atau 3’-O-metilbrazilin dengan fase diam

selulosa ................................................................................................... 37

Gambar 12. Interaksi brazilin, 3’-O-metil brazilin dengan fase gerak kloroform,

metanol, aquadest ..................................................................................... 38

Gambar 13. Profil kromatogram hasil pemisahan dengan KLT-preparatif .............. 40

Gambar 14. Spektra hasil penetapan panjang gelombang serapan maksimum bercak

komposit brazilin menggunakan spektrofotometer visibel ..................... 42

Gambar 15. Hasil penelusuran panjang gelombang serapan maksimum

pada replikasi 1 …………………………............................................... 47

Page 15: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

xv

Gambar 16. Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin berbagai

percobaan …………………………….................................................... 49

Gambar 17. Grafik hubungan antara lama digesti dengan AUC komposit

brazilin dan hubungan antara konsentrasi penyari dengan

AUC komposit brazilin ………………...…………................................. 53

Gambar 18. Grafik kontur hasil desain faktorial …………………........................... 56

Gambar 19. Grafik kontur hasil desain faktorial …………………........................... 56

Page 16: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi secara kimia pada

filtrat serbuk kayu ................................................................. 63

Lampiran 2. Alat digesti dan hasil ekstrak kering .................................... 64

Lampiran 3. KLT isolasi komposit brazilin ............................................... 65

Lampiran 4. Kurva AUC komposit brazilin ekstraksi secara digesti

berdasarkan desain faktorial ...................................................... 67

Lampiran 5. Data rendemen hasil penyarian secara digesti ……................... 70

Lampiran 6. Contoh cara menghitung rendemen .......................................... 71

Lampiran 7. Contoh cara menghitung standard error

dan coeffitient of variance …................................................... . 72

Lampiran 8. Contoh cara menghitung persamaan desain faktorial …........... 73

Lampiran 9. Contoh cara menghitung nilai efek menggunakan yate’s

treatment ……………………………............................................ 75

Lampiran 10. Cara menghitung signifikansi dengan yate’s

treatment …………………...................................................... 77

Lampiran 11. Cara menghitung titik optimum menggunakan

fungsi desirability ....................................................................... 79

Page 17: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Secang merupakan salah satu tanaman yang biasa dipergunakan sebagai

pewarna alami. Hasil ekstraksi kayu secang menghasilkan ekstrak yang dapat

dipergunakan sebagai indikator pH terhadap asam-basa dan pewarna obat-obatan

dengan komponen utama yaitu brazilin (Fu et al., 2008; Jun et al., 2008).

Pemanfaatan kayu secang dilakukan dengan pengolahan terlebih dahulu

menjadi ekstrak. Standar mutu bahan ekstrak dicapai dengan pengendalian proses

ekstraksi sehingga dapat menjamin produk ekstrak yang terstandar dan diharapkan

mampu menunjukkan kualitas ekstrak salah satunya dalam hal kandungan zat

aktif (Hariyati, 2005). Kandungan zat aktif yang diharapkan dalam ekstrak yaitu

mengandung sebagian besar senyawa yang diinginkan (Anonim, 1995), untuk

mencapai tujuan tersebut maka diperlukan proses ekstraksi yang baik pula. Oleh

karena itu penulis tertarik untuk melakukan optimasi proses pembuatan ekstrak

kayu secang.

Proses ekstraksi kayu secang dilakukan dengan metode digesti karena

pengerjaannya mudah, peralatannya sederhana dan proses ekstraksi lebih cepat

dibandingkan maserasi biasa (Anonim, 1986).

Optimasi proses digesti yang dilakukan berupa optimasi lama digesti dan

konsentrasi cairan penyari yang dipergunakan. Lama proses digesti dioptimasi

untuk melihat waktu digesti yang optimum untuk menghasilkan ekstrak kayu

secang. Cairan penyari etanol dipergunakan dengan pertimbangan kelarutan

Page 18: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

2

komponen utama kayu secang yaitu brazilin dalam pelarut tersebut namun belum

diketahui konsentrasi etanol yang tepat untuk dapat mengekstraksi brazilin secara

optimal. Etanol dipergunakan sebagai penyari karena memiliki sifat tidak beracun,

inert, kuman dan kapang sulit tumbuh pada etanol diatas konsentrasi 20%, dan

panas yang diperlukan dalam pemekatan relatif kecil (Anonim, 1986).

Metode optimasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

desain faktorial, faktor yang paling berpengaruh dilihat dari jumlah komposit

brazilin yang dihasilkan, serta untuk dapat melihat ada tidaknya interaksi antara

kedua faktor tersebut, selain itu dengan metode desain faktorial dapat diprediksi

kondisi digesti meliputi lama digesti dan konsentrasi cairan penyari yang optimum

dalam pembuatan ekstrak kayu secang.

1. Rumusan permasalahan

Permasalahan yang akan diteliti yaitu :

a. Bagaimana pengaruh proses digesti meliputi lama digesti, konsentrasi

cairan penyari dan interaksi yang terjadi antara keduanya terhadap area

under curve (AUC) komposit brazilin?

b. Apakah diperoleh titik kondisi optimum meliputi lama digesti dan

konsentrasi cairan penyari dalam proses digesti kayu secang terhadap AUC

komposit brazilin?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang

optimasi konsentrasi cairan penyari dan lama ekstraksi kayu secang (Caesalpinia

Sappan L.) secara digesti menggunakan aplikasi desain faktorial, belum pernah

Page 19: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

3

dilakukan. Adapun penelitian yang telah dilakukan yaitu isolasi dan karakterisasi

brazilin dari kayu secang, aktivitas antioksidan kayu secang dalam berbagai usia

tanaman, serta analisis komponen dalam ekstrak kayu secang (Putrandana, 2003;

Wetwitayaklung, Phaechamud dan Keokitichai, 2005; Rusmiati, 2007; dan Fu et

al., 2008).

3. Manfaat

a. Manfaat teoritis penelitian ini yaitu menambah informasi bagi ilmu

pengetahuan, khususnya dalam bidang kefarmasian mengenai aplikasi

desain faktorial pada proses digesti kayu secang

b. Manfaat praktis penelitian ini yaitu untuk mempermudah proses ekstraksi

secara digesti dalam memperoleh komposit brazilin.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui :

1. Pengaruh proses digesti meliputi lama digesti, konsentrasi cairan penyari dan

interaksi yang terjadi diantara keduanya terhadap AUC komposit brazilin

2. Titik optimum dalam proses digesti kayu secang meliputi lama digesti dan

konsentrasi cairan penyari terhadap AUC komposit brazilin

Page 20: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

4

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Secang

1. Keterangan botani tanaman secang

Kayu secang merupakan tumbuhan yang biasa tumbuh di daerah tropis

dan biasa dijumpai sebagai tanaman pagar serta hidup pada ketinggian 500-1000

m diatas permukaan laut. Tanaman secang memiliki klasifikasi yaitu termasuk ke

dalam familia caesalpiniaceae, genus Caesalpinia L., dan dengan nama ilmiah

Caesalpinia sappan L. (Anonim, 1985; Tjitrosoepomo, 1994).

2. Kegunaan

Di daerah tropis pada umumnya, tanaman secang biasa dipergunakan

sebagai pewarna makanan, kosmetik, cat dan memiliki potensi aksi farmakologi.

Tanaman secang banyak mengandung tanin yang baik untuk menyamak barang

dari kulit dan memiliki kegunaan lain seperti mengobati TBC, luka, antidiare,

analgetik, antipiretik, penyakit kulit, desinfektan, tonikum, dan rematik (Anonim,

1985; Rudjiman, 1995). Menurut Greshop (Heyne, 1987) kayu secang

dipergunakan untuk menyembuhkan penyakit yang berkaitan dengan peredaran

darah seperti memar, murus darah, muntah darah dan sebagainya. Di Thailan kayu

secang dipergunakan dalam pewarna makanan, garmen dan kosmetik. Juga telah

diketemukan bahwa ekstrak kayu secang memiliki aktivitas antioksidan serta

menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam menurunkan daya hidup

spermatozoa (Wetwitayaklung, Phaechamud dan Keokitichai, 2005; Rusmiati,

2007).

Page 21: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

5

3. Kandungan kimia

Bila batang tanaman secang dipotong kemudian diambil kulitnya maka

akan diperoleh kayu yang berwarna merah kecoklatan yang diberi nama sappan

(Wallis, 1955). Kayu secang mengandung zat warna, asam galat, asam tanat,

sedikit minyak atsiri, resin, tanin dan polifenol (Perry, 1980; Sugati dan Hutapea,

1991). Komponen utama dari ekstrak kayu secang telah diketahui yaitu dalam

bentuk komponen fenolik, dan terdiri dari 4 macan subtipe struktur yaitu subtipe

brazilin, kalkon, protosapanin, dan homoisoflavonoid. Diantaranya derivat

protosapanin seperti protosapanin B dan isoprotosapanin B, 10-O-

metilprotosapanin dan 10-O-metilisoprotosapanin, sama pula halnya dengan

protosapanin E1 dan protosapanin E2 merupakan suatu pasangan epimer.

Sementara itu epimer homoisoflavonoid seperti sapanol dan episapanol, 4-O-

metilsapanol dan 4-O-metilepisapanol, 3-O-metilsapanol dan 3-O-metilepisapanol

telah dapat diisolasi dari kayu secang.

Terakhir telah diisolasi pula senyawa baru dari kayu secang dan

teridentifikasi sebagai 3-benzilkroman yang merupakan turunan dari 3’-deoksi-4-

O-metilepisapanol, dan dengan komponen lainnya dalam kayu secang yaitu :

protosapanin A, sapankalkon, sapanon, asam palmitat, (+)-(8S,8’S)-

bisdihidrosiringenin, brazilein, 3-deoksisapankalkon, (+)-lioniresinol, 3-

deoksisapanon B, protosapanin B, isoprotosapanin B, 3'-O-metilbrazilin dan

brazilin (Fu et al., 2008).

Page 22: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

6

4. Komposit brazilin

Komposit brazilin adalah senyawa subtipe brazilin yang terdapat dalam

kayu secang antara lain brazilin, brazilein dan 3’-O-metilbrazilin. Brazilin

merupakan konstituen utama dari ekstrak kayu secang, tetapi brazilein diisolasi

dalam jumlah besar saat ekstrak dipaparkan terhadap udara dan cahaya

menghasilkan reaksi oksidasi gugusan hidroksil brazilin menjadi gugusan

karbonil. Kedua komponen tersebut memiliki empat buat cincin karbon

(tetrasiklis) dengan dua cincin aromatis, satu buah furan dan satu buah cincin 5

karbon. Senyawa 3’-O-metilbrazilin merupakan turunan brazilin dengan gugusan

metoksi pada atom C-3’ pada cincin B (Oliveira, Edwards dan Nesbitt, 2002).

Gambar 1. Struktur brazilein, 3’-O-metilbrazilin

dan brazilin (Fu et al., 2008)

B. Penyarian

Penyarian merupakan kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan

yang tidak dapat larut dengan pelarut yang berbentuk cair. Penyarian berlangsung

dengan perpindahan massa, dimana zat yang semula berada di dalam sel ditarik

oleh cairan penyari sehingga larutan penyari menjadi larutan zat yang diinginkan.

Pada umumnya proses penyarian akan bertambah baik apabila luas permukaan

brazilein brazilin 3’-O-metil brazilin

Page 23: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

7

simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin besar, sehingga

dikatakan bahwa semakin kecil ukuran serbuk simplisia maka semakin baik

proses penyariannya. Tetapi yang menjadi pertimbangan yaitu apabila serbuk

simplisia terlalu halus sehingga mempersulit proses penyarian karena simplisia

halus tadi akan membentuk suspensi yang sulit dipisahkan dari ekstrak cair yang

diperoleh (Anonim, 1986).

1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan serbuk

yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi standar baku yang telah

ditetapkan (Anonim, 2000).

2. Cairan penyari

Cairan penyari dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik atau

optimal untuk senyawa kandungan yang berkasiat atau aktif, sehingga senyawa

tersebut dapat terpisahkan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak

mengandung sebagian besar senyawa yang diinginkan (Anonim, 1995).

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan

penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini:

a. murah dan mudah diperoleh

b. stabil secara fisika dan kimia

c. bereaksi netral

d. tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar

Page 24: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

8

e. selektif yaitu hanya menarik zat yang dikehendaki

f. tidak mempengaruhi zat yang dikehendaki

g. diperbolehkan oleh peraturan.

Pada prinsipnya cairan penyari harus memenuhi syarat kefarmasian

dengan kelompok spesifikasi pharmaceutical grade. Sampai saat ini berlaku

aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air dan alkohol (etanol) serta

campurannya. Jenis pelarut yang lain seperti metanol (dan turunan alkohol

lainnya), heksana (hidrokarbon alifatik), toluen (hidrokarbon aromatik),

kloroform, aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut untuk tahap separasi dan

tahap pemurnian atau fraksinasi (Sidik dan Mudahar, 2000).

3. Metode ekstraksi dengan digesti

Proses penyarian (ekstraksi) secara umum dapat dibedakan menjadi

maserasi, infundasi, perkolasi, destilasi uap dan sering terdapat modifikasi.

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia atau bahan dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan

zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke

luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara

larutan di luar sel dan di dalam sel. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia

yang mengandung zat yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung

zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin

dan sitrak (Anonim, 1986).

Page 25: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

9

Dalam proses maserasi, keadaan diam akan menyebabkan terjadinya

profil konsentrasi yaitu kesetimbangan perpindahan massa dari sel ke dalam

pelarut dan dari pelarut ke dalam sel. Keadaan ini dapat dihindari dengan

melakukan pengadukan atau dengan pemanasan (Stahl, 1985). Pada maserasi

dapat dilakukan dimodifikasi menjadi digesti yaitu cara penyarian dengan

menggunakan pemanasan lemah pada suhu 40-50 OC. Cara maserasi ini hanya

cocok dipergunakan untuk simplisia yang zat yang diinginkan tahan terhadap

pemanasan.

Metode digesti memiliki keuntungan yaitu kemampuan cairan penyari

untuk melarutkan zat diinginkan menjadi lebih besar dan memiliki pengaruh sama

dengan pengadukan, kekentalan pelarut berkurang yang dapat mengakibatkan

berkurangnya lapisan batas, serta akibat koefisien difusi yang berbanding lurus

dengan suhu absolut dan berbanding terbalik dengan kekentalan sehingga

kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Pada umumnya kelarutan

zat akan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu (Anonim, 1986).

C. KLT-Densitometri

1. Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara

cepat menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata

pada lempeng. Lempeng yang dilapisi dianggap sebagai “kolom kromatografi

terbuka” dan pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan, pembagian dan

gabungan, tergantung dari jenis zat penyerap dan jenis larutan pengembang

Page 26: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

10

(Anonim, 1979).

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan

fisikokimia. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan ditotolkan berupa

bercak atau pita. Setelah pelat ditaruh dalam bejana yang tertutup rapat dan berisi

larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama

perambatan kapiler selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan

(Hardjono, 1983).

Metode KLT menggunakan dua macam komponen, yaitu fase diam dan

fase gerak. Fase diam dibuat dari salah satu penyerap yang khusus digunakan

untuk kromatografi lapis tipis. Penyerap yang umum digunakan adalah silika gel,

alumunium oksida, kieselgur, poliamida, selulosa dan turunannya. Untuk analisis,

tebal penyerap yang dipergunakan yaitu 0,1-0,3 mm, biasanya 0,2 mm dan

merupakan suatu lapisan berpori menimbulkan adanya gaya kapiler. Sebelum

digunakan, lempeng disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab dan bebas

dari uap (Stahl, 1985).

Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau

campuran beberapa pelarut. Medium bergerak dalam fase diam. Untuk analisa

kromatografi digunakan pelarut yang mempunyai tingkat mutu analitik, dan bila

diperlukan, sistem pelarut multi komponen ini harus berupa campuran sederhana

yang terdiri atas tidak lebih dari tiga macam pelarut (Stahl, 1985).

Pada kromatografi lapis tipis perlu diperhatikan polaritas fase gerak. Fase

gerak yang mengelusi zat terlalu cepat tidak dapat memisahkan komponen dengan

baik, sebaliknya fase gerak yang terlalu lambat mengelusi akan memberikan

Page 27: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

11

waktu elusi yang terlalu lama. Urutan polaritas dari fase gerak yang biasa

digunakan (dari non polar ke polar) yaitu n-heksana, heptana, sikloheksana,

karbon tetraklorida, benzena, kloroform, eter, etil asetat, piridina, aseton, metanol,

dan air (Stahl, 1985).

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal dipeoleh haya jika

penotolan sampel dilakukan dengan membentuk ukuran bercak sekecil dan

sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika

sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi (Rohman,

2009). Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang

menyebar dan puncak ganda. Berdasarkan tujuan analisis, berbagai macam jumlah

sampel telah disarankan untuk dipergunakan dan direkomendasikan oleh

Advamovic (1997) dalam tabel 1.

Tabel 1. Parameter-parameter aplikasi yang direkomendasikan

pada analisis menggunakan KLT

Tujuan Diameter Bercak (mm) Konsentrasi

Sampel (%)

Banyaknya Sampel

(µg)

Densitometri 2 mm untuk volume

0,5 µL

0,02 – 0,2 0,1 – 1 (untuk KLT-

kinerja tinggi) atau 1

– 10 (KLT

Konvensional)

Identifikasi 3 mm untuk volume

sampel 1 µL

0,1 – 1 1 – 20

Uji kemurnian 4 mm untuk volume

sampel 2 µL

5 100

Pengembangan adalah proses pemisahan campuran cuplikan akibat

pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan normal

yaitu jarak antara garis awal dan garis batas. Jarak pengembangan senyawa pada

kromatogram biasanya dinyatakan dengan harga Rf atau hRf .

Page 28: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

12

Jarak titik pusat bercak dari titik awal

Rf =

Jarak garis batas dari titik awal

Angka Rf berkisar antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua

desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai

berjangka 0 sampai 100 (Stahl, 1985).

Pengekoran noda kromatogram terjadi apabila proses pemisahan yang

terjadi tidak sempurna yang digambarkan dengan noda bercak yang tidak bulat

(berekor). Terlalu tingginya konsentrasi komponen yang ditentukan juga

merupakan salah satu penyebab terjadinya kromatogram yang beekor. Penyebab

pengekoran antara lain adalah ketidakjenuhan tangki (chamber) KLT sehingga

fase gerak yang mengelusi pelat KLT segera menguap dalam ruangan tangki

KLT. Ketidaktepatan pemilihan fase gerak terhadap fase diam dan jenis sampel

yang dianalisis juga merupakan penyebab pengekoran kromatogram yang lainnya

(Mulja dan Suharman, 1995).

Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa tanpa warna pada

kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan di

daerah ultraviolet gelombang pendek dengan radiasi utama pada kira-kira 254 nm

atau jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi ultraviolet gelombang

pendek dan atau gelombang panjang yakni 365 nm. Jika dengan kedua cara itu

senyawa tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan reaksi kimia dengan atau

pemanasan (Stahl, 1985). Menurut Putrandana (2003), fase diam selulosa dan

fase gerak kloroform, metanol, air (64:50:10 v/v) dapat dipergunakan untuk

mengisolasi brazilin dalam kayu secang.

Page 29: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

2. Densitometri

KLT-densitometri merupakan salah satu metode analisa kuantitatif.

Penetapan kadar suatu senyawa dengan metode ini dilakukan dengan mengukur

kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan dengan cara KLT. Pada umumnya

pengukuran kerapatan bercak tersebut dibandingkan dengan kerapatan bercak

senyawa standar yang dielusi secara bersama

Gambar

Teknik pengukuran dapat didasarkan atas pengukuran intensitas sinar

yang diserap (absorbansi), intensitas sinar yang dipantulkan (reflaktansi) atau

intensitas sinar yang difloures

dimana sinar datang sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Banyaknya

sinar yang direfleksikan akan ditangkap oleh suatu alat yang disebut

densitometri merupakan salah satu metode analisa kuantitatif.

n kadar suatu senyawa dengan metode ini dilakukan dengan mengukur

kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan dengan cara KLT. Pada umumnya

pengukuran kerapatan bercak tersebut dibandingkan dengan kerapatan bercak

senyawa standar yang dielusi secara bersama-sama (Hardjono, 1985).

Gambar 2. Diagram prinsip kerja TLC scanner

Teknik pengukuran dapat didasarkan atas pengukuran intensitas sinar

yang diserap (absorbansi), intensitas sinar yang dipantulkan (reflaktansi) atau

intensitas sinar yang diflouresensikan. Teknik pengukuran berdasarkan refleksi

dimana sinar datang sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Banyaknya

sinar yang direfleksikan akan ditangkap oleh suatu alat yang disebut

Keterangan :

1. lampu

2. lensa

3. slit monokromator

4. monokromator

5. cermin

6. piringan celah

7. sistem lensa

8. cermin

9. beam splitter

10.reference photomultiplier

11.objek yang di

12.photomultiplier

13.photodiode

(Sherma an

13

densitometri merupakan salah satu metode analisa kuantitatif.

n kadar suatu senyawa dengan metode ini dilakukan dengan mengukur

kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan dengan cara KLT. Pada umumnya

pengukuran kerapatan bercak tersebut dibandingkan dengan kerapatan bercak

ama (Hardjono, 1985).

Teknik pengukuran dapat didasarkan atas pengukuran intensitas sinar

yang diserap (absorbansi), intensitas sinar yang dipantulkan (reflaktansi) atau

ensikan. Teknik pengukuran berdasarkan refleksi

dimana sinar datang sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Banyaknya

sinar yang direfleksikan akan ditangkap oleh suatu alat yang disebut reflection

Keterangan :

monokromator

monokromator grating

piringan celah slit

sistem lensa

beam splitter

reference photomultiplier

objek yang di scan

photomultiplier pengukur

photodiode transmisi

and Fried ,2003)

Page 30: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

14

photomultiplier dan kemudian diteruskan ke pencatat untuk diterjemahkan ke

dalam suatu kromatogram (Mintarsih, 1990).

Untuk evaluasi bercak KLT secara densitometri bercak ditelusuri dengan

sumber sinar dalam bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik panjangnya

maupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya

(fotosensor). Perbedaan antara sinyal optik daerah yang tidak mengandung bercak

dengan daerah yang mengandung bercak dihubungkan dengan banyaknya analit

yang ada melalui kurva kalibrasi yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama.

Pengukuran densitometri dapat dibuat dengan absorbansi atau dengan flouresensi

(Rohman, 2009). Prinsip TLC Scanner terlihat pada gambar 2 (Sherma dan Fried,

2003).

Pada umumnya tebal lapisan tipis pada lempeng yang digunakan adalah

0,20 mm – 0,25 mm dan maksimum 0,33 mm untuk mengurangi efek hamburan

sinar yang disebabkan oleh fase diam terhadap linearitas hubungan serapan dan

konsentrasi dari senyawa yang diteliti. Hubungan antara serapan terhadap

konsentrasi dilinearkan dengan dasar teori Kubelka-Munk menggunakan kurva

kerja linear yang diprogramkan pada mikrokomputer. Kurva serapan konsentrasi

tersebut ditentukan oleh harga parameter hamburan yang disebabkan oleh fase

diam. Harga parameter hamburan tersebut tergantung ukuran dan distribusi

partikel fase diam pada lempeng KLT (Supardjan, 1987).

Karena adanya penghamburan sinar oleh partikel-partikel yang ada di

lempeng, maka suatu persamaan matematis yang sederhana dan terdefenisi

dengan baik menyatakan hubungan antara sinyal sinar dan banyaknya

Page 31: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

15

(konsentrasi) senyawa dalam lapisan tipis tidak pernah dijumpai. Sebagai

akibatnya hubungan ini tidak bersifat linear. Meskipun demikian, karena saat ini

tersedia perangkat lunak (software) ataupun integrator yang dapat menangani

hubungan yang tidak linear maka tidak diperlukan untuk melinearkan hubungan

antara konsentrasi dan respon optis (Rohman, 2009).

D. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk

memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih

variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan

matematika. Desain faktorial menghasilkan suatu desain percobaan untuk

mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu

respon (Bolton, 1990).

Aplikasi desain faktorial sejauh ini menggunakan 2 level secara langsung

akan mengakibatkan hubungan linear yang terjadi antara besarnya faktor dan efek

yang ditimbulkan dan daerah diantara level yang dipilih tidak akan dapat dideteksi

nilai efeknya. Karena hubungan antara faktor dengan efek yang ditimbulkan tidak

selalu linear sehingga diperlukan lebih dari dua level untuk menentukannya. Saat

dipergunakan desain 2 faktor dan 3 level maka jumlah percobaan yang dilakukan

berjumlah 9. Diagram percobaan menggunakan metode desain faktorial dapat

dilihat pada gambar 3.

Page 32: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

16

Gambar 3. Diagram desain 2 faktor dan 3 level (Armstrong, 1996)

Pengkodean untuk tiga level dalam dua faktor yaitu 0 untuk level rendah,

1 untuk level tengah dan 2 untuk level tinggi. Penelitian dengan dua faktor dilihat

dari dua digit penamaan yang diberikan. Misalnya 00 dimana kedua faktor dalam

level rendah, 12 bermakna faktor pertama memiliki level sedang dan faktor kedua

dalam level tinggi. Penggunaan 3 level menyebabkan hubungan yang tidak linear

antara kedua faktor dengan respon, hal ini dapat dilihat pada persamaan (1) dan

(2) yang keduanya mengandung hubungan linear (yang biasa disimbolkan dengan

AL dan BL) dan hubungan kuadratik (disimbolkan dengan AQ dan BQ).

Respon = a + bAL + cAQ2 …………………… (1)

Respon = a + bBL + cBQ2 …………………… (2)

(Armstrong, 1996).

Jika diketahui bahwa hubungan antara independen variabel dan dependen

variabel tidak linear maka dipergunakan persamaan second order relationship.

Model dari persamaan untuk second order relationship adalah sebagai berikut :

Y = B0 + B1X1 + B2X2 + B11X12 + B22X2

2 + B1B2X1X2

Page 33: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

17

Dengan Y merupakan respon hasil (variabel dependen); X1, X2 merupakan kedua

faktor yang diamati dan B0, B1, B2 merupakan koefisien yang dapat dihitung dari

hasil penelitian (Armstrong, 1996).

Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki

efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam

menentukan respon dan memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-

masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat

mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor

secara terpisah. Desain faktorial 2 faktor 3 level kemudian dapat dianalisis dengan

ANOVA atau Yate’s treatment untuk mengetahui besarnya efek dan signifikansi

pengaruh tiap faktor dan interaksinya terhadap respon (Bolton, 1990).

E. Landasan Teori

Senyawa subtipe brazilin dalam ekstrak kayu secang yaitu brazilin,

brazilein dan 3’-O-metilbrazilin yang selanjutnya disebut sebagai komposit

brazilin. Brazilin yang berwarna kuning dan pada pH basa akan berubah menjadi

brazilein yang berwarna merah. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode digesti

karena komposit brazilin merupakan senyawa yang tahan terhadap pemanasan.

Brazilin sangat larut pada pelarut etanol dan mudah larut pada pelarut air sehingga

campuran keduanya dapat dipergunakan sebagai cairan penyari dalam proses

digesti kayu secang namun belum diketahui konsentrasi yang tepat dalam

mengekstraksi komposit brazilin sehingga perlu dilakukan optimasi. Lama proses

digesti memiliki hubungan langsung dengan jumlah komposit brazilin yang dapat

diekstraksi. Secara umum semakin lama proses digesti maka semakin banyak

Page 34: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

18

komposit brazilin yang dapat diekstraksi karena waktu kontak cairan penyari

dengan serbuk kayu secang semakin meningkat.

Sistem kromatografi yang dipergunakan untuk mengisolasi komposit

brazilin yaitu dengan fase diam selulosa dan fase gerak kloroform : metanol :

aquadest (64:50:10 v/v). Bercak yang terdeteksi sebagai komposit brazilin diukur

nilai AUC nya menggunakan TLC scanner secara densitometri.

Analisis Yate’s treatment dilakukan untuk melihat signifikansi tiap faktor

yaitu lama digesti, konsentrasi cairan penyari dan interaksinya terhadap respon

AUC komposit brazilin. Titik optimum kondisi digesti didapat dari countour plot

hubungan lama digesti dan konsentrasi cairan penyari dengan respon AUC

komposit brazilin.

F. Hipotesis

1. Lama digesti, konsentrasi cairan penyari dan interaksinya berpengaruh

terhadap respon AUC komposit brazilin secara signifikan

2. Titik optimum dapat diperoleh dari countour plot lama digesti dengan

konsentrasi cairan penyari terhadap AUC komposit brazilin

Page 35: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental quasi

menggunakan aplikasi desain faktorial. Penelitian dilakukan pada Laboratorium

Kimia Organik dan Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Klasifikasi variabel

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lama ekstraksi secara digesti dan

konsentrasi cairan penyari

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini yaitu AUC dihasilkan oleh

komposit brazilin

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini yaitu waktu pemanenan

batang secang dan lingkungan tempat tumbuh

2. Definisi operasional

a. Digesti adalah proses penyarian yang dilakukan dengan merendam serbuk

dalam maserator dalam pemanasan rendah yaitu 45-50 OC

b. Level rendah, tengah dan tinggi dalam lama ekstraksi secara digesti

berturut-turut yaitu 90 menit, 180 menit dan 270 menit yang dilakukan

dalam 3 kali digesti berulang

c. Level rendah, tengah dan tinggi dalam konsentrasi cairan penyari ekstraksi

Page 36: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

20

secara digesti berturut-turut yaitu 4 %, 50 % dan 100 %

d. Konsentrasi cairan penyari merupakan konsentrasi aquadest dalam etanol

e. Komposit brazilin adalah komponen fenolik yang merupakan subtipe

struktural brazilin, terdiri dari senyawa brazilin, brazilein dan 3’-O-

metilbrazilin

f. Titik optimum adalah titik dimana proses digesti menghasilkan AUC

komposit brazilin yang maksimum dengan lama digesti yang minimum dan

konsentrasi penyari yang maksimum

C. Bahan atau Materi Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang secang

(Caesalpinia sappan L.) sebagai sampel yang diperoleh dari Desa Kemuning,

Wonosari, Yogyakarta. Cairan penyari berupa aquadest dan etanol 96 %. Bahan

untuk KLT dan KLT-P yaitu berupa fase diam selulosa (E Merck), fase gerak

derajat pro analisis produksi E Merck yaitu kloroform dan metanol. Bahan untuk

pembuatan buffer fosfat yaitu KH2PO4, NaOH, Fe(III) klorida, Timbal(II) asetat

dan aquadest.

D. Alat atau Instrumen Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender simplisia

(Retsch bc ZM1) dengan pisau nomor 4 dan ayakan serbuk simplisia 12 dan 50

mesh, alat–alat gelas, pelat tetes, kertas saring, cawan porselen, waterbath, labu

bersumbat, neraca analitik (Mettler Toledo, AB204), oven (Termaks, salm en tipp

bv Seri 08725), pipet mikro, lampu UV (MINUVIS Desaga Heldelberg Seri

Page 37: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

21

05.67.02), spektrofotometer (Perkin Elmer UV/VIS Spectrometer Lambda 20)

dan Thin Layer Chromatography (TLC) Scanner Densitometric (CAMAG TLC

Scanner 3, cat. No. 027.6485, seri 160602)

E. Tata Cara Penelitian

1. Pengumpulan bahan

Batang secang diperoleh dari Desa Kemuning Kecamatan Wonosari

Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada bulan Februari 2009 dalam keadaan utuh,

segar, dan masih basah

2. Identifikasi tanaman dan kayu

a. Identifikasi morfologis tanaman

Identifikasi dilakukan dengan melihat morfologi tanaman dan dicocokkan

dengan pustaka Materia Medika Indonesia edisi I mengenai tanaman secang

(Caesalpinia sappan L.)

b. Identifikasi makroskopik kayu

Identifikasi dilakukan dengan melihat kayu secara makroskopik dan

dicocokkan dengan pustaka Materia Medika Indonesia edisi I mengenai kayu

secang

c. Identifikasi kayu secara kimia dilakukan sebagai berikut:

i. Identifikasi awal kayu secara kimia dilakukan dengan mengkocok 100 mg

serbuk kayu dengan metanol P selama 5 menit, warna filtrat diamati

ii. Pada pelat tetes, 3 tetes filtrat ditambah 1 tetes kalium hidroksida P 5 %

b/v, warna yang terjadi diamati

iii. Pada pelat tetes, 3 tetes filtrat ditambah 1 tetes natrium hidroksida P 5 %

Page 38: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

22

b/v, warna yang terjadi diamati

iv. Pada pelat tetes, 3 tetes filtrat ditambah 1 tetes timbal(II)asetat P 5 % b/v,

warna yang terjadi diamati

v. Pada pelat tetes, 3 tetes filtrat ditambah 1 tetes besi(III)klorida P 5 % b/v,

warna yang terjadi diamati

3. Pembuatan simplisia kayu secang

a. Sortasi basah

Bahan yang telah dikumpulkan disortasi basah dengan memilah bahan uji

dipisahkan dengan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing dari simplisia.

b. Pencucian, penyerutan, dan pengeringan

Batang secang dicuci dengan air mengalir hingga bersih, kemudian

ditiriskan. Batang secang yang telah bersih dan bebas dari sisa air cucian

tersebut diserut menggunakan alat serut hingga diperoleh hasil dengan

ketebalan yang kurang lebih 3-5 mm. Batang secang yang telah diserut,

disusun di atas alas berlubang dan dikeringkan menggunakan oven pada

suhu 60 OC. Secara berkala dibolak-balik agar pengeringan berlangsung

merata. Pengeringan batang secang dihentikan apabila simplisia mudah

dipatahkan serta menimbulkan bunyi gemerisik jika diremas.

c. Sortasi kering

Batang secang yang sudah kering kemudian dipisahkan dari benda-benda

asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran-kotoran

lain yang masih tertinggal dalam simplisia kering.

Page 39: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

23

d. Pembuatan serbuk kayu secang

Kayu secang yang sudah kering kemudian diserbuk menggunakan blender

kemudian diayak dengan ukuran serbuk 12/50 mesh

4. Analisis kualitatif komposit brazilin

a. Pembuatan bufer fosfat. Kalium dihidrogen fosfat 0,2 M sebanyak 50

ml dimasukkan ke dalam labu ukur 200 ml ditambahkan 29,1 ml natrium

hidroksida 0,2 N dan ditambahkan air bebas CO2 P sampai 200 ml.

b. Ekstraksi kayu secang secara digesti. Serbuk kering kayu secang

sebanyak lima gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup, ditambahkan

cairan penyari yaitu aquadest 50 % dalam etanol berturut-turut sebanyak 75, 50,

dan 25 ml. Digesti dilakukan selama 270 menit. Ekstrak yang diperoleh diuapkan

dengan waterbath pada suhu 80 OC sampai mendapatkan ekstrak kering.

c. Isolasi dengan KLT-preparatif. Ekstrak kering dilarutkan dalam etanol,

kemudian ditotolkan pada lempeng kromatografi dengan fase diam selulosa

setebal 2 mm. Penotolan dilakukan sebanyak 10 µl. Setelah itu lempeng

kromatografi dimasukkan ke dalam bejana yang sebelumnya telah dijenuhkan

dengan fase gerak berupa kloroform : metanol : aquadest (64:50:10v/v).

Pengembangan dilakukan sepanjang 15 cm. Setelah itu lempeng dikeringkan dan

bercak yang diduga komposit brazilin dikerok dan dikumpulkan. Hasil kerokan ini

kemudian disebut sebagai isolat. Istilah isolat sesuai dengan yang disampaikan

oleh Hostettmann (1995). Hasil kerokan bercak tunggal yang telah dikerok

dikerok dilarutkan dalam etanol 96 % dan disentrifugasi.

Page 40: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

24

d. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum. Supernatan yang

diperoleh diuapkan dan dilarutkan dalam bufer fosfat, kemudian ditelusuri

menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 400 - 800 nm.

Hasil penelusuran dibandingkan dengan acuan pustaka. Panjang gelombang

serapan maksimum brazilein yaitu 541 nm (Wetwitayaklung, Phaechamud dan

Keokitichai, 2005).

5. Penyarian dengan metode digesti

Kurang lebih seksama serbuk kering sebanyak 5,0 g dimasukkan ke

dalam erlenmeyer bertutup, ditambahkan cairan penyari (aquadest 4 % dalam

etanol, aquadest 50 % dalam etanol dan aquadest 100%) berturut-turut sebanyak

75, 50, dan 25 ml. Pemanasan dijaga pada suhu 45 OC sampai 50

OC.

Tabel 2. Rancangan percobaan berdasarkan desain faktorial

Faktor

Percobaan

Konsentrasi cairan

penyari (%)

Lama ekstraksi

(menit)

00 4 90

10 50 90

20 100 90

01 4 180

11 50 180

21 100 180

02 4 270

12 50 270

22 100 270

Keterangan :

00 : Konsentrasi cairan penyari level rendah dengan lama ekstraksi level rendah

10 : Konsentrasi cairan penyari level tengah dengan lama ekstraksi level rendah

20 : Konsentrasi cairan penyari level tinggi dengan lama ekstraksi level rendah

01 : Konsentrasi cairan penyari level rendah dengan lama ekstraksi level tengah

11 : Konsentrasi cairan penyari level tengah dengan lama ekstraksi level tengah

21 : Konsentrasi cairan penyari level tinggi dengan lama ekstraksi level tengah

02 : Konsentrasi cairan penyari level rendah dengan lama ekstraksi level tinggi

12 : Konsentrasi cairan penyari level tengah dengan lama ekstraksi level tinggi

22 : Konsentrasi cairan penyari level tinggi dengan lama ekstraksi level tinggi

Page 41: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

25

Sari diserkai dan ampas diperas. Sari didiamkan selama satu hari

kemudian disaring. Ekstrak yang diperoleh diuapkan dengan waterbath pada suhu

80 OC sampai mendapatkan ekstrak kering. Berat ekstrak kering yang diperoleh

dari tiap percobaan dicatat sebagai berat rendemen hasil ekstraksi. Dilakukan

replikasi sebanyak 3 kali.

6. Pemisahan komposit brazilin dengan KLT

Ekstrak kering dilarutkan dalam etanol sampai 10 mL, kemudian

diencerkan dengan faktor pengenceran 2,5 kali dan ditotolkan sebanyak 0,5 µL

pada lempeng kromatografi 20 cm x 20 cm dengan fase diam setebal 0,25 mm.

Setelah itu lempeng kromatografi dimasukkan ke dalam bejana yang sebelumnya

telah dijenuhkan dengan fase gerak berupa kloroform, metanol, aquadest

(64:50:10 v/v). Pengembangan dilakukan sepanjang 15 cm. Setelah itu lempeng

dikeringkan.

7. Pengukuran AUC komposit brazilin dengan TLC scanner densitometric

a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum. Pengukuran

panjang gelombang serapan maksimum dengan TLC Densitometer Scanner

dilakukan dengan menyemprot lempeng KLT yang mengandung bercak komposit

brazilin dengan buffer fosfat pH 7. Keseluruhan jalur pengembangan analit

ditelusuri panjang gelombang serapan maksimumnya dengan penelusuran pada

400 - 600 nm.

b. Penetapan AUC komposit brazilin dengan KLT-densitometri. AUC

diukur dengan TLC Scanner Densitometric pada panjang gelombang serapan

maksimum yang didapatkan.

Page 42: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

26

F. Analisis Hasil

1. Analisis hasil dari data AUC komposit brazilin dilakukan dengan metode

desain faktorial. Analisis ini bertujuan untuk melihat besarnya efek

konsentrasi cairan penyari, lama digesti, dan efek interaksinya sehingga dapat

diketahui efek dominan yang mempengaruhi AUC Komposit brazilin. Analisis

statistik dengan Yate’s treatment dilakukan untuk mengetahui signifikansi dari

setiap faktor dan interaksi dalam mempengaruhi respon. Berdasarkan analisis

statistik ini maka dapat ditentukan ada atau tidaknya hubungan dari setiap

faktor terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari harga F hitung dan F

tabel.

2. Dari contour plot faktor lama digesti dan konsentrasi cairan penyari dan AUC

komposit brazilin dapat diprediksi titik optimum pada proses digesti komposit

brazilin.

Page 43: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Bahan

Bahan berupa bagian tanaman segar dan batang secang (Caesalpinia

sappan L.) diperoleh dari perkebunan secang di desa Kemuning, Wonosari,

Yogyakarta pada bulan Februari 2009. Hasil pengumpulan batang secang yaitu

batang secang basah dan segar sebanyak 20,6 kg.

Gambar 4. Batang secang segar

Pengumpulan batang secang ini dilakukan untuk keseluruhan proses

penelitian sehingga dapat mengendalikan variabel pengacau seperti waktu

pemanenan, umur tanaman, lingkungan dan tempat tumbuh karena bahan

simplisia diambil pada tempat budidaya yang sama dan waktu pemanenan yang

serempak dari satu tanaman. Menurut Wetwitayaklung, Phaechamud, dan

Keokitichai (2005), kadar komposit brazilin (brazilin dan derivatnya) bervariasi

dan tidak tergantung umur tanaman dengan umur 2, 4, 6, 10 dan 30 tahun.

Page 44: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

28

B. Identifikasi Tanaman dan Kayu

Identifikasi tanaman dan kayu dilakukan untuk menghindari kesalahan

pemilihan bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian. Identifikasi dilakukan

dengan identifikasi morfologi untuk tanaman secang (Caesalpinia sappan L.),

pemerian secara makroskopis dan identifikasi dengan pereaksi kimia untuk kayu

secang.

Adapun yang diamati secara morfologis tanaman yaitu ranting berduri

bengkok dan tersebar. Daun majemuk panjang 20 cm – 40 cm, bersirip, panjang

sirip 7,5 cm sampai 13 cm. Setiap sirip mengandung 10 – 20 pasang anak daun

berhadapan. Anak daun tidak bertangkai berbentuk lonjong ujungnya bundar

dengan panjang antara 10 mm – 25 mm.

Bunga berbentuk malai, pinggir kelopak berambut, tajuk memencar dan

berwarna kuning. Bunga terdapat di ujung, panjang malai 10 cm sampai 40 cm,

panjang gagang bunga 15 cm sampai 20 cm, pinggir kelopak berambut, panjang

daun kelopak yang terbawah lebih kurang 10 mm, lebar lebih kurang 4 mm,

empat daun kelopak lainnya panjang lebih kurang 7 mm, lebar lebih kurang 4mm,

panjang benang sari lebih kurang 15 mm, panjang putik lebih kurang 18 mm.

Polong berwarna hitam, panjang 8 cm sampai 10 cm, lebar 3 cm sampai 4 cm,

berisi 3 sampai 4 biji, panjang biji 15 mm sampai 18 mm, lebar 8 mm sampai 11

mm, tebal 5 mm sampai 7 mm.

Page 45: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

29

Hasil pengamatan morfologis bagian tanaman terdapat pada gambar 5.

Hasil pengamatan sesuai dengan pertelaan mengenai Caesalpinnia sappan L.

berdasarkan Materia Medika Indonesia (MMI) edisi I.

Gambar 5. Bagian tanaman secang

Pengamatan kayu secara makroskopik adalah berbentuk kayu serutan

ukuran bervarias, keras dan padat serta berwarna jingga sampai kuning. Dari hasil

pengamatan makroskopis menunjukkan ciri yang tercantum dalam Materia

Medika Indonesia edisi I mengenai pemerian kayu secang secara makroskopis.

Pada identifikasi kayu secara kimia serbuk kayu dikocok dalam metanol

P selama 5 menit menghasilkan filtrat berwarna kuning jingga dilakukan sebagai

identifikasi awal terhadap kayu secang. Hasil identifikasi dengan penambahan

pereaksi kimia yang dilakukan yaitu pada penambahan larutan kalium hidroksida

P 5% b/v dan natrium hidroksida P 5% b/v menghasilkan warna ungu kemerahan,

sedangkan pada penambahan timbal (II) asetat P 5 % b/v dan besi (III) klorida P 5

% b/v terjadi warna ungu kecoklatan.

( b )Keterangan:

a. Polong secang

b. Daun secang

c. Bunga secang

( c )( a )

Page 46: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

30

Tabel 3. Hasil identifikasi kayu secara kimia

Identifikasi Warna Hasil positif

menurut MMI

Dalam metanol P Kuning jingga Kuning jingga

Kalium hidroksida P 5% b/v Ungu

kemerahan

Ungu

Natrium hidroksida P 5% b/v Ungu

kemerahan

Ungu

Timbal(II)asetat P 5% b/v Ungu

kecoklatan

Ungu

Besi(III)klorida P 5% b/v Ungu

kecoklatan

Ungu

Apabila dibandingkan dengan warna pembanding menurut MMI edisi I

terdapat perbedaan warna dengan timbulnya warna kemerahan dan kecoklatan

dari hasil reaksi. Hal ini mungkin diakibatkan perbedaan standar kayu secang

yang dipergunakan dalam penentuan pembanding dalam identifiksi secara kimia.

Perbedaan simplisia dapat disebabkan perbedaan kondisi tanah dan tempat

tumbuh tanaman yang menyebabkan perbedaan kandungan senyawa metabolit

yang dihasilkan.

Identifikasi menghasilkan reaksi positif terhadap serbuk simplisia secang

sesuai identifikasi pada MMI edisi I mengenai kayu secang. Dari hasil analisis

secara kimia diperoleh bahwa simplisia yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah simplisia kayu secang.

Senyawa penanda dari ekstrak kayu secang yaitu brazilin, mengakibatkan

reaksi positif dengan terbentuknya warna ungu. Pada penambahan kalium

hidroksida dan natrium hidroksida, adanya suasana basa (kehadiran ion -OH) akan

menggeser kesetimbangan reaksi ke arah kanan membentuk brazilein yang

merupakan hasil reaksi pemanjangan kromofor brazilin.

Page 47: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

31

Gambar 6. Reaksi brazilin menjadi brazilein dengan penambahan basa

Keterangan : gugus kromofor

auksokrom

Saat suatu senyawa mengabsorbsi panjang gelombang tampak tertentu

dan merefleksikan panjang gelombang yang lainnya maka senyawa tersebut akan

menjadi berwarna. Cahaya tampak yang mengenai kromofor akan diabsorbsi dan

terjadi eksitasi elektron dari ground state menuju excited state. Dengan

keberadaan ikatan berselingan antara ikatan tunggal dan ikatan rangkap yang

panjang maka energi untuk mengeksitasi elektron dari ground state menuju

excited state menjadi lebih rendah karena energi orbital molekul berpasangan

tertinggi (HOMO) dengan orbital molekul tak berpasangan terendah (LUMO)

akan semakin berdekatan daripada ikatan rangkap menyendiri sehingga akan

menggeser panjang gelombang yang dihasilkan menuju panjang gelombang yang

lebih panjang. Energi eksitasi berkurang akibat adanya stabilisasi resonansi pada

saat keadaan eksitasi sehingga semakin panjang kromofor maka semakin kecil

Page 48: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

32

energi yang diperlukan untuk menuju keadaan tereksitasi pertama. Dalam kasus

ini dengan perpanjangan kromofor brazilin maka terbentuk intensitas warna yang

lebih kuat membentuk warna merah jingga pada brazilein.

Hal tersebut berlangsung pula pada senyawa 3’-O- metilbrazilin. Pada

penambahan kalium hidroksida dan natrium hidroksida, adanya suasana basa

(kehadiran ion -OH) akan merubah 3’-O-metilbrazilin menjadi 3’-O- metilbrazilein

menurut reaksi di bawah ini,

Gambar 7. Pembentukan 3’-O-metilbrazilein dari 3’-O-

metilbrazilin dengan adanya penambahan basa

Keterangan : gugus kromofor

auksokrom

Pada penambahan timbal(II) asetat atau besi(III) klorida terbentuk

senyawa kompleks antara ion timbal (Pb2+) atau ion besi (Fe

3+) dengan gugus

hidroksil brazilin membentuk kompleks warna merah sampai ungu. Logam timbal

Page 49: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

33

dan besi merupakan suatu atom pusat yang bertindak sebagai akseptor elektron

dan memiliki orbital d yang kosong, sedangkan senyawa komposit brazilin

memiliki gugus hidroksil yang merupakan donor elektron yang selanjutnya

disebut sebagai ligan.

Gambar 8. Reaksi pembentukan kompleks brazilin dengan FeCl3

Gambar 9. Reaksi pembentukan kompleks antara brazilin dengan Pb(CH3COO)2

Apabila terbentuk kompleks antara komposit brazilin dengan ion logam

timbal atau besi dan kompleks tersebut terpapar sinar tampak maka terjadi transisi

Brazilin Timbal(II)asetat

Kompleks berwarna ungu

Asam asetat

Besi(III) klorida Brazilin

Kompleks berwarna ungu

Asam klorida

Page 50: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

34

elektronik yang mengakibatkan senyawa kompleks ini mengabsorbsi panjang

gelombang di daerah sinar tampak. Efek absorbsi panjang gelombang pada daerah

sinar tampak terjadi karena elektron yang dieksitasi oleh cahaya tampak dari

tingkat energi orbital molekul kompleks yang diisi elektron menuju tingkat energi

yang kosong pada orbital d yang kosong pada atom pusat. Reaksi pembentukan

senyawa komplek yang terjadi antara FeCl3 maupun Pb(CH3COO)2 dapat dilihat

pada gambar 8 dan 9.

C. Pembuatan Simplisia Secang

Batang secang yang diperoleh disortasi basah, dengan maksud untuk

memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing dari simplisia sehingga

tidak mengganggu proses penelitian. Kemudian dicuci dengan air mengalir hingga

bersih dan ditiriskan. Batang secang tersebut diserut hingga diperoleh hasil

dengan ketebalan yang kurang lebih 3 - 5 mm dimana apabila irisan semakin tipis

maka semakin cepat penguapan air sehingga waktu pengeringan semakin cepat.

Gambar 10. Serutan kayu secang

Kayu secang yang telah diserut disusun di atas alas berlubang-lubang,

dikeringkan di oven pada suhu 60 0C. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada

Page 51: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

35

suhu 30 - 90 OC, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60

OC (Anonim,

1985). Komposit brazilin memiliki suhu degradasi diatas 130 OC, tetapi apabila

pemanasan dilakukan secara terus menerus terhadap simplisia dikawatirkan dapat

mendegradasi komposit brazilin akibat panas yang terakumulasi dalam bahan

simplisia. Penggunaan oven akan menjamin suhu yang terkontrol dan aliran udara

panas akan memastikan pemanasan yang merata tidak hanya pada permukaan

simplisia tetapi panas kering juga dapat mengambil lembab pada bagian bawah

simplisia pada alas pengering yang berlubang-lubang memungkinkan aliran udara

dari atas kebawah atau sebaliknya. Simplisia secara berkala selalu dibolak-balik

agar pengeringan merata.

Kayu yang telah kering dapat diketahui apabila kayu secang dapat

dipatahkan dengan baik dan apabila diremas menimbulkan bunyi gemerisik dan

dapat diasumsikan bahwa simplisia telah berada pada kadar air 8 - 10 %. Fungsi

pengeringan adalah mengurangi kadar air yang terdapat dalam kayu secang

sehingga mengurangi resiko tumbuhnya jamur selama penyimpanan yang dapat

menurunkan mutu simplisia dan mempengaruhi zat aktif. Pada tujuan ekstraksi,

kondisi simplisia yang kering akan meningkatkan keefektifan difusi cairan

penyari ke dalam simplisia karena saat simplisia dikeringkan maka membran sel

akan rusak sehingga cairan penyari akan semakin mudah masuk ke dalam sel

untuk mengekstraksi komposit brazilin. Penyimpanan dilakukan dalam wadah

tertutup rapat dan terlindung dari cahaya. Penyimpanan yang baik akan menjaga

simplisia dalam kondisi kering. Hasil kayu secang kering yaitu sebanyak 20 kg.

Kayu secang yang sudah kering dipisahkan dari benda-benda asing

Page 52: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

36

seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran-kotoran lain yang

masih tertinggal dalam simplisia kering. Batang secang yang sudah kering

kemudian diserbuk menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 12/50 mesh.

Pada ekstraksi secara maserasi dan modifikasinya termasuk digesti,

serbuk simplisia direndam dalam cairan penyari sehingga ukuran serbuk simplisia

sangat mempengaruhi efektifitas penyarian. Apabila serbuk simplisia terlalu besar

maka luas permukaan kontak dengan cairan penyari akan menurun sehingga

cairan penyari kurang efektif dalam menarik zat aktif. Sedangkan apabila serbuk

berukuran terlalu kecil maka serbuk akan mengambang dan serbuk bagian atas

yaitu bagian permukaan tidak dapat kontak dengan cairan penyari. Ukuran yang

terlalu kecil juga mengakibatkan kesulitan pada waktu pemisahan hasil ekstraksi

dengan serbuk yang membentuk koloid di dalamnya. Menurut Materia Medika

Indonesia ukuran serbuk simplisia yang optimum dalam proses ekstraksi yaitu

dengan ukuran derajar serbuk 4/18, tetapi pada penelitian ukuran serbuk yang

dipergunakan dikonfersi ke dalam ukuran mesh yang paling dekat yaitu ukuran

12/50 mesh. Serbuk ukuran 12/50 mesh diharapkan cukup kecil dan telah dapat

terendam sepenuhnya dalam cairan penyari yang dipergunakan.

D. Analisis Kualitatif Komposit Brazilin

Analisis kualitatif bercak komposit brazilin dilakukan untuk memastikan

bahwa bercak yang dianalisis merupakan komposit brazilin. Analisis kualitatif

dilakukan pada pelat selulosa dengan ketebalan 2 mm dan fase gerak

kloroform:metanol:aquadest (64:50:10 v/v) (Putrandana, 2003). Sebelum isolasi

Page 53: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

37

komposit brazilin, dilakukan persiapan ekstrak yang akan dipergunakan untuk

isolasi. Ekstrak yang dipergunakan yaitu ekstrak yang diperoleh secara digesti

dengan konsentrasi cairan penyari 50 % selama 270 menit. Penggunaan cairan

penyari dengan konsentrasi 50 % yaitu untuk merepresentasikan kelarutan

komposit brazilin pada cairan penyari yang akan dipergunakan, dimana kelarutan

brazilin yaitu pada air dan etanol. Digesti dilakukan selama 270 menit untuk

memastikan keseluruhan komposit brazilin telah terekstraksi dengan terbentuknya

ampas yang pucat.

Jumlah ekstrak yang ditotolkan pada pelat selulosa 2 mm adalah

sebanyak 10 µl dan diharapkan dapat mengisolasi komposit brazilin yang cukup

sebelum dianalisis menggunakan spektrometer visibel. Ekstrak yang ditotolkan

sebanyak 10 µl membentuk pita panjang kemudian dielusi menggunakan fase

gerak kloroform, metanol dan aquadest (64:50:10 v/v) dengan pengembangan

sepanjang 15 cm. Pemilihan fase diam selulosa dan fase gerak berdasarkan

penelitian sebelumnya mengenai isolasi brazilin (Putrandana, 2003).

Gambar 11. Interaksi antara brazilin atau 3’-O-metilbrazilin

dengan fase diam selulosa

Keterangan : ------ Ikatan hidrogen

Page 54: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

38

Sistem kromatografi yang dipergunakan adalah kromatografi planar fase

normal dimana fase diam selulosa yang dipergunakan bersifat lebih polar daripada

fase gerak campuran kloroform, metanol, air yang dipergunakan. Fase diam

molekul selulosa yang dipergunakan terbentuk dari makromolekul yang

mengandung unit D-glukopiranosa yang tergabung oleh ikatan β-glikosidik pada

posisi 1 dan 4 oleh atom oksigen menbentuk ikatan rantai panjang. Penggunaan

selulosa mikrokristalin memperkecil unit D-glukopiranosa menjadi berkisar 40

sampai 200 unit dalam satu rantai sehingga menurunkan lipofilisitas apabila

dibandingkan dengan penggunaan selulosa alam dengan 400 sampai 4000 unit D-

glukopiranosa. Pengaruh ini sangat penting dalam proses pemisahan senyawa.

Gambar 12. Interaksi antara brazilin atau 3’-O-metilbrazilin dengan fase gerak

kloroform, metanol, dan aquadest

Keterangan : -------- Ikatan hidrogen

------- Interaksi dipol-dipol

Fase diam selulosa ini bersifat relatif lebih polar dibandingkan dengan

fase gerak yang dipergunakan akibat banyaknya atom dengan keelektronegatifan

tinggi yaitu atom O pada D-glukopiranosa yang menyusun rantai selulosa.

δ+

δ+

δ+

δ+

δ+

δ+

δ+

δ+

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ+

δ-

δ-

Page 55: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

39

Senyawa yang akan dipisahkan, dalam hal ini komposit brazilin, akan teradsorpsi

diantara fase gerak dan fase diam yang lebih polar.

Pada pemisahan terdapat 3 buah bercak yang teridentifikasi saat

dipaparkan pada sinar UV panjang gelombang 365 nm dan diberi simbol bercak

A, bercak B dan bercak C walaupun secara visual hanya tampak satu bercak dan

diduga sebagai komposit brazilin yaitu brazilin dan 3’-O-metilbrazilin. Hal ini

dikarenakan pelarut yang dipergunakan dalam penotolan yaitu ekstrak etanolik

yang bersifat asam sehingga komponen brazilein akan berubah menjadi brazilin.

Pernyataan ini diperkuat dengan penambahan pereaksi semprot buffer fosfat

kedua bercak ini menjadi berwarna merah, sedangkan pada bercak A tidak

berubah menjadi berwarna merah. Saat bercak B dan C yang sebelumnya

berwarna kuning terpapar oleh sinar UV panjang gelombang 365 nm, bercak

menjadi berwarna kuning dan hijau dengan Rf 0,76 dan 0,83 hal ini menandakan

bahwa bercak tak terpisahkan tersebut merupakan dua komponen senyawa yang

berbeda. Profil pemisahan tersaji pada gambar 13.

Bercak dengan Rf 0,76 dan 0,83 diduga sebagai brazilin dan 3’-O-

metilbrazilin, yang mengabsobsi pada panjang gelombang yang berbeda karena

perbedaan auksoksrom yang dimiliki masing-masing senyawa walaupun memiliki

kromofor yang identik. Hal ini dapat diketahui dari interaksi yang terjadi antara

senyawa tersebut terhadap fase diam dan fase gerak seperti pada gambar 11 dan

12. Sistem kromatografi yang dipergunakan merupakan kromatografi planar fase

normal dimana senyawa dengan kepolaran lebih tinggi akan lebih terikat pada

fase diam dibandingkan senyawa yang kurang polar. Hal tersebut dapat dilihat

Page 56: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

40

pada nilai Rf yang rendah. Akibat hal tersebut maka senyawa 3’-O-metilbrazilin

yang bersifat kurang polar dibandingkan brazilin memiliki Rf yang lebih tinggi

karena brazilin memiliki gugusan karbon lebih panjang yang terikat pada atom

karbon nomor 3, dimana pada brazilin gugusan tersebut adalah sebuah gugusan

hidroksil sedang pada 3’-O-metilbrazilin gugusan yang terikat adalah suatu

metoksi. Pemanjangan atom karbon (alkil) secara umum akan menurunkan

polaritas suatu senyawa. Bercak B dan C dikerok, dikumpulkan dan dianalisis

panjang gelombang serapan maksimum menggunakan spekstrofotometri visibel.

C C C C

B B B B

A A

I II III IV

Gambar 13. Profil kromatogram hasil pemisahan komposit brazilin dengan fase

diam selulosa dan fase gerak kloroform, metanol, aquadest (64:50:10 v/v)

Keterangan

(I) Penampakan secara visibel sebelum disemprot buffer

(II) Kenampakan pada uv 365nm sebelum disemprot buffer

(III) Kenampakan secara visibel setelah disemprot buffer

(IV) Kenampakan pada uv 365nm setelah disemprot buffer

Page 57: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

41

Tabel 4. Harga Rf dan profil warna masing-masing bercak hasil

pemisahan dengan KLT-preparatif

Bercak Rf

Sebelum disemprot bufer Sesudah disemprot bufer

Secara

Visual

UV 365 nm Secara

Visual

UV 365 nm

A. 0,36 - Ungu - Ungu

B. 0,76 Kuning Kuning Merah Kuning

C. 0,83 Kuning Hijau Merah Hijau

Selanjutnya bercak yang dianalisis merupakan bercak dengan Rf 0,76 dan

0,83 dimanan bercak B dan C diduga sebagai bercak komposit brazilin karena saat

disemprot dengan buffer fosfat warna bercak berubah menjadi merah. Senyawa

brazilin pada pH 7 akan berubah menjadi brazilein. Hal ini diduga juga terjadi

pada senyawa subtipe brazilin lain yaitu 3’-O-metilbrazilin yang menjadi 3’-O-

metilbrazilein.

Penelusuran terhadap panjang gelombang serapan maksimum dilakukan

pada 3 konsentrasi berbeda dilakukan untuk mengetahui reliabilitas hasil panjang

gelombang serapan maksimum pada absorban 0,2 - 0,8. Penelusuran dilakukan

pada panjang gelombang 400 - 600 nm. Dari ketiga spektra dengan konsentrasi

yang berbeda dapat dilihat profil serapan yang identik dan perbedaan hanya

berasal dari tinggi kurva serapan yang diakibatkan perbedaan jumlah analit dalam

tiap larutan yang diukur.

Dari hasil penelusuran didapat panjang gelombang serapan maksimum

dari ketiga konsentrasi adalah 539 nm. Dapat disimpulkan bahwa bercak B dan C

adalah bercak komposit brazilin karena menurut Wetwitayaklung, Phaechamud

dan Keokitichai (2005) panjang gelombang serapan maksimum brazilein pada pH

Page 58: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

7 adalah 541 nm. Menurut

serapan maksimum pada da

gelombang teoritis, diperbolehkan

Tabel 5. Hasil penelusuran

Konsentrasi

1

2

3

Gambar 14. Spekt

(A) serapan 0,357 (B) s

Kayu secang diekstraksi dengan menggunakan metode digesti dengan

berprinsip pada perendaman bahan

pemanasan rendah yaitu pada suhu 45

cairan penyari berturut

sebanyak 3 kali penyarian dengan volume cairan penyari yang m

7 adalah 541 nm. Menurut Farmakope Indonesia III untuk panjang gelombang

serapan maksimum pada daerah di atas 320 nm perbedaan ± 2 nm dari

, diperbolehkan.

penelusuran panjang gelombang serapan maksimum

Konsentrasi Absorbansi Panjang gelombang serapan

maksimum (nm)

0,357 539

0,622 539

0,680 539

pektra penetapan panjang gelombang serapan maksimum

serapan 0,357 (B) serapan 0,622 (C) serapan 0,680

E. Penyarian Dengan Metode Digesti

Kayu secang diekstraksi dengan menggunakan metode digesti dengan

berprinsip pada perendaman bahan simplisia pada cairan penyari dan dengan

pemanasan rendah yaitu pada suhu 45 – 50 OC. Digesti dilakukan 3 kali dengan

berturut-turut sebanyak sebanyak 75, 50, dan 25 ml.

sebanyak 3 kali penyarian dengan volume cairan penyari yang m

42

panjang gelombang

2 nm dari panjang

panjang gelombang serapan maksimum isolat

serapan

a penetapan panjang gelombang serapan maksimum

erapan 0,680

Kayu secang diekstraksi dengan menggunakan metode digesti dengan

simplisia pada cairan penyari dan dengan

Digesti dilakukan 3 kali dengan

75, 50, dan 25 ml. Dilakukan

sebanyak 3 kali penyarian dengan volume cairan penyari yang menurun dengan

Page 59: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

43

mempertimbangkan terjadinya titik jenuh pada proses digesti. Pada penyarian

pertama masih terdapat banyak komposit brazilin yang dapat diekstraksi sehingga

titik jenuh pada volume yang sama lebih mudah dicapai daripada penyarian kedua

dan ketiga. Pada penyarian ketiga telah banyak komposit brazilin yang

terekstraksi sehingga hanya diperlukan sejumlah kecil cairan penyari untuk

mengekstraksi komposit brazilin sebelum titik jenuh tercapai.

Setelah proses digesti selesai, sari diserkai dan ampas diperas. Pendiaman

selama 1 hari dilakukan untuk mengendapkan serbuk yang ikut saat sari diserkai

dan membentuk koloid yang mengakibatkan pemisahan ekstrak dari simplisia

yang ikut diserkai sulit dipisahkan dengan metode pemisahan sederhana seperti

penyaringan menggunakan kertas saring. Pendiaman akan mengakibatkan

pengendapan partikel simplisia sehingga dapat dipisahkan dengan mudah hanya

dengan diserkai kembali dan disaring.

Faktor yang dioptimasi dalam optimasi proses digesti kayu secang adalah

lama digesti dan konsentrasi cairan penyari. Dipilih 3 level untuk lama digesti 90

menit untuk level rendah, 180 menit untuk level tengah dan 270 menit untuk level

tinggi. Pemilihan ketiga level tersebut didasarkan pada orientasi yang dilakukan

sebelum pelaksanaan penelitian, dimana pada menit ke 90 sudah terbentuk ekstrak

yang pekat secara visual dan pada menit ke 270 ampas hasil proses digesti apabila

diberi cairan penyari tidak menimbulkan warna merah secara visuial serta

berwarna pucat menandakan komposit brazilin telah terekstraksi ke dalam cairan

penyari. Level tengah merupakan waktu tengah diantara level tinggi dan level

rendah, pada penelitian dipilih waktu digesti selama 180 menit.

Page 60: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

44

Dipilih 3 level pula untuk konsentrasi cairan penyari. Konsentrasi cairan

penyari yang dimaksud adalah konsentrasi aquadest dalam etanol untuk

memudahkan perhitungan menggunakan desain faktorial. Pertimbangan pemilihan

penyari yaitu karena brazilin memiliki kelarutan yang baik pada air dan sangat

etanol (Anonim, 1976). Ekstrak kayu secang dapat dibuat dengan teknik maserasi

menggunakan cairan penyari air, etanol 90 % dan etanol 95 % (Topasri,

Phaechamud dan Chinpaisal, 2009; Kiatthaweepong, Lawanprasert dan

Gritsanapan, 2004; Rusmiati, 2007). Kemudian dipilih 3 level untuk mencari

pengaruh konsentrasi cairan penyari terhadap AUC komposit brazilin, dengan

pertimbangan hasil orientasi yang menghasilkan AUC komposit brazilin tertinggi

pada penyari konsentrasi 50% dibandingkan konsentrasi 4% dan 100%, sehingga

dapat dibuktikan bahwa hubungan antara konsentrasi cairan penyari dengan

respon AUC komposit brazilin bersifat tidak linear. Pemilihan cairan penyari level

atas yaitu konsentrasi 100 % dipilih dengan pertimbangan bahwa cairan penyari

dengan ini memiliki keuntungan yaitu harga yang murah sedangkan pemilihan

aquadest 4 % dalam etanol atau etanol 96 % karena pertimbangan kelarutan

brazilin yang tinggi pada penyari tersebut dan dipilih level tengah yaitu

konsentrasi cairan penyari 50 % dimana perbandingan penyari air dan etanol sama

banyak.

Dalam ekstraksi secara digesti, waktu ekstraksi menentukan banyaknya zat

aktif yang dapat berdifusi keluar simplisia menuju cairan penyari. Semakin lama

proses ekstraksi maka semakin banyak pula zat aktif yang dapat diekstraksi. Pada

maserasi dapat terjadi titik jenuh proses difusi sehingga peningkatan lama

Page 61: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

45

ekstraksi tidak dapat meningkatkan jumlah zat aktif yang dapat diekstraksi. Titik

kejenuhan ini dapat diatasi dengan melakukan ekstraksi berulang. Tetapi apabila

peningkatan waktu ekstraksi tidak menimbulkan perbedaan kadar zat aktif

terekstraksi secara signifikan maka efektifitas proses ekstraksi akan menurun.

Oleh sebab itu diperlukan titik optimum dalam proses digesti untuk menghasilkan

ekstrak yang optimum pula.

Konsentrasi cairan penyari mempengaruhi kecepatan difusi zat aktif keluar

simplisia. Hal itu tergantung pula pada kemampuan cairan penyari untuk

menembus ke dalam simplisia dan mengekstraksi zat aktif keluar menuju cairan

penyari. Pengaruh cairan penyari juga pada kelarutan komposit brazilin. Semakin

tinggi kelarutan komposit brazilin pada penyari maka semakin mudah pula

komposit brazilin tersebut terekstraksi.

Tabel 6. Rendemen ekstrak kayu secang secara digesti

Percobaan % Rendemen

SE % CV Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3

00 6,4034 5,5140 4,5782 0,53 9,58

01 8,2314 6,6347 6,5330 0,55 7,71

02 2,9220 3,7908 3,2957 0,25 7,54

10 5,4887 5,3164 5,5197 0,06 1,16

11 5,8193 7,0266 7,1184 0,42 6,29

12 3,1743 3,5740 3,6146 0,14 4,07

20 5,1437 5,6465 5,5523 0,15 2,83

21 6,2632 6,5430 7,1297 0,26 3,84

22 3,1682 3,9738 3,7044 0,24 6,55

Setelah ekstrak diperoleh kemudian penyari diuapkan dengan diatas

waterbath pada suhu 80 OC sampai mendapatkan ekstrak kering. Suhu pemanasan

ini tidak mempengaruhi kestabilan komposit brazilin dimana brazilin dapat

terdegradasi yaitu pada suhu 130 OC (Anonim, 1976). Berat ekstrak kering yang

Page 62: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

46

diperoleh dari tiap percobaan dicatat dan dipakai sebagai perhitungan rendemen

dan dapat dilihat pada tabel 6.

F. Pemisahan Komposit Brazilin

Ekstrak dipisahkan dengan menggunakan lempeng kromatografi lapis

tipis 20 cm x 10 cm dengan fase diam selulosa setebal 0,25 mm dan fase gerak

berupa kloroform, metanol, aquadest (64:50:10 v/v) serta penotolan dilakukan

sebanyak 0,5 µl. Untuk keperluan analisis menggunakan densitometer sampel

yang ditotolkan adalah 0,5 µl dengan diameter bercak sempit yaitu 2 mm.

Penotolan sampel yang banyak secara manual dapat menurunkan reprodusibilitas

hasil (Rohman, 2009). Dengan pertimbangan terjadinya hamburan sinar oleh

partikel yang ada di lempeng yang menurunkan linearitas hubungan serapan

dengan konsentrasi senyawa yang diteliti maka dipergunakan lempeng

kromatografi dengan tebal 0,25 mm. Menurut Supardjan (1987) tebal lapisan tipis

pada lempeng yang digunakan biasanya adalah 0,20 - 0,25 mm dan maksimum

boleh dipergunakan 0,33 mm.

Pada kromatografi bercak yang diperoleh tidak tunggal dan merupakan

bercak ganda yang tidak memisah. Hal ini berkaitan dengan analit yang dianalisis

yaitu komposit brazilin. Pada komposit brazilin terdapat subtipe struktural yang

mirip dan sulit untuk dipisahkan secara kromatografi sederhana seperti KLT. Pada

gambar pemisahan KLT dapat dilihat, bercak B dan C dapat diduga sebagai

komposit brazilin karena bereaksi positif dengan terbentuknya warna merah saat

disemprot dengan bufer fosfat pH 7.

Page 63: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

47

G. Pengukuran AUC komposit brazilin dengan TLC scanner densitometric

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum pada TLC scanner

densitometric

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum dilakukan kembali

menggunakan TLC scanner densitometric untuk melihat kesesuaian dengan hasil

pada pengukuran menggunakan spektroskopi visibel. Hal tersebut juga

disebabkan karena analisis AUC yang dilakukan nanti menggunakan TLC scanner

densitometric sehingga dengan perubahan konsentrasi analit yang kecil

mengakibatkan perubahan respon AUC yang signifikan, hal ini akan

meningkatkan presisi hasil analisis.

Panjang gelombang serapan maksimum diperoleh dengan cara menelusuri

bercak pada panjang gelombang 400 – 600 nm. Panjang gelombang serapan

maksimum dicapai pada saat terjadi serapan maksimum yang ditunjukkan dengan

terbentuknya puncak kurva. panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada

penelitian ini adalah 539,0 nm dari dua kali replikasi yang dilakukan dan dipakai

seterusnya untuk penetapan AUC komposit brazilin.

Gambar 15. Hasil penelusuran panjang gelombang serapan maksimum

menggunakan TLC scanner densitometric pada replikasi 1

Page 64: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

48

2. Penetapan AUC komposit brazilin dengan KLT-Densitometri

Pengukuran AUC brazilin melalui TLC scanner densitometric. Pada

penelitian ini respon dipilih adalah respon berupa AUC karena AUC mewakili

kadar komposit brazilin dalam ekstrak kayu secang. Hal ini ditegaskan pada

analisis kualitatif bercak pada KLT-preparatif yang telah dilakukan dengan

penelusuran panjang gelombang serapan maksimum. Sehingga semakin tinggi

AUC komposit brazilin maka diasumsikan semakin tinggi pula kadar komposit

brazilin yang dapat diekstraksi dari kayu secang. Dari pengukuran ekstrak kayu

secang diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil pengukuran AUC komposit brazilin

Percobaan AUC rata-rata SE % CV

00 12803,13 104,89 0,82

10 13402,87 20,21 0,15

20 9762,67 57,86 0,59

01 16375,93 244,07 1,49

11 17237,53 90,25 0,52

21 10182,27 128,14 1,26

02 18725,13 116,88 0,62

12 20612,60 203,38 0,99

22 11475,07 117,65 1,03

Pada kurva pemisahan komposit brazilin maka dapat dilihat secara umum

terjadinya puncak ganda yang menyatakan pemisahan senyawa brazilin dan 3’-O-

metilbrazilin seperti yang terjadi pada kurva percobaan 01 pada gambar 16.

Puncak awal yang terbentuk merupakan puncak yang berasal dari senyawa

brazilin seedangkan puncak kedua yang lebih kecil namun tidak terpisahkan dari

puncak pertama dengan sempurna merupakan puncak senyawa 3’-O-metilbrazilin

.

Page 65: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

49

Gambar 16. Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin berbagai percobaan

Keterangan

Dari hasil profil kromatogram dilihat reliabilitas pemisahan dengan

membandingkan nilai Rf masing-masing percobaan pada tiap replikasi. Hasil nilai

Rf disajikan pada tabel 8 dan 9. Dapat dilihat bahwa pemisahan bercak B dan C

yang merupakan komposit brazilin memiliki reliabilitas yang baik pada kondisi

kromatografi yang dipergunakan yang dapat diketahui dari nilai CV yang kurang

dari 2%.

Tabel 8. Nilai Rf bercak B masing-masing percobaan tiap replikasi

Percobaan Rf

SE CV Replikasi

1

Replikasi

2

Replikasi

3

00 0,77 0,76 0,79 0,00801 1,04%

01 0,76 0,79 0,77 0,00801 1,04%

02 0,79 0,77 0,76 0,00801 1,04%

10 0,78 0,76 0,79 0,00801 1,03%

11 0,75 0,76 0,78 0,00801 1,05%

12 0,78 0,78 0,75 0,00889 1,15%

20 0,77 0,75 0,78 0,00770 1,00%

21 0,76 0,78 0,77 0,00588 0,76%

22 0,79 0,77 0,76 0,00801 1,04%

Page 66: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

50

Tabel 9. Nilai Rf bercak C masing-masing percobaan tiap replikasi

Percobaan Rf

SE CV Replikasi

1

Replikasi

2

Replikasi

3

00 0,84 0,83 0,83 0,00385 0,46%

01 0,83 0,83 0,81 0,00667 0,81%

02 0,81 0,85 0,82 0,01018 1,23%

10 0,85 0,82 0,84 0,00801 0,96%

11 0,81 0,84 0,83 0,00801 0,97%

12 0,83 0,75 0,81 0,02255 1,83%

20 0,83 0,81 0,85 0,01155 1,39%

21 0,85 0,85 0,81 0,01111 1,33%

22 0,82 0,81 0,83 0,00385 0,47%

Dari perhitungan efek lama digesti, konsentrasi cairan penyari dan

interaksi antara keduanya dalam menentukan AUC komposit brazilin. Semakin

besar nilai efek yang diperoleh maka faktor tersebut paling dominan dalam

meningkatkan AUC komposit brazilin.

Tabel 10. Hasil Perhitungan Efek

Faktor Nilai Efek

AL 29142031,68

AQ 20463,36

BL 52947538,14

ALBL 13290549,12

AQBL 1099142,56

BQ 38836364,95

ALBQ 11509282,42

AQBQ 26961,12

Dari hasil perhitungan efek maka dapat diketahui bahwa efek dominan

terjadi pada faktor konsentrasi cairan penyari daripada faktor lama digesti maupun

Keterangan :

AL : faktor lama digesti linear

AQ : faktor lama digesti kuadratik

BL : faktor konsentrasi penyari linear

BQ : faktor konsentrasi penyari kuadratik

ALBL : interaksi diantara kedua faktor

hubungan linear

AQBL : interaksi faktor lama digesti

kuadratik dengan faktor konsentrasi

penyari linear ALBQ : interaksi faktor lama digesti

kuadratik dengan faktor konsentrasi

penyari linear AQBQ : interaksi diantara kedua faktor

hubungan linear

Page 67: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

51

interaksi diantara keduanya dilihat dari nilai efek pada tabel 10. Efek konsentrasi

pada umumnya, baik efek linear maupun quadratik lebih besar daripada faktor

yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan kemampuan ekstraksi pelarut terhadap

komposit brazilin untuk ditarik keluar dari simplisia dan terdistribusi ke dalam

cairan penyari.

Efek yang paling besar menentukan respon AUC komposit brazilin yaitu

efek linear dari konsentrasi cairan penyari yang dipergunakan dalam proses

digesti kayu secang. Efek tersebut menyatakan bahwa hubungan kenaikan

konsentrasi cairan penyari secara linear lebih berperan dalam menentukan AUC

komposit brazilin yang dihasilkan. Dari efek utama yaitu efek linear faktor

konsentrasi cairan penyari dapat diketahui bahwa semakin meningkat konsentrasi

cairan penyari pada umumnya akan semakin menurunkan komposit brazilin yang

dapat tersari. Telah diketahui bahwa brazilin memiliki kelarutan yang sangat baik

pada etanol dibandingkan dengan aquadest sehingga pada umumnya kemampuan

penyarian aquadest terhadap brazilin lebih kecil daripada etanol. Akan tetapi efek

lainnya juga dapat mempengaruhi respon AUC pada penentuan titik kondisi

optimum. Respon AUC juga tetap dipengaruhi oleh efek hubungan kuadratik

faktor konsentrasi cairan penyari meskipun besarnya efek tidak setinggi efek

linear konsentrasi cairan penyari.

Dengan pertimbangan efek kedua yaitu efek kuadratik faktor konsentrasi

cairan penyari maka meningkatnya konsentrasi cairan penyari akan meningkatkan

kandungan aquadest dalam cairan penyari. Suatu penyarian berlangsung dengan

efektif salah satunya apabila kelarutan komposit brazilin baik pada pelarut

Page 68: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

52

tersebut sehingga memudahkannya terekstraksi. Kelarutan brazilin akan lebih

tinggi pada saat polaritas penyari yang semakin mirip dengan komposit brazilin

sehingga terjadi efek kuadratik dari perubahan konsentrasi cairan penyari.

Semakin menjauh kepolaran cairan penyari dari kepolaran komposit brazilin maka

semakin kecil pula kandungan komposit brazilin yang dapat diekstraksi.

Efek ketiga yaitu efek lama proses digesti yang secara umum berjalan

secara linear. Dari data penelitian disimpulkan bahwa semakin meningkat lama

proses digesti maka semakin tinggi pula kandungan komposit brazilin yang dapat

terekstraksi ke dalam cairan penyari.

Semakin lama proses digesti yang dilakukan pada semua level

konsentrasi cairan penyari, respon AUC semakin meningkat, tetapi peningkatan

respon AUC semakin menurun akibat pada level tengah waktu digesti telah

banyak komposit brazilin telah terekstraksi ke dalam cairan penyari, sehingga

dengan penambahan waktu digesti tidak banyak komposit brazilin yang dapat

disari (gambar 17a). Pada semua level lama proses digesti, semakin meningkat

konsentrasi cairan penyari dari 4 % menuju 50 % terjadi peningkatan respon

AUC, dan pada konsentrasi 100 % terjadi penurunan respon AUC (gambar 17b).

Akibat hubungan antara konsentrasi cairan penyari dan respon AUC yang tidak

linear maka persamaan matematis optimasi desain faktorial menjadi berbentuk

kuadratik.

Page 69: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

53

(a)

(b)

Gambar 17. (a). grafik hubungan antara lama digesti dengan AUC komposit brazilin,

(b). grafik hubungan antara konsentrasi penyari dengan AUC komposit brazilin

Jika dilihat dari gambar 17 dapat disimpulkan terjadi interaksi antara

lama digesti dan konsentrasi cairan penyari dalam menentukan respon AUC

komposit brazilin, hal ini dapat dilihat dari tidak sejajarnya garis-garis yang

terbentuk baik antara lama digesti dan konsentrasi cairan penyari ataupun antara

konsentrasi cairan penyari dan lama digesti. Adanya interaksi tersebut harus

dibuktikan dengan perhitungan Yate’s treatment untuk menentukan signifikansi

0.00

5000.00

10000.00

15000.00

20000.00

25000.00

90 180 270

konsentrasi level

tengah

konsentrasi level

rendah

konsentrasi level

tinggi

menit

AUC

Lama Digesti

0.00

5000.00

10000.00

15000.00

20000.00

25000.00

4 24 44 64 84

lama level rendah

lama level tengah

lama level tinggi

%

AUC

konsentrasi penyari

Page 70: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

54

tiap efek yang timbul.

Hasil perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95 % untuk

respon AUC disajikan pada tabel 11. Hipotesis alternatif (H1) menyatakan adanya

hubungan antara faktor dengan respon, sedangkan Ho merupakan negasi dari H1

yang menyatakan tidak adanya hubungan antara faktor dengan respon. H1

diterima dan Ho ditolak bila harga F hitung lebih besar daripada harga F Tabel

yang berarti bahwa faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. Perhitungan

harga F hitung yang diperoleh dari Yate’s treatment untuk respon AUC

memperlihatkan bahwa lama digesti, suhu pencampuran dan interaksi antara

keduanya baik dalam efek linear maupun kuadratik, memberikan pengaruh yang

bermakna secara statistik, hal ini dapat ditunjukkan oleh harga F hitung dari

ketiganya lebih besar daripada F(1,18) tabel yaitu 4,41.

Tabel 11. Hasil Perhitungan Yate’s treatment pada respon AUC komposit brazilin

Source of

Variation

Sum Of

Squares

df Mean

square

F hitung f tabel

(1,18)

A

AL 29142031,68 1 93744103,8 24951,5 4,41

AQ 20463,36 1 405518363,2 107935,1 4,41

B

BL 52947538,14 1 307282792,4 81788,2 4,41

BQ 38836364,95 1 24737716,9 6584,3 4,41

AB

ALBL 13290549,12 1 8759479,7 2331,5 4,41

AQBL 1099142,56 1 8279143,0 2203,6 4,41

ALBQ 11509282,42 1 72963,0 19,4 4,41

AQBQ 26961,12 1 46805525,0 12458,0 4,41

Error

67627,02 18 3757,1

Total 26

Page 71: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

55

Dilihat dari hasil perhitungan desain faktorial dan Yate’s treatmen dapat

disimpulkan bahwa respon AUC dominan ditentukan oleh faktor konsentrasi

cairan penyari, hal ini dapat dilihat dari nilai perhitungan efek faktor dan F hitung

dari faktor konsentrasi cairan penyari yang lebih besar dibandingkan lama digesti

dan interaksi antara keduanya. Hasil perhitungan Yate’s treatment menunjukkan

bahwa terjadi interaksi antara lama digesti dan konsentrasi cairan penyari dalam

menentukan respon AUC (F hitung interaksi lebih besar dari F tabel), sehinga

dapat disimpulkan bahwa respon AUC tidak hanya dipengaruhi oleh lama digesti,

tapi juga dipengaruhi oleh konsentrasi cairan penyari.

Optimasi proses digesti dimaksudkan untuk memperoleh proses digesti

yang optimum yang merupakan perpaduan antara lama digesti dan konsentrasi

cairan penyari tertentu. Suatu proses ekstraksi secara digesti dikatakan optimum

jika hasil AUC maksimum untuk waktu digesti yang minimum dan konsentrasi

cairan penyari yang maksimum, diharapkan proses digesti berlangsung dengan

singkat dan dengan menggunakan cairan penyari yang mengandung semakin

banyak aquadest (dengan pertimbangan bahwa aquadest merupakan cairan

penyari yang lebih ekonomis dibandingkan etanol) untuk dapat menghasilkan

komposit brazilin yang lebih banyak pula. Dari data dapat dilihat bahwa faktor

lama digesti kayu secang dan konsentrasi cairan penyari merupakan faktor yang

sangat mempengaruhi AUC komposit brazilin yang dihasilkan, oleh karena itu

kedua faktor tersebut harus diperhatikan dan dikendalikan dalam proses digesti

kayu secang.

Proses perhitungan titik optimum dilihat dari countour plot respon AUC

Page 72: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

56

dari faktor lama digesti dan konsentrasi cairan penyari yang dipergunakan.

Respon hasil pengukuran AUC komposit brazilin dapat dibuat countour plot

berdasarkan pehitungan desain faktorial. Dari hasil perhitungan desain faktorial

diperoleh persamaan untuk respon AUC komposit brazilin yaitu Y = 7846.92 +

(46.27) X1 + (157.10) X2 + (-0.25) X1X2 + (-0.02) X12 + (-1.63)X2

2. Bentuk grafik

kontur persamaan kuadratik yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 18.

Gambar 18. Grafik kontur hasil desain faktorial

ekstraksi kayu secang secara digesti

Dari countour plot fungsi desirability didapat hasil bahwa titik optimum

proses digesti komposit brazilin kayu secang yaitu pada konsentrasi cairan penyari

63,62 % dan digesti yang berlangsung selama 102,74 menit (dalam 3 kali digesti

berulang) dilihat dari terbentuknya puncak grafik kontur (gambar 19). Prediksi

AUC komposit brazilin pada kondisi ini yang diperoleh dari persamaan yaitu

sebesar 14194,5.

Page 73: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

57

Gambar 19. Grafik kontur fungsi desirability hasil desain faktorial

ekstraksi kayu secang secara digesti

Page 74: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

58

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Lama digesti, konsentrasi cairan penyari dan interaksinya mempengaruhi area

under curve komposit brazilin secara signifikan

2. Titik optimum dalam proses digesti kayu secang secara digesti diperoleh dari

persamaan Y = 7846.92 + (46.27) X1 + (157.10) X2 + (-0.25) X1X2 + (-0.02)

X12 + (-1.63)X2

2 yaitu dengan komposisi proses digesti dengan lama digesti

102,72 menit dan konsentrasi cairan penyari 63,58 %

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat

diberikan adalah perlunya pembuktian lebih lanjut tentang AUC sebenarnya pada

kondisi optimum yang telah didapatkan.

Page 75: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

63

DAFTAR PUSTAKA

Adamovic, J.A., 1997, Chromatographic Analysis Of Pharmaceutical, 2nd edition,

marcel dekker, new York

Anonim, 1976, The Merck Index 9th ed, 1362, Merck&Co Rahway, New York

Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, 29-33, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, jakarta

Anonim, 1985, Tanaman Obat Indonesia, Jilid I, 72, Departemen Kesehatan

Republik Indonesi, Jakarta

Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 5-25, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 9, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan I, 1-

12, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Armstrong, N. A., 1996, Pharmaceutical Experimental Design and interpretation,

146, Taylor&Francis ltd, Britain

Balsam, M.S., Sagarin, E., 1974, Cosmetic Science and Technology, Volume III,

2nd edition, 539, A. Willey Interscience Publicaion John Wiley and sons,

New York

Backer, C.A., Bakhuizen Van den Brink Jr.R.C., 1968, Flora of Java

(Spermatophytes Only), Volume I, 545-546, N.V.P. Noordhoff,

Groningen, The Netherlands

Bolton, S., 1997, Pharmaceutical Statistic Practical and Clinical Application, 3rd

Ed., 84-85, 308-337, 533-545, Marcel Dekker Inc., New York

Fu, L., Huang, X., Lai, Z., Hu, Y., Liu, H., dan Cai, X., 2008, A New 3-

Benzylchroman Derivative from Sappan Lignum (Caesalpinia sappan),

Molecules 2008, 13, 1923-1930; DOI: 10.3390/molecules13081923,

http://www.mdpi.org/molecules , diakses tanggal 14 Oktober 2009

Hardjono, S., 1983, Kromatografi, 32-34, Laboratorium Analisa Kimia Fisika

Pusat, UGM, Yogyakarta

Page 76: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

64

Hariyati, Sri, 2005, Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Salah Satu

Tahapan Penting dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia, infoPOM

volume 6 No.4 juli 2005,

http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/InfoPOM/0405.pdf, diakses

tanggal 2 Januari 2010

Hostettmann, K; Hostettmann M., dan Marston, A., 1995, Preparative

Chromatography Techniques, 9-11, Terjemahan Kosasih Padmawinata,

Penerbit : ITB, Bandung

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia I, cetakan ke-1, 1443-1446,

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan

Republik Indonesia

Harbelubun, A. E., Kesaulija, E.M., dan Rahawarin, Y.Y., 2005, Tumbuhan

Pewarna Alami dan Pemanfaatannya secara Tradisional oleh Suku

Marori Men-Gey di Taman Nasional Wasur Kabupaten Merauke, b i o d i

v e r s i t a s volume 6, nomor 4 oktober 2005 halaman: 285-288,

http://www.unsjournals.com/D/D0604/D0604pdf/D060414.pdf, diakses

tanggal 14 Oktober 2009

Jun, H., Xiaoling, Y., Wei, W., Hao, Wu, Lei, H., Lijun, D., 2008, Antioxidant

Activity In Vitro of Three Constituents from Caesalpinia sappan L, 474-

479, Tsinghua Science and Technology, August 2008, 13(4),

http://news.tsinghua.edu.cn, diakses tanggal 4 Oktober 2009

Kiatthaweepong, S., Lawanprasert P., dan Gritsanapan W., 2004, Phytochemical

Evaluation Of Herbal Colorant From Ceasalpinia sappan L., Abstracts of

FAPA 20th 2004, 181, Faculty of Pharmacy, Mahidol University. Bangkok

Mintarsih, E. R.R., 1990, Penetapan Kadar Alkaloid Kinina dalam Akar, Batang,

dan Daun Chinchona succirubra Pavon et Klotzsch dari daerah Kaliurang

Secara Spektrodensitometri (TLC Scanner), Skripsi, Fakultas Farmasi,

UGM, Yogyakarta

Mulja, H.M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, cetakan I, airlangga

university press, Surabaya

Oliveira L., Edwards, H., Veloso, E., dan Nesbitt, M., 2002, Vibrational

Spectroscopic Study of Brazilin and Brazilein, The Main Constituent of

Brazilwood from Brazil, Vibrational Spectroscopy 28 (2002), 243-249,

www.elsevier/locate/vibspec , , diakses tanggal 14 Oktober 2009

Perry, L. M., 1980, Medicinl Plants of East and South Asia, 190, The MIT Press,

Cambridge, Massachussets and London England

Page 77: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

65

Putrandana, F.H., 2003, Isolasi dan Krakterisasi Brazilin dari Kayu Secang

(Caesalpinia sappan L.), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta

Rohman, A., 2009, Kromatografi Untuk Analisis Obat, 48-54, Graha Ilmu,

Yogyakarta

Rudjiman, 1995, Seluk Beluk Caesalpinia sappan L., Makalah Seminar Nasional,

Kelompok kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia IX, Yogyakarta 21-

22 September 1995

Rusmiati, 2007, Pengaruh Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L) terhadap

Viabilitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus L),

BIOSCIENTIAE Volume 4, Nomor 2, Juli 2007, halaman 63-70

http://bioscientiae.unlam.ac.id , , diakses tanggal 14 Oktober 2009

Sherma, J. and Fried, B.,2003, Handbook of Thin layer Chromatography, Edisi 3,

146-148, Marcell Dekker, Inc., New York

Sidik dan Hafia Mudahar, 2000, Ekstraksi Tumbuhan Obat, Metode dan Factor-

Faktor Yang Mempengaruhi Produksi, dalam seminar PERHIBA

pemenfaatan bahan obat alam III, fakultas farmasi Universitas 17 agustus

1945, Jakarta

Stahl, E., 1985, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy : A Practical

Supplement to Pharmacopoias, 1-8, terjemahan Kosasih Padmawinata,

Iwang Soediro, Penerbit ITB Bandung

Sugati, S.S., dan Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, 98-99.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Supardjan, A.M., 1987, Pemisahan Tetrasiklin Dan Hasil Uraiannya Dalam

Sediaan Tetrasiklin Secara KLT-Densitometri, lembaga penelitian, UGM,

Yogyakarta

Trijotosoepomo, G., 1994, Taksinomi Tumbuhan Obat-obatan, Edisi I, Gadjah

Mda University Press, Yogyakarta

Voigt, Rudolf, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, --, Universitas

Gadjah Mada Press, Yogyakarta

Wallis, T. E., 1955, Textbook of Pharmacognosy, IIIrd edition, 65, Little Brown

and company, Boston

Page 78: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

66

Wetwitayaklung, P., Phaechamud, T., dan Keokitichai, S., 2005, The Antioxidant

Activity of Caesalpinia sappan L. Heartwood in Various Ages, Naresuan

University Journal 2005; 13(2): 43-52,

http://office.nu.ac.th/nu_journal/pdf/journal/13(2)43-52.pdf, diakses

tanggal 14 Oktober 2009

Page 79: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

67

Page 80: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

68

Lampiran 1. Hasil foto identifikasi kimia

Hasil Identifikasi

1 Dalam metanol P

2 Kalium hidroksida P

5% b/v

3 Natrium hidroksida P

5% b/v

4 Timbal(II)asetat P 5%

b/v

5 Besi(III)klorida P 5%

b/v

Page 81: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

69

Lampiran 2. Foto alat ekstraksi secara digesti (a) dan foto hasil ekstrak

kering (b)

(a)

(b)

Page 82: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

70

Lampiran 3. Foto KLT isolasi komposit brazilin

Sebelum disemprot bufer fosfat secara visual pada replikasi 1 (a), replikasi 2 (b),

dan replikasi 3 (c)

Sebelum disemprot bufer fosfat pengamatan UV 365 nm pada replikasi 1 (a),

replikasi 2 (b), dan replikasi 3 (c)

(a) (b) (c)

(a) (b) (c)

Page 83: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

71

Setelah disemprot buffer fosfat pada replikasi 1 (a), replikasi 2 (b), dan replikasi 3

(c)

(a) (b) (c)

Page 84: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

72

Lampiran 4. Kurva Area Under Curve ekstraksi secara digesti berdasarkan

desain faktorial

Replikasi I

(a) (b) (c)

Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin dengan lama digesti 90

menit dan konsentrasi penyari 4 % (a), 50 % (b) dan 100 % (c)

(a) (b) (c)

Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin dengan lama digesti 180

menit dan konsentrasi penyari 4 % (a), 50 % (b) dan 100 % (c)

(a) (b) (c)

Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin dengan lama digesti 270

menit dan konsentrasi penyari 4 % (a), 50 % (b) dan 100 % (c)

Page 85: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

73

Replikasi II

(a) (b) (c)

Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin dengan lama digesti 90

menit dan konsentrasi penyari 4 % (a), 50 % (b) dan 100 % (c)

(b) (b) (c)

Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin dengan lama digesti 180

menit dan konsentrasi penyari 4 % (a), 50 % (b) dan 100 % (c)

\

(b) (b) (c)

Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin dengan lama digesti 270

menit dan konsentrasi penyari 4 % (a), 50 % (b) dan 100 % (c)

Page 86: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

74

Replikasi II

(a) (b) (c)

Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin dengan lama digesti 90

menit dan konsentrasi penyari 4 % (a), 50 % (b) dan 100 % (c)

(c) (b) (c)

Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin dengan lama digesti 180

menit dan konsentrasi penyari 4 % (a), 50 % (b) dan 100 % (c)

\

(c) (b) (c)

Kurva hasil pengukuran AUC komposit brazilin dengan lama digesti 270

menit dan konsentrasi penyari 4 % (a), 50 % (b) dan 100 % (c)

Page 87: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

75

Lampiran 5. Data rendemen hasil penyarian secara digesti

Percobaan

Replikasi 1

Berat serbuk

(mg)

Berat ekstrak

(mg)

Rendemen

(%)

00 5036,4 322,5 6,40

01 5013,7 412,7 8,23

02 5000,0 146,1 2,92

10 5013,9 275,2 5,49

11 5022,9 292,3 5,82

12 5012,1 159,1 3,17

20 5025,6 258,5 5,14

21 5005,4 313,5 6,26

22 5021,7 159,1 3,17

Percobaan

Replikasi 2

Berat serbuk

(mg)

Berat ekstrak

(mg)

Rendemen

(%)

00 5001,8 275,8 5,51

01 5004,0 332,0 6,63

02 5017,4 190,2 3,79

10 5003,4 266,0 5,32

11 5013,8 352,3 7,03

12 5008,4 179,0 3,57

20 5008,4 282,8 5,65

21 4999,2 327,1 6,54

22 5010,3 199,1 3,97

Percobaan

Replikasi 3

Berat serbuk

(g)

Berat ekstrak

(g)

Rendemen

(%)

00 5004,2 229,1 4,58

01 5006,9 327,1 6,53

02 5009,6 165,1 3,30

10 5009,3 276,5 5,52

11 5001,1 356,0 7,12

12 5024,1 181,6 3,61

20 5008,7 278,1 5,55

21 5003,0 356,7 7,13

22 5007,6 185,5 3,70

Page 88: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

76

Lampiran 6. Contoh cara perhitungan rendemen

Untuk menghitung % rendemen digunakan rumus sebagai berikut :

%100serbukberat

keringekstrakberatx

Contoh perhitungan menggunakan percobaan 00

Replikasi 1

% Rendemen = berat rendemen X 100%

berat serbuk

= 322,5 X 100% 5036,4

= 6,40%

Replikasi 2

% Rendemen = 275,8 X 100% 5001,8

= 5,51%

Replikasi 3

% Rendemen = 229,1 X 100% 5004,2

= 5,50%

Page 89: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

77

Lampiran 7. Contoh cara menghitung standard error dan coeffitient of

variance

Untuk menghitung Standard Error dan Coeffitient of Variance digunakan rumus

sebagai berikut :

N

SDSE =

%100xx

SECV =

Keterangan :

SE : Standard Error CV : Coeffitient of Variance

SD : standard deviation x : rata-rata rendemen

N : jumlah replikasi

Misalnya hendak menghitung SE untuk percobaan 00 replikasi 1, maka

perhitungannya adalah sebagai berikut :

0.526943

0,9127==SE

%9.58331%1005.50

0.52694== xCV

Page 90: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

78

Lampiran 8. Contoh cara menghitung persamaan desain faktorial

Faktor

Percobaan

Lama digesti

(X1)

Konsentrasi

cairan

penyari

(X2)

AUC

Rata-rata

(Y)

00 90 4 12803,1

10 180 4 16375,9

20 270 4 18725,1

01 90 50 13402,9

11 180 50 17237,5

21 270 50 20612,6

02 90 100 9762,7

12 180 100 10182,3

22 270 100 11475,1

Persamaan umum

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X2

2 + b12X1X2

Percobaan 00

12803,1 = bo + b1(4) + b2(90)+ b11(16) + b22(8100)

+ b12(360)

Percobaan 01

13402,9= bo + b1(4 )+ b2(180)+ b11(16) + b22(32400)+ b12(720)

Percobaan 02

9762,7 = bo + b1(4) + b2(270)+ b11(16)+ b22(72900) + b12(1080)

Percobaan 10

16375,9 = bo + b1(50) + b2(90) + b11(2500) + b22(8100)

+ b12(4500)

Percobaan 11

17237,5= bo + b1(50) + b2(180) + b11(2500) + b22(32400)

+ b12(150)

Percobaan 12

10182,3= bo + b1(50) + b2(270) + b11(2500) + b22(72900)

+ b12(250)

Percobaan 20

18725,1= bo + b1(100) + b2(90) + b11(10.000) + b22(8100)

+ b12(100)

Percobaan 21

20612,6 = bo + b1(100) + b2(180) + b11(10.000) + b22(32400)

+ b12(300)

Percobaan 22

11475,1 = bo + b1(100) + b2(270) + b11(10.000) + b22(72900)

+ b12(27000)

Page 91: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

79

Melalui metode substitusi eliminasi didapat koefisien sebagai berikut :

bo : 7846,92 b11 : - 0,02

b1 : 46,27 b22 : - 1,63 b2 : 157,10 b12 : - 0.25

maka didapat persamaan sebagai berikut :

Y = 7846,92+ 46,27X1 + 157,10X2 - 0.25X1X2 – 0,02 X12 – 1,63 X2

2

Page 92: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

80

Lampiran 9. Contoh cara menghitung nilai efek menggunakan yate’s

treatment

Percobaan R 1 R2 R3 Total

00 12968.9 12831.6 12608.9 38409.40

10 16109.8 16863.4 16154.6 49127.80

20 18492.6 18820.7 18862.1 56175.40

01 13443.2 13384.9 13380.5 40208.60

11 17404.4 17094.5 17213.7 51712.60

21 20978.0 20275.1 20584.7 61837.80

02 9737.1 9677.7 9873.2 29288.00

12 9949.9 10392.1 10204.8 30546.80

22 11401.1 11318.6 11705.5 34425.20

Total

AUC kolom 1 kolom 2 efek

mean

divisor Square

00 38409.40 94584.80 158298.00 - - -

10 49127.80 102046.40 22903.20 AL 18 29142031.68

20 56175.40 63713.20 -1051.20 AQ 54 20463.36

01 40208.60 17766.00 -30871.60 BL 18 52947538.14

11 51712.60 21629.20 -12628.80 ALBL 12 13290549.12

21 61837.80 5137.20 6290.40 AQBL 36 1099142.56

02 29288.00 -3670.80 -45794.80 BQ 54 38836364.95

12 30546.80 -1378.80 -20355.20 ALBQ 36 11509282.42

22 34425.20 2619.60 1706.40 AQBQ 108 26961.12

Kolom 1 dihitung dengan cara sebagai berikut :

Baris 1 merupakan jumlah dari total AUC pada percobaan 00, 10, dan 20

Baris 2 merupakan jumlah dari total AUC pada percobaan 01, 11, dan 21

Baris 3 merupakan jumlah dari total AUC pada percobaan 02, 12, dan 22

Baris 4 merupakan selisih dari total AUC pada percobaan 20 dan 00

Baris 5 merupakan selisih dari total AUC pada percobaan 21 dan 01

Baris 6 merupakan selisih dari total AUC pada percobaan 22 dan 02

Baris 7 merupakan jumlah dari total AUC pada percobaan 20 dan 00 dikurangi

dua kali total AUC pada percobaan 10

Contohnya : 56175,40+ 38409,40- (2 x 49127,80) = -3670,80

Page 93: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

81

Baris 8 merupakan jumlah dari total AUC pada percobaan 21 dan 01 dikurangi

dua kali total AUC pada percobaan 11

Baris 9 merupakan jumlah dari total AUC pada percobaan 22 dan 02 dikurangi

dua kali total AUC pada percobaan 12

Kolom 2 diturunkan dari kolom 1 dengan cara yang sama

Mean divisor dihitung dengan rumus: 2r3tn

Dimana r adalah jumlah faktor dalam percobaan, t adalah jumlah faktor dalam

percobaan dikurangi jumlah sifat linear dalam percobaan, dan n adalah jumlah

replikasi

Contohnya :

AQBL

r = 2, t = 2-1 = 1, n = 3, maka

mean divisor = 2231.3 =36

Square dihitung dengan cara : nilai kolom 2 dikuadratkan kemudian dibagi mean

divisor

Contohnya :

AQBL

nilai kolom 2 = -17264,1, mean divisor = 2231.3 =36 maka

Square = (-6290,40)2 : 36 = 1099142,56

Page 94: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

82

Lampiran 10. Cara menghitung signifikansi dengan yate’s treatment

Sum of squares = square pada perhitungan nilai efek

Mean squares = Sum of squares dibagi df

F hitung = Mean squares dibagi experimental error mean square

experimental error mean square =

experimental error Sum of squares : df experimental error

df experimental error = total percobaan – 1 - 8 = 18

experimental error Sum of squares =

total sum of squares – replicate sum of square – treatment sum of square

Source

of

variation

Sum of squares

Degree

of

freedom

Mean square F hitung

A

AL 93744103,8 1 93744103,8 24951,47

AQ 405518363,2 1 405518363,2 107935,1

B

BL 307282792,4 1 307282792,4 81788,17

BQ 24737716,87 1 24737716,87 6584,334

AB

ALBL 8759479,688 1 8759479,688 2331,474

AQBL 8279143,022 1 8279143,022 2203,625

ALBQ 72963,01361 1 72963,01361 19,42026

AQBQ 46805525,02 1 46805525,02 12458,03

Error 67627,02444 18 3757,056914

Total 26

Page 95: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

83

Lampiran 11. Cara menghitung titik optimum menggunakan fungsi

desirability

Titik optimum didapat dari plot fungsi desirability dengan lama digesti dan

konsentrasi cairan pennyari.

Rumus umum desirability:

Dimana d1 : nilai desirability untuk faktor lama digesti

d2 : nilai desirability untuk faktor konsentrasi cairan penyari

d3: nilai desirability untuk

Cara perhitungan desireability dengan penentuan di dimana nilai di yaitu

1. Pada faktor konsentrasi cairan penyari dan AUC komposit brazilin

di = 0 jika respon berada pada batas paling rendah

0 < di < 1 jika respon range rendah sampai tinggi

di = 1 jika respon berada pada batas nilai tertinggi

2. Pada faktor lama proses digesti

di = 0 jika respon berada pada batas nilai tertinggi

0 < di < 1 jika respon range rendah sampai tinggi

di = 1 jika respon berada pada batas paling rendah

Contoh perhitungan pada kondisi lama digesti 180 menit, konsentrasi cairan

penyari 50 % dengan AUC 17237,53.

d1 = batas atas – x

batas atas – batas bawah

d1 = 270 – 180

270 - 90

Page 96: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

84

= 0,5000

d2 = x – batas bawah

batas atas – batas bawah

= 50 - 4

100 - 4

= 0,4792

d3 = x – batas bawah

batas atas – batas bawah

= 17237,53 – 9677,7

20978 - 9677,7

= 0,6690

0,5432

Keterangan

1. Batas bawah lama proses digesti yaitu 90 menit dan dengan batas atas yaitu

270 menit

2. Batas bawah konsentrasi cairan penyari yaitu 4 % dan dengan batas atas yaitu

100 %

3. Batas bawah AUC komposit brazilin yaitu 9677,7 dan dengan batas atas yaitu

20978

Page 97: OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK ETANOLIK KAYU …library.usd.ac.id/Data PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114168_full.pdf · Kromatografi lapis tipis ... karena itu penulis tertarik untuk melakukan

BIOGRAFI PENULIS

Penulis lahir pada tanggal 25 Mei1988 di Tabanan, Bali.

Lahir dari Ayah bernama I Gusti Arya Astina dan Ibu

bernama Luh Putu Mariani, memiliki satu saudara laki-laki

dan satu saudara perempuan. Penulis telah menyelesaikan

masa studinya di TK Rare Suci pada tahun pada tahun 1993

sampai tahun 1994, SD N 4 Denbantas pada tahun 1994 sampai pada tahun 2000,

SLTP N 1 Tabanan pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003, kemudian

penulis melanjutkan sekolah di SMU N 1 Tabanan pada tahun 2003 sampai pada

tahun 2006 dan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta mulai tahun 2006 sampai tahun 2010.

Mempunyai pengalaman sebagai asisten praktikum Botani Dasar (2007),

asisten praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Solid (2008) dan asisten

praktikum Analisi Makanan (2009). Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan

kemahasiswaan di Universitas Sanata Dharma antara lain sebagai pengurus

komunitas kerohanian KMHD (2007-2009) dan ikut aktif dalam kegiatan-

kegiatannya baik di dalam maupun diluar lingkungan universitas.