OPTIMASI EKSTRAKSI IKAN GABUS (Channa …

98
TESIS –SB142502 OPTIMASI EKSTRAKSI IKAN GABUS (Channa striata)MENGGUNAKAN ASAM KLORIDA (HCl 0.1M) UNTUK PRODUKSI PROTEIN DAN ALBUMIN SEBAGAI ANTIOKSIDAN Muhammad ZainulMuttaqin NRP.01311550012006 DOSEN PEMBIMBING Dr. DewiHidayati, M.Si. PROGRAM MAGISTER DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS ILMU ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 201816

Transcript of OPTIMASI EKSTRAKSI IKAN GABUS (Channa …

TESIS –SB142502

OPTIMASI EKSTRAKSI IKAN GABUS (Channa

striata)MENGGUNAKAN ASAM KLORIDA (HCl 0.1M)

UNTUK PRODUKSI PROTEIN DAN ALBUMIN

SEBAGAI ANTIOKSIDAN

Muhammad ZainulMuttaqin

NRP.01311550012006

DOSEN PEMBIMBING

Dr. DewiHidayati, M.Si.

PROGRAM MAGISTER

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS ILMU ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

201816

i

ii

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”.

iii

OPTIMASI EKSTRAKSI IKAN GABUS (Channa striata)

MENGGUNAKAN ASAM KLORIDA (HCl 0.1M) UNTUK

PRODUKSI PROTEIN DAN ALBUMIN SEBAGAI

ANTIOKSIDAN

Mahasiswa Nama : Muhammad Zainul Muttaqin Mahasiswa ID : 01311550012006

Pembimbing : Dr. Dewi Hidayati, M.Si

ABSTRAK

Ikan gabus telah banyak dikembangkan sebagai suplemen kesehatan

karena kandungan proteinnya yang tinggi. Metode ekstraksi adalah faktor utama

untuk mempertahankan kandungan nutrisi dalam ekstrak. Penambahan pelarut

HCl 0,1 M telah diterapkan dalam metode ekstraksi ikan gabus. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio berat terhadap volume pelarut HCl

0,1M (1: 0,5, 1: 0,75 dan 1: 1) dengan lama perebusan yang berbeda (10 menit

dan 30 menit) kemudian dibandingkan dengan menggunakan pelarut air dengan

rasio 1: 1.kadar protein total yang diukur menggunakan metode biuret,

menunjukkan bahwa protein total tertinggi diperoleh dari ekstraksi menggunakan

pelarut air (1: 1) dengan lama perebusan 30 menit (36,02 ± 0,14%) sedangkan

protein total terendah diperoleh dari ekstraksi menggunakan HCl 0,1 M (1: 0,5)

dengan lama perebusan 10 menit (21,62 ± 1,49). Kadar albumin, yang diukur

menggunakan metode BCG (bromocresol green), menunjukkan bahwa ekstraksi

menggunakan pelarut air (1: 1) dengan lama perebusan 10 menit menghasilkan

kadar albumin tertinggi (4,35 ± 0,13%) sedangkan kadar albumin terendah

diperoleh dari ekstraksi menggunakan HCl 0,1 M (1: 0,5) dengan lama perebusan

30 menit (2,81 ± 0,07%). Kadar albumin EIG diketahui berkorelasi positif dengan

kapasitas antioksidan, yang diukur menggunakan metode TMAMQ. Kapasitas

antioksidan tertinggi diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut air (1: 1)

(mampu mengurangi radikal bebas TMAMQ sebesar 7,04 ± 0,49 μM), sedangkan

kapasitas antioksidan terendah diperoleh dari ekstraksi menggunakan HCl 0,1 M

(1: 0,5) dengan lama perebusan 30 menit (3,49 ± 0,27 μM). Penggunaan HCl 0,1

M dalam proses ekstraksi menghasilkan total protein, tingkat albumin, dan

kapasitas antioksidan yang secara signifikan lebih rendah daripada ekstraksi

dengan hanya menggunakan pelarut air. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

ekstraksi menggunakan pelarut air (1: 1) dengan lama perebusan 10 menit

merupakan metode yang efektif dan efisien dalam mengekstraksi ikan gabus

berdasarkan kadar protein total, albumin dan kapasitas antioksidan.

Kata kunci :, Albumin, Antioksidan , Channa striata, Ekstraksi, Ikan gabus, Protein

iv

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”.

v

Optimization The Extraction Of Snakehead Fish

(Channa striata) Using Chloride Acid (HCl 0.1 M) For Protein And

Albumin Production As Antioxidant

Student Name : Muhammad Zainul Muttaqin Student ID : 01311550012006

Supervisor : Dr. Dewi Hidayati, M.Si

ABSTRACT

Snakehead fish is widely developed as a health supplement because of the

high protein content. The extraction method is the main factor to maintain the

nutritional content in the extract. The addition of 0.1M HCl solvent has been

applied in the extraction method of snakehead fish. This study aims to determine

the effect of weight ratio on 0.1M HCl solvent volume (1: 0.5, 1: 0.75 and 1: 1)

with different boiling duration (10 minutes and 30 minutes) then compared using

a water solvent with a ratio of 1: 1. The total protein content, measured using the

biuret method, showed that the highest total protein obtained from extraction

using water solvent (1: 1) with boiling duration 30 minutes (36.02 ± 0.14%) while

the lowest total protein was obtained from extraction using 0.1M HCl (1: 0.5)

with boiling duration 10 minutes (21.62 ± 1.49%). The albumin level, measured

using the BCG method (bromocresol green), showed that the extraction using

water solvent (1: 1) with boiling duration 10 minutes produced the highest

albumin level (4.35 ± 0.13%) while the lowest albumin level was obtained from

the extraction using 0.1M HCl (1 : 0.5) with boiling duration 30 minutes (2.81 ±

0.07%). Albumin EIG levels found to be positively correlated with antioxidant

capacity, which was measured using TMAMQ method. The highest antioxidant

capacity was obtained from extraction using water solvents (1: 1) (capable to

reduce TMAMQ free radicals by 7.04 ± 0.49 μM), while the lowest antioxidant

capacity was obtained from extraction using 0.1M HCl (1: 0.5) with boiling

duration 30 minutes (3.49 ± 0.27 μM). The usage of HCl 0.1M in the extraction

process resulted in significantly lower total protein, albumin level, and antioxidant

capacity than the extraction with using only water. Therefore, in this study the

extraction using water solvents (1: 1) with boiling duration 10 minutes is an

effective and efficient method in extracting snakehead fish based on total protein

content, albumin and antioxidant capacity.

Keywords : Albumin, Antioxidant, Extraction, Channa striata, Protein, snakehead fish

vi

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”.

vii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa syukur kehadirat Allah S. W. T., karena hanya

atas ridho nya penulis dapat menyelesaikan proposal tesis yang berjudul

“Optimasi Ekstraksi Ikan Gabus (Channa striata) Menggunakan Asam

Klorida (HCl 0.1M) Untuk Produksi Protein Dan Albumin Sebagai

Antioksidan”. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program magister

di Jurusan Biologi, Fakultas Ilmu Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya.

Penyusuna proposal tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terimakasih

yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat Dr.

Dewi Hidayati, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan

membimbing selama penyusunan proposal tesis. Kepada Dr. Enny Zulaika, M.P

dan Dr. rer. nat. Edwin Setiawan M.Si. selaku dosen penguji proposal tesis,

penulis menyampaikan terima kasih atas semua koreksi dan masukan dalam

rangkah penyempurnaan naskah proposal tesis ini. Penulis juga mengucapkan

banyak terima kasih kepada kedua orang tua, atas bimbingan dan dukungan

doanya, teman-teman pascasarjana biologi ITS atas kebersamaannya serta seluruh

pihak yang telah membantu.

Apabila ada hal baru dan bernilai yang terdapat didalam proposal tesis ini,

apresiasi sepatutnya diberikan kepada para guru yang telah mendidik saya serta

para kolega yang telah berbagi pemikiranya. Namun, penulis menyadari akan

adanya kekurangan-kekurangan akibat dari keterbatasan pengetahuan penulis.

Oleh karena itu, apabila ada kekeliruan didalam tulisan yang sederhana ini,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak agar

dapat menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Dan akhirnya semoga

proposal tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak.

Surabaya, 31 Juli 2018

Muhammad Zainul Muttaqin

viii

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”.

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. i

ABSTRAK ............................................................................................................ iii

ABSTRACT ............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 3

1.3. Batasan Masalah ..................................................................................... 4

1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4

1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 IkanGabus (Channastriata) .................................................................... 5

2.2 KandunganNutrisiIkanGabus .................................................................. 6

2.3 Albumin .................................................................................................. 10

2.4 EkstraksiIkanGabus ................................................................................ 13

2.5 AsamKlorida (HCl) ................................................................................. 13

2.6 RadikalBebasdanReactive Oxygen Species (ROS) ................................. 15

2.7 Antioksidan ............................................................................................. 17

2.8 PenyakitDegeneratif di Indonesia ........................................................... 19

BAB III METODA PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 23

3.2 PengambilanDagingIkanGabus............................................................... 23

3.3 EkstraksiDagingIkanGabus..................................................................... 23

3.4 PengemasanEkstrakIkanGabus ............................................................... 24

3.5 Rendeman ............................................................................................... 24

3.6 Uji Kadar Protein Total ........................................................................... 24

3.7 Uji Kadar Albumin ................................................................................. 26

3.8 UjiAntioksidan ........................................................................................ 27

3.9 Analisa Data ............................................................................................ 28

x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Rendeman EIG ............................................................................ 29

4.2 KadarProteinTotal EIG ........................................................................... 32

4.3 Kadar Albumin EIG ................................................................................ 35

4.4 KapasitasAntioksidan EIG ...................................................................... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 43

5.2 Saran ........................................................................................................ 43

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45

LAMPIRAN .......................................................................................................... 53

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.2.1 Perbandingan Komposisi Asam Amino IkanGabus Dengan Dua Jenis

Ikan Salmon .......................................................................................................... 7

Tabel 2.2.2 Perbandingan beberapa penelitian tentang kadar protein total dan

albumin ikan gabus dengan menggunakan beberapa metode ............................... 8

Tabel 2.2.3 Kandungan Asam Lemak Ikan Gabus ............................................... 9

Tabel 2.2.4 Beberapa mineral penting ikan gabus ................................................ 10

Tabel 2.3 Asam amino Human Serum Albumin (HSA) dan Bovin Serum Albumin

(BSA) .................................................................................................................... 12

Tabel 2.8 Perbandingan uji aktivitas antioksidan ikan gabus dan beberapa jenis

ikan dengan menggunakan beberapa metode ........................................................ 19

Tabel 3.6Konsentrasi Kurva Standar Uji Kadar Protein Total ............................. 25

Tabel 3.7Konsentrasi Kurva Standar Uji Kadar Albumin ................................... 26

xii

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Morfologi ikan gabus (Channa striata) ............................................ 6

Gambar 2.2 Struktur albumin ................................................................................ 11

Gambar 2.7 Struktur kimia antioksidan ................................................................ 18

Gambar 2.9 Distribusi penyebab kematian menurut kelompok penyakit di

Indonesia ............................................................................................................... 21

Gambar 4.1EkstrakIkanGabus (EIG) Bentuk Bubuk ............................................ 29

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Kadar Rendeman EIG Berdasarkan Perbedaan

Rasio dan Lama Perebusan ................................................................................... 30

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Kadar Rendeman EIG Berdasarkan Perbedaan

Pelarut ................................................................................................................... 29

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Kadar Protein Total EIG Berdasarkan

Perbedaan Rasio dan Lama Perebusan .................................................................. 33

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Kadar Protein Total EIG Berdasarkan

Perbedaan Pelarut .................................................................................................. 34

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Kadar Albumin EIG Berdasarkan Perbedaan

Rasio dan Lama Perebusan ................................................................................... 36

Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Kadar Albumin EIG Berdasarkan Perbedaan

Rasio dan Lama Perebusan ................................................................................... 38

Gambar 4.8 Grafik Absorbansi TMAMQ-EIG (10 menit) ................................... 39

Gambar 4.9 Grafik Perbandingan KapasitasAntioksidan EIG Berdasarkan

Perbedaan Rasio dan Lama Perebusan .................................................................. 40

xiv

“Halamanini Sengaja Dikosongkan”

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Skema Kerja ...................................................................................... 53

Lampiran 2. Hasil Uji Kadar rendeman, Protein Total, Albumin dan antioksidan

............................................................................................................................... 54

Lampiran 3. Perhitungan Uji Kadar Protein Total dan Kadar Albumin ............... 56

Lampiran 4. Perhitungan kapasitas antioksidan .................................................... 62

Lampiran 5.Hasi lUjiAnova .................................................................................. 74

Lampiran 6. Foto Dokumentasi Penelitian............................................................ 80

xvi

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Profil kesehatan di Indonesia menunjukkan adanya transisi epidemiologi,

dimana terjadi peningkatan penyakit degeneratif (kanker, kardiovaskular, diabetes

serta kerusakan otak) setiap tahunnya (Badan Litbangkes, 2007). Salah satu

penyebab penyakit degeneratif adalah radikal bebas. Pada kondisi normal manusia

mempunyai sistem pertahanan dengan menghasilkan antioksidan tetapi apabila

paparan radikal bebas semakin tinggi maka dibutuhkan penambahan antioksidan dari

luar (eksogen) (Bouayed dan Bohn, 2010).

Antioksidan eksogen dapat diperoleh dalam bentuk sintesis atau alami

(Akbarirad et al., 2016).Terdapat beberapa antioksidan sintetis seperti buthylated

hydroxytoluene (BHT), buthylated hidroksianisol (BHA) dan ters-butylhydroquinone

(TBHQ) secara efektif dapat menghambat oksidasi (Najafian dan Babji, 2012).

Namun, penggunaan antioksidan sintetik diketahui dapat menjadi racun jika

digunakan melebihi batas (karsinogenik). Oleh karena itu, perkembangan penelitian

pada saat ini lebih banyak difokuskan untuk mencari sumber antioksidan dari bahan

alam yang aman serta melimpah (Naqash dan Nazeer, 2013).

Indonesia mempunyai sumber daya perikanan yang melimpah sehingga

memungkinkan untuk mendapatkan sumber antioksidan dari sektor perikanan

(Hidayati et al., 2018). Salah satu ikan yang berpotensi sebagai sumber antioksidan

adalah ikan gabus (Channa striata) (Hannifaet al., 2014, Abdulganiet al., 2015,

Hidayatiet al., 2018 ). Kapasitas antioksidan ekstrak ikan gabus (EIG) diketahui lebih

tinggi 5,7 kali jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan vitamin C (Hidayati et

al., 2018). Tingginya kapasitas antioksidan dalam EIG karena dipengaruhi oleh

struktur protein penyusunnya. Berdasarkan Santoso (2009) dan Mustafa et al., (2013)

protein yang paling banyak terkandung dalam EIG adalah fraksi albumin, dimana

dalam 100 ml EIG terkandung 3,36 g protein dengan 2,17 g albumin.

2

Albumin tersusun atas beberapa asam amino seperti; glisin, glutamat dan

sistein dengan berat molekul rata-rata 1300-1400 Da (Merrelet al., 2004).

Berdasarkan Huy et al., (2014), semakin banyak asam amino dengan berat 1300-1400

Da yang menyusun suatu protein secara signifikan dapat meningkatkan aktivitas

antioksidanya (Hui-Chun et al., 2003). Sebagai upaya untuk menjaga kualitas

antioksidan ikan gabus, proses pengolahan (ekstraksi) protein dan albumin ikan gabus

penting untuk diperhatikan.

Proses ekstraksi ikan gabus dapat dilakukan dengan metode perebusan

menggunakan pelarut air, pengukusan atau vacuum driying (Chasanah dan

Nugraheni, 2017, Yuniarti, 2013). Berdasarkan hasil penelitihan Romadhoni et al

(2016) menunjukan bahwa perebusan menggunakan pelarut dalam ekstraksi ikan

gabus dapat menghasilkan kadar albumin mencapai 5,83 – 7,65 %. Kadar albumin

yang didapatkan dari proses tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan kadar

albumin yang dihasilkan dengan menggunakan metode pengukusan (1,77%)

(Nugrohoet al, 2013) dan metode vacuum drying (4,71%) (Yuniarti, 2013). Hal ini

dikarenakan, albumin merupakan protein yang mudah terlarut (Masuelli, 2013).

Terdapat beberapa pelarut yang dapat digunakan dalam proses ektraksi albumin ikan

gabus, diantaranya adalah air, asam, garam serta etanol (Asfaret al., 2014 dan

Romadhoniet al., 2016).

Penggunaan etanol dalam ekstraksi ikan gabus didapatkan kadar albumin

sebesar 13,83 – 17,88 %, lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan pelarut air

(19,61%) (Asfaret al., 2014). Selain itu, penggunaan etanol dalam produk makanan,

suplemen atau obat dibatasi oleh peraturan perijinan terkait halal dan berdasarkan

fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No.11 tahun 2009 merekomendasikan untuk

mengganti pelarut etanol menggunakan pelarut lainnya. Penambahan pelarut asam

hidroklorida (HCl 0,1 M) diketahui dapat menghasilkan kadar protein dan albumin

yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ethanol dan NaCl (Asfaret al., 2017).

HCl dengan konsentrasi rendah merupakan pelarut yang secara umum

digunakan dalam pengolahan produk makanan dan tidak masuk kedalam kelompok

3

bahan yang bersifat karsinogenik pada manusia (Pubchem, 2018). Selainitu,

Berdasarkan LPPOM MUI (2013) HCl 0,1M termasuk kedalam daftar bahan tidak

kritis ( Halal positive list of materials) yang diijinkan untuk digunakan sebagai

pelarut makanan, suplemen atau obat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, ekstraksi

ikan gabus di optimasi menggunakan HCl 0,1 M menggunakan rasio daging-pelarut

dan lama perebuasan yang berbeda.

1.2 Perumusan Masalah

Potensi Ikan gabus sebagai produk nutraseutikal antioksidan dari penelitian

sebelumnya perlu dioptimasi. Penambahan pelarut merupakan metode ekstraksi yang

efektif dan efisien jika dibandingkan dengan beberapa metode lain, seperti ;

pengukusan atau vacuum drying berdasarkan kadar protein dan albumin yang

dihasilkan. Penambahan pelarut asam hidroklorida (HCl 0,1 M) diketahui dapat

menghasilkan kadar protein dan albumin yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

ethanol dan NaCl tetapi belum ada penelitian yang menjelaskan tentang efek rasio

penambahan pelarut HCl (0,1 M) terhadap kadar rendeman, protein total, albumin

serta kapasitas antioksidan EIG serta perbandinganya dengan menggunakan pelarut

air. Berdasarkan informasi yang telah disampaikan diatas, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah perbedaan rasio daging-HCl 0,1M dan lama perebusan mempengaruhi

kadarrendeman, protein total, albumin serta kapasitas antioksidan ikangabus?

2. Bagaimanakah metode yang efektif dan efisien dalam ekstraksi EIG untuk

produksi protein dan albumin sebagai antioksidan?

4

1.3 Batasan Masalah

Batasan Masalah dari penelitian ini meliputi :

1. Umur ikan gabus yang diekstrak tidak disamakan.

2. Lokasi pengambilan ikan gabus tidak ditentukan

3. Waktu simpan EIG dibatasi hingga 60 hari dalam suhu ruang 4oC (Bensley,

2008).

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui Kadar rendeman, protein total, albumin menggunakan rasio (berat

daging-volume pelarut), jenis pelarut serta lama perebusan yang berbeda.

2. Mengetahui metode yang efektif dan efisien dalam ekstraksi EIG untuk

produksi protein dan albumin sebagai antioksidan.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dapat memberikan informasi metode yang efektif dan

efisien dalam pembuatan ekstrak ikan gabus sebagai produk antioksidan.

5

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Ikan Gabus (Channa striata)

Ikan gabus termasuk kedalam famili Cannidae yang mempunyai dua genus,

yaitu Channa dan Parachanna. Genus Channa terdiri atas 26 jenis dan tersebar di

Asia, Malaysia serta Indonesia, sedangkan genus parachanna terdiri atas 3 spesies dan

hanya terdapat di benua Afrika (endemik). Salah satu jenis Channa yang mempunyai

persebaran yang luas adalah ikan gabus(Channa striata) (Courteney dan William,

2004). Klasifikasi ikan gabus berdasarkanFishbase (2017) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Actinopterygii

Order : Perciformis

Familiy : Channidae

Genus : Channa

Species :Channa striata(Bloch, 1793)

Ikan gabusdapat dikenali berdasarkan beberapa karakter morfologinya,

diantaranya ; bagian punggung berwarnaa hitam sampai kecoklatan,bentuk tubuh

bundar dengan bentuk kepala mirip dengan morfologi kepala ular (Jamaluddin, 2011;

Mustafa et al., 2012), bagian gular (kepala) tidak terdapat sisik, tubuh ditutupi sisik

stenoid dan sikloid, panjang total yang secara umummencapai 61 cm, dengan

panjang maksimum mencapai 100 cm, ukuran mulut lebar dengan 4-7 gigi kanin,

sirip dada (pectoral fin) mempunyai ukuran hampir setengah dari panjang kepala

dengan 15-17 duri, sirip punggung (dorsal fin) mempunyai 37-46 duri, sirip perut

(pelvic fin) mempunyai 6 duri, sirip ekor (caudal fin) berbentuk bulat dengan 23-29

duri (Courteney dan William, 2004) (Gambar 2.1). Habitat ikan gabusadalah danau,

kolam, sungai kecil, rawa dan perairan dangkal serta lingkungan perairan dengan

konsentrasi amonia yang tinggi atau oksigen terlarut yang rendah (Qinet al., 1997).

6

Gambar 2.1. Morfologi ikan gabus (Channa striata) (a) Panjang kepala, (b) Panajang

sirip perut-anus, (c) panjang standar, (d) panajang total, (e) panjang ekor (Froese

&Pauly, 2017)

Ikan gabus merupakan komoditi perikanan darat di Indonesia yang mempunyai

persebaran yang luas dan hampir terdapat disemua wilayah perairan darat, meliputi :

Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Singkep, Flores,

Ambon, Maluku, Papua (Santoso, 2009).Pada tahun 2010 produksi perikanan tangkap

ikan gabus mencapai 34.017 ton (9,86%) (Kementerian Kelautan Dan Perikanan,

2011).Produksi ikan gabus di Provinsi Jawa Timur mencapai 1.037,6 ton pada tahun

2010. Di Jawa Timur ikan gabus ditemukan di 20 kabupaten dan 5 kota. Dominasi

produksi ikan gabus berada di Kabupaten Tulungagung yang mencapai 29,36%,

kemudian disusul oleh Kabupaten Lamongan yang mencapai 23,88% (Kementerian

Kelautan dan Perikanan Povinsi Jawa Timur, 2013).

2.2 Kandungan Nutrisi Ikan gabus

Secara tradisional maupun ilmiah ikan gabus menunjukkan potensi sebagai

obat. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ikan gabus memiliki kandungan

Ekor (e)

Kepala (a)

Panjang standar (c)

Panjang total (d)

Sirip perut-anus (b)

7

nutrisi yang sangat baik untuk kesehatan (Hidayati et al., 2018). Kadar protein total

ekstrak ikan gabus diketahui lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis ikan tawar

lainya lainya (Asfar et al., 2014). Komposisi protein ikan gabus terdiri atas beberapa

asam amino, baik asam amino esensial ataupun non ensensial. Asam amino esensial

yang paling banyak terdapat dalam ikan gabus adalah arginine, valine, isoleucine,

asam aspartic serta tyrosin (Firliyanti et al., 2014). Sedangkan asam amino non

essensial yang paling banyak dalam ikan gabusadalah asam glutamate dan glisin

(Gam et al., 2005, Zurainiet al. 2006, Paiko et al.,2012). Beberapa asam amino

penting ikan gabus mempunyai kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua

jenis ikan salmon (Atlanticsalmon dan Rainbow trout salmon) (Gam et al., 2005)

(Tabel 2.2.1).

Tabel2.2.1 Perbandingan komposisi asam amino ikan gabus dengan dua jenis ikan

salmon

Asam amino Ikan gabus Ikan gabus Ikan Salmon

(16 cm) (24 cm) Raibow trout Atlantic salmon

Arginine 8,734 8,675 6,41 6,61

Lysine 8,8 9,027 8,49 9,28

Valine 4,892 5,128 5,09 5,09

Threonine 5,311 5,039 4,76 4,95

Leucine 8,611 8,49 7,59 7,72

Tyrosine 4,168 4,10 3,38 3,50

Histidine 2,772 2,857 2,96 3,02

Isoleucine 4,779 5,032 4,34 4,41

Phenylalanine 4,844 4,734 4,38 4,36

Methionine 3,607 3,318 2,88 1,83

Cysteine 1,203 0,93 0,8 0,95

Glycine 5,024 4,815 7,76 7,41

Proline 3,77 3,618 4,89 4,64

Alanine 5,876 5,871 6,57 6,52

Glutamic acid 13,799 14,153 14,22 14,31

Aspartic acid 8,832 9,571 9,94 9,92

Serine 4,98 4,642 4,66 4,61

8

Tabel.2.2.2 Perbandingan beberapa penelitian tentang kadar protein total dan albumin ikan gabus dengan menggunakan beberapa

metode

Jenis Ikan Protein (%) Albumin (%) Metode Ekstraksi Suhu (0C) Pelarut Referensi

Ikan gabus (C. micropeltes) 19.69 5.35 Pengeringan vakum 49 Tidak ada Firlianty et al., 2013

Ikan gabus (C. pleuropthalmus) 19.5 3.5 Pengeringan vakum 49 Tidak ada Firlianty et al., 2013

Ikan gabus (C. maculate) 17.22 3.62 Pengeringan vakum 49 Tidak ada Firlianty et al., 2013

Ikan gabus(C. lucius) 17.98 4.04 Pengeringan vakum 49 Tidak ada Firlianty et al., 2013

Ikan gabus(C. striata) 20.83 4.53 Pengeringan vakum 49 Tidak ada Firlianty et al., 2013

Ikan gabus (C. striata) 13,3 3,8 Pengeringan vakum 37 Tidak ada Yuniarti et al., 2013

Ikan gabus (C. striata) 13,4 4,1 Pengeringan vakum 41 Tidak ada Yuniarti et al., 2013

Ikan gabus (C. striata) 14,5 4,3 Pengeringan vakum 45 Tidak ada Yuniarti et al., 2013

Ikan gabus (C. striata) 15,9 4,7 Pengeringan vakum 49 Tidak ada Yuniarti et al., 2013

Ikan gabus (C. striata) 13,7 3,7 Pengeringan vakum 53 Tidak ada Yuniarti et al., 2013

Ikan gabus (C. striata) - 1.77 Pengukusan 40 Tidak ada Nugroho 2013

Ikan gabus (C. striata) - 1.42 Pengukusan 70±2,5 Tidak ada Chasanah et al., 2017

Ikan gabus (C. striata) - 3.53 Perebusan 100 Air Chasanah et al., 2017

Ikan gabus (C. striata) 64.12 19.61 Perebusan 50 ± 10 Air Asfar et al., 2014

Ikan gabus (C. striata) 69.02 13.83 Perebusan 50 ± 10 Etanol 50% Asfar et al., 2014

Ikan gabus (C. striata) 69.99 20.8 Perebusan 50 ± 10 HCl (0.1 M) Asfar et al., 2014

Ikan gabus (C. striata) 64 5.83 Perebusan 50 ± 10 Air Romadhoni et al., 2016

Ikan gabus (C. striata) 63.8 7.65 Perebusan 50 ± 10 HCl (0.1M) Romadhoni et al., 2016

Ikan gabus (C. striata) 58.8 6.51 Perebusan 50 ± 10 NaCl (0.9%) Romadhoni et al., 2016

9

Tabel. 2.2.3Kandungan asam lemak ikan gabus

Asam lemak Jais et al., 1994 Zuraini et al.,2006 Yi Ngui et al., 2017

Myristic acid 1,38 ± 0,32 ND -

Palmitic acid 26,90 ± 0,23 30,39 ± 0,23 -

Stearic acid 10,30 ± 0,52 15,18 ± 0,15 -

Arachidic acid - ND -

Palmitoleic acid 4,96 ± 0,54 2,98 ± 0,07 -

Oleic acid 15,01 ± 0,19 12,04 ± 0,54 -

Linoleic acid 0,78 ± 0,07 8,34 ± 1,01 -

Linolenic acid 1,22 ± 0,16 ND -

Arachidonic acid 12,70 ± 0.70 19,02 ± 0,78 -

Eicosapentanoic acid 1,29 ± 0,07 ND -

Decosahexanoic acid 16,43 ± 0.71 15,18 ± 1,12 3,62 ± 0,11

Hexadecanoic acid - - 24,07 ± 0,47

Octadecanoic acid - - 8,13 ± 0,31

Asam lemak dalam ekstrak ikan gabus dapat dikelompokkan menjadi

asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak

tak jenuh ganda (PUFA) (Tabel 2.2.3). Salah satu kelompok asam lemak yang

mempunyai kadar paling banyak dalam ikan gabus adalah PUFA (poly-

unsaturated fatty acids) (Paiko et al., 2012). Diantara spesias ikan gabus yang

lainya (C. micropeltes dan C. lucius), C. striata mempunyai kandungan PUFA

yang paling tinggi, yaitu mencapai 19 % (Zuraini et al., 2006). Kadar PUFA

dalam C. striata juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan beberapa spesies ikan,

diantaranya ;Monopterus albus (15,17%), Leptobarbus hoevenii (2,83%),

Ctenopharyngodon idella (15,51%) dan Lutjanus sp. (9,07%) (Endinkeau dan

Tan, 1993 ; Hooi, 2016). Ikan gabus juga mempunyai kandungan mineral penting,

diantaranya ; seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), Kalsium (Ca), Kalium (K),

Natrium (Na), Fosfor (mg) serta vitamin (vitamin A dan vitamin B1) (Santoso,

2009, Chasanah et al., 2015) (Tabel 2.2.4).

10

Tabel2.2.4 Beberapa mineral penting ikan gabus

Komposisi

Mineral (mg)

Sediaoetama

(1985)

Sediaoetama

(1985)

Santoso

(2009)

Chasanah et

al., (2015)

Chasanah et

al., (2015)

Seng (Zn) - - 3,34 ± 0,8 0,36 ± 0,03 0,45 ± 0,02

Besi (mg) - - 2,34 ± 0,98 0,17 ± 0,01 0,71 ± 0,08

Tembaga (Cu) - - 0,20 ± 0,09 - -

Kalsium (Ca) 62 15 - 12,15 ± 2,33 73,23 ± 36,86

Kalium (K) - - - 283,0 ± 18,38 389,83 ± 17,37

Natrium (Na) - - - 18,35 ± 3,04 34,82 ± 2,65

Fosfor (mg) 176 100 - - -

Vit A (SI) 150 100 - - -

Vit B1 69 0,10 -

2.3Albumin

Albuminmerupakan protein plasma yang paling banyak dalamtubuh

manusia, yaitu sekitar 50-65 % (3,5-5 g/L)(Bariagi et al., 2015). Pada manusia

albumin dikodekan oleh gen pada kromosom 4 dan disintesis oleh sel hepatosit

dan dilepaskan langsung ke ruang intravaskular tanpa penyimpanan (Spinella et

al., 2015). Albuminterdiri dari 585 asam amino (berat total 66,5 kDa) dengan

proporsi asam amino asam yang lebih besar sehingga menghasilkan muatan

negatif pada pH 7.Leucine, lysine, aspartic acid, serta glutamic acid merupakan

penyusun utama dalam HAS (Human Serum Albumin) dan BSA (Bovine Serum

Albumin)(Saifer dan Palo , 1969 ; Prata dan Sgarbieri, 2008) (Tabel 2.3).

Albumin mempunyai struktur tersier berbentuk hati yang dibentuk oleh

delapan heliks dan berisi tiga domain structural yang hampir sama (I, II, dan II),

masing-masing dibagi menjadi dua subdomain (A dan B) (Bariagi et al., 2015)

(Gambar 2.2). Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang

menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin

berbentuk elips sehingga dengan bentuk molekul seperti itu tidak akan

meningkatkan viskositas plasma. Struktur HSA sangat stabil dan tetap fleksibel

sehingga memungkinkan pengikatan dan pengangkutan berbagai molekul, baik

endogen atau eksogen (Spinella et al., 2015).

11

Albumin manusia, primata, aves, reptil, amfibi dan ikan mempunyai struktur

yang hampir sama (Nurdiansyah et al., 2016). Analisa PROSITE

menunjukkanbahwa Albumin pada manusia, primata, aves, reptil, amfibi dan ikan

mempunyai minimal 14 jembatan disulfida dan berfungsi sebagai protein

transport,protein pengikat reseptor, dan pengikat ion seng (Zn) (Nurdiansyah et

al., 2016). Berdasarkan penelitian Enerstvedtet al. (2017) menyatakan bahwa

struktur albumin ikan cod Atlantik berbentuk heliks, mempunyai delapan daerah

pengikat dan mempunyai tiga perempat protein sebagai daerah terbuka.

Gambar2.2. Struktur albumin yang terdiri dari tiga domain (I, II dan III), masing-

masing dibagi menjadi dua subdomain (A dan B) (Spinella et al., 2015).

Selanjutnya Metcalf et al., (2007) dan Andreeva (2010) menyatakan bahwa

secara umum, kadar protein albumin / albumin pada ikan air tawar lebih tinggi

dibandingkan dengan ikan laut. Kuantitas albumin merupakan salah satu penentu

mutu ikan sebagai bahan baku suplemen kesehatan ataupun sebagai pangan

fungsional (Chasanah et al., 2015). Tidak semua jenis ikan mempunyai

kandungan albumin (Ahmad et al., 2007). Penelitian tentang albumin ikan

membuktikan bahwa beberapa jenis ikan dari family Cannidae mempunyai

kandungan albumin. diantaranya ;C. gachua, C. punctata(Ahmad et al., 2007),

Channa micropeltes, Channa pleuropthalmus, Channa maculate, Channa lucius,

Channa striata serta Channa striata (Firliantyet al.,2013). Berdasarkan beberapa

peneltian menunjukkan bahwa protein yang paling banyak terkandung dalam ikan

gabus adalah albumin, dimana dalam 100 ml sari ikan gabus terkandung 3,36 g

protein dengan 2,17 g albumin (Santoso, 2009 ; Mustafa et al., 2013).

12

Berdasarkan Romadhoni et al., 2016 kandungan protein ikan gabus mencapai

58,77 % - 64,01 % dengan kandungan albumin mencapai 5,83% - 7,65%.

Selanjutnya, berdasarkan Tabel. 2.2.3 dapat diketahui bahwa kadar protein total

ikan gabus berbanding positif dengan kadar albumin nya, semakin tinggi kadar

protein total yang didapatkan dalam ekstraksi maka kadar albumin yang

didapatkan juga semakin tinggi.

Tabel.2.3 Kandungan asam amino pada Human Serum Albumin (HSA) dan Bovin

Serum Albumin (BSA)

Asam amino (g/Kg-1) HSA BSA

Saifer dan Palo (1969) Prata dan Sgarbieri (2008)

Gycine 1,00 24

Alanine 6,72 65

Valine 6,23 59

Leucine 10,30 117

Isoleucine 1,34 25

Proline 3,60 47

Phenylalanine 6,70 67

Tyrosine 4,06 51

Tryptophan 0,40 8

Serine 3,04 50

Thereonine 3,96 58

Half-cystine 5,30 -

Methionine 1,10 10

Arginine 5,54 59

Histidine 3,14 4.3

Lysine 10,91 124

Aspartic acid 9,08 116

Glutamic acid 15,50 177

Amide NH3 0,89 -

Total 98,81 -

13

2.4 EkstraksiIkan Gabus

Optimalisasi, pemantauan, kualitas, keamanan, serta penilaian nutrisi pada

makanan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan proteomik

(Pedreschiet al.,2010). Secara umum studi tentangprotein makanan berhubungan

denganheterogenitas protein dan peptida, sifat fisikokimia serta kelimpahannya.

Berdasarkan Carpentier et al(2008) beberapa hal penting dalam analisa proteomik

adalah ; (1) ekstraksi protein, (2) pemisahan protein dan peptida (3) identifikasi

protein, dan (4) analisa data. Ekstraksi dan fraksinasi protein dan peptida dapat

didasarkan atas karakteristik fisikokimia dan strukturnya(kelarutan, hidrofobisitas,

berat molekul serta titik isoelektrik). Tujuan dari ekstraksi dan fraksinasi adalah

untuk menghilangkan senyawa lain seperti lemak, karbohidrat, enzim proteolitik

dan oksidatif serta pigmen.

Peptida hidrofilik umumnya diekstraksi dengan homogenisasi dalam air atau

larutan asam organik sedangkan pelarut organik digunakan untuk mendapatkan

peptida sangat hidrofobik. Homogenisasi dalam campuran pelarut organik

(kloroform / metanol) dapat digunakan untuk ekstraksi peptida dan juga untuk

menghilangkan gangguan sampel.Homogenisasi dalam air telah banyak

digunakan pada sampel keju, sereal serta ikandengan rasio air terhadap sampel

yang digunakan adalah 2: 1 dan diinkubasiselama satu jam pada suhu 60 ° C

(Toldra, 2013).

2.5 Asam Klorida (HCl)

Asam klorida (HCl)merupakan pelarut yang secara umum digunakan dalam

pengolahan produk makanan dalam konsentrasi rendah dan tidak menyebabkan

bahaya bagi manusia (Pubchem, 2018).Penggunaan HCl sebagai pelarut dalam

proses ekstraksi beberapa produk, seperti gelatin, kitin, pectin dan albumin

menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pelarut

lain. Berdasarkan penelitian Ariesti et al., (2015) penambahan HCl pada ekstraksi

pisang dapat menghasilkan kadar pectin yang lebih tinggi yaitu mencapai 67, 38

%. Selanjutnya berdasarkan Sinurat et al (2011) penambahan pelarut HCl pada

ekstraksi rumput laut coklat dapat menghasilkan rendeman sebesar 6%, lebih

tinggi dibandingkan dengan menggunakan pelarut CaCl2 (2,57%). Pada ekstraksi

14

Chitosan pada kerang batik juga menunjukkan bahwa hasil kadar chitosan dan

protein tertinggi diperoleh dari penambahan pelarut HCl (Mas‘uliati, 2017).

Pada proses ekstraksi ikan untuk mendapatkan protein dapat digunakan

beberapa pelarut seperti etanol, garam, air atau asam. Etanol merupakan pelarut

yang baik, dan pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa etanol

menghasilkan kadar protein yang tinggi, akan tetapi penggunaan etanol sebagai

pelarut di Indonesia dibatasi, terkait dengan halal. Berdasarkan Fatwa MUI No.11

tahun 2009 merekomendasikan untu penggunaan etanol sebagai bahan tambahan

dapat digantikan dengan menggunakan pelarut lainya.

Albumin merupakan protein yang paling banyak terkandung dalam ekstrak

ikan gabus (Mustafa et al., 2012). Berdasarkan Masuelli (2013) albumin

merupakan protein globular yang terlarut dalam air, garam serta asam oleh karena

itu penambahan pelarut yang bersifat basa, asam dan salin dapat meningkatkan

kadar albumin dalam proses ekstraksi. Berdasarkan penelitihan Asfar et al (2014)

bahwa peggunaan pelarut asam hidrolorida (HCl 0.1 M) dalam ekstraksi Channa

striata dapat menghasilkan kadar albumin sebesar 20,8 % lebih tinggi dibandingkan

dengan penggunaan pelarut air dan juga etanol 50%. Selanjutnya pada peneltian

Romadhoni et al (2016) juga menunjukan bahwa peggunaan pelarut asam (HCl

0.1 M) dalam ekstraksi Channa striata dapat menghasilkan kadar albumin sebesar

5,83 %-7,65%. kadar albumin yang didapatkan dari proses tersebut lebih besar

jika dibandingkan dengan kadar albumin yang dihasilkan dengan menggunakan

metode pengukusan (1,77%) (Nugroho et al ,2013) dan metode vacuum

drying(4,71%) (Yuniarti, 2013) (Tabel 2.2). Selain itu, Berdasarkan LPPOM MUI

(2012) HCl termasuk kedalam daftar bahan tidak kritis (Halal positive list of

materials) yang diijinkan untuk digunakan sebagai pelarut makanan, suplemen

atau obat.

15

2.6 Radikal Bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS)

Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai molekul yang mempunyai

elektron tidak berpasangan dalam orbital atom (Phaniendraet al., 2015). Adanya

elektron tidak berpasangan menyebabkan ketidakstabilan dan sangat reaktif

sehinga dapat bereaksi dengan senyawa lain untuk mencapai stabilitas (Lobo et

al., 2010). Dengan demikian molekul yang kehilangan elektronnya dapat menjadi

radikal bebas dan dapat memulai rentetan reaksi berantai yang menyebabkan

kerusakan sel hidup (Phaniendraet al., 2015).

Reactive oxygen species(ROS) merupakan produk sampingan utama yang

terbentuk di sel-sel organisme aerobik dan dapat memicu reaksi autokatalitik

sehingga membentuk radikal bebas (Rahman, 2007). Terdapat dua jenis ROS

yang terdiri atas kelompok radikal bebas dan kelompok non radikal (Dhawan,

2014). Kelompok ROS radikal bebas misalnya superoxide anion, hydroxyl

radicals, dan peroxyl radicals. Kelompok ROS non radikal seperti hidrogen

peroksida dan organic peroxides. Selain itu terdapat pula radikal bebas lain seperti

hydroperoxyl, alkoxyl, karbonat, karbon dioksida, atomic chlorine dan nitrogen

dioksida (Dhawan, 2014).

Proses metabolisme normal dalam semua kondisi aerobik merupakan

sumber utama dari ROS (Lobo et al., 2010). Sumber seluler ROS meliputi rantai

transpor elektron mitokondriadan retikulum endoplasma (Dhawan, 2014).ROS

diproduksi oleh semua jenis sel, termasuk neutrofil, monosit, makrofag, dan

limfosit sitotoksik, dan dapat dibentuk oleh proses enzimatik. Sumber enzimatik

penting yang bertanggung jawab untuk produksi ROS meliputi oksida NAD(P)H,

xanthine oxidase (XO), dan sintesis Nitrit oksida (NOS). Sumber enzim lainnya

adalah myeloperoxidase (MPO), aldehyde oxidase, cyclooxygenase,

lipoxygenase, dehydrogenase,tryptophan dioxygenase, dan flavopotein

dehydrogenase (Dhawan, 2014).

Terdapat beberapa mekanisme tebentuknya ROS. ROS dapat terbentuk

melalui enyerapan oksigen secara cepat, aktivasi NADPH oksidase dan produksi

radikal anion superoksida (O2●-) (reaksi 1). O2●- kemudian dikonversi menjadi

H2O2 oleh SOD (reaksi 2). Sistem myeloperoxidase-halida-H2O2terbukti dapat

menghasilkan ROS. Myeloperoksidase (MPO) terdapat di neutrofil granula

16

sitoplasma. Tersedianya ion klorida juga dapat menyebabkan H2O2 dikonversi

menjadi hipoklorit (HOCl) (reaksi 3). Selanjutnya ROS juga terbentuk dari O2●-

dan H2O2‗respiratory burst‘ reaksi Fenton (reaksi 4) atau reaksi Haber-Weiss

(reaksi 5), Enzim oksida nitrat sintase yang menghasilkan reaktif nitrogen spesies

(RNS) seperti oksida nitrat (NO●) dari arginin (reaksi 6) serta induksi oksida

nitrat sintase (iNOS) yang membentuk NO●, yang berperan untuk menghilangkan

O2●-. NO●dan O2●- bereaksi membentuk peroksinitrit (reaksi 7) (Nimse & Pal,

2015).

(Nimse & Pal, 2015).

2O2 + NADPH 2O2●- + NADP+ + H+ (1)

oksidase

2O2●- + 2H+ H2O2 + O2 (2)

(SOD)

Cl- + H2O2 + H+ HOCl + H2O (3) (MPO)

H2O2 + Fe2+ ●OH + OH- + Fe3+ (4)

O2●- + H2O2 ●OH + OH- + O2 (5)

L-Arg + O2 + NADPH NO● + citrulline (6)

NO● + O2●- ONOO- (7)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

17

2.7 Antioksidan

Radikal bebas merupakan molekul yang mengandung elektron tidak

berpasangan dalam orbital atom sehingga sangat reaktif.Konfigurasi tidak stabil

dari radikal bebas menciptakan energi yang dilepaskan melalui reaksi dengan

molekul yang berdekatan, seperti protein, lipid, karbohidrat, dan asam nukleat

(Lobo et al., 2010; Rahman, 2007).

Antioksidan adalah suatu zat yang dibutuhkan tubuh untuk menetralisir

radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas

terhadap sel normal. Antioksidan mampu menstabilkan atau menonaktifkan

radikal bebas dengan cara melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal

bebas dan menghambat terjadinya reaksi pembentukan radikal bebas yang dapat

menimbulkan stres oksidatif (Cirollo & Iemma, 2012; Nitipong et al.,

2014).Berdasarkan sumbernya, antioksidan terdiri atas antioksidan endogen dan

antioksidan eksogen. Antioksidan endogen berasal dari dalam tubuh diantaranya

glutation peroksidase, katalase dan superoksida dismutase. Antioksidan eksogen

diperoleh dari luar tubuh melalui makanan contohnya asam askorbat (vitamin C)

(Gambar 2.1), tokoferol (vitamin E) (Gambar 2.1), karotenoid dan flavonoid

(Prasetyo et al., 2010).

Antioksidan berdasarkan aktivitasnya dibagi menjadi golongan antioksidan

enzimatik dan non enzimatik. Antioksidan enzimatik bekerja dengan

menghidrolisis dan menghilangkan radikal bebas. Antioksidan enzimatik

mengkonversi senyawa oksidatif berbahaya menjadi hidrogen peroksida (H2O2)

kemudian menjadi H2O, terjadi beberapa tahapan proses dengan bantuan kofaktor

seperti tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn) dan besi (Fe). Contoh antioksidan

enzimatik antara lain superoksida dismutase, glutation peroksidase, katalasedan

peroksiredoksin I-IV (Nimse & Pal, 2015; Prasetyo et al., 2010). Antioksidan non

enzimatik bekerja dengan memutuskan rantai radikal bebas. Contoh dari

antioksidan non enzimatik yaitu vitamin C (asam askorbat), vitamin E (γ- dan α-

tokoferol), albumin, polifenol tanaman, flavonoid, karotenoid, glutation, asam urat

(Nimse & Pal, 2015; Prasetyo et al., 2010).

Antioksidan berdasarkan kelarutannya dibedakan menjadi antioksidan yang

larut dalam air atau lipid. Antioksidan yang larut dalam air contohnya vitamin C

18

yang terdapat dalam cairan seluler, sitosol atau matriks sitoplasma. Antioksidan

yang larut dalam lemak contohnya viamin E, karotenoid dan asam lopoik sebagian

besar terdapat dalam sel membran (Nimse & Pal, 2015).Antioksidan dapat

dibedakan berdasarkan ukurannya, antioksidan molekul kecil dan antioksidan

molekul besar. Antioksidan molekul kecil menetralkan ROS dalam proses radical

scavenging dan menghilangkannya. Contoh antioksidan molekul kecil yaitu

vitamin C, vitamin E, karotenoid dan glutation (GSH). Contoh antioksidan

molekul besar yaitu SOD, CAT, GSHPx dan protein hewani (albumin) yang

mengabsorpsi ROS dan mencegahnya menyerang protein lain (Nimse & Pal,

2015).

Gambar 2.7Struktur kimia antioksidan (vitamin E dan C) (Eklund et al., 2005).

2.8 Ikan Gabus Sebagai Antioksidan

Studi pendahuluan menunjukkan bahwa EIG dapatmenurunkan stres

oksidatif pada tikus hiperglikemik yang ditandai dengan penurunan peroksidasi

lipid (malondialdehida)dan memperbaiki struktur pankreas pada tikus

hiperglikemik (Abdulgani et al., 2014). Berdasarkan beberapa penelitian

menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ikan gabus lebih tinggi dibandingkan

dengan aktivitas vitamin E dan vitamin C yang mencapai 7,72 μM(Tabel 2.7).

Kemampuan EIG sebagai antioksidan dikarenakan dalam EIG terdapat

albumin. Albumin tersusun atas asam amino dengan berat molekul 1300-1400 Da

(Merrel et al., 2004).Berdasarkan Huy et al.,(2014), semakin banyak asam amino

dengan berat 1300-1400 Da yang menyusun suatu protein secara signifikan dapat

meningkatkan aktivitas antioksidanya (Hui-Chun et al., 2003).terdapat bahan

aktif yang berfungsi sebagai prekursor glutation anti penuaan yaitu beberapa asam

19

amino penting seperti glutamin (32,39%), sistein (6,61%), dan glisin (9,69%)

dalam 100 gram daging ikan gabus (Sunarno, 2015). Protein tersebut merupakan

penyusun Albumin yang dapat berperan sebagai perkursor glutation (GSH) (Gam

et al., 2005, Mustafa et al. 2012).

Tabel 2.8Perbandingan uji aktivitas antioksidan ikan gabus dan beberapa jenis

ikan dengan menggunakan beberapa metode

Sampel Metode Antioksidan

(µMol)

Metode Referensi

Channa striata Perebusan 0,71 FRAP Chasanah et al., 2015

Channa striata Perebusan 0,78 FRAP Purnamasari 2016

Channa striata Pelarut IPA* 0,33 FRAP Narsing et al., 2012

Labeo rohita Pelarut IPA* 0,025 FRAP Narsing et al., 2012

Lates calcarifer Pelarut IPA* 0,43 DPPH Narsing et al., 2012

Lates calcarifer Pelarut IPA* 0,32 FRAP Narsing et al., 2012

Vitamin E - 0,12 DPPH Santoso, 2009

Vitamin C - 6,43 DPPH Purnamasari, 2016

Channa striata Perebusan 7,72 TMAMQ Hidayati et al., 2017

* Pelarut Isoprophil Alcohol

2.9 Penyakit Degeneratif di Indonesia

Di Indonesia transisi epidemiologi menyebabkan terjadinya pergeseran

pola penyakit, di mana terjadi peningkatan penyakit degeneratif. Penyakit

degeneratif adalah penyakit tidak menular yang berlangsung kronis karena

kemunduran fungsi organ tubuh akibat proses penuaan.Penyakit degeneratif juga

dapat disebabkan karena adanyaradikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan

sel dan jaringan (Huy et al., 2008, Akbariradet al., 2016). Penyakit degeneratif

menyebabkan kematian terbesar di dunia, Berdasarkan WHO (2013), sekitar 38

juta orang meninggal karena penyakit degeneratif atau sebesar 68% dari seluruh

kematian di dunia. Di Indonesia terjadi peningkatan penyakit kronis degeneratif

tiap tahunnya (Handajani et al., 2010).

20

Proporsi penyebab kematian penyakit degeneratif pada orang-orang

berusia kurang dari 70 tahun, penyakit cardiovaskular merupakan penyebab

terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis,

penyakit pencernaan dan penyakit degenerative yang lain bersama-sama

menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.

Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat

degeneratifdiperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua

pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit

degenerative seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam

jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian

per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa

pada saat ini. Sedangkan kematian akibat penyakit menular seperti malaria,

TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa saat ini

menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030.

Situasi Indonesia Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir

menghadapi masalah triple burden diseases. Penyakit menular masih menjadi

masalah ditandai dengan masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular

tertentu, munculnya kembali beberapa penyakit menular lama (re-

emergingdiseases), serta munculnya penyakit-penyakit menular baru (new-

emergyng diseases) seperti HIV/AIDS, Avian Influenza, Flu Babi dan

Penyakit Nipah. Di sisi lain, penyakit degeneratif menunjukkan adanya

kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Berdasarkan hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan Survei Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001, tampak bahwa selama 12 tahun (1995-

2007) telah terjadi transisi epidemiologi dimana kematian karena penyakit

degeneratif semakin meningkat, sedangkan kematian karena penyakit menular

semakin menurun (Gambar 2.9).

21

Gambar 2.9 Distribusi penyebab kematian menurut kelompok penyakit di

Indonesia, tahun 1995, 2001, 2007 (Litbangkes, 2013).

0

10

20

30

40

50

60

70

Penyakit

menular

Penyakit

Degeneratif

Gangguan

Maternal

Perinatal

Cidera

1995

2001

2007

44,2

31,2

28,1

41,7

49,9

59,5

10,1

6 6 5,9 7,3 6,5

22

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”

23

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Juli2018 di laboratorium

Zoologi dan Rekayasa Hewan departeman Biologi Fakultas Ilmu Alam Institut

Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

3.2.Pengambilan Daging Ikan Gabus

Ikan gabus yang digunakan merupakan ikan hidup hasil tangkapan alam

dengan ukuran panjang total 10-15 cm. Berdasarkan penelitian Alfarisy (2013)

kadar albumin tertinggi didapatkan pada ikan gabus dengan panjang total 10 cm

dan yang terendah adalah ikan gabus dengan panjang total 20 cm. Ikan gabus

yang masih hidup dimatikan dengan cara direndam didalam air es selama ± 60

menit (Alfarisy, 2013). Dilakukan pemberisihan bagian isi perut, sisik, sirip, ekor,

serta kepala kemudian diambil bagian daging yang biasa dikonsumsi atau difilet

menggunakan alat bedah stenless steel (Suhartono 2006; Santoso, 2009; Alfarisy,

2013; Romadhoniet al., 2015; Purnamasari, 2016).Selanjutnya dilakukan

pencucian pada bagian yang tersisa dan dipotong-potong menjadi bagian kecil

dengan ukuran 2-3 cm (Suhartono, 2006, Alfarisy, 2013). Setiap proses pencucian

dibilas menggunakan akuades(Alfarisy, 2013).

3.3 Ekstraksi Daging Ikan Gabus

Metode ekstraksi daging ikan gabus diadaptasi dari Romadhoni et al.,

(2015) dan Asfar et al (2014) dengan modifikasi. Potongan daging ikan gabus

dihaluskan dengan cara diblender. Kemudian ditambahkan HCl 0,1 M dan dibagi

berdasarkan tiga kelompok perlakuan berdasarkan perbedaan perbandingan rasio

antara daging dan HCl 0.1 M. Perbandingan rasio yang digunakan adalahA10 ; 1:

0,5 dengan lama perebusan 10 menit, A301 : 0,5 dengan lama perebusan 30 menit,

B10 1: 0,75 dengan lama perebusan 10 menit, B30 1: 0,75 dengan lama perebusan

30 menit, C10 1: 1 dengan lama perebusan 10 menit, C30 1: 1 dengan lama

perebusan 30 menitdandigunakan pelarut akuades (air) 1 : 1 sebagai pembanding.

24

Selanjutnya pada masing masing kelompok dilakukan perebusan dengan

menggunakan water bath pada suhu 50 ºC(± 10ºC) dan dikelompokkan kembali

berdasarkan waktu perebusan. Waktu perebusan yang digunakana dalah 10 menit

dan 30 menit. Setelah itu, pada semua kelomok perlakuan dilakukan penyaringan

menggunakan kasa penyaring. Ditambahkan pelarut hexane pada filtrate hasil

penyaringan dengan rasio perbandingan 1: ¼ selama 5 menit dengan dua kali

pengulangan. Kemudian disaring kembali dan dikeringkan menggunakan oven

pada suhu 50 ºC (± 10 ºC) selama12 jam. Ekstrak yang kering kemudian

dihaluskan menggunakan penggiling.

3.4 Pengemasan EIG

EIG yang diperoleh, kemudian dimasukkan dalam botol vial 100 ml yang

telah disterilisasi menggunakan autoklaf. Botol vial ditutup rapat dan dibungkus

dengan plastik wrap agar EIG tetap steril dan disimpan pada suhu 4oC (Bensley,

2008)

3.5 Rendeman

Untukmengetahuirendemankonsentrat protein

dapatmenggunakanrumussebagaiberikut:

(Romadhoniet al., 2016)

3.6 Uji Kadar Protein Total

Uji kadar protein yang digunakan yaitu dengan metode Biuret Henry

dan Winkleman (1974) dengan menggunakan alat spektrofotometer UV Vis.

Analisis kadar protein total yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kadar protein kasar dengan menggunakan metode Biuret (Keppy, 2009). Metode

Biuret didasarkan pada kompleksasi Cu2+

ke grup fungsional dalam ikatan peptida

protein.Pembentukan kompleks protein Cu2+

membutuhkan dua ikatan peptida dan

menghasilkan chelate berwarna ungu. Digunakan bovin serum albumin (BSA)

sebagai pembanding karena mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi. Prosedur

penetapan kadar protein dengan metode Biuret adalah sebagai berikut:

Ekstrakkering (g)

EkstrakBasah (g) Rendeman (%) =

25

1. Pembuatan Kurva Standar

Digunakan bovin serum albumin (BSA) sebagai standar karena

mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi. Ditimbang BSA sebanyak 3

mg dan dilarutkan dengan 1 ml akuades. Selanjutnya dibuat larutan

standar seperti ditunjukkan padaTabel 3.6

Tabel 3.6 Konsentrasi Kurva Standar Uji Kadar Protein Total

Reagen 1 2 3 4 5 6 7 8 9

3.0 mg/ml

BSA (ml) - 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,5 2 -

Akuades (ml)

3 2,8 2,6 2,4 2,2 2 1,5 1 0

Konsentrasi

akhir (µg/mL)

0 200 400 600 800 1000 1500 2000 3000

2. Pengujian Kadar Protein Total

EIG dilarutkan dengan akuades dengan konsentrasi 0,5 mg/ml.

Selanjutnya, diambil 0.5 ml larutan sampel kemudian dimasukkan kedalam

kuvet, setelah itu ditambahkan dengan biuret sebanyak 0,5 ml. Setelah 2

menit absorbansinya dibaca pada λ 540 nm. Blanko yang digunakan terdiri

atas pereaksi Biuret dan akuades. Kadar protein dihitung berdasarkan

persamaan regresi kurva standar:

Keterangan : Y (nilaiabsorbansi) X (konsentrasi protein)

3.7 Uji Kadar Albumin

Uji kadar protein yang digunakan yaitu dengan metode BCG

(Bromocresol Green) Dumas et al., (1997) dengan menggunakan alat

spektrofotometer UV Vis (Alfarisy., 2014). Digunakan Bovin Serum Albumin

(BSA) sebagai pembanding karena mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi.

Prosedur penetapan kadar albumin dengan metode BCG adalah sebagai berikut:

Y = a + Bx

26

1. PembuatanKurvaStandar

Digunakan Bovin Serum Albumin (BSA) sebagai standar karena

mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi. Ditimbang BSA sebanyak 3

mg dan dilarutkan dengan 1 ml akuades. Selanjutnya dibuat larutan

standar seperti ditunjukkan pada Tabel 3.7

Tabel 3.7 Konsentrasi Kurva Standar Uji Kadar Albumin

Reagen 1 2 3 4 5 6

3.0 mg/ml

BSA (ml)

- 0,2 0,4 0,6 0,8 1

Akuades (ml)

3 2,9 2,8 2,7 2,6 2,5

Konsentrasi akhir

(µg/mL)

0 100 200 300 400 500

2. Pengujian Kadar Albumin

Analisis kadar albumin berdasarkan Kishore (1988) menggunakan

metode bromocresolgreen (BCG), larutan standard albumin dibuat dari

Bovine Serum Albumin (BSA). Pengujian kadar albumin dilakukan

dengan mengukur absorbansi pada sampel. Hasil ekstraksi albumin

diambil sebanyak 0,5 ml kemudian ditambah 2,5 ml reagen BCG 0,01%

dan dibiarkan 10-15 menit. Kemudian campuran dimasukkan kedalam

kuvet dan diukur absobansinya pada panjang gelombang 628 nm (Dumas

et al., 1997, Alfarisy, 2014,). Blanko yang digunakan terdiri atas BCG dan

buffer pH 4. Kadar albumin dihitung berdasarkan persamaan regresi kurva

standar.

3.8 UjiAntioksidanEIG MenggunakanTMAMQ

1. Preparasi Reagen TMAMQ

Preparasi reagen TMAMQ berdasarkan penelitian Prasetyo et al.

(2010) dengan modifikasi. Larutan stok TMAMQ disiapkan dengan

menginkubasi syringaldazine (3,19mM) dalam 20 ml aseton kemudian

dihangatkan di atas Bunsen hingga homogen. Buffer sitrat pH 4,5 50 mM

dan lakasese banyak 20 ml ditambahkan kemudian diinkubasi pada suhu

27

30°C selama 12 jam dengan kecepatan 140 rpm dalam thermomixer

(Eppendorf AG, Jerman).

Reaksi kemudian segera dihentikan dengan menyaring larutan

menggunakan buchner funnel vacuum filtration serta kertas whatmann

no.1. Kertas saring yang berisi bubuk TMAMQ dibilas menggunakan

aquades sebanyak 2 liter lalu diinkubasi dalam incubator dengansuhu 37°C

selama 5 jam. Kertas saring yang telah kering kemudian di stretch out,

diletakkan dalam microtube dan disimpan dalam suhu 4°C. Ethanol

ditambahkan sebagai konsentrasi akhir sebanyak 50% (v/v) untuk

menstabilkan TMAMQ. Proses oksidasi diamati pada 530 nm

menggunakan spektrofotometer Hitachi U-2001 UV-vis dalam kuvet

sekali pakai.

2. Pembuatan Kurva Strandar

Kurva strandar dibuat berdasarkan Prasetyo et al. (2010). Ethanol

(0-200 µM) ditambahkan buffer pH 7,4 50:50 lalu ditambahkan 800 µl

TMAMQ. Larutan tersebut dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 30°C

dalam rotary shaker pada 100 rpm. Proses oksidasi diamati pada 530 nm

menggunakan spektrofotometer.

3. Analisis Kandungan Antioksidan EIG

Kandungan antioksidan total dalam EIG pada semua perlakuan di

analisis dengan reagen TMAMQ berdasarkan Prasetyoet al. (2010). EIG

sebanyak 100 µl ditambahkan dengan 700 µl TMAMQ. Larutan tersebut

kemudian disentrifugasi pada 3000 rpm selama 60 detik. Proses oksidasi

diamati pada 530 nm menggunakan spektrofotometer.

3.9Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Two-way Analysis

of Varians (ANOVA). Kemudian dilanjutkan dengan uji Tukeya tau Uji Beda

NyataJujur (BNJ) dengan taraf 5% untuk mengetahui pengaruh penambahan

pelarut HCl 0,1 M yang terbaik (α = 0.05).

28

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”

29

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Kadar Rendeman EIG

Pengukuran kadar rendeman terhadap suatu produk berbasis protein ikan

bertujuan untuk mengetahui efisiensi metode ekstraksi (Mæhre et al.,2017, Qixing

et al., 2014). Kadar rendeman merupakan presentase dari berat hasil ekstraksi

dibandingkan dengan berat awal yang dapat berupa gel, bubuk ataupun cair.

Dalam penelitian ini rendeman EIG yang dihasilkan merupakan rendeman dalam

bentuk bubuk (Gambar 4.1). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa

kadar rendeman tertinggi didapatkan dari perlakuan rasio daging-HCl 0,1M 1 : 1

dengan lama perebusan 30 menit(C30 = 3,69 ± 0,25%) sedangkan kadar rendeman

terendah didapatkan dari perlakuan 1 : 0,5 dengan lama perebusan 10 menit (A10=

2,16±0,10%) yang ditunjukkan pada gambar 4.2.

Gambar 4.1 Ekstrak Ikan Gabus (EIG)Bentuk Bubuk

Hasil analisis statistik menggunakan ANOVA two way (lampiran 5)

menunjukkan bahwa perlakuan rasio daging : HCl 0,1 M (P < 0.05) dan lama

perebusan (P < 0.05) berpengaruh secara signifikan terhadap kadar rendeman. Hal

ini diduga karena adanya penurunan derajat keasaman (pH) larutan, sehingga

terjadi perubahan titik isoelektrik protein. Menurut Chen dan Jaczynski (2007)

melaporkan bahwa pada ikan salmon (trout fish) menurunya pH pada protein

30

dapat meningkatkan kelarutan protein sehingga dapat meningkatkan kadar

rendeman EIG yang dihasilkan. Ekstraksi ikan gabus juga dipengaruhi oleh rasio

daging-volume pelarut. Volume pelarut yang terlalu sedikit menyebabkan

penguraian sampel yang diekstraksi menjadi terbatas sehingga kadar rendeman

yang dihasilkan tidak optimal. Berdasarkan penelitian Ngan et al. (2017)

menyatakan bahwa pada ikan gabus yang diekstraksi dengan volume pelarut lebih

tinggi(rasio daging : air= 1:2) menghasilkan rendeman yang lebih banyak

dibandingkan rasio yang lebih rendah (1:1).

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Kadar Rendeman EIG Berdasarkan Perbedaan

Rasio (berat-daging – volume pelarut) dan lama perebusan

Selanjutnya, perebusan selama 30 menit dapat menghasilkan kadar

rendeman yang lebih tinggi dibandingkan dengan lama perebusan 10 menit.

Berdasarkan penelitian Nugroho (2013) menunjukkan bahwa pada rasio (1 : 1),

ekstraksi ikan gabus menggunakan suhu 49oCdengan lama pemansan 30 menit

menghasilkan rata rata rendemen ekstrak kasar ikan gabus yang lebih tinggi,

dibandingkan 25 menit. Selama proses perebusan, protein daging mengalami

berbagai perubahan struktur, seperti; penghancuran membran sel, robeknya serat

2,16

2,85

3,30

2,81

3,59 3,69

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

1 2 3

Ren

dem

an

(%

)

Kadar Rendeman Ekstrak Ikan Gabus

Keterangan :

A10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,5 (10 menit)

A30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,5 (30 menit)

B10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,75 (10 menit)

B30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,75 (30 menit)

C10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1 (10 menit)

C30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1(30 menit)

A10 A30 B10 B30 C10

0

C30

31

otot, serta pembentukan koagulasi dan menyebabkan protein kehilangan

konformasi awal (denaturasi) yang dapat memecah kekuatan intramolekul

(Vujadinović et al., 2014). Oleh karena itu, semakin banyak protein yang

terdenaturasi diduga dapat meningkatkan kelarutanya dalam pelarut, sehingga

kadar rendeman yang didapatkan semakin tinggi. Berdasarkan Pelegrine dan

Gasparetto,(2005) melaporkan bahwa kelarutan protein akan meningkat pada

rentang suhu 0-50oC, sedangkan pada suhu diatas 50

oC protein yang terdenaturasi

akan menurunkan kelarutanya.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwahasil rendeman yang

tertinggi adalah rasio daging-HCl 0,1 M (1:1). Selanjutnya untuk optimasi

ekstraksi, dilakukan perbandingan dengan metode ekstraksi yang lain, yaitu

dengan pelarut air (akuades) yang ditunjukkan pada gambar 4.3

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Kadar Rendeman EIG Berdasarkan Pelarut

Hasil analisis statistik ANOVA two way (lampiran 5) menunjukkan bahwa

perlakuan perbedaan jenis pelarut (P<0.05) dan lama perebusan (P<0.05)

berpengaruh secara signifikan terhadap kadar rendeman.Berdasarkan gambar 4.3

diketahui bahwa penggunaan pelarut air menghasilkan rata rata kadar rendeman

yang lebih tinggi dibandingkan pelarut HCl 0.1 M, baik pada lama perebusan 10

menit (3,90 ± 0,07%) ataupun pada lama perebusan 30 menit (4,47 ± 0,03%).

3,30

3,90 3,69

4,47

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

1 2

Ren

dem

an

(%

)

Kadar Rendeman EIG

C10

M

C30

M

Air10

M

Air 30

M Keterangan :

C10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1 (10 menit)

C30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1(30 menit)

Air10 = Rasio berat daging – volume Akuades - 1 : 1 (10 menit)

Air30 = Rasio berat daging – volume Akuades - 1 : 1 (30 menit)

32

Hasil ini sesuai dengan penelitian Romadhoni et al.,(2016) yang

menyatakan bahwa perebusan menggunakan akuades didapatkan kadar rendeman

yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan HCl 0,1M ataupun NaCl. Hal

ini dikarenakan sifat polaritas air, dimana air mempunyai kemampuan berinteraksi

dan melarutkan senyawa polar; termasuk kelompok protein hidrofilik (Romadhoni

et al., 2016).

4.2 Kadar Protein Total EIG

Kandungan protein total merupakan parameter utama dari penilaian nutrisi

ikan (Qixing et al., 2014). Analisis kadar protein total yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis kadar protein total dengan menggunakan metode

Biuret. Metode Biuret didasarkan pada kompleksitas Cu2+

ke grup fungsional

dalam ikatan peptida protein (Keppy et al., 2009). Pembentukan kompleks protein

Cu2+

membutuhkan dua ikatan peptida dan menghasilkan chelate berwarna ungu

(Keppy et al., 2009). Hasil analisa kadar protein total konsentrat protein ikan

gabus dengan rasio (daging : HCl 0,1M) dan lama perebusan yang berbeda

ditunjukkan pada gambar 4.4. Hasil pengukuran kadar protein total EIG yang

diekstraksi dengan rasio penggunaan pelarut HCl 0,1 M dan lama perebusan,

adalahsebagai berikut: A10= 23,78 ± 0,29%; A30 =21,62 ± 1,49%; B10 =23,77 ±

0,19%, B30=25,603±0,338%, C10 : 26,55 ± 1,13%, C30= 29,93 ± 0,12%.

Hasil analisis statistik menggunakan ANOVA dua arah (lampiran 5)

menunjukkan bahwa perlakuan rasio daging : pelarut HCl 0,1 M (p value<

0,0001) dan lama perebusan (p value = 0,0184) berpengaruh secara signifikan

terhadap kadar protein total. Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi pengaruh

rasio daging-pelarut HCl 0,1 M dan lama perebusan terhadap kadar protein total

dilakukan uji Tukey dengan HSD0.05 dengan nilai critical value adalah 2,17

(lampiran5). Perlakuan ekstraksi EIG menggunakan volume HCl 0.1 M yang

tertinggi (C30) menunjukkan kadar protein total tertinggi (29,93 ± 0,12%) dan

berbeda signifikan terhadap kadar protein dengan menggunakan volume HCl 0,1

M yang lebih rendah, baik pada perlakuan 10 menit atau 30 menit (A10= 23,78 ±

0,29%; A30 =21,62 ± 1,49%; B10 =23,77 ± 0,19%, B30=25,60±0,34%).

33

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Kadar Protein Total EIG Berdasarkan

Perbedaan Rasio (berat-daging – volume pelarut) dan lama perebusan

Kadar protein yang dihasilkan menunjukkan hasil yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kadar protein ikan gabus yang diekstrak menggunakan

metode pengukusansteaming (23,5-26,5%) (Yuniarti 2017). Penambahan pelarut

asam lemah ; seperti HCl menyebabkan adanya perubahan struktur protein

dikarenakan adanya perubahan titik isoelektrik protein. Berdasarkan Chen et al.,

(2016) menyatakan bahwa, pada derajat keasaman tertentu akan terjadi perubahan

titik isoelektrik dari protein yang menyebabkan protein mempunyai muatan positif

atau negatif sehingga dapat mempengaruhi kelarutanya. Kelarutan protein ini

yang akan mempengaruhi kadar protein total yang dihasilkan dalam ekstraksi

(Zayas, 1997).

Seperti dijelaskan sebelumnya (kadar rendeman) bahwa, sedikitnya

volume pelarut yang digunakan menyebabkan penguraian sampel yang diekstraksi

menjadi terbatas. Hal ini dapat mengurangi protein yang dapat diekstrak oleh

pelarut. Perbedaan lama perebusan pada uji kadar protein juga menunjukkan hasil

yang sama dengan kadar rendeman, dimana pada lama perebusan 30 menit

23,78 23,77 26,55

21,62

25,60

29,93

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

1 2 3

Pro

tein

To

tal

(%)

Kadar Protein Total EIG

A10 A30 B10 B30 C10 C30

Keterangan :

A10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,5 (10 menit)

A30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,5 (30 menit)

B10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,75 (10 menit)

B30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,75 (30 menit)

C10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1 (10 menit)

C30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1(30 menit)

34

menghasilkan kadar protein total yang lebih tinggi dibandingkan dengan lama

perebusan 10 menit. Kondisi tersebut sesuai dengan penelitihan sebelumnya oleh

Nugroho (2013) yang menunjukkan bahwa ekstraksi ikan gabus menggunakan

pemanasan yang lebih lama menghasilkan rata rata protein ekstrak kasar yang

lebih tinggi. Selama proses perebusan, protein daging mengalami perubahan

struktur, seperti; penghancuran membran sel, robeknya serat otot, serta

pembentukan koagulasi dan menyebabkan protein kehilangan konformasi awal

(denaturasi) yang dapat memecah kekuatan intramolekul (Vujadinović et al.,

2014). Hal ini diduga karena adanya peningkatan kelarutan protein. Berdasarkan

Pelegrine dan Gasparetto,( 2005) melaporkan bahwa kelarutan protein akan

meningkat pada rentang suhu 0-50oC, sedangkan pada suhu diatas 50

oC protein

akan menurunkan kelarutanya.

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Kadar Protein Total EIG Berdasarkan Pelarut

Jenis pelarut diketahui mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kadar rendeman, oleh karena itu, dilakukan uji kadar protein total terhadap EIG

yang diekstrak menggunakan pelarut air. Hasil analisis statistik ANOVA two way

(lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan jenis pelarut(P < 0.05)dan

lama perebusan(P < 0.05)berpengaruh secara signifikan terhadap kadar

26,55

35,59

29,93

36,02

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1 2

Pro

tein

To

tal

(%)

Kadar Protein Total EIG

Keterangan :

C10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1 (10 menit)

C30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1(30 menit)

Air10 = Rasio berat daging – volume Akuades - 1 : 1 (10 menit)

Air30 = Rasio berat daging – volume Akuades - 1 : 1 (30 menit)

C10

M

C30

M

Air10

M

Air 30

M

35

rendeman.Berdasarkan gambar 4.5 diketahui bahwa penggunaan pelarut air

menghasilkan rata rata kadar rendeman yang lebih tinggi dibandingkan pelarut

HCl 0,1 M, baik pada lama perebusan 10 menit(34,81 ± 1,37%)ataupun pada lama

perebusan 30 menit (36,02 ± 0,14%).Hal ini diduga karena pada proses ekstraksi,

sebagian besar protein yang diekstrak merupakan protein sarkoplasma.

Protein sarkoplasma merupakan protein terbesar kedua dalam daging ikan

(20-30%) yang mengandung berbagai macam protein yang larut dalam air

(Pandey, 2006). Selain itu, protein merupakan heteropolimer linier dari 20 asam

amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida dan tersusun atas kelompok:

hidrofobik (atau non-polar) dan hidrofilik (atau polar) (Song et al., 2009). Bagian

terluar protein sebagian besar tersusun atas kelompok hidrofilik, sehingga pada

saat penambahan akuades kelompok hidrofilik akan mudah terlarut. Selanjutnya,

proses pemanasan menyebabkan perubahan struktur protein menjadi protein

tersier atau skunder. dimana lebih banyak kelompok protein hidrofilik yang dapat

berikatan dengan air (Søbye et al., 2015). Oleh karena itu, penggunaan akuades

dalam penelitian ini menghasilkan kadar protein total yang lebih tinggi

dibandingkan HCl 0,1M.

4.3 Kadar Albumin EIG

Kuantitas albumin merupakan salah satu penentu mutu ikan sebagai bahan

baku suplemen kesehatan ataupun sebagai pangan fungsional (Chasanah et al.,

2015). Berdasarkan, ditunjukkan hasil pengukuran kadar protein total EIG yang

diekstraksi dengan rasio penggunaan pelarut HCl 0,1 M dan lama perebusan,

adalahsebagai berikut: A10=2,81 ± 0,07%; A30=2,93 ± 0,07%, B10=3,04± 0,05%,

B30=3,317±0,11%, C10=3,64±0,11%, C30=3,32±0,14%. Hasil analisis statistik

menggunakan ANOVA dua arah (lampiran) menunjukkan bahwa perlakuan rasio

daging:pelarut HCl 0,1 M (p value< 0,0001) berpengaruh secara signifikan

terhadap kadar albumin tetapi tidak signifikan terhadap perbedaan lama perebusan

(p value =1). Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi pengaruh rasio daging-

pelarut HCl 0,1 M dan lama perebusan terhadap kadar rendeman dilakukan uji

Tukey dengan HSD0.05 dengan nilai critical value adalah 0,26 (lampiran 5). Kadar

albumin yang dihasilkan dari perlakuan C10 (3,64 ± 0,11%); C30; (3,32 ±

36

0,14)%)lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan perlakuan dengan

pelarut HCl 0,1 M dan lama perlakuan yang lebih kecil, yaitu ; B10(3,04 ±

0,05%,), B10(3,317 ± 0,11%,), A10(2,73 ± 0,07%)dan A30(2,81±0,07%).

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Kadar Albumin EIG Berdasarkan Perbedaan

Rasio (berat-daging – volume pelarut) dan lama perebusan

Hasil penelitian pada C10dan C30 menunjukkan hasil yang lebih tinggi

dibandingkan dengan metode pengukusan (1,15-1,88%) dan menunjukkan hasil

yang hampir sama pada metode perebusan (3,40-3,67%)dari penelitian Chasanah

et al., (2015). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan pelarut pada

ekstraksi ikan gabus dapat menghasilkan kadar albumin yang lebih baik. Hal ini

dikarenakan dalam struktur tersier fraksi albumin, mengandung banyak protein

hidrofilk, yang dapat berikatan dengan pelarut yang bersifat polar (Romadhoni et

al., 2016). Oleh karena itu penambahan volume pelarut, dapat meningkatkan

kadar albumin dari bahan yang diekstrak. Sedangkan volume pelarut yang terlalu

sedikit menyebabkan penguraian sampel yang diekstraksi menjadi terbatas

sehingga kadar albumin yang dihasilkan tidak optimal (Ngan et al.,

2017).Selanjutnya, pada perlakuan rasio daging-HCl 0,1M (1 :1) perebusan

2,81 3,04

3,64

2,93

3,32 3,317

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

1 2 3

Alb

um

in (

%)

Kadar Albumin EIG

A10 A30 B10 B30 C10 C30

Keterangan :

A10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,5 (10 menit)

A30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,5 (30 menit)

B10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,75 (10 menit)

B30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,75 (30 menit)

C10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1 (10 menit)

C30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1(30 menit)

37

selama 10 menit, lebih tinggi dibandingkan perebusan selama 30 menit. Hal ini

dapat dikarenakan selama proses perubasan terjadi denaturasi protein, menjadi

struktur tersier atau sekunder, sehingga diduga pemanasan yang lebih lama dapat

mengubah struktur fraksi albumin menjadi protein skunder atau

primer.Berdasarkan penelitian Nugroho (2013) menunjukkan bahwa, suhu dan

lama pemanasan yang semakin meningkat dapat menurunkan kadar albumin. Hal

ini didukung oleh pernyataan Saha (2016), bahwa ikatan peptida pada protein

ataupun fraksi protein sangat dipengaruhi oleh pemanasan, suhu/waktu,

keasaman, serta rasio berat sampel dan prlarut.

Jenis pelarut diketahui mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kadar rendeman dan protein total.Oleh karena itu, dilakukan uji kadar albumin

terhadap EIG yang diekstrak menggunakan pelarut air. Hasil analisis statistik

ANOVA two way (lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan jenis

pelarut (P< 0.05) dan lama perebusan (P<0.05) berpengaruh secara signifikan

terhadap kadar rendeman. Berdasarkan gambar 4.3 diketahui bahwa penggunaan

pelarut air menghasilkan rata rata kadar rendeman yang lebih tinggi dibandingkan

pelarut HCl 0,1 M, baik pada lama perebusan 10 menit(4,35 ± 0,13%)ataupun

pada lama perebusan 30 menit (4,01 ± 0,19%).Albumin merupakan fraksi protein

yang banyak mengandung kelompok protein hidrofilk, sehingga memungkinkan

kelarutannya dalam media air semakin tinggi dibandingkan dengan pelarut

organik yang lain (Masuelli,2013).Penambahan asam dapat mempercepat proses

denaturasi protein, sehingga dimungkinkan penambahan HCl menyebabkan fraksi

albumin terdenaturasi dan tidak dapat dikuantifikasi menggunakan metode BCG

38

Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Kadar Albumin EIG Berdasarkan Pelarut

4.4 Kapasitas Antioksidan EIG

Uji kapasitas antioksidan dilakukan dengan metode TMAMQ dengan

absorbansi 530 nm (warna ungu). Penambahan EIG pada TMAMQ menyebabkan

turunya absorbansi yang ditunjukkan pada gambar 4.8. Berdasarkan Hidayati et

al., (2018) penurunan absorbansi pada TMAMQ yang diindikasikan dengan

perubahan warna dari ungu menjadi bening yang disebabkan oleh penarikan

radikal bebas. TMAMQ adalah senyawa quinone yang terbentuk dari proses

oksidasi syringaldazine oleh lakase.Antioksidan dalam EIG akan

menyumbangkan elektron ke TMAMQ, sehingga mengubah TMAMQ menjadi

syringaldazine. Selanjutnya, syringaldazine tidak akan teroksidasi kembali

menjadi TMAMQ karena tidak tersedianya lakase, sehingga warna dari larutan

akan tetap bening (Prasetyo et al., 2010 ; Hidayati et al., 2018).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan

tertinggi didapatkan pada perlakuan menggunakan pelarut akuades (baik pada

pemanasan 10 menit ataupun 30 menit) dengan mereduksi TMAMQ sebesar 7,04

± 0,49 μM. Sedangkan kapasitas antioksidan terendah didapatkan pada perlakuan

3.64

4.35

3.32

4.01

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

1 2

Alb

um

in

(mg

/dl)

Kadar Albumin EIG

Keterangan :

C10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1 (10 menit)

C30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1(30 menit)

Air10 = Rasio berat daging – volume Akuades - 1 : 1 (10 menit)

Air30 = Rasio berat daging – volume Akuades - 1 : 1 (30 menit)

C10

M

C30

M

Air10

M

Air 30

M

39

A30 dengan mereduksi TMAMQ sebesar 3,49 ± 0,27 μM (Gambar 4.8). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan EIG pada semua

perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas antioksidan ikan kakap

putih (0,43 μM) dan ikan rohu (0,025 μM) (Narsing et al., 2012). Selanjutnya,

kapasitas antioksidan EIG dalam penelitian ini3 kali lebih tinggi dibandingkan

kapasitas antioksidan α-Tocopherol(2.29 μM) dan 3,7 kali lebih tinggi

dibandingkan kapasitas antioksidan asam askorbat (1.86 μM)(Prasetyo et al.,

2010).

Gambar 4.8 Absorbansi TMAMQ-EIG (10 menit)

Aktifitas antioksidan protein dapat dipengaruhi oleh strukturnya,

diantaranya ; berat molekul, dan asam amino penyusun yang mempunyai atom

bebas (-H), meliputi His (histidine), Trp (Tryptophan), Phe (phenylalanine), Pro

(Proline), Gly (Glycine), lys (lycine), Ile(Isoleucine) and Val (Valine) Zou et al.,

(2016). Albumin diketahui tersusun atas 17 ikatan disulfida yang menghubungkan

asam amino (Spinella et al., 2015). Berdasarkan Gam et al., (2005) terdapat 17

asam amino yang teridentifikasi dalam EIG, dengan kadar His sebesar 2,772-

2,857, Phe (4,734-4,844), Pro (3,618-3,77), Gly (4,815-5,024), Lys (8,8-9,02), Ile

(4,77-5,03) Val (4,892-5,128). Pada albumin diketahui juga terdapat terdapat

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi EIG

Absorbansi TMAMQ-EIG (10 menit)

HCl 0.1

Air

40

cystein (Cys) dengan gugus thiol (-SH) pada ujungnya. yang dapat berinteraksi

secara langsung dengan radikal bebas. Berdasarkan Gam et al., (2005)

menunjukkan bahwa kandungan Cys pada ikan gabus lebih tinggi (0,93-1,203)

dibandingkan dengan ikan salmon (0,8-0,95).

Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Kapasitas Antioksidan EIG Berdasarkan

Perbedaan Rasio (berat-daging – volume pelarut) dan lama perebusan

Selanjutnya, berdasarkan berat molekulnya, albumin tersusun atas asam

amino dengan berat molekul 1300-1400 Da (Merrel et al., 2004). Berdasarkan

Huy et al., (2014), semakin banyak asam amino dengan berat 1300-1400 Da yang

menyusun suatu protein secara signifikan dapat meningkatkan aktivitas

antioksidanya. Berdasarkan hasil uji kadar albumin menunjukkan bahwa

kapasitas antioksidan berkorelasi positif dengan kadar albumin, baik pada

perebusan 10 menit (R=0,955) dan 30 menit (0,968), dimana semakin tinggi kadar

albumin dalam EIG, meningkatkan kapasitas antioksidanya. Oleh karena itu,

3,973 4,13

5,39

7,04

3,493

4,23 4,26

5,13

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

1 2 3 4

Ka

pa

sita

s A

nti

ok

sid

an

M)

Kapasitas Antioksidan

10 menit

30 menit

Keterangan :

A10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,5 (10 menit)

A30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,5 (30 menit)

B10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,75 (10 menit)

B30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 0,75 (30 menit)

C10= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1 (10 menit)

C30= Rasio berat daging – volume HCl 0.1 M - 1 : 1(30 menit)

Air10 = Rasio berat daging – volume Air - 1 : 1(10 menit)

Air30 = Rasio berat daging – volume Air - 1 : 1(30 menit)

A10 A30 B10 B30 C10 C30 Air10 Air30

41

diduga albumin berperan penting dalam penangkapan radikal bebas TMAMQ.

Mekanisme yang tepat yang dalam mendasari aktivitas antioksidan peptida belum

sepenuhnya dipahami (Sarmadi et al., 2010), tetapi berbagai penelitian telah

menunjukkan bahwa peptida dapat berperan sebagai ; inhibitor peroksidasi lipid,

penangkap radikal bebas (scavengers of free radicals) dan Pengendali ion logam

(chelators of transition metal ions) (Najafian et al., 2012; Zou et al., 2016).

42

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”.

43

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan

beberapa hal di bawah ini :

1. Kadar rendeman, protein total, albumin dipengaruhi oleh rasio (berat

daging-volume pelarut), jenis pelarut serta lama perebusan.

2. Optimasi metode ekstraksi untuk produksi protein dan albumin sebagai

antioksidan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut air (1 :1)

dengan perebusan selama 10 menit.

5.2. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini yaitu perlu adanya penelitian lanjutan

tentang profil asam amino EIG serta analisa optimasi metode ekstraksi

menggunakan RSM (Response Surface Methodology). Selain itu, diperlukan uji

analisa mikroba hasil ekstraksi untuk meningkatkan kualitas EIG berdasarkan

keamanan bahan pangan.

44

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”.

45

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, N., I. Trisnawati, Aunurohim, D. Hidayati, N. Aisyatussoffi and A.

Arifiyanto. 2014. Snakehead (Channa striata) extracts treatment towards

hyperglycemic mice (Mus musculus) blood glucose levels and pancreatic

histology structure. Journal Application Biology Science. Vol.4(5): 1-6.

Ahmad,R., K,A, Khan., A, Hasnain., S, Qayyum. 2007. Distribution of major

serum proteins in an airbrea-thing teleost, Channa punctata Bl. (Channidae:

Channiformes). Biomedical Research. Vol. 18 (2). Hal. 123-128.

Akbarirad, H., G, Ardabili, A., Kazemeini, S. M., M, Khaneghah, A. 2016. An

overview on some of important sources of natural antioxidants.

International Food Research Journal. Vol. 23(3). Hal. 928-933

Alfarisy, M, U. 2014. PengaruhJenisKelamindanUkuranterhadapkadar Albumin

padaIkanGabus. TugasAkhir. Repository

InstitutTeknologiSepuluhNopember Surabaya.

Andreeva A, M. 2010. Structureof fish serum albumins. Journal of Evolutionary

Biochemistry and Physiology. Vol. 46 (2). Hal.135–144

Ariesti, L,K .Frasni., Waharina., Ristianingsih, Y. 2015. PengaruhKonsentrasiHcl

Dan KomposisiCampuranKulitPisangPadaEkstraksiPektin Dari KulitPisang

Dan AplikasinyaPada Proses PengentalanKaret. Prosiding Seminar

NasionalTeknik Kimia Indonesia 2015 Sustainable Energy and Mineral

Processing for National Competitiveness, UGM Yogyakarta.

Asfar, M., A, Bakar., Tawali., M, Mahendradatta. 2014. Potensi Ikan Gabus

(Channa Striata) Sebagai Sumber Makanan Kesehatan-Review. Prosiding

Seminar Nasional Teknologi Industri II

Asfar, M., A, Bakar., Tawali., M, Mahendradatta. 2014. Potensi Ikan Gabus

(Channa Striata) Sebagai Sumber Makanan Kesehatan-Review. Prosiding

Seminar Nasional Teknologi Industri II

Bairagi, U., Mittal, P., Mishra B. 2015. Albumin: A Versatile Drug Carrier. Austin

Therapeutics Vol. 2 (2). Hal. 1-6

Bensley, D.M. 2008. Guidance for Industry: Drug Stability Guidelines. USA: U.S.

Department of Health and Human Services (Center for Veterinary

Medicine).

Bouayed, J. and T. Bohn. 2010. Exogenous antioxidants Double-edged swords

Health beneficial effects at physiologic doses versus deleterious effects at

high dosesin cellular redox state. Oxidative Medicine and Cellular

Longevity .Vol.3:4. Hal. 228-237.

Carpentier ,S,C., B, Panis ., A, Vertommen., R, Swennen ., K, Sergeant ., J,

Renaut., K, Laukens., E, Witters., B, Samyn., B, Devreese. 2008. Proteome

analysis of non-model plants: a challenging but powerful approach. Mass

Spectrom Rev. Vol. 4. Hal. 354-77

46

Chasanah, E., M, Nurilmala., A, R, Purnamasari., D, Fithriani. 2015. Chemical

Composition, Albumin Content and Bioactivity of Crude Protein Extract of

Native and Cultured Channastriata. JPB KelautandanPerikanan. Vol.

Hal.123–132

Chen, H., Zaifang, Z., Haiqing, Y., Joann, J,L., Shaorong, L. 2016. Simple Means

for Fractionating Protein Based on Isoelectric Point without Ampholyte.

Anal. Chem., 2016, 88 (18), pp 9293–9299.

Chen, Y. C., &Jaczynski, J. (2007). Protein Recovery From Rainbow Trout

(Oncorhynchusmykiss) Processing byproducts via isoelectric

swolubilization/ precipitation and is gelation properties as affected by

functional additives. Journal of Argicultural and Food Chemistry, 55 (22),

9079-9088.

Courtenay, W, R. Williams, J, D. 2004. Snakeheads (Pisces, Channidae)-A

Biological Synopsis and Risk Assesment. U.S. Geological Survey Circular

1251.

Dhawan, V. 2014. Studies on Respiratory Disorders, Oxidative Stress in Applied

Basic Research and Clinical Practice. Springer Science and Business Media

New York .Hal : 27-47

Dumas,B.T, Watson W.A. Biggs. H.1997. Albumin standards and the

measurement of serum albumin with bromcresol green.

1971.ClinChimActa. 1997 Feb 3;258(1):21-30.

Eklund, P.C., O.K. Langvik, J.P. Warna, T.O. Salmi, S.M. Willfor and R.E.

Sjoholm. 2005. Chemical studies on antioxidant mechanisms and free

radical scavenging properties of lignans. Org. Biomol. Chem. Vol.3: 3336-

3347.

Enerstvedt, K, S., M, O, Sydnes., D, M, Pampanin. 2017. Identification of an

albumin-like protein in plasma of Atlantic cod (Gadusmorhua) and its

biomarker potential for PAH contamination. Heliyon. Vol. 3(8).

Fatwa LPPOM MUI. 2013. DaftarBahanTidakKritis.

SuratKeputusanLembagaPengkajianPanganObat-

obatandanKosmetikaMajelisUlama Indonesia tentangNomor:

SK07/Dir/LPPOM MUI/13.

Fatwa MUI. 2009. HukumAlkohol. MajelisUlama Indonesia Nomor: 11 Tahun

2009.

Firlianty ., E, Suprayitno ., H, Nursyam., Hardoko., A, Mustafa. 2013. Chemical

Composition and Amino Acid Profile of Channidae Collected From Central

Kalimantan, Indonesia. IEESE International Journal of Science and

Technology (IJSTE). Vol. 2. Hal. 25-29

Froese, R., and D. Pauly, editors. 2017. Channaargus(Cantor, 1842).FishBase.

http://www.fishbase.or/summary/Channa-argus.html. Diaksespada 02Maret

2018 pukul 22.15 WIB

47

Gam, L, H. C, Y, Leow, S, Baie. 2005. Amino Acid Composition Of Snakehead

Fish (ChannaStriatus) Of Various Sizes Obtained At Different Times Of

The Year. Malaysian Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol. 3. Hal. 19–

30

Haniffa, M, A, K., P, A, J, Sheela., K. Kavitha., A. M. M. Jais. 2014. Salutary

value of haruan, the striped snakehead Channa striatus a review. Asian

Pacific Journal of Tropical Biomedicine.Vol. 4(Suppl 1). Hal 8-15.

Hidayati, D. Faizah, A. Prasetyo, E,N. Jadid, N. Abdulgani, N. 2018. Antioxidant

Capacity of Snakehead Fish Extract (Channastriata) at Different Shelf Life

and Temperatures. Journal of Physics Conferences Series 1028.

Hui-Chun, W.; Hua-Ming, C.; Chyuan-Yuan, S. 2013. Free amino acids &

peptides as related to antioxidant properties in protein hydrolysates of

mackerel (Scomberaustriasicus). Food Res. Int. Vol 36. Hal. 949-957.

Huy, L, A, P., H, He., P. Huy. 2008. Free Radicals, Antioxidants in Disease and

Health. Int J Biomed Sci.Vol.4(2). Hal 89–96.

KementrianKelautandanPerikanan. 2011. StatistikPerikananTangkap Indonesia,

Capture Fisheries Statistics of Indonesia.

KementrianKelautandanPerikananDirektoratJendralPerikananTangkap

Jakarta.

KementrianKelautandanPerikanan. 2013.

ProfilKelautandanPerikananProvinsijawaTimuruntukMendukungIndustrialis

asi KP. Pusat Data

StatistikdanInformasiSekretariatJenderalKementrianKelautandanPerikanan.

Keppy N. K., Michael,W.A. 2009. The Biuret Method for the Determination of

Total Protein Using an Evolution Array 8-Position Cell Changer. Thermo

Fisher Scientific, Madison, WI, USA.

Litbangkes. 2013. RisetKesehatanDasar.

BadanPenelitiandanPengembanganKesehatanKementrianKesehatan RI.

Lobo, V., A. Patil., A. Phatak., N. Chandra. 2010. Free Radicals, Antioxidants

And Functional Foods: Impact On Human Health. Pharmacogn Rev. Vol

4[(8). Hal. 118–126.

Mæhre, H,K. Lars D, Guro K. E, Edel O. E, Ida-J, J.2018. Protein

Determination—Method Matters. Foods. Jan; 7(1): 5.

Mas‘uliati, F. 2012. PengaruhKonsentrasiHCldanSuhuPemanasanSelama Proses

DemineralisasiterhadapKualitasChitinchitosanCangkangKerangKerangPutih

(Paphia textile) sertaAplikasi Chitosan sebagaiBahanPengawetIkan Segar.

UMM Institutional Repository

Masuelli, M. A., 2013. Study of Bovine Serum Albumin Solubility in Aqueous

Solutions by Intrinsic Viscosity Measurements. Advances in Physical

Chemistry. Vol. 2013

48

Merrell, K. Southwick, K. Graves, S,W. Esplin, M,S. Lewis, N, E. Thulin, C, D.

2004. Analysis of Low-Abudance, Low-Molecular-Weight Serum Proteins

Using Mass Spectrometry. Journal of Biomoleculartechnniques 15(4):238-

248.

Metcalf, V, J., P, M, George., S, O. Brennan. 2007. Lungfish albumin is more

similar to tetrapod than to teleost albumins: purification and characterisation

of albumin from the Australian lungfish, Neoceratodusforsteri. Comp

BiochemPhysiol B BiochemMol Biol. Vol. 147(3). Hal. 428-37.

Mustafa, A., H. Sujuti, N. Permatasari and M.A. Widodo. 2013. Determination of

nutrient contents and amino acid composition of Pasuruan Channa striata

extract. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE).

Vol.2(4): 1-11.

Mustafa, A., M.A. Widodo and Y. Kristianto. 2012. Albumin and zinc content of

snakehead fish (Channa striata) extract and its role in health. IEESE

International Journal of Science and Technology. Vol.1(2): 1-8.

Najafian, L., Babji A,S. 2012. A review of fish-derived antioxidant and

antimicrobial peptides: their production, assessment, and applications.

Peptides. Vol. 33(1). Hal. 178-85.

Naqash, S, Y.,R, A, Nazeer. 2013. Antioxidant and functional properties of

protein hydrolysates from pink perch (Nemipterus japonicus) muscle. J

Food Sci Technol. Vol.(5). Hal. 972-8.

Narsing, G, R. 2013. Physico-Chemical, Functional and Antioxidant Properties of

Roe Protein Concentrates from Cyprinus carpio and Epinephelus tauvina

Galla Narsing Rao. J.Food Pharm.Sci. Vo.1. Hal. 81-88

Nimse, S.B. and D. Pal. 2015. Free radicals, natural antioxidants, and their

reaction mechanisms. Royal Society of Chemistry Advance. Vol.5: 27986-

28006.

Nitipong, J., R. Nongnuch, R. Kamonwan and K. Teeraporn. 2014. Effects of

combined antioxidants and packing on lipid oxidation of salted dried

snakehead fish (Channastriata) during refrigerated storage. International

Food Research Journal. Vol.21(1): 91-99.

Nugroho, M. 2013. The Effect of Temperature and Duration of the Steaming

Extraction Albumin Content and Yield from the Fish Gabus

(OphiocephalusStriatus). JurnalSaintekPerikanan (8):38-43.

Nurdiansyah, R., Rifa‘i, M., Widodo. 2016. A comparative analysis of serum

albumin from different species to determine a natural source of albumin that

might be useful for human therapy. Journal of Taibah University Medical

Sciences (11):3 243-249.

Paiko, A, M., Hashim R, A, Aliyu ,O. 2012. Comparison of the Whole Body

Composition of Fatty Acids and Amino Acids between Reared and

49

Wild Snakehead Fish Channa striata (Bloch 1793) Juveniles. Asian

Fisheries Science Vol.25. Hal. 330-342

Pandey, B. N. 2006. Animal Sciences and Environmental Issues. APH Publishing

Corporation 5 Ansari Road, Darya Gaanj. New Delhi 110 002.

Pedreschi R, Hertog M, Lilley KS, Nicolaï B. 2010. Proteomics for the food

industry: opportunities and challenges. Crit Rev Food Sci Nutr. 2010

Aug;50(7):680-92. doi: 10.1080/10408390903044214.

Pelegrine, D. H. G., &Gasparetto, C. A. (2005). Whey Proteins Solubility as

Function of Temperature and pH. LWT-Food Science and Technology,

38(1) 77-80.

Phaniendra, A., D. Babu Jestadi., L. Periyasamy. 2015. Free Radicals: Properties,

Sources, Targets, and Their Implication in Various Diseases. Indian J Clin

Biochem. Vol. 30 (1). Hal. 11–26.

Prasetyo, E.N., T. Kudanga, W. Steiner, M. Murkovic, G.S. Nyanhongo and G.M.

Guebitz. 2010. Laccase-generated tetramethoxy azobismethylene quinone

(TMAMQ) as a tool for antioxidant activity measurement. Food Chemistry.

Vol.118: 437-444.

Prasetyo, E.N., T. Kudanga, W. Steiner, M. Murkovic, W. Wonisch, G.S.

Nyanhongo and G.M. Guebitz. 2010. Cellular and plasma antioxidant

activity assay using tetramethoxy azobismethylene quinone. Free Radical

Biology & Medicine. Vol.49: 1

Prata, A, S. Sgarbieri, V, C. 2008. Composition and physicochemical properties of

two protein fractions of bovine blood serum. Journal Food Science and

Technology (28):4.

Pubchem. 2018.

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/hydrochloric_acid#section=To

p . Diaksespadatanggal 21 Juni 2018 Pukul 20.00 WIB.

Qin, J., A,W, Fast., A, T, Kai. 1997. Tolerance of Snakehead Channa striatus to

Ammonia at Different pH. Journal Of The World Aquaculture Society Vol.

(1) 28. Hal.87–90.

Qixing.J., Ma. Z., Wang. S., Xu. Y.,, Tang. F., Xu.X., Yu. P., Xia.W. 2014. Effect

of Temperature on Protein Compositional Changes of Big Head Carp

(Aristichthys nobilis) Muscle and Exudates. Food Science and Technology

Research, 20 (3), 655_ 661, 2014.

Rahayu et al., 2016

Rahman, T., I. Hosen, M. M. T. Islam., H. U. Shekhar.2012. Oxidative stress and

human health. Advances in Bioscience and Biotechnology. Vol [3]. Hal.

997-1019

Romadhoni, A, R.,, E, Afriantoa.,R, I Pratamaa, R, Grandiosab. 2016. Extraction

of Snakehead Fish [Ophiocephalus striatus (Bloch, 1793)] Into Fish Protein

50

Concentrate as Albumin Source using Various Solvent. Aquatic Procedia.

Vol. 7. Hal. 4 – 11

Santoso, A. H., 2001. Ekstraksi Crude Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus

striatus) : Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan Serta Fraksinasi Albumin

Menggunakan Asam. Effect of Temperature and Heating Period, the

Fractionation Albumin Using Acid Solution]. Final Research Report.

Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya Malang

Sinurat, E., Rosmawaty P., &Saepudin E. (2011).

Ekstraksidanujiaktivitasfukoidandarirumputlautcokelat

(Sargassumcrassifolium) sebagaiantikoagulan.

JurnalPascapanendanBioteknologiKelautandanPerikanan, 6 (2),131-138.

Søbye. A., Asger. K., Marie-Louise.K. L., Mia.D. J. 2015. A study of the stability

of Hen Egg-White Lysozyme exposed to chemical and thermal denaturation

at pH 4, pH 7, and pH 10. School of Engineering and Science Aalborg

University.

Song. J. 2009. Insight into ―insoluble proteins‖ with pure water. FEBS Letters 583

(2009) 953–959.

Spinella, R., Sawhney, R., Jalan R. 2016. Albumin in chronic liver disease:

structure, functions and therapeutic implications. Journal of Hepatology

International 10(1):124-132

Suhartono, E., Triawanti, A. Yunanto, R.T. Firdaus and Iskandar. 2013. Chronic

cadmium hepatooxidative in rats: treatment with haruan fish (Channa

striata) extract. APCBEE Procedia. Vol.5: 441-445.

Toldra, F. Nollet, L, M, L. 2013. Proteomic In Foods Principles and Applications.

Springer New York.

Vujadinović.D., Radoslav. G., Vladimir. T., Aleksandra. T. 2014. Effects Of

Temperature And Method Of Heat Treatment On Myofibrillar Proteins Of

Pork. Chem. Ind. Chem. Eng. Q. 20 (3) 407−415 (2014).

Yi Ngui, W, S., N, H, Hassan., N, Ramlan., S, I, Zubairi.2017. Malaysia

Snakehead ChannaStriatus and Micropeltes: Physico-chemical Properties of

Fillet Fish Oil and Water-soluble Extract. AIDIC. Vol. 56

Yuniarti, D.W, Sulistyati T.D, Suprayitno E. 2013.

PengaruhSuhuPengeringanVakumTerhadapKualitasSerbuk Albumin

IkanGabus.

Zayas. J. F. 1997. Functionality of Proteins in Food. Springer Science &

Business Media.

Zou.T.B., He.T.P., Li.H.B., Tang.H.W., Xia.E.Q. 2016. The Structure-Activity

Relationship of the Antioxidant Peptides from Natural Proteins.

Molecules. 2016 Jan 12;21(1):72. doi: 10.3390/molecules21010072.

Zuraini et al. 2006, Zuraini A., Somchit M.N., Solihah M.H., Goh Y.M., Arifah

A.K., Zakaria M.S., Somchit N., Rajion M.A., Zakaria Z.A., Mat Jais A.M.,

51

2006, Fatty Acid and Amino Acid Composition of Three Local Malaysian

Channa spp. Fish, Food Chemistry. Vol. 97 (4). Hal. 674-67.

52

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”.

53

Lampiran 1

SKEMA KERJA

IkanGabus (Channastriata)

PenambahanHCl 0.1 M

Rasio1 : 0.5

Ujikadar protein Ujikadar albumin Ujiaktivitasantioksidan

PenambahanHCl 0.1 M

Rasio1 : 0.75

PenambahanHCl 0.1 M

Rasio1 : 1

10 menit

50oC

30 menit

50oC

10 menit

50oC

30 menit

50oC

10 menit

50oC

30 menit

50oC

Penambahan Hexane 1: ¼ selama 5 menitdengan 2 kali pengulangan

Disaringmenggunakankasa

Disaringmenggunakankasa

dikeringkanmenggunakanoven padasuhu 50 ºC(± 10 ºC) selama12 jam.

Ekstrakikangabus (EIG)

53

Lampiran 2,

1. Kadar RendemanKonsentratIkanGabus

Rasio Kadar Rendeman (%)

Daging / HCl 10 menit Rata rata 30 menit Rata rata

1 : 0.5

2.27

2.16 ± 0.10

2.90

2.81 ± 0.10 2.13 2.70

2.07 2.83

1 : 0.75

2.77

2.85 ± 0.09

3.50

3.59 ± 0.15 2.94 3.77

2.83 3.50

1 : 1

3.23

3.30 ± 0.07

3.47

3.69 ± 0.25 3.37 3.63

3.30 3.97

Akuades

3.9

3.90 ± 0.07

4.47

4.47 ± 0.03 3.83 4.43

3.97 4.5

2. Kadar Protein Total KonsentratIkanGabus (EIG)

Rasio Kadar Protein Total (%)

Daging / HCl 10 menit Rata rata 30 menit Rata rata

1 : 0.5

23.48

23.78 ± 0.29

20.84

21.62 ± 1.49 24.07 23.34

23.79 20.68

1 : 0.75

23.68

23.77 ± 0.19

26.67

26.55 ± 1.13 23.64 25.37

23.99 27.62

1 : 1

26.67

26.55 ± 1.13

30.02

29.93 ± 0.12 25.37 29.98

27.62 29.8

Akuades

37.15

34.81 ± 1.37

35.87

36.02 ± 0.14 34.57 36.13

35.06 36.05

54

3. Kadar Albumin KonsentratIkanGabus

Rasio Kadar Albumin (%)

Daging / HCl 10 menit Rata rata 30 menit Rata rata

1 : 0.5

2.83

2.81 ± 0.07

2.9

2.93 ± 0.07 2.87 3.01

2.73 2.88

1 : 0.75

3.09

3.04 ± 0.05

3.44

3.32 ± 0.11 3.00 3.28

3.02 3.24

1 : 1

3.76

3.64 ± 0.11

3.22

3.32 ± 0.14 3.53 3.26

3.63 3.48

1 : 0

4.21

4.35 ± 0.13

4.01

4.01 ± 0.19 4.48 3.83

4.35 4.2

4. KapasitasAntioksidanEkstrakIkanGabus (EIG)

Rasio Kadar Antioksidan

Daging / HCl 10 menit Rata rata 30 menit Rata rata

1 : 0.5

3.95

3.97 ± 0.04

3.8

3.49 ± 0.27 3.95 3.28

4.02 3.4

1 : 0.75

4.12

4.13 ± 0.08

4.39

4.23 ± 0.18 4.21 4.03

4.06 4.27

1 : 1

5.45

5.39 ± 0.06

4.3

4.26 ± 0.13 5.4 4.37

5.33 4.12

1 : 0

7.33

7.04 ± 0.49

5.13

5.13 ± 0.03 7.31 5.1

6.48 5.16

55

Lampiran 3

KonsentrasiKurvaStandarUji Kadar Protein Total

Reagen 1 2 3 4 5 6 7 8 9

3.0 mg/ml

BSA (ml)

- 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.5 2 -

Akuades (ml)

3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.5 1 0

Konsentrasiakhir

(µg/mL)

0 200 400 600 800 1000 1500 2000 3000

Tabel Absorbansi larutan standar uji kadar protein total

Konsentrasi

(µg/mL) Absorbansi

0 0

200 0.070

400 0.142

600 0.208

800 0.280

1000 0.346

1500 0.499

2000 0.657

y = 0.0328x + 0.0088 R² = 0.999

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0 5 10 15 20 25

Ab

sorb

ansi

Konsentrasi (%)

Konsentrasi Protein Total (%)

Gambar 1. Kurvastandarujikadar protein total (%)

56

Perhitungan Kadar Protein Total

1. Perhitungan Kadar Protein Total A10

Konsentrasi

Sampel Absorbansi

Rata

rataabsorbansi

Protein

total (0.5

μg/ml)

Konversi

(%)

0,5 0.397

0.394 11.740 23.480 0,5 0.393

0,5 0.392

0,5 0.411

0.404 12.035 24.069 0,5 0.401

0,5 0.399

0,5 0.396

0.399 11.893 23.785 0,5 0.403

0,5 0.398

2. Perhitungan Kadar Protein Total B10

Konsentrasi

Sampel Absorbansi

Rata

rataabsorbansi

Protein

total (0.5

μg/ml)

Konversi

(%)

0,5 0.399

0.397 11.842 23.684 0,5 0.402

0,5 0.391

0,5 0.404

0.397 11.821 23.643 0,5 0.408

0,5 0.378

0,5 0.401

0.402 11.994 23.988 0,5 0.399

0,5 0.407

3. Perhitungan Kadar Protein Total C10

Konsentrasi

Sampel Absorbansi

Rata

rataabsorbansi

Protein

total (0.5

μg/ml)

Konversi

(%)

0,5 0.452

0.446 13.334 26.669 0,5 0.444

0,5 0.443

0,5 0.417

0.422 12.583 25.166 0,5 0.422

0,5 0.426

0,5 0.415

0.431 12.867 25.735 0,5 0.436

0,5 0.442

57

4. Perhitungan Kadar Protein Total Akuades (10 menit)

Konsentrasi

Sampel Absorbansi

Rata

rataabsorbansi

Protein

total (0.5

μg/ml)

Konversi

(%)

0,5 0.613

0.618 18.573 37.147 0,5 0.615

0,5 0.627

0,5 0.553

0.576 17.284 34.568 0,5 0.582

0,5 0.593

0,5 0.589

0.584 17.528 35.055 0,5 0.576

0,5 0.587

5. Perhitungan Kadar Protein Total A30

Konsentrasi

Sampel Absorbansi

Rata

rataabsorbansi

Protein

total (0.5

μg/ml)

Konversi

(%)

0.5 0.3460

0.351 10.420 20.841 0.5 0.3500

0.5 0.3560

0.5 0.3850

0.392 11.669 23.338 0.5 0.3980

0.5 0.3920

0.5 0.3430

0.348 10.339 20.678 0.5 0.3510

0.5 0.3500

6. Perhitungan Kadar Protein Total B30

Konsentrasi

Sampel Absorbansi

Rata

rataabsorbansi

Protein

total (0.5

μg/ml)

Konversi

(%)

0.5 0.412

0.426 12.725 25.450 0.5 0.424

0.5 0.443

0.5 0.417

0.425 12.685 25.369 0.5 0.422

0.5 0.436

0.5 0.428

0.435 12.999 25.999 0.5 0.456

0.5 0.422

58

7. Perhitungan Kadar Protein Total C30

Konsentrasi

Sampel Absorbansi

Rata

rataabsorbansi

Protein

total (0.5

μg/ml)

Konversi

(%)

0.5 0.502

0.501 15.010 30.019 0.5 0.499

0.5 0.503

0.5 0.503

0.501 14.989 29.979 0.5 0.496

0.5 0.503

0.5 0.494

0.498 14.898 29.796 0.5 0.502

0.5 0.497

8. Perhitungan Kadar Protein Total Akuades (30 menit)

Konsentrasi

Sampel Absorbansi

Rata

rataabsorbansi

Protein

total (0.5

μg/ml)

Konversi

(%)

0.5 0.600

0.597 17.934 35.868 0.5 0.597

0.5 0.595

0.5 0.605

0.602 18.066 36.132 0.5 0.599

0.5 0.601

0.5 0.602

0.600 18.025 36.050 0.5 0.600

0.5 0.599

59

Lampiran 3,

Konsentrasi Kurva Standar Uji Kadar Albumin

Reagen 1 2 3 4 5 6

3.0 mg/ml

BSA (ml)

- 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Akuades (ml)

3 2.9 2.8 2.7 2.6 2.5

Konsentrasi akhir

(µg/mL)

0 100 200 300 400 500

Tabel Absorbansi larutan standar uji kadar protein total

Konsentrasi

(µg/mL) Absorbansi

0 0

100 0.204

200 0.362

300 0.438

400 0.517

500 0.563

Gambar 1. Kurva standar uji kadar Albumin (%)

y = 136.68x2 + 7.9297x + 0.6332 R² = 0.9938

0

10

20

30

40

50

60

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Kad

ar a

lbu

min

(m

g/d

l)

Absorbansi

Kadar albumin

60

1. Perhitungan Kadar Albumin A10

Konsentr

asi

Sampel

(mg/ml)

Absorba

nsi

Rata rata

Absorba

nsi

Kadar

Albumi

n

(mg/ml)

1 0.210 0.205 2.83

1 0.209

1 0.196

1 0.205 0.208 2.87

1 0.209

1 0.210

1 0.188 0.198 2.73

1 0.202

1 0.203

2. Perhitungan Kadar Albumin B10

Konsentr

asi

Sampel

(mg/ml)

Absorba

nsi

Rata rata

Absorba

nsi

Kadar

Albumi

n

(mg/ml)

1 0.212 0.22 3.09

1 0.235

1 0.225

1 0.212 0.22 3.00

1 0.206

1 0.234

1 0.215 0.22 3.02

1 0.235

1 0.207

3. Perhitungan Kadar Albumin C10

Konsentr

asi

Sampel

(mg/ml)

Absorba

nsi

Rata rata

Absorba

nsi

Kadar

Albumi

n

(mg/ml)

1 0.321 0.269 3.755

1 0.236

1 0.251

1 0.252 0.255 3.534

1 0.237

1 0.275

1 0.246 0.261 3.629

1 0.266

1 0.271

4. Perhitungan Kadar Albumin Akuades

Konsentr

asi

Sampel

(mg/ml)

Absorba

nsi

Rata rata

Absorba

nsi

Kadar

Albumi

n

(mg/ml)

1 0.298 0.30 4.21

1 0.292

1 0.306

1 0.317 0.32 4.48

1 0.314

1 0.314

1 0.323 0.31 4.35

1 0.308

1 0.290

5. Perhitungan Kadar Albumin A30

Konsentr

asi

Sampel

(mg/ml)

Absorba

nsi

Rata rata

Absorba

nsi

Kadar

Albumi

n

(mg/ml)

1 0.212 0.21 2.90

1 0.218

1 0.201

1 0.214 0.22 3.01

1 0.219

1 0.221

1 0.213 0.21 2.88

1 0.209

1 0.203

6. Perhitungan Kadar Albumin B30

Konsentr

asi

Sampel

(mg/ml)

Absorban

si

Rata rata

Absorban

si

Kadar

Albumi

n

(mg/ml

)

1 0.245 0.25 3.44

1 0.238

1 0.262

1 0.241 0.24 3.28

1 0.246

1 0.225

1 0.224 0.23 3.24

1 0.243

1 0.236

61

7. Perhitungan Kadar Albumin C30

Konsentrasi

Sampel

(mg/ml)

Absorbansi Rata rata

Absorbansi

Kadar

Albumin

(mg/ml)

1 0.234 0.23 3.22

1 0.239

1 0.226

1 0.208 0.24 3.26

1 0.224

1 0.275

1 0.234 0.25 3.48

1 0.284

1 0.234

8. Perhitungan Kadar Albumin Akuades

Konsentrasi

Sampel

(mg/ml)

Absorbansi Rata rata

Absorbansi

Kadar

Albumin

(mg/ml)

1 0.284 0.29 4.01

1 0.286

1 0.287

1 0.273 0.27 3.83

1 0.272

1 0.278

1 0.297 0.30 4.20

1 0.302

1 0.295

62

Lampiran 4,

63

64

65

66

67

68

Lampiran 5,

1. UjiAnovaRasiodankadarrendeman

69

2. UjiAnovaRasioRendemandenganpelarut yang berbeda

70

3. UjiAnovaRasiodankadar Protein Total

71

4. UjiAnovaRasio Protein Total denganpelarut yang berbeda

72

5. UjiAnovaRasiodan Kadar Albumin

73

6. UjiAnovaRasio Albumin denganpelarut yang berbeda

74

Lampiran 6,

DokumentasiPenelitian

1. PersiapandagingIkangabus

2. PenambahanpelarutHCl 0.1 M danPerebusanmenggunakanwaterbath

75

3. Proses penyaringandagingikangabus

3. Penambahan n-hexane EIG

4. Pembentukanpadasaatpengovenan

76

5. Pembentukanbubuk EIG setelahpengovenan

6. Uji Kadar protein Total

7. Uji Kadar albumin

77

8. Pembuatan TMAMQ

78

“Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”

79

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama lengkap Muhammad Zainul Muttaqin dilahirkan di

Gresik pada tanggal 25 Mei 1990 dari pasangan seorang ayah yang

bernama Masikin A Rochim dan ibu Yuliatun. Tahun 1996-2002

penulis menempuh pendidikan formal pertama di MI. Modern Sunan

Giri (YIS) Gresik, kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama

di SMP N 3 Gresik pada tahun 2002. Pada tahun 2005, penulis

melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA

Muhammadiyah 1 Gresik. Semasa SMA penulis ikut aktif sebagai

anggota organisasi Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM). Tahun

2008 hingga 2013 penulis menempuh pendidikan Sarjana di Jurusan Biologi Institut Teknologi

Sepuluh Nopember Surabaya dan mendapatkan gelar Sarjana sains (S.Si). Setelah menempuh

pendidikan S1, penulis bekerja di lembaga survei yang bekerjasama dengan Australian AID

sebagai data editor wilayah Sulawesi Tenggara-Maluku. Pada akhir tahun 2013 penulis

memutuskan untuk kembali ke Gresik dan bekerja sebagai Suprvisor produksi di industri

pembuatan Mie Instan. Pada awal tahun 2014 keinginan untuk melanjutkan pendidikan membuat

penulis memutuskan untuk berhenti dan mengikuti kursus bahasa di Pare, Kediri. Akan tetapi

kegagalan demi kegalan dalam mendapatkan beasiswa memakasa penulis untuk kembali bekerja

hingga pada akhir tahun 2014 penulis diberi kesempatan untuk bekerja di Taman Safari II prigen

Pasuruan sebagai staf edukasi. Kemudian, pada akhir 2015 setelah mengikuti serangkaian tes,

penulis berhasil mendapatkan beasiswa pascasarjana di departemen Biologi Institut Teknologi

Sepuluh Nopember Surabaya. Pada Tahun 2017 penulis mengikuti program pertukaran pelajar di

Departemen Ilmu Kelautan (Marine Science) Chulalongkorn University, Thailand selama satu

semester. Selama program tersebut, penulis juga melakukan penelitian tentang logam berat pada

ikan-ikan laut Thailand dibawah bimbingan Prof. Penjai Sompongchaiyakul. Sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si.), penulis menyelesaikan penelitian Tesis dalam

bidang Bioteknologi Hasil Perikanan di bawah bimbingan Dr. Dewi Hidayati M.Si..Penulis dapat

dihubungi melalui surat elektronik dengan alamat [email protected]

80

UCAPAN TERIMAKASIH

Penuis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Bapak Masikin A Rochim (Bapak) dan Ibu Yuliatun (Ibu) atas donya dan sebagai

panutan serta sumber semangat ter besar penulis

2. Rizky Amaliah, Moh. Rosyad Indra dan Moh. Ali Faisol sebagai saudara yang telah

banyak memberikan banyak doa dan dukungan kepada punulis

3. Ibu Dr. Dewi Hidayati M.Si, Dra. Nurlita Abdulgani M.Si., Dr.rer.nat. Ir. Maya Shovitri

yang senantiasa memberikan banyak bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan

penelitian

4. Dr. Enny Zulaika, M.P dan Dr. rer. nat. Edwin Setiawan M.Si selaku pembimbing

sekaligus penguji dalam menyelesaikan tesis.

5. Teman pascaasarjana Biologi ITS angkatan pertama (Hefdiyah, Desy, Adisyah, Andri,

Afina, Byan, Maharani, Puryani, Nunik, Alfiah)

6. Saudara Laboratorium Zoology yang menemani selama penelitian (Affendi Adi

Hermawan, Moh Ulya Alfarisy, Syamsul Arifuddin, Dwi Oktafitria, Alfian Amrullah)

7. Saudara Biologi ITS 2008 Limulus polyphemus, terutama kepada Arif Luqman, Riska

Amaliyah, Nurul Hidayati, Enta H. Yurisma, Kurniawan F. Masrif, Puput Perdana W,

Hutami Tri Retnani, Delvi Krismayanti, Widya Inggri

8. Saudara Alumni SMA Muhammadiyah 1 Gresik yang selalu mendukung langkah saya

(Mas Ocik, Mas Gogon, Khoirul Amri, Harley Bayu, Arwinda Dwi Lestari)

9. Saudara di Taman Safari (Irfanuddin, Saifullah H, drh. Faundra, drh. Wardana, drh.

Praticta Ayu)

10. Saudara alumni pendakian Semeru 2011 (Abdil Hakam, Hafiz, Azis, Prihandoko, Tante

Fina, Pakde Awan)

11. Teman Laboratorium Mikrobiologi/Bioteknologi (Maya Erlinda, Irma Atikasari, Heni

megah, Ewik, Yunita)

12. Serta seluruh saudara dan teman penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu