OPTIMALISASI PRODUKTIVITAS SAPI POTONG MELALUI …
Transcript of OPTIMALISASI PRODUKTIVITAS SAPI POTONG MELALUI …
0
LAPORAN AKHIR
TAHUN 2012
OPTIMALISASI PRODUKTIVITAS SAPI POTONG MELALUI INTEGRASI TANAMAN - TERNAK MENUNJANG
PRODUKSI DAGING NASIONAL
Peneliti Utama: Dr. Abdullah M Bamualim, MSc
Anggota:
Dr. Wirdahayati RB. MSc Ir. Azwir K., MSi Ratna A.D., SPt
Jefrey M. Muis, SPt Rahmi Wahyuni SPt
Ir. Sadar Ir. Aguswarman
Agusviwarman, SPt Supriyadi, AMd
Nasril
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SUMATERA BARAT BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2012
1
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Optimalisasi Produktivitas Sapi Potong melalui Integrasi Tanaman - Ternak menunjang Produksi Daging Nasional
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat 3. Alamat Unit Kerja : Jln. Raya Padang-Solok Km 40, Sukarami, Solok 4. Sumber Dana : DIPA-BPTP Sumatera Barat TA. 2012 5. Status Penelitian (L/B) : B
6. Penanggung Jawab a. Nama : Dr. Abdullah M. Bamualim MSc b. Pangkat/Golongan : Pembina Utama / IV-e c. Jabatan : Peneliti Utama 7. Lokasi : Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat 8. Agroekosistem : Lahan Kering Iklim Basah (LKIB) 9. Tahun Mulai : 2012 10. Tahun selesai : 2014 11. Output Tahunan
:
Informasi integrasi sapi-sawit (2012); Paket teknologi pakan sapi potong dan pemanfaatan pupuk organik untuk tanaman sawit (2013); Tersosialisasinya pakan berbasis limbah sawit dan rekomendasi integrasi tanaman - ternak menunjang produksi sapi potong (2014).
12. Output Akhir : Termanfaatnya paket teknologi pakan sapi potong berbasis limbah dan hasil ikutsn agroindustri sawit mendukung peningkatan produksi daging sapi nasional.
13. Biaya : Rp.84.000.000,-
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat, Dr. Hardiyanto MSc
Penanggung Jawab RPTP,
Dr. Abdullah M. Bamualim, MSc NIP. 19600503 196803 1 001 NIP. 19510219 198203 1 001
2
KATA PENGANTAR
Dengan menyampaikan Puji Syukur Alhamdulillah bahwa telah dapat diselesaikan salah satu kegiatan pengkajian dengan judul: “Optimalisasi Produktivitas Sapi Potong melalui Integrasi Tanaman - Ternak menunjang Produksi Daging Nasional”. Kegiatan ini mengambil tempat di Kebun Percobaan (KP) Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
Latar belakang dilaksanakan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produktivitas sapi potong di Sumatera Barat melalui sistem integrasi tanaman - ternak. Salah satu tanaman perkebunan yang potensial dimanfaatkan adalah tanaman sawit yang telah mencapai luas 350.000 ha di wilayah Sumatera Barat. Sistem integrasi tanaman sawit dengan ternak sapi memberi bermacam manfaat antara lain limbah dan hasil ikutan agroindustri tanaman sawit menjadi sumber pakan yang menghasilkan daging, susu dan tenaga ternak, serta kotoran ternaknya menjadi sumber pupuk organik untuk mempertahankan kesuburan lahan. Dengan demikian pertimbangan mendasar dalam kegiatan ini adalah memanfaatkan pakan lokal untuk memacu pertumbuhan sapi potong dengan menggunakan hasil ikutan tanaman sawit. Apalagi KP Sitiung kini digunakan sebagai kebun sumber daya genetik tanaman sawit nasional, menjadikannya sebagai salah satu lokasi yang ideal sebagai lokasi percontohan pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak.
Semoga hasil yang dicapai ini berkelanjutan dan membantu memenuhi komitmen nasional dalam menjamin kebutuhan daging bagi masyarakat Indonesia, dan menjadi amal saleh bagi tim peneliti yang terlibat dalam kegiatan ini. Amin.
Desember 2012,
Penanggung Jawab RPTP, Dr. Abdullah M. Bamualim, MSc NIP. 19510219 198203 1 001
3
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN 1 KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3 DAFTAR TABEL 4 DAFTAR GAMBAR 5 RINGKASAN EKSEKUTIF 6 EXECUTIVE SUMMARY 7 BAB I PENDAHULUAN 8 1.1 Latar Belakang 8 1.2 Dasar Pertimbangan 9 1.3 Tujuan Pengkajian 9 1.4 Keluaran (Output) yang diharapkan 10 1.5 Hasil (Outcomes) yang diharapkan 10 1.6 Manfaat (Benefit) yang diharapkan 10 1.7 Dampak (Impact) yang diharapkan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 2.1 Kerangka Teoritis 11 2.2 Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Terkait 12 BAB III METODOLOGI PENGKAJIAN 13 3.1 Tempat dan Waktu 13 3.2 Bahan dan Alat 13 3.3 Metoda Pelaksanaan Pengkajian 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4.1 Hasil 16 4.2 Pembahasan 20 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 22 BAB VI DAFTAR PUSTAKA 23 BAB VII KINERJA KEGIATAN 24 LAMPIRAN : Dokumentasi Kegiatan 25
4
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Bahan pakan yang diberikan pada masing-masing kelompok 14
2. Perubahan bahan pakan yang diberikan pada masing-masing kelompok 14
3. Bahan kering dan kandungan kimia (Protein, P, Ca, dan S) beberapa jenis pakan yang digunakan pada pengkajian ini (nilai dalam %).
16
4. Konsumsi pakan pada Perlakuan I (berbasis hijauan rumput/jerami) dan Perlakuan II (berbasis hijauan sawit).
16
5. Hasil penimbangan ternak (kg/ekor)selama bulan April sampai Agustus 2012.
17
6. Rataan hasil penimbangan dari bulan April sampai dengan bulan Agustus 2012 (nilai dalam kg/ekor).
17
7. Waktu pengamatan, jumlah tandan dan berat tandan/10 pohon sawit, rata-rata/panen/ha dan kenaikan produksi pada perlakuan pemberian pupuk organik.
19
5
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Rata-rata berat badan sapi (kg/ekor) yang mendapat Perlakuan 1 (berbasis rumput/jerami fermentasi) dan Perlakuan 2 (hijauan sawit).
18
2. Jumlah tandan sawit/panen/ha 19
3. Hasil produksi sawit/panen/ha 20
6
RINGKASAN EKSEKUTIF
BPTP Sumatera Barat sebagai institusi pengkajian Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, mempunyai peran strategis sebagai penyedia teknologi pertanian tepat guna di wilayah Sumatera Barat, khususnya untuk melaksanakan kegiatan pengkajian melalui inovasi teknologi pertanian, termasuk peternakan.
Secara umum, masalah utama pengembangan peternakan adalah keterbatasan produksi hijauan pakan ternak. Salah satu hasil ikutan tanaman perkebunan yang potensial sebagai sumber pakan adalah kelapa sawit. Meskipun hasil sisa pertanian dan hasil ikutan agroindustri sawit produksinya cukup melimpah, namun belum termanfaatkan secara optimal. Kegiatan pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pakan supplemen berbahan baku hasil ikutan tanaman sawit. Pengkajian ini dilaksanakan di lokasi KP Sitiung menggunakan ternak dan tanaman sawit.
Materi ternak yang digunakan adalah 12 ekor sapi simental berumur 1,5-2 tahun. Perlakuan yang diuji berupa pemberian hijauan sawit yang disilase dan suplementasi hasil ikutan agro-industri sawit (bungkil inti sawit dan solid). Selain itu, kotoran sapi digunakan sebagai sumber pupuk organik bagi tanaman sawit, yakni membandingkan pupuk organik yang dibenamkan vs yang dibiarkan dalam karung di sekitar pohon sawit. Parameter yang diamati meliputi: konsumsi pakan, pertumbuhan ternak, pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik, dan produksi tanaman sawit.
Keluaran yang dihasilkan adalah tersedia informasi pakan limbah tanaman sawit yang dapat digunakan sebagai pakan pokok serta pakan suplementasi yang berasal dari limbah (pelepah dan daun sawit) dan hasil ikutan agroindustri tanaman sawit (bungkil inti sawit dan solid) yang mendukung pertumbuhan sapi yang optimal di Sumbar.
Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara kedua perlakuan tersebut, dengan kata lain bahwa hijauan sawit yang disilase dapat digunakan untuk mengganti sebagian (substitusi) hijauan rumput atau jerami padi sebagai pakan dasar. Demikian pula halnya dengan pemanfaatan pupuk organik, hasilnya menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dengan cara ditanam pada sekitar kanopi tanaman sawit memberi ahsil yang lebih tinggi daripada pupuk organik yang dimasukkan ke dalam karung dan diletakkan di sekeliling pohon sawit. Kedua jenis pemupukan organik tersebut memberi hasil yang lebih tinggi daripada pemupukan standar menggunakan pupuk kimia.
Kata kunci : Sistem integrasi, Sapi potong, Pakan Suplemen, Hasil ikutan tanaman sawit,
Bungkil inti sawit, Solid, Jerami padi fermentasi, Pupuk organik.
7
EXECUTIVE SUMMARY
The Assessment Institute of Agriculture Technology in West Sumatera (BPTP Sumatera Barat), play an important and strategic role to produce the appropriate technologies, and undertaking assessment and dissemination activities in agriculture, including livestock aspects, in West Sumatera.
In general, feed supply is the main constraint in the beef cattle production due to the scarcity of forages and lack of manpower to provide adequate feeds to the animals. On the other hand, the foliage and by products of agro-indsustrial plant, such as palm oil industrial by products are abundantly available. These materials can be used as the major sources of feed supply, as their nutritional standard for animal feed is suitable for basal or supplement diet of beef cattle.
An experiment has been conducted at Sitiung Instalation using cattle and oil palm plants. The animal material consisted of 12 head of Simental cattle with the age of 1.5-2 years old. The treatments consisted of feeding the animals with oil palm by-products (frond and palm kernel cake). In addition, the cattle manure to be used as organic fertilizer for oil palm plants by comparing those implemented under the soil vs. those being withstand around the palm oil trees. The parameters observed including: feed consumption, animal growth, animal manure produced, and palm oil fruit pruduction.
The output of the assessment activity is the available information on feed resource derived from oil palm foliage and its by-products for beef cattle feed in West Sumatera.
The results showed that there is no difference between the treatments which indicate that the foliage from oil palm plants can be used as substitution of forages and rice straw for beef cattle. The utilization of cattle manure for organic fertilizer indicated that those implemented under the soil produced higher fruits production than those being withstand around the palm oil trees above the routine chemical fertilizer. Key words : Integration system, Beef cattle, Feed supplement, Palm oil plant by-products,
Palm kernel cake, Solid, Rice straw fermentation, Organic fertilizer.
8
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Hasil sensus ternak sapi dan kerbau pada tahun 2011 memperlihatkan jumlah
populasi sapi nasional telah mencapai 14,8 juta ekor. Besarnya populasi sapi tersebut
sebenarnya cukup memadai untuk memenuhi swasembada daging dalam negeri,
walaupun masih harus diimpor dalam jumlah terbatas. Namun demikian, hasil sensus
tersebut di Sumatera Barat (Sumbar) menunjukkan bahwa populasi sapi potong malahan
menurun, yang semula diperkirakan sekitar 600.000 ekor pada tahun 2010 menjadi hanya
sekitar 327.000 ekor. Sejalan dengan hal itu, Pemerintah Daerah (Pemda) Sumatera Barat
(Sumbar) merespon dengan cara mendorong berkembangnya usaha sapi potong melalui
pemanfaatan sumberdaya lokal. Program tersebut bertujuan untuk menyukseskan
Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014 dengan sasaran utama
memenuhi konsumsi daging domestik maupun regional di Pulau Sumatera bagian tengah.
Pemda menargetkan produksi sebesar 80.000 ekor sapi potong setiap tahun dan
pertambahan populasi sebanyak 2,5% pada tahun 2014 (Edwardi, 2009).
Secara umum, peternakan sapi di Sumbar didominasi usaha peternakan rakyat
yang tersebar pada 180.000 KK di kawasan pedesaan. Manajemen pemeliharaan ternak
masih menggunakan sistem konvensional mengandalkan pakan yang berasal dari rumput
alam yang terdapat di lahan penggembalaan, pematang sawah, dan tepi sungai. Produksi
rumput alam tidak terjamin karena tergantung kondisi musim. Kenyataan tersebut
mengakibatkan produktifitas ternak sapi berfluktuatif, dengan pertambahan berat badan
hanya sekitar 0,1-0,3 kg terjadi akibat kekurangan produksi rumput alam di musim
kemarau (Dinas Peternakan Sumbar, 2007).
Berdasarkan kondisi demikian, peternakan rakyat di Sumbar membutuhkan sumber
pakan alternatif yang berasal dari sumberdaya pertanian dan perkebunan dalam rangka
meningkatkan produktivitas ternak sekaligus mengantisipasi kekurangan hijauan yang
seringkali terjadi. Di antaranya melalui sistem integrasi tanaman - ternak yang selama ini
belum didayagunakan secara maksimal, sehingga manfaatnya secara ekonomis belum
dirasakan (Wirdahayati dan Bamualim, 2006). Terdapat hubungan timbal balik dalam
pemanfaatan sumberdaya pada sistem usahatani tanaman-ternak. Dalam hal ini, limbah
dan hasil ikutan agroindustri menjadi sumber bahan pakan yang menghasilkan daging,
susu dan tenaga ternak. Sebaliknya, kotoran ternak menjadi sumber pupuk organik untuk
mempertahankan kesuburan lahan.
9
Oleh karena itu, kegiatan pengkajian “Optimalisasi Produktivitas Sapi potong
melalui Integrasi Tanaman - Ternak menunjang Produksi Daging Nasional” sangat relevan
dengan program daerah dan program Kementerian Pertanian.
1.2 Dasar Pertimbangan
Merosotnya jumlah populasi sapi potong di Provinsi Sumbar, dari perkiraan semula
sebanyak 600.000 ekor menjadi 327.000 ekor merupakan suatu tantangan sekaligus
peluang untuk meningkatkan populasi sapi tersebut. Peningkatan populasi dan
produktivitas sapi potong memungkinkan untuk diterapkan di wilayah Sumbar, ditinjau
dari dua sisi, yaitu: (i) Adanya potensi untuk meningkatkan populasi secara signifikan
melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia, dan (ii) Terdapat peluang
memanfaatkan sumberdaya tanaman perkebunan, khususnya sawit, sebagai sumber
pakan bagi pengembangan peternakan sapi potong.
Para petani di sekitar lahan perkebunan sawit rakyat sebenarnya sudah terbiasa
menggembalakan ternak sapinya di bawah pohon sawit. Pada umumnya ternak tersebut
memanfaatkan hijauan yang terdapat di antara tanaman sawit dan juga mengonsumsi
sisa-sisa butiran biji kelapa sawit yang terjatuh ketika dipanen setiap 2-3 minggu sekali,
sehingga pada umumnya kondisi ternaknya cukup memadai. Namun demikian,
pemanfaatan limbah dan hasil ikutan agro-industri sawit masih belum optimal. Padahal
beberapa hasil penelitian dan pengkajian telah memperlihatkan bahwa pemanfaatan
limbah dan hasil ikutan tanaman sawit dapat meningkatkan pertumbuhan dan reproduksi
ternak sapi secara signifikan. Oleh karena itu, hasil kegiatan pengkajian tersebut akan
memperkaya informasi dan rekomendasi teknis dalam rangka menggalakkan
pengembangan sistem integrasi sapi-sawit di wilayah Sumbar.
1.4 Tujuan Kegiatan
Tujuan akhir: Memperoleh teknologi pakan sapi potong berbasis limbah dan hasil ikutan
agroindustri tanaman sawit di wilayah Sumbar menunjang produksi daging nasional.
Tujuan tahunan: Memperoleh alternatif penyediaan pakan berbasis tanaman
perkebunan dalam rangka meningkatkan produksi sapi potong dan tanaman sawit melalui
sistem integrasi sapi-sawit di Sumbar.
10
1.4 Keluaran yang Diharapkan
Kegiatan ini diharapkan memberikan keluaran tahun berjalan, sebagai berikut:
(a) Tersedia alternatif pakan sapi potong berbasis limbah sawit (pelepah) dan hasil ikutan
agroindustri tanaman sawit (bungkil inti sawit + solid) mendukung pertumbuhan sapi
potong yang optimal, dan
(b) Dimanfaatkan kotoran sapi sebagai sumber pupuk organik bagi tanaman sawit.
1.5 Hasil (Outcomes) yang Diharapkan
Kegiatan ini diharapkan memberikan hasil pada tahun berjalan, sebagai berikut:
(a). Satu paket teknologi pakan sapi potong berbasis limbah dan hasil agroindustri
tanaman sawit di wilayah Sumbar.
(b). Tersedia rekomendasi pengembangan sistem integrasi sapi-sawit.
1.6 Manfaat (Benefit) yang Diharapkan
Kegiatan ini diharapkan memberikan manfaat (benefit) dalam tahun berjalan yakni
tersedianya bahan pakan alternatif berbasis sumberdaya lokal untuk sapi potong di
Sumbar.
1.7 Dampak (Impact) yang Diharapkan
Kegiatan ini diharapkan memberikan dampak (impact) pada tahun berjalan dengan
meluasnya pemanfaatan sumberdaya perkebunan sawit sebagai pakan bermutu dan
pemanfaatan pupuk organik. Disamping itu semakin tersosialisasi pola pemeliharaan sapi
potong melalui sistem integrasi sapi - sawit di wilayah Sumbar.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
Pengembangan sapi potong di wilayah Sumbar memiliki prospek agribisnis dan
seyogyanya mendapat prioritas seiring dengan adanya program swasembada daging
(Syahruddin, 2006). Setiap tahun, pemotongan sapi potong mencapai 50.000-60.000 ekor.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pemotongan sapi semakin berkurang
karena terbatasnya jumlah ternak yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas
sehingga harus didatangkan dari propinsi lain (Hosen, 2006).
Salah satu penyebab utama lambatnya laju peningkatan populasi sapi potong di
Sumbar adalah keterbatasan pakan, baik kualitas maupun kuantitasnya (Bamualim et al.,
2006). Padahal di sisi lain terdapat potensi yang besar untuk memperoleh sumber pakan
dari sisa-sisa hasil tanaman pangan dan perkebunan. Dengan semakin meningkatnya
produksi tanaman pangan dan meluasnya tanaman perkebunan akan meningkatkan juga
ketersediaan sisa-sisa hasil tanaman sebagai sumber pakan bagi ternak sapi. Dengan kata
lain, pengembangan Sistem Integrasi Tanaman - Ternak (SITT) merupakan alternatif yang
tersedia untuk meningkatkan produktivitas sapi potong di wilayah Sumbar.
Sistem integrasi tanaman–ternak dimaksudkan dengan suatu sistem pertanian
yang dicirikan oleh keterkaitan komponen tanaman dengan ternak dimana hijauan
tanaman dan residu hasil tanaman merupakan salah satu sumber pakan utama dan
sebaliknya ternak menyediakan pupuk organik yang penting bagi pertumbuhan tanaman
(Pasandaran et al., 2006). SITT dicirikan oleh tiga asas, yaitu: (a) Pemanfaatan dan
konservasi sumberdaya alam, (b) Keberlanjutan sistem biologi dan sumber bahan organik,
dan (c) Peningkatan pendapatan dan stabilitas produksi (Djajanegara et al., 2006). Salah
satu luaran utama SITT adalah meningkatnya daya dukung pakan bagi ternak ruminansia
(Bamualim dan Tiesnamurti, 2009), selain berbagai luaran tambahan yang tidak diperoleh
kalau usaha itu dilakukan secara monokultur.
Tanaman perkebunan yang memiliki potensi terbesar dalam hubungannya dengan
pengembangan sapi potong adalah kelapa sawit. Semakin meluasnya perkebunan sawit
membuka peluang bagi pengembangan sapi potong di perkebunan sawit karena adanya
sinergisme sumberdaya antar kedua komoditi tersebut. Oleh karena itu, kegiatan ini
difokuskan pada dampak integratif antara ternak sapi dengan tanaman sawit, terhadap
produktivitas sapi potong di Sumbar.
12
2.2 Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Terkait
Hasil penelitian mempelihatkan bahwa sapi yang memperoleh pakan yang tersusun
sepenuhnya dari produk samping kelapa sawit mampu memberikan respon pertumbuhan
harian (ADG) sejumlah 0,34 kg (Mathius et al., 2004). Selanjutnya, pemberian pakan
dengan komposisi pelepah sawit 55%, rumput lapangan 30% dan solid merupakan pakan
alternatif cukup baik untuk sapi potong penggemukan. Pertambahan berat badan yang
dihasilkan 0,23 kg/hari dan jumlah konsumsi pakan sebesar 8,85 kg/ekor/hari (Azmi dan
Gunawan, 2005).
Pengkajian yang dilakukan oleh BPTP Sumbar pada tahun 2011 di Kabupaten
Pasaman Barat (Wirdahayati et al., 2011) dan di Kabupaten Dharmasraya (Bamualim et
al., 2011) menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dengan memberi pakan tambahan
bungkil inti sawit (BIS) pada ternak sapi. Hasil yang dicapai adalah pertambahan bobot
badan yang signifikan, dan kenaikan tingkat reproduksi pada sapi induk. Selanjutnya,
Kebun Percobaan Sitiung yang berbasis tanaman sawit dapat dijadikan ajang percontohan
sistem integrasi sapi-sawit bagi masyarakat petani dan penentu kebijakan di wilayah
Sumbar (Bamualim et al., 2011).
13
III. METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Tempat dan Waktu (i) Tempat
Kegiatan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP) Sitiung, BPTP Sumbar. Sejak
tahun 2006 BPTP Sumbar telah melakukan penanaman kebun kelapa sawit seluas ± 10 ha
yang telah mulai berproduksi. Dalam tahun 2012, melalui kerjasama antara Badan Litbang
Pertanian dengan Direktorat Jenderal Perkebunan, direncanakan untuk menanami sekitar
20 ha diperuntukkan bagi sumber genetik tanaman sawit nasional dan seluas 20 ha untuk
tanaman sawit produksi. Dengan demikian, lokasi KP Sitiung sangat strategis dijadikan
lokasi pengkajian untuk kegiatan integrasi tanaman sawit dengan ternak sapi.
(ii) Waktu
Kegiatan pengkajian dilaksanakan sepanjang tahun anggaran TA 2012, dengan
melakukan aplikasi pemberian pakan limbah dan hasil agroindustri tanaman sawit pada
sapi potong, serta melakukan pengujian pemberian pupuk organik pada tanaman sawit.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan pengkajian ini meliputi ternak,
tanaman sawit, alat timbangan ternak dan berbagai materi kandang yang diperlukan
untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan pengkajian tersebut.
Pengkajian ini dilaksanakan menggunakan sapi simental sebanyak 12 ekor sapi
Simental berumur sekitar 1,5-2 tahun.
Untuk mengamati pengaruh pemberian pupuk organik pada tanaman sawit maka
digunakan sebanyak 30 tanaman sawit dengan umur yang sama dan telah berproduksi
yang digunakan untuk perlakuan pemupukan.
3.3 Metoda Pelaksanaan Pengkajian
Rancangan Penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2
perlakuan pakan dengan 6 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:
Perlakuan I: Pakan dasar berbasis rumput dan jerami padi fermentasi (100%). Sebagai
pakan suplemen diberi bungkil inti sawit (BIS) dan solid 1% sekitar dari
berat badan (setara dengan 3 kg BIS/ekor/hari dan 2 kg solid/ekor/hari),
14
Perlakuan II: Pakan dasar berbasis silase hijauan pelepah dan daun sawit (100%).
Sebagai pakan suplemen diberi BIS dan solid sebesar 1% dari berat badan
(sama dengan perlakuan I).
Perlakuan di atas memperlihatkan bahwa pemberian pakan ditentukan oleh
perbedaan pakan dasar yakni membandingkan antara hijauan rumput dan jerami
fermentasi dengan daun pelepah sawit seperti yang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Bahan pakan yang diberikan pada masing-masing kelompok Bahan Pakan Kelompok I Kelompok II
Jumlah ternak (ekor) 6 6 Jerami fermentasi/rumput segar (kg) 20 - Silase Pelepah-daun sawit/ rumput segar (kg) - 20 Bungkil Inti Sawit (kg) 3 3 Solid (kg) 2 2 Dedak Padi (kg) 0,5 0,5 Mineral (kg) 0,01 0,01 Harga pakan (Rp/hari/ekor) 9.950 7.950
Untuk setiap ton silase hijauan sawit dibutuhkan bahan terdiri dari pelepah dan
daun sawit yang dicincang menggunakan chopper, 4 kg gula saka, 2,5 kg urea dan 10 kg
dedak, yang dicampur merata dan disimpan dalam plastik kedap udara selama minimal 2
minggu sebelum diberikan kepada ternak. Semua ternak diberi mineral mix.
Namun demikian, pada awal kegiatan pengkajian, tingkat palatabilitas silase
daun sawit agak lebih rendah dari hijauan rumput maka tidak semua silase tersebut dapat
dikonsumsi. Oleh karena itu dalam perjalanan pengkajian ini maka pada perlakuan II tetap
diberikan hijauan rumput dan jerami fermentasi sebanyak 50% dari total pakan dasarnya
seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Perubahan bahan pakan yang diberikan pada masing-masing kelompok Bahan Pakan Kelompok I Kelompok II Jumlah ternak (ekor) 6 6 Jerami fermentasi/rumput segar (kg) 20 10 Silase Pelepah-daun sawit/ rumput segar (kg) - 10 Bungkil Inti Sawit (kg) 3 3 Solid (kg) 2 2 Dedak Padi (kg) 0,5 0,5 Mineral (kg) 0,01 0,01 Harga pakan (Rp/hari/ekor) 9.950 8.950
15
Untuk mengamati pengaruh pemberian pupuk organik pada tanaman maka akan
diuji-coba di lapangan dengan menggunakan tanaman sawit dengan perlakuan:
A. Tanaman sawit dengan pemupukan anorganik sesuai standar pemupukannya
sebanyak10 pohon sawit yang telah berproduksi.
B. Tanaman sawit dengan pupuk anorganik dan pupuk organik yang diisi dalam karung
dan ditempatkan di sekeliling pohon sawit (3 karung pupuk/pohon) sebanyak 10
pohon sawit.
C. Tanaman sawit dengan pupuk anorganik dan pupuk organik yang dibenamkan dalam
tanah (sebanyak 3-4 karung pupuk ditanam sekeliling kanopi pohon sawit) sebanyak
10 pohon sawit.
Parameter yang diamati untuk kedua jenis kegiatan tersebut di atas meliputi:
pertumbuhan ternak, konsumsi pakan, pertumbuhan tanaman sawit dan hasil buah sawit.
Sebagai tambahan, untuk mengevaluasi kualitas pakan yang diberikan maka
dilakukan juga analisis laboratorium kandungan kimia berbagai bahan pakan yang
digunakan dalam pengkajian ini, meliputi: kandungan protein kasar, fosfor (P), kalsium
(Ca) dan sulfur (S).
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL (i) Konsumsi Pakan
Hasil analisa laboratorium yang dilakukan pada Laboratorium BPTP Sumatera Barat
(Agustus 2012) terhadap beberapa jenis pakan disajikan dalam Tabel 3. Pengetahuan
tentang kandungan kimia jenis pakan yang digunakan dalam pengkajian ini dapat
membantu memperjelas apabila terjadi perbedaan di antara perlakuan.
Tabel 3. Bahan kering dan kandungan kimia (Protein, P, Ca, dan S) beberapa jenis pakan
yang digunakan pada pengkajian ini (nilai dalam %). Jenis bahan pakan Bahan kering Protein kasar P Ca S
Bungkil Inti Sawit 93,4 16,1 0,62 1,00 0,21 Dedak padi 94,2 8,6 0,66 0,21 0,23 Rumput alam 33,9 7,0 0,17 0,33 0,24 Solid sawit 33,7 10,1 0,37 1,65 0,28 Silase hijaun sawit 56,4 8,8 0,30 0,65 0,29 Hijauan sawit segar 59,9 5,3 0,19 0,69 0,20 Jerami padi fermentasi 90,7 7,0 0,20 0,50 0,37
Berdasarkan kandungan bahan kering dan kandungan kimia pakan yang diberikan
pada ternak (Tabel 3) maka besarnya konsumsi pakan dan kandungan protein dapat
dihitung, sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 4 beriikut ini.
Tabel 4. Konsumsi pakan pada Perlakuan I (berbasis hijauan rumput/jerami) dan
Perlakuan II (berbasis hijauan sawit). Bahan pakan Perlakuan I Perlakuan II
Segar BK Protein Segar BK Protein Rumput segar (kg/hari) 14,4 4,90 0,34 14,2 4,83 0,33 Jerami fermentasi (kg/hari) 1,5 1,40 0,10 - - Silase hijauan sawit/segar - - 3,0 1,68 0,15 Bungkil inti sawit (kg/hari) 3,1 2,90 0,46 3,0 2,80 0,45 Dedak padi (kg/hari) 0,5 0,45 0,05 0,5 0,45 0,05 Solid sawit (kg/hari)* 2,0 0,67 0,07 2,0 0,67 0,07 Jumlah (kg/hari) 22,0 10,32 1,08 23,2 10,43 1.05 Kebutuhan ternak (kg/hr)** - 8,50 0,80 - 8,50 0,80 * Pemberian solid hanya insidentil karena harus didatangkan dari Pasaman Barat. ** Kebutuhan untuk hidup pokok ternak (Kearl, 1982).
17
(ii) Pertumbuhan Ternak
Penimbangan ternak dilakukan dua minggu sekali, namun data dalam Tabel 5
merupakan hasil timbangan bulanan sejak bulan Mei hingga bulan September 2012. Rata-
rata berat badan kedua perlakuan tersebut juga disajikan pada Gambar 1.
Tabel 5. Hasil penimbangan ternak (kg/ekor)selama bulan April sampai Agustus 2012.
Perlakuan No. Ternak April Mei Juni Juli Agustus I. Pakan Jerami
Fermentasi, BIS, Dedak
1 346 354 378 393 410 2 345 357 366 386 414 3 296 298 322 327 350 4 262 275 296 317 348 5 240 236 263 268 301 6 343 328 365 372 412
II. Pakan Silase Pelepah daun sawit, BIS, Dedak
7 358 367 393 412 435 8 268 270 299 311 347 9 260 265 275 285 303 10 277 306 299 309 345 11 293 329 352 384 417 12 326 332 350 360 387
Apabila diringkas maka pertumbuhan ternak yang mendapat kedua perlakuan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 dan disajikan dalam Gambar 1 berikut ini.
Tabel 6. Rataan hasil penimbangan dari bulan April sampai dengan bulan Agustus 2012
(nilai dalam kg/ekor). Perlakuan April Mei Juni Juli Agustus PBBH*
(kg/ek/hr) I. Pakan jerami (JF),
rumput alam (RA), BIS, Dedak padi
305,3 308,0 331,7 343,8 372,5 0,60
II. Pakan silase pelepah daun sawit, JF, RA, BIS, Dedak padi
297,0 311,5 328,0 343,5 372,3 0,59
*PBBH = Pertambahan bobot badan harian.
18
Gambar 1. Rata-rata berat badan sapi (kg/ekor) yang mendapat Perlakuan 1 (berbasis rumput/jerami fermentasi) dan Perlakuan 2 (hijauan sawit).
(iii) Produksi Tanaman Sawit
Dalam pengkajian ini juga dilakukan pengujian pemberian pupuk organik pada
tanaman sawit untuk melihat pengaruhnya terhadap produksi hasil buah sawit. Pemberian
pupuk kandang tersebut telah berlangsung selama 6 bulan dengan tiga perlakuan yang
diberikan, yakni: (i) Tanaman sawit dengan pemupukan anorganik sesuai standar
pemupukannya sebanyak 10 pohon, (ii) Tanaman sawit dengan pupuk anorganik dan
pupuk organik yang diisi dalam karung dan ditempatkan di sekeliling pohon sawit
sebanyak 3 karung pupuk/pohon) (10 pohon), dan (iii) Tanaman sawit dengan pupuk
anorganik dan pupuk organik yang dibenamkan dalam tanah sebanyak 3 karung/pohon
yang ditanam sekeliling kanopi pohon sawit (10 pohon).
Hasil pengamatan pengaruh pemberian pupuk organik terhadap jumlah tandan dan
berat tandan tanaman sawit disajikan dalam Tabel 7, sedangkan jumlah tandan/ha dan
berat sawit/ha masing-masing diperlihatkan pada Gamber 2 dan Gambar 3. Hasilnya
menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik yang ditanam memberi hasil yang lebih
tinggi (60%) dan pada yang dikarungi (30%) dari pada yang diletakkan di sekitar pohon
sawit.
19
Tabel 7. Waktu pengamatan, jumlah tandan dan berat tandan/10 pohon sawit, rata-rata/panen/ha dan kenaikan produksi pada perlakuan pemberian pupuk organik.
No Waktu Pengamatan Jumlah Tandan Panen (bh) Berat Tandan (kg)
A B C A B C 1 Pertengahan Mei 8 17 8 66 142 74 2 Awal Juni 6 10 8 67 98 77 3 Akhir Juni 1 1 2 9 13 24 4 Akhir Juli 2 2 5 21 27 68 5 Pertengahan Agustus 4 0 9 51 0 107 6 Awal September 6 2 14 71 24 66 7 Akhir September 15 28 36 173 309 374 8 Akhir Oktober 25 28 34 288 307 374 9 Pertengahan November 18 21 27 231 264 384
Jumlah 85 109 143 977 1.184 1.548 Rata-rata/10 pohon 9,4 12,1 15,9 109 132 172 Rata-rata/panen/ha sawit 122 158 207 1.420 1.690 2.240 Kenaikan produksi (%) - 29,5 69,8 - 19,0 57,8
Keterangan: A = Perlakuan Kontrol; B = Pupuk organik yang dikarungi; C = Pupuk organik yang ditanam.
20
4.2 PEMBAHASAN (i) Konsumsi pakan
Dari pengamatan tersebut terlihat bahwa tingkat konsumsi pakan antara kedua
perlakuan tersebut relatif sama, walau ada kecenderungan tingkat kesukaan ternak
(palatabilitas) yang lebih rendah pada hijauan sawit terutama bila diberi dalam bentuk
silase. Oleh karena itu, hijauan silase yang telah dicampur dengan dedak, gula saka dan
urea lebih sering diberikan dalam bentuk segar. Pada kegiatan pengkajian lain yang
dilakukan terhadap sapi PO dan sapi bali, ternyata tingkat palatabilitas hijauan sawit
cukup tinggi (Bamualim et al., 2012). Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan
bangsa ternak, dimana sapi simental merupakan jenis sapi yang biasa diberikan hijauan
segar berkualitas tinggi. Atau juga disebabkan oleh faktor lain seperti hasil pencacahan
(chopper) hijauan sawit yang kurang halus. Peran hijauan sawit dalam hal ini, menjadi
substitusi dari hijauan rumput/jerami fermentasi. Untuk sapi simental, pelepah dan daun
sawit belum dapat dijadikan sebagai pengganti hijauan rumput.
(ii) Pertumbuhan Ternak
Data pertumbuhan ternak memperlihatkan bahwa pertumbuhan ternak yang diberi
hijauan rumput dan jerami memperlihatkan pertumbuhan yang sama antara kedua
perlakuan tersebut (0,60 vs 0,59 kg/ekor/hari). Hal ini dapat dipahami karena kualitas
hijauan sawit (kandungan protein 5%) hampir setara dibanding kualitas hijauan rumput
(kandungan protein 7%). Namun demikian, terlihat adanya fluktuasi perubahan bobot
21
badan pada perlakuan berbasis hijauan sawit, hal ini diduga sebagai akibat dari
palatabilitas hijauan sawit yang berfluktuasi.
Konsumsi bahan kering dan protein (Tabel 4) memperlihatkan bahwa besarnya
konsumsi telah terpenuhi untuk memenuhi hidup pokok dan terjadi kelebihan bahan
kering sekitar 2,8 kg BK/ekor/hari dan sekitar 0,25 kg protein/ekor/hari. Kelebihan
tersebut digunakan untuk menopang pertumbuhan sapi simental hanya 0,6 kg/ekor/hari.
Diperkirakan pertumbuhan ternak dapat lebih meningkat lagi (> 0,6 kg/hari) apabila
konsumsi protein dinaikkan di atas 1,1 kg/hari.
Hasil analisa laboratorium mengenai kandungan kimia dari jenis bahan pakan yang
digunakan dalam pengkajian ini agak sesuai dengan berbagai hasil analisa laboratorium di
tempat lain. Hanya saja diduga adanya fluktuasi bobot badan ternak yang diberi hijauan
sawit lebih dipengaruhi oleh tingkat palatabel yang relatif lebih rendah bagi sapi simental
yang digunakan dalam pengkajian ini dibandingkan dengan jenis sapi lokal.
(iii) Produksi Tanaman Sawit
Hasil pengujian pemberian pupuk organik pada tanaman sawit terhadap produksi
hasil buah sawit belum dapat dibahas dalam laporan ini karena perlakuan diberikan sejak
bulan Mei 2012. Pemberian pupuk organik pada tanaman sawit sebanyak 3 karung/6
bulan yang ditambahkan pada pupuk standar (kontrol) memperlihatkan jumlah tandan
buah sawit meningkat (Gambar 2) dan hasil biji sawit yang meningkat (Gambar 3). Pupuk
organik yang ditanam memberi hasil yang lebih tinggi dari pada yang dikarungi dan
diletakkan di sekitar pohon sawit.
22
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
(i) Hasil pengkajian ini memperlihatkan bahwa masih relatif rendah konsumsi hijauan
sawit (pelepah dan daun sawit). Hal ini mungkin disebabkan bangsa sapi simental,
yang lebih menyenangi pakan dasar rumput alam segar dan jerami fermentasi. Oleh
karena itu, perlu dilakukan peningkatan kualitas dan palatabilitas hijauan sawit
apabila ingin digunakan sebagai sumber pakan dasar utama. Apabila tingkat
palatabilitas hijauan sawit (daun dan pelepah) dan kandungan gizinya diperbaiki maka
hijauan sawit dapat dijadikan sumber hijauan utama bagi sapi simental. Hal ini
bermanfaat dalam menghadapi kekurangan hijauan rumput alam yang dialami di
sekitar perkebunan sawit, khususnya selama musim kemarau.
(ii) Pemanfaatan bungkil inti sawit (BIS) dan solid hasil ikutan pabrik kelapa sawit
merupakan salah satu persyaratan penting untuk diberikan pada sapi penggemukan.
Hal ini disebabkan BIS dan solid merupakan jebis bahan pakan konsentrat yang
memiliki nilai gizi tinggi. Hanya ketersediaan solid di lokasi pengkajian masih cukup
sulit, karena perusahaan pemilik PKS menggunakan hasil solidnya untuk pemupukan
perkebunan sawit.
(iii) Penggunaan pupuk organik yang diberikan di atas pemupukan standar memberikan
hasil yang memuaskan. Hasil pengamatan terhadap banyaknya tandan dan hasil buah
sawit menunjukkan bahwa tanaman yang diberi pupuk organik dengan cara
dibenamkan dalam tanah memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi sebesar 60%
dibanding dengan perlakuan kontrol.
5.2 Saran
(i) Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa tingkat palatabilitas pakan berbasis hijauan
sawit pada sapi simental masih relatif kurang memadai, sehingga memerlukan
perlakuan untuk meningkatkan palatabilitasnya apabila diterapkan pada sapi simental
dalam skala usaha komersial.
(ii) Untuk pakan dasar hijauan sawit, sebaiknya dimasukkan komponen peningkat
palatabilitas pakan, seperti onggok dan molases.
(iii) Untuk mempermudah pemberian pakan maka perlu upaya untuk mencampurkan
secara merata seluruh bahan pakan yang diberikan secara sekaligus.
23
VI. DAFTAR PUSTAKA
Azmi dan Gunawan. 2005. Pemanfaatan pelepah kelapa sawit dan solid untuk pakan sapi potong. Dalam Prosiding Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Pemanfaatan Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan Ternak. Bahan Memorandum kepada Menteri Pertanian, Maret 2008.
Bamualim, A., Wirdahayati, dan Marak Ali. 2006. Profil Peternakan Sapi dan Kerbau di Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.
Bamualim, A. dan B. Tiesnamurti. 2009. Konsepsi sistem integrasi antara tanaman padi, sawit dan kakao dengan ternak sapi di Indonesia. Dalam “Sistem Integrasi Ternak Tanaman: Padi-Sawit-Kakao”, hal 1-14. Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian.
Bamualim, A., Y. Hendri, Wirdahayati R.B., H. Surya, Aguswarman, Sadar, Ratna A.D., J.M. Muis, R. Wahyuni, Agusviwarman, Nasril dan Supriyadi. 2011. Kajian pemanfaatan nilai jual sapi lokal (40%) dengan perbaikan kualitas dan kuantitas pakan berbasis sawit di Sumatera Barat. Laporan hasil pengkajian BPTP Sumatera Barat TA 2011.
Buharman, B. 2011. Pemanfaatan teknologi pakan berbahan baku lokal mendukung pengembangan sapi potong di Provinsi Sumatera Barat. Wartazoa 21 (3): 133-144.
Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. 2007. Laporan Tahunan Tahun 2007. Djajanegara, A., I.G. Ismail dan S. Kartaatmaja. 2006. Teknologi dan manajemen usaha
berbasis ekosistem. Dalam “Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia” (Eds. E. Pasandaran, F. Kasryno dan A.M. Fagi). Halaman: 251-275. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Edwardi, 2009. Program dan Kegiatan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. Makalah disampaikan pada Forum SKPD Provinsi Sumatera Barat. Padang, Sumatera Barat.
Hosen, N. 2006. Prospek Pengembangan Ternak Sapi Lokal di Sumatera Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional Peternakan, BPTP Sumatera Barat, Padang 11-12 September 2006.
Kearl, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Rumkinants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute, Utah state University, Logan, Utah, USA.
Pasandaran, E., A. Djajanegara, K. Kariyasa dan F. Kasryno. 2006. Kerangka konseptual integrasi tanaman–ternak di Indonesia. Dalam “Integrasi Tanaman–Ternak di Indonesia” (Eds. E. Pasandaran, F. Kasryno dan A.M. Fagi). Halaman: 11-31. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Syahruddin, F. 2006. Pembangunan peternakan masyarakat secara terpadu menuju Swasembada Daging 2010. Dalam Prosiding Seminar Nasional Peternakan, BPTP Sumatera Barat, Padang 11-12 September 2006.
Wirdahayati R.B., Y. Hendri, A. Bamualim, Ratna A.D., J.M. Muis, R. Wahyuni, Ermidias dan Asmak. 2011. Inovasi teknologi peternakan sapi dengan pakan suplemen by-produk agro industri sawit dan jagung mendukung program Pemda Sumatera Barat satu Petani Satu Sapi (SPSS). Laporan hasil pengkajian BPTP Sumatera Barat TA 2011.
24
VII. KINERJA KEGIATAN
7.1 Kinerja (Output) yang Dicapai
Output dari kegiatan pengkajian ini berupa ketersediaan informasi pakan limbah
tanaman sawit limbah dan hasil ikutan agroindustri tanaman sawit (bungkil inti sawit +
solid) yang dapat digunakan sebagai pakan pokok serta pakan suplementasi mendukung
pertumbuhan sapi yang optimal di Sumbar. Disamping itu, pengkajian ini memperlihatkan
kinerja dari pemanfaatan kotoran sapi sebagai sumber pupuk organik bagi tanaman sawit.
7.2 Hasil (Outcome) yang Dicapai
Kegiatan ini memberikan hasil (outcomes) pada tahun berjalan berupa teknologi
pakan sapi potong berbasis limbah dan hasil agroindustri tanaman sawit. Disamping itu
hasil kegiatan ini menyediakan informasi sebagai rekomendasi teknis pengembangan
sistem integrasi sapi-sawit di wilayah Sumbar.
7.3 Manfaat(Benefit) yang Dicapai
Kegiatan ini memberi manfaat (benefit) dalam tahun berjalan berupa tersedianya
bahan pakan alternatif berbasis sumberdaya lokal untuk sapi potong di Sumbar.
7.4 Dampak (Impact) yang Dicapai
Kegiatan ini memberi dampak (impact) pada tahun berjalan berupa meningkatnya
produktivitas sapi potong melalui pemanfaatan sumberdaya perkebunan sawit sebagai
salah satu sumber bahan pakan bermutu. Disamping itu semakin berkembangnya
pemberian pupuk organik pada tanaman sawit di wilayah Sumbar.
7.5 Kisah Sukses (Success Story)
Disamping keuntungan yang dapat diperoleh dari peningkatan produktivitas ternak
berbasis sumberdaya pakan lokal, dan peningkatan kesuburan tanaman sawit maka
pengkajian ini merupakan ajang promosi dan sosialisasi sistem integrasi tanaman - ternak
yang merupakan potensi yang masih belum digarap secara optimal di wilayah Sumbar.
Antusiasme berbagai pihak, khususnya Pemerintah Daerah, dapat mendorong
berkembangnya program integrasi tanaman sawit dengan sapi potong secara
berkelanjutan.
25
LAMPIRAN: Dokumentasi Kegiatan
Ternak sapi yang digunakan dalam pengkajian
Penimbangan ternak
Bungkil inti sawit Solid dari pabrik sawit
26