OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf ·...

91
RAHASIA OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN MINIMUM KHUSUS BAGI PRAJURIT PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA GUNA MEMBERIKAN EFEK JERA DALAM RANGKA TERWUJUDNYA ORGANISASI TNI YANG BEBAS NARKOBA BAB I PENDAHULUAN 1. Umum. a. Tugas pokok yang di emban TNI sebagaimana dirumuskan dalam Undang Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok tersebut dilakukan dengan melaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Untuk melaksanakan tugas pokoknya TNI membutuhkan Alutsista dan sumber daya manusia yang profesional dalam wadah organisasi TNI yang solid dan senantiasa menjaga kesiap siagaan dalam menjalankan tugas. Agar selalu siap dalam melaksanakan tugasnya prajurit TNI harus mempunyai tingkat disiplin yang tinggi dan profesional di bidangnya, untuk itu perlu di didukung oleh perangkat hukum yang melindungi kepentingan militer guna menjaga tetap tegaknya sendi-sendi kehidupan prajurit. b. Salah satu ancaman bagi organisasi TNI saat ini adalah dampak dari Perkembangan tindak pidana Narkotika pada lingkungan strategis yang semakin meningkat dan berpengaruh terhadap generasi muda termasuk prajurit TNI. Berdasarkan data perkara yang di peroleh menunjukkan bahwa tindak pidana narkotika di lingkungan TNI sejak berlakunya Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika semakin meningkat, data Dinas Penerangan Umum Mabes TNI menyebutkan bahwa anggota TNI yang

Transcript of OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf ·...

Page 1: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

RAHASIA

OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN MINIMUM KHUSUS BAGI PRAJURIT PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA

GUNA MEMBERIKAN EFEK JERA DALAM RANGKA TERWUJUDNYA ORGANISASI TNI YANG BEBAS NARKOBA

BAB I

PENDAHULUAN

1. Umum.

a. Tugas pokok yang di emban TNI sebagaimana dirumuskan dalam

Undang Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan

Undang Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional

Indonesia adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan

keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia

dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas

pokok tersebut dilakukan dengan melaksanakan Operasi Militer Perang

(OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Untuk melaksanakan

tugas pokoknya TNI membutuhkan Alutsista dan sumber daya manusia yang

profesional dalam wadah organisasi TNI yang solid dan senantiasa menjaga

kesiap siagaan dalam menjalankan tugas. Agar selalu siap dalam

melaksanakan tugasnya prajurit TNI harus mempunyai tingkat disiplin yang

tinggi dan profesional di bidangnya, untuk itu perlu di didukung oleh perangkat

hukum yang melindungi kepentingan militer guna menjaga tetap tegaknya

sendi-sendi kehidupan prajurit.

b. Salah satu ancaman bagi organisasi TNI saat ini adalah dampak dari

Perkembangan tindak pidana Narkotika pada lingkungan strategis yang

semakin meningkat dan berpengaruh terhadap generasi muda termasuk

prajurit TNI. Berdasarkan data perkara yang di peroleh menunjukkan bahwa

tindak pidana narkotika di lingkungan TNI sejak berlakunya Undang-undang

No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika semakin meningkat, data Dinas

Penerangan Umum Mabes TNI menyebutkan bahwa anggota TNI yang

Page 2: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

2

terlibat narkoba tahun 2010 sebanyak 150 kasus, tahun 2011 menjadi 165

kasus atau naik 10%.1 Sehubungan dengan hal ini perlu di lakukan

penegakan Hukum yang tegas dan berkeadilan dengan menerapkan sanksi

pidana berefek jera untuk menjaga tingkat disiplin prajurit agar senantiasa

berprilaku sesuai dengan tata kehidupan keprajuritan. Untuk dapat

menjatuhkan sanksi pidana kepada seorang prajurit TNI yang melanggar

aturan hukum diperlukan sebuah institusi atau lembaga yang memiliki

wewenang untuk itu. Di Indonesia institusi atau lembaga itu adalah

Pengadilan Militer yang dalam pelaksanaan tugasnya dilakukan oleh hakim.

“Dalam melaksanakan tugasnya, hakim sebagai kekuasaan yang merdeka

harus bebas dari segala campur tangan pihak manapun, sehingga hakim

dapat dengan tenang memberikan keputusan yang seadil-adilnya”.2 Dengan

kebebasan hakim inilah maka keadilan diharapkan dapat tercipta sesuai

dengan jiwa kemanusiaan serta keadilan sosial dalam masyarakat.

c. Demi keselamatan bangsa dan negara serta kepentingan pertahanan

nasional telah diberlakukan UU No. 35 Tahun 2009 tentang tindak Pidana

Narkotika yang mengancam pelakunya dengan Hukuman minimum khusus,

namun dalam penerapannya terdapat perbedaan pendapat diantara Hakim

yang memutus perkara yang disebabkan perbedaan persepsi tentang

penerapan sistem Hukuman minimum khusus, dalam tataran aplikasi, ternyata

ada beberapa hakim yang menjatuhkan pidana penjara di bawah batas

ancaman pidana minimum khusus, dengan argumentasi hukumnya masing-

masing. sehingga harus di temukan formulasi yang jelas tentang bagai mana

menerapkan sistem Hukuman minimum khusus agar memenuhi prinsip-prinsip

keadilan, kepastian Hukum dan kemanfaatan. Keresahan akan muncul dalam

masyarakat apabila hakim dalam putusannya menetapkan pidana yang

berbeda dalam sebuah kasus yang sama, perbedaan putusan inilah yang

sering disebut sebagai disparitas pidana. “Menurut pendapat Cheang seperti

yang dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi disparitas pidana adalah

penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama (same

ofference) atau terhadap tindak pidana yang sifat bahayanya dapat

diperbandingkan (offerences comparable seriosness) tanpa dasar

1 http://kelanakota.suarasurabaya.net/?id di akses pada tanggal 4 maret 2012. 2 Wahyu Afandi. Hukum Pengakan Hukum. Alumni Bandung. 1981. Hal: 4.

Page 3: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

3

pembenaran yang jelas”.3 Penerapan sistem Hukuman minimum khusus

akan optimal apabila sistem penegakan hukum berjalan dengan baik dan

adanya kesamaan persepsi dalam menerapkan Hukum. Oleh karenanya di

perlukan kebijakan, strategi dan upaya-upaya mengoptimalkaan sistem

penegakan Hukum di lingkungan TNI guna memberikan efek jera dalam

rangka mewujudkan organisasi TNI yang bebas Narkoba.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Maksud dari penyusunan naskah ini adalah untuk

memberikan gambaran tentang pentingnya penerapan sistem Hukuman

minimum khusus bagi pelaku tindak pidana narkotika guna memberikan efek

jera dalam rangka terwujudnya organisasi TNI yang bebas Narkoba.

b. Tujuan. Tujuan penulisan naskah ini adalah untuk mengetahui

secara mendalam tentang penerapan sistem Hukuman minimum khusus bagi

pelaku tindak pidana narkotika, kebijakan, strategi dan upaya-upaya

mengoptimalkan sistem penegakan Hukum di lingkungan TNI untuk

memberikan efek jera dalam rangka mewujudkan organisasi TNI yang bebas

Narkoba.

3. Ruang Lingkup dan Sistematika.

a. Ruang Lingkup. Tulisan dalam naskah ini dibatasi pada

pembahasan mengenai kebijakan, strategi, dan upaya untuk optimalisasi

sistem penegakan Hukum dan penerapan sistem Hukuman minimum khusus

bagi pelaku tindak pidana narkotika guna memberikan efek jera dalam rangka

mewujudkan organisasi TNI yang bebas Narkoba.

b. Sistematika. Adapun sistematika dalam penulisan naskah ini

adalahsebagai berikut :

3 Muladi dan Barda Nawai. Teori-teori Pidana. Alumni. Bandung. 1998. Hal: 53.

Page 4: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

4

1) Bab I .Pendahuluan. Pada bab ini dijelaskan tentang latar

belakang permasalahan, maksud dan tujuan, ruang lingkup, metoda

dan pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah,

sistimatika dan pengertian.

2) Bab II. Landasan Pemikiran. Bab ini berisikan uraian tentang

landasan yang mengantar untuk memasuki permasalahan penerapan

sistem Hukuman minimum khusus bagi pelaku tindak pidana narkotika

guna memberikan efek jera dari sudut pandang instrumental input yaitu

paradigma nasional sebagai kekuatan inti, peraturan perundang-

undangan sebagai landasan operasional, landasan teori dan tinjauan

pustaka.

3) Bab III. Kondisi penerapan sistem Hukuman minimum khusus

bagi pelaku tindak pidana narkotika Saat Ini, dan Permasalahan yang

Dihadapi. Pada bab ini diuraikan tentang penerapan sistem Hukuman

minimum khusus bagi pelaku tindak pidana narkotika dan implikasinya

terhadap organisasi TNI yang bebas Narkoba. Disamping itu dalam

bab ini juga dijelaskan tentang kondisi permasalahan yang dihadapi

penerapan sistem Hukuman minimum khusus bagi pelaku tindak

pidana narkotika saat ini.

4) Bab IV. Pengaruh Perkembangan Lingkungan Strategis. Bab ini

menjelaskan dan menganalisis mengenai pengaruh-pengaruh langsung

maupun tidak langsung perkembangan lingkungan global, regional dan

nasional terhadap tindak pidana narkotika yang di lakukan prajurit TNI,

yang diuraikan dari yang umum ke khusus. Setelah diperoleh

kesimpulan dari masing-masing perkembangan lingkungan strategis

selanjutnya ditelaah dan dirumuskan, sehingga diperoleh unsur-unsur

peluang dan kendala.

5) Bab V. Kondisi penerapan sistem Hukuman minimum khusus

bagi pelaku tindak pidana narkotika yang Diharapkan. Dalam bab ini

dijelaskan tentang kondisi ideal penerapan sistem Hukuman minimum

khusus bagi pelaku tindak pidana narkotika guna memberikan efek

Page 5: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

5

jera, kontribusi kondisi ideal tersebut terhadap organisasi TNI yang

bebas Narkoba serta indikator keberhasilan kondisi yang diharapkan.

6) Bab VI. Konsepsi optimalisasi penerapan sistem Hukuman

minimum khusus bagi pelaku tindak pidana narkotika. Bab ini berisi

suatu diskusi dan analisis yang menggambarkan pengaruh, korelasi,

saling ketergantungan dari aspek-aspek yang dibahas bab-bab

sebelumnya, sehingga sampai kepada sebuah rumusan perlunya

diambil suatu kebijaksanaan, strategi dan upaya untuk memecahkan

permasalahan yang dihadapi.

7) Bab VII. Penutup. Penutup merupakan kesimpulan yang

merupakan jawaban dari masalah-masalah yang disampaikan dalam

bab-bab sebelumnya, dan saran yang memuat harapan dan reaksi

tindak lanjut dari pihak berwenang yang merupakan tugas dan

tanggung jawabnya.

4. Metode dan Pendekatan.

a. Metode. Pembahasan permasalahan dalam naskah ini bersifat

kualitatif dan menggunakan metode deskriptif-analitis berbasiskan pada

penelitian yang dilakukan pada beragam sumber pustaka yakni buku-buku,

makalah-makalah ilmiah nasional dan internasional dalam bentuk jurnal,

prosiding, dan majalah serta sumber-sumber dari situs-situs di Internet.

b. Pendekatan. Pendekatan kesisteman yang merupakan keterpaduan

dari unsur-unsur yang masing-masing saling berhubungan, saling terkait,

saling mempengaruhi dan saling ketergantungan menuju tujuan yang

diharapkan sehingga diperoleh penjelasan yang lebih lengkap guna

mendapatkan pemecahan yang terbaik.

5. Pengertian. Untuk menyamakan persepsi dalam pembahasan

permasalahan yang disampaikan dalam naskah ini, disampaikan pengertian-

pengertian yang telah dirangkum pada Lampiran ( terlampir )

Page 6: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

6

BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN

6. Umum. TNI sebagai institusi yang mengemban tugas Pertahanan

negara mempunyai kewajiban membentengi dirinya untuk menangkal setiap bentuk

ancaman yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara termasuk

bahaya yang di akibatkan oleh tindak pidana narkotika yang di lakukan oleh anggota

TNI. Peran penegakan Hukum sangatlah penting guna menghadapi maraknya

peredaran narkotika saat ini, salah satu upaya untuk menegakkan Hukum adalah

dengan menerapkan sanksi pidana yang memberikan efek jera terhadap pelaku dan

efek Deterrence terhadap masyarakat Militer dan masyarakat pada umumnya.

Dengan penerapan sistem Hukuman minimum khusus tujuan pemidanaan akan

tercapai dan kepentingan Militer terlindungi. Untuk itu diperlukan dasar pemikiran

yang relevan dan kuat.

7. Paradigma Nasional.

a. Pancasila sebagai Landasan Idiil. Pancasila adalah falsafah dan

pandangan hidup Bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dasar dan

cita-cita luhur serta tujuan yang hendak dicapai bangsa Indonesia. Pancasila

memberikan nilai-nilai keselarasan, keseimbangan dan keserasian, persatuan

dan kesatuan, kekeluargaan dan kebersamaan yang senantiasa menjadi

bagian dari setiap manusia Indonesia dalam hubungan dengan antar

sesamanya, dengan masyarakat, dengan alam, serta dalam hubungan

dengan Tuhannya. Nilai persatuan dan kesatuan menghendaki kebhinekaan

yang melekat pada bangsa Indonesia untuk dijadikan sebagai kekuatan guna

mewujudkan tujuan nasional yang telah diamanatkan dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara RI (UUD) Tahun 1945. Hukum di Indonesia

bersumber pada Pancasila maka setiap produk perundang-undangan tidak

terlepas dari sumbernya yaitu pancasila. Demikian juga dengan perundang-

undangan di bidang narkotika merupakan manifestasi nilai-nilai yang

terkandung dalam pancasila.

b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai Landasan Konstitusionil. UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis NKRI yang

Page 7: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

7

memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara dan

mengamanatkan bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia. Pasal 30 ayat 2 dan ayat 3 menyebutkan

bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem

pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara

Indonesia Republik Indonesia (Polri), sebagai kekuatan utama, dan rakyat,

sebagai kekuatan pendukung, dan TNI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan

Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,

melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.4 Untuk

mencapai cita-cita tersebut dan menjaga kelangsungan pembangunan

nasional dalam suasana aman, tenteram, tertib dan dinamis dalam lingkungan

nasional maupun internasional, perlu di tingkatkan pengendalian terhadap hal-

hal yang dapat mengganggu kestabilan nasional antara lain terhadap

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional. Wawasan

Nusantara merupakan wawasan nasional yang pada hakikatnya merupakan

pandangan geopolitik dan geostrategi bangsa Indonesia yang memanfaatkan

dan mendaya gunakan wilayah nasional beserta segenap isinya, agar dapat

diatur sebaik baiknya guna menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara

salah satunya ditentukan oleh kestabilan bidang politik, ekonomi, sosial,

budaya. Dalam rangka menjamin kestabilan gatra-gatra tersebut dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan situasi dan kondisi

pertahanan keamanan yang kondusif tanpa ada gangguan berarti dari pihak

manapun, dari dalam maupun luar wilayah nasional secara vertikal maupun

horisontal. Salah satu yang dapat menggagu stabilitas nasional adalah

dampak negatif penyalah gunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat

mengancam keselamatan bangsa dan negara. TNI sebagai alat pertahanan

negara mempunyai kewajiaban untuk ikut berperan dalam menanggulanginya.

d. Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional. Ketahanan

Nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa Indonesia yang memiliki

kemampuan, daya tahan, dan daya tangkal dalam menghadapi berbagai

4 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Amandemen Kedua, Pasal 30, ayat (2) dan ayat (3).

Page 8: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

8

bentuk ancaman. Salah satu komponen bangsa yang merupakan ujung

tombak dalam melaksanakan pertahanan negara adalah TNI yang dilengkapi

dengan sarana dan prasarana yang memadai dalam mengantisipasi ancaman

yang dihadapi, untuk menjamin integritas, kelangsungan hidup bangsa dan

negara serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.5 Untuk mewujudkan

ketahanan nasional TNI sebagai alat pertahanan negara harus mampu

mengatasi setiap bentuk ancaman. Salah satu bentuk ancaman yang

berdimensi ketahanan nasional adalah penegakan hukum terhadap kejahatan

narkotika.

8. Perundangan-Undangan sebagai Landasan Operasional. Perundang-

undangan sebagai landasan operasional yang digunakan dalam pembahasan

naskah ini adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.

Undang-undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997 berisikan tentang,

ketentuan-ketentuan umum, susunan dan kekuasaan pengadilan, hukum

acara Pidana Militer dan hukum acara Tata Usaha Militer, pada pasal 1 butir 1

menyatakan bahwa “ Pengadilan adalah badan yang melaksanakan

kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Militer yang meliputi

Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama dan

Pengadilan Militer Pertempuran. Secara teknis undang-undang ini dijadikan

dasar proses beracara perkara pidana yang menjadi kewenangan Peradilan

Militer. Demikian juga terhadap prajurit pelaku tindak pidana narkotika,

perkaranya diselesaikan melalui proses berdasarkan hukum acara Peradilan

Militer sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang ini.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara. Undang-Undang Republik Indonesia (UU) Nomor 3

Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pada Pasal 10 ayat (1) yang

menyebutkan TNI berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, dan ayat (3) yang menyebutkan TNI bertugas

melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk mempertahankan

5 Seskoa, Naskah Sekolah Ketahanan Nasional Tahun Pelajaran 2012 ,Seskoau, Lembang , 2012, hal. 10.

Page 9: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

9

kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan

keselamatan bangsa, melaksanakan OMSP, dan ikut serta secara aktif dalam

tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. Mengingat tugas

yang di amanahkan oleh undang-undang kepada TNI maka sudah sepatutnya

TNI selalu melakukan upaya penangkalan setiap bentuk ancaman yang dapat

melemahkan ketahanan nasioanal termasuk kejahatan narkotika.

c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan

Kehakiman. Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar

mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, membuat perlunya

dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai Undang-Undang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor

4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana yang Sudah

dirubah menjadi undang undang No.48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan

Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman,

jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum

dan dalam mencari keadilan. Konsekuensi dari UU Kekuasaan Kehakiman

adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di

bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya, pembinaan badan-badan peradilan

berada di bawah eksekutif (Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen

Agama, Departemen Keuangan) dan TNI, namun saat ini seluruh badan

peradilan berada di bawah Mahkamah Agung. Organisasi, administrasi, dan

finansial pada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan

Militer Utama, terhitung sejak tanggal 1 September 2004 dialihkan dari TNI ke

Mahkamah Agung. Akibat peralihan ini, seluruh prajurit TNI dan PNS yang

bertugas pada pengadilan dalam lingkup peradilan militer beralih menjadi

personel organik Mahkamah Agung, meski pembinaan keprajuritan bagi

personel militer tetap dilaksanakan oleh Mabes TNI.

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. UU Nomor 34/2004 tentang TNI pada

pasal 7 ayat (1) yang menyebutkan tugas pokok TNI adalah menegakkan

kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan

Page 10: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

10

seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap

keutuhan bangsa dan negara, dan ayat (2) sub ayat a dan b bahwa dalam

melaksanakan tugas pokoknya, TNI menyelenggarakan dua macam operasi

militer yakni OMP dan OMSP. Penyelenggaraan kedua macam operasi

tersebut berjalan dengan optimal bila di dukung dengan Alutsista yang

memadai dan SDM yang Profesional. Untuk menjadikan prajurit profesional

maka institusi TNI harus melakukan penegakan hukum guna menjaga sendi-

sendi kehidupan prajurit agar senantiasa mempunyai tingkat disiplin yang

tinggi dan selalu siap dalam melaksanakan tugas. Kejahatan narkotika di

lingkungan TNI berdampak terhadap tingkat kedisiplinan dan moral prajurit

serta kelangsungan hidup organisasi, oleh karenanya terhadap prajurit pelaku

kejahatan narkotika perlu di terapkan hukuman yang berefek jera.

e. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Saat ini

Indonesia sudah mempunyai Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor: 143), tanggal 12 Oktober

2009, yang menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang

Narkotika (lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67), karena sebagaimana

pada bagian menimbang dari Undang-UndangNo. 35 Tahun 2009 huruf e

dikemukakan: bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional

yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi

canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak

menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang

sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga

Undang-UndangNomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai

lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk

menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut. Oleh sebab itu,

berdasarkan ketentuan 153 Undang-UndangNomor 35 Tahun 2009, bahwa

dengan berlakunya Undang-UndangNomor 35 Tahun 2009, maka Undang-

UndangNomor 22 Tahun 1997 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Undang-

undang ini memuat ketentuan pidana yang mengancam pelakunya dengan

sanksi pidana minimum khusus dengan tujuan dapat meberikan efek jera.

Page 11: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

11

9. Landasan Teori. Landasan-landasan teoritis yang digunakan dalam

pembahasan permasalahan dalam naskah ini adalah sebagai berikut:

a. Teori Tentang Penghapusan Tindak Pidana Dalam Masyarakat.

Masalah tindak pidana merupakan masalah kemanusiaan dan masalah sosial

yang senantiasa dihadapi oleh setiap bentuk masyarakat. Di mana ada

masyarakat, di situ ada tindak pidana. Tindak pidana selalu bertalian erat

dengan nilai, struktur dan masyarakat itu sendiri. Sehingga apapun upaya

manusia untuk menghapuskannya, tindak pidana tidak mungkin tuntas karena

tindak pidana memang tidak mungkin terhapus melainkan hanya dapat

dikurangi atau diminimalisir intensitasnya. Menurut Mardjono Reksodiputro,

untuk menjelaskan bahwa tindak pidana sama sekali tidak dapat dihapus

dalam masyarakat, melainkan hanya dapat digunakan istilah “untuk

menghapuskan tindak pidana sampai pada batas-batas toleransi”.6 Hal ini

disebabkan karena tidak semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi secara

sempurna. Disamping itu, manusia juga cenderung memiliki kepentingan yang

berbeda antara yang satu dengan yang lain, sehingga bukan tidak mungkin

berangkat dari perbedaan kepentingan tersebut justru muncul berbagai

pertentangan yang bersifat prinsipil. Namun demikian, tindak pidana juga tidak

dapat dibiarkan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat karena dapat

menimbulkan kerusakan dan gangguan pada ketertiban sosial.

b. Teori Tujuan Pemidanaan. Banyak teori yang menjelaskan masalah

tujuan pemidanaan diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Herbert L Packer mengemukakan ada 4 teori yang merupakan

tujuan pemidanaan7, yaitu :

a) Untuk Pembalasan (Teori Retributif atau Teori Absolut);

Ada dua versi utama dari teori retributif yaitu pembalasan

dendam dan penebusan dosa. Pembalasan dendam merupakan

suatu pembenaran yang berakar pada pengalaman manusia

bahwa setiap serangan yang dilakukan seseorang akan

6 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hal. 23. 7 Ibid, hal 25.

Page 12: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

12

menimbulkan reaksi dari pihak yang diserang. Misalnya

penjatuhan pidana mati terhadap pelaku pembunuhan.

Sedangkan penebusan dosa maksudnya adalah bahwa hanya

dengan penderitaan sebagai akibat pemidanaan maka penjahat

dapat menebus dosanya sehingga pemidanaan yang memakan

waktu lama dianggap sebagai hal yang wajar.

b) Untuk Pencegahan (Teori Pencegahan/Deterrence)

Terdapat dua versi tentang pencegahan yaitu pencegahan

umum dan pencegahan khusus. Pencegahan umum didasarkan

pada asumsi bahwa pemidanaan pelaku tindak pidana secara

individu akan menjadi contoh bagi individu yang lain sehingga

mereka tidak akan berbuat tindak pidana yang sama.

Pencegahan umum ini menggunakan pengaruh pemidanaan

untuk ditujukan kepada masyarakat umum, artinya pencegahan

tindak pidana ingin dicapai melalui pemidanaan dengan

mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat agar tidak

melakukan tindak pidana melalui pembentukan Undang-undang

yang bersifat represif terhadap tindak pidana tertentu.

Sedangkan pencegahan khusus didasarkan pada asumsi bahwa

pemidanaan pelaku tindak pidana akan menimbulkan efek jera

kepada pelaku untuk tidak mengulangi tindak pidananya di masa

yang akan datang. Pencegahan khusus ini mengarahkan secara

langsung pengaruh pemidanaan kepada pribadi terpidana agar

tidak melakukan tindak pidana lagi dengan menghukum

terpidana selama-lamanya di penjara. Sebagai contoh,

penjatuhan pidana yang berat kepada pelakupelaku tindak

pidana di bidang narkotika.

c) Untuk Membuat Pelaku Menjadi Tidak Berdaya

(Incapacitation); Tujuan pemidanaan menurut teori ini hampir

sama dengan Teori pencegahan yaitu agar seorang terpidana

tidak mengulangi tindak pidananya maka terpidana harus

dipenjara selama-lamanya sehingga ia tidak memiliki

Page 13: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

13

kesempatan dan akhirnya menjadi tidak berdaya untuk berbuat

tindak pidana lagi.

d) Untuk Pemasyarakatan atau Resosialisasi

(Rehabilitation); Tujuan dari pemidanaan adalah untuk membina

pelaku tindak pidana sehingga ia dapat sadar dan kembali ke

masyarakat.

2) Menurut Muladi dalam bukunya “ Lembaga Pidana Bersyarat “

yang menyatakan bahwa “Meskipun arti, sifat, bentuk dan tujuannya

bervariasi namun kehadiran pidana sebagai sarana pemberantasan

tindak pidana tetap sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena pidana

dianggap sebagai satu-satunya jawaban final dalam pemberantasan

tindak pidana yang masih dianut hingga sekarang. Namun demikian,

tidak berarti bahwa dengan pidana semua permasalahan akan

berakhir. Salah satu masalah pokok dalam pidana yang sering menjadi

perdebatan para ahli hukum adalah masalah pidana, disamping

masalah pokok yang lain yaitu masalah tindak pidana dan masalah

kesalahan. Ketiga masalah pokok tersebut masing-masing mempunyai

persoalannya sendiri, dimana satu sama lain berkaitan erat dengan

persoalan dasar manusia yakni hak-hak asasi manusia”.8 Selanjutnya

Muladi menjelaskan bahwa masalah pidana akan menimbulkan

persoalan-persoalan tentang pemberian pidana serta tentang masalah

pelaksanaan pidana. Sementara masalah tindak pidana akan

menyangkut persoalan kriminalisasi dan dekriminilisasi dengan segala

syarat-syarat yang terkandung di dalamnya. Sedangkan masalah

kesalahan akan menyangkut berbagai persoalan yang sangat rumit.

Misalnya saja tentang subyek hukum pidana berupa korporasi dan

masalah strict liability (suatu bentuk pertanggungjawaban yang tidak

memerlukan adanya kesalahan) yang sampai saat ini belum

terpecahkan dalam hubungannya dengan penyusunan Rancangan

KUHP baru.9

8 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung: Alumni, 1985, hal. 16. 9 Ibid.

Page 14: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

14

c. Teori kebijakan Hukum Pidana (Penal policy). Teori-teori yang

menjelaskan Kebijakan hukum pidana (penal policy) adalah sebagai berikut :

1) Menurut Solly Lubis dalam bukunya “Serba Serbi Politik dan

Hukum Pidana” bahwa kebijakan hukum pidana (penal policy) adalah

suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan

praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan

secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada

pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang

menerapkan undang-undang dan juga kepada para penyelenggara

atau pelaksana putusan pengadilan.10

2) Menurut Mahfud M.D. dalam bukunya “ Politik Hukum Indonesia”

bahwa politik hukum adalah kebijaksanaan politik yang menentukan

peraturan hukum apa yang seharusnya berlaku mengatur berbagai hal

kehidupan bermasyarakat dan bernegara.11 Mahfud. M.D. juga

memberikan defenisi politik hukum sebagai kebijakan mengenai

hukum yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh

pemerintah. Hal ini juga mencakup pula pengertian tentang bagaimana

politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi

kekuatan yang ada dibelakang pembuatan dan penegakan hukum itu.

Hukum tidak bisa hanya dipandang sebagai pasal-pasal yang bersifat

imperatif, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam

kenyataannya bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik

dalam perumusan materinya (pasal-pasal), maupun dalam

penegakannya.12

d. Teori Efektivitas Hukum. efektifitas hukum adalah kesesuaian antara

apa yang diatur dalam hukum dengan pelaksanaannya. Bisa juga karena

kepatuhan masyarakat kepada hukum karena adanya unsur memaksa dari

hukum. Hukum yang dibuat oleh otoritas berwenang adakalanya bukan

abstraksi nilai dalam masayarakat. Jika demikian, maka terjadilah hukum

10 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hal. 19. 11 Solly Lubis, Serba Serbi Politik dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni,1989, hal. 159. 12 Mahfud M.D,Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES,1998, hal. 1-2.

Page 15: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

15

tidak efektif, tidak bisa dijalankan (unworkable), atau bahkan –atas hal tertentu

terbit Pembangkangan Sipil 13. Pada hakekatnya persoalan efektivitas Hukum

seperti yang diungkapkan DR. Syamsuddin Pasamai, SH., MH., dalam

bukunya Sosiologi dan Sosiologi Hukum, persoalan efektivitas Hukum

mempunyai hubungan yang sangat erat dengan persoalan-persoalan

penerapan, pelaksanaan dan penegakan Hukum dalam masyarakat demi

tercapainya tujuan Hukum. Artinya Hukum berlaku secara filosofis, Yuridis dan

sosiologis. Untuk membahas masalah ketidak efektifvan Hukum ada baiknya

juga memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu

penerapan Hukum. Hal ini sejalan dengan apa yang di ungkapkan oleh Ishaq,

SH., MHum., dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Hukum yang menyebutkan

dalam proses penegakan Hukum, ada faktor-faktor yang mempengaruhi dan

mempunyai arti sehingga dampak positif dan negatif terletak pada isi faktor

tersebut. Menurut Soerjono Soekamto faktor tersebut ada lima, yaitu :

1) Hukum itu sendiri.

2) Penegak Hukum.

3) Sarana dan Fasilitas.

4) Masyarakat.

5) Kebudayaan14.

10. Tinjauan Kepustaka. Tinjauan kepustakaan dari naskah ini adalah sebagai

berikut :

a. Buku “ Politik Hukum Dalam Undang-undang Narkotika (UU Nomor 35

Tahun 2009)” pengarang DR. H. Siswanto S. S.H., MH., M.Kn. dalam buku

tersebut membahas tentang penerapan Undang-undang Narkotika dengan

pendekatan teori dan praktik. Buku ini mengilhami penulis untuk melakukan

penulisan mengenai penerapan sistem hukuman minimum khusus bagi

prajurit pelaku tindak pidana narkotika yang telah diterapkan di lingkungan

Peradilan Militer.

13 http://www.advokatmuhammadjoni.com/opini/artikel-hukum/181-efektifitas-penerapan-hukum.html. diakses tanggal 2 Pebruari 2012. 14 http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html. diakses tanggal 2 Pebruari 2012.

Page 16: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

16

b. Buku “ Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicial Prudence)” pengarang Prof. DR. Achmad Ali, S.H., M.H. buku ini

merupakan buku yang banyak di baca oleh kalangan akademisi dan praktisi

hukum karena buku ini kaya dengan pemikiran-pemikiran mengenai teori

hukum khususnya teori hukum yang berkaitan dengan dunia peradilan. Ada

beberapa teori yang dibahas dalam buku ini yang penulis ambil sebagai

bahan acuan dalam menerapkan sistem hukuman minimum khusus pada

tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh prajurit TNI, teori tersebut yaitu: Teori Tentang Penghapusan Tindak Pidana Dalam Masyarakat, Teori Tujuan

Pemidanaan, Teori kebijakan Hukum Pidana (Penal policy) dan Teori

Efektivitas Hukum. Teori-teori ini sangat relevan dengan pembahasan naskah

ini sehingga memberikan dasar yang kuat dilihat dari aspek hukum.

c. Buku “Cetak Biru (Blue Print) Pembaruan Peradilan Indonesia 2010-

2035”. Cetak Biru ini merupakan penyempurnaan dari Cetak Biru yang

diterbitkan tahun 2003, guna lebih mempertajam arah dan langkah dalam

mencapai cita-cita pembaruan badan peradilan secara utuh. Berdasarkan

sebuah proses yang partisipatif bersama para perwakilan hakim dan

staf dari Mahkamah Agung dan pengadilan dari 4 (empat) lingkungan

peradilan di bawahnya, serta pemangku kepentingan seperti Mahkamah

Konstitusi, Komisi Yudisial, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi,

para pakar dari berbagai universitas, masyarakat madani (civil society

organization) dan lain-lain, Mahkamah Agung berhasil menyepakati visi

serta misi yang akan dicapai dalam 25 (dua puluh lima) tahun mendatang.

“Mewujudkan Badan Peradilan yang Agung” adalah visi Mahkamah Agung

yang akan menjadi arah dan tujuan bagi setiap pengembangan

program dan kegiatan yang akan dilakukan di area-area fungsi teknis

dan fungsi pendukung serta fungsi akuntabilitas. Cetak biru ini menjadi

pedoman penulis dalam menentukan kebijakan, starategi dan upaya yang

terkait dengan penulisan naskah ini.

d. Buku “Pedoman Teknis Administrasi dan Pemeriksaan Sidang

Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Militer”. Merupakan konkritisasi

Hukum Acara Peradilan militer yang menjadi pedoman dalam menjalankan

tugas dan fungsi Pengadilan Militer dan memberikan kemudahan bagi Hakim,

Page 17: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

17

Panitera dan personel pengadilan lainnya sebagai dasar penulis dalam

penulisan naskah ini terurama dalam hal yang berkaitan dengan penerapan

Hukum Acara Peradilan Militer.

Page 18: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

18

BAB III

KONDISI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN MINIMUM KHUSUS BAGI PRAJURIT

PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA SAAT INI DAN PERMASALAHAN YANG DI HADAPI

11. Umum. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.15 Di satu sisi

narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan,

pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain

dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan

tanpa adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama. Permasalahan

penyalahgunaan narkotika dan ketergantungan narkotika mempunyai dimensi yang

sangat luas dan kompleks, baik dari sudut medis, maupun psikososial (ekonomi,

politik, sosial, budaya, kriminalitas, kerusuhan massal dan lain sebagainya).

Seringkali terjadi dimasyarakat, dampak dari penyalahgunaan ketergantungan

narkotika antara lain: merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan

belajar dan produktivitas kerja secara drastis, sulit membedakan mana perbuatan

baik maupun perbuatan buruk, perubahan perilaku menjadi perilaku antisosial,

gangguan kesehatan, mempertinggi jumlah kecelakaan lalu lintas, tindak kekerasan,

dan kriminalitas lainnya.16

12. Kondisi Penerapan Sistem Hukuman Minimum Khusus Bagi Prajurit Pelaku Tindak Pidana Narkotika Saat Ini. Kondisi penerapan hukuman minimum

khusus bagi prajurit pelaku tindak pidana narkotika saat ini dapat di jelaskan sebagai

berikut.

a. Penerapan Sistem Hukuman Minimum Khusus. Berdasarkan data

perkara yang telah di putus pada tahun 2010 dan 2011 hukuman penjara

dibawah minimum dari ancaman hukuman sebagaimana diatur dalam

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, pada tahun 2010 jika di prosentase

15 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 16 Mardani, Bunga Rampai Hukum Aktual ,Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008, hal. 11.

Page 19: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

19

dari jumlah perkara yang di putus sebanyak 7,4% putusan hakim dibawah

minimum. Pada tahun 2011 perkara narkotika yang masuk di Pengadilan

Militer sebanyak 165, telah di putus dengan hukuman penjara dan pemecatan

sebanyak 102 perkara, 63 perkara di putus dengan hukuman penjara tanpa

pemecatan dan 16 perkara diputus dibawah hukuman minimum. Prosentase

penjatuhan hukuman dibawah minimum naik 2,3% menjadi 9,7%. Hal ini

merupakan indikator bahwa penerapan hukuman minimum khusus belum

sepenuhnya di terapkan oleh semua Hakim yang memutus perkara narkotika,

ini menunjukkan bahwa norma sebagaimana diatur dalam undang narkotika

tidak selaras dengan praktek penegakan hukum (Das solen dan Das sain

tidak selaras)

b. Kewenangan Mengadili. Mengingat tindak pidana Narkotika

termasuk tindak pidana umum, berkaitan dengan kewenangan mengadili

prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum, Sebagai akibat lahirnya

ketentuan sebagaimana yang tertuang dalam TAP MPR Nomor

VII/MPR/2000 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal

65 ayat (2) yang menyatakan bahwa prajurit tunduk kepada kekuasaan

peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk

pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana

umum yang diatur dengan undang-undang. Karena belum berfungsinya

sistem penegakan hukum terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak

pidana umum, berdasarkan Pasal 65 Ayat (3) menyatakan apabila kekuasaan

peradilan umum tidak berfungsi, maka prajurit tunduk di bawah kekuasaan

peradilan yang diatur dengan undang-undang. Oleh karenanya hingga saat

ini penerapan sistem hukuman minimum khusus kepada prajurit pelaku tindak

pidana narkotika masih dilakukan oleh institusi penegak hukum dilingkungan

TNI sebagaimana di atur dalam Undang-undang nomor 31 tahun 1997

tentang Peradilan Militer. Proses penyelesaian perkara terdiri dari empat

tahap yaitu :

1) Tahap penyidikan. Tahap ini dilaksanakan oleh Polisi Militer

angkatan.

2) Tahap Penuntutan. Tahap ini dilaksanakan oleh Oditur Militer.

Page 20: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

20

3) Tahap Persidangan. Tahap ini dilaksanakan oleh Pengadilan

Militer untuk dilaksanakan proses persidangan yang dilakukan oleh

Majelis Hakim sampai adanya putusan.

4) Tahap Pelaksanaan Hukuman (Eksekusi). Tahap akhir dari dari

proses penyelesaian perkara pidana prajurit TNI adalah pelaksanaan

hukuman yang di laksanakan oleh Oditur Militer dengan menempatkan

Terpidana pada lembaga pemasyarakatan khusus Militer atau lembaga

pemasyarakatan umum apabila Terpidana dipecat dari dinas TNI ( lihat

gambar proses penyelesaian perkara pidana pada lingkup Peradilan

Militer pada lampiran VI dan VII).

c. Kesenjangan Antar Institusi Penegak Hukum di Lingkungan TNI.

Masing-masing tahapan sebagaimana tersebut diatas merupakan suatu

sistem yang saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga dalam

pelaksanaannya harus bersinergi agar sistem dapat berjalan secara efektif

dan efisien. Kondisi saat ini diantara ketiga institusi yang melaksanakan

penegakan hukum dilingkungan TNI terjadi kesenjangan sebagai dampak dari

perubahan struktur organisasi jajaran Pengadilan Militer dalam lingkup

Peradilan Militer yang berada di bawah Mahkamah Agung RI berdasarkan

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,

badan-badan Peradilan berada di bawah Mahkamah Agung, meliputi

Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata

Usaha Negara dan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 56 Tahun

2004 tanggal 9 Juli 2004, organisasi, administrasi dan finansial pengadilan

dalam lingkungan Peradilan Militer, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004

beralih dari Mabes TNI ke Mahkamah Agung RI. Kesenjangan tersebut

terlihat dari beberapa aspek yaitu :

1) Sarana dan Prasarana Penegakan hukum. Sejak berada satu

atap dengan peradilan lain di bawah Mahkamah Agung RI. Peradilan

Militer mengalami kemajuan yang sangat pesat dari aspek sarana dan

prasarana di bandingkan ketika berada di bawah Mabes TNI hal ini

karena anggaran Peradilan Militer meningkat.

Page 21: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

21

2) Kualitas SDM. Kualitas SDM terutama Hakim Militer dan

Panitera relatif lebih baik di bandingkan dengan Oditur Militer dan

Penyidik POM angkatan karena di jajaran Peradilan Militer pembinaan

kualitas SDM dilakukan sangat intensif yang didukung dengan sarana

pendidikan dan latihan yang sangat memadai serta dukungan

anggaran yang cukup.

3) Peningkatan Kesejahteraan. Kesejahteraan Hakim Militer dan

Panitera jauh lebih baik dibandingkan dengan Oditur Militer dan

penyidik.

4) Modernisasi penangana perkara. Penanganan perkara oleh

Pengadilan Militer telah dilakukan secara modern yang didukung oleh

teknologi informasi, sehingga prosesnya dapat dilakukan dengan cepat

dan transparan.

5) Independensi Hakim dalam menjalankan tugas dan

kewajibannya lebih terjamin karena dilindungi oleh undang-undang.

d. Kondisi Penegakan Hukum pada Tingkat Penyidikan dan Penuntutan. Dampak dari kesenjangan sebagaimana dimaksud pada poin

3), berakibat terhadap penerapan sistem hukuman minimum khusus bagi

prajurit pelaku tindak pidana narkotika menjadi tidak optimal. Kondisi ini

disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses penegakan hukum

secara keseluruhan. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap praktek

penegakan hukum dilingkungan TNI khususnya pada tingkat Penyidikan dan

Penuntutan. Dapat di ungkapkan faktor-faktor tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Faktor kealpaan. Penerapan sistem hukuman minimum khusus

tidak optimal yang disebabkan tidak profesionalnya (kurang cermat,

tidak teliti dan ketidak tahuan) penyidik POM dan Oditur Militer dalam

melaksanakan tugasnya. Masih banyak di temui kekurangan baik

secara materil maupun formal yang dilakukan oleh penyidik dan Oditur

Page 22: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

22

Militer dalam mengolah perkara sehingga sangat menyulitkan

pembuktian tindak pidana narkotika dan akhirnya Hakim Militer

membebaskan terdakwa karena tidak cukup bukti.

2) Faktor Kesengajaan. Penerapan sistem hukuman minimum

khusus tidak optimal yang disebabkan karena prilaku yang melanggar

kode etik, melakukan kesengajaan menghilangkan fakta-fakta dan alat

bukti dengan tujuan agar Terdakwa di tuntut ringan atau bebas dari

dakwaan karena tidak cukup bukti atau rekayasa lain yang bertujuan

meringankan hukuman dan atau membebaskan terdakwa dari segala

tuntutan atau dakwaan.

3) Faktor sarana dan Prasarana. Selain faktor aparat penegak

hukum, faktor sarana dan prasarana juga dapat menjadi kendala

dalam penegakan hukum tindak pidana narkotika prajurit TNI, karena

sarana dan prasarana merupakan faktor penentu dalam proses

percepatan penanganan perkara.

4) Faktor intervensi pihak lain terhadap proses penegakan hukum.

Penegakan hukum dilingkungan TNI sering kali di intervensi oleh pihak

lain yang menghendaki penerapan hukum dilakukan tidak

sebagaimana mestinya, independensi terabaikan dan penegakan

hukum dilaksanakan berdasarkan kepentingan belaka. Hal ini

menyulitkan bagi penegak hukum dalam menjalankan tugasnya

sehingga menuai kritik dan hujatan dari lingkungan TNI maupun

masyarakat pada umumnya.

e. Prajurit Pelaku Tindak Pidana Narkotika. Salah satu komponen

kekuatan angkatan bersenjata adalah kesiapan personel yang menyangkut

keterlatihan dan kedisiplinan prajurit. Dalam membangun kekuatan TNI,

prajurit merupakan aset yang tak ternilai harganya, oleh karenanya personel

harus di bina secara terus menerus agar mempunyai kemampuan untuk

melaksanakan tugas-tugas militer. Untuk melaksanakan tugas-tugas militer

kuncinya adalah prajurit terlatih dan mempunyai disiplin yang tinggi sehingga

prajurit senantiasa siap sedia melaksanakan tugas. Fenomena yang terjadi

Page 23: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

23

saat ini berdasarkan data perkara yang di peroleh menunjukkan bahwa tindak

pidana narkotika yang dilakukan oleh prajurit TNI sejak berlakunya Undang-

undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika semakin meningkat, data Dinas

Penerangan Umum Mabes TNI menyebutkan bahwa prajurit TNI yang terlibat

narkoba tahun 2010 sebanyak 150 kasus, tahun 2011 menjadi 165 kasus atau

naik 10%. Berikut data perkara yang telah di putus oleh pengadilan militer

pada tahun 2010-2011 (lihat lampiran VI grafik Data Perkara Tindak Pidana

Narkotika Prajurit TNI Tahun 2010-2011)

f. Disparitas Penjatuhan Hukuman. Dari data Grafik diatas penjatuhan

hukuman bervariasi sesuai dengan pasal yang dilanggar dalam Undang-

undang Nomor 35 Tahun 2009. Berikut tabel 4 data perkara tindak pidana

narkotika yang dilakukan prajurit TNI pada tahun 2010-2011 berdasarkan

penjatuhan hukuman.

Tabel

Data Perkara Tindak Pidana Narkotika Prajurit TNI

Berdasarkan Penjatuhan Hukuman Tahun 2010-1011

Tahun

Jumlah Perkara Putus

Hukuman

Penjara dan tambahan pemecatan

Hukuman Penjara Tanpa

Pemecatan

Hukuman di bawah minimum

Prosentase Hukuman dibawah minimum

2010

150

96

54

11

7,4%

2011

165

102

63

16

9,7%

Sumber : Pengadilan Militer Utama

Tabel menunjukkan bahwa pada tahun 2010 perkara yang masuk ke

pengadilan militer sebanyak 150 dan sudah di putus, 96 perkara diputus

dengan hukuman penjara dan pemecatan dari dinas TNI, 54 di putus dengan

hukuman penjara tanpa pemecatan dan sebanyak 11 perkara diputus

Page 24: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

24

dibawah hukuman penjara dibawah minimum dari ancaman hukuman

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009. Jika di

prosentase dari jumlah perkara yang di putus sebanyak 7,4% putusan hakim

dibawah minimum. Pada tahun 2011 perkara narkotika yang masuk di

Pengadilan Militer sebanyak 165, telah di putus dengan hukuman penjara dan

pemecatan sebanyak 102 perkara, 63 perkara di putus dengan hukuman

penjara tanpa pemecatan dan 16 perkara diputus dibawah hukuman

minimum. Prosentase penjatuhan hukuman dibawah minimum naik 2,3%

menjadi 9,7%. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada hakim yang

menjatuhkan hukuman dibawah minimum dengan berbagai alasan dan

pertimbangan, dalam praktek peradilan permasalahan ini di kenal dengan

istilah disparitas penjatuhan hukuman sebagai akibat dari perbedaan persepsi

hakim dalam menerapkan hukum. Hukuman dibawah ancaman minumum ini

secara formil menyimpang dari ketentuan Undang-undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang narkotika yang menganut sistem hukuman minimum khusus

yang bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan melindungi

masyarakat dari kejahatan narkotika. Untuk mencapai tujuan tersebut maka

perlu di optimalkan penerapan sistem hukuman minimum khusus dengan

menjamin terselenggaranya sistem penegakan hukum di lingkungan TNI

secara efektif dan efisien.

13. Implikasi Penerapan Sistem Hukuman Minimum Khusus Bagi Prajurit Pelaku Tindak Pidana Narkotika Terhadap Efek Jera dan Terwujudnya Organisasi TNI yang Bebas Narkoba.

a. Implikasi Penerapan Sistem Hukuman Minimum Khusus Bagi Prajurit Pelaku Tindak Pidana Narkotika Terhadap Efek Jera. Belum

optimalnya penerapan sistem hukuman minimum khusus bagi prajurit pelaku

tindak pidana narkotika akan berpengaruh terhadap tujuan pemidanaan yaitu

menimbulkan efek jera sehingga :

1) Tidak tercapainya tujuan pemidanaan yaitu memberikan efek

jera secara khusus bagi prajurit pelaku tindak pidana narkotika.

Page 25: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

25

2) Tidak tercapainya tujuan pemidanaan yaitu membuat takut (efek

deteren) bagi prajurit lainnya dan masyarakat pada umumnya untuk

melakukan tindak pidana narkotika.

3) Kasus tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh prajurit TNI

akan meningkat.

b. Implikasi Penerapan Sistem Hukuman Minimum Khusus Bagi Prajurit Pelaku Tindak Pidana Narkotika Terhadap Terwujudnya Organisasi TNI yang Bebas Narkoba. Jika hukuman bagi prajurit pelaku

tindak pidana narkotika tidak memberikan efek jera maka organisasi TNI yang

bebas Narkoba tidak akan terwujud sehingga:

1) Menurunnya tingkat disiplin prajurit disebabkan penegakan

hukum tindak pidana narkotika dilakukan tidak sesuai dengan yang

seharusnya.

2) Prajurit tidak takut melakukan tindak pidana narkotika karena

sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pelakunya terlalu ringan di

bandingkan dengan bahaya yang di timbulkan akibat penyalahgunaan

narkotika.

3) Meningkatnya penyalahgunaan Narkotika di lingkungan TNI

menyebabkan tidak profesionalnya prajurit dalam melaksanakan tugas

sebab narkotika dapat merusak kesehatan baik fisik maupun psikis.

4) Menimbulkan citra negatif terhadap institusi TNI khususnya

penegak hukum dilingkungan TNI sehingga mendorong keinginan

masyarakat untuk merubah sistem penegakan hukum dilingkungan

TNI.

14. Permasalahan yang dihadapi. Berdasarkan hasil uraian yang disampaikan

di atas, diketahui ada beberapa masalah dalam penerapan sistem hukuman

minimum khusus, sebagai berikut :

Page 26: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

26

a. Proses Penegakan Hukum di Tingkat Penyidikan dan Penuntutan Belum Ada Transparansi. Proses penegakan Hukum di tingkat penyidikan

dan penuntutan dalam sistem penegakan hukum dilingkungan TNI adalah

Ankum ( Atasan yang berhak menghukum) yang dilaksanakan oleh penyidik

Pom (Polisi Militer) pada masing-masing angkatan sebagaimana diatur dalam

pasal 69 Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Selanjutnya tentang kewenangan penuntutan oleh Oditur Militer yang di atur

dalam pasal 124 dan seterusnya, pasal 182 Undang-Undang Nomor 31 tahun

1997 tentang Peradilan Militer mengatur kewenangan penuntutan oleh Oditur

Militer, hal ini di lakukan tanpa kontrol publik sebagaimana yang di wajibkan

oleh Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi

Publik adalah salah satu produk hukum Indonesia yang dikeluarkan dalam

tahun 2008 dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku

dua tahun setelah diundangkan. Undang-undang yang terdiri dari 64 pasal ini

pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk

membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan

informasi publik, kecuali beberapa informasi tertentu yang tidak boleh di

publikasikan. Belum adanya akses publik di tingkat penyidikan dan

penuntutan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Adapun kewenangan pada tingkat penyidikan dan penuntutan yang

berpengaruh langsung terhadap Penjatuhan Hukuman bagi prajurit pelaku

tindak pidana narkotika adalah sebagai berikut :

1) Kewenangan Penyidik pada tingkat Penyidikan. Kewenangan

Penyidik berdasarkan pasal 71 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997

adalah :

a) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang

tentang terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan

tindak pidana;

b) Mlakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat

kejadian;

c) Mencari keterangan dan barang bukti;

Page 27: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

27

d) Menyuruh berhenti seseorang yang diduga sebagai

Tersangka dan memeriksa tanda pengenalnya;

e) Melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan,

dan pemeriksaan surat-surat;

f) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g) Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa

sebagai Tersangka atau Saksi;

h) Meminta bantuan pemeriksaan seorang ahli atau

mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara; dan

i) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

bertanggung jawab.

2) Kewenangan Oditur Militer pada tingkat penuntutan.

Kewenangan Oditur sebagaimana diatur dalam pasal 130 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1997 adalah melimpahkan berkas perkara

kepada Pengadilan yang berwenang dengan disertai surat dakwaan.

Oditur membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda tangani

serta berisi:

a) Nama lengkap, pangkat, nomor registrasi pusat, jabatan,

kesatuan, tempat dan tanggal lahir/umur, jenis kelamin,

kewarganegaraan, agama, dan tempat tinggal Terdakwa;

b) Uraian fakta secara cermat, jelas, dan lengkap, mengenai

tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan

tempat tindak pidana itu dilakukan.

c) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud pada poin a) dan b) batal demi hukum.

Page 28: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

28

b. Belum Terintegrasinya Sistem Penanganan Perkara di Lingkungan TNI. Penanganan tindak pidana narkotika adalah salah satu perkara yang

mendapat prioritas penanganan sejak dari tingkat penyidikan sampai tingkat

pengadilan, oleh karenanya di butuhkan percepatan penaganan perkara

sehingga perkara narkotika yang di lakukan oleh prajurit TNI dapat di

selesaikan dengan cepat. Penanganan perkara yang di laksanakan saat ini

menghadapi kendala dalam proses penyidikan dan penuntutan yang lamban,

hal ini di sebabkan karena belum terintegrasinya sistem penanganan perkara

dalam sistem penegakan hukum di lingkungan TNI sehingga menjadi

penghambat percepatan penanganan perkara. Dengan kemajuan teknologi

informasi (TI) dewasa ini merupakan peluang bagi Peradilan Militer untuk

membangun sistem penanganan perkara berbasis TI. Berdasarkan

pengalaman di banyak negara, penggunaan TI masih menitikberatkan pada

upaya-upaya pencatatan elektronis saja. TI belum dioptimalkan secara

maksimal untuk secara progresif meningkatkan kinerja badan peradilan.

Oleh karena itu, inisiatif TI yang dilakukan tidak memberikan hasil

memuaskan bagi lembaga peradilan. Salah satu penyebabnya adalah Badan

Peradilan gagal dalam menetapkan peran dan arah strategis TI di dalam

organisasi peradilan itu sendiri. Kegagalan ini berpotensi menciptakan

ketidakmampuan dalam memetik hasil maksimal, bahkan dalam implementasi

TI itu sendiri.17

c. Sumber Daya Manusia Masih Terbatas. Masalah sumber daya

manusia menjadi suatu hal yang sangat penting apabila dikaitkan dengan

hasil dari proses penaganan perkara berupa produk hukum yang menjadi

dasar dilakukan proses pengadilan yang menghasilkan suatu putusan hakim

yang berkualitas. Produk hukum yang berkaitan langsung dengan putusan

Hakim adalah BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang di buat oleh penyidik

POM, Surat Dakwaan dan Tuntutan yang di buat oleh Oditur Militer. Ketiga

produk tersebut merupakan dasar dilakukannya pengambilan keputusan oleh

majelis Hakim militer guna menentukan dan menerapkan hukuman kepada

terdakwa tindak pidana narkotika. Permasalahan yang dihadapi untuk

menghasilkan produk yang berkualitas adalah masih terbatasnya personel

yang berkualitas yang mampu menerapkan hukum dengan cepat dan tepat 17 Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035, Jakarta, Mahkamah Agung RI, 2010, Hal. 63.

Page 29: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

29

sehingga menghambat proses penegakan hukum tindak pidana narkotika,

selain itu jumlah (kuantitas) aparat penegak hukum di tingkat penyidikan,

penuntutan dan pengadilan masih terbatas, hal ini dapat menghambat proses

penanganan perkara.

d. Sarana dan Prasarana Belum Memadai. Sistim penegakan hukum

harus didukung sarana dan prasarana yang memadai, apabila sarana dan

prasarana tidak terpenuhi maka akan membawa dampak tidak optimalnya

proses penegakan hukum dan mempengaruhi efektivitas penegakan hukum.

Tindak pidana narkotika saat ini dilakukan dengan modus operandi yang

canggih dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

sehingga dunia peradilan dalam melaksanakan tugas pokoknya juga harus di

dukung oleh Iptek yaitu berupa peralatan yang dapat memudahkan proses

pengungkapan fakta yang di dukung oleh alat bukti sebagaimana yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Peralatan yang dapat membantu pengungkapan fakta baik di tingkat

penyidikan maupun di tingkat pengadilan seperti alat pendeteksi kebohongan

(lie detector), laboratorium kriminal dan peralatan lainnya yang berbasis

Teknologi Informasi untuk mendukung penyelesaian perkara dengan cepat.

e. Fungsi Pengawasan Terhadap Kualitas Putusan dan Prilaku Hakim Belum Optimal. Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997

Dilmiltama berwenang untuk mengadakan pengawasan teknis yustisial

terhadap Pengadilan Militer di bawahnya dalam penyelesaian perkara, tingkah

laku dan tindakan para hakim militer, agar proses penyelesaian perkara dapat

berjalan dengan baik dan benar serta transparan. Fungsi pengawasan

terhadap kualitas putusan dan prilaku Hakim ini telah berjalan namun belum

optimal khususnya dalam pelaksanaan pengawasan teknis yustisial yang

seharusnya direncanakan dalam program kerja Dilmiltama (Pengadilan Militer

Utama) baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :

1) Kegiatan langsung yaitu dengan kunjungan kerja/inspeksi ke

daerah-daerah dan mengadakan pemeriksaan terhadap hasil-hasil

pelaksanaan sidang serta minutasi perkara, dan pada saat itu pula

kepada para hakim, panitera serta personel yang melaksanaan

Page 30: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

30

kegiatan tersebut diberikan petunjuk/bimbingan baik dalam hal

penerapan hukum acara maupun tata cara administrasi peradilan.

2) Kegiatan pengawasan tidak langsung dengan mengadakan

eksaminasi terhadap putusan-putusan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap termasuk kelengkapan /administrasi berkas

perkara, yang selanjutnya hasil pemeriksaan dituangkan dalam bentuk

petunjuk Kadilmiltama ( Kepala Pengadilan Militer Utama) dan

dikirimkan kembali kepada Pengadilan Militer yang bersangkutan untuk

digunakan sebagai pedoman pelaksanaan tugas selanjutnya.

f. Peranti Lunak yang Tidak Selaras dengan Praktek Penegakan Hukum. Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer

merupakan hukum formil (hukum acara) dalam sistem Peradilan Militer saat

ini. Jika dikaji lebih mendalam berdasarkan ilmu hukum maka ditemui

beberapa kelemahan yang terdapat dalam sistem Peradilan Militer yang di

terapkan saat ini. Menurut pendapat penulis kelemahan tersebut ada pada 3

komponen penegakan hukum, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Subtansi. Subtansi berkaitan dengan norma-norma atau kaidah

yang terdapat dalam aturan hukum, norma atau kaidah ini tidak boleh

bertentangan dengan asas-asas hukum yang berlaku secara universal

dan prinsip-prinsip penegakan hukum yang berkeadilan. Dalam

masalah ini terhadap Undang-Undang Peradilan Militer secara subtansi

bertentangan dengan asas equality before the law ( asas persamaan di

depan hukum), ini terlihat dari adanya pengaturan kewenangan

mengadili pengadilan militer berdasarkan tingkat kepangkatan. Selain

itu Pengadilan Militer tidak dapat mengadili pejabat Militer yang

berpangkat bintang 3 dan bintang 4 hal ini terkait dengan persyaratan

formil tingkat kepangkatan Hakim yang mengadili sebagaimana yang di

atur dalam pasal 16 Undang-Undang Peradilan Militer.

2) Struktur. Struktur berkaitan dengan lembaga dan aparat

penegak hukum. Secara struktur lembaga penegakan hukum

dilingkungan TNI pada tingkat penyidikan dan penuntutan yaitu Pom

Page 31: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

31

Angkatan dan Oditurat Militer masih berada dibawah garis komando

kepala staf angkatan dan Panglima TNI. Sedangkan Pengadilan Militer

secara organisasi, administrasi dan finansial berada dibawah

Mahkamah Agung RI, hanya saja pembinaan personel militer masih

dilaksanakan oleh Mabes TNI. Perkembangan Peradilan Militer sudah

memasuki tahap yang lebih baik, namun masih adanya campur tangan

Mabes TNI dalam hal pembinaan personel militer hal ini akan

mengurangi independensi Pengadilan Militer dalam menangani

perkara.

3) Kultur. Budaya hukum juga merupakan unsur yang penting

dalam sistem hukum, karena budaya hukum memperlihatkan pemikiran

dan kekuatan masyarakat yang menentukan bagaimana hukum

tersebut ditaati, dihindari, atau disalahgunakan. Peradilan Militer

sebagai suatu sistem penegakan hukum dilingkungan TNI seharusnya

didukung oleh budaya hukum masyarakat militer agar penegakan

hukum yang berkeadilan dapat tercipta. Kondisi penegakan hukum

dilingkungan TNI saat ini masih memprihatinkan, hal ini disebabkan

adanya budaya penegakan hukum berdasarkan kepentingan. Jika

kepentingannya terlindungi hukum ditaati, apabila kepentingannya

terancam atau dirugikan maka hukum dihindari, diabaikan dan bahkan

disalahgunakan. Contoh konkrit dari hal ini adalah bahwa masih

adanya intervensi pejabat militer terhadap beberapa kasus yang di

tangani oleh peradilan militer dengan alasan mengamankan

kepentingan militer, ini sering dijadikan alasan untuk melindungi

kepentingan pribadi pejabat militer. Kedepan diharapkan terjadi

perubahan kultur hukum dengan menempatkan hukum sebagai

panglima sebelum perubahan itu dipaksakan oleh kekuatan lain diluar

TNI.

Page 32: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

32

BAB IV

PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS

15. Umum. Penerapan sistem hukuman minimum khusus bagi prajurit pelaku

tindak pidana narkotika juga dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis

yang dapat memberikan dampak baik negatif maupun dampak positif. Pengaruh

negatif perkembangan lingkungan strategis harus dihadapi dengan menggunakan

segala upaya. Sedangkan pengaruh positif perkembangan lingkungan strategis

dapat dijadikan peluang untuk lebih mengoptimalkan penerapan sistem hukuman

minimum khusus bagi prajurit pelaku tindak pidana narkotika guna memberikan efek

jera. Pengaruh global, regional dan nasional terhadap penegakan hukum narkotika

harus dicermati untuk menentukan kebijakan, strategi dan upaya, agar dapat

mengoptimalkan penerapan sistem hukuman minimum khusus bagi prajurit pelaku

tindak pidana narkotika guna memberikan efek jera dalam rangka terwujudnya

organisasi TNI yang bebas Narkoba.

16. Pengaruh Global. Perkembangan teknologi dan globalisasi pada satu sisi

telah memberikan berbagai macam kemudahan dalam kerjasama dan hubungan

internasional, baik dalam bidang ekonomi dan perdagangan, sosial budaya serta

pertahanan keamanan. Namun di sisi lain juga telah mempermudah para pelaku

kejahatan untuk memperluas aksinya. Perkembangan kejahatan tidak lagi

memperhatikan batas-batas wilayah negara. Salah satu kejahatan yang menjadi

pusat perhatian masyarakat internasional adalah peredaran gelap narkotika.

Masyarakat internasional menyadari bahwa peredaran gelap narkotika adalah

kejahatan yang serius sehingga penanganannya hanya bisa dilakukan melalui

kerjasama internasional yang intensif. Kejahatan peredaran gelap yang semakin

meningkat dari tahun ke tahun perlu mendapat perhatian khusus karena jumlah dan

modus operandi yang dilakukan untuk mengedarkan narkotika semakin canggih dan

seringkali menimbulkan kesulitan bagi pihak berwajib untuk mengungkapnya.

Perkembangan peredaran gelap narkotika yang bersifat lintas batas negara semakin

berkembang dewasa ini sehingga merupakan permasalahan bagi masyarakat

internasional. Dalam hal ini narkotika tidak hanya menimbulkan masalah bagi

kesehatan manusia tetapi juga menjadi bahaya yang serius yang mengancam

falsafah kehidupan bangsa-bangsa pada umumnya, termasuk bangsa Indonesia.

Page 33: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

33

Perkembangan peredaran gelap narkotika ini memerlukan suatu kerjasama untuk

menanggulanginya baik secara nasional maupun internasional.

17. Pengaruh Regional. Kawasan regional dalam hal ini negara-negara di

kawasan Asia Tenggara telah membuat kesepakatan untuk membentuk Kerjasama

Bidang Penanggulangan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran

Gelap Narkotika dan Obat-obat Terlarang (P4GN). Secara umum, inti dari kerjasama

penanggulangan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba

(P4GN) di tingkat regional ASEAN diarahkan pada upaya realisasi komitmen Drug

Free ASEAN 2015 (Kawasan Bebas Narkoba ASEAN 2015), yang dipertegas dalam

Rencana Aksi Komunitas Sosial-Budaya. Upaya di tingkat regional tersebut

diselaraskan dengan langkah-langkah di tingkat nasional yang menetapkan

pencapaian Kawasan Bebas Narkoba Indonesia 2015.18 Dengan adanya kerja sama

di bidang pemberantasan peredaran gelap narkotika maka hal ini merupakan suatu

kondisi yang dapat mendukung upaya pemberantasan tindak pidana narkotika

dilingkungan TNI dengan menggunakan sarana penegakan hukum.

18. Pengaruh Nasional. Pengaruh kehidupan nasional terhadap penerapan

sistem hukuman minimum khusus bagi prajurit pelaku tindak pidana narkotika adalah

kemampuan Asta Gatra yang kuat maka Penerapan sistem hukuman minimum

khusus bagi prajurit pelaku tindak pidana narkotika dapat ditegakkan. Asta Gatra

yang kuat akan memperkuat pula posisi tawar baik di lingkungan nasional maupun

regional. Pengaruh kehidupan Nasional mengalami pasang surut dipengaruhi oleh

dinamika perkembangan lingkungan internasional dan regional19, kecenderungan

stategis nasional yang berkembang hingga saat ini dapat dikategorikan ke dalam

aspek-aspek kehidupan nasional sebagai berikut :

a. Geografi. Luas wilayah negara Republik Indonesia secara politis

merupakan negara kesatuan, namun struktur fisiknya terdiri dari pulau besar

dan kecil yang menurut perhitungan terakhir berjumlah 17.508 buah. Luas

wilayah Republik Indonesia termasuk ZEE kurang lebih 7,7 juta km², wilayah

daratan 1,9 juta km², serta lautan sebesar 5,5 juta km². Sebagai negara

18 http://www.suarapembaruan.com/home/asean-teken-deklarasi-kawasan-bebas-narkotika-2015/18806 diakses pada tanggal 28 juli 2012. 19 http://www.docstoc.com/docs/43191288/Pendekatan-Asta-Gatra di akses pada tanggal 7 juli 2012.

Page 34: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

34

kepulauan Indonesia memiliki posisi yang strategis berada di antara dua

benua Asia-Australia dan dua samudera, Hindia dan Pasifik mengakibatkan

tingkat kerawanan sangat tinggi dan sangat potensial untuk di jadikan tempat

dilakukan kejahatan transional diantaranya kejahatan peredaran gelap

narkotika.

b. Demografi. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010,

jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 237.556.363 orang (Buku Hasil

Sensus Penduduk Tahun 2020 data Agregat per Provinsi - BPS 2010), yang

terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Distribusi

penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yaitu sebesar 58

persen, yang diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21 persen. Selanjutnya

untuk pulau-pulau/kelompok kepulauan lain berturut-turut adalah sebagai

berikut: Sulawesi sebesar 7 persen; Kalimantan sebesar 6 persen; Bali dan

Nusa Tenggara sebesar 6 persen; dan Maluku dan Papua sebesar 3 persen.

Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah tiga provinsi dengan urutan

teratas yang berpenduduk terbanyak, yaitu masing-masing berjumlah

43.021.826 orang, 37.476.011 orang, dan 32.380.687 orang. Sedangkan

Provinsi Sumatera Utara merupakan wilayah yang terbanyak penduduknya di

luar Jawa, yaitu sebanyak 12.985.075 orang. Dengan luas wilayah Indonesia

yang sekitar 1.910.931 km2, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk

Indonesia adalah sebesar 124 orang per km2. Provinsi yang paling tinggi

kepadatan penduduknya adalah Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 14.440

orang per km2. .20 Jumlah penduduk Indonesia yang besar sebenarnya

mempunyai potensi untuk meningkatkan kemampuan Negara dalam

mempertahankan kedaulatan NKRI. Tetapi di sisi lain, jumlah penduduk

Indonesia yang besar dengan kualitas yang masih rendah dan terbatasnya

lapangan kerja merupakan potensi kerawanan yang perlu diwaspadai,

jumlah penduduk yang besar apabila dapat didayagunakan dan dimanfaatkan

dengan baik maka menjadi aset dalam pembangunan, namun sebaliknya juga

akan menjadi beban negara apabila pertumbuhan ekonomi rendah, karena

akan tercipta pengangguran dan kemiskinan. Penduduk yang jumlahnya besar

20http://wartapedia.com/nasional/statistik/167-sosial-demografi-secara-umum-penduduk-indonesia.htm diakses tanggal 7 Juli 2012.

Page 35: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

35

jika di kaitkan dengan peredaran gelap narkotika merupakan pangsa pasar

yang potensial untuk bisnis narkotika.

c. Sumber Kekayaan Alam. Wilayah Indonesia dikarunia beraneka

ragam sumber kekayaan alam, baik dari pertambangan, hutan, potensi

perikanan maupun kondisi lahan pertanian yang subur. Namun pengelolaan

kekayaan alam ini belum dilaksanakan dengan optimal. Sumber Kekayaan

alam yang memiliki potensi sebagai bahan untuk penggerakan industri-industri

dalam negeri. Industri tersebut merupakan obyek vital nasional yang harus

dilindungi. Untuk melindungi dan memanfaatkan kekayaan alam indonesia

maka di butuhkan SDM yang baik dan profesional, untuk itu negara wajib

meningkatkannya dengan melakukan pembinaan melaui pendidikan dan

kegiatan lain sebagai upaya meningkatkan SDM. Selain itu negara juga

mempunyai kewajiban melindungi seluruh bangsa indonesia dari berbagai

bentuk ancaman termasuk ancaman bahaya narkotika yang dapat

melemahkan ketahanan nasional dengan hancurnya genarasi muda harapan

bangsa.

d. Ideologi. Pancasila adalah pandangan hidup dan sekaligus sebagai

ideologi telah diterima oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada era

globalisasi ini maka Pancasila mendapat tantangan dengan masuknya

informasi dan ideologi lain yang begitu bebas ke Indonesia. Dengan arus

informasi seolah-olah dunia tidak mempunyai batas-batas negara. Derasnya

arus globalisasi berdampak terhadap Indonesia yakni masuknya faham

negara lain dan tatanan nilai budaya barat yang dapat merubah pola pikir,

pola tindak dan pola sikap bangsa Indonesia. Dengan masuknya paham

yang tidak selaras dengan Pancasila khususnya sila ke-3 Persatuan

Indonesia akan menimbulkan permasalahan disintegrasi bangsa. Hal ini

harus mendapat perhatian serius dari seluruh penyelenggara

pemerintahan negara untuk mengambil tindakan yang tepat termasuk

meningkatkan ketahanan nasional. Salah satu bentuk ancaman yang

dapat melemahkan ketahanan nasional adalah bahaya peredaran gelap

narkotika.

Page 36: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

36

e. Politik. Perkembangan politik nasional sebagai dampak dari reformasi

melahirkan proses politik yang cukup demokratis dan signifikan , telah

meletakkan TNI kepada profesi dirinya dengan peran yang cukup realistis

yakni sebagai alat pertahanan. TNI di tuntut untuk profesional di bidangnya

sebagai alat pertahanan negara, untuk mewujudkan TNI yang profesional

dibutuhkan personel yang terlatih dan berdisiplin tinggi. TNI berkepentingan

terhadap segala bentuk ancaman yang dapat menggoyahkan ketahanan

nasional karena TNI mengemban tugas tersebut. Salah satu bentuk ancaman

yang dapat menggoyahkan ketahanan nasional dan merusak sendi-sendi

kehidupan prajurit adalah bahaya penyalahgunaan narkotika.

f. Ekonomi. Daya dukung anggaran negara untuk mewujudkan

kemampuan pertahanan negara sangat terbatas, sedangkan Indonesia

termasuk negara yang tingkat ancamannya sangat tinggi. Anggaran

pertahanan negara yang paling rendah dibandingkan dengan negara-negara

ASEAN, hal ini berpengaruh terhadap kemampuan Alutsista di TNI khususnya

TNI AU. Demikian juga dengan anggaran bidang lain diantaranya anggaran di

bidang penegakan hukum termasuk penegakan hukum terhadap kejahatan

narkotika masih terbatas sehingga berdampak belum optimalnya penegakan

hukum terhadap kejahatan narkotika.

g. Pertahanan dan Keamanan. Ancaman militer berupa invasi atau agresi

militer diperkirakan kecil, walaupun demikian pembangunan komponen utama,

cadangan dan pendukung tetap perlu dipersiapkan secara dini demi

kewibawaan dan martabat bangsa terutama dalam mengatasi konflik

perbatasan. Ancaman non militer seperti terorisme, narkoba, separatis, dan

konflik komunal dapat terjadi karena faktor kurangnya rasa nasionalisme dan

sistem ekonomi yang belum kondusif. Untuk itu perlu adanya pembangunan

postur TNI yang kuat, sehingga ancaman militer maupun non militer dapat

teratasi. Permasalahan perbatasan dengan negara tetangga masih banyak

yang tersisa, dan diantaranya rawan menjadi potensi konflik terbatas dengan

Indonesia. Aktivitas kegiatan transnasional seperti penyelundupan barang

dan senjata, drugs dan human trafficking, illegal logging, illegal fishing, juga

masih menonjol. Walaupun pemerintah telah berupaya melakukan berbagai

Page 37: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

37

cara, termasuk dengan menggelar operasi keamanan, tetapi aktivitas ilegal

tersebut masih tinggi.

19. Peluang dan Kendala. Perkembangan lingkungan strategis yang terus

berkembang secara dinamis akan berdampak adanya peluang dan kendala dalam

optimalisasi penerapan sistem hukuman minimum khusus bagi prajurit pelaku tindak

pidana narkotika guna memberikan efek jera dalam rangka terwujudnya organisasi

TNI yang bebas Narkoba, sebagai berikut :

a. Peluang. Perkembangan lingkungan strategis yang dapat menjadi

peluang adalah :

1) Aspek Global.

a) Adanya fakta kejahatan transnaional dan kesadaran

masyarakat internasional akan bahaya peredaran gelap narkotika

sehingga ada paradigma pemikiran untuk memperberat ancaman

pidana bagi pelaku kejahatan narkotika sebagaimana yang telah

di tuangkan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika.

b) Kemajuan Teknologi membawa dampak positif dan negatif.

Dampak positif dari kemajuan di bidang teknologi khususnya

teknologi informasi dapat di manfaatkan guna mendukung upaya-

upaya pemberantasan tindak pidana narkotika.

2) Aspek Regional. Adanya kerjasama negara-negara ASEAN di

bidang Penanggulangan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkotika dan Obat-obat Terlarang (P4GN). hal ini

merupakan suatu kondisi yang dapat mendukung upaya

pemberantasan tindak pidana narkotika dilingkungan TNI dengan

menggunakan sarana penegakan hukum

3) Aspek Nasional. Guna peningkatan upaya pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana Narkotika dilakukan pembaruan terhadap

Page 38: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

38

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menjadi

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal ini juga

untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik

secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas,

terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada

umumnya. Pemerintah berkomitmen untuk memberantas peredaran

gelap narkotika dengan menandatangani kerjasama baik nasional

maupun internasional. kondisi ini sangat mendukung upaya TNI untuk

memberantas kejahatan narkotika dilingkungan TNI.

b. Kendala. Perkembangan lingkungan strategis yang dapat menjadi

kendala adalah :

1) Aspek Global. Globalisasi selain memberikan dampak positif

dengan pesatnya kemajuan teknologi yang memudahkan hubungan

antar individu-individu yang tidak mengenal batas negara, tetapi di sisi

lain globalisasi juga memberikan dampak terhadap kegiatan kegiatan

bisnis narkotika. Peredaran gelap dilakukan dengan modus operandi

yang canggih dengan menggunakan teknologi untuk memudahkan

peredaran narkotika, dilakukan dengan terorganisir dan transnasioanal.

Dalam beberapa kasus peredaran narkoba internasional melibatkan

anggota TNI untuk melancarkan peredaran gelapnya. Fakta

menunjukkan bahwa anggota TNI sering kali dimanfaatkan oleh bandar

narkoba untuk memuluskan jalannya dalam peredaran gelap narkoba.

Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan anggota TNI dalam beberapa

kasus, salah satu kasusnya adalah keterlibatan anggota TNI dalam

peredaran gelap ekstasi sebesar 1.412.476 butir ekstasi atau ineks

dengan berat total 3.784.358 gram yang ditangkap aparat Gabungan

Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tanggal 8 Mei 2012. Dengan

fakta ini menunjukkan bahwa adanya korelasi antara perkembangan

lingkungan strategis khususnya perkembangan kejahatan narkotika

internasional terhadap meningkatnya tindak pidana narkotika yang

dilakukan oleh anggota TNI. Gambar berikut menunjukkan bahwa

indonesia adalah salah satu negara yang sangat strategis bagi jalur

perdagangan dan penyelundupan narkoba, sehingga dari aspek

Page 39: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

39

kriminologi faktor ini dapat menjadi penyebab meningkatnya tindak

pidana narkotika oleh prajurit TNI.(lihat lampiran VII jalur penrdagangan

dan penyelundupan narkoba jenis kokain)

2) Aspek Regional. Negara-negara Asean merupakan negara-

negara yang menjadi pangsa pasar bagi bisnis narkotika beberapa

diantaranya merupakan negara-negara produsen narkoba termasuk

indonesia. Indonesia saat ini tidak hanya sebagai negara yang menjadi

salah satu tempat peredaran narkoba, bahkan ditemukan beberapa

pabrik pembuatan narkoba. Ini menunjukkan bahwa begitu besarnya

pasar narkoba di Indonesia. Kondisi lingkungan strategis dikawasan

regional ini secara faktual berkorelasi terhadap meningkatnya tindak

pidana narkotika di indonesia khususnya tindak pidana narkotika yang

di lakukan prajurit TNI sebagaimana yang telah penulis buktikan pada

bab terdahulu melalui data statistik yang di himpun dari sumber-sumber

terpercaya. Dari data tersebut memperlihatkan keterlibatan anggota TNI

dalam peredaran gelap narkoba dan beberapa diantaranya terjerumus

sebagai penyalahuna narkoba karena faktor lingkungan dan pergaulan

yang kurang tepat. Gambar berikut menunjukkan perkembangan

lingkungan strategis regional kejahatan narkotika.(lihat lampiran IX)

3) Aspek Nasional. Indonesia dikenal sebagai produsen extasi

nomor 1 didunia, tetapi sebagai pengedar, Indonesia dikenal sebagai

pengedar ganja terbesar didunia. Hal tersebut memungkinkan karena

ganja dari Indonesia merupakan mariyuana dengan kualitas no.1 di

dunia.21 Untuk kasus ganja, mengutip data dari Badan Narkotika

Nasional yang bersumber dari Direktorat Tindak Pidana Narkoba, per

Maret 2012 telah disita ganja dengan total 23.891.244,25 gram, pohon

ganja (stalks) 1.839.664 batang dan luas area penanaman ganja

305,83 hektare. Hasil pengungkapan Polri Per 2011 terdapat 5.909

kasus berkaitan dengan ganja. Kondisi lingkungan strategis secara

nasional juga berkorelasi terhadap meningkatnya tindak pidana

narkotika secara nasional khususnya peningkatan tindak pidana

21 http://veromons.blogspot.com/2012/02/6-negara-produksi-narkoba-terbesar-di.html di akses pada tanggal 11 Agustus 2012.

Page 40: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

40

narkotika yang dilakukan oleh prajurit TNI. Pernyataan ini juga didukung

oleh pengalaman penulis selama bertugas di Pengadilan Militer I-01

Banda aceh dengan wilayah hukum provinsi aceh yang di kenal secara

internasional sebagai daerah penghasil ganja dengan kualitas nomor 1

didunia. Jika di kalkulasi dalam prosentase berdasarkan jenis tindak

pidana yang di tangani oleh Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh

menunjukkan bahwa tindak pidana narkotika menduduki rengking

teratas yakni berkisar 30% dari semua jenis tindak pidana yang di

lakukan prajurit TNI. Ini membuktikan bahwa kondisi lingstra secara

nasional berpengaruh terhadap meningkatnya tindak pidana narkotika

yang dilakukan prajurit TNI. Gambar berikut merupakan jalur

perdagangan narkoba jenis ganja terkait dengan peningkatan tindak

pidana yang dilakukan prajurit TNI (lihat lampiran X)

Page 41: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

41

BAB V

KONDISI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN MINIMUM KHUSUS

BAGI PRAJURIT PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DIHARAPKAN

20. Umum. Ketertiban, keteraturan dan kepastian hukum merupakan dambaan

setiap orang dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, tidak terlepas kehidupan

prajurit TNI. Namun demikian perwujudan kondisi tersebut tidaklah mudah karena

menyangkut berbagai aspek terkait, apakah itu aturannya, aparatnya,

penegakannya, maupun hal-hal lain. Penegakan hukum yang dilakukan dalam

kehidupan prajurit TNI harus dilaksanakan secara cepat, tepat dan memberikan

kepastian. Karena prajurit TNI pada dasarnya dituntut adanya kesiap-siagaan,

sehingga manakala ada persoalan yang dilakukan oleh prajurit TNI, dan agar tidak

mengganggu tingkat kesiapan prajurit dalam pelaksanaan tugasnya, dan terkait

sistem pembinaan prajurit dikesatuan, maka penyelesaian perkara yang dilakukan

oleh prajurit merupakan sesuatu hal yang menjadi prioritas utama.

21. Kondisi Penerapan Sistem Hukuman Minimum Khusus Bagi Prajurit Pelaku Tindak Pidana Narkotika yang Diharapkan. Kondisi penerapan hukuman

minimum khusus bagi prajurit pelaku tindak pidana narkotika yang diharapkan dapat

di jelaskan sebagai berikut.

a. Penerapan Sistem Hukuman Minimum Khusus. Aparat penegak

Hukum dilingkungan TNI berkewajiban menerapkan norma hukum yang

selaras dengan praktek penegakan hukum, sehingga tercipta suatu kondisi

harmonisasi antara das sollen dan das sain khususnya dalam menerapkan

sistem penjatuhan Hukuman Pidana sebagaimana yang di anut oleh Undang-

Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika yaitu Sistem Hukuman

Minimum Khusus.

b. Kewenangan Mengadili. Masalah kewenangan mengadili terkait

dengan tindak pidana umum yang dilakukukan oleh prajurit TNI saat ini masih

timbul perdebatan antara kalangan yang menghendaki diadili oleh peradilan

umum dan kalangan yang mempertahankan yuridiksi peradilan militer

terhadap tindak pidana umum yang dilakukan oleh militer. Diharapkan

Page 42: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

42

pemerintah dan DPR dapat menemukan solusi yang terbaik atas masalah ini

demi kepentingan bangsa dan negara. Tindak pidana umum yang dilakukan

oleh prajurit TNI sebaiknya masih diadili oleh pengadilan militer, terutama

tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh prajurit TNI, berdasarkan

argumentasi hukum sebagai berikut :

1) Tindak pidana narkotika berdimensi ancaman terhadap

pertahanan negara sehingga terkandung kepentingan militer yang

harus di selamatkan.

2) Anggota TNI merupakan orang-orang terlatih yang di persiapkan

untuk bertempur dan kepadanya dibebankan tugas dan tanggungjawab

yang berat yaitu mempertahankan kedaulatan, menjaga keselamatn

bangsa dan negara, sehingga apabila melakukan pelanggaran hukum

mereka harus di tanggani oleh institusi khusus yaitu Peradilan Militer

guna mendukung tugas pokok TNI.

3) Masyarakat miiliter mempunyai kebudayaan sendiri yang harus

diakui keberadaannya, terkait dengan hal ini maka pemaksaan

pemberlakuan yuridiksi peradilan umum terhadap prajurit yang

melakukan tindak pidana umum akan menimbulkan masalah jika dilihat

dari aspek penegakan hukum. Hukum tidak dapat berlaku efektif

apabila tidak didukung oleh kebudayaan suatu masyarakat yang

menjadi objek keberlakuan suatu aturan hukum, berdasarkan teori

lowrence meir friedmen mengajarkan 3 komponen dalam sistem hukum

yang merupakan satu kesatuan dalam upaya penegakan hukum yaitu

subtansi, struktur dan kultur.

4) Pemaksaan keberlakuan yuridiksi peradilan umum terhadap

prajutit TNI yang melakukan tindak pidana umum di khawatirkan justru

akan menimbulkan ketidaktertiban dalam masyarakat sehingga

bertentangan dengan filosofi tujuan hukum yaitu memberikan rasa

keadilan dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat.

Page 43: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

43

c. Kesenjangan antar Institusi Penegak Hukum Dilingkungan TNI.

kondisi yang diharapkan terhadap kesenjangan yang terjadi antar institusi

penegak hukum dilingkungan TNI yaitu hilangnya kesenjangan dan

terciptanya sinergi sehingga sistem penegakan hukum dapat berjalan secara

efektif dan efisien

d. Kondisi Penegakan Hukum pada tingkat Penyidikan dan Penuntutan. Diharapkan faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam

optimalisasi penerapan sistem hukuman minimum khusus dapat di atasi

melalui kebijakan, strategi dan upaya-upaya yang akan di uraikan pada bab

berikut.

e. Prajurit Pelaku Tindak Pidana Narkotika. Penyalahgunaan narkotika

sudah menjadi isu yang umum oleh karena itu setiap masyarakat diharapkan

partisipasinya dalam menanggulangi bahaya narkotika. Prajurit TNI sebagai

bagian integral dari masyarakat harus memberikan contoh kepada

masyarakat untuk tidak terlibat dalam tindak pidana narkotika dan ikut

berperan dalam pencegahan dan penanggulangannya baik melalui sarana

penal maupun non penal. Sehingga dengan demikian tercipta suatu kondisi

dimana prajurit TNI bebas dari keterlibatan tindak pidana narkotika.

f. Disparitas Penjatuhan Hukuman. Faktor yang menyebabkan

disparitas penjatuhan hukuman adalah belum adanya pedoman bagi hakim

dalam menjatuhkan hukuman minimum khusus dan perbedaan persepsi di

kalangan hakim tentang penerapan sistem hukuman minimum khusus, kondisi

yang di harapkan guna mengatasi persoalan ini yaitu terciptanya suatu

pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman dan terwujudnya

persamaan persepsi dalam penerapan hukuman minimum khusus.

22. Kontribusi Penerapan Sistem Hukuman Minimum Khusus Bagi Prajurit

Pelaku Tindak Pidana Narkotika Terhadap Efek Jera dan Terwujudnya Organisasi TNI yang Bebas Narkoba.

a. Kontribusi Penerapan Sistem Hukuman Minimum Khusus Bagi

Prajurit Pelaku Tindak Pidana Narkotika Terhadap Efek Jera. Optimalnya

Page 44: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

44

penerapan sistem hukuman minimum khusus bagi prajurit pelaku tindak

pidana narkotika akan berpengaruh terhadap tujuan pemidanaan yaitu

menimbulkan efek jera sehingga :

1) Tercapainya tujuan pemidanaan yaitu membuat jera prajurit

pelaku tindak pidana narkotika.

2) Tercapainya tujuan pemidanaan yaitu membuat takut (efek

deteren) bagi prajurit lainnya untuk melakukan tindak pidana narkotika.

3) Kasus tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh prajurit TNI

akan menurun.

b. Kontribusi Penerapan Sistem Hukuman Minimum Khusus Bagi Prajurit Pelaku Tindak Pidana Narkotika Terhadap Terwujudnya Organisasi TNI yang Bebas Narkoba. Jika hukuman bagi prajurit pelaku

tindak pidana narkotika memberikan efek jera maka organisasi TNI yang

bebas Narkoba akan terwujud sehingga:

1) Prajurit senantiasa menjaga kedisiplinannya sesuai dengan tata

kehidupan Militer dalam melaksanakan tugas yang di embannya, hal ini

disebabkan penegakan hukum khususnya tindak pidana narkotika

dilakukan sesuai dengan yang seharusnya.

2) Prajurit enggan melakukan tindak pidana narkotika karna sanksi

pidana yang dijatuhkan terhadap pelakunya berat dan menyadari

bahaya yang di timbulkan akibat penyalahgunaan narkotika.

3) Terciptanya semangat perlawanan di kalangan prajurit terhadap

usaha-usaha melemahkan kekuatan TNI melalui peredaran gelap

narkotika.

4) Terwujudnya prajurit TNI yang bersih dari penyalahgunaan

narkotika dan profesional dalam melaksanakan tugas.

Page 45: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

45

5) Menimbulkan citra positif terhadap institusi TNI karena

penegakan hukum dilingkungan TNI telah dilaksanakan sebagaimana

mestinya.

23. Indikator Keberhasilan. Untuk mengukur keberhasilan Penerapan Sistem

Hukuman Minimum Khusus Bagi Prajurit Pelaku Tindak Pidana Narkotika melalui

beberapa indikator, baik imput, indikator proses maupun indikator output dan

outcome. Maka beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai indikator

keberhasilannya adalah sebagai berikut :

a. Terwujudnya Transparansi Proses Penegakan Hukum di Tingkat Penyidikan dan Penuntutan. Terpenuhinya kewajiban kepada setiap Badan

Publik termasuk penyidik POM dan Oditurat Militer untuk membuka akses bagi

setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali

beberapa informasi tertentu. Adanya akses publik di tingkat penyidikan dan

penuntutan menutup peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Tranparansi di lakukan dengan menyediakan laporan penaganan perkara

sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

b. Terintegrasinya Sistem Penanganana Perkara di Lingkungan TNI.

Guna mengatasi percepatan penanganan perkara narkotika dan perkara

lainnya kondisi yang di harapkan sebagai indikator keberhasilan adalah

terintegrasinya sistem penanganan perkara dengan memanfaatkan kemajuan

di bidang teknologi informasi yaitu terwujudnya pembangunan jaringan

penanganan perkara di lingkungan TNI yang terkoneksi dengan Mahkamah

Agung RI.

c. Terpenuhinya Sumber Daya Manusia. Di bidang sumber daya

manusia kondisi yang di harapkan adalah terpenuhinya standarisasi

kebutuhan personel baik dari kualitas maupun kuantitas dalam rangka

mendukung efektivitas penegakan hukum di lingkungan TNI. Salah satu

kriteria Badan Peradilan Indonesia yang Agung adalah bila Badan

Peradilan telah mampu mengelola dan membina SDM yang kompeten

dengan kriteria obyektif, sehingga tercipta hakim dan aparatur peradilan yang

Page 46: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

46

berintegritas dan profesional22. Demikian juga hendaknya pada aparat

penegak hukum lain dilingkungan TNI yaitu Polisi Militer dan Oditur Militer

harus mengimbangi pembangunan dan pembinaan SDM yang telah di

lakukan oleh Mahkamah Agung selama ini agar kinerja Peradilan Militer

secara keseluruhan dapat meningkat terutama dalam hal menangani perkara

narkotika prajurit TNI.

d. Terpenuhinya Sarana dan Prasarana. Sistim penegakan hukum harus

didukung sarana dan prasarana yang memadai, apabila sarana dan

prasarana tidak terpenuhi maka akan membawa dampak tidak optimalnya

proses penegakan hukum dan mempengaruhi efektivitas penegakan hukum.

Oleh sebab itu kondisi yang di harapkan adalah terpenuhinya sarana dan

prasana. Sarana dan prasarana pendukung proses penanganan perkara

narkotika dan perkara lainnya adalah dukungan teknologi informasi. Hal ini

terkait dengan optimalisasi bagian-bagian lain dalam sistem penegakan

hukum di Peradilan Militer sebagai contoh adalah pengembangan SDM,

modernisasi manajemen perkara, peningkatan tranparansi dan akses publik

terhadap lembaga peradilan dan dukungan terhadap kegiatan peradilan

lainnya baik teknis yudisial maupun non teknis yudisial. Gambar berikut

merupakan program modernisasi menejemen perkara yang membutuhkan

dukungan TI. (lihat lampiran XI Modernisasi Manajemen perkara pengadilan)

e. Terlaksananya Fungsi Pengawasan Terhadap Kualitas Putusan dan Prilaku Hakim. Fungsi pengawasan pada hakekatnya adalah untuk

mengontrol penerapan kewenangan hakim agar dapat berjalan sesuai

dengan koridor dan mencegah terjadinya penyimpangan Berkaitan dengan

kewenagan Hakim dalam memutus perkara khususnya perkara narkotika

yang dilakukan oleh prajurit TNI. Terjadinya disparitas putusan Hakim dalam

perkara narkotika yang dilakukan oleh prajurit TNI dapat di mungkinkan

disebabkan adanya penyalahgunaan wewenag dan prilaku menyimpang

Hakim sebagaimana yang telah di tetapkan dalam kode etik hakim. Selain

itu dapat pula disebabkan karena kurang profesionalnya hakim dan

perbedaan persepsi dalam menerapkan hukum. Oleh karenanya kondisi yang

diharapkan pada fungsi pengawasan ini adalah terlaksananya fungsi 22 Ibid, Hal. 48.

Page 47: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

47

pengawasan terhadap putusan dan prilaku Hakim secara efektif dan efisien.

f. Peranti Lunak yang Selaras Dengan Praktek Penegakan Hukum.

Adanya keselarasan antara Undang-undang Nomor : 31 tahun 1997 tentang

Peradilan Militer sebagai hukum acara pidana militer dan praktek penegakan

hukum, maka indikator keberhasilannya adalah terwujudnya Undang-Undang

Peradilan Militer yang baru dengan merubah pasal-pasal yang tidak sesuai

dengan perkembangan penegakan hukum di lingkungan TNI, selaras dengan

kepentingan militer dan kepentingan Hukum, revisi buku petunjuk teknis

peradilan dan terciptanya buku pedoman Hakim tentang penerapan sistem

hukuman minimum khusus.

Page 48: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

48

BAB VI

KONSEPSI OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN MINIMUM KHUSUS BAGI PRAJURIT PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA

GUNA MEMBERIKAN EFEK JERA DALAM RANGKA TERWUJUDNYA

ORGANISASI TNI YANG BEBAS NARKOBA

24. Umum. Penerapan pidana di bawah minimal terhadap prajurit TNI yang

melakukan tindak pidana narkotika tanpa ada pertimbangan hukum yang logis

terasa tidak adil karena bertentangan dengan kepentingan militer. Hakim Militer,

Oditur Militer dan Polisi Militer wajib memperhatikan hal ini sebagaimana yang telah

digariskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang

Peradilan Militer. Asas kepentingan Militer dalam penyelenggaraan Peradilan Militer

yaitu, untuk menyelenggarakan pertahanan dan keamanan negara, kepentingan

militer diutamakan melebihi daripada kepentingan golongan dan perorangan.

Namun, khusus dalam proses peradilan kepentingan militer selalu diseimbangkan

dengan kepentingan hukum.23 Sehubungan dengan hal tersebut maka sudah

sepatutnya aparat penegak hukum dilingkungan TNI melakukan suatu kebijakan,

strategi dan upaya untuk mengoptimalkan sistem penegakan hukum di lingkungan

TNI guna memberikan efek jera bagi prajurit pelaku tindak pidana narkotika.

25. Kebijakan. Terwujudnya Optimalisasi penerapan sistem hukuman minimum

khusus bagi prajurit pelaku tindak pidana narkotika melalui mewujudkan

transparansi proses penegakan Hukum di tingkat Penyidikan dan Penuntutan,

mengitengarasikan sistem penanganana perkara di lingkungan TNI, meningkatkan

kualaitas dan kuantitas sumber daya manusia, memenuhi sarana dan prasarana,

optimalisasi fungsi pengawasan terhadap kualitas putusan dan prilaku Hakim dan

memenuhi piranti lunak yang selaras dengan Praktek penegakan hukum guna

memberikan efek jera dalam rangka terwujudnya organisasi TNI AU yang bebas

Narkoba.

26. Strategi. Dalam mewujudkan kebijakan di atas, maka rumusan strategi

adalah sebagai berikut :

23 Penjelasan Umum UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Page 49: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

49

a. Strategi 1. Mewujudkan Transparansi Proses Penegakan Hukum di Tingkat Penyidikan dan Penuntutan.

1) Tujuan yang ingin dicapai dalam strategi ini adalah Sebagai

sarana kontrol publik terhadap penggunaan wewenang oleh Penyidik

dan Penuntut agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan aturan

perundang-undangan dan ketentuan hukum.

2) Metode yang digunakan dalam strategi ini adalah pengkajian,

pembangunan, koordinasi, kerjasama dan pembinaan.

3) Sarana yang digunakan adalah koordinasi dan kerjasama antara

kelembagaan Mahkamah Agung, Pengadilan Militer Utama, Babinkum

TNI.dan PUSPOM angkatan.

b. Strategi 2. Mengintegrasikan Sistem Penangana Perkara di Lingkungan TNI.

1) Tujuan yang ingin dicapai dalam strategi ini adalah

terintegrasinya sistem penanganan perkara dengan memanfaatkan

kemajuan di bidang teknologi informasi yaitu terwujudnya moderenisasi

manajemen perkara di lingkungan TNI yang berbasis teknologi

informasi guna mempercepat proses penanganan perkara.

2) Metode yang digunakan dalam strategi ini adalah pengkajian,

pembangunan, pembinaan teknis penanganan perkara, pendidikan dan

pelatihan, koordinasi dan kerjasama.

3) Sarana yang digunakan adalah modernisasi manajemen perkara

dengan menerapkan prinsip Integrated Criminal Justice System”

sebagaimana yang telah di atur dalam Undang-Undang Peradilan

Militer dengan melibatkan Mabes TNI dalam hal ini Babinkum TNI,

PUSPOM angkatan, Pengailan Militer Utama dan Mahkamah Agung RI.

Page 50: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

50

c. Strategi 3. Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Manusia.

1) Tujuan yang ingin dicapai dalam strategi ini adalah terpenuhinya

standarisasi kebutuhan personel baik dari kualitas maupun kuantitas

dalam rangka mendukung efektivitas penegakan hukum di lingkungan

TNI.

2) Metode yang digunakan dalam strategi ini adalah optimalisasi,

pembinaan mulai dari rekrutmen, bimbingan teknis peradilan (Bintek

peradilan), pendidikan dan pelatihan (DIKLAT), koordinasi dan Reward

and Punishment.

3) Sarana yang digunakan adalah dengan pembinaan yang

dilaksanakan oleh Mabes TNI, Mahkamah Agung Republik Indonesia

dan PUSPOM angkatan.

d. Strategi 4. Memenuhi Sarana dan Prasarana.

1) Tujuan yang ingin dicapai dalam strategi ini adalah untuk

mendukung tugas pokok Peradilan Militer mulai dari tingkat Penyidikan

sampai tingkat pengadilan serta pada tahap pelaksanaan Hukuman

(eksekusi) agar dapat dilaksanakan secara cepat, efektif dan efisien.

2) Metode yang digunakan dalam strategi ini adalah pembinaan

sistem informasi, pengadaan, dan peningkatan sarana.

3) Sarana yang digunakan adalah koordinasi antara kelembagaan

Mahkamah Agung Repulik Indonesia, Mabes TNI dan Mabes

Angkatan.

Page 51: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

51

e. Strategi 5. Optimalisasi Fungsi Pengawasan Terhadap Kualitas Putusan dan Prilaku Hakim.

1) Tujuan yang ingin di capai dalam strategi ini adalah

melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif dan efisien

terhadap seluruh hakim, aparatur peradilan dan unit organisasi

yang berada di MA dan badan-badan peradilan di bawahnya.

2) Metode yang digunakan adalah kunjungan kerja, pemeriksaan,

bimbingan teknis, memberikan penghargaan dan melakukan tindakan

(Reward and Punishment)

3) Sarana yang digunakan adalah melaksanakan pengawas interen

oleh badan pengawasan MARI dan Pengadilan Militer Utama.

Pengawasan eksteren oleh Komisi Yudisial.

f. Strategi 6. Memenuhi Peranti Lunak yang Selaras dengan Praktek Penegakan Hukum.

1) Tujuan yang ingin dicapai dalam strategi ini adalah agar proses

penanganan perkara dan penggunaan wewenang oleh aparat penegak

hukum di lingkungan TNI mempunya dasar hukum yang kuat dan

sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas.

2) Metode yang digunakan adalah revisi, kerjasama, sosialisasi,

pokja dan evaluasi.

3) Sarana yang digunakan melaksanakan Pokja untuk menyusun

peranti lunak yang melibatkan DPR, Pemerintah, Mahkamah Agung RI,

Mabes TNI, Dinas hukum Angkatan dan PUSPOM Angkatan.

Page 52: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

52

27. Upaya. Untuk mewujudkan kebijakan dan strategi guna efektivitas

penegakan hukum di lingkungan TNI dalam rangka optimalisasi penerapan sistem

hukuman minimum khusus bagi prajurit TNI pelaku tindak pidana narkotika maka

harus dilakukan upaya sebagai berikut :

a. Strategi 1. Mewujudkan Transparansi Proses Penegakan Hukum di Tingkat Penyidikan dan Penuntutan.

1) Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi

mempunyai kewenangan untuk mengatur semua urusan pengadilan

yang ada di bawahnya melakukan upaya-upaya sebagai berikut :

a) Menciptakan kinerja lembaga Peradilan dan Lembaga

Penegak Hukum lainnya dalam lingkup Peradilan Militer yang

lebih terbuka, transparan dan mempunyai akuntabilitas yang

tinggi baik dalam kegiatan teknis peradilan maupun non teknis

peradilan dengan cara memberikan bimbingan melalui

pendidikan dan latihan dan melaksanakan evaluasi secara

berkesinambungan guna perbaikan sistem yang sudah ada.

b) Melakukan perencanaan yang terarah yang di tuangkan

dalam program kerja tahunan tentang pengembangan sistem

informasi di jajaran Peradilan Militer dengan melibatkan Mabes

TNI dan Puspom Angkatan dengan cara mengadakan koordinasi

maupun kerjasama.

c) Mengajukan anggaran untuk di alokasikan kepada jajaran

Peradilan Militer guna membangun sarana dan prasarana sistem

informasi yang terkoneksi dengan Oditurat Militer dan Puspom

Angkatan sebagai intitusi yang bertanggung jawab di tingkat

penuntutan dan penyidikan perkara pidana di lingkungan TNI.

d) Melakukan pengawasan terhadap pembangunan sistem

informasi yang dilaksanakan jajaran peradilan militer, Oditurat

Militer dan Puspom Angkatan dengan cara melibatkan Mabes

Page 53: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

53

TNI dan Mabes Angkatan baik melalui koordinasi maupun

kerjasama.

2) Dirjen Peradilan Militer dan Peradilan Usaha Negara

melaksanakan :

a) Menyusun standard operating procedur (SOP) tentang

tata cara pemberian informasi kepada publik di jajaran Peradilan

Militer yang melibatkan Mabes TNI dan Mabes angkatan.

b) Menyiapkan SDM untuk mengawaki dan mengelola

sistem informasi yang akan di bangun di jajaran Peradilan

Militer, Oditurat Militer dan Puspom Angkatan dengan cara

koordinasi dan kerjasama dengan Badan pendidikan dan latihan

MARI yang melibatkan Mabes TNI dan Mabes angkatan,

c) Menyusun standard kebutuhan minimal sarana dan

prasarana perunit kerja di linkungan Direktorat Jenderal Badan

Peradilan Militer.

3) Pengadilan Militer Utama melaksanakan upaya-upaya sebagai

berikut :

a) Melaksanakan rapat koordinasi dalam rangka

implementasi reformasi birokrasi, utamanya adalah penguatan

Pengadilan Militer Tinggi dengan penguatan kapabilitas dan

manajemen SDM serta penerapan SOP tata kerja yang terkait

dengan transparansi informasi.

b) Melaksanakan pembinaan teknis peradilan dalam upaya

mewujudkan modernisasi Pengadilan Militer dengan

menerapakan sistem otomasi aplikasi minutasi perkara, aplikasi

persuratan dan aplikasi pengarsipan digital.

c) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Babinkum

TNI dan Puspom Angkatan guna mendorong terlaksananya

Page 54: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

54

pembangunan sistem informasi dan transparansi proses

penyelesaian perkara di tingkat penyidikan dan penuntutan.

4) Pengadilan Militer Tinggi. Melaksanakan upaya-upaya sebagai

berikut :

a) Melaksanakan pembinaan yang menuju kearah

pengadilan yang bermartabat dan berwibawa. Bermartabat

meliputi pembinaan sumber daya Peradilan (Hakim, Panitera dan

Pegawai) yang memiliki pengetahuan yang memadai, memiliki

integritas yang tinggi sehingga memperoleh kepercayaan publik.

Berwibawa artinya dihormati karena penyelesaian suatu perkara

dikerjakan secara efisien, efektif, preventif, tidak berpihak, benar

dan adil yang memberikan kepuasan pada pencari keadilan.

b) Melakukan Koordinasi dan kerjasama dengan Oditurat

Militer Tinggi dan Puspom Angkatan dalam hal pembinaan teknis

yang berkaitan dengan transparansi proses penanganan perkara

pada tingkat penyidikan dan penuntutan kepada seluruh

Pengadilan Militer, Oditurat Militer dan Satuan Polisi Militer di

wilayah hukumnya.

c) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Oditurat

Militer Tinggi dan Puspom Angkatan dalam bidang pengawasan

terhadap pelaksanaan penaganan perkara secara transparan

dengan memonitor perkembangan penanganan perkara pada

tiap-tiap Dilmil, Odmil dan Satpom angkatan.

5) Pengadilan Militer melaksanakan upaya-upaya sebagai berikut:

a) Berkoordinasi dan kerjasama dengan Oditurat Militer dan

Satpom angkatan dalam menyiapkan sistem informasi

sebagaimana yang telah di lakukan oleh Pengadilan Militer yaitu

dengan membentuk sistem pelayanan informasi dan

menetapkan pedoman pelayanan informasi.

Page 55: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

55

b) Melakukan pengkajian tentang pembangunan sistem

informasi yang ideal untuk tingkat penuntutan dan penyidikan.

c) Melaksanakan pembangunan sistem informasi untuk

tingkat penuntutan dan penyidikan.

b. Strategi 2. Mengintegrasikan Sistem Penanganan Perkara di

Lingkungan TNI.

1) Mahkamah Agung melakukan upaya-upaya sebagai berikut :

a) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Mabes TNI

dan Mabes Angkatan tentang pengembangan moderenisasi

manajemen perkara di lingkungan Peradilan Militer.

b) Melakukan Pengkajian tentang sistem penanganan

perkara di lingkungan TNI yang berbasis teknologi informasi

dengan melibatkan Mabes TNI dan Mabes angkatan.

c) Melakukan pendidikan dan latihan terhadap Hakim Militer,

Oditur Militer dan Penyidik Pom angkatan dalam rangka

pengintegrasian sistem penanganan perkara di lingkungan TNI

dengan melibatkan Mabes TNI dan Mabes angkatan.

d) Mengadakan pembinaan teknis Peradilan Militer

khususnya penggunaan aplikasi teknologi informasi dalam

penanganan perkara dilingkungan TNI.

e) Membentuk kelompok kerja (pokja) yang melibatkan

Mabes TNI dan Mabes angkatan guna merumuskan langkah-

langkah konkrit untuk menerapkan sistem penanganan perkara

yang terintegrasi.

a) Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan intansi

lain terutama intansi penegak hukum (Badan Narkotika Nasional,

Page 56: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

56

Kejaksaan Agung RI, Kepolisian RI dan Badan Pengawas Obat

dan Makanan) dalam rangka mendukung tugas pokok peradilan

2) Mabes TNI dalam hal ini Babinkum TNI melakukan upaya-upaya

sebagai berikut:

a) Berkoordinasi dan kerjasama dengan Mahkamah Agung

RI membangun struktur organisasi peradilan militer yang sesuai

dengan kebutuhan tugas yang mencakup struktur organisasi

teknis dan non teknis meliputi kesekretariatan, pembinaan

keuangan, logistik dan dokumentasi disamping struktur

organisasi yang berhubungan dengan pembinaan teknis.

b) Berkoordinasi dan kerjasama dengan Mahkamah Agung

RI dalam bidang anggaran untuk menyiapkan dan

melaksanakan program moderenisasi manajemen perkara.

c) Membangun jaringan penanganan perkara di di jajaran

Oditur Militer dengan berkoordinasi dan kerja sama dengan

Mahkamah Agung RI.

d) Mengadakan Koordinasi dan kerjasama dengan Badan

Narkotika Nasional (BNN), Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI

dan Badan Pengawas Obat dan Makanan) untuk mendukung

tugas pokok Babinkum TNI khususnya jajaran Oditurat Militer.

3) Pusat Polisi Militer Angkatan melakukan upaya-upaya sebagai

berikut :

a) Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan

Mahkamah Agung RI dan Babinkum TNI terkait dengan

pembangunan sistem penanganan perkara terintegrasi.

b) Menyiapkan SDM dengan mengikuti diklat yang di

selenggarakan oleh Mahkamah Agung RI dan Babinkum TNI

Page 57: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

57

untuk mengawaki sistem penanganan perkara terintegrasi yang

berbasis teknologi Informasi.

c) Mengadakan sosialisasi di jajarannya tentang penerapan

sistem penanganan perkara terintegrasi.

d) Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan BNN,

Polri dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan terkait dengan

penyelidikan dan penyidikan kasus narkotika.

c. Strategi 3. Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya

Manusia. Personel merupakan unsur utama sebagai penentu dalam setiap

bidang tugas maupun kegiatan yang dilaksanakan oleh TNI. Oleh sebab itu,

kemampuan yang harus dimiliki baik secara kuantitas maupun kualitas

haruslah memadai sehingga dapat mendukung tercapainya pelaksanaan

tugas secara optimal. Berdasarkan hal tersebut, dalam pelaksanaan

penegakkan hukum. Adapun upaya yang dimaksud meliputi :

1) Mahkamah Agung RI. Mahkamah Agung sebagai pelaksana

kekuasaan kehakiman tertinggi memegang peran terhadap

penyelenggaraan organisasi, administrasi dan finansial bagi badan-

badan peradilan yang berada dibawahnya termasuk badan Peradilan

Militer. Selain Dilmiltama secara teknis dan non teknis Mahkamah

Agung juga berperan sebagai pembina dan pengawas bagi Peradilan

dibawahnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas

Pengadilan Militer, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh

Mahkamah Agung adalah sebagai berikut :

a) Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Sumber

Daya Manusia yang masih harus di tingkatkan melalui DIKLAT

adalah :

(1) Hakim Militer. Hakim Pengadilan Militer Idealnya

minimal berpendidikan umum setingkat pasca sarjana

(S2) ilmu Hukum, lulus seleksi rekrutmen Hakim Militer,

Page 58: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

58

memiliki sertifikasi sebagai Hakim militer melalui

pendidikan calon Hakim (Cakim), berpengalaman tugas

minimal 3 tahun sebagai Panitera Pengadilan Militer dan

berpangkat paling rendah Kapten.

(2) Panitera. Panitera mempunyai peran penting

dalam menangani perkara yaitu mengemban tugas

sebagai pejabat yang mengkoordinasikan dan

memproses perkara mulai dari perkara masuk sampai

dengan perkara berkekuatan hukum tetap (BHT) sesuai

dengan tahapan penyelesaian perkara di Pengadilan

Militer sebagaimana yang di atur dalam Hukum Acara

Peradilan Militer (Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1997), selain itu Panitera juga mempunyai tugas non

teknis yudisial yaitu di bidang pengelolaan anggaran.

Idealnya panitera memiliki tingkat pendidikan strata satu

(S1) ilmu hukum dan telah mengikuti kursus kepaniteraan

yang di selenggarakan oleh Babinkum TNI.

b) Peningkatan Kuantitas Sumber Daya Manusia. Sumber

Daya Manusia yang masih harus di tambah melalui rekrutmen

adalah :

(1) Hakim Militer. Keadaan saat ini secara kuantitas,

jumlah Hakim Militer yang ada di Pangadilan Militer

sebanyak 218 orang yang tersebar di 15 Pengadadilan

Militer (Dilmil), 3 Pengadilan Militer Tinggi (dilmilti) dan

Pengadilan Militer Utama (dilmiltama). Hakim Militer

Idealnya secara kuantitas pada masing-masing Dilmil tipe-

B berjumlah 2 Majelis (satu Majelis berjumlah 3 orang) di

tambah 1 orang Kepala Pengadilan Militer. Rata-rata dilmil

tipe-B saat ini di awaki oleh 1 majelis di tambah 1 orang

kadilmil (Kepala pengadilan Militer). Pengadilan Militer

Tipe- A saat ini secara kuantitas juga masih belum ideal,

seharusnya Dilmil tipe-A di awaki oleh 3 majelis (9 orang

Page 59: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

59

Kimmil) ditambah 1 orang kepala Pengadilan Militer.

Pengadilan Militer Tinggi saat ini di awaki 3 orang Hakim

Militer Tinggi, idealnya 5 orang Kimilti berpangkat Kolonel

termasuk Kepala pengadilan Militer tinggi. Pengadilan

Militer Utama saat ini di awaki oleh 1 orang Kadilmil tama

berpangkat Mayor Jenderal (Bintang dua),

Wakadilmiltama berpangkat bintang satu dan kelompok

Hakim Militer Utama berpangkat bintang satu. Ideal nya

kelompok Hakim Militer Utama diisi sesuai struktur

organisasi yaitu sebanyak 3 orang yang mewakili masing-

masing angkatan.

(2) Panitera. Tenaga teknis Panitera yang ada saat

ini di Pengadilan jumlahnya bervariasi dan rata-rata belum

memenuhi komposisi, karena bila dilihat dari struktur

organisasi yang ada maka dibutuhkan 9 orang pama

untuk duduk mengisi jabatan di Kepaniteraan.

(3) personel bidang non teknis. Keadaan yang hampir

sama dengan kondisi jumlah personel di bidang teknis,

dimana personel yang mengawaki bidang non teknis saat

ini hanya berjumlah 16 orang, sedangkan dilihat dari

kebutuhan organisasi berdasarkan struktur yang ada

maka jumlah tersebut masih sangat kurang karena

seharusnya staf Pengadilan Militer diawaki oleh 27 orang

tenaga non teknis, terdiri dari :

(a) 6 orang Staf TAUD.

(b) 12 orang Staf Kepaniteraan.

(c) 6 orang Staf Keuangan.

(d) 3 orang Staf IT.

Page 60: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

60

2) Babinkum TNI melaksanakan upaya-upaya sebagai berikut :

a) Meningkatkan Kemampuan Teknis Ke Odituran. Untuk

meningkatkan kemampuan teknis Oditur Militer agar mampu

melaksanakan tugas-tugas sebagai Oditur Militer, berbagai

upaya yang dapat dilakukan antara lain :

(1) Pendidikan. Dikarenakan disiplin ilmu hukum yang

dimiliki para Oditur Militer berbeda-beda, demikian pula dari

asal almamaternya, maka untuk memberikan kesamaan

persepsi, sudut pandang dan pemahaman yang sama,

maka Babinkum TNI dan Oditurat Jendral TNI perlu lebih

meningkatkan program pendidikan Ke Odituratan kepada

para Oditur, atau Perwira Hukum yang ditunjuk, yang

selama ini sudah berjalan. Pendidikan dimaksud

diantaranya :

(a) Kursus Jabatan Oditur Militer.

(b) Kursus Perwira Administrasi.

(d) Penataran Oditur Militer (Tarormil).

(2) Latihan. Latihan ditujukan untuk meningkatkan

profesionalisme Oditur Militer dalam menangani perkara,

kegiatan ini dapat di lakukan di lembaga pendidikan maupun

tugas praktek di satuan masing-masing Tugas praktek dimaksud

antara lain :

(a) Penelitian Berkas Perkara.

(b) Regristrasi.

(c) Pengolahan Berkas Perkara.

(d) Penyerahan Perkara.

Page 61: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

61

(e) Perencanaan Sidang. Hal-hal yang harus

dilakukan Oditurat setelah menerima rencana sidang

sidang dari Pengadilan Militer diantaranya:

i. Pengumpulan Berkas.

ii Pemanggilan.

iii. Menunjuk Oditur.

iv. Penyiapan Barang Bukti.

(f) Persidangan.

b) Peningkatan Kemampuan Non Teknis ke Odituratan. Dalam

meningkatakan kemampuan non teknis diantaranya :

(1) Rekruitmen. Babinkum TNI dalam melalukan rekruitmen

personil Oditur yang selama ini berjalan sepertinya hanya lebih

mendasarkan pada kuantitas bukan kualitas. Guna

terwujudnya postur Oditur yang memiliki kemampuan

Keodituratan, seharusnya Babinkum TNI melalui Oditurat

Jenderal TNI dalam merekrut dan mengangkat Oditur Militer

mulai diterapkan sistem seleksi, baik seleksi uji kepatutan

maupun kemampuan.

(2) Penempatan dalam Jabatan. Banykanya jabatan

setingkat Kepala Seksi, maupun Wakil Kepala Oditurat dan

bahkan masih ada jabatan Kepala oditurat yang diduduki oleh

orang yang sebelumnya sama sekali belum pernah

berkecimpung dalam profesi ke Odituratan. Kedepan Babinkum

TNI dan Oditurat Jenderal TNI dalam penempatan jabatan

Oditur harus mengutamakan pertimbangan profesi, dan untuk

jabatan strategis perlu adanya uji kecakapan maupun

kepatutan.

(3) Pemberian Reward and Punishment. Pemberian

penghargaan bagi bawahan yang berprestasi dan memberikan

Page 62: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

62

hukuman bagi prajurit yang bersalah merupakan hal yang

lumrah dan harus dilaksanakan dalam organisasi. Guna

mewujudkan postur Oditur yang diharapkan hendaknya

Babinkum TNI dan Oditurat Jenderal TNI dalam pemberian

Reward and punishment kepada Oditur harus seimbang baik

keberhasilan dengan penghargaannya maupun kesalahan

dengan hukumannya, dengan tanpa mengesampingkan asas

kepantasan dan praduga tak bersalah.

(4) Pegawasan. Pengawasan dalam suatu system

merupakan hal terpenting, oleh sebab itu fungsi pengawasan

yang selama ini sudah berjalan Babinkum TNI maupun Oditurat

jenderal TNI, dalam mengawasi kinerja Oditur, sepertinya masih

harus ditata baik masalah kewenangan, maupun prosesnya.

Babinkum TNI dan Oditurat Jenderal TNI harus lebih

memperjelas tugas dan tanggung jawab Fungsi pengawasan

yang dilaksanakan oleh Babinkum TNI maupun fungsi

pengawasan yang dilakukan oleh Oditurat Jenderal TNI,

sehingga tidak terjadi tumpang tindih pengawasan. Fungsi

pengawasan yang tepat adalah disesuaikan pada fungsi

pembinaan organisasi, pengawasan personil maka fungsi

pengawasannya berada di Diswas Babinkum TNI dan demikian

pula yang menyangkut teknis maka fungsi pengawasannya

berada di Diswas Oditurat Jenderal TNI.

2) Mabes Angkatan dalam hal ini Puspom angkatan mengadakan

program pendidikan dan pengawasan terhadap pelaksanaa program

pendidikan, kursus dan pelatihan hukum personel Pom meliputi:

a) Pendidikan. Pendidikan merupakan bagian dari pembinaan

prajurit yang mempunyai tujuan membentuk personel yang

berkualitas dan berpengetahuan luas dalam mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung

tugas TNI. Untuk mendapatkan Prajurit Pom yang profesional, maka

diperlukan pendidikan yang menunjang pelaksanaan tugas yaitu:

Page 63: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

63

(1) Pendidikan Pengembangan Umum (Dikbangum).

Dikbangum lebih dititik beratkan bagi perwira. Pendidikan

pengembangan umum ini bertujuan memberikan bekal

pengetahuan dan wawasan pengetahuan agar dapat bersikap

dan bertindak sebagai staf pelaksana maupun komandan

satuan sesuai kepangkatan dan jabatan yang diembannya.

(2) Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Dik Iptek).

Dik Iptek dapat diberikan kepada seluruh personil Pom tetapi

lebih diutamakan bagi Perwira yang memiliki tekad dan

kemauan yang keras, khususnya yang sesuai dengan bidang

tugas Pomau. Pendidikan tersebut berupa pendidikan S-1 dan

S-2 bidang Hukum atau bagi seluruh perwira yang

dilaksanakan di dalam maupun luar negeri.

(3) Pendidikan Pengembangan Spesialisasi (Dikbangspes).

b) Latihan. Latihan dilakukan bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan prajurit Pom. Puspom angkatan menyelenggarakan

latihan penyidikan di bidang penegakan hukum dan penanganan

terhadap korban berikut barang bukti serta cara pengambilan

keterangan terhadap saksi-saksi yang berada di TKP yang

mengetahui secara langsung suatu tindak perkara pidana. Oleh

karena itu latihan-latihan yang dilaksanakan harus terarah, bertingkat

dan berlanjut sesuai pola latihan yang telah ditentukan yaitu :

(1) Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).

(2) Latihan penggunaan alat bantu penyidikan. Latihan ini

dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan pelatihan

kepada penyidik Pom tentang alat bantu penyidikan

diantaranya meliputi:

(a) Pemeriksaan Laboratorium kriminal sangat

diperlukan dalam pembuktian suatu tindak pidana tertentu

seperti kasus narkoba, penembakan dan pembunuhan.

Page 64: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

64

(b) Latihan penggunaan peralatan dactiloscopy untuk

meneliti dan menghitung sidik jari maupun hal lain

yang menyangkut terjadinya suatu tindak pidana

bagaimana penyidik mengambil teraan sidik jari yang

terdapat di TKP kemudian menghitungnya melalui rumus

teraan sidik jari guna membantu pengungkapan kasus

tersebut.

(c) Latihan penggunaan alat penyadap. Alat

penyadapan telephone maupun Handphone.

(d) Latihan penggunaan alat pendeteksi uang palsu.

(e) Latihan penggunaan alat deteksi kebohongan (Lie

Detector).

(f) Pelatihan penggunaan alat tes urine untuk

pembuktian awal terhadap kasus narkotika dan obat-

obatan.

(g) Pelatihan penggunaan alat samaran dalam rangka

mencari data yang dilaksanakan secara rutin dan

terprogram.

(h) Latihan rekonstruksi terhadap tindak pidana untuk

memperjelas motif dan kronologis suatu peristiwa.

Kegiatan latihan rekonstruksi ini harus dimaksimalkan dan

diberikan secara rutin atau pada saat di pendidikan.

(i) Melaksanakan latihan penggunaan alat peralatan

olah TKP kejadian Lalu lintas seperti rol meter dan garis

batas polisi ( police line) baik itu di pendidikan maupun di

satuan.

(j) Memberikan latihan penggunaan foto dan handycam

untuk menyimpan dokumen dan merekam setiap kejadian

Page 65: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

65

dan petunjuk yang dapat digunakan untuk kepentingan

penyidikan. secara terprogram.

(k) Latihan penggunaan radio rekam untuk merekam

keterangan dari saksi, korban maupun tersangka kepada

seluruh jajaran Pomau .

(3) Taktik dan Teknik Penyidikan.

(a) Pemeriksaan Saksi

(b) Pemeriksaan saksi Korban.

(c) Pemeriksaan Tersangka

(4) Pemberkasan Perkara.

d. Strategi 4. Memenuhi Sarana dan Prasarana. Sarana dan

prasarana yaitu perangkat keras yang berkaitan langsung dalam

penyelenggaraan hukum di lingkungan TNI, seperti gedung pengadilan,

rumah tahanan, sarana transportasi, sarana komunikasi, peralatan kantor dan

lain-lain. Upaya yang perlu dilaksanakan dalam rangka memenuhi sarana

dan prasarana adalah sebagai berikut :

1) Mahkamah Agung.

a) Melaksanakan Pembinaan sistem informasi.

b) Membangun sistem informasi yang bertujuan

membangun keterbukaan sistem peradilan sebagai bentuk

pelayanan publik dan suatu bentuk sistem control terhadap

sistem dan proses peradilan. Wujud penting keterbukaan yaitu

adanya akses publik terhadap kinerja pengadilan yang berkaitan

dengan putusan, penetapan pengadilan dan hal-hal lainnya.

c) Pengembangan jaringan Internet, komputerisasi dan

peralatan pembantu pengungkapan kasus.

Page 66: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

66

3) Mabes TNI.

a) Melaksanakan pengadaan peralatan komputer dilengkapi

dengan jaringan internet untuk dialokasikan diseluruh jajaran

Dinas Hukum TNI.

b) Melaksanakan pengadaan perpustakaan khususnya

tentang pengetahuan hukum di satuan-satuan sehingga dapat

dijadikan sebagai sarana sosialisasi tentang hukum terhadap

seluruh personel TNI baik secara langsung maupun tidak

langsung.

c) Meningkatkan sarana dan prasarana dibidang hukum

khususnya rumah tahanan militer, pembinaan khusus bagi

prajurit yang ditahan. Upaya yang dilakukan TNI antara lain :

d) Membantu menyediakan ruang sidang yang dimiliki TNI

untuk digunakan sidang kasus perkara hukum apabila memang

dibutuhkan karena sidang yang dimiliki TNI frekuensinya jarang

digunakan.

e) Membantu menyediakan tempat-tempat tahanan untuk

digunakan sementara bagi tersangka tindak kejahatan pada tiap-

tiap satuan maupun pada daerah operasi.

f) Membantu menyediakan tenaga diberbagai ahli psikologi

untuk penyelesaian khususnya masalah kejiwaan.

g) Meningkatkan pemeliharaan terhadap sarana dan

prasarana yang ada agar dapat digunakan sambil menunggu

penggantian dengan yang baru.

h) Mengajukan ke Komando Atas untuk mengganti terhadap

sarana dan prasarana yang sudah tidak layak pakai.

Page 67: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

67

e. Strategi 5. Optimalisasi Fungsi Pengawasan Terhadap Kualitas Putusan dan Prilaku Hakim.

1) Mahkamah Agung RI melakukan upaya-upaya sebagai berikut :

a) Melakukan koordinasi dengan Pengadilan Militer Utama

dan Pengadilan Tinggi Militer dan membentuk kelompok kerja

yang membahas tentang upaya optimalisasi fungsi pengawasan

terhadap kualitas putusan dan Prilaku Hakim.

b) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan komisi

yudisial dalam melaksanakan pengawasan terhadap prilaku

Hakim.

c) Mengoptimalkan fungsi badan pengawas MARI dengan

melaksanakan pengawasan langsung melalui kunjungan kerja

pada setiap satker yang ada di daerah.

e) Membuka seluas luasnya fungsi kontrol publik dengan

mewajibkan setiap Pengadilan Militer memuat setiap putusan

dalam wabesite agar di ketahui oleh kalayak.

2) Pengadilan Militer Utama melaksanakan fungsi pengawasan

dengan melakukan upaya-upaya sebagai berikut :

a) Melaksanakan pembinaan teknis peradilan secara terus

menerus kepada Hakim Militer yang berkaitan dengan

peningkatan kualitas putusan.

b) Melaksanakan eksaminasi putusan untuk mengukur

kualitas putusan Hakim dalam rangka menilai kinerja hakim

dalam menangani perkara.

c) Memberikan penghargaan kepada Hakim yang

berprestasi dan mempunyai kinerja yang baik serta memberikan

Page 68: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

68

hukuman kepada hakim yang melakukan pelanggaran baik

pelanggaran terhadap kode etik Hakim maupun pelanggaran

hukum lainnya.

f. Strategi 6. Memenuhi Peranti Lunak yang Selaras dengan Praktek Penegakan Hukum. Piranti lunak yaitu semua produk-produk hukum

dan materi hukum yang mengatur tata kehidupan militer, upaya-upaya yang

perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Mahkamah Agung RI

a) berkoordinasi dengan Kemenhan dan Mabes TNI

bersama-sama DRP RI melakukan revisi terhadap Undang-

undang Nomor : 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, revisi

ini menindaklanjuti isi dari Undang-undang no 34 Tahun 2004

tentang TNI dimana adanya perbedaan tentang penangganan

perkara yang dilakukan oleh prajurit TNI yaitu pada pasal 65

Undang-undang TNI menyatakan “ Bahwa prajurit TNI tunduk

pada peradilan umum apabila melakukan tindak pidana umum”

hal ini kontra produktif/ pertentangan dengan Undang-undang no

31 tahun1997 sehingga untuk memperjelas Pemerintah, DPR

perlu melakukan revisi terhadap ketentuan yang mengatur

pelaksanaannya sehingga akan mempermudah tugas aparat

penegak hukum TNI dalam bekerja dan menghindari terjadinya

kesalah pahaman saat pelaksanaan tugas dilapangan.

b) Membentuk Pokja dalam rangka membuat buku pedoman

untuk Hakim dalam menerapkan hukuman minimum khusus.

c) Mengadakan sosialisasi buku pedoman Hakim dalam

penerapkan hukuman minimum khusus guna terciptanya

kesamaan persepsi dalam penerapan.

2) Mabes TNI dan Mabes Angkatan melaksanakan pemenuhan

Produk-produk hukum dengan melaksanakan upaya sebagai berikut :

Page 69: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

69

a) Membentuk pokja gabungan dari praktisi hukum militer

dengan melibatkan pihak praktisi hukum sipil untuk membuat

produk hukum sesuai dengan kebutuhan.

b) Menyebarluaskan produk-produk hukum yang sesuai

dengan perkembangan jaman ke seluruh prajurit TNI.

c) Mengadakan seminar dan diskusi tentang materi yang

berkaitan dengan produk hukum.

d) Mengadakan penelitian dan evaluasi terhadap materi

produk hukum TNI yang ada serta merevisi materi produk

hukum tersebut untuk disesuaikan dengan perkembangan saat

ini.

3) Mabes TNI dan Mabes Angkatan melaksanakan pemenuhan

materi hukum dengan melaksanakan upaya sebagai berikut :

a) Mengadakan penelitian dan evaluasi terhadap materi

hukum yang ada.

b) Merevisi materi hukum yang ada apabila sudah tidak

sesuai lagi dengan perkembangan jaman.

c) Koordinasi dengan pihak lain agar materi hukum tidak

keluar dari koridor hukum.

4) Diskum Angkatan dan Puspom Angkatan.

a) Bekerjasama dengan Babinkum TNI, Oditurat Jenderal

TNI melakukan kajian terhadap pasal-pasal dalam Undang-

undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer, yang

selama ini menjadi dasar hukum dalam proses penegakkan

hukum.

Page 70: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

70

b) Bekerjasama dengan Spers Angkatan menyusun dan

merevisi petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis yang

digunakan aparat penegak hukum sebagai payung hukum dalam

melaksanakan tugas.

c) Melakukan sosialisasi tentang petunjuk teknis dan

petunjuk pelaksanaan kepada seluruh aparat penegak hukum

yaitu POM Angkatan dan Diskum Angkatan agar memahami

dan digunakan sebagai payung hukum dalam pelaksanaan

tugas, agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran terhadap

peraturan yang akan diberlakukan.

Page 71: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

71

BAB VII PENUTUP

28. Kesimpulan. Dari uraian naskah tentang optimalisasi sistem penegakan

Hukum dan penerapan sistem Hukuman minimum khusus bagi pelaku tindak pidana

narkotika guna memberikan efek jera dalam rangka mewujudkan organisasi TNI

yang bebas Narkoba dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Dalam melaksanakan tugasnya prajurit TNI harus mempunyai tingkat

disiplin yang tinggi dan profesional di bidangnya, untuk itu perlu di didukung

oleh perangkat hukum yang melindungi kepentingan militer guna menjaga

tetap tegaknya sendi-sendi kehidupan prajurit.

b. Dengan marakan kasus Narkoba yang melibatkan Prajurit TNI maka

perlu di lakukan penegakan Hukum yang tegas dan berkeadilan dengan

menerapkan sanksi pidana berefek jera untuk menjaga tingkat disiplin prajurit

agar senantiasa berprilaku sesuai dengan tata kehidupan keprajuritan. Untuk

dapat menjatuhkan sanksi pidana kepada seorang prajurit TNI yang

melanggar aturan hukum diperlukan sebuah institusi atau lembaga yang

memiliki wewenang untuk itu

c. Penerapan sistem hukuman minimum khusus bagi prajurit pelaku

tindak pidana narkotika juga dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan

strategis yang dapat memberikan dampak baik negatif maupun dampak

positif. Pengaruh negatif perkembangan lingkungan strategis harus dihadapi

dengan menggunakan segala upaya. Sedangkan pengaruh positif

perkembangan lingkungan strategis dapat dijadikan peluang untuk lebih

mengoptimalkan penerapan sistem hukuman minimum khusus bagi prajurit

pelaku tindak pidana narkotika guna memberikan efek jera.

d. Penerapan sistem Hukuman minimum khusus akan optimal apabila

sistem penegakan hukum berjalan dengan baik dan adanya kesamaan

persepsi dalam menerapkan Hukum. Oleh karenanya di perlukan kebijakan,

strategi dan upaya-upaya mengoptimalkaan sistem penegakan Hukum di

Page 72: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

72

lingkungan TNI guna memberikan efek jera dalam rangka mewujudkan

organisasi TNI yang bebas Narkoba

29. Saran. Untuk efektivitas sistem penegakan Hukum dan penerapan sistem

Hukuman minimum khusus bagi pelaku tindak pidana narkotika guna memberikan

efek jera dalam rangka mewujudkan organisasi TNI yang bebas Narkoba, disarankan

hal-hal sebagai berikut :

a. Agar Mahkamah Agung RI melakukan kerjasama dengan Babinkum

TNI dan Puspom angkatan di bidang pembinaan teknis penanganan perkara

dengan tujuan untuk menyamakan persepsi dan tindakan dalam

menyelesaikan kasus narkotika yang dilakukan oleh prajurit.

b. Agar Mahkamah Agung RI dalam mengadakan pembinaan teknis

peradilan melibatkan personel Oditurat Militer dan POM angkatan sebagai

peserta dengan tujuan agar terjadi pertukaran informasi dan ilmu

pengetahuan hukum khususnya ilmu praktis tentang penanganan perkara.

c. Agar dalam pelaksanaan penyelesaian perkara narkotika prajurit TNI

hendaknya dilakukan pengawasan yang ketat oleh Pengadilan Militer Utama

selaku pembina teknis Peradilan Militer, Babinkum TNI sebagai badan

pembina teknis yudisial dilingkungan Oditurat Militer dan Puspom Angkatan

dengan tujuan agar aparat penegak hukum di lingkungan TNI melaksanakan

tugas dan kewenangannya sesuai dengan yang telah di gariskan oleh

peraturan perundang-undangan.

Lembang,15 September 2012

Mirtusin,SH.,MH. Mayor Sus Nrp 520881

Page 73: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

73

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Abdurrahman, Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum,

Malang: UMM Press, 2009.

Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana

2008.

-----------------------------, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Semarang: CV.Ananta, 1994.

----------------------------, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998.

Arief, Dikdik dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Atmasasmita, Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT. Refika

Aditama, 2007.

Bonger, W.A., Pengantar tentang Kriminologi, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1982. Dirdjosisworo, Soedjono, Pathologi Sosial, Bandung:

Alumni, 1982.

--------------------------------, Ruang Lingkup Kriminologi, Bandung: Remaja Karya,

1987.

-------------------------------, Hukum Narkotika Indonesia, Bandung: Citra Aditya

Bhakti, 1990.

Farid, Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 1991.

Hadisuprapto, Paulus, Juvenile Delinquency, Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1997. Harahap, M.Yahya, Pembahasan Permasalahan dan

Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Page 74: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

74

Ibrahim, Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,

Surabaya: Bayumedia, 2008.

Kelana, Momo, Hukum Kepolisian, Jakarta: Grasindo, 1994.

Lamintang, P.A.F., Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1997.

Lubis, Solly,Serba Serbi Politik dan Hukum Pidana, Bandung:

Alumni,1989. Makarao, Moh. Taufik, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2003. Mardani, Bunga Rampai Hukum Aktual, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2008.

Marpaung, Leden, Unsur-Unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum, Jakarta: Sinar

Grafika, 1991.

Marzuki, Peter Mahmud,Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2006.

M.D, Mahfud, Politik hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1998.

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1996.

Mulyadi, Mahmud, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy

dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008.

Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1986.

Prasetyo, Teguh, Politik Hukum Pidana, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Prakoso, Djoko, Kejahatan-Kejahatan yang Merugikan dan Membahayakan Negara, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987.

Prodjohamidjojo, Martiman, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2, Jakarta: Pradnya Paramita, 1997.

Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum,

Bandung: Alumni, 1978.

Page 75: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

75

Rahardjo, Satjipto, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung: Sinar Baru, 1993.

Sasangka, Hari, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana,

Bandung: Mandar Maju, 2003.

---------------------, Penyidikan, Penahanan, Penuntutan dan Pra Peradilan Dalam

Teori dan Praktek, cetakan 1, Bandung: Mandar Maju, 2007.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2007.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI:Press, 2005.

----------------------, Kriminologi Suatu Pengantar, Jakarta: Ghalia, 1981.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1996. Sudarto, Hukum Pidana, Semarang: Yayasan

Sudarto, 1990.

----------, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1983.

----------, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986.

Taufik, Moh. Makarao, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta: Ghalia Indonesia,

2003. Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif

Pembaharuan, Malang: UMM Press, 2008.

B. Majalah, Jurnal Ilmiah, Surat Kabar Lubis, Lusiana Andriani, Peranan Komunikasi Dalam Penanggulangan

Korban Penyalahgunaan Narkoba, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Pemberdayaan Komunitas Vol. 3 No. 1 Januari 2004

Nasution, Bismar, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan

Hukum, disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada majalah akreditasi, Fakultas Hukum USU tanggal 18 Februari, 2003.

Nurmalawaty, Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan

Page 76: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

76

Narkoba, Majalah Hukum USU Vol. 9 No. 2 Agustus 2004. Sianipar, Togar M., Perkembangan Kejahatan Narkoba, Makalah dalam seminar

Narkoba di Departemen Kehakiman dan HAM tanggal 22 Juli 2003.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-undang

Bidang Hankam (HANKAM) 1999, Babinkum TNI

D. Internet

http://www.advokatmuhammadjoni.com/opini/artikel-hukum/181-efektifitas penerapan-hukum.html. diakses tanggal 2 Pebruari 2012.

http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html. diakses tanggal 2 Pebruari 2012.

Yanen Dwimukti Wibowo, Kasus Penyalahgunaan Narkoba Khususnya pada Remaja,

http://www.wikimu.com/News/DisplayNewsRemaja.aspx?id=5309, diakses

tanggal 22 Juli 2012.

http://www.scribd.com/doc/38464777/Mengenal Jenis Dan Faktor Penyebab penyalahgunaan Napza diakses tanggal 22 Juli 2012.

http://sawal99.wordpress.com/2009/04/29/penanggulangan-narkoba, diakses tanggal 22 Juli 2012.

http://www.anneahira.com/narkoba/penanggulangan-narkoba.htm, diakses tanggal 22 Juli 2012.

http://wartapedia.com/nasional/statistik/167-sosial-demografi-secara-umum-penduduk-indonesia.htm diakses tanggal 7 Juli 2012.

http://veromons.blogspot.com/2012/02/6-negara-produksi-narkoba-terbesar-di.html di akses pada tanggal 11 Agustus 2012.

Page 77: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

77

DAFTAR PENGERTIAN

1. Atasan yang Berhak Menghukum adalah atasan langsung yang mempunyai

wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan berwenang melakukan penyidikan

berdasarkan Undang-undang ini.24

2. Hakim Militer, Hakim Militer Tinggi, Hakim Militer Utama, yang selanjutnya disebut Hakim adalah pejabat yang masing-masing melaksanakan

kekuasaan kehakiman pada pengadilan.25

3. Oditurat Militer, Oditurat Militer Tinggi, Oditurat Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Oditurat Militer Pertempuran yang selanjutnya disebut Oditurat adalah badan di lingkungan Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia yang melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang

penuntutan dan penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia.26

4. Das Sollen adalah segala sesuatu yang mengharuskan kita untuk berpikir

dan bersikap. Contoh : dunia norma, dunia kaidah dsb. Dapat diartikan bahwa das

sollen merupakan kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang

seharusnya dilakukan.27

5. Das Sein adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala

hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das

sein merupakan peristiwa konkrit yang terjadi. Peristiwa konkrit (das sein)

memerlukan das sollen untuk menjadi peristiwa hukum. Begitu pula sebaliknya,

dunia norma (das sollen) juga memerlukan peristiwa konkrit (das sein) untuk menjadi

peristiwa hukum. Contoh : terdapat aturan "barangsiapa membunuh harus

dihukum..", maka bila tidak terjadi pembunuhan maka tidak berlaku pula aturan ini.28

24 Ibid, Pasal 1 ayat (7). 25 Ibid, Pasal 1 ayat (4). 26 Ibid, Pasal 1 ayat (2). 27 http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/03/das-sollen-dan-das-sein.html. di akses pada tanggal 12 Agustus 2012. 28 Ibid.

Page 78: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

78

6. Narkoba (Narkotika dan Obat/Bahan Berbahaya) adalah istilah yang

digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat. Yang dimaksud dengan bahan

berbahaya adalah bahan yang tidak aman digunakan atau membahayakan dan

penggunaannya bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum (ilegal).29

7. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.30

8. Pengadilan Militer. Pengadilan Militer adalah badan yang melaksanakan

kekuasaan kehakiman dilingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan

Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer

Pertempuran.31

9. Perwira Penyerah Perkara adalah perwira yang oleh atau atas dasar

Undang-undang ini mempunyai wewenang untuk menentukan suatu perkara pidana

yang dilakukan oleh Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang berada di

bawah wewenang komandonya diserahkan kepada atau diselesaikan di luar

Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan

peradilan umum.32

10. Penyidik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya

disebut Penyidik adalah Atasan yang Berhak Menghukum, pejabat Polisi Militer

tertentu, dan Oditur, yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang ini untuk

melakukan penyidikan.33

11. Penegakan hukum (law enforcement), merupakan suatu istilah yang

mempunyai keragaman pengertian. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum

diartikan sebagai suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum, yaitu

29 http://pakarinfo.blogspot.com/2010/11/pengertian-narkoba-efek-samping-dan.html Diakses Pada 14 Agustus 2012. 30 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 1 ayat (1). 31 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer Pasal 1 ayat (1). 32 Ibid, Pasal 1 ayat (10). 33 Ibid, Pasal 1 ayat (16)

Page 79: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

79

pikiran-pikiran dari badan-badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dan

ditetapkan dalam peraturan-peraturan hukum yang kemudian menjadi kenyataan.34

12. Penerapan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penerapan berasal

dari kata terap yang berarti proses, cara. Penerapan bermakna perbuatan atau

tindakan melaksanakan sesuatu atau perihal untuk mempraktikkan suatu hal.35

Blom (1986) menjelaskan penerapan adalah mencakup kemampuan untuk

menerapkan informasi pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru.

Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus ada persoalan yang

belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem

baru.36 Berdasarkan pengertian ini dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan penerapan sistem hukuman minimum khusus adalah tindakan

mempraktikkan atau mengaplikasikan sistem hukuman minimum khusus. Dalam

konteks ini untuk menggambarkan kondisi saat ini yang berkaitan dengan penerapan

sistem hukuman minimum khusus maka dapat di jelaskan hal-hal sebagai berikut.

13. Sistem Pidana Minimum Khusus. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa

sistem pidana minimum khusus merupakan suatu pengecualian, yaitu untuk delik-

delik tertentu yang dipandang sangat merugikan, membahayakan atau

meresahkan masyarakat dan delik-delik yang dikualifikasir oleh akibatnya sebagai

ukuran kuantitatif yang dapat dijadikan patokan bahwa delik-delik yang diancam

dengan pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun yang dapat diberi ancaman

minimum khusus, karena delik-delik itulah yang digolongkan sangat berat.37 Sistem

pemidanaan pada tindak pidana Narkotika yang di atur dalam Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 menetapkan ancaman minimum khusus dan maksimum

khusus, baik mengenai pidana penjara maupun pidana denda dan tidak

menggunakan sistem dengan menetapkan ancaman pidana maksimum umum

dan minimum umum seperti dalam KUHP (Lihat lampiran IV Perumusan Pidana

dan Jenis Pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009). Maksimum

khusus pidana penjara yang diancamkan jauh melebihi maksimum umum

34 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, (Bandung: Sinar Baru, 1993), hal. 15. 35 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Balai Pustaka. Jakarta. 1997. Hal. 745.

36 www. Petra Christian University Library.co.id. Diakses Pada 14 Agustus 2012.

37 Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2002. Hal..128.

Page 80: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

80

dalam KUHP (15 tahun), yakni paling tinggi sampai 20 tahun. Dalam KUHP boleh

menjatuhkan pidana penjara sampai melebihi batas maksimum 15 (lima belas)

tahun yakni 20 (dua puluh tahun), dalam hal apabila terjadi pengulangan atau

perbarengan ( karena dapat ditambah sepertiganya) atau tindak pidana tertentu

sebagai alternatif dari pidana mati (misal Pasal 104, 340, 365 ayat 4 KUHP).

14. Teknologi informasi yang biasa disebut TI, atau IT. Berbagai defines telah

diberikan oleh pakar mengenai pengertian Teknologi informasi yakni :

a. Menurut Haag dan Keen (1996) : teknologi informasi adalah

seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi dan

melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi.

b. .Menurut martin (1999) teknologi informasi tidak hanya terbatas pada

teknologi computer yang digunakan untuk memproses dan menyimpan

informasi melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan

informasi.

c. Menurut Willams dan Sawyer (2003) : teknologi informasi adalah

teknologi yang menggabungkan komputasi (computer) dengan jalur

komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara dan video. Dari

beberapa definisi diatas, teknologi informasi mencakup gabungan antara

teknologi computer dan teknologi telekomunikasi.38

15. Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan

diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut,

selanjutnya menurut wujud atau sifatnya tindak pidana itu adalah perbuatan yang

melawan hukum dan juga merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan

atau menghambat dari terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang

dianggap baik dan adil. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu

perbuatan akan menjadi tindak pidana, apabila perbuatan itu melawan hukum,

merugikan masyarakat, dilarang oleh aturan pidana dan pelakunya diancam dengan

pidana.39

38 http://id.shvoong.com/society-and-news/2012515-pengertian-teknologi-informasi/. Di akses tanggal 12 Agustus 2012. 39 Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1997), hal. 16.

Page 81: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

81

Page 82: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

82

Grafik Data Perkara Tindak Pidana Narkotika Prajurit TNI

Tahun 2010-2011

2016

3342

97

107

0

20

40

60

80

100

120

Tahun 2010 Tahun 2011

TNI AU TNI AL TNI AD

Page 83: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

83

Gambar Perkembangan Lingkungan Strategis Tindak Pidana Narkotika

Page 84: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

84

Page 85: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

85

Page 86: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

86

Page 87: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

87

Page 88: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

88

Page 89: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

89

Perumusan Pidana dan Jenis Pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Perbuatan Melawan Hukum

Jenis Pidana

Kategori I

Kategori II

Kategori III

Kategori IV

Pidana Penjara Narkotika Gol. I

Pidana Penjara Narkotika Gol. II

Pidana Penjara Narkotika Gol. III

4-12 th 5-20 th

4-12 th 5-20 th

5-15 th 5-20 th

5-15 th 5-20 th

X

3-10 th 5-15 th

4-12 th 5-20 th

4-12 th 5-15 th

X

2-7 th 5-20 th

3-10 th 5-15 th

3-10 th 5-15 th

Penjara seumur hidup Narkotika Gol. I

Narkotika Gol. II

Narkotika Gol. III

Berat lebih 1kg/ 5 btg pohon

Berat melebihi 5

gram

Mengakibatkan org lain mati/ cacat permanen

Mengakibatkan org lain mati/ cacat permanen

X

X

Berat melebihi 5 gram

X

X

X

X

X

Pidana Denda Narkotika Gol. I

Denda 800 JT-4 M

Denda 800 JT-8M denda max

+1/3

Denda 1 M-10M

denda max +1/3

Denda 1 M-10M

denda max +1/3

Page 90: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

90

Narkotika Gol. II

Narkotika Gol. III

X

Denda 600 JT-5 M denda max

+1/3

Denda 800 JT-5 M denda

max +1/3

Denda 800 JT-6 M

X

Denda 400 JT-3 M denda max

+1/3

Denda 600 JT-5 M denda

max +1/3

Denda 600 JT-5 M denda

max +1/3

Keterangan :

Jenis-jenis perbuatan tanpa hak dan melawan hukum yang diatur dalam tindak pidana narkotika di bedakan dalam 4 kategori yakni :

1. Kategori I : Menanam, memelihara, menyimpan, menguasai, atau menyediakan.

2. Kategori II : Memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan.

3. Kategori III : Menawarkan untuk dijual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau penyerahan.

4. Kategori IV : menggunakan, memberikan untuk di gunakan orang lain.

Page 91: OPTIMALISASI PENERAPAN SISTEM HUKUMAN …img.dilmil-bandung.go.id/upload/TASKAP yt.pdf · pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

91