optek ns

22
BURR HOLES DIAGNOSTIK, KRANIOTOMI DAN EPIDURAL HEMATOMA Introduksi a. Definisi Burr holes diagnostik adalah suatu tindakan pembuatan lubang pada tulang kepala yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan ekstra aksial, sebelum tindakan definitif craniotomy dilakukan. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater. b. Ruang lingkup Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atau temporo- parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun pada sepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibat robeknya sinus venosus terutama pada regio parieto- oksipital dan fora posterior. Walaupun secara relatif perdarahan epidural jarana terjadi (0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan 9 % dari penderita yang dalam keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karena memerlukan tindakan diagnostik maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong segera pada tahap dini, prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama. Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa

Transcript of optek ns

Page 1: optek ns

BURR HOLES DIAGNOSTIK, KRANIOTOMI DAN EPIDURAL HEMATOMA

Introduksi

a. Definisi

Burr holes diagnostik adalah suatu tindakan pembuatan lubang pada tulang kepala yang bertujuan

untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan ekstra aksial, sebelum tindakan definitif craniotomy

dilakukan.

Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan

duramater.

b. Ruang lingkup

Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya

berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atau

temporoparietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulang

tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun pada sepertiga

kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibat robeknya sinus

venosus terutama pada regio parieto-oksipital dan fora posterior. Walaupun secara relatif

perdarahan epidural jarana terjadi (0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan 9 % dari

penderita yang dalam keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karena memerlukan tindakan

diagnostik maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong segera pada tahap dini,

prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada

jaringan otak tidak berlangsung lama.

Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks

cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh

herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial. Burr holes

merupakan salah satu alat diagnostik untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan ekstra aksial

tersebut, yang bila hasilnya positif dapat dilakukan dekompresi awal sebelum tindakan craniotomy

definitif dilakukan. Dengan makin berkembang dan meluasnya penggunaan CT Scan kepala,

tindakan burr holes diagnostik menjadi jarang dilakukan. Namun untuk di RS daerah dimana

fasilitas CT Scan tidak ada, dapat merupakan tindakan life-saving yang dilakukan oleh dokter

bedah.

c. Indikasi Operasi

Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

Adanya tanda herniasi/lateralisasi

Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak

bisa dilakukan.

d. Kontra indikasi operasi

Page 2: optek ns

Umum keadaan pasien yang jelek

e. Diagnosis Banding

Perdarahan intra kranial lainnya selain epidural Hematom

Teknik Operasi

Pasien diposisikan supine dengan kepala dimiringkan sehingga lokasi yang akan dibuka

terletak di atas, dan di bawah bahu diletakkan gulungan kain untuk membantu perputaran

kepala.

Kepala dicukur kemudian di lakukan tindakan desinfeksi dengan larutan antiseptik.

Burr hole pertama dilakukan di daerah temporal, 2 cm di atas arkus zygoma, 2 cm di depan

tragus. Incisi kulit dilakukan secara tajam hingga tulang setelah infiltrasi dengan pehacain.

Perdarahan dari arteri superfisial temporalis dirawat dengan kauter atau ligasi, kemudian

dipasang retractor otomatis.

Dilakukan burr hole menggunakan bor atau drill hingga menembus tulang temporal dan

tampak duramater.

Tulang diperlebar dengan menggunakan kerrison atau ronger, bila hasil positif EDH maka

tulang burr hole dilebarkan dan dilakukan dekompresi secukupnya. Penderita kemudian

disiapkan untuk operasi craniotomy definitif di kamar operasi, atau dirujuk ke RS dengan

fasilitas bedah saraf.

Bila hasilnya negatif, burr hole ke dua dilakukan dilakukan di daerah frontal yaitu 2 cm di

depan sutura coronaria pada mid pupillary line, ke tiga di daerah parieto-oksipital yaitu 4-6

cm diatas pinna dan ke empat di daerah fossa posterior.

Bila hasilnya tetap negatif, burr holes dilakukan pada sisi kontralateral sesuai dengan cara

diatas.

Pemilihan lokasi inisial burr hole:

a.  Ipsilateral dengan pupil yang midriasis, atau pupil yang pertama kali midriasis, atau kontralateral

dengan hemiparesis.

b. Bila tidak ada tanda lateralisasi, dilakukan pada daerah dibawah fraktur tulang atau pada jejas

SCALP yang bermakna.

c.  Bila penderita koma tanpa tanda yang jelas, dilakukan pertama pada sisi kiri sebagai hemisfer

dominan.

f.   Komplikasi operasi

Perdarahan

Infeksi

g.   Mortalitas

Tidak ada, kecuali karena sebab yang lain

Page 3: optek ns

h. Perawatan Pascabedah

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari

ke 5-7. Pemberian antibiotika dan anti konvulsan masih diperdebatkan.

i. Follow-up

Klinis penderita pasca dilakukan burr holes.

LUKA KRANIOSEREBRAL

Introduksi

a. Definisi

Luka kranioserebral adalah laserasi terbuka adalah luka terbuka yang mengenai kulit, jaringan

dibawah kulit, fraktur tulang tengkorak, robekan duramater dan laserasi serebri sehingga

mengakibatkan terjadinya hubungan langsung antara otak dengan dunia luar.

b. Indikasi Operasi

Adanya luka terbuka SCALP dan patah tulang terbuka disertai laserasi atau prolaps serebri.

c. Kontra indikasi operasi

Umum keadaan pasien yang jelek

Teknik Operasi

Persiapan operasi sesuai prosedur umum

Debridemen luka kulit sampai tulang

Sayatan kulit memperluas luka yang ada harus membentuk huruf  S

Page 4: optek ns

Penangan terhadap fraktur tulang kepala terbuka

Merapatkan sayatan yang berbentuk S dengan jahitan primer

Jaringan otak diluar dan yang terjepit oleh jahitan dibuang.

d. Komplikasi operasi

Komplikasi berupa infeksi luka operasi dan meningitis mortalitas tergantung berat ringannya cedera

otak.

e. Mortalitas

Mortalitas tergantung berat ringannya cedera otak.

f.   Perawatan Pascabedah dan Follow Up

Apabila penderita stabil dan didapatkan peningkatan tingkat kesadaran berdasarkan

Glasgow Coma Scale (GCS), perawatan dilanjutkan.

Penderita dirujuk ke Spesialis Bedah Saraf terdekat dalam waktu 24 jam.

REPOSISI FRAKTUR DEPRES

Introduksi

a. Definisi

Fraktur depres adalah fraktur tulang kranium dimana tabula eksterna melesak ke arah duramater

hingga melebihi tabula interna.

b. Ruang lingkup

Insiden dari fraktur tulang kepala bervariasi mulai dari 3% pada kasus cedera kepala ringan hingga

65% pada cedera kepala berat, bisa disertai dengan ada atau tidaknya robekan duramater.

Sedangkan insidensi dari fraktur depres adalah 11% dari seluruh kasus trauma. Fraktur depres

terjadi bila ada tekanan kuat pada kepala yang mengenai area yang sempit sehingga biasanya

disertai trauma lokal pada korteks.

Bila fraktur depres disertai dengan adanya luka pada kulit kepala maka disebut fraktur depres

terbuka, yang memerlukan tindakan operasi mutlak. Hal yang harus diperhatikan adalah bahaya

perdarahan yang berasal dari luka pada kulit kepala. Hal ini jarang diperhatikan sehingga banyak

pasien ditemukan dalam keadaan anemia atau syok. Penanganan sementara sangat diperlukan

terutaana saat transport ke rumah sakit dengan cara membalut tekan luka dengan kassa atau jika

diperlukan dengan elastik verband.

c. Indikasi Operasi

Fraktur depres terbuka

Adanya kebocoran LCS

Page 5: optek ns

Mengenai sinus paranasalis

Defisit neurologis otak dibawahnya

Kosmetik

d. Kontra indikasi operasi

Umumnya tidak ada, kecuali adanya kelainan lain yang berat

e. Diagnosis Banding

Tidak ada

f. Pemeriksaan penunjang

Foto polos kepala AP/Lat (Skull X-Ray)

CT Scan Kepala (Bone Window)

Teknik Operasi

Setelah pasien dilakukan tindakan nakose umum, pasien diposisikan sedemikian mungkin

hingga fraktur depres berada dalam posisi se-horisontal mungkin.

Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit dengan

linen steril.

Insisi kulit mengikuti luka lama dengan bentuk huruf S supaya daerah operasi dapat

diekspose. Jika fraktur terdapat di daerah frontal, dianjurkan untuk meninggalkan luka lama

dan membuat flap kulit baru full coroner untuk alasan kosmetik.

Setelah insisi kulit, pasang retraktor otomatis untuk menghindari perdarahan yang banyak

dan agar daerah operasi ekspose. Biasanya banyak terdapat kotoran rambut dan bekuan

darah.

Perikranium disekitarnya disisihkan dengan disektor periostel yang tajam, bekuan darah dan

kotoran rambut dibersihkan dengan suction. Tindakan ini membuat daerah operasi ekspose.

Dilakukan burrhole pada sisi luar fragmen tulang yang masih stabil atau sehat.

Duramater dipisahkan dari tulang dengan menggunakan disektor periosteal, kemudian

dilakukan pemotongan tulang dengan bone ronger yang kecil sepanjang sisi fraktur depres.

Pemotongan tulang terus dilakukan hingga duramater ekspose dan fragmen fraktur depres

bebas. Pematahan dari fragmen fraktur depres sangat tidak dianjurkan karena dapat

menyebabkan perdarahan dari pembuluh darah kortikal, yang dalam hal ini sulit dikontrol

karena sumber perdarahan tidak ter-ekspose.

Bila fragmen tulang sudah bebas dan terekspos lalu dilakukan pengangkatan fragmen

tersebut secara perlahan.

Duramater dibersihkan dari bekuan darah dan kotoran lain, dan bila ada pembuluh darah

yang pecah bisa dilakukan koagulasi.

Page 6: optek ns

Bila ada robekan duramater, maka tepi dari duramater tersebut harus diidentifikasi.

Bebaskan duramater dari korteks dan retraksi secara halus.

Mungkin duramater perlu diperlebar untuk mengekspose korteks yang terkena, korteks yang

sudah hancur serta bekuan darah dibersihkan dengan suction. Perdarahan yang berasal dari

pembuluh darah kortikal dapat diatasi dengan koagulasi.

Korteks ditutupi surgicell dan dilakukan penjahitan water tight dengan silk 3.0. Bila terdapat

defek duramater yang luas mungkin diperlukan graft untuk menutupnya.

Setelah dibersihkan dengan peroksida dan antibiotika topikal, fragmen tulang dapat

dipasang kembali, lalu lapisan periosteum ditutup untuk memfiksasinya.

Luka operasi dijahit lapis demi lapis.

g.   Komplikasi operasi

Perdarahan

Infeksi

Robeknya duramater

Kejang dan kelainan neurologis lainnya

h.   Perawatan pasca bedah

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari

ke 5-7. Pemberian antibiotika dan anti konvulsan masih diperdebatkan. Bila luka yang terjiadi

sudah sangat terkontaminasi atau kejadiannya sudah lebih dari 24 jam, tindakan pemasangan

fragmen tulang atau cranioplasty dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.

i. Follow-up

Pasien dengan open depresi fraktur setelah dilakukan tindakan pembedahan idealnya harus

dimonitor dengan CT scan ulangan dalam waktu 2-3 bulan untuk mengevaluasi adanya

pembentukan abses. Follow up juga dilakukan untuk mencari adanya komplikasi yang berhubungan

dengan fraktur depresi misalnya kejang dan infeksi.

REPARASI CEDERA SARAF PERIFER

Introduksi

a. Definisi

Reparasi cedera saraf perifer adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk memperbaiki

cedera saraf perifer.

b. Ruang lingkup

Page 7: optek ns

Cedera saraf perifer baik terbuka maupun tertutup sering dihadapi seorang ahli bedah. Prinsip-

prinsip umum dalam menangani cedera saraf perifer didasarkan oleh pemahaman yang baik tentang

dasar-daasr biologis sistem saraf dan responnya terhadap trauma.

Klasifikasi tradisional cedera saraf perifer adalah klasifiaksi Seddon. Seddon mendeskripsikan 

adanya tiga macam cedera yaitu: neuropraksia, axonotmesis dan neuotmesis.

Neuropraxia

Adalah tidak berfungsinya sistem saraf yang bersifat sementara tanpa terjadinya disrupsi fisik axon.

Biasanya fungsi saraf akan kembali normal setelah 2-4 minggu.

Axonotmesis

Adalah terjadinya disrupsi axon dan myelin. Jaringan ikat lunak sekitarnya termasuk endo- neurium

intak. Terjadi degenerasi axon distal dan proksimal lokasi terjadinya trauma. Degenerasi distal

dikenal sebagai degenerasi Wallerian. Axon akan memngalami regenerasi  dengan kecepatan

1mm/hari. Secara bermakna fungsi akan  kembali normal setelah 18 bulan.

Neurotmesis

Adalah terjadinya disrupsi axon dan endoneurial. Komponen kolagen perifer seperti epineurium

dapat intak atau terjadi disrupsi. Degenerasi axonal terjadi pada distal dan proksimal segmen.

c.   Indikasi Operasi

Lesi saraf komplit yang disebabkan laserasi atau luka tembus

Lesi saraf lain yang cukup bermakna tanpa perbaikan klinis maupun elektrofisiologis setelah

3-6 bulan observasi klinis

d. Diagnosis Banding

Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculo- neuropathy

Cervical Spondylosis: Diagnosis and Management

Diabetic Neuropathy

Femoral Mononeuropathy

Guillain-Barre Syndrome in Childhood

HIV-1 Associated Acute/Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy

HIV-1 Associated Distal Painful Sensorimotor Polyneuropathy

HIV-1 Associated Multiple Mononeuropathies

HIV-1 Associated Neuromuscular Complications

Leptomeningeal Carcinomatosis

Metastatic Disease to the Spine and Related Structures

Peroneal Mononeuropathy

Polyarteritis Nodosa

Radial Mononeuropathy

Page 8: optek ns

Spinal Cord Hemorrhage

Spinal Cord Infarction

Syringomyelia

Vasculitic Neuropathy

e. Pemeriksaan Penunjang

EMG (Elektromyografi)

Teknik Operasi

Teknik operasi yang dapat diterapkan pada reparasi saraf perifer mencakup internal dan

eksternal neurolisis.

Neurolisis eksternal dikerjakan dengan membebaskan saraf dari jaringan sekitarnya secara

sirkumferensial.

Neurolisis internal diindikasikan untuk lesi saraf parsial yang memerlukan reparasi terpisah

antara fasikulus saraf yang berfungsi dengan fasikulus saraf yang tidak berfungsi.

Prosedur ini sangat berpotensi untuk melukai axon yang mengalami regenerasi dan harus

dikerjakan dengan tuntunan elektrofisiologis. Secara umum neurolisis internal mencakup

diseksi segmen yang non fungional.

Kemudian fasikulus yang sudah didiseksi dilakukan reparasi end to end dengan atau tanpa

graft saraf.

Reparasi end to end lebih disukai apabila gap yang terjadi kecil dan kedua ujung dapat

didekatkan tanpa tegangan/tension yang bermakna. Tension akan  menghambat proses

penyembuhan. Jika jarak cukup jauh maka dapat dilakukan graft interposisi.

Umumnya donor saraf diambil dari saraf sensoris superfisial autologus misalnya nervus

suralis.

Jahitan monofilamen (7.0-10.0) pada epineurium digunakan untuk mendekatkan fasikulus.

Ujung saraf harus direseksi sampai ke fasikulus yang sehat untuk mendapatkan orientasi

yang baik dan mengoptimalkan perbaikan fungsi. Meskipun begitu kontinyuitas fasikulus

secara anatomi tidak menjamin terjadinya regenerasi axon.

Dua penyebab kegagalan adalah preparasi yang tidak baik stump sarat dan adanya tension.

Kedua hal itu akan menyebab terjadinya scar interneural yang akan mengganggu regenerasi

sarabut saraf.

f.   Komplikasi operasi

Kegagalan anastomosis

g.   Perawatan Pascabedah

Page 9: optek ns

Setelah terjadinya cedera saraf perifer, sangatlah penting bahwa pasien harus  menjalani fisioterapi

untuk mempertahankan ROM dan mencegah imobilisasi untuk mengoptimalkan penyembuhan

fungsi motorik bersamaan dengan terjadinya reinervasi otot.

h.   Follow-up

Pemantauan EMG sangat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dini reinervasi otot beberapa

bulan sebelum kontraksi secara klinis didapatkan.

TREPANASI / KRANIOTOMI PADA EDH DAN SDH

Introduksi

a. Definisi

Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak

untuk tindakan pembedahan definitif.

Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan

duramater.

Subdural hematoma (SDH)  adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantara lapisan

duramater dengan araknoidea

b. Ruang lingkup

Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya

berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atau

temporoparietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulang

Page 10: optek ns

tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun pada sepertiga

kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibat robeknya sinus

venosus terutama pada regio parieto-oksipital dan fora posterior. Walaupun secara relatif

perdarahan epidural jarang terjadi (0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan 9 % dari

penderita yang dalam keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karena memerlukan tindakan

diagnostik maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong segera pada tahap dini,

prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada

jaringan otak tidak berlangsung lama.

Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks

cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh

herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial.

c. Indikasi Operasi

Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

Adanya tanda herniasi/lateralisasi

Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak

bisa dilakukan.

d. Diagnosis Banding

Hematom intracranial lainnya

e. Pemeriksaan Penunjang

CT Scan kepala

Teknik Operasi

Positioning

Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang lebih 15o (pasang

donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal

bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri

dan sebaliknya.

Washing

Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yang ada

di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek

steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi

Markering

Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan melihat CT

scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik, sinus – untuk menghindari

perdarahan, sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma – sebagai batas basis cranii, jalannya N VII

(kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita)

Page 11: optek ns

Desinfeksi

Desinfeksi  lapangan operasi  dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang mengandung

lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.

Operasi

Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.

Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.

Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Di

bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahaya

nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek.

Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada

daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.

Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT scan.

Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian dengan mata

bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula interna.

Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.

Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorhole dengan

kapas basah/ wetjes.

Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde.

Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian masukkan penuntun

gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongan dengan

gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.

Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara  tulang dipegang

dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator kemudian miringkan

posisi elevator pada saat mematahkan tulang.

Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling dan

suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax.

Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.

Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura,

perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi bawah tulang

yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut kalau perlu tambahkan

spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan profus dari bawah tulang (berasal dari arteri)

tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber perdarahan kecuali dicurigai berasal dari

sinus.

Page 12: optek ns

Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul dengan

jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan dengan spoeling berulang-

ulang.

Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya adalah

membuka duramater.

Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berlawanan dengan

sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian yang terangkat

disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari arakhnoid. (Bila sampai keluar

cairan otak, berarti arachnoid sudah turut tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui

lubang sayatan ke bawah duramater di dalam ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas

ini sebagai pelindung terhadap kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.

Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi yang

dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah kulit atau

subkutan.

Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan pembuluh-

pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.

Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang

subarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak ada darah

lagi.

Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yang direseksi

harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan. Untuk membakar

permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Bila dipergunakan kauter

monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinset anatomis halus sebagai alat bantu

kauterisasi.

Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang dengan evaluasi

klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan lapangan operasi dapat

ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:

-    Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit.

-    Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.

-    Pasang drain subgaleal.

-    Jahit galea dengan vicryl 2.0.

-    Jahit kulit dengan silk 3.0.

-    Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).

-    Operasi selesai.

Page 13: optek ns

Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang yang tidak

diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan untuk menghindari

dead space. Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan sesuai dengan lokasi yang

akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan  2 lubang ditengah berdekatan untuk teugel dura).

Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutup lapis demi lapis seperti

diatas.

f.   Komplikasi operasi

Perdarahan

Infeksi

g.   Mortalitas

Tergantung beratnya cedera otak

h.   Perawatan Pascabedah

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari

ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8

minggu kemudian.

i. Follow-up

CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilai

apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

KRANIEKTOMI DEKOMPRESI UNTUK EDEMA SEREBRI

Introduksi

a. Definisi

Edema serebri adalah pembekakan jaringan otak yang berkaitan dengan trauma.

b. Indikasi Operasi

Edema serebri yang mengakibatkan penurunan kesadaran.

c. Kontra indikasi operasi

Umum keadaan pasien yang jelek

d. Diagnosis Banding

Semua cedera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran

Teknik Operasi

Positioning

Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang lebih 15o (pasang

donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi. Ganjal bahu satu sisi

Page 14: optek ns

saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan

sebaliknya.

Washing

Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yang ada

di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek

steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi.

Markering

Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik, sinus – untuk menghindari perdarahan,

sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma – sebagai batas basis cranii, jalannya N VII (kurang lebih

1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita).

Desinfeksi

Desinfeksi  lapangan operasi  dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang mengandung

lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.

Operasi

Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.

Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60o.

Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Di

bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahaya

nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek.

Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada

daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.

Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian dengan mata

bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula interna.

Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering. Perdarahan dari tulang dapat

dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorhole dengan kapas basah/ wetjes.

Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde.

Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian masukkan penuntun

gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongan dengan

gergaji dan asisten memfixir kepala penderita. Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas

menjauhi otak dengan cara  tulang dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah

dilindungi dengan elevator kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan

tulang.

Setelah terdekompresi fragmen tulang dapat di simpan di subgaleal atau di dinding abdomen

kemudian lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:

-    Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit.

Page 15: optek ns

-    Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.

-    Pasang drain subgaleal. Jahit galea dengan vicryl 2.0.

-    Jahit kulit dengan silk 3.0.

-    Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).

e.   Komplikasi operasi

Komplikasi berupa infeksi luka operasi dikepala maupun di dinding abdomen tempat menyimpang

tulang.

f.   Mortalitas

Mortalitas tergantung berat ringannya cedera otak.

g.   Perawatan Pascabedah dan Follow Up

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Perawatan luka

dilakukan pada luka operasi dikepala dan pada dinding abdomen. Jahitan dibuka pada hari

ke 5-7.

Tindakan pemasangan fragmen tulang atau cranioplasty dianjurkan dilakukan setelah 6-8

minggu kemudian

MENUTUP KEBOCORAN LIKUOR SPINA BIFIDA

Introduksi

a. Definisi

Bocoran likuor adalah keluarnya cairan otak (LCS) dari kerusakan jaringan penutup pada kelainan

spina bifida

b. Indikasi Operasi

Kebocoran likuor spina bifida.

c. Kontra indikasi operasi

Umum: keadaan pasien yang jelek

Teknik Operasi

Persiapan operasi secara umum

Sayatan kulit disesuaikan ruptur, pada umumnya sesuai luka ruptur berbentuk S  atau Z

(perencanaan menutup kulit )

Identifikasi struktur kulit, fascia, jaringan saraf, arachnoid dan duramater, masing-masing

lapisan dipisahkan.

Struktur saraf dimasukkan kedalam kantong duramater, duramater ditutup rapat kedap air.

Lapisan diatasnya ditutup berurutan mulai dari fascia, otot, subkutis dan kutis

d.   Komplikasi operasi

Page 16: optek ns

Komplikasi operasi berupa infeksi, insidensi cukup tinggi

e.   Mortalitas

Pada umumnya kecil

f.   Perawatan Pascabedah dan Follow Up

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Perawatan luka ditujukan

pada luka operasi.