Opini BPK 2012 & 2013

5
Penyerahan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2013 kepada DPD RI Jakarta, Selasa (1 Oktober 2013) – Memenuhi Pasal 18 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tangung Jawab Keuangan Negara, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK), Drs. Hadi Poernomo, Ak. menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I (IHPS I) Tahun 2013 kepada DPD RI dalam Sidang Paripurna di Gedung Nusantara V DPD RI, Jakarta pada hari ini (1/10). IHPS I Tahun 2013 ini merupakan ikhtisar dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas 597 objek pemeriksaan. Pemeriksaan dilaksanakan terhadap entitas di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), serta lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara. Berdasarkan jenis pemeriksaannya, sebanyak 519 merupakan objek pemeriksaan keuangan, 9 objek pemeriksaan kinerja, dan 69 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Pada Semester I Tahun 2013, BPK memprioritaskan pemeriksaannya pada pemeriksaan keuangan yakni Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), dan Laporan Keuangan Badan Lainnya termasuk Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan. Hal tersebut disebabkan pemeriksaan atas laporan keuangan bersifat mandatory audit yang harus dilaksanakan BPK. Prioritas pemeriksaan terhadap laporan keuangan tersebut dilaksanakan tanpa mengurangi program-program pemeriksaan lain yang telah direncanakan yaitu pemeriksaan kinerja dan PDTT. Dengan demikian, pemeriksaan kinerja dan PDTT dapat berjalan paralel dengan pemeriksaan laporan keuangan sesuai dengan agenda prioritas tiap- tiap jenis pemeriksaan.

description

Opini BPK 2012 & 2013

Transcript of Opini BPK 2012 & 2013

Page 1: Opini BPK 2012 & 2013

Penyerahan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2013 kepada DPD RI

Jakarta, Selasa (1 Oktober 2013) – Memenuhi Pasal 18 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tangung Jawab Keuangan Negara, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK), Drs. Hadi Poernomo, Ak. menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I (IHPS I) Tahun 2013 kepada DPD RI dalam Sidang Paripurna di Gedung Nusantara V DPD RI, Jakarta pada hari ini (1/10).

IHPS I Tahun 2013 ini merupakan ikhtisar dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas 597 objek pemeriksaan. Pemeriksaan dilaksanakan terhadap entitas di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), serta lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara. Berdasarkan jenis pemeriksaannya, sebanyak 519 merupakan objek pemeriksaan keuangan, 9 objek pemeriksaan kinerja, dan 69 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).

Pada Semester I Tahun 2013, BPK memprioritaskan pemeriksaannya pada pemeriksaan keuangan yakni Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), dan Laporan Keuangan Badan Lainnya termasuk Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan. Hal tersebut disebabkan pemeriksaan atas laporan keuangan bersifat mandatory audit yang harus dilaksanakan BPK. Prioritas pemeriksaan terhadap laporan keuangan tersebut dilaksanakan tanpa mengurangi program-program pemeriksaan lain yang telah direncanakan yaitu pemeriksaan kinerja dan PDTT. Dengan demikian, pemeriksaan kinerja dan PDTT dapat berjalan paralel dengan pemeriksaan laporan keuangan sesuai dengan agenda prioritas tiap-tiap jenis pemeriksaan.

IHPS I Tahun 2013 mengungkapkan sebanyak 13.969 kasus kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp56,98 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.589 kasus merupakan temuan yang berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan senilai Rp10,74 triliun. Rekomendasi BPK terhadap kasus-kasus tersebut antara lain adalah penyerahan aset dan/atau penyetoran ke kas negara/daerah/ perusahaan milik negara/daerah. Adapun sebanyak 5.747 kasus merupakan kelemahan SPI, sebanyak 2.854 kasus penyimpangan administrasi, serta ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebanyak 779 kasus senilai Rp46,24 triliun. Rekomendasi BPK atas kasus tersebut adalah perbaikan SPI dan/atau tindakan administratif dan/atau tindakan korektif lainnya.

Selama proses pemeriksaan, entitas telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan dengan penyerahan aset atau penyetoran ke kas negara/daerah/perusahaan senilai Rp372,40 miliar.

Page 2: Opini BPK 2012 & 2013

Hasil pemeriksaan kinerja Semester I Tahun 2013 menemukan 1 kasus ketidakhematan/ ketidakekonomisan senilai Rp5,28 miliar, 3 kasus ketidakefisienan senilai Rp22,95 miliar, dan 93 kasus ketidakefektifan senilai Rp19,45 miliar. Hasil pemeriksaan kinerja juga mengungkapkan adanya 65 kasus kelemahan pengendalian intern yang mempengaruhi kehematan/ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, serta 5 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp1,36 miliar.

Hasil PDTT Semester I Tahun 2013 mengungkapkan adanya 1.213 kasus yang terdiri atas 375 kasus kelemahan SPI dan 838 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp49,11 triliun. Dari total kasus temuan PDTT tersebut, sebanyak 467 kasus senilai Rp4,08 triliun merupakan temuan yang berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan. Dari temuan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan senilai Rp4,08 triliun, selama proses pemeriksaan entitas telah menindaklanjuti dengan penyerahan aset dan/atau penyetoran ke kas negara/daerah/perusahaan milik negara/daerah senilai Rp32,05 miliar.

Hasil Pemeriksaan yang Signifikan pada Semester I Tahun 2013 yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah, lembaga perwakilan, dan seluruh pemangku kepentingan antara lain :

1. Penyajian dan pengamanan aset tetap;2. Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang pada pengadaan barang dan jasa;3. Pengelolaan utang negara;4. Pengelolaan Program Perluasan Akses dan Peningkatan Mutu Sekolah Menengah

Pertama (SMP);5. Penyelenggaraan Ujian Nasional Tingkat Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah

Tahun 2012 dan 2013; dan6. Pelaksanaan subsidi/kewajiban pelayanan umum.

Dengan demikian Laporan Hasil Pemeriksaan BPK mengandung unsur pidana yang telah disampaikan kepada instansi yang berwenang sejak Tahun 2003 s.d. Semester I Tahun 2013 sebanyak 425 temuan senilai Rp40.522,64 miliar. Dari 425 temuan tersebut, BPK telah menyampaikan kepada Kepolisian Negara RI sebanyak 60 temuan, Kejaksaan RI sebanyak 200 temuan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak 165 temuan. Secara keseluruhan instansi yang berwenang telah menindaklanjuti 282 temuan atau 66,35% yaitu pelimpahan kepada jajaran/penyidik lainnya sebanyak 40 temuan, penyelidikan sebanyak 86 temuan, penyidikan sebanyak 32 temuan, proses penuntutan dan persidangan sebanyak 22 temuan, telah diputus peradilan sebanyak 88 temuan, dan penghentian penyidikan dengan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) sebanyak 14 temuan. Adapun sebanyak 143 temuan atau 33,65% belum ditindaklanjuti atau belum diketahui informasi tindak lanjutnya dari instansi yang berwenang.

Page 3: Opini BPK 2012 & 2013

12 Kabupaten/Kota di Jatim Raih WTP dari BPK

SURABAYA - Sebanyak 12 Kabupaten/Kota di Jawa Timur memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu menunjukkan baru 12 daerah di Jatim yang baik dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Timur Hotman Napitupulu mengatakan, APBD merupakan kebijakan terpenting dalam mencapai tujuan pembangunan lokal. Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan mempunyai tata kelola yang baik agar APBD bisa dioptimalkan sebagai alat untuk mengintervensi perekonomian guna memakmurkan rakyat.

Indikator tata kelola anggaran yang baik, kata Hotman, tercermin dari LKPD. Secara keseluruhan LKPD di Jatim sudah terbilang bagus. Dari target 60 persen daerah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), saat ini sudah ada 13 LKPD yang mendapat opini WTP di Jatim, yaitu 12 kabupaten/kota dan satu LKPD Pemprov Jatim.

Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, kabupaten yang mendapat opini opini WTP murni mengatakan, pihaknya akan terus mempertahankan prestasi tersebut guna perbaikan pelayanan kepada masyarakat.

”Perolehan hasil audit dengan opini WTP ini menunjukkan perbaikan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan peningkatan kualitas LKPD yang kami lakukan secara terus menerus dan berkesinambungan,” kata Anas.

Dia menambahkan, meningkatnya kualitas opini LKPD Kabupaten Banyuwangi sejalan dengan meningkatnya jumlah realisasi anggaran yang dikelola. Tren realisasi APBD selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan hingga ke level 99 persen.

Banyuwangi, kata Anas, terus meningkatkan kontrol pada seluruh tingkatan pengelola keuangan dan barang daerah dengan menerapkan pengendalian berlapis pada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).