olahraga tradisional

13
Dalam pembahasan mengenai civil society erat kaitannya dengan masyarakat madani. Akan tetapi dua penjelasan tersebut berasal dari latar belakang dan sejarah yang berbeda didalamnya. Civil society berasal dari tradisi barat yang berkembang sejak zaman kerajaan dan juga pada saat doktrin agama begitu kuat didalamnya. Civil society muncul dari pergerakan kalangan yang memisahkan peran agama dan juga kehidupan kemasyarakatan pada saat itu. Berbeda dengan masyarakat madani yang berpedoman pada kehidupan kemasyarakatan yang berada di kawasan madinah. Seperti diketahui madinah merupakan suatu kawasan yang sangat erat terhadap kehidupan agama dan kehidupan kemasyarakatan pada umumnya. Dengan demikian, civil society aslinya adalah bersifat sekularistik, yang telah mengesampingkan peran agama dari segala aspek kehidupan. Dan tentu saja civil society tidak dapat dilepaskan dari kesatuan organiknya dengan konsep-konsep Barat lainnya, seperti demokrasi, liberalisme, kapitalisme, rasionalisme, dan individualisme. Civil society berdasarkan pandangan islam tradisional dalam hal ini dapat terlihat pada NU. Sebagaiamana diketahui Pendekatan Tocquevellian yang diadopsi NU, menekankan fungsi civil society sebagai counter balancing terhadap negara, dengan melakukan penguatan organisasi-organisasi independen di masyarakat dan pencangkokkan civic culture untuk membangun budaya demokratis. Pendekatan Tocquevellian ini digunakan karena sepanjang dua dasawarsa awal Orba, NU tidak memperoleh tempat dalam proses-proses politik. Marginalisasi politik ini,

description

olahraga

Transcript of olahraga tradisional

Dalam pembahasan mengenai civil society erat kaitannya dengan masyarakat madani. Akan tetapi dua penjelasan tersebut berasal dari latar belakang dan sejarah yang berbeda didalamnya. Civil society berasal dari tradisi barat yang berkembang sejak zaman kerajaan dan juga pada saat doktrin agama begitu kuat didalamnya. Civil society muncul dari pergerakan kalangan yang memisahkan peran agama dan juga kehidupan kemasyarakatan pada saat itu. Berbeda dengan masyarakat madani yang berpedoman pada kehidupan kemasyarakatan yang berada di kawasan madinah. Seperti diketahui madinah merupakan suatu kawasan yang sangat erat terhadap kehidupan agama dan kehidupan kemasyarakatan pada umumnya.Dengan demikian, civil society aslinya adalah bersifat sekularistik, yang telah mengesampingkan peran agama dari segala aspek kehidupan. Dan tentu saja civil society tidak dapat dilepaskan dari kesatuan organiknya dengan konsep-konsep Barat lainnya, seperti demokrasi, liberalisme, kapitalisme, rasionalisme, dan individualisme.Civil society berdasarkan pandangan islam tradisional dalam hal ini dapat terlihat pada NU. Sebagaiamana diketahui Pendekatan Tocquevellian yang diadopsi NU, menekankan fungsi civil society sebagai counter balancing terhadap negara, dengan melakukan penguatan organisasi-organisasi independen di masyarakat dan pencangkokkan civic culture untuk membangun budaya demokratis. Pendekatan Tocquevellian ini digunakan karena sepanjang dua dasawarsa awal Orba, NU tidak memperoleh tempat dalam proses-proses politik. Marginalisasi politik ini, disebabkan karena rezim Orba hanya mengakomodasi kelompok Islam yang mendukung modernisasi, dan itu didapat dari kalangan modernis yang sudah lebih dulu melakukan pembaruan pemikiran politik Islam. Ahmad, Haidlor Ali. Dinamika Kehidupan Keagamaan di Era Reformasi, Maloho Jaya Abadi Press, Jakarta, 2010, 21.Pada saat era orba tersebut khususnya pada kubu PPP yang cenderung dikuasai oleh kaum modernis, peran NU sedikit terpinggirkan oleh kalangan modernis. Oleh sebab itu pada tahun 1980an NU memutuskan untuk keluar dari kubu PPP dan memunculkan doktrin bahwa NU kembali kepada khitahnya sesuai sejarah awal NU terdahulu. Karena hal yang paling mendasar adalah bahwa NU tidak bisa dilepaskan dari sesuatu yang bersifat tradisionalis menjadi sesuatu yang bersifat modernis seperti yang diinginkan PPP saat itu,Dengan semangat tradisionalis ini NU membentuk suatu wadah bagi masyarakat untuk membebaskan peran masyarakat menjadi lebih luas lagi. Penguatan NU misalnya dalam bidang organisasi dan juga LSM yang menaungi pemikiran dan gagasan NU pada khususnya. Semua penguatan kegiatan di luar negara membuat NU menjadi mandiri dan cenderung bisa menjadi kuat dari sebelumnya karena NU merasa bebas dan juga tidak adanya intervensi dari pihak manapun. Pembangunan LSM dan organisasi NU secara tidak langsung membuat kemandirian pula dalam masyarakat luas dan tanpa disadari juga dapat membentuk civil society menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Civil society terbentuk secara alami dan berperan penting dalam kehidupan masyarakat luas. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengamati kiprah NU sejak awal dasawarsa 1990-an. Ketika kalangan Islam modernis terakomodasi dalam state (ICMI), Gus Dur mendirikan forum demokrasi, dan aktivitas NU secara umum diarahkan untuk menciptakan ruang publik diluar negara dengan banyak bergerak dalam LSM-LSM dan kelompok-kelompok studi. Peran gusdur ini merupakan suatu terobosan yang sangat baik demi menyeimbangkan peran kaum modernis dan kaum tradisionalis khususnya NU karena dalam hal ini, modernisme tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber gagasan kemajuan dan dipuja sebagai dewa penyelamat bagi peradaban manusia.Karena modernisme itu sendiri terbukti tidak mampu memenuhi janji-janji kemajuannya. Bahkan, dalam beberapa hal, modernisme meninggalkan banyak petaka.Konsepsi Tocquevillian dalam menandai kehadiran civil society. Dalam cara pandang Tocquevillian, civil society dilihat sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang bersifat yang terorganisir dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating) dan keswadayaan (self supporting), memiliki kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan terikat dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.Dalam kerangka hidup bersama, civil society bukan semata-mata kehidupan asosiasional yang nyaman seperti yang tergambar dalam konsepsi Tocquevillian, melainkan seharusnya mencerminkan beberapa karakter utama sebagai berikut :1. Civil society mensyaratkan keterlibatan warga dalam tindakan kolektif dalam wilayah publik yang didalamnya tertampung berbagai entitas dengan berbagai kepentingan, untuk mencapai kebaikan bersama. Ranah publik tidak hanya menyangkut sesuatu yang bersifat fisik-spasial-arsitektur, melainkan mencakup ranah-ranah kultural, sosial, politik, hukum dan sebagainya. Dengan demikian, keberadaan civil society, bukan hanya dilihat dari keberadaan, kesemarakan dan tingkat kepadatan asoasional, melainkan sejauhmana warga terlibat dalam pencapaian tujuan-tujuan publik (bersama). Dalam mencapai tujuan bersama itu dilakukan dengan terbuka- tidak tertutup, rahasia dan korporatif - dan mudah diakses oleh seluruh warga.2. Civil society bukan terpisah dari negara, melainkan berhubungan dengan Negara. Walaupun berhubungan dengan negara, civil society tidak berusaha untuk merebut kekuasaan atas negara atau mendapatkan posisi dalam negara. Itu artinya, civil society dalam kerangka kehidupan bersama, lebih dilihatsebagai ruang intermediary antara individu dan keluarga dengan institusi negara. Penekanan pada ruang intermediary menjadi sangat penting ketika demokrasi perwakilan dilembagakan, seringkali muncul jarak antara institusi negara dengan individu dan keluarga yang relatif powerless. Dengan demikian, civil society menjadi relevan untuk membangun solidaritas dan asosiasi lintas warga akan membantu mereka untuk mengantarkan dan menegosiasi aspirasinya dan kepentingannya terhadap Negara dan sekaligus sebagai independent eye of society, dimana asosiasi-asosiasi sosial kontrol negara lewat kehidupan sehari-hari.3. civil society mengandung dalam dirinya perbedaan dan keragaman (pluralisme). Sehingga, tatanan civil society terwujud apabila tidak ada satu kelompok yang berupaya memonopoli ruang fungsional atau politik dalam masyarakat, menendang pesaing atau mengklaim kebenaran.4. keberadaan civil society bukan dimaksudkan mewakili seluruh kepentingan individu atau kelompok. Dan tidak berusaha menampilkan seluruh kepentingan pribadi atau komunitas Namun, karakter civil society akan terbentuk ketika asosiasi-asosiasi sukarela tidak hanya mengikat individu-individu lewat hubungan hubungan mikro dimana hal ini bisa munculkan solidaritas dan kewaspadaan terhadap persoalan-persoalan yang mereka hadapi, melainkan bisa melebur kepentingan-kepentingan subjektif dalam kepentingan bersama, dan melindungi individu dari negara dan pasar.5. Secara internal, civil society ditandai dengan civic community dimana civil society dalam dirinya mempraktekkan prinsip-prinsip demokrasi Demokrasi tidak hanya bekerja lewat praktek-praktek dan institusi-institusi politik, tapi juga lewat ide, sentimen dan nilai-nilai kewargaan (civic virtues). Robert Putnam merumuskan civic community sebagai keterlibatan dan komitmen warga dalam proses politik (civic engagement); kesetaraan politik (political equality); solidaritas, kepercayaan (trust) and toleransi dan kehidupan asosiasional yang kuat (network of civic engangement).Ahmad, Haidlor Ali. Dinamika Kehidupan Keagamaan di Era Reformasi, Maloho Jaya Abadi Press, Jakarta, 2010, 23-25.Dalam pandangan civil society dianggap bukan hanya sebagai alat penggerak didalam negara. Civil society tidak bisa mempengaruhi jalannya demokrasi bila didalam civil society tersebut tidak terbentuk suatu demokrasi itu sendiri. Kemandirian civil society yang diiringi dengan demokrasi yang baik maka akan membentuk suatu kekuatan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik lagi. Disini peran negara juga ikut serta dalam segala aspek yang berhubungan dengan civil society pada umumnya. Segala kepentingan didalam negara yang menganut sistem demokrasi pasti landasan mendasarnya adalah penguatan dari sistem civil society terlebih dahulu awalnya.

ModernMasyarakat Madani bukan berasal dari Bahasa Indonesia, meskipun demikian, istilah ini sangat banyak di kaji oleh Pemikir Islam di indonesia. ini menunjukkan bahwa istilah masyarakat madani sedang mendapat perhatian yang serius di kalangan ilmuwan indonesia.Istilah masyarakat madani sendiri, berasal dari Term" madani". Nurcholis Madjid berpendapat bahwa konsep madaniyyah, memiliki arti peradaban. Adapun "madinah" adalah pola kehidupan sosial yang sopan yang di tegakkan atas dasar kewajiban dan kesadaran umum untuk mempengaruhi pada peraturan atau hukum-hukum. Dalam Konteks Jazirah Arabia, Konsep peradaban itu terkait erat dengan kehidupan menetap (Tsaqafah) di suatu tempat sehingga suatu pola hidup bermasyarakat tampak hadir ( hadharah) di tempat itu. Maka, masih dalam peristilahan arab, Tsafaqah menjadi berarti "kebudayaan", dan hadharah menjadi peradaban", sama dengan madaniyyah. Dalam hal ini, pandangan Nurchalis madjid tentang istilah Madani tersebut sangat identik dengan komunitas masyarakat yang berbudaya dan berperadaban.Kata Masyarakat Madani pertama kali di perkenalkan oleh Dato seri Anwar Ibrahim saat itu Deputi Perdana Menteri Dan Menteri keuangan Malaysia dalam suatu forum ilmiah festival istiqlal tahun 1995. Dalam ceramahnya yang berjudul Islam dan pembentukan Masyarakat Madani, ia mengemukakan bahwa yang di maksud dengan masyarakat madani ialah system sosial yang subur dan di asaskan pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Buto, http://stainmetro.ac.id/e-journal/index.php/akademika/article/download/52/47/pdf, Zulfikar Ali, regulasi masyarakat madani dalam Bingkai pluraslisme, Lhokseumawe, STAIN Malikussaleh Lhokseumawe.

Adapun pengertian masyarakat madani menurut pemikir Islam di Indonesia digambarkan setidaknya oleh Abdul Munir Mulkhan, Bahtiar Effendy dan Dawan Rahardjo.Abdul Munir Mulkhan berpendapat bahwa istilah masyarakat madani setidaknya mempunyai tiga arti yaitu:a. Masyarakat madani adalah masyarakat merdeka terhadap setiap bentuk intervensi negara yang menguasai seluruh wacana publik dalam wujud konstitusi dan hegemoni elite penguasa dan negara cenderung diperlakukan sebagai yang selalu benar di bawah perlindungan elit yang disakralkan;b. Masyarakat Madani adalah dekonstruksi peran negara, lembaga modern dan syariah. Hal ini disebabkan kegagalan figh dalam melakukan peran publik sebagaiman tuntutan masyarakat kontemporer;c. Masyarakat madani adalah kritik atas birokratisme religiositas seperti politik dan ekonomi.Selain memberi masyarakat madani tersendiri, Mulkhan juga memberikan definisi masyarakat madani dalam arti masyarakat sipil,yaitu sebuah tata kehidupan masyarakat yang benar-benar terbuka secara ideologi maupun teologi, karena publiklah yang paling berhak merumuskan ideologi, hingga cita-cita masyarakatnya melalui proses induksi berkelanjutan. Lebih lanjut, Mulkhan berpendapat bahwa masyarakat madani yang ideal bukanlah masyarakat ketika kebenaran dan kebaikan menjadi hegemoni elite (ahli syariah/ulama) melalui status sosial, pendidikan dan sejarah sosialnya.Bahtiar Effendy berpendapat bahwa konsep masyarakat madani adalah terbentuknya lembaga-lembaga atau organisasi di luar negara yang mempunyai otonomi relatif,dan memerankan fungsi kontrol terhadap proses penyelenggaraan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.Dawan Rahardjo berpendapat bahwa masyarakat madanimengandung tiga hal,yakni agama, peradaban dan perkotaan. Dawam rahardjo berpendapat bahwa masyarakat madani mengandung tiga hal, yakni agama, peradaban dan perkotaan. Di sini, agama merupakan sumber, peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat kota adalah hasilnya[footnoteRef:1]. [1: A Ubaedillah. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani .Jakarta: ICCE UIN Hidayatullah Jakarta dan The Asia Foundation, 2006, hal. 302-322]

Dari pemikir-pemikir Islam tentang masyarakat madani dapat di simpulkan bahwamasyarakat madani adalah masyarakat beradab yang di ikat oleh masyarakat yang beradab yang di ikat oleh bingkai hukum islam. Tanpa pelaksanaan hukum islam, sulit untuk mewujudkan masyarakat madani, jika tidak di katakana mustahil. Peran hukum Islam ini telah di perlihatkan oleh Rasulullah ketika berada di madinah.untuk menciptakan masyarakat madani, dengan satu bentuk pemikiran hukum islam, yakni fiqih lokal yaitu fiqih indonesia yang nantinya akan menjawab persoalan yang sedang berkembang dalam konteks ke-indonesiaan.Wawasan dasar Islam tentang prinsip-prinsip demokrasi seperti keadilan, persamaan, kebebasan dan musyawarah, termasuk sikap toleransi dan pengakuan hak-hak asasi manusia sebenarnya pernah terbangun dengan baik selama masa Rasul dan Khulafa al-Rasyidin dalam kehidupan sosial politik. Wawasan politik Islam inilah yang coba direkostruksi kembali oleh kalangan intelektual Muslim dengan gagasan masyarakat madani.Menurut Antonio Rosmini, dalam The Philosophy of Right, Rights in Civil Society (1996: 28-50) yang dikutip Mufid, menyebutkan bahwa masyarakat madani terdapat sepuluh ciri yang menjadi karakteristik masyarakat tersebut, yaitu: Universalitas, supermasi, keabadian, dan pemerataan kekuatan (prevalence of force) adalah empat ciri yang pertama. kelima, ditandai dengan "kebaikan dari dan untuk bersama".Ciri ini bisa terwujud jika setiap anggota masyarakat memiliki akses pemerataan dalam memanfaatkan kesempatan (the tendency to equalize the share of utility). Keenam, jika masyarakat madani "ditujukan untuk meraih kebajikan umum" (the common good), tujuan akhir memang kebajikan publik (the public good). Ketujuh, sebagai "perimbangan kebijakan umum", masyarakat madani juga memperhatikan kebijakan perorangan dengan cara memberikan alokasi kesempatan kepada semua anggotanya meraih kebajikan itu. Kedelapan, masyarakat madani, memerlukan "piranti eksternal" untuk mewujudkan tujuannya. Piranti eksternal itu adalah masyarakat eksternal. Kesembilan, masyarakat madani bukanlah sebuah kekuatan yang berorientasi pada keuntungan (seigniorial or profit).Masyarakat madani lebih merupakan kekuatan yang justru memberi manfaat (a beneficial power). Kesepuluh,kendati masyarakat madani memberi kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya, tak berarti bahwa ia harus seragam, sama dan sebangun serta homogin. Mufid,Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani, Makalah "Seminar Nasional dan Temu Alumni, Programa Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang", Tanggal, 25-26 September 1998, h. 213Wujud Masyarakat Madani sesungguhnya telah tertanam dalam masyarakat paguyuban yang dominan dimasa lalu, ketika kelompok masyarakat berkedudukan sama dan mengatur kehidupan bersama secara musyawarah. Perkembangan masyarakat paguyuban memerlukan pembaharuan dalam pendekatan melalui antara lain pengembangan masyarakat madani dengan kedudukan sama bagi semua kelompok masyarakat dan kehidupan bersama diatur malalui lembaga-lembaga perwakilan.Substansi Masyarakat Madani telah lama ada dalam etika sosial politik masyarakat Indonesia yang berkembang dalam kultur masyarakat Indonesia, hak dan kedudukan yang sama (egaliterainisme) serta budaya sosial politik yang mengedepankan mekanisme musyawarah dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik merupakan budaya masyarakat Indonesia yang menonjol.Dalam sejarah sosial masyarakat Indonesia, gerakan sosial masyarakat Indonesia salah satunya diwujudkan dalam bentuk organisasi sosial, dimana salah satu dimensinya adalah organisasi sosial keagamaan.Organisasi ini dalam sejarahnya telah memainkan peran strategis, sejak zaman pra-kemerdekaan sampai orde reformasi saat ini. Peran yang dimainkan oleh organisasi ini tidak terbatas pada peran tradisional berupa pemberdayaan keagamaan dalam bentuk pembinaan kehidupan beragama untuk penguatan komitmen keagamaan masyarakat penganut agama, tetapi juga telah memainkan peran strategis dalam kehidupan sosial politik. Diantara sejumlah organisasi sosial keagamaan yang ada, Muhammadiyah dan NU merupakan ormas terbesar dan diperhitungkan.Muhammadiyah dengan karakter modernisnya mengambil peran yang lebih awal bersama-sama dengan kelompok modernis yang lainnya dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam membangun kekuatan sendiri berhadapan dengan kekuatan penjajahan. Dan Nahdatul Ulama (NU) dengan karakter tradisionalnya kemudian mengambil peran yang penting terutama dengan pendekatan keagamaannya. Dalam sejarahnya, NU pernah melahirkan resolusi jihad yang sangat dikenal dalam sejarah kemedekaam Indonesiadan dalam perkembangannya antara kaum modernis dan tradisionalis yang diwakilkan oleh NU dan Muhammadiyah silih berganti untuk ikut berperan penting di dalam negara ini. Peran kedua ormas tersebut memiliki peran yang cukup penting dibandingkan dengan peran partai politik sekali pun. Karena didalam tubuh NU serta Muhammadiyah memiliki kekuatan tersendiri yang cukup solid di dalamnya sehingga dalam memperngaruhi dan mengatur khalayak banyak bisa dibangun secara lebih mudah. NU bereperan memabangun peradaban masyarakat madani pada kaum tradisionalis. Dan Muhammadiyah membantu untuk membangun peradaban didalam kaum modernis pada umumnya. Peran pemberdayaan politik sebenarnya merupakan peran yang harus dimainkan oleh partai politik resmi, tetapi kenyataannya bahwa partai politik yang ada belum bisa memainkan peran tersebut dalam kadar yang diharapkan. Namun demikian, hal yang mengembirakan dari fenomena sosial politik diatas adalah bahwa gerakan demokratisasi tidak terlalu bertumpu pada partai politik.Pemberdayaan politik oleh organisasi keagamaan telah menjadi strategi alternatif dengan tujuan yang melekat kepadanya meruntuhkan budaya otoriterianisme yang tidak pernah lepas dari kekuasaan dan menghidupkan demokrasi secara Komunitas, Meskipun organisasi sosial keagamaan melakukan gerakan politik dalam rangka mewujudkan demokrasi politik, namun kekuatan serta ruang geraknya tetap terbatas, paling jauh kekuatan mereka hanya sebatas sebagai pressure group.