OKULASI KARET

4
Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 33-36 K aret merupakan salah satu komoditas penting di Provinsi Jambi. Pada tahun 2002, areal pertanaman karet di Jambi mencapai 565.600 ha atau sama dengan 15% dari luas pertanaman karet nasional. Produksi karet di Jambi mencapai 239.620 ton atau menempati urutan kedua nasional setelah Sumatera Selatan (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi 2003). Sekitar 60% perkebunan karet di Indonesia tergolong tidak sehat hingga kurang sehat atau memiliki produktivitas rendah, yaitu 400-700 kg/ha/tahun (Karyudi et al . 2001). Produktivitas perkebunan karet rakyat sebesar 610 kg/ha/ tahun dan perkebunan besar negara dan swasta 1.100-1.200 kg/ha/tahun. Perkebunan karet yang dikategorikan sehat mampu berproduksi hingga 1.800 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2005). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas karet di Jambi adalah penerapan teknologi budi daya yang belum sesuai dengan rekomendasi (Firdaus 2008). Komponen penting dalam teknologi budi daya karet adalah penggunaan benih bermutu. Namun, sebagian besar perkebunan karet yang ada saat ini masih menggunakan benih asal biji (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005). Untuk memenuhi kebutuhan benih karet bermutu dapat diupayakan dengan menyediakan benih hasil okulasi dengan menggunakan klon-klon anjuran. Beberapa klon anjuran untuk batang bawah adalah GT 1, AVROS 2037, dan PB 260. Untuk batang atas, Balai Penelitian Karet Sembawa pada tahun 2005 telah mengeluarkan rekomendasi klon karet anjuran generasi IV, seperti klon BPM 24, PB 260, dan BPM 107 untuk penghasil lateks dengan produksi karet kering mencapai 30.000 kg/ha/tahun, klon IRR 39, IRR 32, RRIC 100, dan BMP 1 untuk penghasil lateks dan kayu dengan produk- si karet kering 29.000 kg/ha/tahun, serta klon IRR 70, IRR 72, dan IRR 78 sebagai klon penghasil kayu. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksa- naan okulasi benih karet sering terjadi kegagalan. Salah satu faktor penyebabnya adalah sifat khusus dari klon karet yang digunakan, seperti ketebalan kulit batang dan posisi mata tunas terhadap tangkai daun. Para okulator (pelaksana okulasi) sering mengalami kesulitan dalam mengokulasi klon-klon karet tertentu sehingga okulasi gagal. Namun, belum pernah dilakukan pengkajian untuk mengetahui secara pasti penyebab ke- gagalan tersebut. Kegagalan okulasi mungkin disebabkan oleh ketidakcocokan antara batang bawah dan batang atas, atau karena kulit batang atas terlalu tebal sedangkan kulit batang bawah lebih tipis. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian mengenai hal tersebut. Percobaan bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan okulasi beberapa klon karet anjuran sehingga diharapkan dapat dijadikan acuan dalam okulasi benih karet di Jambi. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Kebun Visitor Plot Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi pada bulan Juni-Agustus 2008. Bahan yang digunakan adalah setek mata entres dari lima klon karet anjuran (PB 260, BPM 24, BPM 107, RRIC 100, dan IRR 39) sebanyak 400 m, batang bawah karet berumur 6 bulan dari dua klon (GT 1 dan AVROS 2037) sebanyak 8.000 batang, plastik pembungkus okulasi, dan tali rafia. Alat yang digunakan adalah pisau okulasi, hand counter, gunting setek, gergaji, dan kain lap. Percobaan faktorial dengan dua faktor disusun dalam rancangan petak terbagi (RPT). Sebagai petak utama adalah dua klon batang bawah, yaitu GT 1 dan AVROS 2037 (simbol huruf) dan anak petak adalah lima klon batang atas, yaitu PB 260, BPM 24, BPM 107, RRIC 100, dan IRR 39 (simbol angka) sehingga diperoleh 10 kombinasi perlakuan dengan empat kali ulangan. Kombinasi perlakuan adalah sebagai berikut: A1 = Batang bawah GT 1 dengan batang atas PB 260 A2 = Batang bawah GT 1 dengan batang atas BPM 24 A3 = Batang bawah GT 1 dengan batang atas BPM 107 A4 = Batang bawah GT 1 dengan batang atas RRIC 100 A5 = Batang bawah GT 1 dengan batang atas IRR 39 B1 = Batang bawah AVROS 2037 dengan batang atas PB 260 TEKNIK DAN TINGKAT KEBERHASILAN OKULASI BEBERAPA KLON KARET ANJURAN DI KEBUN VISITOR PLOT BPTP JAMBI Rustan Hadi Teknisi Litkayasa Pelaksana pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Jalan Samarinda Paal Lima, Kotak Pos 118, Kota Baru 36128, Jambi, Telp. (0741) 7553525, Faks. (0741) 40413 E-mail: bptp [email protected]

Transcript of OKULASI KARET

Page 1: OKULASI KARET

Rustan Hadi: Tingkat keberhasilan okulasi beberapa klon karet anjuran di Kebun Visitor Plot BPTP Jambi 33Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 33-36

Karet merupakan salah satu komoditas penting di Provinsi Jambi. Pada tahun 2002, areal pertanaman karet di Jambi

mencapai 565.600 ha atau sama dengan 15% dari luaspertanaman karet nasional. Produksi karet di Jambi mencapai239.620 ton atau menempati urutan kedua nasional setelahSumatera Selatan (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi 2003).

Sekitar 60% perkebunan karet di Indonesia tergolongtidak sehat hingga kurang sehat atau memiliki produktivitasrendah, yaitu 400-700 kg/ha/tahun (Karyudi et al. 2001).Produktivitas perkebunan karet rakyat sebesar 610 kg/ha/tahun dan perkebunan besar negara dan swasta 1.100-1.200kg/ha/tahun. Perkebunan karet yang dikategorikan sehatmampu berproduksi hingga 1.800 kg/ha/tahun (DirektoratJenderal Perkebunan 2005).

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas karet diJambi adalah penerapan teknologi budi daya yang belumsesuai dengan rekomendasi (Firdaus 2008). Komponenpenting dalam teknologi budi daya karet adalah penggunaanbenih bermutu. Namun, sebagian besar perkebunan karetyang ada saat ini masih menggunakan benih asal biji (BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian 2005).

Untuk memenuhi kebutuhan benih karet bermutu dapatdiupayakan dengan menyediakan benih hasil okulasi denganmenggunakan klon-klon anjuran. Beberapa klon anjuranuntuk batang bawah adalah GT 1, AVROS 2037, dan PB 260.Untuk batang atas, Balai Penelitian Karet Sembawa padatahun 2005 telah mengeluarkan rekomendasi klon karetanjuran generasi IV, seperti klon BPM 24, PB 260, dan BPM107 untuk penghasil lateks dengan produksi karet keringmencapai 30.000 kg/ha/tahun, klon IRR 39, IRR 32, RRIC 100,dan BMP 1 untuk penghasil lateks dan kayu dengan produk-si karet kering 29.000 kg/ha/tahun, serta klon IRR 70, IRR 72,dan IRR 78 sebagai klon penghasil kayu.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksa-naan okulasi benih karet sering terjadi kegagalan. Salah satufaktor penyebabnya adalah sifat khusus dari klon karet yangdigunakan, seperti ketebalan kulit batang dan posisi matatunas terhadap tangkai daun.

Para okulator (pelaksana okulasi) sering mengalamikesulitan dalam mengokulasi klon-klon karet tertentusehingga okulasi gagal. Namun, belum pernah dilakukanpengkajian untuk mengetahui secara pasti penyebab ke-gagalan tersebut. Kegagalan okulasi mungkin disebabkanoleh ketidakcocokan antara batang bawah dan batang atas,atau karena kulit batang atas terlalu tebal sedangkan kulitbatang bawah lebih tipis. Oleh karena itu, perlu dilakukanpengkajian mengenai hal tersebut. Percobaan bertujuanuntuk mengetahui tingkat keberhasilan okulasi beberapa klonkaret anjuran sehingga diharapkan dapat dijadikan acuandalam okulasi benih karet di Jambi.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di Kebun Visitor Plot BalaiPengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi pada bulanJuni-Agustus 2008. Bahan yang digunakan adalah setek mataentres dari lima klon karet anjuran (PB 260, BPM 24, BPM107, RRIC 100, dan IRR 39) sebanyak 400 m, batang bawahkaret berumur 6 bulan dari dua klon (GT 1 dan AVROS 2037)sebanyak 8.000 batang, plastik pembungkus okulasi, dan talirafia. Alat yang digunakan adalah pisau okulasi, handcounter, gunting setek, gergaji, dan kain lap.

Percobaan faktorial dengan dua faktor disusun dalamrancangan petak terbagi (RPT). Sebagai petak utama adalahdua klon batang bawah, yaitu GT 1 dan AVROS 2037 (simbolhuruf) dan anak petak adalah lima klon batang atas, yaituPB 260, BPM 24, BPM 107, RRIC 100, dan IRR 39 (simbolangka) sehingga diperoleh 10 kombinasi perlakuan denganempat kali ulangan. Kombinasi perlakuan adalah sebagaiberikut:

A1 = Batang bawah GT 1 dengan batang atas PB 260A2 = Batang bawah GT 1 dengan batang atas BPM 24A3 = Batang bawah GT 1 dengan batang atas BPM 107A4 = Batang bawah GT 1 dengan batang atas RRIC 100A5 = Batang bawah GT 1 dengan batang atas IRR 39B1 = Batang bawah AVROS 2037 dengan batang atas PB 260

TEKNIK DAN TINGKAT KEBERHASILAN OKULASI BEBERAPAKLON KARET ANJURAN DI KEBUN VISITOR PLOT BPTP JAMBI

Rustan Hadi

Teknisi Litkayasa Pelaksana pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian JambiJalan Samarinda Paal Lima, Kotak Pos 118, Kota Baru 36128, Jambi, Telp. (0741) 7553525, Faks. (0741) 40413

E-mail: bptp [email protected]

Page 2: OKULASI KARET

34 Rustan Hadi: Tingkat keberhasilan okulasi beberapa klon karet anjuran di Kebun Visitor Plot BPTP Jambi

B2 = Batang bawah AVROS 2037 dengan batang atas BPM 24B3 = Batang bawah AVROS 2037 dengan batang atas BPM 107B4 = Batang bawah AVROS 2037 dengan batang atas RRIC 100B5 = Batang bawah AVROS 2037 dengan batang atas IRR 39

Petak utama berukuran 4 m x 20 m, dan ukuran anak petak4 m x 4 m (Gambar 1), sehingga luas keseluruhan lahanpercobaan adalah 800 m2. Jumlah benih batang bawahsebanyak 8.000 tegakan dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm.Penentuan petakan lahan mengikuti hamparan pertanamanbenih yang sudah ada di lapangan, dan sebagai tanda batasantarperlakuan digunakan tali rafia. Proses okulasi sertapenanganan batang bawah dan entres diperlakukan samauntuk semua perlakuan.

Karena klon yang tersedia di Kebun Visitor Plot BPTPJambi jumlahnya terbatas, dalam percobaan ini hanyadigunakan klon-klon yang tersedia di lokasi tersebut. Padasaat dilakukan okulasi, sebagian batang bawah tidak dapatdiokulasi karena kondisi daun pucuk masih muda dansebagian lagi pertumbuhannya tidak sehat. Jumlah batang

bawah yang dapat diokulasi dalam tiap petak percobaan rata-rata lebih dari 90% dari jumlah batang bawah yang ada (Tabel1). Tanaman batang bawah yang digunakan berumur 6 bulanatau memiliki lingkar batang + 5 cm. Semua tanaman dalamkondisi stadia daun tua dan pertumbuhannya normal, sertabebas dari gangguan hama dan penyakit.

Kebun batang bawah telah dibersihkan terlebih dahuludari semak dan rumput dengan cara disiang menggunakanherbisida. Mata entres diambil dari kebun entres dengan caramemotong batangnya dengan gergaji yang tajam agar tidakpecah. Batang entres yang digunakan adalah yang sudahberdaun minimal empat payung dan pucuk daun dalamkeadaan tua. Bagian payung paling atas dibuang karenaterlalu muda. Menurut Mahfudin (2000), entres harus segeradigunakan karena penundaan penggunaan entres lebih darisatu hari akan menurunkan persentase keberhasilan okulasidan memperlambat pertumbuhan tunas.

Okulasi dilakukan pada pagi hari setelah embun yangmenempel pada tanaman kering, yaitu sekitar pukul 09.00.Bagian batang bidang okulasi dibersihkan dari kotoran.Demikian juga dengan mata entres, tangan dan peralatanyang digunakan harus dalam keadaan bersih serta pisauokulasi betul-betul tajam. Urutan kegiatan okulasi dapatdilihat pada Gambar 2.

Tabel 1. Rata-rata jumlah batang yang diokulasi dalam tiap petakpercobaan, Kebun Visitor Plot BPTP Jambi, 2008

Batang Batang atas (entres)bawah PB 260 BPM 24 BPM 107 RRIC 100 IRR 39

GT 1 197 199 196 189 198AVROS 2037 189 195 193 197 199

Rata-rata 193 197 194,50 193 198,50

Gambar 1. Tata letak percobaan teknik dan tingkat keberhasilanokulasi beberapa klon karet di Kebun Visitor Plot BPTPJambi, 2008

Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV

A1 A2 A5 A3

A2 A4 A2 A5

A3 A5 A4 A1

A5 A3 A1 A4

B1 B4 B2 B5

B2 B5 B4 B1

B3 B1 B5 B3

B4 B3 B1 B2

B5 B2 B3 B4

A4 A1 A3 A2

Mata entres

I II III IV V VIBuat Potong Ambil Masukkan Ikat Simpul mati

sayatan sebagian mata ke jendela kuat ikatanuntuk jendela entres bukaan plastik

Gambar 2. Urutan pekerjaan okulasi karet, Kebun Visitor PlotBPTP Jambi, 2008

Page 3: OKULASI KARET

Rustan Hadi: Tingkat keberhasilan okulasi beberapa klon karet anjuran di Kebun Visitor Plot BPTP Jambi 35

Tabel 2. Tingkat kesulitan proses okulasi tiap klon karet, KubunVisitor Plot BPTP Jambi, 2008

Batang Batang atas (entres)bawah PB 260 BPM 24 BPM 107 RRIC 100 IRR 39

GT 1 Mudah Mudah Agak mudah Agak mudah Mudah(56) (55) (47) (42) (52)

AVROS 2037 Mudah Mudah Agak mudah Sulit Mudah(54) (52) (45) (36) (53)

Rata-rata Mudah Mudah Agak mudah Sulit Mudah(55) (53,50) (46) (39) (52,50)

Mudah = dapat diokulasi 51-60 batang/jam, agak mudah = dapat diokulasi41-50 batang/jam, sulit = dapat diokulasi 31-40 batang/jam

Proses okulasi dilakukan dengan tahapan sebagaiberikut:• Bagian batang bawah yang akan diokulasi dibersihkan

dengan kain lap.

• Pada kulit batang dibuat jendela bukaan dengan lebar 1,50cm dan panjang 7 cm dengan cara menyayat sisi kiri, kanan,dan atas, lalu dikelupas.

• Kulit batang dibuka dengan hati-hati dari atas ke bawahagar kulit tidak putus dan bidang bukaan tidak dimasukibenda lain.

• Bagian kulit yang dikelupas dipotong dengan menyisakanseperempat bagian di sebelah bawah yang akan berfungsisebagai penahan mata entres.

• Mata entres diambil dari batang entres yang sudahdipersiapkan dengan cara menyayat kulit batang padabagian yang terdapat tangkai daun dengan lebar 1,25 cmdan panjang 6,50 cm.

• Bagian kayu yang ikut terbawa pada mata tempel entresdibuang dengan hati-hati dengan cara dicungkil meng-gunakan ujung pisau okulasi. Bagian ini harus bersih dantidak boleh cedera karena akan mengakibatkan okulasigagal.

• Mata tempel entres dimasukkan dengan hati-hati ke dalamjendela sayatan pada batang bawah yang telah dibuat, laludiikat menggunakan plastik khusus dengan cara dililitkandari bawah ke atas dengan rapat dan kuat. Pengikatandilakukan dengan hati-hati agar mata tempel entres tidakbergeser.

Pengamatan dilakukan pada tiga minggu setelah okulasikarena pada saat itu proses okulasi dapat diketahui berhasilatau gagal. Okulasi yang berhasil ditandai dengan kulit matatempel entres berwarna hijau atau coklat sesuai dengan jenisokulasinya. Selama satu minggu pertama setelah okulasi,diupayakan agar di lokasi pertanaman tidak ada aktivitas,karena dikhawatirkan akan membuat goyangan pada batangyang baru diokulasi. Goyangan dapat menyebabkan per-geseran mata okulasi dan mengakibatkan okulasi gagal.

Parameter yang diamati dan diukur adalah sebagaiberikut:1. Tingkat kemudahan dan kesulitan proses okulasi dari tiap

klon, yang dikelompokkan menjadi: (1) mudah = dapatdiokulasi 51-60 batang/jam; (2) agak mudah = dapatdiokulasi 41-50 batang/jam; dan (3) sulit = dapatdiokulasi 31-40 batang/jam.

2. Jumlah okulasi yang jadi dan yang gagal. Okulasi dinya-takan berhasil apabila setelah 3 minggu dari okulasi mata

tempel masih berwarna hijau atau coklat. Keberhasilanokulasi dinyatakan dalam persen yang dihitung meng-gunakan rumus sebagai berikut:

jumlah okulasiPersentase yang jadi/berhasilkeberhasilan okulasi = —————————— x 100%

jumlah benihyang diokulasi

Data yang diperoleh dicatat dan dikumpulkan. Dataselanjutnya diolah dengan cara membandingkan antar-perlakuan dengan menggunakan analisis sederhana, yaituanalisis beda nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk dua jenis batangbawah yang diokulasi tidak terdapat perbedaan tingkatkesulitan dalam melakukan okulasi. Namun, untuk masing-masing klon batang atas terdapat sedikit perbedaan tingkatkesulitan dalam melakukan okulasi. Klon RRIC 100 dan BPM107 lebih sulit diokulasi dibandingkan dengan klon lainnya(Tabel 2).

Klon RRIC 100 memiliki kulit yang lebih tebal sehinggaperlu lebih hati-hati dalam melakukan pengikatan agar mataentres tidak bergeser. Klon BPM 107 memiliki mata tunasyang letaknya agak jauh dari tangkai daun sehinggapengambilan mata entres harus dilakukan dengan hati-hatiagar mata tunas bagian dalam tidak tertinggal. Jika haltersebut terjadi, proses okulasi akan gagal atau jika berhasilhidup tidak tumbuh tunas.

Hasil pengamatan tingkat keberhasilan okulasi padaumur 3 minggu okulasi disajikan pada Tabel 3. Data pada tabeltersebut menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan okulasiklon batang bawah tidak berbeda nyata, tetapi klon batangatas memiliki perbedaan yang bervariasi.

Page 4: OKULASI KARET

36 Rustan Hadi: Tingkat keberhasilan okulasi beberapa klon karet anjuran di Kebun Visitor Plot BPTP Jambi

Pada entres klon IRR 39 terdapat perbedaan persentaseokulasi hidup antara batang bawah GT 1 dengan AVROS2037, sedangkan untuk klon lain tidak terdapat perbedaanyang nyata. Rata-rata okulasi hidup untuk masing-masingklon bervariasi. Pada klon PB 260, tingkat keberhasilanokulasi mencapai 83,75% atau tertinggi dibandingkandengan klon lainnya. Persentase okulasi hidup yang palingrendah terdapat pada klon RRIC 100, yaitu 75,75%. Berdasar-kan informasi dari okulator, proses okulasi pada klon entresRRIC 100 dan BPM 107 lebih sulit dibandingkan klon lainnya,sehingga tingkat keberhasilan okulasinya pun lebih rendahdibandingkan dengan klon yang lebih mudah diokulasi.

Tingkat kesesuaian antara batang bawah dan atas darimasing-masing klon anjuran dan keterampilan okulator jugamempengaruhi tingkat keberhasilan okulasi. Namun dalampercobaan ini sudah dipilih okulator yang memilikiketerampilan yang setara. Okulator diseleksi berdasarkanpekerjaan yang sudah mereka lakukan sebelumnya sehinggapengaruhnya terhadap keberhasilan okulasi sangat kecil.

KESIMPULAN DAN SARAN

Tingkat keberhasilan okulasi tidak menunjukkan perbedaanantara batang bawah klon GT 1 dan AVROS 2037 dengan

Tabel 3. Rata-rata tingkat keberhasilan okulasi benih karet padatiap petak percobaan, Kebun Visitor Plot BPTP Jambi, 2008

Batang Batang atas (entres)bawah PB 260 BPM 24 BPM 107 RRIC 100 IRR 39

GT 1 84,00 81,50 79,50 76,50 80,00AVROS 2037 83,50 82,00 79,00 75,00 83,50

Rata-rata 83,75 81,75 79,25 75,75 81,75

okulator dan perlakuan yang sama. Namun, keberhasilanokulasi bervariasi pada batang atas klon PB 260, BPM 34,BPM 107, RRIC 100, dan IRR 39 dengan keberhasilantertinggi pada klon PB 260 (83,75%) dan terendah pada klonRRIC 100 (75,75%). Diperlukan kegiatan lanjutan untukmendapatkan informasi mengenai penyebab tingkat kesulitandan kemudahan dalam melakukan okulasi benih karet.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek danArah Pengembangan Agribisnis Karet. Departemen Pertanian,Jakarta. hlm. 26.

Balai Penelitian Karet Sembawa. 2005. Pengelolaan Bahan TanamanKaret. Pusat Penelitian Karet, Medan. hlm. 75.

Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. 2003. Laporan Tahunan Tahun2002. Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Jambi. hlm. 92.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2005. Road Map Komoditas Karet.Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. hlm. 14.

Firdaus. 2008. Upaya peningkatan produktivitas karet melaluiteknologi budi daya. hlm. 376. Prosiding Lokakarya NasionalPercepatan Penerapan Iptek dan Inovasi Teknologi MendukungKatahanan Pangan dan Revitalisasi Pembangunan Pertanian.Kerja Sama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, BadanBimas Ketahanan Pangan Provinsi Jambi dan Balai BesarPengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jambi, 11-12 Desember 2007.

Karyudi, R. Azwar, Sumannadji, Istianto, I. Suhendry, M. Supriadi,C. Nancy, Sugiharto, Sudiharto, dan U. Junaidi. 2001. Analisisbiaya produksi dan strategi peningkatan daya saing perkebunankaret nasional. Warta Pusat Penelitian Karet 20(1): 1-24.

Mahfudin. 2000. Pengaruh Lama Penyimpanan Entres terhadapPertumbuhan Benih Hasil Okulasi. Fakultas Pertanian Univer-sitas Juanda, Bogor. hlm. 21.