Obstructive Sleep Apnea
-
Upload
ade-wahyoe -
Category
Documents
-
view
479 -
download
9
Transcript of Obstructive Sleep Apnea
Clinical Science Session
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA)
Oleh :
Ade Wahyu I. 07120088
Charan Pal Singh 0810314156
Marya Sholehati 0810313179
Pembimbing :
Dr. Novialdi Nukman, SpTHT-KL
BAGIAN ILMU PENYAKITTELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALASPADANG
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tidur adalah suatu proses fundamental yang dibutuhkan oleh setiap
manusia. Manusia dewasa memerlukan tidur rata-rata 6-8 jam/hari. Tidur terdiri
dari stage nonrapid eye movement sleep (NREM) dan stage rapid eye movement
sleep (REM). Lebih dari separuh tidur total adalah fase NREM sedangkan 20-35%
adalah fase REM. Gangguan tidur sering terjadi pada fase REM.1 Bentuk
gangguan tidur yang paling sering ditemukan adalah sleep apnea (henti nafas pada
waktu tidur), dan gejala yang paling sering timbul pada sleep apnea adalah
mendengkur.3
Mendengkur merupakan masalah sosial dan masalah kesehatan.
Mendengkur merupakan masalah yang mengganggu pasangan tidur,
menyebabkan terganggunya pergaulan, menurunnya produktivitas, peningkatan
risiko kecelakaan lalu lintas dan peningkatan biaya kesehatan pada penderita
OSA. Pendengkur berat lebih mudah menderita hipertensi, stroke dan penyakit
jantung dibandingkan orang yang tidak mendengkur dengan umur dan berat badan
yang sama.3
Menurut studi yang ada, mendengkur dan OSA meningkatkan risiko
hipertensi dua hingga tiga kali, serta meningkatkan risiko dua kali lipat penyakit
koroner atau serangan jantung. Pendengkur dan penderita OSA juga berisiko
terserang stroke dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak
dengan OSA dan mendengkur.1
2
Mendengkur dan OSA umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama pria,
usia pertengahan, dan obesitas. Sekitar 50 juta orang Amerika tidur mendengkur,
dan 20 juta orang Amerika menderita sleep apnea syndrom. Hal ini bertanggung
jawab terhadap peningkatan keluhan dari pasangan dan yang lebih penting
membawa peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan kematian dini.3
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, komplikasi dan terapi dari obstructive sleep
apnea.
1.3 Metode Penulisan
Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
beberapa literatur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah keadaan apnea (penghentian aliran
udara selama 10 detik atau lebih sehingga menyebabkan 2-4% penurunan saturasi
oksigen) dan hipopnea (pengurangan aliran udara >30% untuk minimal 10 detik
dengan desaturasi oksihemoglobin >4% atau pengurangan dalam aliran udara
>50% untuk 10 detik dengan desaturasi oksihemoglobin >3%) ada sumbatan total
atau sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang pada saat tidur selama
non-REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi
terhambat. Sumbatan ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau
terjadi peralihan ke tahap tidur yang lebih awal.1,3
Obstructive Sleep Apnea merupakan bagian dari sindrom henti nafas.
Sindrom henti napas saat tidur dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe sentral, tipe
obstruksi dan tipe campuran. Pada tipe sentral terjadi aliran udara ini disebabkan
berhentinya upaya bernapas selama beberapa saat akibat otak gagal mengirimkan
sinyal ke diafragma dan otot dada untuk mempertahankan siklus pernapasan.
Sedangkan pada tipe obstruksi terjadi hambatan aliran udara ke paru-paru.3,5,6
Mendengkur adalah tanda pernapasan abnormal yang terjadi akibat
obstruksi sebagian sehingga aliran udara yang masuk akan menggetarkan palatum
molle dan jaringan lunak sekitarnya. Keadaan ini dipermudah dengan relaksasi
lidah, uvula dan otot di saluran napas bagian atas. Obstruksi dapat terjadi sebagian
(hipopnea) atau total (apnea).1,3
II.2 Epidemiologi
4
OSA pertama kali dipublikasikan pada tahun 1956 oleh Sidney Burwell,
lebih dari 50 tahun yang lalu dan kepentingan klinisnya saat ini semakin dikenali.
Prevalensi OSA di negara-negara maju diperkirakan mencapai 2- 4% pada pria
dan 1-2% pada wanita. Pria lebih sering mengalami OSA dan seringkali (tetapi
tidak harus) juga menderita obesitas. Prevalensi OSA pada pria 2-3 kali lebih
tinggi dari wanita. Belum diketahui mengapa OSA lebih jarang ditemukan pada
wanita.1,3
Prevalensi OSA pada anak-anak sekitar 3% dengan frekuensi tertinggi
pada usia 2-5 tahun. Penyebab utama OSA pada anak-anak adalah hipertrofi tonsil
dan adenoid, tetapi dapat juga akibat kelainan struktur kraniofasial seperti pada
sindroma Pierre Robin dan Down. Frekuensi OSA mencapai puncaknya pada
dekade 5 dan 6, dan menurun pada usia di atas 60-an. Tetapi secara umum
frekuensi OSA meningkat secara progresif sesuai dengan penambahan usia.1,2,3
OSA terdapat pada lebih dari 40% individu dengan IMT 30 kg/ m2 atau
individu dengan sindrom metabolik. Pasien dengan penyakit kardiovaskular
memiliki prevalens OSA yang tinggi, 50% pasien dengan hipertensi, 50% pasien
dengan fibrilasi atrium yang membutuhkan tindakan kardioversi, 33% pasien
dengan fibrilasi atrium saja, 33% pasien dengan penyakit jantung koroner, 50%
pasien dengan stroke akut dan 30-40% pasien dengan gagal jantung dan disfungsi
sistolik.1
II.3 Anatomi Saluran Nafas Atas
5
Gambar 1: Saluran Nafas Atas Normal dan yang mengalami gangguan
II.4 Patofisiologi Mendengkur dan OSA
Obstruksi pada OSA adalah akibat dari gangguan aliran udara yang
disebabkan oleh dinding faring yang collapse sewaktu tidur. Etiologi dan
mekanisme collapse multifaktorial tetapi dikaitkan dengan interaksi saluran nafas
atas yang sangat mudah collapse dengan relaksasi otot dilator faring yang terjadi
sewaktu tidur. Obesitas, hipertrofi jaringan lunak, kelainan kraniofasial seperti
retrognathia menambah kecenderungan keruntuhan dengan peningkatan tekanan
intraluminal pada jaringan disekeliling saluran napas atas. Tetapi gangguan
structural saja pada saluran napas tidak cukup memadai untuk menyebabkan OSA.
Pasien tanpa kelainan anatomi bisa menghidap OSA, ini karna kompleks jalan
6
reflek dari saraf pusat ke faring yang mengawal tindakan otot dilator faring bisa
gagal untuk mempertahankan patensi faring.1,3,7
Pada waktu tidur aktivitas otot dilator faring relatif tertekan (relaksasi)
sehingga ada kecenderungan lumen faring menyempit pada saat inspirasi.
Mengapa hal ini terjadi hanya pada sebagian orang, terutama berhubungan dengan
ukuran faring dan faktor-faktor yang mengurangi dimensi statik lumen sehingga
menjadi lebih sempit atau menutup pada waktu tidur. Selain itu obstruksi nasal
menyebabkan peningkatan resistensi aliran udara dan memperburukkan OSA.
Obstrusi nasal yang mengakibatkan usaha pernafasan melalui mulut semasa tidur
sehingga terjadi relaksasi otot genioglosus akibatnya lidah tergeser ke belakang.3
Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas
atas akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau
palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas
menstabilkan jalan nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi,
lidah dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi.3
Gambar 2 : Sumbatan parsial dan total saluran nafas atas
Trauma pada jaringan di saluran nafas atas pada waktu mendengkur
mengakibatkan kerusakan pada serat-serat otot dan serabut-serabut saraf perifer.
Akibatnya kemampuan otot untuk menstabilkan saluran nafas terganggu dan
7
meningkatkan kecenderungan saluran nafas untuk mengalami obstruksi. Obstruksi
yang diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi pada waktu mendengkur
dapat berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea pada individu
tertentu.3
Obstructive Sleep Apnoea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang dari
saluran nafas atas baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran udara
pernafasan berkurang (hipopnea) atau terhenti (apnea) sehingga terjadi desaturasi
oksigen (hipoksemia) dan penderita berkali-kali terjaga (arousal). Kadang-kadang
penderita benar-benar terbangun pada saat apnea di mana mereka merasa tercekik.
Lebih sering penderita tidak sampai terbangun tetapi terjadi partial arousal yang
berulang, berakibat pada berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat.
Keadaan ini menyebabkan penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian,
konsentrasi dan ingatan terganggu. Kombinasi hipoksemia dan partial arousal
yang disertai dengan peningkatan aktivitas adrenergik menyebabkan takikardi dan
hipertensi sistemik. Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah
dengan tidurnya dan datang ke dokter hanya karena teman tidur mengeluhkan
suara mendengkur yang keras (fase preobstruktif) diselingi oleh keadaan senyap
yang lamanya bervariasi (fase apnea obstruktif).3
Tidur terdiri dari 2 fase yaitu rapid eye movement (REM) atau tidur aktif
dan non rapid eye movement (NREM) atau tidur tenang. Pada individu normal
siklus tidur NREM dan REM akan terjadi secara bergantian dengan interval tidur
REM 10-20 menit setiap 90-120 menit. REM meliputi 25% dari waktu tidur
ditandai oleh pergerakan bola mata yang cepat terutama pada elektrookulogram,
hilangnya tonus otot tubuh dan meningkatnya aktivitas simpatis (meningkatnya
denyut jantung dan tekanan darah). Selama tidur REM kontrol pernapasan sering
8
irregular, episode apnea singkat selama 10-20 detik relatif umum terjadi Pada
tahap NREM aktivitas mental minimal atau tidak ada, sistem kardiovaskular-
respirasi sebagian besar diatur oleh faktor metabolik. Tidur NREM mempengaruhi
aktivitas simpatis, penurunan denyut jantung, tekanan darah secara bertahap dari
tingkat I hingga aktivitas simpatis terendah yaitu pada tingkat IV.1
Prinsip utama pada OSA yaitu terdorongnya lidah dan palatum ke
belakang hingga menempel pada dinding faring posterior menyebabkan oklusi
nasofaring dan orofaring. Tidur berbaring (supine) dapat menyebabkan kolapsnya
saluran napas akibat pergerakan mandibula, palatum mole dan lidah ke arah
belakang. Faktor struktural dan fungsional berperan penting dalam menentukan
tekanan kritis kolaps saluran napas. Penyempitan saluran napas akibat
mikrognatia, retrognatia, hipertrofi tonsil, makroglosia dan akromegali juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya OSA. Sistem saraf pusat berperan penting dalam
OSA kombinasi aktivitas otot saluran napas atas yang menurun pada saat tidur
disertai struktur faring kecil membentuk tekanan kritis kolaps saluran napas atas.
Aktivasi kemoreseptor oleh hipoksemia dan hiperkapnia selama apnea
mengakibatkan hiperventilasi disertai proses terbangun mendadak yang tidak
disadari.1
Pada pasien obesita terjadi peningkatan deposit lemak disekelilng leher dan
ruang parafaring menyebabkan penyempitan dan kompresi salur napas atas dan
mengganggu otot dilator yang mempertahankan patensi salur napas atas. Obesitas
bisa mengurangi volume paru yang menyebabkan pengurangan functional residual
capacity. Perubahan dalam volume paru secara signifikan menurunkan ukuran
faring salur napas atas melalui efek mekanikal traksi trakea dan toraks yang
dikenal ‘tracheal tug’ meningkatkan resiko collapse.7
9
II.5 Gambaran Klinis
Gejala yang dapat ditemukan pada penderita OSA adalah mendengkur,
mengantuk yang berlebihan pada siang hari, rasa tercekik pada waktu tidur, apnea,
nokturia, sakit kepala pada pagi hari, penurunan libido sampai impotensi dan
enuresis, mudah tersinggung, depresi, kelelahan yang luar biasa dan insomnia.
Kebanyakan penderita mengeluhkan kantuk yang sangat mengganggu pada siang
hari sehingga menimbulkan masalah pada pergaulan, pekerjaan dan meningkatkan
risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas.1,2,3
Penderita OSA seringkali juga menderita obesitas. Kesadaran tentang adanya hubungan antara OSA dan obesitas yang sangat
tinggi dapat mengurangi kesadaran akan kemungkinan adanya OSA pada orang yang tidak gemuk ( non-obese). Hanya sekitar 50% penderita
yang didiagnosis OSA juga menderita obesitas.2
Gejala Tanda
Mendengkur
Mengantuk yang berlebihan pada siang hari
Tersedak
Tidur tidak nyeyak
Letih dan lesu sepanjang hari
Penurunan konsentrasi
Riwayat OSA dalam keluarga
Obesitas
Mandibula/maksila hipoplasia
Penyempitan orofaring
Pembesaran tonsil atau lidah
Obstruksi nasal dan nasofaringeal
Tabel 1 : Gejala dan Tanda OSA
II.6 Diagnosis
Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya
dan datang ke dokter hanya karena partner tidur mengeluhkan suara mendengkur
yang keras (fase pre-obstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya
bervariasi (fase apnea obstruktif).1,3,6
10
The Epworth sleepiness scale digunakan untuk menilai ngantuk pada siang. OSA disuspek pada pasien dengan skor diatas
10.2,7
Situation Chance of dozing
Sitting and reading ____________
Watching TV ____________
Sitting inactive in a public place (e.g a theater or a meeting) ___________
As a passenger in a car for an hour without a break ____________
Lying down to rest in the afternoon when circumstances permit ____________
Sitting and talking to someone ____________
Sitting quietly after a lunch without alcohol ____________
In a car, while stopped for a few minutes in traffic______
Penilaian skor Epworth sleepiness scale
0 = no chance of dozing
1 = slight chance of dozing
2 = moderate chance of dozing
3 = high chance of dozing
Pengukuran BMI, tekanan darah, dan lingkaran lilit leher adalah parameter
yang penting dalam parameter pemeriksaan OSA. Dari pemeriksaan fisik harus di
identifikasi posisi dan ukuran tulang maksilla dan mandibula dan karakteristik
fasial juga harus diidentifikasikan.7
11
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hidung, orofaring, hipofaring, laring,
leher untuk menentukan adanya obstruksi pada bagian tersebut:
i. Hidung :deviasi septum,hypertrofi adenoid, tumor atau polip nasal,
hipertrofi konka
ii. Orofaring : palatum molle yang besar, hipertrofi tonsil palatine,
makroglosia, penebalan(banding) dinding posterior faring
iii. Hipofaring : Collapse dinding faring lateral, tumor hipofaring,
hipertrofi tonsil lingual, retrognathia dan micrognathia
iv. Laring : paralisis pita suara, tumor laring
v. Leher : ukur lilit leher
Fiberoptic nasopharyngoscopy adalah teknik yang digunakan untuk
evaluasi jalan napas. Alat ini adalah penting untuk identifikasi tempat dan lokasi
obstruksi : nasal, retropalatal atau retrolingual. Kebaikan dan limitasi Muller
maneuver juga digunakan untuk pemeriksaan untuk prediksi preoperative
terhadap keefektifan intervensi bedah berdasarkan beberapa studi yang dilakukan.
Muller maneuver dilakukan pada pasien sadar yang menghasilkan tekanan
negative dengan melakukan inhalasi/inspirasi dengan menutup mulut dan hidung
yang akan menyebabkan collapse pada salur napas.7
12
Gambar 3 : Mueller’s Manuver
Cephalometric radiograph – image 2 dimensi yang dihasilkan member
infomasi tulang rangka dan jaringan lunak . ini bisa mengkonfirmasikan pasien
OSA melalui displacement tulang hyoid ke inferior, ruang udara posterior yang
sempit, palatum molle yang lebih panjang dari pasien non-OSA.7
Diagnosis pasti penderita OSA dan CSA dengan pemeriksaan
polisomnografi. Polisomnografi adalah pemeriksaan Gold standard untuk
diagnose OSA. Pada OSA untuk melihat episode berhentinya aliran udara yang
berulang diikuti dengan upaya respirasi kontinue sedangkan pada CSA untuk
melihat episode apnea berulang diikuti dengan hilangnya upaya ventilasi, gerakan
napas terhenti karena hilangnya pergerakan iga dan abdomen juga aktiviti
elektromiografi diafragma. Polisomnografi merupakan alat uji diagnostik
menevaluasi gangguan tidur, dilakukan pada saat malam hari di laboratorium
tidur. Pemeriksaan terdiri dari elektroensefalogram (EEG), elektromyogram
(EMG), elektrookulogram (EOG), parameter respirasi, electrocardiogram (ECG),
13
saturasi oksigen dan mikrofon untuk merekam dengkuran. Penderita dimonitor
selama 6 jam 10 menit.5
14
Gambar 4: Gambaran Polisomnogram
15
Screening OSA dapat dilakukan dengan kuesioner Berlin yang bertujuan
untuk menjaring pasien terjadi OSA. Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu
bagian pertama berisi tentang apakah mereka mendengkur, seberapa keras,
seberapa sering dan apakah sampai mengganggu orang lain. Bagian kedua berisi
tentang kelelahan setelah tidur, seberapa sering merasakan lelah dan pernahkah
tertidur saat berkendaraan. Bagian ketiga berisi tentang riwayat hipertensi, berat
badan, tinggi badan, umur, jenis kelamin dan Body Mass Index (BMI). Seseorang
dinyatakan berisiko tinggi OSA bila memenuhi paling sedikit 2 kriteria di atas.
Kuesioner ini mempunyai validiti yang tinggi.3,5
Kategori beratnya apnea tidur berdasarkan AHI terdiri dari apnea tidur
ringan dengan AHI 5–15, saturasi oksigen 86% dan keluhan ringan, apnea tidur
sedang dengan AHI 15–30, saturasi oksigen 80–85% dan keluhan mengantuk dan
sulit konsentrasi, apnea tidur berat dengan AHI 30, saturasi oksigen kurang dari
80% dan gangguan tidur.5
II.7 Terapi
A. Terapi Non-Bedah
Terapi OSA mengalami perubahan yang revolusioner ketika Sullivan et al.
memperkenalkan nasal Continuous Positive Airway Pressure (nCPAP). Prinsip
nCPAP sangat sederhana yaitu dengan pemberian tekanan positif melalui hidung
maka setiap kecenderungan jalan nafas untuk menyempit dan menutup dapat
diatasi dan dinding jalan nafas dapat distabilkan sehingga menekan suara dengkur,
menormalkan kualitas tidur dan menghilangkan gejala pada siang hari. Efektifitas
pengobatan dengan cara ini mencapai 90-95%.3,6 Selain itu, Bi-level PAP
merupakan suatu alat Bantu resprasi noninvasif yang mengalirkan tekanan
16
inspirasi (IPAP) dan ekspirasi (EPAP) yang berbeda kepada pasien yang bernapas
spontan untuk menjaga jalan napas atas tetap terbuka. Dengan mengalirkan
tekanan rendah selama fase ekspirasi, tekanan total yang ada di jalan napas
kemudian dapat diturunkan sehingga mendekati pernapasan normal. Bi-level
memiliki aliran tambahan untuk mendapatkan ventilasi yang diingingkan pada
pasien dengan berbagai masalah respirasi dan telah digunakan pada terapi OSA.
Keuntungan metode ini adalah menurunkan kerja pernapasan (work of
breathing).6
CPAP adalah teknik yang sering digunakan dalam tatalaksana non
surgical OSA dan merupakan tatalaksana terapi pertama OSA. CPAP mengurangi
dengkur dan apnea dan membaiki symptom ketiduran pada siang. American
college of Chest Physicians merekomendasikan penggunaan CPAP pada pasien
dengan RDI > 30 kali/ jam dan kepada semua pasien yang simptomatik dengan
RDI 5-30 kali/jam. CPAP 90-95% effective dalam eliminasi OSA dan
keefektifannya tergantubg pada compliance dan keteraturan penggunaan pasien.8
Gambar 5: nasal Continuous Positive Airway Pressure
Pada penderita OSA yang mengalami obesitas dianjurkan
penurunan berat badan. Perlu dilakukan perubahan gaya hidup termasuk
diet, olah raga, dan medikamentosa. Berdasarkan penelitian, penurunan
berat badan 10% - 15% dikaitkan dengan penurunan 50% kejadian apnea
17
dan perbaikan keadaan klinis. Beberapa laporan kasus menunjukkan gejala
OSA dapat diatasi dengan mengurangi berat badan. Posisi tidur dapat
membantu menghilangkan gejala OSA. Beberapa pasien mengalami
perbaikan setelah tidur dengan posisi miring atau telungkup (pronasi).5
Salah satu pendekatan terapi terbaru adalah penggunaan alat
mandibular advancement dengan beberapa variasinya. Alat ini dipasang
pada gigi dan menahan mandibula dan lidah ke depan (protrusi parsial dari
rahang bawah) sehingga dapat memaksimalkan diameter faring dan
mengurangi kemungkinan kolaps pada waktu tidur. Alat ini hanya
digunakan pada penderita OSA yang tidak dapat menjalani operasi dan
penderita OSA yang ringan sampai sedang khususnya yang tidak gemuk
atau pada penderita yang intoleran terhadap CPAP. Tetapi perlu diingat
alat ini dapat mempengaruhi oklusi dan sendi temporomandibula sehingga
pemakaiannya diperlukan seorang ortodontic karena pembuatannya
tergantung individu.3
Gambar 6: Mandibular Splint
B. Terapi Bedah
Sebagian penderita tidak dapat menerima pengobatan dengan
nCPAP karena beberapa sebab, di antaranya klaustrofobia, suara bising
dari mesin dan karena timbulnya efek samping seperti hidung tersumbat
18
dan mukosa hidung serta mulut yang kering. Banyak pasien yang tidak
mau penggunakan alat CPAP karena tidak nyaman dan mengurangi nilai
estetika, sehingga diusahakan bentuk lain terapi OSA.3,5
Terapi bedah dapat dilakukan pada regio anatomi tertentu yang
menyebabkan obstruksi saluran nafas sesuai dengan hasil pemeriksaan
sleep endoscopy. Beberapa prosedur operasi dapat dilakukan:
1. Tonsilektomi dan adenoidektomi. Pada penderita OSA dengan tonsil
yang besar, tonsilektomi dapat menghilangkan gejala secara komplet
dan tidak memerlukan terapi CPAP.6
2. Uvulopalatofaringoplasti (UPPP). Metode ini uvula serta jaringan
faring yang berlebih diangkat sehingga ruang faring bertambah serta
membuat kaku dinding faring yang akan mencegah kolaps. Metode ini
angka keberhasilannya 50% dalam menyembuhkan OSA. Komplikasi
metode ini adalah terjadinya regurgitasi nasofaring saat minum namun
hanya bersifat sementara karena akan berkurang dalm 3 bulan.3
3. Pembedahan pada daerah hidung seperti septoplasti, bedah sinus
endoskopik fungsional dan konkotomi bisa menjadi terapi yang efektif
bila sumbatan terjadi di hidung. Kelainan hidung harus dicari pada
penderita yang mengalami gejala hidung pada pengobatan dengan
CPAP.4
4. Laser-Assisted Uvulopalatoplasty. Teknik yang digunakan
oleh sebagian besar ahli bedah menghapus bagian segitiga jaringan
berdekatan dengan setiap sisi akar dari uvula diikuti
dengan pengurangan 50% dari uvula distal sehingga memperpendek
19
dan meningkatkan ukuran dan posisi uvulopalatal
kompleks.3,6
5. Maxillofacial (Skeletal) Surgery. Teknik ini meningkatkan
ukuran saluran udara bagian atas dengan menggerakkan pangkal lidah
jauh dari hypopharyngeal posterior dan dinding orofaringeal,
penurunan collaps jalan napas. Pasien ada yang dipilih berdasarkan
tingkat keparahan mereka apnea (sedang sampai berat), adanya
kelainan kraniofasial, seperti micrognathia atau retrognathia, atau
kegagalan untuk menanggapi terapi lain.3,6
6. Radiofrequency Tissue Volume Reduction. Teknik ini dengan
memasukkan elektroda ke berbagai bagian langit-langit lunak
dan menerapkan energi panas, jaringan lunak akan mengalami
'lesi termal akan timbul fibrosis jaringan. prosedur ini dapat diulang
beberapa kali dan dalam beberapa sasaran situs dari saluran udara
bagian atas, termasuk tonsil dan pangkal lidah.3,6
7. pemasangan implan Pillar pada palatum. `Implan Pillar atau implan
palatal merupakan teknik yang relative baru, merupakan modalitas
dengan invasi minimal. Digunakan untuk penderita dengan habitual
snoring dan OSA ringan sampai sedang. Prosedur ini bertujuan untuk
memberi kekakuan pada palatum mole. Tiga buah batang kecil
diinsersikan ke palatum mole untuk membantu mengurangi getaran
yang menyebabkan snoring.6
8. Trakeostomy- tatalaksana surgical yang gold standard dan terakhir
apabila metode lain tidak berhasil adalah trakeostomy. Trakeostomy
dilakukan dengan by pass obstruksi salur napas atas. Indikasi
20
trakeostomy adalah pasien dengan cor pulmunale, obesity
hypoventilation syndrome, aritmia, pasien yang tidak toleransi CPAP
dan intervensi surgical lain gagal.8
Gambar 7: Assessment and management of obstructive sleep apnea
21
II.7 Komplikasi
OSA dapat menimbulkan dampak pada banyak sistem dari tubuh manusia,
di antaranya:1-5
1. Neuropsikologis: kantuk berlebihan pada siang hari, kurang konsentrasi
dan daya ingat, sakit kepala, depresi.
2. Kardiovaskuler: takikardi, hipertensi, aritmia, blokade jantung, angina,
penyakit jantung iskemik, gagal jantung kongestif, stroke.
3. Respirasi: hipertensi pulmonum, cor pulmunale.
4. Metabolik: diabetes, obesitas.
5. Genito-urinari: nokturia, enuresis, impotensi.
6. Hematologis: polisitemia.
Dari penelitian epidemiologis diketahui adanya hubungan antara OSA
dengan hipertensi, stroke dan penyakit jantung iskemik. Timbulnya penyakit
kardiovaskular pada penderita OSA diduga sebagai akibat stimulasi simpatis yang
berulang-ulang yang terjadi pada setiap akhir fase obstruktif. Pada penderita OSA
juga terjadi pelepasan faktor-faktor protrombin dan proinflamasi yang berperan
penting pada terjadinya aterosklerosis.1
Terjadinya gangguan kardiovaskuler pada penderita OSA diperkirakan
melalui dua komponen:1,3
1. Efek mekanis dari henti nafas terhadap tekanan intratorakal dan fungsi
jantung.
2. Hipoksemia yang terjadi berulang-ulang mengakibatkan perangsangan
simpatis yang berlebihan dan disfungsi sel-sel endotel.
Sekitar 40% penderita OSA mengalami hipertensi ketika bangun tidur.
OSA dikenal sebagai faktor risiko yang independen pada hipertensi. Bagaimana
22
OSA menyebabkan peningkatan tekanan darah belum sepenuhnya diketahui. Ada
kemungkinan peranan hiperaktivitas simpatis dalam peningkatan tekanan darah
pada penderita OSA. Mekanisme lain yang berpotensi meningkatkan tekanan
darah pada penderita OSA adalah hiperleptinemia, resistensi insulin, peningkatan
kadar angiotensin II dan aldosteron, disfungsi sel-sel endotel, dan gangguan
fungsi barorefleks.1
OSA diduga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya
penyakit aterosklerosis pada pembuluh darah arteri. Banyak peneliti
mengemukakan beberapa kemungkinan mekanisme efek aterosklerotik dari OSA,
di antaranya:1
Peningkatan tekanan darah yang berulang akibat hiperaktivitas simpatis
dan stres oksidatif.
Disfungsi sel endotel yang mengakibatkan peningkatan kadar endotelin-I
dalam plasma, penurunan produksi nitrit-oksida, dan peningkatan respons
peradangan terbukti dengan meningkatnya kadar C-reactive protein dan
interleukin-6.
Beberapa penelitian memperlihatkan kemungkinan adanya hubungan
antara OSA dan infark miokard. Mekanismenya mungkin melalui efek tidak
langsung dari hipertensi, aterosklerosis, desaturasi oksigen, hiperaktivitas sistem
saraf simpatis, peningkatan koagulopati dan respons inflamasi.1,3
Insidensi OSA yang tinggi (45-90%) ditemukan pada penderita stroke.
Kemungkinan peran OSA dalam patogenesis stroke di antaranya melalui proses
aterosklerosis, hipertensi, berkurangnya perfusi serebral akibat penebalan dinding
arteri karotis, output jantung yang rendah, peninggian tekanan intrakranial,
peningkatan koagulopati dan peningkatan risiko terbentuknya bekuan darah akibat
23
aritmia. Karena tingginya insidensi OSA dan potensi efeknya terhadap morbiditas
dan mortalitas, pemeriksaan untuk mendiagnosis dan terapi OSA dianjurkan
dilakukan pada penderita stroke.1
Aritmia dapat terjadi pada penderita OSA terutama berupa sinus
bradikardi, sinus arrest, dan blokade jantung komplet. Risiko untuk terjadinya
aritmia berhubungan dengan beratnya OSA. Mekanisme terjadinya aritmia pada
penderita OSA kemungkinan melalui peningkatan tonus vagus yang dimediasi
oleh kemoreseptor akibat apnea dan hipoksemia.1
24
BAB III
KESIMPULAN
1. Obstructive sleep apnea adalah sebuah gangguan tidur yang berarti henti
nafas saat tidur dengan gejala utama mendengkur.
2. OSA terjadi karena lidah dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi
obstruksi.
3. Gejala dari OSA adalah mendengkur, mengantuk yang berlebihan pada
siang hari, rasa tercekik pada waktu tidur, apnea, nokturia, sakit kepala
pada pagi hari.
4. Diagnosis OSA paling banyak diklasifikasikan menurut American
Academy of Sleep Medicine.
5. Komplikasi dari OSA adalah hipertensi, serangan jantung dan stroke.
6. Terapi OSA adalah terapi non bedah dan terapi bedah.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Febriani, Debi dkk. Hubungan Obstructive Sleep Apnea Dengan Kardiovaskular. Jurnal Kardiologi Indonesia 2011; 32:45-52.
2. Committee Advisory, 2005. Sleep Apnea-Assesment and Management of Obstructive Sleep Apnea in Adult.
3. Rodriguez, Hector P. Berggren, Diana A-V. Biology and treatment of Sleep Apnea. Otolaryngology chapter 6, 2006; 71-82.
4. Hormann, Karl. Verse, Thomas. Sleep Disordered Breathing. Surgery for Sleep Disordered Breathing. 2005; 1-10.
5. Antariksa, Budhi. Patogenesis, Diagnosti dan Patogenesis OSA (Obstructive sleep Apnea). Dept pulmonologi dan Respirasi. FKUI. Jakarta.
6. Prasenohadi. Penatalaksanaan Obstructive Sleep Apnea. Dept Pulmunologi dan Respirasi. FKUI. Jakarta.
7. Paul W. Flint, Bruce H. Haughey, Valerie J. Lund, John K. Niparko, Mark A. Richardson, K. Thomas Robbins, J. Regan Thomas, Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery 5th Edition, Chapter 18: Sleep Apnea and Sleep Disorders ; 250-261.
8. Anil K Lalwani, Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head and Neck Surgery 2nd Edition, Lange Current Series, 536-542
26