Apnea Pada Neonatus
-
Upload
fatini-chok -
Category
Documents
-
view
491 -
download
48
Transcript of Apnea Pada Neonatus
APNEA PADA NEONATUS
DISUSUN OLEH:
Nur Fatini Bt Chok
(11-2011-142)
PEMBIMBING:
Dr Sonny K Yuliarso, SpA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT BAKTI YUDHA, DEPOK BARU, JAKARTA
APNEA PADA NEONATUS
BAB I
PENDAHULUAN
Apnea pada neonatus adalah suatu keadaan dimana bayi berhenti bernafas selama 20 detik atau
lebih. Henti nafas dapat pula kurang dari 20 detik akan tetapi disertai sianosis dan bradikardia.1
Apnea mungkin suatu gejala gangguan lain yang kembali pulih bila gangguan lain tersebut
ditangani. Gangguan tersebut dapat meliputi infeksi, refluks gastroesofagus, hipoglikemia,
gangguan metabolik, toksisitas obat, hidrosefalus atau ketidakstabilan suhu pada bayi baru lahir.
Pernafasan periodic harus dibedakan dari jedah apnea yang lama, karena yang kedua dapat
disertai dengan penyakit yang serius. Apnea disebabkan oleh beberapa penyakit primer yang
mengenai neonatus. Gangguan demikian menimbulkan depresi langsung pada pengendalian
pernafasan di system saraf pusat (misalnya hipoglikemia, meningitis, obat-obatan, perdarahan),
gangguan penghantaran oksigen perfusi (syok, sepsis, anemia) atau defek ventilasi (pneumonia,
penyakit membrane hialin, sirkulasi janin persisten, kelemahan otot). 2
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Berdasarkan American Academy of Pediatric, apnea adalah "suatu episode henti napas
selama 20 detik atau lebih, yang berkaitan dengan kondisi bradikardi, sianosis (desaturasi
Oksigen), pucat, dan atau hipotonia yang jelas.” 3
Dikatakan bradikardia apabila denyut jantung kurang dari 100 kali per menit.
Nilai saturasi kurang dari 85% merupakan kondisi yang patologis, dan kondisi ini paling
tidak selama 5 detik.
Atau episode henti nafas kurang dari 20 detik dan disertai dengan bradikardi (minimal <
100x/menit), sianosis, pucat, dan hipotonia jelas.
Serangan apnea dapat dibagi dalam 2 kelompok:
1. Idiopatik atau apnea primer yang sebabnya tidak diketahui dan sering terjadi pada bayi
prematur.
2. Simtomatik atau apnea sekunder, yang timbulnya sebagai akibat dari suatu penyakit
seperti sindrom gawat nafas, penyakit jantung bawaan dengan hipoksia, perdarahan
intracranial, gangguan metabolic (hipoglikemia, hipokalsemia), sepsis, meningitis, dll
Menurut parmalee dkk 4, pengaturan dari pernafasan bayi premature tidak stabil dan
memperlihatkan berbagai corak pernafasan:
Teratur. Jarak antara nafas dan henti nafas hampir sama
Tidak teratur. Jarak antara nafas dan henti nafas tidak sama
Berbeda dengan pernafasan periodic, yaitu pola pernafasan (30-45% bayi preterm), dimana
terdapat 3/>> episode henti nafas selama >3 detik tapi < 20 detik diantara siklus pernafasan.
Siklus hiperventilasi → hipoventilasi → apnea berlangsung selama 3 detik
Pernafasan periodik biasanya tidak terjadi selama 24 jam setelah kelahiran. Pernafasan periodik
biasanya terjadi pada saat tidur aktif, tetapi bisa juga terjadi saat bayi terjaga dan tidur tenang.
Keadaan ini normal pada bayi prematur dan tidak butuh pengobatan. Dengan bertambahnya
masa , pernafasan makin teratur dan pernafasan periodic makin berkurang. Maturasi lengkap
baru terjadi beberapa bulan kemudian.
DIAGNOSIS
Diagnosis penyebab apnea ditegakkan dengan pemeriksaan yang seksama. Setelah diagnosis
ditegakkan, pengobatan yang sesuai harus dilaksanakan secepatnya agar kematian atau gejala
sisa dikemudian hari dapat dicegah atau dikurangi. Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
1. Anamnesis
Riwayat kehamilan (komplikasi kehamilan, gawat janin)
Riwayat persalinan (infeksi intrapartum, cara persalinan, APGAR score)
Pemeriksaan fisis sesudah lahir: asfiksia, trauma lahir, besarnya bayi, letargi, suhu,
sianosis, anemia, usaha nafas, denyut jantung, tekanan darah dan pemeriksaan
neurologic
2. Pemeriksaan Laboratoris
Pemeriksaan darah tepi lengkap, kultur darah, urin, dan CSF, C-reactive protein jika
curiga adanya infeksi bakteri atau jamur yang serius.
Pemeriksaan kadar ammonia, asam amino, dan level asam-asam organik dalam darah
dan urin jika curiga adanya kelainan metabolik.
- Peningkatan asam piruvat dan laktat di CSF penanda kelainan metabolic.
- Peningkatan keton urin mengindikasikan organic acidemia.
Pemeriksaan elektrolit serum, kalsium, magnesium, dan kadar glukosa digunakan untuk
menilai adanya metabolic stress atau hipoventilasi kronik.
Analisis tinja jika curiga adanya gangguan akibat toksin botulism yang bergejala apnea,
konstipasi, hipotonia, kesulitan menelan, dan hilangnya gerakan mata.
3. Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks untuk melihat kelainan patologik paru seperti pneumotoraks, pneumonia,
dysplasia bronkopulmonar
Ultrasonografi kepala untuk melihat perdarahan intraventrikukar atau kelainan lain di
otak
4. Pemeriksaan tambahan apabila ada indikasi : biakan darah, pungsi lumbal, foto abdomen,
elektrokardiografi, ekhokardiografi, elektroensefalografi, CT-scan, pneumogram (suatu alat
yang dipasang di dada dan dapat memantau denyut jantung, gerakan dinding dada secara
terus menerus, serta dapat mendeteksi apnea periodic).
KLASIFIKASI
Klasifikasi apnea :
1. Apnea sentral ( 35% )
Depresi pusat pernafasan primer (imaturitas neuron-neuron, imaturitas fungsi batang otak)
menyebabkan sinyal impuls bernafas terhadap otot-otot pernafasan tidak adekuat . ini
menyebabkan terganggunya aktivitas otot-otot pernafasan yang akhirnya memicu terjadinya
apnea.Apnea yang ditemui berupa tidak ada pergerakan dinding dada (usaha bernafas) dan
aliran udara.
Penyebabnya antara lain:
Prematuritas
Pernafasan periodik (pendek, dengan henti nafas berulang-ulang) dengan durasi 5-10 detik
biasa terjadi pada bayi premature dan dianggap sebagai pola pernafasan normal pada usia
tersebut. Walaupun penggunaan periode waktu standar mampu menyederhanakan
penanganan perawatan rutin, beberapa bayi kecil (biasanya < 1000 g) tampaknya cukup
menderita jika periode apnea berlangsung lebih dari 5-10 detik. Makin muda umur
kehamilan, makin tinggi insiden dan makin parah. Meningkat sejalan dengan penurunan
umur kehamilan.
Hipoksia/asidosis (sindrom gawat nafas, pneumonia, pneumotoraks dll)
Obat-obatan (ibu mendapat obat-obat narkotik, tri-hydroxy-methylaminomethane)
Gangguan metabolic (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hipermagnesemia).
Infeksi (sepsis, meningitis, ensefalitis)
Perdarahan intracranial
Polisitemia dengan hiperviskositas
Enterokolitis nekrotikans
Ductus arteriosus paten
Kejang
Gangguan perkembangan otak
Suhu yang tidak stabil.- Apnea sering terjadi dilingkungan yang suhunya tinggi atau
rendah. Misalnya terlalu cepat memasukkan bayi ke ruang yang terlalu panas atau dingin.
2. Apnea obstruktif ( 5 – 10% )
Apnea obstruktif terjadi akibat berhentinya ventilasi alveolar akibat obstruksi dari saluran nafas
atas khususnya pada pharyx.
Apnea mudah terjadi bila jalan nafas tersumbat. Sumbatan dapat terjadi karena:
Jalan nafas berisi susu, mucus atau mekonium, biasa terjadi pada bayi premature yang tidur
terlentang karena jalan nafasnya sempit. Hal ini dapat dihindari dengan menengkurapkan
bayi
Cacat bawaan seperti atresia koana, sindrom pierre robin
- Atresia koana adalah suatu cacat bawaan dirongga hidung, yang disebabkan oleh
kegagalan membrane bukonasal membuat lobang pada masa embrio. Akibatnya terjadi
obtruksi karena adanya selaput atau tulang. Biasanya unilateral dan jarang bilateral.
Kelainan yang bilateral sering menyebabkan bayi menderita sianosis dan “apnoeic spell”
berulang dan merupakan masalah yang serius sejak lahir. Diagnosis ditegakkan dengan
melihat gerakan seutas benang didepan lobang hidung yang satu sementara lubang hidung
yang lain dan mulut ditutup. Demikian pula cara menguji lubang hidung yang lainnya. Bila
dengan cara tersebut timbul keragu-raguan maka dapat dimasukan kateter ke lubang hidung
secara bergantian. Bayi dengan atresia koana bilateral akan menderita obstruksi saluran
nafas atas pada waktu tidur dan minum sehingga terjadi apnea berat. Terapinya adalah
dengan operasi.
- Sindrom Pierre Robin adalah suatu anomali yang terdiri dari hipoplasia mandibula, dan
celah langit-langit. Jalan nafas tersumbat karena lidah terdorong ke posterior sebagai akibat
dari mandibula yang kecil. Bayi dengan kelainan yang ringan dapat dirawat dengan posisi
tengkurap, sedangkan yang berat harus dilakukan operasi untuk menarik lidah ke posisi
anterior.
3. Apnea campuran ( 15-20% )
Bisa terdapat central apnea dan obstructive apnea pada saat yang sama atau berbeda dari proses
bernapas.
DIAGNOSIS BANDING
1. Pernafasan Periodik
Terdiri atas bernafas 10-15 detik, diikuti dengan episode apnea >3 detik tapi < 20 detik
(5-10detik)
Tanpa adanya perubahan HR, dan warna
Tidak terjadi dalam 2 hari kehidupan.
ETIOLOGI APNEA DAN BRADIKARDI
Semua bayi dengan apnea harus diusahakan dicari penyebabnya. Pada bayi prematur tidak
mudah mencari etiologinya karena faktor-faktor yang sangat kompleks, sedangkan pada bayi
cukup bulan umumnya mudah diketahui. Apnea berulang pada prematur diduga karena
imaturitas pusat pernafasan dibatang otak dan imaturitas dari reaksi kemoreseptor terhadap
hipoksia dan asidosis. Bradikardia dapat terjadi karena efek langsung hipoksia pada jantung dan
rangsangan hipoksia pada kemoreseptor di bagian carotid.
1. Apnea pada premature
Biasanya berkaitan dengan imaturitas dari mekanisme yang mengontrol pernafasan.
Imaturitas neuron-neuron dalam mengatur pernapasan
Imaturitas dari fungsi batang otak
Imaturitas chemoreseptor
- Menurunnya respon central chemoreseptor terhadap level CO2
-Tumpulnya respon peripheral chemoreseptor
Keterlambatan aktivasi dari otot-otot pernafasan atas misalnya genioglossus.
Refleks yang abnormal atau hiperaktif pada bayi preterm.
Kondisi ini biasanya muncul setelah 1-2 hari kehidupan dan dalam 7 hari pertama. Apnea yang
muncul dalam 24 jam pertama atau > 7 hari usia bukanlah AOP.
2. Penyebab sekunder
Bagian Penyebab potensial
SSP Obat-obatan, kejang-kejang, jejas hipoksik, hernia, gangguan
neuromuscular, perdaarahan intracranial
Pernapasan Pneumonia, lesi jalan napas obstruktif, ateletaksis, prematuritas berat
( <1000g ), reflex larings, paralisis nervus frenikus, distress
membrane hialin berat, pneumotoraks
Infeksi Sepsis, enterokolitis nekrotikans, meningitis ( bakteri, jamur, virus )
Saluran pencernaan Pemberian makan oral, gerakan usus, refluks gastroesofagus,
esophagitis, perforasi usus
Metabolic Hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hypernatremia,
hipotermia, hipertermia
Kardiovaskular Hipotensi, hipertensi, gagal jantung, anemia, hipovolemia, tonus
vagus
Idiopatik Imaturitas pusat pernapasan, fase tidur, kolaps saluran pernapasan
atas
Dianosis apnea prematuritas adalah eksklusif dan dipertimbangkan setelah penyebab sekunder
sudah disingkirkan. Penyebab umum apnea sekunder adalah sepsis, pneumonia, asphyxia,
instabilitas temperature, dan anemia.
PATOFISIOLOGI
Kattwinkel mengemukakan 4 kategori mengenai pathogenesis atau faktor predisposisi terjadinya
apnea pada neonatus: 5
1. Depresi primer pusat pernafasan
2. Berkurangnya atau terhalangnya masukan aferen
3. Reaksi pernafasan terhadap hipoksemia.
4. Refleks yang abnormal atau hiperaktif
Gangguan di pusat pernafasan adalah akibat dari berkurangnya sinapsis sejumlah neuron antara
sel-sel di dalam pusat pernafasan bayi premature dibandingkan dengan orang dewasa. Lagipula
sensitivitas regulator neuronnya terhadap CO2 berkurang pada bayi prematur. Banyak peneliti
mengemukakan bahwa aktivitas pusat pernafasan di medulla tergantung dari masukan eferen,
termasuk rangsangan panas atau dingin. Pernstein dkk melaporkan bahwa apnea lebih sering
terjadi di lingkungan yang hangat. Bayi immatur bereaksi terhadap hipoksia dengan ventilasi
yang sedikit meninggi dan diikuti oleh pernafasan periodik dan apnea. Pada waktu tidur aktif,
pernafasan tidak teratur, rongga dada mengecil karena kolaps, volume paru menurun 30% dan
PaO2 merendah, sehingga apnea sering terjadi dalam keadaan tidur aktif dengan “rapid eye
movement”(REM).9
PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA APNEA
Penurunan tekanan O2 arteri
Penurunan denyut jantung
Penurunan aliran darah perifer
Perubahan EEG yang menunjukkan depresi CNS jika apnea berat
Peningkatan tekanan vena
Penurunan tonus otot
EPIDEMIOLOGI
Insiden apnea dan pernafasan periodik pada bayi cukup bulan belum diketahui dengan pasti.
Pada bayi prematur yang diteliti terdapat 50%-60% menderita apnea; 35 % apnea sentral, 5%-
10% apnea obstrukstif dan 15%- 20% apnea campuran dan 30% lainnya menderita pernafasan
periodik. Sebagian besar bayi prematur akan memperlihatkan gejala apnea selama perawatan.4
MONITOR APNEA
Semua bayi doi bawah masa gestasi 34 minggu perlu dimonitor sekurang-kurangnya untuk
minggu pertama kehidupan atau sehingga berakhirnya episode apnea ( 7 hari ). Bayi > 34
minggu masa gestasi perlu dimonitor jika mereka sakit. 6,7
1. Movement sensors
Menginterpretasikan gerakan dada/abdomen sebagai respirasi.
Kekurangannya: gagal menginterpretasikan obstructive apna dan tidak dapat
membedakan gerakan tubuh dengan pernafasan.
2. Pulse oximeter
mendeteksi perubahan frekuensi nadi dan saturasi yang disebabkan episode apnea.
Akan tetapi, pergerakan dinding dada tidak dapat dimonitor dengan alat ini.
PENATALAKSANAAN
Khusus
Diobati sesuai dengan penyebabnya (sepsis diobati dengan antibiotika, hipoglikemia dengan
larutan glukosa, gangguan asam basa harus dikoreksi dll).
Umum
1. Airway, breathing & circulation (ABC)
Posisikan kepala bayi dengan sedikit ekstensi
Bersihkan jalan nafas
Rangsangan taktil dengan merangsang kulit telapak kaki pada waktu-waktu
tertentu atau menidurkan bayi di tempat yang mudah bergerak (“oscilating
water bed”). Cara ini akan meningkatkan ambang rangsang kulit bayi, dengan
demikian dapat merengsang pusat pernafasan.
2. Ventilasi manual dengan “face mask and bag”
Jika bayi tetap apnea dan tidak respon terhadap rangsangan taktil , lakukan pemberian
ventilasi bag & mask dengan oksigen 100%.
3. Terapi farmakologi
Obat yang sering dipakai untuk mengatasi apnea adalah dari golongan methylxanthine
(aminofilin, teofilin, caffein) dan doxapram. Doxapram diberikan kalau obat-obat
golongan methylxanthine tidak dapat mengatasi apnea. Pemberian obat-obat ini harus
diawasi baik secara klinis maupun laboratorium, agar komplikasinya dapat diketahui
dengan segera dan tidak memperburuk keadaan bayi.
Xantin (teofilin, kafein) digunakan secara luas dalam penanganan apnea neonatus.
Teofilin dimetabolisme menjadi kafein dalam jumlah yang banyak sekali pada neonatus,
walaupun mekanisme yang memungkinkan xantin meningkatkan rangsangan pernafasan
masih belum jelas. Mekanisme yang diajukan meliputi generalisasi peningkatan
rangsangan respirasi pusat, kontraksi diafragma yang lebih efisien, perubahan status
tidur, dan pembalikan depresi respirasi hipoksik. Walaupun akibat jangka panjang
penggunaan xantin belum tampak, harus dilakukan perawatan untuk menghindari efek-
efek jangka pendek seperti takikardi dan dieresis. 12,13
Dosis obat yang dianjurkan:
Tabel 1. Obat dan dosis yang dianjurkan serta data farmakokinetiknya 12
Obat Dosis
pertama
(mg/kg)
Dosis
rumatan
(mg/kg)
Konsentrasi
dalam
serum
(mg/L)
Distribusi
volume
( L/kg)
Half life
(hr)
Cara
pemberian
Aminofilin 5.0-6.0 1.1-3.0/8
Jam
5-15 0.6-0.7 30-33 IV
Teofilin 4.0-5.0 2.0/12 jam
1.0/8 jam
5-15 0.6-1.0 19-30 PO
Caffeine
citrate
20 2.5-5.0/24
jam
8-20 0.9 102.9 PO atau IV
Doxapram 5.5 1-2.5/jam 1.5-5.0 7.3 8-10 IV
Doxapram merangsang kemoreseptor perifer (badan carotid) pada dosis rendah,
sedangkan pada dosis tinggi langsung merangsang pusat pernafasan. Efek samping dari
doxapram adalah kejang, hipertensi, hiperglikemia, distensi abdomen, mudah terangsang, dan
muntah.
Table 2. efek farmakologik methylxanthine 12
Sistem Efek
Saluran nafas Meningkatkan produksi surfaktan, usaha nafas,
frekuensi pernafasan, sensitivitas PCO2
Kardiovaskular Meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kontraksi
jantung, dilatasi pembuluh darah paru, jantung dan
ginjal, mengurangi resistensi vascular perifer
Alat cerna Mengurangi motilitas gastrointestinal, menambah sekresi
asam lambung
Susunan saraf pusat Meningkatkan perangsangan susunan saraf pusat dan
konsumsi oksigen serebral, mengurangi aliran darah ke
Otak
Metabolic Meningkatkan kadar glukosa, ketouria, glikosuria
Endokrin Meninggikan kadar katekolamin dan insulin
Hematopoetik Meningkatkan koagulasi
Ginjal Menambah aliran daral ginjal dan dieresis
Musculoskeletal Meningkatkan kontraksi otot, mengurangi kelelehan.
Walaupun efek farmakologik methylxanthine demikian banyak, akan tetapi yang paling
penting dipantau secara klinik adalah frekuensi denyut jantung. Frekuensi denyut jantung
cepat meninggi apabila dosis obat yang diberikan terlalu tinggi
4. Bila cara tersebut gagal mengatasi apnea maka bayi diintubasi dengan memasang
“continuous positive airway pressure” (CPAP).
Dilakukan pada kasus-kasus apnea pada bayi preterm dan diindikasikan pada bayi
yang tetap mengalami apnea meski metilsantin telah mencapai level therapeutik.
Indikasi untuk memulai CPAP pada bayi dengan terapi aminophylline termasuk
(a) Lebih 1 episode apnea membutuhkan suplemen oksigen dalam 24 jam
(b) lebih 12 episode apnea dalam 24 jam (atau 6 episode dalam 12 jam)
membutuhkan rangsangan taktil
(c) lebih 1 episode apnea (spontan) setiap jam untuk 12-24 jam.
CPAP juga dapat digunakan untuk mengurangi post-extubation apnea pada bayi
prematur . CPAP meningkatkan oksigenasi, mendukung saluran udara atas selama
respirasi dan mencegah kolaps faring selama ekspirasi.
CPAP diberikan bersama nasal mask atau face mask dengan 3-6 cm H2O.
CPAP efektif pada apnea obstruktif dan campuran, tetapi efeknya sangat kecil pada
apnea central.
5. Ventilasi mekanik
Dilakukan jika bayi tetap apnea walaupun sudah diberikan farmakoterapi dan
CPAP.
6. Transfuse PRC jika hematokrit <30%.
Home Monitoring
Pasien dengan apnea yang menetap meski telah diberikan methylxanthine harus dilakukan
home monitoring. Adapun indikasi home monitoring:
Pernah mengalami ALTE ( apparent life-threatening event)
Pasien mengalami apnea dengan GER
Ada saudara atau kembaran pasien yang meninggal akibat SIDS
KOMPLIKASI
1. Gagal napas
2. Hipoksia
PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari penyebab apnea. Umumnya apnea pada bayi prematur akan
menghilang sendiri apabila umur bayi menurut masa gestasi lebih dari 37 minggu. Kadang-
kadang apneanya menetap dan kausanya sukar sekali diketahui. Dalam hal ini mungkin bayi
dapat dipulangkan dengan pemberian oksigen dan obat serta pemantauan ketat.
BAB III
KESIMPULAN
Apnea pada neonatus adalah suatu keadaan dimana bayi berhenti bernafas selama 20 detik atau
lebih. Henti nafas dapat pula kurang dari 20 detik akan tetapi disertai sianosis dan bradikardia.
Serangan apnea dapat dibagi dalam 2 kelompok:
1. Idiopatik atau apnea primer yang sebabnya tidak diketahui dan sering terjadi pada bayi
prematur.
2. Simtomatik atau apnea sekunder, yang timbulnya sebagai akibat dari suatu penyakit seperti
sindrom gawat nafas, penyakit jantung bawaan dengan hipoksia, perdarahan intracranial,
gangguan metabolic (hipoglikemia, hipokalsemia), sepsis, meningitis, dll
Apnea dapat dibahagikan dalam 3 golongan:
1. Apnea pusat (apnea sentral)
Apnea pusat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pusat pernafasan dibatang
otak atau pusat yang lebih tinggi yaitu di korteks serebri.
2. Apnea obstruktif
Apnea mudah terjadi bila jalan nafas tersumbat
3. Apnea campuran
DAFTAR PUSTAKA :
1. Richard J martin. Gangguan pernafasan dalam penatalaksanaan neonatus resiko tinggi ed.
IV. Jakarta. 1998. Hal 274-308
2. Robert M kliegman. Janin dan bayi neonatus dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed. 15
vol I. Jakarta 2000. Hal 590-599
3. Committee on Fetus and Newborn. Apnea, Sudden Infant Death Syndrome, and Home
Monitoring. Diunduh dari http://pediatrics.aappublications.org/content/111/4/914.full.html
4. Gornella TL, and Cunningham MD : Neonatology. Norwolk,Connecticut/San Mateo,
California, Appleton & lange, 1988/1989; p.313
5. Kattwinkel J: Neonatal apnea : pathogenesis and therapy. J pediat 1997; 90: 342-347
6. Volpe JJ : Apneic spells and periodic brething . in Avery GB (ed) : neonatology.
Philadelphia, lippincot, 1975 ; pp . 740-744
7. Parmalle AH, stern E, and Harris MA: Maturation of respiration in premature and young
infants. Neuropaediatric, 1972; 3: 294-304
8. Rigatto H, brady JP, Verduzco RT : Chemoreceptor refleks in paterm infants: II. The effect
of gestational and postnatal age on ventilator response to inhaled carbon dioxide. Pediatrics
1975; 55: 614-620
9. Gabriel M, Albidin M, and Schulte FJ: apneic apells and sleep states in preterm infants.
Pediatrics 1976; 57: 142
10. Girling DJ:Changes in heart rate, blood pressure, and pulse pressure during apneic attacks
in newborn babies. Arch dis Child 1972; 47: 405-410
11. Bhatia J. Current options in the management of apnea of prematurity. Clin Pediatr
2000;39:327-36
12. Henderson-Smart DJ, Steer PA. Prophylactic methylxanthine for prevention of apnea
in preterm infants. Cochrane Database Syst Rev 2000;(2):CD000432.
13. Henderson-Smart DJ, Subramanian P, Davis PG. Continuous positive airway pressure
versus theophylline for apnea in preterm infants. Cochrane Database Syst Rev 2000;
(2):CD001072