Obesitas Blok 27 ukrida
-
Upload
nadia-cecilia -
Category
Documents
-
view
251 -
download
11
description
Transcript of Obesitas Blok 27 ukrida
Manajemen Nutrisi dan Penatalaksaan pada Pasien Obesitas
Nadia Cecilia Stefannie
102012513
E1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Pendahuluan
Masalah obesitas kini telah menjadi perhatian khusus badan kesehatan dunia. Perhatian
tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga kepada lokasi
penumbunan lemak tubuh. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita cenderung
berbeda. Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga memberikan
gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di sekitar perut,
sehingga memberikan gambaran seperti buah apel.
Obesitas mempunyai andil besar dalam resistensi insulin, sensitivitas insulin menurun
dengan meningkatnya berat badan. Keadaan ini merupakan mekanisme adaptasi tubuh, terhadap
obesitas untuk menghambat kenaikan berat badan. Terdapat korelasi yang kuat antara resistensi
insulin dengan hiperglikemia, DMTTI, hiperinsulinemia, peningkatan kadar trigliserida VLDL,
penurunan kadar kolesterol HDL, hipertensi dan obesitas, Reaven menamakannya sebagai
sindroma X atau Sindroma Metabolik. Menurunkan berat badan pada pasien obese akan
meningkatkan sensitivitas insulin, dan mengurangi insidens sindroma ini.1
Anamnesis
Dilakukan Autoanamnesis dengan menanyakan beberapa pertanyaan langsung kepada pasien.
Pertanyaan yang diberikan adalah:
1. Identitas pasien
Nama, tanggal lahir / umur, tempat lahir, pekerjaan, alamat, jenis kelamin, suku bangsa, agama,
dan pendidikan.
2. Keluhan utama dan penyerta
- Keluhan utama yang menyebabkan pasien datang
- Riwayat perkembangan obese, perubahan berat badan, pola makan dan aktivitas
- Penyakit yang menyertai obesitas (hipertensi, DM, dislipidemia)
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernahkah pasien mengalami penyakit berat sebelumnya?
4. Obat-obatan
Riwayat pengobatan dan atau program diet yang telah dilakukan
5. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga secara rinci harus diperoleh. Penyakit-penyakit serius (diabetes, penyakit
kardiovaskularm hipertensi), adakah obesitas dalam keluarga, atau penyebab kematian untuk
setiap individu harus dicatat dengan perhatian khusus terhadapa anggota keluarga generasi
pertama. Riwayat keluarga yang menunjukkan adanya retardasi mental yang tidak dapat
dijelaskan atau sindrom genetik dapat memiliki pengaruh terhadap kehamilan selanjutnya.
6. Riwayat sosial, ekonomi
Tanyakan hubungan yang terbaru. Apakah pasien sudah menikah dan punya anak? Apakah
pekerjaan pasien?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik yang terkait dengan keluhan
pasien. Pemeriksaan fisik tersebut meliputi :1,2
1. Pemeriksaan keadaan umum (KU) & TTV
Pemeriksaan KU pasien ialah melihat kondisi pasien langsung ketika datang ke klinik atau
rumah sakit. Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah kesadaran dan keaktifan pasien. Perlu
diperhatikan apakah penderita terlampau gemk atau obesitas atau terlampau kurus atau
kakheksia, dan sudah berapa lama keadaan demikian itu, perlu pula ditanyakan. Selanjutnya,
perlu diperiksa nadi, suhu badan, dengan perabaan tangan kalau perlu dengan thermometer,
tekanan darah, pernapasan, mata, yang meliputi anemia, ikterus, eksoftalmus, kelenjar gondok
(struma), payudara, kelenjar ketiak, jantung, paru-paru, dan perut. Jikalau perlu, pemeriksaan
dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium.
2. Pengukuran Antropometri (Tinggi Badan, Berat Badan, Lingkar Lengan Atas, Tebal
Lipatan lemak bawah Kulit, Lingkar Pinggang, Lingkar Pinggul)
- Tinggi badan : 150 cm
- Berat badan : 80 kg
- Lpe/Lpa : 95 cm/105 cm
Mengukur distribusi lemak tubuh (rasio Lingkar Pinggang/ Pinggul), normal untuk laki-laki < 1
dan untuk perempuan < 0,8) bermanfaat untuk menentukan tipe obesitas (android/ ginekoid).
Rasio Pinggang/ Panggul (Waist to Hip Ratio)
Rasio pi-pa diukur dengan mula-mula mengukur lingkar pinggang (perut) pada lingkaran
terkecil di atas panggul. Kemudian, lingkaran panggul diukur lewat tonjolan gluteus yang
paling maksimal. Hasil kedua pengukuran ini kemudian digambar pada nomogram dan
letakkan hasil pengukuran lingkaran pinggang pada skala di sebelah kiri, sementara hasil
pengukuran lingkaran panggul pada skala di sebelah kanan. Hubungkan kedua hasil pada
skala tersebut dengan garis lurus yang akan memotong garis AGR/ WHR (abdominal-gluteal
ratio atau waist to hip ratio) yang terletak di antara kedua skala. Rasio pi-pa (WHR) yang
sebesar 1,0 atau kurang bagi laki-laki dan 0,8 atau kurang bagi wanita merupakan nilai
normal.
Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode paling populer
kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran lingkaran perut ini
dapat dapat membedakan obesitas menjadi jenis abdominal (obesitas tipe android) dan
perifer (obesitas tipe ginoid). Pasien dengan obesitas abdominal yang merupakan faktor
risiko untuk berbagai penyakit metabolik, vaskuler dan degeneratif memiliki lingkaran perut
yang lebih besar dari normal. Untuk diagnosis obesitas abdominal, lingkaran perut bagi
wanita Asia adalah ≥ 80 cm dan bagi pria Asia adalah ≥ 90 cm.3
Tabel 1. Rasio Lingkar perut dan pinggul3
Jenis kelamin Ukuran RLPP Normal
Wanita < 0.85
Pria <0.90
Menentukan Berat Badan Ideal dan Indeks Massa Tubuh
Berat Badan Normal/ Ideal (BBN/ BBI)
Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi seseorang adalah melalui
penentuan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Rumus Brocca adalah cara untuk
mengetahui berat badan ideal, yaitu sebagai berikut:4
Usia < 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100 – 10%
Usia ≥ 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100
Pasien berusia 45 tahun sehingga dapat dihitung berat badan idealnya sebagai berikut :
150 cm – 100 = 50 kg
Indeks Massa Tubuh (IMT)/ Body Mass Index (BMI)
IMT dihitung dengan pembagian berat badan (kg) oleh tinggi badan (m) pangkat dua.
Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur status gizi pasien karena IMT
dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi tetapi lebih akurat
daripada pengukuran berat badan saja. Di samping itu, pengukuran IMT lebih banyak
dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan berat badan atau yang gemuk lebih berisiko
untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, hipertensi, osteoarthritis dan
beberapa bentuk penyakit kanker. Namun, The National Institute of Diabetes and Digestive
and kidney Diseases mengingkatkan bahwa orang yang berotot dan bertulang besar dapat
memiliki IMT yang tinggi tetapi tetap sehat. Begitu pula orang berusia lanjut, orang dengan
massa otot yang rendah dan pasien malnutrisi bisa memiliki IMT yang normal tetapi tidak
tepat. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung IMT4,5:
Berat badan (kg)
Tinggi badan (m2)
IMT pasien dapat dihitung : 80 kg/1,52 m2 = 35.5556
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Hb: 12 g%
Gula darah puasa: 100 mg/dL
Kolesterol: 130 mg/dL
Trigliserida: 180 mg/dL
HDL: 30 mg/dL
LDL 100 mg/dL
Kadar T3 dan T4 dan kadar insulin darah
Pembahasan
Pada scenario ini pasien laki-laki berusia 45 tahun di diagnosis menderita obesitas tipe II.
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolism energi
yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Secara fisiologis, obesitas
didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan
di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Keadaan obesitas ini, terutama
obesitas sentral, meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan
sindroma metabolik atau sindrom resistensi insulin yang terdiri dari resistensi
insulin/hiperinsulinemia, intoleransi glukosa/diabetes mellitus, dislipedemia, hiperurisemia, dan
hipertensi.6
Status Gizi
Hasil pengukuran yang spesifik mengenai ukuran dan perubahan proporsi tubuh
merupakan indikator penting bagi status gizi. Pengukuran ini meliputi berat dan tinggi badan
yang digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh pada pada orang dewasa dan sebagai
indikator tubuh kurus dan tubuh pendek pada anak. Lingkar lengan atas (LiLA) dapat
menunjukkan gizi kurang pada anak, rasio pinggang : panggul (waist to hip ratio/ WHR)
merupakan indikator adipositas sentral pada orang dewasa. Ketebalan lipatan kulit merupakan
ukuran jaringan adipose subkutan dan jika diukur pada tempat yang sesuai dapat digunakan
untuk menghitung persentase lemak tubuh.6,7
Hampir semua aspek dalam penelitian gizi berpotensi memiliki kelemahan. Beberapa
dapat dihilangkan dengan perencanaan dan desain studi secara teliti, dan jika memungkinkan
pengukuran dilakukan berulang kali. Dalam usaha mengaitkan pajanan dengan faktor penyebab
(atau pencegah), dan akibat kesehatan (atau penyakit), sifat multifaktorial dari keterkaitan
tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah penarikan kesimpulan yang tidak tepat. Dalam
menilai asupan makanan individu, sering terjadi kompromi antara pengukuran yang akurat dan
pengukuran yang menggambarkan asupan makanan yang normal. Asupan nutrien (zat gizi)
dihitung menggunakan tabel komposisi makanan. Perkiraan ukuran porsi dan penyesuaian
terhadap jumlah makanan yang terbuang juga perlu dipertimbangkan.
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang < 18,5
Berat badan normal 18,5 – 24,9
Berat badan lebih ≥ 25,0
Pra-obes 25,0 – 29,9
Obesitas I 30,0 – 34,9
Obesitas II 35,0 – 39,9
Obesitas III ≥ 40,0
Tabel 2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (Asia – Pasifik).3
Kebutuhan Kalori/ Energi
Kebutuhan kalori total ditentukan oleh basal metabolisme rate (BMR), aktivitas fisik, dan
specific dynamic action (SDA)/ efek termis makanan. Sebelum menentukan jumlah kebutuhan
kalori total, maka harus ditentukan BMR terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa cara untuk
mengukur BMR, yaitu:8
1. Rumus Harris Benedict yang dikenal dengan rumus REE (Resting Energy Expenditure)
BMR (laki-laki) = 66,4 + [13,7 x BB] + [5 x TB] - [6,8 x Umur]
BMR (perempuan) = 655 + [9,6 x BB] + [1,8 x TB] - [4,7 x Umur]
2. Metode faktorial
BMR (laki-laki) = BBI (kg) x 1 kKal x 24 jam
BMR (perempuan) = BBI (kg) x 0,9 kKal x 24 jam
Langkah selanjutnya menentukan berat/ ringan jenis aktivitas yang dilakukan sehari-hari
oleh pasien. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas:
1. Ringan sekali = 30 %
2. Ringan = 50 %
3. Sedang = 75 %
4. Berat = 100 %
5. Berat sekali = 125 %
Contoh aktivitas yang termasuk dalam golongan ringan adalah pegawai kantor, ahli hukum,
dokter, guru. Aktivitas sedang adalah pekerja industri ringan, mahasiswa, pekerjaan rumah
tangga. Aktivitas berat adalah buruh kasar, penari balet, olahragawan.
Langkah terakhir yaitu menghitung besarnya efek termis makanan yang diperkirakan besarnya
adalah 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas. Maka rumus untuk menghitung jumlah
kebutuhan kalori total adalah:9
Total energi = energi basal (BMR) + energi aktivitas + SDA
Karbohidrat
Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas untuk
membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan polisakarida.
Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Beberapa karbohidrat
tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan terdiri atas polisakarida nonpati yang merupakan
bagian dari serat makanan dan berperan dalam fungsi usus.6,7
Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan
karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber
nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa. Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar
55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.
Lemak
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan
trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang
paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk
menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan adiposa.
Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi membrane sel,
dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.4,5
Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel,
insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 20-
30% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori
Protein
Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung membentuk beraneka
ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino digunakan untuk sintesis asam amino
serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh, dengan melibatkan cukup banyak daur ulang
dari komponen-komponen tersebut.8
Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus
diperoleh dari diet. Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena keadaan
(conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu. Jika aasam amino tidak
dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai energy dan
bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea. Konsumsi protein oleh tubuh kita sekitar 15-20%
total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.
Tabel 3. Komposisi zat gizi makro.9
Zat gizi Komposisi (%)
Karbohidrat 55-65
Protein 15-20
Lemak total 20-30
Asam lemak jenuh (saturated) 8-10
Asam lemak monosaturated ≤ 15
Asam lemak polysaturated ≤ 10
Kolesterol < 300 mg/hari
Serat 20-30 g
Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik (sering juga disebut syndrome X atau insulin resistance syndrome)
merupakan istilah yang digunakan ketika seorang pengidap obesitas telah memiliki 3 dari 5
faktor risiko. Kelima faktor risiko ini dapat dilihat pada Tabel 4 Kriteria sindrom metabolik.10
Meskipun banyak faktor diyakini terlibat, penyebab sindrom metabolik belum
sepenuhnya terkuak. Fakotr-faktor yang terbukti berpengaruh pada resistensi insulin ini, meliputi
faktor genetik, penggunaan karbohidrat dan gula secara berlebihan, penggunaan asam lemak
jenuh yang berlebihan, sementara asam lemak esensial terlalu sedikit, ketidakseimbangan antara
kalsium dan magnesium, penggunaan stimulant dan obat tertentu, serta stres.
Bukti campur tangan komponen genetik diperoleh berdasarkan hasil kajian keluarga yang
menunjukkan bahwa komponen sindrom metabolik sangat meungkin dimiliki seorang pengidap
obesitas jika orang tuanya merupakan penyandang diabetes, hipertensi, atau keduanya.
Prevalensi kembar monozigot dalam menampakkan komponen sindrom ini lebih tinggi
ketimbang kembar dizigot.
Karbohidrat adalah penyumbang kelimpahan insulin, teruatam akibat penggunaan refined
sugar secara berlebihan dalam jangka panjang. Kelimpahan asam lemak jenuh, khususnya
ketakselarasan perbandingan antara asam-asam lemak bebas (omega 3 dna omega 6),
mengakibatkan ketidaknormalan membrane sel yang pada akhirnya menghambat masuknya
molekul glukosa ke dalam sel.
Magnesium ialah mineral yang banyak berperan dalam berbagai kegiatan metabolik,
seperti relaksasi otot dan saraf, pencernaan lemak, aktivitas normal kelenjar tiroid, penurunan
kadar kolesterol, dan lain-lain. Terkikisnya magnesium langsung memicu konstriksi pembuluh
darah, mengakibatkan peninggian tekanan darah serta perangsangan sistem saraf secara
berlebihan. Magnesium juga merupakan komponen penting dalam pembentukan insulin, di
samping insulin itu sendiri berperan aktif dalam proses ambilan (uptake) mineral ini ke dalam
sel. Resistensi insulin mengurangi penyerapan magnesium yang ikut memicu hiperaktivitas sel
yang pada gilirannya kelak akan menambah beban resistensi insulin. Kelebihan glukosa dalam
darah menyebabkan pertambahan ambilan kalsium ke dalam sel. Pertambahan ambilan kalsium
yang dibarengi pengurangan ambilan magnesium akan mengganggu keseimbangan kalsium-
magnesium. Dampak dari dominasi ion kalsium ialah perangsangan sel secara berlebihan oleh
kalsium, mengakibatkan hipersentivitas sel.
Stimulan, seperti kopi, teh, minuman ringan, alkohol, dan rokok, mampu meningkatkan
kadar gula darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Alkohol memang mengandung
gula sehingga konsumsi minuman ini akan cepat sekali meningkatkan kadar gula darah.
Kandungan gula dalam minuman ringan akan segera meningkatkan sekresi insulin. Kopi dan
rokok akan merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan adrenalinyang selanjutnya tentu
saja meningkatkan tekanan darah.
Selain itu masih ada obat lain yang mampu memperberat resistensi insulin. Preparat yang
dimaksud adalah NSAID (nonsteroid anti-inflamation drug), steroid, diuretik, dan β-blocker.
NSAID mengacaukan keseimbangan prostaglandin dalam tubuh sehingga mengganggu
permeabilitas sel. Steroid mengganggu keseimbangan hormon-hormon alami tubuh dan membuat
orang menjadi agresif, si samping menggiatkan sistem saraf simpatis. β-blocker meningkatkan
defisiensi magnesium yang telah ada karena obat ini akan meningkatkan ekskresi magnesium.
Sementara itu, diuretik memperparah keadaan karena perangainya, yaitu memicu ekskresi
banyak mineral, salah satunya ialah magnesium, ketidakseimbangan kalsium-magnesium
merupakan salah satu dampak yang selalu dicemaskan.
Respon tubuh terhadap stres juga berupa peningkatan tekanan darh dengan begitu cepat,
respons ini sesungguhnya mempunyai tujuan yang sangat alami, yaitu berupa fight atau flight.
Jika stres berlangsung kronis, tekanan darah yang telah tinggi itu pun akan terus bertahan tinggi
selama stres tersebut belum teratasi.
Peran obesitas sentral dalam menumbuhkan sindrom metabolik tercantum pada kriteria
yang dipatok oleh NCEP/ ATP III maupun WHO. Meskipun nilai BMI subjek belum terekam
pada kriteria obesitas, ketidaknormalan ukuran lingkar pinggang telah terbukti kaitannya dengan
risiko hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan sindrom metabolik. Lokasi jaringan lemak
menjadi faktor penentu prekembangan resistensi insulin. Massa lemak intraperitoneal berkorelasi
paling kuat dengan resistensi insulin, kadar VLDL dan apolipoprotein B, serta produksi VLDL
oleh hati.7,9
Tabel 4. Kriteria sindrom metabolik.10
NCEP/ATP III
Tiga dari kriteria berikut
WHO
Disglisemia [DM tipe 2, gula darah puasa
terganggu, TGT (toleransi glukosa
ternganggu), atau resistensi insulin] + 2
kriteria berikut
Lingkar perut > 88 cm (perempuan) dan >
102 cm (laki-laki)
BMI > 30 dan/ atau rasio pi-pa > 0,9 (laki-
laki) dan > 0,85 (perempuan)
Trigliserida ≥ 150 mg/dL Trigliserida ≥ 150 mg/dL
HDL <40 mg/dL (L), <50 mg/dL (P) HDL <35 mg/dL (L), <39 mg/dL (P)
Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
Gula darah puasa ≥ 110 mg/dL Mikroalbuminuria (ekskresi albumin urin
>20 ug/menit) dan rasio albumin
/kreantinin ≥30 mg/g
Meskipun obesitas bukanlah penyebab resistensi insulin (obesitas hanyalah salah satu
kontributor bagi resistensi insulin), penanganan sindrom metabolik diarahkan pada penurunan
berat badan. Beberapa zat suplementer (vitamin dan mineral) terbukti berkhasiat memekakan
insulin, yaitu vitamin E, biotin, kalsium, kalium, kromium, magnesium, vanadium, dan seng. Di
samping itu, ada pula lemak tertentu yang dapat memperbaiki permeabilitas membran sel
terhadap insulin serta zat-zat gizi yang mengoptimalkan metabolisme glukoas, asam amino lain
yang masih terkait ialah glutathione dan L-arginin.6
Konsep penanganan sindrom metabolik adalah eliminasi faktor yang menyebabkan atau
melatarbelakangi sindrom ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian,
tahapan penanganan sindrom metabolik boleh diterjemahkan ke dalam lima tahap pereduksian
pengaruh resistensi insulin: (1) mengurangi asupan karbohidrat dan gula, (2) metabolic typing,
(3) mengembalikan keseimbangan asam lemak esensial, (4) mereduksi stress, dan (5) mulai
menggunakan suplemen.
Pengurangan asupan gula berarti menyantap gula olahan (refined sugar), alkohol,
minuman ringan, stimulan, dan karbohidrat berindeks glikemis tinggi. Seluruh bahan berbasis
karbohidrat hendaknya diganti dengan sayur dan buah berindeks glikemik rendah.diet yang
mengandung 50-60% kalori dari karbohidrat merupakan anjuran baku bagi diabetes tipe 2 dan
pengidap sindrom metabolik.
Penyeimbangan asam lemak esensial terbukti meningkatkan asupan omega 3 secara
bermakna, sementara metabolic typing berguna untuk menakar kemampuan genetik diabetes
dalam memproses glukosa. Pemberian suplemen berguan untuk menggenapkan kekurangan
elemen kelumit utamanya, berperan dalam pemekaan insulin.
Dosis suplementasi kalsium ditakar sebanyak 600 mg/hari, kromium dibatasi sekitar 400-
800 ug/hari, magnesium ditetapkan sebesar 200-400 mg/hari, vanadium hanya 5 mg/hari, dan
seng cukup 30 mg/hari. Sementara itu, suplementasi asam eikosapentanoat (eicosapentanoic
acid, EPA) dianjurkan sebanyak 3-6 g/hari dalam dosis terbagi, konjugat asam linoleat sebesar 2
g tiga kali sehari yang diminum saat makan, asam lipoat 300-1200 mg/hari dalam dosis terbagi,
koenzim Q10 100 mg/hari, L-karnitin dan taurin masing-masing 500 mg 2 kali sehari. Vanadil
sulfat juga merupakan elemen kelumit yang terkait dengan pengaturan gula darah.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Obat-obatan dapat dipakai sebagai bagian pengaturan berat badan. Obat yang dapat diberikan
adalah sibutramin dan orlistat. Sibutramin bekerja disentral memberikan efek mengurangi
asupan energi melalui efek memberikan rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran
energi. Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek penurunan berat badan
pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktifitas fisik,
memperbaiki kolesterol HDL dan kadar trigliserida.
Untuk hipertensi pada sindrom metabolik, dapat digunakan golongan ACE-inhibitor yang
memiliki makna dalam meregresi hipertrofi ventrikel. Selain itu, valsartan sebagai
penghambat reseptor angiotensin dapat mengurangi mikroalbuminuria yang diketahui
sebagai faktor risiko independen kardiovaskular. Tiazolidindion juga memilki pengaru
persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan
metformin juga dapat menurunkan kadar asam lemak bebas.
Koreksi level LDL-C dan HDL-C: penatalaksanaan untuk meningkatnya nilai LDL-C
mencakup semua golongan statin (3-hydroxy-3-methylgluraryl coenzym A [HMG-CoA]
reductase inhibitor). Sedangkan terapi untuk kadar HDL-C yang turun masih kontroversial,
tetapi direkomendasikan untuk mengubah pola diet atau olahraga yang mengandung niacin.
Koreksi trigliserida: jika modifikasi gaya hidup gagal, terapi medis menggunakan niacin
(gemfibrozil) dan fibrat ( asamfenofibrate/ fenofibric). Penambahan asam lemak Omega 3
dapat membantu menurunkan angka trigliserida
Koreksi hiperglisemia: terapi farmakologi untuk pasien dengan sindrom metabolik biasanya
dimulai dengan insulin-sensitizing agent seperti metformin. Dapat juga diberikan peroxisome
proliferator-actived receptor antagonist seperti fibrate dan thiazolidinedion yang masing-
masing dapat menghasilkan perubahan metabolik pada pasien dengan sindrom metabolik.
Pencegahan gangguan kardiovaskular: terapi menggunakan aspirin merupakan pencegahan
primer pada resiko komplikasi kardiovaskular
Terapi alternatif: terapi menggunakan ramuan herbal dari China seperti ginseng, berberine,
dan labu pahit menunjukan perubahan metabolik yang menguntungkan, tetapi trial klinik
diperlukan untuk melihat keamanan.11
Non medikamentosa
1. Latihan Fisik
Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh, dan
merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan
kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap
sensitivitas insulin terjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari. Jadi aktivitas
fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensi insulin.
Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan derajat aktifitas fisiknya.
Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien menjalani latihan fisik sedang secara teratur
dalam jangka panjang. Aktivitas fisik aerobik intensitas sedang ditambah selama 30-60 menit
ditambah dengan peningkatan aktivitas dalam gaya hidup sehari-hari seperti berjalan cepat,
berjalan saat istirahat kerja, berkebun,atau mengerjakan perkerjaan rumah. Kombinasi latihan
fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dorong latihan
tahanan 2 hari/ minggu Sarankan program yang diawasi secara medis untuk pasien beresiko
tinggi. Dengan menggunakan dumbbell ringan dan elasticexercise band merupakan pilihan
terbaik untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam
perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki-laki tanpa
mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.12
2. Perubahan Pola Hidup
Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database mendukung peranan
intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari suatu
studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan
penurunkan tekanan darah. Hasil dari studi klinis, diet rendah lemak selama lebih dari 2
tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan
menurunkan angka kematian total.
Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), pasien
yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggi karbohidrat terbukti mengalami
penurunan tekanan darah yang berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.target.
Studi dari the Coronary Artery Risk Development in Young Adults mendapatkan bahwa
konsumsi produk-produk rendah lemak dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom
metabolik yang bermakna. Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar
trigliserida dan menurunkan kadar. HDL kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia.
Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada
pasiendengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan
makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau
asupan karbohidrat yangmempunyai indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola diet
Mediterrania yang terbukti dapat menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular. Suatu studi
menunjukkan adanya korelasi antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-bijian dan
kentang. Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan
dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka panjang dari diet
rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka pendek, terbukti dapat
menurunkan kada trigliserida, meningkatkan kadar HDL-cholesterol dan menurunkan berat
badan. Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makanan
yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang banyak
mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar
glukosa post prandial dan insulin.
3. Diet
Kelebihan berat badan 10 kg setara dengan 80000 kkal yang tersimpan. Mayoritas orang
dengan aktivitas sedang akan kehilangan berat badannya jika asupan energinya dikurangi
500-1000 kkal. Akan tetapi diet untuk menurunkan berat bersifat individual. Untuk
mengoreksi obesitas dalam jangka waktu panjang membutuhkan perubahan permanen dari
kebiasaan makan seseorang.
Banyak orang dengan obesitas grade 1 tidak membutuhkan diet rendah kalori yang
spesifik. 10 kata kunci untuk perubahan diet pada obesitas:
- Masukkan porsi buah dan sayuran yang banyak
- Masukkan porsi besar makanan yang mengandung zat tepung
- Jangan tambahkan gula pada minuman dan hindari minuman bersoda
- Jangan makan porsi besar daging
- Gunakan mentega tipis-tipis pada roti, atau ganti ke mentega rendah lemak
- Hindari mengemil diantara jam makan, jika perlu makanlah buah
- Hindari makanan yang digoreng
- Pilih keju dengan lemak lebih rendah dan makanlah lebih sedikit
- Jangan makan kue dan biskuit sebagai bagian dari rutinitas.
- Ganti ke susu rendah lemak (terutama skimmed milk)
Pendekatan makan sehat ini juga dapat diterapkan pada obesitas grade 2 atau 3, ditambah
dengan menentukan pembatasan asupan energi spesifik untuk memastikan penurunan berat
badan berkelanjutan.
Jumlah energi dari diet penurun berat badan dihitung dari estimasi kebutuhan energi
seseorang dari kecepatan metabolisme basal dikali dengan level aktivitas fisik yang sesuai.
Asupan energi harian harus lebih rendah 500 sampai 1000 kkal untuk memperoleh penurunan
berat badan yang memuaskan. Karena penghitungan ini menggunakan berat badan, maka
ketika berat badan turun harus dihitung kembali.12
Asupan energi dari diet dapat dikurangi dengan: menghilangkan gula dan produk yang
mengandung gula; menghilangkan/membatasi alkohol; membatasi asupan lemak dan
makanan tinggi lemak; dan mengurangi asupan makanan lainnya. Mempertahankan nutrisi
yang adekuat dan memastikan asupan protein, vitamin dan mineral sangat penting.
Rasa lapar yang berlebihan dapat dihindari dengan: meningkatkan asupan buah dan
sayuran; makan roti dan sereal wholegrain dan wholemeal; mulai makan dengan sup atau
segelas air (hal ini membantu untuk orang yang terbiasa untuk makan dalam porsi besar); dan
meminum kopi dan teh yang tidak manis, atau minuman rendah kalori.
Jangan menyarankan penurunan berat badan yang cepat, karena bukan hanya lemak yang
dimetabolisme tetapi juga otot dan glikogen yang disimpan di otot dan hati juga terkuras.
Kehilangan berat badan yang cepat dengan diet sangat rendah energi terjadi karena
metabolisme dari glikogen serta diuresis air dan natrium yang menyertainya. Ketika asupan
energi dikembalikan, simpanan glikogen digantikan kembali dan berat badan bertambah.
Terapi Bedah
Bedah telah digunakan untuk mengobati obesitas grade 3 (obesitas morbid), tetapi karena
risiko yang terkait, semua metode penurunan berat badan lain harus dicoba terlebih dahulu.
Operasi bypass intestinal, dapat menyebabkan diare kronik karena malabsorbsi, anemia,
defisiensi vitamin dan kerusakan hati. Gastric reduction procedures mengurangi ukuran gaster,
sehingga membatasi jumlah makanan yang masuk dalam satu waktu. Prosedur bedah terbaru
yang dikembangkan adalah laparoscopic insertion of gastric band, yang mempertahankan
penurunan berat badan selama 6 tahun. Jaw wiring membatasi kecepatan makanan dapat
dikonsumsi dan konsistensinya. Hal ini dapat berhasil pada beberapa situasi, tetapi bukan solusi
yang permanen.12
Prognosis
Bila penanganan pada obesitas II baik dengan menjaga pola hidup dan penatalaksanaan
yang baik, prognosisnya akan baik. Namun, keberhasilan 10% penurunan berat badan saja sudah
merupakan kemajuan besar bagi penderita obesitas II karna untuk menurunkan berat badan yang
sangat besar benar-benar membutuhkan perubahan besar pula. Pasien harus menjaga pola hidup
disertai diet dan olahraga serta terapi obat-obatan yang dianjurkan.
Kesimpulan
Status gizi seseorang diklasifikasikan berdasarkan hasil perhitungan indeks massa tubuh
(IMT) dan rasio lingkar pinggang:panggul/ waist to hip ratio (WHR). Untuk mengetahui dan
mengatur jumlah kalori dari asupan makanan seseorang, dapat dihitung kebutuhan kalori/ energi
per harinya. Penatalaksanaan pasien obesitas dengan cara diet, olahraga, dan pengubahan
perilaku. Namun, apabila belum berhasil, dapat dilakukan tindakan farmako terapi dengan
pemberian obat anti-obesitas dan juga terapi pembedahan. Obesitas dapat mengakibatkan
komplikasi yang disebut dengan sindrom metabolik, yaitu kumpulan gangguan medis yang
meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus tipe 2. Untuk itu
diperlukan penatalaksaan bagi penderita obesitas agar mencegah timbulnya sindrom metabolic
dan meningkatkan angka harapan hidup serta kualitas hidup pasien.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At A Glance: Anamesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.32-3.
2. Sastroamidjojo S, Lestiani L, sukmaniah S, Sayogo S, Titus J, Lukito W, et al. Pegangan penatalaksanaan nutrisi pasien. Jakarta: Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia; 2000.
3. Piliang S, Bahri C. Hiperkortisolisme. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V FKUI. 2009.h .1922 -2068.
4. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.93-7,107-8,173-5.
5. Asmadi. Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.68-70,83-5.
6. Bonow RO, Eckel RH. 2003. Diet, Obesity, and Cardiovascular Risk, N Engl J Med 348; 21:2057-58
7. Escott-stump S. Nutrition and diagnosis-related care. North Carolina: Lippincott Williams & Wilkins. Fifth edition; 2000.p.436-9
8. Villareal DT, Apovian CM, Kushner RF, Klein S. Obesity in older adults: technical review and position statementof the American society for nutrition and NAASO, the obesity society. Am J Clin Nutr 2005;82:923–34.
9. Barasi ME. At a glance ilmu gizi. Jakarta: Erlangga; 2007.h.26,106-10.
10. Davet P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2004.h.54-5.
11. Vetter ML, Faulconbridge LF, Webb VL, Wadden TA. Behavioral and pharmacologic therapies for obesity. Nat Rev Endocrinol.2010 October; 6(10): 578-588.
12. Schteingart D. Gangguan Hipersekresi Adrenal. In : Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta: EGC; 2003.h.1237-1244.