Nurwahid Bab 1 3

25
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang telah dilakukan selama ini secara umum telah meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian pembangunan tersebut ternyata menimbulkan kesenjangan perkembangan antarwilayah. Belum meratanya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah mengakibatkan tumbuhnya daerah-daerah tertinggal. Karena fokus pembangunan mengutamakan pembangunan wilayah dan ekonomi yang ramai serta berada pada jalur distribusi utama maka wilayah yang berada di pedalaman kurang tersentuh pembangunan secara optimal. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pengembangan wilayah di tiap-tiap wilayah dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut. Hal ini akan menimbulkan suatu persaingan antardaerah dalam mewujudkan pembangunan prasarana fisik di daerahnya masing-masing. Pada akhirnya dengan persaingan ini pemerintah daerah akan lebih terpacu untuk membangun daerahnya dengan sebaik mungkin. Namun dalam pelaksanaannya banyak daerah yang belum mampu untuk membangun daerahnya secara optimal. Hal ini disebakan karena posisinya yang berada di pedalaman dan kurang strategis. Mereka dalam pembangunan jauh tertinggal jika dibandingkan daerah-daerah yang berada di jalur ramai dan posisi yang strategis. Daerah pedalaman sangat sulit berkembang karena posisinya yang jauh dari jalur silang distribusi perdagangan. Kondisi wilayah-wilayah yang masih relatif belum maju dan tertinggal sangat membutuhkan intervensi kebijakan pembangunan dari pemerintah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan

description

laporan akhir

Transcript of Nurwahid Bab 1 3

Page 1: Nurwahid Bab 1 3

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional yang telah dilakukan selama ini secara

umum telah meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Namun demikian pembangunan tersebut ternyata menimbulkan

kesenjangan perkembangan antarwilayah. Belum meratanya

pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah mengakibatkan

tumbuhnya daerah-daerah tertinggal. Karena fokus pembangunan

mengutamakan pembangunan wilayah dan ekonomi yang ramai serta

berada pada jalur distribusi utama maka wilayah yang berada di

pedalaman kurang tersentuh pembangunan secara optimal.

Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pengembangan

wilayah di tiap-tiap wilayah dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan

kebutuhan daerah tersebut. Hal ini akan menimbulkan suatu persaingan

antardaerah dalam mewujudkan pembangunan prasarana fisik di

daerahnya masing-masing. Pada akhirnya dengan persaingan ini

pemerintah daerah akan lebih terpacu untuk membangun daerahnya

dengan sebaik mungkin.

Namun dalam pelaksanaannya banyak daerah yang belum

mampu untuk membangun daerahnya secara optimal. Hal ini disebakan

karena posisinya yang berada di pedalaman dan kurang strategis. Mereka

dalam pembangunan jauh tertinggal jika dibandingkan daerah-daerah

yang berada di jalur ramai dan posisi yang strategis. Daerah pedalaman

sangat sulit berkembang karena posisinya yang jauh dari jalur silang

distribusi perdagangan.

Kondisi wilayah-wilayah yang masih relatif belum maju dan

tertinggal sangat membutuhkan intervensi kebijakan pembangunan dari

pemerintah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan

Page 2: Nurwahid Bab 1 3

2

kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pemerintah dalam rangka

mencapai sasaran meminimalisasi ketimpangan pembangunan

antarwilayah menempuh beberapa kebijakan, antara lain dengan

mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah

strategis dan cepat tumbuh melalui kerjasama antardaerah. Dengan

demikian wilayah-wilayah tertinggal itu terintegrasi dalam suatu sistem

wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangan

batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan

keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi. Upaya ini dapat

dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta

mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan

kerjasama antarsektor, antarpemerintah, dunia usaha, dan masyarakat

dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah.

Tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 bahwa kebijakan meminimalisasi

ketimpangan pembangunan dilanjutkan dengan melaksanakan suatu

program pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh. Program ini

bertujuan mendorong percepatan pembangunan kawasan-kawasan yang

memiliki potensi agar dapat mengoptimalkan pengembangan potensi

sumber daya alamnya untuk mendukung upaya peningkatan daya saing

kawasan dan produk-produk unggulannya di pasar domestik dan

internasional. Dengan begitu dapat mempercepat pembangunan ekonomi

wilayah, yang pada akhirnya diharapkan pula dapat mendorong dan

mendukung kegiatan ekonomi di wilayah-wilayah tertinggal dalam suatu

sistem kerjasama pengembangan ekonomi.

Dalam rangka mendukung peningkatan daya saing kawasan dan

produk-produk unggulan di pasar regional, nasional, dan global; kegiatan

pokok yang akan dilakukan untuk memfasilitasi pemerintah salah satunya

adalah harus adanya peningkatan kerjasama antarpemerintah daerah

melalui sistem jejaring kerja (networking) yang saling menguntungkan.

Kerjasama ini sangat bermanfaat sebagai sarana saling berbagi

Page 3: Nurwahid Bab 1 3

3

pengalaman (sharing of experiences), saling berbagi manfaat (sharing of

benefit), maupun saling berbagi dalam memikul tanggung jawab

pembiayaan pembangunan (sharing of burden) terutama untuk

pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana perekonomian

yang menuntut skala ekonomi tertentu sehingga tidak efisien untuk

dibangun di masing-masing daerah.

Pemerintah pusat juga mendorong dan memotivasi pemerintah

daerah untuk : (a) mengidentifikasi produk-produk ungulan; (b)

pengembangan informasi pasar bagi hasil-hasil produk unggulan; (c)

peningkatan pengetahuan dan kemampuan wirausahaan pelaku ekonomi;

(d) peningkatan akses petani dan pengusaha kecil menengah kepada

sumber-sumber permodalan; (e) perluasan jaringan informasi teknologi

dan pemanfaatan riset dan teknologi yang difokuskan untuk mendukung

produk unggulan; (f) pengembangan kelembagaan pengelolaan

pengembangan usaha. Selain itu juga melaksanakan usaha peningkatan

keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah tertinggal dengan wilayah-wilayah

cepat tumbuh dan strategis, terutama pembangunan sistem jaringan

transportasi antarwilayah.

Mantan Menteri Dalam Negeri, Mohammad Ma’ruf, (pidato

sambutan pada penandatanganan kesepakatan bersama antara

pemerintah daerah provinsi Sumatra Barat, Sumatra Utara, Riau, Jambi

dan Bengkulu) menyatakan bahwa hakikat penyelenggaraan

pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan

dan peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta peningkatan

daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan

keadilan. Pemerintah daerah dimungkinkan dapat lebih memaksimalkan

pengelolaan potensi sumber daya alam yang ada yang selanjutnya

diharapkan dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar untuk

kepentingan bersama, lebih-lebih apabila dilelola secara bersama-sama

Page 4: Nurwahid Bab 1 3

4

dibandingkan dengan dikelola secara sendiri-sendiri.

(www.jambi.go.id.7/8/2006).

Selanjutnya menurut M. Ma’ruf, alasan yang mendasari

dilaksanakan kerjasama antardaerah, yang pertama adalah aspek

kualitatif yang berkaitan dengan kewilayahan. Terabaikannya aspek

pertama ini nampak pada berbagai permasalahan yang muncul

kepermukaan, antara lain ;

1. Terjadinya konflik batas antardaerah, baik antarprovinsi,

kabupaten/kota maupun antara kecamatan dengan

desa/kelurahan. Hal ini berdampak pada kurang harmonisnya

hubungan antardaerah.

2. Terjadinya perebutan sumber daya alam yang terdapat

diwilayah perbatasan antardaerah.

3. Terjadinya tumpang tindih pengeluaran perizinan pengelolaan

sumber daya alam, pengeluaran surat keterangan dan bukti

hak atas tanah yang terdapat diwilayah perbatasan

antardaerah.

4. Terjadinya konflik sosial masyarakat yang mengakibatkan

terganggunya ketertiban umum.

5. Kurang terorganisasinya dalam penanganan bencana,

ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan

perundang-undangan .

Kedua, peran strategis pemerintah daerah dalam mewujudkan

tertib penyelenggaraan pemerintahan, sebagaimana disebutkan dalam

Undang Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

bahwa pemerintah daerah merupakan pemerintahan yang langsung

memberikan pelayanan kepada masyarakat, selanjutnya sesuai dengan

kewenangannya , bahwa pemerintahan daerah yang mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Page 5: Nurwahid Bab 1 3

5

masyarakat. Salah satu bentuk tertib penyelenggaraan fungsi-fungsi

pemerintah daerah antara lain :

1. Adanya keserasian hubungan antarpemerintah daerah.

2. Terwujudnya ketentraman, ketertiban umum, persatuan dan

kesatuan serta terciptanya pola hubungan koordinasi

antarpemerintah daerah sesuai dengan hak, kewajiban serta

kewenangannya masing-masing dalam penyelenggaraan

pemerintahan.

3. Terwujudnya integrasi, sinkronisasi dan sinergi program

pembangunan antarpemerintah daerah.

4. Tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,

5. Efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Dengan adanya kerjasama ini masing-masing pemerintah daerah

ada saling keterikatan untuk melakukan kerjasama diberbagai bidang,

sehingga kesempatan kerjasama di berbagai bidang, sehingga

kesempatan kerjasama ini akan dapat menumbuhkembangkan semangat

untuk berusaha bagi para pengusaha dan bagi masyarakat di daerah

dalam menggali sumber daya daerah dan membangun daerahnya sendiri.

Disisi lain, para investor diharapkan akan menanamkan investasinya

untuk mengembangkan dunia usaha yang dapat meningkatkan

pertumbuhan perekonomian di daerah.

Berdasarkan dinamika pembangunan yang berkembang saat ini,

selaras dengan fenomena otonomi daerah yang sudah digulirkan masing-

masing wilayah berusaha mengejar ketertinggalannya yang juga

diimbangi dengan pemberian kewenangan kepada daerah yang cukup

luas. Namun upaya mengejar ketertinggalan masing-masing daerah

otonom ini (Kabupaten) sering terjadi perbedaan dalam menyikapi

fenomena ketertinggalan yang ada diantara daerah otonom, yang menjadi

sangat kelihatan ketika daerah tersebut berdekatan.

Adanya permasalahan perbedaan sikap dan kepentingan

beberapa daerah ini memunculkan wacana regionalisasi dalam upaya

Page 6: Nurwahid Bab 1 3

6

menyatukan sikap untuk pembangunan yang lebih terpadu dan terencana.

Dalam hal ini konsep regionalisasi pengembangan ekonomi

Banjarkebuka (Banjarnegara, Kebumen, Pekalongan) merupakan

konsep untuk menyelesaikan masalah ketertinggalan pada 3 (tiga)

kabupaten dengan membuka akses jalan dari wilayah utara Jawa Tengah

menuju ke wilayah selatan Jawa Tengah melalui jalur tengah-tengah Jawa

Tengah. Konsep ini otomatis akan mempengaruhi semua sektor

perekonomian rakyat di 3 (tiga) kabupaten tersebut.

Secara geografis Kabupaten Banjarnegara, Kebumen dan

Pekalongan merupakan wilayah Jawa Tengah bagian tengah yang

mempunyai potensi alam yang menjanjikan dan potensiil untuk

dikembangkan dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat,

pendapatan masyarakat serta pengembangan ekonomi regional wilayah

tengah–tengah sebagai jalur regional pengembangan kawasan.

Permasalahan yang dihadapi adalah sulitnya sarana prasarana

transportasi yang menghubungkan 3 (tiga) wilayah tertinggal tersebut

dengan wilayah yang lebih maju karena harus menempuh jalur memutar

sehingga memerlukan biaya yang lebih besar. Luasnya wilayah

menyebabkan distribusi penduduk tidak merata sehingga kepadatan

penduduk relatif rendah dan tersebar. Selain itu kendala dari pemerintah

sendiri adalah belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal

oleh pemerintah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan daerah

secara langsung, pembangunan lebih diprioritaskan pada wilayah-wilayah

yang berada di jalur ramai. Maka dapat disimpulkan bahwa dukungan

dalam pengembangan wilayah tertinggal ini masih kurang dan sangat

kecil.

Dalam kerangka pembangunan Jawa Tengah yang saat ini masih

memprioritaskan pengembangan Kawasan Pantura dan Kawasan

Selatan-Selatan, maka penanganan Kawasan Tengah-Tengah akan

mampu memberikan dukungan yang signifikan bagi pemerataan dan

keseimbangan pertumbuhan antarwilayah. Potensi Kawasan Tengah-

Page 7: Nurwahid Bab 1 3

7

Tengah yang potensial dapat dikembangkan adalah pariwisata,

agroindustri, industri kerajinan, industri makanan khas serta industri jasa.

Kawasan ini merupakan kawasan pengembangan daerah penyangga

kawasan pembangunan Yogyakarta-Surakarta-Semarang (Joglosemar)

dan kawasan kerjasama Banjarnegara-Purbalingga-Banyumas-Cilacap-

Kebumen (Barlingmascakeb) yang secara ekonomis mampu memberikan

konstribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

pengembangan ekonomi regional.

Penulis ingin meneliti sejauh mana kesiapan pemerintah daerah

Kabupaten Banjarnegara dalam mewujudkan kerjasama antardaerah

dengan melaksanakan program pengembangan wilayah. Dalam penelitian

ini penulis mengambil judul: “UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM MELAKSANAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN BANJARNEGARA”.

1.2. Permasalahan Penelitian 1.2.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis mengidentifikasikan

beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain :

1. Belum optimalnya pengembangan wilayah di Kabupaten

Banjarnegara.

2. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tengah

Provinsi Jawa Tengah oleh pemerintah provinsi.

3. Sulitnya pemasaran produk-produk hasil pertanian dan industri

di wilayah tengah.

4. Potensi ekonomi di wilayah tengah belum diolah secara

optimal.

5. Belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk

pengembangan wilayah-wilayah ini.

Page 8: Nurwahid Bab 1 3

8

1.2.2. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini penulis memfokuskan

pada upaya pengembangan wilayah fisik yang dilaksanakan oleh

pemerintah daerah di Kabupaten Banjarnegara.

1.2.3. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang ingin diambil penulis yaitu :

1. Apa langkah-langkah yang dilaksanakan oleh Pemerintah

Kabupaten Banjarnegara dalam melaksanakan

pengembangan wilayah?

2. Bagaimana tingkat keberhasilan program pengembangan

wlayah tersebut?

3. Apa saja dampak pelaksanaan pengembangan wilayah di

Kabupaten Banjarnegara?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan

Tujuan penulis mengadakan penelitian ini, antara lain :

1. Mengetahui langkah-langkah yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Kabupaten Banjarnegara dalam melaksanakan

pengembangan wilayah?

2. Mengetahui tingkat keberhasilan program pengembangan

wlayah tersebut?

3. Mengetahui dampak pelaksanaan pengembangan wilayah di

Kabupaten Banjarnegara?

Page 9: Nurwahid Bab 1 3

9

1.3.2. Kegunaan

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang

cukup besar terutama apabila ditinjau dari dua dimensi kegunaan

penelitian yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

1. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis bertujuan agar melalui penelitian ini diperoleh

suatu manfaat teoritis menyangkut pembangunan

perekonomian melalui kerjasama antardaerah.

2. Kegunaan Praktis

Memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah

terutama Bupati Banjarnegara dalam rangka menyiapkan

langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan

program kerjasama antardaerah

Page 10: Nurwahid Bab 1 3

10

BAB II PENDEKATAN MASALAH

2.1. Tinjauan Secara Teoritis 2.1.1. Pengertian Upaya

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata

“upaya“ yang oleh kebanyakan orang diartikan sebagai usaha yang

dilakukan seseorang untuk mewujudkan tujuan ataupun maksud dari apa

yang dikerjakan. Upaya merupakan sesuatu yang dilakukan oleh

seseorang mengenai hal-hal yang bertujuan untuk mengadakan

pembinaan sehingga informasi itu dapat diterima oleh seseorang atau

badan dalam rangka meningkatkan sumber daya yang dimiliki. Untuk lebih

jelasnya penulis mengambil beberapa pengertian dari beberapa sumber

yaitu:

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka

(1988:995) dijelaskan bahwa “upaya merupakan usaha, akal, ikhtiar untuk

mencapai sesuatu maksud dan memecahkan persoalan, mencari jalan

keluar”. Menurut Depdikbud dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia

(1989:98) dijelaskan bahwa “upaya merupakan suatu usaha atau ikhtiar

yang dilakukan untuk mencapai suatu maksud, atau sasaran dalam

memecahkan suatu persoalan”. Definisi upaya menurut Poerwadarminta

(1999 : 1132/1133) mengandung pengertian suatu usaha, akal, ikhtiar

untuk mencapai suatu maksud. sedangkan mengupayakan adalah

mencari akal (jalan) dan lain-lain”.

Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pengertian upaya

juga dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan secara sadar dan

terencana oleh setiap individu, masyarakat, dan pemerintah untuk

mencapai hasil yang optimal dan memuaskan sesuai dengan tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya. Dapat pula dikatakan bahwa upaya

merupakan suatu pola perilaku yang dilakukan oleh

Page 11: Nurwahid Bab 1 3

11

seseorang/sekelompok orang yang melaksanakan suatu usaha sesuai

dengan fungsi dan tugasnya yang telah ditetapkan suatu berpedoman

pada tujuan utama.

Dalam penelitian ini, pemerintah Kabupaten Banjarnegara

melakukan suatu upaya dalam melaksanakan pengembangan wilayah,

dengan maksud dan tujuan yang akan dicapai berkaitan dengan penataan

wilayah itu sendiri. Dalam hal ini penataan wilayah adalah unsur dasar

yang memungkinkan suatu daerah meningkatkan perokonomiannya demi

kesejahteraan masyarakat.

2.1.2. Program Pengembangan Wilayah

Wilayah dalam Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis

beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan

berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

Program Pengembangan Wilayah dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 adalah program yang

bertujuan mendorong percepatan pembangunan kawasan-kawasan

potensial agar dapat mengoptimalkan pengembangan potensi sumber

daya alamnya untuk mendukung upaya peningkatan daya saing kawasan

dan produk-produk unggulannya di pasar domestik dan internasional,

sehingga dapat mempercepat pembangunan ekonomi wilayah, yang pada

akhirnya diharapkan pula dapat mendorong dan mendukung kegiatan

ekonomi di wilayah-wilayah tertinggal dalam suatu sistem wilayah

pengembangan ekonomi. Selain itu program ini juga ditujukan untuk

mendorong dan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan

masyarakat di wilayah tertinggal yang tersebar di seluruh Nusantara,

termasuk di wilayah-wilayah yang dihuni komunitas adat terpencil.

Page 12: Nurwahid Bab 1 3

12

2.2. Tinjauan Secara Normatif

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974, tentang Pengairan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980, tentang Jalan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984, tentang Perindustrian

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990, tentang Kepariwisataan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan pembangunan Jangka Panjang 2005-2025

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985, tentang Jalan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985, tentang Perlindungan Hutan

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987, tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991, tentang Sungai

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Page 13: Nurwahid Bab 1 3

13

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, tentang Analisis Dampak Lingkungan

Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2000, tentang Irigasi

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah

Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 1 Tahun 2002 tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Banjarnegara Tahun 2001-2005

Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 10 Tahun 2002 tentang Rencana Strategis Kabupaten Banjarnegara

Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 22 Tahun 2002 tentang Pembentukan dan Penetapan Wilayah Kecamatan Di Kabupaten Banjarnegara

Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 1 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Page 14: Nurwahid Bab 1 3

14

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Nazir (1998:99) menyatakan, “ Desain penelitian adalah semua

proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian”.

Lebih lanjut Nasution (1996:40) menyatakan bahwa “desain penelitian

merupakan rencana tentang cara mengumpulkan data dan menganalisis

data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta sesuai dengan

tujuan penelitian itu”.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka yang dimaksud

dengan desain penelitian adalah merupakan suatu proses pengumpulan

dan analisis data yang berguna untuk memberi pegangan yang jelas

dalam menentukan batas-batas penelitian yang berkaitan dengan tujuan

penelitian.

Penulisan laporan akhir ini menggunakan metode penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif bersifat memaparkan situasi atau peristiwa.

Penelitian ini tidak menguji hipotesa ataupun membuat prediksi. Penelitian

ini menggunakan metode deskriptif untuk mendapatkan data yang

kemudian diarahkan kepada upaya pemecahan masalah yang didukung

oleh data yang telah dikumpulkan.

Usman dan Akbar (1998:4) menyatakan, “penelitian deskriptif

bermaksud membuat penginderaan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu”. Kemudian

ditambahkan oleh Nazir (1998:83) di dalam bukunya Metode Penelitian

mengatakan bahwa :

Deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada saat sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat suatu deskripsi, gambaran ataupun lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

Page 15: Nurwahid Bab 1 3

15

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diselidiki.

Sedangkan Mardalis (1995:26) mengemukakan bahwa :

Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan-kaitan antara variabel-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi-informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti. Penelitian semacam ini sering dilakukan oleh pejabat-pejabat guna mengambil kebijakan atau keputusan untuk tindakan-tindakan dalam melakukan tugasnya.

Menurut Soehartono (1999:35) dalam bukunya Metode Penelitian

Sosial mengemukakan bahwa penelitian tersebut meliputi :

1. Penelitian yang menggambarkan suatu karakteristik suatu masyarakat atau suatu kelompok tertentu.

2. Penelitian yang menggambarkan penggunaan fasilitas masyarakat misalnya untuk menggambarkan siapa saja yang memanfaatkan gelanggang remaja atau suatu karang taruna tertentu dan bagaimana karakteristik mereka.

3. Penelitian yang memperkirakan proporsi orang yang mempunyai pendapat, sikap atau bertingkah laku tertentu.

4. Penelitian yang berusaha untuk melakukan suatu ramalan. 5. Penelitian yang mencari hubungan antara dua variable atau

lebih.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode

penelitian deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan keadaan-

keadaan atau gejala-gejala dari obyek penelitian yang disusun secara

sistematis sesuai dengan teori yang ada untuk menarik kesimpulan dalam

upaya memecahkan masalah.

Metode penelitian kualitatif (Sugiyono, 2006:9) adalah “Metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan

untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya

adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai sarana instrument

Page 16: Nurwahid Bab 1 3

16

kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),

analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna dari pada generalisasi.

Disamping itu penulis juga menggunakan pendekatan induktif.

Asyari (1983:28) mengemukakan bahwa metode induksi memberikan cara

agar manusia dalam memecahkan suatu problematika, mulai dari mencari

fakta-fakta yang nyata dan murni dari pengalaman dalam masyarakat, dan

dari fakta-fakta ditarik kesimpulan yang bersifat umum.

Hal senada juga diungkapkan oleh Hadi (1991:42), “pendekatan

induktif yaitu berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa-peristiwa yang

kongkret kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa yang khusus ditarik

kesimpulan generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum”.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, penulis mengambil

kesimpulan bahwa metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan

induktif merupakan suatu usaha untuk menggambarkan suatu keadaan

atau gejala-gejala dari objek penelitian yang disusun secara sistematis

sesuai dengan teori yang ada dan menarik suatu kesimpulan yang bersifat

umum, sehingga dapat dirumuskan suatu masalah penelitian secara tepat

untuk diuji dalam penelitian lebih lanjut.

3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi

Arikunto (1998:115)” Populasi adalah keseluruhan subyek

penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada

dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian

populasi”. Sedangkan pengertian populasi menurut Sugiyono (1998:57)

adalah :

Wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diutamakan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang,tetapi juga benda-benda alam lainnya, dan populasi bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada

Page 17: Nurwahid Bab 1 3

17

obyek atau subyek yang dipelajari akan tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.

Menurut riset karangan Komarudin dalam analisis Mardalis

(1995:53) yang dimaksudkan dengan populasi adalah : “Semua individu

yang menjadi sumber pengambilan sampel yang kenyataannya populasi

itu adalah sekumpulan kasus yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang

berkaitan dengan masalah penelitian. Kasus-kasus tersebut dapat berupa

orang, barang, binatang, hal atau peristiwa”.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, oleh karena penelitian

dilakukan di Kabupaten Banjarnegara maka yang menjadi populasinya

adalah Pemerintah Kabupaten Banjarnegara yang terdiri atas Kepala

Daerah beserta perangkatnya, Kepala Bapeda dan perangkatnya serta

Sekretariat DPRD Kabupaten Banjarnegara.

3.2.2. Sampel

Pada dasarnya tidak semua yang ada harus diteliti dengan kata

lain penelitian dapat mengambil sampel yang dianggap dapat mewakili

populasi, tentang berapa persen populasi yang diambil dari suatu populasi

sebenarnya tidak ada pedoman yang mutlak, sehingga dalam

menentukan besarnya sampel saling berbeda tergantung pada

kekhususan populasi yang akan diteliti.

Pengertian sampel menurut Mardalis (1995:5) adalah: ”Sampel

berarti contoh yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi obyek

penelitian. Tujuan penentuan sampel ini untuk memperoleh keterangan

mengenai obyek penelitian dengan cara mengamati hanya sebagian dari

populasi suatu reduksi terhadap jumlah obyek penelitian”. Sedangkan

Arikunto (1996:104) menyatakan bahwa “sampel adalah sebagian atau

wakil dari populasi yang diteliti”.

Hal senada dikemukakan oleh Sugiyono (1998:457) bahwa

“sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

Page 18: Nurwahid Bab 1 3

18

populasi tersebut”. Sedangkan menurut Sudjana (1995:73)

mengemukakan :

Beberapa jenis sampel terdiri dari : 1. Probability samples terdiri dari :

a. Sampel acak (random sampling), biasa ditempuh melalui undian, tabel bilangan random, atau dengan acak sistematis (systematic random).

b. Stratified random, dilakukan dengan cara membuat lapisan-lapisan (strata), kemudian dari setiap lapisan diambil sejumlah subyek secara acak. Jumlah subyek dari setiap lapisan (strata) adalah sampel penelitian.

c. Sampel kelompok atau cluster samples, yakni sampel dalam bentuk kelompok, bukan individu. Misalnya kelas siswa, RT. Dalam cluster samples, nilai sampel adalah rata-rata kelompoknya bukan nilai individu unsur sampel.

d. Multi-stage sample, yakni mengambil sampel dengan menempuh beberapa tahapan sehingga memudahkan peneliti menetapkan jumlah unsur sampel. Biasanya random dilakukan pada setiap tahapan.

2. Non-Probability Samples terdiri dari : a. Accidental samples, yakni pengambilan unsur sampel secara

sembarangan sampai terpenuhi jumlah yang diinginkan. b. Quota sample, yakni seperti accidental samples, tetapi

dibuat dahulu lapisan-lapisan sampel. c. Purposive sample, yakni pengambilan unsur sample atas

dasar tujuan tertentu sehingga memenuhi keinginan dan kepentingan peneliti.

Sesuai dengan tujuan penulisan, penulis menggunakan teknik

purposive sample, yaitu teknik penarikan sampel yang bertujuan untuk

dilakukan dengan sengaja.

Adapun dasar penulis mengambil teknik purposive sample adalah:

1. Sampel merupakan perangkat Pemerintahan Daerah

Kabupaten Banjarnegara yang terkait dengan pelaksanaan

Program Pengembangan Wilayah.

2. Sampel merupakan figur pelaksana karena harus memimpin

langsung dan membawa misi bagi keberhasilan pelaksanaan

Program Pengembangan Wilayah di Pemerintah Kabupaten

Banjarnegara.

Page 19: Nurwahid Bab 1 3

19

3. Sampel merupakan pembuat dan pelaksana kebijakan Program

Pengembangan Wilayah.

Sehubungan dengan hal itu penulis menetapkan sampel dalam

penelitian ini adalah :

1. Bupati Banjarnegara 1

2. Wakil Bupati Banjarnegara 1

3. Sekretariat Daerah Banjarnegara 4

4. Kepala Badan Perencanaan Daerah 1

5. Kepala Dinas 1 6. Kabag Tata Usaha 1 7. Kabid Ekonomi dan Sosial Budaya 1 8. Kabid Kimpraswil dan SDA 1 9. Kabid Litbang, Evaluasi dan Pelaporan 1 10. Kasubbag Program dan Kepegawaian 1 11. Kasubbag Umum dan Keuangan 1 12. Kasubbid Ekonomi 1 13. Kasubbid Sosial Budaya 1 14. Kasubbid Kimpraswil 1 15. Kasubbid SDA 1 16. Kasubbid Litbang 1 17. Kasubbid Evaluasi dan Pelaporan 1 18. Sekretariat DPRD 2

Total 22

Jadi secara keseluruhan sampel yang diambil dalam penelitian ini

adalah 22 (dua puluh dua) orang yang berasal dari semua dinas/lembaga

teknis daerah serta pemerintah daerah baik Kepala daerah beserta

perangkat daerah maupun DPRD yang tekait dengan pelaksanaan

program pengembangan wilayah.

Page 20: Nurwahid Bab 1 3

20

3.3. Variabel Penelitian

Variabel dapat diartikan sebagai gejala yang bervariasi. Gejala

adalah sebagai objek penelitian itu sendiri, sehingga dapat disimpulkan

bahwa variabel penelitian adalah objek penelitian yang bervariasi.

Tabel 3.1.

Variabel Penelitian

Variabel Sub

variabel/dimensi Indikator

• Upaya Pemerintah

Daerah Dalam

Melaksanakan

Pengembangan Wilayah

di Kabupaten

Banjarnegara

• Pengembangan

Wilayah

• Penataan Kawasan

• Pengembangan

Pusat Pusat

Produksi

• Pengembangan

Jaringan

Transportasi

• Pengembangan

Fasilitas Utilitas

Lingkungan

• Pengembangan

Kawasan Prioritas

Sumber : RTRW Kabupaten Banjarnegara Tahun 2003

3.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Sumber Data

Adapun sumber data menurut Arikunto (1998:144),

mengemukakan :

Sumber data adalah subyek darimana data yang diperoleh. Untuk mempermudah mengidentifikasi sumber data, perlu diklasifikasikan menjadi tiga dengan huruf depan p singkatan dari Bahasa Inggris, yaitu :

Page 21: Nurwahid Bab 1 3

21

1. Person, sumber data berupa orang, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket.

2. Place, sumber data berupa tempat, yaitu berupa sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak.

3. Paper, sumber data berupa simbol, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau simbol-simbol lain.

Musa dan Nurfitri (1998:39), Data Primer adalah: “Data yang

dikumpulkan dari tangan pertama dan diolah oleh suatu organisasi dan

perorangan. Sedangkan menurut Moleong (2001:112): “Kata-kata dan

tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai merupakan sumber

utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui

perekaman video/audio tape, pengambilan foto, atau film”.

Musa dan Nurfitri (1998:39), Data Sekunder adalah: “Data yang

diperoleh dari suatu organisasi atau perusahaan yang berasal dari pihak

lain yang telah mengumpulkan dan mengolahnya. Data sekunder

diperoleh secara tidak langsung dari objek yang diteliti”.

Penulis dalam melakukan penelitian ini mengidentifikasikan dua

jenis data, yaitu:

1. Data primer, antara lain:

a. Informan, yaitu orang-orang yang memberikan data berupa

kata-kata yang berkaitan serta mengetahui dan mengerti

masalah yang sedang diteliti.

b. Perpustakaan sebagai sumber data dalam bentuk buku-

buku, diktat, serta peraturan pemerintah baik berupa

undang-undang atau peraturan lainnya.

c. Arsip sebagai sumber data dalam bentuk dokumen-

dokumen, peta dan naskah penting lainnya.

2. Data sekunder, yaitu sumber data yang berfungsi sebagai

pelengkap yang biasa diperoleh dari berbagai sumber, seperti

arsip-arsip serta dokumen yang menunjang penelitian.

Page 22: Nurwahid Bab 1 3

22

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi

tentang keadaan sebenarnya dilapangan. Menurut Nazir (1998:22),

“Pengumpulan data merupakan suatu proses pengadaan data primer

untuk keperluan penelitian”. Untuk memperoleh data serta informasi yang

relevan dengan fokus penelitian, maka penulis menggunakan teknik

pengumpulan data yang berupa: wawancara dan dokumentasi.

1. Wawancara

Nazir (1999:234), Wawancara yaitu:

“Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara)”. Arikunto (1998:145), menyatakan, “Wawancara atau kuesioner

lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk

memperoleh informasi dari terwawancara”. Wawancara ini dimaksudkan

untuk memperoleh informasi secara langsung dari responden, dengan

daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Wawancara ini

dilakukan secara mendalam yang bersifat terarah dan tidak terarah. Untuk

wawancara tidak terarah dilakukan secara bebas kepada responden

dalam memberikan keterangan umum dan tidak terduga yang tidak

diketahui bila ditanyakan dengan wawancara tercatat.

2. Dokumentasi

Arikunto (2002 :135), Dokumentasi adalah metode yang

dilaksanakan oleh peneliti untuk menyelidiki benda-benda tertulis seperti

buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,

catatan harian dan sebagainya. Dokumentasi yaitu pengumpulan data

yang dilakukan dengan melihat dokumen atau catatan-catatan dalam

bentuk apapun yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Berupa catatan,

buku, surat dan per-Undang Undangan yang ada relevansinya dengan

masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

Page 23: Nurwahid Bab 1 3

23

3.5. Teknis Analisis Data

Analisis data menurut Nazir (1988:405) adalah :

Merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah karena dengan analisislah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian… beberapa tingkatan kegiatan perlu dilakukan , antara lain memeriksa data mentah sekali lagi, membuatnya dalam bentuk tabel yang berguna, baik secara manual, ataupun menggunakan komputer.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian menurut Marzuki

(1995:87) adalah

“…dapat secara non statistik dan secara statistik. Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan analisis non statistik (bukan uji korelasi) yang dilakukan dengan membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia kemudian dilakukan uraian dan penafsiran”. Kendatipun demikian peneliti dalam proses analisanya tidak

berarti tidak menggunakan angka-angka dan perhitungan, namun tidak

berkaitan dengan ilmu statistik murni, hanya statistik deskriptif. Hal

tersebut mengingat di dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah

metode penelitian deskriptif, sehingga “dalam pengolahan dan analisis

data, lazimnya menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif

(statistic deskriptif)”. Faisal (1995:20-21).

Statistik deskriptif diartikan oleh Zanten (1994:1) sebagai “Bidang

Ilmu Pengetahuan Statistika yang mempelajari tata cara penyusunan dan

penyajian data yang dikumpulkan dalam suatu penelitian”.

Dari beberapa pengertian tersebut peneliti mengambil kesimpulan

bahwa melalui analisa data, maka data yang diperoleh, diharapkan akan

memberikan gambaran secara deskriptif. Sehingga mempermudah

interpretasinya dalam rangka memberikan jawaban atas permasalahan

atau sesuatu yang diketahui.

Untuk menyusun data pada fokus tertentu dan pola tertentu sesuai

konteksnya, maka digunakan langkah-langkah atau proses yang ditempuh

dalam penganalisaan data. Langkah-langkah atau proses analisa data

Page 24: Nurwahid Bab 1 3

24

yang dimaksudkan sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong

(1995:190) bahwa :

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari hasil wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya… setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun ke dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding. Tahap akhir dari analisis data adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data…mulailah kini tahap penafsiran data.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti akan

melakukan tahap-tahap atau langkah-langkah analisis data sebagai

berikut :

1. Mereduksi data, yaitu dengan memilah data pokok yang sesuai

dengan fokus penelitian, kemudian mencari tema untuk

memberikan gambaran yang lebih tajam terhadap pengamatan,

serta mempermudah pencarian sewaktu-waktu, atau dengan

kata lain data diklasifikasikan atau dikelompokkan sesuai

dengan masalahnya.

2. Displai data, yaitu data yang diperoleh dibuat dalam bentuk

tabel agar dapat dilihat gambaran secara keseluruhan

selanjutnya untuk mempermudah dalam pengambilan

kesimpulan yang tepat.

3. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi, yaitu mencoba menarik

kesimpulan walaupun sementara, kabur dan belum jelas, akan

tetapi sangat mendukung sekali dalam pengambilan

kesimpulan. Verifikasi dilakukan dalam mengumpulkan data

yang baru.

Page 25: Nurwahid Bab 1 3

25

3.6. Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan penelitian di daerah

Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah, dari tanggal 2 Januari

2008 sampai dengan 2 Februari 2008. Seperti tabel berikut :

Tabel 3.2

Jadwal Kegiatan Penelitian dan Penyusunan Laporan Akhir Wasana Praja Tahun Akademik 2006/2007

Sumber : Bidang Pengajaran Institut Pemerintahan Dalam Negeri Tahun 2007

keterangan :

: Pelaksanaan

Waktu Kegiatan Penelitian Laporan Akhir

2007 2008 No Kegiatan

Nov Des Jan Feb Mar Apr

1 2 3 4 5 6 7 8

1. Rancangan

Proposal

2. Pengajuan

Proposal

3.

Penelitian

Lapangan dan

Pengumpulan

Data

4.

Pengolahan

Data dan

Penyusunan

Laporan Akhir

5.

Pengajuan

dan

Bimbingan

Laporan Akhir

6.

Pengumpulan

Laporan Akhir

Ujian Lisan

Komprehensif