Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul...

91
v Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul Skripsi Lampiran : Satu (1) buah proposal skripsi, out line dan daftar pustaka sementara Kepada Yth Bapak Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA Koordinator Teknik Non Reguler Fakultas Syari’ah dan Hukum Di Tempat Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Teriring salam di atas saya do’akan semoga Bapak berada dalam keadaan sehat wal’afiat dan selalu berada dalam lindungan Allah SWT, serta sukses selalu dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Amin Ya Rabbal’alamin Sehubungan dengan telah terpenuhinya jumlah SKS sebagai salah satu syarat dalam menulis skripsi maka dari itu, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ahmad Sonifuniam NIM : : 204044103018 Jurusan / Prodi : Ahwalus’syaksiyah / Peradilan Agama Semester : VIII Untuk itu saya menulis skripsi sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Hukum Islam (SHI). Adapun Judul yang saya ajukan adalah “Analisis Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ Hewan Bagi Kepentingan Obat-Obatan dan Kosmetika”. Sebagai bahan pertimbangan untuk bapak maka saya lampirkan satu (1) buah proposal skripsi, out line, dan daftar pustaka sementara. Demikianlah surat permohonan ini saya ajukan dengan harapan bapak dapat memakluminya, dan atas perhatian bapak saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA Pembimbing Akademik Ahmad Sonifuniam Pemohon

Transcript of Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul...

Page 1: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008

Hal : Revisi Judul Skripsi

Lampiran : Satu (1) buah proposal skripsi,

out line dan daftar pustaka sementara

Kepada Yth

Bapak Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA

Koordinator Teknik Non Reguler

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Di

Tempat

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Teriring salam di atas saya do’akan semoga Bapak berada dalam keadaan sehat

wal’afiat dan selalu berada dalam lindungan Allah SWT, serta sukses selalu dalam

menjalankan aktifitas sehari-hari. Amin Ya Rabbal’alamin

Sehubungan dengan telah terpenuhinya jumlah SKS sebagai salah satu syarat

dalam menulis skripsi maka dari itu, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ahmad Sonifuniam

NIM : : 204044103018

Jurusan / Prodi : Ahwalus’syaksiyah / Peradilan Agama

Semester : VIII

Untuk itu saya menulis skripsi sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Hukum

Islam (SHI). Adapun Judul yang saya ajukan adalah “Analisis Keputusan Fatwa

Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ Hewan Bagi

Kepentingan Obat-Obatan dan Kosmetika”.

Sebagai bahan pertimbangan untuk bapak maka saya lampirkan satu (1) buah

proposal skripsi, out line, dan daftar pustaka sementara.

Demikianlah surat permohonan ini saya ajukan dengan harapan bapak dapat

memakluminya, dan atas perhatian bapak saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA

Pembimbing Akademik

Ahmad Sonifuniam

Pemohon

Page 2: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

PENGGUNAAN ORGAN TUBUH MANUSIA BAGI

KEPENTINGAN O B A T D A N K O S M E T I K A

(ANALISIS KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA

INDONESIA NO. 2. TAHUN 2000)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

AHMAD SONIFUNIAM

NIM : 204044103018

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGAM STUDI AHWAL ALSYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1429 H/ 2008 M

Page 3: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

PENGGUNAAN ORGAN TUBUH MANUSIA BAGI

KEPENTINGAN O B A T D A N K O S M E T I K A

(ANALISIS KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA

INDONESIA NO. 2. TAHUN 2000)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

AHMAD SONIFUNIAM

NIM : 204044103018

Di Bawah Bimbingan:

Drs. H. A. Basiq Djalil, SH,MA

NIP. 150 169 102

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGAM STUDI AHWAL ALSYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1429 H/ 2008 M

Page 4: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratn memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya dapat gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima hukuman dan sanksi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, November 2008

AHMAD SONIFUNIA

Page 5: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………… i

DAFTAR ISI………………………………………………………….. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………… 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah………………………. 7

C. Tujuan Penelitian…………………………………….. 9

D. Metode Penelitian……………………………………. 9

E. Kajian Terdahulu……………………………………... 11

F. Sistematika Penulisan…………………………………..13

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian dan Macam Halal Haram…………………..14

B. Prinsip Dasar Halal Haram…………………………... 21

C. Pengertian dan Kriteria Darurat……………………… 28

D. Metode Istînbâath (Qiỹas, Istihsân, Mashlahah Mursalah,

dan Istishâb)…………………………………………. 37

BAB III FATWA MAJELIS ULAMA TENTANG PENGGUNAAN

ORGAN TUBUH

A. Sejarah Majelis Ulama Indonesia……………………. 50

Page 6: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

B. Kedudukan Fatwa MUI……………………………… 58

C. Fatwa Majelis Ulama Indonesia……………………... 61

BAB IV ANALISIS FATWA MUI

A. Analisis Batasan Darurat…………………………….. 67

B. Istînbâth Menetapkan Hukum……………………….. 75

C. Analisis Penulis…………………………………….... 79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………82

B. Saran………………………………………………… ..84

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… . .85

LAMPIRAN

Page 7: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain memanjatkan untaian uji dan

syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan ni’mat, rahmat dan karunia-Nya penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabat, dan kepada

kita semua selaku umatnya yang mengharapkan safaatnya di hari akhir nanti.

Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mengalami berbagai

kesulitan, akan tetapi dengan kekuatan, bantuan serta partisipasinya dari baebagai

pihak, baik moril maupun materiil, Alhamdulillah akhirnya skripsi ini dapat selesai

dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan

ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada Bapak:

1. Prof. Dr. Drs. H. Muhammad Amin Suma., S.H., MA., M.M., selaku

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil., S.H., M.A., selaku Ketua Jurusan Al Akhwal

Al Syakhsiyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

3. Kamarusdiana., S. Ag. MH., selaku sekretaris Jurusan Al Akhwal Al

Syakhsiyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 8: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

4. Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA., selaku Ketua Non-Reguler Fakultas

Syari’ah dan HUkum UIN Jakarta dan Drs. H. Ahmad Yani, MA.,

selaku Skretaris Non-Reguler Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dosen serta karyawan di lingkungan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis.

6. Pimpinan serta staff Perpustakaan Utama UIN serta Perpustakaan

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah membantu penulis dalam melengkapi litelatur guna mendukung

skripsi ini.

7. Ibunda (Siti Aminah) dan ayahanda (Ahmadi) tercinta yang telah

memberikan dorongan, semangat, mendo’akan serta memberikan

limpahan kasih sayang, motivasi, dan saran baik secara moril maupun

materiil sehingga Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan kuliah ini.

8. Kakakku ( Akhid Ahmadi, Ummi Kulsum, Abdul Halim Alharis, Yaroh,

Siti Magfiroh, Yadi, Samsul Ma’arif dan Hanifah) yang telah

memberikan semangat serta dorongannya baik moril atau materiil.

9. Pengurus Masjid At-Tawqa II Pamulang II dan Pengajian Niftakul

Jannah yang telah banyak membantu dalam membiayai baik moril

maupun materiil demi tercapainya cita-cita kami.

Page 9: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

10. Sahabat-sahabatku Majid, Badruz, Melqi, Anwar, Bon2, Bang Ayub

dan Lontong, dkk yang telah banyak membantu moril maupun materiil

dalam penulisan ini.

11. kepada seluruh teman-teman seperjuangan angkatan tahun ajaran

2004/2005 yang berkonsentrasi pada Peradilan Agama.

Akhirnya semua partisipasi dari semua pihak penulis serahkan semuanya

kepada Allah SWT, semoga segala dibalas oleh Allah yang berlipat ganda sebagai

amal baik. Dan skripsi ini bermanfaat dan sekaligus dapat menambah ilmu kepada

kita semua. Amin

Ciputat,19 November 2008

Ahmad Sonifuniam

Page 10: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang memiliki sifat bertanggung jawab karena ia

memiliki kemampuan untuk memilih secara sadar dalam meraih cita-cita dalam

kehidupannya. Sadar akan hal itu berarti, mengetahui kondisi yang ada dan

konsekwensi yang akan ditimbulkannya. Manusia dapat berperan dengan baik dalam

kelompok kecil maupun kelompok masyarakat bahkan dalam pembentukan ulang

norma-norma disekitarnya ketika berhadapan dengan tantangan-tantangan untuk

membuat pilihan-pilihan yang secara mandiri dalam hidup dengan gaya yang

dimiliki.1

Agama Islam memiliki aturan-aturan yang menjaga manusia dari kerusakan.

Menjauhkan manusia dari tiap-tiap zahrah kerendahan serta seterusnya yang

membimbing manusai itu mencapai puncak kemuliaan, kebahagiaaan, dan

kesempurnaan.2

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta keberhasilan

pembangunan akhir-akhir ini telah merambah seluruh aspek bidang kehidupan

manusia. Tidak saja membawa kemudahan, kebahagiaan dan kesenangan, melainkan

juga menimbulkan sejumlah persoalan. Disisi lain kesadaran keberagaman umat

Islam, khususnya di Indonesia. Pada dasawarsa terakhir ini semakin tumbuh subur

1 Muhammad, R. Lukman Fauroni, Visi Al-Qur`an Tentang Etika dan Bisnis, Jakarta :

Salemba Diniyah, 2002, hlm . 99

2 Hasby Ash-Shiddieqy, A-Islam II, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 202

Page 11: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

dan meningkat. Sebagai konsekuensi logis, setiap timbul persoalan, penemuan

maupun aktivitas baru sebagai produk dari kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, memunculkan pertanyaan, bagaimanakah kedudukan hal tersebut dalam

pandangan hukum Islam?3

Salah satu persoalan yang cukup mendesak yang dihadapi umat Islam adalah

membanjirnya produk obat-obatan dan kosmetika. Dengan semakin meningkatnya

tingkat keimanan seseorang, menumbuhkan kehati-hatian dalm memilih produk yang

akan dikonsumsi. Karena mengkonsumsi yang halal dan suci merupakan perintah

agama. Dalam Al-Qur an disebutkan:

��������� ���� ��� ������� ��☺�� ��� ��� !"�� #⌧%��&

�'(*+,- ./0� �����234,5 �670��8�9 �:,8;+<=��� > ?&�A�B �6�C,� D�F

G�H�(�� �I�JK

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang

terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena

Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Qs. Al-Baqarah :

168).4

��������� LMN�OPQ�� ��� ��0�

�����RS :�� �T2*U,- ��

�6�CV';O�W0 ���X�CYP��0� ZQ [�B

]! RS %�^��B L_�F(�,5 �IabK

Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang

baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-

benar kepada-Nya kamu menyembah.” (Qs. Albaqarah : 172).5

3 Departemen Agama, Sistem dan Prosedur Penerapan Fatwa Produk Halal Majelis Ulama

Indonesia, Jakarta : 2003, hlm. 25

4 Departemen Agama, Al-Qur`an dan terjemahannya, Semarang Toha Putra 1989, hlm. 41 5 Ibid. hlm. 42

Page 12: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa mengkonsumsi yang halal hukumnya

wajib karena merupakan perintah agama. Tetapi juga menunjukan bahwa

mengkonsumsi yang halal merupakan salah satu bentuk perwujutan dari rasa syukur

dan keimanan kepada Allah.

Teknologi pembuatan obat-obatan dan kosmetik sama pesatnya dengan

perkembangan teknologi pangan. Menurut wakil ketua lembaga pengkajian pangan,

obat-obatan dan kosmetik, Majelis Ulama Indonesia, Anna P Roeslem, banyak

kosmetika yang beredar di Indonesai mengandung bahan tidak halal, bahan-bahan

yang diragukan kehalalannya diantaranya plasenta.6 Plasenta atau ari-ari ini

merupakan organ manusia yang berfungsi sebagai media nutrisi untuk embrio yang

ada dalam kandungan. Ia memiliki bobot seberat 600 gram berdiameter 16-18 cm dan

mengandung 200 ml darah yang berisi jaringan seperti spon. Selam berfungsi sebagai

sumber kehidupan. Embrio plasenta kaya akan kandungan darah dan juga protein

seperti albumin, hormon seperti estrogin dan subtansi lain seperti asam, deoxy ribo

nukleat. Semula plasenta digunakan dalam bidang farmasi, karena organ ini

mempunyai fungsi yang luas. Di antaranya adalah untuk menyembuhkan cacar

bawaaan, terapi kangker, kehilangan protein akut melalaui luka bakar, infeksi bakteri

yang berulang dan serius serta menginitis.7

Kosmetik bagi wanita, telah menjadi bagaian hidup dalam kesehariannya.

Kosmetik mereka pakai untuk mempercantik diri dan merawat kecantikan itu agar

6 http://www.halal.guid.info/contet/view/610/38, Jum’at, 2 Maret 2007 7http://www.halal.guid.info/contet/view/891/38, Jum’at, 2 Maret 2007

Page 13: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

tidak lekas pudar. Tak jarang berbagai produk di coba demi mencapai tujuannya

meski terkadang mereka mengabaikan terhadap bahan baku kosmetik itu sendiri. Bagi

muslimah tak hanya fungsi kosmetik yang mesti mereka pikirkan. Namun wanita

muslimah juga harus memperhatikan kehalalan bahan baku kosmetik yang mereka

gunakan.8

Dulu perusahaan kosmetika menggantungkan pada bahan-bahan yang

memiliki khsiat yang misterius, seperti minyak yang diperoleh dari kura-kura yang

meningkatkan peremajaan kulit atau mengencangkan otot yang terdapat didagu.

Kemudian minyak ikan paus, royal jelly yang berasal dari lebah ratu, ekstrak embrio

anak ayam, serum darah kuda, dan ekstrak kulit babi yang mempunyai khasiat

khusus9.

Semakin maju teknologi semakin banyak pula alternati-alternatif bahan baku

kosmetik yang digunakan, sebagai contoh plasenta, ekstrak plasenta merupakan

sumber proterin yang bisa berasal dari hewan maupun manusia, biasanya ia menjadi

bahan baku krem regenerasi untuk memperbaiki elastisitas kulit dan mencegah

degenerasi sel, sehingga menghasilkan fungsi kulit yang diinginkan. Seiring dengan

kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan kulit yang cantik dan menawan, produk-

produk berplasenta semakin digemari. Tetapi tanpa informasi yang mendamai kepada

konsumen tidak menutup kemungkinan masyarakat akan terjebak kepada produk

yang sebenarnya najis dan dilarang agama, preparat kosmetik yang menggunakan

8 http://www.halal.guid.info/contet/610/38, Jum’at, 2 Maret 2007

9 http://www.halal.guid.info/contet/view/892/38, Jum’at, 2 Maret 2007

Page 14: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

plasenta dan turunannya tidak jelas sumber plasenta ynag digunakan. Apakah berasal

dari plasenta manusia atau hewan, keduanya memiliki permasalahan yang sama

ditinjau dari sudut kehalalan.10

Penggunaan babi dan turunannya atau bagian tubuh manusia dalam dunia

kedokteran memang lazim terjadi. Perusahaan-perusahan farmasi secara terbuka,

sudah bukan rahasia lagi jika bagian tubuh manusia atau pun penggunaan babi

dimanfaatkan dalam pembuatan produk-produk seperti vaksin, sediman obat dan

bahan kosmetik11

.

Namun apakah informasi tersebut sampai pada konsumen muslimah yang

menggunkan? Hadist Nabi SAW mengatakan :

�و ���� ا� ��� ���ا��� �� ��� ا� ��ر ة���ه ��أ ����� " : ل � 12 ء*( �� ل$نا )ا اءد ا� ل$نا

Artinya: “Dari Abu Hurairah Ra. Dari Nabi Saw. Beliau berkata : Kalau

Allah menurunkan penyakit, maka Allah menurunkan obatnya”

Sebagai negeri dengan penduduk mayoritas muslim, menyediakan produk

halal menjadi sebuah kewajiban, namun hingga kini kesadaran perusahaan untuk

mensertifikasi halal masih kurang data MUI hanya 16.040 atau sekitar 20 % produk

yang bersertifikat halal. Dimana jumlah itu didominasi produk pangan. Sedangkan

perusahaan obat dan kosmetik yang bersertifikat halal baru 5%. Ketua Komisi Fatwa

MUI KH. Ma`ruf Amin mengatakan seperti halnya makanan, kehalalan kosmetik dan

10 http://www.hala.guid.info/contet/view/891/38. Jum’at, 2 Maret 2007 11 http://www.halal.guid.info/contet/view/610/38. Jum’at, 2 Maret 2007

12 Imam Bukhori, Sohih Bukhori, Juz. VII, Daar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1992, hlm.15

Page 15: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

obat-obatan di Indonesai sangat penting. Ia berpendapat, jangan sampai kosmetik dan

obat-obatan di Indonesia yang digunakan masyarakat muslim Indonesia adalah

barang-barang yang haram atau bercampur dengan bahan yang haram. Disinilah

perlunya sertifikasi halal bagi kosmetik dan obat-obatan.13

Disisi lain khususnya untuk pengobatan, konsumen seringkali berlindung

dibalik status darurat. Bila tujuannya untuk pengobatan dan tidak tersedia bahan halal

maka bahan haram pun tidak mengapa. Kaidah fikih menegaskan :

14اتر0123ا� /��. اترو�ا�,�

Artinya: “Kondisi darurat membolehkan hal-hal yang dilarang

(diharamkan”)

Sekali pun kondisi darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan)

tetapi tidak boleh sengaja menjatuhkan kepada keadaan dan melewati batas

hukumnya. Tetapi harus berusaha mengikatkan diri kepada pangkal kehalalan terus

berusaha mencari yang halal.15

Alasan yang mendasar pengambilan masalah skripsi yang penulis susun

adalah karena dalam keadaan darurat, kurangnya sosialisasi produk yang diharamkan

sehingga masyarakat tidak tau produk mana saja yang mengandung organ tubuh

manusia dan air seni manusia termasuk benda najis maka haram digunakan untuk

obat.

13 http://www.halal.guid.info/contet/view/610/38, Jum’at, 5 Maret 2007 14 Jaih Mubarok, Kaidah Fikih Sejarah dan Kaidah Asasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2002, hlm. 149

15 Ibid., hlm. 150-151

Page 16: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Banyaknya produk yang belum jelas kehalalannya, tentunya sangat

membingungkan orang Islam. Atas dasar itu MUI menetapkan lembaga yang

dipandang berkompeten dalam memberikan jawaban terhadap masalah sosoial yang

timbul.

MUI mengeluarkan fatwa mengenai penggunaan organ tubuh bagi

kepentingan obat-obatan dan kosmetika sebagai respon terhadap permasalahan yang

mulai meresahkan masyarakat. MUI menganggap bahwa penggunaan organ tubuh,

ari-ari dan air seni manusia haram digunakan untuk obat-obatan dan kosmetika,

kecuali dalam darurat diperbolehkan digunakan sebagai obat.

Berangkat dari masalah di atas, maka bagai mana fatwa MUI dalam mengatasi

terhadap masalah yang timbul, khususnya penggunaan organ tubuh bagi kepentingan

obat-obatan dan kosmetika

B. Batasan Dan Rumusan

1. Batasan Masalah

Masalah skripsi ini dibatasi sebagai berikut: “Dalam Islam sangat

menghormati organ tubuh manusia walau telah wafat karena sebagai makhluk adam

sangat dimuliakan oleh Allah, tapi dalam kenyataan ada sebagian organ manusia

digunakan untuk kepengtingan kosmetika dan obat-obatan karena ingin menjadikan

kulit yang cantik dengan mengabaikan kehalalan produk yang digunakan. Seperti

menggunakan organ tubuh manusia yang sebagai mana Islam melarangnya.”

a. Kosmetika adalah suatu produk yang digunakan untuk perawatan kulit agar tetap

menjadi baik atau indah

b. Obat adalah suatu benda yang dapat menyembuhkan penyakit

Page 17: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

c. Fatwa adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan

dan berlaku untuk umum.

d. Batasan adalah larangan yang tidak boleh dilanggar

e. Darurat ialah kondisi-kondisi keterdesakan yang bila kita tidak dilakukan akan

dapat mengancam jiwa manusia

2. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan tersebut diperinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa hukum penggunaan organ manusia untuk kepentingan obat-obatan dan

kosmetika menurut fatwa MUI ?

2. Bagaimana istînbâth hukum yang dilakukan MUI ?

3. Apa batasan darurat yang diperbolehkan MUI ?

C. Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan rumusan masalah, maka pembahasan skripsi ini

bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui fatwa MUI No. 2 thn 2000 tentang penggunaan organ tubuh

manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika

2. Untuk mengetahui istînbâth hukum yang dilakukan MUI dalam menetapkan

hukum penggunaan organ tubuh bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika

3. Untuk mengetahui batasan darurat yang diperbolehkan MUI tentang penggunaan

organ tubuh manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika

D. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini termasuk jenis penelitian (kualitatif) yaitu

prosedur penelitian yang menghasilkan data (deskriptif): ucapan atau tulisan dan

Page 18: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri.16

Secara umum

metode penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Metode pengumpulan data

Sesuai dengan keperluan studi ini pengumpulan data dilakukan dengan cara

studi kepustakaan (Libiary research)17

yaitu penelitian yang bertujuan untuk menbuat

model atau ingin membandingkan apa yang terjadi dengan kejadian yang sebenarnya

maka menggunakan teori. Dengan membaca teks atau dari hasil meneliti buku-buku

yang memuat uraian yang berkenaan tentang keputusan fatwa MUI No. 2 thn 2000

tentang penggunaan organ tubuh manusia bagi kepentingan obat-obatan dan

kosmetika.

Pada metode ini penulis mempergunakan system pencarian sumber data melalui

dua sumber data yaitu :18

a. Sumber data primer

Sumber data primer yang penulis gunakan metode dokumentasi19

yaitu: barang-

barang tertulis. Penelitian menyelidiki bendan-benda tertulis seperti majalah,

dokumen dan buku yang membahas keputusan fatwa MUI No.2 tentang penggunaan

organ tubuh manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika.

b. Sumber data skunder

16 Furchan Arief, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya: 1992, hlm. 21-22

17 Hadi Sutrisno, Metodelogi Researgh, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004, hlm. 10

18 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, hlm.

87-88

19 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1998, hlm. 206

Page 19: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Data sekunder ini meliputi berbagai bahan yang secara tidak langsung berkaitan

dengan pokok masalah. Sumber data sekunder diantaranya: buku-buku lain yang

berikaitan dengan permasalahan, media masa, media cetak ataupun hasil-hasil

penelitian.

2. Metode analisis data

Untuk menganalisis data yang telah dikumpul dan diteliti, selanjutnya dilakukan

suatu analisis untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya terhadap pokok masalah

yang akan dikaji.

Adapun metode yang digunakan dalam analisis data ini adalah metode

deskriptif20

analisis yakni suatu metode analisis yang menekankan pada pemberian

sebuah gambaran terhadap data yang telah terkumpul, bertujuan untuk

menggambarkan secara obyektif tentang keputusan fatwa MUI No.2 tentang

penggunaan organ tubuh bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika.

Metode ini sangat berguna untuk menghasilkan kesimpulan yang falit dan dapat

menggambarkan secara obyektif fatwa MUI tentang penggunaan obat-obatan dan

kosmetika

3. Teknik Penulisan

Adapun mengenai teknik penulisan karya tulis ini, penulis mengacu kepada

buku pedoman penulisan skripsi yang disusun oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007

E. Kajian Terdahulu

20 Tuwu Alimuddin, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: Universitas Indonesia, 1993, hlm. 71

Page 20: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Kajian terdahulu dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang penelitian

atau karya-karya ilmiah lain yang berhubungan dengan penelitian yang akan diteliti

agar tidak terjadi penggandaan atau duplikasi.

1. Skripsi Catur Nopianto yang berjudul “penerapan fatwa MUI dalam melahirkan

produk halal (studi kasus McDonald Indonesia)”. Dalam skripsi tersebut

membahas tentang seputar proses sertifikasi di McDonald Indonesia yaitu hal-

hal yang berkaitan dengan bagaimana proses mekanisme untuk mendapat

sertifikasi halal dari MUI dan prosedur-prosedur aoa saja yang ditetapkan oleh

MUI terhadap McDonald, guna mempertahankan label yang sudah disahkan

oleh MUI.

2. Skripsi Masrukin yang berjudul “mekanisme standarisasi halal haram produk

vetsin (studi fatwa MUI tahun 2000 tentang MSG yang menggunakan

boctosoytone). Skripsi tersebut membahas tentang penggunaan bactosoytone

yang mengandung enzim babi untuk produk penyedap rasa. MUI telah

menetapkan fatwa produk penyedap rasa (MSG) yang menggunakan

bactosoytone dalam proses produknya adalah haram.

3. Skripsi Muhammad Maksum yang berjudul “argumentasi fatwa haram? Halal

produk monosodium glutamate ajinomoto dan pengikatnya”. Skripsi tersebut

membahas mengenai produk penyedap rasa (MSG) dari PT, ajinomoto Indonesia

yang menggunakan mameno adalah halal.

Dari kajian tersebut, dapat penulis simpulkan perbedaan penyusun dengan

kajian terdahulu sebagai berikut:

Page 21: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

a. Dalam fatwa MUI tentang penggunaan organ tubuh, ari-ari dan air seni manusia

hukumnya haram kecuali dalam keadaan darurat boleh menggunakan organ

tubuh manusia tapi tidak boleh lebih.

b. Fatwa MUI tenteng produk penyedap rasa (MSG) dari PT. Ajinomoto Indonesia

yang menggunakan bactosoytore dalam proses produksinya adalah haram.

c. Sedangkan fatwa MUI tentang produk penyedap rasa (MSG) dari PT. Ajinomoto

Indonesia yang menggunakan mameno adalah halal.

F. Sistematika Penulisan

Mengenai sistematika penulisan, dalam hal ini penulis membaginya dalam

lima bab yang secara garis besar sebagai berikut :

Bab Pertama tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, serta sistematika

penulisan.

Bab Kedua tentang landasan teori. Dalam bab ini berisi tiga sub bab. Pertama,

tentang definisi halal haram, macam halal haram, prinsip dasar halal haram. Kedua,

tentang definisi darurat, tingkatan darurat, batasan-batasan darurat, dan hukum

darurat. Ketiga, tentang metode istinbath hukum (qiyas, istihsan, maslahah mursalah,

dan istishab).

Bab Ketiga tentang profil singkat MUI, keputusan fatwa MUI No. 2 tentang

penggunaan obat-obatan dan kosmetika.

Bab Keempat tentang analisis batasan darurat fatwa MUI No. 2 thn 2000

tentang penggunaan organ tubuh bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika.

Page 22: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Analisis istinbath hukum yang dilakukan MUI dalam menetapkan hukum penggunaan

organ tubuh bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika.

Bab Kelima merupakan penutup. Bab lima ini memberikan penerapan tentang

intisari (kesimpulan) dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta saran-

saran yang sekitarnya dapat dijadikan dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan dan

kontribusi pemikiran.

Page 23: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian dan Macam-Macam Halal Haram

1. Pengertian Halal dan Haram

Halal adalah yang boleh, yang terbebas dari ikatan larangan-larangan dan

telah diizinkan oleh syriat dalam melakukannya.21

Haram adalah perkara yang

dilarang melakukannya oleh syariat dengan pelarangan yang sungguh-sungguh.

Apabila ia tidak melanggar larangan tersebut, maka ia akan mendapatkan hukuman di

akhirat berupa siksaan, dan bisa saja hukuman tersebut dilakukan di dunia.22

Menurut ulama ushul fiqh terdapat dua definisi haram, yaitu dari segi

esensinya serta dari segi bentuk dan sifatnya. Dari segi batasan dan esensinya

merumuskan haram dengan sesuatu yang dituntut syari’at (Allah swt dan Rasul-Nya)

untuk ditinggalkan melalui tuntutan secara pasti dan mengikat. Dan segi bentuk dan

sifatnya merumuskan haram dengan suatu perbuatan yang pelakunya dicela.23

Ungkapan yang digunakan Al-Qur an dan sunnah untuk menunjukkan haram.

Diantaranya yang terpenting adalah sebagai berikut :24

a. Tuntutan yang langsung menggunakan lafadz at-tahrîm dan yang seakar

dengannya. Misalnya, dalam surat an-Nisa’ ayat 23

21 Qaradhawi Yusuf, Halal Haram Dalam Islam, Jakarta: Akbar Eka Sarana, 2005, hlm. 15

22 Ibid., hlm. 15 23 Abdul Aziz Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Iktiar Baru Van Houve,

1997,hlm. 523

24 Ibid., hlm. 523

Page 24: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

YT�c*X& �6R2;+%� �6�Cd����ef �6�C�5�V'g0� �bcK

Artinya : “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu” dan surah al-

An;am ayat 145

h�O i/ Fj:�f ��� Q�� 9k���ef l�%m�B �n�oXp�q >�%5 r]��,-

s?&☺��Y8� i/�B [�f L_��C� 7pd;U� ��f �'��U On%�Rst�� ��f 96,,� �X�uvw9� �I�K

Artinya : “Katakanlah : Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang

diwahyukan kepadaku. Sesuatu yang diharamkanbagi orang yang hendak

memakannya, kecuali kalau makan itu bangkai atau darah yang mengalir atau

daging babi”.

Lafadz diharamkan dalam kedua ayat di atas menunjukan secara pasti hukum

keharamannya.25

b. An-Nahy (lafadz An-Nahy). Karena lafadz An-nahy memfaedahkan keharamanya.

Misalnya dalam surat Al. An’am ayat 151

./0� ���gX;B,5 xn�&70�⌧s;��� �I�IK

Artinya : “Jangan kamu mendekati” dalam ayat tersebut menunjukan hukum

haram.

c. Tuntutan untuk menjahui suatu perbuatan. Misalnya dalam surat Al-Maidah ayat

90

�pyLF���� �N�OPQ�� ��z�'��0� ��☺�A�B XY☺,�;{��

|w�;U�☺;���0� 8}�x~A!"��0� 6,�;W!"��0� koY� Y:��� Kh�☺ �:,8;+<=��� %�(��dY���,�

�6�C����,� [�,��;s�5 ��jK

25 Ibid., hlm. 524

Page 25: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr,

berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan

keji termasuk perbuatan syetan, maka jahuilah perbuatan-perbuatan itu agar kami

mendapat keberuntungan.”

Lafadz “ Jauhilah “ dalam ayat ini juga merupakan lafadz yang menunjukan hukum

haram.26

d. Lafadz “ La yakhillu “ (tidak dihalalkan). Seperti dalam surat Al-Baqarah ayat

230

[��,� ���,B��,- .⌧,� h��� ?f,Q �:�� F�g >k3��& �⌧wC',5 O�:��W

?%0|�X⌧G �bcjK

Artinya “Kemudian jika si suami menolaknya (sesudah talak yang kedua),

maka perempuan itu tidak halal lagi baginya, hinnga dia kawin dengan suami yang

lain.“

e. Sesuatu yang dibarengei dengan ancaman hukuman. Misalnya dalam surat An-

Nur ayat 4

�N�OPQ��0� [���X� �TV'x~,☺;��� o6�] ],� ����5���

�p��g� ���g 0�Q��FpyR^ ]���F��Y���,� �H� 04�]

V����� ./0� �����(;B,5 �6�&� �V�Fpy�^ �'Fg�f >

�(��,���ef0� 6�� [�RBwt⌧s;��� �K

Artinya : “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik berbuat

zina dan mereka tidak mendatangkan 4 orang saksi, maka dosalah mereka ( yang

menuduh itu ) delapan puluh kali dera, dan janganlah kami terima kesaksian mereka

buat selama-lamanya. Dan mereka adalah orang-orang yang fasik.

“Lafadz“ Deralah” merupakan ancaman Allah SWT hukumnya haram.27

26 Addul Aziz Dahlan., et al., Ensklopedi Hukum Islam., hlm. 524

27 Ibid., hlm., 524

Page 26: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

f. Setiap lafadz yang menunjukan pengingkaran terhadap suatu pekerjaan dengan

pengingkaran yang amat ditekankan, seperti ungkapan ghadaba Allah ( Allah

melaknat ) dan qatala Allah ( Allah memerangi )

Dalam suatu hadist dijelaskan

*� �0" 345 ��� 67�ا1�< ل " اح>� ا� 5: آ8 �� وا1��ام ا� 5: آ8 �� و" � )رواC ا�8�B"ي وا �� " @� ( 7��

Artinya: “Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya,

yang haram adalah sesuatu yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya. Dan hal-hal

yang tidak disebutkan Allah hukumnya adalah pemberian-Nya, maka terimalah

pemberian-Nya, Allah bukan lupa dengan hal-hal yang tidak disebutkan-Nya.”

Maka baik yang ditegaskan halalnya atau hukum ditegaskan tetapi tidak ada

larangan, semua termasuk ke dalam istilah halal atau mubah ini berlaku untuk benda,

manfaat, dan segala urusan keduniaan.28

2. Macam Halal dan Haram

Sebagai mana dikemukakan dalam pendahuluan, masalah kehalalan produk

yang akan dikonsumsi merupakan persoalan besar dan urgen, sehingga apa yang

akan dikonsumsi itu benar-benar halal, dan tidak tercampur sedikit pun barang haram.

Oleh karena tidak semua orang dapat mengetahui kehalalan suatu produk secara pasti,

sertifikat halal sebagai bukti penetapan fatwa halal bagi suatu produk yang

dikeluarkan MUI merupakan suatu keniscayaan yang mutlak diperlukan

keberadaannya.29

28 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatulah, Ensiklopedi Islam Insdonesia, Jakarta: Djambatan,

1999, hlm. 289-290 29 Depag. RI., Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal Majelis Ulama

Indonesia, Jakarta: Depag. RI.,2003, hlm 14

Page 27: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Dalam Islam makanan merupakam tolak ukur dari segala cerminan penilaian

awal yang bisa mempengaruhi berbagai bentuk perilaku seseorang. Makanan bagi

umat Islam tidak sekedar kebutuhan lahiriyah, tapi juga bagian kebutuhan spiritual

yang mutlak dilindungi. Seseorang muslim tidak dibenarkan mengkonsumsi sesuatu

makanan sebelum ia tahu benar akan kehalalannya. Mengkonsumsi yang haram, atau

yang belum diketahui kehalalannya akan berakibat buruk, baik di dunia maupun di

akhirat.30

Menurut hukum Islam secara garis besar perkara (benda) haram terbagi

menjadi 2 (dua) yaitu haram li-dhâtih dan haram li-ghairih. Kelompok pertama,

subtansi benda tersebut diharamkan oleh agama, sedangkan yang kedua, substansinya

bendanya halal (tidak haram) namun cara penangannya tidak dibenarkan oleh ajaran

Islam. Contohnya, kambing yang dipotong secara tidak Syar’i, bendanya halal tetapi

diperoleh dengan cara yang dilarang oleh agama, misalnya hasil mencuri, menipu,

korupsi, dan sebagainya.31

Mengenai benda yang haram karena benda (zatnya) itu sendiri dapat terperinci

secara mendetail, bahwa segala sesuatu ada dipermukaan atau di dalam perut bumi

tidak akan melampaui tiga macam keolmpok golongan, yakni adakalanya berupa

tambang seperti garam, tanah liat, sebagainya. Adakalanya berupa tanaman (nabati)

dan adakalanya berupa binatang (hayawani).32

30Thabieb al-Asyhar, Bayaha Makanan Haram Bagi Kepentingan Jasmani dan Kesucian

Rohani, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2003, hlm.73-74 31 Depag. RI.,Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal MUI., hlm. 14 32 Al-Ghazali, al-Halal wal Haram terj. Ahmad Sunarto “halal dan haram” Jakarta: Pustaka

amani, hlm. 24

Page 28: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Benda tambang merupakan bagian bumi atau segala sesuatu yang dikeluarkan

dari bumi dan berwujud benda mati. Benda-benda semacam ini halal dimakan kecuali

jika dengan memakan sedikit atau banyak, maka dengan demikian hukumnya haram.

Jadi keharaman benda tambang semata-mata karena akan menimbulkan atau

mendatangkan bahaya.33

Benda nabati, dari golongan benda ini tidak ada yang diharamkan untuk

memakannya kecuali yang dapat memusnahkan kehidupan atau merusak kesehatan.

Tentang yang melenyapkan akal itu, seperti obat, ganja, narkotika, khamr, dan benda-

benda lain yang memabukkan. Yang memusnahkan kehidupan semacam racun yang

merusak kesehatan misalnya, obat-obatan yang diminium tidak sesuai dengan resep.

Jadi ringkasnya, semua itu diharamkan karena adanya bahaya yang timbul dari

masing-masing benda tadi. Untuk arak (khamr) atau segala sesuatu yang

memabukkan maka hukumnya tetap haram meskipun minum sedikit. Hal ini karena

keharaman khamr sudah qath’ î (sudah pasti) dari nash al-Qur an.34

Benda hayawani dalam hal ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu yang

boleh dimakan dan yang haram dimakan. Binatang-binatang yang halal dimakan

dapat tetap halal dimakan, apabila cara penyembelihannya dilakukan menurut syari’at

Islam, atau tidak mati dengan sendirinya, kecuali ikan dan belalang tetap halal tanpa

disembelih.35

33 Ibid., hlm. 25

34 Ibid., hlm. 25 35

Ibid., hlm. 25

Page 29: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Sayyid Sabiq membagi makanan/benda yang haram secara dzatiyah (substansi

barangnya) ke dalam dua kategori yaitu : jamad (benda mati) dan hayawan

(binatang).36

Jamad (benda mati) yaitu semua jenis makanan yang berwujud benda mati,

hukumnya halal selama tidak najis, misalnya membahayakan dan memabukkan.

Najis, misalnya darah mutanajis yaitu sesuatu yang terkena najis misalnya minyak

samin yang di dalamnya ada bangkai tikus. Barang yang diharamkan karena

membahayakan seperti racun. Yang diharamkan karena memabukkan adalah khamr

(minuman keras). Barang ini mutlak keharamannay karena menghilangkan

keseimbangan emosi dan akal bagi peminumnya.37

Hayawan (binatang), hukum bintang yang halal dimakan dapat dikategorikan

dalam dua jenis yaitu : Pertama, binatang darat. Hukum binatang dari jenis ini adalah

ada sebagian halal dan sebagian yang lain haram. Halalnya binatang yang hidup di

darat seperti : sapi liar, unta liar, kijang, dan sebagainya. Binatang itu semua halal

untuk dimakan berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama). Dalam As-Suňnah

binatang yang halal yaitu ayam, kuda, khimar, anab (sejenis biawak), kelinci,

belalang dan jenis burung kecil.38

Adapun binatang darat yang diharamkan adalah binatang sebagaimana yang

disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3 yaitu bangkai, darah, daging babi,

daging binatang yang disembelih selain atas nama Allah, hewan yang mati tercekik,

36 Thabieb al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian

Rohani, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2003, hlm. 126-135

37

Ibid., hlm. 126 38

Ibid., hlm. 130

Page 30: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

terpukul, terjatuh, tertanduk, tertekam oleh binatang buas (kecuali yang sempat

disembelih) dan binatang yang disembelih untuk berhala.39

Termasuk binatang yang haram dimakan adalah binatang yang dikategorikan

menjijikan, misalnya : ular, kalajengking, jenis kumbang dan sebangsanya, kuku

binatang, kutu rambut, dan sebangsanya. Hewan yang termasuk buas, yaitu yang

mempunyai taring yang kuat dan burung yang mempunyai pelatuk yang kuat yang

bias melukai. Contoh binatang buas adalah harimau, macan kumbang, macan tutul,

anjing pelacak, kera, gajah, buaya, jerapah, dan sebagainya. Hewan-hewan yang

diperintahkan Islam membunuhnya seperti tikus, kalajengking, burung elang, lipan,

dan sebagainya. Hewan yang dilarang oleh Islam untuk membunuh seperti semut,

lebah, dan burung belatuk.40

Kategori yang kedua adalah binatang laut, setiap binatang laut adalah halal,

walaupun tidak berbentuk ikan, dan tidak haram semua binatang laut kecuali yang

mengandung racun yang membahayakan baik berupa ikan atau lainya baik hasil

buruan atau bangkai yang ditemukan.41

B. Prinsip Dasar Halal dan Haram

Allah SWT telah menghalalkan banyak hal dan sangat sedikit pengharaman

karena banyaknya, Allah tidak membatasi yang menghalalkan bagi kita. Kebijakan

Allah dalam tentang halal dan haram telah menjaga kemampuan manusia dalam

39

Ibid., hlm. 132 40 Thabieb al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian

Rohani., hlm. 134 41 Ibid., hlm. 134

Page 31: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

bersabar mencegah beberapa keperluan. Berikut prinsip-prinsip dasar mengenai halal

dan haram yang ditemukan Yusuf Qardhawi sebagai berikut:42

a. Asal tiap sesuatu adalah mubah, bahwa asal sesuatu yang diciptakan Allah adalah

halal atau mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali ada nash yang sah dan

tegas dari syari’ yang mengharamkanya. Yang berwenang membuat hukum itu

sendiri, yaitu Allah dan Rasul. Berdasarkan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 29 :

��� ��OPQ�� L'%��" 6�C,� ��� ��� ��� !"�� �'�U�☺�� �b�K

Artinya : “Dialah dzat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada di

bumi ini semuanya “ ( Qs. Al-Baqarah : 29 ).43

X<���0� g�C,� ��� ��� �670��☺tt��� ��0� ��� ��� !"��

�'�+�i,� & ��� > �[�B ��� L���7,� �T��� r���,B��� L_�XPC⌧sd�

�IcK

Artinya : “ Dan Dia menundukan untukmu apa yang ada di langit dan apa

yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada

yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum

yang berfikir” (Qs. Al-Jâtsiyah : 13).44

b. Menentukan halal dan haram semata-mata hak Allah. Bahwa Islam telah

memberikan suatu batas wewenang untuk menentukan halal dan haram, yaitu dengan

melepaskan hak tersebut dari tangan manusia, betapapun tingginya kedudukan

42 Yusuf Qaradlawi, Halal Haram Fil Islam, terj. Mu’ammal hamidy “Halal dan Haram

Dalam Islam” Semarang: Bina Ilmu, 1993, hlm. 14

43 Depag. RI., Al-Qur’an dan terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1989, hlm. 13 44

Ibid., hlm. 816

Page 32: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

manusia tersebut dalam bidang agama maupun duniawi. Hak tersebut semata-mata

milik Allah.45

Al-Qur an telah mengecap kepada orang musyrik yang berani mengharamkan

dan menghalalkan tanpa ijin Allah, dalam surat Yunus ayat 59:

�h�O ]!�0�0 �f Q��� D�A�f �Q�� 6�C,� ���� r�;W* ]!������,�

& ��� �'��X�& #⌧%��&0� �h�O �QQ�0� L_���f �6�C,� � Y��f �%5 �Q�� L_�|�;s,5 ���K

Artinya : “Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rizqi yang

diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan

(sebagiannya) halal”. Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikam izn kepadamu

(tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”. (Qs. Yunus : 59).46

Firman Allah juga dalam surat an-Nahl ayat 116

./0� ������RB,5 ��☺�� �w~,5 6R2dV'wt;��f 9}j+,C;��� �⌧+��

h%��& �⌧+��0� ��X�& ���|�;sd��� �%5 �Q��

9}j+,C;��� > �[�B �N�OPQ�� [�|�;s� �%5 �Q�� 9}j+,C;��� ./ [�,��;s� �II�K

Artinya : “ Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-

sebut oleh lidahmu secara dusta “ Ini halal dan ini haram “, untuk mengada-adakan

kebohongan terhadap Allah . Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan

kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung “ ( Qs. An-Nahl : 116 ).47

Dari ayat-ayat di atas dapat diketahui bahwa hanya Allah yang berhak

menentukan halal dan haram. Para ahli fiqih sedikitpun tidak berwenang menetapkan

45 Yusuf Qaradlawi., Halal Haram Fil Islam, hlm. 19

46

Depag. RI., Al-Qur’an dan terjemahannya, hlm. 315 47

Ibid., hlm. 419

Page 33: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

hukum syara’ dalam kedudukanya sebagai imam atau mujtahid, mereka tidak suka

berfatwa mengatakan ini halal ini haram kecuali menurut apa yang terdapat dalam Al-

Qur an dengan tegas tanpa memerlukan tafsiran.48

c. Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan syirik.

d. Mengharamkan yang halal akan mengakibatkan timbulnya kejahatan dan bahaya.

Dalam pemahaman halal dan haram ada beberapa alasan yang rasional demi

kemaslahatan manusia itu sendiri. Allah tidak akan menghalalkan sesuatu kecuali

yang baik, dan tidak akan mengharamkan sesuatu kecuali yang jelek.49

Mengharamkan sesuatu yang halal itu dapat membawa suatu keburukan dan

binasa. Sedang seluruh bentuk bahaya adalah hukumya haram. Sebaliknya yang

bermanfaat hukumya halal, kalau suatu persoalan bahayanya lebih besar dari pada

maanfatnya, maka hal tersebut hukumnya haram. Sebaliknya kalau manfaatnya lebih

besar, maka hukumnya menjadi halal.50

e. Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram. Salah satu kebaikan Islam dan

kemudahanya yang dibawakan untuk kepentingan umat manusia ialah islam tidak

mengharamkan sesuatu kecuali di situ memberikan suatu ganti (way out) yang lebih

baik guna mengatasi kebutuhan itu. Allah mengharamkan mencari untung dengan

menjalankan riba, tetapi dibalik itu diberikan ganti dengan suatu perdagangan yang

memberi untung. Allah telah mengharamkan berbuat zina, tetapi dibalik itu diberikan

ganti berupa perkawinan yang halal. Allah telah mengharamkan khamr tetapi dibalik

48 Yusuf Qaradlawi, Halal Haram Fil Islam, hlm. 22

49 Ibid., hlm. 24-29

50 Ibid., hlm. 31

Page 34: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

itu Ia berikan gantinya berupa minuman yang lezat yang berguna bagi rohani dan

jasmani.51

f. Apa saja yang membawa kepada haram adalah haram. Apabila islam telah

mengharamkan sesuatu, maka cara apapun yang dapat membawa kepada perbuatan

haram, hukumnya haram, misalnya arak. Rasulullah saw melaknat kepada yang

meminumnya, yang membuat (memeras), yang membawanya, yang diberinya, yang

menjualnya, dan seterusnya. Dari sinilah, maka para ulama ahli fiqih membuat suatu

kaedah apa saja yang membawa kepada perbuatan haram, maka itu adalah haram.52

g. Bersiasat terhadap hal yang haram, hukumnya haram. Sebagaimana Islam telah

mengharamkan seluruh perbuatan yang dapat membawa kepada haram dengan cara-

cara yang nampak, maka begitu pula islam mengharamkan semua siasat untuk

berbuat haram dinilai haram.53

h. Niat baik tidak dapat melepaskan yang haram. Masalah haram tetap dinilai haram,

begitu pun baik dan mulianya niat dan tujuan itu. Bagaimanapun baiknya rencana

selama dia tidak dibenarkan oleh Islam, maka selamanya yang haram itu tidak boleh

dipakai alat untuk mencapai tujuan yang terpuji. Sebab islam selamanya

menginginkan tujuan yang suci dan caranyapun harus suci juga.54

i. Menjauhkan diri dari syubhat karena takut terlibat dalam haram. Masalah halal

sudah jelas, boleh dikerjakan. Dan soal haram pun sudah jelas, sama sekali tidak ada

51 Ibid., hlm. 33-34

52 Yusuf Qaradlawi., Halal Haram Fil Islam., hlm. 35 53

Ibid., hlm. 36

54 Ibid., hlm. 37-39

Page 35: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

keringanan untuk mengerjakanya, selama masih dalam keadaan normal. Di balik itu

ada suatu persoalan, yaitu antara halal yang haram (syubhat) suatu persoalan yang

tidak begitu jelas antara halal dan haram. Hal ini karena tidak jelasnya dalil atau

karena tidak jelasnya jalan untuk menggunakan dalil yang ada terhadap suatu

peristiwa. Terhadap persoalan ini memberikan suatu sikap berhati-hati karena takut

berbuat haram. Dengan demikian seorang muslim diharuskan untuk menjauhkan diri

dari masalah yang masih syubhat, sehingga tidak terseret untuk berbuat kepada yang

haram.55

j. Sesuatu yang haram berlaku untuk semua orang. Haram dalam pandangan Islam

mempunyai ciri menyeluruh. Oleh karena itu tidak ada sesuatu yang diharamkan,

selain orang Arab tetapi halal buat orang Arab. Apa saja yang diharamkan, haram

juga untuk seluruh umat manusia.56

k. Keadaan terpaksa membolehkan yang terlarang. Islam sangat mengerti dan

memudahkan terhadap kepentingan hidup manusia serta kelemahan manusia dalam

menghadapi kepentinganya itu. Oleh karena itu seorang muslim dalam keadaan yang

sangat memaksa, diperkenankan melakukan yang haram karena dorongan keadaan

dan sekedar menjaga diri dari kebinasaan.57

Sesuai dengan firman Allah SWT:

��☺�A�B �oX�& 6R2;+%�� ,pd;U�☺;��� �<�Q��0� 96,,�0�

X�c�'��;��� Q��0� �h��ef ��&�g �|�X�� �Q�� � �:�☺,� oX�8YI��

0|�X⌧G �;�g ./0� (U� �⌧,� 96;]�B

55 Ibid., hlm. 41-42

56 Yusuf Qaradlawi, Halal Haram Fil Islam, hlm. 43

57 Ibid., hlm. 47

Page 36: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

�&;+%� > �[�B PQ�� ⌦ �Rs⌧G ]U�&o �IacK

Artinya : Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia

tidak meninginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa

baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Qs. Al-

Baqarah : 173).58

Dari Ayat ini, para ahli fiqih menetapkan suatu prinsip yang sangat berharga sekali,

yaitu : keadaan terpaksa yang membolehkan yang terlarang, tetapi ayat itupun

memberikan suatu pembatasan terhadap pelakunya (orang yang disebut dalam

keadaan terpaksa) yaitu tidak disengaja dan tidak melewati batas. Maksudnya tidak

sengaja untuk mencari kelezatan dan tidak melewati batas ketentuan hukum.59

C. Pengertian dan Kriteria Darurat

1. Pengertian Darurat

Darurat itu berasal dari kata ا���ار yang artinya sempit. Adapun

kalimat ا���ورة itu sama seperti رورةا�� yang berarti sesuatu, kebutuhan, hajat, dan

terpaksa.60

Darurat menurut istilah berarti keadaan yang mendesak, yang membuat

seseorang jika tidak melakukan atau memakan apa yang dilarang, keselamatan jiwa

akan terancam.61

Menurut Ibnu Nujaim (ahli fiqh madzhab Hanafi) darurat berarti sampainya

seseorang kepada suatu batas, apabila tidak melakukan perbuatan yang dilarang akan

58 Depag. RI., Al-Qur’an dan terjemahannya, hlm. 42

59 Yusuf Qaradlawi., Halal Haram Fil Islam, hlm. 47 60 Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, hlm.

819

61 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatulah.,Ensiklopedi Hukum Islam., hlm 198

Page 37: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

dapat mencelakakan dirinya.62

Tatkala madzhab Maliki mendefinisikan darurat

sebagai suatu kekhawatiran atas kebinasaan diri, baik berdasarkan keyakinan maupun

berdasarkan dugaan yang kuat. Darurat ini tidak terwujud kecuali ada suatu keadaan

yang memaksa untuk melakukan yang diharamkan agar terpelihara diri dari

kebinasaan, seperti haus dan lapar yang berlebihan akan sakit yang membawa

kematian.

Sedangkan menurut Al-Suyuthi, “Darurat ialah posisi seseorang pada sebuah

batas dimana kalau ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang dilarang maka ia akan binasa

atau nyaris binasa.63

Menurut Wahbah Al-Zuhaily, darurat ialah datangnya kondisi bahaya atau kesulitan

yang amat sangat kuat kepada diri manusia yang membuat dia khawatir akan terjadi

kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh, kehormatan, dan yang

bertalian dengannya. Ketika itu boleh tidak mengerjakan yang diharamkan atau

meninggalkan yang diwajibkan, atau menunda untuk pelaksanaannya guna

menghindari kemadharatan yang diperkirakan dapat menimpa dirinya selama tidak

keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara.64

Dari definisi tersebut hampir sama atau mirip, yakni tidak hanya menyangkut

darurat tentang kebutuhan makan saja, tetapi kalau kita lihat lebih umum, yakni selain

mencankup darurat makanan juga mencankup mempertahankan diri dari

62 Abdul Aziz Dahlan,et al.,Ensiklopedi Hukum Islam, hlm. 260

63 Abdul Rosyad Shiddiq, Fiqih Darurat. Jakarta: Pustaka Azzam, 2001, hlm. 18

64 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al-Dlarurah Al-Syar’iyah. Tej. Said Agil Al-Munawar

“Konsep Darurat Dalam Hukum Islam”, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, hlm. 72

Page 38: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

penganiayaan dari harta dan kehormatan. Ada sebagian ulama yang mendefinisikan

darurat sebagai suatu keadaan yang memaksa untuk melanggar sesuatu yang dilarang

oleh agama. Ini berarti selain mencankup darurat makan juga mencankup darurat

menolak segala sesuatu yang dapat mengancam keselamatan nyawa atau anggota-

anggota badan atau kehormatan atau akal bahkan harta benda.65

2. Kriteria Darurat

Kebolehan berbuat atau meninggalkan sesuatu karena darurat adalah untuk

memenuhi penolakan bahaya, bukan untuk selain itu. Dengan demikian memakan dan

meminum sesuatu yang dilarang dalam keadaan darurat dibolehkan. Para ulama telah

memberikan kriteria seseorang yang dapat dikelompokkan ke dalam keadaan

darurat.66

a. Keadaan darurat itu benar-benar telah terjadi. Artinya, bahwa seseorang benar-

benar dapat diduga akan kehilangan nyawa atau harta menurut pengalaman yang

ada.

b. Orang yang dalam keadaan darurat itu benar-benar dihadapkan pada keterpaksaan

untuk melakukan yang diharamkan atau meninggalkan yang diperintahkan agama.

Artinya, bahwa disekelilingnya tak ada lagi yang dapat membantu

menyelamatkan jiwanya, kecuali yang haram tersebut.67

65 Abdul Rosyad Shiddiq., Fiqih Darurat, hlm. 18 66 Tim Penyusun Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam 1, hlm. 293-294

67 Ibid., hlm. 293

Page 39: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

c. Orang tersebut benar-benar dalam keadaan lemah untuk mencari sesuatu yang

halal dalam menyelamatkan dirinya. Artinya, kalau dia masih sanggup untuk

mencari yang halal, maka keadaannya tersebut delum dapat dikatakan darurat.

d. Yang dilakukan oleh orang yang berada dalam keadaan darurat tersebut tidak

sampai melanggar prinsip-prinsip dasar Islam, seperti pemeliharaan terhadap hak-

hak orng lain, tidak memudharatkan orng lain, dan tidak menyang kut masalah

akidah. Misalnya, walaupun karena darurat zina dan murtad tetap tidak dihalalkan

karena perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan yang benar-benar dilarang

dan merupakan prinsip dasar Islam.68

e. Kebolehan darurat ini hanya terbatas sekedar melepaskan diri dari keadaan

tersebut. Misalnya, jika seseorang sangat kelaparan dan satu-satunya yang akan

dimakan itu hanya daging babi, maka yang hanya dibolehkan untuknya adalah

memakan daging babi itu sekedar untuk mempertahankan hidup untuk mencari

yang halal.69

f. Jika keadaan darurat itu menyangkut penyakit, maka harus dijelaskan oleh dokter

yang dapat dipercaya, baik agamanya maupun ilmunya di bidang itu, bahwa satu-

satunya obat adalah yang diharamkan itu.

g. Jika menyangkut kepentingan suatu negara, maka pihak penguasa benar-benar

yakin bahwa keadaan yang dihadapin itu adalah negara dalam keadaan terancam

bahaya, ada kesulitan yang sangat mengkhawatirkan keutuhan negara atau

68 Ibid., hlm. 293

69 Ibid., hlm. 293-294

Page 40: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

kepentingan rakyat banyak terancam bahaya. Misalnya, dalam masalah utang luar

negeri yang harus dibayar dengan bunga yang cukup tinggi. Jika pemerintah

menganggap bahwa satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan Negara itu

adalah dengan pinjam luar negeri dengan bunga tinggi itu, maka para fukaha (ahli

fiqih) membolehkannya. Jadi dalam keadaan negara terancam keuangan riba

dibolehkan, jika memang itu satu-satunya jalan.70

h. Ibnu Hazm menambahkan satu syarat lagi, yaitu keadaan orang yang darurat itu

telah melalui waktu satu hari satu malam.

3. Batasan-Batasan Darurat

Mengenai batasan-batasan dharurat yang memperbolehkan sesuatu yang

diharamkan, dipahami dari definisi, dapat membatasi pengertian darurat sebagai

berikut :71

1. Darurat dimaksud harus sudah ada bukan ditunggu, dengan kata lain

kekhawatiran akan kebinasaan atau hilangnya jiwa atau lima kebutuhan yang

mendasar yaitu: agama, jiwa, kehormatan, akal, dan harta betul-betul ada dalam

kenyataan melalui dugaan yang kuat.

2. Orang yang terpaksa itu tidak punya pilihan lain kecuali melanggar perintah-

perintah atau larangan-larangan syara’, atau tidak ada cara lain yang dibenarkan

untuk menghindari kemadharatan selain melanggar hukum.

70 Tim Penyusun Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam 1, hlm. 294

71 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al- Dlarurat al- Syar’iyah. trj. Said agil Al-Munawar

“Konsep Darurat Dalam Hukum Islam., hlm. 73-75

Page 41: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

3. Kemadharatan memaksa di mana kekuatiran akan hilangnya jiwa atau anggota

tubuh walau dalam keadaan yang diharamkan bersama yang dibolehkan, seperti

seseorang yang dipaksa untuk memakan bankai dengan ancaman yang

mengkhawatirkan hilangnya nyawa atau anggota tubuhnya, sedangkan

dihadapannya ada yang halal dan baik, atau kuatir akan tidak kuat berjalan

sehingga ia tertinggal rombongan.72

4. Jangan sampai orang yang terpaksa melanggar prinsip-prinsip syara’ yang pokok

seperti memelihara hak-hak orang lain, menciptakan keadilan, menunaikan

amanah, menghindari kemadharatan seperti memelihara prinsip keberagaman

serta pokok-pokok akhidah Islam; umpamanya diharamkannya zina,

pembunuhan, kufur, dan perampasan dalam kondisi bagai manapun.73

5. Bahwa orang yang terpaksa membatasi diri pada hal yang dibenarkan

melakukannya karena darurat itu guna menghindari kemadharatan.

6. Dalam darurat berobat, karena tidak ada obat selain dari yang diharamkan atau

cara lain yang dapat menggantikan yang haram.74

Terdapat bahaya yang

mengancam kehidupan, adanya pernyataan dari dokter muslim yang dapat

dipercaya.

7. Menurut madzhab Hanafi, makna darurat yang menyangkut rasa lapar ialah

seandainya seseorang tidak mau mengkonsumsi barang yang diharamkan

dikhawatirkan ia bisa meninggal dunia atau setidaknya ada anggota tubuhnya

72 Ibid., hlm. 74 73 Ibid., hlm. 74

74 Yusuf Qaradlawi,Halal Haram Fil Islam, trj. Mu’ammal hamidy “Halal dan Haram Dalam

Islam, hlm. 66

Page 42: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

yang akan cacat. Misalnya seseorang yang dipaksa akan dibunuh atau akan

dipotong salah satu anggota tubuhnya apabila ia tidak mau memakan atau

meminum sesuatu yang diharamkan, itu berarti ia sedang dalam keadaan darurat

yang memperbolehkan ia memakan bangkai, karena ia mengkhawatirkan

nyawanya atau salah satu anggota tubuhnya. Disebutkan dalam kitab Taisîirut-

Tahrîir, gugurnya keharaman arak dan bangkai bagi seseorang yang terpaksa

harus meminum atau memakannya, adalah karena ia merasa khawatir atas

keselamatan nyawanya, kerana menahan haus dan dahaga.75

8. Menurut madzhab Maliki, darurat yang memperbolehkan mengkonsumsi sesuatu

yang diharamkan ialah rasa takut akan keselamatan nyawa baik berdasarkan

keyakinan atau hanya sekedar dugaan. Ada juga yang berpendapat, darurat ialah

menjga jiwa dari kematian atau dari bahaya yang sangat berat. Itu tidak

disyaratkan harus menunggu sampai benar-benar menjelang kematian, karena

mkan pada waktu seperti itu sudah tidak ada gunanya.76

9. Menurut madzhab Syafi’i, sesungguhnya rasa lapar yang teramat sangat itu tidak

cukup hanya diatasi dengan hanya memakan bangkai dan sebagainya. Seperti

halnya ulama-ulama dari madzhb lain, mereka semua sepakat tidak wajib harus

menungu sampai kematian itu sebentar lagi datang. Hal itu karena pada dasarnya,

sesuatu yang diharamkan itu tidak boleh dilakukan dan tidak boleh diterjang

kecuali karena ada alasan darurat. Dan darurat itu punya standar tersendiri.

75 Abdul Rosyad Shiddiq., Fiqih Darurat., hlm. 31-33

76 Ibid., hlm. 32

Page 43: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Apabila seseorang sampai pada batas yang apabila ia tidak mau mengkonsumsi

sesuatu yang dilarang agama ia bisa mati atau hampir mati, itu artinya ia sudah

berada pada batas puncak darurat yang berarti ia boleh memakan sesuatu yang

diharamkan.77

4. Hukum Darurat

Maksud dari hukum darurat disisni ialah efek yang ditimbulkan dari hukum

darurat tersebut dan menunutut ditetapkannay ketetapa-ketetapan hukum

pengecualian untuk individu, kelompok ataupun masyarakat dan cocok untuk mereka

yang lalu menghendaki kebolehannya yang dilarang atau ditinggalkan yang wajib

atau ditunda pelaksaannya dengan menentang kaidah-kaidah umum yang berlaku

menyeluruh yang diterapkan dalam keadaan-keadaan biasa. Dalam tema hukum

darurat, akan membicarakan efek yang langsung dari darurat yang tentunya sangat

berpengaruh dalam lingkungan masyarakat. Darurat serupa dengan hajat memiliki

ketetapan-ketetapan hokum yang telah kita kenal yaitu mengenai pemaksaan,

rukhshoh, kaidah-kaidah serta penyerapan-penyerapan masing-masing dari kedua-

duanya.78

Di antara ketetapan-ketetapan hukum yang paling menonjol adalah bahwa

kadangkala terbatas pada terangkatnya tanggung jawab ukhrawi menghilangkan

keharaman, dan kadangkala ada yang wajib mungkin juga ditunda pelaksanaan yang

wajib itu. Dalam pembahasan kali ini akan kami sebutkan pengaruh pelaksanaan

77 Abdul Rosyad Shiddiq, Fiqih Darurat. Jakarta: Pustaka Azzam, 2001., hlm 33-34

78 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al-Dlarurat Al- Syar’iyah. trj. Said Agil Al-Munawar

“Konsep Darurat Dalam Hukum Islam”.,hlm. 303

Page 44: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

dalam beberapa ketentuan hukum, dan pengaruh madyarakat dalam mempermudah

ketetapan-ketetapan hukum.79

Tentang pengaruh keterpaksaan ini akan kami bahas dalam keadaan darurat.

Di sini secara garis besar kami ketengahkan dua keadaan yaitu : keadaan darurat

makan dan keadaan darurat yang dipaksa. Contohnya untuk pembahasan dalam

keadaan darurat makan yaitu dibolehkannya sesuatu yang dilarang untuk sementara

guna menghindari kemadharatan dari jiwa. Dalam hal ini maka diperbolehkan bagi

orang yang dalam keadaan terpaksa memakannya di antara makanan da minuman

yang telah diharamkan Allah SWT seperti bangkai, darah, daging babi, minuman

khamr, dan sebagainya.80

Sedangkan masalah tentang pemaksaan, ialah diperbolehkannya untuk

melakukan perbuatan yang diharamkan ketika bebas, atau mungkin juga diberikan

keringanan untuk itu. Tetapi keharamannya untuk selamanya tidak mungkin terhapus.

Mungkin juga tidak dibolehkan dan tidak diberikan keringanan sama sekali.81

Pemaksaan itu tidak selamanya dipandang sebagai salah satu factor yang

membolehkan hal-hal yang dilarang, tetapi ada kalanya dilarang itu menjadi boleh

karenanya. Namun kadangkala terjadi sebaliknya pada saat itu pemaksaan akan

dipandang sebagai salah satu penghalang tanggung jawab dan bukan merupakan

factor yang membolehkan yang haram.82

79

Ibid., hlm. 303

80 Ibid., hlm. 303-304

81 Ibid., hlm. 304

82Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al-Dlarurat Al-Syar’iyah. trj. Said Agil Al-Munawar

“Konsep Darurat Dalam Hukum Islam., hlm. 307

Page 45: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

D. Metode Is înbâth Hukum

1. Pengertian Istînbâth Hukum

Secara bahasa istînbâth berarti mengeluarkan atau menarik. Upaya

mengeluarkan (menetapkan kesimpulan) hukum dari dalil-dalil(nas). Istînbâth juga

diartikan sebagai ijtihad, yang artinya mengerahkan segenap upaya dan kemampuan

secara sungguh-sungguh untuk mengeluarkan atau menetapkan kesimpulan hokum

dari dalil-dalilnya.83

Orang yang melakukan istînbâth disebut mujtahid mustarbit, artinya seseorang

yang berijtihad untuk menetapkan kesimpulan hukum dari dalilnya (al-Qur an dan

hadish). Selain itu ada juga mujtahid muthabbiq, yaitu orang yang melakukan ijtihad

(upaya) untuk menerapkan hukum hasil istînbâth. Untuk dapat melakukan istînbâth

seseorang harus mengerti dan memahami ilmu ushul fiqh, maka istînbâth juga berarti

proses dan upaya mengambil hukum dari dalil-dalil tertentu dengan menggunakan

metodologi istînbâth yang telah dirumuskan dalam ilmu ushul fiqh.84

Orang yang melakukan istînbâth harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :85

1. Mengetahui hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur an (al-Gazali

menyebutnya sebagai ayat-ayat ahkâm atau hukum)

2. Mengetahui hukum-hukum yang terkandung dalam sunnah (hadis ahkâm)

83Tim Penyusun, Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam 2. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,

1994, hlm. 279 84 Ibid., hlm. 279

85 Ibid., hlm. 279

Page 46: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

3. mengetahui mazhab-mazhab mujtahid yang telah lalu dan metode-metode

istînbâth-nya.

4. mengetahui hakikat (kiyâs dan rukun serta syaratnya, dan

5. bersikap adil dan memiliki akhlak serta kepribadian yang baik.

Dengan memperhatikan kriteria mujtahid mustânbit yang begitu ketat, maka

ada sebagian ulama seperti Muhammad Abu Zahrah (ahli fikih dan usul fikih) dan

Yusuf al-Qardawi (ahli fikih) mengelompokkan mujtahid pada mujtahid mustaqil

(mandiri), mujtahid mazhab, dan mujtahid murajjih (yang menguatkan suatu hukum).

Dari segi jumlah pelaku istînbâth, mujtahid dikelompokkan menjadi mujtahid fardi

(perorangan) dan mujtahid jama’i (kolektif).86

Dalam metode-metode istînbâth yang telah dikembangkan oleh para ahli

ushul masih terdapat perbedaan pendapat diantara mereka dalam memberkan

penekanan dan kekuatannya sebagai metode istînbâth. Metode-metode tersebut

adalah qiâs, istihsân, istislâh, dan istishâb. Menurut Al-Syatibi dasarnya metode

istînbâth adalah hukum yang diambil secara induktif. Meskipun tidak ada ketentuan

tertentu dalam nas, kekuatannya sebagai dalil bersifat qat’’î, walaupun demikian

penerapannya bersifat zanni (tidak pasti lawan qa’î). Karena itu dalam penerapan

hukum dikenal istilah nazariyat i’tibar al-maal (teori penerapan hukum yang melihat

pada dampaknya) seperti hilah (menghindari hukum yang lebih berat menuju hukum

86 Ibid., hlm. 279

Page 47: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

yang lebih ringan) dan sad azzarî’ah(menghindari jalan yang membawa pada

mafsadat/kerusakan).87

2. Metode Istînbâth

a. Qiŷas (analogi)

Qiŷas adalah menyamakan suatu masalah atau kejadian yang tidak ada nasnya

dengan masalah yang sudah ada nas hukumnya, karena ada

persamaan ilah (sebab) antara kedua masalah tersebut.88

Sedangkan qiŷas menurut

ulama ushul ialah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya kepada

kejadian lain yang ada nashnya, dalam hukum yang telah ditetapkan oleh nash karena

adanya kesamaan dua kejadian itu dalam illat hukumnya.89

Maka apabila suatu nash telah menunjukkan hukum mengenai suatu kejadian,

dan telah diketahui illat hukum itu dengan metode di antara metode-metode untuk

mengetahui illat hukum, kemudian terdapat nashnya dalam illat seperti illat hukum

dalam kejadian itu, maka kejadian lain itu harus disamakan dengan kejadian yang ada

nashnya dalam hukumnya dengan dasar menyamakan dua kejadian tersebut dalam

illatnya, karena hukum itu dapat ditemukan ketika telah ditemukan illatnya.90

Ada empat hal yang harus dipenuhi dalam qiŷas, yaitu :91

87Tim Penyusun, Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam 2. hlm. 279-280

88

Ibid., hlm. 279-280

89 Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqh, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2002. Hlm. 74 90 Ibid., hlm. 74

91 Tim Penyusun Dewan Redaksi, et al,.Ensiklopedi Islam 2., hlm. 280

Page 48: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

1. Kejadian dalam nash yang diambil sebagai tempat analogi

2. Kejadian baru yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam nash (yang

dianalogikan)

3. Hukum asal dijelaskan secara konkret dalam nash.

4. IIlat hukum, yaitu sesuatu yang dimaksud syar’i (pembuat hukum syariat, yakni

Allah SWT) dalam menghukumi suatu kejadian.

Menurut pendapat jumhur ulama Islam, bahwa qiŷas adalah juga hujjah

syar’iyah atas hukum-hukum mengenai perbuatan manusia (amaliyah), dan ia

menduduki martabat yang keempat di antara hujjah-hujjah syar’iyah dengan

pengertian, apabila tidak didapati dalam suatu kejadian itu, hukum menurut nash atau

Ijma, akan tetapi terdapat kesamaan illat dengan suatu kejadian yang telah terdapat

hukumnya dalam nash.92

Setiap qiŷas terdiri dari empat sendi, yaitu :93

a. Al-Ashlu, yaitu sesuatu yang ada hukumnya dalam nash. Disebut Maqis Alaihi

(yang dijadikan ukuran), atau Mahmul Alaihi (yang dijadikan pertanggung), atau

Musyabbah Bib (yang dibuat keserupaan).

b. Al-Far’u, yaitu sesuatu yang tidak ada hukumnya dalam nash, tetapi ada maksud

menyamakan kepada al-Ashlu dalam hukumnya.

c. Hukum Ashal, yaitu hukum syara yang ada nashnya menurut asal dan dimaksud

dengan ini sebagai pangkal hukum bagi cabang.

92Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqih., hlm. 77

93 Ibid., hlm. 87-88

Page 49: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

d. Al-Illat, yaitu keadaan yang dijadikan dasar oleh hukum asal berdasarkan

wujudnya keadaan itu pada cabang, maka disamakanlah cabang itu kepada asal,

mengenai hukumnya. Maka meminum khamar adalah asal. Karena telah terdapat

nash bagi hukumnya. Yaitu firman Allah (ا�� ���� = maka jauhilah), yang

menunjukkan atas keharaman meminum khamar karena illat memabukkan.94

b. Istihsân

Istihsân menurut bahasa ialah menganggap baik sesuatu, sedangkan menurut

istilah ulama ushul ialah berpindahnya seorang mujhahid dari tuntutan qiỹas jali

(qiỹas nyata) kepada qiỹas khafi (qiỹas samara). Atau dari hukum kulli (umum)

kepada hukum pengecualian, karena ada dalil yang menyebabkan dia mencela

akalnya.95

Ada pendapat lain menyebut istihsan sebagai memilih satu dari dua dalil

yang lebih kuat. Perpindahan tadi disebabkan beberapa hal, yakni kepentingan

pengecualian hukum, urf (kesepakatan, adat istiadat), dan maslahat atau karena untuk

menghindarkan kesulitan(raf’ al-haraj).96

Macam-macamnya

Dari definisi al-Istihsân menurut syara’ maka jadi jelas bahwa al-Istihsân itu

ada dua macam :97

1. Memenangkan qiỹas khafi atas qiỹas jali dengan dalil

2. Mengecualikan juz ‘iyah dari hukum kulli dengan dalil.

94 Ibid., hlm. 87-88

95 Ibid., hlm. 117 96 Tim Penyusun, Dewan Redaksi, et al., Ensiklopedi Islam 2., hlm. 177

97 Abdul Wahhab Khallaf.,Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqih., hlm. 119-120

Page 50: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Contohnya : Nash para fuqoha Hanafiyah, bahwa sisa yang tinggal dari

burung buas seperti burung garuda, burung gagak, burung elang, dan burung

rajawali(elang besar) adalah suci menurut istihsan dan najis menurut qiyas.

Bahwa sisa yang tetap tinggal dari binatang yang diharamkan dagingnya ialah seperti

binatang buas, misal: Asad (sebangsa macan tutul), namr (harimau), siba (binatang

buas) dan serigala dzib (anjing hutan). Hukum sisa yang tetap tinggal pada binatang

itu mengikuti hukum dagingnya.98

Menurut para Fuqoha telah menaskan, bahwa orang yang dipercaya

(perlindung), kematiannya yang tidak diketahui membuat menderita karena keadaan

tidak diketahui. Akan tetapi diperkecualikan menurut Istihsân atas matinya bapak,

nenek atau orang yang berwasiat yang juga dengan secara tidak diketahui.99

Tentang kegunaan istihsân sebagi metode istînbât hukum, ulama mahzab

Maliki dan mahzab hanafi menggunakannya sebagai dalil syar’i (berdasarkan syarak).

Ini diambil secara induktif dari sejumlah dalil, bukan karena tuntutan keinginan dan

nafsu. Menurut ulama Syafi’i, orang yang ber- istînbâth dengan istihsân berarti

membuat syariat sendiri. Hal itu dianggap sebagai perbuatan yang didasarkan pada

keinginan dan hawa nafsu.100

Karena itu Imam Al-Syathibi dalam kitab “al-

Muwaafaqat”: “Orang yang melakukan istihsân tidak boleh kembali kepada daya rasa

dan kenginannya semata, akan tetapi hanya kembali kepada hal-hal yang diketahui

dari tujuan pembuatan syariat secara global dalam contoh sesuatu yang diutarakan,

98 Ibid., hlm. 120 99 Ibid., hlm. 120

100 Tim Penyusun, Dewan Redaksi, et al.,Ensiklopedi Islam 2., hlm. 280

Page 51: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

seperti beberapa masalah yang dituntut oleh qiỹas adanya perintah. Hanya saja

perintah itu dari segi bisa menghilangkan maslaha (kesejahteraan), dan dari segi lain

bisa mendatangkan mafsadah (kerusakan)”.101

c. Istislah atau al-Maslahah al-Mursalah

Istilâh ialah maslahat yang tidak jelas-jelas dinyatakan oleh nas, baik sahnya

atau batalnya, tetapi jenisnya sesuai dengan tindakan syarak (hukum Islam).102

Menurut istilah ulama ushul yaitu, maslahah di mana syar’i tidak mensyariatkan

hukum untuk mewujudkan maslahah, juga tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas

pengakuannya atau pembatalannya. Maslahah itu disebut mutlak, karena tidak

dibatasi dengan dalil pengakuan atau dalil pembatalan.103

Dari penjelasan ini, yaitu bahwa pembentukan hukum itu tidak dimaksudkan, kecuali

merealisir kemaslahatan ummat manusia. Artinya mendatangakan keuntungan bagi

mereka dan menolak madharat serta menghilangkan kesulitan dari padanya.

Jumhur ulama umat Islam berpendapat, bahwa maslahah mursalah itu adalah hujjah

syariat yang dijadikan dasar pembentukan hukum, dan bahwasanya kejadian yang

tidak ada hukumnya dalam nash dan Ijma atau qiỹas atau istihsân itu disyariatkan

padanya hukum yang dihendaki oleh maslahah umum, dan tidaklah berhenti

pembentukan hukum atas dasar maslahah ini karena adanya saksi syari’ yang

mengakuinya.104

101 Abdul Wahhaf Khallaf., Kaidah-Kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Eiqih., hlm. 122-123

102 Tim Penyusun, Dewan Redaksi, et al., Ensiklopedi Islam 2., hlm. 280

103 Abdul Wahhab Khallaf., Kaidah-Kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqih., hlm. 123

104 Ibid., hlm. 125

Page 52: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Sebagian ulama umat Islam berpendapat, bahwa maslahah yang tidak

disaksikan oleh saksi syara atas pengakuannya dan juga tidak atas pembatalannya,

maka ia tidak bisa dijadikan dasar pembentukan hukum. Dalil mereka dua hal,

yaitu:105

1. Syariat harus memelihara setiap maslahah ummat manusia denga nash-nashnya

dan dengan petunjuk qiỹas; karena syari’ tidak meninggalkan umat manusia

dengan sia-sia. Juga tidak dapat membiarkan maslahah apa saja tanpa memberi

petunjuk pembentukan hukum baginya. Jadi tidak ada maslahah kecuali telah

terdapat saksi syara yang mengakuinya, sedangkan maslahah yang tidak terdapat

saksi syara yang mengakuinya maka pada hakikatnya bukanlah maslahah, atau

bukan maslahah kecuali hanya bersifat dugaan yang tidak sah dijadikan dasar

pembentukan hukum.

2. Pembentukan hukum atas dasar mutlaknya maslahah berarti telah membuka pintu

hawa nafsu orang di antara para pemimpin, para penguasa dan para ulama fatwa,

maka sebagian mereka terkadang dikalahkan oleh hawa nafsu dan keinginannya,

sehingga mereka menghalalkan kerusakan sebagai kemaslahatan, dan maslahah

adalah hal-hal yang bersifat kira-kira yang berbeda menurut perbedaan pendapat

dan lingkungan. Maka terbukanya pintu pembentukan hukum dengan alasan

kemaslahatan yang mutlak telah membuka pintu kejahatan.106

105 Ibid., hlm. 129-130 106 Ibid., hlm. 130

Page 53: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Imam Qayyim berkata: Di antara umat Islam ada yang berlebih-lebihan dalam

memelihara maslahah umum, maka mereka menjadikan syariat sebagai hal yang

terbatas yang tidak bisa berjalan menurut kemaslahatan hamba yang memerlukan

kepada lainnya. Mereka telah menghalangi dirinya untuk menempuh jalan benar yang

berupa jalan kebenaran dan keadilan. Ada pula di antara mereka yang melampaui

batas sehingga membolehkan sesuatu yang dapat memudahkan syariat Allah dan

menimbulkan kejahatan yang kejam serta kerusakan yang dahsyat.107

Menurut ulama

mazhab Maliki, kehujahannya bersifat qat’ i (pasti). Begitu juga menurut al-Syatibi

(ahli ushul fiqih) dan al-Ghazali. Selain itu ada maslahah mu’tabarah yang jelas ada

ketentuannya dalam nash, dan ada juga maslahah mulgah yang bertentangan dengan

ketentuan nas.108

d. Istishâb

Istishâb menurut bahasa Arab ialah mengakui adanya hubungan perkawinan.

Sedangkan menurut istilah ulama Ushul, yaitu menetapkan sesuatu menurut keadaan

sebelumnya sehingga terdapat dalil yang menunjukkan perubahan keadaan, atau

menjadikan hukum yang telah ditetapkan pada masa lampau secara kekal menurut

keadaan sehingga tersapat dalil yang menunjukkan atas perubahannya.109

Maka apabila seorang Mujtahid ditanya tentang kontrak atau pengelolaan, dan

dia tidak menemukan nash dalam al-Qur an dan al-Sunnah, juga tidak menemukan

dalil syara’ yang mengitlakkan hukumnya, maka dihukumi dengan kebolehan kontrak

107Abdul Wahhab Khallaf., Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqih., hlm. 130 108 Tim Penyusun, Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam 2., hlm. 280

109Abdul Wahhab Khallaf., Kaidah-Kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqih., hlm. 134-135

Page 54: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

atau pengelolaan tersebut atas dasar bahwa “pangkal sesuatu itu adalah kebolehan”.

Yaitu suatu keadaan yang Allah telah menciptakan di atasnya segala sesuatu yang ada

di bumi secara keseluruhan. Maka sesuatu yang tidak terdapat dalil yang

menunjukkan atas perbuatannya, maka suatu itu dihukumi atas kebolehannya yang

bersifat asal. Apabila seoarang Mujtahid ditanya tentang hukum binatang atau benda-

benda, atau tumbuh-tumbuhan, atau makanan apa saja, atau sesuatu amal, dan tidak

menemukan dalil syara’ mengenai hukumnya, maka dihukumi atas kebolehannya,

karena kebolehan itu adalah pangkal (asal), dan tidak terdapat dalil yang

menunjukkan atas perubahannya.110

Jadi pangkal sesuatu itu adalah kebolehan,

karena Allah telah berfirman:

0��� ��OPQ�� L'%��" 6�C,� ��� ��� ��� !"�� �'�U�☺�� o6�]

��0�d��� �%m�B ��Q��☺tt��� �:�¡o�xt,� �¢�(�� �670��☺�� >

0���0� K£h�C�g }�k⌧� �¢��� �b�K

Artinya : Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk

kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan

dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. 2, al-Baqoroh: 29).

Allah telah menjelaskan dalam ayat, bahwasanya dia telah menaklukan segala

yang ada di langit dan di bumi untuk manusia, dan tidaklah apa yang ada di bumi itu

dijadikan dan ditaklukan oleh manusia, kecuali apabila hal itu diperbolehkan bagi

mereka, karena seandainya hal itu terlarang bagi mereka, niscaya bukan untuk mereka

semua itu diciptakan.111

110 Ibid., hlm, 134-135

111 Ibid., hlm. 135

Page 55: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Istishâb adalah akhir dalil syara’ yang dijadikan tempat kembali seorang

Mujtahid untuk mengetahui hukum suatu peristiwa yang dihadapkan kepadanya,

karena ulama ushul berkata: “Sesungguhnya istishâb adalah akhir tempat beredar

fatwa”. Yaitu mengetahui atas sesuatu menurut hukum yang telah ditetapkan baginya

selama tidak terdapat dalil yang mengubahnya. Setiap orang yang mengetahui wujud

sesuatu, maka dihukumi wujudnya sampai terdapat dalil yang meniadakannya, dan

barang siapa mengetahui ketiadaannya, sampai terdapat dalil yang menunjukkan atas

wujudnya.112

Atas dasar istishâb, telah dijadikan dasar prinsip-prinsip syariat seperti

kaedah:

C ��E� " 6�F� ��8ء " آ ن ��� " آ ن ح H� <� (ا

“Asal sesuatu itu adalah ketetapan yang telah ada menurut keadaan, semula,

sehingga terdapat ketetapan sesuatu yang mengubahnya”. 113

Iا) �> 5: ا) (� ءا) � ح

“Asal segala sesuatu itu adalah kebolehan”.

114

ا) �> 5: ا) نJ ن ا���ا ء ة

“Asal pada manusia itu adalah kebebasan”.

115

112 Ibid ., hlm 134-135

113 Abdul Wahhab Khallaf.,Kaidah-Kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqih.,terj., Noer

Iskandar al-Barsany., hlm. 136

114 Ibid.,136

115 Khallaf., Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqih., terj., Noer Iskandar al-

Barsany., hlm. 136

Page 56: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Yang benar, menganggap istishâb itu sendiri sebagai dalil hukum adalah

boleh, karena dalil itu pada hakikatnya adalah dalil yang telah menetapkan hukum

tersebut, dan tidaklah istishâb itu kecuali hanya menetapkan dalalah dalil ini kepada

hukumnya. Ulama Hanafiyah telah menetapkan bahwa istishâb itu adalah hujjah

untuk mempertahankan, bukan untuk menetapkan yang dimaksud mereka. Dengan ini

yakinlah bahwa istishab itu adalah hujjah atas ketetapan sesuatu yang telah ada,

menurut keadaan semula, dan juga mempertahankan sesuatu yang berbeda

dengannya, sampai terdapat dalil yang menetapkan sesuatu yang tidak tetap.116

Sedangkan kata-kata Imam Syafi’i yang jelas,117

yaitu bahwa beliau tidak

memandang pendapat seseorang tertentu di antara mereka adalah hujjah, dan beliau

memperkenankan menentang pendapat mereka secara keseluruhan dan melakukan

ijtihad mengenai istînbâth pendapat lain, karena pendapat mereka itu adalah pendapat

ijtihad secara perorangan dari orang-orang yang tidak ma’shum. Sebagaimana

sahabat itu boleh menentang (pendapat) sahabat lain, berarti juga para mujtahid

sesudahnya boleh menentang mereka. Oleh karena itulah imam Syafi’i berkata:

“Tidak boleh menjatuhkan hukum atau fatwa kecuali dari sisi berita yang positif,

yaitu al-Kitab dan al-Sunnah”. Atau dari pendapat yang disepakati oleh para ilmuwan

yang mereka tidak berselisih di dalamnya atau berqiỹas dalam sebagiannya.

116 Ibid., hlm. 137

117

Ibid., hlm.142

Page 57: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

BAB III

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG PENGGUNAAN

ORGAN TUBUH

A. Profil Majelis Ulama Indonesia

a. Sejarah Perkembangan Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah organisasi keulamaan yang bersifat

independen, tidak beraplikasi kapada salah satu aliran politik, madzhab atau aliran

keagamaan Islam yang ada di Indonesia.118

Adanya suatu wadah yang dapat menampung, menghimpun dan

mempersatukan pendapat-pendapat dan pikiran-pikiran dari para ulama Indonesia,

sudah lama menjadi hasrat dan keinginan umat Islam Indonesia dan pemerintahan

republik Indonesia. Dengan adanya wadah ini diharapkan partisipasi para ulama yang

telah mempunyai tempat khusus di hati rakyat Indonesia, terhadap pembangunan

nasionalnya akan lebih dapat terus ditingkatkan. Musyawarah yang diadakan atas

prakasa pusat dakwah Islam Indonesia ini, bertemakan :“Mewujudkan kesatuan

amaliah sosial umat Islam dalam masyarakat dan partisipasi alim ulama dalam

pembangunan nasional”. Dalam musyawarah ini banyak peserta (ulama) yang

mengusulkan perlu adanya Majelis Ulama yang didalamnya mencakup lembaga

fatwa.119

118 Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani, Bandung : remaja Rosdakarya, 2004, hlm.

65 119 Sekretariat MUI Masjid Istiqlal., 15 Tahun Majelis Ulama Indonesia, Jakarta :

Sekretatariat MUI Masjid Istiqlal, hlm. 45-46

Page 58: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

MUI berdiri pada tanggal 17 Rajab 1395 H bertepatan dengan tanggal 26 Juli

1975 M di Jakarta sebagai hasil musyawarah nasional I MUI yang berlangsung pada

tanggal 12 s/d 18 Rajab 1395 H/ 21 s/d 27 Juli 1975 M di balai sidang jakarta.

Musyawarah ini diselengarakan oleh sebuah panitia yang di angkat oleh Menteri

agama dengan surat keputusan No. 28 tanggal 1 juli 1975, yang diketuai oleh Letjen.

Purn. H. Soedirman dan tim penasehat yang terdiri dari Prof.Dr. Hamka, K.H.

Abdullah Syafe’i dan K.H.M. Syukri Ghazali.120

Tujuan pokok musyawarah di samping untuk membentuk majelis ulama

tingkat pusat sebagai tindak lanjut dari pembentukan majelis ulama di daerah-daerah

juga dimaksud untuk memperkokoh ketahanan nasional dan meningkatkan kerukunan

hidup antar umat beragama dalam mensukseskan pembangunan.121

Menteri penerangan Mashuri, SH, menyatakan bahwa “Pembentukan majelis

ulama ini merupakan satu manifestasi dari pada usaha pembangunan kita, suatu

langkah yang penting karena pembangunan kita tidak hanya bidang materiil

melainkan juga spiritual, pembangunan manusia seutuhnya. Lebih-lebih dengan

perkembangan di Indonesia, kaum komunis selalu berusaha menciptakan perpecahan

antara kita sama kita. Maka dengan adanya majelis ulama ini kita hendak

membendung usaha kaum komunitas tersebut”.122

120 MUI., 20 Tahun Majelis Ulama Indonesia, Jakarta : MUI Pusat, hlm. 13

121 Sekretariat MUI Masjid Istiqlal ., 15 Tahun MUI., hlm. 47

122 Ibid., hlm. 48

Page 59: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Menjelang musyawarah timbul kekhawatiran dari sementara golongan

masyarakat , namun kekhawatiran itu hampir menjadi hilang setelah Bapak Presiden

memberikan garis-garis. Dalam amanat tersebut beliau menggariskan:123

1. Tugas para ulama adalah amar ma’ruf Nahi munkar.

2. Majelis ulama hendaknya menjadi penterjemah.

3. Majelis ulama agar mendorong, memberi arah dan menggerakkan masyarakat

dalam membangun diri dan masa depannya.

4. Majelis ulama agar memberi bahan-bahan pertimbangan mengenai kehidupan

beragama kepada pemerintah.

5. Majelis ulama agar menjadi penghubung antar emerintah dan ulama.

6. Kepengurusan majelis ulama sebaiknya mengambarkan diwakilinya unsur-unsur

dari segenap golongan.

7. Majelis ulama ini cukup hanya mempunyai pengurus saja dan tidak perlu

mempunyai anggota.

8. Sebab itu, majelis ulama ini tidak perlu mendirikan madrasah, masjid, rumah

sakit, dan sebagainya.

9. Majelis ulama tidak perlu melakukan politik.

10. Untuk lebih meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama kita perlu

membentuk semacam badan konsultasi antara umat beragama di Indonesia ini.

Tanda berdirinya MUI dalam bentuk piagam berdirinya MUI yang ditanda

tangani oleh 53 orang ulama yang terdiri dari 26 orang ketua-ketua MUI daerah

tingkat I seluruh Indonesia, 10 orang ulama unsur organisasi Islam tingkat pusat

123

Ibid., hlm. 51-52

Page 60: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

yaitu NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, PERTI, Al-Washliyah, Mathla’ul Anwar,

GUPPI, PTDI, Dewan Masjid Indonesia dan Al-Ittihadiyah; 4 orang ulama dari Dinas

Rohaniah Islam AD, AU, AL dan POLRI, serta 13 orang ulama undangan

perorangan.124

Visi dan Misi MUI

a. Visi

Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang

baik, memperoleh ridlo dan ampunan Allah SWT (baldatun thoyyibatun wa robbun

ghofur) menuju masyarakat berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya kejayaan

Islam dan kaum muslimin (izzul Islam wal-muslimin) dalam wadah negara kesatuan

republik Indonesia sabagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil

‘alamin).125

b. Misi

1. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan

menjadikan ulama sabagai panutan (qudwah hasanah), sehingga mampu

mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah

Islamiyah, serta menjalankan syariah Islamiyah;

2. Melaksanakan dahwah Islam, amar ma’ruf nahi mungkar dalam mengembangkan

akhlak karimah agar terwujud masyarakat berkualitas (khaira ummah) dalam

berbagai aspek kehidupan;

124 MUI., 20 Tahun MUI., hlm. 13

125 Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, Jakarta:

Sekretariat MUI, 2005, hlm. 20

Page 61: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

3. Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebebasan dalam mewujudkan

persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah negara kesatuan republik

Indonesia.126

Peran MUI

MUI mempunyai peran utamayaitu :127

a. Sebagai pewaris tugas para Nabi (warasat al-anbiyah)

MUI berperan sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi, yaitu menyebarkan

ajaran Islam serta memperjuangkan terwujudnya suatu kehidupan sehari-hari secara

arif dan bijaksana yang berdasarkan Islam. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi,

majelis ulama Indonesia menjelaskan fungsi profektif yaitu memperjuangkan

perubahan kehidupan agar berjalan sesuai ajaran Islam, walaupun dengan

konsekuensi akan menerima kritik, tekanan, dan ancaman karena perjuangannya

bertentangan dengan sebagian tradisi, budaya , dan peradaban manusia.

b. Sebagai pemberi fatwa

MUI berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat Islam baik di minta maupun tidak

dimnita. Sebagai lembaga pemberi fatwa majelis ulama Indonesia mengakomodasi

aspirasi umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran serta

organisasi keagamaan.128

c. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (ri’ayat wa khadim al-ummah)

126 Ibid., hlm. 20-21

127 Ibid., hlm. 24-25 128 Ibid., hlm. 24

Page 62: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

MUI berperan sebagai pelayan umat (khdim al-ummah) yaitu melayani umat

Islam dan masyarakat luas dalam memenuhi harapan, inspirasi, dan tuntutan mereka.

Dalam kaitan ini, majelis ulama Indonesia senantiasa berikhtiar memenuhi

permintaan umat Islam, baik langsung maupun tidak langsung, akan bimbingan dan

fatwa keagamaan. Bgitu pula, majelis ulama Indonesia berusaha selalu tampil

didepan dalam membela dan memperjuangkan aspirasi umat dan masyarakat luas

dalam hubungannya dengan pemerintah.129

d. Sebagai pelopor gerakan ishlah

MUI berperan sebagai juru damai terhadap perbedaan yang terjadi di kalangan

umat. Apabila terjadi perbedaan pendapat dikalanagan umat Islam maka MUI dapat

menempuh jalan al-jam’u wat taufiq (kompromi dan persesuaian) dan tarjih (mencari

hukum yang lebih kuat). Dengan demikian diharapkan tetap terpelihara semangat

persaudaraan di kalangan umat Islam Indonesia.130

e. Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar

MUI berperan sebagai wahana penegakan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu

dengan menegaskan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan dengan penuh

hikmah dan istiqomah. Dalam menjalankan fungsinya ini majelis ulama Indonesia

tampil di barisan terdepan sebagai kekuatan moral (moral force) bersama berbagai

potensi bangsa lainnya untuk melakukan rehabilitasi sosial.131

Orientasi MUI

129 Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, hlm.

25

130 Ibid., hlm. 26 131 Ibid., hlm. 25

Page 63: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

MUI mempunyai orientasi pengkhidmatan, yaitu :132

Diniyah, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang didasari semua langkah dan

kegiatannya pada nilai dan ajaran Islam. Karena Islam adalah agama yang

berdasarkan prinsip tauhid dan mempunyai ajaran yang meliputi seluruh aspek

kehidupan manusia.

Irsyadiyah, MUI adalah wadah pengkhidmatan dakwah wal irsyad, yaitu

upaya untuk mengajak umat manusia kepada kebaikan serta melaksanakan amar

ma’ruf nahi munkar dalam arti yang seluas-luasnya. Setiap kegiatan majelis ulama

Indonesia dimaksudkan untuk dakwah dan dirancang untuk berdimensi dakwah.133

Istijabiyah, MUI adalah pengkhidmatan ijabiyah yang senantiasa memberikan positif

terhadap setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat melalui prakarsa kebijakan

(amal shaleh) dalam semangat berlomba dalam kebaikan (fastabiq al-khairat).134

Hurriyah, MUI adalah wadah pengkhidmatan independent yang bebas dan merdeka

serta tidak tergantung maupun terpengaruh oleh pihak-pihak lain dalam mengambil

keputusan, mengeluarkan pikiran, pandangan dan pendapat.135

Ta’awuniyah, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang mendasari diri pada

semangat tolong-menolong untuk kebaikan dan ketakwaan dalam membela kaum

dhua’fa untuk meningkatkan harkat dan martabat, serta derajat kehidupan

masyarakat. Semangat ini dilaksanakan atas dasar persaudaraan di kalangan seluruh

132 Ibid., hlm. 21-23

133 Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, hlm.

21-22

134 Ibid., hlm. 22 135 Ibid., hlm. 22

Page 64: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

lapisan golongan umat Islam. Ukhuwah Islammiyah ini merupakan landasan bagi

majelis ulama Indonesia untuk mengembangkan persaudaraan kebangsaan (ukhuwah

wathaniyah) sebagai bagian intergral bangsa Indonesia dan memperkokoh

persaudaraan manusia (ukhuwah basyariyah) sebagai anggota masyarakat dunia.136

Syuriah, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang menekankan prinsip musyawarah

dalam mencapai kemufakatan melalui pengembangan setiap demokrasi, akomodatif,

dan aspiratif, terhadap berbagai aspirasi yang tumbuh dan berkembang di dalam

masyarakat.

Tasamuh, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang mengembangkan sikap

toleransi dan moderat dalam menghadapi masalah-masalah khilafiyah.137

Qudwah, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang mengedepantan kepeloporan dan

keteladanan melalui prakarsa kebajikan yang bersifat perintisan untuk kebutuhan

kemaslakatan umat.138

Abdualiyah, MUI adalah wadah pengkhidmatan yang menyadari dirinya

sebagai anggota masyarakat dunia yang ikut aktif memperjuangkan perdamaian dan

tatanan dunia yang sesuai dengan hal itu, majelis ulama Indonesia menjalin hubungan

136 Depag. RI., Profil Lembaga Sosial Keagamaan Di Indonesia, Jakarta: Depag. RI., 2002,

hlm. 64

137 Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, hlm.

23

138 Ibid., hlm. 23

Page 65: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

dan kerjasama dengan lembaga/organisasi Islam internasional di berbagai

negara.(profil lembaga social keagamaan).139

Fungsi MUI140

a. Sebagai wadah musyawarah para ulama, zuama dan cendekiawan muslim dalam

mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami.

b. Sebagai wadah silaturahmi para ulama, zuama dan cendekiawan muslim untuk

mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam dan menggalang ukhuwah

Islamiyah.

c. Sebagai wadah yang mewakili umat Islam dalam hubungan dan konsultasi antar

umat beragama. Sebagai pemberi fatwa kepada umat Islam dan pemerintah, baik

diminta maupun tidak diminta.

b. Kedudukan fatwa Majelis Ulama Indonesia

Jumhur ahli fiqh telah sepakat bahwa apabila terdapat sesuatu kejadian yang

memerlukan ketetapan hukum, pertama-tama hendaklah dicari dahulu dalam al-Qur

an, kalau ketakutan hukumnya sudah ada dalam al-Qur an, maka ditetapkanlah

hukumnya sesuai yang ditunjuk al-Qur an, tetapi apabila ketetapan hukum itu tidak

ditemukan dalam al-Qur an barulah meneliti as-Sunnah, jika dalam as-Sunnah

terdapat ketetapan hukumnya, maka ditetapkanlah menurut petunjuk as-Sunnah,

menurut al-Syaukani jika ada nash as-sunnah yang menetapkan hukumnya, maka

barulah beralih kepada tahap pemeriksaan putusan dari para mujtahiddin yang

139 Depag. RI., Profil Lembaga Sosial Keagamaan Di Indonesia, hlm. 64

140 Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, hlm.

23

Page 66: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

menjadi ijma’ (keputusan bersama) dari masa ke masa tentang masalah yang sedang

dicari ketetapan hukumnya itu. Kalau ada ditetapkanlah padanya. Sekiranya ijma’

dalam masalah tersebut tidak didapatkan, maka hendakny qiyas dengan menggunakan

ketentuan Illat, sesuai dengan yang dibutuhkan oleh ijtihadnya.141

Namun demikian, tidak berarti setiap orang dapat melakukan ijtihad

(mencurahkan segala kemampuan berpikir untuk dapat mengeluarkan hukum syar’i

dari dalil-dalil syara’), karena untuk melakukan ijtihad seseorang harus memenuhi

syarat-syarat tertentu yang dapat membawa derajat mujtahid. Adapun syarat-syarat

yang harus dipenuhi antara lain : mengetahui ketentuan-ketentuan hukum dalam al-

Qur an dan sunnah, mengetahui masalah-masalah ijma’ dan tidak boleh menetapkan

hukum yang bertentangan dengan apa yang telah diputuskan secara ijma, mengetahui

bahasa Arab, mengetahui ilmu ushul fiqh, mengetahui nasikh (yang menghapuskan)

dan mansukh (yang dihapuskan).142

Dalam melakukan ijtihad untuk menetapkan sebuah fatwa hukum, maka MUI

berpedoman pada pedoman fatwa ulama Indonesia yang ditetapkan dalam surat

keputusan MUI Nomor : U-596/MUI/X/1997. Dalam surat keputusan tersebut,

terdapat tiga bagian proses utama dalam menentukan fatwa, yaitu dasar-dasar umum

penetapan fatwa, teknik dan kewenangan organisasi dalam penetapan fatwa.143

141 Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad al-Syaukani, Relevensinya Bagi Pembahasan Hukum Islam

di Indonesia, Jakarta: logos, 1999, hlm. 80 142 Ibid., hlm. 87-94

143 Depag. RI., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Dijen BPIH Depag RI,

2003, hlm. 1

Page 67: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Dasar-dasar umum penetapan fatwa MUI ditetapkan dalam 2 ayat (ayat 1 dan

2) pada ayat 1 dikatakan bahwa setiap fatwa didasarkan pada adillat al-ahkam yang

paling kuat dan membawa kemaslahatan bagi umat. Dalam ayat berikutnya (ayat 2)

dijelaskan bahwa dasar-dasar fatwa adalah al-Qur an, hadits, ijma, qi ỹas, dan dalil-

dalil hukum lainnya.144

Sedangkan prosedur penetapan fatwa dilakukan sebagai berikut :145

1. Setiap masalah yang disampaikan kepada Komisi hendaklah terlebih dahulu

dipelajari dengan seksama oleh para anggota Komisi atau Tim Khusus sekurang-

kurangnya seminggu sebelum disidangkan.

2. Mengenai masalah yang telah jelas hukumnya (Qat’i ) hendaklah komisi

menyampaikan sebagai adanya dan fatwa menjadi gugur setelah diketahui ada

nass-nya dari Al-Qur an dan aS-Sunnah.

3. Dalam masalah yang terjadi khilafiyyah di kalangan mazhab, maka yang

difatwakan adalah hasil tarjih setelah memperhatikan fiqih muqaram

(Perbandingan) dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh muqaram yang

berhubungan dengan pen-tarjih-an

Kewenangan MUI adalah fatwa tentang : a). Masalah-masalah keagamaan

yang bersifat umum dan menyangkut umat Islam Indonesia secara nasional, b).

Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum di suatu daerah yang diduga dapat

meluas ke daerah lain.146

144

Ibid, hlm. 4

145 Ibid., hlm. 5

146 Ibid., hlm. 6-7

Page 68: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

B. Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Kemajuan dalam bidang iptek dan tuntutan pembangunan yang telah

menyentuh seluruh aspek kehidupan, di samping membawa berbagai kemudahan,

juga menimbulkan sejumlah perilaku dan persoalan-persoalan baru, banyak persoalan

yang berperan waktu lalu tidak pernah dikenal, bahkan tidak pernah dibayangkan,

kini hal itu menjadi kenyataan. Di sisi lain kesadaran keberagaman umat Islam di

bumi nusantara ini semakain tumbuh subur. Oleh karena itu, sudah merupakan

kewajaran dan keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru, umat mendapatkan

jawaban (fatwa) yang tepat dari pandangan ajaran Islam.147

Dasar penetapan fatwa yang dilakukan oleh MUI adalah sebagai berikut :148

a. Setiap keputusan fatwa harus mempunyai dasar atas kitabullah dan sunnah Rasul

yang mu’tabarah, serta tidak bertentangan dengan kemaslahatan umat.

b. Jika tidak terdapat dalam kitabullah dan sunnah Rasul sebagaimana ditentukan

dalam pasal 2 agar berdasarkan keputusan sidang komisi fatwa MUI, keputusan

fatwa hendaknya tidak bertentangan dengan ijma’, qiỹas, dan mu’tabar dan dalil-

dalil hukum yang seperti : istihsân, maslahah mursalah dan sadd az-zari’ah.

c. Sebelum mengambil keputusan fatwa hendaknya ditinjau pendapat-pendapat para

Imam madzhab terdahulu, baik yang berhubungan dengan dalil-dalil hukum

maupun yang berhubungan dengan dalil yang dipergunakan oleh pihak yang

berbeda pendapat.

147 Depag. RI., Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal MUI, Depag RI:Jakarta,

2003. hlm. 1

148 Depag. RI., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. hlm.4-5

Page 69: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

d. Pandangan tenaga ahli dalam bidang masalah yang akan diambil keputusan

fatwanya dipertimbangkan.

Berkaitan dengan masalah yang dibahas yaitu mengenai penggunaan organ

tubuh manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika. Maka komisi fatwa MUI

setelah menimbang dan memperhatikan dari berbagai sudut pandang. Bahwasanya

penggunaan organ tubuh manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika

hukumnya haram, kecuali dalam keadaan darurat, dan keputusan tersebut berdasarkan

pada sidang komisi fatwa MUI berlangsung pada tanggal 27 Rabi’ul Akhir 1421 H /

30 Juli 2000 M yang membahas tentang penggunaan organ tubuh manusia bagi

kepentingan obat-obatan dan kosmetika.

1. Rumusan Masalah

a. Diketahui sejumlah obat-obatan dan kosmetika mengandung unsur atau bahan

yang berasal dari organ (bagian) tubuh atau ari-ari (tembuni) manusia.

b. Menurut sebagian dokter, urine (air seni) manusia dapat menjadi obat

(menyembuhkan) sejumlah jenis penyakit.

c. Bagaimanakah hukum menggunakan obat-obatan dan kosmetika seperti

dimaksudkan di atas?

d. Oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang

hukum dimaksud untuk dijadikan pedoman.149

2. Dalil/Dasar

a. firman Allah SWT

149

Ibid., hlm. 266

Page 70: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

�:�☺,� oX�8YI�� ��� }px~04;�⌧q 0|�X⌧G (��A���d� r];]v[¤ ¥ �[��,� PQ�� ⌦ �Rs⌧G �]+�&o �cK

Artinya“...Maka, barang siapa terpaksa karena kelaparan, tanpa sengaja

berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Qs. Al-

Maidah : 3)

b. Hadits Nabi SAW yang menyatakan, antara lain :

روا. ا ب� (ت� اووا� ن! ا( )'!و�&! �% $�� داءا"!وض� �� دواء ��� داءوا��ا���م

150)داود

Artinya: “Berobatlah, karena Allah tidak membuat penyakit kecuali membuat

pula obatnya selain satu penyakit, yaitu pikun” (HR. Abu Daud)

151)روا. اب� داود (إن! ا( أن'ل ا��!اءوا��!واءو3�& 12�& داء دواء���وواو"ت�اوواب0�ام

Artinya: “Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat

bagi setiap penyakit; oleh karena itu, berobatlah dan janganlah berobat dengan benda

yang haram” (HR. Abu Daud)

8 وان $E� ب� , � ;� ه% ا� !�C! بAB ح, <� م ان س ;: )2& أو )� $ 8 � ���و ا�9� $152)روا. ا��G رى( �� �ا ;: ا ب� ا�� وا�

Artinya: “Sekelompok orang dari suku Ukl atau Urainah datang dan mereka

tidak cocok dengan Madinah (sehingga mereka jatuh sakit), maka Nabi

memerintahkan agar mereka diberi unta perah dan meminum air kencing dan susu

unta tersebut...” (HR.Al-Bukhari)

c. Pendapat sebagian ulama menegaskan

150 Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud., JUZ II, Baerut,Daar al-Kutub al-Ilmiah, 1993, hlm.

219

151 Ibid., hlm. 252

152 Imam Abdullah Muhammad Ismail., Shohih Bukhori, JUZ 1, Baerut, Daar al-Kutub al-

Ilmiah, 1993, hlm. 79

Page 71: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

اح>� (, � ل ا�$Sه�يS ) �S<1 (�ب 3� ل ا��� س �OP�ة .�$ل ) ن�� ر@M � ل ا� .K ل6����Uا� �� إن� ا� �� �KX> (* ءآ� 0�5 ح��م و� ل ا�� "3KJد �5 ا�7�J )ا�OW 0ة. 7�

�153)رواC ا��] رى. (7���

Artinya: Imam Zuhri (w. 124 H) berkata, “Tidak halal meminum air seni

manusia karena suatu penyakit yang diderita, sebab itu adalah najis, Allah

berfirman: “...Dihalalkan bagi kamu yang baik-baik...” (QS. Al-Mai’dah. 5:5)”; dan

Ibnu Mas’ud (w.32) berkata tentang sakar (minuman keras), “Allah tidak menjadikan

obatmu pada sesuatu yang diharamkan atasmu” (Riwayat Al-Bukhari)

d. Kaidah fiqh menegaskan

.ا3210�راتا�,��ورات .��\

Artinya: “Kondisi darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (

diharamkan)”154

3. Keputusan fatwa.

a. Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan :155

1) Penggunaan obat-obatan adalah mengkonsumsinya sebagai pengobatan,

bukan menggunakan obat pada bagian luar tubuh; Penggunaan air seni

adalah meminumnya sebagai obat.

2) Penggunaan kosmetika adalah memakai alat kosmetika pada bagian luar

tubuh dengan tujuan perawatan tubuh atau kulit agar tetap atau menjadi

baik dan indah.

3) Darurat adalah kondisi-kondisi keterdesakan yang bila tidak dilakukan

maka dapat mengancam eksistensi jiwa manusia.

153 Imam Bukhori., Sohih Bukhori, JUZ V, Semarang: Toha Putra, hlm. 248

154 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqih Sejarah dan Kaidah Asasi., hlm. 149

155 Depag. RI., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia., hlm. 268

Page 72: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

b. Penggunaan obat-obatan yang mengandung atau berasal dari bagian

organmanusia (juz’ul-insan) hukumnya haram.156

c. Penggunaan air seni manusia untuk pengobatan, seperti disebut pada butir a.2

hukumnya adalah haram.

d. Penggunaan kosmetika yang mengandung atau berasal dari bagian organ

manusia hukumnya haram.

e. Hal-hal tersebut pada butir b, c, dan d di atas boleh dilakukan dalam keadaan

dharurat syari’ah.

f. Menghimbau kepada semua pihak agar tidak memproduksi atau menggunakan

obat-obatan atau kosmetika yang mengadung unsure bagian organ manusia,

atau berobat dengan air seni manusia.157

156 Ibid,. hlm. 266 157

Ibid., hlm. 268-269

Page 73: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

BAB IV

ANALISIS FATWA

A. Penggunaan Analisis Batasan Darurat

Perkembangan atau pertumbuhan yang dinamis secara terus menerus

melahirkan berbagai peristiwa baru yang tidak ditunjukkan ketentuan hukumnya

secara spesifik dan pasti dalam al-Qur an. Kondisi demikian melahirkan kesenjangan

antara nash al-Qur an dengan peristiwa-peristiwa yang terlahir sebagai produk dari

dinamika peradaban manusia tersebut, yakni berkesudahannya nash dan tidak

berkesudahannya peristiwa-peristiwa baru.

Tidak setiap orang atau kelompok masyarakat mampu untuk mengembangkan

daya pikirnya untuk melakukan ijtihad.158

Terhadap kelompok masyarakat ini, ulama

dan masyarakat yang memiliki pemahaman yang lebih terhadap agama harus mampu

membimbing dan mengarahkan umatnya kejalan kebenaran.

Dalam konteks inilah kita memahami bahwa sesungguhnya fatwa memiliki

peran yang cukup signifikan sebagai media atau instrumen untuk menjadi arahan

bagaiman sikap dan perilaku yang harus ditunjukkan oleh umat Islam. Dalam hal ini

majelis ulama Indonesia adalah sebuah lembaga yang berperan untuk memberikan

fatwa terhadap setiap permasalahan yang terjadi baik diminta ataupun tidak.159

Pada bab sebelumnya telah penulis kemukakan keputusan fatwa MUI tentang

penggunaan organ tubuh manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika

158 Nasrun Rusli., Konsep Ijtihad al-Syaukani, Relevensinya Bagi Pembahasan Hukum Islam

di Indonesia, hlm. 87

159 Depag. RI., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesi., hlm. 266

Page 74: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

kecuali dalam keadaan darurat syar’iyah boleh dilakukan. Dalam uraian tersebut

terdapat permasalahan yang perlu mendapat pembahasan dan analisis serta

pemecahannya. Berkisar pada keharaman penggunaan organ tubuh, ari-ari, air seni

manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika kecuali dalam keadaan dharurat

serta sejauh mana batasan darurat tersebut bagi kepentingan obat-obatan dan

kosmetika.

Namun demikian dengan menggunakan data-data yang telah terkumpul, dan

tidak lepas dari kajian hujjah para ulama sebagai studi komparatif yang penulis

gunakan untuk mencapai suatu kesimpulan yang dapat menggambarkan fatwa secara

obyektif. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan apa yang dimaksud dengan

darurat, menurut Wahbah Al-Zuhaili darurat yaitu datangnya kondisi bahaya atau

kesulitan yang amat berat kepada tubuh, kehormatan, akal, harta dan yang berkaitan

dengannya. Ketika itu boleh atau tidak dapat tidak harus mengerjakan yang dilarang

(diharamkan), atau meninggalkan yang diwajibkan-Nya atau menunda waktu

pelaksanaannya guna menghindari kemadharatan yang diperkirakan dapat menimpa

dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’.160

Dalam

keputusan fatwa MUI penulis sependapat dengan adanya fatwa yang telah

dikeluarkan oleh MUI tentang pengharaman penggunaan organ tubuh manusia bagi

kepntingan obat-obatan dan kosmetika. Hal ini mengingat hadist Nabi SWA :

رواC . (داءواحOا �4�م .Oاووا5 ن� ا� �$و@> �� �,\ داء ا)و�\ �� دواء [��161)أ�3داود

160 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al-Dlarurat Al-Syar’iyah. Terj. Said Agil Al-Munawar.

Konsep Darurat Dalam Hukum Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, hlm. 72 161 Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud, JUZ II, Daar al-kutub al-Ilmiah, 1993, hlm.219

Page 75: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Artinya : ”Berobatlah karena Allah tidak menbuat penyakit kecuali membuat

pula obatnya selain satu penyakit, yaitu pikun” (HR. Abu Daud)

S�U�, اخ��ن ا�0 ��> �� ��� ش, ث� �$�O�� ه رون, ح�Oث� "O�01 �� �� دة ا�3ا� �� أ�� 0��ان اbنa رى��J" I��Kرداء, �� ث�Oرداء , �� ام اا��Oأ�� ا� ��

�: � ل��ان� ا� أن$ل ا��Oاء وا��Oواء و@S7� <K> : � ل ر�3ل ا� ��� ا� ���� و162)رواC ا�3داود(داء دواء O85اوواو).O8اووا�1�م

Artinya : ”Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat

bagi setiap penyakit; oleh karena itu, berobatlah dan janganlah berobat dengan

benda yang haram” (HR. Abu Daud)

]

Dari hadist tersebut dapat kita pahami bahwa Islam sangat memperhatikan

masalah kesehatan. Kita dianjurkan berobat ketika sakit karena berobat termasuk

salah satu tujuan Islam yang dijaga yakni memelihara jiwa. Kesehatan merupakan

salah satu kenikmatan terbesar yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-

hamba-Nya, karena dengan badan dan akal yang sehat sesorang akan dapat

melakukan kewajiban agama dan dunia dengan sebaik-baiknya. Sedangkan orang

yang sakit, maka akan lemah untuk melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu

sangat penting kesehatan dan berobat ketika sakit.

Dalam prinsip dasar Islam bahwa asal benda adalah mubah (boleh) selama

tidak terdapat dalil yang mengharamkan.163

Organ (bagian) tubuh seperti ari-ari

misalnya, pada dasarnya ia bukan benda haram, karena tidak ada ketetapan ataupun

dalil nash yang mengharamkan. Tetapi dalam Islam sangat menghormati dan

memuliakan manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Isra’ ayat 70 :

162 Ibid., hlm. 252

163 Yusuf Qaradlawi, Halal Haram Fil Islam., hlm. 14

Page 76: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

�F,B,�0� �V';�oX⌧� �k�g ��U�0� �6�V'��0i⌧�0� ��� �*|��;��� cX,(;���0� 6�V';O�W0 0� L����

�T(*UP8��� ]�0 ��¦�,�0� >�%5 �|X�§.S Y:�☺��� �V';B%��9

#⌧Uw�;s,5 �ajK

Artinya : Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami

angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik

dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan

makhluk yang Telah kami ciptakan

.

Sehingga penggunaan organ tubuh untuk pengobatan haram hukumnya. Urin

atau air seni manusia dalam Islam adalah cairan najis karena air seni membatalkan

wudhu.164

Dalilnya firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 90 :

�pyLF���� �N�OPQ�� ��z�'��0� ��☺�A�B XY☺,�;{��

|w�;U�☺;���0� 8}�x~A!"��0� 6,�;W!"��0� koY� Y:��� Kh�☺ �:,8;+<=��� %�(��dY���,�

�6�C����,� [�,��;s�5 ��jK

Artinta : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,

berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan

keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu

mendapat keberuntungan.

Oleh karena itu MUI memberi keputusan atau fatwa tentang keharaman

penggunaan organ tubuh bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika hal itu

mengingat organ tubuh manusia adalah haram digunakan. Allah telah menurunkan

penyakit dan obatnya, dan menjadikan sebagian penyakit ada obatnya, karena itu kita

disuruh berusaha dengan berobat tetapi jangan dengan barang haram.165

164 Anton Afriyantono, Nurbowo, Panduan Belanja Dan Konsumsi Halal, Jakarta: Khairul

Bayan, 2003, hlm. 173 165 Ibid., hlm. 173

Page 77: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Dengan begitu organ tubuh manusia seperti ari-ari dan air seni tidak boleh

digunakan sekalipun untuk pengobatan. Walaupun ada yang mengatakan bahwa bisa

untuk mengobati tetapi belum ada bukti secara ilmiah pengaruhnya terhadap vitalis

kesehatan.166

Bagaimana dengan dalil terpaksa atau darurat? Bolehkah menggunakan

barang haram atau najis untuk pengobatan.

Imam Ghazali Abdul Qadir, seorang ulama anggota dewan hisbah PERSIS,

mengemukakan bahwa pengobatan dengan urin binatang di ijinkan. Sebab

menurutnya, urin hewan tidak najis.167

Berdasarkan hadits riwayat Bukhari, Anas

meriwayatkan :

O�ث� ح�0 د�� ز�Oل ح �ب �0�� ن �� ح��� أ�3ب �� أ�� �< I� �� أنM ح�Oث� I��O05 @38وا� I����م أن س "� 7�> أوO� ل � , ���e5"� ه� ا���S�� ��� ا� ���� و

3�ءا "� أ3� ا4� واا�� g5 4�ن3H�Uا3S1� �0�5اار�� اا������ ��� ا� وأن �P�H�� , ح� X5 ءا�]���5 أو�ل ا���4 رK3ا����8 �� و ا��hK�5 �5 اث ره� �0�5 إر.*\ , ���� و

�4� O�أ \UH5 �وأر@4�� و�0�ت أ�4��� وا�3Hا�5 ا�1��ة �3HJ8Jن ا���4 ر@� ء4�I�>� 3�ل أ �3ن HJ� >5 : 3453ا��� وح�3�اا� وآ*�واOK� إ�0 4��, و�3�8ا, )ء

��3� 168)رواC ا��] رى. (ور

Artinya : “Abu Qibalah meriwayatkan : Anas Ra berkata, beberapa suku ‘Ukl

atau Urainah datang ke Madinah, padahal iklimnya tidak cocok bagi mereka. Maka,

Nabi SAW menyuruh mereka pergi kepadang (ternak) unta agar meminum susu dan

air kencingnya (sebagai obat). Tetapi begitu mereka sehat kembali, mereka

membunuh pengembala (unta) Nabi SAW dan menghalau unta-untanya seluruhnya.

Beritanya sampai kepada Nabi SAW keesokan harinya. Nabi mengirim beberapa

orang untuk mengejarnya, mereka tertangkap dan dihadapkan kepada Nabi sore

hari, beliau menyuruh tangan dan kaki mereka di potong, dan mata mereka di tusuk

dengan besi panas. Lalu, dilemparkan ke al-harra’ dan ketika mereka minta minum,

166 Ibid., hlm. 173 167 Ibid., hlm. 174 168 Imam Abdullah Muhammad Ismail, Shohih Bukhori, JUZ I, Daar al-Kutub al-Ilmiah,

1993, hlm. 79

Page 78: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

tak seorangpun memberinya.” Abu Qibalah berkata, “orang-orang tersebut mencuri,

membunuh, dan kafir sesudah beriman mereka memerangi Allah dan Rasul-Nya.”

(HR. Al-Bukhari)

Ulama madzab Syafi’i berkesimpulan dalam berobat dengan barang najis baru

diperbolehkan jika memang sama sekali tidak ada obat yang suci yang dapat

menyembuhkan penyakit tersebut. Itu pun dengan rekomendasi ahli pengobatan yang

mengetahui benar tidak ada alternatif lain.169

Menurut Yusuf Qardhawi berobat dengan benda haram atau najis boleh dalam

keadaan dharurat. Dengan syarat tidak ada obat lain selain benda itu, dalam keadaan

terdesak jika tidak berobat dengan itu dikhawatirkan akan menimbulkan

kebinasaan/kematian, digunakan seperlunya atau tidak berlebihan, dan dari saran

dokter ahli yang dapat dipercaya dan berakhlak mulia.170

Karena bisa mengancam jiwa, maka dalam keadaan darurat seseorang

diperbolehkan melakukan sesuatu yang dilarang dalam rangka menyelamatkan jiwa

dari kematian. Dapat disimpulkan bahwa bangkai, darah, air kencing, dan daging babi

(sesuatu yang diharamkan oleh syara’) adalah halal bagi seseorang yang khawatir

dirinya binasa akibat kelaparan, kehausan ataupun sakit. Melebihi dari itu hukumnya

haram.

Dari penjelasan tersebut, jelaslah bahwa kebolehan untuk melakukuan sesuatu

yang diharamkan itu, semata-mata demi untuk menghilangkan dharar (bahaya) dan

menjaga jiwa pelakunya. Kebolehan ini didasarkan hadits Nabi SAW, yang

169 Anton Afriyantono, Nurbowo, Panduan Belanja Dan Konsumsi Halal., hlm.174

170 Yusuf Qaradlowi.,Halal Haram Fil Islam, terj. Mu’ammal hamidy”Halal dan Haram

Dalam Hukum Islam., hlm. 66

Page 79: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

menyatakan bahwa tidak berbahaya dan tidak membahayakan. Yang kemudian

dirumurkan oleh para ahli hukum Islam menjadi kaidah: bahaya itu harus

dihilangkan. Dari kaidah ini kemudian dimunculkan dan disepakati oleh para ulama

kaidah: darurat dapat memperbolehkan hal-hal yang dilarang.

Dalam wacana ushul fiqh, kondisi demikian merupakan bagian dari

kemaslahatan yang bersifat daruriyah, yaitu suatu kemaslahatan primer dalam

kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat, jika tidak terwujud maka rusak

kehidupan dunia, dan kehidupan manusia akan terancam.171

Mewujudkan

kemaslahatan di dunia dan akhirat adalah tujuan syari’at yang sangat prinsipil. Dalam

ushul fiqh, kemaslahatan dharuriyat meliputi pemeliharaan terhadap agama, jiwa,

akal, keturunan dan harta. Keselamatan jiwa adalah ukurannya. Inilah yang menjadi

sebab adanya keringanan atau penghapusan beban hukum selama keadaan darurat itu

belum hilang.

Batasan dharurat menurut al-Zuhaili adalah: keadaan darurat itu sudah ada

bukun ditunggu, terpaksa mengkonsumsi sesuatu yang dilarang karena tidak ada

alternatif yang lain, membatasi diri hanya untuk menghilangkan kemadharatan dan

dari rekomendasi dokter yang ahli.172

Dalam dunia fashion, ari-ari (plasenta) diyakini dapat berfungsi meregenerasi

sel-sel tubuh sehingga dapat mempertahankan kulit agar tetap sehat, segar, muda, dan

cantik. Juga mampu mengembalikan kemulusan kulit akibat luka atau penyakit kulit.

171 Wahbah Az-Zuhaili, Nazhariyah Al-Dharurat Al-Syar’iyah, terj. Said Agil Al-

Munawar”Konsep Darurat Dalam Islam., hlm. 51 172

Ibid., hlm. 73-74

Page 80: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Sebab, plasenta mengandung sel-sel muda yang sedang tumbuh dan berkembang.

Bersama air ketuban, ekstrak plasenta manusia menjadi favorit bahan kosmetik,

karena paling pas buat konsumen yang sesama manusia.173

Menurut peraturan menteri kesehatan RI tahun 1976, kosmetika adalah bahan

atau bahan campuran untuk digosokkan, diletakkan, dituangkan, dipercikkan, atau

disemprotkan, dipergunakan pada badan manusia dengan maksud membersihkan,

memelihara, menambah daya tarik dan mengubah rupa dan tidak termasuk golongan

obat.174

Sesuai ajaran Islam, yang perlu diperhatikan dalam kosmetika adalah halal

dan suci. Yayasan halalan thayyiban memberi petunjuk sejumlah titik habis haram

kosmetika. Pertama, sumber bahannya, bisa jadi hewan dan cara penyembelihan atau

bagian tubuh manusia. Kedua, penggunaan bahan penstabil simulasi. Beberapa

kosmetika merupakan salah satu campuran emulsi sehingga membutuhkan bahan

penstabil emulsi. Bahan penstabil emulsi tersebut halal sumbernya dan

pembuatannya.175

Plasenta ada hampir pada semua makhluk yang hamildan menyusui

(mamalia), termasuk manusia. Plasenta yang sering digunakan untuk kosmetika atau

untuk produk kesehatan berasal dari hewan (kambing, sapi dan lain-lain) atau dari

manusia.

173 Anton Afriyantono, Nurbowo, Panduan Belanja Dan Konsumsi Halal., hlm. 95-96

174 Ibid hlm. 96 175 Ibid., hlm. 96

Page 81: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Dewan hisbah persatuan Islam, dalam sidangnya pada 2 September 2000 di

sumedang jawa barat, mengharamkan penggunaan plasenta untuk kosmetika. Dewan

menyatakan membuat kosmetika dari organ tubuh manusia yang sudah mati haram.176

Pertimbangannya firman Allah SWT, surat al Isra’ ayat 70 yang artinya : Allah telah

memuliakan anak Adam.

B. Istînbâth Menetapkan Hukum

Telah menjadi kesepakatan jumhur ulama bahwa apabila terdapat suatu

kejadian yang memerlukan ketetapan hukum, pertama-tama hendaknya mencari dulu

dalam al-Qur an, kalau ketetapannya sesuai dengan yang ditunjuk oleh al-Qur an

maka ditetapkanlah menurut al-Qur an itu. Tetapi apabila ketetapan hukum itu tidak

diketemukan dalam al-Qur an, barulah meneliti sunnah. Jika sesuai, ditetapkanlah

menurut as-sunnah itu jika tidak nash as-sunnah yang menetapkan hukumnya maka

barulah beralih kepada tahap pemeriksaan utusan dari para mujtahid yang menjadi

ijma’ (kesepakatan bersama) dari masa ke masa tentang masalah yang sedang dicari

ketetapan hukumnya itu kalau ada ditetapkan maka berusaha sungguh-sungguh

dengan mengeluarkan semua kemampuan dan daya pikir untuk melakukan ijtihad

guna menetapkan dasar hukum peristiwa tersebut.177

Dasar keputusan fatwa tentang penggunaan organ tubuh ari-ari dan air seni

manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika adalah berdasarkan al-Qur an,

hadist, kaidah fiqh dan pendapat ulama. Sebagaimana yang penulis kemukakan pada

bab sebelumnya firman Allah:

176 Ibid, hlm. 97 177 Nasrun Rusli., Konsep Ijtihad al-Syaukani, Relevensinya Bagi Pembahasan Hukum Islam

di Indonesia, hlm. 80-81

Page 82: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

�:�☺,� oX�8YI�� ��� }px~04;�⌧q 0|�X⌧G (��A���d� r];]v[¤ ¥ �[��,� PQ�� ⌦ �Rs⌧G �]+�&o �cK

Artinya : “...maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja

berbuat dosa, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (al-

Maidah ayat: 3

Dalam ayat tersebut telah menentukan hukum atas perbuatan-perbuatan

keharaman memakan bangkai, darah, daging babi dan lain-lain. Namun, dibalik

ketegasan hukum itu dilanjutkan dengan ditekankan adanya keadaan darurat. Ini

merupakan salah satu prinsip kebijakan hukum dalam al-Qur an, kebijakan itu adalah

sesuatu yang semula hukumnya haram dapat berubah menjadi halal karena adanya

faktor darurat (terpaksa atau hal yang membahayakan manusia).

Menurut Ibnu Abbs “kebolehan atas perbuatan yang dilarang atau diharamkan

karena darurat”. Hal ini berlaku untuk semua orang yang beriman. Pendapat ini juga

didukung oleh Al-Jâshah sesuai dengan penafsiran yang diberikan Ibnu Abbas,

Hasan, dan Masruk. Mereka berpendapat bahwa maksud pada ayat tersebut adalah

“tidak berlebihan” dalam perbuatan yang dilarang atau diharamkan. Sebagian ulama

berpendapat bahwa kebolehan atas perbuatan yang telah diharamkan, dalam keadaan

darurat hanya terbatas pada perbuatan yang telah disebutkan secara khusus dalam

nash al-Quran.178

Tetapi dengan adanya kaidah :

ا�,��ورات .��/ ا�3210رات

Artinya : “Kondisi dharurat membolehkan hal-hal yang dilarang.”179

178 Said Agil Husein al-Munawar, Hukum Islam dan Pruralitas Sosial, Jakarta: Paramadina,

2004, hlm. 50

179 Jaih Mubarok., Kaidah Fikih Sejarah dan Kaidah Asasi., hlm. 149

Page 83: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

Maka pada prinsipnya diperbolehkan atas perbuatan yang diharamkan karena

faktor dharurat tapi teori ini berlaku untuk semua perbuatan yang diharamkan.180

Adanya keadaan darurat menunjukkan bahwa al-Qur an memberikan

kebijakan dibalik kepastian hukum yang telah ditetapkan maksudnya adalah agar

kemaslahatan manusia dapat direalisasikan sejalan dengan batas kemampuan

manusia.181

Hal ini tidak dapat kita terapkan kapan saja atau dimana saja secara luas,

tetapi dilakukan dalam kondisi sangat terbatas, misalnya karena terpaksa. Unsur

terpaksa atau darurat menjadi sebab (illat) hukum dibolehkannya melakukan

perbuatan yang diharamkan oleh syara. Sebab, nyawa manusia hanya satu, maka ia

wajib diselamatkan.182

Ahli fiqh Hanafiyah berpendapat boleh berobat dengan barang yang haram

jika ia yakin bahwa padanya ada peyembuhan dan tidak ada obat lain yang dapat

menggantikannya. Kalau hanya dalam batas perkiraan, maka itu tidak boleh

sedangkan dokter tidak menghasilkan keyakinan (ilmu) dalam arti kata, bahwa

pendapat satu dokter tidak melahirkan keterangan yang meyakinkan. Ada keringanan

untuk meminum khamar karena haus dan makan bangkai ketika lapar, apabila

180 Said Agil Husein al-Munawar., Hukum Islam dan Pruralitas Sosial., hlm. 87

181 Ibid., hlm. 50 182 Ibid., hlm. 88

Page 84: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

diperkirakan pasti binasa jika tidak dimakan misalnya minum yang dapat

menghilangkan akal untuk menjalani operasi dan sebagainya.183

Menurut Al-‘Izz ibn Abd al-Salam berpendapat; boleh menggunakan benda-

benda najis untuk berobat, jika seseorang tidak mendapatkan yang suci yang dapat

menggantikannya, sebab kemaslahatan kesehatan dan keselamatan itu lebih sempurna

dari pada kemaslahatan menghindari benda najis.184

Ulama Syafi’iyah berpendapat boleh dipakai sebagai obat disaat tidak

didapatkannya obat lain yang suci, yang menggantikan posisinya, seperti berobat

dengan menggunakan air kencing. Demikian pula dibolehkan berobat dengan hal-hal

tersebut untuk mempercepat proses kesembuhan berdasarkan rekomendasi dari dokter

yang ahli atau ia mengetahui bahwa hal itu dapat dijadikan obat dengan syarat kadar

yang digunakan itu sedikit.185

Sebab kemaslahatan kesehatan, dan kesehatan itu lebih

sempurna dari pada kemaslahatan menghindari barang najis. Berdasarkan firman

Allah :

�:�☺,� oX�8YI�� 0|�X⌧G �;�g ./0� (U� �⌧,� 96;]�B �&;+%� > �[�B PQ�� ⌦ �Rs⌧G ]U�&o �IacK

Artinya : “...Barang siapa terpaksa dan tidak menginginkannya dengan tidak

berlebihan.” (QS. Al-Baqarah : 173)

Dengan ini jelas bahwa penggunaan barang-barang haram (organ tubuh, ari-

ari, dan air seni manusia) untuk berobat adalah boleh karena darurat. Pengecualian

183 Wahbah Az-Zuhaili,Nazhariyah Al-Dlalurah Al-Syar’iyah, terj Said Agil Al-

Munawar”Konsep Darurat Dalam hukum Islam., hlm. 89

184 Ibid., hlm. 90 185 Ibid, hlm. 90

Page 85: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

dari ayat tersebut berkaitan dengan soal akidah karena pengecualian hanya bersifat

sementara. Semakin jelas bahwa dibalik ketegasan dan kepastian hukum dalam al-

Qur’an terkandung pula kebijaksanaan pemberian kelonggaran. Hal ini membuktikan

bahwa hukum Islam adalah hukum yang luas, luwes, dan dinamis karena tujuan

utamanya adalah mewujudkan kemaslahatan kehidupan manusia.

C. Analisis Penulis

Menurut penulis setelah melihat beberapa pendapat yang ada dan dasar

istinbâth yang digunakan MUI sebagai dasar penetapan fatwa penggunaan organ

tubuh manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika, penulis sependapat

dengan fatwa pengharaman penggunaan organ tubuh manusia bagi kepentingan obat-

obatan dan kosmetika baik dari segi landasan hukum maupun dari hasil keputusan

fatwa. Sesuai firman Allah :

YF,B,�0� �V';�oX⌧� �k�g ��U�0� �6�V'��0i⌧�0� ��� �*|��;��� cX,(;���0� 6�V';O�W0 0� L����

�T(*UP8��� ]�0 ��¦�,�0� >�%5 �|X�§.S Y:�☺��� �V';B%��9

#⌧Uw�;s,5 �ajK

Artinya : “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami

angkut mareka di daratan dan di lautan, kami beri mereka dari yang baik-baik dan

kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk

yang kami ciptaka.”Al-Israa: 70

Dari nash di atas dapat dipahami bahwa keharaman organ tubuh, ari-ari, air

seni untuk obat atau kosmetika haram untuk dikonsumsi dan dipakai sebagai obat.

Dan untuk menyelamatkan jiwa seseorang diperbolehkan mengkonsumsi sesuatu

yang dilarang karena jiwa manusia hanya satu, kita diperintahkan menjaga sebaik-

Page 86: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

baiknya dan tidak boleh menjatuhkan diri kedalam kebinasaan. Sesuai firman Allah

dalam surat al-Baqorah ayat 195:

./0� ���RB���5 �g�C��F����g �%m�B �p,C���y^☺��� t

Artinya: “...Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu bsendiri kedalam

kebinasaan...”

Menurut penulis dalam penetapan fatwa tentang penggunaan organ tubuh bagi

kepentingan obat-obatan dan kosmetika, penulis berpendapat haram berobat dengan

organ tubuh manusia karena manusia itu sangat dimuliakan akan tetapi kalau dalam

keadaan darurat diperbolehkan. Dengan syarat tidak ada obat lain selain organ tubuh

manusia, dalam keadaan terdesak jika tidak berobat dengan itu dikhawatirkan akan

menimbulkan kebinasaan/kematian, digunakan seperlunya atau tidak berlebihan, dan

dapat saran dari dokter ahli yang dapat dipercaya dan berakhlak mulia.

Page 87: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia sangat dimuliakan dalam Islam sehingga diharamkan

memanfaatkan organ tubuh manusia. Dan karena air seni manusia termasuk benda

najis sehingga haram pula digunakan. Dalam Islam pengobatan juga dianjurkan

karena untuk memelihara jiwa dan termasuk tujuan syari’ah.

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan sebagai berikut :

1. Fatwa MUI mengenai penggunaan organ tubuh manusia bagi kepentingan

obat-obatan dan kosmetika hukumnya haram kecuali dalam keadaan dharurat

syar’iyah. Keadaan dharurat disini adalah keadaan darurat itu benar-benar

telah terjadi dalam arti bahwa seseorang benar-benar dapat diduga akan

kehilangan nyawa. Sehingga mau tidak mau harus terpaksa atau dharurat

sebagai satu-satunya jalan karena tidak adanya alternatif lain untuk

pengobatan.

2. Dalam menetapkan fatwa, MUI menggunakan metode istinbath hukum qiyas

yaitu menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya kepada kejadian

lain yang ada nashnya. Dengan berdasarkan pada al-Qur’an as-sunnah, kaidah

fiqh. MUI mempertimbangkan dimana kemaslahatan menjadi tujuan akhir

disyariatkannya hukum Islam. Dengan demikian kemaslahatan jiwa lebih

didahulukan karena termasuk salah satu dari lima tujuan tercapainya syar’iah

oleh karena itu MUI mengeluarkan fatwa tersebut.

Page 88: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

3. Dharurat disini dibatasi sebatas menghilangkan kemadharatan (kebinasaan)

dan tidak boleh lebih dari itu.

B. Saran-Saran

Setelah membahas mengenai penggunaan organ tubuh, ari-ari dan air seni

manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika maka berkaitan dengan

skripsi ini disarankan sebagai berikut:

1. Sebagai umat Nabi akhiruzzaman hendaklah kita selalu bersabar dan

bertawakal karena setiap yang kita alami adalah peringatan dan ujian dari

Allah, supaya kita selalu ingat dan bersyukur akan nikmatnya.

2. Hendaklah kita senantiasa memperhatikan sesuatu yang kita gunakan baik

obat-obatan maupun kosmetika agar kita jangan sampai menggunakan obat-

obatan maupun kosmetika yang tidak halal dan tidak suci.

3. Pemerintah beserta MUI perlu secara intensif mensosialisasikan secara

komprehensif dan berkesinambungan tentang manfaat dan bahayanya

menggunakan obat-obatan dan kosmetika yang dilarang.

4. MUI sebagai pewaris ulama, lembaga yang berwenang dalam penentuan

seharusnya senantiasa tanggap terhadap persoalan-persoalan dunia Islam yang

memerlukan fatwa. Hal ini dikarenakan persoalan semakin kompleks dan jauh

berbeda pada masa lalu.

Page 89: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van

Houven, 1997

Abdul Rosyad Shiddiq, Fiqih Darurat, Jakarta: Pustaka Azzm, 2001

Afriyantono, Anton, dan Nurbowo, Panduan Belanja dan Konsumsi Halal, Jakarta:

Khairul Bayan, 2003

Al-Asyar, Thabieb, Bahaya Makanan Haram, Jakarta: Al Mawardi Prima, 2003

Al-Ghazali, al-Haram wal-Haram, terj. Ahmad Sunarto ”Halal dan Haram” Jakarta:

Pustaka Amani, 2004

Al-Munawir, Said Agil Husein, Hukum Isalam dan Pruralitas Sosial, Jakarta:

Paramadani, 2004

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Bina

Aksara, 1987

------.Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1998

Azra, Azyumardi, Menuju Masyarakat Madani, Bandung: Remaja Rosdakaya, 2004

Az-Zuhaili, Wahbah, Nazhariyah Al-Dlarurat Al-Syar’iyah. Terj. Said agil Al-

Munawar “Konsep Darurat dalam Konsep islam”, Jakarta: Gaya Media

Pratama, 1997

Daut, Iman Abu, Sunan Abu Daud, JUZ 2, Daar al-Kutub al-Ilmiah, 1993

Departemen Agama. RI., Al-Qur’an dan terjemahnya, Semarang: Toha Putra. 1989

------.Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Hala Majelis Ulama

Indonesia, Jakarta: RI., 2003

------.Profil Lembaga Sosial Keagamaan di Indonesia, Jakarta: Depag. RI., 2002

------.15 Tahun Majelis Ulama Indonesia, Jakarta

------.Himpunan Fatwa MUI, Jakarta: Depag. RI., 2003

Page 90: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v

-------Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, Jakarta:

Sekretariat, 2005

Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teoari dan Praktek, Jakarta: Rineka

Cipta, 1991

Khallaf, Abdul Wahhab, Kaidah-Kaidah Hukum Ialam Ilmu Ushulul Fiqih, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Kartini Kartona, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju. 1991

Muhammad, R. Lukman Fauroni, Visi al-Quran tenatng Etika dan Bisnas, Jakarta:

Salemba Diniyah, 2002

Qaradlawi, Yusuf, Halal Haram Fil Islam, terj. Mu’ammal Hamidy “ Halal dan

Haram Dalam Islam” Semarang: Bina Ilmu, 1993

Rusli, Nasrun, Konsep Ijtihad al-Syaukani, Relevansinya Bagi Pembahasan Hukum

Islam di Indonesia, Jakarta: Logos, 1990

Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Teori dan Praktek, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2002

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah., Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:

Djambatan, 1999

Timpenyusun, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam 2, Jakarta: Icktiar Baru Van

Hoeve, 1994

Tim Penyusun, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam 1, Jakarta: Icktiar Baru Van

hoeve, 1997

http://www.halal.guide.info/content/view/6/10/38. Jum’at, 2 Maret 2007

http://www.halal.guide.info/content/view/891/38. Jum’at, 2 Maret 2007

http://www.halal.guide.info/content/view/892/38. jum’at, 2 Maret 2007

Page 91: Nomor : Istimewa Jakarta, 12 Mei 2008 Hal : Revisi Judul ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8666/1/AHMAD...Majelis Ulama Indonesia No. 2 Tentang Penggunaan Organ

v