n;kn;mkkm

16
Anestesi Lokal I. Dasar Teori Anestesi lokal dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri yang bersifat lokal pada daerah yang akan dilakukan pembedahan tanpa menghilangkan kesadaran pasien dan bersifat reversibel. Anestesi lokal biasanya dilakukan pada prosedur pembedahan minor. Kontraindikasi dari anestesi lokal ialah pada pasien yang kurang kooperatif atau jika terjadi infeksi pada titik anestesi. Teknik anestesi lokal pada kedokteran gigi dibagi menjadi teknik injeksi infiltrasi, injeksi blok, topikal, dan teknik lain (Purwanto, 1993). A. Injeksi infiltrasi Teknik ini juga dikenal dengan istilah supraperiosteal. Prinsip dari teknik ini adalah anestetikum yang disuntikan diatas periosteum akan berdifusi ke perioteum, tulang, kemudian menuju serabut saraf yang berada di apeks gigi. Hal ini dilakukan agar pulpa, alveolus, dan membran periodontal gigi yang akan dicabut teranestesi (Purwanto, 1993). Teknik infiltrasi terdiri dari beberapa teknik, yaitu: 1. Injeksi infiltrasi nervus alveolaris superior posterior 2. Injeksi infiltrasi nervus alveolaris superior media 1

description

mn jn

Transcript of n;kn;mkkm

Page 1: n;kn;mkkm

Anestesi Lokal

I. Dasar Teori

Anestesi lokal dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri yang bersifat lokal

pada daerah yang akan dilakukan pembedahan tanpa menghilangkan kesadaran

pasien dan bersifat reversibel. Anestesi lokal biasanya dilakukan pada prosedur

pembedahan minor. Kontraindikasi dari anestesi lokal ialah pada pasien yang

kurang kooperatif atau jika terjadi infeksi pada titik anestesi. Teknik anestesi lokal

pada kedokteran gigi dibagi menjadi teknik injeksi infiltrasi, injeksi blok, topikal,

dan teknik lain (Purwanto, 1993).

A. Injeksi infiltrasi

Teknik ini juga dikenal dengan istilah supraperiosteal. Prinsip dari teknik ini

adalah anestetikum yang disuntikan diatas periosteum akan berdifusi ke

perioteum, tulang, kemudian menuju serabut saraf yang berada di apeks gigi.

Hal ini dilakukan agar pulpa, alveolus, dan membran periodontal gigi yang

akan dicabut teranestesi (Purwanto, 1993). Teknik infiltrasi terdiri dari

beberapa teknik, yaitu:

1. Injeksi infiltrasi nervus alveolaris superior posterior

2. Injeksi infiltrasi nervus alveolaris superior media

3. Injeksi infiltrasi nervus alveolaris superior anterior

4. Injeksi infiltrasi untuk menganestesi gigi insisif sentral atas

5. Injeksi infiltrasi untuk menganestesi gigi inisisf lateral atas

6. Injeksi infiltrasi untuk menganestesi gigi kaninus atas

7. Injeksi infiltrasi untuk menganestesi gigi premolar pertama atas

8. Injeksi infiltrasi untuk menganestesi gigi premolar kedua dan akar

mesiobukal molar pertama atas

9. Injeksi infiltrasi untuk menganestesi gigi insisif bawah

B. Injeksi blok

Teknik ini dilakukan dengan menginjeksi anestetikum pada saraf yang lebih

mesial dari persarafan perifer pada daerah yang akan dilakukan pembedahan.

Hal tersebut ditujukan agar anestetikum dapat menghambat impuls nyeri yang

1

Page 2: n;kn;mkkm

datang dari distal. Teknik ini biasanya dilakukan pada mandibula karena

struktur tulang yang lebih compact dibanding maksila akan menyulitkan

anestetikum untuk berdifusi. Dengan teknik blok ini, anestetikum yang

didepositkan pada titik persarafan tertentu akan menganestesi daerah-daerah

yang dipersarafi olehnya (Purwanto, 1993). Teknik injeksi blok terdiri dari

beberapa teknik, yaitu:

1. Injeksi blok zigomatik

Tujuan dari teknik ini ialah memblok nervus alvrolaris superior posterios

sebelum masuk ke maksila di atas molar ketiga. Titik yang diinjeksi

terletak pada lipatan mukosa tertinggi pada maksila, diatas akar

distobukal molar kedua. Jarum diarahkan ke atas kemudian dimasukan

sedalam 20 mm dengan ujung jarum tetap menempel pada periosteum.

Kemudian lakukan injeksi anestetikum sebanyak 1,5-2 cc. Melalui teknik

ini daerah yang teranestesi ialah seluruh akar molar kedua dan ketiga

serta akar palatal dan distobukal molat pertama atas (Purwanto, 1993).

2. Injeksi blok infraorbital

Tujuan dari teknik ini ialah menganestesi cabang-cabang dari nervus

infraorbitalis yaitu nervus alveolaris superior media dan nervus alveolaris

superior anterior. Teknik ini diawali dengan palpasi pada inferior mata

untuk menentukan foramen infrraorbital. Tanpa mengubah posisi jari,

sibakkan bibir atas untuk memberi ruang agar jarum dapat diarahkan

5mm dari permukaan bukal premolar kedua. Jarum dimasukkan sesuai

jarak foramen infraorbital ke apeks premolar kedua kemudian injeksi

secaraperlahan anestetikum sebanyak 2 cc. Daerah yang teranestesi ialah

akar mesiobukal mplar pertama atas hingga insisif sentral atas satu sisi

(Purwanto, 1993).

3. Injeksi blok mandibular

Tujuan teknik ini ialah memblok nervus alveolaris inferior sebelum

masuk ke kanalis mandibula. Pertama dilakukan palpasi dengan jari

telunjuk di belakang gigi terakhir mandibula, geser ke lateral dan palpasi

linea obliqua eksterna pada ramus mandibula, kemudian telunjuk digeser

ke arah median untuk mencari linea obliqua interna. Ujung kuku berada

2

Page 3: n;kn;mkkm

di linea oblique interna dan permukaan samping jari berada di bidang

oklusal gigi rahang bawah. Suntikan jarum pada titik tengah ujung kuku

dari arah kontralateral kemudian anestetikum dideponir secara perlahan

sebanyak 1,5 cc dengan kedalaman jarum 15 mm. Namun untuk

prosedur ekstraksi gigi rahang bawah, perlu ditambahkan injeksi bucalis

longus (Purwanto, 1993).

4. Injeksi blok mentalis

Tujuan teknik ini ialah memblok cabang nervus alveolaris inferior

sebelum memasuki foramen mentalis. Pertama tentukan letak foramen

mentalis yang biasanya terletak diantara kedua apeks gigi premolar.

Insersi jarum hingga menyentuh tulang (sedalam 10 mm) mengarah ke

apeks premolar kedua dengan posisi syringe 45 derajat terhadap

permukaan bukal mandibula. Anestetikum didepositkan sebanyak 0,5 cc

kemudian gerakan jarum tanpa ditarik keluar hingga bertemu foramen

kemudian depositkan anestetikum lagi sebanyak 0,5 cc. Daerah yang

teranestesi ialah premolar dan kaninus satu sisi. Jika ingin dilakukan

anestesi insisif di regio yang sama perlu memblok mentalis pada sisi

kontralateral. Sedangkan untuk ekstraksi, diperlukan juga injeksi lingual

(Purwanto, 1993).

C. Topikal

Bahan anestesi topikal dapat berupa gel, liquid, ointment, atau spray.

Beberapa klinisi menyarankan penggunaan anastesi topikal sebelum injeksi.

Anestesi topikal pada pasien anak akan mengurangi rasa sakit saat

memasukan jarum tetapi anastesi topikal tidak dapat menggantikan teknik

injeksi. Anastesi topikal efektif pada permukaan jaringan yaitu dengan

kedalaman 2-3 mm (Malamed, 2004).

3

Page 4: n;kn;mkkm

D. Teknik lain

1. Injeksi buccalis longus

Tujuan teknik ini ialah untuk menganestesi nervus bukalis yang

memprasarafi mukosa bukal gigi molar bawah. Insersi jarum di lipatan

mukosa di depan gigi molar pertama dengan arah jarum sejajar corpus

mandibulae. Setelah itu deponir secara perlahan anestetikum sebanyak

0,75 cc (Purwanto, 1993).

2. Injeksi lingual

Tujuan dari teknik ini ialah menganestesi nervus lingualis yang

memprasarafi mukosa lingual gigi insisif, kaninus, dan premolar.

Caranya dengan menyuntikan jarum pada mukoperiosteum sedalam

setengah akar gigi yang akan dianestesi. Anestetikum yang dideponirkan

ialah sebanyak 0,5 cc (Purwanto, 1993).

3. Injeksi nasopalatina

Tunuan teknik ini ialah untuk menganestesi nervus nasopalatina yang

memprasarafi mukoperiosteum kaninus kanan hingga kaninus kiri rahang

atas. Jarum diletakan pada papila insisif yang terletak di garis median

maksila antar insisif sentral. Jarum dirahkan masuk ke foramen

nasopalatina sambil mendeponis anestetikum sebanyak 0,5 cc (Purwanto,

1993).

4. Injeksi palatina major

Teknik ini dilakukan dengan tujuan menganestesi nervus palatina major

yang keluar dari foramen palatinus major yang memprasarafi

mukoperiosteum palatum dari tuber maksila hingga kaninus satu sisi.

Titik injeksi ditentukan dengan membuat garis khayal antara tepi gingiva

milar ketiga atas dengan garis median rahang atas. Anestetikum

disuntikan ditengah garis tersebut sebanyak 0,5 cc (Purwanto, 1993).

5. Injeksi sebagian nervus palatinus

Injeksi ini dilakukan biasanya digunakan dengan injeksi supraperiosteal

atau zigomatik untuk prosedur ekstraksi. Tujuan dilakukan injeksi ini

adalah untuk menganestesi nervus palatinus mayor yang dapat dianestesi

di sembarang titik padaregio mukoperiosteum palatum (Purwanto, 1993).

4

Page 5: n;kn;mkkm

6. Inkjeksi intraseptal

Injeksi dilakukan pada tulang kanselus diantara dua gigi. Teknik ini

jarang digunakan untuk menganestesi gigi non-vital atau gigi yang akan

diekstraksi (Purwanto, 1993).

.

II. Pembahasan

Skenario 1-A

Seorang pasien anak perempuan berusia 12 tahun datang bersama ibunya ke

RSGMP Unsoed karena merasa sering sakit saat kemasukan makanan pada gigi

belakang kanan bawah yang berlubang besar. Pasien dan ibunya ingin gigi

tersebut dicabut saja. Kondisi sistemik dalam batas normal. Vital sign dalam batas

normal. Riwayat penyakit sistemik disangkal. Hasil pemeriksaan intra oral

menunjukkan gigi 46 yang telah berlubang besar hingga bagian atap pulpa telah

terbuka dan menyisakan sisa mahkota yang tidak dapat direstorasi. Tes

sensitivitas dengan sonde (-) tes perkusi (-), tes palpasi (-), tes termal dengan CE

(-). Dokter gigi memutuskan untuk mencabut gigi tersebut.

A. Pemeriksaan Subjektif

Berdasarkan skenario, informasi yang didapatkan mengenai pemeriksaan

subjektif pada pasien ialah:

1. Chief complaint : pasien mengeluhkan sering sakit saat kemasukan

makanan pada gigi belakang kanan bawah yang berlubang besar.

2. Present illness : pasien ingin gigi yang menimbulkan sakit dicabut.

3. Past medical history : tidak ada riwayat penyakit sistemik.

4. Past dental history : tidak ada keterangan

5. Family history : tidak ada keterangan

6. Social history : tidak ada keterangan

5

Page 6: n;kn;mkkm

B. Pemeriksaan Objektif

Hasil pemeriksaan objektif menunjukan vital sign yang meliputi

denyut nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu tubuh dalam batas normal

yang berarti kondisi sitemik pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan

intraoral menunjukkan gigi 46 yang telah berlubang besar hingga bagian atap

pulpa telah terbuka dan menyisakan sisa mahkota yang tidak dapat

direstorasi. Tes sensitivitas dengan sonde (-) tes perkusi (-), tes palpasi (-), tes

termal dengan CE (-).

Tes termal merupakan tes yang dilakukan untuk mengetahui vitalitas

pulpa. Tes termal dapat berupa tes dingin atau tes panas. Pada skenario

digunakan tes dingin dengan bahan chlor ethyl atau etil klorida. Hasil tes

negatif menandakan pulpa sudah dalam keadaan non-vital. Apabila timbul

respon menandakan hasil tes positif yang berarti gigi masih dalam keadaan

vital. Tes perkusi dilakukan untuk mengetahui status periodontal. Tes ini

dilakukan menggunakan ujung jari yang kemudian diketuk secara cepat

dengan intensitas rendah kemudian intensitas ditingkatkan menggunakan

handle kaca mulut. Perkusi dimulai dari gigi yang sehat kemudian ke gigi

yang sakit sebagai kontrol. Perkusi positif menandakan terdapat peradangan

yang telah menyebar ke jaringan periodontal atau periodontitis apikal.

Sementara pada skenario hasil tes perkusi negatif, artinya tidak terdapat

kelainan pada jaringan periodontal pasien. Tes palpasi dilakukan untuk

memeriksa konsistensi jaringan periodontal dan respon rasa sakit. Melalui

teknik ini dapat diketahui adanya fluktuasi jaringan misalnya pada kasus

abses. Hasil negatif menandakan tidak adanya kelainan pada mukosa alveolar

(Grossman, dkk., 1995). Berdasarkan hasil uji vitalitas tersebut dapat

disimpulkan gigi pasien telah non-vital.

C. Diagnosa

Berdasarkan pemeriksaan objektif dan subjektif pasien didiagnosa

mengalami kematian pulpa atau nekrosis pulpa.

D. Rencana Perawatan

Berdasarkan skenario, dokter gigi memutuskan untuk melakukan

ekstraksi gigi yang telah mengalami nekrosis pulpa yaitu gigi 46. Nekrosis

6

Page 7: n;kn;mkkm

pulpa merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan ektraksi gigi. Indikasi-

indikasi dari ekstraksi gigi menurut Grossman, dkk. (1995) diantaranya

adanya karies yang parah yang sudah tidak dapat direstorasi dan adanya

nekrosis pulpa yang tidak diindikasikan untuk perawatan endodontik.

Berdasarkan indikasi tersebut, perawatan yang tepat ialah ekstraksi pada 46.

E. Teknik anestesi yang digunakan

Purwanto (1993), menyatakan bahwa injeksi blok akan lebih efektif

digunakan pada pencabutan gigi pada rahang bawah. Injeksi infiltrasi tidak

dilakukan karena struktur mandibula yang lebih compact dapat kembuat

proses difusi anestetikum ke serabut saraf terganggu, sehingga anestesi

menjadi tidak efektif. Dalam melakukan ekstraksi 46 daerah yang perlu

dianestesi cukup luas yaitu seluruh akar 46, membran periodontal, dan

mukosa disekitarnya. Daerah-daerah tersebut di persarafi oleh nervus

alveolaris inferior, nervus bucccalis longus, dan nervus lingualis. Oleh karena

itu digunakan teknik blok mandibula.

Menurut Purwanto tujuan teknik blok mandibula ialah memblok

nervus alveolaris inferior sebelum masuk ke kanalis mandibula. Namun

Malamud (2004), menjelaskan metode anestesi blok mandibula yang dapat

memblok nervus alveolaris inferior, nervus bucccalis longus, dan nervus

lingualis tanpa mencabut jarum sehingga tidak diperlukan penusukan ulang

yang dapat menambah rasa sakit pasien yaiu dengan anestesi blok mandibula

metode Fischer modifikasi. Sebelum melakukan anestesi injeksi, dapat

dilakukan anestesi topikal untuk mengurangi rasa sakit saat jarum dimasukan.

F. Alat dan bahan anestesi

Schwartz (2012) menjelaskan alat yang dibutuhkan untuk anestesi ialah:

1. Carpule atau cartridge ialah tempat menyimpan anestetikum. Cartridge

biasanya terbuat dari kaca yang diselimuti oleh plastik label tipis untuk

melindugi agar tidak mudah pecah. Satu cartridge biasanya mengandung

1,8 ml arutan anestesi.

2. Jarum atau needle

7

Page 8: n;kn;mkkm

Jarum yang digunakan harus steril dan tidak boleh digunakan untuk lebih

dari satu pasien. Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman

anastesi yang akan dilakukan.

3. Syringe atau carpule holder

4. Lidokain oint 5%

5. Larutan anestesi lokal (Lidokain 2% dengan adrenalin 1:80.000) dalam

ampul 2 cc

6. Povidone iodine 10% sebagai antiseptic

7. Alat perlindngan diri (masker, sarung tangan)

G. Prosedur anestesi

Prosedur anestesi pada ekstraksi molar permanen pada anak sama dengan

pada dewasa. Hal yang berbeda ialah foramen mandibula pada anak terletak

setingkat di bawah dataran oklusal gig sulung, oleh karena itu injeksi di buat

lebih rendah dan lebih posterior dibandingkan dengan injeksi pada rang

dewasa. Prosedur anestesi yang dapat dilakukan berdasarkan skenario

adalah:

1. Posisikan pasien duduk setengah terlentang atau semi supinase.

2. Gunakan APD, sebelum menggunakan disposable syringe, periksa

pembungkus dan tanggal kadaluarsa. Sebelum membuka pembungkus,

putar hub searah jarum jam dan kencangkan handle.

3. Aplikasikan antiseptic pada daerah trigonum retromolar dengan larutan

povidone iodine.

4. Lakukan anestesi topikal. Pertama mukosa dikeringkan untuk mencegah

larutnya bahan anestesi topikal.

5. Oleskan lidokain ointment 5% di daerah yang akan disuntik dan

sekitarnya kemudian tunggu 2 menit agar memberikan efek maksimum.

6. Palpasi dengan jari telunjuk di belakang gigi terakhir mandibula

kemudian geser ke lateral untuk meraba linea obliqua eksterna. Setelah

itu telunjuk digeser ke median untuk meraba linea obliqua interna dengan

posisi akhir ujung lengkung kuku berada di linea obliqua interna dan

samping jari berada di oklusal gigi rahang bawah.

8

Page 9: n;kn;mkkm

7. Lakukan posisi I yaitu insersikan jarum pada pertengahan lengkung kuku

dari sisi kontralateral di regio premolar.

8. Lakukan posisi II yaitu menggeser spuit ke sisi yang akan dianestesi,

sejajar dengan bidang oklusal dan jarum ditusukan sedalam 5 mm.

Lakukan aspirasi untk menghindari anestetikum memasuki pembuluh

darah. bila aspirasi negatif, anestetikum dikeluarkan sebanyak 0,5 ml

untuk menganestesi nervus lingualis.

9. Lakukan posisi III yaitu menggeser spuit ke arah posisi I tapi tidak penuh

lalu jarum dimasukan sambil menyusuri tulang sedalam 10-15 mm .

lakukan aspirasi. Bila aspirasi negatif anestetikum dapat dideponir

sebanyak 1 ml untuk menganestesi nervus alveolaris inferior.

10. Ketika jarum ditarik dari posisi III, sebelum jarum lepas dari mukosa,

tepat setelah melewati linea obliqua interna jarum digeser ke lateral ke

arah trigonum retromolar. Lakukan aspirasi, bila negatif masukan

anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi nervus buccais longus,

11. Tarik jarum keluar mukosa secara perlahan (Melamud, 2004).

9

Page 10: n;kn;mkkm

Daftar Pustaka

Grossman, L. I., Oliet, S., DelRio, C. E., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek

Edisi 11, EGC, Jakarta.

Malamed, S.F., 2004, Handbook of Local Anesthesia, Ed. 6, Elsevier, California.

Purwanto, 1993, Petunjuk Praktis Anestesi Lokal, EGC, Jakarta.

Schwartz, S., 2012, Local Anesthesia in Pediatric Dentistry, American Dental

Association Continuing Edication Recognation Program.

10