nitrit
-
Upload
forget-bajingan-fo -
Category
Documents
-
view
35 -
download
1
description
Transcript of nitrit
3
TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B
dan mineral, khususnya zat besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri
dari air dan bahan-bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan–bahan yang
mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Protein adalah komponen bahan
kering yang terbesar dalam daging. Nilai nutrisi daging yang lebih tinggi disebabkan
karena daging mengandung beberapa asam amino esensial yang lengkap dan
seimbang. Kandungan protein di dalam otot yaitu 16% - 22%. Daging olahan
memiliki kandungan protein dan air yang lebih sedikit daripada daging segar.
Daging olahan juga memiliki kandungan lemak dan mineral yang lebih tinggi.
Kenaikan kandungan mineral daging olahan disebabkan bumbu-bumbu dan garam
yang ditambahkan (Soeparno, 2005).
Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bahan pangan
yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang
sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak.
Komposisi daging terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan non-
protein nitrogen seperti keratin dan beberapa hormon. Komponen nutrisi daging
segar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen Zat Nutrien Daging Sapi
Kandungan nutrisi (%)
Air 65-80
Protein 16-22
Lemak 1,3-13
Karbohidrat 0,5-1,3
Mineral 1,0
Sumber : Winarno (1997)
Daging adalah sumber utama zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk
kesehatan manusia yang mengkonsumsinya (Lawrie,1995). Protein-protein daging
yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti
suatu permukaan partikel yang terdispersi (Soeparno, 2005). Emulsi adalah suatu
4
sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi dua cairan atau senyawa yang tidak
tercampur, yang satu terdispersi dengan yang lain. Cairan yang berbentuk globula-
globula kecil yang disebut fase dispersi atau fase diskontinu. Hasil emulsi dapat
diperoleh dengan cara mencacah atau melumatkan daging pre-rigor dengan
ditambahkan es, garam, dan bahan curing. Campuran tersebut kemudian disimpan
dahulu untuk memberi kesempatan ekstraksi protein yang lebih efisien. Stabilitas
emulsi dipengaruhi oleh temperatur selama proses emulsifikasi, ukuran partikel
lemak, pH, jumlah, dan tipe protein yang larut, serta viskositas emulsi. Suhu dan
waktu pengolahan yang berlebihan dapat merugikan dengan terjadinya denaturasi
protein terlarut, penurunan viskositas emulsi, dan melelehnya partikel lemak
(Soeparno, 2005). Sosis merupakan contoh suatu sistem emulsi minyak dalam air.
Emulsi ini membantu terjadinya dispersi (Winarno, 1997).
Menurut Lawrie (1995), mikroorganisme pada daging yang berasal dari
kontaminasi pekerja diantaranya adalah Salmonella, Shigella, Escherichia coli,
Bacillus proteus, Staphylococcus albus, dan Staphylococcus aureus. Selain itu,
kapang dan khamir juga terdapat dalam daging. Berbeda dengan bakteri, kapang dan
khamir hanya terdapat pada permukaan daging karena sifatnya aerobik.
Mikroorganisme yang merusak produk olahan daging dapat tumbuh pada suhu
rendah meskipun suhu optimumnya pada temperatur ruang. Pseudomonas dapat
tumbuh pada permukaan daging yang telah mengalami pendinginan (chilling).
Bakteri ini dapat tumbuh baik pada suhu 0 ºC padahal suhu minimum untuk
pertumbuhannya ditentukan oleh reduksi aw dan jumlah air yang terdapat dalam
daging. Bakteri yang dapat hidup pada suhu rendah dinamakan bakteri psikrofilik
(Buckle et al., 1987).
Bakteri Asam Laktat
Kelompok bakteri asam laktat menghasilkan sejumlah besar asam laktat
sebagai hasil akhir dari karbohidrat atau hasil metabolisme glukosa. Bakteri asam
laktat dapat menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis organisme lainnya (Jay et
al., 2005). Asam laktat dihasilkan dengan menurunkan nilai pH dari lingkungan
pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Bakteri asam laktat terbagi menjadi
dua kelompok berdasarkan hasil akhir dari metabolisme glukosa yaitu bersifat
homofermentatif dan heterofermentatif. Jenis-jenis homofermentatif yang terpenting
5
menghasilkan hanya asam laktat dari metabolisma glukosa. Kelompok
heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan asam-asam volatil lainnya,
alkohol dan ester disamping asam laktat (Buckle et al., 1987). Bakteri asam laktat
terbagi menjadi delapan genus, yaitu Lactococcus, Lactobacillus, Pediococcus,
Streptococcus, Leuconostoc, Corinebacterium, Enterococcus, dan Bifidobacterium
(Elegado et al., 2004).
Menurut Buckle et al. (1987), beberapa jenis yang terpenting dalam
kelompok ini adalah Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis, dan
Streptococcus cremoris termasuk bakteri Gram positif berbentuk bulat sebagai rantai.
Pediococcus cerevisae termasuk dalam bakteri Gram positif berbentuk bulat,
khususnya terdapat berpasangan atau berempat, berperan penting dalam fermentasi
daging dan sayuran. Leuconostoc mesentereoides dan Leuconostoc dextranicum
termasuk dalam bakteri Gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara
berpasangan atau rantai pendek, berperan dalam perusakan larutan gula dengan
produksi pertumbuhan dekstran berlendir. Lactobacillus lactis, Lactobacillus
acidophilus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus
delbrueckii termasuk dalam bakteri berbentuk batang, Gram positif dan sering
membentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya, lebih tahan terhadap keadaan asam
daripada Pediococcus atau Streptococcus sehingga menjadi lebih banyak terdapat
pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat.
Lactobacillus plantarum
Lactobacillus plantarum merupakan Lactobacilli yang bersifat
homofermentatif (Fardiaz, 1989). Ukuran koloni bakteri ini yaitu 2-3 mm, berwarna
putih, berbentuk batang, termasuk bakteri Gram positif, dan menghasilkan asam
laktat. Bakteri ini memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif anaerob,
mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat, toleran
terhadap asam dan mampu memproduksi asam laktat. Menurut Buckle et al. (1978)
Lactobacillus plantarum memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri patogen
dan bakteri pembusuk dalam keadaan asam.
Lactobacillus plantarum 2C12 merupakan isolat indigenus yang diisolasi dari
daging sapi lokal Indonesia. Arief et al. (2008) melaporkan bahwa suatu senyawa
antimikroba diproduksi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 2C12 yang
6
diisolasi dari daging sapi lokal. Lactobacillus plantarum terutama berguna untuk
pembentukan asam laktat, penghasil hidrogen peroksida tertinggi dibandingkan
bakteri asam laktat lainnya dan juga menghasilkan bakteriosin yang merupakan
senyawa protein yang bersifat bakterisidal (James et al., 1992). Senyawa
antimikroba tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Escherichia
coli, Salmonella typhimurium, dan Staphylococcus aureus. Senyawa antimikroba
yang diproduksi oleh Lactobacillus plantarum 2C12 mengandung bakteriosin.
Lactobacillus plantarum dapat memproduksi bakteriosin yang merupakan
bakterisidal bagi sel sensitif dan dapat menyebabkan kematian sel dengan cepat
walaupun pada konsentrasi rendah. Bakteriosin yang berasal dari L. plantarum dapat
menghambat Staphylococcus aureus dan bakteri Gram negatif.
Antimikroba
Antimikroba yaitu senyawa biologi atau kimia yang berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Komponen kimia ini bersifat
membunuh jasad renik. Artinya mempunyai sifat bakterisidal (membunuh bakteri)
atau fungisidal (membunuh fungi). Beberapa komponen kimia pada konsentrasi
rendah tidak dapat membunuh jasad renik, hanya menghambat pertumbuhan saja,
misalnya senyawa tertentu yang terdapat pada rempah-rempah. Komponen tersebut
disebut mempunyai sifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri atau
fungistatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri (Fardiaz, 1992 ).
Komponen kimia yang bersifat membunuh lebih baik daripada yang hanya
bersifat menghambat. Faktor yang mempengaruhi kemampuan antimikroba dalam
menghambat pertumbuhan mikroba antara lain waktu penyimpanan, sifat-sifat
mikroba (jenis, konsentrasi, keadaan, dan umur mikroba), konsentrasi zat pengawet,
suhu lingkungan, dan sifat-sifat fisik dan kimia makanan, termasuk pH, kadar air,
jenis, dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992).
Bakteriosin
Bakteriosin yaitu senyawa peptida yang dihasilkan oleh sejumlah bakteri
Gram positif atau Gram negatif. Bakteriosin diproduksi oleh bakteri asam laktat dan
bakteri asam propionat yang dapat bersifat bakterisidal terhadap bakteri patogen.
Bakteriosin juga dapat bertahan pada pH yang rendah dan relatif stabil pada kondisi
7
temperatur tinggi. Bakteriosin memiliki kepentingan khusus dalam mikrobiologi
pangan karena kemampuannya memberikan efek bakterisidal secara normal terhadap
bakteri patogen (Ray, 2003). Beberapa kelebihan penambahan bakteriosin sebagai
biopreservatif yaitu tidak toksik dan mudah mengalami biodegradasi, tidak
membahayakan mikroflora usus, aman bagi lingkungan, mengurangi penggunaan
bahan kimia sebagai bahan pengawet, dapat digunakan dalam kultur bakteri unggul
yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba terhadap bakteri patogen dan
dapat digunakan dalam bentuk senyawa antimikrobial yang telah dimurnikan
(Nurliana, 1997). Dalam jumlah yang besar bakteriosin yang diisolasi dari bakteri
asam laktat berpotensi membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen
(Savadogo et al., 2006).
Bakteriosin dari bakteri asam laktat bersifat bakterisidal terhadap sel sensitif
dan membunuh dengan sangat cepat pada konsentrasi rendah. Bakteri Gram negatif
menjadi sensitif terhadap bakteriosin jika struktur permukaan lipopolisakaridanya
dilemahkan dengan cara pemberian tekanan fisik dan kimia (Ray, 2003). Nilai pH 6
merupakan tingkat kestabilan yang paling tinggi dengan besar diameter zona
penghambat sebesar 12,4 mm. Bakteriosin dapat menghambat pada suhu baik
pasteurisasi maupun sterilisasi dengan tingkat penghambatan tertinggi pada suhu
sterilisasi (121°C) selama 20 menit (Arief et al., 2010).
Bakteriosin hanya menghambat spesies yang berhubungan dekat dengan
strain bakteri asalnya. Bakteriosin terdiri dari protein kecil dan sebagian besar semi
plasma. Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa spesies dan semua strain bakteri
asam laktat memiliki kemampuan untuk menghasilkan bakteriosin atau komponen
seperti bakteriosin (Jay et al., 2005).
Selain bakteriosin yang berasal dari Lactobacillus plantarum, nisin
merupakan contoh lain dari bakteriosin yang berasal dari Lactocoocus lactis subsp.
Lactis. Kelas I dibagi menjadi Ia dan Ib. kelas II dibedakan menjadi kelas IIa dan IIb.
Kelas Ia termasuk nisin yang didalamnya terdiri dari peptide hidrofobik dan kationik
yang membentuk pori di membrane sel targetnya, serta memiliki strukstur fleksibel
dibandingkan kelas Ib. Kelas Ib merupakan peptide globular, bermuatan negatif atau
sama sekali tidak memiliki muatan. Bakteriosin kelas IIa aktif dalam menghambat
Listeria, sedangkan bakteriosin kelas IIb mengandung dua peptide yang berbeda, dan
8
membutuhkan kedua peptide ini untuk aktivitas antimikrobial yang optimal
(Cleveland et al., 2001).
Sosis
Sosis adalah makanan yang ditambahkan bumbu-bumbu pada daging dan
dibentuk simetri (Kramlich, 1971). Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk
makanan yang diperoleh dari campuran daging halus dengan tepung atau pati dengan
atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang
diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Komponen daging yang sangat
penting dalam pembuatan sosis adalah protein, air, dan lemak karena digunakan
untuk emulsifikasi. Selain komponen daging, sosis memiliki tambahan bumbu dan
bahan tambahan lain (Jay et al., 2005). Kenaikan pH dan penambahan garam akan
meningkatkan kapasitas emulsifikasi sebagai pengemulsi yang utama di sosis
(Kramlich, 1971).
Emulsi Sosis
Bakso dan sosis merupakan contoh suatu sistem emulsi minyak dalam air.
Emulsi ini membantu terjadinya dispersi (Winarno, 1997). Emulsi merupakan sistem
heterogen, terdiri atas cairan yang tidak tercampurkan yang terdispersi dengan baik
sekali dalam cairan lain (deMan, 1997). Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang
terdiri atas suatu dispersi satu cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang
satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang berbentuk globula-globula kecil disebut
fase dispersi atau fase diskontinu dan cairan tempat terdispersinya globula-globula
tersebut disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai
pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang
terdispersi (Soeparno, 2005).
Pengemulsi merupakan senyawa aktif permukaan yang mampu menurunkan
tegangan antar permukaan antara udara-cairan dan cairan-cairan. Emulsi distabilkan
oleh berbagai senyawa, terutama makromolekul seperti protein, pati, dan yang lain.
Dalam makanan, biasanya mengandung dua fase yaitu minyak dan air. Jika air
sebagai fase dispersi atau fase luar dan minyak sebagai fase terdispersi disebut
emulsi jenis minyak dalam air. Dalam hal sebaliknya, emulsi disebut jenis air dalam
minyak. Diperlukan bahan ketiga atau gabungan beberapa bahan untuk menstabilkan
9
emulsi. Bahan ini adalah pengemulsi (deMan, 1997). Kandungan protein yang tinggi
akan meningkatkan kapasitas emulsi daging. Garam mampu melarutkan lebih banyak
protein sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi. Karena itu, lemak yang lebih
banyak bisa diemulsi dengan protein yang lebih sedikit sehingga meningkatkan
efisiensi. Kapasitas emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan
dengan kapasitas emulsi protein larut dalam garam (Wilson, 1981). Faktor utama
dalam persiapan emulsifikasi agar sosis kompak yaitu protein. (Kramlich, 1971).
Bahan-Bahan Pembuatan Sosis
Daging
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan dari jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Daging memiliki
pH ultimat, normalnya adalah antara 5,4-5,8. Nilai pH daging berhubungan dengan
keempukan dan susut masak (Soeparno, 2005). Nilai pH juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroba (Ray, 2003).
Garam
Soeparno (2005), garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi
sebagai pengawet, penambah aroma, dan citarasa. Garam dapat meningkatkan
tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2%, sejumlah bakteri terhambat
pertumbuhannya. Garam berfungsi sebagai pengawet dan pelarut protein serta
meningkatkan daya mengikat air. Penambahan garam dalam produksi sosis berkisar
1%-5% bergantung pada kebutuhan (Kramlich, 1971).
Gula
Pemanis sebagai bahan tambahan dalam industri sosis yaitu sukrosa,
dextrosa, laktosa, dan gula jagung. Pemanis yang sering digunakan dalam fermentasi
adalah sukrosa dan dextrosa. Laktosa memiliki kemampuan yang kecil sebagai
pemanis dapat digunakan dalam pembuatan sosis (Kramlich, 1971). Fungsi utama
gula dalam curing adalah untuk memodifikasi rasa dan menurunkan kadar air yang
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Fungsi gula sebagai
preservatif, misalnya pada produk sosis fermentasi adalah karena terbentuknya asam
10
laktat di dalam produk, sehingga pH produk menurun dan produk menjadi agak
kering selama proses pematangan (Soeparno, 2005).
Lemak
Lemak berpengaruh sangat kuat untuk palatabilitas sosis. Lemak daging
mengandung sedikit fosfolipid dan kolesterol. Fosfolipid berfungsi sebagai
komponen struktural dan fungsional dari sel dan membran, serta mempengaruhi
flavor dan kualitas daging. Daging yang hampir tidak mengandung marbling bisa
tampak kering dan mempunyai flavor yang kurang baik daripada daging yang cukup
mengandung marbling. Marbling mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap jus
daging dan flavor daripada keempukan. Marbling juga berpengaruh terhadap
kekompakan atau kekerasan daging dingin dan mempengaruhi warna daging menjadi
terang (Soeparno, 2005). Lemak juga berfungsi dalam emulsifikasi bersama dengan
air dan minyak (Essien, 2003). Penambahan lemak dalam sosis maksimal 30%
(Soeparno, 2005).
Es Batu
Es batu ditambahkan ke dalam sosis bertujuan untuk melarutkan garam,
mendistribusikan secara merata ke seluruh bagian daging, memudahkan dalam
ekstraksi protein daging, mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama
penggilingan, dan pembentukan adonan serta membantu dalam pembentukan emulsi
(Kramlich, 1971). Es yang ditambahkan besarnya adalah 20%-30% dari berat daging
(Forrest et al., 1975).
Bawang Putih
Manfaat dari bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang
membuat makanan menjadi beraroma dan mengundang selera. Allicin yaitu
komponen utama yang memiliki peran sebagai pemberi aroma bawang putih dan
merupakan salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit
(bersifat antibakteri). Allicin juga berperan ganda membunuh bakteri, yaitu bakteri
Gram positif maupun Gram negatif karena mempunyai gugus asam amino para
amino benzoate (Palungkun dan Budiarti, 1992).
11
Lada
Lada memproduksi komponen-komponen, seperti terpen, beta-kariofilin,
dipenten, dan hidrat α-felandren. Komposisi kimia lada putih per 100 g, yaitu 11,4 g
air; 10,4 g protein; 2,1 g lemak; 1,6 g abu; dan 68,6 g karbohidrat (Farrell, 1990).
Biji Pala
Komposisi kimia pala bubuk per 100 g, terdiri dari 8,2 g air; 6,7 g protein;
32,4 g lemak; dan 50,5 g karbohidrat. Pala dihasilkan dari biji pala yang
mengandung fixed oil yang terdiri dari trimyristin, gliceril ester dari asam-asam
palmitat, oleat dan linoleat dari fraksi yang tidak tersaponifikasi (Farrell, 1990).
Sodium Tripolifosfat (STPP)
Sodium tripolifosfat berfungsi untuk mengurang kehilangan lemak dan air
saat pemasakan, pengalengan, dan penggorengan. Penambahan fofat pada produk
olahan daging rata-rata 0,3% (Wilson, 1981). Fungsi fosfat juga untuk
meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging
dan mengurangi ketengikan (Soeparno, 2005).
Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi
Penambahan bahan pengikat adalah bahan bukan daging yang dapat
meningkatkan daya ikat air daging dan emulsifikasi daging. Bahan pengikat
mengandung protein yang tinggi. Susu skim berperan sebagai bahan pengikat
mengandung protein kira-kira 35% (80% kasein dan sisanya, terutama adalah β-
laktoglobulin dan laktalbumin), mempunyai kemampuan untuk mengemulsikan
lemak yang terbatas karena kaseinnya berkombinasi dengan sejumlah Ca sehingga
tidak mudah larut dalam air (Soeparno, 2005).
Bahan pengisi merupakan bahan yang dapat mengikat air tetapi mempunyai
pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan pada
sosis adalah tepung terigu, jagung, beras, dan pati. Tepung pengisi mengandung
lemak dalam jumlah yang relatif tinggi dan protein dalam jumlah yang relatif rendah,
sehingga mempunyai kapasitas mengikat air yang besar dan kemampuan emulsifikasi
yang rendah (Soeparno, 2005).
12
Air
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan
dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk meningkatkan
keempukan dan juice (sari minyak) daging, melarutkan protein yang mudah larut
dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein.
Larutan garam berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur
produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno, 2005).
Nitrit
Nitrit dan nitrat sebagai garam sodium atau potasium digunakan dalam
daging cured dengan tujuan untuk menghasilkan warna daging menjadi merah terang
dan stabil, mempercepat proses curing, preservatif mikrobial yang mempunyai
pengaruh bakteriostatik, dan mampu memperbaiki flavor dan antioksidan.
Penggunaan nitrat dan nitrit dalam campuran bahan curing daging dapat
dikombinasikan. Akan tetapi, nitrat sudah tidak lazim digunakan dalam curing
daging, karena nitrit dapat bereaksi dengan cepat selama proses curing tanpa adanya
nitrat (Soeparno, 2005).
Nitrit berhubungan dengan flavor daging yang bersifat sebagai antioksidan.
Nitrit akan menghambat oksidasi lemak. Tanpa adanya nitrit, akan terjadi oksidasi
lemak sehingga akan membentuk senyawa-senyawa karbonil dan menghasilkan
ransiditas. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridium botulinum dengan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora dengan cara membentuk
senyawa penghambat bila daging dipanaskan (Soeparno, 2005).
Selongsong Sosis
Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis.
Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus
selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display selama
diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan
Tauber, 1984). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa
digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu selongsong yang terbuat dari usus hewan,
selongsong yang terbuat dari kolagen, selongsong yang terbuat dari selulosa,
selongsong yang terbuat dari plastik dan selongsong yang terbuat dari logam.
13
Bakteri Patogen
Bakteri patogen tertentu dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Beberapa jenis penyakit tersebut dapat dipindahkan lewat pangan, diantaranya
keracunan makanan, kolera, dan tifus (Gaman dan Sherrington, 1992). Contoh
bakteri patogen antara lain Salmonella Typhimurium, Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Bakteri dari jenis Salmonella merupakan bakteri penyebab
infeksi. Jika tertelan oleh manusia dan masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan
gejala salmonelosis, demam enterik, demam tifiod, dan demam paratifiod, serta
infeksi lokal (Fardiaz, 1992).
Staphylococcus aureus
Salah satu bakteri patogen adalah Staphylococcus aureus. Ada enam macam
enteroksin yang diproduksi Staphylococcus aureus di dalam makanan dan
merupakan penyebab keracunan stafilokokus (intoksikasi) yaitu enteroksin A, B, C1,
C2, D dan enteroksin E (Fardiaz, 1989). Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus
merupakan contoh bakteri Gram positif sedangkan Salmonella, Escherichia coli
merupakan contoh bakteri Gram negatif (Buckle et al., 1987).
Salmonella spp.
Salmonella merupakan bakteri yang tidak membentuk spora dan dapat
memfermentasi glukosa dan biasanya disertai dengan pembentukan gas tetapi tidak
memfermentasikan laktosa maupun sukrosa. Salmonella adalah bakteri Gram
negatif, berbentuk batang bergerak serta mempunyai tipe metabolism yang bersifat
fakultatif anaerob. Termasuk kelompok bakteri Enterobacteriaceae. Salmonella typhi
dan Salmonella paratyphi penyebab demam tipus (Frazier dan Westhoff, 1967).
Nilai pH minimum bervariasi tergantung pada suhu inkubasi, komposisi media, aw
dan jumlah sel. Pada pH kurang dari 4,0 dan lebih dari 9,0 Salmonella akan mati
secara perlahan Salmonella spp. dapat tumbuh pada kisaran suhu antara 5oC-47
oC
dengan suhu optimum 35-37 oC. Salmonella spp. tumbuh pada tingkat keasamaan
antara 4,5-5,4 dengan pH optimumnya sekitar 7 dan aw minimum 0,94 (Soeparno,
2005).
14
Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli (E. coli) adalah Gram negatif, bergerak, berbentuk
batang, bersifat fakultatif anaerob, dan termasuk golongan Enterobacteriaceae. Suatu
tipe tertentu bersifat enteropathogenik dan dikenal sebagai penyebab diare pada bayi.
Beberapa galur lainnya juga sebagai penyebab diare pada orang dewasa (Buckle et
al., 1987). Escherichia coli dapat tumbuh optimum pada pH 7,0-7,5 dengan pH
minimum 4 dan pH maksimum 8,5. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan pada
makanan yang mengalami pemanasan. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah
37 oC dengan kisaran suhu 10-40
oC (Frazier dan Westhoff, 1967).
Enteropatogenik E.coli (EPEC) merupakan mikroba penting penyebab diare
pada bayi, terutama pada tempat yang sanitasinya rendah. Beberapa serotip
dilibatkan pada perjangkitan penyakit melalui makanan dan air di beberapa negara.
EPEC memiliki kemampuan untuk melakukan kontak fisik dengan sel epitel usus
dan menyebabkan luka. Enterotoxigenik E.coli (ETEC) merupakan penyebab utama
diare di beberapa negara dengan sanitasi yang kurang. Patogen ini menghasilkan
faktor perlawanan, dan stabil terhadap panas, serta menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan penyakit. Enteroinvasif E .coli (EIEC) diketahui menyebabkan
disentri yang mirip penyakit shigellosis. Enterohemoragic E. coli (EHEC) dikenal
sebagai penyebab diare berdarah (hemoragic colitis) dan hemoragic uremic
syndrome (HUS) pada manusia (Ray, 2003).