nitrit

12
3 TINJAUAN PUSTAKA Daging Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan mineral, khususnya zat besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan-bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahanbahan yang mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dalam daging. Nilai nutrisi daging yang lebih tinggi disebabkan karena daging mengandung beberapa asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Kandungan protein di dalam otot yaitu 16% - 22%. Daging olahan memiliki kandungan protein dan air yang lebih sedikit daripada daging segar. Daging olahan juga memiliki kandungan lemak dan mineral yang lebih tinggi. Kenaikan kandungan mineral daging olahan disebabkan bumbu-bumbu dan garam yang ditambahkan (Soeparno, 2005). Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bahan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak. Komposisi daging terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan non- protein nitrogen seperti keratin dan beberapa hormon. Komponen nutrisi daging segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komponen Zat Nutrien Daging Sapi Kandungan nutrisi (%) Air 65-80 Protein 16-22 Lemak 1,3-13 Karbohidrat 0,5-1,3 Mineral 1,0 Sumber : Winarno (1997) Daging adalah sumber utama zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk kesehatan manusia yang mengkonsumsinya (Lawrie,1995). Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti suatu permukaan partikel yang terdispersi (Soeparno, 2005). Emulsi adalah suatu

description

paduan untuk pengguanaan natrium nitir

Transcript of nitrit

3

TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B

dan mineral, khususnya zat besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri

dari air dan bahan-bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan–bahan yang

mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Protein adalah komponen bahan

kering yang terbesar dalam daging. Nilai nutrisi daging yang lebih tinggi disebabkan

karena daging mengandung beberapa asam amino esensial yang lengkap dan

seimbang. Kandungan protein di dalam otot yaitu 16% - 22%. Daging olahan

memiliki kandungan protein dan air yang lebih sedikit daripada daging segar.

Daging olahan juga memiliki kandungan lemak dan mineral yang lebih tinggi.

Kenaikan kandungan mineral daging olahan disebabkan bumbu-bumbu dan garam

yang ditambahkan (Soeparno, 2005).

Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bahan pangan

yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang

sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak.

Komposisi daging terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan non-

protein nitrogen seperti keratin dan beberapa hormon. Komponen nutrisi daging

segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen Zat Nutrien Daging Sapi

Kandungan nutrisi (%)

Air 65-80

Protein 16-22

Lemak 1,3-13

Karbohidrat 0,5-1,3

Mineral 1,0

Sumber : Winarno (1997)

Daging adalah sumber utama zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk

kesehatan manusia yang mengkonsumsinya (Lawrie,1995). Protein-protein daging

yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti

suatu permukaan partikel yang terdispersi (Soeparno, 2005). Emulsi adalah suatu

4

sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi dua cairan atau senyawa yang tidak

tercampur, yang satu terdispersi dengan yang lain. Cairan yang berbentuk globula-

globula kecil yang disebut fase dispersi atau fase diskontinu. Hasil emulsi dapat

diperoleh dengan cara mencacah atau melumatkan daging pre-rigor dengan

ditambahkan es, garam, dan bahan curing. Campuran tersebut kemudian disimpan

dahulu untuk memberi kesempatan ekstraksi protein yang lebih efisien. Stabilitas

emulsi dipengaruhi oleh temperatur selama proses emulsifikasi, ukuran partikel

lemak, pH, jumlah, dan tipe protein yang larut, serta viskositas emulsi. Suhu dan

waktu pengolahan yang berlebihan dapat merugikan dengan terjadinya denaturasi

protein terlarut, penurunan viskositas emulsi, dan melelehnya partikel lemak

(Soeparno, 2005). Sosis merupakan contoh suatu sistem emulsi minyak dalam air.

Emulsi ini membantu terjadinya dispersi (Winarno, 1997).

Menurut Lawrie (1995), mikroorganisme pada daging yang berasal dari

kontaminasi pekerja diantaranya adalah Salmonella, Shigella, Escherichia coli,

Bacillus proteus, Staphylococcus albus, dan Staphylococcus aureus. Selain itu,

kapang dan khamir juga terdapat dalam daging. Berbeda dengan bakteri, kapang dan

khamir hanya terdapat pada permukaan daging karena sifatnya aerobik.

Mikroorganisme yang merusak produk olahan daging dapat tumbuh pada suhu

rendah meskipun suhu optimumnya pada temperatur ruang. Pseudomonas dapat

tumbuh pada permukaan daging yang telah mengalami pendinginan (chilling).

Bakteri ini dapat tumbuh baik pada suhu 0 ºC padahal suhu minimum untuk

pertumbuhannya ditentukan oleh reduksi aw dan jumlah air yang terdapat dalam

daging. Bakteri yang dapat hidup pada suhu rendah dinamakan bakteri psikrofilik

(Buckle et al., 1987).

Bakteri Asam Laktat

Kelompok bakteri asam laktat menghasilkan sejumlah besar asam laktat

sebagai hasil akhir dari karbohidrat atau hasil metabolisme glukosa. Bakteri asam

laktat dapat menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis organisme lainnya (Jay et

al., 2005). Asam laktat dihasilkan dengan menurunkan nilai pH dari lingkungan

pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Bakteri asam laktat terbagi menjadi

dua kelompok berdasarkan hasil akhir dari metabolisme glukosa yaitu bersifat

homofermentatif dan heterofermentatif. Jenis-jenis homofermentatif yang terpenting

5

menghasilkan hanya asam laktat dari metabolisma glukosa. Kelompok

heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan asam-asam volatil lainnya,

alkohol dan ester disamping asam laktat (Buckle et al., 1987). Bakteri asam laktat

terbagi menjadi delapan genus, yaitu Lactococcus, Lactobacillus, Pediococcus,

Streptococcus, Leuconostoc, Corinebacterium, Enterococcus, dan Bifidobacterium

(Elegado et al., 2004).

Menurut Buckle et al. (1987), beberapa jenis yang terpenting dalam

kelompok ini adalah Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis, dan

Streptococcus cremoris termasuk bakteri Gram positif berbentuk bulat sebagai rantai.

Pediococcus cerevisae termasuk dalam bakteri Gram positif berbentuk bulat,

khususnya terdapat berpasangan atau berempat, berperan penting dalam fermentasi

daging dan sayuran. Leuconostoc mesentereoides dan Leuconostoc dextranicum

termasuk dalam bakteri Gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara

berpasangan atau rantai pendek, berperan dalam perusakan larutan gula dengan

produksi pertumbuhan dekstran berlendir. Lactobacillus lactis, Lactobacillus

acidophilus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus

delbrueckii termasuk dalam bakteri berbentuk batang, Gram positif dan sering

membentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya, lebih tahan terhadap keadaan asam

daripada Pediococcus atau Streptococcus sehingga menjadi lebih banyak terdapat

pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat.

Lactobacillus plantarum

Lactobacillus plantarum merupakan Lactobacilli yang bersifat

homofermentatif (Fardiaz, 1989). Ukuran koloni bakteri ini yaitu 2-3 mm, berwarna

putih, berbentuk batang, termasuk bakteri Gram positif, dan menghasilkan asam

laktat. Bakteri ini memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif anaerob,

mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat, toleran

terhadap asam dan mampu memproduksi asam laktat. Menurut Buckle et al. (1978)

Lactobacillus plantarum memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri patogen

dan bakteri pembusuk dalam keadaan asam.

Lactobacillus plantarum 2C12 merupakan isolat indigenus yang diisolasi dari

daging sapi lokal Indonesia. Arief et al. (2008) melaporkan bahwa suatu senyawa

antimikroba diproduksi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 2C12 yang

6

diisolasi dari daging sapi lokal. Lactobacillus plantarum terutama berguna untuk

pembentukan asam laktat, penghasil hidrogen peroksida tertinggi dibandingkan

bakteri asam laktat lainnya dan juga menghasilkan bakteriosin yang merupakan

senyawa protein yang bersifat bakterisidal (James et al., 1992). Senyawa

antimikroba tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Escherichia

coli, Salmonella typhimurium, dan Staphylococcus aureus. Senyawa antimikroba

yang diproduksi oleh Lactobacillus plantarum 2C12 mengandung bakteriosin.

Lactobacillus plantarum dapat memproduksi bakteriosin yang merupakan

bakterisidal bagi sel sensitif dan dapat menyebabkan kematian sel dengan cepat

walaupun pada konsentrasi rendah. Bakteriosin yang berasal dari L. plantarum dapat

menghambat Staphylococcus aureus dan bakteri Gram negatif.

Antimikroba

Antimikroba yaitu senyawa biologi atau kimia yang berfungsi untuk

menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Komponen kimia ini bersifat

membunuh jasad renik. Artinya mempunyai sifat bakterisidal (membunuh bakteri)

atau fungisidal (membunuh fungi). Beberapa komponen kimia pada konsentrasi

rendah tidak dapat membunuh jasad renik, hanya menghambat pertumbuhan saja,

misalnya senyawa tertentu yang terdapat pada rempah-rempah. Komponen tersebut

disebut mempunyai sifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri atau

fungistatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri (Fardiaz, 1992 ).

Komponen kimia yang bersifat membunuh lebih baik daripada yang hanya

bersifat menghambat. Faktor yang mempengaruhi kemampuan antimikroba dalam

menghambat pertumbuhan mikroba antara lain waktu penyimpanan, sifat-sifat

mikroba (jenis, konsentrasi, keadaan, dan umur mikroba), konsentrasi zat pengawet,

suhu lingkungan, dan sifat-sifat fisik dan kimia makanan, termasuk pH, kadar air,

jenis, dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992).

Bakteriosin

Bakteriosin yaitu senyawa peptida yang dihasilkan oleh sejumlah bakteri

Gram positif atau Gram negatif. Bakteriosin diproduksi oleh bakteri asam laktat dan

bakteri asam propionat yang dapat bersifat bakterisidal terhadap bakteri patogen.

Bakteriosin juga dapat bertahan pada pH yang rendah dan relatif stabil pada kondisi

7

temperatur tinggi. Bakteriosin memiliki kepentingan khusus dalam mikrobiologi

pangan karena kemampuannya memberikan efek bakterisidal secara normal terhadap

bakteri patogen (Ray, 2003). Beberapa kelebihan penambahan bakteriosin sebagai

biopreservatif yaitu tidak toksik dan mudah mengalami biodegradasi, tidak

membahayakan mikroflora usus, aman bagi lingkungan, mengurangi penggunaan

bahan kimia sebagai bahan pengawet, dapat digunakan dalam kultur bakteri unggul

yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba terhadap bakteri patogen dan

dapat digunakan dalam bentuk senyawa antimikrobial yang telah dimurnikan

(Nurliana, 1997). Dalam jumlah yang besar bakteriosin yang diisolasi dari bakteri

asam laktat berpotensi membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen

(Savadogo et al., 2006).

Bakteriosin dari bakteri asam laktat bersifat bakterisidal terhadap sel sensitif

dan membunuh dengan sangat cepat pada konsentrasi rendah. Bakteri Gram negatif

menjadi sensitif terhadap bakteriosin jika struktur permukaan lipopolisakaridanya

dilemahkan dengan cara pemberian tekanan fisik dan kimia (Ray, 2003). Nilai pH 6

merupakan tingkat kestabilan yang paling tinggi dengan besar diameter zona

penghambat sebesar 12,4 mm. Bakteriosin dapat menghambat pada suhu baik

pasteurisasi maupun sterilisasi dengan tingkat penghambatan tertinggi pada suhu

sterilisasi (121°C) selama 20 menit (Arief et al., 2010).

Bakteriosin hanya menghambat spesies yang berhubungan dekat dengan

strain bakteri asalnya. Bakteriosin terdiri dari protein kecil dan sebagian besar semi

plasma. Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa spesies dan semua strain bakteri

asam laktat memiliki kemampuan untuk menghasilkan bakteriosin atau komponen

seperti bakteriosin (Jay et al., 2005).

Selain bakteriosin yang berasal dari Lactobacillus plantarum, nisin

merupakan contoh lain dari bakteriosin yang berasal dari Lactocoocus lactis subsp.

Lactis. Kelas I dibagi menjadi Ia dan Ib. kelas II dibedakan menjadi kelas IIa dan IIb.

Kelas Ia termasuk nisin yang didalamnya terdiri dari peptide hidrofobik dan kationik

yang membentuk pori di membrane sel targetnya, serta memiliki strukstur fleksibel

dibandingkan kelas Ib. Kelas Ib merupakan peptide globular, bermuatan negatif atau

sama sekali tidak memiliki muatan. Bakteriosin kelas IIa aktif dalam menghambat

Listeria, sedangkan bakteriosin kelas IIb mengandung dua peptide yang berbeda, dan

8

membutuhkan kedua peptide ini untuk aktivitas antimikrobial yang optimal

(Cleveland et al., 2001).

Sosis

Sosis adalah makanan yang ditambahkan bumbu-bumbu pada daging dan

dibentuk simetri (Kramlich, 1971). Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk

makanan yang diperoleh dari campuran daging halus dengan tepung atau pati dengan

atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang

diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Komponen daging yang sangat

penting dalam pembuatan sosis adalah protein, air, dan lemak karena digunakan

untuk emulsifikasi. Selain komponen daging, sosis memiliki tambahan bumbu dan

bahan tambahan lain (Jay et al., 2005). Kenaikan pH dan penambahan garam akan

meningkatkan kapasitas emulsifikasi sebagai pengemulsi yang utama di sosis

(Kramlich, 1971).

Emulsi Sosis

Bakso dan sosis merupakan contoh suatu sistem emulsi minyak dalam air.

Emulsi ini membantu terjadinya dispersi (Winarno, 1997). Emulsi merupakan sistem

heterogen, terdiri atas cairan yang tidak tercampurkan yang terdispersi dengan baik

sekali dalam cairan lain (deMan, 1997). Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang

terdiri atas suatu dispersi satu cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang

satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang berbentuk globula-globula kecil disebut

fase dispersi atau fase diskontinu dan cairan tempat terdispersinya globula-globula

tersebut disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai

pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang

terdispersi (Soeparno, 2005).

Pengemulsi merupakan senyawa aktif permukaan yang mampu menurunkan

tegangan antar permukaan antara udara-cairan dan cairan-cairan. Emulsi distabilkan

oleh berbagai senyawa, terutama makromolekul seperti protein, pati, dan yang lain.

Dalam makanan, biasanya mengandung dua fase yaitu minyak dan air. Jika air

sebagai fase dispersi atau fase luar dan minyak sebagai fase terdispersi disebut

emulsi jenis minyak dalam air. Dalam hal sebaliknya, emulsi disebut jenis air dalam

minyak. Diperlukan bahan ketiga atau gabungan beberapa bahan untuk menstabilkan

9

emulsi. Bahan ini adalah pengemulsi (deMan, 1997). Kandungan protein yang tinggi

akan meningkatkan kapasitas emulsi daging. Garam mampu melarutkan lebih banyak

protein sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi. Karena itu, lemak yang lebih

banyak bisa diemulsi dengan protein yang lebih sedikit sehingga meningkatkan

efisiensi. Kapasitas emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan

dengan kapasitas emulsi protein larut dalam garam (Wilson, 1981). Faktor utama

dalam persiapan emulsifikasi agar sosis kompak yaitu protein. (Kramlich, 1971).

Bahan-Bahan Pembuatan Sosis

Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil

pengolahan dari jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Daging memiliki

pH ultimat, normalnya adalah antara 5,4-5,8. Nilai pH daging berhubungan dengan

keempukan dan susut masak (Soeparno, 2005). Nilai pH juga berpengaruh terhadap

pertumbuhan mikroba (Ray, 2003).

Garam

Soeparno (2005), garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi

sebagai pengawet, penambah aroma, dan citarasa. Garam dapat meningkatkan

tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2%, sejumlah bakteri terhambat

pertumbuhannya. Garam berfungsi sebagai pengawet dan pelarut protein serta

meningkatkan daya mengikat air. Penambahan garam dalam produksi sosis berkisar

1%-5% bergantung pada kebutuhan (Kramlich, 1971).

Gula

Pemanis sebagai bahan tambahan dalam industri sosis yaitu sukrosa,

dextrosa, laktosa, dan gula jagung. Pemanis yang sering digunakan dalam fermentasi

adalah sukrosa dan dextrosa. Laktosa memiliki kemampuan yang kecil sebagai

pemanis dapat digunakan dalam pembuatan sosis (Kramlich, 1971). Fungsi utama

gula dalam curing adalah untuk memodifikasi rasa dan menurunkan kadar air yang

sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Fungsi gula sebagai

preservatif, misalnya pada produk sosis fermentasi adalah karena terbentuknya asam

10

laktat di dalam produk, sehingga pH produk menurun dan produk menjadi agak

kering selama proses pematangan (Soeparno, 2005).

Lemak

Lemak berpengaruh sangat kuat untuk palatabilitas sosis. Lemak daging

mengandung sedikit fosfolipid dan kolesterol. Fosfolipid berfungsi sebagai

komponen struktural dan fungsional dari sel dan membran, serta mempengaruhi

flavor dan kualitas daging. Daging yang hampir tidak mengandung marbling bisa

tampak kering dan mempunyai flavor yang kurang baik daripada daging yang cukup

mengandung marbling. Marbling mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap jus

daging dan flavor daripada keempukan. Marbling juga berpengaruh terhadap

kekompakan atau kekerasan daging dingin dan mempengaruhi warna daging menjadi

terang (Soeparno, 2005). Lemak juga berfungsi dalam emulsifikasi bersama dengan

air dan minyak (Essien, 2003). Penambahan lemak dalam sosis maksimal 30%

(Soeparno, 2005).

Es Batu

Es batu ditambahkan ke dalam sosis bertujuan untuk melarutkan garam,

mendistribusikan secara merata ke seluruh bagian daging, memudahkan dalam

ekstraksi protein daging, mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama

penggilingan, dan pembentukan adonan serta membantu dalam pembentukan emulsi

(Kramlich, 1971). Es yang ditambahkan besarnya adalah 20%-30% dari berat daging

(Forrest et al., 1975).

Bawang Putih

Manfaat dari bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang

membuat makanan menjadi beraroma dan mengundang selera. Allicin yaitu

komponen utama yang memiliki peran sebagai pemberi aroma bawang putih dan

merupakan salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit

(bersifat antibakteri). Allicin juga berperan ganda membunuh bakteri, yaitu bakteri

Gram positif maupun Gram negatif karena mempunyai gugus asam amino para

amino benzoate (Palungkun dan Budiarti, 1992).

11

Lada

Lada memproduksi komponen-komponen, seperti terpen, beta-kariofilin,

dipenten, dan hidrat α-felandren. Komposisi kimia lada putih per 100 g, yaitu 11,4 g

air; 10,4 g protein; 2,1 g lemak; 1,6 g abu; dan 68,6 g karbohidrat (Farrell, 1990).

Biji Pala

Komposisi kimia pala bubuk per 100 g, terdiri dari 8,2 g air; 6,7 g protein;

32,4 g lemak; dan 50,5 g karbohidrat. Pala dihasilkan dari biji pala yang

mengandung fixed oil yang terdiri dari trimyristin, gliceril ester dari asam-asam

palmitat, oleat dan linoleat dari fraksi yang tidak tersaponifikasi (Farrell, 1990).

Sodium Tripolifosfat (STPP)

Sodium tripolifosfat berfungsi untuk mengurang kehilangan lemak dan air

saat pemasakan, pengalengan, dan penggorengan. Penambahan fofat pada produk

olahan daging rata-rata 0,3% (Wilson, 1981). Fungsi fosfat juga untuk

meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging

dan mengurangi ketengikan (Soeparno, 2005).

Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi

Penambahan bahan pengikat adalah bahan bukan daging yang dapat

meningkatkan daya ikat air daging dan emulsifikasi daging. Bahan pengikat

mengandung protein yang tinggi. Susu skim berperan sebagai bahan pengikat

mengandung protein kira-kira 35% (80% kasein dan sisanya, terutama adalah β-

laktoglobulin dan laktalbumin), mempunyai kemampuan untuk mengemulsikan

lemak yang terbatas karena kaseinnya berkombinasi dengan sejumlah Ca sehingga

tidak mudah larut dalam air (Soeparno, 2005).

Bahan pengisi merupakan bahan yang dapat mengikat air tetapi mempunyai

pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan pada

sosis adalah tepung terigu, jagung, beras, dan pati. Tepung pengisi mengandung

lemak dalam jumlah yang relatif tinggi dan protein dalam jumlah yang relatif rendah,

sehingga mempunyai kapasitas mengikat air yang besar dan kemampuan emulsifikasi

yang rendah (Soeparno, 2005).

12

Air

Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan

dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk meningkatkan

keempukan dan juice (sari minyak) daging, melarutkan protein yang mudah larut

dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein.

Larutan garam berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur

produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno, 2005).

Nitrit

Nitrit dan nitrat sebagai garam sodium atau potasium digunakan dalam

daging cured dengan tujuan untuk menghasilkan warna daging menjadi merah terang

dan stabil, mempercepat proses curing, preservatif mikrobial yang mempunyai

pengaruh bakteriostatik, dan mampu memperbaiki flavor dan antioksidan.

Penggunaan nitrat dan nitrit dalam campuran bahan curing daging dapat

dikombinasikan. Akan tetapi, nitrat sudah tidak lazim digunakan dalam curing

daging, karena nitrit dapat bereaksi dengan cepat selama proses curing tanpa adanya

nitrat (Soeparno, 2005).

Nitrit berhubungan dengan flavor daging yang bersifat sebagai antioksidan.

Nitrit akan menghambat oksidasi lemak. Tanpa adanya nitrit, akan terjadi oksidasi

lemak sehingga akan membentuk senyawa-senyawa karbonil dan menghasilkan

ransiditas. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridium botulinum dengan

menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora dengan cara membentuk

senyawa penghambat bila daging dipanaskan (Soeparno, 2005).

Selongsong Sosis

Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis.

Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus

selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display selama

diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan

Tauber, 1984). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa

digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu selongsong yang terbuat dari usus hewan,

selongsong yang terbuat dari kolagen, selongsong yang terbuat dari selulosa,

selongsong yang terbuat dari plastik dan selongsong yang terbuat dari logam.

13

Bakteri Patogen

Bakteri patogen tertentu dapat menyebabkan penyakit pada manusia.

Beberapa jenis penyakit tersebut dapat dipindahkan lewat pangan, diantaranya

keracunan makanan, kolera, dan tifus (Gaman dan Sherrington, 1992). Contoh

bakteri patogen antara lain Salmonella Typhimurium, Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus. Bakteri dari jenis Salmonella merupakan bakteri penyebab

infeksi. Jika tertelan oleh manusia dan masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan

gejala salmonelosis, demam enterik, demam tifiod, dan demam paratifiod, serta

infeksi lokal (Fardiaz, 1992).

Staphylococcus aureus

Salah satu bakteri patogen adalah Staphylococcus aureus. Ada enam macam

enteroksin yang diproduksi Staphylococcus aureus di dalam makanan dan

merupakan penyebab keracunan stafilokokus (intoksikasi) yaitu enteroksin A, B, C1,

C2, D dan enteroksin E (Fardiaz, 1989). Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus

merupakan contoh bakteri Gram positif sedangkan Salmonella, Escherichia coli

merupakan contoh bakteri Gram negatif (Buckle et al., 1987).

Salmonella spp.

Salmonella merupakan bakteri yang tidak membentuk spora dan dapat

memfermentasi glukosa dan biasanya disertai dengan pembentukan gas tetapi tidak

memfermentasikan laktosa maupun sukrosa. Salmonella adalah bakteri Gram

negatif, berbentuk batang bergerak serta mempunyai tipe metabolism yang bersifat

fakultatif anaerob. Termasuk kelompok bakteri Enterobacteriaceae. Salmonella typhi

dan Salmonella paratyphi penyebab demam tipus (Frazier dan Westhoff, 1967).

Nilai pH minimum bervariasi tergantung pada suhu inkubasi, komposisi media, aw

dan jumlah sel. Pada pH kurang dari 4,0 dan lebih dari 9,0 Salmonella akan mati

secara perlahan Salmonella spp. dapat tumbuh pada kisaran suhu antara 5oC-47

oC

dengan suhu optimum 35-37 oC. Salmonella spp. tumbuh pada tingkat keasamaan

antara 4,5-5,4 dengan pH optimumnya sekitar 7 dan aw minimum 0,94 (Soeparno,

2005).

14

Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli (E. coli) adalah Gram negatif, bergerak, berbentuk

batang, bersifat fakultatif anaerob, dan termasuk golongan Enterobacteriaceae. Suatu

tipe tertentu bersifat enteropathogenik dan dikenal sebagai penyebab diare pada bayi.

Beberapa galur lainnya juga sebagai penyebab diare pada orang dewasa (Buckle et

al., 1987). Escherichia coli dapat tumbuh optimum pada pH 7,0-7,5 dengan pH

minimum 4 dan pH maksimum 8,5. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan pada

makanan yang mengalami pemanasan. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah

37 oC dengan kisaran suhu 10-40

oC (Frazier dan Westhoff, 1967).

Enteropatogenik E.coli (EPEC) merupakan mikroba penting penyebab diare

pada bayi, terutama pada tempat yang sanitasinya rendah. Beberapa serotip

dilibatkan pada perjangkitan penyakit melalui makanan dan air di beberapa negara.

EPEC memiliki kemampuan untuk melakukan kontak fisik dengan sel epitel usus

dan menyebabkan luka. Enterotoxigenik E.coli (ETEC) merupakan penyebab utama

diare di beberapa negara dengan sanitasi yang kurang. Patogen ini menghasilkan

faktor perlawanan, dan stabil terhadap panas, serta menghasilkan enterotoksin yang

menyebabkan penyakit. Enteroinvasif E .coli (EIEC) diketahui menyebabkan

disentri yang mirip penyakit shigellosis. Enterohemoragic E. coli (EHEC) dikenal

sebagai penyebab diare berdarah (hemoragic colitis) dan hemoragic uremic

syndrome (HUS) pada manusia (Ray, 2003).