NILAI-NILAI SOSIAL DALAM TAFSIR SURAT AT …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1973/1/Zulfa...
-
Upload
nguyennguyet -
Category
Documents
-
view
248 -
download
1
Transcript of NILAI-NILAI SOSIAL DALAM TAFSIR SURAT AT …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1973/1/Zulfa...
i
NILAI-NILAI SOSIAL
DALAM TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 71
DAN RELEVANSINYA
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
ZULFA ADZKIA ZAHIDAH WISKHA
NIM: 111-13-141
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
ii
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp. : -
Hal : Naskah Skripsi
Saudari Zulfa Adzkia Zahidah Wiskha
Kepada
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga
Di Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini
kami kirimkan naskah skripsi saudari :
Nama : Zulfa Adzkia Zahidah Wiskha
NIM : 111 13 141
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul : NILAI-NILAI SOSIAL DALAM TAFSIR SURAT AT-
TAUBAH AYAT 71 DAN RELEVANSINYA TERHADAP
PENDIDIKAN ISLAM
Dengan ini kami mohon kepada Bapak Dekan FTIK IAIN Salatiga agar
skripsi saudari tersebut di atas segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi
perhatian.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 19 Juni 2017
Pembimbing
Dra. Ulfah Susilawati, M.SI
NIP: 19660407 199403 2001
iv
v
vi
MOTTO
رالناس ان فعهم للناس عن ا بن عمر قال رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم خي
“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lain”
(H.R. Thabrani) (Al-Hawainy, Juz 1:135)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Baidlowi dan Ibu Umi Shobihah yang
selalu ada dalam keadaan apapun, membantu dan mencurahkan semua
usaha dan kasih sayang serta doa untukku, memberikan segalanya
untukku, terimakasih ibu, bapak, tanpa dukungan ibu bapak saya tidak
akan pernah sampai detik ini. Sayang dan hormat serta doaku selalu untuk
ibu bapak.
2. Adik-adikku yang saya sayangi, Alfina Wiqoyati Wiskha dan Salwa
Kamila Wiskha, semoga kalian selalu bisa menjadi kebanggaan ibu bapak.
3. Keluarga besarku yang telah memberikan banyak dorongan sehingga saya
terus berusaha menjadi lebih baik.
4. Sahabat-sahabatku yang saya sayangi, yang kami sering menyebutnya
grup “Wanita Karier”, semoga nama itu tidak hanya menjadi nama grup
semata, melainkan doa semoga kita semua menjadi wanita karir yang
sholihah dan berwibawa. Terimakasih atas semua dukungan dan motovasi
dari sahabat-sahabat.
5. Teman-teman PAI angkatan 2013 yang telah menjadi teman seperjuangan
dalam menuntut ilmu selama kurang lebih empat tahun ini.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim
Puji syukur alhamdulillahi robbil‟alamin, penulis panjatkan kepada Allah
Swt yang selalu memberikan nikmat, kaunia, taufik, serta hidayah-Nya kepada
penulis sehinggap penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Nilai-
Nilai Pendidikan Sosial dalam Tafsir Surat at-Taubah ayat 71 dan Relevansinya
terhadap Pendidikan Islam.
Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
nabi agung Muhammad Saw, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya
yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana beliaulah satu-
satunya umat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman
kegelapan menuju zaman terang benerang yakni dengan ajarannya agama Islam.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
sekaligus juga sebagai dosen pembimbing akademik.
4. Dra. Ulfah Susilawati, M.SI, selaku pembimbing skripsi yang telah
membimbing dengan ikhlas, mengarahkan, dan meluangkan waktunya untuk
penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
ix
x
ABSTRAK
Wiskha, Zulfa Adzkia Zahidah. 2017. Nilai-Nilai Sosial dalam Tafsir Surat at-
Taubah ayat 71 dan Relevansinya terhadap Pendidikan Islam. Skripsi,
Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Kata Kunci: Sosial, Surat at-Taubah ayat 71 dan Pendidikan Islam
Sosial merupakan hal yang begitu penting bagi setiap individu. Hubungan
Sosial dibutuhkan dalam tata cara hidup bermasyarakat. Manusia di muka bumi
tidak bisa hidup dengan sendiri, melainkan membutuhkan orang lain, untuk
berinteraksi, saling tolong menolong, saling mengingatkan antar sesama.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui nilai-nilai sosial dalam tafsir
surat at-Taubah ayat 71. 2) Mengetahui relevansi nilai sosial dalam tafsir at-
Taubah ayat 71 terhadap pendidikan Islam.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan
fenomenologis. Pendekatan ini digunakan untuk menggunakan data sebanyak-
banyaknya tentang sosial, data-data yang berkaitan dengan masalah yang dibahas
dan dilakukan dengan jalan Library Research (penelitian kepustakaan), dengan
sumber tafsir para mufassirin yang menjelaskan tafsir tentang surat at-Taubah ayat
71, pengumpulan data dengan menggunakan metode dokumentasi yaitu mencari
data-data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catan-catan, transkip, buku,
surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda, yang membahas tentang sosial dalam
pendidikan Islam. Metode yang digunakan antara lain Mudlu‟i, deduktif, dan
induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan sosial sangat berkaitan
erat dengan pendidikan Islam. 1.) Nilai Sosial dalam Tafsir Surat At-Taubah ayat
71: tolong menolong terhadap sesama mukmin, baik mukmin laki-laki maupun
mukmin perempuan, amar Ma‟ruf Nahi Munkar adalah mengajak kepada
kebaikan dan mencegah setiap perbuatan munkar, mendirikan sholat sesuai
dengan perintah Allah yang merupakan kewajiban muslim laki-laki maupun
perempuan baik dilakukan secara individual maupun berjamaah, membayar zakat
yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim. 2.) Relefansi Nilai Sosial dalam
Surat at-Taubah ayat 71 terhadap Pendidikan Islam. Pendidikan sosial merupakan
pendidikan kemasyarakatan. Pendidikan Islam mengatur cara bersosial kepada
sesama makhluk Allah dengan cara yang baik.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN BERLOGO ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
PENGESAHAN KELULUSAN iv
DEKLARASI v
MOTTO vi
PERSEMBAHAN vii
KATA PENGANTAR viii
ABSTRAKSI x
DAFTAR ISI xi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Kegunaan Penelitian 6
E. Metode Penelitian 7
F. Penegasan Istilah 11
G. Sistematika Penulisan 15
BAB II: LANDASAN TEORI
A. Sosial
1. Pengertian Sosial 17
2. Tujuan Sosial 19
xii
3. Fungsi Pendidikan Sosial 20
B. Nilai Sosial dalam Pendidikan Islam
1. Nilai-Nilai Sosial 21
2. Pengertian Pendidikan Islam 22
3. Landasan Pendidikan Islam 25
4. Tujuan Pendidikan Islam 26
5. Bentuk Nilai Sosial dalam Pendidikan Islam 32
C. Al-Qur‟an Surat At-Taubah
1. Asbabun Nuzul Surat At-Taubah 35
2. Maksud dan Tujuan Surat At-Taubah 38
3. Kompilasi Ayat 40
BAB III: TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 71
A. Pendapat Mufassirin tentang Surat At-Taubah ayat 71
1. Tafsir Al-Maraghi 44
2. Tafsir Ibnu Katsir 48
3. Tafsir Al-Mishbah 49
4. Tafsir Muyassar 53
5. Tafsir Al-Qur‟anul Majid 54
B. Munasabah
1. Munasabah Surat at-Taubah ayat 71 dengan ayat Sebelum
dan Sesudahnya 56
2. Keterkaitan Surat at-Taubah Ayat 71 dengan Ayat Lain
dalam al-Qur‟an 60
xiii
BAB IV: RELEVANSI PENDIDIKAN SOSIAL DALAM TAFSIR
SURAT AT-TAUBAH AYAT 71 TERHADAP
PENDIDIKAN ISLAM
A. Nilai-Nilai Sosial dalam Tafsir Surat at-Taubah ayat 71
1. Makna Sosial dalam Tafsir Surat at-Taubah ayat 71 66
2. Nilai-nilai Sosial dalam Tafsir Surat at-Taubah ayat 71 67
B. Relevansi Nilai Sosial dalam Tafsir Surat at-Taubah ayat 71
terhadap Pendidikan Islam
1. Sosial dan Ruang Lingkupnya dalam Pendidikan Islam 79
2. Hubungan Pendidikan Islam dengan Sosial dalam Tafsir
Surat at-Taubah ayat 71 82
3. Bentuk Relevansi Nilai Sosial dalam Tafsir Surat
at-Taubah ayat 71 terhadap Pendidikan Islam 84
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan 97
B. Saran 98
C. Penutup 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah untuk umat
manusia dengan tuntunan hidup yang serba sempurna, agar dapat dijadikan
pedoman hidup bagi umat manusia supaya mereka dapat mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Untuk itu ikuti tuntunan Allah dan
Rosul-Nya dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah yang mengajarkan bagaimana
cara bertoleransi kepada semua golongan guna menjamin adanya
perdamaian sesama umat (Yunus Ali Al Muhdar, 1986: 3-4).
Agama Islam memiliki banyak aturan yang mengatur segala seluk
beluk manusia di muka bumi ini, baik itu dari hal yang terkecil hingga hal
yang sangat penting, mengenai hubungan manusia dengan sesama
manusia, hubungan manusia dengan makhluk ciptaan Allah yang lain
seperti hewan dan tumbuhan, maupun hubungan manusia dengan Dzat
Pencipta.
Kehidupan manusia adalah suatu dinamika. Dinamika ini tidak
pernah berhenti, melainkan tetap terus aktif. Dinamika manusia inilah
yang memadukan manusia dengan sesamanya dan dengan dunia
lingkungannya. Dinamika manusia merupakan ungkapan hakikat jiwa
manusia sebagai makhluk yang berakal dan sebagai makhluk sosial
(Nursid Sumaatmadja, 1986: 19).
2
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna.
Akan tetapi dengan kesempurnaannya, tidak akan pernah bisa manusia
hidup di muka bumi ini dengan sendiri ataupun tanpa membutuhkan
bantuan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu
berinteraksi, kerja sama, dan bantuan orang lain. Dewasa ini sering
dijumpai disekitar kita minimnya rasa sosial diantara manusia, minimnya
moral yang disebabkan kurang terjalinnya hubungan sosial yang baik
diantara masyarakat. Masyarakat yang hidup pada zaman saat ini banyak
menyampingkan hubungan sosial diantara masyarakat, mereka lebih
banyak memilih hidup individulisme, dan lebih mementingkan kelompok
sendiri.
Anak manusia lahir dalam keadaan lemah. Ia belum dapat
beradaptasi sendiri dengan lingkungan sekitarnya, baik fisik maupun
sosial. Namun, kelemahan itu memberi indikasi sosial pedagogis.
Kelemahan itu menjadi dasar untuk mempersiapkan dan membentuk
kepentingan masyarakat, disamping melakukan transformasi dari fase
individualitas-biologis kepada fase personalitas-humanis-sosial. Proses
transformasi inilah yang disebut proses pendidikan. Jadi, pendidikan
dalam arti ini merupakan “proses kultural dan jalan bagi anak manusia
yang baru lahir itu untuk menjadi anggota yang sempurna di dalam
masyarakat insani” (Hery Noer Aly, 2003: 175).
Pendidikan merupakan suatu tombak utama yang menjelaskan
secara rinci tata aturan hidup bermasyarakat dengan baik sehingga dapat
3
mewujudkan hakekat kehidupan yang sesuai dengan tujuan. Melalui
pendidikan seseorang dapat mampu memperoleh memberikan
pengetahuan, dimana pengetahuan tersebut seseorang mendapatkan
informasi.
Pendidikan merupakan media dalam menyiapkan generasi muda
muslim yang bertaqwa kepada Allah, hidup dengan aqidahnya, melakukan
syiar agamanya, bergaul dengan sesama dengan cara yang lurus,
mengaplikasikan perintah agama dan menjauhi larangannya dalam seluruh
aspek kehidupan individu, keluarga, sosial kemasyarakatan, masyarakat
lokal atau internasional. Dan di sisi lain, pendidikan sebagai media untuk
mengaplikasikan Islam, sebagai aqidah, syariat, pedoman kehidupan
dalam seluruh aspek pemikiran, sosial kemasyarakatan, ekonomi dan
politik merupakan sesuatu yang penting pula (Hafidz, 2009: 1)
Berbagai ranah pendidikan yang di pelajari seseorang dalam
kehidupannya. Diantaranya pendidikan sosial dimana pendidikan sosial
tersebut banyak memberikan pelajaran berharga dalam kehidupan
bermasyarakat, bagaimana hidup bersosial dengan baik, saling tolong
menolong, serta menjaga kerukunan antar sesama manusia.
Pendidikan sosial merupakan suatu hal yang krusial dalam
kehidupan manusia, yaitu hubungan manusia dengan manusia lain.
Manusia berinteraksi dengan manusia lain tidak hanya sebagai bentuk
kebahagiaan semata. Ketika sekelompok orang berkumpul dan
memberikan banyak kontribusi positif antara satu dengan yang lainnya,
4
maka itulah perkumpulan yang baik karena membawa dampak positif bagi
orang yang berkumpul. Manusia diharapkan saling tolong menolong antar
sesama, dan saling mengingatkan dalam hal kebaikan, serta mencegah
pada perbuatan yang dilarang syariat Islam.
Dengan berbagai masalah yang muncul dalam negeri ini,
kurangnya rasa toleransi dan solidaritas yang menyebabkan Indonesia
krisis akan moral dan spiritual, maka untuk membentuk Negara yang
berjiwa toleransi tinggi, saling tolong menolong, dan menghargai sesama,
diharapkan masyarakat dapat memberikan kontribusi penuh kepada
generasi penerus bangsa dengan pendidikan sosial yang baik agar mereka
hidup dengan penuh kedamaian dan saling tolong menolong.
Dalam Islam yang memiliki kitab suci al-Qur‟an yang banyak
menjelaskan tata cara manusia hidup di muka bumi maupun hukum-
hukum yang mengikat kepada manusia. Al-Qur‟an memberikan banyak
pengetahuan serta menjelaskan tentang pendidikan secara baik kepada
seluruh manusia. Di dalam al-Qur‟an terdapat surat at-Taubah ayat 71,
dimana dalam ayat tersebut banyak menjelaskan mengenai nilai
pendidikan salah satunya pendidikan sosial.
5
Artinya:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma‟ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan
Rosul-Nys. Mereka itu akan diberi rahamat oleh Allah; sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q.S. at-Taubah: 71).
Melalui ayat al-Qur‟an dalam surat at-Taubah, yang menjelaskan
didalamnya untuk saling tolong menolong antar sesama manusia dan
menyeru kepada yang ma‟ruf serta mencegah pada yang munkar, peneliti
akan meneliti lebih dalam makna surat at-Taubah ayat 71, kandungan serta
nilai-nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam ayat tersebut, serta
meneliti bagaimana relevansinya terhadap pendidikan Islam. Maka dalam
penelitian ini penulis memberi judul: NILAI-NILAI SOSIAL DALAM
TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 71 DAN RELEVANSINYA
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM. Penulis akan berusaha mengulas
nilai-nilai pendidikan sosial dalam surat at-Taubah ayat 71 serta
relevansinya terhadap pendidikan Islam. Diharapkan nantinya dapat
dijadikan referensi dalam pembimbingan sosial para pelajar dan juga
masyarakat umum.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan
pokok-pokok masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana nilai-nilai sosial dalam tafsir surat at-Taubah ayat 71?
6
2. Apa relevansi nilai sosial dalam tafsir surat at-Taubah ayat 71 terhadap
pendidikan Islam?
C. Tujuan Penelitian
Sebagai konsekuensi dari permasalahan pokok, maka tujuan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui nilai sosial dalam tafsir surat at-Taubah ayat 71.
2. Untuk mengetahui relevansi nilai sosial dalam tafsir surat at-Taubah
ayat 71 terhadap pendidikan Islam.
D. Kegunan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran ilmu pada umumnya dan
pendidikan sosial pada khususnya, terutama mengenai nilai-nilai
pendidikan sosial dalam surat at-Taubah ayat 71.
b. Penelitian ini semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi
orang tua, pendidik, masyarakat, khususnya penulis untuk
mengetahui dan mendalami serta mengamalkan nilai-nilai
pendidikan sosial dalam surat at-Taubah ayat 71.
2. Kegunaan Praktis
Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan
berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan
sebagai berikut:
7
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih pemikiran terhadap masyarakat dalam memahami
nilai-nilai pendidikan sosial yang sebenarnya.
b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan khususnya
orang tua, pendidik, dan masyarakat agar dapat mengaplikasikan
pendidikan sosial dalam kehidupan sehari-hari.
E. Metode Penelitian
Metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam
mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya sehingga dapat
mencapai objek atau tujuan permasalahan. Sedangkan metode penelitian
adalah cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang objektif,
valid dan reliable agar dapat diperoleh, dibuktikan dan dikembangkan
suatu pengetahuan guna memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
(Moleong, 2002: 4).
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini tergolong penelitian pustaka (library research),
karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka (Hadi, 1981:
3). Penelitian pustaka yaitu penelitian yang difokuskan pada
penelusuran dan telaan literatur serta bahan pustaka lainnya. Literratur
juga merupakan cara untuk menyelesaikan persoalan dengan
menelusuri sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya.
Penelitian kepustakaan adalah penelitian dengan mencari dan
mengumpulkan kepustakaan atau bahan-bahan bacaan untuk mencari
8
dan membandingkan naskah atau pendapat para ahli tafsir dan ahli
pendidikan tentang metode pendidikan sosial, kemudian dianalisis
untuk mencapai tujuan penelitian. Penelitian kepustakaan
menghasilkan suatu kesimpulan tentang gaya bahasa buku,
kecenderungan isi buku, tata tulis, lay-out, ilustrasi dan sebagainya
(Arikunto, 1993: 11).
2. Pendekatan Penelitian
Dalam pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
rancangan fenomenologis. Pendekatan ini digunakan untuk
menggunakan data sebanyak-banyaknya tentang sosial.
3. Sumber Data
Pada skripsi ini yang menjadi sumber penelitian adalah penafsiran
Surat at-Taubah ayat 71.
a. Sumber Data Primer
Sumber yang diperoleh langsung dari sumbernya, surat at-
Taubah dan kitab-kitab tafsir antara lain:
1.) Tafsir al-Mishbah jilid 5 karya M. Quraish Shihab
2.) Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 karya Muhammad Nasib ar-Rifa‟i
3.) Tafsir al-Qur‟anul Majid an-Nuur karya Teungku Muhammad
Hasbi ash-Shiddieqy.
4.) Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustafa al-Maraghi.
5.) Tafsir Nurul Qur‟an jilid 6 karya Allamah Kamal Faqih Imani
9
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah karya-karya
penulis lain yang membahas tentang pendidikan sosial, baik dalam
bentuk buku, jurnal, artikel, maupun karya ilmiah lainnya. Buku-
buku bacaan literatur yang ada hubungannya dengan penelitian ini,
diluar sumber primer.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penulisan penelitian ini, data-data yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas dan dilakukan dengan jalan Library Research (penelitian
kepustakaan) yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka (Zed, 2004: 3).
Untuk memperoleh data dalam melakukan penelitian ini, penulis
menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu
mencari data-data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catan-
catan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
ledger, agenda, dan sebagainya.
Metode ini penulis gunakan untuk mencari data dengan cara
membaca, menelaah, dan mengkaji buku-buku tafsir al-Qur‟an dan
hadits serta buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan. Kemudian
hasil data yang telah didapat dianalisis untuk mendapatkan kandungan
makna al-Qur‟an surat at-Taubah ayat 71 tentang nilai-nilai pendidikan
sosial.
10
5. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan penulis antara lain:
a. Maudlu‟i
Metode Maudlu‟i menurut istilah menafsirkan ayat-ayat al-
Qur‟an dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang mempunyai
maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan suatu
topik dan menyusunnya berdasarkan kronologi, dan sebab turunnya
ayat tersebut (Budihardjo, 2012: 50). Dengan menggunakan
berbagai referensi penulis berusaha menjelaskan isi pokok surat at-
Taubah sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Deduktif
Metode deduktif adalah “berangkat dari pengetahuan yang
secara umum, dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu
kita hendak menilai suatu kejadian khusus” (Hadi, 1981: 36).
Penerapan metode ini misalnya penulis gunakan untuk
mencari fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian akan ditarik
kesimpulan agar bisa lebih memahami permasalahan yang ada.
Teknik ini digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari
suatu yang umum menjadi khusus, berdasarkan data yang telah
diperoleh, penulis menganalisis nilai-nilai pendidikan sosial secara
umum, kemudian menggolongkannya secara khusus sesuai surat
at-Taubah ayat 71.
11
c. Induktif
Cara berfikir dengan berlandaskan pada fakta yang khusus
dan kemudian ditarik menjadi pemecahan yang bersifat umum
(Hadi, 1981: 42). Teknik ini digambarkan sebagai pengambilan
kesimpulan dari khusus menjadi umum. Dan hasil analisis surat at-
Taubah, kemudian ditarik kesimpulan dari surat tersebut dan
keterkaitannya dengan nilai-nilai pendidikan sosial secara umum.
F. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran dan kesalahan pemahaman, maka
penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai
berikut:
1. Nilai-nilai
Nilai-nilai adalah suatu kualitas yang dibedakan menurut
kemampuan untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering
dibedakan kepada orang lain dan kenyataan atau hubungan bahwa
makin banyak nilai diberikan kepada orang lain, makin banyak pula
nilai serupa yang dikembalikan dan diterima oleh orang lain (Abdul
Majid, 2013: 42).
Richard mengelompokkan nilai-nilai universal ke dalam dua
kategori, yaitu: nilai nurani dan nilai memberi. Nilai nurani adalah
nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi
perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain, nilai-nilai nurani
kejujuran, keberanian, cinta damai, potensi, kesucian. Sedangkan nilai
12
memberi adalah nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan yang
kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan, nilai-nilai memberi
seperti: setia, dapat dipercaya, hormat, sopan, cinta, kasih saying, peka,
dan lain-lain.
2. Sosial
Ilmu sosial merupakan disiplin ilmu yang bersahabat dengan
disiplin ilmu lainnya. Dasar ilmu sosial adalah pengaruh dan efek
samping satu komunitas dan komunitas lainnya (Wardi Bachtiar, 2006:
27).
Ilmu-ilmu sosial dapat diartikan sebagai semua bidang ilmu
pengetahuan mengenai manusia dalam konteks sosialnya atau sebagai
anggota masyarakat. Jadi dengan demikian, tiap ilmu pengetahuan
yang mempelajari dengan mengkaji aspek kehidupan manusia di
masyarakat, termasuk bagian dari ilmu-ilmu sosial (Nursid Sumaatraja,
1986: 22). Ilmu-ilmu sosial dipergunakan dalam pendekatan, sekaligus
sebagai sarana jalan keluar untuk mencari pemecahan masalah-
masalah sosial yang berkembang dalam kehidupan masyarakat (Abu
Ahmadi, 1991: 3).
Pendidikan sosial adalah bimbingan orang dewasa terhadap anak
dengan memberikan pelatihan untuk pertumbuhan kehidupan sosial
dan memberikan macam-macam pendidikan mengenai perilaku sosial
dari sejak dini, agar hal itu menjadi elemen penting dalam
pembentukan sosial yang sehat.
13
3. Surat at-Taubah
Surat at-Taubah merupakan surah terakhir yang diterima Nabi
SAW. Ia turun di Madinah sesudah turunnya surat al-Fath (Surat ke
110 dalam perurutan Mushaf). Jumlah ayatnya 129 ayat. Dalam
urutannya surat at-Taubah berurutan pada juz 10 dan 11.
Selain at-Taubah dan Baro‟ah yang merupakan nama popular,
surah ini dikenal juga beberapa nama lain, seperti al-Muqasyqisyah,
yakni yang menyembuhkan atau membersihkan dari kemusyrikan dan
kemunafikan, juga dinamai al-Fadhihah atau pembuka rahasia. Ada
lagi yang menamainya Surah al-Munaqqirahatau yang melobangi hati
orang-orang munafik. Sehingga penipuan dan niat busuk yang
terpendam dihati mereka terbongkar dan muncul ke permukaan.
Surat ini tidak dimulai dengan Basmalah. Berbeda-beda pendapat
ulama tentang mengapa demikian. Ada yang berpendapat bahwa ini
mengikuti kebiasaan masyarakat Arab yang tidak menyebut Basmalah
bila membatalkan perjanjian. Ada juga yang berpendapat bahwa itu
karena Basmalah mangandung curahan rahmat dan limpahan
kebajikan, sedangkan surat ini berbicara tentang pemutusan hubungan
Allah dan Rosul-Nya terhadap kaum musyrik sehingga mereka tidak
wajar mendapat rahmat khusus dan kebajikan. Ada lagi yang menilai
bahwa surat ini adalah bagian dari surah yang lalu sehingga tidak perlu
diberi pemisah dalam bentuk Basmalah (Quraish Shihab, 2012: 543-
544).
14
4. Pendidikan Islam
Secara etimologi pendidikan berasal dari kata didik; mendidik,
yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan. Pendidikan adalah perbuatan (hal,
cara dsb) mendidik (Poerwadarminta, 2006: 291).
Secara terminologi, dalam kamus besar bahasa Indonesia (2007:
263) ialah mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.
Islam adalah agama yang diajarkan Nabi Muhammad yang
berpedoman pada kitab suci al-Qur‟an yang diturunkan ke dunia
melalui wahyu Allah SWT.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah
segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia
dan sumber daya insani untuk membentuk manusia seutuhnya (insan
kamil) sesuai dengan norma Islam.
Pendidikan Islam adalah sebagai usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada
padanya menuju manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan
norma Islam (Achmadi, 1992: 20).
15
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab
dengan sistematika sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode
penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.
BAB 11 : LANDASAN TEORI
Pada bab ini dikemukakan tentang pendidikan sosial yang
meliputi pengertian pendidikan sosial, tujuan pendidikan
sosial, dan fungsi pendidikan sosial. Nilai pendidikan
sosial dalam pendidikan Islam yang meliputi nilai nilai
pendidikan sosial, pengertian pendidikan Islam, landasan
pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, bentuk nilai
sosial dalam pendidikan Islam. Asbabun Nuzul surat at-
Taubah, isi surat at-Taubah, maksud dan tujuan Surat at-
Taubah, serta kompilasi ayat.
BAB 111 : TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 71
Membahas tentang tafsir surat at-Taubah ayat 71 menurut
beberapa mufasirin serta munasabah surat at-Taubah ayat
71.
16
BAB IV : RELEVANSI PENDIDIKAN SOSIAL DALAM
SURAT AT-TAUBAH AYAT 71 TERHADAP
PENDIDIKAN ISLAM
Menganalisis tentang pendidikan sosial dalam al-Qur‟an
surat a-Taubah ayat 71, yang berisi nilai pendidikan sosial
dalam Surat at-Taubah ayat 71 serta relevansi pendidikan
sosial surat a-Taubah ayat 71 terhadap pendidikan Islam.
BAB V : PENUTUP
Penutup menguraikan tentang kesimpulan, saran dan
penutup.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sosial
1. Pengertian Sosial
Ilmu sosial adalah ilmu yang bertujuan untuk mengembangkan
kepribadian manusia sebagai makhluk sosial yang berwawasan luas
dan kritis serta dapat menyelesaikan sebuah masalah dengan baik,
memahami konsep-konsep dasar tentang manusia sebagai makhluk
sosial.
Sosial merupakan hal yang begitu penting dalam kehidupan
manusia, dengan adanya hubungan sosial seseorang akan lebih banyak
memiliki jangkauan terhadap orang lain, oleh karenanya begitu penting
hubungan sosial masyarakat satu dengan yan lainnya.
Hubungan-hubungan itu pada awalnya merupakan proses
penyesuaian nilai-nilai sosial dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan inilah yang merupakan dinamika yang tumbuh dari
pola-pola perikelakuan manusia yang berbeda menurut situasi dan
kepentingannya masing-masing, yang diwujudkan dalam proses
hubungan sosial. Terjadinya intraksi sosial sebagaimana dimaksud,
karena adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-
masing pihak dalam suatu hubungan sosial. (Abdul Syani, 2002: 151)
18
Dalam kamus sosiologi dan kependudukan mendefinisikan sosial
adalah hubungan seorang individu dengan lainnya dari jenis yang sama
atau pada sejumlah individu untuk membentuk lebih banyak atau lebih
sedikit, kelompok yang terorganisir, juga tentang kecenderungan-
kecenderungan dan implus-implus yang berhubungan dengan lainnya.
Kata sosial dihubungkan dengan pengertian hiburan atau sesuatu
yang menyenangkan. Sebagai contoh, bila dikaitkan dengan kehidupan
seseorang dalam memenuhi kebutuhan untuk lebih meningkatkan
kegiatan sosial dalam suatu lingkungan tertentu terutama komunitas.
Kata sosial mempunyai kecenderungan kearah pengertian kelompok
orang, yang berkonotasi „masyarakat‟ dan „warga‟ (Diana Convers,
1991: 10).
Dasar yuridis tentang Hak Asasi Manusia pada BAB XA
(Perubahan Kedua) pasal 28A yang berbunyi “setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Sedangkan landasan yuridis yang membicarakan tentang kesejahteraan
sosial yaitu pada BAB XIV pasal 34 (Perubahan Keempat) yang
berbunyi (1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
Negara. (2) Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. (3) Negara
bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
19
fasilitas pelayanan umum yang layak (Undang-Undang Dasar, 2016:
153,166).
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai individu
tidak mampu hidup sendiri dan berkembang sempurna tanpa hidup
bersama dengan individu manusia lainnya. Manusia harus hidup
bermasyarakat saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain
dalam kelompoknya dan juga dengan individu di luar kelompoknya
guna memperjuangkan dan memenuhi kepentingan (Lies Sudibyo,
2013: 5).
Jadi, sosial adalah humanisasi yang dipengaruh kondisi dan situasi
dimana hubungan seorang individu dengan lainnya dari jenis yang
sama atau pada sejumlah individu untuk membentuk lebih banyak atau
lebih sedikit, kelompok yang terorganisir, juga tentang kecenderungan-
kecenderungan dan implus-implus yang berhubungan dengan lainnya.
2. Tujuan Sosial
Banyak sekali masalah sosial yang timbul di permukaan dari
berbagai keadaan. Bahkan kadang-kadang berupa potensi yang belum
digarap dengan seksama. Suatu potensi yang terkadang dalam satu
masyarakat tentu perlu peggarapan agar dapat dimanfaatkan dalam
kehidupannya. Begitu juga masalah yang timbul diupayakan tidak
menjadi hambatan dan kendala bagi perkembangan kehidupannya.
Tujuan dari sosial antara lain:
20
a. Memahami dan menyadari adanya kenyataan-kenyataan sosial dan
masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat.
b. Peka terhadap masalah sosial dan tanggap untuk ikut serta dalam
usaha menanggulanginya.
c. Menyadari bahwa setiap masalah sosial yang timbul dalam
masyarakat selalu bersifat kompleks dan hanya dapat mendekatinya
(Mahfudh Shalahuddin, 1991: 5)
3. Fungsi Pendidikan Sosial
Tugas pendidikan dimulai dari keluarga yang berkewajiban
mentransfer pengalaman kepada anak untuk selanjutnya dapat
membuka jalan hidupnya sendiri. Namun, pengalaman itu kemudian
berakumulasi, dan kebudayaan yang hendak ditransfer sangat banyak
dan kompleks akibat berinteraksinya keluarga-keluarga dalam bentuk
masyarakat dengan segala wataknya yang khas.
Pendidikan Mempunyai Dua Fungsi:
a. Memilih warisan budaya yang relevan bagi zaman ketika
pendidikan itu berlangsung, sehingga bentuk dan kepribadian
masyarakat dapat terpelihara.
b. Memperhitungkan semangat zaman dalam melakukan perubahan
dan pembaharuan yang terus-menerus, serta mempersiapkan
generasi sesuai dengan prinsip “Yang ada bukanlah tetap yang
terus-menerus, melainkan perubahan yang terus-menerus” (Herry
Noer Aly, Munzier, 2003: 196).
21
Fungsi pendidikan sosial adalah kegunaan sesuatu yang
berhubungan dengan masyarakat yaitu memberikan pemahaman
terhadap masyarakat akan pentingnya hubungan sosial dengan sesama,
saling membantu, gotong royong, serta peka terhadap lingkungan
sekitar, dan mengajak banyak orang untuk melakukan suatu kebaikan
serta mencegah kemunkaran.
B. Nilai-Nilai Sosial dalam Pendidikan Islam
1. Nilai-nilai Sosial
Nilai adalah gambaran dari apa yang diinginkan, yang pantas, dan
yang berharga serta yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Dengan kata lain, nilai-nilai adalah standard-sandard di mana
pendukung-pendukung suatu kebudayaan mendefinisikan apa yang
diinginkan dan tidak diinginkan, apa yang baik dan tidak baik, apa
yang indah dan jelek. Karena itu, nilai-nilai adalah semacam evaluasi
atau pertimbangan tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh
menurut kebudayaan tertentu. Prinsip-prinsip ini tercemin di dalam
setiap aspek kehidupan manusia.
Nilai merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui
interaksi di antara para anggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial
bukan secara biologis atau bawaan sejak lahir (Abdul Syani, 2002: 50).
Istilah “Sosial” (social) pada ilmu-ilmu sosial mempunyai arti yang
berbeda dengan misalnya istilah sosialisme atau istilah sosial pada
Departemen Sosial. Apabila istilah “sosial” pada ilmu-ilmu sosial
22
menunjukkan pada objeknya, yaitu masyarakat, sosialisme adalah
ideologi yang berpokok pada prinsip pemilikan umum (atas alat-alat
produksi dan jasa-jasa dalam bidang ekonomi. Sedangkan istilah
“sosial pada Departemen sosial, menunjukkan pada kegiatan-kegiatan
di lapangan sosial, artinya kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk
mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam
bidang kesejahteraan, seperti misalnya tuna karya, tuna susila, orang
jompo, yatim piatu dan lain sebagainya, yang ruang lingkupnya adalah
pekerjaan ataupun kesejahteraan sosial (Soerjono Soekanto, 1986: 11).
Nilai-nilai sosial antara lain:
a. Stratifikasi sosial: perbedaan (diferensasi) yang berhubungan
dengan pengertian perbedaan tingkat, dimana anggota masyarakat
berada di dalamnya (Abdul Syani, 2002: 83).
b. Demokratis: cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
c. Bersahabat dan komunikatif: sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk membangun suasana persaudaraan dan relasi dengan
orang-orang lain.
d. Cinta damai: sikap dan tindakan yang mendorong untuk tidak
menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
tetapi melalui dialog.
e. Peduli lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya, dan
23
mengembangkan upaya-upaya umtuk memperbaiki kerusakan yang
sudah terjadi.
f. Peduli sosial: sikap dan tindakan yang selalu memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan (Bernard
Raho, 2016: 132-133).
g. Norma sosial: kekuatan dari serangkaian peraturan umum, baik
tertulis maupun tidak tertulis, mengenai tingkah laku atau
perbuatan manusia yang menurut penilaian anggota kelompok
masyarakatnya sebagai sesuatu yang baik atau buruk, pantas atau
tidak pantas (Abdul Syani, 2002: 55).
2. Pengertian Pendidikan Islam
Kata pendidikan dalam bahasa Arab tarbiyah dengan kata kerja
rabba. Kata pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “ta‟lim” dengan
kata kerjanya “ ‟allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa
Arabnya “tarbiyah wa ta‟lim” sedangkan “pendidikan Islam” dalam
bahasa Arabnya “Tarbiyah Islamiyah”.
Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi
Muhammad SAW seperti terlihat dalam ayat al-Qur‟an dan Hadits
Nabi. Dalam ayat al-Qur‟an kata ini digunakan dalam susunan sebagai
berikut:
24
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil". (Q.S. al-Isra‟: 24).
Dalam bentuk kata benda, kata “rabba” ini digunakan juga untuk
“Tuhan”, mungkin karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh,
memelihara, malah mencipta.
Kata lain yang mengandung arti pendidikan ialah ادب seperti
sabda Rasul:
قال: كان رسول اللو أحسن الناس خلقا( كيف وقد قال )وعن أنس رضي اللو عنو
«أدبين ريب فأحسن تأدييب»
أدبين ريب فأحسن تأدييب سنده ضعيف ومعناه صحيح
Dari Anas r.a berkata: Rosulullah SAW bersabda: “Tuhan telah
mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku”
(Muhammad bin Darways bin Muhammad, Juz 1 : 35)
Kata “ta‟lim” dengan kata kerjanya “ „allama” juga sudah
digunakan pada zaman Nabi. Baik dalam al-Qur‟an, Hadits atau
pemakaiannya sehari-hari, kata ini lebih banyak digunakan dari pada
kata “tarbiyah” tadi (Zakiah Daradjat, 2011: 25-26).
Jadi, pendidikan Islam menurut istilah adalah system pendidikan
yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin
kehidupan sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah
menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.
3. Landasan Pendidikan Islam
25
Menurut Zakiah Daradjat, landasan pendidikan Islam terdiri dari
al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat
dikembangkan dengan ijtihad, al-maslahah al mursalah, istihsan,
qiyas, dan sebagainya.
a. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah firman Allah berupa wahyu yang
disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di
dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan
untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran
yang terkandung dalam al-Qur‟an itu terdiri dari dua prinsip besar,
yaitu berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah,
dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syariat (Zakiah
Daradjat, 2011: 19).
b. As-Sunnah
As-Sunnah adalah perkataan, perbuatan, maupun
pengakuan Rosulullah SAW. Yang dimaksud dengan pengakuan
itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui
Rosulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu
berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua setelah al-
Qur‟an. Seperti al-Qur‟an Sunnah juga berisi aqidah dan syariat.
Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup
26
manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi
manusia seutuhnya dan muslim yang bertaqwa (Zakiah Daradjat,
2011: 20).
c. Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syariat Islam
untuk menetapakan/menentukan suatu hukum syariat Islam dalam
hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Qur‟an
dan as-Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh
aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap
berpedoman pada al-Qur‟an dan as-Sunnah. Namun demikian,
ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para
mujtahid tidak boleh bertentangan dengan isi al-Qur‟an dan as-
Sunnah tersebut (Zakiah Daradjat. 2011: 21).
4. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam berhubungan erat dengan agama Islam itu
sendiri, lengkap dengan aqidah, syariat dan sistem pendidikannya.
Keduanya ibarat dua kendaraan yang berjalan diatas dua jalur
seimbang, baik dari segi tujuan maupun rambu-rambunya yang
disyariatkan kepada hamba Allah yang membekali diri dengan takwa,
ilmu, hidayah, serta akhlak untuk menempuh perjalanan hidup.
a. Tujuan Umum
27
Tujuan pendidikan Islam sinkron dengan tujuan agama
Islam, yaitu berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk,
bertakwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Untuk
merealisasi tujuan tersebut, Allah mengutus para Rasul untuk
menjadi guru dan pendidik serta menurunkan kitab samawi.
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan
Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Q.S al-Jumu‟ah, 62:2)
(Herry Noer Aly, 2003: 138-142).
Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula
dengan tujuan pendidikan Nasional Negara tempat pendidikan
Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan
institusional lembaga yang yang menyelenggarakan pendidikan itu.
Tujuan umum itu tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses
pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan
akan kebenarannya (Zakiah Daradjat, 2011: 30).
b. Tujuan Khusus
Menurut pendapat Herry Noer Aly dan Munzier dari tujuan
umum pendidikan Islam yang berpusat pada ketakwaan dan
28
kebahagiaan tersebut dapat digali tujuan-tujuan khusus sebagai
berikut:
1.) Mendidik individu yang shaleh dengan memperhatikan segenap
dimensi perkembangannya: rohaniah, emosional, sosial,
intelektual, dan fisik.
2.) Mendidik anggota kelompok sosial yang shaleh, baik dalam
keluarga maupun masyarakat muslim.
3.) Mendidik manusia shaleh bagi masyarakat insani yang besar.
Pendidikan Islam mendidik individu agar berjiwa suci dan
bersih. Dengan jiwa yang demikian, individu akan hidup dalam
ketenangan bersama Allah, teman, keluarga, masyarakat dan umat
manusia di seluruh dunia. Dengan demikian, pendidikan Islam
telah ikut andil dalam mewujudkan tujuan-tujuan khusus agama
Islam, yaitu menciptakan kebaikan umum bagi individu, keluarga,
masyarakat, dan umat manusia.
Dalam pendidikan aspek rohani, sebagian ahli ilmu juga
mengesampingkannya dan berpendapat bahwa pertumbuhan hanya
terdapat pada empat aspek, yaitu emosional, sosial, intelektual dan
fisik. Pendapat tersebut jelas keliru. Pertumbuhan aspek rohani
merupakan kebutuhan primer setiap individu. Kebutuhan akan
pertumbuhan rohani lebih kuat dibanding kebutuhan akan
pertumbuhan apa pun. Sayangnya, kebutuhan tersebut telah
tertutup oleh materialism.
29
Dalam pendidikan aspek emosional, Islam berupaya
mengantar individu untuk mencapai kematangan emosional. Islam
mengakui bahwa manusia memiliki emosi seperti kasih sayang,
sedih, gembira, dan marah. Emosi tersebut merupakan sesuatu
yang alami pada manusia. Namun, Islam memperlakukan emosi
tersebut secara seimbang dengan memenuhi tuntutannya tanpa
berlebihan ataupun kekurangan. Ibadah-ibadah dalam Islam,
umpamanya, jika dilaksanakan secara benar, akan mengantar
seseorang kepada kematangan emosional. Zakat akan
menumbuhkan rasa cinta berbuat baik dan membatasi rasa cinta
memiliki. Ibadah haji akan menambah kepekaan untuk rendah hati
dan menguatkan makna-makna kasih-sayang.
Dalam pendidikan aspek sosial, Islam berupaya mendidik
individu agar insyaf akan hak-hak. Individu akan dimintai
pertanggungjawaban sehubungan dengan sikap dan tindakannya
terhadap hak-hak itu.
Dalam pendidikan aspek intelektual, Islam berupaya agar
individu memiliki intelektualitas yang sehat. Untuk itu, Islam
membebaskan akal dari berbagai ikatan dan memberinya
kebebasan berpikir tentang segala sesuatu, kecuali hal-hal gaib
yang memang bukan lapangan akal; dan sekiranya akal terus
menyelaminya, niscaya akan tersesat dan kehabisan tenaga secara
sia-sia. Manusia hendaknya cukup berpikir tentang tanda-tanda
30
kekuasaan Allah, baik kealaman, sosial, ataupun kejiwaan,
kemudian mengambil hikmah dari semua itu.
Pendidikan aspek jasmani termasuk salah satu aspek yang
mendapat perhatian Islam dalam mendidik individu. Kebutuhan
fisik seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan seks,
diperhatikan dan dipenuhi dalam batas-batas yang seimbang
dengan kemaslahatan umum masyarakat. Untuk itu, Islam
meletakkan aturan yang menjamin terpeliharanya kesehatan dan
keselematan jasmani, memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang
bermanfat, dan mengubah tenaga vital yang berlebihan di dalam
tubuh menjadi berguna bagi kebahagiaan hakiki individu dan
masyarakat.
Tujuan khusus pendidikan Islam yang kedua, setelah
mempersiapkan individu muslim yang memiliki perkembangan
secara sempurna, ialah mempersiapakan individu yang shaleh bagi
masyarakat dengan menanamkan kepedulian sosial serta
membekali keterampilan mental atau kerja atau keduanya,
sehingga menjadi anggota yang berguna bukan yang menjadi
beban bagi masyarakat (Herry Noer Aly, Munzier, 2003: 138-148).
c. Tujuan Akhir
Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka
tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah
berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk insan kamil dengan
31
pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan
berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan
dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah
pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan,
memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan
tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah bertakwa
dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan
dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-
kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang,
meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan
formal. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam
firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam”. (Q.S. Ali
Imron: 102)
Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai
muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses
hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses
pendidikan itu yang dapat dianggap dari tujuan akhirnya. Insan
Kamil yang mati dan akan menghadap Tuhannya merupakan
32
tujuan akhir dari proses pendidikan Islam. (Zakiah Daradjat, 2011:
31).
5. Bentuk Nilai Sosial dalam Pendidikan Islam
Seperti dijelaskan pada pembahasan di atas. Bahwa nilai sosial
adalah gambaran dari apa yang diinginkan, yang pantas, dan yang
berharga serta yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam
bersosial dengan baik, serta berhubungan dengan individu lain sesuai
dengan norma dan aturan.
Nilai sosial dalam pendidikan Islam adalah pertimbangan tentang
apa yang boleh dan tidak boleh menurut ajaran Islam. Prinsip-prinsip
ini tercermin dalam setiap aspek kehidupan manusia, antara lain
sebagai berikut:
a. Tolong Menolong
Setiap manusia hendaknya mempunyai perasaan yang serba
baik terhadap orang-orang lain, seperti perasaan mencintai, belas
kasihan, bergaul dengan penuh kesopanan, dan harmonis,
bergotong royong dalam menyempurnakan kehidupan, dikala suka
dan duka. (Musthafa Husni, 1993: 30). Dalam hal ini Rosulullah
bersabda:
ب لن فسك ا عليو وسلم عن اىب ىريرة قال رسوالهلل صلى اهلل حب للنس ما ت تكن مؤمنا
Dari Abu Hurairoh berkata: Rosulullah SAW bersabda:
“Cintailah manusia sebagaiman kamu mencintai dirimu sendiri
maka kamu menjadi seorang mukmin” (H.R. Ibnu Majah).
33
b. Amar Ma‟ruf Nahi Munkar
Islam menganggap bahwa masyarakat itu wajib
bertanggungjawab mengenai terpeliharanya akhlak di kalangan
ummat, sebab ini lah yang dapat menjamin untuk menghindarkan
kehancuran, kemerosotan kebinasaan dan kemunduran. Oleh sebab
itu masyarakat wajib mengingatkan kepada orang-orang yang
melakukan pelanggaran akhlak ataupun kesopanan lain-lainnya.
Oleh Islam hal itu tidak dianggap sebagai bertentangan terhadap
kemerdekaan perorangan, sebab kebinasaan dan kemungkaran itu
pasti akan menghancurkan bangunan yang didirikan oleh ummat
(Musthafa Husni, 1993: 31).
Seperti sabda Rosulullah SAW:
عن ايب سعيد اخلدري رضي اهلل عليو قال : مسعت رسول اهلل صلى اهلل عليو ره بيده فان ل يستطع فبلسانو فان وسلم : ) ل يستطع من راى منكم منكرا ف لي غي
يان (فبقلبو وذالكاضعف اال
Dari ibu Sa‟id Al-Khudri r.a berkata: aku mendengar Rosulullah
SAW bersabda:“Barangsiapa diantara kamu semua ada yang
melihat kemunkaran, hendaknya mengubahnya itu dengan
kekuasaan tangannya, jikalau tidak dapat, hendaklah memberi
nasihat dengan lisannya jikalau masih tidak dapat juga, maka
hendaklah mengingkari dalam hatinya. Yang sedemikian ini
adalah selemah-lemahnya keimanan” (H.R. Muslim, Tirmidzi,
Nasa‟i).
c. Zakat
34
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat
dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang
lurus” (Al-Bayyinah: 5).
Ayat di atas itu menjelaskan bahwa perintah berzakat itu
merupakan salah satu wasiat yang diberikan oleh Allah pada
seklian Nabi dan hamba-hamba-Nya, juga merupakan wasiat-
wasiat para Nabi itu sendiri kepada ummatnya masing-masing.
Jelaslah kiranya bahwa kewajiban zakat itu, dengan mengikuti
cara-cara yang diajarkan oleh Islam, adalah merupakan suatu hal
yang amat baru, yang belum pernah ada sebelumnya di dalam
syariat manapun juga. Oleh sebab itu pengertian zakat dalam ayat-
ayat itu mengandung makna berbuat kebaikan, membelanjakan
harta kepada faqir miskin dan orang-orang yang berhajat atau
sangat memerlukan (Musthafa Husni Assiba‟i, 1993: 32).
d. Shodaqoh dan Infak
Dalam ajaran Islam, selain dari lembaga zakat, dikenal juga
dengan lembaga infak dan shodaqoh. Infak dan shodaqoh adalah
harta kekayaan yang dikeluarkan untuk kebaikan dan kemaslahatan
masyarakat tanpa syarat nisab dan haul. Walaupun tujuannya sama
dengan zakat, namun di antaranya juga terdapat perbedaan.
Perbedaannya itu antara lain terletak dalam hal bahwa zakat lebih
bersifat kewajiban sedang infak dan shodaqoh menunjukkan sifat
kesukarelaan dan orang yang memberinya akan dibalas Allah
dengan pahala sunnat (Mohammad Daud Ali, 1998: 274).
35
e. Silaturahim
Kehidupan atau kebutuhan hidup memang bergandengan
erat dengan dengan pengayoman masyarakat terhadaap kehidupan
golongan yang kekurangan supaya memperoleh kehidupan yang
layak dan mulia, sesuai dengan kedudukannya sebagai manusia
yang berhak memiliki kemuliaan diri. Kewajiban seseorang kepada
orang lain antara lain memberikan perlindungan kepada kaum fakir
miskin, orang-orang yang dalam kekurangan, orang-orang sakit
dan orang-orang yang mempunyai keperluan (Musthafa Husni,
1998: 218).
C. Al-Qur‟an Surat at-Taubah
1. Asbabun Nuzul Surat at-Taubah
Asbabun Nuzul tidak bisa diketahui semata-mata dengan akal
(rasio), melainkan berdasarkan riwayat yang shohih dan didengar
langsung dari orang-orang yang mengetahui turunnya al-Qur‟an, atau
dari orang-orang yang memahami Asbabun Nuzul (Muhammad Ali
ash-Shabuni, 2001: 50).
Surat ini berisi 129 ayat, semuanya Madinah, kecuali ayat 113 dan
dua ayat terakhir, yaitu ayat 128 dan 129 menurut sebagian ulama
adalah Makiyyah karena diturunkan di Makkah. Menurut pendapat
sebagian besar ulama tafsir (jumhur), semua ayat itu tanpa ada yang
dikecualikan adalah Madaniyah karena berdasarkan pendapat yang
masyhur bahwa ayat yang diturunkan setelah Nabi Muhammad SAW
36
hijrah ke Madinah dinamakan Madaniyah sekalipun diturunkan di
Makkah.
Surah ini mempunyai banyak nama, tidak ada surah dalam al-
Qur‟an yang lebih banyak namanya dari surah ini dan surah al-Fatihah,
akan tetapi yang paling masyhur dari semua namanya adalah
“Bara‟ah” dan “at-Taubah”.
Dinamakan bara‟ah karena surat ini dimulai dengan kata
“Bara‟ah” yang berarti terlepas diri yang maksudnya ialah pemutusan
hubungan, karena didalamnya terdapat ayat-ayat yang membicarakan
pernyataan pemutusan perjanjian damai dengan kaum musyrikin. Dan
dinamakan at-Taubah artinya “pengampunan”, karena di dalam surah
ini banyak diterangkan tentang pengampunan terutama pada firman
Allah yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang
muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa
kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling,
kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka” (at-Taubah/9:
117).
Selain dari dua nama tersebut di atas ada beberapa nama lagi di
antaranya: “al-Fadihah” (mengungkap kejahatan), “al-Azab”
(siksaan), “al-Munqirah” (mencungkil untuk mencari). “al-
37
Muqasyqisyah” (membebaskan), “al-Hafirah” (menggali), “al-
Musirah” (membangkitkan), “al-Mudamdimah” (membinasakan) dan
lain-lain.
Surah ini tidak dimulai dengan Basmalah sebagimana surah-surah
lainnya. Hal ini menjadi dalil bagi sebagian ulama yang berpendapat
bahwa surah ini tidak berdiri sendiri, tetapi sebagai lanjutan dari surah
sebelumnya (al-Anfal) tetapi menurut pendapat sebagian besar ulama
(jumhur) bahwa surah ini berdiri sendiri.
Adapun sebab-sebab tidak dimulainya surah ini dengan Basmalah
antara lain:
a. Diriwayatkan dari al-Hakim dalam al-Mustadrak dari Ibnu Abbas
yang bertanya kepada Ali bin Abi Tholib tentang tidak ditulisnya
Basmalah pada permulaan surah, Ali menjawab “karena Basmalah
mengandung isi kedamaian, sedangkan Bara‟ah diturunkan dengan
pedang, artinya untuk berperang melawan kafir yang melanggar
janji.”
b. Hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dan lain-lain dari Ibnu
Abbas yang maksudnya, “Ibnu Abbas bertanya kepada Usman bin
Affan ra, “apakah yang mendorongmu untuk berbuat terhadap
surah al-Anfal yang termasuk al-Masani (surah-surah dalam al-
Qur‟an yang ayat-ayatnya kurang sedikit dari seratus ayat), dan al-
Bara‟ah yang termasuk al-Mi‟un (surah-surah yang ayatnya lebih
dari seratus ayat) dan menggabungkan kedua surah itu tanpa
38
menulis Basmalah antara keduanya dan menggolongkan kepada
“As-Sab‟u at-Tiwal” (tujuh surat yang manjang), yaitu: al-
Baqarah, Ali „Imran, an-Nisa‟, al-A‟raf, al-An‟am, al-Ma‟idah, dan
Yunuh.” Usman Menjawab, “Rasulullah tidak pernah menerangkan
digabung atau tidak antara al-Anfal dan Bara‟ah.” Kata Utsman
selanjutnya, “Saya berpendapat bahwa keduanya itu satu surah,
oleh karena itu saya tidak menulis Basmalah antara keduanya
(permulaan Bara‟ah).
Hukum Membaca Basmalah pada Bara’ah
a. Para ahli qiraat sepakat untuk meninggalkan bacaan Basmalah
pada permulaan surah Bara‟ah, karena tidak tertulis dalam mushaf
al-Imam, bahkan ada yang mengatakan ini merupakan ijma‟ ulama,
kecuali Ibnu Munzir. Dia membaca pada awal surah ini, karena
mengikuti Mushaf Ibnu Ma‟ud (kini sudah tidak ada lagi). Menurut
„Asim, membaca Basmalah pada permulaan Bara‟ah dengan
maksud untuk mengambil berkah adalah dikiaskan hukumnya
kepada hukum disunatkan membaca Basmalah setiap memulai
pekerjaan yang baik.
b. Adapun membaca Basmalah tidak pada permulaan Bara‟ah boleh
memilih antara membaca dan tidak membaca. Berdasarkan itu
imam yang lain menyatakan hukumnya “jawaz” (boleh seperti
bolehnya membaca Basmalah pada ayat yang lain yang letaknya
39
tidak pada permulaan surah) (Departemen Agama RI, 2004: 51-
52).
2. Maksud dan Tujuan Surat at-Taubah
Tema dan Tujuan Surah
Surah ini turun pada masa tersebarnya ajaran Islam dan
kekuatannya dalam masyarakat. Uraiannya antara lain tentang:
a. Pemutusan hubungan dengan kaum musyrik, khususnya yang
sesama ini tidak menghormati perjanjian mereka dengan Nabi
SAW.
b. Dibongkarnya rahasia orang-orang munafik yang merupakan
musuh dalam selimut.
c. Mengingatkan tentang pentingnya berjuang menegakkan kalimat
Allah SWT disertai kecaman terhadap yang enggan.
d. Menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan umat, serta
keharusan menunaikan kewajiban, antara lain sholat dan zakat,
serta menuntut ilmu.
e. Hijrah Nabi SAW; demikian juga uraian tentang Bulan-bulan
Haram, dan permberian perlindungan kepada non Muslim yang
memintanya selama ia tidak memusuhi Islam.
f. Kewajiban membayar jizyah (pajak) atas minoritas non Muslim
(Yahudi dan Nasrani) yang menikmati perlindungan dan
kedamaian, apalagi mereka tidak wajib membayar zakat.
40
Tujuan utama surah ini adalah memberi tuntunan tentang
pembinaan wilayah yang dikuasai masyarakat Islam agar terbebaskan
dari gangguan orang-orang musyrik yang memusuhinya dan tipu daya
orang munafik, disamping kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
kaum muslim demi tegarnya masyarakat mereka (Quraish Shihab,
2012: 544).
3. Kompilasi Ayat
a. Redaksi Surat At-Taubah ayat 71
Sesuai dengan judul bab ini, maka penulis menyajikan
kompilasi ayat-ayat yang menjadi tema pembahasan dalam skripsi
ini. Adapun ayat yang dikaji adalah ayat 71 dalam surat at-Taubah.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian
yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana” (At-Taubah: 71).
41
b. Arti Kosa Kata (Mufrodat)
Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, perlu bagi
penulis untuk menyajikan beberapa kosa kata penting untuk
memperjelas makana ayat.
Sebagian
yang lain
Pelindung/
penolong
Sebagian
mereka
Dan orang-
orang yang
beriman
perempuan
Dan orang-
orang yang
beriman
laki-laki
Dan mereka
mendirikan
Dari berbuat
kemunkaran
Dan
mereka
mencegah
Dengan
berbuat
kebaikan
Mereka
mnyuruh
Allah Dan mereka
taat Zakat Dan mereka
menunaikan Sholat
Sesungguh-
nya Allah Allah Akan
memberi
rahmat
kepada
mereka
Mereka itu Dan Rosul-
Nya
Maha
Bijaksana
Maha
Perkasa
c. Pokok-Pokok Kandungan Surat At-Taubah ayat 71
Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, selanjutnya
penulis akan menyajikan beberapa pokok kandungan ayat 71 surat
42
at-Taubah. Dalam surat at-Taubah ayat 71 terdapat pokok-pokok
kandungan antara lain membicarakan tentang:
Tanda-tanda orang mukmin, laki-laki dan perempuan,
disebutkan dalam ayat yang sedang dalam pembahasan ini. Tanda-
tanda ini juga menggambarkan 5 hal. Ayat ini menggambarkan
sebagai berikut, Dan orang-orang yang beriman baik laki-laki
maupun perempuan, mereka itu adalah penolong antara yang satu
dengan yang lain.
Setelah menunjukkan pada prinsip umum ini, penyingkapannya
membuka penjelasan pada karakteristik yang mendetil dari orang
mukmin:
1.) Ciri pertama menunjukkan bahwa mereka mengajak orang-
orang pada kebaikan.
2.) Mereka juga mencegah orang dari kebiasaan buruk, kekejian,
dan hal-hal yang melarang syariat (agama).
3.) Bertentangan dengan munafikin, yang selalu melupakan Allah,
mukminin selalu mendirikan sholat, terus mengingat Allah,
dan akibatnya dengan mengingat Allah ini, hati mereka
bercahaya dan pikirannya sadar.
4.) Sekali lagi berlawanan dengan munafikin, yang kikir,
mukminin yang mengeluarkan sebagian kekayaannya sebagai
zakat di jalan Allah dan untuk Allah ,dan untuk mendukung
43
hamba-hamba Allah, demi untuk memperbaiki kondisi
masyarakat mereka.
5.) Orang-orang munafik itu merugikan, membangkang, dan
berbuat diluar lingkaran perintah-perintah Allah, tetapi orang-
orang mukmin mematuhi perintah Allah dan Rosul-Nya.
6.) Pada akhir ayat ini, al-Qur‟an menunjukkan keistimewaan
pertama mukminin dari sisi nasib dan pahala mereka. Tak ada
keraguan akan janji kemurahan bagi mukminin dari sisi Allah
SWT.
Mustahil Allah SWT menjanjikan sesuatu tanpa ada sebab,
dan mustahil pula Allah tidak memenuhi apa yang dijanjikan-Nya
(Allamah Kamal Faqih Imani, 2004: 513-514).
44
BAB III
TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 71
A. Pendapat Mufassirin tentang Surat At-Taubah ayat 71
1. Tafsir Al-Maraghi
Dalam ayat sebelumnya yaitu ayat 70, Allah menjelaskan
beberapa perbuatan buruk orang-orang munafik, serta menerangkan
azab di dunia dan di akhirat yang telah disediakan bagi mereka. Dalam
ayat 71 ini, Dia menjelaskan sifat orang-orang beriman yang bersih
jiwa dan hatinya, serta menerangkan pahala dan nikmat yang kekal,
yang telah disediakan bagi mereka.
Al-Walayah (mengasihi) lawan dari al-„Adawah (memusuhi),
dan mencakup: mengasihi dengan pertolongan, dengan persaudaraan,
dan dengan kecintaan. Pertolongan kaum wanita diberikan di luar
berperang dalam pekerjaan yang berkenaan dengan mengurus tentara,
seperti dalam urusan harta dan badan. Di zaman Rasul, para istri
beliau dan para istri sahabatnya keluar bersama tentara, untuk
menyediakan air dan makanan, mendorong mereka untuk ikut
berperang, dan membangkitkan semangat orang yang kalah. Husain
berkata:
تظل جيادنا متمطرات // ت لطمهن باخلمرالنساء
45
“Kuda kami senantiasa berlari kencang, dicambuki kaum wanita
dengan kerudung-kerudung mereka”.
Dalam menggambarkan kaum Mu‟minin, Allah berfirman:
ba‟duhun awliya‟u ba‟din „sebagian mereka menjadi penolong bagi
sebagian yang lain‟. Sedangkan dalam menggambarkan kaum
munafik, Dia berfirman: ba‟duhun min ba‟din „sebagian dengan
sebagian yang lain adalah sama‟. Sebab diantara kaum Mu‟minin
terdapat rasa persaudaraan, kecintaan, saling tolong menolong dan
saling mengasihi, sehingga Nabi SAW menyerupai kesatuan mereka
dengan tubuh yang satu dan bangunan yang sebagiannya menguatkan
sebagian yang lain. Di samping itu, mereka saling menolong dalam
menegakkan kebenaran dan keadilan serta meninggikan kalimat Allah.
Adapun orang munafik, sebagian mereka menyerupai sebagian
yang lain dalam keraguan dan kebimbangan, serta implikasinya
berupa sifat pengecut dan kebakhilan, dua sifat yang menghalangi
mereka untuk saling menolong dalam perkataan dan perbuatan yang
tidak sulit. Oleh sebab itu, Allah mendustakan kaum munafik
Madinah dalam janji mereka bagi kaum Yahudi, bahwa mereka akan
memberikan pertolongan dalam memerangi Nabi SAW dan kaum
Mu‟minin, apabila tentara Allah memerangi mereka:
46
(11) “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang
berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir[1467] di antara
ahli kitab: "Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya Kamipun akan
keluar bersamamu; dan Kami selama-lamanya tidak akan patuh
kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu
diperangi pasti Kami akan membantu kamu." dan Allah menyaksikan
bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. (12)
Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan
keluar bersama mereka, dan Sesungguhnya jika mereka diperangi,
niscaya mereka tidak akan menolongnya; Sesungguhnya jika mereka
menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang;
kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan.” (Al-Hasyr, 59:
11-12)
Di dalam ayat ini, Allah menyifati kaum Mu‟minin dengan
lima sifat yang sama sekali berlainan dengan sifat kaum munafik.
Yaitu:
a. Mereka menyuruh melakukan perbuatan yang ma‟ruf, sedangkan
kaum munafik menyuruh mereka melakukan perbuatan yang
munkar.
47
b. Mereka mencegah melakukan perbuatan yang munkar, sedangkan
kaum munafik mencegah malakukan perbutan yang ma‟ruf.
Kedua sifat ini merupakan pagar segala keutamaan dan benteng
penghalang tersebarnya berbagai keburukan.
c. Mereka melaksanakan salat dengan sebaik dan sesempurna
mungkin, dengan khusu‟, menyerahkan diri kepada Allah, dan
menghadirkan kalbu di dalam munajat kepada-Nya. Sedangkan
orang-orang manufaik, jika mereka melaksanakan salat, maka
mereka melaksanakannya dengan bermalas-malasan dan riya‟
terhadap manusia.
d. Mereka mengeluarkan zakat yang diwajibkan atas mereka dan
sedekah tatawwu‟ (sukarela) yang mereka diberkati untuk itu.
Meski kaum munafik melaksanakan salat, namun mereks tidak
menegakkannya; dan meskipun mereka menunaikan zakat serta
mengeluarkan infak, namun meraka melakukannya kaarena takut
dan riya‟, bukan karena ketaatan kepada Allah Ta‟ala, sebagaimana
firman-Nya:
48
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari
mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada
Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang,
melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta)
mereka, melainkan dengan rasa enggan,” (At-taubah: 54)
e. Mereka terus menerus melakukan ketaatan, dengan meninggalkan
segala larangan-Nya dan mengerjakan segala perintah-Nya
menurut kemampuan mereka. Sebaliknya, orang munafik
melakukan kefasikan dan keluar dari lingkungkan ketaatan.
Kemudian, Allah menerangkan akibat-akibat baik dari dan
balasan yang besar atas amal baik mereka:
Allah menjanjikan bagi mereka rahmat-Nya di dunia dan di
akhirat, karena mereka terus menerus mentaati Allah dan Rosul-Nya.
Berbeda dengan kaum munafik, Allah akan melupakan dan mengutuk
mereka.
Sesungguhnya, Allah Ta‟ala Maha Perkasa, tidak ada sesuatu
pun yang dapat menghalangi-Nya untuk memenuhi janji dan ancaman-
Nya; lagi Maha Bijaksana, tidak menempatkan sesuatu pun bukan pada
tempatnya (Ahmad Mustafa Al-Maraghi, 1987: 269-274).
49
2. Tafsir Ibnu Katsir
Menurut Muhammad Nasib ar-Rifa‟i dalam tafsir Ibnu Katsir,
menafsirkan surat at-Taubah ayat 71 bahwa Allah menceritakan sifat-
sifat kaum mukminin yang terpuji. Maka Dia berfirman, „Dan orang-
orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan, sebagian
mereka merupakan penolong bagi sebagian yang lain‟, yakni mereka
saling menolong dan mendukung. Dalam Shahih dikatakan (475),
“Perumpamaan kaum mukminin dalam hal mereka saling mencintai
dan menyayangi adalah seperti tubuh yang satu. Jika salah satu
organnya mengadu, maka organ tubuh lainnya memberi perhatian
lewat demam dan tidak tidur”.
Firman Allah Ta‟ala, “Mereka menyuruh kepada kema‟rufan,
mencegah dari kemunkaran.” Firman Allah Ta‟ala, “mendirikan
sholat dan menunaikan zakat” berarti mereka taat kepada Allah dan
berbuat ihsan kepada makhluk-Nya. “Dan mereka taat kepada Allah
dan Rosul-Nya” dalam berbagai dan larangkan. “Mereka itu akan
dirahmati oleh Allah”, yakni, Allah akan merahmati orang-orang yang
memiliki sifat-sifat tersebut. “Sesungguhnya Allah Maha Perkasa”,
Dia memuliakan orang yang menaati-Nya, “lagi Maha Bijaksana”
dalam membagikan sifat-sifat ini kepada setiap mukmin dan
munafikin. Sesungguhnya hikmah itu terdapat di dalam segala
perbuatan Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi (Muhammad
Nasib ar-Rifa‟i, 1999: 632).
50
3. Tafsir Al-Mishbah
Setelah menjelaskan keadaan kaum munafikin dan ancaman
siksa yang menanti mereka, maka kini sebagaimana kebiasaan al-
Qur‟an menggandengkan uraian dengan sesuatu yang sejalan dengan
uraian yang lalu atau bertolak belakang dengannya, maka melalui
ayat-ayat ini Allah menguraikan keadaan orang-orang mukmin yang
sepenuhnya bertolak belakang dengan keadaan orang munafik.
Sekaligus sebagai dorongan kepada orang-orang munafik dan selain
mereka agar tertarik mengubah sifat buruk mereka. Dan orang-orang
mukmin yang mantab imannya dan terbukti kemantabannya melalui
amal-amal saleh mereka, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
dengan sebagian yang lain, yakni menyatu hati mereka, dan senasib
serta sepenanggungan mereka, sehingga sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain dalam segala urusan dan kebutuhan
mereka. Bukti kemantapan iman mereka adalah mereka menyuruh
melakukan yang ma‟ruf, mencegah perbuatan yang munkar,
melaksanakan shalat dengan khusu‟ dan bersinambungan,
menunaikan zakat dengan sempurna, dan mereka taat kepada Allah
dan Rosul-nya menyangkut segala tuntunan-Nya. Mereka itu pasti
akan dirahmati Allah dengan rahmat khusus; sesungguhnya Allah
Maha Perkasa tidak dapat dikalahkan atau dibatalkan kehendak-
Nyaoleh siapa pun lagi Maha Bijaksana, dalam semua ketetapan-Nya.
51
Firman-Nya: ( تعضهم أولياء تعض ( ba‟dhuhum auwliya‟ ba‟dh
/ sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain berbeda
redaksinya dengan apa yang dilukiskan menyangkut orang munafik.
Ayat 67 yang lalu menggambarkan mereka sebagai ba‟dhuhum min
ba‟dh/ sebagian mereka dari sebagian yang lain. Perbedaan ini
menurut al-Biqa‟i untuk mengisyaratkan bahwa kaum mukminin tidak
saling menyempurnakan dalam keimanannya, karena setiap orang
diantara mereka telah mantab imannya, atas dasar dalil-dalil pasti
yang kuat, bukan berdasar taklid. Pendapat serupa dikemukakan oleh
Thahir Ibnu „Asyur yang menyetakan bahwa yang menghimpun
orang-orang mukmin adalah keimanan yang mantab yang melahirkan
tolong-menolong yang diajarkan Islam. Tidak seorangpun yang
bertaklid kepada yang lain atau mengikutinya tanpa kejelasan dalil.
Ini-tulis Ibnu „Asyur – dipahami dari makna auwliya‟ yang
mengandung makna ketulusan dalam tolong menolong. Berbeda
dengan kaum munafikin yang kesatuan antar mereka lahir dari
dorongan sifat-sifat buruk.
Pendapat Sayyid Quthub sedikit berbeda. Menurutnya,
walaupun tabiat sifat munafik sama dan sumber ucapan dan perbuatan
itu sama, yaitu ketiadaan iman, kebejatan moral dan lain lain, tetapi
persamaan itu tidak mencapai tingkat yang menjadikan mereka
auwliya‟. Untuk mencapai tingkat auwliya‟ dibutuhkan keberanian,
tolong menolong, bantu membantu serta biaya dan tanggung jawab.
52
Tabiat kemunafikan bertentangan dengan itu semua, walau antar
sesama munafik. Mereka adalah individu-individu bukannya satu
kelompok yang solid, walu terlihat mereka mempunyai persamaan
dalam sifat, akhlak dan perilaku. Demikian Sayyid Quthub.
Rosulullah SAW mengibaratkan persatuan dan kesatuan
orang-orang beriman, sama dengan satu bangunan yang batu batanya
saling kuat menguatkan, atau sama dengan jasad yang akan merasakan
nyeri, panas, dan sulit tidur, bila salah satu bagiannya menderita
penyakit.
Huruf ( س ) sin pada سير حمهم sayarhamuhum/ akan
dirahmati mereka digunakan antara lain dalam arti kepastian
datangnya rahmat itu. Kata ini diperhadapkan dengan Allah
melupakan mereka yang ditujukan kepada orang-orang munafik.
Rahmat yang dimaksud di sini bukan hanya rahmat di akhirat, tetapi
sebelumnya rahmat di dunia, baik bagi setiap orang mukmin maupun
untuk kelompok mereka. Rahmat tersebut ditemukan antara lain pada
kenikmatan berhubungan dengan Allah SWT dan pada ketenangan
batin yang dihasilkannya. Juga pada pemeliharaan dari segala
bencana, persatuan dan kesatuan serata kesediaan setiap anggota
masyarakat muslim untuk berkorban demi saudaranya. Ini antara lain
yang diraih dunia. Adapun di akhirat maka tiada kata yang dapat
menguraikannya. Betapa tidak demikian, padahal disana seperti
disampaikan Rosul SAW ada anugerah yang tidak pernah dilihat
53
sebelumnya oleh mata, tidak terdengar beritanya oleh telinga, dan
tidak juga pernahterlintas dalam benak manusia (Qurash Shihab,
2002: 650-652).
4. Tafsir Muyassar
„Aidh al-Qarni menjelaskan dalam kitabnya tafsir Muyassar,
“Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan adalah satu
golongan. Mereka saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa,
saling mengasihi dan membantu satu sama lain, menyuruh kepada
perbuatan ma‟ruf yang disyariatkan berupa amal sholeh, ucapan yang
baik, dan akhlak yang luhur, melarang segala bentuk perbuatan
mungkar berupa tutur kata yang keji, perbuatan jahat, atau perilaku
yang buruk, menunaikan shalat secara sempurna, membayar zakat
wajib kepada yang berhak menerimanya, taat kepada Allah S.W.T dan
Rosul-Nya, menjalankan segala perintahnyadan meninggalkan semua
larangan-Nya”.
Orang-orang yang bersifat seperti ini akan dilimpahi rahmat
oleh Allah S.W.T. dengan apa yang Dia janjikan berupa pahala,
menghindarkan mereka dari siksa, dan menyelamatkan mereka dari
azab. Allah SWT mewujudkan permintaan mereka, dan memberikan
rasa aman dari semua yang ditakuti. Sesunguhnya tidak ada sesuatu
pun yang bisa melemahkan Allah SWT. Diantara kemuliaan-Nya
adalah memenuhi janji dan ancaman-Nya. Dia SWT Mahabijaksana
dalam setiap perbuatan dan syariat-Nya. Di antara hikmah-Nya adalah
54
memberi pahala kepada mereka yang berbuat baik dan menyiksa
mereka yang berbuat jahat („Aidh al-Qarni, 2008: 137).
5. Tafsir Al-Qur‟anul Majid
“Dan semua orang mukmin dan semua orang mukminah,
sebagian mereka merupakan penolong dan pembantu bagi sebagian
yang lain”.
Orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan,
sebagaian dari mereka adalah penolong dan pembantu bagi sebagian
yang lain. Mereka satu sama lain bertolong-tolongan, bantu-
membantu, baik dalam masa damai ataupun masa perang. Mereka satu
sama lain bersaudara dan berkasih sayang.
“Mereka menyuruh ma‟ruf, mencegah munkar, mendirikan
sembahyang, memberikan zakat, serta menaati Allah dan Rosul-Nya”.
Para mukmin, baik lelaki maupun perempuan, memiliki lima
sifat sebagai lawan dari sifat-sifat orang munafik.
1.) Orang beriman menyuruh makruf, sedangkan orang-orang yang
munafik menyuruh munkar.
2.) Orang-orang mukmin mencegah kemunkaran, sedangkan orang
munafik mencegahyang ma‟ruf. Dan sifat ini merupakan sifat
pokok dari sifat-sifat orang mukmin.
55
3.) Orang-orang mukmin mendirikan sembahyang dengan sebaik-
baiknya dan secukup-cukupnya, serta menyempurnakan rukun dan
syaratnya. Selain itu juga berlaku khusuk dan hatinya bermunajat
(berkomunikasi) kepada Allah. Adapun orang munafik mendirikan
sembahyang dengan rasa malas karena sembahyang untuk riya
(pamer) dan sum‟ah semata.
4.) Orang-orang mukmin memberikan zakat yang difardhukan dan
yang disunnatkan, sedangkan orang-orang munafik perperilaku
kikir. Kalaupun mereka mereka mengeluarkan harta, maka hal itu
atas dasar riya.
5.) Orang-orang mukmin terus menerus menaati Allah dengan
meninggalkan apa yang dilarang dan mengerjakan apa yang
diperintah oleh Allah.”
Mereka itu adalah orang-orang yang dirahmati oleh Allah, dan
dimasukkan ke dalam rahmat-Nya yang luas. Allah itu Maha Keras
Tuntunan-Nya. Selain itu, Allah Maha Hakim dalam segala dalam
segala perbuatan-Nya dan senantiasa menempatkan sesuatu pada
tempatnya (Teungku Muhammad Hasbi ash-Shidieqy, 2000: 1699-
1700).
B. Munasabah
Secara etimologi munasabah berasal dari kata يناسة –ناسة–
نسة kata tersebut merupakan bentuk tsulatsi mujarrod dari مناسثة
(nasaba) yang berarti hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain
56
(Budihardjo, 2012: 39). Secara terminologi munasabah adalah
menerangkan korelasi atau hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain,
baik yang ada di belakangnya atau dimukanya (Syadali dan Rofi‟i,
1997:168).
Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu Asbabun Nuzul, apabila
kita tidak dapat mengetahui sesab turun suatu ayat, tetapi kita bisa
mengetahui adanya relevansi ayat tersebut dengan ayat lainnya (Masjfuk
Zuhdi, 1997: 164). Dikarenakan tidak ditemukannya Asbabun Nuzul dari
surat at-Taubah ayat 71, oleh karena itu penulis mencari relevansi dari
surat at-Taubah ayat 71 dengan ayat sebelum serta sesudahnya.
1. Munasabah Surat at-Taubah ayat 71 dengan ayat Sebelum dan
Sesudahnya
Dalam al-Qur‟an surat at-Taubah ini memiliki munasabah antara
ayat satu dengan ayat yang lainnya, peneliti akan menjelaskan
munasabah ayat sebelumnya yaitu surat at-Taubah ayat 70 dan
korelasinya dengan surat at-Taubah ayat 71.
“Apakah belum datang kepada mereka berita penting tentang orang-
orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum
Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah
musnah?[649]. telah datang kepada mereka Rasul-rasul dengan
membawa keterangan yang nyata, Maka Allah tidaklah sekali-kali
57
Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri
mereka sendiri” (Q.S. at-Taubah; 70).
Pada ayat 70, dijelaskan persamaan-persamaan orang-orang
munafik itu dengan generasi-generasi durhaka sebelum mereka, kini
mereka diancam dengan akibat buruk serupa yang telah dialami oleh
generasi-generasi terdahulu itu. Ancaman itu dipaparkan dalam bentuk
pernyataan agar lebih mengena hati mereka yaitu Apakah belum
datang kepada mereka, yang munafik dan mengejek Nabi Muhammad
saw itu, berita penting yang sewajarnya mereka perhatikan yaitu
tentang orang-orang yang sebelum mereka, yaitu kaum Nabi Nuh as
yang dikenal panjang usianya mantab keadaannya , dan sejahtera
hidupnya, tetapi pada akhirnya dibinasakan oleh Allah dengan tofan
yang mematikan semua yang durhaka. Atau berita kaum Nabi Hud as,
yaitu „Ad, yan terkenal dengan kekuatan jasmani mereka, tetapi
mereka dihancurkan Allah dengan angin ribut yang sangat dingin
selama tujuh malam delapan hari terus menerus sehingga mereka mati
bergelimpangan bagaikan tunggul-tunggul pohon kurma yang telah
lapuk, dan demikian juga kaum Nabi Shaleh as yaitu Tsamud, yang
dikenal mengusai daerah di Yaman dan mampu membangun dan
memahat gunung-gunung tetapi pada akhirnya gempa yang memorak-
parandakan mereka dan daerah memukiman mereka. Selanjutnya
kaum Nabi Ibrahim as, para penyembah bintang, juga dibinasakan
dengan beralihnya nikmat harta dan kerajaan yang mereka peroleh
menjadi bencana; bangunan yang dibuat oleh penguasa zamannya-
58
Namrud-untuk naik ke langit melihat dan menentang Tuhan Nabi
Ibrahim as. pun jatuh menimpa mereka. Demikian juga dengna
penduduk madyan, kaum Nabi Suaib as., yang kerja utama mereka
hanya menumpuk harta kekayaan dengan cara-cara yang battil antara
lain melalui penupuan dalam takaran dan timbangan. Mereka
dibinasakan dengan guncangan keras pada hari berawan yang
membawa bencana berupa angina panas yang sangat mematikan, dan
penduduk negeri-negeri yang dijungkirbalikkan Allah sehingga semua
musnah, antara lain penduduk Sadum di sekitar laut mati Yordania
sekarang yang dihuni oleh umat Nabi Luth aas. Apakah mereka tidak
melihat dan mengetahui akibat kedurhakaan mereka? Semua umat-
umat itu telah datang kepada mereka rasul rasul dengan membawa
keterangan-keterangan yang nyata, baik dalam bentuk argumentasi
rasional sesuai dengan tingkat kemampuan akal mereka maupun
mukjizat-mukjizat indrawi yang membungkam semua yang ragu.
Namun karena mereka mengejek dan menolak tuntunanrasul-rasul
mereka; maka Allah menyiksa mereka dengan aneka siksaan. Allah
sama sekali tidak menganiaya mereka dengan jatuhnya siksa itu karena
sebelumnya Allah telah memperingatkan mereka dengna berbagai
cara, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri
karena siksa itu adalah buah ulah dan kedurhakaan mereka (Quraish
Shihab, 2012: 160).
59
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q.S. at-Taubah; 71).
Pada ayat 71, dijelaskan tentang keadaan orang-orang mukmin
yang sepenuhnya bertolak belakang dengan keadaan orang munafik.
Sekaligus sebagai dorongan kepada orang-orang munafik dan selain
mereka agar tertarik mengubah sifat buruk mereka. Dan orang-orang
mukmin yang mantab imannya dan terbukti kemantabannya melalui
amal-amal saleh mereka, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
dengan sebagian yang lain, yakni menyatu hati mereka, dan senasib
serta sepenanggungan mereka, sehingga sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain dalam segala urusan dan kebutuhan
mereka. Bukti kemantapan iman mereka adalah mereka menyuruh
melakukan yang ma‟ruf, mencegah perbuatan yang munkar,
melaksanakan shalat dengan khusu‟ dan bersinambungan,
menunaikan zakat dengan sempurna, dan mereka taat kepada Allah
dan Rosul-nya menyangkut segala tuntunan-Nya. Mereka itu pasti
akan dirahmati Allah dengan rahmat khusus; sesungguhnya Allah
60
Maha Perkasa tidak dapat dikalahkan atau dibatalkan kehendak-
Nyaoleh siapa pun lagi Maha Bijaksana, dalam semua ketetapan-Nya
(Quraish Shihab, 2012: 163).
“Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan
perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir
sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-
tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih
besar; itu adalah keberuntungan yang besar” (Q.S. At-Taubah: 72).
Pada ayat 72 berbicara tentang balasan bagi orang-orang yang
beriman baik laki-laki maupun perempuan, yaitu surga „Adn dan Allah
meridloi mereka dengan besar, agung, dan beraneka ragam sehingga
tidak terjangkau besar dan agungnya oleh manusia (Quraish Shihab,
2012: 165).
2. Keterkaitan Surat at-Taubah Ayat 71 dengan Ayat Lain dalam al-
Qur‟an
Al-Qur‟an merupakan kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi
Muhammad melalui Malaikat Jibril. Terdapat 30 juz dalam al-Qur‟an,
114 surat, dan 6236 ayat. Dalam ayat-ayat al-Qur‟an terdapat
hubungan antara ayat satu dengan yang lainnya. Baik itu hubungan
karena sebab turunnya, maupun karena redaksi makna dalam ayat-ayat
61
al-Qur‟an. Keterkaitan surat at-Taubah ayat 71 dengan ayat lain dalam
al-Qur‟an karena redaksi makna ayat.
a. Surat al-Maidah ayat 2
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar
syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-
bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-
ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan
apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah
berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu
kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka).
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S. al-Maidah, 5: 2)
Pada ayat ini berbicara tentang perintah untuk tidak
berbuat sesuka hatimu terhadap syiar Allah (manasik haji dan
syariat-syariat Allah) tida boleh melampaui batas-batas Allah,
jangan menghalangi manusia mengerjakan haji, dan berilah
kesampatan kepada segenap muslim menunaikan segala ibadah
haji. Tegasnya, janganlah kamu berlaku sebagaimana kamu
62
menghendaki, tetapi berlakulah sebagaimana yang telah
diterangkan oleh Allah.
Larangan untuk tidak memerangi musuh-musuh dalam
bulan-bulan haram. Yang dimaksud dengan bulan haram disini
ialah: Zulqaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab.
Larangan untuk tidak mengganggu binatang-binatang di
tanah haram, baik dengan merampas, menyembelih, atau mencuri
sebelum binatang itu samapi ke Ka‟bah. Juga larangan
mengganggu binatang yang telah diberi kalung di leher yaitu unta,
lembu, kambing, biri-biri, dan yang sejenisnya. Binatang-binatang
di tanah haram disebut dengan hadiah sebagai tanda kemuliaan.
Ada yang menyatakan, yang dimaksud dengan binatang yang
berkalung di lehernya adalah orang-orang kafir. Maka maknanya:
jangan kamu membunuh orang-orang kafir.
Tidak boleh membunuh orang-orang yang menuju Baitullah
atau mengganggu orang yang menuju ke tempat itu. Allah
mewajibkan semua orang muslim menjadikan muslim haji dan
tempat berhaji aman dan tenang bagi mereka yang melaksanakan
haji. Mereka (para haji) dating ke Baitul Haram untuk mencari
keutamaan Allah dan keridhaan-Nya. Diriwayatkan dari Qatadah
bahwa yang dimaksud dengan mereka yang mencari
kemasylahatan dunia dan kemasylahatan kehidupannya.
63
Perintah untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan,
yaitu segala rupa kebajikan yang dituntut syara‟ dan mampu
menumbuhkan ketenangan hati. Dan janganlah bertolong-tolongan
dalam perbuatan berdosa, yaitu sesuatu yang membawa durhaka
kepada Allah, sebagaimana kamu jangan bertolong-tolonglah
dalam permusuhan.
Al-Qur‟an menyuruh kita saling memberikan pertolongan
dalam segala sesuatu yang memberi manfaat kepada umat, baik
mengenai dunia maupun mengenai akhirat. Inilah sebabnya, badan-
badan sosialdan perkumpulan keagamaan sangat diperlukan dalam
masa kini.
Kegiatan memberi pertolongan pada awal kelahiran Islam
dilakukan tanpa bentuk organisasi, karena mereka terikat dengan
janji Allah. Pada masa sekarang kita perlu membentuk badan-
badan sosial agar seruan itu mendatangkan hasil (Teungku
Muhammad Hasbi, 2000: 1027-1029).
b. Surat al-Anfal ayat 73
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi
pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai Para muslimin)
tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu[625],
niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang
besar.” (Q.S. al-Anfal, 8: 73)
64
Pada ayat ini menjelaskan orang-orang kafir sesama mereka
saling membantu dalam menghadapi kaum muslim, meskipun
diantara mereka juga punya konflik dan saling bermusuhan.
Misalnya orang Yahudi di Hijaz sewaktu surat ini diturunkan,
mereka memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang-orang
musyrik dalam menghadapi Nabi dan para mukmin. Oleh
karenanya, kamu tidak patut menjadikan mereka sebagai teman
setia, walaupun ada diantara kamu dengan mereka yang memiliki
tali kekerabatan.
Perintah untuk kaum mukmin yaitu saling menolong satu
sama lain dalam menghadapi orang-orang kafir dan tidak
menyempurnakan (menepati) perjanjian yang telah kamu buat,
maka bias jadi timbul fitnah dalam masyarakat dan timbul
kerusakan yang besar (Teungku Muhammad Hasbi, 2000: 1613).
65
BAB IV
RELEVANSI NILAI SOSIAL
DALAM TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 71
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
A. Nilai-Nilai Sosial dalam Tafsir Surat at-Taubah ayat 71
Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia. Merupakan
suatu tindakan sosial yang dimungkinkan berlakunya melalui suatu
jaringan hubungan-hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan inilah
bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan-peranan individu di
dalamnyalah yang menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat.
Aspek-aspek sosial pendidikan dapat digambarkan memandang
ketergantungan individu-individu satu sama lain dalam proses belajar.
Semenjak dari masa sangat muda lagi kanak-kanak sudah harus mulai
mempelajari cara hidup yang begitu banyak macamnya, sehingga kadang-
kadang membingungkan. Cara hidup yang disebut kebudayaan itu tidak
dapat diwariskan secara biologis, selalu dipelajari oleh setiap individu
sendiri-sendiri (Hasan Langgulung, 1988: 17).
Sosial bertujuan salah satunya humanisasi yang dipengaruhi
kondisi dan situasi maka dimensi pendidikan sosial kemanusiaan
memahami kodratnya selaku individu dan makluk sosial yang mempunyai
hak dan kewajiban dalam menjalankan hidupnya.
66
1. Makna Sosial dalam Tafsir Surat at-Taubah ayat 71
Makna sosial dalam tafsir surat at-Taubah ayat 71 menjelaskan
tentang setiap mukmin laki-laki maupun perempuan adalah penolong
bagi sebagian yang lain. Maka dijelaskan di sini perbedaan yang
sangat besar diantara munafik dengan mu‟minin. Kalau pada orang
munafik terdapat perangai yang sama, kelakuan yang serupa, namun
diantara mereka sesama tidaklah ada pimpin-memimpin dan bimbing-
membimbing. Sebab masing-masing mementingkan diri sendiri, kalau
mereka bersatu sebab karena samanya kepentingan. Tetapi kalau ada
kesempatan, yang satu niscaya menghianati yang lain. Sedang orang
mu‟min tidak begitu. Mereka bersatu, pimpin-memimpin, bantu
membantu. Dipatrikan kesatuan mereka oleh kesatuan I‟tiqod, yaitu
percaya kepada Allah. Lantaran kesatuan bersama itu timbullah
ukhuwwah, yaitu persaudaraan. Tolong menolong, bantu membantu,
yang kaya mencintai yang miskin, yang miskin mendoakan yang kaya.
“Mereka menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah kepada
yang munkar”. Dengan semangat tolong-menolong, pimpin memimpin
itu mereka menegakkan amal dan membangun masyarakat Islam,
masyarakat orang yang beriman, laki-laki dan perempuan. Kalau ada
pekerjaan yang baik, yang ma‟ruf, semua menegakkan dan
mengingatkan. Dan kalau ada yang munkar, yang tidak patut,
semuanya menentang. Sehingga mereka mempunyai pandangan umum
yang baik. Tidak ada penghinaan kepada perempuan dari pihak laki-
67
laki dan tidak ada tangtangan buruk daari pihak perempuan kepada
laki-laki. Misalnya menuntut hak, sebab hak telah terbagi dengan adil.
“Dan mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat” karena dengan
mendirikan sholat mereka mendapat dua hubungan. Pertama hubungan
dengan Allah dalam ibadah, kedua hubungan dengan sesame mu‟min
dengan berjama‟ah. Dari berdirinya jamaah sholat itu, bertambah
suburlah amar ma‟ruf nahi munkar tadi. Sebab ukhuwah telah terpadu
dalam ibadah (Hamka, 1983: 276). Kemudian zakat marupakan hak
bagi bagi manusia lain yang lebih membutuhkan, seperti fakir dan
miskin.
Makna imlisit yang terkandung dalam tafsir surat at-Taubah ayat
71 adalah perintah Allah untuk semua orang mukmin baik laki-laki
maupun perempuan untuk bersikap baik terhadap sesama makhluk
Allah, terjalinnya persaudaraan dan komunikasi diantara ummat untuk
menuju hablumminallah yaitu hubungan baik manusia dengan Allah
Sang Pencipta dengan cara beribadah dengan baik.
2. Nilai-nilai Sosial dalam Tafsir Surat at-Taubah ayat 71
Nilai-nilai sosial adalah kebaikan yang terkandung dalam
pembelajaran cara berhubungan dengan sesama manusia yang
berpedoman dengan norma-norma yang ada. Dalam tafsir surat at-
Taubah yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa
pendidikan sosial dalam ayat tersebut yang meliputi saling tolong
menolong, mengajak kebaikan dan mencegah keburukan, serta
68
menunaikan zakat. Diantara nilai-nilai sosial yang terkandung di
dalamnya antara lain:
a. Stratifikasi sosial: perbedaan (diferensasi) yang berhubungan
dengan pengertian perbedaan tingkat, dimana anggota masyarakat
berada di dalamnya (Abdul Syani, 2002: 83).
Dalam kehidupan masyarakat biasanya selalu terdapat
perbedaan status antara orang satu dengan yang lainnya. Ada yang
mempunyai status sosial yang tinggi dan ada pula yang mempunyai
status sosial paling rendah dalam kehidupan masyarakat, sehingga
kalau dilihat dari bentuknya seakan-akan status manusia dalam
masyarakat itu berlapis-lapis dari atas ke bawah.
Stratifikasi sosial yang ditegaskan dalam at-Taubah ayat 71
adalah “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan”
penjelasan tafsir mengenai pendidikan sosial adalah sesungguhnya
manusia diciptakan secara biologis menjadi dua jenis yaitu laki-
laki dan perempuan yang masing-masing memiliki spesifik di
dalamnya yaitu tanggungjawab sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial.
Menurut tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab, yang
berbunyi “Dan orang-orang mukmin yang mantab imannya dan
terbukti kemantabannya melalui amal-amal saleh mereka, lelaki
dan perempuan, sebagian mereka dengan sebagian yang lain,
yakni menyatu hati mereka, dan senasib serta sepenanggungan
69
mereka”, terlihat jelas bahwa laki-laki dan perempuan memiliki
kedudukan yang sama sebagaimana Allah menjelaskan bahwa
semua manusia itu sama yang membedakan hanyalah amal dan
ketaqwaan mereka.
Dalam konsep pendidikan sosial seseorang harus dapat
memiliki sikap memahami orang lain, apabila seorang laki-laki
memahami kodratnya sebagai laki-laki dan dapat memahami
kodrat perempuan, dan apabila perempuan memahami kodratnya
sebagai perempuan dan memahami kodrat laki-laki. Karena setiap
manusia di mata Allah sama, tidak melihat dari segi kekuatan dia
sebagai laki-laki atau perempuan, maupun melihat dari segi
finansial, tetapi Allah hanya melihat dan membedakan hambanya
dalam urusan amal dan taqwa meraka.
Konsep tentang jender juga menunjuk kepada kenyataan
bahwa pria dan wanita menempati posisi yang berbeda-beda dalam
stratifikasi sosial. Di dalam kenyataannya, di dalam masyarakat
kita terdapat stratifikasi sosial yang didasarkan pada jender. Dalam
stratifikasi sosial itu wanita umumnya menempati posisi yang lebih
rendah dari pada pria, memperoleh penghasilan lebih rendah dari
pria, mendapat kebabasan yang lebih sedikit dari pria. Serta
menempati status sosial yang lebih rendah dari pada laki-laki
(Bernard Raho, 2016: 220).
70
Perempuan dan laki-laki tercipta secara biologis berbeda-
beda, dalam hal kedudukanpun laki-laki dan perempuan terdapat
stratifikasi sosial yang membuat laki-laki lebih tinggi
kedudukannya dibanding perempuan. Akan tetapi, laki-laki yang
memahami kodratnya sebagai laki-laki, dan menghargai kodrat
perempuan, seorang laki-laki tersebut akan lebih menghormati dan
menghargai kodrat perempuan, sebaliknya seorang perempuan
yang memahami kodratnya sebagai perempuan, dan menghargai
kodrat laki-laki, perempuan tersebut akan lebih menghormati laki-
laki. Seperti contoh dalam kehidupan rumah tangga, laki-laki yang
menghargai pendapat istrinya, akan lebih membebaskan istrinya
untuk berkarir sesuai dengan keinginan istri tersebut. Bagitupun
sebaliknya perempuan yang menghargai dan menghormati
suaminya, apabila sudah diberikan kesempatan untuk berkarir,
tetap seorang istri tidak akan meninggalkan kewajibannya untuk
mengurus suami dan anak-anaknya.
b. Demokratis: cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain (Bernard Raho,
2016: 135).
Bahwa di dalam pendidikan sosial terdapat demokratis,
memahami hak dan kewajibannya baik secara individu maupun
secara sosial hal itu diejawantahkan dalam proses berfikirnya dan
bersikap. Dalam surat at-Taubah ayat 71 bahwa “sebahagian
71
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain” itu
juga di tegaskan disini laki-laki dan perempuan memiliki
persamaan dan perbedaan sesuai dengan kodratnya masing-masing
sehingga ketika ada hak dan kewajiban yang sifatnya itu biologis
masing-masing berbeda, maka masing-masing dari laki-laki dan
perempuan tersebut bisa bersifat demokratis, bukan maksud disini
tidak adil, akan tetapi dia bisa menempatkan posisinya
sebagaimana hak dan kewajibannya. “Mendirikan sholat,
menunaikan zakat” mendirikan solat sebagaimana tugas manusia
sebagai makhluk Allah harus taat kepada Allah (hablum mina
Allah) dan menunaikan zakat sebaimana kewajiban dia sebagai
makhluk sosial (hablum minannas).
Seperti dijelaskan dalam tafsir Muyassar karya „Aidh al-
Qarni bahwa “orang-orang yang beriman laki-laki dan peremuan
adalah satu golongan. Mereka saling tolong menolong dalam
kebaikan dan takwa, saling mengasihi dan membantu satu sama
lain”, sebagaimana firman Allah:
72
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan
bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-
ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila
kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu.
dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat
berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah: 2).
Manusia hidup di muka bumi ini tidaklah sendirian, mereka
hidup bersama-sama dan saling membutuhkan, mereka wajib
memberikan pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkan
bantuan, karena suatu saat nanti orang yang memberikan bantuan
tersebut juga akan membutuhkan bantuan orang lain.
Dalam al-Qur‟an surat at-Taubah ayat 71, terdapat perintah
Allah bagi manusia untuk mendirikan sholat dan menunaikan
zakat, perintah tersebut merupakan kewajiban bagi setiap orang
muslim baik laki-laki maupun perempuan. Seperti dalam firman
Allah:
73
“(15.) Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada
dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, (16.) sambil
menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka
sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.
(17.) di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. (18.) dan
selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. (19.)
dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Adz-
Dzariat:15-19).
Dalam ayat di atas, terdapat kata di dalam harta orang yang
kaya terdapat hak-hak untuk orang miskin yang membutuhkan dan
meminta pertolongan, oleh karena itu disebabkan adanya
kawajiban zakat bagi seluruh muslim laki-laki maupun perempuan
yang mana zakat merupakan hak fakir miskin, dan lain-lain.
c. Bersahabat dan komunikatif: sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk membangun suasana persaudaraan dan relasi dengan
orang-orang lain (Bernard Raho, 2016: 135).
Secara singkat interaksi diartikan sebagai proses dimana
orang-orang yang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam
pikiran dan dalam tindakan. Hal yang terpenting dalam proses itu
ialah adanya pengaruh timbal balik. Contoh interaksi ialah apabila
A dan B sedang bercakap-cakap. A berbicara dan B mendengar.
74
Kemudian B berbicara dan A mendengar, dan seterusnya. Proses
interaksi itu dapat dipahami dari kata interaksi itu sendiri. Secara
etimologis, interaksi terdiri dari dua kata, yakni action (aksi) dan
inter (antara). Jadi, interaksi adalah tindakan yang dilakukan di
antara dua atau lebih orang atau tindakan yang berbalas-balasan
(Bernard Raho, 2016: 63).
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa: Setelah Allah
menceritakan sifat kaum munafik yang tercela, maka Dia
menggabungkannya dengan menceritakan sifat-sifat kaum
mukminin yang terpuji. Maka Dia berfirman, „Dan orang-orang
yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan, sebagian mereka
merupakan penolong bagi sebagian yang lain”, yakni mereka
saking menolong dan mendukung. Dalam Shahih dikatakan (475),
“Perumpamaan kaum mukminin dalam hal mereka saling
mencintai dan menyayangi adalah seperti tubuh yang satu. Jika
salah satu organnya mengadu, maka organ tubuh lainnya memberi
perhatian lewat demam dan tidak tidur”.
Memerintah seseorang untuk mengerjakan kebaikan
termasuk dari kepedulian sosial yang baik, dan termasuk
mengandung unsur di dalamnya ibadah. Seperti contoh
mengumandangkan adzan, dimana adzan adalah seruan bagi kaum
muslim untuk mengerjakan sholat dan meninggalkan untuk
sementra pekerjaan yang berbau duniawi.
75
Dalam Islam terdapat berbagai syiar keagamaan serta
bermacam-macam kebaktian yang wajib dilaksakan oleh masyrakat
ramai dan wajib pula dilindungi keseluruhannya. Inilah yang
disebut fardlu kifayah dalam masalah peribdatan, seperti
mensholatkan jenazah. Seseorang Islam itu apabila meninggal
dunia, maka masyarakat diwajibkan mengkafani, mensholatkan,
dan menguburnya. Karena itu sekiranya dari seluruh masyarakat
itu belum ada seorang pun yang mengerjakannya, tentulah berdosa
semuanya.
Termasuk dalam bidang ini pula seperti adzan untuk sholat,
mendirikan shalat jama‟ah dalam lima waktu sholat, mendirikan
shalat jum‟ah dan lain sebagainya. Masyarakat harus memberikan
pengayoman dalam pelaksanaan semuanya itu sebagai salah satu
amalan dari rangkaian amalan kehidupan ruhaniyah yang
dengannya tadi akan merasa berbahagialah seluruh ummat
(Musthafa Husni, 1993: 217).
d. Cinta damai: sikap dan tindakan yang mendorong untuk tidak
menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
tetapi melalui dialog (Bernard Raho, 2016: 135).
“Menyuruh (mengerjakan) yang ma‟ruf” karena setiap
kebaikan itu akan mengarah kepada kedamaian. Perintah untuk
menyuruh melakukan hal baik kepada orang yang ada disekitar kita
sangatlah jelas diperintahkan Allah dalam surat at-Taubah ayat 71
76
tersebut, akan tetapi memerintah untuk melakukan hal yang baik,
pula harus dengan cara yang baik pula. Seperti dalam firman Allah
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. an-Nahl:
125).
e. Peduli lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya umtuk memperbaiki kerusakan yang
sudah terjadi (Bernard Raho, 2016: 136).
“Mencegah dari yang munkar”
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar). (Ar-Rum: 41)
Dijelaskan dalam tafsir Muyassar yang menerangkan bawa
“Orang yang beriman baik laki-laki dan perempuan yang
77
menyuruh kepada perbuatan ma‟ruf yang disyariatkan berupa amal
sholeh, ucapan yang baik, dan akhlak yang luhur, melarang segala
bentuk perbuatan mungkar berupa tutur kata yang keji, perbuatan
jahat, atau perilaku yang buruk”.
Kalau ada kepedulian terhadap lingkungan itu jelas
melaksanakan nahi munkar kerena membuang sampah
sembarangan, tidak peduli terhadap lingkungan dampak sosial,
baik itu dhohir dan batin, dampak sosial dari lingkungan yang
nyata dari membuang samaph sembarangan akan menyebabkan
lingkungan tidak nyaman dan tidak kondusif, dan dampak secara
batin tidak tertib, mengganggu ketertiban masyarakat, melanggar
norma aturan, merusak lingkungan.
f. Peduli sosial: sikap dan tindakan yang selalu memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan (Bernard
Raho, 2016: 136)
Segala sesuatu yang dapat memberikan kemanfaatannya
oleh masyarakat, baik yang berupa amalan duniawiyah atau
keagamaan, baik dari segi politik atau perekonomian, baik dalam
bidang perdagangan atau pertanian, baik dalam urusan ilmu
pengetahuan atau kebudayaan, semuanya itu termasuk dalam
pengertian kebajikan yang sangat dicintai Allah dan dianjurkan
supaya dilakukan oleh segenap hamba-Nya. Bahkan diserukan
78
supaya mereka suka bergotong royong dalam mengusahakan
kemajuannya.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
د الرمحن بن اخلضر اخلوالين ثنا أبو الفرج حممد بن سعيد بن أخربنا أبو حممد عبعبدان ثنا عبد اهلل بن حممد البغوي ثنا أمحد بن إبراىيم املوصلي قال أما ترى كنا مع املأمون بالشماسية وإىل جنبو حيىي بن أكثم فنظر إىل الناس فقال ليحىي أما
سول اهلل صلى اهلل ترى حدثين يوسف بن عطية عن ثابت عن أنس قال قال ر عليو و سلم : اخللق كلهم عيال اهلل فأحبهم إليو أنفعهم لعيالو
Abu Muhammad Abdul Ar-Rahman bin Al-Khuḍr Al-Khaulaniy
menceritakan kepada kami, Abu Al-Farj bin Sa‟īd bin Abdān,
Abdullāh bin Muhammad Al-Bagawi, Ahmad bin Ibrāhīm Al-
Mauṣali ia berkata: “apakah kamu tidak melihat?”. Kami sedang
bersama Makmun dari syamsy, dan Yahya bin Aktsam berada
disamping Rasul. Kemudian Rasul melihat kepada orang-orang
dan berkata “apakah kamu tidak melihat?”. Yūsuf bin „Aṭiyyah
telah menceritakan kepadaku dari Ṡābit dari Anas ia berkata,
Rasulullah Saw bersabda: Seluruh makhluk ini adalah hamba
Allah, sedang yang tercinta di sisi Allah di antara mereka itu ialah
yang paling banyak memberikan kemanfaatan kepada sesama
hamba Allah” (H.R. Bazar). (ZainuddinAbd. Rauf Al-Manawi, Juz
1:1085)
g. Norma sosial: kekuatan dari serangkaian peraturan umum, baik
tertulis maupun tidak tertulis, mengenai tingkah laku atau
perbuatan manusia yang menurut penilaian anggota kelompok
masyarakatnya sebagai sesuatu yang baik atau buruk, pantas atau
tidak pantas (Abdul Syani, 2002: 55).
Dalam penjelasan tafsir al-Maraghi bahwasanya:
79
Allah menjanjikan bagi mereka rahmat-Nya di dunia dan di
akhirat, karena mereka terus menerus mentaati Allah dan Rosul-
Nya. Berbeda dengan kaum munafik, Allah akan melupakan dan
mengutuk mereka.
Balasan dari Allah baik saat di dunia maupun di akhirat
merupakan wajud dari aturan yang ada, bahwa segala sesuatu yang
diperbuat manusia pasti ada timbal baliknya, baik itu dari segi
masyarakat dimana seseorang yang menerapkan perilaku sosial dan
aturan sosial secara baik akan lebih dihargai di masyarakat, dan
lebih dihadapan Allah.
Jadi semua amalan yang bermanfaat untuk masyarakat
manusia itu pasti dicintai oleh Allah, sebab semua termasuk
kebajikan yang kita diwajibkan dan diperintah untuk bergotong
royong dan bersatu guna merealisasikan itu.
B. Relevansi Nilai Sosial dalam Tafsir Surat at-Taubah ayat 71 terhadap
Pendidikan Islam
1. Sosial dan Ruang Lingkupnya dalam Pendidikan Islam
Proses sosial, merupakan aspek dinamis dari kehidupan
masyarakat. Di mana di dalamnya terdapat suatu proses hubungan
antara manusia satu dengan yang lainnya. Proses hubungan tersebut
berupa antar aksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
secara terus-menerus. Antar aksi (interaksi) sosial, dimaksudkan
sebagai pengaruh timbal balik antara dua belah pihak, yaitu antara
80
individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka
mencapai atau tujuan tertentu. Proses sosial pada dasarnya merupakan
siklus perkembangan dari stuktul sosial yang merupakan aspek
dinamis dalam kehidupan masyarakat (Abdul Syani, 2002: 151).
Sosial merupakan aspek penting dalam pendidikan Islam
karena manusia menurut tabiatnya, dalam arti sesuai dengan hukum
penciptaan Allah, adalah makhluk sosial:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mesngetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. al-Hujarat: 13) (Hery
Noer Aly, 2003: 97).
Menurut Omar Mohammad dalam bukunya Falsafah
Pendidikan Islam, di samping kumpulan tujuan individual atau tujuan
yang berkaitan dengan pembinaan individu yang ingin dicapai oleh
pendidikan Islam dengan segala alat yang dimilikinya, maka ada
sekumpulan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh pendidikan
Islam, yaitu tujuan-tujuan sosial atau tujuan-tujuan yang berkaitan
dengan pembinaan masyarakat Islam dan mengangkatnya dari segi
spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik. Pendidikan Islam
81
serupa dengan pendidikan modern bahwa ia merupakan proses
individual dan sosial dalam waktu dalam waktu yang sama, dan
selanjutnya perhatian tertumpu pada individu dan masyarakat
sekaligus. Ia berusaha keras untuk mengembangkannya dan
mengadakan perubahan yang dikehendaki pada hidupnya dan
memperbaiki keadaannya. Tujuan sosial umum yang ingin dicapai oleh
pendidikan Islam. Tujuan-tujuan itu adalah sebagai berikut:
a. Memperkokoh kehidupan agama dan spiritual pada umat dan
membina masyarakat Islam yang sehat, di mana nilai-nilai agama
dan akhlak akan menang, kebudayaan Islam dihargai, fahaman
yang betul tentang prinsip-prinsip agama, ajaran-ajaran dan
hukum-hukumnya menonjol, fahaman yang betul terpantul pada
tingkah laku individu-individu dan pada cara-cara hidup pergaulan
yang berjalan padanya, pelaksanaan hokum-hukum syariat pada
segala aspek kehidupan, berlaku keseimbangan antara kemajuan
materi dan kemajuan spiritual, terbentuk pendapat umum yang
mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kejahatan,
memerintahkan yang makruf dan mencegah yang munkar.
b. Mencaapi kebangkitan ilmiah, kebudayaan dan kesenian dalam
negeri-negeri berdasar pada prinsip-prinsip agama dan dasar-dasar
akhlaknya.
c. Pembinaan masyarakat Islam yang mulia dan berpadu, berdiri di
atas prinsip-prinsip agama, dan akhlak yang terlaksana keadilan,
82
peluang yang sama, perpaduan, sempitnya jurang perbedaan, dan
kerjasama antara golongan-golongan dan individu-individu dalam
masyarakat.
d. Pembinaan masyrakat yang kuat dan maju dari segi ekonomi, di
mana berlaku perancanaan ekonomi dan sosial yang menyeluruh
dan lengkap-melengkapi yang memberi respon terhadap
kebutuhan-kebutuhan umat Islam dan sesuai dengan kemampuan-
kemampuan materi dan manusianya.
e. Pembinaan masyarakat Islam yang kuat, bersatu padu dalam
berisan; penuh dengan rasa sepakat, serasi, kebebasan fikiran dan
akidah; toleransi, rasa setia terhadap agama, dan peninggalan-
peninggalan pemimpin-pemimpin dulu.
f. Turut serta melaksanakan perdamaian dunia berdasarkan
kebenaran, keadilan, toleransi, saling mengerti, kerjasama, saling
hormat- menghormati (Omar Mohammad, 1979: 465-473).
2. Hubungan Pendidikan Islam dengan Sosial dalam Tafsir Surat at-
Taubah ayat 71
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang sangat
dibutuhkan dalam lingkungan masyarakat muslim, baik itu di sekolah,
madrasah, pondok pesantren maupun pada lingkungan keluarga dan
masyarakat disekitarnya, dengan pendidikan Islam lah seseorang
mampu melakukan kehidupan yang sesuai dengan tuntunan Islam.
83
Isi pertama pendidikan Islam berkaitan dengan sebuah tujuan
besar, yaitu beriman kepada Allah serta menjalin hubungan individu,
masyarakat, dan umat manusia dengan al-Khaliq sehingga kehidupan
menjadi bertujuan dan memiliki orientasi yang jelas di jalan yang
benar menuju rida Allah.
Isi pendidikan Islam selanjutnya ialah amal sholeh, saling
mengingatkaan agar menaati kebenaran (isi ini sejalan dengan ilmu
yang bertujuan menyingkap hakikat dan mencari kebenaran), dan
saling mengingatkan agar menetapi kesabaran (isi ini melambangkan
pendidikan akhlak, karena kesabaran merupakan inti akhlak yang
disebut di dalam al-Qur‟an lebih dari seratus kali). Isi pendidikan
Islam yang terakhir ialah pendidikan social, mencakup kerja sama
dalam menumbuhkan keimanan dan amal sholeh serta saling
mengingatkan agar menaati kebenaran dan menetapi kesabaran (Herry
Noer Aly, Munzier, 2003: 68-69).
Dalam masyarakat Islam seseorang tidak akan pernah lepas
dengan kehidupan sosial, karena hubungan manusia dengan Allah
(hablumminallah) secara baik dengan melakukan ibadah secara rajin
dan khusu‟ saja tidak cukup, manusia perlu melakukan interaksi yang
baik dengan manusia lain (hablumminannas) baik dengan cara
silaturahim, bergotong royong, tolong menolong, saling mengingatkan
dalam hal kebaikan dan mencegah perbuatan yang munkar. Seperti
yang tertera dalam tafsir surat at-Taubah ayat 71.
84
Kehidupan sosial menurut Islam didasarkan pada keluhuran budi
dan ketinggian akhlak, bahkan hal ini dianggap sebagai salah satu
bagian penting dalam akidah. Penetapan-penetapan yang dimaksudkan
untuk menjamin hak asasi manusia serta yang meliputi penayoman
masyarakat, salah suatu corak sosial yang memerangi kemiskinan,
kesakitan, kebodohan, ketakutan dan kehinaan (Musthafa Husni, 1998:
314).
3. Bentuk Relevansi Nilai Sosial dalam Tafsir Surat at-Taubah ayat 71
terhadap Pendidikan Islam
a. Tolong Menolong
Setiap manusia hendaknya mempunyai perasaan yang serba
baik terhadap orang-orang lain, seperti perasaan mencintai, belas
kasihan, bergaul dengan penuh kesopanan, dan harmonis,
bergotong royong dalam menyempurnakan kehidupan, dikala suka
dan duka (Musthafa Husni, 1998: 210).
Dalam al-Qur‟an menganjurkan untuk senantiasa tolong
menolong dan melarang keras untuk hidup sendiri-sendiri atau
rendah merendahkan, seperti dalam firman Allah:
85
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar
syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan
binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah
sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
(Q.S. Al-Maidah: 2).
Seperti dijelaskan dalam tafsir al-Maraghi karya Ahmad
Mustafa al-Maraghi pada penjelasan tafsir surat at-Taubah ayat 71,
bahwasanya dalam menggambarkan kaum Mu‟minin, Allah
berfirman: ba‟duhun awliya‟u ba‟din „sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain‟. Sedangkan dalam
menggambarkan kaum munafik, Dia berfirman: ba‟duhun min
ba‟din „sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama‟. Sebab
diantara kaum Mu‟minin terdapat rasa persaudaraan, kecintaan,
saling tolong menolong dan saling mengasihi
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling
sempurna. Akan tetapi dengan kesempurnaannya manusia tidak
dapat hidup sendiri, manusia sesalu membutuhkan orang lain
86
dalam hal apapun seperti berinteraksi, belajar, bekerja, maupun
tolong menolong, dengan hala itulah manusia disenut sebagai
makhluk sosial, tanpa orang lain mustahil manusia bisa hidup
sendiri.
Apabila seseorang yang lapar, haus atau sakit, sehingga
hampir akan tewas, maka wajiblah orang yang mengetahui itu
untuk segera memberikan pertolongannya. Andaikata orang ini
mempunyai kelebihan makanan, minuman, obat atau uang yang
dapat digunakan membeli sesuatu yang dapat menyelamatkan
orang tadi, supaya tidak sampai meninggal dunia, maka orang yang
mempunyai tadi wajib memberikannya (Musthafa Husni, 1998:
226).
Demikian pula halnya kalau seseorang menemukan orang
atau anak terlantardi jalanan dan lain-lain yang sudah hamper mati,
juga orang yang buta yang hamper terjerumus dalam sumur, maka
hukumnya ini adalah sama dengan hukumnya memberi
pertolongan kepada orang yang sedang tenggelam (Musthafa
Husni, 1998: 228).
Dalam pendidikan Islam mengajarkan sikap untuk saling
membantu antar sesama karena kita hidup di dunia ini tidaklah
sendiri, dan semua manusia sama di hadapan Allah SWT. Tolong
menolong merupakan kewajiban bagi setiap mukmin kepada
sesama mukmin lainnya untuk saling membantu, mengasihi, dan
87
menghargai antara sesama ummat Islam. Dengan adanya sikap
toleransi tersebut, ummat Islam akan lebih damai dan mengahargai
antar semama.
b. Mengajak kepada Kebaikan dan Mencegah Keburukan
Islam menganjurkan supaya setiap orang mencintai
keadilan, berbuat kebaikan, sebeimana Islam juga melarang
berlaku aniaya, curang atau berbuat kejahatan. Allah Ta‟ala
berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”
(An-Nahl: 90).
Islam mewajibkan beramar ma‟ruf nahi munkar, (mengajak
kepada kebaikan dan melarang keburukan). Ma‟ruf atau kebaikan
ialah segala sesuatu yang diperintahkan oleh syariat dan dianggap
baik oleh perikemanusiaan sedang munkar atau keburukan ialah
segala sesuatu yang tidak dibenarkan oleh syariat, seperti
menganiaya, melanggar hak orang, tidak menetapi kewajiban dan
yang dianggap tidak baik oleh perikemanusiaan seperti hati batu,
88
tidak menaruh belas kasihan kepada orang lain, kikir dan
sebagainya (Musthafa Husni, 1998: 288).
Allah Ta‟ala berfirman:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang
beruntung”.
Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsirnya al-Mishbah,
pada penjelasan tafsir surat at-Taubah ayat 71, “Dan orang-orang
mukmin yang mantab imannya dan terbukti kemantabannya melalui
amal-amal saleh mereka, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
dengan sebagian yang lain, yakni menyatu hati mereka, dan senasib
serta sepenanggungan mereka, sehingga sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain dalam segala urusan dan
kebutuhan mereka. Bukti kemantapan iman mereka adalah mereka
menyuruh melakukan yang ma‟ruf, mencegah perbuatan yang
munkar”.
Sebaik-baiknya amar ma‟ruf dan nahi mungkar ialah
apabila dilakukan terhadap kaum penganiaya atau orang-orang
89
yang sudah berkuasa yang tidak suka melaksanakan syariat-syariat
Allah, sehingga dengan seenaknya saja makan harta rakyat,
melakukan peramparan hak mereka atau penganiyaan, tidak suka
berlaku adil antara sesama orang yang di bawah pelindungannya
(Musthafa Husni, 1998: 289). Sebagaimana yang disabdakan oleh
Nabi Besar Muhammad SAW dalam salah satu hadits yang
berbunyi:
ثنا ثنا يزيد بن ىارون، أخربنا إسرائيل، حد ، حد ثنا حممد بن عبادة الواسطي حد
حممد بن جحادة، عن عطية العوف
، قال: قال رسول اهلل : "أفضل -صلى اهلل عليو وسلم -عن أيب سعيد اخلدري
"-جائر أو أمرب -اجلهاد كلمة عدل عند سلطان جائر
Muhammad bin „Ubbādah Al-Wasaṭi menceritakan kepada kami,
Yazīd bin Hārūn menceritakan kepada kami, Isrāīl
memberitahukan kepada kami, Muhammad bin Juḥādah
menceritakan kepada kami, dari „Aṭiyyah Al-„Aufiy, dari Abu Sa‟īd
Al-Khudriy berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Seutama-utama
jihad ialah mengatakan kalimat yang haq (benar) di hadapan
Sultan (pemerintah) yang curang”. (H.R. Ibnu Majah) (Jalaluddin,
Juz 1: 1246)
c. Sholat
Shalat adalah ibadah yang terdiri dari perkataan dan
perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi Allah Ta‟ala
dan disudahi dengan memberi salam. Shalat dalam agama Islam
menempati kedudukan yang tak dapat ditandingioleh ibadah
manapun. Ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak
90
kecuali dengan itu (Sayyid Sabiq, 1973: 205). Bersabda Rosulullah
SAW:
عاين، عن معمر، عن ث نا عبد اللو بن معاذ الصن ث نا ابن أيب عمر قال: حد حدعاصم بن أيب النجود، عن أيب وائل، عن معاذ بن جبل، قال: كنت مع النيب
[ ونن نسري، 21صلى اللو عليو وسلم ف سفر، فأصبحت ي وما قريبا منو ]ص:لقد »ف قلت: يا رسول اللو أخربين بعمل يدخلين اجلنة وي باعدين عن النار، قال:
ره اللو عليو، ت عبد اللو وال تشرك بو سألتين عن عظيم، وإ نو ليسري على من يسث قال: " أال «شيئا، وتقيم الصلة، وت ؤت الزكاة، وتصوم رمضان، وتج الب يت
وم جن : الص اء أدلك على أب واب اخلري
ة، والصدقة تطفئ اخلطيئة كما يطفئ املالنار، وصلة الرجل من جوف الليل " قال: ث تل }ت تجاف جنوب هم عن
ضاجع{ ]السجدة:
أال »ث قال: [21[، حت ب لغ }ي عملون{ ]السجدة: 21امل؟ ق لت: ب لى يا رسول اللو، قال: «خربك برأس األمر كلو وعموده، وذروة سنامو أ
«رأس األمر اإلسلم، وعموده الصلة، وذروة سنامو اجلهاد »
“Ibnu Abi „Umar menceritakan kepada kami, ia berkata: „Abdullāh
bin Mu‟āẓ Aṣ-Ṣan‟āniy menceritakan kepada kami, dari Ma‟mar,
dari „Āṣim bin Abu An-Najūd, dari Abu Wāil, dari Mu‟āẓ bin
Jabal, berkata: “aku bersama Nabi Saw pada suatu
perjalanan,maka pada suatu hari aku berada dekat dengan
dengannya [h: 12] lalu kami berpapasan, kemudian aku bertanya:
Ya Rasulallah, beritahukan kepadaku tentang amal yang bisa
memasukkanku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka.
Kemudian beliau menjawab:sungguh kamu telah bertanya
kepadaku tentang sesuatu yang sangat agung. Sesungguhnya hal
itu akan mudah bagi orang yang diberikan kemudahan oleh Allah
kepadanya, sembahlah (ibadah kepada) Allah dan jangan
menyekutukannya, dirikanlah salat, tunaikanlah zakat,
berpuasalah di bulan Ramadan, dan laksanakan haji di Baitullah
(Makkah). Kemudian Rasulullah bersabda: “bukankah aku telah
menunjukkan kepadamu tentang pintu-pintu kebaikan: Puasa
adalah benteng, Sadaqah akan mematikan (menghapus) kesalahan
sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di
tengah malam (qiyamullail)” Rasulullah bersabda: kemudian
membacakan ayat ضاجع ت تجاف جنوب هم
عن امل (artinya: lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya) [As-Sajdah: 16], sampai kepada
91
lafaz ي عملون ( artinya: mereka kerjakan)[As-Sajdah: 17] Kemudian
Rasulullah bertanya: “bukankah telah ku kabarkan kepadamu
tentang pokok dari segala hal dan tiangnya,serta puncak dari
islam.? Kemudian aku menjawab: iya ya Rasulallah. Rasulullah
bersabda: Pokok urusan ialah Islam, sedang tiangnya ialah
salat, dan puncaknya adalah berjuang di jalan Allah”.(H.R.
Thobroni) (Jalaluddin, Juz 2: 4373).
Sholat adalah rukun Islam yang ke-dua setelah shahadat,
merupakan kewajiban setiap orang muslim, dan apabila muslim
tidak melaksanakan sholat akan mendapatkan dosa. Sholat
mempunyai banyak manfaat untuk tubuh dan kejiwaan seorang
muslim, diantaranya seperti Firman Allah yang berbunyi:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (Q.S. Al-Ankabut: 45).
Sholat akan lebih menenangkan hati, pikiran serta jiwa kita,
dan sejenak kita akan istirahat dari apa yang kegiatan kita sehari-
hari. Sholat juga mencegah kita dari perbuatan yang buruk, karena
kita sadar bahwa kita adalah hamba Allah yang lemah. Sholat yang
dilakukan dengan cara bersama-sama „jama‟ah‟ akan lebih
membuat jiwa emosianal kita lebih stabil dengan cara sholat
92
bersama-sama, dan akan memupuk tali persaudaraan dengan cara
berjamaah.
Seperti dijelaskan Muhammad Hasbi dalam tarsir al-
Qur‟anul Majid pada penjelasan tafsir surat at-Taubah ayat 71,
orang-orang mukmin mendirikan sembahyang dengan sebaik-
baiknya dan secukup-cukupnya, serta menyempurnakan rukun dan
syaratnya. Selain itu juga berlaku khusuk dan hatinya bermunajat
(berkomunikasi) kepada Allah.
Pendidikan Islam mengajarkan dengan baik bagaimana
seseorang melakukan sholat dengan aturan rukun dan syarat shat,
serta dilakukan dengan cara khusu‟, dengan sholat yang merupakan
landasan dari Islam, dengan sholat pula seseorang akan lebih bisa
menjaga agamanya.
Firman Allah yang menjelaskan agar kita selalu pasrah dan
tawakkal setelah ikhtiyar yang kita lakukan yaitu dengan sholat
dan sabar,
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan
Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu'” (Q.S. Al-Baqoroh: 45).
Adapun hakikat dari shalat sangat besar pengaruhnya, baik
bagi yang mengerjakannya juga bagi masyarakat. Sebab realitas
dari shalat itu akan tumbuh sifat-sifat kesosialan manusia yang
dapat memberikan manfaat bagi kehidupan di masyarakat. Karena
93
dengan shalat selain mengikat diri seorang hamba dengan
penciptanya juga melalui shalat akan bersatunya dalam suatu
ikatan akidah, tidak aka nada perpecahan diantara sesame,
sepanjang mereka taat dan patuh dalam melaksanakan shalat,
dalam shalat juga akan terciptanya sifat tolong menolong, belas
kasihan, persamaan dan kerukunan diantara mereka.
d. Zakat
Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi, yaitu
dimensi hablum minallah atau dimensi vertical dan dimensi
hablum minannaas atau dimensi horizontal. Ibadah zakat bila
ditunaikan dengan baik, akan meningkatkan kualitas keimanan,
membersihkan dan menyucikan jiwa, dan mengembangkan serta
memberkahkan harta yang dimiliki. Jika dikelola dengan baik,
zakat akan mampu meningkatkan kesejahteraan ummat.
Zakat adalah adalah ibadah maaliyyah ijtima‟iyyah yang
memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan, baik
dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan
kesejahteraan umat. Segai suatu ibadah pokok, zakat merupakan
rukun ketiga dari rukun Islam yang lima. Di dalam al-Qur‟an
terdapat dua puluh tujuh ayat yang menerangkan kewajiban sholat
dengan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata (Didin
Hafidhuddin, 2002: 1).
94
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung
hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang
berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya
(mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi
masyarakat keseluruhan.
Dalam tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustafa al-Maraghi,
pada penjelasan tafsir surat at-Taubah ayat 71, bahwasanya mereka
(kaum mukmin) mengeluarkan zakat yang diwajibkan atas mereka
dan sedekah tatawwu‟ (sukarela) yang mereka diberkati untuk itu.
Hikmah dan manfaat tersebut antara lain:
1.) Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa
kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan
materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus
membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki.
Firman Allah dalam surat Ibrahim: 7,
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
2.) Karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi
untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama
95
fakir miskin, kea rah kehidupan yang lebih baik dan lebih
sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT,
terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat
iri, dengki dan hasad yang timbul dari kalangan mereka ketika
mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak.
Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan
para mustahik, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif
dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan
kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan
ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi
miskin dan menderita.
3.) Sebagai pilar amal bersama (jama‟i) antara orang-orang kaya
yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh
waktunya digunakan untuk berjibad di jalan Allah, yang karena
kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan
kesempatan untuk berusaha dan berikhtiyar bagi kepentingan
nafkah diri dan keluarganya.
Zakat merupakan salah satu bentuk konkrit dari jaminan
sosial yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui syariat
zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin, dan orang-orang
menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik.
96
4.) Salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana
ibadah, pendidikan, sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana
pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim.
5.) Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat
itu bukan membersihkan harta yang kotor akan tetapi
mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang
kita usahakan dengan baik dan benar (Didin Hafidhuddin,
2002: 13).
Zakat itu wajib untuk uang tunai, harta dagangan dengan
dua setengah persennya, untuk ternak hamper sebanyak itu pula,
untuk tanaman dan buah-buahan, apabila letaknya itu di tanah yang
mendapatkan pengairan dengan mudah, tanpa mengeluarkan
perongkosan, zakatnya sebanyak sepersepuluhnya, sedang kalau
pengairannya dilakukan dengan alat atau dengan lain-lain yang
mengeluarkan perongkosan, maka zakatnya adalah sebanyak
separuh dari sepersepuluh itu. Yang dari dengan tanpa
perongkosan itu misalnya dengan air sungai, air hujan, dari mata
air dan sebagainya. Zakat-zakat sebagaimana yang diwajibkan itu
ialah apabila telah cukup nishabnya menurut peraturan syariat.
Zakat juga diwajibkan bagi emas yang sudah cukup nishabnya
yaitu sebanyak 20 miskal atau duaratus derham perak, dengan
syarat keduanya itu telah berjalan setahun lamanya.
97
Sebenarnya ini adalah lebih dari kebutuhan-kebutuhan
manusia yang pokok yakni yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
Oleh sebab itu, tidaklah termasuk untuk diwajibkan zakatnya
seperti rumah keduaman, pakaian-pakaian, yang diperlukan,
makanan yang disimpan untuk persediaan keluarga, senjata yang
khusus, kendaraan, kitab-kitab pengetahuan selain yang
diperdagangkan, alat-alat pekerjaan tanggan yang digunakan untuk
bekerja semacam gergaji, beliang, pengkur, meteran dan lain-lain
(Musthafa Husni, 1998: 237).
Zakat merupakan motor penggerak dalam menunjukkan
sosiladaritas, mahabbah dan ukhuwah islamiyyah diantara sesame
muslim sehingga hal-hal yang diinginkan oleh agama Islam akan
terwujud secara nyata dan konkrit.
Kewajiban zakat ditetapkan dan al-Qur‟an menyatakan
bahwa zakat adalah haknya kaum faqir miskin, kejadian ini terjadi
sekitar pada tahun 620 M. Zakat wajib diserahkan kepada
golongan-golonganyang telah ditentukan sebagaimana yang tertera
dalam nash al-Qur‟an dalam firman Allah:
98
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. at-
Taubah: 60).
Yang berhak menerima zakat ialah:
1.) Orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak
mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi
penghidupannya.
2.) Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan
dalam Keadaan kekurangan.
3.) Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan
dan membagikan zakat.
4.) Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang
yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5.) Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan
Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6.) Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk
kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup
membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk
memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu
dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
99
7.) Pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan
Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang
berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-
kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit
dan lain-lain.
8.) Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat
mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya (Supiana, 2001:
77).
Selain sebagai kewajiban seorang muslim yang mampu
untuk menunaikan zakat, zakat juga merupakan hak mereka yang
membutuhkan seperti fakir dan miskin, karena dalam harta yang
kita miliki, terdapat hak para fakir miskin serta orang-orang yang
lebih membutuhkan lainnya.
100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam uraian bab empat, maka
sebagaimana rumusan masalah pada skripsi ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Nilai Pendidikan Sosial dalam Surat at-Taubah ayat 71
Salah satu ayat dalam al-Qur‟an yang membahas tentang nilai-nilai
pendidikan sosial yaitu surat at-Taubah ayat 71, dimana dalam tafsir
surat tersebut menjelaskan tentang sikap tolong menolong tehadap
sesama mukmin baik laki-laki maupun perempuan, amar ma‟ruf nahi
munkar yaitu mengajak kepada kebaikan serta mencegah keburukan,
mendirikan sholat baik secara individual maupun berjamaah, serta
menunaikan zakat.
2. Relevansi Pendidikan Sosial dalam Surat at-Taubah ayat 71 terhadap
Pendidikan Islam
a. Keharusan untuk saling tolong menolong terhadap sesama mukmin
baik laki-laki maupun perempuan, perintah untuk mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemunkaran, mandirikan sholat serta
membayar zakat yang termasuk kewajiban seorang muslim.
Keempat hal tersebut yang terdapat dalam al-Qur‟an Surat at-
Taubah ayat 71 terdapat relevansinya terhadap pendidikan Islam
101
yang mengajarkan untuk selalu hidup bermanfaat bagi diri sendiri
maupun orang lain.
b. Dalam agama apapun di manapun sangat mengedepankan
kehidupan sosial secara baik, begitu pun dengan Islam, yang
mengatur cara bersosial kepada sesama makhluk Allah dengan cara
yang baik. Pendidikan sosial begitu erat dengan pendidikan Islam
yang mana pendidikan Islam mengedepankan sikap untuk berbuat
baik terhadap sesama sesuai dengan ajaran Islam dengan landasan
al-Qur‟an, as-Sunnah dan Ijtihad ulama.
B. Saran
Sehubungan dengan pembahasan masalah dalam skripsi ini, maka
penulis memandang perlu untuk menyampaikan saran-saran antara lain:
1. Masyarakat Islam perlu mamahami cara bersosial dengan masyarakat
dengan baik, menjalankan hak serta kewajiban sebagai warga Negara
Indonesia dengan baik, serta hak dan kewajiban sebagai orang Islam
yang taat kepada Allah dan Rosulullah serta ajaran-ajarannya.
2. Pendidik maupun lembaga pendidikan berusaha untuk menanamkan
sikap sosial yang baik sesuai dengan pendidikan Islam.
3. Penulisan ini adalah pengingat bagi penulis untuk selalu bersikap baik,
bersosial kepada masyarakat dengan cara yang baik, serta selalu
mengajak kepada kebaikan dan mencagah keburukan, terlebih harapan
terbesar penulis adalah agar dapat selalu memberikan manfaat bagi
orang lain.
102
C. Penutup
Dengan mengucap puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Alah
SWT, yang telah melimpahkan taufiq, rahmat serta hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun masih banyak
kekurangan karena terbatasnya kemampuan dan juga pengetahuan yang
penulis miliki. Untuk itu penulis senantiasa mengharap sumbangsih, saran
dan kritikan yang sifatnya membangun demi perbaikan skripsi ini.
Harapan dan doa penulis semoga pembahasan skripsi ini mendapatkan
ridlo dari Allah SWT dan dapat bermanfaat bagi pembaca.
Akhirnya hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan
perlindungan, mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan kepada kita
semua. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya
Media.
Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rinka Cipta.
Al-Hawainy. Al-Fatawa Al-Haditsiyyah. Juz 1.
Al-Manawi, Zainuddin A Rauf . At-Taysiir bi Syarh al-Jami‟ Al-Shaghir. Juz 1.ss
Al Muhdar. Yunus Ali. 1986. Toleransi Toleransi Islam. Bandung: Iqra Bandung.
Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: CV.
RajaGrafindo Persada.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1987. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV.
Toha Putra.
Al-Qorni, „Aidh. 2008. TAFSIR MUYASSAR 2 (JUZ 9-16). Jakarta: Qisthi Press.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib. 1999. Tafsir Ibnu Katsir 2. Jakarta: Gema Insani.
Assiba‟i, Musthafa Husni. 1960. Kehidupan Sosial Menurut Islam. Terjemahan
M. Abdai Ratomy. 1993. Bandung: Diponegoro.
Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. Bandung: CV. Remaja Rosdakarya.
Budihardjo. 2012. Pembahasan Ilmu-ilmu al-Qur‟an. Yogyakarta: Lokus.
Convers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Daradjat, Zakiah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur‟an dan Tafsirnya. Jakarta.
Faqih Imani, Allamah Kamal. 2004. Tafsir Nurul Qur‟an. Jakarta: Al-Huda.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbit
Fakultas Psikologi UGM.
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema
Insani.
Hafidz, dan Muhammad Kastolani. 2009. Pendidikan Islam Antar Tradisi dan
Modernitas. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Hasbi ash-Shidieqy, Teungku Muhammad. 2000. Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-
Nur 2 (Surah 5-10). Semarang: CV. Pustaka Rizki Putra.
Jalaluddin, Abdurrohman. Jam‟u Shoghir. Juz 1. Juz 2.
Langgulung, Hasan. 1988. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-
Husna.
Majid, Abdul dan Diana Andayani. 2013. Pendidikan Karakter Prespektif Islam.
Bandung: Remaja Rosyda Karya.
Moelong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Remaja
Rosdakarya.
Muhammad Ali ash-Shabuni. 2001. Studi Ilmu al-Qur‟an. Bandung: CV Pustaka
Setia.
Muhammad bin Darways bin Muhammad. Asnal Mathalib. Juz 1
Mohammad, Omar. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Noer Aly, Hery, Munzier. 2003, Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung
Insani.
Poerwadarminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Raho, Bernard. 2016. Sosiologi. Yogyakarta: Ledalero
Sabiq, Sayyid. 1973. Fiqh Sunnah. Bandung: CV. Al-Ma‟arif.
Shalahudin, Mahfudh, Abd Kadir. 1991. Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: CV. Bina
Ilmu.
Shihab, Quraish. 2012. Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaaran dari Surah-
Surah al-Qur‟an). Tangerang: Lentera Hati.
_________ 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
Soekanto, Soerjono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali.
Sudibyo, Lies. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
Sumaatmadja, Nursid. 1986. Pengantar Studi Sosial. Bandung: Penerbit Alumni.
Supiana, dan M. Kasman. 2001. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung. CV.
Remaja Rosdakarya.
Syadali, Ahmad dan Rofi‟i. 1997. Ulumul Qur‟an I. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Syani, Abdul. 2002. Sosiologi (Sistematika, Teori dan Terapan). Jakarta: Bumi
Aksara.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Nomer 14 tentang kehidupan
sosial. 2016. Jakarta: Setretariat Jendral MPR RI
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Pengantar Ulumul Qur‟an. Surabaya: CV. Karya Aditama.
DAFTAR NILAI SURAT KETERANGAN KEGIATAN
NAMA : ZULFA ADZKIA ZAHIDAH W.
NIM : 111-13-141
JURUSAN/ FAKULTAS : PAI / FTIK
DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK : YAHYA, S. Ag, M.H.I.
NO. NAMA KEGIATAN PELAKSANAAN SEBAGAI NILAI
1. OPAK STAIN SALATIGA
2013 “Rekonstruksi Paradigma
Mahasiswa yang Cerdas, Peka,
dan Peduli”
26-27
Agustus 2013
Peserta 3
2. OPAK TARBIYAH 2013
“Menjunjung Tinggi Nilai-
Nilai Kearifan Lokal Sebagai
Identitas Pendidikan
Indonesia”
28-29
Agustus 2013
Peserta 3
3. MASA TA‟ARUF (MASTA)
“Making an Incredible Youth
Generation”
6 September 2013 Peserta 2
4. LIBRARY USER
EDUCATION (Pendidikan
Pemakai Perpustakaan)
16 September 2013 Peserta 2
5. TRAINING PEMBUATAN
MAKALAH
18 September 2013 Peserta 2
6. BEDAH BUKU “Mahkota
untuk Emak”
3 Oktober 2013 Peserta 2
7. MAPABA I (Masa Penerimaan
Anggota Baru PMII)
“Menemukan Jati Diri Menuju
4-6 Oktober 2013 Peserta 2
Mahasiswa yang Peka dan
Peduli”
8. TAFSIR TEMATIK “Konsep
Pemimpin Ideal Menurut al-
Qur‟an”
17 Mei 2014 Peserta 2
9. INTERNATIONAL
DISCUSSION OF GENRE
(Generasi Bersama)
21 Oktober 2014 Peserta 8
10. PAB (Penerimaan Anggota
Baru) JQH Al-Furqon STAIN
SALATIGA
13-14
Desember 2014
Peserta 2
11. REFLEKSI DAN
WORKSHOP KATA HAWA
“Reposisi Peran Perempuan”
19 Desember 2014 Peserta 2
12. SARASEHAN “Cegah
Tangkal Radikalisme di
Kalangan Remaja”
17 April 2015 Peserta 2
13 WORKSHOP FORUM
LINTAS IMAN
PEREMPUAN (KATA
HAWA)
13 Mei 2015 Peserta 2
14. Haflah Akhirussanah Pondok
Pesantren Al-Falahdan Haul
Simbah K.H Masyhadi ke-35
30-31 Mei 2015 Panitia 3
15 Kegiatan Amalan Bulan
Ramadhan
16 Juni- 02 Juli
2015
Narasumb
er
4
16. MASTA DAN SEMINAR
NASIONAL “Membumikan
Gerakan Mahasiswa Berilmu
Amaliyah, Amalan Ilmiah”
12 September 2015 Peserta 8
17. SEMINAR NASIONAL AL
KHIDMAH KAMPUS KOTA
SALATIGA “Wacana Islam
Nusantara dalam Menjaga
Kebhinekaan dan Keutuhan
NKRI”
31 Oktober 2015 Peserta 8
18. PELATIHAN KADER MUDA
(LAKMUD)
27-29
November 2015
Peserta 2
19. MAKESTA
(MasaKesetiaanAnggota)
IPNU IPPNU Kec. Pabelan
7-8 Februari 2016 Panitia 3
20 ISTIGHOSAH KUBRO
dalamRangkaMenjelangUjian
NasionalKec. Pabelan
27 Maret 2016 Panitia 3
21. SEMINAR WAWASAN
KEBANGSAAN
“Menghidupkan Nasionalisme
dalam Keseharian”
2 April 2016 Peserta 2
22. SEMINAR KEBANGSAAN
“Penguatan Kader Fatayat NU
dalam Menangkal Radikalisme
Berbasis Agama Demi
Kokohnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)”
10 April 2016 Peserta 8
23. Latihan Kader Lanjut (LKL)
Fatayat Cabang NU Kab.
Semarang
23-24 April 2016 Peserta 2
24. NUSANTARA MENGAJI
“Ruwahan Nusantara dan
Tawasul Khotmil Qur‟an”
7-8 Mei 2016 Peserta 2
25. HAFLAH AT-TASYAKUR
LIL IKHTITAM Pondok
Pesantren Al-Falah dan Haul
Simbah K.H. Masyhadi Ke-36
21-22 Mei 2016 Panitia 3
26. SEMINAR NASIONAL
“Metodologi Penafsiran
Kontemporer; Al-Qur‟an
dalam Problematika
Kemanusiaan”
23 Mei 2016 Peserta 8
27. Kegiatan Amalan Bulan
Ramadhan
06 Juni-22 Juni
2016
Narasumb
er
4
28. SEMINAR NASIONAL
“Revitalisasi Budaya Filsafat
dalam Pemikiran Islam
Kontemporer”
3 November 2016 Peserta 8
29. TRAINING OF TRAININER
“Sebulan Hafal Al-Qur‟an”
6 November 2016 Peserta 2
30. SEMINAR NASIONAL
EDUPRENEURSHIP “Strategi
Marketing Kunci Sukses
Wirausaha”
13 November 2016 Peserta 8
31. PRAKTIKUM MATA
KULIAH
KEWIRAUSAHAAN “Keren
itu Mahasiswa,
14 Desember 2016 Peserta 2