ni made ari suryathi
-
Upload
hoangnguyet -
Category
Documents
-
view
303 -
download
13
Transcript of ni made ari suryathi
1
TESIS
HEMOGLOBIN GLIKOSILAT
YANG TINGGI MENINGKATKAN PREVALENSI
RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF (7
NI MADE ARI SURYATHI
NIM 1014128204
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
2
HEMOGLOBIN GLIKOSILAT
YANG TINGGI MENINGKATKAN PREVALENSI
RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF
(7,6
Tesis ini untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
RRrrrrrrrrr
NI MADE ARI SURYATHI
NIM 1014128204
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
3
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : 19 Maret 2015
Pembimbing I , Pembimbing II,
dr.I Putu Budhiastra,SpM(K) dr. I.W.G. Jayanegara, SpM(K)
NIP. 19540508 198012100 NIP. 19640229 1991031002
Mengetahui,
Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,SpAnd, FAACS Prof.dr. A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K)
NIP. 194612131971071001 NIP. 19590215198510 2 001
4
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 19 Maret 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana No: 797/UN.14.4/HK/2015 Tanggal 12 Maret 2015
Ketua : dr. I Putu Budhiastra, SpM (K)
Sekretaris : dr. I.W.G. Jayanegara, SpM (K)
Anggota :
1. Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH
2. Prof. dr. Niti Susila, SpM (K)
3. dr. Agus Kusumadjaja, SpM (K)
5
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS UDAYANA
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA Alamat : Sekretariat Pascasarjana Universitas Udayana.-. Jl. Panglima Sudirman Denpasar, Bali
Tel. 0361-7475076,7425201. Fax 0361-246656, 223797. Email. csaam [email protected]
___________________________________________________________________________________________________
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama : dr. Ni Made Ari Suryathi
NIM : 1014128204
Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Combine-Degree)
Judul : Hemoglobin Glikosilat yang Tinggi
Meningkatkan Prevalensi Retinopati
Diabetik Proliferatif
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah
ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas
RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang – undang yang
berlaku.
Denpasar, 19 Maret 2015
Yang membuat pernyataan,
(dr. Ni Made Ari Suryathi)
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah-Nya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, izinkan penulis dengan setulus hati
menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan
Dekan Fakultas Kedokteran Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp OT(K),
M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan
menyelesaikan Program Magister Pascasarjana dan Program Pendidikan
Dokter Spesialis 1 Bagian Ilmu Kesehatan Mata di Universitas Udayana.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. AA Raka
Sudewi, SpS(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sebagai
mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.
3. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Combined Degree, Prof. Dr. dr.
Wimpie, I. Pangkahila, SpAnd., FAACS yang telah memberikan kesempatan
untuk mengikuti pendidikan Program Studi Ilmu Biomedik combined degree.
4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menjalani Program
Pendidikan Dokter Spesialis 1 di Bagian Ilmu Kesehatan Mata.
5. Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, dr. Putu Budhiastra, SpM (K) yang telah memberikan kesempatan
7
mengikuti program pendidikan spesialisasi dan memberikan bimbingan
selama menjalani pendidikan spesialisasi.
6. Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, dr. AAA Sukartini Djelantik, SpM (K) yang telah memberikan
kesempatan serta bimbingan mengikuti program pendidikan spesialisasi.
7. dr. Putu Budhiastra, SpM (K), sebagai pembimbing I yang telah meluangkan
waktu, memberikan petunjuk dan pengarahan, sejak awal penulisan sampai
dapat menyelesaikan tesis ini.
8. dr. I WG Jayanegara, SpM (K), sebagai pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, memberikan petunjuk dan pengarahan, sejak awal
penulisan sampai dapat menyelesaikan tesis ini.
9. Prof. DR. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH selaku penguji yang selalu
memberikan saran, masukan, bimbingan dan koreksi hingga terselesaikannya
tesis ini.
10. Prof. dr. Niti Susila, SpM (K) selaku penguji atas semua masukan, koreksi
dan saran dalam penyelesaian tesis ini.
11. dr Agus Kusumadjaja, SpM (K) selaku penguji atas semua masukan, koreksi
dan saran dalam penyelesaian tesis ini.
12. Direktur RS Indera Denpasar atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
untuk melaksanakan penelitian di RS Indera Denpasar.
13. dr. IGN Made Sugiana, SpM (K), sebagai Kepala SMF Mata RS Indera
Denpasar, yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian
di RS Indera Denpasar.
8
14. dr. Diah Pantjawati, SpM dan dr Ari Andayani, SpM atas masukannya
mengenai penulisan dan isi penelitian.
15. Seluruh Konsulen Ilmu Kesehatan Mata serta dosen Pascasarjana Program
Studi Ilmu Biomedik Combined Degree atas segala bimbingannya.
16. dr Nyoman Wande, Sp.PK dan seluruh petugas laboratorium Patologi Klinik
RSUP Sanglah atas kerjasamanya dalam pemeriksaan laboratorium sampel
penelitian.
17. dr Sri Yuli, dr Khatania, dr Ayu Trisna, dr Ririn, dr Dian, dr Dwipayani, dr
Ratna yang telah membantu mengumpulkan sampel penelitian dan seluruh
teman sejawat residen di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana atas bantuan dan kerjasamanya selama ini
18. Seluruh paramedik di Poliklinik Mata RSUP Sanglah dan RS Indera dan
Poliklinik Penyakit Dalam atas bantuan dan kerjasamanya dalam
pengumpulan sampel penelitian.
Rasa syukur dan sujud kepada Ayahanda dan Ibunda kami I Made Sudjana
dan Ni Ketut Kusmarjathi, yang telah memberikan bekal pendidikan yang cukup,
motivasi dan semangat kepada penulis. Ibunda Mertua Ni Nyoman Sugati,
terimakasih atas dorongannya selama ini. Akhirnya kepada suami tercinta I Made
Bayu Wisnawa dan Ananda tersayang I Gede Galih dan Ni Made Galuh Nandini,
atas dorongan semangat dan pengertian selama penulis menyelesaikan pendidikan
dan penelitian ini.
Semoga tesis ini memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna bagi
perkembangan pelayanan kesehatan mata serta bagi pendidikan IImu Kesehatan
9
Mata. Semoga Sang Hyang Widhi Wasa – Tuhan Yang Maha Esa, selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Denpasar, Februari 2015
Penulis
10
ABSTRAK
HEMOGLOBIN GLIKOSILAT YANG TINGGI MENINGKATKAN
PREVALENSI RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF
Retinopati diabetik adalah salah satu komplikasi mikrovaskular dari
Diabetes Melitus (DM). Komplikasi ini terjadi karena hiperglikemia pada
pembuluh darah dalam jangka waktu yang lama. Retinopati diabetik adalah
penyebab kebutaan terbanyak setelah katarak. Retinopati diabetik terbagi menjadi
retinopati diabetik non proliferatif (NPDR) dan retinopati diabetik proliferatif
(PDR).
Hemoglobin glikosilat (HbA1c) adalah indikator kadar gula darah tiga
bulanan. Kadar HbA1c berguna untuk mengevaluasi keberhasilan terapi,
memprediksi terjadinya komplikasi dan monitoring. Penglihatan kabur yang
perlahan-lahan semakin memberat seringkali dikeluhkan oleh penderita DM.
Pemeriksaan ophtalmologi lengkap dikerjakan pada pasien DM dengan keluhan
penglihatan kabur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah HbA1c yang tinggi akan
meningkatkan prevalensi PDR. Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional
yang dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah, Poliklinik Mata
RSUP Sanglah dan RS Indera, Denpasar dari bulan Oktober 2014 sampai dengan
Januari 2015. Subjek penelitian adalah pasien DM yang memiliki komplikasi
NPDR dan PDR yang pertama kali terdiagnosis. Kadar HbA1c kemudian
diperiksa di laboratorium dan hasilnya kemudian dianalisis.
Sampel pada penelitian ini berjumlah 74 subjek, yang terdiri dari 37
subjek PDR dan 37 subjek NPDR. Rata-rata umur pasien PDR adalah 56,00 ±
7,60 tahun, dan pasien NPDR adalah 57,32 ± 9,74 tahun. Pada penelitian ini
didapatkan sebagian besar pasien PDR dan NPDR adalah laki-laki, yaitu 51%
pada PDR dan 54% pada NPDR. Pasien PDR rata-rata menderita DM selama 9,72
± 3,92 tahun dan pasien NPDR rata-rata menderita DM selama 8,50 ± 2,92 tahun.
Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) memperlihatkan Area Under
Curve (AUC) 85,2%, dimana cut off point dari HbA1c adalah 7,77 %. Ratio
Prevalensi adalah 3,87 (RP > 1), dengan IK 95% (1,96-7,67) dan p < 0,001.
Analisis multivariat regresi logistik menunjukkan kadar hemoglobin glikosilat
yang tinggi (HbA1c) meningkatkan prevalensi PDR dengan Odd Ratio (OR)
18,319 (5,334-62,919) dan p < 0,001.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kadar hemoglobin
glikosilat (HbA1c) yang tinggi meningkatkan prevalensi PDR.
Kata kunci : PDR, NPDR, HbA1c, cross-sectional
11
ABSTRACT
HIGH HEMOGLOBIN GLYCOSILATE INCREASE PREVALENCE OF
PROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY
Diabetic retinopathy is one of microvascular complication in diabetes
mellitus. This complication caused by hyperglycemia in retinal blood artery and
vein in long period. Diabetic retinopathy is the most caused blindness behind
cataract. Diabetic retinopathy consist of Non Proliferative Diabetic Retinopathy
(NPDR) and Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR) which differentiated with
neovascularization on PDR.
Hemoglobin glycosilate (HbA1c) is indicator of three monthly glucosa
blood control. HbA1c usually used to evaluate the successfull of therapy, the
chance of complication microvscular and monitoring. Diabetic mellitus patient
usually complaint about progressive blur vision. Complete eye examination
should be done in diabetic mellitus patients.
This study aimed to determine whether high levels of HbA1c as risk factor
of high prevalences of Proliferative Diabetic Retinopathy. This is a cross-sectional
study conducted at the Eye Clinic Sanglah Hospital and Indera Hospital Denpasar
Bali, and Interna Polyclinic Sanglah Hospital from October 2014 to January 2015.
The subjects were diabetes mellitus patients who had diagnosed PDR and NPDR
at the first time. The HbA1c level was checked in laboratory and the result is
analyzed with kind of diagnosed in eye clinic, which is PDR or NPDR.
From 74 subjects, 37 subjects were PDR, and 37 subjects were NPDR.
Average age of PDR patients is 56,00 ± 7,60 years old, which NPDR patients is
57,32 ± 9,74 years old. 51% PDR patients is male and 54% NPDR patients is
male also. PDR patients have 9,72 ± 3,92 years with DM, which NPDR patients
have 8,50 ± 2,92 years with DM.
ROC curve show AUC 85,2%, which cut off point of HbA1c is 7,77 %.
Table 2x2 was done and ratio of prevalence is 3,87 (RP > 1), with IK 95% (1,96-
7,67) and p < 0,001. Multivariate analysis show Odd Ratio (OR) of hemoglobin
glycosilate is 18,319 (5,334-62,919) and p < 0,001.
In conclusion, high level of hemoglobin glikosilat (HbA1c) increase
prevalence of PDR.
Keywords : PDR, NPDR, HbA1c, cross sectional
12
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...................................................................................
PRASYARAT GELAR ..............................................................................
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...........................................................
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...........................................
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
ABSTRAK ..................................................................................................
ABSTRACT .................................................................................................
DAFTAR ISI………………………………………………………………
iii
iv
v
vi
x
xi
xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG…………………………….. xvii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………… 4
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………. 4
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………...… 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ..……………………………..………...… 5
1.4.2 Manfaat Praktis…………………………………….....…….. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Retinopati Diabetik………...……………...........……………….... 6
2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Retinopati Diabetik.......................... 6
2.1.2 Patogenesis Retinopati Diabetik…..............……….....…….. 6
2.1.3 Gambaran Klinis Retinopati Diabetik…......……………...... 7
13
2.1.4 Faktor Risiko Retinopati Diabetik………………................. 8
2.1.5 Hemoglobin Glikosilat……………………………………… 11
2.2 NPDR............................................................................................... 13
2.2.1 Diagnosis NPDR…………………………………………..... 15
2.2.2 Penatalaksanaan NPDR………………………………….......
2.3 PDR………………………………...……………………………..
2.3.1 Diagnosis PDR……………………………………………...
2.3.2 Penatalaksanaan PDR………………………………………
17
17
18
19
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir .………………………………………………. 21
3.2 Kerangka Konsep …………...........………………………………. 22
3.3 Hipotesis Penelitian ………….………………………………...... 22
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian……………………………………………... 23
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian…………………...………………... 23
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……........………………………... 24
4.3.1 Populasi Penelitian........…………………………………….. 24
4.3.2 Sampel Penelitian ……………………………………......... 24
4.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitian ..................... 24
4.3.2.2 Besar Sampel...…………………………………....…. 25
4.3.2.3 Cara Pemilihan Sampel…..................……………….. 26
4.4 Variabel Penelitian………………………………………………... 26
4.4.1 Klasifikasi dan Identifikasi Variabel…………………........ 26
4.4.2 Definisi Operasional Variabel…..………………………….. 27
4.5 Instrumen Penelitian......................................................................... 30
4.6 Prosedur Penelitian........................................................................... 30
4.6.1 Tahap Persiapan...................................................................... 30
4.6.2 Pelaksanaan Penelitian............................................................ 31
4.7 Alur Penelitian ................................................................................ 33
14
4.8 Analisis Data .......………………………………………….……... 34
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian….....……………………………... 36
5.2 Menentukan Cut Off Point HbA1c dengan Kurva ROC..................
5.3 Ratio Prevalensi PDR………………………………...………........
37
38
5.4 Analisis Multivariat………………………………………………..
BAB VI PEMBAHASAN
39
6.1 Subjek Penelitian….....………......................……………………... 40
6.2 Hubungan Kadar HbA1c dengan PDR............................................
45
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ….....…………………………….................................... 48
7.2 Saran….....……………………........................................………... 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN................................................................................................
50
57
15
DAFTAR TABEL
Halaman
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................. 37
5.2
5.3
Ratio Prevalensi PDR.............................................………....................
Analisis Multivariat……………………………………………………
39
39
16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Patogenesis Retinopati Diabetik…………............................................ 7
2.2 Lokasi lesi NPDR…………………………..………............................. 14
2.3 NPDR………………………………………………………………..... 14
2.4 NPDR Foto Fundus…………………………………………………… 15
2.5 PDR…………………………………………………………………… 17
2.6 PDR NVD…………………………………………………………….. 19
2.7 PDR NVE……………………………………………………………... 19
2.8 PDR Post Laser……………………………………………………….. 20
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................. 22
4.1 Skema Rancangan Penelitian ............................................................... 23
4.2 Skema Hubungan Antar Variabel ........................................................ 26
4.3 Skema Alur Penelitian ........................................................................... 33
5.1 Kurva ROC……………………………………………………………. 38
17
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
AAO = American Assocoation of Ophtalmology
AUC = Area Under Curve
DM = Diabetes Melitus
DR = Diabetic Retinopathy
DCCT = The Diabetes Control and Complication Trial
ETDRS = The Early Treatment Diabetic Retinopathy Study
HbA1c = Haemoglobin Adult 1c (hemoglobin glikosilat)
IDDM = Insulin Dependent Diabetes Melitus
ILM = Internal Limiting Membran
IK = Interval Kepercayaan
NIDDM = Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
NPDR = Non Proliferative Diabetic Retinopathy
NVD = Neovascularization on disc
NVE = Neovascularization elsewhere
OR = Odd Ratio
PDR = Proliferative Diabetic Retinopathy
Perkeni = Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
RP = Ratio Prevalensi
RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat
ROC = Receiver Operating Characteristic
TINIA = Turbidimetric Inhibitor Immunoassy
UKPDS = United Kingdom Prospective Diabetes Study
WHO = World Health Organization
18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Penjelasan Penelitian ............................................... 56
Lampiran 2 Informed Consent...................................................... 58
Lampiran 3 Kuisioner Penelitian ..........………......................... 59
LLampiran 4 Tabel Induk Penelitian ............................................ 60
Lampiran 5 Out Put SPSS……………….................................... 62
LLampiran 6 Surat Keterangan Kelaikan Etik............................... 79
LLampiran 7 Surat Ijin Penelitian di RSUP Sanglah.....................
Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian di RS Indera……......................
L
80
81
19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetic Retinopathy (DR) atau retinopati diabetik adalah kelainan retina akibat
komplikasi mikrovaskular penyakit diabetes mellitus (DM). Komplikasi ini terjadi
akibat paparan hiperglikemia pada pembuluh darah retina dalam jangka waktu
yang lama. Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
ditemukan setelah katarak.
Jumlah pasien DM di seluruh dunia saat ini diperkirakan lebih dari 360
juta orang dan diperkirakan meningkat lebih dari dua kali lipatnya pada tahun
2030 (Zheng, et al., 2012). Pasien DM di Indonesia pada tahun 2000 berjumlah
lebih dari 8 juta orang dan pada tahun 2030 diperkirakan menjadi lebih dari 21
juta orang. Studi epidemiologi di Bali oleh Divisi Endokrin Metabolik FK Unud
tahun 2005-2010 melaporkan bahwa prevalensi DM sebesar 5,9% dari jumlah
penduduk (Dwipayana, et al., 2010).
Komplikasi DM yang paling sering ditemukan adalah retinopati diabetik.
Angka kebutaan karena retinopati diabetik di Amerika Serikat semakin meningkat
seiring dengan lamanya menderita DM. Golongan umur yang paling sering
terkena adalah 25-74 tahun. Survey pemeriksaan oleh American National Health
and Nutrition mendapatkan prevalensi retinopati diabetik sebesar 28% pasien
diabetes, dan angka serupa juga didapatkan pada beberapa negara maju (Zheng, et
al., 2012). Wisconsin Epidemiologic Study of Retinopati diabetik (WESDR)
melaporkan bahwa setelah 25 tahun menderita DM, angka kejadian retinopati
20
diabetik mencapai 97% pada DM tipe 1 dan 60% pada DM tipe 2 (American
Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a; Zheng, et al., 2012). Data
retinopati diabetik di Indonesia dan di Bali sampai saat ini belum banyak
dilaporkan (Dwipayana, et al., 2010).
Retinopati diabetik pada awalnya sering tidak memberikan gejala yang
berarti. Hiperglikemia menyebabkan terjadinya oklusi vaskular dan iskemia retina
secara progresif, dan mengakibatkan terbentuknya proliferasi vaskular retina,
perdarahan atau fibrosis dan berakhir dengan kebutaan (Duh, 2010; Willard and
Herman, 2012). Stadium retinopati diabetik dapat diklasifikasikan menjadi
stadium Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) atau retinopati diabetik
non proliferatif dan Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR) atau retinopati
diabetik proliferatif. Stadium NPDR diklasifikasikan menjadi stadium ringan,
sedang dan berat. Gambaran klinis NPDR adalah adanya mikroaneurisma, dot,
blot, hard exudat, soft exudat pada daerah internal limiting membrane. Gambaran
klinis PDR adalah adanya pembentukan pembuluh darah baru pada pada retina,
baik yang terjadi pada papil (neovascularization of the disc/NVD) atau yang
terjadi di retina (neovascularization elsewhere/NVE) (American Academy of
Ophthalmology and Staff Retina, 2011-2012a).
Mekanisme terjadinya retinopati diabetik hingga saat ini belum dapat
dijelaskan secara pasti. Penelitian Duh (2010) menyebutkan bahwa kondisi
hiperglikemia dalam jangka waktu lama menyebabkan perubahan biokimia dan
fisiologi pada pembuluh darah terutama kerusakan pada endotel. Mekanisme lebih
spesifik yaitu hilangnya perisit pada kapiler retina , proliferasi endotel dan
21
penebalan membran basalis yang terjadi akibat adanya oklusi kapiler dan
nonperfusi pada retina (Duh, 2010; Stratton, et al., 2012).
Kontrol kadar gula darah merupakan hal yang penting pada pengendalian
penyakit DM agar terhindar dari komplikasi NPDR dan PDR. Pemeriksaan kadar
gula darah puasa dan 2 jam setelah makan lebih menggambarkan kadar gula
darah sesaat, sehingga tidak bisa digunakan sebagai patokan untuk menilai kadar
gula darah rata-rata selama tiga bulan terakhir. Pemeriksaan kadar gula rata-rata
selama tiga bulan (hemoglobin glikosilat/HbA1c) menjadi penting oleh karena
pemeriksaan ini dapat menilai keberhasilan terapi, prognosis, dan memperkirakan
terjadinya komplikasi DM (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011;
Antonetti, et al., 2012). Hemoglobin glikosilat (HbA1c) adalah hemoglobin yang
mengalami proses glikosilasi, dimana satu rantai beta molekul hemoglobin
mengikat satu gugus glukosa secara ireversibel. Glikosilasi terjadi secara spontan
dalam sirkulasi dan glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam darah
tinggi. Jumlah HbA1c yang terbentuk dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh rata-
rata kadar glukosa darah. HbA1c yang dibentuk dalam tubuh akan terakumulasi
dalam sel-sel darah merah dan akan terurai perlahan bersamaan dengan
berakhirnya masa hidup sel darah merah, yaitu selama 120 hari (Duh, 2010;
Willard and Herman, 2012).
Hemoglobin glikosilat memiliki korelasi dengan status retinopati diabetik
seseorang. Penelitian retrospektif terhadap 607 pasien yang dilakukan di USA
menunjukkan bahwa kadar HbA1c yang tinggi memiliki risiko lebih besar untuk
terjadinya retinopati diabetik (Maa and Sullivan, 2009). Penelitian Khandekar
22
(2011) di Oman, menunjukkan bahwa HbA1c > 9% memiliki risiko terjadinya
retinopati diabetik dibandingkan dengan pasien DM dengan HbA1c < 9%. Nilai
cut off point HbA1c pada pasien DM dengan komplikasi mikrovaskuler, termasuk
retinopati adalah > 6,5% (WHO, 2012). Belum ada kepustakaan yang
menyebutkan kadar HbA1c pada pasien PDR dan NPDR.
Pasien DM dengan komplikasi PDR dan NPDR biasanya terjadi akibat
paparan hiperglikemia dalam jangka panjang. Penelitian ini mengambil sampel
pasien PDR dan NPDR baru untuk mengetahui apakah HbA1c yang tinggi
meningkatkan prevalensi retinopati diabetik proliferatif (PDR) pada pasien
retinopati diabetik.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah hemoglobin glikosilat (HbA1c) yang tinggi meningkatkan prevalensi
retinopati diabetik proliferatif (PDR) pada pasien retinopati diabetik?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran secara umum kadar hemoglobin glikosilat
(HbA1c) pada pasien PDR dan NPDR.
23
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui bahwa kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) yang
tinggi meningkatkan prevalensi retinopati diabetik proliferatif (PDR)
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) pada pasien PDR
dan NPDR, maka penelitian ini bermanfaat dalam hal:
1.4.1 Manfaat Teoritis:
1. Mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) yang
tinggi dengan prevalensi retinopati diabetik proliferatif (PDR) pada
retinopati diabetik
2. Pohon penelitian untuk penelitian berikutnya
1.4.2 Manfaat Praktis:
1. Acuan dalam kegiatan edukasi pasien tentang kontrol hemoglobin
glikosilat (HbA1c) yang baik dapat membantu menurunkan risiko
komplikasi PDR dan NPDR.
2. Acuan dalam pembuatan protap penanganan dan jadwal kontrol pasien
PDR dan NPDR.
24
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Retinopati Diabetik
2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik merupakan komplikasi pada mata yang terjadi akibat
penyakit DM. Retinopati diabetik memberikan gambaran kelainan pada retina
yang bermacam-macam tergantung tingkat keparahannya.
Retinopati diabetik diklasifikasikan menjadi stadium awal atau non
prolierative diabetic retinopathy (NPDR) atau retinopati diabetik non proliferatif
dan stadium lanjut atau proliferative diabetic retinopathy (PDR) atau retinopati
diabetik proliferatif. NPDR diklasifikasikan menjadi stadium ringan, sedang dan
berat. PDR diklasifikasikan menjadi stadium awal, risiko tinggi dan lanjut
(American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012b; Duh, 2010;
Dirani, et al., 2011; Doft, et al., 2010).
2.1.2 Patogenesis Retinopati Diabetik
Patogenesis terjadinya retinopati diabetik masih belum pasti, diperkirakan terjadi
perubahan patologis pembuluh darah berupa oklusi dan kebocoran (leakage)
pada pembuluh darah retina.
Perubahan awal yang terjadi pada pembuluh darah kapiler berupa
hilangnya perisit, penebalan membran basalis dan kerusakan serta proliferasi sel
endotel (Gambar 2.1). NPDR dan PDR diperkirakan terjadi oleh karena reaksi
terhadap peningkatan permeabilitas vaskular akibat hilangnya interaksi endotel sel
25
perisit tersebut (American Academy of Ophthalmology and Staff Fundamental,
2011-2012b; Willard and Herman, 2012).
Gambar 2.1 Patogenesis terjadinya retinopati diabetik (NPDR dan PDR)
(a) kapiler retina normal dengan sel perisit melekat kuat pada membran basalis;
(b) kondisi hiperglikemia menyebabkan kontraksi perisit, penebalan membran
basalis, kebocoran dan penyempitan pembuluh darah yang menyebabkan
trombosis dan iskemia; hal ini adalah gejala awal yang dideteksi pada NPDR;
(c) respon terhadap hipoksia, terbentuklah pembuluh kapiler kolateral untuk
menyuplai nutrien; (d) pembuluh darah ini sangat permeabel, rapuh dan mudah
pecah yang menyebabkan perdarahan dan gangguan penglihatan, yang merupakan
karakteristik PDR (Willard and Herman, 2012; Brinchmann, et al., 2012)
2.1.3 Gambaran klinis retinopati diabetik
Gambaran yang dapat ditemui pada pasien retinopati diabetik berbeda-
beda sesuai derajat keparahan retinopati diabetik. Pasien retinopati diabetik
umumnya memberikan gejala tajam penglihatan menurun perlahan yang semakin
lama semakin memberat. Pemeriksaan segmen anterior bola mata pada pasien
retinopati diabetik tampak tenang. Pemeriksaan segmen posterior dengan direct
26
atau indirect funduscopy dapat membedakan stadium retinopati diabetik
(American Academy of Ophthalmology and Staff Fundamental, 2011-2012b).
Kelainan retina pada NPDR dapat berupa mikroaneurisma, perdarahan
intraretina berupa dot dan blot, hard exudat, venous beading, soft exudat, infark
pada nerve fiber layer dan area nonperfusi. Kelainan retina pada PDR akan
ditemukan adanya suatu proliferasi jaringan fibrovaskuler yang melewati lapisan
internal limiting membrane (ILM) pada retina. The Early Treatment Retinopati
diabetik Study (ETDRS) menyebutkan bahwa pasien NPDR berat akan memiliki
peluang 15% untuk menjadi PDR risiko tinggi dalam jangka waktu 1 tahun
(American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a; Gupta, et al.,
2010; Zheng, et al., 2012).
2.1.4 Faktor Risiko Retinopati Diabetik
Faktor yang berpengaruh dalam kejadian retinopati diabetik adalah faktor internal
dan eksternal. Faktor internal yaitu umur dan jenis kelamin. Faktor eksternal yaitu
lama menderita DM, kadar gula darah, dislipidemia, obesitas, penggunaan
vitamin C dan E dosis tinggi, dan kontrol tekanan darah.
Penelitian Klein and Moss (2010) menyebutkan bahwa laki-laki lebih
banyak menderita retinopati diabetik dibandingkan perempuan. Penelitian
prospektif di Amerika, menunjukkan dari 607 pasien retinopati diabetik, 535
diantaranya adalah laki-laki (Sullivan, 2010). Kedua penelitian ini menyebutkan
bahwa perempuan lebih memperhatikan kontrol kadar gula darah jika
dibandingkan dengan laki-laki. Kontrol kadar gula darah merupakan faktor
27
protektif dalam mencegah komplikasi lebih lanjut dari DM (Klein and Moss,
2010; Sullivan, 2010).
Penelitian Huang (2010) menyebutkan bahwa usia rata-rata penderita
retinopati diabetik adalah 66 tahun. Penelitian Klein and Moss (2010)
menyebutkan bahwa rata-rata usia penderita retinopati diabetik adalah 76 tahun.
Penelitian di Beijing menyebutkan bahwa usia rata-rata penderita retinopati
diabetik adalah 74 tahun dan sebanyak 60% pasien DM tipe II berisiko mengalami
retinopati diabetik setelah 16 tahun (Xu, et al., 2013)
Pasien DM akan mengalami retinopati diabetik dalam jangka waktu yang
berbeda-beda. Lamanya pasien menderita DM berhubungan erat dengan
peningkatan prevalensi retinopati diabetik. Dua puluh lima hingga lima puluh
persen pasien insulin dependent diabetes melitus (IDDM) / DM tipe I akan
mengalami retinopati diabetik dalam jangka waktu 10-15 tahun, meningkat
menjadi 75-95% setelah 15 tahun dan mencapai 100% setelah 30 tahun. Enam
puluh persen pasien non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) / DM tipe
II akan mengalami menunjukkan tanda-tanda NPDR setelah 16 tahun (Dutta,
2010; Willard and Herman, 2012).
Kadar gula darah memegang peranan penting dalam timbulnya retinopati
diabetik. Gula darah yang tidak terkontrol akan menyebabkan seseorang lebih
cepat mengalami retinopati diabetik (American Academy of Ophthalmology and
Staff, 2011-2012b). The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan
United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa
kadar gula darah yang terkontrol akan menurunkan risiko terjadinya retinopati
28
diabetik. The Diabetes Control and Complication Trial juga menunjukkan bahwa
pengendalian gula darah secara intensif akan mengurangi progresifitas retinopati
diabetik ke arah NPDR berat dan PDR. The Diabetes Control and Complication
Trial pada tahun 2009 melakukan penelitian yang melibatkan 1441 pasien,
melaporkan bahwa pasien yang menjalani pengontrolan intensif akan menurunkan
risiko terjadinya retinopati diabetik, nefropati dan neuropati DM (American
Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a; Dutta, 2010).
Dislipidemia merupakan faktor risiko yang lain dari retinopati diabetik,
tetapi peranan spesifiknya pada retinopati diabetik belum jelas. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa ekspresi vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) basal
meningkat pada pembuluh darah retina tikus dengan hiperlipidemia, menunjukkan
bahwa hiperlipidemia merupakan penyebab inflamasi pada pembuluh darah retina
(Halliwell et al., 2009; Doft et al., 2010).
Obesitas juga dikatakan merupakan faktor risiko yang memperberat
retinopati diabetik. Obesitas ditentukan dari nilai indeks massa tubuh (IMT)
seseorang. Penelitian di India menemukan bahwa peningkatan indeks massa tubuh
secara signifikan berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan dan
peningkatan keparahan retinopati diabetik pada pasien DM. Mekanisme
patofisiologi yang mendasari hubungan antara peningkatan IMT dengan retinopati
diabetik belum jelas, namun terdapat beberapa teori diantaranya melibatkan fungsi
platelet, viskositas darah, dan aktivitas aldosa reduktase (Dirani et al., 2011;
Lehman and Krumholz, 2011).
29
Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi menurunkan risiko progresivitas
retinopati diabetik. Kedua vitamin tersebut memiliki efek antioksidan yang
berperan dalam menurunkan progresivitas retinopati diabetik. NPDR dan PDR
merupakan komplikasi DM dimana radikal bebas berperan dalam proses
progresifitas penyakit (Tarr et al., 2013).
Pasien dengan DM seringkali disertai dengan tekanan darah tinggi
(hipertensi). Data UKPDS menunjukkan bahwa hipertensi dan gula darah yang
terkontrol akan menurunkan risiko progresifitas retinopati diabetik hingga 34%
(American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a,b). Mekanisme
tentang hal ini belum bisa dijelaskan, namun diduga bahwa regulasi tekanan darah
dan gula darah yang baik merupakan faktor protektif terhadap kejadian
retinopati diabetik (Halliwell et al., 2009).
2.1.5. Hemoglobin Glikosilat (HbA1c)
Nama lain dari hemoglobin glikosilat adalah hemoglobin terglikasi yang sering
disingkat dengan HbA1c atau A1c. Hemoglobin glikosilat merupakan salah satu
indikator yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah.
Hemoglobin glikosilat memiliki ikatan irreversibel dengan glukosa yang
dapat digunakan sebagai monitoring penatalaksanaan DM. HbA1c tidak
dipengaruhi oleh fluktuasi gula darah harian dan memiliki umur yang cukup
panjang yaitu 120 hari sesuai dengan usia eritrosit (Dwipayana et al., 2010).
HbA1c adalah hemoglobin yang mengalami proses glikosilasi. Glikosilasi
adalah ikatan hemoglobin dengan glukosa dimana satu rantai beta molekul
30
hemoglobin mengikat satu gugus glukosa secara ireversibel. Glikosilasi terjadi
secara spontan dalam sirkulasi dan glikosilasi ini meningkat apabila kadar
glukosa dalam darah tinggi. Empat sampai enam persen hemoglobin pada orang
normal akan mengalami glikosilasi menjadi hemoglobin glikosilat. Hiperglikemia
yang berkepanjangan dapat meningkatkan kadar HbA1c hingga 18-20%.
Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen.
Kadar HbA1c yang tinggi mencerminkan kurangnya pengendalian diabetes
selama 3 bulan sebelumnya. Kadar HbA1c kembali ke normal dalam waktu 3
minggu berikutnya jika kadar glukosa darah rata-rata stabil (Klein and Moss,
2010; Antonetti, et al., 2012).
HbA1c terkandung dalam eritrosit yang hidup sekitar 100-120 hari.
Keadaan ini menguntungkan secara klinis karena memberikan informasi yang
lebih jelas tentang keadaan pasien dan seberapa efektif terapi diabetik yang
diberikan. Peningkatan kadar HbA1c > 8% mengindikasikan diabetes mellitus
yang tidak terkendali, dan pasien berisiko tinggi mengalami komplikasi jangka
panjang, seperti nefropati, retinopati, neuropati, atau kardiopati (Mitchell and
Forran, 2009; Zheng, et al., 2012).
Eritrosit yang tua memiliki kadar HbA1c yang lebih tinggi, hal ini
disebabkan karena eritrosit yang tua berada dalam sirkulasi pembuluh darah lebih
lama daripada eritrosit yang masih muda,. Penurunan palsu kadar HbA1c dapat
disebabkan oleh penurunan jumlah eritrosit. Pasien dengan hemolisis episodik
atau kronis, anemia, gagal ginjal kronis, darah mengandung lebih banyak eritrosit
31
muda sehingga kadar HbA1c dapat dijumpai dalam kadar yang sangat rendah
(Swenarchuk, et al., 2009; Dirani, et al., 2011).
Diabetic Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom
Prospective Diabetes Study (UKPDS) mengungkapkan bahwa penurunan HbA1c
akan banyak sekali memberikan manfaat (Swenarchuk, et al., 2009; Cull, et al.,
2009; Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011). Penurunan HbA1c sebesar
1% akan mengurangi risiko kematian akibat diabetes sebesar 21%, serangan
jantung 14%, komplikasi mikrovaskular 37% dan penyakit vaskuler perifer 43%
(Wilkinson, et al., 2009 ; Stratton, et al, 2012).
HbA1c memiliki korelasi dengan status DR seseorang. Penelitian
retrospektif terhadap 607 pasien yang dilakukan di Texas, USA menunjukkan
bahwa kadar HbA1c yang tinggi memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya
retinopati diabetik (Maa and Sullivan, 2009). Penelitian Khandekar (2011) di
Oman, menunjukkan bahwa HbA1c > 9% memiliki risiko terjadinya retinopati
diabetik dibandingkan dengan pasien DM dengan HbA1c < 9%. Nilai cut off
point HbA1c pada pasien retinopati diabetik adalah > 6,5% (WHO, 2011). Belum
ada kepustakaan yang menyebutkan angka HbA1c pada pasien NPDR dan PDR.
2.2 NPDR
Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) atau retinopati diabetik non
proliferatif, secara umum dikenal dengan sebutan background retinopathy,
merupakan stadium awal retinopati diabetik. NPDR diklasifikasikan menjadi 3
stadium yaitu ringan , sedang, berat. Gambaran yang dapat ditemui pada NPDR
32
dapat berupa mikroaneurisma, perdarahan intraretina berupa dot dan blot, cotton
wool spot, hard exudates,venous beading, infark pada nerve fiber layer dan area
nonperfusi (AAO, 2011; Brinchmann, 2012; Kanski, 2012).
Gambar 2.2 Lokasi terjadinya lesi pada NPDR (Kanski, 2012)
NPDR ringan ditandai dengan ditemukannya mikroaneurisma pada daerah
inner nuclear layer (American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-
2012a). Gambaran klinis NPDR sedang yaitu gambaran NPDR ringan dan soft
exudates (cotton wool spot) dan atau intra retina mikroaneurisma (IRMA). NPDR
berat ditandai dengan ditemukannya salah satu dari beberapa keadaan seperti
perdarahan dot atau blot di 4 kuadran, dilatasi vena (venous beading) di 2 atau
lebih kuadran, dan moderate intra retina mikro aneurisma (IRMA) di lebih dari
satu kuadran (American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).
Gambar 2.3 NPDR. A. Panah hitam menunjukkan mikroaneurisma pada temporal
fovea; B. Panah hitam menunjukkan dot dan blot; C. Panah hitam menunjukkan
hard exudat (Klein BE and Moss, 2011)
A B C
33
2.2.1 Diagnosis NPDR
Diagnosis NPDR ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
oftalmologi. Anamnesis yang menunjang yaitu ditemukan adanya riwayat DM.
Pasien DM dengan NPDR biasanya tidak mengeluh adanya gangguan
penglihatan. Tajam penglihatan yang terganggu, umumnya disebabkan oleh
karena adanya edema makula atau iskemia makula (American Academy of
Ophthalmology and Staff, 2011-2012a; Tarr, et al., 2013).
Pemeriksaan oftalmologi menggunakan slit-lamp biomicroscopy dengan
lensa condensing 78 atau dengan foto fundus, dapat ditemukan adanya
mikroaneurisma satu kuadran pada daerah inner nuclear layer berupa gambaran
titik kemerahan (dots) dengan batas tegas, ukuran kurang dari 1/12 dari diameter
optic disc, diameternya bervariasi 12-100 mikron, dan lokasi tersering pada
posterior pole, area temporal dari fovea (Lee et al., 2009; Gupta et al,. 2009).
A. B
Gambar 2.4 NPDR ringan. A, Fundus Photography. B, Fundus Fluorescein
Angiography (FFA) (Tarr, et al., 2013; Gupta et al,. 2009)
Mikroaneurisma merupakan suatu kantongan ke arah luar pada dinding
kapiler dan merupakan tanda klinis awal adanya suatu lesi retina pada pasien DM.
Peningkatan atau penurunan jumlah pembentukan mikroaneurisma dapat
dijadikan indikator terjadinya progresi atau regresi penyakit retinopati diabetik
34
pada stadium awal NPDR. Jumlah mikroaneurisma saat pemeriksaan awal dapat
digunakan sebagai prediktor penting progresivitas retinopati diabetik (Gupta et
al,. 2009). Mikroaneurisma paling baik dideteksi dengan fundus fluorescein
angiography (FFA), biasanya tampak mengelilingi area tanpa perfusi kapiler.
FFA merupakan metode yang sempurna untuk menampilkan detail kapiler retina
terutama perubahan patologis yang terjadi serta berguna dalam mengukur
progresifitas dan penatalaksanaan retinopati diabetik. FFA tidak diindikasikan
sebagai alat skrining retinopati diabetik karena memerlukan tenaga terlatih dan
biaya yang mahal. Pemeriksaan ophtalmoskop, slit lamp biomicroscopy dan foto
fundus dapat digunakan untuk menilai keparahan retinopati diabetik (Mitchell and
Foran, 2009).
Pemeriksaan ophtalmoskop dengan pupil lebar yang dilakukan oleh
oftalmologist terlatih menunjukkan kesesuaian sebesar 85% dengan foto fundus.
Ketidaksesuaian biasanya terjadi pada retinopati diabetik stadium awal dimana
mikroaneurisma yang tampak secara foto fundus dapat tidak tampak secara
oftalmoskopi. Foto fundus memberikan rekaman permanen penampakan fundus
dan dapat digunakan untuk mendokumentasikan keparahan dan progresifitas
penyakit. Foto fundus dengan tujuh lapang pandang standar menampilkan
dokumentasi dan derajat progresifitas serta respon pengobatan secara mendetail.
Foto fundus dikatakan memiliki sensitivitas 100% dalam mendeteksi retinopati,
sedangkan oftalmoskop dapat mendeteksi sekitar 86%, dan sensitivitas ini
berkurang 50% pada pupil yang tidak dilebarkan. Pemeriksaan oftalmoskop
35
dengan pupil lebar direkomendasikan untuk dilakukan sebagai pemeriksaan rutin
sebagai pemeriksaan yang hemat biaya (Olk and Lee, 2009).
2.2.2 Penatalaksanaan NPDR
Pasien NPDR hingga saat ini belum banyak diberikan intervensi pengobatan.
Pasien NPDR dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan rutin setiap 3 bulan
untuk menilai progresifitas penyakit dan yang terpenting adalah pasien dengan
NPDR dikonsultasikan ke endokrinologist untuk menilai kontrol terhadap gula
darah (Gupta et al., 2009).
2.3. PDR
Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR) atau retinopati diabetik proliferatif
adalah retinopati diabetik dengan pembentukan pembuluh darah baru.
Pembentukan pembuluh darah baru berkembang dalam 3 tahap, yaitu
pembentukan pembuluh darah baru dengan pertumbuhan jaringan fibrous minimal
dan meluas melewati internal limiting membrane (ILM), peningkatan ukuran dan
perluasan dari pembuluh darah baru, dan regresi pembuluh darah baru dengan sisa
proliferasi fibrovaskular sepanjang posterior hyaloids.
Gambar 2.5 . Lokasi terjadinya lesi pada PDR (Kanski, 2012)
36
PDR dibagi menjadi 3 stadium, yaitu PDR stadium awal, PDR dengan
risiko tinggi, dan PDR stadium lanjut. PDR stadium awal, gambaran klinisnya
berupa pembentukan pembuluh darah baru pre retina dan ditemukan perdarahan
vitreus. PDR dengan risiko tinggi ditemukan pembentukan pembuluh darah baru
pada setengah area disk dengan adanya perdarahan vitreus atau pre retina. PDR
stadium lanjut ditemukan perdarahan vitreus, ablatio retina yang melibatkan
makula (American Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a).
2.3.1 Diagnosis PDR
Diagnosis PDR ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik oftamologi.
Anamnesis yang menunjang yaitu ditemukan adanya riwayat DM. Pasien DM
dengan PDR biasanya mengeluh adanya gangguan penglihatan yang semakin
lama semakin memberat. Tajam penglihatan yang semakin terganggu, dapat
disebabkan oleh karena edema makula dan atau iskemia makula (American
Academy of Ophthalmology and Staff, 2011-2012a; Tarr, et al., 2013).
Pemeriksaan oftalmologi menggunakan slit-lamp biomicroscopy dengan
lensa condensing 78 atau dengan foto fundus ditemukan adanya pembentukan
pembuluh darah baru seringkali didapatkan pada sekitar disc (neovscularization
of the disc/NVD) dan area lain di retina (neovascularization elsewhere/NVE)
(Duh, 2010; Gupta et al,. 2009).
37
Gambar 2.6 PDR. A dan B. Fundus Photography, panah hitam menunjukkan
neovascularization of the disc (NVD) (Duh,2010; Kanski, 2012)
Gambar 2.7 PDR . A dan B. Fundus Photography, panah hitam menunjukkan
neovascularization elsewhere (NVE) (Duh,2010; Kanski, 2012)
2.3.2. Penatalaksanaan PDR
Tujuan terapi PDR adalah untuk memperlambat dan mencegah komplikasi
lebih lanjut , seperti perdarahan vitreus, traksi, dan ablasio retina. Penanganan
PDR yang terpenting adalah kontrol kadar gula darah, yaitu dengan mengubah
pola hidup, diet, olahraga, ataupun obat-obatan. Pasien PDR dikonsultasikan ke
endokrinologist untuk mengontrol kadar gula darah.
Pasien PDR diberikan terapi laser untuk mencegah terjadinya perdarahan
dan pembentukan pembuluh darah baru. Pasien PDR yang mengalami komplikasi
perdarahan vitreus sebaiknya dilakukan vitrektomi dan dilanjutkan dengan
endolaser dan anti VEGF (vascular endotel growth factor) untuk mencegah
A B
A B
38
pembentukan pembuluh darah baru. Pasien PDR di sarankan kontrol minimal
setiap dua bulan untuk menilai progresifitas penyakit sehingga jika diperlukan
dapat diambil tindakan sedini mungkin untuk mencegah komplikasi yang lebih
berat (Gupta et al., 2009).
Gambar 2.8. A. PDR; neovascularization elsewhere (NVE) B. Terapi
laser panretinal photocoagulation (PRP) pada kasus PDR (Kanski, 2012)
A B
39
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Retinopati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskuler yang terjadi
pada pasien diabetes melitus . Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab
utama kebutaan di dunia. Endotel pembuluh darah retina yang terpapar
hiperglikemia dalam jangka waktu lama dapat mengalami perubahan
mikrovaskuler. Kadar gula darah pada pasien DM sangat penting diperiksa,
namun kadar gula darah puasa seringkali tidak mencerminkan kondisi glikemia.
HbA1c menggambarkan kondisi glikemia tiga bulan yang penting untuk
mengevaluasi kadar gula darah, keberhasilan terapi, dan prognosis.
Progresifitas NPDR dan PDR dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yaitu umur dan jenis kelamin. Faktor eksternal yaitu
lama menderita DM, kadar gula darah (HbA1c),dislipidemia, obesitas,penggunaan
vitamin C dan E dosis tinggi, dan kontrol tekanan darah.
Penelitian-penelitian saat ini difokuskan pada kadar HbA1c yang
diasumsikan bahwa kadar HbA1c yang lebih tinggi dari normal menyebabkan
retinopati diabetik proliferatif. Berdasarkan masalah yang dihadapi serta kajian
pustaka di atas, disusunlah konsep dasar penelitian seperti di bawah ini.
40
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang telah diuraikan
sebelumnya, maka selanjutnya dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian
seperti yang dicantumkan dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep penelitian
3.2 Hipotesis Penelitian
HbA1c yang tinggi meningkatkan prevalensi retinopati diabetik proliferatif
(PDR) pada pasien retinopati diabetik
Faktor Eksternal:
-Lama menderita DM
-Dislipidemia
-Obesitas
-Vitamin C dan E dosis tinggi
-Hipertensi
Faktor Internal:
- Umur
- Jenis Kelamin
DM Retinopati diabetik (DR)
NPDR PDR
HbA1c
kontrol gula darah,
anemia,thallasemia,
gagal ginjal kronik
41
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan
studi potong lintang (cross sectional) (Fleiss, 1981) untuk membuktikan bahwa
kadar HbA1c yang tinggi meningkatkan prevalensi PDR pada pasien retinopati
diabetik.
Rancangan penelitian secara skematis digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Poliklinik Mata dan Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam divisi
Endokrin Metabolik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar dan RS
Indra mulai 1 Agustus 2014 sampai dengan 30 November 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
PDR
NPDR Pasien DM
HbA1c tinggi
HbA1c normal
HbA1c tinggi
HbA1c normal
Retinopati diabetik
(+)
Retinopati diabetik
(-)
42
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi target penelitian ini adalah semua pasien DM. Populasi terjangkau
penelitian ini adalah semua pasien DM yang datang berobat ke poliklinik
Penyakit Dalam divisi Endokrin Rumah Sakit Sanglah, Poliklinik Mata RSUP
Sanglah dan RS Indra tanggal 3 Oktober 2014 sampai dengan 31 Januari 2015.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah semua pasien DM yang datang berobat ke poliklinik
Penyakit Dalam divisi Endokrin Rumah Sakit Sanglah, Poliklinik Mata RSUP
Sanglah dan RS Indra tanggal 3 Oktober 2014 sampai dengan 31 Januari 2015
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.3.2.1.1 Kriteria inklusi
a. Pasien Diabetes Mellitus (DM)
b. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent.
4.3.2.1.2 Kriteria eksklusi
a. Subjek dengan infeksi dan atau inflamasi intraokular.
b. Subjek dengan kelainan pada segmen anterior dan posterior mata yang
dapat mengganggu visualisasi saat pemeriksaan retina selain RD
c. Subjek dengan penyakit anemia, gagal ginjal kronis, thalasemia
d. Subjek yang mengkonsumsi vitamin C dan vitamin E dosis tinggi selama
1 bulan terakhir
e. Subjek dengan obesitas
43
4.3.2.2 Besar Sampel
Berdasarkan acuan Kirkwood (1988), penentuan jumlah sampel berdasarkan
rumus perhitungan besar sampel minimal untuk masing-masing kelompok adalah
sebagai berikut:
n 1 = n 2 = { Zα√2PQ + Zβ√P1Q1 + P2Q2 }2
(P1 – P2)2
1. Tingkat kemaknaan yang dikehendaki sebesar 95%, yaitu α = 0,05 dan
hipotesis satu arah, dipakai Z£ = 1,645
2. Power penelitian yang direncanakan sebesar 80%, yaitu β=0,20 dan Zβ = 0,842
3. P1 adalah perkiraan proporsi efek standar, yaitu prevalensi PDR pada DM,
yaitu 0,4 (berdasarkan kepustakaan Cahill, 2007).
4. P2 adalah proporsi efek yang diteliti, yaitu prevalensi PDR dengan HbA1c yang
tinggi, didapatkan 0,72 (berdasarkan kepustakaan Longo et al, 2008)
5. Prevalensi retinopati diabetik pada pasien DM tipe II : 60% (AAO, 2012)
P=(P1+P2):2=0,56 Q = 1-P =0,44
P1 = 0,40 Q1 = 1 – P1 = 0,6
P2 = 0,72 Q2 = 1-P2 = 0,28
P1 – P2 = 0,32
n1=n2 = 36,04 = 37 sampel
Jadi jumlah sampel penelitian sebesar 74 sampel
Besar sampel untuk pasien DM tipe II yang meliputi retinopati dan non
retinopati diabetik yaitu sebesar: n=100/60 x 74 = 123 pasien
Besar sampel pasien non retinopati diabetik = 123 – 74 = 49 pasien
44
4.3.2.3 Cara Pemilihan Sampel
Sampel dipilih dengan teknik consecutive sampling dari populasi
terjangkau. Sampel yang dipilih adalah pasien retinopati diabetik dengan derajat
NPDR dan PDR pada satu atau kedua mata, namun apabila kedua mata berbeda
derajat retinopatinya, maka pasien dimasukkan ke dalam kelompok retinopati
diabetik dengan stadium yang lebih tinggi (PDR).
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Klasifikasi dan Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas adalah HbA1c
2. Variabel tergantung adalah pasien dengan PDR, NPDR
3. Variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, lama menderita DM
Gambar 4.2 Skema hubungan antar variabel
Variabel Bebas
HbA1c
Variabel Tergantung
PDR, NPDR
Variabel Kendali
Umur, jenis kelamin, lama menderita DM
45
4.4.2 Definisi Operasional Variabel
1. Diabetes mellitus yaitu suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula dalam darah plasma puasa > 126 mg/dL dan gula darah
plasma 2 jam setelah makan glukosa > 200 mg/dL selama tes oral toleransi
glukosa atau glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL, disertai keluhan klasik seperti
poliuria, polifagia, dan polidipsia. (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).
2. Retinopati diabetik non proliferatif (NPDR) adalah suatu keadaan awal yang
terjadi di retina berupa mikroaneurisma pada daerah inner nuclear layer karena
adanya dilatasi pembuluh darah retina pada pasien DM (American Academy of
Ophthalmology and Staff, 2011-2012). Pemeriksaan menggunakan slit lamp
biomikroskopi dengan lensa condensing 78 dioptri dan dengan pemeriksaan foto
fundus-retina (“Visucam Carl Zeiss”) yang diinterpretasi oleh minimal 2 orang
dokter spesialis mata divisi vitreoretina (dr PB, dr AN, dr DH).
3. Retinopati diabetik proliferatif (PDR) adalah suatu keadaan dimana terdapat
pembentukan pembuluh darah baru pada retina, baik yang terjadi pada papil
(neovascularization of the disc/NVD) ataupun yang terjadi pada retina
(neovascularization elsewhere/NVE) pasien DM (American Academy of
Ophthalmology and Staff, 2011-2012a). Pemeriksaan menggunakan slit lamp
biomikroskopi dengan lensa condensing 78 dioptri dan dengan pemeriksaan foto
fundus-retina (“Visucam Carl Zeiss”) yang diinterpretasi oleh minimal 2 orang
dokter spesialis mata divisi vitreoretina (dr PB, dr AN, dr DH).
4. HbA1c adalah kadar hemoglobin pada sel darah merah yang mengikat
glukosa, sebagai petunjuk kontrol glikemik dalam 3 bulan. Kadar HbA1c
46
ditetapkan berdasarkan TINIA (turbidimetric inhibitor immunoassay) untuk
menghemolisis darah dan diperiksa dengan alat cobas 501 tahun 2010. Hasil
dinyatakan dalam bentuk presentase. Kadar HbA1c dikategorikan tinggi bila ≥
6,5% dan dikategorikan normal bila < 6,5% (American Diabetes Association,
2010). Pemeriksaan dikerjakan di laboratorium terpusat yang sudah terakreditasi
yaitu Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
5. Umur adalah lama waktu hidup terhitung dari tanggal kelahiran sampai saat
dilakukan penelitian, umur dinyatakan dalam tahun. Data diperoleh dari
anamnesis dan data rekam medis.
6. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak seseorang lahir, diperoleh dari melihat fenotip dan rekam medis.
7. Lama menderita diabetes melitus adalah lamanya pasien mengetahui dirinya
terkena diabetes melitus sampai dengan penelitian dilakukan. Data diperoleh dari
anamnesis dan data rekam medis pasien, dinyatakan dalam tahun.
8. Infeksi intraokular adalah subyek yang sedang menderita peradangan pada
segmen anterior dan atau segmen posterior bola mata, antara lain konjungtivitis,
keratitis, ulkus kornea, uveitis anterior dan posterior, yang ditentukan dengan
pemeriksaan slit lamp dan funduskopi
9. Obesitas adalah suatu keadaan terakumulasinya jaringan lemak secara
berlebihan dalam tubuh. Obesitas diukur dengan indeks massa tubuh (IMT) yaitu
berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter (m2), disebut
obesitas bila IMT lebih dari atau sama dengan 30 kg/m2.
47
10. Penggunaan vitamin antioksidan adalah subyek dengan riwayat sedang atau
pernah mengkonsumsi vitamin antioksidan (vitamin C dan E) dalam kurun waktu
satu bulan terakhir, yang diperoleh melalui teknik wawancara.
11. Prevalensi adalah proporsi subyek yang sakit pada suatu waktu tertentu
(Sastroasmoro, 2011). Prevalensi merupakan faktor penting pada studi cross-
sectional dimana pada penelitian cross-sectional, akan digambarkan perbandingan
prevalensi penyakit pada kelompok dengan faktor risiko, dengan prevalensi
penyakit pada kelompok tanpa faktor risiko.
12. Ratio Prevalensi (RP) adalah perbandingan antara prevalensi suatu efek pada
kelompok dengan faktor risiko tertentu dengan prevalensi efek pada kelompk
tanpa faktor risiko. Ratio prevalensi ini menunjukkan nilai dari prevalensi yang
ditunjukkan dengan angka 1. Penilaian ratio prevalensi sama dengan 1 artinya
variabel bebas yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada pengaruhnya dalam
terjadinya efek. Ratio prevalensi lebih dari 1 dengan Interval Kepercayaan (IK)
mencakup angka 1, berarti variabel bebas tersebut merupakan faktor risiko dan
variabel bebas tersebut meningkatkan prevalensi variabel tergantung
(mengakibatkan suatu efek). Ratio prevalensi kurang dari 1, berarti faktor risiko
yang diteliti merupakan faktor protektif (Sastroasmoro, 2011).
48
4.5 Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
oftalmologi, dan pengambilan sampel darah. Diagnosis NPDR dan PDR dicatat
pada lembar pemeriksaan status oftalmologi dan lembar kuisioner penelitian.
Peralatan pemeriksaan oftalmologi meliputi E chart atau snellen chart,
tonometri schiotz, funduskopi atau lensa 78, slit lamp, anestesi topikal (pantocain
0,5%), dan sikloplegik (mydriatil 0,5%), dan foto fundus. Peralatan yang
digunakan dalam pengambilan sampel darah untuk pengukuran kadar HbA1c
adalah sarung tangan steril, kapas alkohol, tourniket, spuit 3 cc disposible, tabung
berisi K2-EDTA.
4.6 Prosedur Penelitian
4.6.1 Tahap persiapan
Subjek penelitian diseleksi di poliklinik Ilmu Penyakit Dalam divisi
Endokrin Metabolik RSUP Sanglah dan poliklinik Mata RSUP Sanglah dan RS
Indra, Denpasar. Wawancara dan pemeriksaan mata dilakukan oleh peneliti.
Setelah diperoleh sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian,
selanjutnya dijelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian serta menandatangani
informed consent. Sampel diperiksa dan ditentukan apakah mengalami komplikasi
retinopati diabetik atau tidak. Psien dengan retinopati diabetik selanjutnya
ditentukan NPDR atau PDR dan kemudian diambil sampel darah dan diperiksa
kadar HbA1c.
49
4.6.2 Pelaksanaan Penelitian
Adapun urutan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Anamnesis meliputi nama, umur, jenis kelamin, riwayat penyakit sebelumnya
(riwayat diabetes melitus, hipertensi,penggunaan vitamin C dan E), riwayat
penyakit sekarang, riwayat pengobatan berdasarkan lembar kuisioner penelitian.
Data kemudian dicatat dalam tabel induk.
2. Diagnosis pasien NPDR dan PDR ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp dan funduskopi. Pada anamnesis
dilakukan dengan melihat catatan rekam medis untuk mengetahui riwayat DM,
berapa lama menderita DM, terapi yang diperoleh, kontrol terhadap DM.
Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan visus menggunakan E
chart atau snellen chart, kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan intraokular
dengan tonometri schiotz dan bila hasilnya kurang dari 21 mmHg, pupil pasien
kemudian dilebarkan dengan sikloplegik (mydriatil 0,5%). Pemeriksaan
selanjutnya adalah pemeriksaan menggunakan slit lamp biomikroskopi dengan
lensa condensing 78 dioptri dan foto fundus-retina (“Visucam Carl Zeiss”) untuk
menentukan NPDR atau PDR.
3. Pengambilan Sampel Darah
Darah diambil melalui vena cubiti yaitu sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuit
3 cc setelah sebelumnya dilakukan desinfeksi pada tempat pengambilan. Masing-
masing sampel darah vena yang diambil ditampung dalam tabung yang berisi K2-
EDTA. Pengambilan sampel darah dilakukan oleh petugas laboratorium,
kemudian sampel darah dimasukkan ke dalam kotak styrofoam yang berisi es
50
kering (dry ice) untuk segera dibawa ke Laboratorium Patologi Klinik Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah.
4. Pemeriksaan hemoglobin glikosilat (HbA1c)
Kadar HbA1c ditetapkan berdasarkan TINIA (turbidimetric inhibitor
immunoassay) . Tabung yang berisi sampel darah dimasukkan ke alat cobas 501
selama 30 menit, dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk persentase. Kadar
hemoglobin glikosilat (HbA1c) dikategorikan tinggi bila lebih besar dari cut off
point penelitian ini, yaitu 7,7%.
51
4.7 Alur Penelitian
Pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada alur penelitian yang ditunjukkan dengan
bagan alur penelitian pada Gambar 4.3
Gambar 4.3 Skema Alur Penelitian
HbA1c , cut off point (ROC)
Persetujuan Komisi Etik PPS
Unud
Informed Consent
Retinopati Diabetik Non Proliferatif / Non Proliperative Diabetic Retinopathy (NPDR) :37
Sampel
Kriteria Eksklusi
-Subjek dengan infeksi intraokular
-Subjek dengan kelainan pada segmen
anterior dan posterior mata yang dapat
mengganggu visualisasi saat
pemeriksaan retina selain RD
-Subjek dengan penyakit anemia, gagal
ginjal kronis, thalasemia
-Subjek dengan obesitas
-Subjek dengan riwayat pemakaian
vitamin C, E dalam 1 bulan terakhir
Pasien DM
Pasien DM yang datang ke poliklinik poliklinik Interna
RSUP Sanglah dan poliklinik Mata RSUP Sanglah & RS
Indra 3 Oktober 2014 - 31 Januari 2015
Kriteria Inklusi
-Pasien DM :123
-Bersedia ikut penelitian
(informed consent)
Eligible Sample
Retinopati Diabetik (+) : 74 Retinopati Diabetik (-) : 49
Retinopati Diabetik Proliferatif
/Proliperative Diabetic Retinopathy
(PDR): 37
Analisis Data
HbA1c
normal
HbA1c
tinggi
HbA1c
normal
HbA1c
tinggi
52
4.8 Analisis Data Statistik
Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam formulir penelitian kemudian direkam
dalam tabel induk, kemudian dilakukan serangkaian tahapan analisis data untuk
menjawab permasalahan penelitian. Adapun tahapan analisis data sebagai berikut:
1. Seleksi data yaitu editing, coding dan tabulasi dimasukkan pada file navigator
program Stastical Package for The Social Sciences (SPSS).
2. Analisi statistik deskriptif
Untuk menggambarkan karakteristik umum dan distribusi frekuensi variabel,
yaitu : umur, jenis kelamin, lamanya menderita diabetes melitus, derajat
retinopati diabetik (NPDR atau PDR) dan kadar HbA1c. Hasil penelitian
disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.
3. Uji Normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov, jumlah sampel > 30
untuk menguji apakah data penelitian berdistribusi normal atau tidak.
4. Menghitung prevalensi retinopati diabetik, prevalensi NPDR, dan prevalensi
PDR dengan menggunakan data-data yang sudah diperoleh
5. Menentukan cut off point kadar HbA1c menggunakan Kurva ROC . Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan data dikotomi untuk kadar HbA1c normal atau
tinggi. Pada analisis ROC akan didapatkan luas area dibawah kurve ( Area
Under Curve = AUC ) dan cut off point kadar HbA1c. Nilai AUC yang
dianggap baik apabila ≥ 70%
6. Menghitung rasio prevalensi (RP) PDR dibandingkan retinopati diabetik
dengan menggunakan tabel 2x2 dengan Interval Kepercayaan (IK) = 95%
53
dimana nilai >1 menunjukkan adanya risiko, nilai < 1 menunjukkan adanya
proteksi, dan nilai = 1 menunjukkan tidak adanya hubungan.
7. Analisis multivariat regresi logistik digunakan untuk melihat faktor risiko,
odd ratio (OR) dari variabel umur, jenis kelamin, dan lama DM terhadap
PDR dengan IK 95% dan bermakna secara statistik jika p < 0,05.
54
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pasien DM dengan retinopati diabetik yang datang
berobat ke poliklinik penyakit dalam RSUP Sanglah, poliklinik mata RSUP
Sanglah dan RS Indera Denpasar.
Pengambilan subjek penelitian dilakukan selama periode 3 Oktober 2014
sampai 31 Januari 2015 secara consecutive. Penelitian ini melibatkan 123 pasien
DM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Seluruh subjek penelitian
menandatangani informed consent. Seratus dua puluh tiga pasien DM ini
kemudian dikelompokkan menjadi 74 pasien DM dengan retinopati diabetik dan
49 pasien DM tanpa retinopati diabetik. Tujuh puluh empat pasien DM dengan
retinopati diabetik kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok PDR dan kelompok NPDR dimana masing-masing kelompok terdiri
dari 37 subjek. Kedua kelompok inilah yang kemudian diambil darahnya dan
diperiksakan kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) di laboratorium.
Rerata kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) pada kelompok PDR adalah
9,40 ± 2,17 %. Rerata kadar HbA1c pada kelompok NPDR adalah 7,06 ± 1,97%.
Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi retinopati diabetik pada pasien DM
sebesar 60,16 % . Penelitian ini juga menunjukkan prevalensi PDR dan NPDR
pada retinopati diabetik masing-masing sebesar 30,08 %.
55
Tabel 5.1 memperlihatkan karakteristik subjek penelitian. Subjek pada
kelompok PDR memiliki rerata umur 56,00 ± 7,60 tahun dan pada kelompok
NPDR memiliki rerata umur 57,32 ± 9,74 tahun. Jenis kelamin laki-laki
ditemukan lebih banyak dibandingkan perempuan pada kelompok PDR dan
NPDR, yaitu 51 % pada kelompok PDR dan 54% pada kelompok NPDR. Rerata
lama terdiagnosis DM pada kelompok PDR adalah 9,72 ± 3,92 tahun dan pada
kelompok NPDR adalah 8,50 ± 2,92 tahun.
Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik
PDR NPDR
Umur (Tahun)
(Rerata±SD) 56,00 ± 7,60 57,32 ± 9,74
Jenis Kelamin {n (%)}
Laki-laki 19 (51) 20 (54)
Perempuan 18 (49) 17 (46)
Lama Terdiagnosis DM (tahun)
(Rerata±SD) 9,72 ± 3,92 8,50 ± 2,92
5.2 Menentukan Cut Off Point HbA1c dengan menggunakan kurva ROC
Kurva ROC (Receiver Operating Characteristic) digunakan untuk melihat AUC
(Area Under Curve) dan menentukan cut off point HbA1c.
Pada kurva ROC didapatkan luas area di bawah kurva ( Area Under
Curve = AUC) sebesar 85,2%. Nilai AUC = 85,2 % memiliki arti bahwa jika
pemeriksaan kadar HbA1c digunakan untuk mendiagnosis ada tidaknya PDR pada
100 orang pasien, maka kesimpulan yang tepat akan diperoleh pada 85 pasien.
56
Nilai AUC sebesar 85,2%, dengan IK 95% dengan batas bawah 76,1% dan
batas atas 94,3% dan p < 0,001 secara statistik tergolong kuat karena lebih besar
daripada nilai AUC minimal yang diharapkan peneliti, yaitu sebesar 70%.
Tujuan uji diagnostik pada penelitian ini adalah tujuan skrining sehingga
untuk menentukan cut off point dicari titik potong dimana nilai sensitivitasnya
tinggi. Titik potong kurva ROC (cut off point) dipilih pada sensitivitas 0,816
sehingga diperoleh kadar HbA1c yang tinggi adalah kadar HbA1c lebih dari 7,77.
Gambar 5.1 memperlihatkan kurva ROC (Receiver Operating
Characteristic) dan nilai AUC (Area Under Curve).
Gambar 5.1. Kurva ROC
5.3 Ratio Prevalensi PDR
Tabel 5.2 merupakan tabel 2x2 yang memperlihatkan kadar HbA1c dengan
diagnosis NPDR dan PDR. Nilai ratio prevalensi (RP) > 1 memiliki pengertian
bahwa HbA1c yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya PDR.
57
Tabel 5.2 Ratio Prevalensi PDR
PDR NPDR Jumlah
HbA1c tinggi 31 9 40
HbA1c normal 6 28 34
Jumlah 37 37 74
RP = 3,8; IK = 95 %; RP = 1,96–7,67; x2 = 24,7; df = 1; p < 0,001
5.3 Analisis Multivariat
Tabel 5.3 memperlihatkan analisis mulltivariat regresi logistik antara variabel
umur, jenis kelamin, lama DM, kadar HbA1c dan PDR. Umur meningkatkan
risiko 1,3% terhadap prevalensi PDR. Jenis kelamin laki-laki meningkatkan risiko
0,87% terhadap prevalensi PDR. Lama terdiagnosis DM meningkatkan risiko
0,59% terhadap prevalensi PDR. Variabel umur, jenis kelamin, dan lama
terdiagnosis DM tidak bermakna terhadap prevalensi PDR (p>0,05). Kadar
hemoglobin glikosilat yang tinggi (HbA1c > 7,77%) meningkatkan risiko 18,33%
terhadap prevalensi PDR (Odd Ratio = 5,334-62,919). Hal ini bermakna secara
statistik (p<0,001).
Tabel 5.3 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik
Variabel Koefisien OR (IK 95%) p
Umur 0,294 1,342 (0,351-5,126) 0,667
Jenis Kelamin 0,137 0,872 (0,267-2,842) 0,820
Lama DM 0,586 1,797 (0,349-9,250) 0,483
Kadar Hemoglobin Glikosilat 2,908 18,319 (5,334-62,919) < 0,001
Konstanta -2,040 0,130 0,37
58
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Subjek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan
studi potong lintang (cross sectional) . Penelitian ini melibatkan 74 subjek
penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang terdiri dari dua
kelompok, yaitu kelompok NPDR dan kelompok PDR. Seluruh subjek penelitian
telah menandatangani informed consent. Subjek pada penelitian ini kemudian
dilakukan pengambilan darah dari vena cubiti sebanyak 3 cc untuk mengukur
kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c). Karakteristik subjek penelitian dalam
penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, lama terdiagnosis DM dan kadar
HbA1c.
Umur merupakan salah satu faktor risiko Diabetic Retinopathy (DR) pada
penderita DM. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa umur penderita NPDR
dan PDR adalah diatas 45 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Xu Jie, et al.,
(2013) di Cina mendapatkan bahwa rerata umur pasien NPDR 60,75 ± 8,74 tahun
dan rerata umur pasien PDR adalah 58 ± 5 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
Sulaiman, et al., (2010) di Kelatan mendapatkan bahwa rerata umur pasien
NPDR adalah 60,22 ± 8,71 tahun dan rerata umur pasien PDR adalah 64,31 ± 7,92
tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Longo, et al., (2009) di Afrika
mendapatkan bahwa rerata umur pasien NPDR adalah 56,11 ± 8,12 tahun dan
rerata umur pasien PDR adalah 55,12 ± 7,11 tahun. Penelitian-penelitian diatas
tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian ini. Pada penelitian ini, didapatkan
59
bahwa rerata umur pasien kelompok PDR adalah 56,00 ± 7,60 tahun. Rerata umur
kelompok NPDR adalah 57,32 ± 9,74 tahun.
Faktor risiko penting terjadinya retinopati diabetik pada penderita DM
adalah umur. Beberapa penelitian melaporkan prevalensi DR mengalami
peningkatan dengan bertambahnya umur (Sulaiman, 2010). Pertambahan umur
dapat menurunkan fungsi tubuh yang disebabkan oleh karena proses apoptosis sel
yang dimulai pada umur lebih dari 45 tahun. Keadaan hiperglikemia yang kronis,
reaksi inflamasi dan stress oksidatif mempercepat terjadinya apoptosis sel di
retina sehingga mengakibatkan terjadinya keadaan retinopati. Kedua hal tersebut
menjelaskan mengapa orang tua lebih rentan terhadap kejadian DR yang akhirnya
ditemukan meningkat dengan bertambahnya usia (Kowluru, et al., 2010).
Jenis kelamin merupakan faktor risiko penting selain umur pada pasien
PDR dan NPDR. Beberapa penelitian menunjukkan perbedaan karakteristik jenis
kelamin pada pasien PDR dan NPDR. Stratton et al. (2012) di Spanyol
melaporkan prevalensi antara laki-laki dengan perempuan penderita NPDR adalah
sama, yaitu sebesar 50%. Penelitian Funatsu et al. (2011) di Cina, mendapatkan
pasien NPDR ditemukan pada 55% perempuan. Penelitian Javadi, et al (2011) di
Tehran, menemukan 55% pasien NPDR adalah perempuan. Namun ada beberapa
penelitian yang menunjukkan hasil berbeda mengenai predileksi jenis kelamin
pada pasien NPDR. Hartnett et al (2010) melaporkan bahwa 61,3% pasien NPDR
pada penelitiannya adalah laki-laki. Niazi et al (2010) di Portugal melaporkan
bahwa 63,2% laki-laki pada penelitiannya masuk dalam kelompok NPDR.
Penelitian yang dilakukan oleh Olk, et al (2010) di Jepang, menemukan bahwa
60
sebanyak 54,5% laki-laki masuk dalam kelompok NPDR. Hasil penelitian
tersebut mirip dengan hasil penelitian Huang (2010) di Malaysia yang
melaporkan pasien NPDR lebih banyak ditemukan pada laki-laki, yaitu sebanyak
81orang (54%) dan perempuan 69 orang (46%). Pada penelitian ini didapatkan
bahwa jenis kelamin laki-laki paling banyak pada kelompok NPDR yaitu
sebanyak 20 orang (53%) dan perempuan 17 orang (47%).
Perbedaan hasil penelitian mengenai jenis kelamin pada beberapa
penelitian diatas dapat dipengaruhi beberapa faktor, seperti jumlah sampel yang
lebih banyak jenis kelamin tertentu, ataupun gaya hidup seperti merokok, minum
alkohol, minum soda yang sering dilakukan oleh laki-laki sehingga lebih banyak
laki-laki yang mengalami NPDR (Huang, 2010). Menurut American Academy of
Ophtalmology and Staff (2010), jenis kelamin laki-laki merupakan salah satu
faktor risiko retinopati diabetik yang lebih sering dipengaruhi oleh gaya hidup,
minum alkohol dan soda .
Karakteristik jenis kelamin pada kelompok PDR sedikit berbeda dengan
kelompok NPDR. Penelitian yang dilakukan oleh Longo (2009) di Afrika
mendapatkan jenis kelamin terbanyak pada kelompok PDR adalah laki-laki
(50,7%). Penelitian Dirani, et al (2011) mendapatkan 51,11% penderita PDR
adalah laki-laki. Namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan sebaliknya.
Penelitian Funatsu, et al (2011) di Jepang melaporkan bahwa PDR ditemukan
pada 50% laki-laki dan 50% perempuan. Hartnett (2010), menunjukkan 54,4%
penderita PDR adalah perempuan. Penelitian Javadi, et al (2010) menujukkan
53,3% penderita PDR adalah perempuan. Pada penelitian ini, didapatkan jenis
61
kelamin terbanyak pada kelompok PDR adalah perempuan (19 orang / 51%),
dimana pada kelompok NPDR, jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki (20
orang/ 54%).
Karakteristik jenis kelamin kelompok PDR dan NPDR pada penelitian ini
berbeda, dimana pada kelompok PDR lebih banyak dialami oleh perempuan.
Perempuan cenderung lebih peduli akan kesehatan, dimana seringkali laki-laki
cenderung mengabaikan keluhan yang muncul. Gaya hidup dan status ekonomi
seperti kebiasaan laki-laki yang sebagian besar merokok, mengkonsumsi kopi,
alkohol, minuman bersoda, minimal aktivitas seringkali meningkatkan
progresivitas DR (Javadi et al., 2010). Faktor bahwa perempuan lebih peduli akan
kesehatan terutama jika terjadi keluhan menurunnya tajam penglihatan menjadi
faktor yang dapat menjelaskan mengapa jenis kelamin terbanyak pada kelompok
PDR adalah perempuan (Hartnett et al., 2010; Sulaiman, 2010).
Lama menderita DM merupakan faktor penting pada NPDR dan PDR.
Beberapa penelitian menunjukkan beberapa variasi lama menderita DM sampai
kemudian ditemukan komplikasi NPDR dan PDR. Penelitian Niazi (2010),
mendapatkan bahwa lama DM antara 5 sampai 10 tahun mempunyai risiko NPDR
5 kali dibandingkan DM yang kurang dari 5 tahun. Insiden retinopati diabetik
setelah 4 tahun follow-up adalah sekitar 50% pada DM tipe 1 dan tipe 2, dan
setelah 10 tahun follow-up menjadi 74% (Doft et al,2010). Penelitian oleh Cull et
al (2010) di Inggris didapatkan rerata lama DM pada pasien NPDR dan PDR
masing-masing 9,6 ± 1,1 tahun dan 23,7 ± 1,3 tahun. Penelitian Niazi et al (2010)
di Portugal didapatkan median lama DM pada pasien NPDR adalah 10 tahun
62
dengan rentang 6 sampai 14 tahun. Penelitian oleh Stratton et al (2012)
mendapatkan rerata lama DM pada pasien NPDR adalah 14,9 ± 8,3 tahun. Suatu
retrospektif studi di China menemukan adanya hubungan yang signifikan antara
lama DM dengan terjadinya retinopati diabetik (p<0,001) (Olk and Lee, 2010).
Penelitian oleh Tarr et al (2013) di India mendapatkan bahwa lama durasi DM
merupakan prediktor yang paling kuat terhadap perkembangan dan progresivitas
retinopati diabetik (p=0,0001). Pada penelitian ini, didapatkan lama DM pada
kelompok NPDR adalah 8,50 ± 2,92 tahun, dimana pada kelompok PDR , lama
menderita DM adalah 9,72 ± 3,92 tahun. Hasil penelitian ini hampir mirip dengan
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
Lama DM merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
peningkatan terjadinya DR (Cahill, 2010; Bin, et al., 2012). Paparan
hiperglikemia dalam waktu lama dapat meningkatkan perubahan biokimiawi dan
fisiologi, berupa perubahan seluler pada membrane basalis sel retina sehingga
terjadi kerusakan pada pembuluh darah kapiler retina berupa hilangnya perisit,
proliferasi sel endotel dan penebalan membran basement yang mengakibatkan
oklusi kapiler dan nonperfusi pada retina (Chibber et al, 2010; AAO Vitreo
Retina, 2011-2012a).
6.2 Kadar Hemoglobin Glikosilat (HbA1c) dengan PDR
Penelitian Klein R, et al., (2010) mendapatkan bahwa pasien dengan diagnosis
retinopati diabetik menunjukkan kadar HbA1c 5,60 - 9,40 %. Cruickshanks
63
(2011) mengemukakan bahwa pasien dengan diagnosis retinopati diabetik
menunjukkan kadar HbA1c 10,6 - 12,0 %.
Penelitian Maa (2010) mendapatkan bahwa pasien DM dengan komplikasi
retinopati diabetik menunjukkan kadar HbA1c 8,99 – 12,21%. Penelitian Lehman
(2011) menunjukkan bahwa kadar HbA1c pada pasien retinopati diabetik adalah
7,20 – 14,55 %. Pada penelitian ini didapatkan hasil penelitian yang tidak jauh
berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, didapatkan rerata
kadar HbA1c pada kelompok PDR adalah 9,40 ± 2,17 % dan rerata kadar HbA1c
pada kelompok NPDR adalah 7,06 ± 1,97 % . Pada penelitian ini didapatkan pada
kelompok PDR, sebanyak 31 pasien (81,5%) memiliki kadar HbA1c yang tinggi
(≥ 7,7). Pada kelompok NPDR, didapatkan 9 pasien (19,84%) memiliki kadar
HbA1c yang tinggi (≥ 7,7).
Kadar HbA1c menunjukkan jumlah hemoglobin yang terglikasi akibat
paparan glukosa serum dalam jangka lama. Kadar HbA1c yang tinggi
menandakan kondisi hiperglikemia yang tidak terkendali selama 3 bulan yang lalu
(Niazi et al., 2010). Efek kontrol gula darah ini berhubungan dengan komplikasi
DM yang terjadi. Kontrol HbA1c yang baik (<7%) dapat menurunkan
progresifitas komplikasi yang terjadi (Maa, 2010)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengendalian DM dikatakan
baik jika angka HbA1c < 6,5%. Penelitian Dirani, et al (2011) menunjukkan cut
off point penderita retinopati diabetik adalah ≥ 7,6 % dengan AUC (area under
curve) 82%. Penelitian Lee, et al (2010) menunjukkan cut off point penderita
retinopati diabetik adalah ≥ 7,3 %. Penelitian Mitchell (2010) menunjukkan cut
64
off point penderita retinopati diabetik adalah ≥ 7,8 %. Pada penelitian ini
didapatkan cut off point dari HbA1c adalah 7,77 %. Tujuan uji diagnostik pada
penelitian ini adalah tujuan skrining sehingga untuk menentukan cut off point
dicari titik potong dimana nilai sensitivitasnya tinggi. Titik potong kurva ROC
(cut off point) dipilih pada sensitivitas 0,816 sehingga diperoleh kadar HbA1c
yang tinggi adalah kadar HbA1c lebih dari 7,77 %. Hasil penelitian ini tidak jauh
berbeda dengan hasil penelitian yang dimuat pada buku panduan WHO tentang
cut off point kadar HbA1c pada retinopati diabetika. Namun beberapa penelitian
tersebut tidak membedakan retinopati diabetik non proliperatif (NPDR) dengan
retinopati diabetik proliperatif (PDR).
Penelitian diatas menunjukkan cut off point HbA1c untuk retinopati
diabetik berkisar 7,3 % - 7,8 %. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan cut off point
yang didapatkan pada penelitian ini. WHO menetapkan cut off point HbA1c
untuk kejadian komplikasi mikrovaskuler termasuk retinopati adalah ≥ 6,1 %
dengan sensitivitas 81% dan spesifisitas 77% (WHO, 2012). Perbedaan ini bisa
terjadi karena perbedaan geografi dan teknik pemeriksaan HbA1c yang
digunakan. Namun hal ini menunjukkan bahwa kontrol HbA1c yang buruk akan
meningkatkan kejadian komplikasi mikrovaskular pada DM, yaitu retinopati
diabetik. Studi Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) tentang
diabetes tipe 1 dan UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) yang melibatkan
pasien diabetes tipe 2 yang baru didiagnosis memberikan bukti yang baik
mengenai pentingnya kontrol gula darah bagi penyakit retinopati dan
perkembangannya (Dwipayana et al, 2010). Pemeriksaan ulang HbA1c setelah
65
durasi follow-up selama rata-rata 6,5 tahun dan terapi intensif, DCCT mendapat
reduksi rata-rata HbA1c dari 9,1% hingga 7,3% dengan reduksi retinopati yang
signifikan sebanyak 76% pada grup pencegahan primer dan sebesar 54% pada
grup intervensi kohort sekunder (Gupta et al, 2010; Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia, 2011). Pemeriksaan ulang setelah durasi follow up rata-rata 10 tahun
pada studi UK Prosective didapatkan pengurangan HbA1c dari 7,9% menjadi
7,0% dihubungkan dengan berkurangnya risiko komplikasi mikrovaskular sebesar
25% (WHO, 2012).
Pada penelitian ini, peneliti mencari hubungan antara variabel bebas
(faktor risiko) yaitu, hemoglobin glikosilat (HbA1c) dengan variabel tergantung
(efek), yaitu PDR dengan melakukan pengukuran sesaat. Hasil pengamatan cross
sectional untuk mengidentifikasi faktor risiko ini kemudian disusun dalam tabel
2x2 dan menghitung ratio prevalensi (Ghazalli et al, 2010) . Ratio prevalensi pada
penelitian ini merupakan perbandingan antara prevalensi PDR pada kelompok
DM dengan HbA1c yang tinggi dengan prevalensi PDR pada kelompok DM
dengan HbA1c yang normal. Penilaian ratio prevalensi sama dengan 1 artinya
variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya
efek. Ratio prevalensi lebih dari 1 dengan Interval Kepercayaan (IK) mencakup
angka 1, berarti variabel bebas tersebut merupakan faktor risiko dan variabel
bebas tersebut meningkatkan prevalensi variabel tergantung (efek). Ratio
prevalensi kurang dari 1, berarti faktor yang diteliti merupakan faktor protektif
(Sastroasmoro, 2011).
66
Pada penelitian ini, didapatkan ratio prevalensi (RP) PDR yaitu
sebesar 3,87, dengan IK 95% ( 1,96 - 7,67 ) dengan p < 0,001. Nilai ratio
prevalensi (RP) > 1 dan IK selalu diatas 1, memiliki pengertian bahwa HbA1c
yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya PDR dan HbA1c yang tinggi
meningkatkan prevalensi PDR .
67
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Pada penelitian ini didapatkan bahwa kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) yang
tinggi meningkatkan prevalensi PDR. Kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) >
7,7 % meningkatkan prevalensi PDR 3,87 kali dibandingkan dengan kadar
hemoglobin glikosilat (HbA1c) < 7,7 %. Analisis multivariat menunjukkan
hubungan yang lebih kuat, dimana kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) > 7,7 %
meningkatkan prevalensi PDR 18,32 kali dibandingkan dengan kadar hemoglobin
glikosilat (HbA1c) < 7,7 %.
7.2 Saran
Kadar hemoglobin glikosilat (HbA1c) menjadi indikator penting dalam
progresivitas DM dan memperkirakan terjadinya komplikasi mikrovaskular
termasuk retinopati diabetik. Kadar HbA1c dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam evaluasi keberhasilan terapi dan edukasi yang akan diberikan
pada pasien DM yang mengalami komplikasi retinopati diabetik.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi akibat lebih lanjut
dari kadar HbA1c yng tinggi. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional
dimana pengambilan data hanya dilakukan sekali waktu, sehingga belum dapat
ditentukan yang mana menjadi penyebab dan yang mana akibat yang ditimbulkan,
serta tidak bisa memonitor efek lebih lanjut yang ditimbulkan.
68
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophthalmology and Staff. 2011-2012a. Fundamental and
Principles of Ophthalmology. United State of America: American
Academy of Ophthalmology. p. 273-318.
American Academy of Ophthalmology and Staff. 2011-2012b. Retina and
Vitreus. United State of America: American Academy of Ophthalmology.
p. 109-132.
Antonetti, D.A., Klein, R., Gardner, T.W. 2012. Mechanisms of Disease Diabetic
Retinopaty. The New England Journal of Medicine. Vol: 366. p. 1227-
1239.
Bin, H., Li, W., Yuan-Juan, G., Jun-Feng H., Ming L. 2012. Factors Associated
with Diabetic Retinopathy in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus.
International Journal of Endocrinology. p.1-8
Brinchmann, H.O., Jorgensen, D. K., Sandvik, L., Hanssen, K.F. 2012. Blood
Glucose Concentrations and Progression of Retinopathy Diabetic: the
Seven Year Results of the Oslo Study. British Medical Journal. Vol:304.
p.19–22.
Cahill, H.B. 2007. A Screening Approach to the Surveillance of Patients with
Diabetes for the Presence of Retinopathy. Journal of Ophtalmology. Vol:
107. p. 19-22.
69
Chibber, R., Ben-Mahmud, B.M., Chibber, S., Kohner, E.M. 2010. Diabetes
Retinopathy. Current Diabetes Reviews, 3:3-14
Cruickshanks, K.J., and Moss, S.E. 2011. Relationship of Hyperglycemia to the
Long Term Incidence and Progression of Retinopathy Diabetik. Arch
Intern Med Journal. Vol: 154. p.2169–2178.
Cull, C.A., Hadden, D., Turner, R.C., and Holman, R.R. 2009. The Effect of
Intensive Treatment of Diabetes on the Development and Progression of
Long Term Complications in Insulin Dependent Diabetes Mellitus. New
England Journal Med. Vol: 329. p. 977–986.
Dirani, M., Xie, J., Fenwick, E., Benarous, R., Rees, G., Wong, T.Y. 2011. Are
Obesity and Anthopometry Risk Factors for Retinopati diabetik? : The
Diabetes Management Project. Investigative Ophthalmology & Visual
Science Journal. Vol: 52. p. 4416-4421.
Doft, B.H., Kingsley, L.A., Orchard, T.J., Kuller, L., Drash, A., Becker, D. 2010.
The Association between Long Term Diabetic Control and Early
Retinopathy. Ophthalmology Journal. Vol: 91. p. 763–769.
Duh, E.J. 2010. Retinal Neovascularization and the Role of PDR. In: Fauci,
A.S., Braunwald, E. ,editors. Journal of Retinopati Diabetik
(Contemporary Diabetes). New Jersey. Second Edition. New York:
Humana Press. p. 353-373.
70
Dutta, L.C. 2010. Modern Ophthalmology. Third Edition. New Delhi: Jaypee
Brothers.p. 1605-1621.
Dwipayana, P.M., Suastika, K., Saraswati, I.M.R., Gotera, W.B., Budhiarta,
A.A.G., Sutanegara, Gunadi, I.G.N., Badjra, I.K., Wita, W., Rina, K.,
Santoso, A., Kajiwara, N., Taniguchi, H. 2010. Prevalensi Sindroma
Metabolik pada Populasi Penduduk Bali, Indonesia. Naskah Lengkap Joint
Symposium Surabaya Metabolic Syndrome Update-6 Metabolic
Cardiovascular Disease. Surabaya 12-15 Oktober. p. 282-288.
Fleiss, J.L. 1981. Statistical Methods for rates and Proportions. Second Edition.
New York: John Wiley Press. p. 24-38.
Funatsu, H., Yamashita, H., Ikeda, T., Mimura, T., Eguchi, S., Hori, S., . 2003
Vitreous And Retina Related to Diabetic Retinopathy. American
Academy of Ophtalmology, 110:1690-6
Gupta, V., Gupta, A., Dogra, M.R., Singh, R. 2009. Retinopati diabetik: Atlas and
Text. First Edition. New Delhi: Jaypee Brothers. p. 23-50.
Halliwell, B., Gutteridge, J.M.C, Gerald ,N. 2009. Free Radicals in Biology and
Medicine. Fourth Edition. New York: Oxford University Press. p. 19-23.
Hartnett, M.E., Stratton, R.D., Browne, R.W., Rosner, B.A., Lanham, R.J.,
Armstrong, D. 2010. Severity of Diabetic Retinopathy. Diabetes Care,
23:234-40
71
Huang, O.L. 2010. Glycemic and Blood Pressure Control in an Asian Malay
Population with Diabetes and Diabetic Retinopathy. Arch Ophtalmology.
Vol: 128. p. 1185-1188.
Javadi, M.A., Katibeh, M., Rafati, N., Dehghan, M.H., Zayeri, F., Yaseri, M.,
2010. Prevalence of Diabetic Retinopathy in Tehran Province: A
Population-Based Study. BMC Ophtalmology. 9 (12): 1-8
Kanski, J.J. 2012. A Synopsis of Clinical Ophtalmology. Second Edition. United
Kingdom: Elsevier.p. 304-306.
Khandekar, R.,Lawatii, J.,A., Mohammed, A.,J., Raisi, L. 2011. Retinopati
Diabetik in Oman: A Hospital Based Study. British Medical Journal.
Vol:87. p. 1061-1064.
Kirkwood, B. 1988. Calculation of Required Sample Size. In B. Kirkwood (Ed),
Essentials of Medical Statistics. First Edition. New York: Blackwell
Science. p. 191-200.
Klein, B.E., and Moss, S.E. 2010. Relationship of Glycemic Control to Diabetic
Microvascular Complications in Diabetes Mellitus. Arch Intern Med
Journal. Vol: 124. p.90–96.
Klein, R., Matthew, S.E., Davis, M.D., Demets, D.L. 2009. Glycosylated
Hemoglobin Predicts the Incidence and Progression of Retinopati
diabetik. JAMA. Vol: 260. p.2864–2871.
72
Kowluru, R.A., Menon, B., Gierhart. 2010. Metabolic Abnormalities in Diabetic
Rats. Investigative Ophtalmology and Visual Science. 49 (4):1645-50
Lehman, R., and Krumholz, H.M. 2011. The relationship of Glycemic Exposure
(HbA1c) to the Risk of Development and Progression of Retinopathy in
the Diabetes Control and Complications Trial. Diabetes Journal. Vol:44.
p.968–983.
Longo, K.,M. 2009. Retinal Vascular in Patient With Diabetic Retinopathy.
Journal of Ophtalmology. Vol: 32. p. 492-495.
Maa, A.Y., and Sullivan, B.R. 2009. Relationship of HbA1c with the Presence
and Severity of Retinopathy Upon Initial Screening of type II Diabetes
Mellitus. American Journal of Ophthalmology. Vol :114. p. 456-457.
Mitchell, P., and Foran, S. 2009. Guidelines Management of Retinopati diabetik.
First Edition. Australia: Commonwealth Press. p. 17-18.
Niazi, M.K., Akram, A., Naz, M.A., Awan, S. 2010. Duration of Diabetes as a
Significant Factor for Retinopathy. Pak J Ophtalmology, 26 (4):182-86
Olk, R.J., and Lee, C.M. 2009. The Role of Fluorescein Angiography in
Retinopati diabetik. In:Tasman, W, Jaeger, E.A., editors. Duane’s
Foundation of Clinical Ophthalmology. Second Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins.p.120-122.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes
Mellitus di Indonesia. Jakarta: Perkeni Press. p. 22-27.
73
Sastroasmoro, S., Ismael, S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Sagung Seto. p. 131-145.
Stratton, I.M., Adler, A.I., Neil, H.A.W., Matthews, D.R., Manley ,A. 2012.
Intensive Blood Glucose Control with Sulphonylureas or Insulin
Compared with Conventional Treatment and Risk of Complications in
Patients with Type 2 Diab etes. Lans Diabetes Journal. Vol: 352.
p.837–853.
Sulaiman, Suhaiza, Mkthar, A.N., Ismail , Jeriah. 2010. Glicemic Control Among
Type II Diabetics Patients in Kelatan. NCD Malaysia, 3(3):1-5
Sullivan, B.R. 2010. Relationship HbA1c with Patient type II Diabetes Mellitus.
American Journal of Ophtalmology. Vol: 144. p. 456-458.
Swenarchuk, L.E., Whetter, L.E., Adamis, A.P. 2009. The Role of Inflamation in
the Pathophysiology of Retinopati diabetik. In: Duh, E.J., editors.
Retinopati diabetik. Second Edition. New Jersey: Humana press. p.
303-326.
Tarr, J.M., Kaul, K., Chopra, M., Kohner, E.M., Chibber, R. 2013.
Pathophysiology of Retinopati Diabetik. ISRN Ophthalmology. Vol:
20. p. 1-9.
Wilkinson, B., Berka, J.L., Miller, A.G, Chow, B. 2009. Update on the Treatment
of Retinopati diabetik. The Scientific World Journal. Vol: 8. p. 98-120.
74
Willard, A.L., and Herman, I.M. 2012. Vascular Complications and Diabetes:
Current Therapies and Future Challanges. Journal of Ophthalmology.
Vol:25. p.1-14.
World Health Organization. 2012. Use of Glycated Haemoglobin (HbA1c) in the
Diagnosis of Diabetes Mellitus. First Edition. Geneva: WHO
Press.p.2-8.
Xu, Jie., Du, Kui Fang., Chen, Xi Chang., Zhou, Jin Qiong. 2013. Diabetic
Retinopathy in Diabetes Mellitus Patient. Journal of Ophtalmology.
Vol:20. p. 24-28.
Zheng, Y., Congdon, N., Hess, N., Chan, M. 2012. The Worldwide Epidemic of
Retinopati Diabetik. Indian Journal of Ophthalmology. Vol: 60. p.
428-431.
75
Lampiran 1. Penjelasan Penelitian
INFORMASI YANG DIBERIKAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN
HbA1c Yang Tinggi Meningkatkan Prevalensi Proliferative Diabetic
Retinopathy Pada Retinopati Diabetika
Bapak dan Ibu Yth,
Diabetic retinopathy (DR) atau Retinopati Diabetik merupakan kelainan
retina akibat komplikasi penyakit diabetes mellitus (DM), berupa gangguan
mikrovaskular karena hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama. Diabetic
retinopathy menjadi penyebab kebutaan yang paling sering setelah katarak di
negara berkembang.
Mekanisme terjadinya DR hingga saat ini belum dapat dijelaskan secara
pasti. Beberapa teori menyebutkan, kondisi hiperglikemia dalam jangka waktu
lama menyebabkan perubahan biokimia dan fisiologi pada pembuluh darah
terutama kerusakan terjadi pada endotel. Mekanisme lebih spesifik pada kapiler
retina berupa hilangnya perisit, proliferasi endotel dan penebalan membran basalis
yang mengakibatkan terjadi oklusi kapiler dan nonperfusi pada retina (Olk and
Lee, 2009; Maa and Sullivan, 2011). Penurunan perfusi kapiler menyebabkan
iskemia dan hipoksia retina, dan memegang peran penting dalam transisi dari
NPDR menjadi PDR. Kontrol kadar gula tiga bulanan (HbA1c) sesuai dengan
umur eritrosit merupakan pengukuran penting yang sebaiknya rutin diperikasa
untuk menurunkan factor resiko dari komplikasi retinopati diabetika, yaitu NPDR
dan PDR (Duh, 2010; Willard and Herman, 2012).
Kami akan melakukan penelitian apakah kadar HbA1c pada pasien PDR
lebih tinggi daripada pasien NPDR. Bila bapak dan ibu bersedia menjadi sampel
76
penelitian, kami akan mengambil darah bapak/ibu untuk diperiksa kadar HbA1c
di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah, Denpasar. Biaya yang diperlukan
untuk pemeriksaan akan ditanggung oleh peneliti. Jika hasil pemeriksaan (kadar
HbA1c) telah diketahui, maka hasil pemeriksaan tersebut akan kami sampaikan
kepada bapak/ibu. Hasil pemeriksaan akan dianalisis sesuai dengan tujuan
penelitian seperti yang dimaksud diatas. Dengan ikut serta dalam penelitian ini,
berarti bapak/ibu ikut berperan serta dalam pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya etiopatogenesis retinopati diabetika. Data mengenai bapak/ibu akan
kami rahasiakan.
Apabila dalam pemeriksaan, ditemukan kadar HbA1c yang tinggi, maka
kami akan membuat surat konsul ke dokter penyakit dalam untuk mendapatkan
terapi dan penanganan lebih lanjut. Apabila sewaktu-waktu Bapak/Ibu
membutuhkan penjelasan atau terdapat keluhan, Bapak/Ibu dapat menghubungi
dokter yang merawat selama penelitian ini.
Demikian penjelasan ini kami sampaikan, dan atas kesediaan bapak/ibu
ikut serta menjadi sampel atau koresponden dalam penelitian ini, kami sampaikan
banyak terima kasih. Bila ada hal yang belum jelas, bapak/ibu dapat menghubungi
peneliti pada nomer di bawah ini.
Peneliti
dr. Ni Made Ari Suryathi
Bagian Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah
Telepon : 085253651928
77
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Jenis kelamin :
No Telepon :
Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan, dan
manfaat penelitian ini, maka saya menyatakn setuju dan bersedia ikut serta dalam
penelitian. Saya bersedia mentaati semua peraturan yang diberikan. Saya
mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian ini bila saya
menginginkan dan tidak akan merusak hubungan dokter-pasien saya.
Denpasar, ………..………….2014
Tanda tangan Peneliti
……………………………..
dr Ni Made Ari Suryathi
Nama Jelas Saksi
……………………………… ………………………
78
Lampiran 3. Status Oftalmologi Penderita
Pemeriksaan (Tanggal : ....…/……./2014 ; Jam : ……….. WITA)
1. Nama :
2. No. Penelitian :
3. Alamat / No Telepon :
4. Jenis Kelamin :
5. Umur :
6. No. CM :
7. Lama menderita DM : …….. tahun
8. Status Generalis : ……………………
9. Vital Sign : TD = …….mmHg; N= …….x/mnt: RR =
…….x/mnt
T= ……….derajat Celcius
10. Status Ophtalmologi
OD OS
VA
Ph
Palpebra
Konjungtiva
Kornea
AC
Iris/Pupil
Lensa
Vitreus
Fundus
11. Diagnosis :
12. Kadar HbA1c (%) :
79
Lampiran 4 . Tabel Induk Penelitian
Kelompok PDR
No Nama Umur JK Lama DM (thn) HbA1c (%) Dx
1 WRS 66 P 15 9 PDR
2 MDS 45 P 15 12.37 PDR
3 WYW 66 L 9 10.16 PDR
4 GNR 45 L 10 9.8 PDR
5 NSR 66 L 15 8.51 PDR
6 PPD 55 L 10 13.67 PDR
7 MDL 64 L 12 9.24 PDR
8 MAS 56 L 15 7.65 PDR
9 KKR 45 P 5 9.43 PDR
10 SRN 56 P 12 9.7 PDR
11 AIO 46 P 9 7.3 PDR
12 KTD 56 P 8 11.95 PDR
13 KMR 47 L 9 9.5 PDR
14 WYS 65 L 15 8.28 PDR
15 NSW 65 L 10 5.67 PDR
16 LGD 49 P 9 8.58 PDR
17 NPA 55 P 9 16 PDR
18 KMR 46 L 9 9.5 PDR
19 RWH 65 P 20 8.09 PDR
20 WSD 65 L 12 7.57 PDR
21 DST 55 P 5 7.48 PDR
22 KSR 62 P 8 9.43 PDR
23 GSK 52 L 5 8.59 PDR
24 MML 51 P 8 10.79 PDR
25 WSN 42 L 9 15.03 PDR
26 GMS 61 L 10 9.4 PDR
27 WSE 52 L 10 6.08 PDR
28 DKW 41 P 1 8.61 PDR
29 KSB 62 L 10 9.27 PDR
30 WSJ 61 L 15 9.47 PDR
31 WDY 41 P 10 7.22 PDR
32 IKS 52 P 5 8.14 PDR
33 IKG 52 P 1 7.79 PDR
34 TTA 41 P 8 8.47 PDR
35 PTA 42 L 7 8.14 PDR
36 LSM 51 P 10 11.4 PDR
37 PST 52 P 10 8.71 PDR
80
Lampiran 4 . Tabel Induk Penelitian
Kelompok NPDR
No Nama Umur JK Lama DM (thn) HbA1c (%) Dx
1 JMS 55 L 6 8.84 NPDR
2 WGN 67 P 7 8.16 NPDR
3 ARN 71 P 7 7.22 NPDR
4 KTS 66 L 9 5.61 NPDR
5 GAR 67 L 10 14.89 NPDR
6 FTR 46 P 10 5.13 NPDR
7 DTM 56 L 8 8.24 NPDR
8 NNT 65 P 12 8.14 NPDR
9 RNH 55 P 10 12.61 NPDR
10 IKR 49 P 9 7.75 NPDR
11 AKM 49 L 7 5.12 NPDR
12 FRN 47 L 8 9.06 NPDR
13 SLK 57 P 4 5.85 NPDR
14 NSR 71 P 10 6.1 NPDR
15 WSK 53 L 8 8.27 NPDR
16 KHM 71 L 5 7.45 NPDR
17 WRN 71 L 8 5.15 NPDR
18 MTD 62 L 8 5.85 NPDR
19 WAR 49 P 8 6.1 NPDR
20 KTP 63 L 10 6.14 NPDR
21 KTR 63 L 10 6.5 NPDR
22 GAT 55 L 8 5.35 NPDR
23 GNM 65 L 9 6.12 NPDR
24 WMT 55 L 9 6.96 NPDR
25 NMR 42 P 20 7.87 NPDR
26 MRW 43 P 10 6.86 NPDR
27 MBD 65 L 14 7 NPDR
28 MNN 63 L 12 7.51 NPDR
29 WAR 42 L 7 7.51 NPDR
30 DKG 51 L 8 6.43 NPDR
31 KTS 71 P 9 5.65 NPDR
32 KTG 61 P 7 6.94 NPDR
33 MRS 41 P 5 5.81 NPDR
34 NYS 72 P 10 5.65 NPDR
35 NAS 61 P 5 6.46 NPDR
36 NAR 41 P 4 5.21 NPDR
37 KCT 62 L 5 5.85 NPDR
81
Lampiran 5. Output SPSS
1. Uji normalitas umur (p:0,183; p > 0,05 distribusi normal)
Descriptives
Diagnosis Statistic Std. Error
umur 1 Mean 57.32 1.581
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 54.11
Upper Bound 60.52
5% Trimmed Mean 57.49
Median 58.00
Variance 94.925
Std. Deviation 9.743
Minimum 40
Maximum 72
Range 32
Interquartile Range 16
Skewness -.320 .383
Kurtosis -1.006 .750
2 Mean 56.00 1.251
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 53.46
Upper Bound 58.54
5% Trimmed Mean 56.06
Median 55.00
Variance 57.889
Std. Deviation 7.608
Minimum 40
Maximum 69
Range 29
Interquartile Range 15
Skewness .050 .388
82
Descriptives
Diagnosis Statistic Std. Error
umur 1 Mean 57.32 1.581
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 54.11
Upper Bound 60.52
5% Trimmed Mean 57.49
Median 58.00
Variance 94.925
Std. Deviation 9.743
Minimum 40
Maximum 72
Range 32
Interquartile Range 16
Skewness -.320 .383
Kurtosis -1.006 .750
2 Mean 56.00 1.251
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 53.46
Upper Bound 58.54
5% Trimmed Mean 56.06
Median 55.00
Variance 57.889
Std. Deviation 7.608
Minimum 40
Maximum 69
Range 29
Interquartile Range 15
Skewness .050 .388
Kurtosis -.803 .759
83
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
umur .092 74 .183 .876 74 .000
a. Lilliefors Significance Correction
2. Uji normalitas lama DM
Descriptives
Diagnosis Statistic Std. Error
riwayatDM 1 Mean 8.5000 .47520
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 7.5371
Upper Bound 9.4629
5% Trimmed Mean 8.2690
Median 8.0000
Variance 8.581
Std. Deviation 2.92935
Minimum 4.00
Maximum 20.00
Range 16.00
Interquartile Range 3.00
Skewness 1.600 .383
Kurtosis 5.477 .750
2 Mean 9.7297 .64451
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 8.4226
Upper Bound 11.0368
5% Trimmed Mean 9.7718
Median 10.0000
Variance 15.369
Std. Deviation 3.92038
Minimum 1.00
84
Maximum 20.00
Range 19.00
Interquartile Range 4.00
Skewness .097 .388
Kurtosis .838 .759
Tests of Normality
diagnos
is
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
riwayatDM 1 .199 37 .001 .869 37 .000
2 .202 37 .001 .939 37 .044
a. Lilliefors Significance Correction
3. Uji beda umur pada kelompok NPDR dan PDR
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
umur Equal
variances
assumed 4.110 .046 .651 73 .517 1.316 2.022 -2.714 5.346
Equal
variances
not
assumed
.653 69.743 .516 1.316 2.016 -2.704 5.336
85
4. Uji beda lama menderita DM pada kelompok NPDR dan PDR
Test Statisticsa
riwayatDM
Mann-Whitney U 513.000
Wilcoxon W 1254.000
Z -2.037
Asymp. Sig. (2-tailed) .042
a. Grouping Variable: diagnosis
5. Uji beda jenis kelamin pada kelompok NPDR dan PDR
jnskelamin * diagnosis Crosstabulation
diagnosis
Total 1 2
jnskelamin laki-laki Count 19 18 37
Expected Count 19.3 18.7 38.0
perempuan Count 18 19 37
Expected Count 18.7 18.3 37.0
Total Count 37 37 74
Expected Count 37.0 37.0 74.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .119a 1 .730
Continuity Correctionb .013 1 .909
Likelihood Ratio .119 1 .730
Fisher's Exact Test .819 .455
N of Valid Casesb 74
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.25.
86
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .119a 1 .730
Continuity Correctionb .013 1 .909
Likelihood Ratio .119 1 .730
Fisher's Exact Test .819 .455
N of Valid Casesb 74
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.25.
b. Computed only for a 2x2 table
5. Nilai AUC
6. Menentukan cut off point dari kurva ROC
Coordinates of the Curve
Test Result Variable(s):kadarHbA1c
Positive if
Greater Than or
Equal Toa Sensitivity 1 - Specificity
4.1200 1.000 1.000
5.1250 1.000 .973
5.1400 1.000 .946
5.1800 1.000 .919
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):kadarHbA1c
Area Std. Errora Asymptotic Sig.
b
Asymptotic 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
.852 .046 .000 .761 .943
The test result variable(s): kadarHbA1c has at least one tie between the positive
actual state group and the negative actual state group. Statistics may be biased.
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5
87
5.2800 1.000 .892
5.4800 1.000 .865
5.6300 1.000 .838
5.6600 1.000 .784
5.7400 .974 .784
5.8300 .974 .757
5.9650 .974 .676
6.0900 .947 .676
6.1100 .947 .622
6.1300 .947 .595
6.2850 .947 .568
6.4450 .947 .541
6.4800 .947 .514
6.6800 .947 .486
6.9000 .947 .459
6.9500 .947 .432
6.9800 .947 .405
7.1100 .947 .378
7.2600 .921 .351
7.3750 .895 .351
7.4650 .895 .324
7.4950 .868 .324
7.5400 .868 .270
7.6100 .842 .270
7.7000 .816 .270
7.7700 .816 .243
7.8300 .789 .243
7.9800 .789 .216
8.1150 .763 .216
8.1500 .711 .189
8.2000 .711 .162
8.2550 .711 .135
8.2750 .711 .108
88
8.3750 .684 .108
8.4900 .658 .108
8.5450 .632 .108
8.5850 .605 .108
8.6000 .579 .108
8.6600 .553 .108
8.7750 .526 .108
8.9200 .526 .081
9.0300 .500 .081
9.1500 .500 .054
9.2550 .474 .054
9.3350 .447 .054
9.4150 .421 .054
9.4500 .368 .054
9.4850 .342 .054
9.6000 .289 .054
9.7500 .263 .054
9.9800 .237 .054
10.4750 .211 .054
10.9200 .184 .054
11.2250 .158 .054
11.6750 .132 .054
12.1600 .105 .054
12.4900 .079 .054
13.1400 .079 .027
14.2800 .053 .027
14.9600 .053 .000
15.5150 .026 .000
17.0000 .000 .000
The test result variable(s): kadarHbA1c has at
least one tie between the positive actual state
group and the negative actual state group.
89
a. The smallest cutoff value is the minimum
observed test value minus 1, and the largest
cutoff value is the maximum observed test
value plus 1. All the other cutoff values are the
averages of two consecutive ordered observed
test values.
7. Uji Signifikansi Faktor Risiko PDR
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 24.691a 1 .000
Continuity Correctionb 22.444 1 .000
Likelihood Ratio 26.277 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 24.362 1 .000
N of Valid Casesb 74
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.27.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for HbA1C_cat
(1.00 / 2.00) .073 .024 .221
For cohort diagnosis_baru =
1.00 .281 .155 .512
For cohort diagnosis_baru =
2.00 3.875 1.957 7.674
N of Valid Cases 74
90
Lampiran 6. Surat Keterangan Kelaikan Etik
91
Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian di RSUP Sanglah
92
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian di RS Indera Denpasar