NEWS - Anti-Corruption Clearing House · 2017-07-26 · menghapal perkalian. Materi pelajaran di...
Transcript of NEWS - Anti-Corruption Clearing House · 2017-07-26 · menghapal perkalian. Materi pelajaran di...
Sebuah tantangan tersendiri menjadi guru di daerah yang terpelosok dan jauh
dari hiruk pikuk pembangunan. Dengan berbagai keterbatasan fasilitas,
guru-guru tersebut terus berjuang mewujudkan cita-cita bangsa yaitu
mencerdaskan segenap tumpah darahnya. Namun kondisi yang serba terbatas
inilah yang kemudian menjadi pangkal dari segala kreatifitas. Banyak guru-guru
yang mencoba menembus batas limit ketimpangan dan ketertinggalan dengan cara-
cara yang tidak terduga. Seolah-olah murid yang pasif menjadi semacam motivasi
bagi guru untuk menemukan cara-cara efektif tapi kreatif dalam mengajar.
Buku ini hadir tidak sekedar mendokumentasikan cerita nyata usaha kreatif
guru-guru di berbagai daerah dalam hal mengajar. Melainkan memberi sebuah
kesadaran bahwa ada banyak hal di sekitar kita yang bisa menjadi sumber inspirasi
atau dimanfaatkan sebagai sarana mengajar. Buku yang berjudul ‘Murid Pasif
Pangkal Guru Kreatif’ juga mengumpulkan banyak cerita guru-guru berdedikasi
berjuang menolak keterbatasan dengan cara kreatif.
Salah satu kunci kreatifitas yang disebutkan dalam buku ini adalah
memanfaatkan sumber daya yang tersedia di sekitar kita. Hal ini tidak hanya bersifat
murah belaka, melainkan mampu menciptakan murid-murid yang tidak tercerabut
dengan akar sosial budaya di mana tempat ia tumbuh.
Mengutip Ahmad Juwaini di kata pengantar buku
ini, bahwa guru bukanlah sekedar orang yang
berdiri di depan kelas untuk menyampaikan
bahan ajar semata. Ia adalah garda
terdepan dalam pendidikan. Sebagus
apapun kurikulum dan sistem pendidikan
yang dipakai, tidak akan berjalan efektif
jika guru tidak memiliki dedikasi,
kreatifitas, teladan dan keikhlasan dalam
mendidik anak-anaknya.
‘Es Krim Matematika’ salah satu contoh
cara mengajar kreatif yang patut kita coba untuk
mengajar anak-anak yang mengalami kesulitan
dalam bidang Matematika. Guru yang mengemukakan ide
tersebut bernama Ummu Khoirunnisa, beliau mengajar murid kelas 6 SD di Sekolah
Dasar Negeri 007 Tulin Onsoi, Nunukan, Kalimantan Utara. Suatu hari saat
mengajar, Ummu menemukan kenyataan bahwa anak didiknya tidak pandai dalam
menghapal perkalian. Materi pelajaran di hari itu adalah Faktor Persekutuan
Terbesar (FPB) dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK). Ummi merasa ada yang
janggal pada siswanya karena hanya sedikit sekali yang mampu menghapal dengan
baik perkalian 1 hingga 10. Padahal, mereka adalah siswa di ambang peralihan dari
Sekolah Dasar menuju Sekolah Menengah Pertama dan sebentar lagi akan
menghadapi Ujian Nasional. Ummu berpikir secara keras untuk menemukan cara
terbaik dalam membantu siswanya menghapal perkalian.
KOLEKSI PILIHAN
¢ Bangsa yang Lalai¢ Batu, Daun, Cinta Teman Setia Belajarku¢ Gado-gado Integritas¢ Games Indoor-Outdoor paling Gress dan Trik
Modifikasi¢ Kebijakan Pendidikan dalam persepektif teori,
aplikasi dan kondisi objektif pendidikan di
Indonesia¢ Origami untuk Membangun Karakter¢ Pendidikan Anti Korupsi¢ Pendidikan anti korupsi: Konsep, strategi, dan
implementasi pendidikan anti korupsi di
Sekolah/Madrasah¢ Pendidikan Karakter Membangun Perilaku
Positif Anak Bangsa¢ Suara dari kelas kecil
PERPUSTAKAAN KPK
LETTERNEWS
Edisi 07 Vol.III | Juli 2017
Penulis: Sekolah Guru IndonesiaKolasi : xiv + 257 Hal; 23,5x15cm
Es Krim Matematika
adalah sekolah.
Gedung KPK Lt.1Jalan Kuningan Persada Kav.4 Jakarta
Telp: (021) 2557 8300 ext 8642Email: [email protected]://perpustakaan.kpk.go.id
alamat redaksi
- Ki Hadjar Dewantara -
Setiap orang
adalah guru.”
Setiap tempat
Halaman BelakangDapatkan Newsletter Perpustakaan KPK edisi lainnya di Portal ACCH
https://acch.kpk.go.id/perpustakaan/newsletterTerbata dalam membaca, terseok dalam menulis,
bukan keadaan yang perlu dikeluhkan. Tekad
memajukan anak-anak bangsa dipancang hingga
alam sekitar diri jadi peneman mengenalkan
eloknya berbahasa penuh budi.
Terpuruk dalam ketakutan pada Matematika,
tidak membenamkan keterbatasan mengenalkan
angka-angka. Kertas bekas, kemiri, atau sekedar
bekas stik es krim, semuanya adalah teman yang
memudahkan anak-anak bangsa mengenal
perhitungan, pengurangan, perkalian dan
pembagian sarat tawa.
Dan alam sekitar pun akhirnya jadi penggugah
inspirasi mendekati alam. Sebagai ciptaan Tuhan
yang kudu dibaca dan dikenali. Anak-anak bangsa
tidak dibuat mengerut mengenal pengetahuan
alam; justru dikenalkan dengan cara penuh ceria.
Dalam keterbatasan, selalu ada jawaban. Bukan
keluhan yang dihadirkan, melainkan sebuah
temuan. Sederhana diciptakan, tapi mengusik
haru di kedalaman. Ada bungah, ada ceria, dan
bangga bersama anak-anak esok bangsa penuh
harapan. Para pendidik muda selalu setia
mengubah kepasifan siswa menjadi sebuah
ketangguhan.
Keesokan harinya, Ummu sedang berjalan melewati warung di dekat
rumahnya. Sang Pencipta ternyata begitu baik dan pemurah. Suatu ide
terlintas dipikiran Ummu. Es krim! Ya, Es Krim adalah suatu barang yang
dianggap mewah dan begitu nikmat di tengah daerah perkebunan sawit di
daerah itu. Para orang tua hanya bisa membelikan es krim untuk anak-anak
mereka pada saat musim menuai kelapa sawit dan itupun hanya sebulan
sekali. Es krim yang dibeli bukanlah es krim perusahaan ternama seperti di
kota-kota besar. Setelah sampai di rumah, Ummu mengumpulkan kardus,
kertas karton, kertas asturo, dan pensil warna. Dengan kreatifitasnya, ia
membuat alat peraga berbentuk es krim menggiurkan dan diberi angka-
angka untuk menunjukkan perkalian yang diinginkan.
Sebuah ide yang keluar dari pemikiran pemudi bangsa yang begitu
sederhana ini, dapat kita tiru untuk mengajar anak-anak kita yang akan
menjadi penerus bangsa kelak. Sebagai orang tua, seringkali kita
menemukan kesulitan dalam mengajar pelajaran-pelajaran sulit seperti
Matematika. Selain kisah ‘Es Krim Matematika’ masih banyak kisah di buku
ini mengajarkan bahwa seorang pengajar maupun orang tua tidak boleh
menyerah dan menganggap anak maupun siswa mereka tidak bisa. Justru
dalam kesulitan yang dihadapi dalam mengajar, tumbuh gagasan-gagasan
kreatif agar pelajaran yang sulit dapat dimengerti dan dipahami dengan
mudah oleh anak kita. Alam begitu kaya dan sangat menyediakan berbagai
sumber daya untuk menunjang kreatifitas kita.
Setiap orang tua mampu menjadi guru yang baik bagi anak-anak
mereka. Walaupun banyak sekali para ibu maupun ayah yang bekerja dan
pastinya tidak banyak memiliki waktu bersama anak-anak mereka terutama
mengajar pelajaran, namun semua permasalahan dapat diatasi dengan
pikiran yang kreatif seperti yang ada dalam buku ini.
Artikel Korupsi
Asset Recovery and Mutual Legal Assistance
Bribery
Fraud
Indeks
Persepsi
Korupsi
Pemberantasan
Korupsi
di Indonesia
Kasus Korupsi
Korupsi
dan Agama
Korupsi
di Wilayah
Lain
Korupsi Khusus
Money
LaunderingNovel
Korupsi Pendidikan Antikorupsi
Peradilan
Peraturan
Korupsi
Prosiding
Korupsi
Teori Korupsi
Whis
tleblo
win
g
Sub
jek
Kor
upsi
Direktori Subjek Korupsi Perpustakaan KPK
Kunjungi dan manfaatkan koleksi Perpustakaan KPK
untuk mencari referensi dan rekreasi!
Kemampuan literasi dan budaya membaca masyarakat
Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara lain.
Diperlukan sebuah gebrakan yang besar dan inovatif
guna mendukung dan mempercepat budaya literasi tersebut,
salah satunya adalah dengan menumbuhkan minat baca sejak
dini. Seperti kata Dr. Seuss, “semakin banyak kamu membaca,
semakin banyak hal yang akan kamu ketahui. Semakin banyak
kamu belajar, semakin banyak tempat yang akan kamu kunjungi”.
Berangkat dari kesadaran itulah, Ridwan Sururi (44) mencoba
berkontribusi mengubah keadaan di sekelilingnya. Sekedar
menyediakan buku belum mampu mengajak orang-orang di
sekitarnya untuk lebih aktif membaca. Hingga suatu ketika ia
memiliki ide untuk berkeliling membawa buku-buku ke berbagai
desa dengan menggunakan kuda kepunyaannya. Bukan persoalan
keterbatasan moda atau alat transportasi semata, alasan Ridwan
menggunakan kuda adalah sebagai penarik perhatian terutama
dikalangan anak-anak. Sehingga ketika mereka berkumpul
mendekati kuda, Ridwan akan lebih mudah menawarkan
sejumlah buku yang dibawanya. Kuda tersebutlah yang menemani
Ridwan berkeliling ke desa-desa di lereng Gunung Slamet,
Purbalingga, Jawa Tengah, sambil membawa koleksi bukunya
yang dapat dibaca di tempat atau dipinjam secara cuma-cuma.
Ridwan menamakan aksinya ini dengan nama ‘Kuda Pustaka’.
Kuda Pustaka ini sudah berjalan dari Januari 2015 dan masih
berjalan hingga saat ini. Aksi ini berawal dari hobi dan kecintaan
Ridwan dengan kuda dan perkenalannya dengan seorang
budayawan dan juga seorang anggota pustakawan asal Jakarta
bernama Nirwan Arsuka. Dengan berbekal 136 buah buku milik
Nirwan, Kuda Pustaka kini sudah semakin terkenal, bahkan
hingga ke kancah internasional.
Bersama Luna, kuda kesayangannya, Ridwan berkeliling
setidaknya tiga kali seminggu. Buku-buku yang dipilih untuk
dibawa selalu disesuaikan dengan tempat tujuan keliling Kuda
Pustaka. Apabila ke sekolah dasar, koleksi buku bacaan bagi anak-
anak pasti mendominasi rak kayu bertuliskan ‘Kuda Pustaka
Gunung Slamet’ yang ada di punggung Luna. Keberadaan Luna
sendiri juga menjadi daya tarik tersendiri untuk masyarakat.
Ridwan mendapat penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka
2016 sebagai tokoh nasional dari Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia (PNRI). Penghargaan ini merupakan bentuk
penghargaan tertinggi yang diberikan PNRI kepada pihak-pihak
yang dinilai telah berkontribusi besar bagi pengembangan
perpustakaan dan minat baca di daerahnya. Hingga saat ini pun,
rumah Ridwan sudah selayaknya perpustakaan publik. Dua
pertiga rumahnya ia sulap menjadi taman baca. Puluhan rak berisi
lebih dari tujuh ribu buku menyesaki ruang tamu. Puluhan warga
setiap hari hilir mudik ke dalam rumah. Mereka datang membaca
dan meminjam buku.
Jadi, bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda meningkatkan
minat bacamu?
http://kudapustaka.blogspot.co.id/
LITERASIINSPIRASI Kuda Pustaka Kuda Pustaka
yang Menduniayang MenduniaKuda Pustaka yang Mendunia
Sejak masa kemerdekaan, pendidikan di
Indonesia sudah mengalami perombakan
kurikulum sebanyak 11 kali. Berawal dari
kurikulum tahun 1947 yang disebut Rencana
Pelajaran Dirinci Dalam Rencana Pelajaran
Terurai (17 tahun). Tahun 1964 Rencana
Pendidikan Dasar (4 tahun), tahun 1968
Kurikulum Sekolah Dasar (6 tahun), tahun
1974 Kurikulum Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (1 tahun), dan tahun 1975
Kurikulum Sekolah Dasar (9 tahun). Kurikulum
Cara Belajar Siswa Aktif (KCBSA) 1984 (10
tahun), Kurikulum 1994 (3 tahun), tahun 1997
Revisi Kurikulum 1994 (7 tahun), Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 (2 tahun),
dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTPS) 2006 (7 tahun). Dan, yang paling
terbaru dan diterapkan sekarang ini adalah
Kurikulum tahun 2013.
Tahukah Anda ?