Neurology Journal Reading Translate Finish

23
ARTIKEL PENELITIAN Kombinasi ansietas dan depresi yang berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit kepala pada migren: sebuah studi berbasis populasi Kyungmi Oh1, Soo-Jin Cho2, Yun Kyung Chung3, Jae-Moon Kim4 and Min Kyung Chu5* Abstrak Latar belakang: Biarpun ansietas dan depresi tergolong dalam karakteristik gangguan afektif, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa keduanya dapat timbul bersamaan dengan migrain. Akan tetapi, hanya sedikit penelitian yang menunjukkan implikasi klinis pada komorbiditas ini. Studi ini dilakukan untuk menilai komorbiditas dari ansietas dan depresi pada subjek dengan migrain dan implikasi klinisnya pada sampel berbasis populasi di Korea. Metode: Kami memilih subjek warga negara Korea berumur 19 hingga 69 tahun dengan stratified random sampling dan dievaluasi dengan wawancara terstruktur yang di desain untuk mengidentifikasi tipe nyeri kepala, ansietas, dan depresi. Kami menggunakan kuesionair Goldberg Anxiety Scale dan Patient Health Questionnaire-9 untuk mendiagnosis ansietas dan depresi. Hasil: Dari 2.762 peserta yang menjalani wawancara, 147 subjek (5,4%) diklasifikasikan pernah mengalami migrain, diantara 147 subjek ini, sebanyak 17 subjek 1

description

Neurology

Transcript of Neurology Journal Reading Translate Finish

Page 1: Neurology Journal Reading Translate Finish

ARTIKEL PENELITIAN

Kombinasi ansietas dan depresi yang berhubungan dengan peningkatan

frekuensi sakit kepala pada migren: sebuah studi berbasis populasi

Kyungmi Oh1, Soo-Jin Cho2, Yun Kyung Chung3, Jae-Moon Kim4 and Min Kyung Chu5*

Abstrak

Latar belakang: Biarpun ansietas dan depresi tergolong dalam karakteristik

gangguan afektif, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa keduanya dapat

timbul bersamaan dengan migrain. Akan tetapi, hanya sedikit penelitian yang

menunjukkan implikasi klinis pada komorbiditas ini. Studi ini dilakukan untuk

menilai komorbiditas dari ansietas dan depresi pada subjek dengan migrain dan

implikasi klinisnya pada sampel berbasis populasi di Korea.

Metode: Kami memilih subjek warga negara Korea berumur 19 hingga 69 tahun

dengan stratified random sampling dan dievaluasi dengan wawancara terstruktur

yang di desain untuk mengidentifikasi tipe nyeri kepala, ansietas, dan depresi.

Kami menggunakan kuesionair Goldberg Anxiety Scale dan Patient Health

Questionnaire-9 untuk mendiagnosis ansietas dan depresi.

Hasil: Dari 2.762 peserta yang menjalani wawancara, 147 subjek (5,4%)

diklasifikasikan pernah mengalami migrain, diantara 147 subjek ini, sebanyak 17

subjek (11,6%) mengalami ansietas dan depresi, 28 subjek (19,0%) hanya

mengalami anxietas, 9 subjek (6,1%) hanya mengalami depresi, dan 93 subjek

(63,3%) tidak mengalami keduanya. Frekuensi nyeri kepala per bulan yang lebih

tinggi ditemukan pada subjek yang mengalami migrain dengan ansietas dan

depresi (median [25- 75 percentile values], 8.0 [2.5 -21.0]) dibandingkan dengan

kelompong yang hanya mengalami migrain atau ansietas saja (2.0 [1.0- 5.0], p =

0.003), migrain hanya dengan depresi (1.0 [0.3-4.0], p = 0.001), dan migrain tanpa

keduanya (1.0 [0.3- 3.0], p < 0.001). Kelompok migraine dengan ansietas dan

depresi, serta kelompok migrain dengan ansietas saja menunjukkan skor Visual

Analogue Scale (VAS) yang lebih tinggi dibandingkan kelompok migrain tanpa

ansietas dan depresi.

1

Page 2: Neurology Journal Reading Translate Finish

Kesimpulan: Didapatkan bahwa 1/3 dari penderita migrain dengan ansietas

memiliki depresi dan 2/3 dari penderita migrain migrain dengan depresi memiliki

ansietas. Kombinasi dari ansietas dan depresi berkaitan dengan peningkatan

frekuensi nyeri kepala. Anxietas berkaitan dengan eksaserbasi dari nyeri kepala

.

Kata kunci: Migrain, ansietas, depresi, epidemiologi, komorbiditas

2

Page 3: Neurology Journal Reading Translate Finish

1. Latar Belakang

Migrain merupakan gangguan neurologis yang sering ditemukan dan

prevalensinya berkisar antara 5-12% pada populasi umum1,2,3. Gejala dari migrain

dan gangguan psikiatrik yang terkait dapat menyebabkan gangguan bahkan

disabilitas dari performa seorang individu2,3,4. World Health Organization(WHO)

mengumumkan bahwa migrain merupakan prioritas urgensi di bidang kesehatan

masyarakat dan menduduki peringkat ketujuh sebagai penyebab disabilitas.

Studi epidemiologi dan klinis menunjukkan bahwa migrain memiliki

komorbiditas dengan sejumlah keadaan psikiatrik lainnya seperti ansietas dan

depresi5-9. Frekuensi nyeri kepala dan efek dari nyeri kepala memiliki efek yang

lebih kuat pada migrain dengan komorbiditas psikiatrik dibandingkan dengan

migrain tanpa komorbiditas psikiatrik4-6. Komorbiditas psikiatrik memiliki

prevalensi yang lebih tinggi pada migrain kronik dibandingkan pada migrain

episodik10,11

Ansietas merupakan komorbiditas yang paling sering dijumpai pada pasien

dengan migrain, didapatkan prevalensi sebesar 25,5-57,6% pada berbagai studi

berbasis populasi 5-7,10,12,13. DSM-IV TR mengindentifikasi ansietas sebagai

gangguan Axis-1 yang merepresentasikan gejala akut yang membutuhkan

tatalaksana14. Pasien yang memiliki migrain dengan ansietas lebih memungkinkan

untuk mengalami disabilitas dan penurunan kualitas hidup dibandingkan dengan

pasien yang hanya mengalami migrain6,9,13,15.

Depresi merupakan gangguan Axis-1 lainnya dalam DSM-IV TR14.

Keterkaitan antara depresi dengan migrain telah dilaporkan dalam beberapa

kejadian klinis dan studi berbasis populasi7-10,12,13,16-18. Depresi dapat

mengeksaserbasi efek dari migrain dan membuat penatalaksanaan menjadi lebih

rumit6,16. Studi longitudinal menunjukkan komorbiditas dua arah dimana migrain

dapat menyebabkan pasien mengalami depresi dan begitu juga sebaliknya16,19-21.

Studi terbaru menujukkan bahwa depresi berkaitan dengan perubahan migrain

episodik menjadi migrain kronik22.

Biarpun ansietas dan depresi diklasifikasikan dengan gejala yang berbeda

pada gangguan afektif, keduanya dapat timbul bersamaan13,23,24. Kebanyakan

individu dengan ansietas atau depresi memiliki sifat yang menunjukkan gabungan

3

Page 4: Neurology Journal Reading Translate Finish

dari keduanya dibandingkan ansietas murni atau depresi murni. Kejadian dari

ansietas dan depresi pada migrain juga telah dilaporkan; sebesar 42,1-84,6%

pasien migrain dengan depresi juga menunjukkan ansietas, dan 66,1-85,7% pasien

dengan ansietas juga mengalami depresi 6-9,12,20.

Akan tetapi, komorbiditas dari ansietas dan depresi pada penderita migrain

dan signifikansi klinis jarang dipelajari. Pada studi inim kami akan: 1)

mendeskripsikan prevalensi dari ansietas, depresi, dan migrain pada populasi

Korea; 2) melakukan penilaian komorbiditas dari ansietas dan depresi pada subjek

yang mengalami migrain; 3) melihat karakteristik dari subjek yang mengalami

migrain berdasarkan diagnosis ansietas dan depresi.

2. Metode Penelitian

Studi ini dilakukan secara nation-wide cross sectional survey dari populasi

Korea yang mengalami nyeri kepala dan ansietas. Pewawancara terlatih

menjalankan wawancara terstruktur menggunakan kuesionair untuk mendiagnosis

gangguan nyeri kepala dan ansietas pada orang dewasa berumur 19-69 tahun.

Dalam wawancara termasuk pertanyaan tentang gejala dan efek dari nyeri kepala

dan anxietas. Karakteristik sosioekonomik, demografis, dan geografis dari

partisipan juga dievaluasi. Studi ini dilakukan dari November 2011 hingga Januari

2012 dan disetujui oleh komite etik dan badan institusi dari Hallym University

Sacred Heart Hospital. Informed consent tertulis didapatkan dari semua pasien.

3. Area Target

Korea terbagi kedalam 15 divisi administratif (do) kecuali jeju-do dan

masing-masing daerah terbagi dalam si, gun, atau gu sebagai bagian administratif

dasar. Secara keseluruhan terdapat 77 si, 88 gun, dan 69 gu. Diperkirakan

populasi Korea pada tahun 2010 sebanyak 48.580.293 jiwa dimana sebesar

32.356.747 jiwa berumur 19-69 tahun sesuai data sensus populasi 2010 oleh

Badan Statistik Nasional Korea25. Studi ini mencakup seluruh daerah Korea

kecuali Jeju-do. Kami mengklasifikasin 7 metropolitan si area (Seoul, Busan,

Daegu, Incheon, Gwangju, Daejeon dan Ulsan) sebagai kota besar dan area si

lainnya sebagai kota menengah-kecil, dan area gun sebagai pedesaan pada analisa

ini.

4

Page 5: Neurology Journal Reading Translate Finish

4. Metode Pengambilan Sampel

Untuk mendeterminasikan rasio prevalensi dan menganalisa faktor

demografisme yang mempengaruhi gangguan nyeri kepala primer kami

merencanakan untuk mengambil 2750 individu berdasarkan struktur populasi.

Kami mengadopsi pengambilan sampel acak 2 tingkat, 15 divisi administratif

dijadikan desain sebagai unit sampel primer. Kami memasukkan ukuran sampel

pada masing-masing unit sampel primer berdasarkan distribusi populasi. Pada

tahap kedua kami mengambil representatif dari unit sampel primer dari masing-

masing unit administratif dasar (si, gun, dan gu). Secara keseluruhan, terdapat 60

representatif dari unit administratif dasar dimana kami mengambil sejumlah

sampel berdasarkan umur, jenis kelamin, dan pekerjaan. Perkiraan error sampling

pada studi ini sebesar 1,8% dan derajat kepercayaan 95% seperti yang ditampilkan

pada tabel 126.

5. Prosedur survei

Subjek distartifikasikan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.

Sebelum memulai pertemuan dengan subjek, pewawancara diberikan informasi

berikut: 1) tujuan dari studi yang dijalankan, 2) makna dari masing-masing

pertanyaan, 3) instruksi untuk menjelaskan respon dari subjek, dan 4) detail lain

yang memiliki keterkaitan untuk menjalankan wawancara yang optimal. Semua

pewawancara berasal dari Gallup Korea dan memiliki pengalaman dalam survei

sosial sebelumnya. Pewawancara bukan merupakan personel medis dan survei

dijalankan secara door-to-door dan wawancara langsung.

6. Diagnosis dari migrain, ansietas, dan depresi

Kami mendiagnosis migrain, ansietas, dan depresi menggunakan kuesionair

yang terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama menilai karateristik demografis dan

sosioekonomi. Bagian kedua untuk menegakkan profil nyeri kepala yang di desain

sesuai dengan ICHD-2. Migrain didiagnosis berdasarkan kriteria ICHD-2 untuk

migrain tanpa aura27. Kami tidak berusaha untuk mendiagnosa migrain dengan

aura dan tanpa aura secara berbeda dan keduanya diklasifikasikan sebagi migrain

pada studi ini. Pertanyaan yang digunakan untuk mendiagnosis migrain

5

Page 6: Neurology Journal Reading Translate Finish

menunjukkan sensitivitas 75% dan spesifitas 88,2%, dengan membandingkan

diagnosis dari survei dengan diagnosis dokter melalui wawancara telepon.

Bagian ketiga termasuk pertanyaan tentang ansietas dan depresi. Kami

menggunakan Goldberg Anxiety Scale (GAS) untuk mendiagnosa ansietas. GAS

terdiri dari empat pertanyaan skrining dan lima pertanyaan tambahan29,30. Bila

partisipan memberikan jawaban positif pada dua atau lebih pertanyaan skrining,

dan lima atau keseluruhan pertanyaan GAS, partisipan didiagnosa dengan

anxietas. Versi Korea dari GAS dilaporkan memiliki 82% sensitivitas dan 94,4%

spesifisitas. Versi Korea dari GAS menunjukkan korelasi yang baik dengan State-

Trait Anxiety Inventory, alat tervalidasi untuk menilai anxietas31,32.

Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9) digunakan untuk mendiagnosis

depresi33. Bila skor PHQ-9 dari partisipan 10 atau lebih, partisipan didiagnosis

memiliki depresi. PHQ-9 Korea menunjukkan 81,1% sensitifas dan 89,9

spesifisitas34. Kami memasukkan Headache Impact Test-6 Questionnaire (HIT-6)

untuk mengevaluasi efek dari nyeri kepala pada kualitas hidup.

7. Analisa

Berdasarkan definisi dari migrain dan ansietas, prevalensi satu tahun

direpresentasikan oleh sejumlah kasus per 100 orang penduduk. Prevalensi terkait

umur dan jenis kelamin juga dikalkulasi. Uji Kolmogorov Smirnov digunakan

untuk menguji normalitas dari distribusi data.

Kami mengkalkulasikan odd ratios (OR; 95% derajat kepercayaan) untuk

angka kejadian ansietas atau depresi dengan migrain yang dibandingkan angka

kejadian ansietas dan depresi tanpa migrain menggunakan analisa regresi logistik

univariat dan multivariat. Pada analisa univariat kami menggambarkan OR pada

migrain dengan non-migrain tanpa memasukan kovariat. Pada analisa multivariat

untuk ansietas, variabel sosiodemografis dan depresi digunakan sebagai kovariat,

pada analisa multivariat untuk depresi, variabel sosiodemografis dan ansietas

digunakan sebagai kovariat.

Kami mengklasifikasikan subjek dengan migrain dalam empat kelompok

berdasarkan diagnosis ansietas dan depresi; hanya dengan ansietas, hanya dengan

depresi, dengan ansietas dan depresi, dan tanpa keduanya. Kami membandingkan

hari dengan nyeri kepala per bulan, skor VAS untuk intensitas nyeri kepala, dan

6

Page 7: Neurology Journal Reading Translate Finish

skor HIT-6 diantara keempat kelompok menggunakan Kruskal Wallis one-way

analysis of variance test. Apabila nilai median memiliki perbedaan yang

signifikan, akan dilakukan uji post-hoc menggunakan metode Bonferroni. Pada

semua analisa statistik, derajat signifikasi merupakan 0,05 kecuali disebutkan

angka yang berbeda. Hasil dianalisa menggunakan Statistical Package for the

Social Sciences 21.0 (SPSS 21.0; IBM, Armonk, NY, USA).

Sama seperti kebanyakan desain sampel, timbul beberapa data hilang yang

diakibatkan tidak adanya responsi pada beberapa variabel. Data dilaporkan

berdasarkan data yang tersedia. Ukuran sampel dari beberapa variabel berasal dari

jumlah sampel n = 2.762 karena efek non-response dari variabel yang terkait.

Teknik imputasi tidak digunakan untuk meminimalisir efek non-response35.

8. Hasil

Wawancara kami mengambil 7.430 individu dimana 3.114 bersedia menjadi

partisipan (angka rejeksi 58,1%) setelah 352 individu dikeluarkan dari

wawancara, 2.762 subjek menyelesaikan wawancara (angka kooperasi 37,2%,

gambar 1). Distribusi dari umur, jenis kelamin, ukuran dari area residensial, dan

derajat edukasi tidak memiliki perbedaan yang signifikan dari populasi umum

Korea (gambar 1 dan tabel 1).

Tabel 1. Distribusi demografis sosial dari seluruh peserta survey, total populasi Korea, dan kasus migrain, ansietas dan depresi

7

Page 8: Neurology Journal Reading Translate Finish

Gambar 1. Arus grafik yang menggambarkan partisipasi Korean Headache-Sleep

study

Prevalensi migrain, ansietas, dan depresi

Dari 2.762 peserta, 1.299 peserta (47,2%) memiliki setidaknya satu kali

serangan nyeri kepala dan 147 peserta (5,4%) diklasifikasikan memiliki migrain,

274 peserta (10%) diklasifikasikan memiliki ansietas dan 124 peserta (4,5%)

diklasifikasikan memiliki depresi (tabel 1).

Prevalensi anxietas dan depresi pada peserta dengan migrain

Terdapat angka yang cukup besar pada peserta dengan migrain yang

memiliki ansietas dan depresi, 28 peserta (19,0%) hanya memiliki ansietas, 9

peserta (6,1%) hanya memiliki depresi, dan 17 peserta (11,6%) memiliki ansietas

dan depresi. sisa 93 peserta (63,3%) tidak memiliki ansietas dan depresi.

Prevalensi ansietas pada peserta dengan migrain (30,1%) lebih tinggi

dibandingkan pada peserta tanpa migrain (8,8%, OR 4,5, derajat kepercayaan

95%); pola ini konsisten bahkan setelah dilakukan penyesuaian dengan variabel

sosiodemografis dan depresi (OR 3.0, derajat kepercayaan 95%). Prevalensi

depresi pada peserta dengan migrain lebih tinggi dibandingkan pada peserta tanpa

8

Page 9: Neurology Journal Reading Translate Finish

migrain; pola ini tetap konsisten bahkan setelah dilakukan penyesuain dengan

variabel sosiodemografis dan ansietas.

Karakteristik klinis dari subjek yang memiliki migrain dengan dan tanpa

ansietas dan depresi

Kami meneliti karakteristik demografis, nyeri kepala, gejala terkait,

frekuensi nyeri kepala per bulan, skor VAS, dan skor HIT-6 dari peserta dengan

migrain yang dikelompokkan sesuai ada tidaknya ansietas dan depresi. Distribusi

demografis, karakteristik nyeri, dan gejala terkait dari penderita migrain tidak

memiliki perbedaan yang signifikan kecuali fotofobia (tabel 2). Fotofobia

memiliki prevalensi yang lebih rendah pada penderita migrain dengan depresi

dibandingkan penderita migrain tanpa ansietas dan depresi (p = 0.007), hanya

dengan ansietas (p = 0.001), dan disertai dengan ansietas dan depresi (p = 0.012).

Gambar 2. Diagram Venn untuk distribusi subjek denganansietas, depresi dan migrain.

Frekuensi nyeri kepala memiliki prevalensi yang lebih tinggi pada

kelompok migrain disertai ansietas dan depresi ( median [25- 75 percentile

values], 8.0 [2.5 21.0]) dibandingkan dengan migrain dengan ansietas saja (2.0

[1.0? 5.0], p = 0.003), migrain dengan depresi saja (1.0 [0.3 4.0], p = 0.001), dan

migrain tanpa ansietas dan depresi (1.0 [0.3 3.0], p < 0.001) groups (Tabel 3).

Kelompok migrain dengan ansietas menunjukkan skor VAS yang lebih tinggi

dibandingkan kelompok lainnya, namun tidak memiliki perbedaan yang bermakna

dibandingkan dengan kelompok migrain disertai ansietas dan depresi. Skor HIT-6

9

Page 10: Neurology Journal Reading Translate Finish

didapatkan lebih tinggi pada kelompok migrain dengan depresi saja dibandingkan

kelompok lainnya.

Tabel 2. Demografi, karakteristik sakit kepala dan gejala terkait dari migren dengan ada atau tidaknya ansietas dan depresi

9. Diskusi

Penemuan utama pada studi ini adalah: 1). Prevalensi ansietas, depresi, dan

migrain pada populasi Korea masing - masing adalah 10,0%, 4,5%, dan 5,4%; 2).

Diantara peserta yang menderita migrain didapatkan 19% disertai ansietas saja,

6,1% disertai depresi saja, dan 11,6% disertai dengan ansietas dan depresi; 3).

frekuensi nyeri kepala meningkat secara signifikan pada peserta yang menderita

migrain disertai ansietas dan depresi.

Prevalensi 1 tahun migrain (5,4%) pada studi ini lebih rendah dibandingkan

pada studi yang sebelumnya telah dilakukan di negara - negara Eropa (10-25%)

dan Amerika Utara (9-16%)2. Akan tetapi, prevalensi migrain pada studi ini

menunjukkan kesamaan dengan studi lain di Korea dan negara - negara Asia28,36.

Prevalensi 1 tahun migrain pada negara - negara di Asia berkisar antara 4,7-9,1%

10

Page 11: Neurology Journal Reading Translate Finish

yang mana jauh lebih rendah dibandingkan negara - negara di dataran Eropa dan

Amerika Utara36.

Prevalensi ansietas dan depresi pada studi ini memiliki kesamaan dengan

penelitian sebelumnya, berkisar antara 5,6-19,3% untuk ansietas37-39 dan 3,6-8,8%

untuk depresi40-42. Hal ini mengindikasikan realibilitas dari studi ini. Rentang p-

value yang sangat luat dapat dijelaskan karena perbedaan etnik, latar belakang

kultural, metode survei, dan alat penilaian.

Penelitian lain melaporkan adanya hubungan antara migrain dan

komorbiditas psikiatrik seperti anietas dan depresi5-7. Implikasi klinis antara

migrain dan komorbiditas psikiatrik menunjukkan perlunya evaluasi mendalam

dari pasien dengan migrain untuk mendeteksi adanya keadaan psikiatrik lain.

Selain itu, pada pasien yang memiliki keadaan komorbid dibutuhkan pilihan terapi

yang dapat memperbaiki kedua keadaan43.

Berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan yang erat antara depresi

dan migrain. Berdasarkan penelitian berbasis populasi lain, pasien dengan migrain

2,2-3,5 kali lebih rentan untuk mengalami gangguan depresi dibandingkan pada

pasien tanpa migrain5,7,21,44. Ansietas juga dilaporkan memiliki hubungan yang

signifikan dengan migrain. Pada penelitian ini, pasien dengan migrain

menunjukkan peningkatan resiko untuk mengidap ansietas dan depresi.

Penelitian epidemiologi dan klinis lain menunjukkan bahwa ansietas dan

depresi sangat sering timbul bersamaan pada individu dengan migrain5-7. Breslau

et al, melaporkan bahwa depresi dan ansietas timbul bersamaan pada 30% yang

menderita migrain. Pada studi berbasis populasi yang dilakukannya, 84% pasien

penderita migrain dengan depresi juga memiliki gejala ansietas, dan 54% pasien

penderita migrain dengan ansietas juga memiliki gejala depresi45. Penelitian lain

di Perancis melaporkan bahwa 84,6% pasien penderita migrain dengan depresi

memiliki gejala ansietas dan 40,4% pasien penderita migrain dengan ansietas

memiliki gejala depresi6. Pada penelitian ini 11,5% peserta dengan migrain

memiliki gejala ansietas dan depresi; diantara peserta yang menderita migrain

dengan depresi, 65,4% memiliki gejala ansietas, dan diantara peserta penderita

migrain dengan ansietas, 37,8% memiliki gejala depresi. Perbedaan dari

11

Page 12: Neurology Journal Reading Translate Finish

persentase yang timbul pada studi ini dan studi lainnya sebagian dapat diakibatkan

karena perbedaan etnik, latar belakang kultural, dan metode penilaian.

Efek negatif dari ansietas dan depresi pada disabilitas yang terkait dengan

nyeri kepala dan efek nyeri kepala pada kualitas hidup telah didokumentasikan

sebelumnya6,9,15,18. Depresi terkait dengan prognosis penyakit, perubahan migrain

periodik menjadi migrain kronik, dan hasil pengobatan7-10,12,13,17,22. Pasien yang

menderita migrain disertai dengan ansietas dan depresi memiliki angka disabilitas

yang jauh lebih tinggi dibandingkan migrain yang hanya disertai ansietas atau

depresi saja6. Akan tetapi, hubungan antara ansietas dan depresi dengan

karakteristik klinis dari migrain masih belum diketahui.

Pada studi ini, kami meneliti hubungan antara frekuensi nyeri kepala,

keparahan nyeri kepala, dan efek nyeri kepala dengan ada atau tidaknya ansietas

dan depresi (tabel 3).

Tabel 3. Frekuensi nyeri kepala, keparahan nyeri kepala, dan efek nyeri kepala dengan ada atau tidaknya ansietas dan depresi

Frekuensi nyeri kepala dari penderita dengan migrain disertai ansietas atau

depresi saja tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan penderita migrain

12

Page 13: Neurology Journal Reading Translate Finish

tanpa disertai keduanya. Akan tetapi, pada penderita migrain disertai ansietas dan

depresi, frekuensi nyeri kepala meningkat secara signifikan. Karena frekuensi

nyeri kepala merupakan faktor penting dari proses perkembangan migrain kronik,

penemuan kami menunjukkan adanya hubungan antara ansietas dan depresi

dengan perkembangan migrain kronik. Penelitian longitudinal lebih lanjut

dibutuhkan untuk menjelaskan peran ansietas dan depresi pada perkembangan

migrain kronik pada penderita migrain. Skor VAS untuk tingkat keparahan nyeri

kepala menunjukkan pola yang berbeda dibandingkan frekuensi nyeri kepala.

Skor VAS meningkat apabila migrain disertai dengan ansietas dan tidak memiliki

perbedaan yang signifikan dengan penderita migrain yang disertai depresi dan

ansietas. Hubungan antara ansietas dan peningkatan skor VAS dapat dijelaskan

melalui komponen psikologis pada persepsi nyeri46.

Biarpun ratio responsi tidak terlalu tinggi, kami menggunakan pengambilan

sampel acak berkelompok dua tingkat dari Gallup Korea yang menunjukkan

kemungkinan sampling error yang rendah47. Distribusi sosio-demografis dari

peserta memiliki kesamaan dengan total populasi Korea (tabel 1). Ratio prevalensi

dari migrain, ansietas, dan depresi pada survei kami memiliki kesamaan dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan di Korea26,28,42. Penggunaan metode

pengambilan sampel yang teruji, kesamaan distribusi sosio-demografis, dan

kesamaan antara prevalensi migrain, ansietas, dan depresi dari studi kami

merefleksikan status migrain dari populasi Korea.

Pada studi ini, kami tidak mencoba untuk mendeteksi ada atau tidaknya aura

karena diagnosis dari aura sulit dilakukan melalui penggunaan kuesionair48.

Berdasarkan kriteria ICHD-2 migrain dengan aura didiagnosa ketika nyeri kepala

dari individu memenuhi kriteria tertentu dari nyeri kepala dengan aura27.

Karakteristik nyeri kepala tipikal dari migrain dengan aura memiliki kesamaan

dengan migrain tanpa aura. Kami meneliti dengan persepsi keduanya termasuk

kedalam migrain dalam studi ini.

Kami tidak berusaha untuk mendiagnosis migrain kronis karena kriteria

diagnosis untuk migrain kronis saat ini masih menjalani perubahan dan

mendiagnosis migrain kronis pada studi epidemiologi sangat sulit49-52. Kriteria

terbaru berdasarkan amandemen ketiga dari International Classifications of

13

Page 14: Neurology Journal Reading Translate Finish

Headache Disorders mendefinisikan migrain kronik sebagai nyeri kepala yang

berlangsung sekurang - kurangnya 15 hari per bulan, termasuk didalamnya

migrain dengan atau tanpa aura dan berkurang dengan penggunaan derivat triptan

atau ergot menjadi setidaknya 8 hari per bulan dengan durasi setidaknya 3 bulan,

kriteria tersebut sangat sulit diaplikasikan pada studi epidemiologis menggunakan

kuesionair51. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui hubungan antara

ansietas dan depresi dalam perkembangan migrain kronik.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kami menggunakan

GAS untuk mendiagnosa ansietas. GAS terdiri dari 9 pertanyaan tentang gejala

anxietas dan satu pertanyaan tentang nyeri kepala dan leher. Berdasarkan

pertanyaan - pertanyaan ini penderita migrain dapat mendapatkan skor GAS yang

lebih tinggi, karena itu lebih memungkinkan untuk didiagnosa sebagai ansietas.

Akan tetapi, kami yakin penelitian kami teruji karena alasan berikut ini: 1).

Penggunaan versi Korea dari GAS telah tervalidasi untuk mendiagnosa ansietas

dengan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi30; 2). Peserta dengan migrain

menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari anxietas dibandingkan tanpa

migrain, yang mungkin juga akan menjawab secara positif pada pertanyaan nyeri

kepala dan leher; 3). Kami menemukan adanya hubungan kuantitatif antara

karakteristik klinis migrain dan ansietas dan skor VAS yang lebih tinggi pada

migrain dengan ansietas. Kedua, biarpun studi berbasis populasi ini berdasarkan

metode dengan sampling error yang rendah, kemampua statistik untuk

menganalisa sub kelompok masih terbatas. Karena itu, beberapa hasil mungkin

tidak mencapai signifikansi statistik karena jumlah sampel yang rendah.

Penelitian ini memiliki beberapa kekuatan. Pertama, kami menggunakan

pengambilan sampel acak terkelompok yang proportional dengan populasi Korea

dan memiliki sampling error yang rendah. Kedua, kami menganalisa ansietas dan

depresi yang mana kedua merupakan komorbiditas yang sangat sering timbul pada

populasi umum dengan migrain berdasarkan status ansietas dan depresi.

Berdasarkan keseimbangan antara kelemahan dan kekuatan, kami merasa

penelitian ini menilai dengan sukses hubungan dari ansietas dan depresi pada

migrain dan implikasi klinisnya.

14

Page 15: Neurology Journal Reading Translate Finish

10. Kesimpulan

Sebesar 1/3 dan 1/6 penderita migrain memiliki ansietas dan depresi pada

populasi Korea. Satu pertiga dari penderita migrain dengan ansietas memiliki

gejala depresi dan 2/3 penderita migrain dengan depresi memiliki gejala ansietas.

Keberadaan ansietas dan depresi berkaitan dengan peningkatan frekuensi nyeri

kepala pada penderita migrain. Keberadaan ansietas berkaitan dengan eksaserbasi

dan keparahan dari nyeri kepala. Efek dari nyeri kepala meningkat bila disertai

dengan ansietas dan depresi. Keberadaan ansietas dan depresi harus dievaluasi

dengan lebih dalam pada penderita migrain untuk mengurangi efek dari nyeri

kepala dan memberikan terapi yang lebih baik pada penderita migrain.

15