Negara Ideal Plato PDF
-
Upload
rulhas-sultra -
Category
Documents
-
view
169 -
download
4
Transcript of Negara Ideal Plato PDF
FILSAFAT | Negara Ideal Plato
1 Artikel
NEGARA IDEAL PLATO
Oleh Hasrul (NPM : 10.31.0264)
Intisari pemikiran plato ialah pendapatnya tentang idea. Plato percaya bahwa ide adalah
realita yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada dan dapat dikenal dengan panca
indra. Dunia ide adalah dunia kodrati, bersifat kekal dan abadi. Sementara dunia hanyalah
bayang-bayang dari dunia ide sebagaimana yang ia sebutkan dalam karyanya, Republic tentang
Mitos Gua. Walaupun demikian, itu tidak berarti bahwa Plato bermaksud melarikan diri dari
dunia. Dunia yang konkrit ini dianggap penting juga. Hanya saja, hal yang sempurna tidak dapat
dicapai dalam dunia ini, namun kita harus berusaha meraih kehidupan sesempurna mungkin. Hal
ini tampak dalam ajarannya tentang Negara. Tema ini merupakan puncak dari filsafat Plato.
(Harun Hadiwijono, 2012: 43)
Plato merupakan filsuf yang sering dikutip pemikirannya tentang wacana politik. (Ahmad
Hanafi, 1996: 95) Pikirannya masih memiliki relevansi dan sejalan dengan pemikiran
kontemporer saat ini. Hal yang penting untuk diketahui dari filsafat politik Plato adalah
pemikiran dia tentang Negara. Etika politik yang banyak digaungkan oleh tokoh politik seperti
Amin Rais dengan high politiknya, diantaranya Hartyatmoko melalui bukunya “Etika Politik dan
Kekuasaan” ternyata bercermin dari pemikiran Plato. Plato beberapa abad yang lalu pernah
menyatakan bahwa etika politik harus menjadi bagian integral politik dan perlu dikedepankan.
(Ali Maksum, 2011: 73) Dapat dikatakan bahwa seluruh pemikiran filsafat Plato dimaksudkan
untuk memperbaiki Negara. Etika dan filsafat Negara erat sekali hubungannya. Tugas-tugas etis
manusia dikaitkan dengan kedudukannya sebagai warga Negara.
Ide negara Plato muncul dari ilustrasi tubuh manusia yang terdiri dari tiga bagian, yaitu
kepala, dada dan perut. Jika tubuh mempunyai kepala, dada dan perut, Negara mempunyai
pemimpin, pembantu dan pekerja. Di sini Plato secara jelas menggunkaan ilmu
pengobatan Yunani sebagai model. Sebagai manusia yang sehat dan selaras
mempertahankan keseimbangan dan kesederhanaan, begitu pula Negara yang baik ditandai
dengan adanya kesadaraan setiap orang akan tempat mereka dalam keseluruhan gambaran
itu. Untuk setiap bagian ini ada bagian jiwa yang terkait. Akal terletak di kepala, kehendak
terletak di dada dan nafsu terletak di perut. Masing-masing dari bagian jiwa ini juga memiliki
cita-cita atau kebajikan. Aka mencita-citakan kebijaksanaan, kehendak mencita-citakan
keberanian dan nafsu harus dikekang sehingga kesopanan dapat ditegakkan. Hanya jika ketiga
bagian itu berfungsi bersama sebagai suatu kesatuan sajalah, kita dapat menjadi seorang individu
yang selaras dan berbudi luhur. (Jostein Gaarder, 2012:157)
Filsafat politik Plato ditandai dengan rasionalisme. Ia memandang bahwa terciptanya
Negara yang baik bergantung pada apakah Negara itu siperintah oleh akal. Sebagaimana kepala
mengatur tubuh, maka para Filosoflah yang harus mengatur masyarakat. Itulah sebabnya, Plato
menyatakan bahwa kesengsaraan dunia tidak akan berakhir sebelum filosof menjadi raja atau
pemimpin. Kita tidak dapat mengharapkan Negara menjadi lebih baik apabila orang-orang yang
berkuasa tidak berprilaku baik. Maka Negara harus bebas dari para penguasa dan para pemimpin
yang rakus dan jahat. (Ali Maksum, 2011: 76)
FILSAFAT | Negara Ideal Plato
2 Artikel
Dalam Negara ideal Plato, semua orang harus hidup dalam moralitas yang baik dan
terpuji khususnya para pemimpin. Selain aspek ini, Plato juga mengupas masalah keadilan
dengan panjang lebar dalam wacana kenegaraan. Ia menyatakan bahwa keadilan dalam Negara
hanya tercapai apabila tiap-tiap orang mengerjakan bagiannya masing-masing sebagaimana
ilustrasi pada tubuh manusia. Golongan pekerja ialah golongan rakyat jelata yang berprofesi
sebagai tani, tukang, saudagar dan lain-lain. Golongan ini bebas berusaha dalam bidangnya
masing-masing. Namun, mereka harus terasuh dalam upaya pengendalian dan penguasaan diri.
Golongan selanjutnya ialah golongan penjaga atau pembantu dalam urusan Negara. Tugas
mereka mempertahankan Negara dari serangan musuh dan mengupayakan agar undang-undang
dipatuhi rakyat. Golongan terakhir ialah kelas pemerintah atai filosof. Mereka terpilih dari yang
paling cakap dan yang terbaik dari kelas penjaga setelah menempuh pendidikan dan latihan
special untuk itu. Tugas mereka ialah mengawasi undang-undang dan pelaksanaannya.
Plato berpendapat bahwa dalam tiap-tipa Negara segala golongan dan masyarakat adalah
alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan itulah yang menjadi tujuan
sebenarnya dan itu pulalah yang menentukan nilai pembagian pekerjaan. Dalam Negara ideal itu
golongan pengusaha menghasilkan tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga melindungi tetapi
tidak memerintah. Golongan cerdik dan pandai diberi makan dan dilindungi dan mereka
memerintah. Ketiga macam budi yang dimiliki oleh masing-masing golongan, yaitu bijaksana,
berani dan menguasai dapat menyelenggarakan kerjasama dalam Negara ideal dengan budi
keempat, yaitu keadilan. (Mohammad Hatta, 1986: 112-113) Pada sisi lain, Negara ideal Plato
muncul dalam benaknya yang bersumber dalam pengalamn nyata tatkala menyaksikan gurunya,
Socrates dipaksa minum racun cemara. Dari latar maslah inilah lalu keluar teori-teori besarnya
tentang Negara ideal.
Dengan demikian, Negara ideal Plato menganut prinsip yang mementingkan kebajikan.
Ia menekanakan hal tersebut karena ia memandang bahwa kebajikan adalah pengetahuan.
Apapun yang dilakukan atas nama Negara harus dengan tujuan untuk mencapai kebajikan.
Atas dasar itulah kemudian Plato memandang perlunya kehidupan bernegara. Tidak ada cara
lain menurut Plato untuk membanguan pengetahuan kecuali dengan lembaga-lembaga
pendidikan. Pendidikan bukanlah hanya soal akal semata-mata, tetapi soal memberi
bimbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi supaya mengarahkan diri kepada akal
sehingga dapat mengendalikan keinginan hawa nafsu. Akal sendiri tidak berdaya, ia
memerlukan dukungan-dukungan perasaan yang lebih tinggi yag diberi arah yang benar. Alat
untuk mencapai tujuan ini umpamanya ialah mengusahakan kesenian, persajakan, musik,
dan lain sebagaiya. Akan tetapi, pendidikan itu baru dapat tercapai jika ada Negara yang
baik. (Harun Hadiwijono, 2012: 43)
Setelah melihat prinsip Negara ideal, Plato juga memberikan kriteria terkait pemimpin
ideal. Ia beranggapan bahwa pemimpin ideal tidak boleh menjalani kehidupan rumah tangga
seperti mendidik anak. Mengingat pendidikan anak adalah sangat berharga, maka harus
diserahkan kepengurusannya dari keluarga kepada Negara. Dengan demikian, pada konteks ini
Plato menyimpulkan bahwa perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki untuk
FILSAFAT | Negara Ideal Plato
3 Artikel
memimpin dengan ketentuan dibebaskan dari kewajiaban membesarkan anak dan mengurusi
rumah tangga serta mendapatkan pelatihan yang sama dengan kaum laki-laki. Plato menawarkan
alasan sederhana mengenai kepemimpina perempuan, yaitu bahwa para pemimpin mengatur
Negara berdasarkan akal mereka. Dia menegaskan bahwa kaum wanita mempunyai kemampuan
penalaran yang persisi sama dengan kaum pria asalkan diberikan hak dan tanggungjawab yang
sama dengan kaum pria. Oleh karena itu, dalam Negara ideal Plato, para pemimpin dan ksatria
tidak diperbolehkan menjalani kehidupan keluarga atau memiliki kekayaan pribadi. (Jostein
Gaarder, 2012:157)
Negara ideal Plato menganut prinsip yang mementingkan kebajikan yang berlandaskan
pada akal yang dibangun melalui beberapa tahap pedidikan pendidikan. Terlepas dari hal
tersebut, Plato juga menyakini bahwa kebenaran politik cukup subjektif namun perlu dipelajari
bahan perbandingan atas ilmu-ilmu lainnya. Kebajikan itu abstrak sifatnya, tetapi ilmu
pengetahuan tentang yang abstark lebih nyata dibandingkan ilmu pengetahuan yang terwujud di
dunia empiris sekalipun itu adalah pengalaman yang terlihat dan merupakan realita yang biasa
ditangkap dengan indra. Hal ini merupakan suatu kenyakinan tersendiri dalam benak Plato. Plato
memang familiar dengan teorinya tentang dunia ide. Itulah sebabnya, dalam Negara pun
perhatian utamanya mengharapkan pemerintahan Tuhan yang diikhtisarkan oleh wahyu menjadi
peratiran manusia. (Ali Maksum, 2011: 77-78)
Dengan demikian, untuk mewujudkan hal tersebut kita berupaya dengan menciptakan
keselarasan antara semua keahlian. Sebagai contoh, jenderal harus pandai berperang, negarawan
harus pandai memutuskan bilamana orang harus berperang, hakim harus pandai mengadili yang
baik, dan sebagainya. Pada kenyataanya, Negara ideal Plato harus tetap pada konteksnya
masing-masing dari setiap Negara. Ini artinya, Negara harus berfungsi sebagai dokter yang dapat
memberikan obat yang bermacam-macam kepada pasiennya. Maka dapat disimpulkan, jika suatu
Negara telah memiliki undang-undang, pemerintahan yang terbaik adalah monarki dan yang
paling jelek adalah demokrasi. Sebaliknya, jika suatu Negara belum memiliki undang-undang,
pemerintahan yang terbaik adalah demokrasi dan yang paling jelek adalah monarki sebab
domokrasi di sini dapat mencegah adanya penyalahgunaan kekuasaan.
Daftar Pustaka
Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam, cet. VI, Jakarta: Bulan Bintang, 1996
Maksum, Ali. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, cet. V,
Yogyakarta: Al-Ruzz Media, 2011
Hatta, Mohammad. Alam Pikiran Yunani, cet. III, Jakarta: Ui-Press, 2006
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 1, cet. XXVII, Yogyakarta: Kanisius,
1980
Gaarder, Jostein. Dunia Sophie terj. Rahmani Astuti dari judul asli “Sophie’s World”,
cet. VI, Bandung: Mizan, 2012