TATA CARA PENGHAPUSAN BARANG MILIK NEGARA OLEH : NAMA NIP KPKNL
BAB II PENGHAPUSAN BARANG MILIK NEGARA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21620/3/Chapter...
Transcript of BAB II PENGHAPUSAN BARANG MILIK NEGARA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21620/3/Chapter...
BAB II
PENGHAPUSAN BARANG MILIK NEGARA DALAM KAITANNYA DENGAN PENGELOLAAN
BARANG MILIK NEGARA A. Kekayaan Negara 1. Pengertian Kekayaan Negara
Kekayaan negara dalam arti luas dan fleksibel dapat mencakup semua
barang serta kekayaan alam, baik bergerak/tidak bergerak ataupun berwujud/tidak
berwujud yang dimiliki atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan
BUMN/BUMD yang terbatas pada nilai jumlah penyertaan modal negara. Sedangkan
dalam arti yang lebih sempit, kekayaan negara dapat dipersepsikan sebagai segala
sesuatu yang dapat dinilai dengan uang yang dimiliki oleh negara baik di tingkat
pusat maupun daerah dan BUMN/BUMD.50
Sementara itu, dalam arti yang lebih sempit lagi dimana mengacu pada
pengertian yang dirumuskan dalam Pasal 1 Angka (10) dan (11) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kekayaan negara dibatasi
sebagai Barang Milik Negara/Daerah. Barang Milik Negara/Daerah adalah semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
50 Menurut Pasal 2 huruf (g) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah masuk ke dalam lingkup Keuangan Negara. Satu dan lain hal perlu disadari bahwa tidak semua aset BUMN/BUMD merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.
Universitas Sumatera Utara
Negara/Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Dalam hal ini terbatas
pada barang yang bersifat berwujud (tangible) yang meliputi barang persediaan dan
aset tetap (fixed assets). Mengingat tujuan pengelolaan kekayaan negara untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia maka untuk keperluan tulisan ini tidak dibedakan istilah antara
kekayaan pemerintah pusat, daerah, dan BUMN/BUMD. Kesemuanya dibingkai ke
dalam satu terminologi yaitu kekayaan negara. Satu dan lain hal mengingat bahwa
peran pemerintah pusat harus tetap ada untuk mensinergikan pemanfaatan dan
pengelolaan kekayaan negara demi kepentingan nasional.
Walaupun terkadang dipersepsikan bahwa kekayaan negara merupakan
public goods maka jangan sampai istilah public menyebabkan pengelolaannya
menjadi tidak profesional. Dengan kata lain, public goods harus dikelola sebagaimana
pengelolaan private goods dengan kaidah entrepreneurship. Dalam era perubahan
yang terjadi begitu cepat maka kinerja sektor publik/pemerintah semakin menjadi
sorotan masyarakat yang setiap saat terpublikasi di media massa. Sektor publik rentan
terhadap pemberitaan yang tidak berimbang, dengan kata lain bahwa terkadang pers
relatif lebih tertarik memberitakan masalah-masalah atau kinerja yang jelek dari
pemerintah ketimbang sebaliknya. Sehingga ada yang secara ekstrim mengatakan :
“good news is no news in the public sector”.51
51 Frederick S. Lane, Current Issues in Public Administration : Reinventing Government the
Minnesota Way, (New York: St. Martin’s Press. Inc., 1994), hlm. 361.
Universitas Sumatera Utara
2. Perencanaan Komprehensif dan Faktor Fundamental Pengelolaan Kekayaan Negara
Pengelolaan kekayaan negara yang ideal dalam kerangka optimalisasi
penerimaan, efisiensi pengeluaran, dan efektivitas pengelolaan diperlukan guna
menjamin bahwa sumber daya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara maksimal
dengan menekan biaya-biaya yang timbul seminimal mungkin, sehingga pengelolaan
kekayaan negara tersebut dapat memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi
negara, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan mampu mengantisipasi green
issue (pelestarian lingkungan) di masa depan. Pengelolaan kekayaan negara secara
“ala kadarnya” akan membebani keuangan negara yang pada gilirannya menimbulkan
pemborosan-pemborosan yang seharusnya dapat dialokasikan untuk anggaran
pendidikan, kesehatan, dan tujuan-tujuan kesejahteraan masyarakat banyak lainnya.
Pengelolaan kekayaan negara yang ideal tersebut ditempuh melalui
formulasi pengelolaan kekayaan negara strategis yang merupakan suatu pola
pendekatan yang dapat diterapkan berdasarkan kaidah-kaidah profesionalisme,
efektifitas, efisiensi, dan visioner. Harus dipahami bahwa pengelolaan kekayaan
negara strategis merupakan suatu proses yang harus dapat meningkatkan pemahaman
atas kondisi, kinerja, utamanya siklus hidup (life-cycle) kekayaan negara, dan
mencakup keputusan terkait yang diambil agar dapat secara tepat dan akurat.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1 Life-Cycle Kekayaan
Sumber : Better Practice Guide, Asset Management Handbook, 1996
Pemahaman atas fase-fase dalam siklus hidup kekayaan negara merupakan
komponen penting untuk sekaligus memahami anggaran atau konsekuensi biaya yang
timbul dari seluruh siklus tersebut yang dikenal dengan istilah life-cycle costing.52
Kedua hal dimaksud dipertimbangkan sebagai bagian dalam perencanaan
komprehensif.
Pengelolaan kekayaan negara yang ideal diawali dengan perencanaan
komprehensif yang merupakan rencana jangka panjang holistik dalam rangka
mencapai tujuan dan menciptakan mekanisme untuk mengintegrasikan perencanaan
strategis dan penganggaran strategis. Dalam pengelolaan kekayaan negara harus
52 Australian National Audit Office, Asset Management Handbook, (Canberra: ANAO, 1996),
hlm. 8-9.
Universitas Sumatera Utara
dapat diidentifikasikan kebutuhan dan harapan stakeholders sehingga delivery
services (pelayanan yang diberikan) sesuai dengan standar pelayanan dan kinerja
yang diinginkan. Proses perencanaan komprehensif pengelolaan kekayaan negara
dimaksud dapat diilustrasikan berikut ini :
Gambar 2 Proses Perencanaan Komprehensif
Sumber : Better Practice Guide, Asset Management Handbook, 1996
Berdasarkan ilustrasi di atas, proses perencanaan komprehensif dalam
pengelolaan kekayaan negara dijabarkan lebih lanjut yang meliputi :
Universitas Sumatera Utara
1. Penetapan tujuan, dengan melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan
stakeholders sejalan dengan visi dan misi pengelolaan kekayaan negara serta
memperhatikan regulasi terkait;
2. Review atas delivery services dan kinerja kekayaan negara yang terukur, dimana
hal tersebut guna menjamin segala sesuatunya sejalan dengan tujuan dengan
memperhati-kan harapan stakeholders dan regulasi terkait. Standar pelayanan
yang ada harus memperhatikan kualitas, kuantitas, ketersediaan, keandalan,
keamanan,, dan efisiensi serta kedepannya dapat menganti-sipasi isu
lingkungan (green issue);
3. Proyeksi pertumbuhan dan permintaan/kebutuhan, dengan memperhatikan
kondisi saat ini dan masa depan menyangkut perubahan teknologi, regulasi, dan
tuntutan masyarakat yang semakin berkembang;
4. Review terus menerus atas pengelolaan kekayaan negara, untuk menjamin
pemanfaatan, pemeliharaan, penggantian/pembaharuan, perolehan, dan
penghapusan secara optimal dengan mempertimbangkan tujuan sosial dan
komersial/bisnis;
5. Aspek akuntansi termasuk proyeksi keuangan/anggaran yang terukur
menyangkut :
a. alokasi anggaran pengelolaan kekayaan negara;
b. estimasi biaya yang timbul di masa depan untuk operasionalisasi,
pemeliharaan, pembaharuan, perolehan, dan penghapusan kekayaan negara;
Universitas Sumatera Utara
c. prediksi atas nilai (value) kekayaan negara berikut nilai depresiasinya;
d. penggunaan asumsi-asumsi dasar yang valid dalam proyeksi.
6. Mekanisme pemantauan, pengawasan, dan penelaahan pengelolaan kekayaan
negara secara optimal;
7. Perencanaan perbaikan berkelanjutan (improvement plan) yang diagendakan
secara berkelanjutan untuk menemukan model pengelolaan kekayaan negara
yang ideal.
Setelah dipahami bahwa kebutuhan perencanaan komprehensif sangat
penting, selanjutnya dalam memulai implementasinya perlu memperhatikan faktor-
faktor funda-mental bagi keberhasilan pengelolaan kekayaan negara berdasarkan
pengalaman negara lain seperti Australia dan Selandia Baru, yaitu53:
1. Reformasi regulasi dan struktural guna mendukung pengelolaan kekayaan negara secara prudent dan berkelanjutan (sustainable);
2. Supporting-system guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan melalui sistem informasi, pengembangan sistem dan prosedur, dan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan;
3. Pemantauan/monitoring secara reguler atas kinerja pengelolaan kekayaan negara mencakup untuk menjamin bahwa hasil dapat dicapai sesuai rencana. Dalam hal pemenuhan faktor-faktor fundamental di atas telah terpenuhi selanjutnya diimplementasikan langkah awal pengelolaan kekayaan negara yang difokuskan pada : a. Inventarisasi; b. Profiling atau Pemetaan (mapping) berupa identifikasi jenis, letak,
aspek hukum penguasaan, pemanfaatan, dan hal-hal terkait; c. Penilaian (appraisal/valuation) atas nilai terkini (existing value) dan
nilai potensi (future value) serta analisis the highest-and-best use; d. Migrasi proses manual ke komputerisasi melalui pembangunan dan
pengembangan sistem informasi;
53 Ibid., hlm. 10
Universitas Sumatera Utara
e. Perencanaan jangka pendek dan menengah dalam pengelolaan kekayaan negara yang menyentuh seluruh aspek-aspek fundamental;
f. Peningkatan dan pengembangan kualitas SDM sehingga berkompeten di bidang penilaian, manajemen, akuntansi, properti, investasi, ekonomi, hukum, teknologi komunikasi dan informasi, teknik lainnya, dan sebagainya.
Setelah fokus pada implementasi langkah awal tersebut yang tentunya
membutuhkan waktu bertahun-tahun, langkah selanjutnya yang dapat dilakukan
secara simultan difokuskan pada54:
1. Peningkatan standar pelayanan dan kinerja; 2. Identifikasi kekayaan negara dengan lebih terperinci/detil dengan coverage
lebih luas, modern, dan terintegrasi; 3. Optimalisasi pemanfaatan kekayaan negara menggunakan analisis/model; 4. Pengembangan sistem informasi yang mampu mendukung pengambilan
keputusan yang akurat berdasarkan analisis/model yang dikembangkan. Atas kekayaan negara yang dibeli atau diperoleh dengan beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah
dimana dipergunakan untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan, maka
perencanaan komprehensif dan terpenuhinya faktor-faktor fundamental yang
diimplementasikan pada butir-butir fokus di atas diharapkan dapat meningkatkan
fungsi-fungsinya yang meliputi :
1. Fungsi Pelayanan
Fungsi ini direalisasikan melalui penggunaan, di mana kekayaan negara
digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi/instansi pengguna
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.
54 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2. Fungsi Budgeter
Fungsi ini direalisasikan melalui pemanfaatan (sewa, kerjasama pemanfaatan,
pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna) dan pemindahtanganan
(penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal negara/daerah).
Kemudian eksistensi dan peran penilai (appraiser/valuer) sangat penting
dalam setiap tahapan proses pengelolaan kekayaan negara. Sesuai dengan
perkembangan jasa keahlian penilaian di Indonesia, fungsi dan perannya bagi
pemerintah adalah sebagai berikut55:
1. Pengenaan tarif pajak; 2. Penghitungan kekayaan nasional; 3. Prediksi potensi wilayah; 4. Dalam rangka penggabungan usaha/penambahan modal bagi perusahaan
negara atau guna investasi di bidang-bidang lain; 5. Hibah termasuk bantuan dari pihak lain; 6. Penilaian proyek sebelum diserahkan ke pemerintah; 7. Jual beli; 8. Pembebasan tanah; 9. Penilaian sarana umum (public utilities) untuk mengenakan tarif yang wajar
(seperti jalan tol dll). Sejalan dengan upaya dukungan terhadap optimalisasi pengelolaan
kekayaan negara, dengan adanya regrouping penilai-penilai pemerintah ke dalam satu
wadah lembaga yang berkonsentrasi dalam bidang penilaian (valuation/appraisal)
pada organisasi pengelola kekayaan negara, niscaya akan menimbulkan senergitas
atau pendayagunaan secara maksimal penilai internal sekaligus mempercepat
pembumian good governance dalam pengelolaan kekayaan negara.
55 Machfud Sidik, Peranan Ahli Penilai Properti Pemerintah dalam Era Globalisasi, (Jakarta:
Makalah Musyawarah Nasional II Masyarakat Profesi Penilai (MAPPI) – 20 Desember 1997), hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
Ditinjau dari ruang lingkup pekerjaan penilai dalam arti luas, cakupannya
meliputi aspek-aspek mulai dari penilaian aktiva tetap, penilaian usaha, penilaian
saham, hingga jasa studi kelayakan, investment arranger, dan analisis optimalisasi
aset (highest-and-best-use analysis). Melalui proses, penilai pemerintah yang telah
bersinergi dalam wadah organisasi pengelola kekayaan negara dapat diarahkan
kepada kegiatan-kegiatan yang semakin kompleks tidak hanya memberikan jasanya
di tingkat pemerintah pusat, tetapi juga memberikan jasanya bagi pemerintah daerah
atau bahkan pihak luar/ swasta/masyarakat sebagaimana kondisi ini telah dialami oleh
lembaga penilai pemerintah di Malaysia, Australia, dan negara-negara lainnya.
Pendataan/inventarisasi dan penilaian merupakan langkah awal dalam
pengelolaan kekayaan negara. Pendataan/inventarisasi selanjutnya dapat
dikembangkan dan didayagunakan secara maksimal guna menentukan fungsi apa
yang paling sesuai untuk diambil manfaatnya (highest-and-best use) setelah
sebelumnya didahului dengan penilaian sehingga diketahui nilai riil kekayaan negara.
Pengetahuan atas nilai dan aspek highest-and-best use dipergunakan untuk
menentukan keputusan yang fair misalnya dalam rangka tukar guling, lelang, dan
pengelolaan yang lainnya.
Di masa lalu, banyak sekali kekayaan negara dalam bentuk tanah dan
bangunan yang ditukargulingkan dengan pihak swasta yang menimbulkan masalah
dan menjadi sorotan publik. Hal ini disebabkan ketidakseimbangan atau
ketidakakuratan dalam melakukan penilaian terhadap objek yang ditukargulingkan
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Sesuai ketentuan, kekayaan negara dapat dipindahtangankan melalui lelang.
Pelaksanaan penjualan dan atau pemindah-tanganannya memerlukan penilaian yang
akurat demi menjamin pelaksanaan lelang yang jujur. Penilaian juga dapat digunakan
sebagai dasar penentuan jumlah atau besarnya ganti kerugian yang dapat diberikan
kepada masyarakat yang tanahnya terkena dampak pengambilalihan/perolehan tanah
untuk kegiatan/proyek pembangunan (eminent domain) yang dilakukan oleh
pemerintah. Penentuan nilai ganti kerugian jika tidak dilakukan secara obyektif dan
jujur, mengakibatkan gejolak masyarakat yang berkepanjangan seperti kasus-kasus
yang sempat menjadi sorotan publik beberapa waktu lalu, seperti kasus Rancamaya,
Cimacan, dan Kedungombo.56
Dalam era otonomi daerah, penilaian mempunyai manfaat yang sangat besar
dimana dengan diketahuinya nilai aset maka dapat dibentuk basis data aset yang
dapat dimanfaatkan untuk:
1. Mengetahui modal dasar daerah dalam usaha privatisasi (mis. Program
restrukturisasi BUMD melalui merger dan akusisi maupun privatisasi BUMD);
2. Mengetahui nilai penyertaan dalam melakukan kerja sama usaha dengan pihak
swasta;
3. Memberi informasi kemampuan nilai ekonomis di suatu daerah untuk
mengundang investor;
4. Mengetahui nilai dalam rangka penerbitan obligasi daerah (municipal bonds);
56 Resmi, Siti S, Urgensi Penilaian Properti dalam Tatanan Ekonomi Masyarakat, (Jakarta:
Majalah Usahawan edisi Oktober 2002, LPEM-Universitas Indonesia), hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
5. Mengetahui nilai aset untuk kepentingan tukar guling (ruilslag);
6. Mengetahui dasar nilai dalam pembebasan tanah;
7. Menyusun data awal neraca daerah; dan
8. Menyusun Sistem Informasi Aset.
3. Revitalisasi Organisasi Pengelola Kekayaan Negara Pentingnya peran kekayaan negara, membuat urgensi untuk merevitalisasi
organisasi pengelolanya demikian tinggi. Sehingga dapat diperoleh pengetahuan
tentang jumlah, nilai, potensi, dan manfaat kekayaan negara guna memberikan
kontribusi maksimal. Mengingat pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit
guna memajukan perekonomian nasional, salah satu sumber altenatif paling
memungkinkan untuk mendapatkannya adalah dengan optimalisasi Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP). Untuk itu, guna menterjemahkan urgensi ini ke dalam
realisasi dan implementasi adalah melalui desain ulang atau pembaharuan visi,
misi, dan tujuan pengelolaan kekayaan negara.
Visi baru pengelolaan kekayaan negara adalah sebagai upaya agar
pengelolaan kekayaan negara dilakukan secara baik dan modern serta
berkelas/bertaraf internasional yang mampu mendukung terciptanya struktur ekonomi
nasional yang kuat dan tangguh serta terwujudnya tata kelola kepemerintahan yang
baik (good governance) dalam kaitannya dengan pengelolaan kekayaan negara.
Adapun misi yang diemban, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya
adalah pencapaian optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran, dan efektivitas
Universitas Sumatera Utara
pengelolaan kekayaan/aset negara. Sedangkan, tujuan optimalisasi pengelolaan
kekayaan negara perlu dipertajam dan lebih operasional sehingga dapat57:
1. Memaksimalkan potensi kekayaan negara yang ada (existing assets) sesuai manfaat dan kegunaannya guna mendukung fungsi pelayanan dan budgeter.
2. Meminimalkan kebutuhan penggunaan dan perolehan kekayaan negara yang tidak tepat sasaran dan mengembangkan sistem pendukung untuk memperkirakan/memetakan life-cycle kekayaan negara.
3. Mewujudkan transparansi, akuntabilitas, sinergi, dan sinkronisasi berbagai kebijakan dan program pemerintah terkait pengelolaan kekayaan negara.
4. Meningkatkan pendayagunaan dan sistem operasi pengawasan pengelolaan kekayaan negara.
5. Menciptakan sistem dan mekanisme pengelolaan kekayaan negara yang integratif, efektif, dan efisien serta memiliki kewenangan dan otoritas yang jelas.
Keberadaan visi, misi, dan tujuan pengelolaan kekayaan negara yang jelas
dan transparan akan mampu memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak yang
berkepentingan. Revitalisasi organisasi pengelola kekayaan negara yang salah
satunya melalui pemberian kewenangan dan otoritas yang jelas dimana sangat
diperlukan dalam mewujudkan suatu kinerja pengelolaan kekayaan negara sesuai
harapan melalui legitimasi dari berbagai pihak dari aspek hukum dan kelembagaan,
maupun kebijakan yang mendukung revitalisasi ini. Hal lain yang tak kalah
pentingnya adalah koordinasi yang merupakan titik kritis dengan berbagai lembaga
dan instansi negara yang terkait, terutama dalam aspek inventarisasi, pengelolaan,
dan pengawasan serta pengendalian.
57 Ibid., hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa untuk revitalisasi
organisasi pengelola kekayaan negara, seluruh unsur utama yang terlibat didalamnya
harus dipahami dan diimplementasikan dengan baik yakni meliputi58:
1. Inventarisasi, merupakan pencatatan seluruh kekayaan negara termasuk pembukuan, penyusunan data base, dan pelaporan yang dapat digunakan sebagai informasi dan bahan untuk pengambilan keputusan. Inventarisasi merupakan critical point yang implementasinya relatif membutuhkan waktu yang cukup panjang dan tidak mudah.
2. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran, merupakan kegiatan merumuskan rincian kebutuhan kekayaan negara untuk menghubungkan pengadaan yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
3. Perolehan/pengadaan, dapat dilakukan dengan perencanaan dan pengadaan, penerimaan hibah, atau kekayaan yang dikuasai negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Penggunaan, merupakan rangkaian kegiatan dalam menggunakan kekayaan negara yang sesuai tugas pokok dan fungsi pengguna.
5. Pemanfaatan, merupakan pendayagunaan kekayaan negara dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
6. Pengamanan, merupakan kegiatan pengamanan secara administratif, hukum, dan fisik, sehingga keberadaannya dalam keadaan utuh, tidak rusak, tidak hilang, dan dapat dipergunakan serta dapat dipertanggungjawabkan.
7. Pemeliharaan, merupakan rangkaian kegiatan oleh pengguna untuk melakukan pemeliharaan agar semua kekayaan negara selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
8. Penilaian, merupakan suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai kekayaan negara.
9. Penghapusan, merupakan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk menghapus kekayaan negara dari daftar, dengan tujuan membebaskan pengguna dan/atau pengelola dari pertanggungjawaban administrasi dan fisik sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
10. Pemindahtanganan, merupakan pengalihan kepemilikan kekayaan negara kepada pihak lain sebagai tindak lanjut dari penghapusan.
58 Soepomo, Banyak Instansi Tidak Mengamankan Kekayaan Negara, (Jakarta: Majalah
Anggaran, Edisi No. 77 Tahun 2001), hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
11. Penatausahaan, merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan kekayaan negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
12. Pengawasan/pengendalian, merupakan kegiatan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan kekayaan negara, dalam rangka penertiban penggunaanya sesuai ketentuan yang berlaku.
13. Evaluasi, merupakan kegiatan membandingkan hasil pengelolaan kekayaan negara dengan perencanaan untuk perbaikan di masa akan datang.
Gambar 3
Unsur-Unsur Pengelolaan Kekayaan Negara
Sumber : Departemen Keuangan, 2008
Setelah seluruh unsur utama di atas dipahami dengan baik, dalam rangka
mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang tertib dalam seluruh aspeknya maka
perlunya pemahaman prinsip pokok pengelolaan kekayaan negara yang harus
disosialisasikan kepada stakeholders bahwa kekayaan negara semata-mata digunakan
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat yang salah satunya adalah melalui/untuk
Universitas Sumatera Utara
menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi dari penyelenggara pemerintahan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan kekayaan negara seperti59:
1. Prinsip fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah di bidang pengelolaan kekayaan negara dilaksanakan sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing lembaga yang diberi tanggung jawab atas kekayaan negara yang ada padanya;
2. Prinsip kepastian nilai, yaitu pendayagunaan kekayaan negara harus didukung adanya akurasi jumlah dan nilainya;
3. Prinsip pengamanan dan kepastian hukum, diwujudkan dalam setiap langkah kegiatan dan pengaturan harus mencerminkan pengamanan kekayaan negara dari segi administratif, fisik, dan hukum untuk menuju terciptanya kepastian hukum;
4. Prinsip efisiensi, diwujudkan dengan pengaturan yang berdasarkan pada pemanfaatan dan pemeliharaan kekayaan negara, yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi lembaga yang mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan tujuannya;
5. Prinsip akuntabilitas, diwujudkan dengan upaya bahwa setiap pengelolaan kekayaan negara harus dipertanggungjawabkan;
6. Prinsip transparansi, diimplementasikan dengan pengelolaan kekayaan negara yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh semua pihak;
7. Prinsip pendelegasian wewenang, dalam pengelolaan kekayaan negara tidak dilakukan sentralistik. Kewenangan yang ada diatur secara berjenjang sesuai dengan kedudukannya.
Setelah organisasi pengelola kekayaan negara terbentuk secara lebih kuat,
guna menemukan suatu model yang ideal dimana hal ini dapat dikatakan melalui
proses evolusi, maka percepatan menuju bentuk ideal tersebut dapat terwujud melalui
perencanaan atau program perbaikan (improvement plan) yang berkesinambungan
yang diimplementasikan melalui60:
59 Makalah-makalah tentang Single Value for Multi Purposes, Direktorat PBB dan BPHTB,
DJP, Departemen Keuangan, tidak dipublikasikan. 60 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
1. Review atas status dan kondisi pengelolaan kekayaan negara terkini yang meliputi: a. Proses yang digunakan dalam pengelolaan kekayaan negara; b. Pengetahuan dan data kekayaan negara; c. Sistem informasi; d. Perencanaan jangka pendek dan menengah strategis; e. Pertimbangan aspek organisasi itu sendiri, komersial/bisnis, dan SDM.
2. Identifikasi visi jangka panjang dan menengah serta implementasinya untuk 5 (lima) tahun ke depan disesuaikan dengan kondisi organisasi yang melaksanakan pengelolaan kekayaan negara;
3. Upaya memperkecil gap antara kondisi riil pengelolaan kekayaan negara saat ini dengan pengelolaan kekayaan negara yang ideal/sesuai harapan;
4. Penentuan pilihan dan identifikasi manfaat serta biaya untuk memperkecil gap;
5. Pengadopsian program pelaksanaan yang dapat terukur dan penentuan program perbaikan jangka panjang;
6. Pemantauan dan review program pelaksanaan secara terjadwal dan menyeluruh serta pemantauan perbaikan secara terus menerus.
Konsep untuk mengembangkan pengelolaan kekayaan negara yang ideal,
berikut implementasinya yang dituangkan dalam program yang terukur, dan langkah-
langkah perbaikan secara terus-menerus sebagaimana ilustrasi berikut :
Gambar 4 Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kekayaan Negara
Sumber : Departemen Keuangan, 2008
Universitas Sumatera Utara
Diharapkan dengan perbaikan berkelanjutan tersebut pengelolaan kekayaan
negara ideal dapat terwujud. Sehingga revitalisasi organisasi pengelolaan
kekayaan negara yang selalu on-the-track dapat mempercepat perwujudan
pengelolaan kekayaan negara ideal khas Indonesia yang berkelas internasional
melalui komponen-komponen utama perubahan berkelanjutan sebagai berikut :
Gambar 5 Komponen-Komponen Utama Perbaikan Berkelanjutan
Sumber : Tony Urquhart et.al, 2000
Perhatian serius atas komponen-komponen terperinci dan komprehensif di
atas dimaksudkan guna menjamin bahwa perbaikan-perbaikan berkesinambungan
akan memberikan progress dan nilai tambah pengelolaan kekayaan negara.
Dengan adanya revitalisasi organisasi pengelola kekayaan negara, unsur-unsur
pengelolaan kekayaan negara akan terintegrasi dalam satu organisasi. Dengan
demikian, terkait aplikasi dan teknologi informasi tentu saja diperlukan penambahan,
penyesuaian, dan penyempurnaan yang di masa depan akan terintegrasi pada common
database/single database atas seluruh transaksi keuangan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
B. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah 1. Pengertian Barang Milik Negara/Daerah
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan untuk
menjamin terlaksananya tertib administrasi dan tertib pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 pada dasarnya merupakan
penyatuan peraturan-peraturan mengenai pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
yang telah ada sebelumnya, mengatur hal-hal yang belum tertampung dalam
peraturan-peraturan yang ada sebelumnya, dan memberikan landasan hukum yang
lebih kuat agar tertib administrasi dan tertib pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dimaksud dapat diwujudkan. Oleh karena itu, dengan adanya
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 diharapkan pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah semakin tertib baik dalam hal pengadministrasiannya maupun
pengelolaannya sehingga pengadaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan, serta
pengamanan Barang Milik Negara/Daerah di masa mendatang dapat lebih efektif dan
efisien.
Adapun pengertian Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan Pasal 1 angka
10 dan 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 adalah “semua barang yang dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah atau
Universitas Sumatera Utara
berasal dari perolehan lain yang sah”. Selanjutnya, dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, dari pengertian Barang Milik Negara/Daerah yang
berasal dari perolehan lain yang sah dimaksud dirinci dalam 4 bagian, yaitu: (a)
barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/sejenisnya, (b) diperoleh sebagai
pelaksanaan perjanjian/kontrak, (c) diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang,
dan (d) diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 diatur pejabat yang
melakukan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah termasuk kewenangannya.
Untuk pengelolaan Barang Milik Negara, Menteri Keuangan adalah Pengelola
Barang, menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Barang, dan Kepala Kantor
Satuan Kerja adalah Kuasa Pengguna Barang.
Ruang lingkup pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 adalah meliputi semua aktivitas yang berkaitan
dengan Barang Milik Negara/Daerah terdiri dari perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan (meliputi sewa, pinjam pakai,
kerjasama pemanfaatan, dan bangun guna serah/bangun serah guna), pengamanan
(meliputi administrasi, fisik dan hukum) dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan,
pemindahtanganan (meliputi penjualan, tukar menukar, dan hibah,), penatausahaan
(meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan), pembinaan, pengawasan dan
pengendalian.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 adalah
mengatur mengenai pokok-pokok pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Agar
pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tersebut lebih operasional tentunya masih
diperlukan aturan yang lebih teknis sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan
Pemerintah dimaksud, baik berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ataupun
berupa peraturan pelaksanaan lainnya.
2. Azas-Azas Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dengan
memperhatikan azas-azas sebagai berikut :
a. Azas fungsional
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah dibidang pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan oleh pengelola dan/atau pengguna Barang
Milik Negara/Daerah sesuai fungsi, wewenang, dan tangung jawab masing-masing.
b. Azas kepastian hukum
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum
dan peraturan perundang-undangan, serta azas kepatutan dan keadilan.
c. Azas transparansi (keterbukaan)
Penyelenggaraan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah harus transparan dan
membuka diri terhadap hak dan peran serta masyarakat dalam memperoleh informasi
yang benar dan keikutsertaannya dalam mengamankan Barang Milik Negara/Daerah.
Universitas Sumatera Utara
d. Efisiensi
Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah diarahkan sesuai batasan-batasan standar
kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi pemerintahan secara optimal.
e. Akuntanbilitas publik
Setiap kegiatan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara.
f. Kepastian nilai
Pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah harus didukung adanya akurasi jumlah
dan nominal Barang Milik Negara/Daerah. Kepastian nilai merupakan salah satu
dasar dalam penyusunan neraca pemerintah dan pemindahtanganan Barang Milik
Negara/Daerah.
3. Landasan Pemikiran Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Landasan-landasan pemikiran yang digunakan dalam pengaturan pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah meliputi :
a. Landasan Filosofi
Hakekat Barang Milik Negara/Daerah merupakan salah satu unsur penting
penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia untuk mencapai cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu,
pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah perlu dilakukan dengan mendasarkan
pada perturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjamin tercapainya
cita-cita dan tujuan dimaksud.
b. Landasan Operasional
Landasan Operasional Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah lebih berkaitan
dengan kewenangan institusi atau Lembaga Pengelola/Pengguna Barang Milik
Negara/Daerah, yang dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Pengelolaan Kekayaan Negara yang bersumber pada Pasal 33 Ayat 3 Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 adalah Negara. Badan penguasa atas barang
negara dengan hak menguasai dan bertujuan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Instansi pengelolanya adalah Instansi Pemerintah
Departemen/LPND yang diberikan wewenang untuk itu. Tanah oleh Badan
Pertanahan Nasional, Tambang oleh Departemen Sumber Daya Mineral dan
energi, laut dan kekayaannya oleh Departemen Kelautan dan sebagainya.
Pengaturan atas pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dalam ruang
lingkup ini telah diatur dalam berbagai undang-undang.
2. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang bersumber pada Pasal 23
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah Negara sebagai Pemerintah
Republik Indonesia yang dapat memiliki barang atau sesuatu sebagai aset
kekayaan pemerintah dengan tujuan untuk menjalankan roda pemerintahan.
Universitas Sumatera Utara
Instansi pengelola adalah Presiden yang didelegasikan kepada Menteri
Keuangan dan instansi pengguna adalah kementerian negara/lembaga.
c. Landasan Yuridis
Acuan dasar dalam pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Bab
VII dan Bab VIII Pasal 42 sampai dengan Pasal 50. Untuk itu seluruh Peraturan
Perundang-undangan yang ada perlu dikaji kembali termasuk penerapannya untuk
disesuaikan dengan acuan tersebut di atas.
4. Pengaturan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara mengamanatkan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dituangkan dalam
bentuk Peraturan Pemerintah. Adapun pokok-pokok pengaturan pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah sesuai Undang-undang dimaksud meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Adanya pemisahan peran antara pengelola dan pengguna (Pasal 42, 43, dan 44
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara), yang
selanjutnya perlu pengaturan yang jelas mengenai hak dan kewajiban antara
pengelola dan pengguna;
Universitas Sumatera Utara
b. Barang Milik Negara/Daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas
pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahkan (Pasal 45 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara). Dengan
demikian, pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah oleh pengguna diarahkan
untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi masing-masing;
c. Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan cara dijual,
dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah
mendapat persetujuan DPR (Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 Tentang Perbendaharaan Negara);
d. Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada Butir 3 di atas adalah untuk
pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah yang berupa tanah dan
bangunan, dengan beberapa pengecualian. Persetujuan DPR juga diperlukan
untuk pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah diluar tanah dan bangunan
yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Sedangkan
pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah diluar tanah dan bangunan yang
bernilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan Presiden, dan yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Menteri
Keuangan (Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara);
Universitas Sumatera Utara
e. Penjualan Barang Milik Negara/Daerah prinsipnya dilakukan dengan cara lelang,
kecuali dalam hal-hal tertentu yang pengaturan lebih lanjut diatur dalam peraturan
pemerintah (Pasal 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara);
f. Barang Milik Negara/Daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat
harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia yang
bersangkutan (Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara). Dalam kaitannya dengan sertifikasi tanah dalam
Penjelasan Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara diamanatkan perlunya pengaturan pelaksanaan oleh
Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara berkoordinasi dengan
lembaga yang bertanggungjawab di bidang pertanahan;
g. Bangunan Milik Negara/Daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan
dan ditatausahakan dengan tertib (Pasal 49 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara);
h. Khusus untuk tanah dan bangunan (Pasal 49 Ayat (3)) apabila tidak dimanfaatkan
untuk menunjang tugas pokok dan fungsi wajib diserahkan kepada Menteri
Keuangan;
i. Barang Milik Negara/Daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai
pembayaran atas tagihan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah,
dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman, dan
Universitas Sumatera Utara
dilarang untuk dilakukan penyitaan (Pasal 49 Ayat (4) dan (5) serta Pasal 50
huruf c dan d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara);
j. Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 49 Ayat (6) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara).
5. Pengaturan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Adapun batasan pengertian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006
Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah adalah61:
a. Negara
Pengertian atau batasan ”Negara” dalam kata ”Barang Milik Negara” adalah
Pemerintah RI, dalam arti kementerian negara/lembaga. Pengertian lembaga
adalah sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 6 Ayat (2) Huruf b
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yaitu
lembaga negara dan lembaga pemerintah nonkementerian negara.
b. Barang Milik Negara
Yang dimaksud Barang Milik Negara sesuai dengan Pasal 1 Butir 10 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara adalah semua
61 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah.
Universitas Sumatera Utara
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah. Barang Milik Negara dimaksud dapat berada di semua tempat,
tidak terbatas hanya yang ada pada kementerian/lembaga, namun juga yang
berada pada Perusahaan Negara dan Badan Hukum Milik Negara atau bentuk-
bentuk kelembagaan lainnya yang belum ditetapkan statusnya menjadi kekayaan
negara yang dipisahkan. Sedangkan terhadap Barang Milik Negara yang statusnya
sudah ditetapkan menjadi kekayaan Negara yang dipisahkan diatur secara terpisah
dari ketentuan ini. Untuk barang-barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
APBN dapat lebih mudah identifikasinya sebagai bagian dari Barang Milik
Negara. Sedangkan untuk barang-barang yang berasal dari perolehan yang sah
perlu adanya batasan yang lebih jelas, mana yang termasuk sebagai Barang Milik
Negara. Dalam hal ini, batasan pengertian barang-barang yang berasal dari
perolehan yang sah adalah barang-barang yang menurut ketentuan perundang-
undangan, ketetapan pengadilan, dan/atau perikatan yang sah ditetapkan sebagai
Barang Milik Negara.
c. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Sesuai Pasal 48 Ayat (2) dan Penjelasan atas Pasal 49 Ayat (6) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, ruang lingkup pengaturan
pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah meliputi
penjualan barang melalui pelelangan dan pengecualiannya, perencanaan
kebutuhan, tata cara penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan,
Universitas Sumatera Utara
penilaian, penghapusan dan pemindahtanganan. Rumusan tersebut merupakan
siklus minimal atas seluruh mata rantai siklus pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah (asset management cycle).
C. Penghapusan Barang Milik Negara
Penghapusan Barang Milik Negara adalah Proses tindak lanjut dari siklus
pengelolaan Barang Milik Negara dengan maksud dan tujuan untuk membebaskan
pengurusan Barang Milik Negara dari pertanggungjawaban administratif dan fisik
barang yang ada dalam pengelolaan Bendaharaan Barang/Pengurus Barang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kata lain,
Penghapusan adalah proses terakhir dari perjalanan hidup Barang Milik Negara. Jika
dianalogikan dalam karir manusia, penghapusan dapat didefinisikan sebagai Tahap
Pensiun seseorang dari suatu Perusahaan/Instansi.
Penghapusan barang inventaris pada tingkat nasional adalah Presiden RI yang
secara fungsional dilakukan oleh Menteri Keuangan RI Cq. Direktur Jenderal
Kekayaan Negara sebagai Pengelola Barang Milik Negara. Pada tingkat
Departemen/Instansi adalah Menteri/Pimpinan Instansi yang secara fungsional
dikuasakan kepada Sekretaris Jenderal/Pejabat yang menjalankan fungsi fasilitatif
sebagai Pengguna Barang Milik Negara setelah mendapatkan persetujuan dari
pengelola Barang Milik Negara.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya penghapusan Barang Milik Negara tidak terikat dengan waktu.
Secara umum penghapusan Barang Milik Negara dilakukan jika memenuhi
pertimbangan baik Teknis maupun Ekonomis atau pertimbangan lain yang tidak
merugikan Negara serta tidak mengganggu pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari
Departemen/instansi tersebut, namun untuk beberapa jenis Barang Milik Negara
terdapat pengaturan usia minimal. Penentuan pertimbangan penghapusan yaitu62:
1. Untuk Barang Bergerak: a. Pertimbangan Teknis
• Secara fisik barang tidak dapat dipergunakan/rusak dan tidak ekonomis bila diperbaiki;
• Tidak dapat dipergunakan lagi akibat modernisasi; • Telah melampaui batas penggunaan/kadaluarsa; • Mengalami perubahan dalam spesifikasi (Terkikis, Rusak, dan Aus); • Selisih kurang dalam timbangan/ukuran karena penggunaan/susut dalam
penggunaan/pemanfaatan. b. Pertimbangan Ekonomis :
• Berlebih (Surplus atau Ekses); • Lebih Menguntungkan bagi Negara bila dihapus.
c. Hilang/Kekurangan/Kerugian Karena : • Kesalahan atau Kelalaian Bendaharawan Barang/Pengurus Barang; • Force Majeure; • Mati, bagi Tanaman atau Hewan/Ternak.
2. Untuk Barang Tidak bergerak : a. Rusak Berat, Terkena Bencana Alam (Force Majeure) ; b. Terkena Planologi Kota/tidak sesuai dengan tata ruang; c. Kebutuhan Organisasi; d. Penyatuan Lokasi untuk Efisiensi dan Memudahkan Koordinasi; e. Pertimbangan dalam rangka rencana strategis pertahanan.
3. Untuk Pertimbangan Penghapusan Kendaraan a. Minimal berumur 10 tahun dari tahun pengadaan; b. Sudah ada penggantinya; dan c. Tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas apabila dihapus.
62 Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Pegawai, Modul Diklat Jarak Jauh Manajemen Perlengkapan, Jakarta, 2005, hlm. 140.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya penyebab Barang Milik Negara dihapuskan adalah63:
1. Penghapusan Karena Penyerahan Barang Milik Negara Kepada Menteri Keuangan (Pengelola Barang). Dalam hal ini penghapusan dikarenakan pembubaran instansi pemerintah, karena berakhirnya jangka waktu yang ditugaskan kepada instansi tersebut. Sebagai contoh adalah berakhirnya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR Aceh-Nias). Setelah pembubaran BRR Aceh-Nias, seluruh BMN yang dipergunakan dan dibangun BRR dihapusakan dari daftar BMN BRR untuk diserahkan kepada Menteri Keuangan sebagai Pengelola BMN. Untuk selanjutnya BMN tersebut didistribusikan kepada Kementerian/Lembaga Negara Lain (Pengguna Barang Lain) melalui perubahan status penggunaan, dihibahkan kepada Pemerintah daerah atau Lembaga Sosial dan Korban Bencana. Hal lain, Penghapusan ini juga dapat berkaitan dengan Penghapusan Karena Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Negara Kepada Kementerian/Lembaga Negara Lain (Pengguna Barang Lain).
2. Penghapusan Karena Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Negara Kepada Kementerian/Lembaga Negara Lain (Pengguna Barang Lain). Dalam hal ini penghapusan dikarenakan BMN pada suatu intansi dinilai berlebih dan tidak dipergunakan. Sehingga dikembalikan kepada Menteri Keuangan (Pengelola BMN) guna dioptimalkan penggunaannya atau didistribusikan kepada instansi lain yang dinilai membutuhkan. Sebagai contoh adalah penghapusan BMN berupa tanah idle suatu Departemen untuk dipergunakan oleh Departemen/instansi lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
3. Penghapusan Karena Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Dalam hal ini Penghapusan dilakukan karena BMN beralih kepemilikannya dan tidak lagi menjadi Barang Milik Negara. Adapun cara pemindahtanganannya, yaitu melalui : a. Penjualan (Lelang); b. Tukar Menukar (Ruilslag); c. Hibah; d. Penyertaan Modal Pemerintah.
4. Penghapusan karena hal-hal yang mengharuskan dilakukannya pemusnahan. Dalam hal ini Penghapusan dilakukan karena BMN dinilai sudah tidak dapat digunakan maupun dipindahtangankan karena pertimbangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebagai contoh BMN yang melah melampaui batas penggunaan/kadaluarsa, mengalami perubahan dalam spesifikasi (menyusut, terkikis, rusak, aus, dan lain-lain), Selisih kurang dalam timbangan/ukuran karena penggunaan/susut dalam penggunaan/pemanfaatan, mati bagi
63 Ibid., hlm. 153-154.
Universitas Sumatera Utara
Tanaman atau Hewan/Ternak. Hal lain, penghapusan ini juga dapat berkaitan dengan penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya atau penghapusan untuk menjalankan ketentuan undang-undang.
5. Penghapusan karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya atau penghapusan untuk menjalankan ketentuan undang-undang. Dalam hal ini Penghapusan dilakukan karena putusan pengadilan atau penghapusan dilakukan karena ketentuan undang-undang mewajibkan dilakukan penghapusan. Sebagai contoh adalah BMN berupa tanah yang digugat/disengketakan, dan setelah ada putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dinyatakan bukan sebagai Milik Negara. Sedangkan contoh penghapusan untuk menjalankan ketentuan undang-undang adalah penghapusan BMN karena terbitnya Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur pemisahan Barang Milik Negara menjadi Barang Milik Daerah.
6. Penghapusan karena sebab-sebab lain Dalam hal ini Penghapusan dilakukan berdasar Pertimbangan Force Majeure, Pertimbangan dalam rangka rencana strategis pertahanan, Pertimbangan Hilang/Kekurangan/Kerugian baik karena kelalaian Bendahara/Pengelola maupun kelalaian Pegawai/pengguna. Untuk BMN yang hilang/rusak karena kelalaian pengguna/pengurus barang selain dilaksanakan proses penghapusan BMN, juga dilaksanakan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TGR).
Universitas Sumatera Utara