NEGARA DAN PLURALISME AGAMA -...

190
NEGARA DAN PLURALISME AGAMA (Studi Pemikiran Hasyim Muzadi Tentang Pluralisme Agama Di Indonesia Pasca Orde Baru) Oleh Anang Lukman Afandi NIM : 103 033 227 810 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

Transcript of NEGARA DAN PLURALISME AGAMA -...

Page 1: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

NEGARA DAN PLURALISME AGAMA (Studi Pemikiran Hasyim Muzadi Tentang Pluralisme Agama

Di Indonesia Pasca Orde Baru)

Oleh

Anang Lukman Afandi NIM : 103 033 227 810

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H / 2011 M

Page 2: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan
Page 3: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan
Page 4: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan
Page 5: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

i

ABSTRAKSI Pluralisme agama sepertinya menemui jaman keemasan kembali. Di saat masyarakat Indonesia sering terjadi konflik yang bernuansa agama, pembahasan tentang pluralisme akan kembali menjadi topik perbincangan para tokoh lintas agama di Indonesia. Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk mengulas kembali makna pluralisme menurut salah satu tokoh moderat Islam yaitu Hasyim Muzadi, Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Kajian tentang pluralisme agama Hasyim Muzadi dalam skripsi ini dilatar-belakangi bahwa penulis menganggap bahwa selama ini masih sedikit karya-karya yang berisi pemikiran Hasyim Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan pemikiran-pemikiran Hasyim Muzadi tentang pluralisme serta langkah-langkah yang beliau lakukan guna memperjuangkan pluralitas keagamaan di Indonesia. Hasyim Muzadi sebagai salah satu tokoh moderat yang konsisten memperjuangkan Pluralisme, menawarkan sebuah solusi atas kebuntuan dialog antar agama maupun keyakinan. Pluralisme dianggap sebagai sebuah keniscayaan untuk mempertahankan pluralitas keagamaan di Indonesia dan menjaga kerukunan antar umat yang berbeda agama maupun keyakinan sehingga dapat memperkuat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesimpulan dari pembahasan tentang pemikiran-pemikiran Hasyim Muzadi diantaranya pemikiran tentang Pluralisme sebagai bagian dari Humanisme serta perbedaan pluralisme teologis dan pluralisme sosiologis. Menurut Hasyim Muzadi, umat beragama di Indonesia harus sadar bahwa masalah-masalah yang dihadapi selama ini adalah buntunya dialog antar golongan yang berbeda interpretasi ajaran-ajaran agama yang mereka anut. Jadi menurut penulis, pembahasan ini sangatlah penting untuk menyadarkan kembali pehaman tentang pluralisme agama dengan tujuan terciptanya kerukunan sesama agama maupun antar agama walaupun perbedaan keyakinan dan agama adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang majemuk ini.

Page 6: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, sebagai rasa syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, memberikan akal dan pikiran

kepada manusia sehingga dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari dengan baik.

Sholawat dan salam semoga tercurahkan selamanya kepada Nabi Muhammad

SAW, berserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya dan semoga menjadi

tauladan bagi kita semua.

Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, dan mendukung penulis

secara fisik maupun moral dalam penyusunan skripsi ini yang tidak akan tercapai

kesempurnaan lantaran bantuannya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk dapat menempuh studi di kampus peradaban ini.

2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Alimun Hanif, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Politik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

4. Bapak Dr. Sirojuddin Aly, MA, selaku pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktunya untuk selalu memberikan saran dan kritik guna

terselesaikannya skripsi ini.

Page 7: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

iii

5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan kontribusi pemikiran Ilmu

Politik kepada penulis selama kuliah di Jurusan Ilmu Politik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

6. Ayahanda tercinta Imam Nawawi (Boniran) dan Ibunda tersayang

Khomsatun, Kakek Boyamin dan Mbok Samijem, orang tua penulis yang

tiada lelah memberikan do’a, semangat dan motivasi dengan kasih sayang

yang tak terhingga. Serta keluarga besar Imam Nawawi, Kakakku Ali

Murtadho, Yeni Siswanti serta saudara-saudaraku Shidiq dan kholil.

7. Almaghfurlah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan KH. Bahruddin

yang telah mengasuh dan memberikan ilmu yang tak terhingga saat

penulis mondok di Pesantren Ciganjur dan Darul Hikam Ciputat.

8. Sahabat-sahabat selam kuliah di kampus tercinta UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, khususnya Usep Kholil, Dedi, Farid, Dian, Budi, Bayan, Hamid,

Furqon, Janan, Bagus, Yamin, Iwan, Hamdi, Fuad, dan semuanya yang

tidak penulis sebutkan satu per satu.

9. Sahabat dan teman kerja di Bio Team Ciputat, Andi, Shofyan, Zulfan,

Enjum, Ujang, Roy, Rifki, serta teman pondok di Pesantren Darul Hikam

Ciputat, Rahmat Kabir dan Shoghir, Harid, Fatoni, Tsani, Abu, Azis,

Malik, Iwan, Syu’eib, Firman dan semuanya.

10. Terkhusus untuk calon istriku tercinta, Umi Charisah yang telah

memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis dapat segera

menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

iv

Page 9: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………………………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................. 6

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ............................................. 7

D. Tinjauan Pustaka ................................................................... 8

E. Metode Penelitian ................................................................. 9

F. Sistematika Penulisan ........................................................... 10

BAB II NEGARA DAN PLURALISME

A. Pengertian Negara …………………………………………. 12

B. Pengertian Pluralisme ……………………………………… 14

C. Pendapat Para Ahli Tentang Pluralisme …………………… 31

D. Pro-Kontra Tentang Pluralisme ……………………………. 33

E. Wacana Pluralisme di Indonesia ………………………….. 37

BAB III BIOGRAFI INTELEKTUAL & POLITIK HASYIM MUZADI

A. Kehidupan Sosio-Kultural Hasyim Muzadi ……………….. 41

B. Latar Belakang Pemikiran Hasyim Muzadi ……………….. 44

C. Karier Organisasi dan Politik ……………………………… 47

Page 10: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

vi

D. Karya-karya Hasyim Muzadi ……………………………… 46

BAB IV PEMIKIRAN HASYIM MUZADI TENTANG PLURALISME

AGAMA DI INDONESIA

A. PEMIKIRAN PLURALISME HASYIM MUZADI ……… 49

1. Islam Rahmatan lil Alamin ……………………………... 54

2. Pluralisme Teologis Dan Sosiologis ……………………. 55

3. Pendekatan Dialog Peradaban ………………………….. 56

4. Pluralisme Agama Sebagai Bagian dari Humanisme ….. 61

a. Dimensi Humanisme Dalam Agama ………………… 61

b. Kerjasama Islam Dengan Agama Lain …………….... 64

B. PANDANGAN HASYIM MUZADI TERHADAP FATWA

MUI ………………………………………………………… 69

C. KOMITMEN MENJAGA PLURALITAS KEAGAMAAN.. 71

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 78

B. Saran-Saran ........................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam konteks masa depan Islam Indonesia khususnya serta Islam pada

umumnya yang terjadi hari ini justru yang muncul adalah indikasi yang kuat untuk

bersama-sama membangun paradigma baru tentang Islam terutama Islam

Indonesia di mata dunia Internasional. Karena Islam, terutama pasca serangan 11

September 2001 yang menghancurkan Gedung WTC (World Trade Centre), telah

dimaknai oleh Barat sebagai agama kekerasan, dan pada saat itu hal-hal yang

menyangkut agama menjadi kian sensitif. Padahal mayoritas masyarakat Islam di

Dunia tidak pernah menganggap Barat sebagai musuh.

Kasus hancurnya gedung World Trade Center (WTC) di New York dan

Pentagon di Washington DC, yang diduga dilakukan sekelompok ekstrimis Islam

di bawah komando Osama bin Laden membuat penilaian negatif masyarakat Barat

terhadap umat Islam semakin kencang dan hubungan keduanya mencapai titik

nadir.1

Kondisi itu mengakibatkan kaum muslim di dunia dipandang buruk dan

disebut sebagai pengikut ajaran agama yang dogmanya hanya menyebarkan teror

dan kekerasan. Pandangan yang sangat buruk itu terjadi karena masyarakat barat

melampiaskan kekecewaannya terhadap umat Islam yang diyakininya sebagai

kaum yang tidak bisa hidup berdampingan dengan kaum lainnya. Padahal

kebanyakan penduduk barat itu tidak tahu secara pasti ajaran Islam sesungguhnya

1 John L. Esposito, Saatnya Muslim Bicara, Ahmad Arif (terj.), (Bandung: Mizan, 2008),

h. 9.

Page 12: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

2

dan hanya didasari atas pemberitaan kasus terorisme dari media massa yang

pemberitaan dan content-nya hanya menyudutkan umat Islam, yang distigmakan

sebagai kaum yang lekat dengan dunia kekerasan dan tidak bisa berdamai dengan

ajaran lainnya. Sehingga membuat umat lain menjadi berang kepada umat Islam.

Tantangan yang dihadapi dewasa ini sebenarnya bukan dalam bidang

ekonomi, politik, sosial dan budaya, tetapi tantangan pemikiran. Sebab persoalan

yang ditimbulkan oleh bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya

ternyata bersumber dari pemikiran. Di antara tantangan pemikiran yang paling

serius saat ini adalah di bidang pemikiran keagamaan. Tantangan yang sudah lama

disadari adalah tantangan internal yang berupa fanatisme, taklid buta, bid'ah,

kurafat, dan sebagainya. Sedangkan tantangan eksternal yang sedang dihadapi saat

ini adalah masuknya paham liberalisme, sekulerisme, relativisme, pluralisme

agama dan lain sebagainya, kedalam wacana pemikiran keagamaan bangsa

Indonesia.2

Skripsi ini akan membahas salah satu tantangan eksternal dengan

memfokuskan pada makna pluralisme agama beserta sejarah, faktor-faktor,

penyebaran, dampak dan solusinya.

Pluralisme, selama ini bangsa Indonesia terlalu takut dan bahkan antipati

dengan kata ini. Memang kata ini sangat sensitif untuk dibicarakan, namun hal ini

bisa menjadi api dalam sekam kalau masyarakat dibiarkan dengan ketidaktahuan

mereka dengan istilah ini. Penulis tertarik dengan editorial yang disajikan redaksi

Media Indonesia dengan judul ”Untung Masih ada NU dan Muhammadiyah”3

2 Adian Husaini, Plurlisme Agama Haram (Jakarta: Perspektif, 2005), h. 2. 3 Editorial Media Indonesia “Untung Masih ada NU dan Muhammadiyah”, Rabu, 15

September 2010. Diambil dari Website : http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/09/168561 /70/13/ Untung- masih-Ada-NU-dan-Muhammadiyah.

Page 13: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

3

tulisan tersebut mencoba menggambarkan bagaimana keadaan bangsa Indonesia

yang majemuk menghadapi persoalan lintas agama.

Indonesia bukan negara yang baru pertama kali ini terbentur masalah lintas

agama. Sejak awal lahirnya persoalan lintas agama sudah menjadi diskusi menarik

antar tokoh bangsa. Soekarno sebagai presiden pertama Indonesia sudah sedari

dulu mewanti-wanti akan adanya benturan keagamaan jika masyarakat Indonesia

tidak mengedepankan pluralisme dan kebebasan beragama.4 Walaupun beliau

lebih dikenal orang sebagai seorang “abangan” dari pada seorang santri,5 namun

spirit itu tidaklah mati begitu saja. Dua organisasi yang sudah berdiri sejak

sebelum kemerdekaan yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah masih setia

mengedepankan tenggang-rasa dalam kehidupan beragama dan berbangsa. Sikap

ini adalah wajib adanya demi menjaga kesatuan NKRI karena memang Indonesia

tidak hanya tersusun oleh satu agama saja. Indonesia mempunyai banyak budaya,

ras, suku, dan adat istiadat. Gesekan sosial rasial atau teologi sangatlah berpotensi

terjadi di tengah masyarakat. Dan bila pemerintah diam dan cenderung tidak

peduli dengan hal ini maka itu sama saja dengan membiarkan perang saudara

terjadi di mana-mana di pelosok negeri.

Tapi satu hal yang penulis soroti saat ini adalah adanya dua kutub yang

senantiasa memancarkan pengaruhnya di bumi Indonesia. Satu kutub berusaha

mengekstrimisasi umat beragama, dan satu kutub berusaha menjaga pluralitas

beragama. Dua kutub ini mau tidak mau pasti saling berlawanan. Berebut

pengaruh di masyarakat. Dan di sinilah letak keharusan masyarakat mengenal

4 Lihat http://www.republika.com/perjalanan-sejarah-indonesia-175.page.html 5 Abangan adalah sebutan untuk golongan penduduk Jawa Muslim yang mempraktikkan

Islam dalam versi yang lebih sinkretis bila dibandingkan dengan golongan santri yang lebih ortodoks. Istilah ini, yang berasal dari kata bahasa Jawa yang berarti merah, pertama kali digunakan oleh Orientalis Clifford Geertz dengan Trikotomi-nya.

Page 14: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

4

dengan baik apa itu pluralisme dan bagaimana seharusnya hidup di dalam bangsa

yang multi-kultural. Mungkin lebih bijak jika kita mulai membicarakan dari sisi

Islam karena Islam memang agama terbesar yang dianut di Indonesia. Islam sejak

awal lahirnya telah menampakkan nilai-nilai humaniora yang kental di

masyarakat. Dengan caranya yang santun para mubaligh Islam saat itu

menginfiltrasi budaya dan agama yang saat itu ada dengan ajaran Islam yang

rahmatan lil alamin tanpa merusak budaya lokal. Dari situlah Islam dikenal

bangsa Indonesia sebagai agama yang toleran. Tidak ada penghinaan terhadap

agama lain namun tetap wibawa menjaga kehormatannya. Bentuk keseimbangan

inilah yang kemudian menjadi dasar diterimanya Islam oleh masyarakat

Indonesia.

Bagaimana pun NKRI adalah harga mati dan pluralisme adalah

jaminannya. Tidak akan terwujud sebuah negara kesatuan dengan Islam, Kristen,

Katolik, Hindu, dan Budha di dalamnya tanpa ada tenggang-rasa antar umat

beragama. Tidak akan ada kedamaian dan ketenteraman dalam menjalankan

ibadah ketika nilai-nilai ”lakum diinukum waliya din” sudah tidak lagi diamalkan

bangsa Indonesia. Jika sudah tidak lagi ada kerukunan antar umat beragama

mungkin bisa jadi bangsa Indonesia akan menjadi bangsa barbar yang beringas.

Dan bukan mustahil satu agama dan agama yang lain akan saling menjatuhkan

dan berperang di atas bumi Indonesia. Sungguh tidak ada satu agama pun yang

menghendaki hal seperti ini.

Dalam kerangka itu, Hasyim Muzadi sebagai salah satu pemimpin

organisasi Islam terbesar di Indonesia, gencar melakukan agenda yang terkait

dengan pentingnya membangun semangat pluralitas. Hal ini ditunjukkan dengan

Page 15: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

5

diselenggarakannya pertemuan Ulama’ Sunni-Syiah seluruh dunia yang

diprakarsainya.6 Pertemuan-pertemuan semacam itu seakan menjadi titik terang

usaha beliau dalam menata Islam Indonesia menuju Islam Global yang lebih baik

sebagai aktualisasi rahmatan lil-alamiin.

Sedang pada hakikatnya, sebuah masyarakat heterogen yang sedang

tumbuh, seperti bangsa Indonesia, tentu sulit untuk mengembangkan saling

pengertian antar beraneka ragam unsur-unsur etnis, dan budaya daerah. Kalaupun

tidak terjadi salah pengertian mendasar atas unsur-unsur itu, paling tidak tentu

saling pengertian yang tercapai barulah bersifat nominal belaka, dengan kata lain,

suasana optimal yang dapat dicapai bukanlah saling pengertian, melainkan

sekedar mengurangi kesalahpahaman.7

Atas dasar kenyataan seperti di atas dan juga banyaknya ide-ide dari

pemikir dan pemimpin Islam di Indonesia tentang permasalahan Islam, maka

Penulis ingin mengkaji lebih jauh tentang pemikiran atau ide pluralisme

keagamaan yang terkait erat dengan hubungan antar agama dan negara.

Untuk lebih fokusnya kajian ini, Penulis mengambil pemikiran dari salah

seorang tokoh Islam yang pernah menjadi pemimpin salah satu organisasi Islam

terbesar di Indonesia (Nahdlatul Ulama) yaitu Hasyim Muzadi. Kajian tentang

pluralisme agama Hasyim Muzadi ini didasari oleh kenyataan bahwa menurut

Penulis selama ini, belum ada karya-karya yang berisi pemikiran utuh dari

Hasyim Muzadi terkait dengan pemikiran pluralismenya. Kalaupun ada, hal ini

hanya berupa pernyataan-pernyataan Hasyim Muzadi yang tersebar di media

6 Pada tanggal 9 November 2004, Hasyim Muzadi beserta Din Syamsuddin mengundang

ulama-ulama Sunni-Syiah seluruh dunia yang terdiri dari 84 negara untuk menyerukan sikap toleransi dan persatuan di dunia Islam di Bogor, Jawa Barat.

7 Surahman Hidayat, Islam Pluralisme Dan Perdamaian (Jakarta: Robbani Press, 2008), h. 53.

Page 16: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

6

massa maupun media elektronik, dan juga dari beberapa buku dari para penulis

yang mengungkap sebagian pemikiran atau sosok Hasyim Muzadi.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka perlu Penulis tegaskan bahwa batasan dan

rumusan dari permasalahan ini yaitu :

1. Bagaimana pemikiran Hasyim Muzadi tentang pluralisme agama?

2. Bagaimana bentuk hubungan agama dan negara menurut Hasyim Muzadi?

Tiga pokok masalah di atas diharapkan dapat mewakili (cover) dari

beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini. Di samping itu juga

berguna untuk memperjelas arah penelitian yang dimaksud.

C. Tujuan dan Manfaat

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana dalam bidang Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu ada tujuan dan manfaat yang lain yaitu :

1. Tujuan :

a. Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih tajam tentang karakteristik

pemikiran Hasyim Muzadi mengenai wacana pluralisme keagamaan, serta

hubungan Islam dan negara.

b. Mengidentifikasi asal-usul gagasan beliau, baik itu berlatar belakang sosial,

pendidikan ataupun politik.

c. Mendapatkan deskripsi yang jelas mengenai implikasi gagasan tersebut

dalam konteks perkembangan Islam dan politik Indonesia saat ini.

Page 17: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

7

2. Manfaat :

a. Dapat diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan

terhadap karakteristik pemikiran Hasyim Muzadi.

b. Bagi dunia ilmu pengetahuan, akan memberi tambahan khazanah baru

dalam pemikiran yang terkait dengan wacana diatas.

c. Bagi umat Islam pada umumnya, dan umat Islam Indonesia pada khususnya,

diharapkan akan memiliki persepsi yang benar mengenai Islam Indonesia

sehingga tidak terjebak pada pemahaman tunggal yang menyebabkan

fanatisme keagamaan yang berlebihan dan kontra-produktif.

D. Tinjauan Pustaka

Kajian tentang pluralisme serta hubungan agama dan negara dalam

literatur Indonesia cukup banyak, dan memang di era sekarang kajian tersebut

seperti menemukan zaman keemasannya karena didukung oleh kondisi sosio-

kultural yang memang memungkinkan wacana tersebut berkembang, apalagi

kondisi Indonesia yang memang plural, baik dalam hal suku bangsa, ras, maupun

agama.

Sedangkan pembahasan tentang pluarlisme sendiri telah banyak dilakukan

oleh para penulis baik dalam maupun luar negeri. Karya terakhir dalam rentang

penulisan skripsi ini adalah tentang pemikiran Abdurrahman Wahid tentang

pluralisme dan humanisme yang ditulis oleh Saiful Ma’arif, mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 18: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

8

Menurut penulis, kajian tentang pemikiran Hasyim Muzadi sendiri belum

ada yang tulis dalam bentuk skripsi, kecuali buku-buku yang telah banyak beredar

walaupun tidak secara spesifik membahas tentang pluralisme Hasyim Muzadi.

Buku-buku karya Hasyim kebanyakan membahas tentang bagaimana pandangan

Islam mengenai globalisasi dan terorisme.

Disamping itu, dalam banyak studi dan penerbitan yang ada, pembahasan

Hasyim Muzadi lebih sering ditujukan pada persoalan politik. Padahal

sebagaimana yang diharapkan terdapat dalam skripsi ini, Hasyim Muzadi

memiliki ide sentral pluralisme yang mewarnai banyak pemikiran-pemikirannya.

Dengan latar belakang bahwa penulisan tentang ide pluralisme Hasyim Muzadi

belum banyak dilakukan, skripsi ini mencoba mengangkat tema tersebut dan

mengaitkannya dengan kehidupan beragama dan sosial budaya di Indonesia.

E. Metode Penelitian

Dalam bahasan terkait dengan penelitian ini, perlu penulis paparkan

tentang metode penelitian yang digunakan. Antara lain meliputi jenis penelitian,

sifat penelitian, tehnik pengumpulan data, pendekatan-pendekatannya dan analisa

data.

1. Jenis penelitian.

Kajian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yang mana lebih

mengutamakan bahan perpustakaan sebagai sumber utamanya. Karena ini studi

tokoh maka ada dua metode pokok untuk memperoleh pemikiran tokoh tersebut.

Pertama, penelitian pikiran dan keyakinan tokoh tersebut. Kedua, penelitian

tentang biografinya sejak dari permulaan sampai akhir pemikiran politiknya.

Page 19: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

9

2. Sifat Penelitian.

Studi yang merupakan penelitian pustaka ini lebih kepada teknik deskriptif-

analisis. Yang dimaksud dengan deskriptif dalam konteks ini adalah

menggambarkan karakteristik dan fenomena yang terdapat dalam masyarakat atau

literatur. Dengan kata lain karakter dan fenomena yang dikaji dalam penelitian ini

ialah karakter dari Hasyim Muzadi dan fenomena yang mempengaruhi

pemikirannya. Adapun analisis disini adalah analisis dalam pengertian historis,

yakni meneliti akar sejarah yang melatarbelakangi gagasan beliau, dalam hal ini

penulis lebih memfokuskan pada aliran pemikiran Islam kontemporer yakni

modernis dan neo-modernis yang penulis anggap sebagai representasi dari beliau.

3. Tehnik Pengumpulan Data.

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua macam yaitu : data

primer dan data sekunder. Karya-karya asli dari beliau baik buku, artikel dan

kumpulan tulisan yang dibukukan dianggap sebagai data primer. Sedangkan karya

yang mengkaji tentang gagasan beliau dan hasil-hasil penelitian yang relevan

dengan kajian ini dimasukkan sebagai data sekunder.

4. Pendekatan.

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif

dan sosio-historis. Yang dimaksud pendekatan normatif ialah suatu pendekatan

untuk menjelaskan masalah yang dikaji dengan norma atau hukum (fiqih) yang

berlaku sebagai upaya penegasan. Hal ini penting untuk dilakukan karena

diskursus Islam dan negara merupakan bagian dari kajian hukum Islam,

khususnya fiqih siyasah.

Page 20: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

10

Adapun pendekatan sosio-historis yaitu pendekatan yang menyatakan bahwa

setiap produk pemikiran itu merupakan hasil interaksi pemikir dengan lingkungan

sosio-kultural dan sosio-politik yang mengitarinya. Berkaitan dengan penelitian

ini sudah barang tentu sosial politik dan kultur yang melatarbelakangi metode

pemikiran Hasyim Muzadi akan dikaji sepanjang peristiwa tersebut

mempengaruhi pemikiran beliau dalam masalah ini.

F. Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan ini penulis membagi menjadi lima bab. Bab pertama

memuat pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, metodologi penelitian, dan yang terakhir

sistematika pembahasan.

Bab kedua melacak asal-usul dan tipologi pluralisme agama, relasi agama

dan negara dalam sejarah politik Islam, yang tentunya berimplikasi terhadap

pemikiran tokoh politik Islam Indonesia dalam mengkaji hubungan Islam dan

negara di Indonesia. Yang dalam pembahasannya kedua perspektif tersebut akan

dihadapkan pada tokoh yang dikaji.

Bab ketiga memaparkan biografi Hasyim Muzadi. Penelaahan ini meliputi

latar belakang sosial dan prilaku politik beliau dalam menggagas pluralism agama

serta relasi Islam dan negara di Indonesia. Bab ini juga menyinggung sedikit cita-

cita ideologi negara yang beliau perjuangkan sebagai repesentasi tokoh muslim

yang peduli terhadap bangsa.

Bab keempat menganalisa pemikiran beliau tentang relasi Pluralisme

agama, hubungan Islam dan negara, khususnya tentang demokrasi dan ideologi

Page 21: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

11

pancasila. Selain itu, bab ini juga berusaha menjelaskan implikasi gagasan beliau

terhadap tokoh politisi muslim Indonesia dan pemikiran politik Islam generasi

saat ini.

Bab kelima penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan

dimaksudkan untuk memperlihatkan letak signifikansi penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya, dengan memberikan konklusi pemikiran Hasyim Muzadi

tentang pluralisme agama serta hubungan Islam dan negara di Indonesia,

sedangkan saran-saran ditujukan bagi para penulis atau peneliti yang akan

mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan variabel skripsi ini lebih lanjut.

Page 22: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

12

BAB II

NEGARA DAN PLURALISME

A. Pengertian Negara

Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di

mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya,

pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal

terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat

serta pengakuan dari negara lain. 8

Istilah negara di terjemahkan dari kata-kata asing yaitu “steat” (bahasa

Belanda dan Jerman). “state” (Bahasa Inggris. “Etat” (bahasa Perancis). Kata

“Staat, State, etat itu diambil dari kata bahasa latin yaitu “status” atau statum”

yang artinya keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifata yang

tegak dan tetap. Kata “status” atau “statum” lazim diartikan sebagai “standing”

atau “station” (kedudukan) yang dihubungkan dengan kedudukan persekutuan

hidup manusia sebagaiman diartikan dalam istilah “Status Civitatis” atau “Status

Republicae”. 9

Sejak kata “negara” diterima secara umum sebagai pengertian yang

menunjukkan organisasi teritorial suatu bangsa yang memiliki kedaulatan. Negara

pun mengalami berbagai pemahaman tentang hakikat dirinya. Negara merupakan

integrasi dari kekuasaan Politik, negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan

politik. Negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan

untuk mengatur hubungan-hubungan masyarakat dan menertibkan gejala-gejala

8 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia PustakaUtama, 2008), h. 51

9 Imam Soeparno, dari Website : http://soeparno.wordpress.com/114/pages1/56778.html

Page 23: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

13

kekuasaan dalam masyarakat. Negara adalah organisasi yang dalam sesuatu

wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan

kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan

bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana

kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu dan

golongan atau asosiasi maupun oleh negara sendiri.10

Pengertian Negara Berdasarkan Pendapat Para Ahli :

a. Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau

mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.

b. Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok

manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.

c. Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau

kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.

Negara mempunya dua tugas yaitu :

1. Mengendalikan dan menatur gejala-gejalah kekuasaan yang asosial.

Yakni yang bertentangan satu-sama lain. Supaya tidak anatagonistik

yang membahayakan.

2. Mengorganisasikan dan mengintergrasikan kegiatan manusia dan

golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat

seluruhnya.11

10 Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 82 11 Imam Soeparno, dari Website : http://soeparno.wordpress.com/114/pages2/56746.html

Page 24: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

14

B. Pengertian Pluralisme

Pluralisme terdiri dari dua suku kata yaitu Plural yang berarti jamak; lebih

dari satu,12 dan isme sufiks pembentuk nomina sistem kepercayaan berdasarkan

politik, sosial, atau ekonomi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pluralisme

berarti keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial

dan politiknya).13 Dalam tulisan ini, penulis akan lebih mengkonsentrasikan

pembahasan pada pluralisme agama.

Dalam wacana pemikiran Islam, pluralisme agama masih merupakan hal baru dan tidak mempunyai akar ideologis atau bahkan teologis yang kuat. Gagasan pluralisme agama lebih merupakan perspektif baru yang ditimbulkan oleh proses penetrasi kultural Barat modern dalam dunia Islam terutama sejak era reformasi gereja yang terjadi pada abad ke-15 yang berpengaruh besar terhadap perubahan dalam aspek sosial, budaya, dan terutama pemikiran. Di sisi lain, Islam adalah sebuah agama dalam pengertian teknis dan sosial-revolutif yang menjadi tantangan yang mengancam struktur yang menindas pada saat ini di dalam maupun di luar Arab. Menurut Asghar Ali, pada dasarnya tujuan Pluralisme adalah persaudaraan yang universal (universal brotherhood), kesetaraan (equality), dan keadialan sosial (sosial justice).14 Dalam kaitannya dengan pluralisme, Islam sangat menekankan pada dua

aspek dasar, yaitu :

1. Kesatuan manusia (unity of mankind).

2. Keadilan di semua aspek kehidupan.15

Keadilan ini tidak akan tercipta tanpa membebaskan golongan masyarakat

lemah dan marjinal dari penderitaan, serta memberi kesempatan kepada mereka

untuk menjadi pemimpin.16 Menurut pendapat Muhammad Quttub, Islam

12 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II (Jakarta, Balai Pustaka, 1994), h. 883.

13 Ibid., h. 884 14 Asghar Ali Enginer, Islam dan Teologi Pembebasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1999), h. 33. ` 15 Ibid., h. 34.

16 Ibid., h. 35.

Page 25: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

15

memberikan hak-hak yang penting terhadap semua orang tanpa perbedaan

apapun. Islam menyatukan semua jenis karena pada hakikatnya mereka sama-

sama manusia dan juga menjamin kebebasan mutlak untuk memilih agama di

bawah penjagaan dan perlindungannya. 17

Pada dasarnya manusia diciptakan berbeda-beda. Allah menjelaskan

bahwa dengan perbedaan itu manusia dituntut untuk saling mengenal, lita

‘arofu.18 Namun ketika seseorang memahami sebagai kebenaran mutlak yang ia

yakini, orang itu kerap kali terjebak dalam pandangan yang mengarah pada

konflik, pertikaian antara seorang muslim dan non-muslim atau mungkin diantara

sesama Muslim yang berbeda faham. Bagaimana menjembatani perbedaan-

perbedaan ini sehingga memungkinkan terwujudnya perdamaian?

Hal itu menurut Khamami Zada, sangat terkait dengan bagaimana

seseorang memahami agama lain sebagai sesuatu yang mempunyai jalan

tersendiri. Allah telah menyebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 48, likullin

ja’alna minkum siratan wa minhaja’, (untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami

berikan aturan dan jalan yang terang) dalam setiap agama itu ada syari’atnya

sendiri, jalannya sendiri, yang memiliki kebenarannya masing-masing. Tanpa

memahami kebenaran mutlak di masing-masing agama, kita akan sulit

menemukan perdamaian diantara agama-agama itu sendiri. Disinilah kekurangan

umat Islam ketika memahami agama lain sebagai sesuatu yang lain, ‘ the others’.

Agama lain harus dipahami sebagai suatu realitas yang ada dimasyarakat.19

17 Muhammad Quttub, Islam Agama Pembebas, fungky kusnaedi timur (terj) (Yogyakarta

Mittra Pustaka, 2001), h. 368. 18 Baca QS. Al-Hujurrat (49) : 13 19 Ahmad Baso, Badriyah Fayumi, Khamami Zada, dll., Islam Pribumi Mendialogkan

Agama Membaca Realiatas (Jakarta: Air Langga, 2003), h. 73-74

Page 26: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

16

Islam sebaiknya tidak sekedar didakwahkan dalam perspektif yang

lahiriyah, persoalan-persoalan keakhiratan yang melupakan dimensi sosial. Kalau

Islam didakwahkan secara inklusif, dan bisa memahami agama-agama lain

sebagai suatu realitas kebenaran tersendiri, maka Islam akan benar-benar menjadi

agama rahmatan lil ’alamain.20

Oleh karena itu, Budhi Munawar-Rahman, menjadi penting untuk disadari

adalah memposisikan fungsi kritis terhadap agama yang harus dilakukan dengan

menjauhi sikap-sikap yang bersifat totaliter.21 Disamping itu agamapun dituntut

untuk mangadakan kritik terhadap dirinya sendiri, karena keberadaan agama telah

mendasarkan diri pada iman kepada Tuhan “pencipta manusia” bukan Tuhan

“ciptaan manusia”.22 Agama juga tidak bisa apolitis dalam pengertian hanya

membatasi diri pada masalah ritualistik dan moralitas dalam kerangka ketaatan

individu kepada Tuhannya, tetapi perlu terlibat kedalam proses transformasi

sosial.23

Abdul Wahid Hamid mengatakan, suatu ciri khas ajaran Islam adalah

keyakinan bahwa agama Islam itu suatu cara hidup yang lengkap dan menyeluruh.

Agama yang mempunyai hubungan integral dan organik dengan politik dan

masyarakat. Ideal Islam itu terbayang dalam perkembangan hukum Islam yang

merupakan suatu hukum yang serba mencakup.24 Sebagai ajaran yang benar,

20 Ibid., h. 75. 21 Budhi Munawar-Rahman, Islam pluralisme (Jakarta:Paramadina,2001), hlm.363 22 Ibid., h. 363-364. 23 Ibid., h. 370 24 Jhon L Esposito (ed.), Identitas Islam, A. Rahman Zainuddin (terj.), (Jakarta: bulan

bintang, 1986), h. 3.

Page 27: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

17

Islam pada dasarnya bisa diterapkan disepanjang masa dan dimanapun (shalihun li

kulli zaman wa makam).25

Dalam tiap langkahnya, seorang muslim akan selalu berhadapan dengan

Tuhan yang terepresentasikan melalui syari’atnya. Disini tanggung jawab individu

menjadi jelas, karena kehadiran Tuhan dalam perasaan manusia saja sudah cukup

membuat setiap manusia benar-benar sadar akan kewajibannya, demikian menurut

pendapat Khurshid Ahamad.26 Mengutif pernyataan Fazrul Rahman, kenyataan

yang peling mendasar tentang Islam dalam abad sekarang ini adalah kemerdekaan

dari kekuasaan asing yang dicapai oleh rakyat-rakyat Muslim diberbagai negri

mereka.27 Dengan mengacu pada kenyataan seperti itu, maka Islam telah

memainkan peran yang menentukan dan dominan.

Menurut Anis Malik Toha gagasan plurarisme agama dalam wancana pemikiran Islam baru muncul pada masa-masa Perang Dunia II, yaitu ketika mulai terbuka kesempatan besar bagi generasi-generasi muda Muslim untuk mengenyam pendidikan di universitas-universitas Barat sehingga mereka dapat berkenalan dan bergesekan langsung dengan budaya barat. Dalam waktu yang sama, gagasan pluralisme agama menembus dan menyusup ke wawancara pemikiran Islam, antara lain melalui karya-karya pemikiran mistik barat seperti Rene Guenon (Abdul Wahid Zaeni) dan Frithjob Schuon (Isa Nurdin Ahmad). Karya-karya mereka ini, khususnya Schuon dengan bukunya The Transcendent Unity of Religion, sangat syarat dengan pemikiran-pemikiran dan tesis-tesis atau gagasan-gagasan yang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh kembangnya wacana pluralisme agama.28 Barangkali Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh muslim syiah moderat, adalah tokoh yang paling bertanggung jawab dalam mempopulerkan gagasan pluralisme agama di kalangan “Islam tradisional”. Keberhasilannya dalam mempopulerkan gagasan pluralisme agama tersebut mengantarkannya pada sebuah posisi ilmuan kaliber dunia yang sangat bergengsi selevel nama besar seperti Ninian Semart, John Hick, Annemarie Schimmel. Nasr mencoba menuangkan tesisnya pada

25 Abdul Wahid Hamid, Islam Cara Hidup Alamiah, Arif Rahmat (terj.), (Yogyakarta:

Lazuardi, 2001), h. 301 26 Khurshid Ahmad, Pesan Islam, Ahsin Muhammad (terj.), (Bandung: Pustaka, 1983), h.

121. 27 Fazlur Rahman, Islam, Ahsin Muhammad (terj.), (Bandung: Pustaka, 1984), h. 365. 28 Diakses dari tulisan Anis Malik Toha, http://www.hidayatulloh.comcontent&task=

view&id=1406&Itemid=0

Page 28: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

18

pluralisme agama dalam kemasan sophia perenis atau perenial wisdom (al-hikmat al-khalidah, atau kebenaran abadi), yaitu sebuah wacana menghidupkan kembali kesatuan metafisikal (metaphysical unity) yang tersembunyi dibalik ajaran dan tradisi-tradisi keagamaan yang pernah dikenal manusia semenjak Adam ‘alaihis-salam. Menurut Nasr, memeluk atau menyakini satu agama dan melaksanakan ajarannya secara keseluruhan dan sungguh-sumgguh, berarti juga memeluk seluruh agama, karena semuanya berporos kepada satu poros, yaitu kebenaran hakiki yang abadi. Perbedaan antar agama dan keyakinan, menurut Nasr, hanyalah pada simbol-simbol dan kulit luar. Inti dari agama yang satu. Dari sini dapat dilihat bahwa pendekatan Nasr ini sejatinya tidak jauh berbeda dengan pendekatan-pendekatan yang ada pada umumnya. Demikian penuturan Anis Malik Toha.29

Hamdi Fahmy mengatakan, pluralisme sebagai paham yang

merambah dalam bidang agama memiliki sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda tapi ujungnya sama yaitu aliran kesatuan transenden agama-agama (transcenden unity of religion) dan teologi global. Yang pertama lebih merupakan protes terhadap arus globalisasi, sedangkan yang kedua adalah kepanjangan tangan dan bahkan pendukung grakan globalisasi. Pendekatan yang dipakai oleh aliran teologi global terhadap agama-agama lebih bersifat sosiologis, kultural dan idiologis. Bersifat sosiologis dan kultural karena agama-agama yang ada di dunia ini harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat modern yang plural. Idiologis sebab ia telah mejadi bagian dari program gerakan globalisasi yang jelas-jelas memasarkan ideologi barat. Akibatnya, menurut Malcom Walter globalisasi yang datang bersama dengan kapitalisme ini malah membawa kekuatan baru yang menghapus otoritas agama, politik, militer dan sumber kekuatan lainnya. Karena kenyataannya gerakan globalisasi ini telah membawa ideologi baru yang bertujuan agar semua menjadi terbuka dan bebas menerima ideologi dan nilai-nilai kebudayaan barat seperti demokrasi, hak asasi manusia, feminisme/gender, liberalisme dan sekularisme.30

Menurut Amin Abdullah, dalam konteks keIndonesiaan terlepas

dari sejarah besar pluralisme. Kerukunan antar umat beragama sangat penting dan sangat dibutuhkan bagi bangsa yang majemuk dalam hal agama seperti halnya di Indonesia. Keanekaragaman (pluralisme) agama yang hidup di Indonesia termasuk di dalamnya keanekaragaman paham keagamaan yang ada di dalam tubuh intern umat beragama adalah merupakan kenyataan historis.31 Jika toleransi dalam beragama tidak ditegakkan, maka negara atau bangsa tersebut akan menghadapi berbagai konflik antar pemeluk masing-masing agama dan dapat menyebabkan

29 Diakses dari tulisan Anis Malik Toha, http://www.hidayatulloh.comcontent&task

=view&id =1406&Itemid=0 30 Ditulis oleh Hamdi Fahmy, diakses dari http://www.insistnet.com/content/view/25/34/, 31 Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta: Pustaka

pelajar, 1999), h. 5.

Page 29: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

19

disintegrasi. Untuk memberi perhatian khusus kepada masalah kerukunan antar umat beragama, harus diupayakan untuk memahami masalah yang sebenarnya dan dapat menemukan cara untuk menciptakan kerukunan itu (jika belum ada), atau menumbuhkan serta mengembangkan (jika telah ada). Ada beberapa ayat yang secara tegas mengatur pluralisme agama yang menyebutkannya dengan jelas. Selain ayat dalam al-Qu’an surat al-Kafirun, ada satu ayat lagi yang tegas-tegas menyatakan bahwa agama tidak bisa dipaksakan kepada seseorang, yaitu al-Baqarah: 256 yang artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah. Karena itu siapa yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang kuat yang tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui”.

Ayat di atas sebenarnya mengajarkan bahwa Allah telah menjelaskan

mana yang benar dan mana yang salah, atau lebih tegasnya mana agama yang

benar dan mana agama yang tidak benar (yang dalam al-Qur’an disebut ajaran

thagut). Sesungguhnya misi Islam yang paling besar adalah pembebasan. Dalam

konteks dunia modern, ini berarti Islam harus membebaskan manusia dari

kungkungan aliran pikiran dan filsafat yang menganggap manusia tidak

mempunyai kemerdekaan, demikian menurut Kuntowijoyo.32 Dengan visi teologis

semacam itu, islam sesungguhnya menyediakan basis filsafat untuk mengisi

kehampaan spiritual yamg merupakan produk dunia modern.33

Dari kacamata Islam, kemajemukan adalah sunnatullah (hukum alam).

Masyarakat yang majemuk ini tentu saja memiliki budaya dan aspirasi yang

beraneka, tetapi mereka seharusnya memiliki kedudukan yang sama, tidak ada

superioritas antara satu suku, etnis atau kelompok sosial dengan lainnya. Mereka

juga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan

politik. Namun kadang-kadang perbedaan ini menimbulkan konflik di antara

32 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1993), h.

164. 33 Ibid, h. 165.

Page 30: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

20

mereka. Maka sebuah upaya untuk mengatasi permasalahan ini dimunculkan

konsep atau paham kemajemukan (pluralisme).34

Untuk mewujudkan dan mendukung pluralisme tersebut, diperlukan

adanya toleransi. Meskipun hampir semua masyarakat yang berbudaya kini sudah

mengakui adanya kemajemukan sosial, namun dalam kenyataannya, permasalahan

toleransi ini masih sering muncul dalam suatu masyarakat. 35 salah satu wujud

nyata dari sikap toleran adalah adanya dialog-dialog yang berfungsi menjembatani

sekian kebuntuan yang ada. Dengan menilik kasus kartunisasi Nabi Muhammad

oleh Jyllands Posten salah satu koran di Denmark beberapa waktu yang lalu,

kasus Salman Rusdie di Inggris (1969), Ishioma Daniel di Nigeria (2002), dan

Theo Van Gogh di Belanda (2004), meski dalam konteks yang berbeda, namun

menyisakan persoalan serius dan kompleks dalam kaitannya dengan komunitas

ditingkat regional maupun global. Di antara persoalan yang belum serius

didialogkan menurut Muhammad Ali adalah ketegangan antara kebebasan

ekspresi dan penghormatan terhadap keyakinan agama atau ideologi tertentu,

hubungan antara hukum dari sebuah negara dan kebebasan pers, hubungan antara

berbagai etika dunia, maka kebebasan itu sendiri dalam hukum internasional,

antara hukum-hukum adat atau budaya kawasan dan peradaban, dan sebagainya.36

Dialog antar pemeluk agama dan dialog antar kawasan seperti disinggung

Ali harus didukung. Ini penting karena masih berkembangnya ignorance

(ketidaktahuan) dalam bentuk penghubung intrinsik antara islam dan terorisme,

Islamophobia, xenophobia, dan semacamnya. Dipihak lain dikalangan umat Islam,

34 Nur Ahmad (ed.), Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, (Jakarta: kompas,

2001), h. 11-12. 35 Ibid, h. 21 36 Muhammad Ali, dari http://muhamadali.blogspot.com/kartun -nabi-dan-dialog-antar-

agama.html.

Page 31: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

21

masih ada tindakan emosional anarkis mengusir atau membunuh orang asing yang

tidak ada sangkut pautnya, ekstrimisme radikal dan kebencian terhadap bangsa

dan budaya asing (xenophobia). Reaksi-reaksi emosional dan ekstrim

menunjukkan kurangnya pemahaman akan sejarah peradaban bangsa lain. Salah

satu ketidak tahuan disebagian media masa barat adalah memposisikan tokoh nabi

seperti tokoh-tokoh politik lainnya. Seorang muslim mungkin tidak cukup religius

dalam beribadah, tapi jika nabi mereka disinggung rasa panatisme keagamaannya,

mereka sangat tinggi. Di Indonesia misalnya, tradisi pembacaan barzanji sangat

populer yang memuat puji-pujian terhadap Nabi (bahkan di Cikoang Sulawesi

Selatan acara maulud memperingati kelahiran) Nabi Muhammad menjadi paling

meriah sepanjang tahun, meskipun mereka kurang memperhatikan ibadah. Di

kalangan umat Islam kecintaan umat nabi ini ada yang berlebihan, ada yang

moderat, ada yang tidak terlalu peduli, dan bentuknya juga bermacam-macam

sesuai pemahaman keagamaan dan tradisi masing-masing. Hal-hal semacam ini

kurang atau tidak dipahami sebagian masyarakat Barat yang menganggap biasa

membuat kartun.37

Dipihak lain menurut Muhammad Ali lagi, umat Islam juga perlu

memahami konteks tradisi Barat yang sebetulnya sangat majemuk termasuk dalam

memaknai kebebasan berekspresi. Misalnya, dimuseum-museum di Eropa, banyak

sekali patung-patung dan lukisan-lukisan telanjang, karena mengandung nilai seni

yang tinggi dan dihargai masyarakat. Masyarakat Barat juga menjunjung nilai-

nilai etika kemanusian yang tidak selalu berseberangan dengan etika dikawasan

lain. Karena itulah, dialog, antar budaya sungguh penting, untuk memahami

37 Ibid., h. 3

Page 32: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

22

sejarah dan tradisi masing-masing dan untuk kemudian saling menghargainya

hubungan antara seni, kebebasan, tradisi, dan keyakinan agama inilah salah satu

persoalan yang harus didialogkan.38

Disamping itu juga dalam kenyataanya, sikap-sikap tidak toleran itu tidak

semata-mata disebabkan oleh faktor internal masing-masing kelompok, tetapi

sering juga disebabkan oleh faktor eksternal, misalnya karena kebijakan politik

pemerintah tertentu atau kekuasaan politik global dan kekuatan dunia tertentu.39

Dalam dunia ilmu pengetahuan istilah pluralisme sekarang ini dikembangkan

secara luas oleh para ilmuan sosial. Pada level yang minimal istilah ini semata-

mata mengacu kepada heterogenitas. Di kalangan para ilmuan politik, antropolog,

sosiolog politik, misalnya, terjadi perselisihan apakah prulalisme itu menghambat

atau melindungi pemerintah demokratik. Menurut Philip E. Hammond, para

teoritisi juga berbeda dalam memahami bagaimana pluralisme bekerja, apakah ia

menyediakan beragam saluran bagi pemegang kekuasaan atau menyediakan

tempat perlabuhan kelompok bagi individu yang teralienasi. Di samping itu juga

ada sebuah penegasan bahwa pluralisme memungkinkan bagi keanggotaan

kelompok yang bermacam-macam bahkan saling berlawanan, sehingga

menjadikan konflik politik lebih sering terjadi pada tataran individu atau

kelompok dari pada faksi-faksi politik yang saling bersaing.40

Namun dialog yang disusul oleh toleransi tanpa sikap pluralistik tidak akan

menjamin tercapainya kerukunan antar umat beragama yang langgeng. Secara

38 Ibid., h. 6 39 Nur Ahmad, Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, h. 13. 40 Robert N. Bellah dan Philip E. Hammon, Beragama Bentuk Agama Sipil dalam

Beragam Bentuk Kekuasaan Politik, Kultural, Ekonomi dan sosial, imam khoeri, dkk (tej), (yogyakarta: ircisod: 2003), h. 212

Page 33: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

23

garis besar pengertian konsep pluralisme meminjam definisi yang dikemukakan

oleh Alwi Shihab dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang

adanya kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap

kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dan budaya dapat kita jumpai

dimana-mana. Di dalam masyarakat tertentu, di kantor tempat orang bekerja.

Tetapi seseorang dikatakan menyandang sifat tersebut apabila ia dapat

berinteraksi positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Dengan kata lain,

pengertian pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk agama dituntut bukan

saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tetapi terlibat dalam usaha

memahami perbedaan dan persamaan guna terciptanya kerukunan, dalam

kebhinekaan.41

Kedua, pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.

Kosmopolitanisme menunjuk kepada suatu realita dimana aneka ragam agama,

ras, bangsa hidup berdampingan disuatu lokasi. Sebagi contoh adalah kota New

York. Kota ini adalak kota kosmopolitan. Di kota ini terdapat orang Yahudi,

Kristen, Muslim, Hindu, Budha, bahkan orang-orang yang tanpa agama sekalipun.

Seakan seluruh penduduk dunia berada di kota ini. Namun interaksi positif antar

penduduk ini, khususnya dibidang agama, sangat minimal, kalaupun ada.42

Ketiga, konsep pluralisme tidak dapat disamakan dengan relativisme. Seorang

relativis akan berasumsi bahwa hal-hal yang menyangkut “kebenaran” atau “nilai”

ditentukan oleh pandangan hidup serta kerangka berpikir seseorang atau

masyarakatnya.

41 Alwi shihab, Islam Inklusif (Bandung: Mizan, 1999), h. 41. 42 Ibid., h. 42-43

Page 34: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

24

Sebagai contoh, “kepercayaan/kebenaran” yang diyakini oleh bangsa

Eropa bahwa “Colombus menemukan Amerika” adalah sama benarnya dengan

“kepercayaan/kebenaran” penduduk asli benua tersebut yang menyatakan

“Colombus mencaplok Amerika”.

Sebagai konsekwensi dari paham relativisme agama, doktrin agama apa

pun harus dinyatakan benar. Atau tegasnya “semua agama adalah sama”, karena

kebenaran agama-agama, walaupu berbeda-beda dan bertentangan satu dengan

lainnya, tetapi harus diterima. Suatu kebenaran universal yang berlaku untuk

semua dan sepanjang masa.43 Namun yang menjadi persoalan adalah manusia

memiliki karakter yang berbeda-beda, dan ketika dalam sosial praksis akan

menimbulkan dampak pada perubahan sosial.

Teggart menegaskan perubahan sosial muncul dari perbenturan berbagai

kelompok dari habitat yang berbeda-beda dan oleh karenanya memiliki sistem ide

yang berbeda. Jika Teggart mengasumsikan bahwa sejarah manusia hanya

merekam sejumlah kecil situasi pluralistik yang stabil (yakni, sebuah habitat

dengan beragam sistem ide), maka dia sangat mungkin benar.44

Menurut Ignas Kleden, dikotomi yang dibuat oleh sementara psikologi

agama, antara agama sebagi agama, dan agama sebagai yang dihayati dalam

kesadaran para penganutnya, barangkali tidak akan diperhatikan dalam tulisan ini.

Sebab bagaiman pun agama sebagai suatu entitas abstrak yang dilepaskan sama

sekali dari kenyataan bagaiman dia dihayati adalah sangat sulit dibayangkan.

Sedangkan, bila agama dilihat sebagai suatu realitas manusiawi yang muncul

sebagai akibat pergulatan manusia dengan seluruh lingkungannya yang berarti

43 Ibid., h. 42. 44 Ibid., h. 213.

Page 35: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

25

bahwa agama adalah suatu hasil kebudayaan juga, maka pengandaian suatu agama

sebagai entitas abstrak, adalah suatu pengandaian yang secara metodologis tidak

berguna. Dengan itu mau dikatakan bahwa filsafat yang melihat agama secara

ontologis tidak akan banyak membantu mencari kemungkinan dialog antar agama.

Sebab, ontologi lebih berhubungan dengan substansi, unsur yang berdiri sendiri,

yang berbeda dan tak tergantung kepada unsur lain, yang menyebabkan sesuatu

itu ada dasar dirinya. Ontologi justru mengandaikan dan menekankan distansi dan

esensi yang mutlak dan karena itu ontologi merupakan otonomi yang tertutup.45

Sebaliknya agamapun tidak diidentikkan dengan batas-batas psikologis

yang sering justru hendak diterobos oleh tuntutan dan harapan keagamaan. Dua

reserve disini untuk menghindari terjebaknya agama kedalam kemungkinan

Psychologisierung der Religion. Yang Pertama adalah unsur supranatural,

merupakan elemen trensenden dalam tiap agama yang menyebabkan bahwa

agama tidak mutlak membutuhkan suatu stratum psikologis sebagai conditio sin

qua non untuk tumbuh dan berkembang dalam penghayatan para penganutnya.

Misalnya beberapa eksperimen studi psikiatri terhadap kehidupan rohani beberapa

orang kudus, sama sekali tidak menggoncangkan alasan untuk tetap mengakui

kekudusan mereka. Demikian pula seandainya ada pertemuan-pertemuan empiris

yang bisa menunjuk indikasi-indikasi kuat tentang adanya psikose tertentu yang

mereka derita dan alami selama hidupnya. Yang kedua adalah, bahwa hukum-

hukum psikologis tidak selalu merupakan batas-batas yang harus diterima oleh

suatu agama. Agama dan tuntunannya sering malah berusaha keluar dari siklisme

psikologis semacam itu. Demikian, maka tidak berarti bahwa agama selalu

45 Ignas Kleden, “ Dialog Antar Agama-Agama: Kemungkinan dan Batas-batasannya.

Dalam Kumpulan Tulisan Agma dan Tantangan Jaman, (Jakata:LP3ES, 1985), h. 153.

Page 36: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

26

bersifat menentang kecenderungan-kecenderungan manusiawi. Namun mungkin

bahwa apa yang dicita-citakan suatu agama mengisyartatkan pula pengakuan akan

terbatasnya kemampuan manusia dalam mengindentifikasikan dirinya sendiri, dan

di depan suatu realitas dan aktifitas ilahi, manusia justru ditantang untuk

mengatasi ikatan-ikatan dari dunianya, batas-batas psikologisnya dan persyaratan-

persyaratan imanensinya.46

Harus dicatat bahwa meningkatnya kecerdasan manusia menyebabkan ia

mencari sendiri kebenaran primer yang belum terpecahkan oleh ilmu

pengetahuan. Di sisi lain, menyebar luaskan agama, propaganda (dalam arti

netral), atau evanggeli merupakan persoalan manusia dalam hidupnya yang telah

berjalan sekurang-kurangya 25 abad. Ada agama yang non-evanggelis, seperti

Yahudi yang justru bersikap ekslusif dan tidak dengan aktif menyebar-luaskan

agamanya.47

Amin Abdullah menyatakan, dapat dibayangkan bagaimana kulaitas

tingkat kenyamanan, ketenangan, kedamaian suatu masyarakat beragama yang

bersifat pluralistik, jika masing-masing secara sepihak dan tertutup mengklaim

bahwa tradisi agamanya sendirilah yang paling sempurna dan benar. Dan jika

klaim itu merambah ke wilayah historis-ekonomis-sosiologis, maka kedamaian

yang diserukan dan didambakan oleh ajaran agama-agama akan terkikis dengan

sendirinya dalam kenyataan hidup keseharian. Meskipun secara ontologis-

metafisis, klaim seperti itu memang dapat dimengerti, namun belum tentu dapat

dibenarkan, karena memang itulah salah satu inti keberagamaan yang sebenarnya.

Artinya, bahwa hard core dari pada pandangan hidup agama-agama yang

46 Ibid,. h. 154-155 47 Abdurrahman, dkk, (ed.), 70 tahun H. Mukti Ali Agama dan Masyarakat (Yogyakarta

Sunan Kalijaga Press, 1993 ), h. 169.

Page 37: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

27

beraneka ragam memang berbeda. Sedangkan hard core keberagamaan hanya

dapat dinikmati secara historis, lewat sekat-sekat teologis yang ada.48

Perubahan sosial dalam Islam, hendaknya dilihat dari segi agama dan

perubahan yang lebih luas. Manusia telah dikaruniai dengan kesadaran diri,

intelek, dan imajinasi. Kecakapan-kecakapan inilah yang membedakannya dengan

alam semesta lainnya, selain merupakan kenyataan bahwa dirinya juga merupakan

bagian dari dirinya. Menurut John L. Eposito, agama adalah suatu sistem

kepercayaan yang menempatkan dirinya (sebagi alat bantu bagi manusia) dalam

upaya menghadapi kesulitan tersebut, serta kemudian menjadikan manusia agar

betah di dalamnya.49 Quraish Shihab mengatakan, pada hakikatnya, khususnya

dalam kehidupan bermasyarakat dimana perbedaan-perbedaan sangat

dimungkinkan, Islam lebih mementingkan isi dan makna dibandingkan dengan

bentuk-bentuk.50

Diakui bahwa, dalam sejarah agama-agama, telah terjadi pertikaian antara

pemeluk agama yang sama atau antar pemeluk berbagai agama. Namun,

pertikaian tersebut lebih banyak disebabkan oleh kepentingan-kepentingan non

agama. Dapatkah umat masa kini menemukan pandangan dan jalan yang telah

ditempuh oleh generasi terdahulu yang hidup berdampingan dan harmonis?. Kalau

jalan tersebut tidak dapat ditemukan oleh pimpinan-pimpinan agama-agama

sendiri, maka ketika itu mereka harus membenarkan pandangan yang menyatakan

bahwa ada krisis agama. Karena dengan demikian, agama telah menjadi sumber

48 M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas. h. 14-15. 49 John L. Esposito, Dinamika Kebangunan Islam Watak, Proses Dan Tantangan, Bakri

Siregar (terj.), (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), h. 293. 50 Qurais shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1993), h. 215.

Page 38: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

28

keresahan pemeluknya dan tidak heran bila agama hanya akan tinggal sebagai

kenangan buruk sejarah.51

Diskursus mengenai agama sangat sarat dengan muatan emosi,

kecenderungan dan subyektifitas individu. Agama memiliki ajaran yang sangat

ideal dan cita-citanya sangat tinggi, bagi pemeluk fanatiknya, ia merupakan

“benda” yang suci, sakral, angker, dan keramat. Ia selalu menawarkan jampi-

jampi keselamatan, kebahagiaan, dan keadilan. Namun kenyataan berbicara lain,

agama tak jarang justru melahirkan permusuhan dan pertengkaran. Menurut

Ahmad Najib Burhani, fenomena ini dilatari oleh: pertama, pendewaan agama.

Manusia sering terjerumus untuk mendewakan agama, istilah-istilah agama dan

pemuka agama. Tuhan beserta segala sifat yang menyelimuti-Nya berulang kali

hilang dari ingatan. Prinsip-prinsip agama dan ajaran sucinya juga mengalmi nasib

yang sama, mereka nyaris habis terpangkas dan tinggal jargon-jargon yang tidak

mempunyai nyali. Di sini agama bukan lagi sebagai amalan, namun ia berubah

fungsi menjadi semisal markas jaringan “mafia”, sehingga tidaklah heran bila

kemudian muncul “manipulasi agama” dan “korupsi agama”.

Kedua, pengkelasan dalam berakhlak. Umat beragama sering terjebak

untuk lebih dekat kepada saudara-saudara “seagama” (in group feeling) dan

menomorduakan persahabatan dengan rekan dari agama lain. Hal ini

membuahkan sikap yang kurang obyektif dalam memandang apa yang ada di luar

diri sendiri. Misalnya sebagimana yang dikemukakan Moeslim Abdurrahman

dalam Islam Transpormatif, kendati keadilan sosial merupakan sendi utama

51 Ibid., h. 21.

Page 39: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

29

agama, namun jika keadilan sosial tidak menimpa “kita” atau saudara “kita”,

maka “kita” kurang menaruh perhatian.

Ketiga, monopoli kebenaran. Banyak agama atau bahkan seluruh agama

yang mengajarkan kebenaran absolut bagi pemeluknya. Merupakan suatu

kewajiban dan memang sepantasnya memberikan doktrin-doktrin keabsolutan

kebenaran agama. Namun kewajaran itu akan berubah menjadi ketidakwajaran

bila tanpa diiringi dengan anjuran penelitian dan pencarian argumen logis atas

doktrin orang lain. Lebih-lebih bila pemberian doktrin tersebut dibarengi dengan

penularan anggapan bahwa doktrin-doktrinnyalah yang benar, sementara yang lain

salah total. Dan akan semakin tragis apabila fenomena itu diiringi dengan

pelecehan agama lain.52

Dengan menggali ajaran-ajaran agama, meninggalkan fanatisme buta, serta

berpijak pada kenyataan menurut Qurais Shihab, jalan akan dapat dirumuskan.

Bukankah agama-agama monoteisme dengan sejarah ketuhanan Yang Maha Esa,

pada hakikatnya menganut universalisme. Tuhan Yang Maha Esa itulah yang

menciptakan seluruh manusia, seluruh manusia bersumber dari satu keturunan,

betapapun berbeda agama, bangsa atau warna kulit. Demikian ditegaskannya

pula.53

Menurut Ahmad Najib Burhani, teosentrisme atau wacana agama tentang

Tuhan hanya akan bermanfaat apabila sekaligus menjunjung tinggi tinggi

martabat manusia. Harmoni pada tingkat esoteris hanya akan menjadi

perbincangan verbal saja apabila tidak ada keterlibatan dalam memecahkan

masalah-masalah kemanusiaan yang bersifat global. Mengiyakan Tuhan tidak

52 Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis Menggugat Peran Agama Membongkar Doktrin Yang Membantu, (Jakarta: Kompas, 2001), h. 3-4.

53 Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an, h. 218-219

Page 40: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

30

berarti menyangkal manusia dan sebaliknya. Meski respon iman dialamatkan pada

Tuahan, tetapi komitmen dan respon ini tidak diperintahkan diaktualisasikan

dalam hubungan sesama makhluk. Bahwa bertuhan justru dipihak segenap

manusia, bukan hanya manusia anggota agamanya saja. Setelah menjawab sapaan

Tuhan, manusia harus ketahapan praktis melayani manusia sebagai hamba Tuhan.

Maka disarankan, keberagamaan perlu lebih humanistik-uneversal.54

Teologi harus lebih concern pada persoalan lingkungan hidup, tertib

sosial, dan masa depan kemanusiaan. Agama hanya cradible apabila dapat

menolak segala sikap yang bernapaskan kebencian, balas dendam, kepicikan,

pembunuhan dan pemaksaan serta mengembangkan sikap kebaikan hati, belas

kasihan, solidaritas, persaudaraan universal tanpa membedakan suku, budaya, ras,

gender, dan agama, keadilan, kebebasan, rasionalitas, kejujuran dan

keterbukaan.55

Sebaliknya masyarakat yang hendak diatur oleh agama senantiasa

mengalami perubahan dan oleh karena itu bersifat dinamis. Dalam ilmu semantika

disebutkan bahwa bahasa suatu bangsa tiap seratus tahun mengalami perubahan

dan perubahan dalam bahasa menggambarkan perubahan dalam masyarakat.56

Pluralisme agama dan multikulturalisme tidak hanya dalam suatu negara,

tetapi antar kawasan dan tingkat global, dalam arti menghormati perbedaan

persepsi dan keyakinan agama dan tradisi. Sebuah kepekaan pluralis-

multikulturalis, harus dikembangkan tidak hanya dikalangan umat Islam, tapi juga

menyangkut umat-umat antar agama dan persoalan-persoalan non-agama.

54 Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis Menggugat Peran Agama Membongkar Doktrin

Yang Membantu, h. 14-15. 55 Ibid., h. 16 56 Abdul nasir Solissa (ed.), Al qur’an dan Pembinaan Budaya, (Yogyakarta:LESFI,

1983), h. 15.

Page 41: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

31

C. Pendapat Para Ahli Tentang Pluralisme

Menurut Robert N. Bellah dan Philip E. Hammond, para teoritisi juga berbeda dalam memahami bagaimana pluralisme bekerja, apakah ia menyediakan tempat perlabuhan kelompok bagi individu yang teralienasi. Di samping itu juga ada sebuah penegasan bahwa pluralisme memungkinkan bagi keanggotaan kelompok yang bermacam-macam bahkan saling berlawanan, sehingga menjadikan konflik politik lebih sering terjadi pada tataran individu atau kelompok.57 Di ungkapkan oleh Abdurrahman Wahid bahwa, jaminan dasar akan keselamatan keyakinan agama masing-masing bagi para warga masyarakat melandasi hubungan antar-warga masyarakat atas dasar sikap saling hormat-menghormati, yang akan mendorong tumbuhnya kerangka sikap tenggang rasa dan saling pengertian yang besar.58

Dalam kaitannya dengan bergulirnya arus globalisasi yang merambah

dalam seluruh sistem termasuk dalam agama Islam itu sendiri menurut Jhon L.

Esposito, akan melahirkan lapangan pengetahuan baru. Akan tetapi, studi tentang

modernisasi di dalam Islam sering memuat dikotomi yang tidak bertanggung

jawab: tradisi lawan perubahan, fundamentalisme lawan modernisme, stagnasi

lawan progres. Bagi kebanyakan analis pihak Barat maupun pihak skularis

muslim, Islam itu merupakan rintangan besar bagi perubahan politik dan sosial

yang berarti dalam dunia Islam. Bagi pihak aktivis Islam, dan para mukmin

lainnya, Islam itu secara abadi tetap serasi dan berlaku.59 Sebagi suatu sistem

nilai, Islam tentu saja tidak bisa merestui suatu masyarakat yang bersifat laissez-

faire. Ditegaskan oleh Fazlurrahman, dipihak lain, Islam mengetahui dengan baik

bahwa pemaksaan tidak akan membuahkan hasil, bahkan tidak akan bisa

bekerja.60

57 Robbert N Bellah dan Phillip E. Hammond, Beragama Bentuk Agama Sipil dalam

Beragam Bentuk Kekuasaan Politik, Kultural, Ekonomi dan sosial, h. 212. 58 Budhi Munawar Rachman, (ed.), Kontekstualisasi Diktrin Islam Dalam Sejarah,

(Jakarta: Paramadina), h. 546 59 Jhon L. Esposito, Islam Dan Politik, H.M Joesoef Sou’yb (terj), (Jakarta:Bulan

Bintang, 1990), h. 298. 60 Fazlurrahman, Islam Dan Modernitas, Akhsim Muhammad (terj), (Bandung: Pustaka:

1985), h. 192

Page 42: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

32

Indonesia sebagi bangsa yang majemuk, kaya akan khazanah sosial,

kebudayaan menyimpan potensi lebih. Sebuah kesepakatan umat Islam untuk

hidup dalam sebuah negara yang tidak akan pernah didasarkan pada pengakuan

formal atas Islam sebagai yang ‘terbaik’ secara objektif atau pelayanan

pemerintah yang terlalu berlebihan dari pada agama-agama lain.61

Bagi masyarakat Indonesia yang sedang menghadapi pembangunan dalam

segala bidang, mewujudkan toleransi itu mendesak dengan banyak memberikan

penjelasan akan ajaran-ajaran agama yang menekankan toleransi. Dengan begitu

jiwa toleransi beragama dapat dipupuk dikalangan pemeluk masing-masing

agama.62 Terlebih masing-masing agama memiliki identitas sebagi simbol dan

pesan agama tidaklah secara seimbang ditangkap dan ditafsirkan oleh berbagai

lapisan sosial. Demikian dinyatakan Taufiq Abdullah.63

Jiwa toleransi beragama dapat dipupuk melalui usaha-usaha berikut:

1. Mencoba melihat kebenaran yang ada dalam agama lain.

2. Memperkecil perbedaan yang ada di antara agama-agama.

3. Menonjolkan persamaan-persamaan yang ada dalam agama-agama.

4. Memupuk rasa persaudaraan se-Tuhan.

5. Mengutamakan pelaksanaan ajaran-ajaran yang membawa kepada

toleransi beragama.

61 Greg Fealy, Greg Barton (ed.), Tradisionalisme Radikal, Ahmad Suaedy, A. Made

Tonny Supriatna, Amiruddin Ar-Rany, dkk. (terj), (Yogyakarta: LKIS, 1997), h.204 62 Syaiful Muzani (ed.), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof.Dr. Harun

Nasution (Bandung: Mizan, 1995), h. 275 63 Taufiq Abdullah, Islam Dan Masyarakat (Jakarta: LP3ES, 1987), h. 245

Page 43: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

33

6. Menjauhi praktik serang-menyerang antar agama. Mungkin hal-hal ini

dapat mengubah ketegangan hidup beragama yang dirasakan ada dalam

masyarakat kita sekarang.64

Dengan upaya menjunjung tinggi nilai dan semangat pluralitas tersebut,

maka diharapkan suatu bangsa dapat membangun peradaban yang besar. Oleh

karena itu, penulis sepakat dengan pendapat Fazlur Rahman bahwa, setiap

peradaban besar mengembangkan beberapa ciri khas yang tersembunyi dibalik

ekspansinya yang luar biasa, atau bahkan tampaknya ciri khas yang tersembunyi

dibalik ekspansinya yang luar biasa, atau bahkan tampaknya ciri khas itu menjadi

kebajikan khusus karena mereka muncul untuk menyumbang terhadap

ekspansinya, tetapi ketika peradaban itu mencapi puncaknya ciri-ciri itu kembali

dipermasalahkan.65

D. Pro-kontra Tentang Pluralisme

Nur Khalik Ridwan berpendapat, bagi pegiat wacana pluralisme, mereka

memandang pluralisme adalah sebuah paham yang menegaskan bahwa hanya ada

satu kemanusiaan, yakni keragaman, heterogenitas dan kemajemukan itu

sendiri.oleh karena itu, ketika disebut pluralisme maka penegasannya adalah

diakuinya wacana kelompok, individu, komunitas, sekte dan segala macam bentuk

perbedaan sebagai fakta yang harus diterima dan dipelihara.dalam pluralisme

64 Syaiful Muzani (ed.), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof.Dr. Harun

Nasution (Bandung: Mizan, 1995), h. 275 65 Harun Nasution & Azumardi Azra (peny.) Perkembangan Modern Dalam Islam,

(Jakarta: Yayasan Obor Indosesia, 1985), h. 39

Page 44: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

34

keberadaan diakui adanya, dan karenanya bukan ingin dilebur dan disatukan

dalam bentuk homogenitas, kesatuan, tunggal, mono dan ika.66

Umat Islam harus mengembangkan suatu pemahaman bahwa suatu

penafsiran Islam oleh golongan tertentu bukanlah paling benar dan mutlak, karena

itu harus ada kesediaan untuk menerima dari semua sumber kebenaran, termasuk

yang datang dari luar Islam.67

Disamping itu akhir abad ke-21 ini ditandai oleh perubahan-perubahan

yang mencengangkan. Kenyataan tersebut menurut Bachtiar Effendi, telah

menghadapkan masyarakat agama kepada suatu kesadaran kolektif terhadap

penyesuaian struktural dan kultural.68 Keanekaragaman agama akan menjadi

kekuatan bangsa manakala agama-agama mampu hidup berdampingan secara

menyenangkan di sebuah negara.69

Namun bagi mereka yang begitu mencurigai akan bahaya pluralisme,

mereka menilai bahwa pluralisme merupakan proyek Barat. Maka menjadi

penting menelusuri lahirnya gagasan liberalisme dan pluralisme agama. Gagasan

protestanistik yang kini digandrungi sebagai Muslim sangatlah begitu pelik.

Proses liberalisme sosial politik, yang menandai lahirnya tatanan dunia abad

modern, semakin marak. Disusul kemudian dengan liberalisasi atau globalisasi

(baca: penjajahan model baru) ekonomi. Wilayah agamapun pada gilirannya

dipaksa harus membuka diri untuk diliberalisasikan.

66 Nur Kholik Ridwan, Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur,

(Yogyakarta: Galang Press, 2002), h. 77 67 Saifudin Zuhri Qudsy (peny.), Islam Liberal Dan Pundamental Sebuah Pertarungan

Wacana, (Yogyakarta: eLSAQ , 2003), h. 5. 68 Bachtiar Effendy, Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan (Yogyakarta:

Galang Press, 2001), h. 3 69 Nur Ahmad (ed.), Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman. h. 80.

Page 45: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

35

Anas Malik Toha mensinyalir, sejak era reformasi gereja abad ke-15, wilayah yuridiksi agama telah direduksi, dimarjinalkan, dan didomestikkan sedemikian rupa. Hanya boleh beroperasi disisi kehidupan manusia yang paling privat. Dan saat ini, agama tetap masih dianggap tidak cukup kondusif (atau bahkan mengganggu) bagi terciptanya tatanan dunia baru yang harmoni, demokratis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan HAM (Hak Asasi Manusia). Oleh karenanya harus mendekontruksikan diri (atau didekontruksikan secara paksa) agar menuruti bahas kaum liberal, merdeka dan bebas dari kungkungan teks-teks dan tradisi yang jumud serta sudah tak sesuai lagi dengan semangat zaman. Proses liberalisasi politik di Barat telah melahirkan tatanan politik yang pluralistik yang dikenal dengan “pluralisme politik”. Liberalisasi agama harus bermuara pada terciptanya suatu tatanan sosial yang menempatkan semua agama pada posisi yang sama dan sederajat, sama benarnya dan sama relatifnya. Orang menyebutnya sebagai pluralisme agama. Demikian dikatakannya.70

Paham liberalisasi pada awalnya muncul sebagai mazhab sosial politis.

Oleh karenanya, wacana pluralisme yang lahir dari rahimnya, termasuk gagasan

pluralisme agama. Juga lebih kental dengan aroma politik. Maka tidak aneh jika

gagasan pluralisme agama itu sendiri muncul dan hadir dalam kemasan pluralisme

politik (political pluralism), yang merupakan produk dari leberalisme politik

(politic liberalism). Jelas, leberalisme tidak lebih merupakan respon politis

terhadap kondisi sosial masyarakat kristen Eropa yang plural dengan keragaman

sekte, kelompok, dan mazhab. Namun kondisi semacam ini masih terbatas dalam

masyarakat kristen Eropa untuk sekian lama, baru kemudian pada abad kedua

puluh berkembang hingga mencakup komunitas-komunitas lain di dunia.71

Dalam konteks Indonesia, pikiran yang mengaggap semua agama itu sama

sebenarnya telah lama masuk ke Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya.

Tapi akhir-akhir ini pikiran itu menjelma menjadi sebuah paham dan gerakan

“baru” yang kehadirannya serasa begitu mendadak, tiba-tiba dan mengejutkan.

70 Diakses dari tulisan anis malik toha, http://www.Hidayatullah.com_content&task

=view&id=1460&itemid=0, dengan judul: pluralisme agama. 71Nur Kholik Ridwan, Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur,. h. 86

Page 46: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

36

Umat Islam seperti mendapatkan pekerjaan rumah yang baru dari luar rumahnya

sendiri. Padahal umat Islam dari sejak dulu hingga kini telah biasa hidup ditengah

kebhinekaan atau pluralitas saat itu dan para ulama telah pula menjelaskan

hukum-hukum terkait. Dalam Musyawarah Nasional VII Majlis Ulama’

Indonesia, MUI telah mengeluarkan 11 fatwa, dimana sejak berdirinya MUI

belum pernah mengeluarkan fatwa sebanyak itu.

Menurut Frans Magnis, teolog-teolog seperti John Hick, Paul F. Knitter

(Protestan) dan Raimondo Panikkar (Katolik), adalah tokoh dengan paham yang

menolak ekslusifisme kebenaran. Bagi mereka, anggapan bahwa hanya agamanya

sendiri yang benar merupakan kesombongan. Agama-agama hendaknya pertama-

tama memperlihatkan kerendahan hati, tidak menganggap lebih benar dari pada

yang lain-lain.72

Disisi lain bagi mereka yang pro terhadap pluralisme memaknai dikatakan

Nur Khalik, pluralisme adalah sebauah paham yang menegaskan bahwa hanya ada

satu fakta kemanusiaan, yakni keragamaan, heterogenitas dan kemajmukan itu

sendiri. Oleh karena itu, ketika disebut pluralisme maka penegasannya adalah

diakuinya wacana kelompok, individu, komunitas, sekte dan segala macam bentuk

perbedaan sebagai fakta yang harus diterima dan dipelihara, dalam pluralisme,

perbedaan diakui adanya, dan karenanya bukan ingin dilebur dan disatukan dalam

bentuk hemogenitas, kesatuaan, tunggal, mono dan ika.73

72 Ibid,. h. 94 73 Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur. h. 77.

Page 47: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

37

E. Wacana Pluralisme di Indonesia

Sejak keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang keharaman

pluralisme, bersama liberalisme, dan sekularisme pada tahun 2005, alih-alih

masyarakat serentak menyetujui, tidak sedikit terutama dari kalangan intelektual

muslim sendiri yang malah memberikan respons secara kritis sebagai ungkapan

ketidaksetujuan terhadap fatwa tersebut. Artikel yang bernuansa menolak terhadap

fatwa MUI meluncur deras di beberapa media massa.74 Sebut misalnya artikel

yang ditulis M. Dawam Rahardjo, Mengapa Semua Agama Itu Benar?75 (Tempo,

1 Januari 2006). Dalam artikelnya itu, M. Dawam Rahardjo coba memaparkan

beragam perspektif tentang pluralisme. Poin penting dari penelusuran M. Dawam

Rahardjo adalah, ternyata pluralisme tidak bisa digiring hanya dalam suatu

perspektif sebagaimana yang menjadi dasar pertimbangan MUI.

Dalam menghadapi keragaman, kata M. Dawam Rahardjo, kita

membutuhkan suatu paham pluralisme (pluralism is needed to deal with

plurality). Tentu akan menyulitkan jika di satu pihak pluralitas diterima sebagai

suatu realitas sedangkan di pihak lain, pluralisme ditolak sebagai suatu paham.

74 Selain artikel, banyak juga publikasi yang berbentuk buku yang mengusung tema

pluralisme. Lihat misalnya, Gamal al-Banna, Doktrin Pluralisme dalam al-Quran (Bekasi Timur: Menara, 2006); Mohammed Fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan: Pandangan al-Quran, Kemanusiaan, Sejarah, dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 2006); Hamim Ilyas, Dan Ahli Kitab Pun Masuk Surga: Pandangan Muslim Modernis Terhadap Keselamatan Non-Muslim (Yogyakarta: Safira Insania Press, 2005); Jalaluddin Rakhmat, Islam dan Pluralisme: Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan (Jakarta: Serambi, 2006); Jerald F. Dirk, Abrahamic Faiths: Titik Temu dan Titik Seteru antara Islam, Kristen, dan Yahudi (Jakarta: Serambi, 2006). Buku-buku ini berisi dukungan terhadap pluralisme. Jalaluddin Rakhmat, misalnya, berpandangan bahwa pluralisme bukan sesuatu yang paradoks dengan al-Quran. Dalam analaisis Rakhmat, dalam al-Quran banyak sekali ayat yang mendukung pluralisme.

75 Lihat juga artikel M. Dawam Rahardjo, “Liberalisme, Sekeluralisme dan Pluralisme”, http://www.icrp-online.org.

Page 48: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

38

Respons kritis terhadap fatwa MUI, lebih-lebih yang berhubungan dengan

pluralisme, tidak hanya ramai pada awal-awal keluarnya fatwa.76

Beberapa media massa rupanya menganggap perbincangan seputar

pluralisme tetap memiliki aktualitas sehingga artikel yang memberikan sorotan

kritis terhadap fatwa MUI dimunculkan. Di Indonesia, pluralitas dan pluralisme

terutama yang terkait dengan agama seakan ditaqdirkan selalu berada dalam posisi

problematis. Siapa pun tidak ada yang menampik terhadap fakta keragaman di

Indonesia. Sejarah keragaman agama di Indonesia telah berlangsung sangat lama.

Menurut salah satu teori sejarah, Islam datang ke bumi Nusantara pada abad ke-7

M. Artinya, Islam telah menghiasi negeri ini melewati satu milenium. Tetapi

Islam tidak memasuki ruang hampa. Jauh sebelum datangnya Islam, masyarakat

Nusantara telah terpola ke dalam berbagai agama dan kepercayaan. Tidak hanya

Islam, agama-agama lainnya pun berdatangan. Dalam versi negara, pada saat ini

ada enam agama yang diakui eksistensinya, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu,

Budha, dan Konghucu.77

Salah satu sisi problematis dari keragaman tersebut adalah adanya potensi

konflik. Tentu ini terasa aneh, karena ajaran agama mana pun selalu menekankan

pada kesamaan dan kesetaraan manusia. Ini merupakan visi perenial semua

agama. Potensi konflik dalam keragaman agama dengan demikian berada di luar

wilayah perenial agama, tetapi lebih banyak terjadi pada wilayah konstruksi

sosial. Mengapa wilayah ini rentan konflik? Konstruksi merupakan modus yang

dikembangkan oleh seseorang dalam memahami doktrin agama. Agama memang

meniscayakan pada suatu modus pemahaman agar kehendak Tuhan yang

76 Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur. h. 83. 77 Ibid, h. 84

Page 49: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

39

terdapatdalam doktrin agama bisa dipahami dan dilaksanakan oleh manusia. Al-

Qur’an, Injil, dan kitab-kitab lainnya, sebagai kodifikasi firman Tuhan, tentu akan

banyak menghadapi kesulitan aktualisasi jika tidak dijembati dengan pemahaman

manusia. 78 Peristiwa terakhir, yaitu penyerangan warga Ahmadiyah oleh

sekelompok orang tidak dikenal di Desa Cikeusik kembali mencoreng kerukunan

beragama yang berbeda keyakinan di Indonesia. Pemaksaan kehendak oleh salah

satu pihak yang mengklaim sebagai mayoritas seolah-olah mendapatkan

pembenaran oleh penegak hukum bahwa keyakinan yang diyakini oleh sebagian

besar golongan adalah kebenaran mutlak, sedangkan keyakinan yang dipegang

oleh minoritas seakan selalu salah dan dianggap sesat. Selain itu, insiden

penusukan pendeta HKBP oleh sekelompok organisasi masyarakat yang beda

agama di Bekasi seakan menegaskan bahwa pentingnya pluralitas keagamaan di

Indonesia. Karena jika konflik-konflik seperti ini tidak segera diatasi dan

diketahui solusinya, maka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan

dipertaruhkan.

Dalam konteks kehidupan beragama, MUI memaknai pluralisme (agama)

sebagai paham yang menganggap semua agama sama. Dari pemahaman ini lalu

berkembang logika begini: pluralitas yes, pluralisme no!. Tidak sedikit di

kalangan Islam yang sepaham dengan logika ini. Padahal, logika ini jelas

mengandung kerancuan (fallacy). Mana mungkin menyikapi pluralitas tanpa

memiliki sandaran pada salah satu perspektif pluralisme. Secara akademik

pandangan MUI dapat dipersoalkan mengingat pemaknaan terhadap konsep

pluralisme tidak tunggal.

78 Ibid, h. 85

Page 50: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

40

Dalam pengertian generiknya, pluralisme merupakan pandangan yang

mengafirmasi dan menerima keragaman (http://en.wikipedia.org). Situs ini juga

mengemukakan penggunaan istilah pluralisme dalam agama (pluralisme agama)

yang diartikan sebagai relasi damai antaragama yang berbeda. Jika bertolak dari

pengertian tersebut, maka ada dua hal yang ditekankan dalam pluralisme agama.

Pertama, pengakuan sekaligus penerimaan terhadap keragaman termasuk dalam

agama. Keragaman agama merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Munculnya

berbagai agama pada masa sebelumnya secara historis tidak bisa menghapus

agama yang muncul pada masa sesudahnya. Begitu juga sebaliknya. Fakta ini

meniscayakan adanya suatu pengakuan terhadap keragaman. Kedua, perlunya

mengembangkan relasi damai dengan kelompok agama lain. Apa pun agamanya,

bisa dipastikan memiliki kepedulian pada masalah kemanusiaan. Semua agama

juga menekankan kepasrahan terhadap apa yang kita sebut dengan Tuhan. Poin-

poin inilah yang memungkinkan adanya perjumpaan, dan bahkan kerja sama,

antar-umat beragama, tanpa merasa perlu mempertukarkan keyakinannya. Wacana

semacam ini berkembang cukup pesat di tanah air sejak 1990-an. Penelitian ini

ingin merekontruksi wacana tersebut.

Page 51: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

41

BAB III

BIOGRAFI INTELEKTUAL DAN POLITIK HASYIM MUZADI

A. Kehidupan Sosio-Kultural Hasyim Muzadi

Hasyim Muzadi adalah termasuk salah satu seratus tokoh nasional

Indonesia paling berpengaruh dipanggung politik nasional saat ini dan diprediksi

akan mempunyai peran yang cukup signifikan dalam menentukan konfigurasi

politik bangsa di masa-masa yang akan datang.79 Hasyim Muzadi merupakan

tokoh terpandang di negeri ini dan saat ini ia masih menjadi Rais Syuriah

organisasi Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi keagamaan yang memiliki

basis terbesar di negeri ini.

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa Hasyim Muzadi diakui kapasitas,

kapabilitas dan ketokohannya oleh publik baik dibidang pemikiran ataupun sepak

terjang politiknya. Sehingga Hasyim Muzadi menjadi tokoh yang diperhitungkan

dalam kancah politik Indonesia saat ini. Tentunya hal itu tidak semata-mata

karena ia pernah menjadi ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),

akan tetapi karena komitmen dan kontribusi ide-ide kebangsaan dan pergulatan

panjangnya dalam sejarah gerakan politik yang diawali sejak masih muda.

Terbukti nama besar Hasyim dapat mendongkrak suara pasangan Capres-

cawapres Mega-Hasyim pada pemilu 2004 secara signifikan walau tetap dibawah

perolehan suara Capres-cawapres SBY-Budiono.

Untuk mengurai dan membaca karakter pemikirannya secara detail

diperlukan penelusuran yang mendalam atas latar teoritis dan latar belakang sosio-

79 Zaenal Ali, 100 Orang Indonesia Paling Berpengaruh (Jakarta: Narasi, 2008), h. 162

Page 52: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

42

kultural, pendidikan dan pengalaman dibidang organisasi, serta tokoh-tokoh yang

berpengaruh dalam membentuk gugusan pengetahuan personalnya yang nantinya

banyak menyumbangkan dan mengilhami pandangan-pandangannya dalam

bidang politik.

Hasyim Muzadi dilahirkan di Tuban pada tanggal 8 Agustus 1944, dari

pasangan Muzadi dan Rumiyati. Ia merupakan anak ketujuh dari delapan

bersaudara. Secara geografis Tuban terletak dibagian Utara Pulau Jawa, tepatnya

perbatasan Kabupaten Lamongan dan Bojonegoro. Di daerah inilah ia

menghabiskan masa kecilnya. Hasyim menikah dengan Muthomimah dan

dikaruniai 6 anak, yakni 3 putra dan 3 putri. Di masa kecilnya ia berada dalam

kehidupan yang tidak serba berkecukupan sehingga ia menjadi sosok pribadi yang

pantang menyerah. Tak heran jika anak ke-tujuh dari delapan saudara ini

mencanangkan kalimat “Tiada hari tanpa perjuangan”, sebagai motto hidupnya.80

Hasyim Muzadi, begitu akrab disapa, menempuh pendidikan dasarnya di

Madrasah Ibtidaiyah di tanah kelahirannya Tuban pada tahun 1950-1953 lalu ia

pindah ke Sekolah Dasar (SD) Tuban sampai lulus pada 1955. Setelah itu ia

melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di kota yang sama

hanya menempuh satu tahun yakni dari tahun 1955-1956. Lalu ia pindah ke

Pondok Pesantren Gontor dengan menempuh pendidikan KMI selama enam tahun

tercatat dari 1956-1962. Lulus dari Gontor ia pindah ke Pondok Pesantren Senori

Tuban tak lama kemudian ia pindah ke Pondok Pesantren Lasem pada tahun 1963.

Setelah ia selesai berkeliling dari satu pondok ke pondok yang lain ia melanjutkan

pendidikan tingginya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Malang dari tahun

80 Mohammad Shodiq, Dinamika Kepemimpinan NU, Refleksi perjalanan KH. Hasyim

Muzadi, (Surabaya, LTN NU Jatim, 2004), h. 189

Page 53: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

43

1964-1969. Sedangkan pendidikan non-formalnya ia tempuh di Pondok Pesantren

Gontor dan tamat pada tahun 1963.

B. Latar Belakang Pemikiran Hasyim Muzadi

Semenjak duduk dibangku kuliah, ia mulai mengenal berbagai tokoh

politik mulai dari tokoh-tokoh dunia hingga tokoh politik nasional, dari yang

klasik sampai kontemporer. Pada fase ini, Hasyim berkenalan dengan beragam

pemikiran politik mulai dari yang paling kiri hingga yang paling kanan.81

Keterlibatan Hasyim dalam medan politik pergerakan dimulai sejak ia

menginjakkan kaki di bangku kuliah, ia aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia (PMII) komisariat IAIN Malang. PMII82 adalah salah satu organ

gerakan mahasiswa dari berbagai organisasi gerakan mahasiwa yang ada di

Indonesia yang memiliki kedekatan sosio-kultural dengan Nahdlatul Ulama (NU).

Di organisasi inilah Hasyim mulai bergelut dengan berbagai persoalan kebangsaan

dan terlibat langsung dalam konfrontasi gerakan mahasiswa dengan Orde Lama

yang sedang harmonis dengan kelompok komunis.

PMII yang baru seumur jagung pada masa itu sangat gencar sekali

melakukan gerakan anti-komunis. Bahkan melancarkan gerakannya lewat

81 http://id.wikipedia.org/wiki/hasyim-muzadi 82 PMII adalah salah satu gerakan mahasiswa (organisasi mahasiswa) di Indonesia PMII,

yang sering kali disebut Indonesia Moslem Student Movement atau Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah anak cucu NU (Nahdlatul Ulama yang terlahir dari kandungan Departemen Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), anak yang juga anak dari NU. Status anak cucu ini pun diabadikan dalam dokumen kenal lahir yang dibikin di Surabaya tepatnya di Taman Pendidikan Putri Khadijah pada tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379 Hijriah. Namun, pada akhirnya PMII memilih lepas yakni independent dari organisasi induknya. Hal ini dipertegas dan dijelaskan pada kongres V PMII di Ciloto Jawa BArat pada tangggal 28 desember 1973. Semenjak itu PMII lepas secara structural sampai sekarang meski secara structural PMII tidak jauh brda dari tradisi NU.

Page 54: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

44

demontrasi-demontrasi di jalan. Sehingga PMII meski berada dibawah naungan

NU namun, telah menunjukkan karakternya sebagai the agent of control.

C. Karier Organisasi dan Politik

Hasyim dikenal sebagai sosok yang sangat tulus memposisikan dirinya

sebagai seorang pemimpin Indonesia. Selain sebagai ulama, sosok Hasyim cukup

nasionalis dan pluralis. Apa saja yag dianggap perlu bagi agama, Indonesia, dan

NU, Hasyim ikhlas melakukannya.83 Karakter tersebut ia bangun semenjak dalam

organisasi kepemudaan seperti gerakan pemuda Anshor84 dan organisasi

kemahasiswaan, yakni PMII. Hal inilah yang menjadikan modal kuat Hasyim

untuk terus berkiprah di NU.85

Kiprah organisasinya mulai dikenal sejak tahun 1992 ketika ia terpilih

menjadi ketua pengurus wilayah NU Jawa Timur. Posisi ini mampu menjadi batu

loncatan bagi Hasyim untuk menjadi ketua umum PBNU pada tahun 1999.

Sebagai organisasi keagamaan yang terbesar di tanah air ini, NU selalu menjadi

daya tarik bagi partai politik untuk dijadikan basis dukungan. Hasyim pun juga

menjadi daya tarik bagi partai politik untuk dijadikan basis dukungan. Hasyim

tidak bisa mengelak dari kenyataan tersebut. Tercatat suami dari Hajah

Muthomimah ini pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986. Karena itu partai Islam hanya

diwakili satu partai yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun, jabatan

sebagai ketua PBNU-lah yang membuat Hasyim mendadak menjadi pembicaraan

83 Mohammad Shodiq, Dinamika Kepemimpinan NU, Refleksi Perjalanan KH. Hasyim

Muzadi, h. 196-198 84 Gerakan Pemuda Anshor merupakan lembaga otonom yang bergerak sebagai lokus

gerakan kaum muda NU. 85 Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki, pada hari selasa, 30 Juni 2009

Page 55: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

45

publik dan laris diundang ke berbagai wilayah. Bisa dikatakan wilayah aktivitas

alumni Ponpes Gontor Ponorogo ini tidak hanya meliputi Jawa Timur namun

telah menasional. Basis struktural yang kuat itu, masih pula ditopang dengan

modal kultural yang sangat besar, karena ia memiliki Pesantren Al-Hikam Malang

yang menampung ribuan santri.

Kiprah Hasyim dalam memimpin NU tidak kalah beratnya dibandingkan

dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Semisal, dibandingkan dengan

kepemimipinan Abdurrahman Wahid yang telah akrab dibanding Gus Dur, NU

dibawah kepemimpinannya terakhir berduet dengan KH. Ilyas Ruhiat, pengasuh

Ponpes Cipasung Tasik Malaya Jawa Barat sebagai Ra’is Aam harus berhadapan

dengan pressure penguasa Orde Baru. Sedangkan di era Hasyim Muzadi, tekanan

terhadap NU terjadi justru karena membela Gus Dur dari gempuran konspirasi elit

politik yang berupaya keras menggulingkannya dari kursi Presiden Republik

Indonesia. Pembelaan NU bukan semata-mata posisi Gus Dur sebagai presiden,

melainkan lebih memilih pada nilai-nilai kebenaran yang diperjuangkan Gus

Dur.86 Kedua pemimpin NU tersebut memiliki karakteristik pemikiran yang

berbeda pula. Ketika Presiden Gus Dur diguncang konspirasi elit politik mau tak

mau NU dibawah naungan Hasyim Muzadi ikut pula tergoyang. Begitu

goncangan semakin kuat, NU pun ikut tergoyang kuat. Namun, ketika Gus Dur

dilengserkan, NU harus bersikap tetap utuh dan bermakna sebagai perekat umat

dan bangsa. Sebagai penyangga yang kokoh bagi negara hukum dan pengawal

yang setia atas wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia.

86 Lihat, dalam pengantar kumpulan tulisan dari koran detikcom, Suara Pembaharuan,

kompas: Kiprah PBNU 2000-2001, analisis dan evaluasi pemberitaan tentang kepemimpinan Hasyim Muzadi, yang diterbitkan oleh el KAPIM Malang, tanpa tahun.

Page 56: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

46

Integritas Hasyim yang lintas sektoral diuji. Ijtihad politik pria berusia 60

tahun ini yang menerima lamaran PDI Perjuangan87 untuk menjadi calon wakil

presiden (cawapres) di pemilu 2004, yang merupakan bagian dari sosok dirinya

yang moderat. “saya ingin menyatukan antara kaum nasionalis dan agama”,

ujarnya ketika berorasi dalam deklarasi pasangan capres dan cawapres Mega-

Hasyim.88 Walaupun tidak sedikit yang mencibir dan menyayangkan langkah

Hasyim yang terjun ke politik praktis, termasuk dengan pewaris darah biru kaum

Nahdliyin, Gus Dur. Bahkan langkah politik pria yang selalu berpeci ini telah

menguak perseteruan dirinya dengan Gus Dur yang telah terpendam lama.

Namun, diatas segalanya, hanya Hasyim yang tahu persis, maka di balik langkah

politik menuju kursi kekuasaan yang dulu dirintisnya.89 Secara politis

kemenangan kubu Hasyim Muzadi sebagai pejabat PBNU tertransisi telah

mengerahkan pengaruhnya. Sebagai hal ini berhasil men-setting ulang posisi

politik organisasi yang didirikan KH. Hasyim Asyari dan kiai-kiai lain pada tahun

1926.

D. Karya-karya Hasyim Muzadi

Dalam penelusuran penulis, karya-karya Hasyim Muzadi tidak jarang

ditemukan dalam bentuk buku. Ada empat karya yang telah diterbitkan menjadi

buku. Buku yang pertama, Membangun NU pasca Gus Dur (Jakarta: Grasindo,

1999). Buku ini merupakan bangunan gagasan yang mencoba untuk melakukan

87 PDIP adalah Partai Demokrasi Indonesia Indonesia Perjuangan ini meminang Hasyim

Muzadi sebagai calon wakil Presiden pada pemilu 2004. 88 Diakses dari, http://id.wikipedia.org/wiki/Hasyim_Muzadi, pada kamis, 2 Juli 2009 89 Lihat, dalam pengantar kumpulan tulisan dari koran detikcom, Suara Pembaharuan,

kompas: Kiprah PBNU 2000-2001, analisis dan evaluasi pemberitaan tentang kepemimpinan Hasyim Muzadi, yang diterbitkan oleh el KAPIM Malang, tanpa tahun.

Page 57: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

47

peneropongan dan terobosan baru terhadap organisasi yang digelutinya. Ide-ide

terkait pembangunan NU ia ulas dalam karya tersebut. Meski buku ini lebih tepat

dikatakan sebagai promosi gagasan untuk mencalonkan diri dalam Muktamar NU.

Kendati demikian, promosi karya ini menjadi sisi lain dari Hasyim yang juga

mengantarkannya menjadi orang nomor satu di NU.

Buku kedua, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa,

(Jakarta: Logos, 1999). Buku ini membahas sederet pelbagai persoalan yang kini

dialami NU. Dimana kelahirannya sebagai organisasi keagamaan dan banyak

dilatarbelakangi oleh kekhawatiran terhadap meluasnya pengaruh gerakan

pembaharuan yang dimotori kelompok Islam modernis. Namun, lambat laun pada

perjalanan kemudian NU seakan tak sanggup mengelak dari tuntutan zamannya

yang menghendaki pengambilan peran aktif dalam wilayah politik, bahkan

terkadang mengharuskan bersinggungan dengan panggung elit kekuasaan-

kekuasaan.

Menyembunyikan Luka NU, (Jakarta: Logos, 2002). Buku yang ketiga ini

mengulas tentang peristiwa-peristiwa yang menimpa NU. Dimana salah satu

tokoh kader NU yakni Gus Dur secara mengejutkan telah terpilih menjadi

Presiden Republik ini. Sayang saat masa kepemimpinannya tidak berjalan lama

karena dikudeta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pengkudetaan Gus Dur

dari kursi presiden yang telah dilakukan oleh elit-elit politik berdampak trhadap

NU. Sebab peristiwa tersebut telah menyulut bara kemarahan warga NU di

berbagai daerah yang tidak terima akan pencopotan Gus Dur dari kursi presiden.

Pada saat itulah oragnisasi NU mendapat guncangan keras dari berbagai kalangan

Page 58: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

48

non-NU dengan menuduh bahwa NU telah menyulut perpecahan di bumi perttiwi

ini.

Lewat karya tersebut Pak Hasyim mencoba mengurai persoalan yang telah

menimpa NU sebagai bagian dari bangsa yang juga memiliki tanggung jawab

akan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan kata lain

kehadiran buku tersebut merupakan klarifikasi akan peristiwa-peristiwa yang telah

memojokkan NU sebagai kambing hitam dari perpecahan bangsa. Buku keempat,

Agenda Strategis Pemulihan Martabat Bangsa (Jakarta, 2004). Karya ini

menjelaskan tentang bagaimana membangun bangsa dan negara Indonesia yang

beradab, berkeadilan, bermartabat, dan religius. Selain itu, ia juga ingin mengajak

anak bangsa bersama-sama membangun Indonesia menumbuhkan rasa percaya

dan meninggalkan berbagai purbasangka yang hanya akan merugikan negara ini.

Dalam buku ini ia ingin menegaskan bahwa pembangunan bangsa tidak

bisa dipikul atau menjadi tanggung jawab satu kelompok saja, tapi harus menjadi

komitmen dan tanggung jawab segenap warga negara. Karya ini juga membahas

berbagai persoalan yang kini tengah dihadapi bangsa Indonesia dalam

melanjutkan proses pembangunan. Tak lupa bahwa buku ini lebih

mengetengahkan masalah-masalah sosial keagamaan yang tidak terlepas dari

kapasitasnya sebagai tokoh masyarakat dan ulama.

Page 59: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

49

BAB IV

PEMIKIRAN HASYIM MUZADI TENTANG

PLURALISME AGAMA DI INDONESIA

A. Pemikiran Pluralisme Hasyim Muzadi

Untuk mengawali uraian dalam bagian ini, penulis mengutip beberapa poin

dari salah satu tulisan Hasyim Muzadi yang mengatakan:

“Setidaknya ada empat pilar yang mendesak digarap dalam mukhtamar ini. Pertama, pilar pemahaman, pengalaman dan wawasan keagamaan. Ini faktor mendasar. Ini betul-betul harus mendapatkan prioritas, ini bukan seperti NU ini meninggalkan pemahaman, pengalaman dan wawasan keagamaan. Tetapi bagaimana cara beragama yang optimal fi al-dunya hasanah dan wafil akhirotil hasanah. Jadi bagaimana kita beragama melahirkan kesolehan pribadi dan kesolehan sosial. Bagaiman lahir generasi yang solihun lidinihi tetapi juga solihun lizamanihi. Soleh terhadap agamanya tetapi juga soleh terhadap tingkat perkembangan zamannya”.90

Selanjutnya ia mengatakan :

“Pilar kedua, perumusan dan pembakuan tentang hubungan agama dan negara. Embrionya sudah ada sejak muktamar ke-27 di Situbondo. Tetapi dalam konteks kekinian perlu ada penajaman kembali dan pengembangan lebih lanjut. Terutama dalam fenomena, dimana sekarang banyak ekstrimitas yang menggunakan label agama dan kemudian menciptakan disintegrasi antara agama dan negara. Dalam kondisi seperti ini, maka konsep NU yang terkenal moderat sangat relevan di dalam meletakkan agama dalam sistem pluralisme Indonesia. Tingkat moderasi NU dilihat dari kerangka ajarannya yang meletakkan hubungan agama dan negara yang substansial inklusif”.91

Disisi lain, Hasyim sebagai tokoh yang peduli dengan kondisi Indonesia dan

Islam tentunya memiliki pemikiran sebagai representasi dari pemikiran Islam

sekaligus yang membedakan antara pemikirannya dengan para pemikir lainnya

sesuai semangat zamannya, maka untuk memahami terlebih dahulu apa yang

90 Hasyim Muzadi, “Menggagas Kebangkitan NU Kedua”. Kompas, Selasa , 9 November 1999. h. 33

91 Ibid., h. 35

Page 60: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

50

dimaksud pemikiran Islam alangkah baiknya jika menilik tulisan dari Muslim

Abdurrahman yang mengatakan:

“Berbeda dengan ulama yang biasanya menekankan otoritas, para pemikir Islam bisa dibilang adalah termasuk golongan “pemberontak”. Mereka, dengan kegelisahan intelektualnya, selalu mempertanyakan mengapa Islam yang normatif dan skriptualis tidak lagi mengalirkan pesannya yang mendasar dalam zaman yang baru. Orang-orang seperti ini (sebagai anak zamannya), sesungguhnya memiliki kreatifitas sejarah, yang dapat melakukan transformasi dan transendensi dalam memajukan peradaban. Oleh karena pada dasarnya, mereka itu adalah orang yang hidup dalam iman dan pikirannya yang selalu berjuang melawan “formalisme” ialah suatu bentuk penghayatan agama yang menempatkan iman hanya sebatas kegiatan rutinitas ritual. Sementara itu, penekanan “strukturalisme” islam yang mensucikan tradisi telah mematikan ruh pencarian ijtihad untuk menghidupkan inovasi, kreatifitas, dan perubahan”. Oleh karena itu, “Berpikir Islami” merupakan sebuah pencarian makna keIslaman yang masuk akal. Kitab suci al-Qur’an dan sunnah, bukanlah memuat gagasan yang serba ada, atau merupakan sebuah “impian surga” yang sudah sempurna. Hubungan kitab suci dan warisan tradisinya (turast) sebagai petunjuk kehidupan memerlukan pembacaan yang terbuka, karena kaum muslimin menjumpai zaman dan lokus kebudayaan yang berbeda-beda”.92

Selanjutnya mengatakan:

“Berpikir Islam yang terbuka dan berwatak transformatif, sekali lagi memang lain dibandingkan dengan semangat mencari “Jawaban Islam” yang khas untuk disandingkan dengan pemikiran yang lainnya sebagai alternatif. Dalam pemikiran Islam yang “bebas”, kaum muslimin diluar kesadaran komunitsnya harus benar-benar menjadi manusia, seperti halnya manusia yang lainnya, dengan kebebasan berpikir-sekuler. Kendatipun mereka betulk-betul hidup dalam suasana moral dan emosi spiritual yang religius, namun dalam bernegara, demokrasi, dan ber-civil society, tentu tidak harus mempertanyakan terlebih dahulu, adakah dan dimanakah rujukan agamanya, karena hal-hal seperti itu merupakan bagian dari komitmen nilai hudup bersama dengan orang lain dan tentu saja semata-mata merupakan wilayah politik yang imajinatif. Corak berpikir Islam seperti ini, adalah sesuatu yang seharusnya terjadi secara natural dan harus dilakukan. Pertama, karena imajinasi politik seperti itu memang merupakan kebutuhan kontemporer yang belum pernah terpikirkan oleh para pemikir Islam skolastik. Kedua, orang Islam sekarang hidup dalam peradaban yang kesadarannya tidak mungkin bisa dibatasi oleh entitas yang singular akibat munculnya gejala “pinjam-meminjam” gagasan kemanusiaan yang sangat terbuka dewasa ini. Oleh karena itu, tidak mungkin kaum muslimin hidup dalam syari’ah dan keumatannya sendiri

92 Muslim Abdurrahman, Dalam Pengantar Islam Pribumi Mendialogkan Agama

Membaca Realitas, (Jakarta: Airlangga, 2003). h. 39

Page 61: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

51

tanpa mempertimbangkan dirinya dalam kehidupan individu dengan orang lain, dengan negara dan sebagai warga negara yang luas”.93

Dari tulisan di ataslah penulis terinspirasi dan bermaksud menjelaskan

posisi pemikiran (Islam) khususnya pemikiran Hasyim Muzadi, dan kemudian

yang ingin penulis pertegas terlebih dahulu adalah makna pemikiran Islam. Fakhri

Ali dalam salah satu tulisannya sebagaimana yang dikutip oleh Ihsan Ali Fauzi

mendefinisikan pemikiran Islam sebagai “refleksi” intelektual yang sistematis

dalam menanggapi permasalahan individual, sosial-politik, ekonomi dan

kebudayaan dari perspektif ajaran Islam.94

Definisi tersebut dapat kita terima dengan dua catatan. Pertama, bahwa

pemikiran Islam tersebut tidaklah terkooptasi atas kepentingan tertentu serta

sebagai suatu yang memang terbuka menerima ruang dialog terhadap bentuk

perubahan yang berlangsung. Kedua, menjadikan pendidikan sebagai basis

perubahan, di mana pendidikan yang matang akan melahirkan intelektual Muslim.

Hasyim dikenal sebagi sosok kiai yang memposisikan dirinya sebagai

seorang pemimpin Indonesia. Selain sebagai ulama, sosok Hasyim dikenal

“nasionalis dan pluralis”.95 Hasyim Muzadi mengatakan bahwa munculnya

konflik di Indonesia, terutama yang membawa-bawa nama agama hingga

pemerintah dan aparat kewalahan menanganinya merupakan masalah serius yang

harus diselesaikan. Bila menyangkut konflik menyangkut antar agama, ia

mengatakan NU telah melakukan dialog lintas agama. Sebab, tidak mungkin

93 Ibid., h. 47 94 Ihsan Ali Fauzi, “ Pemikiran Islam Indonesia dekade 1980-an”, (Bandung : Prisma,

Edisi 1991). h. 31 95 Diakses dari Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Hasyim_Muzadi.

Page 62: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

52

masalah itu diselesaikan hanya dengan peran satu kelompok saja. Bila konflik itu

ingin dituntaskan, maka harus melibatkan keduanya itu.96

Ketika terjadi peristiwa ditabraknya WTC 11 September 2001 yang

memunculkan tuduhan AS langsung terhadap gerakan Al Qaeda sebagai

pelakunya dan menangkapi orang-orang dan kelompok Islam yang diduga terkait

dengan jaringan Al Qaeda posisi Islam moderat Indonesia luput dari tuduhan.

Namun hal itu bukan berarti persoalannya selesai. Hasyim Muzadi memiliki

pandangan, dunia internasional perlu mengetahui kondisi Islam di Indonesia dan

perilaku mereka yang tidak menyetujui tindak kekerasan. Untuk itu perlu upaya

komunikasi dengan duni luar secara intensif, tak terkecuali dengan AS. Makin

banyak dan intens komunikasi maupun kontak ormas-ormas moderat Indoinesia

dengan internasional dan AS, maka hal itu makin positif. Apalagi, ditengah

keterpurukan ekonomi, sosial dan keamanan di Indonesia saat ini kerjasama

internasional jauh lebih berfaidah dari pada keterasinagan internasional.97

Selanjutnya sebagi respon tindak lanjut dari pernyataan Hasyim di atas, ia

pun menjadi tokoh yang mendapat undangan pemerintah AS untuk memberi

penjelasan tentang pemahaman masyarakat Islam di Indonesia. Ia cukup

gamblang menjelaskan peta dan struktur Islam Indonesia. AS beruntung mendapat

gambaran langsung dari ormas muslim terbesar Indonesia. Indonesia juga

besyukur karena seorang tokoh ormas muslimnya menjelaskan soal-soal Islam

Indonesia kepada pihak luar. Beliau memberikan gambaran bahwa, umat Islam di

96 Diakses dari http://gp-ansor.org/?pageid+115 97 Ibid., h. 57

Page 63: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

53

Indonesia itu pada dasarnya moderat bersifat kultural, dan domestik, serta tak

kenal jaringan kekerasan internasional.98

Soal kelompok-kelompok garis keras di Indonesia, betapa pun jumlah dan

kekuatannya Cuma segelintir, Hasyim mengingatkan AS bahwa mengatasinya

harus tidak sembarangan. Tidak boleh sekali-kali menggunakan represi. Bukan

hanya kontraproduktif, tetapi bisa memunculkan radikalisme betulan. Sekali AS

bertindak, seperti dilakukannya di Afganistan atau negara-negara Timur Tengah,

dengan intervensi langsung, hasilnya bisa ruyam. Indonesia tidak bisa dipukul rata

dengan timur tengah atau negara-negara lain.99

Selanjutnya Hasyim menyarankan, alternatif pendekatannya jika represi

ditanggalkan adalah supaya pendekatannya dengan cara pendekatan pendidikan.

Kultural, dan sosial problem solving. Dengan cara demikian, maka gerakan-

gerakan kekerasan akan hilang.100 Pada kesempatan lain ketika terjadi konflik

Sunni-Syi’ah yang terjadi di Jawa Timur, Hasyim berpesan agar kelompok tetap

pada keyakinan masing-masing, serta tetap menjaga keseimbangan dan toleransi

kepada kelompok lainnya.101 Itulah sebabnya, ketika terjadi peristiwa Black

September, yakni tragedi runtuhnya gedung WTC di Amerika, yang menempatkan

umat Islam sebagai pelaku teroris, kiai yang dikaruniai enam orang putra ini,

tampil dengan memberikan penjelasan kepada dunia internasioanal bawa umat

Islam Indonesia adalah umat Islam yang moderat, kultural dan tidak memiliki

jaringan dengan organisasi kekerasan internasional. Ia adalah sekian dari tokoh

98 Ibid., h. 46 99 Ibid., h. 48 100 Ibid., h. 51 101 Diakses dari www.Eramuslim.com/berita/nas/742712304-hasyim-muzadi-konfliksuni-

syiah-jawa-timur-dipicu-provokator.htm,

Page 64: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

54

umat di Indonesia yang dijadikan referensasi oleh dunia barat dalam menjelaskan

karakteristik umat Islam di Indonesia.

Dalam kaitannya dengan penulisan pemikiran pluralisme keagamaan

Hasyim Muzadi, penulis menemukan paling tidak ada tiga pandangan penting

beliau yang bisa ditangkap, yaitu prinsip Islam Rahmatn Lil ‘Alamin sebagi solusi

alternatif atas persoalan bangsa dan dunia selama ini, pendekatan dialog

peradaban, dan pluralisme sebagai Humanisme.

1. Islam Rahmatan lil Alamin

Warna keberagamaan (Islam) yang “khas” masyarakat di Indonesia tengah

menghadapi gugatan dengan kehadiran penomena radikalisme beberapa tahun

terakhir ini. Ditengah serbuan berbagai arus informasi, pemikiran dan idiologi

yang masuk ke nusantara, saatnya NU sebagai organisasi yang sejak awal

menempatkan diri sebagai subyek kebangsaan dengan misi sosial keagamaan yang

memiliki ciri fakih fi mashalalihi-l-khalqi yakni yang selalu berpikir tentang

kemaslahatan umat manusia merekonsepsi ulang gerakannya. Sejak berdiri tahun

1926 permasalahan yang menjadi tantangan NU adalah tantangan global yaitu

dengan bangkitnya faham fundamentalisme agama dengan menggunakan baju

wahabi dan puritanisme, dan kolonialisme yang merajarela dengan

mengeksploitasi kekayaan bangsa-bangsa muslim dengan gagasan modernisasi

dan liberalisasi sebagai pintu masuknya.

Dalam menjembatani persoalan tersebut, ada satu harapan besar dari publik

agar Islam Rahmatan lil al’amin dapat diterjemahkan dalam sosial

kemasyarakatan khususnya dalam hal kontribusinya sebagai penyelesai konflik

Page 65: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

55

global yang terjadi selama ini yang berpengaruh terhadap sistem dan sendi

kehidupan. Dalam pandangan Hasyim Muzadi, agar Islam bisa mewujud menjadi

Islam yang rahmatan lil ‘alamin harus bertumpu pada dua hal. Pertama, Islam

dalam menyelesaikan konflik global hendaknya mengutamakan pendekatan

dialog. Kedua, implementasi Islam harus dibangun berdasarkan kecerdasan dan

ketakwaan dalam arti agama hendaknya diposisikan dalam dimensi kemanusiaan

secara proporsional yang nantinya akan membentuk keshalihan sosial bukan

keshalihan individual. kedua hal tersebut pada tataran praktisnya saling berkait,

saling mengisi yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang

lainnya.102

2. Pluralisme Teologis dan Sosiologis

Menurut Hasyim Muzadi, pluralisme yang diperjuangkan oleh Nahdlatul

Ulama di Indonesia adalah pluralisme sosiologis bukan plurarisme teologis.

Pluralisme teologis justru merugikan teologi semua agama. Tidak ada keimanan

atau keyakinan "tahu campur" dalam agama. Konsep pluralisme kembali marak

dibicarakan menyusul meninggalnya KH Abdurrahman Wahid yang disebut oleh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Bapak Pluralisme.

Menurut Hasyim, masalah teologi dan ritual adalah hak original agama

masing-masing yang tidak boleh dicampuri dari luar. Sehingga doa bersama lintas

agama bukanlah tukar-menukar teologi atau keimanan, namun sekedar tempat dan

waktu yang bersamaan.

102 Muslim Abdurrahman, Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca Realitas, h.

103

Page 66: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

56

Sedangkan pluralisme sosiologis merupakan kebersamaan "umat" beragama

dalam komunitas keduniaan atau immanent sebagai pengejawantahan Bhinneka

Tunggal Ika atau unity and diversity, karena setiap agama di luar teologi dan

ritualnya pasti ada ruang humanisme dan di situlah umat lintas agama bertemu.

Menurut Hasyim, hal yang ia sampaikan mengenai pluralisme itu telah

disampaikan dan disepakati melalui utusan ICIS saat berada di Vatikan, Wina,

WCC/Kristen di Porto Alegre Brazilia dalam Assembly ke-9 tahun 2006, dan

dengan Katolik Ortodox di Moskow dan para biksu di Thailand.103

3. Pendekatan Dialog Peradaban

Pertengkaran yang terjadi antara dunia Timur dan Barat terutama pasca

terjadinya serangan WTC yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung

jawab telah menumbuhkan keprihatinan dari berbagai kalangan. Muhadjir Darwin

berpendapat, posisi dan peran agama menjadi serba paradoks jika persoalannya

diperluas dalam isu-isu demokrasi, humanisme, dan semacamnya. Belum lagi

persoalan pluralitas dimana yang cara anti-pluralitas yang dibawa karena politik

maka yang terjadi kemudian adalah perilaku yang ekslusif, yang cenderung

mendiskriminasikan terhadap hak politik warga negara lain yang mempunyai

agama yang berbeda.104

Karena itu, Hasyim berinisiatif melakukan sebuah upaya tertentu perlu

diusahakan untuk meredam konflik kedua belah pihak. Sejumlah konsep

diusahakan untuk mengatasi ketegangan tersebut. Untuk mencapainya dari pihak

Islam dan kaum muslimin harus berani melakukan terobosan-terobosan yang lebih

103 Hasyim Muzadi, Diakses dari http://www.nu.or.id/show/pages/625.html 104 Muhadjir Darwin, Agama Rakyat Agama Penguasa Kontruksi Tentang Realitas Agma

dan Demokrasi (Yogyakarta: Galang Press). h. 31

Page 67: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

57

berani, yakni salah satunya, agama harus dikembalikan pada kedudukannya yang

sebenarnya yakni sebagai pemersatu umat. Agama itu hadir tidak dipakai tujuan-

tujuan kekerasan. Artinya agama harus dikembalikan ke rahmatan lil ‘alamin

yaitu menjadi pedoman kehidupan yang penuh rahmat dan kasih sayang. Disinilah

pentingnya dunia silam berkesempatan untuk menata diri.

Konsep Islam rahmatan lil ‘alamin yang paling awal dilakukan menurut Hasyim Muzadi, adalah melalui ma’ruf dan nahi munkar. Akan tetapi ketika gairah untuk nahi munkar naik, amar ma’ruf sering kali tertinggal atau bahkan energi hanya terkonsentrasi untuk nahi mukar saja. Inilah yang kemudain melahirkan persoalan baru yang mengarah memunkar-kan hal baru. Atau justru me-makrufkan sebuah kemunkaran orang yang munkar, karena salah sasaran.105

Ada suatu pendapat yang dikemukakan Imam al-Ghazali didalam kitab

Ihya’ Ulumuddin, yang diadopsi pemikirannya oleh Hasyim Muzadi, bahwa Amar

ma’ruf nahi munkar itu memiliki etika, yaitu adabu al-amr bi al-ma’ruf dan adab

al nahy ‘anil al-munkar. Ada tiga etika yang disampaikan oleh al-Ghozali. Salah

satunya adalah memerintahkan orang untuk berbuat baik dan mencegah berbaut

jahat jangan sampai menimbukan kemungkaran yang lebih besar. Fikih Islam

mengenal “akhaffu aldhararain”. Maksudya, dalam kondisi yang dilematis,

dimana pilihan-pilihan untuk beramal semuanya buruk maka yang dipilih adalah

yang lebih sedikit bahayanya. Demikian dijelaskan oleh Ulil Abshar Abdala. Dari

dua konsepsi fikih diatas menurut penulis, Hasyim berusaha mewujudkan sikap

pluralis terutama dalam upaya mendialogkan kesenjangan Timur dan Barat.

Dalam usaha mewujudkan usaha diatas, Hasyim menggelar sebuah Konferensi Internasional Ilmuan Islam Sedunia yang bekerja sama dengan Departemen Luar Negri RI. Hasyim berhasil menghimpun seluruh tokoh pemikir Islam Internasional, ulama, dan dunia barat untuk duduk dalam satu forum (majlis) membicarakan persoalan umat manusia. Kegiatan tersebut bertajuk Internasional Conference Of Islamic Scholar atau Konferensi

105 Ibid., h. 44.

Page 68: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

58

Internasional Ilmuan Islam yang berlangsung di Jakarta Convention Centre (JCC) tanggal 23-26 Februari 2004, Hasyim menghadirkan 300 ilmuan dengan 120 diantaranya uandangan berasal dari luar negri. Dua puluh orang dan yang separuh diataranya merupakan tokoh dunia ditampilkan sebagai pembicara.106

Menurut Hasyim, diharapkan dengan konferensi itu bisa meredakan

ketegangan antara dunia Timur dan Barat, dengan tujuan untuk menata uamt

Islam secara internasional dan melahirkan pemikiran khusus, khususnya dibidang

pendidikan, ekonomi dan media.107 Acara yang digagas Hasyim ini adalah

kegiatan society to society antara jam’iyah satu negara dengan jam’iayah negara

lain dengan melibatkan tokoh dunia baik sebagi perorangan maupun sebagi

lembaga. Hal itu dilakukan dalam kerangka untuk menghindari tarik menarik

kepentingan. Sebab konflik-konflik yang mengunakan Islam itu jarang sekali yang

murni dari agama. Biasanya suatu negara dengan negara lain yang kebetulan umat

Islamnya banyak berperang dimana umat bernegara tersebut ikut terlibat maka

agamanya juga ikut sertakan. Dengan hanya dihadiri oleh ulama’ dan tokoh

pemikir berkumpul Hasyim ingin meletakan agama, sebagai sumber nilai

kemanusiaan, sumber persatuan dan ilmu pengetahuan serta menjadi rahmat bagi

seluruh alam.108

Pemahaman seperti itu bukan berarti secara otomatis memisahkan antara

agama dan negara, tetapi dimaksudkan supaya orang melihat hubungan antara

keduanya secara propesional. Pemisahan agama dan negara merupakan konsep

yang masih pro-kontra, walaupun seyogyanya harus dapat dibedakan antara posisi

dan peran masing-masing.109

106 Ibid., h. 45. 107 Ibid., h. 57 108 Ibid., h. 46. 109 Ibid, h. 47.

Page 69: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

59

Sesuatu yang hendak dikonsepsikan Hasyim Muzadi sebenarnya hanyalah

sederhana. Bagaimana umat Islam ini menjadi lebih cerdas dalam menangani

setiap permasalahan yang muncul. Karena didalam situasi kemelut apapun justru

yang lebih banyak adalah pihak-pihak yang menumpang dengan berbagai

kepentingan, dan kemudaian menyerang Islam itu sendiri. Analisis seperti ini

jarang dikatakan orang. Dalam stesel hubungan antara Barat dan Timur sejak

terjadi ketegangan, dan dalam dunia pergaulan yang acak itu, membuka leher

kemungkinan orang untuk menumpang kepentingan dalam mengacak-acak Islam.

Maka agar tidak bisa di acak-acak dari luar, hendaknya umat Islamnya sendiri

harus melihat kedalam dan bertindak dengan logika yang cerdas, sehingga kalau

ada serangan yang bersifat arogan pasti akan dapat diketahui sejak dini.

Sebaliknya jika pada saat umat Islam sendiri arogan, maka hal itu dijadikan

sertifikasi serangan orang ghairu Islam yang lebih hebat lagi.110

Yang sangat ditekankan disini menurut penulis adalah bahwa pluralisme

dapat dipahami bukan sebagai suatu yang netral. Ia tidak mengandaikan kita untuk

selalu permisif tanpa ada keberpihakan yang jelas, misalnya terhadap semangat

toleransi. Dalam Islam, memang sering ditantang dengan pemikiran semacam ini.

Pada saat kunjungan ke Amerika, yang paling mengesankan bagi Hasyim

Muzadi adalah ketika bertemu staf keamanan Presiden Amerika Serikat (Steve

Hadley) yang berkantor di gedung putih kemudian beliau berdua berdiskusi,

dalam diskusi tersebut Hasyim Muzadi, mengatakan bahwa Islam di Asia

Tenggara jangan disamakan dengan Islam Timur Tengah. Karena Islam yang di

Timur Tengah wawasannya fundamental selain negerinya sering “diobok-obok”

110 Ibid., h. 48-49.

Page 70: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

60

Barat seperti dalam konteks Israel. Sehingga timbul perlawanan double,

perlawanan sebagai beda agama dan perlawanan terhadap imperialisme dan

fasisme.111 Maka kalau disana terjadi kekerasan-kekerasan, itu masuk akal. Kalau

di Asia Tenggara tidak demikian, dan tidak ada penekanan dari Barat, tidak ada

urusan langsung dengan Israel, dan sebagainya. Disitu terjadilah diskusi bahwa

Amerika kalau melakukan intervensi terhadap Indonesia maka kerugian ada pada

pihak Amerika untuk jangka panjang, sekalipun untuk jangka pendek merugikan

Indonesia.112 Maka kalau Timur Tengah dalam suasana perang mungkin banyak

pihak mengatakan sebagai suatu kewajiban. Dalam suatu perang yang demikian

itu , dalam Islam ada hukumnya sendiri. Dalam suasana perang disitulah tidak ada

jalan lain kecuali melawan dan jihad dengan mengangkat senjata, sehingga

melahirkan gerakan radikal dan fundamentalis yang sangat kuat. Disini

(Indonesia) maka dalam kenyataannya tidak ada perang. Perang yang demikian

memerangi siapa? Semuanya menjadi tidak jelas. Sebagian kelompok melakukan

kekerasan itu dengan dalih menegakan jihad. Padahal sebenarnya pengertian jihad

yang komprehensif tidak demikian. Apa pun yang dilakukan untuk kepentingan

agama mengandung arti jihad. Berani mati itu memang jihad, namun hidup

berkeadilan, hidup halal, dan hidup hidup makmur juga bagian dari jihad

fisabilillah.

Jadi apa yang diharapkan dengan dialog Timur dan Barat adalah upaya

penghentian kekejaman. Tapi kita menyelesaikan juga orang-orang yang telah

membuka kekejaman itu. Oleh karena itu perlu dihindari sumber-sumber konflik

111 Ibnu Anshori, KH. Hasyim Muzadi; Religiusitas dan Cita-cita Good Governance

(Sidoarjo: Citra Media bekerjasama dengan AMF Surabaya, 2004)., h. 142. 112 Ibid., h. 145

Page 71: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

61

dan kembalikan agama harus dikembalikan pada fungsi yang sebenarnya sebagai

rahmat bagi seluruh alam baik alam Timur maupun alam Barat.

Agama yang membawa rahmat tentunya bertumpu pada ajaran dan konsepsi

takwa secara tepat. Takwa adalah modal utama hidup di dunia untuk menuju

baldatun toyyibatun warobbun ghofur.

4. Plularisme Agama Sebagai Bagian dari Humanisme

Secara objektif fakta dilapangan menunjukan bahwa, bangsa ini dalam

kondisi pecah belah kerusuhan dan konflik berkepanjangan yang hampir tiada

ujung. Wilayah Indonesia yang begitu luasnya terdapat sejumlah daerah yang

sampai hari ini masih dalam situasi konflik berkepanjangan, mulai dari konflik

sara, etnis, separatisme dan juga konflik-konflik politik serta agama. Misalnya

bisa disebutkan sejumlah daerah yang menjadi titik rawan konflik seperti Aceh,

Maluku, Ambon, Kalimantan Timur, Papua Irian Jaya, Makasar, dan sebagainya.

Komitmen dan konsepsi Hasyim Muzadi berkaitan dengan fenomena keagamaan

akan dijelaskan pada bagian berikut.

a. Dimensi Humanisme Dalam Agama

Pluralisme keberagamaan Indonesia dalam pandangan Hasyim sebagaimana diungkapkan Anshori adalah bagaimana agama-agama menampilkan dimensi kemanusiaannya yaitu hidup berdampingan berkembang diatas fundamen tradisi agama yang saling menghormati, tradisi gotong royong, tradisi musyawarah dan dialog serta budaya santun. Secara lebih spesifik pada bahasan ini akan disampaikan bagaimana pandangan Hasyim Muzadi dalam melihat hubungan Islam dengan agama-agama lain dalam wacana pluralisme agama.113

Menurut Hasyim, bahwa pertemuan-pertemuan yang sifatnya

musyawarah sebagai bentuk dialogis antara umat beragama merupakan

113 Ibnu Anshori, KH. Hasyim Muzadi; Religiusitas dan Cita-cita Good Governance., h. 54.

Page 72: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

62

sesuatu yang sudah mentradisi pada jama’ah warga NU di Indonesia. Warga

NU sudah terbiasa melakukan pertemuan bersama teman-teman dari

Kristen dan Katolik terutama pada hal-hal yang harus diselesaikan bersama-

sama. 114

Sejumlah perubahan telah terjadi di Indonesia. Hal ini membutuhkan

intensitas yang cukup dalam memperat tali dialog dengan umat semua

agama bahkan hampir setiap minggu dilakukan dialog dengan Kristen,

Katolik, Budha, Hindu, Konghucu untuk membicarakan hal-hal yang

menyangkut kepentingan dan hajat hidup bersama.

Hasyim Muzadi berpandangan bahwa agama Islam itu mempumyai tiga

bagian, yakni masalah teologi atau keimanan, masalah ibadah ritual, dan

masalah humanisme (kemanusiaan). Yang membedakan antara Islam dan

agama lainnya adalah tentang teologi dan ritual keagamaannya. Demikan

dijelaskan Anshori.115

Pada aspek nilai-nilai kemanusian semua agama mengakuinya sebagai

hal yang bernilai universal dan harus dijunjung tinggi dengan tanpa pandang

bulu. Hubungan kemanusiaan yang sudah terbangun tidak boleh rusak

hanya karena perbedaan teologi dan ritual. Itulah mungkin yang

membedakan NU dengan ormas Islam laninnya. Untuk masalah-masalah

humanisme (kemanusiaan), yang meliputi konsepsi persaudaraan, keadilan,

persamaan kemakmuran, cinta kasih, toleransi, kerjasama, dan juga anti

kekerasan semua menjadi tanggung jawab bersama. Prinsip dimasud adalah

114 Ibid., h. 55. 115 Ibid., h. 63.

Page 73: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

63

nilai-nilai kehidupan yang universal yang juga dikehendaki oleh agama-

agama lainnya tidak terbatas hanya bagi umat Islam semata.

Menurut Hasyim, siapa yang mempunyai pandangan yang sama

terhadap nilai humanisme ini adalah saudara kita. Kemudian jika

menginginkan ber-Islam, dia cukup melakukan ritual dan keimanan.

Menurut Hasyim pula keimanan tidak mungkin dipaksakan. Ritual adalah

sesuatu yang berada diluar akal kita, karena bentuk dan metodenya telah

ditentukan Tuhan.116

Menurut penulis, pemikiran Hasyim Muzadi dapat dipetakan sebagai

berikut :

Pertama, Hasyim Muzadi dibesarkan dalam tradisi pesantren sehingga

nalar politiknya tidak begitu nampak dalam kehidupannya, akan berbeda

halnya jika semisal dia dilahirkan dan dibesarkan dari kalangan politisi.

Akan tetapi karena sejak mahasiswa beliau sudah aktif di organisasi dan

selanjutnya semakin matang maka selanjutnya publik memepercayainya

untuk duduk di DPRD Jatim dan selanjutnya memimpin PWNU Jatim.

Kedua, meskipun Hasyim Muzadi pernah menjadi salah satu kandidat

cawapres mendampingi Megawati yang diusung oleh PDIP dalam pemilu

tahun 2004 yang lalu namun bukan berarti beliau mewakili kalangan politisi

tetapi karena semata-mata menjawab kebutuhan warga NU yang

menginginkan figur alternatif dimana PKB sebagai partai yang mayoritas

warga Nahdliyin ternyata belum sepenuhnya mampu mengakomodir

kepentingan warga NU.

116 Ibid., h. 56.

Page 74: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

64

Ketiga, dalam praksisnya Hasyim yang berlatar belakang pesantren

sangat konsisten mengkampanyekan gerakan-gerakan yang mengarah pada

upaya dialog antar kelompok dengan seringnya mengadakan agenda yang

melibatkan antar kelompok yang bertaraf nasional maupun internasional

seperti dialog ulama Sunni-Syi’i yang berlangsung di Bogor, disamping itu

posisi beliau sebagai presiden Word Conference on Religion for Peace

semakin mengukuhkannya sebagai salah satu tokoh sekaligus pemimpin

ormas keagamaan yang memiliki kepedulian yang kuat akan kondisi sosial-

keagamaan yang mengarah pada pluralitas. Hal ini membuktikkan bahwa

posisi pesantren memiliki peran strategis dalam turut mendorong kearah

kesadaran akan kemajemukan yang tidak hanya pada keagamaan suku,

etnik, golongan, melainkan juga dalam dunia religius.

b. Kerjasama Islam Dengan Agama Lain

Hasyim Muzadi berpendapat bahwa kerjasama antara agama dapat

dilakukan pada dimensi humanisme. Sementara dalam soal keyakinan

diperselisihkan berbeda. Tapi baik Islam maupun Kristen tentu tidak tega

melihat rakyat menderita. Pada titik inilah perlu dibangun kerjasama, bahu

membahu satu dengan yang lainnya tanpa membedakan keyakinan yang

satu dengan keyakinan yang lainnya.

Karenanya bisa dimengerti bahwa untuk masalah hubungan NU dengan

agama-agama lain sangat baik dan sejati. Jadi bukan hubungan yang “pura-

pura” dan penuh dusta. Apalagi di Indonesia, suatu negara yang tidak

pernah mengalami tekanan antar agama. Mungkin berbeda dengan Timur

Page 75: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

65

Tengah yang menggunakan tema agama dalam kekerasan. Di Indonesia, ini

semua tidak ada kesulitan yang berarti untuk hubungan antar agama.

Kebebasan menjalankan agama dan ibadah dijamin oleh negara.

Selama ini diakui ada kasus-kasus yang menghambat kerukunan antar

umat beragama di Indonesia. Tetapi hal ini tidak disebabkan oleh

pemahaman NU terhadap Islam. Kemungkinan kasus-kasus itu disebabkan

oleh masuknya pemikiran-pemikiran keras berasal dari luar Indonesia.

Demikian pula adanya kesenjangan ekonomi dan konflik budaya setempat

atau perlawanan terhadap pemerintah, sehingga gerakan-gerakan itu

terkadang juga menimbulkan akses bentrokan antara agama. Hal demikian

ini hanya merupakan sebagian kecil dan dapat diselesaikan oleh Nahdlatul

Ulama (NU) melalui peran ulama yang ada.117

Faktor lainnya yang menyulut konflik adalah pengaruh kelompok-

kelompok tertentu yang masuk ke Indonesia sebagai barisan pendatang.

Inilah sebagian minoritas yang tidak menyukai Nahdlatul Ulama (NU) yang

selama ini menjadi nilai ditengah-tengah umat Islam di Indonesia. NU

dianggap terlalu kompromistis, terlalu baik terhadap semua agama dan

mempunyai toleransi yang terlalu berlebihan terhadap budaya lokal (local

wisdom). Bahkan pada akhirnya mereka ini mengklaim NU sebagai bid’ah,

khurafat dan tahayyul.118

Kelompok ini kemudian mencoba melakukan purifikasi (pemurnian).

Purifikasi ini berkiblat pada realitas Islam di Timur Tengah masa lalu

(klasik). Sehingga semua harus dikembalikan kepada masa lampau. Mereka

117 Ibid., h. 57. 118 Ibid., h. 57-58

Page 76: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

66

tidak mentolelir konsepsi humanisme itu berdasarkan yang kental dengan

nilai lokalitas budaya. Sehingga semuanya cenderung dianggapnya

bertentangan dengan teologi. Inilah yang kemudian bersambung dengan

kelompok-kelompok dari luar. Demikian penjelasan Anshori.119

Menilik dari kenyataan sejarah bahwa, walisongo bisa mengislamkan

orang Indonesia 90% tanpa perang. Hal inilah yang menjadi pertanyaan

dalam konteks perkembangan NU hingga sekarang, bagaimana NU tidak

terlibat dalam kekerasan dan selanjutnya bagaimana sikap NU terhadap

kekerasan dan terorisme internasional. Kenyataan tersebut dapat dipakai

untuk mensosialisasikan khittah. Islam yang rahmatan lil ‘alamin dibangun

dari mabadi’ khoira ummah, sementara politik secara nasional harus

mengandung landasan konsep mengayomi dan merekonstruksi dari civil

society. Negara dibangun melalui pluralisme, demokrasi dan konstitusi yang

disepakati bersama, dan di NU sudah memadai semua nilai itu didalam

“rahim jama’ah”. Mereka menginginkan islam di dunia seperti Islam nya

NU. Bagaimana pendiri NU menangkap ide walisongo lalu dijabarkan

dalam konteks negara Indonesia. Posisi NU hari ini sudah berada pada

maqaamam mahmuda, tetapi untuk sampai kesana Hasyim bilang, NU haus

berada diatas semua golongan.120

Dalam kaitannya dengan hubungan dunia timur dan barat sekarang ini

dari dua belah pihak (Islam dan Barat) terjadi sebuah kerancuan. Negara-

negara barat menuduh bahwa terorisme terkait dengan agama Islam.

Sementara kelompok muslim sendiri, punya persepsi seakan-akan perbuatan

119 Ibid., h. 58 120 Ibid., h. 59

Page 77: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

67

itu harus dibela melalui agama. Kedua persepsi demikian itu tidak ada yang

benar. Seperti halnya tragedi Bali harus dilihat sebagai kejahatan

kemanusiaan, sehingga pelaku yang tertangkap perlu diterapkan hukuman

yang setimpal dalam arti mengadili kejahatan kemanuisaannya itu sendiri.

Hasyim Muzadi mengingatkan kepada semua pihak agar berhati-hati

dalam menyikapi dan penuh kewaspadaan terhadap munculnya konflik

ditengah masyarakat. Aparat yang berwenang harus cekatan. Kemungkinan

ada provokator yang membenturkan umat antar agama. Hal yang perlu

dikhawatirkan adalah munculnya kejahatan kemanuisaan dan kemudian

dihubungkan dengan agama. Jika demikian maka masalahnya akan menjadi

besar. Misalnya kasus bom Bali sungguh merupakan kejadian yang luar

biasa. Siapa pun pelakunya perlu dikutuk, karena sudah sangat tidak

mempertimbangkan nyawa. Dalam Islam, membunuh seorang sama dengan

membunuh seluruh manusia. Dalam ajaran agama manapun termasuk Islam

tidak terdapat ajaran yang membenarkannya. Peristiwa diatas tidak boleh

dikaitkan dengan agama yang kemudian akan terjadi konflik antar agama.121

Menurut penuturan Anshori, Hasyim Muzadi telah menegaskan, NU

sudah mencoba berbagai upaya agar berbagai konflik di daerah tidak

dipersepsikan sebagai konflik yang berdasar agama. Dalam menerangi dan

mengantisipasi gejala terorisme, Hasyim Muzadi meminta semua pihak,

agar tidak terjebak memakai kata jama’ah Islamiah. Konsep jama’ah

Islamiah ditakutkan akan menjadi konsep pukul rata semua jama’ah yang

berarti komunitas atau kelompok yang memegang teguh Islam sebagai

121 Ibid., h. 62.

Page 78: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

68

agamanya dan melakukan dakwah-dakwah disemua tempat. Jika konsep ini

dipukul ratakan maka mengandung implikasi jama’ah umat islam dari

berbagai tempat terkena klaim sebagai barisan teroris, tidak terbatas

kelompok Abu Bakar Ba’asyir, Amrozi, dan kawan-kawan, namaun juga

jama’ah NU, Muhammadiah, al-Irsyad dan sebagainya terkena stigma dan

image bahwa mereka adalah teroris.122

Dalam upaya memerangi dan mengantisipasi terorisme secara bersama-

sama, Hasyim Muzadi melakukan silaturahmi bersama sejumlah delegasi

dari mancanegara, mereka menilai, NU tidak hanya merupakan kelompok

Islam moderat, tetapi juga sebagai titik temu sejumlah elemen bangsa.

Untuk itulah mereka datang ke Hasyim Muzadi karena membutuhkan

pemikiran-pemikiran dari NU terkait terorisme. Disitulah dihasilkan

kesepakatan dan persetujuan bahwa terorisme adalah persoalan serius

sehingga perlu diberantas sampai ke akar-akarnya. Apapun bentuk dan

alasannya, para pelaku aksi terorisme adalah pembunuh dan penjahat dalam

artian umum yang tidak mewakili agama apapun.

Memang berat perjalanan NU dimasa Hasyim Muzadi dimana ancaman

bertubi-tubi datang silih berganti yang jikalau NU sebagai jam’iyyah tidak

kokoh memperkuat diri maka Indonesia sebagai negara dan bangsa akan

hancur, karena bagaimanapun diakui atau tidak organisasi yang tetap

konsisten mempertahankan keutuhan bangsa dan negara Indonesia adalah

NU.

122 Ibid., h. 63

Page 79: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

69

Menurut Hasyim, Kalau NU ingin istiqamah, mencapai maqaamam

mahmudah. Maka untuk mencapai itu, ada beberapa pokok yang harus

dilakukan NU. Pertama, kembali pada metode assalafus saleh. Kedua,

harus dibangun ukhuwah Nahdliyah untuk menempatkan NU sebagai milik

Indonesia. Ketiga, keretakan dari umat Islam harus disambung kembali,

seperti dengan Muhammadiyah termasuk dengan ikhwan, sementara itu

ukhuwah wathaniyah yang retak harus disambung lagi. Keempat, awal 2000

sampai 2001, kalau bisa dibangun ukhuwah islamiyah

internasional.123Sampai hari ini NU sebetulnya belum menemukan bentuk

formasi ideal sebagai sebuah jam’iyyah yang mencerminkan organisasi

dengan pengikut terbanyak yang turut membawa kepentingan besar dalam

menentukan masa depan bangsa dan negara indonesia. Organisasi yang

diidealkan oleh warga NU adalah organisasi politik yang mampu

berkompetisi (berdaya saing) dengan organisasi politik yang lain dalam era

demokrasi sejati dan pemikiran abad kontemporer ini. Untuk itu, NU tidak

bisa disamakan dengan partai NU zaman dahulu. Sebab dimungkinkan

disitu ada ulama-nya yang bertugas menunggui, dan pengurus yang lain

adalah orang yang profesional pada bidangnya, sehingga mampu melahirkan

politisi dan berkembang menjadi negarawan.

B. Pandangan Hasyim Muzadi Terhadap Fatwa MUI

Pada saat MUI dalam musyawarah nasional-nya yang ke VII yang

berlangsung di Jakarta pada tanggal 26 sampai 29 juli 2005 yang mengambil

123 Ibid., h. 113.

Page 80: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

70

keputusan dengan mengeluarkan beberapa fatwa yang amat kontroversial

terutama yang terkait dengan diharamkannya pluralisme, sekularisme, dan

liberalisme agama yang dinilai bertentangan dengan ajaran agama islam. Hasyim

pun menyayangkan langkah yang ditempuh MUI dengan mengeluarkan fatwa

yang justru memicu persoalan baru. Menurut Hasyim, fatwa MUI itu merupakan

langkah mundur bagi kehidupan antar-umat beragama.124 Ia menyatakan seperti

itu menurut penulis karena selama ini belum ada kata sepakat yang bisa jadi

karena perbedaan persepsi tentang definisi pluralisme, sekularisme, liberalisme

serta dampaknya terhadap islam di indonesia yang bisa-bisa justru memunculkan

gerakan baru yang mengarah kepada upaya formalisasi agama yang tentunya akan

terkait dengan konsep relasi agama-negara. Menyinggung prinsip hubungan

agama dengan negara, Hasyim menyebut agama substansialis yang inklusif, buka

ekslusif. Formalis ekslusif hanya akan memecah belah bangsa ini dalam hal

kerukunan umat beragama atau pertikaian antar suku dan budaya yang lain.125

Menurutnya :

“Jadi, bagaimana inklusifisme itu menjamin fluralisme, dan agama bisa berjalan dengan baik. Sudah ada paradigmanya tinggal mengembangkan saja”126

Di sisi lain munculnya fatwa MUI menjadi sangat memprihatinkan pada

saat tokoh-tokoh agama sedang giat-giatnya membangun sistem keagamaan yang

toleran, yaitu dengan upaya penghargaan terhadap kenyataan yang ada serta

menjungjung tinggi terhadap agama-agama maupun paham keagamaan yang di

dalamnya demi setabilitas bangsa serta diakuinya eksistensi, harkat dan martabat

bangsa Indosnesia di hadapan bangsa lain. Dengan kasus yang muncul di Ambon,

124 Kompas, 30 Juli 2005. 125 http://www.suarapembaharuan.com/News/1999/281199/Nasional/pr01.html. 126 Ibid., h. 72

Page 81: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

71

Bali, dan daerah-daerah lain yang kasusnya hampir serupa tentunya mengundang

keperihatinan dunia internasional terhadap kondisi bangsa dan negara Indonesia.

Dengan keragaman tersebut jika dikelola dengan baik maka akan menghasilkan

keunikan yang diharapkan akan menjadi potensi positif tersendiri dan akan

menjadi ciri khas yang akan membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa

lainnya.

Namun ketika MUI memfatwakan tentang diharamkannya paham

pluralisme, sekulerisme, libralisme maka seperti menjadikan persoalan lama

dipaksakan untuk dimunculkan kemabli. Hal tersebut juga dinilai bertentagan

dengan ajaran Islam seperti dalam QS. A l-Baqoroh (2): 256 yang berbunyi la

ikraha fi ad-din yang artinya tidak ada paksaan dalam beragama, munculnya

fatwa tersebut juga mengindikasikan masih rendahnya pemahaman akan

kenyataan keragaman yang ada di Indonesia serta mengingkari sunatullah akan

kenyataan adanya perbedaan. Di sisi lain munculnya fatwa tersebut tanpa disadari

atau tidak justru akan menciptakan friksi baru di kalangan masyarakat bahwa

yaitu terkelompokannya antara yang pro dan kontra terhadap fatwa MUI tersebut

yang tentunya akan menambah beban tersendiri dalam upaya menciptakan

stabilitas bangsa melalui semangat pluralitas yang dibangun oleh beberapa tokoh

termasuk Hasyim Muzadi.

C. Komitmen Menjaga Pluralitas Kebangsaan

Dalam kurun tiga dasawarsa terakhir di penghujung abad ke-20, tuntutan

demokratisasi menggelinding secara massif di dunia internasional. Menguatnya

tuntutan ini lantaran demokrasi dipandang sebagai sistem yang potensial untuk

Page 82: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

72

mengantarkan masyarakat ke arah transformasi sosial politik yang lebih ideal.

Demokrasi dipandang sebagai sistem yang potensial untuk mengantarkan

masyarakat ke arah transformasi sosial politik yang lebih ideal. Demokrasi

dipandang lebih mampu mengangkat harkat, martabat kemanusiaan, lebih

rasional, dan lebih realistis, untuk mencegah munculnya kekuasaan yang

dominan, represif, dan otoriter.127

Dalam pandangan Hasyim Muzadi, demokrasi adalah sistem politik yang

paling sesuai dengan kondisi kebangsaan Indonesia. Fakta sosiologis

menunjukkan, Indonesia adalah bangsa yang mengandung keberbagaian etnik,

kultur, agama, dan kepercayaan. Paling tidak, menurut Hasyim, ada dua nilai

fundamental yang secara inheren terkandung dalam demokrasi. Pertama, nilai

keadilan. Demokrasi mengandung tata nilai keadilan yang menjadi kebutuhan

fundamental seluruh umat manusia yang terekspresi dalam bentuk pemberian

kesempatan dan peluang yang sama kepada seluruh warga negara untuk

mengembangkan talentanya tanpa perlu merasa khawatir adanya diskriminasi dari

penyelenggara negara atau kelompok-kelompok lain.128 Kedua, demokrasi

dipandang sebagai sistem yang paling mungkin dan memadai bagi penyatuan

kekuatan seluruh elemen kebangsaan. Demokrasi dipandang mampu

mengkerangkai ikatan-ikatan primordial selebihnya. Karenya, menurut Hasyim,

demokrasi harus ditempatkan sebagai kerangka dasar kebangsaan dan

diorientasikan secara sistematik pada upaya pemenuhan cita-cita kolektif

127 Ma’mun Murod Al-Brebesy, Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amin Rais

Tentang Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), h. 59 128 Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, (Jakarta,

Logos, 1999), h. 48

Page 83: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

73

berbangsa dan bernegara.129 Demokrasi tidak bisa berpangku tangan atas nasib

rakyat miskin yang termarginalisasi secara ekonomi politik dengan hanya sebatas

berfokus pada penciptaan seperangkat sistem politik yang bisa meminimalisir

gerak laju dan kembalinya otoritarianisme.130

Menurut Hasyim Muzadi, demokrasi tidak hanya merupakan sistem

ketatanegaraan yang unggul dan saat ini dijadikan rujukan mayoritas negara-

negara di dunia akan tetapi secara prinsip mengandung struktur nilai yang paling

sesuai dengan kondisi kebangsaan Indonesia yang notabene suatu bangsa yang

majemuk dalam berbagai hal. Demokrasi diperjuangkan tidak hanya karena

demokrasi merupakan sistem yang realistis dan manusiawi, tapi juga karena

inheren didalamnya ada potensi untuk menyatukan seluruh komponen dan

kekuatan bangsa. 131 Potensi ini tentu tidak dimiliki oleh agama dan berbagai

nilai-nilai primordial yang lain dengan demokrasi seluruh kekuatan kebangsaan

akan mampu dihimpun guna memperkokoh bangunan kebangsaan Indonesia.

Dalam catatan hasil, kemajemukan atau pluralitas bangsa ini sebenarnya

memperlihatkan pengalaman empirik. Karena prinsip pluralisme sebagai paham

yang menghargai eksistensi perbedaan manusia kemudian diakui dan dilestarikan

dalam bentuk semboyan negara kita, yakni bhineka tunggal ika, yang secara

implisit mengandung penegasan bahwa perbedaan adalah khazanah nasional yang

semestinya bukan untuk dimusuhi atau diseragamkan, tetapi harus dsatukan agar

tidak menjadi kekuatan yang tercerai berai.

129 A. Muhaimin Iskandar, Melampaui Demokrasi: Meawat Bangsa dengan Visi Ulama,

h. 72 130 Hasyim Muzadi, Agenda Strategis Pemulihan Martabat Bangsa, (Jakarta, Pustaka

Azhari, 2004), h. 29 131 Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, h. 48

Page 84: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

74

Berpijak pada prinsip itulah para pendiri negara kita berusaha sekuat

tenaga merumuskan tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang menghargai

semua bentuk penghargaan. Namun, harus kita akui bersama bahwa rumusan para

pendiri bangsa tentang penghargaan atas bentuk perbedaan tidaklah berjalan

mulus sesuai dengan harapan. Menurut penalaran Hasyim penyikapan terhadap

perbedaan yang selalu cenderung negatif merupakan cerminan dari masyarakat

yang belum memiliki kedewasaan budaya.132 Dalam pengertian perbedaan adalah

sesuatu hal yang harus dihindari atau ditaklukan agar tidak menyimpang bibit

perlawanan yang mengganggu kepentingan pihak yang berlawanan.

Selain itu, harus diakui bahwa agama juga merupakan salah satu faktor

potensial yang menyulitkan tegaknya pluralisme. Sebagai ajaran yang diyakini

membawa nilai-nilai luhur seperti keadilan, kebersamaan, kesalehan, dan lain

sebagainya. Agama pada dasarnya menghendaki adanya cinta kasih diantara

sesama manusia tanpa mempertimbangkan perbedaan latar belakang identitas atau

predikat yang disandang. Menurut akal sehat, tidak akan ada satupun agama yang

menghalalkan permusuhan karena suatu perbedaan selama semua pihak saling

menghormati satu sama lain dalam melaksanakan kewajibannya masing-masing.

Hasyim menyayangkan akan citra ideal agama yang tak jarang

menampakkan wajah yang kurang bersahabat ketika menjelma menjadi ideologi

atau keyakinan sekelompok orang yang bersifat mutlak, tertutup, agresif, dan

menjerumus ke arah ekskluvisme. Kebenaran yang dianut bukan lagi menafikan

kebenaran yang diyakini oleh pihak, tetapi lebih dari itu, penghormatan terhadap

132 Ibid, h. 50

Page 85: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

75

suatu eksistensi diluar dirinya tidak diberikan sama sekali, sehingga perbedaan

dianggap fenomena yang menyalahi “kebenaran” itu sendiri.133

Dalam perspektif Islam, perbedaan pada hakikatnya bukanlah suatu

masalah yang serius karena merupakan garis ketentuan Allah. Dalam hal ini Islam

secara tegas menjamin hak-hak dasar kemanusiaan yaitu apa yang menjadi tujuan

diturunkannya syariat (maqasid asy-syari’ah) yang meliputi jaminan atas:

Pertama, kebebasan agama atau mempertahankan keyakinan, yang berarti syariat

diturunkan bertujuan untuk melindungi agama dan keyakinan setiap orang (hifz

ad-din). Kedua, keselamatan jiwa atau fisik dari tindakan diluar ketentuan hukum

(hifz an-nafs). Ketiga, keselamatan atau kelangsungan hidup keturunan atau

keluarga (hifz an-nasl). Keempat, keamanan harta benda atau hak milik pribadi

(hifzu an-mal). Dan kelima, kebebasan berpendapat dan berekspresi (hifu al-

‘aql).134

Menurut pandangan Hasyim Muzadi, keharusan menjaga prinsip

pluralisme tersebut tidak hanya dalam aspek norma-norma keagamaan, tapi juga

dari tinjauan sosiologis. Argumen ini didasarkan pada fakta sejarah bahwa

berdasarkan pengalaman di Indonesia, toleransi dan kerukunan hidup beragama

berjalan cukup baik. Islam yang masuk ke Indonesia bercorak sangat akomodatif

terhadap budaya lokal,135 termasuk kepercayaan-kepercayaan sehingga

mengakibatkan akulturasi budaya yang kompleks.

133 Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, h. 53 134 Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, h. 55. Lihat

juga , Abdurahman Wahid, “Universalisme Islam dan Kosmopolitanisme”, dalam Budhy Munawar Rahman (ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, (Jakarta, Paramadina, 1995), h. 546. dan Ismail Muhammad Syah dkk, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1992), h. 62

135 Hal ini didasarkan pada salah satu pandangan tentang teori masuknya Islam di Indonesia. Lihat, Anders Uhlin, Oposisi Berserak: Arus Deras Demokratisasi Gelombang ketiga di Indonesia (Bandung: Mizan: 1998), h. 68

Page 86: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

76

Pluralisme yang ditentukan Hasyim Muzadi adalah pluralisme dalam

bertindak dan berpikir. Pluralisme dalam bertindak mensyaratkan seseorang untuk

tidak membatasi pergaulan dengan orang lain (eksklusif) meskipun berbeda

keyakinan. Pluralisme dalam berpikir adalah kesediaan untuk menerima atau

mengambil gagasan dari kalangan lain. Pada gilirannya pluralisme ini akan

melahirkan sikap toleran terhadap yang lain. Sikap ini amat penting ditetapkan

dalam pergaulan sosial seperti di Indonesia. Prinsip ini pula yang mendorong

Hasyim Muzadi untuk menyuarakan kepada kaum muslimin agar bergaul dan

bersahabat dengan penganut agama lain.

Langkah kongkrit Hasyim dalam memperjuangkan pluralisme juga

direalisasikan lewat gerakan International Converence Islamic Scholars (ICIS)

dengan mengusung tema besar Islam Rahmatan lil ‘Alamin. Dimana gerakan ini

bertujuan membangun persamaan persepsi dikalangan umat Islam sendiri atau

non-Islam. Selain itu gerakan ICIS berupaya mencari jalan keluar dari konflik

berkepanjangan yang terjadi di negara Islam atau non-Islam. Semuanya itu

merupakan upaya untuk mewujudkan perdamaian dunia.136

Sikap pluralistik tersebut merupakan modal sosial untuk hidup bersama

dalam keragaman sosial, budaya, politik, dan agama secara damai dan beradab.

Sikap pluralistik dengan sendirinya menampik setiap upaya untuk menjadikan

Islam sebagai ideologi negara dan menggantikan pancasila. Sikap itu pula yang

membuat Hasyim Muzadi sangat gigih menentang keras kalangan Islam yang

berniat mengganti ideologi pancasila dengan Islam.137

136 Diakses dari http://www.antara.co.id/, pada hari senin, 06 Juli 2009 137 Pernyataan ini sering dilontarkan Hasyim Muzadi dalam menanggapi kelompok Islam

keras (ekstrimis) yang seringkali melakukan kekerasan atas nama agama, dan tak jarang gerakan

Page 87: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

77

Visi Hasyim Muzadi tentang pluralisme dan toleransi tergambar dalam

pernyataan berikut :

Sikap akomodatif yang lahir dan adanya kesadaran untuk menghargai

perbedaan atau keanekaragaman budaya merupakan salah satu landasan kokoh

bagi pola pikir, sikap, dan perilaku yang lebih sensitif terhadap nilai-nilai

kemanusiaan. Dengan demikian, orang tidak harus diperlakukan secara manusiawi

hanya lantaran beragama Islam, tetapi lebih didasari pemahaman bahwa nilai

kemanusiaan memang menjadi milik setiap orang. 138

Sikap hidup demikian merupakan realisasi dari pandangan demokratis,

toleran, dan pluralistik Hasyim Muzadi. Sikap itu pula yang bisa menjelaskan

kekuasaan pergaulan dan wawasan Hasyim Muzadi yang ternyata bersumber dari

banyak sekali ajaran, nilai moral, dan budaya yang ada di dunia serta

pandangannya tentang pluralitas kebangsaan yang tetap relevan untuk Indonesia.

ini selalu berupaya untuk mengganti sistem negara pancasila dengan ideologi Islam atau khilafah. Diakses dari http://www.eramuslim.com/, pada hari Senin, 29 Mei 2009

138 Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, h. 61

Page 88: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

78

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan tentang pemikiran pluralisme keagamaan Hasyim Muzadi

sebagaimana dipaparkan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Sebagai seorang tokoh yang pernah memimpin sebuah organisasi

keagamaan terbesar di Indonesia, Hasyim Muzadi memiliki beberapa

pemikiran, diantaranya adalah tentang pluralisme agama. Pemikiran

Hasyim Muzadi dalam hal pluralisme agama ini adalah :

a. Gagasan tentang Islam Rahmatan lil ‘Alamin yg menurutnya

merupakan solusi alternatif atas kebuntuan global yang sampai saat ini

belum terpecahkan. Pada dasarnya pemikiran Hasyim Muzadi tersebut

berawal dari kegelisahan atas implikasi yang muncul atas berbagai

kasus yang mengancam pluralitas dan lahirnya gerakan radikal yang

mengatas-namakan agama, dimana gerakan tersebut tidak

mencerminkan kenyataan atas kondisi kultur, social, dan budaya yang

berkembang di Indonesia.

b. Pendekatan dialog peradaban. Untuk penerapan konsep Islam

Rahmatan lil ‘Alamin, menurutnya, yang paling awal dilakukan adalah

melalui amar ma’ruf dan nahi munkar dengan mengambil pendapat

yang dikemukakan Imam al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin,

bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu memiliki etika, yaitu adabu al-

Page 89: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

79

amri bi al-ma’ruf dan adab al-nahy ‘anil al-munkar. Ada tiga etika

yang disampaikan al-Ghazali. Salah satunya adalah memerintahkan

orang untuk berbuat baik dan mencegah berbuat jahat jangan sampai

menimbulkan kemungkaran yang lebih besar, dan dari fikih Islam

“akhaffu aldhararain”. Dari dua konsepsi diatas, Hasyim Muzadi

berusaha mewujudkan sikap pluralis terutama dalam rangka

mendialogkan kesenjangan Timur dan Barat.

c. Pluralisme agama sebagai bagian dari humanisme. Hal ini bias

dipahami mengingat adanya dimensi humanisme dalam agama dan

adanya tuntutan kerjasama antara agama yang satu dengan agama yang

lain.

2. Relevansi pandangan pluralisme Hayim Muzadi terhadap masyarakat

Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya amat

dibutuhkan mengingat kondisi bangsa yang sedang menghadapi krisis

multidimensi termasuk kaitannya dengan sosial-keagamaan, maka gagasan

Islam Rahmatan lil ‘alamin menjadi solusi alternative atas kebuntuan

bangsa.

Menurut Hasyim, Islam bisa menjadi Rahmatan lil ‘alamin dengan

bertumpu pada dua hal. Pertama, Islam dalam menyelesaikan konflik

global hendaknya mengutamakan pendekatan dialog. Dengan dialog

tersebut, diharapkan problem-problem yang sbelumnya tidak terpecahkan

karena tidak tersampaikannya kepentingan maka akan terselesaikan.

Kedua, implementasi Islam harus dibangun berdasarkan kecerdasan dan

ketaqwaan. Dari situ maka agama akan menjadi sesuatu yang humanis

Page 90: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

80

yang diharapkan akan membentuk kesalehan sosial, bukan hanya

kesalehan individual.

Disamping itu, dinamika keislaman yang sedang marak di

Indonesia hendaknya diarahkan pada hal-hal berikut : Pertama, umat

Islam harus sadar bahwa persoalan yang dihadapi saat ini tidak hanya

lingkup Indonesia, namun persoalan global-mondial, dan untuk

menyelesaikan persoalan tersebut memerlukan pengetahuan dan pemikiran

Muslim Indonesia yang nantinya akan menggabungkan diri dengan

pemikiran Islam Internasional. Kedua, upaya pencerdasan dalam berbagai

disiplin ilmu dan teknologi serta menerjuni segala sector kehidupan

modern, agar terkuasainya seluruh idiomnya maka umat Islam akan

menemukan kembali peradabannya. Disamping hal tersebut, upaya

Islamisasi dan atau penggalian ilmu yang orisinil Islam juga harus

dilakukan. Serta pembahasan sistem sosial, ekonomi dan politik yang

Islami juga perlu dipertajam. Ketiga, pelaksanaan prinsip amar ma’ruf

nahi munkar yang mutlak perlu untuk mendorong terciptanya masyarakat

etis dan egaliter. Mengingat problem-problem sosial yang menyertai

pembangunan dan perubahan sosial ini, maka amat penting para

intelektual Islam lebih menguatkan advokasinya atas kelompok

masyarakat lemah yang menjadi korban dari proses pembangunan,

mempertajam kritik terhadap budaya yang merusak moral masyarakat

serta lebih memperkeras dorongan terhadap proses demokratisasi politik

dan ekonomi, terutama dalam pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Keempat, dimensi tasawuf menjadi hal yang penting untuk dikembangkan

Page 91: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

81

dalam teologi Islam. Karena menjadi sangat berbahaya pada saat akal tidak

memiliki pembimbing yang bermotif rohani yang bersih, di sisi lain

pemikiran keagamaan fuqaha’ yang memerlukan agama lebih sebagai

hokum dan pemikiran kaum modernis yang mengembangkannya menjadi

semacam ideologi, ternyata sama-sama kurang memperhatikan dimensi

bathin yang menjadi inti keberagamaan yang sebenarnya. Dan secara

mendasar, agama yang membawa rahman bertumpu pada ajaran dan

konsepsi taqwa secara tepat.

B. SARAN-SARAN

Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas, maka saran-saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut :

1. Sebagai organisasi dengan jama’ah terbesar di Indonesia yang pernah

dipimpin oleh Hasyim Muzadi sebagai tokoh pluralis, secara formal

mengurusi masalah-masalah yang berhubungan dengan kemaslahatan

umat, hendaknya PBNU dapat memberikan dorongan dan dukungan serta

perhatian yang sungguh-sungguh dalam menghadapi gerakan-gerkan yang

berupaya merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia baik

Pancasila, dan Undang-undang Dasar 1945 yang dinilai NU sudah

menjadi harga mati.

2. Melihat kondisi Indonesia saat ini yang menghadapi persoalan yang amat

kompleks, tawaran yang digagas Hasyim Muzadi merupakan salah satu

solusi alternatif yang dibutuhkan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,

alangkah baiknya dengan solusi yang ditawarkan Hasyim Muzadi

Page 92: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

82

tersebut, pikiran masyarakat menjadi terbuka melihat kondisi riil bangsa

Indonesia yang memang dilahirkan menjadi bangsa yang majemuk.

Semangat pluralitas tersebut akan dapat membangun jati diri bangsa

menuju bangsa yang berperadaban.

Page 93: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

83

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER DARI BUKU :

Abdullah, Amin. Studi Agama Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1999.

Abdullah, Taufiq. Islam Dan Masyarakat. Jakarta: LP3ES, 1987.

Abdurrahman, dkk, (ed.), 70 tahun H. Mukti Ali, Agama dan Masyarakat. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 1993.

Abdurrahman, Muslim. Dalam Pengantar Islam Pribumi Mendialogkan Agama

Membaca Realitas. Jakarta: Airlangga, 2003. _______ Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca Realitas. Jakarta:

Airlangga, 2003. Ahmad, Khurshid. Pesan Islam, Ahsin Muhammad (terj.), Bandung: Pustaka,

1983. Ahmad, Nur. (ed.), Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta:

Kompas, 2001. Al-Brebesy, Ma’mun Murod. Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amin

Rais Tentang Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 1999. Ali Enginer, Asghar. Islam dan Teologi Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1999. Ali Fauzi, Ihsan. Pemikiran Islam Indonesia dekade 1980-an. Bandung : Prisma,

Edisi 1991. Ali, Zaenal. 100 Orang Indonesia Paling Berpengaruh. Jakarta: Narasi, 2008.

Anshori, Ibnu. KH. Hasyim Muzadi; Religiusitas dan Cita-cita Good Governance. Sidoarjo: Citra Media bekerjasama dengan AMF Surabaya, 2004.

Baso, Ahmad. Badriyah Fayumi, Khamami Zada, dll., Islam Pribumi

Mendialogkan Agama Membaca Realiatas. Jakarta: Air Langga, 2003. Budiarjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia PustakaUtama,

2008. Burhani, Ahmad Najib. Islam Dinamis Menggugat Peran Agama Membongkar

Doktrin Yang Membantu. Jakarta: Kompas, 2001.

Page 94: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

84

Darwin, Muhadjir. Agama Rakyat Agama Penguasa Kontruksi Tentang Realitas

Agma dan Demokrasi. Yogyakarta: Galang Press, 2004. Effendy, Bachtiar. Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan. Yogyakarta:

Galang Press, 2001. Eko, Sutoro. Pelajaran Konsolidasi Demokrasi Untuk Indonesia. Dalam

pangantar buku terjemah Lary Diamond, Developing Democracy: Toward Consolidation. Yogyakarta: IRE Press, 2003.

Esposito, John L. Saatnya Muslim Bicara, Ahmad Arif (terj.), Bandung: Mizan,

2008. _______ (ed.), Identitas Islam, A. Rahman Zainuddin (terj.), Jakarta: bulan

bintang, 1986. _______ Dinamika Kebangunan Islam Watak, Proses Dan Tantangan, Bakri

Siregar (terj.), (Jakarta: Rajawali Pers, 1987. _______ Islam Dan Politik, H.M Joesoef Sou’yb (terj). Jakarta: Bulan Bintang,

1990. _______ Islam dan Modernitas, Ahsin Muhammad (terj.). Bandung: Pustaka,

1985. Fealy, Greg. Greg Barton (ed.), Tradisionalisme Radikal, Ahmad Suaedy, A.

Made Tonny Supriatna, Amiruddin Ar-Rany, dkk. (terj). Yogyakarta: LKIS, 1997.

Husaini, Adian. Plurlisme Agama Haram. Jakarta: Perspektif, 2005.

Hidayat, Surahman. Islam Pluralisme Dan Perdamaian, Jakarta: Robbani Press, 2008.

Hamid, Abdul Wahid. Islam Cara Hidup Alamiah, Arif Rahmat (terj.),

Yogyakarta: Lazuardi, 2001. Hermawan, Eman. Politik Membela Yang Benar; Teori, Kritik dan Nalar.

Yogyakarta: Klik R, 2001. Iskandar, A. Muhaimin. Melampaui Demokrasi: Merawat Bangsa dengan Visi

Ulama. Jakarta: Grafindo, 2001. Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi. Bandung: Mizan, 1993.

Page 95: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

85

Kleden, Ignas. Dialog Antar Agama-Agama: Kemungkinan dan Batas-batasannya. Dalam Kumpulan Tulisan Agama dan Tantangan Jaman. Jakata: LP3ES, 1985.

Litle, David John Kelsay dan Abdul Aziz A. Sachedina, Kebebasan Agama dan

Hak-hak Asasi Manusia, Riyanto (terj.), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Malik Thoha, Anis. Tren Pluralisme Agama. Jakarta: Perspektif, 2006.

Munawar-Rahman, Budhi. Islam pluralis. Jakarta: Paramadina, 2001.

_______ (ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina.

Muzani, Syaiful (ed.), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun

Nasution. Bandung: Mizan, 1995. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya, cet. IV, 1993. Muzadi, Hasyim. Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa. Jakarta:

Logos, 1999. _______ Agenda Strategis Pemulihan Martabat Bangsa. Jakarta: Pustaka Azhari,

2004. Nasution, Harun & Azumardi Azra (peny.) Perkembangan Modern Dalam Islam.

Jakarta: Yayasan Obor Indosesia, 1985. N. Bellah, Robert dan Philip E. Hammon, Beragama Bentuk Agama Sipil dalam

Beragam Bentuk Kekuasaan Politik, Kultural, Ekonomi dan sosial, Imam Khoeri, dkk (tej). Yogyakarta: Ircisod, 2003.

Qudsy, Saifudin Zuhri. (peny.), Islam Liberal Dan Pundamental Sebuah

Pertarungan Wacana. Yogyakarta: eLSAQ , 2003. Quttub, Muhammad. Islam Agama Pembebas, Fungky Kusnaedi Timur (terj).

Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001. Rahman, Fazlur. Islam dan Modernitas, Ahsin Muhammad (terj.), Bandung:

Pustaka, 1984. Rahmat, M. Imdadun. (peng), Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca

Realitas (Jakarta: Erlangga, 2003. Ridwan, Nur Kholik. Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur.

Yogyakarta: Galang Press, 2002.

Page 96: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

86

Shihab, Alwi. Islam Inklusif. Bandung: Mizan, 1999.

Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1993.

Shodiq, Mohammad. Dinamika Kepemimpinan NU, Refleksi perjalanan KH. Hasyim Muzadi. Surabaya: LTN NU Jatim, 2004.

Solissa, Abdul Nasir (ed.), Al qur’an dan Pembinaan Budaya. Yogyakarta:

LESFI, 1983. Turmudzi, A.M. “Merumuskan Keberislaman Secara Baru”, Jakarta: Basis, Edisi

Maret 1991. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, edisi II, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

INTERNET :

http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/09/168561 /70/13/ Untung- masih-ada-NU-dan-Muhammadiyah

http://soeparno.wordpress.com/114/pages1/56778.html

Menggagas Kebangkitan NU Kedua. Kompas, Selasa, 9 November 1999. Kumpulan tulisan dari Koran detik.com, Suara Pembaharuan, Kompas: Kiprah

PBNU 2000-2001, Analisa dan Evaluasi Pemeritaan tentang Kepemimpinan Hasyim Muzadi, diterbitkan oleh eLkapim Malang, tanpa tahun.

http://www.hidayatulloh.comcontent&task= view&id=1406&Itemid=0

http://www.insistnet.com/content/view/25/34/,

http://muhamadali.blogspot.com/kartun -nabi-dan-dialog-antar-agama.html.

http://www.icrp-online.org.

http://id.wikipedia.org/wiki

http://gp-ansor.org/?pageid+115

www.Eramuslim.com/berita/nas/742712304-hasyim-muzadi-konfliksuni-syiah. http://www.suarapembaharuan.com/News/1999/281199/Nasional/pr01.html.

http://www.nu.or.id/show/pages/625.html

Page 97: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan
Page 98: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan
Page 99: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

i

ABSTRAKSI Pluralisme agama sepertinya menemui jaman keemasan kembali. Di saat masyarakat Indonesia sering terjadi konflik yang bernuansa agama, pembahasan tentang pluralisme akan kembali menjadi topik perbincangan para tokoh lintas agama di Indonesia. Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk mengulas kembali makna pluralisme menurut salah satu tokoh moderat Islam yaitu Hasyim Muzadi, Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Kajian tentang pluralisme agama Hasyim Muzadi dalam skripsi ini dilatar-belakangi bahwa penulis menganggap bahwa selama ini masih sedikit karya-karya yang berisi pemikiran Hasyim Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan pemikiran-pemikiran Hasyim Muzadi tentang pluralisme serta langkah-langkah yang beliau lakukan guna memperjuangkan pluralitas keagamaan di Indonesia. Hasyim Muzadi sebagai salah satu tokoh moderat yang konsisten memperjuangkan Pluralisme, menawarkan sebuah solusi atas kebuntuan dialog antar agama maupun keyakinan. Pluralisme dianggap sebagai sebuah keniscayaan untuk mempertahankan pluralitas keagamaan di Indonesia dan menjaga kerukunan antar umat yang berbeda agama maupun keyakinan sehingga dapat memperkuat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesimpulan dari pembahasan tentang pemikiran-pemikiran Hasyim Muzadi diantaranya pemikiran tentang Pluralisme sebagai bagian dari Humanisme serta perbedaan pluralisme teologis dan pluralisme sosiologis. Menurut Hasyim Muzadi, umat beragama di Indonesia harus sadar bahwa masalah-masalah yang dihadapi selama ini adalah buntunya dialog antar golongan yang berbeda interpretasi ajaran-ajaran agama yang mereka anut. Jadi menurut penulis, pembahasan ini sangatlah penting untuk menyadarkan kembali pehaman tentang pluralisme agama dengan tujuan terciptanya kerukunan sesama agama maupun antar agama walaupun perbedaan keyakinan dan agama adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang majemuk ini.

Page 100: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, sebagai rasa syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, memberikan akal dan pikiran

kepada manusia sehingga dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari dengan baik.

Sholawat dan salam semoga tercurahkan selamanya kepada Nabi Muhammad

SAW, berserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya dan semoga menjadi

tauladan bagi kita semua.

Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, dan mendukung penulis

secara fisik maupun moral dalam penyusunan skripsi ini yang tidak akan tercapai

kesempurnaan lantaran bantuannya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk dapat menempuh studi di kampus peradaban ini.

2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Alimun Hanif, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Politik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

4. Bapak Dr. Sirojuddin Aly, MA, selaku pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktunya untuk selalu memberikan saran dan kritik guna

terselesaikannya skripsi ini.

Page 101: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

iii

5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan kontribusi pemikiran Ilmu

Politik kepada penulis selama kuliah di Jurusan Ilmu Politik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

6. Ayahanda tercinta Imam Nawawi (Boniran) dan Ibunda tersayang

Khomsatun, Kakek Boyamin dan Mbok Samijem, orang tua penulis yang

tiada lelah memberikan do’a, semangat dan motivasi dengan kasih sayang

yang tak terhingga. Serta keluarga besar Imam Nawawi, Kakakku Ali

Murtadho, Yeni Siswanti serta saudara-saudaraku Shidiq dan kholil.

7. Almaghfurlah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan KH. Bahruddin

yang telah mengasuh dan memberikan ilmu yang tak terhingga saat

penulis mondok di Pesantren Ciganjur dan Darul Hikam Ciputat.

8. Sahabat-sahabat selam kuliah di kampus tercinta UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, khususnya Usep Kholil, Dedi, Farid, Dian, Budi, Bayan, Hamid,

Furqon, Janan, Bagus, Yamin, Iwan, Hamdi, Fuad, dan semuanya yang

tidak penulis sebutkan satu per satu.

9. Sahabat dan teman kerja di Bio Team Ciputat, Andi, Shofyan, Zulfan,

Enjum, Ujang, Roy, Rifki, serta teman pondok di Pesantren Darul Hikam

Ciputat, Rahmat Kabir dan Shoghir, Harid, Fatoni, Tsani, Abu, Azis,

Malik, Iwan, Syu’eib, Firman dan semuanya.

10. Terkhusus untuk calon istriku tercinta, Umi Charisah yang telah

memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis dapat segera

menyelesaikan skripsi ini.

Page 102: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

iv

Page 103: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………………………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................. 6

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ............................................. 7

D. Tinjauan Pustaka ................................................................... 8

E. Metode Penelitian ................................................................. 9

F. Sistematika Penulisan ........................................................... 10

BAB II NEGARA DAN PLURALISME

A. Pengertian Negara …………………………………………. 12

B. Pengertian Pluralisme ……………………………………… 14

C. Pendapat Para Ahli Tentang Pluralisme …………………… 31

D. Pro-Kontra Tentang Pluralisme ……………………………. 33

E. Wacana Pluralisme di Indonesia ………………………….. 37

BAB III BIOGRAFI INTELEKTUAL & POLITIK HASYIM MUZADI

A. Kehidupan Sosio-Kultural Hasyim Muzadi ……………….. 41

B. Latar Belakang Pemikiran Hasyim Muzadi ……………….. 44

C. Karier Organisasi dan Politik ……………………………… 47

Page 104: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

vi

D. Karya-karya Hasyim Muzadi ……………………………… 46

BAB IV PEMIKIRAN HASYIM MUZADI TENTANG PLURALISME

AGAMA DI INDONESIA

A. PEMIKIRAN PLURALISME HASYIM MUZADI ……… 49

1. Islam Rahmatan lil Alamin ……………………………... 54

2. Pluralisme Teologis Dan Sosiologis ……………………. 55

3. Pendekatan Dialog Peradaban ………………………….. 56

4. Pluralisme Agama Sebagai Bagian dari Humanisme ….. 61

a. Dimensi Humanisme Dalam Agama ………………… 61

b. Kerjasama Islam Dengan Agama Lain …………….... 64

B. PANDANGAN HASYIM MUZADI TERHADAP FATWA

MUI ………………………………………………………… 69

C. KOMITMEN MENJAGA PLURALITAS KEAGAMAAN.. 71

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 78

B. Saran-Saran ........................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA

Page 105: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam konteks masa depan Islam Indonesia khususnya serta Islam pada

umumnya yang terjadi hari ini justru yang muncul adalah indikasi yang kuat untuk

bersama-sama membangun paradigma baru tentang Islam terutama Islam

Indonesia di mata dunia Internasional. Karena Islam, terutama pasca serangan 11

September 2001 yang menghancurkan Gedung WTC (World Trade Centre), telah

dimaknai oleh Barat sebagai agama kekerasan, dan pada saat itu hal-hal yang

menyangkut agama menjadi kian sensitif. Padahal mayoritas masyarakat Islam di

Dunia tidak pernah menganggap Barat sebagai musuh.

Kasus hancurnya gedung World Trade Center (WTC) di New York dan

Pentagon di Washington DC, yang diduga dilakukan sekelompok ekstrimis Islam

di bawah komando Osama bin Laden membuat penilaian negatif masyarakat Barat

terhadap umat Islam semakin kencang dan hubungan keduanya mencapai titik

nadir.1

Kondisi itu mengakibatkan kaum muslim di dunia dipandang buruk dan

disebut sebagai pengikut ajaran agama yang dogmanya hanya menyebarkan teror

dan kekerasan. Pandangan yang sangat buruk itu terjadi karena masyarakat barat

melampiaskan kekecewaannya terhadap umat Islam yang diyakininya sebagai

kaum yang tidak bisa hidup berdampingan dengan kaum lainnya. Padahal

kebanyakan penduduk barat itu tidak tahu secara pasti ajaran Islam sesungguhnya

1 John L. Esposito, Saatnya Muslim Bicara, Ahmad Arif (terj.), (Bandung: Mizan, 2008),

h. 9.

Page 106: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

2

dan hanya didasari atas pemberitaan kasus terorisme dari media massa yang

pemberitaan dan content-nya hanya menyudutkan umat Islam, yang distigmakan

sebagai kaum yang lekat dengan dunia kekerasan dan tidak bisa berdamai dengan

ajaran lainnya. Sehingga membuat umat lain menjadi berang kepada umat Islam.

Tantangan yang dihadapi dewasa ini sebenarnya bukan dalam bidang

ekonomi, politik, sosial dan budaya, tetapi tantangan pemikiran. Sebab persoalan

yang ditimbulkan oleh bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya

ternyata bersumber dari pemikiran. Di antara tantangan pemikiran yang paling

serius saat ini adalah di bidang pemikiran keagamaan. Tantangan yang sudah lama

disadari adalah tantangan internal yang berupa fanatisme, taklid buta, bid'ah,

kurafat, dan sebagainya. Sedangkan tantangan eksternal yang sedang dihadapi saat

ini adalah masuknya paham liberalisme, sekulerisme, relativisme, pluralisme

agama dan lain sebagainya, kedalam wacana pemikiran keagamaan bangsa

Indonesia.2

Skripsi ini akan membahas salah satu tantangan eksternal dengan

memfokuskan pada makna pluralisme agama beserta sejarah, faktor-faktor,

penyebaran, dampak dan solusinya.

Pluralisme, selama ini bangsa Indonesia terlalu takut dan bahkan antipati

dengan kata ini. Memang kata ini sangat sensitif untuk dibicarakan, namun hal ini

bisa menjadi api dalam sekam kalau masyarakat dibiarkan dengan ketidaktahuan

mereka dengan istilah ini. Penulis tertarik dengan editorial yang disajikan redaksi

Media Indonesia dengan judul ”Untung Masih ada NU dan Muhammadiyah”3

2 Adian Husaini, Plurlisme Agama Haram (Jakarta: Perspektif, 2005), h. 2. 3 Editorial Media Indonesia “Untung Masih ada NU dan Muhammadiyah”, Rabu, 15

September 2010. Diambil dari Website : http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/09/168561 /70/13/ Untung- masih-Ada-NU-dan-Muhammadiyah.

Page 107: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

3

tulisan tersebut mencoba menggambarkan bagaimana keadaan bangsa Indonesia

yang majemuk menghadapi persoalan lintas agama.

Indonesia bukan negara yang baru pertama kali ini terbentur masalah lintas

agama. Sejak awal lahirnya persoalan lintas agama sudah menjadi diskusi menarik

antar tokoh bangsa. Soekarno sebagai presiden pertama Indonesia sudah sedari

dulu mewanti-wanti akan adanya benturan keagamaan jika masyarakat Indonesia

tidak mengedepankan pluralisme dan kebebasan beragama.4 Walaupun beliau

lebih dikenal orang sebagai seorang “abangan” dari pada seorang santri,5 namun

spirit itu tidaklah mati begitu saja. Dua organisasi yang sudah berdiri sejak

sebelum kemerdekaan yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah masih setia

mengedepankan tenggang-rasa dalam kehidupan beragama dan berbangsa. Sikap

ini adalah wajib adanya demi menjaga kesatuan NKRI karena memang Indonesia

tidak hanya tersusun oleh satu agama saja. Indonesia mempunyai banyak budaya,

ras, suku, dan adat istiadat. Gesekan sosial rasial atau teologi sangatlah berpotensi

terjadi di tengah masyarakat. Dan bila pemerintah diam dan cenderung tidak

peduli dengan hal ini maka itu sama saja dengan membiarkan perang saudara

terjadi di mana-mana di pelosok negeri.

Tapi satu hal yang penulis soroti saat ini adalah adanya dua kutub yang

senantiasa memancarkan pengaruhnya di bumi Indonesia. Satu kutub berusaha

mengekstrimisasi umat beragama, dan satu kutub berusaha menjaga pluralitas

beragama. Dua kutub ini mau tidak mau pasti saling berlawanan. Berebut

pengaruh di masyarakat. Dan di sinilah letak keharusan masyarakat mengenal

4 Lihat http://www.republika.com/perjalanan-sejarah-indonesia-175.page.html 5 Abangan adalah sebutan untuk golongan penduduk Jawa Muslim yang mempraktikkan

Islam dalam versi yang lebih sinkretis bila dibandingkan dengan golongan santri yang lebih ortodoks. Istilah ini, yang berasal dari kata bahasa Jawa yang berarti merah, pertama kali digunakan oleh Orientalis Clifford Geertz dengan Trikotomi-nya.

Page 108: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

4

dengan baik apa itu pluralisme dan bagaimana seharusnya hidup di dalam bangsa

yang multi-kultural. Mungkin lebih bijak jika kita mulai membicarakan dari sisi

Islam karena Islam memang agama terbesar yang dianut di Indonesia. Islam sejak

awal lahirnya telah menampakkan nilai-nilai humaniora yang kental di

masyarakat. Dengan caranya yang santun para mubaligh Islam saat itu

menginfiltrasi budaya dan agama yang saat itu ada dengan ajaran Islam yang

rahmatan lil alamin tanpa merusak budaya lokal. Dari situlah Islam dikenal

bangsa Indonesia sebagai agama yang toleran. Tidak ada penghinaan terhadap

agama lain namun tetap wibawa menjaga kehormatannya. Bentuk keseimbangan

inilah yang kemudian menjadi dasar diterimanya Islam oleh masyarakat

Indonesia.

Bagaimana pun NKRI adalah harga mati dan pluralisme adalah

jaminannya. Tidak akan terwujud sebuah negara kesatuan dengan Islam, Kristen,

Katolik, Hindu, dan Budha di dalamnya tanpa ada tenggang-rasa antar umat

beragama. Tidak akan ada kedamaian dan ketenteraman dalam menjalankan

ibadah ketika nilai-nilai ”lakum diinukum waliya din” sudah tidak lagi diamalkan

bangsa Indonesia. Jika sudah tidak lagi ada kerukunan antar umat beragama

mungkin bisa jadi bangsa Indonesia akan menjadi bangsa barbar yang beringas.

Dan bukan mustahil satu agama dan agama yang lain akan saling menjatuhkan

dan berperang di atas bumi Indonesia. Sungguh tidak ada satu agama pun yang

menghendaki hal seperti ini.

Dalam kerangka itu, Hasyim Muzadi sebagai salah satu pemimpin

organisasi Islam terbesar di Indonesia, gencar melakukan agenda yang terkait

dengan pentingnya membangun semangat pluralitas. Hal ini ditunjukkan dengan

Page 109: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

5

diselenggarakannya pertemuan Ulama’ Sunni-Syiah seluruh dunia yang

diprakarsainya.6 Pertemuan-pertemuan semacam itu seakan menjadi titik terang

usaha beliau dalam menata Islam Indonesia menuju Islam Global yang lebih baik

sebagai aktualisasi rahmatan lil-alamiin.

Sedang pada hakikatnya, sebuah masyarakat heterogen yang sedang

tumbuh, seperti bangsa Indonesia, tentu sulit untuk mengembangkan saling

pengertian antar beraneka ragam unsur-unsur etnis, dan budaya daerah. Kalaupun

tidak terjadi salah pengertian mendasar atas unsur-unsur itu, paling tidak tentu

saling pengertian yang tercapai barulah bersifat nominal belaka, dengan kata lain,

suasana optimal yang dapat dicapai bukanlah saling pengertian, melainkan

sekedar mengurangi kesalahpahaman.7

Atas dasar kenyataan seperti di atas dan juga banyaknya ide-ide dari

pemikir dan pemimpin Islam di Indonesia tentang permasalahan Islam, maka

Penulis ingin mengkaji lebih jauh tentang pemikiran atau ide pluralisme

keagamaan yang terkait erat dengan hubungan antar agama dan negara.

Untuk lebih fokusnya kajian ini, Penulis mengambil pemikiran dari salah

seorang tokoh Islam yang pernah menjadi pemimpin salah satu organisasi Islam

terbesar di Indonesia (Nahdlatul Ulama) yaitu Hasyim Muzadi. Kajian tentang

pluralisme agama Hasyim Muzadi ini didasari oleh kenyataan bahwa menurut

Penulis selama ini, belum ada karya-karya yang berisi pemikiran utuh dari

Hasyim Muzadi terkait dengan pemikiran pluralismenya. Kalaupun ada, hal ini

hanya berupa pernyataan-pernyataan Hasyim Muzadi yang tersebar di media

6 Pada tanggal 9 November 2004, Hasyim Muzadi beserta Din Syamsuddin mengundang

ulama-ulama Sunni-Syiah seluruh dunia yang terdiri dari 84 negara untuk menyerukan sikap toleransi dan persatuan di dunia Islam di Bogor, Jawa Barat.

7 Surahman Hidayat, Islam Pluralisme Dan Perdamaian (Jakarta: Robbani Press, 2008), h. 53.

Page 110: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

6

massa maupun media elektronik, dan juga dari beberapa buku dari para penulis

yang mengungkap sebagian pemikiran atau sosok Hasyim Muzadi.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka perlu Penulis tegaskan bahwa batasan dan

rumusan dari permasalahan ini yaitu :

1. Bagaimana pemikiran Hasyim Muzadi tentang pluralisme agama?

2. Bagaimana bentuk hubungan agama dan negara menurut Hasyim Muzadi?

Tiga pokok masalah di atas diharapkan dapat mewakili (cover) dari

beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini. Di samping itu juga

berguna untuk memperjelas arah penelitian yang dimaksud.

C. Tujuan dan Manfaat

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana dalam bidang Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu ada tujuan dan manfaat yang lain yaitu :

1. Tujuan :

a. Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih tajam tentang karakteristik

pemikiran Hasyim Muzadi mengenai wacana pluralisme keagamaan, serta

hubungan Islam dan negara.

b. Mengidentifikasi asal-usul gagasan beliau, baik itu berlatar belakang sosial,

pendidikan ataupun politik.

c. Mendapatkan deskripsi yang jelas mengenai implikasi gagasan tersebut

dalam konteks perkembangan Islam dan politik Indonesia saat ini.

Page 111: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

7

2. Manfaat :

a. Dapat diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan

terhadap karakteristik pemikiran Hasyim Muzadi.

b. Bagi dunia ilmu pengetahuan, akan memberi tambahan khazanah baru

dalam pemikiran yang terkait dengan wacana diatas.

c. Bagi umat Islam pada umumnya, dan umat Islam Indonesia pada khususnya,

diharapkan akan memiliki persepsi yang benar mengenai Islam Indonesia

sehingga tidak terjebak pada pemahaman tunggal yang menyebabkan

fanatisme keagamaan yang berlebihan dan kontra-produktif.

D. Tinjauan Pustaka

Kajian tentang pluralisme serta hubungan agama dan negara dalam

literatur Indonesia cukup banyak, dan memang di era sekarang kajian tersebut

seperti menemukan zaman keemasannya karena didukung oleh kondisi sosio-

kultural yang memang memungkinkan wacana tersebut berkembang, apalagi

kondisi Indonesia yang memang plural, baik dalam hal suku bangsa, ras, maupun

agama.

Sedangkan pembahasan tentang pluarlisme sendiri telah banyak dilakukan

oleh para penulis baik dalam maupun luar negeri. Karya terakhir dalam rentang

penulisan skripsi ini adalah tentang pemikiran Abdurrahman Wahid tentang

pluralisme dan humanisme yang ditulis oleh Saiful Ma’arif, mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 112: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

8

Menurut penulis, kajian tentang pemikiran Hasyim Muzadi sendiri belum

ada yang tulis dalam bentuk skripsi, kecuali buku-buku yang telah banyak beredar

walaupun tidak secara spesifik membahas tentang pluralisme Hasyim Muzadi.

Buku-buku karya Hasyim kebanyakan membahas tentang bagaimana pandangan

Islam mengenai globalisasi dan terorisme.

Disamping itu, dalam banyak studi dan penerbitan yang ada, pembahasan

Hasyim Muzadi lebih sering ditujukan pada persoalan politik. Padahal

sebagaimana yang diharapkan terdapat dalam skripsi ini, Hasyim Muzadi

memiliki ide sentral pluralisme yang mewarnai banyak pemikiran-pemikirannya.

Dengan latar belakang bahwa penulisan tentang ide pluralisme Hasyim Muzadi

belum banyak dilakukan, skripsi ini mencoba mengangkat tema tersebut dan

mengaitkannya dengan kehidupan beragama dan sosial budaya di Indonesia.

E. Metode Penelitian

Dalam bahasan terkait dengan penelitian ini, perlu penulis paparkan

tentang metode penelitian yang digunakan. Antara lain meliputi jenis penelitian,

sifat penelitian, tehnik pengumpulan data, pendekatan-pendekatannya dan analisa

data.

1. Jenis penelitian.

Kajian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yang mana lebih

mengutamakan bahan perpustakaan sebagai sumber utamanya. Karena ini studi

tokoh maka ada dua metode pokok untuk memperoleh pemikiran tokoh tersebut.

Pertama, penelitian pikiran dan keyakinan tokoh tersebut. Kedua, penelitian

tentang biografinya sejak dari permulaan sampai akhir pemikiran politiknya.

Page 113: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

9

2. Sifat Penelitian.

Studi yang merupakan penelitian pustaka ini lebih kepada teknik deskriptif-

analisis. Yang dimaksud dengan deskriptif dalam konteks ini adalah

menggambarkan karakteristik dan fenomena yang terdapat dalam masyarakat atau

literatur. Dengan kata lain karakter dan fenomena yang dikaji dalam penelitian ini

ialah karakter dari Hasyim Muzadi dan fenomena yang mempengaruhi

pemikirannya. Adapun analisis disini adalah analisis dalam pengertian historis,

yakni meneliti akar sejarah yang melatarbelakangi gagasan beliau, dalam hal ini

penulis lebih memfokuskan pada aliran pemikiran Islam kontemporer yakni

modernis dan neo-modernis yang penulis anggap sebagai representasi dari beliau.

3. Tehnik Pengumpulan Data.

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua macam yaitu : data

primer dan data sekunder. Karya-karya asli dari beliau baik buku, artikel dan

kumpulan tulisan yang dibukukan dianggap sebagai data primer. Sedangkan karya

yang mengkaji tentang gagasan beliau dan hasil-hasil penelitian yang relevan

dengan kajian ini dimasukkan sebagai data sekunder.

4. Pendekatan.

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif

dan sosio-historis. Yang dimaksud pendekatan normatif ialah suatu pendekatan

untuk menjelaskan masalah yang dikaji dengan norma atau hukum (fiqih) yang

berlaku sebagai upaya penegasan. Hal ini penting untuk dilakukan karena

diskursus Islam dan negara merupakan bagian dari kajian hukum Islam,

khususnya fiqih siyasah.

Page 114: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

10

Adapun pendekatan sosio-historis yaitu pendekatan yang menyatakan bahwa

setiap produk pemikiran itu merupakan hasil interaksi pemikir dengan lingkungan

sosio-kultural dan sosio-politik yang mengitarinya. Berkaitan dengan penelitian

ini sudah barang tentu sosial politik dan kultur yang melatarbelakangi metode

pemikiran Hasyim Muzadi akan dikaji sepanjang peristiwa tersebut

mempengaruhi pemikiran beliau dalam masalah ini.

F. Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan ini penulis membagi menjadi lima bab. Bab pertama

memuat pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, metodologi penelitian, dan yang terakhir

sistematika pembahasan.

Bab kedua melacak asal-usul dan tipologi pluralisme agama, relasi agama

dan negara dalam sejarah politik Islam, yang tentunya berimplikasi terhadap

pemikiran tokoh politik Islam Indonesia dalam mengkaji hubungan Islam dan

negara di Indonesia. Yang dalam pembahasannya kedua perspektif tersebut akan

dihadapkan pada tokoh yang dikaji.

Bab ketiga memaparkan biografi Hasyim Muzadi. Penelaahan ini meliputi

latar belakang sosial dan prilaku politik beliau dalam menggagas pluralism agama

serta relasi Islam dan negara di Indonesia. Bab ini juga menyinggung sedikit cita-

cita ideologi negara yang beliau perjuangkan sebagai repesentasi tokoh muslim

yang peduli terhadap bangsa.

Bab keempat menganalisa pemikiran beliau tentang relasi Pluralisme

agama, hubungan Islam dan negara, khususnya tentang demokrasi dan ideologi

Page 115: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

11

pancasila. Selain itu, bab ini juga berusaha menjelaskan implikasi gagasan beliau

terhadap tokoh politisi muslim Indonesia dan pemikiran politik Islam generasi

saat ini.

Bab kelima penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan

dimaksudkan untuk memperlihatkan letak signifikansi penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya, dengan memberikan konklusi pemikiran Hasyim Muzadi

tentang pluralisme agama serta hubungan Islam dan negara di Indonesia,

sedangkan saran-saran ditujukan bagi para penulis atau peneliti yang akan

mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan variabel skripsi ini lebih lanjut.

Page 116: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

12

BAB II

NEGARA DAN PLURALISME

A. Pengertian Negara

Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di

mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya,

pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal

terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat

serta pengakuan dari negara lain. 8

Istilah negara di terjemahkan dari kata-kata asing yaitu “steat” (bahasa

Belanda dan Jerman). “state” (Bahasa Inggris. “Etat” (bahasa Perancis). Kata

“Staat, State, etat itu diambil dari kata bahasa latin yaitu “status” atau statum”

yang artinya keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifata yang

tegak dan tetap. Kata “status” atau “statum” lazim diartikan sebagai “standing”

atau “station” (kedudukan) yang dihubungkan dengan kedudukan persekutuan

hidup manusia sebagaiman diartikan dalam istilah “Status Civitatis” atau “Status

Republicae”. 9

Sejak kata “negara” diterima secara umum sebagai pengertian yang

menunjukkan organisasi teritorial suatu bangsa yang memiliki kedaulatan. Negara

pun mengalami berbagai pemahaman tentang hakikat dirinya. Negara merupakan

integrasi dari kekuasaan Politik, negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan

politik. Negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan

untuk mengatur hubungan-hubungan masyarakat dan menertibkan gejala-gejala

8 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia PustakaUtama, 2008), h. 51

9 Imam Soeparno, dari Website : http://soeparno.wordpress.com/114/pages1/56778.html

Page 117: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

13

kekuasaan dalam masyarakat. Negara adalah organisasi yang dalam sesuatu

wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan

kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan

bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana

kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu dan

golongan atau asosiasi maupun oleh negara sendiri.10

Pengertian Negara Berdasarkan Pendapat Para Ahli :

a. Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau

mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.

b. Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok

manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.

c. Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau

kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.

Negara mempunya dua tugas yaitu :

1. Mengendalikan dan menatur gejala-gejalah kekuasaan yang asosial.

Yakni yang bertentangan satu-sama lain. Supaya tidak anatagonistik

yang membahayakan.

2. Mengorganisasikan dan mengintergrasikan kegiatan manusia dan

golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat

seluruhnya.11

10 Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 82 11 Imam Soeparno, dari Website : http://soeparno.wordpress.com/114/pages2/56746.html

Page 118: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

14

B. Pengertian Pluralisme

Pluralisme terdiri dari dua suku kata yaitu Plural yang berarti jamak; lebih

dari satu,12 dan isme sufiks pembentuk nomina sistem kepercayaan berdasarkan

politik, sosial, atau ekonomi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pluralisme

berarti keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial

dan politiknya).13 Dalam tulisan ini, penulis akan lebih mengkonsentrasikan

pembahasan pada pluralisme agama.

Dalam wacana pemikiran Islam, pluralisme agama masih merupakan hal baru dan tidak mempunyai akar ideologis atau bahkan teologis yang kuat. Gagasan pluralisme agama lebih merupakan perspektif baru yang ditimbulkan oleh proses penetrasi kultural Barat modern dalam dunia Islam terutama sejak era reformasi gereja yang terjadi pada abad ke-15 yang berpengaruh besar terhadap perubahan dalam aspek sosial, budaya, dan terutama pemikiran. Di sisi lain, Islam adalah sebuah agama dalam pengertian teknis dan sosial-revolutif yang menjadi tantangan yang mengancam struktur yang menindas pada saat ini di dalam maupun di luar Arab. Menurut Asghar Ali, pada dasarnya tujuan Pluralisme adalah persaudaraan yang universal (universal brotherhood), kesetaraan (equality), dan keadialan sosial (sosial justice).14 Dalam kaitannya dengan pluralisme, Islam sangat menekankan pada dua

aspek dasar, yaitu :

1. Kesatuan manusia (unity of mankind).

2. Keadilan di semua aspek kehidupan.15

Keadilan ini tidak akan tercipta tanpa membebaskan golongan masyarakat

lemah dan marjinal dari penderitaan, serta memberi kesempatan kepada mereka

untuk menjadi pemimpin.16 Menurut pendapat Muhammad Quttub, Islam

12 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II (Jakarta, Balai Pustaka, 1994), h. 883.

13 Ibid., h. 884 14 Asghar Ali Enginer, Islam dan Teologi Pembebasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1999), h. 33. ` 15 Ibid., h. 34.

16 Ibid., h. 35.

Page 119: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

15

memberikan hak-hak yang penting terhadap semua orang tanpa perbedaan

apapun. Islam menyatukan semua jenis karena pada hakikatnya mereka sama-

sama manusia dan juga menjamin kebebasan mutlak untuk memilih agama di

bawah penjagaan dan perlindungannya. 17

Pada dasarnya manusia diciptakan berbeda-beda. Allah menjelaskan

bahwa dengan perbedaan itu manusia dituntut untuk saling mengenal, lita

‘arofu.18 Namun ketika seseorang memahami sebagai kebenaran mutlak yang ia

yakini, orang itu kerap kali terjebak dalam pandangan yang mengarah pada

konflik, pertikaian antara seorang muslim dan non-muslim atau mungkin diantara

sesama Muslim yang berbeda faham. Bagaimana menjembatani perbedaan-

perbedaan ini sehingga memungkinkan terwujudnya perdamaian?

Hal itu menurut Khamami Zada, sangat terkait dengan bagaimana

seseorang memahami agama lain sebagai sesuatu yang mempunyai jalan

tersendiri. Allah telah menyebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 48, likullin

ja’alna minkum siratan wa minhaja’, (untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami

berikan aturan dan jalan yang terang) dalam setiap agama itu ada syari’atnya

sendiri, jalannya sendiri, yang memiliki kebenarannya masing-masing. Tanpa

memahami kebenaran mutlak di masing-masing agama, kita akan sulit

menemukan perdamaian diantara agama-agama itu sendiri. Disinilah kekurangan

umat Islam ketika memahami agama lain sebagai sesuatu yang lain, ‘ the others’.

Agama lain harus dipahami sebagai suatu realitas yang ada dimasyarakat.19

17 Muhammad Quttub, Islam Agama Pembebas, fungky kusnaedi timur (terj) (Yogyakarta

Mittra Pustaka, 2001), h. 368. 18 Baca QS. Al-Hujurrat (49) : 13 19 Ahmad Baso, Badriyah Fayumi, Khamami Zada, dll., Islam Pribumi Mendialogkan

Agama Membaca Realiatas (Jakarta: Air Langga, 2003), h. 73-74

Page 120: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

16

Islam sebaiknya tidak sekedar didakwahkan dalam perspektif yang

lahiriyah, persoalan-persoalan keakhiratan yang melupakan dimensi sosial. Kalau

Islam didakwahkan secara inklusif, dan bisa memahami agama-agama lain

sebagai suatu realitas kebenaran tersendiri, maka Islam akan benar-benar menjadi

agama rahmatan lil ’alamain.20

Oleh karena itu, Budhi Munawar-Rahman, menjadi penting untuk disadari

adalah memposisikan fungsi kritis terhadap agama yang harus dilakukan dengan

menjauhi sikap-sikap yang bersifat totaliter.21 Disamping itu agamapun dituntut

untuk mangadakan kritik terhadap dirinya sendiri, karena keberadaan agama telah

mendasarkan diri pada iman kepada Tuhan “pencipta manusia” bukan Tuhan

“ciptaan manusia”.22 Agama juga tidak bisa apolitis dalam pengertian hanya

membatasi diri pada masalah ritualistik dan moralitas dalam kerangka ketaatan

individu kepada Tuhannya, tetapi perlu terlibat kedalam proses transformasi

sosial.23

Abdul Wahid Hamid mengatakan, suatu ciri khas ajaran Islam adalah

keyakinan bahwa agama Islam itu suatu cara hidup yang lengkap dan menyeluruh.

Agama yang mempunyai hubungan integral dan organik dengan politik dan

masyarakat. Ideal Islam itu terbayang dalam perkembangan hukum Islam yang

merupakan suatu hukum yang serba mencakup.24 Sebagai ajaran yang benar,

20 Ibid., h. 75. 21 Budhi Munawar-Rahman, Islam pluralisme (Jakarta:Paramadina,2001), hlm.363 22 Ibid., h. 363-364. 23 Ibid., h. 370 24 Jhon L Esposito (ed.), Identitas Islam, A. Rahman Zainuddin (terj.), (Jakarta: bulan

bintang, 1986), h. 3.

Page 121: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

17

Islam pada dasarnya bisa diterapkan disepanjang masa dan dimanapun (shalihun li

kulli zaman wa makam).25

Dalam tiap langkahnya, seorang muslim akan selalu berhadapan dengan

Tuhan yang terepresentasikan melalui syari’atnya. Disini tanggung jawab individu

menjadi jelas, karena kehadiran Tuhan dalam perasaan manusia saja sudah cukup

membuat setiap manusia benar-benar sadar akan kewajibannya, demikian menurut

pendapat Khurshid Ahamad.26 Mengutif pernyataan Fazrul Rahman, kenyataan

yang peling mendasar tentang Islam dalam abad sekarang ini adalah kemerdekaan

dari kekuasaan asing yang dicapai oleh rakyat-rakyat Muslim diberbagai negri

mereka.27 Dengan mengacu pada kenyataan seperti itu, maka Islam telah

memainkan peran yang menentukan dan dominan.

Menurut Anis Malik Toha gagasan plurarisme agama dalam wancana pemikiran Islam baru muncul pada masa-masa Perang Dunia II, yaitu ketika mulai terbuka kesempatan besar bagi generasi-generasi muda Muslim untuk mengenyam pendidikan di universitas-universitas Barat sehingga mereka dapat berkenalan dan bergesekan langsung dengan budaya barat. Dalam waktu yang sama, gagasan pluralisme agama menembus dan menyusup ke wawancara pemikiran Islam, antara lain melalui karya-karya pemikiran mistik barat seperti Rene Guenon (Abdul Wahid Zaeni) dan Frithjob Schuon (Isa Nurdin Ahmad). Karya-karya mereka ini, khususnya Schuon dengan bukunya The Transcendent Unity of Religion, sangat syarat dengan pemikiran-pemikiran dan tesis-tesis atau gagasan-gagasan yang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh kembangnya wacana pluralisme agama.28 Barangkali Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh muslim syiah moderat, adalah tokoh yang paling bertanggung jawab dalam mempopulerkan gagasan pluralisme agama di kalangan “Islam tradisional”. Keberhasilannya dalam mempopulerkan gagasan pluralisme agama tersebut mengantarkannya pada sebuah posisi ilmuan kaliber dunia yang sangat bergengsi selevel nama besar seperti Ninian Semart, John Hick, Annemarie Schimmel. Nasr mencoba menuangkan tesisnya pada

25 Abdul Wahid Hamid, Islam Cara Hidup Alamiah, Arif Rahmat (terj.), (Yogyakarta:

Lazuardi, 2001), h. 301 26 Khurshid Ahmad, Pesan Islam, Ahsin Muhammad (terj.), (Bandung: Pustaka, 1983), h.

121. 27 Fazlur Rahman, Islam, Ahsin Muhammad (terj.), (Bandung: Pustaka, 1984), h. 365. 28 Diakses dari tulisan Anis Malik Toha, http://www.hidayatulloh.comcontent&task=

view&id=1406&Itemid=0

Page 122: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

18

pluralisme agama dalam kemasan sophia perenis atau perenial wisdom (al-hikmat al-khalidah, atau kebenaran abadi), yaitu sebuah wacana menghidupkan kembali kesatuan metafisikal (metaphysical unity) yang tersembunyi dibalik ajaran dan tradisi-tradisi keagamaan yang pernah dikenal manusia semenjak Adam ‘alaihis-salam. Menurut Nasr, memeluk atau menyakini satu agama dan melaksanakan ajarannya secara keseluruhan dan sungguh-sumgguh, berarti juga memeluk seluruh agama, karena semuanya berporos kepada satu poros, yaitu kebenaran hakiki yang abadi. Perbedaan antar agama dan keyakinan, menurut Nasr, hanyalah pada simbol-simbol dan kulit luar. Inti dari agama yang satu. Dari sini dapat dilihat bahwa pendekatan Nasr ini sejatinya tidak jauh berbeda dengan pendekatan-pendekatan yang ada pada umumnya. Demikian penuturan Anis Malik Toha.29

Hamdi Fahmy mengatakan, pluralisme sebagai paham yang

merambah dalam bidang agama memiliki sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda tapi ujungnya sama yaitu aliran kesatuan transenden agama-agama (transcenden unity of religion) dan teologi global. Yang pertama lebih merupakan protes terhadap arus globalisasi, sedangkan yang kedua adalah kepanjangan tangan dan bahkan pendukung grakan globalisasi. Pendekatan yang dipakai oleh aliran teologi global terhadap agama-agama lebih bersifat sosiologis, kultural dan idiologis. Bersifat sosiologis dan kultural karena agama-agama yang ada di dunia ini harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat modern yang plural. Idiologis sebab ia telah mejadi bagian dari program gerakan globalisasi yang jelas-jelas memasarkan ideologi barat. Akibatnya, menurut Malcom Walter globalisasi yang datang bersama dengan kapitalisme ini malah membawa kekuatan baru yang menghapus otoritas agama, politik, militer dan sumber kekuatan lainnya. Karena kenyataannya gerakan globalisasi ini telah membawa ideologi baru yang bertujuan agar semua menjadi terbuka dan bebas menerima ideologi dan nilai-nilai kebudayaan barat seperti demokrasi, hak asasi manusia, feminisme/gender, liberalisme dan sekularisme.30

Menurut Amin Abdullah, dalam konteks keIndonesiaan terlepas

dari sejarah besar pluralisme. Kerukunan antar umat beragama sangat penting dan sangat dibutuhkan bagi bangsa yang majemuk dalam hal agama seperti halnya di Indonesia. Keanekaragaman (pluralisme) agama yang hidup di Indonesia termasuk di dalamnya keanekaragaman paham keagamaan yang ada di dalam tubuh intern umat beragama adalah merupakan kenyataan historis.31 Jika toleransi dalam beragama tidak ditegakkan, maka negara atau bangsa tersebut akan menghadapi berbagai konflik antar pemeluk masing-masing agama dan dapat menyebabkan

29 Diakses dari tulisan Anis Malik Toha, http://www.hidayatulloh.comcontent&task

=view&id =1406&Itemid=0 30 Ditulis oleh Hamdi Fahmy, diakses dari http://www.insistnet.com/content/view/25/34/, 31 Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta: Pustaka

pelajar, 1999), h. 5.

Page 123: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

19

disintegrasi. Untuk memberi perhatian khusus kepada masalah kerukunan antar umat beragama, harus diupayakan untuk memahami masalah yang sebenarnya dan dapat menemukan cara untuk menciptakan kerukunan itu (jika belum ada), atau menumbuhkan serta mengembangkan (jika telah ada). Ada beberapa ayat yang secara tegas mengatur pluralisme agama yang menyebutkannya dengan jelas. Selain ayat dalam al-Qu’an surat al-Kafirun, ada satu ayat lagi yang tegas-tegas menyatakan bahwa agama tidak bisa dipaksakan kepada seseorang, yaitu al-Baqarah: 256 yang artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah. Karena itu siapa yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang kuat yang tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui”.

Ayat di atas sebenarnya mengajarkan bahwa Allah telah menjelaskan

mana yang benar dan mana yang salah, atau lebih tegasnya mana agama yang

benar dan mana agama yang tidak benar (yang dalam al-Qur’an disebut ajaran

thagut). Sesungguhnya misi Islam yang paling besar adalah pembebasan. Dalam

konteks dunia modern, ini berarti Islam harus membebaskan manusia dari

kungkungan aliran pikiran dan filsafat yang menganggap manusia tidak

mempunyai kemerdekaan, demikian menurut Kuntowijoyo.32 Dengan visi teologis

semacam itu, islam sesungguhnya menyediakan basis filsafat untuk mengisi

kehampaan spiritual yamg merupakan produk dunia modern.33

Dari kacamata Islam, kemajemukan adalah sunnatullah (hukum alam).

Masyarakat yang majemuk ini tentu saja memiliki budaya dan aspirasi yang

beraneka, tetapi mereka seharusnya memiliki kedudukan yang sama, tidak ada

superioritas antara satu suku, etnis atau kelompok sosial dengan lainnya. Mereka

juga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan

politik. Namun kadang-kadang perbedaan ini menimbulkan konflik di antara

32 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1993), h.

164. 33 Ibid, h. 165.

Page 124: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

20

mereka. Maka sebuah upaya untuk mengatasi permasalahan ini dimunculkan

konsep atau paham kemajemukan (pluralisme).34

Untuk mewujudkan dan mendukung pluralisme tersebut, diperlukan

adanya toleransi. Meskipun hampir semua masyarakat yang berbudaya kini sudah

mengakui adanya kemajemukan sosial, namun dalam kenyataannya, permasalahan

toleransi ini masih sering muncul dalam suatu masyarakat. 35 salah satu wujud

nyata dari sikap toleran adalah adanya dialog-dialog yang berfungsi menjembatani

sekian kebuntuan yang ada. Dengan menilik kasus kartunisasi Nabi Muhammad

oleh Jyllands Posten salah satu koran di Denmark beberapa waktu yang lalu,

kasus Salman Rusdie di Inggris (1969), Ishioma Daniel di Nigeria (2002), dan

Theo Van Gogh di Belanda (2004), meski dalam konteks yang berbeda, namun

menyisakan persoalan serius dan kompleks dalam kaitannya dengan komunitas

ditingkat regional maupun global. Di antara persoalan yang belum serius

didialogkan menurut Muhammad Ali adalah ketegangan antara kebebasan

ekspresi dan penghormatan terhadap keyakinan agama atau ideologi tertentu,

hubungan antara hukum dari sebuah negara dan kebebasan pers, hubungan antara

berbagai etika dunia, maka kebebasan itu sendiri dalam hukum internasional,

antara hukum-hukum adat atau budaya kawasan dan peradaban, dan sebagainya.36

Dialog antar pemeluk agama dan dialog antar kawasan seperti disinggung

Ali harus didukung. Ini penting karena masih berkembangnya ignorance

(ketidaktahuan) dalam bentuk penghubung intrinsik antara islam dan terorisme,

Islamophobia, xenophobia, dan semacamnya. Dipihak lain dikalangan umat Islam,

34 Nur Ahmad (ed.), Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, (Jakarta: kompas,

2001), h. 11-12. 35 Ibid, h. 21 36 Muhammad Ali, dari http://muhamadali.blogspot.com/kartun -nabi-dan-dialog-antar-

agama.html.

Page 125: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

21

masih ada tindakan emosional anarkis mengusir atau membunuh orang asing yang

tidak ada sangkut pautnya, ekstrimisme radikal dan kebencian terhadap bangsa

dan budaya asing (xenophobia). Reaksi-reaksi emosional dan ekstrim

menunjukkan kurangnya pemahaman akan sejarah peradaban bangsa lain. Salah

satu ketidak tahuan disebagian media masa barat adalah memposisikan tokoh nabi

seperti tokoh-tokoh politik lainnya. Seorang muslim mungkin tidak cukup religius

dalam beribadah, tapi jika nabi mereka disinggung rasa panatisme keagamaannya,

mereka sangat tinggi. Di Indonesia misalnya, tradisi pembacaan barzanji sangat

populer yang memuat puji-pujian terhadap Nabi (bahkan di Cikoang Sulawesi

Selatan acara maulud memperingati kelahiran) Nabi Muhammad menjadi paling

meriah sepanjang tahun, meskipun mereka kurang memperhatikan ibadah. Di

kalangan umat Islam kecintaan umat nabi ini ada yang berlebihan, ada yang

moderat, ada yang tidak terlalu peduli, dan bentuknya juga bermacam-macam

sesuai pemahaman keagamaan dan tradisi masing-masing. Hal-hal semacam ini

kurang atau tidak dipahami sebagian masyarakat Barat yang menganggap biasa

membuat kartun.37

Dipihak lain menurut Muhammad Ali lagi, umat Islam juga perlu

memahami konteks tradisi Barat yang sebetulnya sangat majemuk termasuk dalam

memaknai kebebasan berekspresi. Misalnya, dimuseum-museum di Eropa, banyak

sekali patung-patung dan lukisan-lukisan telanjang, karena mengandung nilai seni

yang tinggi dan dihargai masyarakat. Masyarakat Barat juga menjunjung nilai-

nilai etika kemanusian yang tidak selalu berseberangan dengan etika dikawasan

lain. Karena itulah, dialog, antar budaya sungguh penting, untuk memahami

37 Ibid., h. 3

Page 126: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

22

sejarah dan tradisi masing-masing dan untuk kemudian saling menghargainya

hubungan antara seni, kebebasan, tradisi, dan keyakinan agama inilah salah satu

persoalan yang harus didialogkan.38

Disamping itu juga dalam kenyataanya, sikap-sikap tidak toleran itu tidak

semata-mata disebabkan oleh faktor internal masing-masing kelompok, tetapi

sering juga disebabkan oleh faktor eksternal, misalnya karena kebijakan politik

pemerintah tertentu atau kekuasaan politik global dan kekuatan dunia tertentu.39

Dalam dunia ilmu pengetahuan istilah pluralisme sekarang ini dikembangkan

secara luas oleh para ilmuan sosial. Pada level yang minimal istilah ini semata-

mata mengacu kepada heterogenitas. Di kalangan para ilmuan politik, antropolog,

sosiolog politik, misalnya, terjadi perselisihan apakah prulalisme itu menghambat

atau melindungi pemerintah demokratik. Menurut Philip E. Hammond, para

teoritisi juga berbeda dalam memahami bagaimana pluralisme bekerja, apakah ia

menyediakan beragam saluran bagi pemegang kekuasaan atau menyediakan

tempat perlabuhan kelompok bagi individu yang teralienasi. Di samping itu juga

ada sebuah penegasan bahwa pluralisme memungkinkan bagi keanggotaan

kelompok yang bermacam-macam bahkan saling berlawanan, sehingga

menjadikan konflik politik lebih sering terjadi pada tataran individu atau

kelompok dari pada faksi-faksi politik yang saling bersaing.40

Namun dialog yang disusul oleh toleransi tanpa sikap pluralistik tidak akan

menjamin tercapainya kerukunan antar umat beragama yang langgeng. Secara

38 Ibid., h. 6 39 Nur Ahmad, Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman, h. 13. 40 Robert N. Bellah dan Philip E. Hammon, Beragama Bentuk Agama Sipil dalam

Beragam Bentuk Kekuasaan Politik, Kultural, Ekonomi dan sosial, imam khoeri, dkk (tej), (yogyakarta: ircisod: 2003), h. 212

Page 127: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

23

garis besar pengertian konsep pluralisme meminjam definisi yang dikemukakan

oleh Alwi Shihab dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang

adanya kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap

kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dan budaya dapat kita jumpai

dimana-mana. Di dalam masyarakat tertentu, di kantor tempat orang bekerja.

Tetapi seseorang dikatakan menyandang sifat tersebut apabila ia dapat

berinteraksi positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Dengan kata lain,

pengertian pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk agama dituntut bukan

saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tetapi terlibat dalam usaha

memahami perbedaan dan persamaan guna terciptanya kerukunan, dalam

kebhinekaan.41

Kedua, pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.

Kosmopolitanisme menunjuk kepada suatu realita dimana aneka ragam agama,

ras, bangsa hidup berdampingan disuatu lokasi. Sebagi contoh adalah kota New

York. Kota ini adalak kota kosmopolitan. Di kota ini terdapat orang Yahudi,

Kristen, Muslim, Hindu, Budha, bahkan orang-orang yang tanpa agama sekalipun.

Seakan seluruh penduduk dunia berada di kota ini. Namun interaksi positif antar

penduduk ini, khususnya dibidang agama, sangat minimal, kalaupun ada.42

Ketiga, konsep pluralisme tidak dapat disamakan dengan relativisme. Seorang

relativis akan berasumsi bahwa hal-hal yang menyangkut “kebenaran” atau “nilai”

ditentukan oleh pandangan hidup serta kerangka berpikir seseorang atau

masyarakatnya.

41 Alwi shihab, Islam Inklusif (Bandung: Mizan, 1999), h. 41. 42 Ibid., h. 42-43

Page 128: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

24

Sebagai contoh, “kepercayaan/kebenaran” yang diyakini oleh bangsa

Eropa bahwa “Colombus menemukan Amerika” adalah sama benarnya dengan

“kepercayaan/kebenaran” penduduk asli benua tersebut yang menyatakan

“Colombus mencaplok Amerika”.

Sebagai konsekwensi dari paham relativisme agama, doktrin agama apa

pun harus dinyatakan benar. Atau tegasnya “semua agama adalah sama”, karena

kebenaran agama-agama, walaupu berbeda-beda dan bertentangan satu dengan

lainnya, tetapi harus diterima. Suatu kebenaran universal yang berlaku untuk

semua dan sepanjang masa.43 Namun yang menjadi persoalan adalah manusia

memiliki karakter yang berbeda-beda, dan ketika dalam sosial praksis akan

menimbulkan dampak pada perubahan sosial.

Teggart menegaskan perubahan sosial muncul dari perbenturan berbagai

kelompok dari habitat yang berbeda-beda dan oleh karenanya memiliki sistem ide

yang berbeda. Jika Teggart mengasumsikan bahwa sejarah manusia hanya

merekam sejumlah kecil situasi pluralistik yang stabil (yakni, sebuah habitat

dengan beragam sistem ide), maka dia sangat mungkin benar.44

Menurut Ignas Kleden, dikotomi yang dibuat oleh sementara psikologi

agama, antara agama sebagi agama, dan agama sebagai yang dihayati dalam

kesadaran para penganutnya, barangkali tidak akan diperhatikan dalam tulisan ini.

Sebab bagaiman pun agama sebagai suatu entitas abstrak yang dilepaskan sama

sekali dari kenyataan bagaiman dia dihayati adalah sangat sulit dibayangkan.

Sedangkan, bila agama dilihat sebagai suatu realitas manusiawi yang muncul

sebagai akibat pergulatan manusia dengan seluruh lingkungannya yang berarti

43 Ibid., h. 42. 44 Ibid., h. 213.

Page 129: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

25

bahwa agama adalah suatu hasil kebudayaan juga, maka pengandaian suatu agama

sebagai entitas abstrak, adalah suatu pengandaian yang secara metodologis tidak

berguna. Dengan itu mau dikatakan bahwa filsafat yang melihat agama secara

ontologis tidak akan banyak membantu mencari kemungkinan dialog antar agama.

Sebab, ontologi lebih berhubungan dengan substansi, unsur yang berdiri sendiri,

yang berbeda dan tak tergantung kepada unsur lain, yang menyebabkan sesuatu

itu ada dasar dirinya. Ontologi justru mengandaikan dan menekankan distansi dan

esensi yang mutlak dan karena itu ontologi merupakan otonomi yang tertutup.45

Sebaliknya agamapun tidak diidentikkan dengan batas-batas psikologis

yang sering justru hendak diterobos oleh tuntutan dan harapan keagamaan. Dua

reserve disini untuk menghindari terjebaknya agama kedalam kemungkinan

Psychologisierung der Religion. Yang Pertama adalah unsur supranatural,

merupakan elemen trensenden dalam tiap agama yang menyebabkan bahwa

agama tidak mutlak membutuhkan suatu stratum psikologis sebagai conditio sin

qua non untuk tumbuh dan berkembang dalam penghayatan para penganutnya.

Misalnya beberapa eksperimen studi psikiatri terhadap kehidupan rohani beberapa

orang kudus, sama sekali tidak menggoncangkan alasan untuk tetap mengakui

kekudusan mereka. Demikian pula seandainya ada pertemuan-pertemuan empiris

yang bisa menunjuk indikasi-indikasi kuat tentang adanya psikose tertentu yang

mereka derita dan alami selama hidupnya. Yang kedua adalah, bahwa hukum-

hukum psikologis tidak selalu merupakan batas-batas yang harus diterima oleh

suatu agama. Agama dan tuntunannya sering malah berusaha keluar dari siklisme

psikologis semacam itu. Demikian, maka tidak berarti bahwa agama selalu

45 Ignas Kleden, “ Dialog Antar Agama-Agama: Kemungkinan dan Batas-batasannya.

Dalam Kumpulan Tulisan Agma dan Tantangan Jaman, (Jakata:LP3ES, 1985), h. 153.

Page 130: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

26

bersifat menentang kecenderungan-kecenderungan manusiawi. Namun mungkin

bahwa apa yang dicita-citakan suatu agama mengisyartatkan pula pengakuan akan

terbatasnya kemampuan manusia dalam mengindentifikasikan dirinya sendiri, dan

di depan suatu realitas dan aktifitas ilahi, manusia justru ditantang untuk

mengatasi ikatan-ikatan dari dunianya, batas-batas psikologisnya dan persyaratan-

persyaratan imanensinya.46

Harus dicatat bahwa meningkatnya kecerdasan manusia menyebabkan ia

mencari sendiri kebenaran primer yang belum terpecahkan oleh ilmu

pengetahuan. Di sisi lain, menyebar luaskan agama, propaganda (dalam arti

netral), atau evanggeli merupakan persoalan manusia dalam hidupnya yang telah

berjalan sekurang-kurangya 25 abad. Ada agama yang non-evanggelis, seperti

Yahudi yang justru bersikap ekslusif dan tidak dengan aktif menyebar-luaskan

agamanya.47

Amin Abdullah menyatakan, dapat dibayangkan bagaimana kulaitas

tingkat kenyamanan, ketenangan, kedamaian suatu masyarakat beragama yang

bersifat pluralistik, jika masing-masing secara sepihak dan tertutup mengklaim

bahwa tradisi agamanya sendirilah yang paling sempurna dan benar. Dan jika

klaim itu merambah ke wilayah historis-ekonomis-sosiologis, maka kedamaian

yang diserukan dan didambakan oleh ajaran agama-agama akan terkikis dengan

sendirinya dalam kenyataan hidup keseharian. Meskipun secara ontologis-

metafisis, klaim seperti itu memang dapat dimengerti, namun belum tentu dapat

dibenarkan, karena memang itulah salah satu inti keberagamaan yang sebenarnya.

Artinya, bahwa hard core dari pada pandangan hidup agama-agama yang

46 Ibid,. h. 154-155 47 Abdurrahman, dkk, (ed.), 70 tahun H. Mukti Ali Agama dan Masyarakat (Yogyakarta

Sunan Kalijaga Press, 1993 ), h. 169.

Page 131: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

27

beraneka ragam memang berbeda. Sedangkan hard core keberagamaan hanya

dapat dinikmati secara historis, lewat sekat-sekat teologis yang ada.48

Perubahan sosial dalam Islam, hendaknya dilihat dari segi agama dan

perubahan yang lebih luas. Manusia telah dikaruniai dengan kesadaran diri,

intelek, dan imajinasi. Kecakapan-kecakapan inilah yang membedakannya dengan

alam semesta lainnya, selain merupakan kenyataan bahwa dirinya juga merupakan

bagian dari dirinya. Menurut John L. Eposito, agama adalah suatu sistem

kepercayaan yang menempatkan dirinya (sebagi alat bantu bagi manusia) dalam

upaya menghadapi kesulitan tersebut, serta kemudian menjadikan manusia agar

betah di dalamnya.49 Quraish Shihab mengatakan, pada hakikatnya, khususnya

dalam kehidupan bermasyarakat dimana perbedaan-perbedaan sangat

dimungkinkan, Islam lebih mementingkan isi dan makna dibandingkan dengan

bentuk-bentuk.50

Diakui bahwa, dalam sejarah agama-agama, telah terjadi pertikaian antara

pemeluk agama yang sama atau antar pemeluk berbagai agama. Namun,

pertikaian tersebut lebih banyak disebabkan oleh kepentingan-kepentingan non

agama. Dapatkah umat masa kini menemukan pandangan dan jalan yang telah

ditempuh oleh generasi terdahulu yang hidup berdampingan dan harmonis?. Kalau

jalan tersebut tidak dapat ditemukan oleh pimpinan-pimpinan agama-agama

sendiri, maka ketika itu mereka harus membenarkan pandangan yang menyatakan

bahwa ada krisis agama. Karena dengan demikian, agama telah menjadi sumber

48 M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas. h. 14-15. 49 John L. Esposito, Dinamika Kebangunan Islam Watak, Proses Dan Tantangan, Bakri

Siregar (terj.), (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), h. 293. 50 Qurais shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1993), h. 215.

Page 132: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

28

keresahan pemeluknya dan tidak heran bila agama hanya akan tinggal sebagai

kenangan buruk sejarah.51

Diskursus mengenai agama sangat sarat dengan muatan emosi,

kecenderungan dan subyektifitas individu. Agama memiliki ajaran yang sangat

ideal dan cita-citanya sangat tinggi, bagi pemeluk fanatiknya, ia merupakan

“benda” yang suci, sakral, angker, dan keramat. Ia selalu menawarkan jampi-

jampi keselamatan, kebahagiaan, dan keadilan. Namun kenyataan berbicara lain,

agama tak jarang justru melahirkan permusuhan dan pertengkaran. Menurut

Ahmad Najib Burhani, fenomena ini dilatari oleh: pertama, pendewaan agama.

Manusia sering terjerumus untuk mendewakan agama, istilah-istilah agama dan

pemuka agama. Tuhan beserta segala sifat yang menyelimuti-Nya berulang kali

hilang dari ingatan. Prinsip-prinsip agama dan ajaran sucinya juga mengalmi nasib

yang sama, mereka nyaris habis terpangkas dan tinggal jargon-jargon yang tidak

mempunyai nyali. Di sini agama bukan lagi sebagai amalan, namun ia berubah

fungsi menjadi semisal markas jaringan “mafia”, sehingga tidaklah heran bila

kemudian muncul “manipulasi agama” dan “korupsi agama”.

Kedua, pengkelasan dalam berakhlak. Umat beragama sering terjebak

untuk lebih dekat kepada saudara-saudara “seagama” (in group feeling) dan

menomorduakan persahabatan dengan rekan dari agama lain. Hal ini

membuahkan sikap yang kurang obyektif dalam memandang apa yang ada di luar

diri sendiri. Misalnya sebagimana yang dikemukakan Moeslim Abdurrahman

dalam Islam Transpormatif, kendati keadilan sosial merupakan sendi utama

51 Ibid., h. 21.

Page 133: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

29

agama, namun jika keadilan sosial tidak menimpa “kita” atau saudara “kita”,

maka “kita” kurang menaruh perhatian.

Ketiga, monopoli kebenaran. Banyak agama atau bahkan seluruh agama

yang mengajarkan kebenaran absolut bagi pemeluknya. Merupakan suatu

kewajiban dan memang sepantasnya memberikan doktrin-doktrin keabsolutan

kebenaran agama. Namun kewajaran itu akan berubah menjadi ketidakwajaran

bila tanpa diiringi dengan anjuran penelitian dan pencarian argumen logis atas

doktrin orang lain. Lebih-lebih bila pemberian doktrin tersebut dibarengi dengan

penularan anggapan bahwa doktrin-doktrinnyalah yang benar, sementara yang lain

salah total. Dan akan semakin tragis apabila fenomena itu diiringi dengan

pelecehan agama lain.52

Dengan menggali ajaran-ajaran agama, meninggalkan fanatisme buta, serta

berpijak pada kenyataan menurut Qurais Shihab, jalan akan dapat dirumuskan.

Bukankah agama-agama monoteisme dengan sejarah ketuhanan Yang Maha Esa,

pada hakikatnya menganut universalisme. Tuhan Yang Maha Esa itulah yang

menciptakan seluruh manusia, seluruh manusia bersumber dari satu keturunan,

betapapun berbeda agama, bangsa atau warna kulit. Demikian ditegaskannya

pula.53

Menurut Ahmad Najib Burhani, teosentrisme atau wacana agama tentang

Tuhan hanya akan bermanfaat apabila sekaligus menjunjung tinggi tinggi

martabat manusia. Harmoni pada tingkat esoteris hanya akan menjadi

perbincangan verbal saja apabila tidak ada keterlibatan dalam memecahkan

masalah-masalah kemanusiaan yang bersifat global. Mengiyakan Tuhan tidak

52 Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis Menggugat Peran Agama Membongkar Doktrin Yang Membantu, (Jakarta: Kompas, 2001), h. 3-4.

53 Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an, h. 218-219

Page 134: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

30

berarti menyangkal manusia dan sebaliknya. Meski respon iman dialamatkan pada

Tuahan, tetapi komitmen dan respon ini tidak diperintahkan diaktualisasikan

dalam hubungan sesama makhluk. Bahwa bertuhan justru dipihak segenap

manusia, bukan hanya manusia anggota agamanya saja. Setelah menjawab sapaan

Tuhan, manusia harus ketahapan praktis melayani manusia sebagai hamba Tuhan.

Maka disarankan, keberagamaan perlu lebih humanistik-uneversal.54

Teologi harus lebih concern pada persoalan lingkungan hidup, tertib

sosial, dan masa depan kemanusiaan. Agama hanya cradible apabila dapat

menolak segala sikap yang bernapaskan kebencian, balas dendam, kepicikan,

pembunuhan dan pemaksaan serta mengembangkan sikap kebaikan hati, belas

kasihan, solidaritas, persaudaraan universal tanpa membedakan suku, budaya, ras,

gender, dan agama, keadilan, kebebasan, rasionalitas, kejujuran dan

keterbukaan.55

Sebaliknya masyarakat yang hendak diatur oleh agama senantiasa

mengalami perubahan dan oleh karena itu bersifat dinamis. Dalam ilmu semantika

disebutkan bahwa bahasa suatu bangsa tiap seratus tahun mengalami perubahan

dan perubahan dalam bahasa menggambarkan perubahan dalam masyarakat.56

Pluralisme agama dan multikulturalisme tidak hanya dalam suatu negara,

tetapi antar kawasan dan tingkat global, dalam arti menghormati perbedaan

persepsi dan keyakinan agama dan tradisi. Sebuah kepekaan pluralis-

multikulturalis, harus dikembangkan tidak hanya dikalangan umat Islam, tapi juga

menyangkut umat-umat antar agama dan persoalan-persoalan non-agama.

54 Ahmad Najib Burhani, Islam Dinamis Menggugat Peran Agama Membongkar Doktrin

Yang Membantu, h. 14-15. 55 Ibid., h. 16 56 Abdul nasir Solissa (ed.), Al qur’an dan Pembinaan Budaya, (Yogyakarta:LESFI,

1983), h. 15.

Page 135: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

31

C. Pendapat Para Ahli Tentang Pluralisme

Menurut Robert N. Bellah dan Philip E. Hammond, para teoritisi juga berbeda dalam memahami bagaimana pluralisme bekerja, apakah ia menyediakan tempat perlabuhan kelompok bagi individu yang teralienasi. Di samping itu juga ada sebuah penegasan bahwa pluralisme memungkinkan bagi keanggotaan kelompok yang bermacam-macam bahkan saling berlawanan, sehingga menjadikan konflik politik lebih sering terjadi pada tataran individu atau kelompok.57 Di ungkapkan oleh Abdurrahman Wahid bahwa, jaminan dasar akan keselamatan keyakinan agama masing-masing bagi para warga masyarakat melandasi hubungan antar-warga masyarakat atas dasar sikap saling hormat-menghormati, yang akan mendorong tumbuhnya kerangka sikap tenggang rasa dan saling pengertian yang besar.58

Dalam kaitannya dengan bergulirnya arus globalisasi yang merambah

dalam seluruh sistem termasuk dalam agama Islam itu sendiri menurut Jhon L.

Esposito, akan melahirkan lapangan pengetahuan baru. Akan tetapi, studi tentang

modernisasi di dalam Islam sering memuat dikotomi yang tidak bertanggung

jawab: tradisi lawan perubahan, fundamentalisme lawan modernisme, stagnasi

lawan progres. Bagi kebanyakan analis pihak Barat maupun pihak skularis

muslim, Islam itu merupakan rintangan besar bagi perubahan politik dan sosial

yang berarti dalam dunia Islam. Bagi pihak aktivis Islam, dan para mukmin

lainnya, Islam itu secara abadi tetap serasi dan berlaku.59 Sebagi suatu sistem

nilai, Islam tentu saja tidak bisa merestui suatu masyarakat yang bersifat laissez-

faire. Ditegaskan oleh Fazlurrahman, dipihak lain, Islam mengetahui dengan baik

bahwa pemaksaan tidak akan membuahkan hasil, bahkan tidak akan bisa

bekerja.60

57 Robbert N Bellah dan Phillip E. Hammond, Beragama Bentuk Agama Sipil dalam

Beragam Bentuk Kekuasaan Politik, Kultural, Ekonomi dan sosial, h. 212. 58 Budhi Munawar Rachman, (ed.), Kontekstualisasi Diktrin Islam Dalam Sejarah,

(Jakarta: Paramadina), h. 546 59 Jhon L. Esposito, Islam Dan Politik, H.M Joesoef Sou’yb (terj), (Jakarta:Bulan

Bintang, 1990), h. 298. 60 Fazlurrahman, Islam Dan Modernitas, Akhsim Muhammad (terj), (Bandung: Pustaka:

1985), h. 192

Page 136: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

32

Indonesia sebagi bangsa yang majemuk, kaya akan khazanah sosial,

kebudayaan menyimpan potensi lebih. Sebuah kesepakatan umat Islam untuk

hidup dalam sebuah negara yang tidak akan pernah didasarkan pada pengakuan

formal atas Islam sebagai yang ‘terbaik’ secara objektif atau pelayanan

pemerintah yang terlalu berlebihan dari pada agama-agama lain.61

Bagi masyarakat Indonesia yang sedang menghadapi pembangunan dalam

segala bidang, mewujudkan toleransi itu mendesak dengan banyak memberikan

penjelasan akan ajaran-ajaran agama yang menekankan toleransi. Dengan begitu

jiwa toleransi beragama dapat dipupuk dikalangan pemeluk masing-masing

agama.62 Terlebih masing-masing agama memiliki identitas sebagi simbol dan

pesan agama tidaklah secara seimbang ditangkap dan ditafsirkan oleh berbagai

lapisan sosial. Demikian dinyatakan Taufiq Abdullah.63

Jiwa toleransi beragama dapat dipupuk melalui usaha-usaha berikut:

1. Mencoba melihat kebenaran yang ada dalam agama lain.

2. Memperkecil perbedaan yang ada di antara agama-agama.

3. Menonjolkan persamaan-persamaan yang ada dalam agama-agama.

4. Memupuk rasa persaudaraan se-Tuhan.

5. Mengutamakan pelaksanaan ajaran-ajaran yang membawa kepada

toleransi beragama.

61 Greg Fealy, Greg Barton (ed.), Tradisionalisme Radikal, Ahmad Suaedy, A. Made

Tonny Supriatna, Amiruddin Ar-Rany, dkk. (terj), (Yogyakarta: LKIS, 1997), h.204 62 Syaiful Muzani (ed.), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof.Dr. Harun

Nasution (Bandung: Mizan, 1995), h. 275 63 Taufiq Abdullah, Islam Dan Masyarakat (Jakarta: LP3ES, 1987), h. 245

Page 137: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

33

6. Menjauhi praktik serang-menyerang antar agama. Mungkin hal-hal ini

dapat mengubah ketegangan hidup beragama yang dirasakan ada dalam

masyarakat kita sekarang.64

Dengan upaya menjunjung tinggi nilai dan semangat pluralitas tersebut,

maka diharapkan suatu bangsa dapat membangun peradaban yang besar. Oleh

karena itu, penulis sepakat dengan pendapat Fazlur Rahman bahwa, setiap

peradaban besar mengembangkan beberapa ciri khas yang tersembunyi dibalik

ekspansinya yang luar biasa, atau bahkan tampaknya ciri khas yang tersembunyi

dibalik ekspansinya yang luar biasa, atau bahkan tampaknya ciri khas itu menjadi

kebajikan khusus karena mereka muncul untuk menyumbang terhadap

ekspansinya, tetapi ketika peradaban itu mencapi puncaknya ciri-ciri itu kembali

dipermasalahkan.65

D. Pro-kontra Tentang Pluralisme

Nur Khalik Ridwan berpendapat, bagi pegiat wacana pluralisme, mereka

memandang pluralisme adalah sebuah paham yang menegaskan bahwa hanya ada

satu kemanusiaan, yakni keragaman, heterogenitas dan kemajemukan itu

sendiri.oleh karena itu, ketika disebut pluralisme maka penegasannya adalah

diakuinya wacana kelompok, individu, komunitas, sekte dan segala macam bentuk

perbedaan sebagai fakta yang harus diterima dan dipelihara.dalam pluralisme

64 Syaiful Muzani (ed.), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof.Dr. Harun

Nasution (Bandung: Mizan, 1995), h. 275 65 Harun Nasution & Azumardi Azra (peny.) Perkembangan Modern Dalam Islam,

(Jakarta: Yayasan Obor Indosesia, 1985), h. 39

Page 138: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

34

keberadaan diakui adanya, dan karenanya bukan ingin dilebur dan disatukan

dalam bentuk homogenitas, kesatuan, tunggal, mono dan ika.66

Umat Islam harus mengembangkan suatu pemahaman bahwa suatu

penafsiran Islam oleh golongan tertentu bukanlah paling benar dan mutlak, karena

itu harus ada kesediaan untuk menerima dari semua sumber kebenaran, termasuk

yang datang dari luar Islam.67

Disamping itu akhir abad ke-21 ini ditandai oleh perubahan-perubahan

yang mencengangkan. Kenyataan tersebut menurut Bachtiar Effendi, telah

menghadapkan masyarakat agama kepada suatu kesadaran kolektif terhadap

penyesuaian struktural dan kultural.68 Keanekaragaman agama akan menjadi

kekuatan bangsa manakala agama-agama mampu hidup berdampingan secara

menyenangkan di sebuah negara.69

Namun bagi mereka yang begitu mencurigai akan bahaya pluralisme,

mereka menilai bahwa pluralisme merupakan proyek Barat. Maka menjadi

penting menelusuri lahirnya gagasan liberalisme dan pluralisme agama. Gagasan

protestanistik yang kini digandrungi sebagai Muslim sangatlah begitu pelik.

Proses liberalisme sosial politik, yang menandai lahirnya tatanan dunia abad

modern, semakin marak. Disusul kemudian dengan liberalisasi atau globalisasi

(baca: penjajahan model baru) ekonomi. Wilayah agamapun pada gilirannya

dipaksa harus membuka diri untuk diliberalisasikan.

66 Nur Kholik Ridwan, Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur,

(Yogyakarta: Galang Press, 2002), h. 77 67 Saifudin Zuhri Qudsy (peny.), Islam Liberal Dan Pundamental Sebuah Pertarungan

Wacana, (Yogyakarta: eLSAQ , 2003), h. 5. 68 Bachtiar Effendy, Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan (Yogyakarta:

Galang Press, 2001), h. 3 69 Nur Ahmad (ed.), Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman. h. 80.

Page 139: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

35

Anas Malik Toha mensinyalir, sejak era reformasi gereja abad ke-15, wilayah yuridiksi agama telah direduksi, dimarjinalkan, dan didomestikkan sedemikian rupa. Hanya boleh beroperasi disisi kehidupan manusia yang paling privat. Dan saat ini, agama tetap masih dianggap tidak cukup kondusif (atau bahkan mengganggu) bagi terciptanya tatanan dunia baru yang harmoni, demokratis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan HAM (Hak Asasi Manusia). Oleh karenanya harus mendekontruksikan diri (atau didekontruksikan secara paksa) agar menuruti bahas kaum liberal, merdeka dan bebas dari kungkungan teks-teks dan tradisi yang jumud serta sudah tak sesuai lagi dengan semangat zaman. Proses liberalisasi politik di Barat telah melahirkan tatanan politik yang pluralistik yang dikenal dengan “pluralisme politik”. Liberalisasi agama harus bermuara pada terciptanya suatu tatanan sosial yang menempatkan semua agama pada posisi yang sama dan sederajat, sama benarnya dan sama relatifnya. Orang menyebutnya sebagai pluralisme agama. Demikian dikatakannya.70

Paham liberalisasi pada awalnya muncul sebagai mazhab sosial politis.

Oleh karenanya, wacana pluralisme yang lahir dari rahimnya, termasuk gagasan

pluralisme agama. Juga lebih kental dengan aroma politik. Maka tidak aneh jika

gagasan pluralisme agama itu sendiri muncul dan hadir dalam kemasan pluralisme

politik (political pluralism), yang merupakan produk dari leberalisme politik

(politic liberalism). Jelas, leberalisme tidak lebih merupakan respon politis

terhadap kondisi sosial masyarakat kristen Eropa yang plural dengan keragaman

sekte, kelompok, dan mazhab. Namun kondisi semacam ini masih terbatas dalam

masyarakat kristen Eropa untuk sekian lama, baru kemudian pada abad kedua

puluh berkembang hingga mencakup komunitas-komunitas lain di dunia.71

Dalam konteks Indonesia, pikiran yang mengaggap semua agama itu sama

sebenarnya telah lama masuk ke Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya.

Tapi akhir-akhir ini pikiran itu menjelma menjadi sebuah paham dan gerakan

“baru” yang kehadirannya serasa begitu mendadak, tiba-tiba dan mengejutkan.

70 Diakses dari tulisan anis malik toha, http://www.Hidayatullah.com_content&task

=view&id=1460&itemid=0, dengan judul: pluralisme agama. 71Nur Kholik Ridwan, Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur,. h. 86

Page 140: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

36

Umat Islam seperti mendapatkan pekerjaan rumah yang baru dari luar rumahnya

sendiri. Padahal umat Islam dari sejak dulu hingga kini telah biasa hidup ditengah

kebhinekaan atau pluralitas saat itu dan para ulama telah pula menjelaskan

hukum-hukum terkait. Dalam Musyawarah Nasional VII Majlis Ulama’

Indonesia, MUI telah mengeluarkan 11 fatwa, dimana sejak berdirinya MUI

belum pernah mengeluarkan fatwa sebanyak itu.

Menurut Frans Magnis, teolog-teolog seperti John Hick, Paul F. Knitter

(Protestan) dan Raimondo Panikkar (Katolik), adalah tokoh dengan paham yang

menolak ekslusifisme kebenaran. Bagi mereka, anggapan bahwa hanya agamanya

sendiri yang benar merupakan kesombongan. Agama-agama hendaknya pertama-

tama memperlihatkan kerendahan hati, tidak menganggap lebih benar dari pada

yang lain-lain.72

Disisi lain bagi mereka yang pro terhadap pluralisme memaknai dikatakan

Nur Khalik, pluralisme adalah sebauah paham yang menegaskan bahwa hanya ada

satu fakta kemanusiaan, yakni keragamaan, heterogenitas dan kemajmukan itu

sendiri. Oleh karena itu, ketika disebut pluralisme maka penegasannya adalah

diakuinya wacana kelompok, individu, komunitas, sekte dan segala macam bentuk

perbedaan sebagai fakta yang harus diterima dan dipelihara, dalam pluralisme,

perbedaan diakui adanya, dan karenanya bukan ingin dilebur dan disatukan dalam

bentuk hemogenitas, kesatuaan, tunggal, mono dan ika.73

72 Ibid,. h. 94 73 Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur. h. 77.

Page 141: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

37

E. Wacana Pluralisme di Indonesia

Sejak keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang keharaman

pluralisme, bersama liberalisme, dan sekularisme pada tahun 2005, alih-alih

masyarakat serentak menyetujui, tidak sedikit terutama dari kalangan intelektual

muslim sendiri yang malah memberikan respons secara kritis sebagai ungkapan

ketidaksetujuan terhadap fatwa tersebut. Artikel yang bernuansa menolak terhadap

fatwa MUI meluncur deras di beberapa media massa.74 Sebut misalnya artikel

yang ditulis M. Dawam Rahardjo, Mengapa Semua Agama Itu Benar?75 (Tempo,

1 Januari 2006). Dalam artikelnya itu, M. Dawam Rahardjo coba memaparkan

beragam perspektif tentang pluralisme. Poin penting dari penelusuran M. Dawam

Rahardjo adalah, ternyata pluralisme tidak bisa digiring hanya dalam suatu

perspektif sebagaimana yang menjadi dasar pertimbangan MUI.

Dalam menghadapi keragaman, kata M. Dawam Rahardjo, kita

membutuhkan suatu paham pluralisme (pluralism is needed to deal with

plurality). Tentu akan menyulitkan jika di satu pihak pluralitas diterima sebagai

suatu realitas sedangkan di pihak lain, pluralisme ditolak sebagai suatu paham.

74 Selain artikel, banyak juga publikasi yang berbentuk buku yang mengusung tema

pluralisme. Lihat misalnya, Gamal al-Banna, Doktrin Pluralisme dalam al-Quran (Bekasi Timur: Menara, 2006); Mohammed Fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan: Pandangan al-Quran, Kemanusiaan, Sejarah, dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 2006); Hamim Ilyas, Dan Ahli Kitab Pun Masuk Surga: Pandangan Muslim Modernis Terhadap Keselamatan Non-Muslim (Yogyakarta: Safira Insania Press, 2005); Jalaluddin Rakhmat, Islam dan Pluralisme: Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan (Jakarta: Serambi, 2006); Jerald F. Dirk, Abrahamic Faiths: Titik Temu dan Titik Seteru antara Islam, Kristen, dan Yahudi (Jakarta: Serambi, 2006). Buku-buku ini berisi dukungan terhadap pluralisme. Jalaluddin Rakhmat, misalnya, berpandangan bahwa pluralisme bukan sesuatu yang paradoks dengan al-Quran. Dalam analaisis Rakhmat, dalam al-Quran banyak sekali ayat yang mendukung pluralisme.

75 Lihat juga artikel M. Dawam Rahardjo, “Liberalisme, Sekeluralisme dan Pluralisme”, http://www.icrp-online.org.

Page 142: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

38

Respons kritis terhadap fatwa MUI, lebih-lebih yang berhubungan dengan

pluralisme, tidak hanya ramai pada awal-awal keluarnya fatwa.76

Beberapa media massa rupanya menganggap perbincangan seputar

pluralisme tetap memiliki aktualitas sehingga artikel yang memberikan sorotan

kritis terhadap fatwa MUI dimunculkan. Di Indonesia, pluralitas dan pluralisme

terutama yang terkait dengan agama seakan ditaqdirkan selalu berada dalam posisi

problematis. Siapa pun tidak ada yang menampik terhadap fakta keragaman di

Indonesia. Sejarah keragaman agama di Indonesia telah berlangsung sangat lama.

Menurut salah satu teori sejarah, Islam datang ke bumi Nusantara pada abad ke-7

M. Artinya, Islam telah menghiasi negeri ini melewati satu milenium. Tetapi

Islam tidak memasuki ruang hampa. Jauh sebelum datangnya Islam, masyarakat

Nusantara telah terpola ke dalam berbagai agama dan kepercayaan. Tidak hanya

Islam, agama-agama lainnya pun berdatangan. Dalam versi negara, pada saat ini

ada enam agama yang diakui eksistensinya, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu,

Budha, dan Konghucu.77

Salah satu sisi problematis dari keragaman tersebut adalah adanya potensi

konflik. Tentu ini terasa aneh, karena ajaran agama mana pun selalu menekankan

pada kesamaan dan kesetaraan manusia. Ini merupakan visi perenial semua

agama. Potensi konflik dalam keragaman agama dengan demikian berada di luar

wilayah perenial agama, tetapi lebih banyak terjadi pada wilayah konstruksi

sosial. Mengapa wilayah ini rentan konflik? Konstruksi merupakan modus yang

dikembangkan oleh seseorang dalam memahami doktrin agama. Agama memang

meniscayakan pada suatu modus pemahaman agar kehendak Tuhan yang

76 Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur. h. 83. 77 Ibid, h. 84

Page 143: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

39

terdapatdalam doktrin agama bisa dipahami dan dilaksanakan oleh manusia. Al-

Qur’an, Injil, dan kitab-kitab lainnya, sebagai kodifikasi firman Tuhan, tentu akan

banyak menghadapi kesulitan aktualisasi jika tidak dijembati dengan pemahaman

manusia. 78 Peristiwa terakhir, yaitu penyerangan warga Ahmadiyah oleh

sekelompok orang tidak dikenal di Desa Cikeusik kembali mencoreng kerukunan

beragama yang berbeda keyakinan di Indonesia. Pemaksaan kehendak oleh salah

satu pihak yang mengklaim sebagai mayoritas seolah-olah mendapatkan

pembenaran oleh penegak hukum bahwa keyakinan yang diyakini oleh sebagian

besar golongan adalah kebenaran mutlak, sedangkan keyakinan yang dipegang

oleh minoritas seakan selalu salah dan dianggap sesat. Selain itu, insiden

penusukan pendeta HKBP oleh sekelompok organisasi masyarakat yang beda

agama di Bekasi seakan menegaskan bahwa pentingnya pluralitas keagamaan di

Indonesia. Karena jika konflik-konflik seperti ini tidak segera diatasi dan

diketahui solusinya, maka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan

dipertaruhkan.

Dalam konteks kehidupan beragama, MUI memaknai pluralisme (agama)

sebagai paham yang menganggap semua agama sama. Dari pemahaman ini lalu

berkembang logika begini: pluralitas yes, pluralisme no!. Tidak sedikit di

kalangan Islam yang sepaham dengan logika ini. Padahal, logika ini jelas

mengandung kerancuan (fallacy). Mana mungkin menyikapi pluralitas tanpa

memiliki sandaran pada salah satu perspektif pluralisme. Secara akademik

pandangan MUI dapat dipersoalkan mengingat pemaknaan terhadap konsep

pluralisme tidak tunggal.

78 Ibid, h. 85

Page 144: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

40

Dalam pengertian generiknya, pluralisme merupakan pandangan yang

mengafirmasi dan menerima keragaman (http://en.wikipedia.org). Situs ini juga

mengemukakan penggunaan istilah pluralisme dalam agama (pluralisme agama)

yang diartikan sebagai relasi damai antaragama yang berbeda. Jika bertolak dari

pengertian tersebut, maka ada dua hal yang ditekankan dalam pluralisme agama.

Pertama, pengakuan sekaligus penerimaan terhadap keragaman termasuk dalam

agama. Keragaman agama merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Munculnya

berbagai agama pada masa sebelumnya secara historis tidak bisa menghapus

agama yang muncul pada masa sesudahnya. Begitu juga sebaliknya. Fakta ini

meniscayakan adanya suatu pengakuan terhadap keragaman. Kedua, perlunya

mengembangkan relasi damai dengan kelompok agama lain. Apa pun agamanya,

bisa dipastikan memiliki kepedulian pada masalah kemanusiaan. Semua agama

juga menekankan kepasrahan terhadap apa yang kita sebut dengan Tuhan. Poin-

poin inilah yang memungkinkan adanya perjumpaan, dan bahkan kerja sama,

antar-umat beragama, tanpa merasa perlu mempertukarkan keyakinannya. Wacana

semacam ini berkembang cukup pesat di tanah air sejak 1990-an. Penelitian ini

ingin merekontruksi wacana tersebut.

Page 145: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

41

BAB III

BIOGRAFI INTELEKTUAL DAN POLITIK HASYIM MUZADI

A. Kehidupan Sosio-Kultural Hasyim Muzadi

Hasyim Muzadi adalah termasuk salah satu seratus tokoh nasional

Indonesia paling berpengaruh dipanggung politik nasional saat ini dan diprediksi

akan mempunyai peran yang cukup signifikan dalam menentukan konfigurasi

politik bangsa di masa-masa yang akan datang.79 Hasyim Muzadi merupakan

tokoh terpandang di negeri ini dan saat ini ia masih menjadi Rais Syuriah

organisasi Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi keagamaan yang memiliki

basis terbesar di negeri ini.

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa Hasyim Muzadi diakui kapasitas,

kapabilitas dan ketokohannya oleh publik baik dibidang pemikiran ataupun sepak

terjang politiknya. Sehingga Hasyim Muzadi menjadi tokoh yang diperhitungkan

dalam kancah politik Indonesia saat ini. Tentunya hal itu tidak semata-mata

karena ia pernah menjadi ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),

akan tetapi karena komitmen dan kontribusi ide-ide kebangsaan dan pergulatan

panjangnya dalam sejarah gerakan politik yang diawali sejak masih muda.

Terbukti nama besar Hasyim dapat mendongkrak suara pasangan Capres-

cawapres Mega-Hasyim pada pemilu 2004 secara signifikan walau tetap dibawah

perolehan suara Capres-cawapres SBY-Budiono.

Untuk mengurai dan membaca karakter pemikirannya secara detail

diperlukan penelusuran yang mendalam atas latar teoritis dan latar belakang sosio-

79 Zaenal Ali, 100 Orang Indonesia Paling Berpengaruh (Jakarta: Narasi, 2008), h. 162

Page 146: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

42

kultural, pendidikan dan pengalaman dibidang organisasi, serta tokoh-tokoh yang

berpengaruh dalam membentuk gugusan pengetahuan personalnya yang nantinya

banyak menyumbangkan dan mengilhami pandangan-pandangannya dalam

bidang politik.

Hasyim Muzadi dilahirkan di Tuban pada tanggal 8 Agustus 1944, dari

pasangan Muzadi dan Rumiyati. Ia merupakan anak ketujuh dari delapan

bersaudara. Secara geografis Tuban terletak dibagian Utara Pulau Jawa, tepatnya

perbatasan Kabupaten Lamongan dan Bojonegoro. Di daerah inilah ia

menghabiskan masa kecilnya. Hasyim menikah dengan Muthomimah dan

dikaruniai 6 anak, yakni 3 putra dan 3 putri. Di masa kecilnya ia berada dalam

kehidupan yang tidak serba berkecukupan sehingga ia menjadi sosok pribadi yang

pantang menyerah. Tak heran jika anak ke-tujuh dari delapan saudara ini

mencanangkan kalimat “Tiada hari tanpa perjuangan”, sebagai motto hidupnya.80

Hasyim Muzadi, begitu akrab disapa, menempuh pendidikan dasarnya di

Madrasah Ibtidaiyah di tanah kelahirannya Tuban pada tahun 1950-1953 lalu ia

pindah ke Sekolah Dasar (SD) Tuban sampai lulus pada 1955. Setelah itu ia

melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di kota yang sama

hanya menempuh satu tahun yakni dari tahun 1955-1956. Lalu ia pindah ke

Pondok Pesantren Gontor dengan menempuh pendidikan KMI selama enam tahun

tercatat dari 1956-1962. Lulus dari Gontor ia pindah ke Pondok Pesantren Senori

Tuban tak lama kemudian ia pindah ke Pondok Pesantren Lasem pada tahun 1963.

Setelah ia selesai berkeliling dari satu pondok ke pondok yang lain ia melanjutkan

pendidikan tingginya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Malang dari tahun

80 Mohammad Shodiq, Dinamika Kepemimpinan NU, Refleksi perjalanan KH. Hasyim

Muzadi, (Surabaya, LTN NU Jatim, 2004), h. 189

Page 147: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

43

1964-1969. Sedangkan pendidikan non-formalnya ia tempuh di Pondok Pesantren

Gontor dan tamat pada tahun 1963.

B. Latar Belakang Pemikiran Hasyim Muzadi

Semenjak duduk dibangku kuliah, ia mulai mengenal berbagai tokoh

politik mulai dari tokoh-tokoh dunia hingga tokoh politik nasional, dari yang

klasik sampai kontemporer. Pada fase ini, Hasyim berkenalan dengan beragam

pemikiran politik mulai dari yang paling kiri hingga yang paling kanan.81

Keterlibatan Hasyim dalam medan politik pergerakan dimulai sejak ia

menginjakkan kaki di bangku kuliah, ia aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia (PMII) komisariat IAIN Malang. PMII82 adalah salah satu organ

gerakan mahasiswa dari berbagai organisasi gerakan mahasiwa yang ada di

Indonesia yang memiliki kedekatan sosio-kultural dengan Nahdlatul Ulama (NU).

Di organisasi inilah Hasyim mulai bergelut dengan berbagai persoalan kebangsaan

dan terlibat langsung dalam konfrontasi gerakan mahasiswa dengan Orde Lama

yang sedang harmonis dengan kelompok komunis.

PMII yang baru seumur jagung pada masa itu sangat gencar sekali

melakukan gerakan anti-komunis. Bahkan melancarkan gerakannya lewat

81 http://id.wikipedia.org/wiki/hasyim-muzadi 82 PMII adalah salah satu gerakan mahasiswa (organisasi mahasiswa) di Indonesia PMII,

yang sering kali disebut Indonesia Moslem Student Movement atau Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah anak cucu NU (Nahdlatul Ulama yang terlahir dari kandungan Departemen Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), anak yang juga anak dari NU. Status anak cucu ini pun diabadikan dalam dokumen kenal lahir yang dibikin di Surabaya tepatnya di Taman Pendidikan Putri Khadijah pada tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379 Hijriah. Namun, pada akhirnya PMII memilih lepas yakni independent dari organisasi induknya. Hal ini dipertegas dan dijelaskan pada kongres V PMII di Ciloto Jawa BArat pada tangggal 28 desember 1973. Semenjak itu PMII lepas secara structural sampai sekarang meski secara structural PMII tidak jauh brda dari tradisi NU.

Page 148: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

44

demontrasi-demontrasi di jalan. Sehingga PMII meski berada dibawah naungan

NU namun, telah menunjukkan karakternya sebagai the agent of control.

C. Karier Organisasi dan Politik

Hasyim dikenal sebagai sosok yang sangat tulus memposisikan dirinya

sebagai seorang pemimpin Indonesia. Selain sebagai ulama, sosok Hasyim cukup

nasionalis dan pluralis. Apa saja yag dianggap perlu bagi agama, Indonesia, dan

NU, Hasyim ikhlas melakukannya.83 Karakter tersebut ia bangun semenjak dalam

organisasi kepemudaan seperti gerakan pemuda Anshor84 dan organisasi

kemahasiswaan, yakni PMII. Hal inilah yang menjadikan modal kuat Hasyim

untuk terus berkiprah di NU.85

Kiprah organisasinya mulai dikenal sejak tahun 1992 ketika ia terpilih

menjadi ketua pengurus wilayah NU Jawa Timur. Posisi ini mampu menjadi batu

loncatan bagi Hasyim untuk menjadi ketua umum PBNU pada tahun 1999.

Sebagai organisasi keagamaan yang terbesar di tanah air ini, NU selalu menjadi

daya tarik bagi partai politik untuk dijadikan basis dukungan. Hasyim pun juga

menjadi daya tarik bagi partai politik untuk dijadikan basis dukungan. Hasyim

tidak bisa mengelak dari kenyataan tersebut. Tercatat suami dari Hajah

Muthomimah ini pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986. Karena itu partai Islam hanya

diwakili satu partai yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun, jabatan

sebagai ketua PBNU-lah yang membuat Hasyim mendadak menjadi pembicaraan

83 Mohammad Shodiq, Dinamika Kepemimpinan NU, Refleksi Perjalanan KH. Hasyim

Muzadi, h. 196-198 84 Gerakan Pemuda Anshor merupakan lembaga otonom yang bergerak sebagai lokus

gerakan kaum muda NU. 85 Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki, pada hari selasa, 30 Juni 2009

Page 149: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

45

publik dan laris diundang ke berbagai wilayah. Bisa dikatakan wilayah aktivitas

alumni Ponpes Gontor Ponorogo ini tidak hanya meliputi Jawa Timur namun

telah menasional. Basis struktural yang kuat itu, masih pula ditopang dengan

modal kultural yang sangat besar, karena ia memiliki Pesantren Al-Hikam Malang

yang menampung ribuan santri.

Kiprah Hasyim dalam memimpin NU tidak kalah beratnya dibandingkan

dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Semisal, dibandingkan dengan

kepemimipinan Abdurrahman Wahid yang telah akrab dibanding Gus Dur, NU

dibawah kepemimpinannya terakhir berduet dengan KH. Ilyas Ruhiat, pengasuh

Ponpes Cipasung Tasik Malaya Jawa Barat sebagai Ra’is Aam harus berhadapan

dengan pressure penguasa Orde Baru. Sedangkan di era Hasyim Muzadi, tekanan

terhadap NU terjadi justru karena membela Gus Dur dari gempuran konspirasi elit

politik yang berupaya keras menggulingkannya dari kursi Presiden Republik

Indonesia. Pembelaan NU bukan semata-mata posisi Gus Dur sebagai presiden,

melainkan lebih memilih pada nilai-nilai kebenaran yang diperjuangkan Gus

Dur.86 Kedua pemimpin NU tersebut memiliki karakteristik pemikiran yang

berbeda pula. Ketika Presiden Gus Dur diguncang konspirasi elit politik mau tak

mau NU dibawah naungan Hasyim Muzadi ikut pula tergoyang. Begitu

goncangan semakin kuat, NU pun ikut tergoyang kuat. Namun, ketika Gus Dur

dilengserkan, NU harus bersikap tetap utuh dan bermakna sebagai perekat umat

dan bangsa. Sebagai penyangga yang kokoh bagi negara hukum dan pengawal

yang setia atas wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia.

86 Lihat, dalam pengantar kumpulan tulisan dari koran detikcom, Suara Pembaharuan,

kompas: Kiprah PBNU 2000-2001, analisis dan evaluasi pemberitaan tentang kepemimpinan Hasyim Muzadi, yang diterbitkan oleh el KAPIM Malang, tanpa tahun.

Page 150: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

46

Integritas Hasyim yang lintas sektoral diuji. Ijtihad politik pria berusia 60

tahun ini yang menerima lamaran PDI Perjuangan87 untuk menjadi calon wakil

presiden (cawapres) di pemilu 2004, yang merupakan bagian dari sosok dirinya

yang moderat. “saya ingin menyatukan antara kaum nasionalis dan agama”,

ujarnya ketika berorasi dalam deklarasi pasangan capres dan cawapres Mega-

Hasyim.88 Walaupun tidak sedikit yang mencibir dan menyayangkan langkah

Hasyim yang terjun ke politik praktis, termasuk dengan pewaris darah biru kaum

Nahdliyin, Gus Dur. Bahkan langkah politik pria yang selalu berpeci ini telah

menguak perseteruan dirinya dengan Gus Dur yang telah terpendam lama.

Namun, diatas segalanya, hanya Hasyim yang tahu persis, maka di balik langkah

politik menuju kursi kekuasaan yang dulu dirintisnya.89 Secara politis

kemenangan kubu Hasyim Muzadi sebagai pejabat PBNU tertransisi telah

mengerahkan pengaruhnya. Sebagai hal ini berhasil men-setting ulang posisi

politik organisasi yang didirikan KH. Hasyim Asyari dan kiai-kiai lain pada tahun

1926.

D. Karya-karya Hasyim Muzadi

Dalam penelusuran penulis, karya-karya Hasyim Muzadi tidak jarang

ditemukan dalam bentuk buku. Ada empat karya yang telah diterbitkan menjadi

buku. Buku yang pertama, Membangun NU pasca Gus Dur (Jakarta: Grasindo,

1999). Buku ini merupakan bangunan gagasan yang mencoba untuk melakukan

87 PDIP adalah Partai Demokrasi Indonesia Indonesia Perjuangan ini meminang Hasyim

Muzadi sebagai calon wakil Presiden pada pemilu 2004. 88 Diakses dari, http://id.wikipedia.org/wiki/Hasyim_Muzadi, pada kamis, 2 Juli 2009 89 Lihat, dalam pengantar kumpulan tulisan dari koran detikcom, Suara Pembaharuan,

kompas: Kiprah PBNU 2000-2001, analisis dan evaluasi pemberitaan tentang kepemimpinan Hasyim Muzadi, yang diterbitkan oleh el KAPIM Malang, tanpa tahun.

Page 151: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

47

peneropongan dan terobosan baru terhadap organisasi yang digelutinya. Ide-ide

terkait pembangunan NU ia ulas dalam karya tersebut. Meski buku ini lebih tepat

dikatakan sebagai promosi gagasan untuk mencalonkan diri dalam Muktamar NU.

Kendati demikian, promosi karya ini menjadi sisi lain dari Hasyim yang juga

mengantarkannya menjadi orang nomor satu di NU.

Buku kedua, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa,

(Jakarta: Logos, 1999). Buku ini membahas sederet pelbagai persoalan yang kini

dialami NU. Dimana kelahirannya sebagai organisasi keagamaan dan banyak

dilatarbelakangi oleh kekhawatiran terhadap meluasnya pengaruh gerakan

pembaharuan yang dimotori kelompok Islam modernis. Namun, lambat laun pada

perjalanan kemudian NU seakan tak sanggup mengelak dari tuntutan zamannya

yang menghendaki pengambilan peran aktif dalam wilayah politik, bahkan

terkadang mengharuskan bersinggungan dengan panggung elit kekuasaan-

kekuasaan.

Menyembunyikan Luka NU, (Jakarta: Logos, 2002). Buku yang ketiga ini

mengulas tentang peristiwa-peristiwa yang menimpa NU. Dimana salah satu

tokoh kader NU yakni Gus Dur secara mengejutkan telah terpilih menjadi

Presiden Republik ini. Sayang saat masa kepemimpinannya tidak berjalan lama

karena dikudeta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pengkudetaan Gus Dur

dari kursi presiden yang telah dilakukan oleh elit-elit politik berdampak trhadap

NU. Sebab peristiwa tersebut telah menyulut bara kemarahan warga NU di

berbagai daerah yang tidak terima akan pencopotan Gus Dur dari kursi presiden.

Pada saat itulah oragnisasi NU mendapat guncangan keras dari berbagai kalangan

Page 152: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

48

non-NU dengan menuduh bahwa NU telah menyulut perpecahan di bumi perttiwi

ini.

Lewat karya tersebut Pak Hasyim mencoba mengurai persoalan yang telah

menimpa NU sebagai bagian dari bangsa yang juga memiliki tanggung jawab

akan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan kata lain

kehadiran buku tersebut merupakan klarifikasi akan peristiwa-peristiwa yang telah

memojokkan NU sebagai kambing hitam dari perpecahan bangsa. Buku keempat,

Agenda Strategis Pemulihan Martabat Bangsa (Jakarta, 2004). Karya ini

menjelaskan tentang bagaimana membangun bangsa dan negara Indonesia yang

beradab, berkeadilan, bermartabat, dan religius. Selain itu, ia juga ingin mengajak

anak bangsa bersama-sama membangun Indonesia menumbuhkan rasa percaya

dan meninggalkan berbagai purbasangka yang hanya akan merugikan negara ini.

Dalam buku ini ia ingin menegaskan bahwa pembangunan bangsa tidak

bisa dipikul atau menjadi tanggung jawab satu kelompok saja, tapi harus menjadi

komitmen dan tanggung jawab segenap warga negara. Karya ini juga membahas

berbagai persoalan yang kini tengah dihadapi bangsa Indonesia dalam

melanjutkan proses pembangunan. Tak lupa bahwa buku ini lebih

mengetengahkan masalah-masalah sosial keagamaan yang tidak terlepas dari

kapasitasnya sebagai tokoh masyarakat dan ulama.

Page 153: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

49

BAB IV

PEMIKIRAN HASYIM MUZADI TENTANG

PLURALISME AGAMA DI INDONESIA

A. Pemikiran Pluralisme Hasyim Muzadi

Untuk mengawali uraian dalam bagian ini, penulis mengutip beberapa poin

dari salah satu tulisan Hasyim Muzadi yang mengatakan:

“Setidaknya ada empat pilar yang mendesak digarap dalam mukhtamar ini. Pertama, pilar pemahaman, pengalaman dan wawasan keagamaan. Ini faktor mendasar. Ini betul-betul harus mendapatkan prioritas, ini bukan seperti NU ini meninggalkan pemahaman, pengalaman dan wawasan keagamaan. Tetapi bagaimana cara beragama yang optimal fi al-dunya hasanah dan wafil akhirotil hasanah. Jadi bagaimana kita beragama melahirkan kesolehan pribadi dan kesolehan sosial. Bagaiman lahir generasi yang solihun lidinihi tetapi juga solihun lizamanihi. Soleh terhadap agamanya tetapi juga soleh terhadap tingkat perkembangan zamannya”.90

Selanjutnya ia mengatakan :

“Pilar kedua, perumusan dan pembakuan tentang hubungan agama dan negara. Embrionya sudah ada sejak muktamar ke-27 di Situbondo. Tetapi dalam konteks kekinian perlu ada penajaman kembali dan pengembangan lebih lanjut. Terutama dalam fenomena, dimana sekarang banyak ekstrimitas yang menggunakan label agama dan kemudian menciptakan disintegrasi antara agama dan negara. Dalam kondisi seperti ini, maka konsep NU yang terkenal moderat sangat relevan di dalam meletakkan agama dalam sistem pluralisme Indonesia. Tingkat moderasi NU dilihat dari kerangka ajarannya yang meletakkan hubungan agama dan negara yang substansial inklusif”.91

Disisi lain, Hasyim sebagai tokoh yang peduli dengan kondisi Indonesia dan

Islam tentunya memiliki pemikiran sebagai representasi dari pemikiran Islam

sekaligus yang membedakan antara pemikirannya dengan para pemikir lainnya

sesuai semangat zamannya, maka untuk memahami terlebih dahulu apa yang

90 Hasyim Muzadi, “Menggagas Kebangkitan NU Kedua”. Kompas, Selasa , 9 November 1999. h. 33

91 Ibid., h. 35

Page 154: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

50

dimaksud pemikiran Islam alangkah baiknya jika menilik tulisan dari Muslim

Abdurrahman yang mengatakan:

“Berbeda dengan ulama yang biasanya menekankan otoritas, para pemikir Islam bisa dibilang adalah termasuk golongan “pemberontak”. Mereka, dengan kegelisahan intelektualnya, selalu mempertanyakan mengapa Islam yang normatif dan skriptualis tidak lagi mengalirkan pesannya yang mendasar dalam zaman yang baru. Orang-orang seperti ini (sebagai anak zamannya), sesungguhnya memiliki kreatifitas sejarah, yang dapat melakukan transformasi dan transendensi dalam memajukan peradaban. Oleh karena pada dasarnya, mereka itu adalah orang yang hidup dalam iman dan pikirannya yang selalu berjuang melawan “formalisme” ialah suatu bentuk penghayatan agama yang menempatkan iman hanya sebatas kegiatan rutinitas ritual. Sementara itu, penekanan “strukturalisme” islam yang mensucikan tradisi telah mematikan ruh pencarian ijtihad untuk menghidupkan inovasi, kreatifitas, dan perubahan”. Oleh karena itu, “Berpikir Islami” merupakan sebuah pencarian makna keIslaman yang masuk akal. Kitab suci al-Qur’an dan sunnah, bukanlah memuat gagasan yang serba ada, atau merupakan sebuah “impian surga” yang sudah sempurna. Hubungan kitab suci dan warisan tradisinya (turast) sebagai petunjuk kehidupan memerlukan pembacaan yang terbuka, karena kaum muslimin menjumpai zaman dan lokus kebudayaan yang berbeda-beda”.92

Selanjutnya mengatakan:

“Berpikir Islam yang terbuka dan berwatak transformatif, sekali lagi memang lain dibandingkan dengan semangat mencari “Jawaban Islam” yang khas untuk disandingkan dengan pemikiran yang lainnya sebagai alternatif. Dalam pemikiran Islam yang “bebas”, kaum muslimin diluar kesadaran komunitsnya harus benar-benar menjadi manusia, seperti halnya manusia yang lainnya, dengan kebebasan berpikir-sekuler. Kendatipun mereka betulk-betul hidup dalam suasana moral dan emosi spiritual yang religius, namun dalam bernegara, demokrasi, dan ber-civil society, tentu tidak harus mempertanyakan terlebih dahulu, adakah dan dimanakah rujukan agamanya, karena hal-hal seperti itu merupakan bagian dari komitmen nilai hudup bersama dengan orang lain dan tentu saja semata-mata merupakan wilayah politik yang imajinatif. Corak berpikir Islam seperti ini, adalah sesuatu yang seharusnya terjadi secara natural dan harus dilakukan. Pertama, karena imajinasi politik seperti itu memang merupakan kebutuhan kontemporer yang belum pernah terpikirkan oleh para pemikir Islam skolastik. Kedua, orang Islam sekarang hidup dalam peradaban yang kesadarannya tidak mungkin bisa dibatasi oleh entitas yang singular akibat munculnya gejala “pinjam-meminjam” gagasan kemanusiaan yang sangat terbuka dewasa ini. Oleh karena itu, tidak mungkin kaum muslimin hidup dalam syari’ah dan keumatannya sendiri

92 Muslim Abdurrahman, Dalam Pengantar Islam Pribumi Mendialogkan Agama

Membaca Realitas, (Jakarta: Airlangga, 2003). h. 39

Page 155: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

51

tanpa mempertimbangkan dirinya dalam kehidupan individu dengan orang lain, dengan negara dan sebagai warga negara yang luas”.93

Dari tulisan di ataslah penulis terinspirasi dan bermaksud menjelaskan

posisi pemikiran (Islam) khususnya pemikiran Hasyim Muzadi, dan kemudian

yang ingin penulis pertegas terlebih dahulu adalah makna pemikiran Islam. Fakhri

Ali dalam salah satu tulisannya sebagaimana yang dikutip oleh Ihsan Ali Fauzi

mendefinisikan pemikiran Islam sebagai “refleksi” intelektual yang sistematis

dalam menanggapi permasalahan individual, sosial-politik, ekonomi dan

kebudayaan dari perspektif ajaran Islam.94

Definisi tersebut dapat kita terima dengan dua catatan. Pertama, bahwa

pemikiran Islam tersebut tidaklah terkooptasi atas kepentingan tertentu serta

sebagai suatu yang memang terbuka menerima ruang dialog terhadap bentuk

perubahan yang berlangsung. Kedua, menjadikan pendidikan sebagai basis

perubahan, di mana pendidikan yang matang akan melahirkan intelektual Muslim.

Hasyim dikenal sebagi sosok kiai yang memposisikan dirinya sebagai

seorang pemimpin Indonesia. Selain sebagai ulama, sosok Hasyim dikenal

“nasionalis dan pluralis”.95 Hasyim Muzadi mengatakan bahwa munculnya

konflik di Indonesia, terutama yang membawa-bawa nama agama hingga

pemerintah dan aparat kewalahan menanganinya merupakan masalah serius yang

harus diselesaikan. Bila menyangkut konflik menyangkut antar agama, ia

mengatakan NU telah melakukan dialog lintas agama. Sebab, tidak mungkin

93 Ibid., h. 47 94 Ihsan Ali Fauzi, “ Pemikiran Islam Indonesia dekade 1980-an”, (Bandung : Prisma,

Edisi 1991). h. 31 95 Diakses dari Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Hasyim_Muzadi.

Page 156: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

52

masalah itu diselesaikan hanya dengan peran satu kelompok saja. Bila konflik itu

ingin dituntaskan, maka harus melibatkan keduanya itu.96

Ketika terjadi peristiwa ditabraknya WTC 11 September 2001 yang

memunculkan tuduhan AS langsung terhadap gerakan Al Qaeda sebagai

pelakunya dan menangkapi orang-orang dan kelompok Islam yang diduga terkait

dengan jaringan Al Qaeda posisi Islam moderat Indonesia luput dari tuduhan.

Namun hal itu bukan berarti persoalannya selesai. Hasyim Muzadi memiliki

pandangan, dunia internasional perlu mengetahui kondisi Islam di Indonesia dan

perilaku mereka yang tidak menyetujui tindak kekerasan. Untuk itu perlu upaya

komunikasi dengan duni luar secara intensif, tak terkecuali dengan AS. Makin

banyak dan intens komunikasi maupun kontak ormas-ormas moderat Indoinesia

dengan internasional dan AS, maka hal itu makin positif. Apalagi, ditengah

keterpurukan ekonomi, sosial dan keamanan di Indonesia saat ini kerjasama

internasional jauh lebih berfaidah dari pada keterasinagan internasional.97

Selanjutnya sebagi respon tindak lanjut dari pernyataan Hasyim di atas, ia

pun menjadi tokoh yang mendapat undangan pemerintah AS untuk memberi

penjelasan tentang pemahaman masyarakat Islam di Indonesia. Ia cukup

gamblang menjelaskan peta dan struktur Islam Indonesia. AS beruntung mendapat

gambaran langsung dari ormas muslim terbesar Indonesia. Indonesia juga

besyukur karena seorang tokoh ormas muslimnya menjelaskan soal-soal Islam

Indonesia kepada pihak luar. Beliau memberikan gambaran bahwa, umat Islam di

96 Diakses dari http://gp-ansor.org/?pageid+115 97 Ibid., h. 57

Page 157: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

53

Indonesia itu pada dasarnya moderat bersifat kultural, dan domestik, serta tak

kenal jaringan kekerasan internasional.98

Soal kelompok-kelompok garis keras di Indonesia, betapa pun jumlah dan

kekuatannya Cuma segelintir, Hasyim mengingatkan AS bahwa mengatasinya

harus tidak sembarangan. Tidak boleh sekali-kali menggunakan represi. Bukan

hanya kontraproduktif, tetapi bisa memunculkan radikalisme betulan. Sekali AS

bertindak, seperti dilakukannya di Afganistan atau negara-negara Timur Tengah,

dengan intervensi langsung, hasilnya bisa ruyam. Indonesia tidak bisa dipukul rata

dengan timur tengah atau negara-negara lain.99

Selanjutnya Hasyim menyarankan, alternatif pendekatannya jika represi

ditanggalkan adalah supaya pendekatannya dengan cara pendekatan pendidikan.

Kultural, dan sosial problem solving. Dengan cara demikian, maka gerakan-

gerakan kekerasan akan hilang.100 Pada kesempatan lain ketika terjadi konflik

Sunni-Syi’ah yang terjadi di Jawa Timur, Hasyim berpesan agar kelompok tetap

pada keyakinan masing-masing, serta tetap menjaga keseimbangan dan toleransi

kepada kelompok lainnya.101 Itulah sebabnya, ketika terjadi peristiwa Black

September, yakni tragedi runtuhnya gedung WTC di Amerika, yang menempatkan

umat Islam sebagai pelaku teroris, kiai yang dikaruniai enam orang putra ini,

tampil dengan memberikan penjelasan kepada dunia internasioanal bawa umat

Islam Indonesia adalah umat Islam yang moderat, kultural dan tidak memiliki

jaringan dengan organisasi kekerasan internasional. Ia adalah sekian dari tokoh

98 Ibid., h. 46 99 Ibid., h. 48 100 Ibid., h. 51 101 Diakses dari www.Eramuslim.com/berita/nas/742712304-hasyim-muzadi-konfliksuni-

syiah-jawa-timur-dipicu-provokator.htm,

Page 158: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

54

umat di Indonesia yang dijadikan referensasi oleh dunia barat dalam menjelaskan

karakteristik umat Islam di Indonesia.

Dalam kaitannya dengan penulisan pemikiran pluralisme keagamaan

Hasyim Muzadi, penulis menemukan paling tidak ada tiga pandangan penting

beliau yang bisa ditangkap, yaitu prinsip Islam Rahmatn Lil ‘Alamin sebagi solusi

alternatif atas persoalan bangsa dan dunia selama ini, pendekatan dialog

peradaban, dan pluralisme sebagai Humanisme.

1. Islam Rahmatan lil Alamin

Warna keberagamaan (Islam) yang “khas” masyarakat di Indonesia tengah

menghadapi gugatan dengan kehadiran penomena radikalisme beberapa tahun

terakhir ini. Ditengah serbuan berbagai arus informasi, pemikiran dan idiologi

yang masuk ke nusantara, saatnya NU sebagai organisasi yang sejak awal

menempatkan diri sebagai subyek kebangsaan dengan misi sosial keagamaan yang

memiliki ciri fakih fi mashalalihi-l-khalqi yakni yang selalu berpikir tentang

kemaslahatan umat manusia merekonsepsi ulang gerakannya. Sejak berdiri tahun

1926 permasalahan yang menjadi tantangan NU adalah tantangan global yaitu

dengan bangkitnya faham fundamentalisme agama dengan menggunakan baju

wahabi dan puritanisme, dan kolonialisme yang merajarela dengan

mengeksploitasi kekayaan bangsa-bangsa muslim dengan gagasan modernisasi

dan liberalisasi sebagai pintu masuknya.

Dalam menjembatani persoalan tersebut, ada satu harapan besar dari publik

agar Islam Rahmatan lil al’amin dapat diterjemahkan dalam sosial

kemasyarakatan khususnya dalam hal kontribusinya sebagai penyelesai konflik

Page 159: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

55

global yang terjadi selama ini yang berpengaruh terhadap sistem dan sendi

kehidupan. Dalam pandangan Hasyim Muzadi, agar Islam bisa mewujud menjadi

Islam yang rahmatan lil ‘alamin harus bertumpu pada dua hal. Pertama, Islam

dalam menyelesaikan konflik global hendaknya mengutamakan pendekatan

dialog. Kedua, implementasi Islam harus dibangun berdasarkan kecerdasan dan

ketakwaan dalam arti agama hendaknya diposisikan dalam dimensi kemanusiaan

secara proporsional yang nantinya akan membentuk keshalihan sosial bukan

keshalihan individual. kedua hal tersebut pada tataran praktisnya saling berkait,

saling mengisi yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang

lainnya.102

2. Pluralisme Teologis dan Sosiologis

Menurut Hasyim Muzadi, pluralisme yang diperjuangkan oleh Nahdlatul

Ulama di Indonesia adalah pluralisme sosiologis bukan plurarisme teologis.

Pluralisme teologis justru merugikan teologi semua agama. Tidak ada keimanan

atau keyakinan "tahu campur" dalam agama. Konsep pluralisme kembali marak

dibicarakan menyusul meninggalnya KH Abdurrahman Wahid yang disebut oleh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Bapak Pluralisme.

Menurut Hasyim, masalah teologi dan ritual adalah hak original agama

masing-masing yang tidak boleh dicampuri dari luar. Sehingga doa bersama lintas

agama bukanlah tukar-menukar teologi atau keimanan, namun sekedar tempat dan

waktu yang bersamaan.

102 Muslim Abdurrahman, Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca Realitas, h.

103

Page 160: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

56

Sedangkan pluralisme sosiologis merupakan kebersamaan "umat" beragama

dalam komunitas keduniaan atau immanent sebagai pengejawantahan Bhinneka

Tunggal Ika atau unity and diversity, karena setiap agama di luar teologi dan

ritualnya pasti ada ruang humanisme dan di situlah umat lintas agama bertemu.

Menurut Hasyim, hal yang ia sampaikan mengenai pluralisme itu telah

disampaikan dan disepakati melalui utusan ICIS saat berada di Vatikan, Wina,

WCC/Kristen di Porto Alegre Brazilia dalam Assembly ke-9 tahun 2006, dan

dengan Katolik Ortodox di Moskow dan para biksu di Thailand.103

3. Pendekatan Dialog Peradaban

Pertengkaran yang terjadi antara dunia Timur dan Barat terutama pasca

terjadinya serangan WTC yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung

jawab telah menumbuhkan keprihatinan dari berbagai kalangan. Muhadjir Darwin

berpendapat, posisi dan peran agama menjadi serba paradoks jika persoalannya

diperluas dalam isu-isu demokrasi, humanisme, dan semacamnya. Belum lagi

persoalan pluralitas dimana yang cara anti-pluralitas yang dibawa karena politik

maka yang terjadi kemudian adalah perilaku yang ekslusif, yang cenderung

mendiskriminasikan terhadap hak politik warga negara lain yang mempunyai

agama yang berbeda.104

Karena itu, Hasyim berinisiatif melakukan sebuah upaya tertentu perlu

diusahakan untuk meredam konflik kedua belah pihak. Sejumlah konsep

diusahakan untuk mengatasi ketegangan tersebut. Untuk mencapainya dari pihak

Islam dan kaum muslimin harus berani melakukan terobosan-terobosan yang lebih

103 Hasyim Muzadi, Diakses dari http://www.nu.or.id/show/pages/625.html 104 Muhadjir Darwin, Agama Rakyat Agama Penguasa Kontruksi Tentang Realitas Agma

dan Demokrasi (Yogyakarta: Galang Press). h. 31

Page 161: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

57

berani, yakni salah satunya, agama harus dikembalikan pada kedudukannya yang

sebenarnya yakni sebagai pemersatu umat. Agama itu hadir tidak dipakai tujuan-

tujuan kekerasan. Artinya agama harus dikembalikan ke rahmatan lil ‘alamin

yaitu menjadi pedoman kehidupan yang penuh rahmat dan kasih sayang. Disinilah

pentingnya dunia silam berkesempatan untuk menata diri.

Konsep Islam rahmatan lil ‘alamin yang paling awal dilakukan menurut Hasyim Muzadi, adalah melalui ma’ruf dan nahi munkar. Akan tetapi ketika gairah untuk nahi munkar naik, amar ma’ruf sering kali tertinggal atau bahkan energi hanya terkonsentrasi untuk nahi mukar saja. Inilah yang kemudain melahirkan persoalan baru yang mengarah memunkar-kan hal baru. Atau justru me-makrufkan sebuah kemunkaran orang yang munkar, karena salah sasaran.105

Ada suatu pendapat yang dikemukakan Imam al-Ghazali didalam kitab

Ihya’ Ulumuddin, yang diadopsi pemikirannya oleh Hasyim Muzadi, bahwa Amar

ma’ruf nahi munkar itu memiliki etika, yaitu adabu al-amr bi al-ma’ruf dan adab

al nahy ‘anil al-munkar. Ada tiga etika yang disampaikan oleh al-Ghozali. Salah

satunya adalah memerintahkan orang untuk berbuat baik dan mencegah berbaut

jahat jangan sampai menimbukan kemungkaran yang lebih besar. Fikih Islam

mengenal “akhaffu aldhararain”. Maksudya, dalam kondisi yang dilematis,

dimana pilihan-pilihan untuk beramal semuanya buruk maka yang dipilih adalah

yang lebih sedikit bahayanya. Demikian dijelaskan oleh Ulil Abshar Abdala. Dari

dua konsepsi fikih diatas menurut penulis, Hasyim berusaha mewujudkan sikap

pluralis terutama dalam upaya mendialogkan kesenjangan Timur dan Barat.

Dalam usaha mewujudkan usaha diatas, Hasyim menggelar sebuah Konferensi Internasional Ilmuan Islam Sedunia yang bekerja sama dengan Departemen Luar Negri RI. Hasyim berhasil menghimpun seluruh tokoh pemikir Islam Internasional, ulama, dan dunia barat untuk duduk dalam satu forum (majlis) membicarakan persoalan umat manusia. Kegiatan tersebut bertajuk Internasional Conference Of Islamic Scholar atau Konferensi

105 Ibid., h. 44.

Page 162: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

58

Internasional Ilmuan Islam yang berlangsung di Jakarta Convention Centre (JCC) tanggal 23-26 Februari 2004, Hasyim menghadirkan 300 ilmuan dengan 120 diantaranya uandangan berasal dari luar negri. Dua puluh orang dan yang separuh diataranya merupakan tokoh dunia ditampilkan sebagai pembicara.106

Menurut Hasyim, diharapkan dengan konferensi itu bisa meredakan

ketegangan antara dunia Timur dan Barat, dengan tujuan untuk menata uamt

Islam secara internasional dan melahirkan pemikiran khusus, khususnya dibidang

pendidikan, ekonomi dan media.107 Acara yang digagas Hasyim ini adalah

kegiatan society to society antara jam’iyah satu negara dengan jam’iayah negara

lain dengan melibatkan tokoh dunia baik sebagi perorangan maupun sebagi

lembaga. Hal itu dilakukan dalam kerangka untuk menghindari tarik menarik

kepentingan. Sebab konflik-konflik yang mengunakan Islam itu jarang sekali yang

murni dari agama. Biasanya suatu negara dengan negara lain yang kebetulan umat

Islamnya banyak berperang dimana umat bernegara tersebut ikut terlibat maka

agamanya juga ikut sertakan. Dengan hanya dihadiri oleh ulama’ dan tokoh

pemikir berkumpul Hasyim ingin meletakan agama, sebagai sumber nilai

kemanusiaan, sumber persatuan dan ilmu pengetahuan serta menjadi rahmat bagi

seluruh alam.108

Pemahaman seperti itu bukan berarti secara otomatis memisahkan antara

agama dan negara, tetapi dimaksudkan supaya orang melihat hubungan antara

keduanya secara propesional. Pemisahan agama dan negara merupakan konsep

yang masih pro-kontra, walaupun seyogyanya harus dapat dibedakan antara posisi

dan peran masing-masing.109

106 Ibid., h. 45. 107 Ibid., h. 57 108 Ibid., h. 46. 109 Ibid, h. 47.

Page 163: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

59

Sesuatu yang hendak dikonsepsikan Hasyim Muzadi sebenarnya hanyalah

sederhana. Bagaimana umat Islam ini menjadi lebih cerdas dalam menangani

setiap permasalahan yang muncul. Karena didalam situasi kemelut apapun justru

yang lebih banyak adalah pihak-pihak yang menumpang dengan berbagai

kepentingan, dan kemudaian menyerang Islam itu sendiri. Analisis seperti ini

jarang dikatakan orang. Dalam stesel hubungan antara Barat dan Timur sejak

terjadi ketegangan, dan dalam dunia pergaulan yang acak itu, membuka leher

kemungkinan orang untuk menumpang kepentingan dalam mengacak-acak Islam.

Maka agar tidak bisa di acak-acak dari luar, hendaknya umat Islamnya sendiri

harus melihat kedalam dan bertindak dengan logika yang cerdas, sehingga kalau

ada serangan yang bersifat arogan pasti akan dapat diketahui sejak dini.

Sebaliknya jika pada saat umat Islam sendiri arogan, maka hal itu dijadikan

sertifikasi serangan orang ghairu Islam yang lebih hebat lagi.110

Yang sangat ditekankan disini menurut penulis adalah bahwa pluralisme

dapat dipahami bukan sebagai suatu yang netral. Ia tidak mengandaikan kita untuk

selalu permisif tanpa ada keberpihakan yang jelas, misalnya terhadap semangat

toleransi. Dalam Islam, memang sering ditantang dengan pemikiran semacam ini.

Pada saat kunjungan ke Amerika, yang paling mengesankan bagi Hasyim

Muzadi adalah ketika bertemu staf keamanan Presiden Amerika Serikat (Steve

Hadley) yang berkantor di gedung putih kemudian beliau berdua berdiskusi,

dalam diskusi tersebut Hasyim Muzadi, mengatakan bahwa Islam di Asia

Tenggara jangan disamakan dengan Islam Timur Tengah. Karena Islam yang di

Timur Tengah wawasannya fundamental selain negerinya sering “diobok-obok”

110 Ibid., h. 48-49.

Page 164: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

60

Barat seperti dalam konteks Israel. Sehingga timbul perlawanan double,

perlawanan sebagai beda agama dan perlawanan terhadap imperialisme dan

fasisme.111 Maka kalau disana terjadi kekerasan-kekerasan, itu masuk akal. Kalau

di Asia Tenggara tidak demikian, dan tidak ada penekanan dari Barat, tidak ada

urusan langsung dengan Israel, dan sebagainya. Disitu terjadilah diskusi bahwa

Amerika kalau melakukan intervensi terhadap Indonesia maka kerugian ada pada

pihak Amerika untuk jangka panjang, sekalipun untuk jangka pendek merugikan

Indonesia.112 Maka kalau Timur Tengah dalam suasana perang mungkin banyak

pihak mengatakan sebagai suatu kewajiban. Dalam suatu perang yang demikian

itu , dalam Islam ada hukumnya sendiri. Dalam suasana perang disitulah tidak ada

jalan lain kecuali melawan dan jihad dengan mengangkat senjata, sehingga

melahirkan gerakan radikal dan fundamentalis yang sangat kuat. Disini

(Indonesia) maka dalam kenyataannya tidak ada perang. Perang yang demikian

memerangi siapa? Semuanya menjadi tidak jelas. Sebagian kelompok melakukan

kekerasan itu dengan dalih menegakan jihad. Padahal sebenarnya pengertian jihad

yang komprehensif tidak demikian. Apa pun yang dilakukan untuk kepentingan

agama mengandung arti jihad. Berani mati itu memang jihad, namun hidup

berkeadilan, hidup halal, dan hidup hidup makmur juga bagian dari jihad

fisabilillah.

Jadi apa yang diharapkan dengan dialog Timur dan Barat adalah upaya

penghentian kekejaman. Tapi kita menyelesaikan juga orang-orang yang telah

membuka kekejaman itu. Oleh karena itu perlu dihindari sumber-sumber konflik

111 Ibnu Anshori, KH. Hasyim Muzadi; Religiusitas dan Cita-cita Good Governance

(Sidoarjo: Citra Media bekerjasama dengan AMF Surabaya, 2004)., h. 142. 112 Ibid., h. 145

Page 165: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

61

dan kembalikan agama harus dikembalikan pada fungsi yang sebenarnya sebagai

rahmat bagi seluruh alam baik alam Timur maupun alam Barat.

Agama yang membawa rahmat tentunya bertumpu pada ajaran dan konsepsi

takwa secara tepat. Takwa adalah modal utama hidup di dunia untuk menuju

baldatun toyyibatun warobbun ghofur.

4. Plularisme Agama Sebagai Bagian dari Humanisme

Secara objektif fakta dilapangan menunjukan bahwa, bangsa ini dalam

kondisi pecah belah kerusuhan dan konflik berkepanjangan yang hampir tiada

ujung. Wilayah Indonesia yang begitu luasnya terdapat sejumlah daerah yang

sampai hari ini masih dalam situasi konflik berkepanjangan, mulai dari konflik

sara, etnis, separatisme dan juga konflik-konflik politik serta agama. Misalnya

bisa disebutkan sejumlah daerah yang menjadi titik rawan konflik seperti Aceh,

Maluku, Ambon, Kalimantan Timur, Papua Irian Jaya, Makasar, dan sebagainya.

Komitmen dan konsepsi Hasyim Muzadi berkaitan dengan fenomena keagamaan

akan dijelaskan pada bagian berikut.

a. Dimensi Humanisme Dalam Agama

Pluralisme keberagamaan Indonesia dalam pandangan Hasyim sebagaimana diungkapkan Anshori adalah bagaimana agama-agama menampilkan dimensi kemanusiaannya yaitu hidup berdampingan berkembang diatas fundamen tradisi agama yang saling menghormati, tradisi gotong royong, tradisi musyawarah dan dialog serta budaya santun. Secara lebih spesifik pada bahasan ini akan disampaikan bagaimana pandangan Hasyim Muzadi dalam melihat hubungan Islam dengan agama-agama lain dalam wacana pluralisme agama.113

Menurut Hasyim, bahwa pertemuan-pertemuan yang sifatnya

musyawarah sebagai bentuk dialogis antara umat beragama merupakan

113 Ibnu Anshori, KH. Hasyim Muzadi; Religiusitas dan Cita-cita Good Governance., h. 54.

Page 166: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

62

sesuatu yang sudah mentradisi pada jama’ah warga NU di Indonesia. Warga

NU sudah terbiasa melakukan pertemuan bersama teman-teman dari

Kristen dan Katolik terutama pada hal-hal yang harus diselesaikan bersama-

sama. 114

Sejumlah perubahan telah terjadi di Indonesia. Hal ini membutuhkan

intensitas yang cukup dalam memperat tali dialog dengan umat semua

agama bahkan hampir setiap minggu dilakukan dialog dengan Kristen,

Katolik, Budha, Hindu, Konghucu untuk membicarakan hal-hal yang

menyangkut kepentingan dan hajat hidup bersama.

Hasyim Muzadi berpandangan bahwa agama Islam itu mempumyai tiga

bagian, yakni masalah teologi atau keimanan, masalah ibadah ritual, dan

masalah humanisme (kemanusiaan). Yang membedakan antara Islam dan

agama lainnya adalah tentang teologi dan ritual keagamaannya. Demikan

dijelaskan Anshori.115

Pada aspek nilai-nilai kemanusian semua agama mengakuinya sebagai

hal yang bernilai universal dan harus dijunjung tinggi dengan tanpa pandang

bulu. Hubungan kemanusiaan yang sudah terbangun tidak boleh rusak

hanya karena perbedaan teologi dan ritual. Itulah mungkin yang

membedakan NU dengan ormas Islam laninnya. Untuk masalah-masalah

humanisme (kemanusiaan), yang meliputi konsepsi persaudaraan, keadilan,

persamaan kemakmuran, cinta kasih, toleransi, kerjasama, dan juga anti

kekerasan semua menjadi tanggung jawab bersama. Prinsip dimasud adalah

114 Ibid., h. 55. 115 Ibid., h. 63.

Page 167: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

63

nilai-nilai kehidupan yang universal yang juga dikehendaki oleh agama-

agama lainnya tidak terbatas hanya bagi umat Islam semata.

Menurut Hasyim, siapa yang mempunyai pandangan yang sama

terhadap nilai humanisme ini adalah saudara kita. Kemudian jika

menginginkan ber-Islam, dia cukup melakukan ritual dan keimanan.

Menurut Hasyim pula keimanan tidak mungkin dipaksakan. Ritual adalah

sesuatu yang berada diluar akal kita, karena bentuk dan metodenya telah

ditentukan Tuhan.116

Menurut penulis, pemikiran Hasyim Muzadi dapat dipetakan sebagai

berikut :

Pertama, Hasyim Muzadi dibesarkan dalam tradisi pesantren sehingga

nalar politiknya tidak begitu nampak dalam kehidupannya, akan berbeda

halnya jika semisal dia dilahirkan dan dibesarkan dari kalangan politisi.

Akan tetapi karena sejak mahasiswa beliau sudah aktif di organisasi dan

selanjutnya semakin matang maka selanjutnya publik memepercayainya

untuk duduk di DPRD Jatim dan selanjutnya memimpin PWNU Jatim.

Kedua, meskipun Hasyim Muzadi pernah menjadi salah satu kandidat

cawapres mendampingi Megawati yang diusung oleh PDIP dalam pemilu

tahun 2004 yang lalu namun bukan berarti beliau mewakili kalangan politisi

tetapi karena semata-mata menjawab kebutuhan warga NU yang

menginginkan figur alternatif dimana PKB sebagai partai yang mayoritas

warga Nahdliyin ternyata belum sepenuhnya mampu mengakomodir

kepentingan warga NU.

116 Ibid., h. 56.

Page 168: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

64

Ketiga, dalam praksisnya Hasyim yang berlatar belakang pesantren

sangat konsisten mengkampanyekan gerakan-gerakan yang mengarah pada

upaya dialog antar kelompok dengan seringnya mengadakan agenda yang

melibatkan antar kelompok yang bertaraf nasional maupun internasional

seperti dialog ulama Sunni-Syi’i yang berlangsung di Bogor, disamping itu

posisi beliau sebagai presiden Word Conference on Religion for Peace

semakin mengukuhkannya sebagai salah satu tokoh sekaligus pemimpin

ormas keagamaan yang memiliki kepedulian yang kuat akan kondisi sosial-

keagamaan yang mengarah pada pluralitas. Hal ini membuktikkan bahwa

posisi pesantren memiliki peran strategis dalam turut mendorong kearah

kesadaran akan kemajemukan yang tidak hanya pada keagamaan suku,

etnik, golongan, melainkan juga dalam dunia religius.

b. Kerjasama Islam Dengan Agama Lain

Hasyim Muzadi berpendapat bahwa kerjasama antara agama dapat

dilakukan pada dimensi humanisme. Sementara dalam soal keyakinan

diperselisihkan berbeda. Tapi baik Islam maupun Kristen tentu tidak tega

melihat rakyat menderita. Pada titik inilah perlu dibangun kerjasama, bahu

membahu satu dengan yang lainnya tanpa membedakan keyakinan yang

satu dengan keyakinan yang lainnya.

Karenanya bisa dimengerti bahwa untuk masalah hubungan NU dengan

agama-agama lain sangat baik dan sejati. Jadi bukan hubungan yang “pura-

pura” dan penuh dusta. Apalagi di Indonesia, suatu negara yang tidak

pernah mengalami tekanan antar agama. Mungkin berbeda dengan Timur

Page 169: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

65

Tengah yang menggunakan tema agama dalam kekerasan. Di Indonesia, ini

semua tidak ada kesulitan yang berarti untuk hubungan antar agama.

Kebebasan menjalankan agama dan ibadah dijamin oleh negara.

Selama ini diakui ada kasus-kasus yang menghambat kerukunan antar

umat beragama di Indonesia. Tetapi hal ini tidak disebabkan oleh

pemahaman NU terhadap Islam. Kemungkinan kasus-kasus itu disebabkan

oleh masuknya pemikiran-pemikiran keras berasal dari luar Indonesia.

Demikian pula adanya kesenjangan ekonomi dan konflik budaya setempat

atau perlawanan terhadap pemerintah, sehingga gerakan-gerakan itu

terkadang juga menimbulkan akses bentrokan antara agama. Hal demikian

ini hanya merupakan sebagian kecil dan dapat diselesaikan oleh Nahdlatul

Ulama (NU) melalui peran ulama yang ada.117

Faktor lainnya yang menyulut konflik adalah pengaruh kelompok-

kelompok tertentu yang masuk ke Indonesia sebagai barisan pendatang.

Inilah sebagian minoritas yang tidak menyukai Nahdlatul Ulama (NU) yang

selama ini menjadi nilai ditengah-tengah umat Islam di Indonesia. NU

dianggap terlalu kompromistis, terlalu baik terhadap semua agama dan

mempunyai toleransi yang terlalu berlebihan terhadap budaya lokal (local

wisdom). Bahkan pada akhirnya mereka ini mengklaim NU sebagai bid’ah,

khurafat dan tahayyul.118

Kelompok ini kemudian mencoba melakukan purifikasi (pemurnian).

Purifikasi ini berkiblat pada realitas Islam di Timur Tengah masa lalu

(klasik). Sehingga semua harus dikembalikan kepada masa lampau. Mereka

117 Ibid., h. 57. 118 Ibid., h. 57-58

Page 170: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

66

tidak mentolelir konsepsi humanisme itu berdasarkan yang kental dengan

nilai lokalitas budaya. Sehingga semuanya cenderung dianggapnya

bertentangan dengan teologi. Inilah yang kemudian bersambung dengan

kelompok-kelompok dari luar. Demikian penjelasan Anshori.119

Menilik dari kenyataan sejarah bahwa, walisongo bisa mengislamkan

orang Indonesia 90% tanpa perang. Hal inilah yang menjadi pertanyaan

dalam konteks perkembangan NU hingga sekarang, bagaimana NU tidak

terlibat dalam kekerasan dan selanjutnya bagaimana sikap NU terhadap

kekerasan dan terorisme internasional. Kenyataan tersebut dapat dipakai

untuk mensosialisasikan khittah. Islam yang rahmatan lil ‘alamin dibangun

dari mabadi’ khoira ummah, sementara politik secara nasional harus

mengandung landasan konsep mengayomi dan merekonstruksi dari civil

society. Negara dibangun melalui pluralisme, demokrasi dan konstitusi yang

disepakati bersama, dan di NU sudah memadai semua nilai itu didalam

“rahim jama’ah”. Mereka menginginkan islam di dunia seperti Islam nya

NU. Bagaimana pendiri NU menangkap ide walisongo lalu dijabarkan

dalam konteks negara Indonesia. Posisi NU hari ini sudah berada pada

maqaamam mahmuda, tetapi untuk sampai kesana Hasyim bilang, NU haus

berada diatas semua golongan.120

Dalam kaitannya dengan hubungan dunia timur dan barat sekarang ini

dari dua belah pihak (Islam dan Barat) terjadi sebuah kerancuan. Negara-

negara barat menuduh bahwa terorisme terkait dengan agama Islam.

Sementara kelompok muslim sendiri, punya persepsi seakan-akan perbuatan

119 Ibid., h. 58 120 Ibid., h. 59

Page 171: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

67

itu harus dibela melalui agama. Kedua persepsi demikian itu tidak ada yang

benar. Seperti halnya tragedi Bali harus dilihat sebagai kejahatan

kemanusiaan, sehingga pelaku yang tertangkap perlu diterapkan hukuman

yang setimpal dalam arti mengadili kejahatan kemanuisaannya itu sendiri.

Hasyim Muzadi mengingatkan kepada semua pihak agar berhati-hati

dalam menyikapi dan penuh kewaspadaan terhadap munculnya konflik

ditengah masyarakat. Aparat yang berwenang harus cekatan. Kemungkinan

ada provokator yang membenturkan umat antar agama. Hal yang perlu

dikhawatirkan adalah munculnya kejahatan kemanuisaan dan kemudian

dihubungkan dengan agama. Jika demikian maka masalahnya akan menjadi

besar. Misalnya kasus bom Bali sungguh merupakan kejadian yang luar

biasa. Siapa pun pelakunya perlu dikutuk, karena sudah sangat tidak

mempertimbangkan nyawa. Dalam Islam, membunuh seorang sama dengan

membunuh seluruh manusia. Dalam ajaran agama manapun termasuk Islam

tidak terdapat ajaran yang membenarkannya. Peristiwa diatas tidak boleh

dikaitkan dengan agama yang kemudian akan terjadi konflik antar agama.121

Menurut penuturan Anshori, Hasyim Muzadi telah menegaskan, NU

sudah mencoba berbagai upaya agar berbagai konflik di daerah tidak

dipersepsikan sebagai konflik yang berdasar agama. Dalam menerangi dan

mengantisipasi gejala terorisme, Hasyim Muzadi meminta semua pihak,

agar tidak terjebak memakai kata jama’ah Islamiah. Konsep jama’ah

Islamiah ditakutkan akan menjadi konsep pukul rata semua jama’ah yang

berarti komunitas atau kelompok yang memegang teguh Islam sebagai

121 Ibid., h. 62.

Page 172: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

68

agamanya dan melakukan dakwah-dakwah disemua tempat. Jika konsep ini

dipukul ratakan maka mengandung implikasi jama’ah umat islam dari

berbagai tempat terkena klaim sebagai barisan teroris, tidak terbatas

kelompok Abu Bakar Ba’asyir, Amrozi, dan kawan-kawan, namaun juga

jama’ah NU, Muhammadiah, al-Irsyad dan sebagainya terkena stigma dan

image bahwa mereka adalah teroris.122

Dalam upaya memerangi dan mengantisipasi terorisme secara bersama-

sama, Hasyim Muzadi melakukan silaturahmi bersama sejumlah delegasi

dari mancanegara, mereka menilai, NU tidak hanya merupakan kelompok

Islam moderat, tetapi juga sebagai titik temu sejumlah elemen bangsa.

Untuk itulah mereka datang ke Hasyim Muzadi karena membutuhkan

pemikiran-pemikiran dari NU terkait terorisme. Disitulah dihasilkan

kesepakatan dan persetujuan bahwa terorisme adalah persoalan serius

sehingga perlu diberantas sampai ke akar-akarnya. Apapun bentuk dan

alasannya, para pelaku aksi terorisme adalah pembunuh dan penjahat dalam

artian umum yang tidak mewakili agama apapun.

Memang berat perjalanan NU dimasa Hasyim Muzadi dimana ancaman

bertubi-tubi datang silih berganti yang jikalau NU sebagai jam’iyyah tidak

kokoh memperkuat diri maka Indonesia sebagai negara dan bangsa akan

hancur, karena bagaimanapun diakui atau tidak organisasi yang tetap

konsisten mempertahankan keutuhan bangsa dan negara Indonesia adalah

NU.

122 Ibid., h. 63

Page 173: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

69

Menurut Hasyim, Kalau NU ingin istiqamah, mencapai maqaamam

mahmudah. Maka untuk mencapai itu, ada beberapa pokok yang harus

dilakukan NU. Pertama, kembali pada metode assalafus saleh. Kedua,

harus dibangun ukhuwah Nahdliyah untuk menempatkan NU sebagai milik

Indonesia. Ketiga, keretakan dari umat Islam harus disambung kembali,

seperti dengan Muhammadiyah termasuk dengan ikhwan, sementara itu

ukhuwah wathaniyah yang retak harus disambung lagi. Keempat, awal 2000

sampai 2001, kalau bisa dibangun ukhuwah islamiyah

internasional.123Sampai hari ini NU sebetulnya belum menemukan bentuk

formasi ideal sebagai sebuah jam’iyyah yang mencerminkan organisasi

dengan pengikut terbanyak yang turut membawa kepentingan besar dalam

menentukan masa depan bangsa dan negara indonesia. Organisasi yang

diidealkan oleh warga NU adalah organisasi politik yang mampu

berkompetisi (berdaya saing) dengan organisasi politik yang lain dalam era

demokrasi sejati dan pemikiran abad kontemporer ini. Untuk itu, NU tidak

bisa disamakan dengan partai NU zaman dahulu. Sebab dimungkinkan

disitu ada ulama-nya yang bertugas menunggui, dan pengurus yang lain

adalah orang yang profesional pada bidangnya, sehingga mampu melahirkan

politisi dan berkembang menjadi negarawan.

B. Pandangan Hasyim Muzadi Terhadap Fatwa MUI

Pada saat MUI dalam musyawarah nasional-nya yang ke VII yang

berlangsung di Jakarta pada tanggal 26 sampai 29 juli 2005 yang mengambil

123 Ibid., h. 113.

Page 174: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

70

keputusan dengan mengeluarkan beberapa fatwa yang amat kontroversial

terutama yang terkait dengan diharamkannya pluralisme, sekularisme, dan

liberalisme agama yang dinilai bertentangan dengan ajaran agama islam. Hasyim

pun menyayangkan langkah yang ditempuh MUI dengan mengeluarkan fatwa

yang justru memicu persoalan baru. Menurut Hasyim, fatwa MUI itu merupakan

langkah mundur bagi kehidupan antar-umat beragama.124 Ia menyatakan seperti

itu menurut penulis karena selama ini belum ada kata sepakat yang bisa jadi

karena perbedaan persepsi tentang definisi pluralisme, sekularisme, liberalisme

serta dampaknya terhadap islam di indonesia yang bisa-bisa justru memunculkan

gerakan baru yang mengarah kepada upaya formalisasi agama yang tentunya akan

terkait dengan konsep relasi agama-negara. Menyinggung prinsip hubungan

agama dengan negara, Hasyim menyebut agama substansialis yang inklusif, buka

ekslusif. Formalis ekslusif hanya akan memecah belah bangsa ini dalam hal

kerukunan umat beragama atau pertikaian antar suku dan budaya yang lain.125

Menurutnya :

“Jadi, bagaimana inklusifisme itu menjamin fluralisme, dan agama bisa berjalan dengan baik. Sudah ada paradigmanya tinggal mengembangkan saja”126

Di sisi lain munculnya fatwa MUI menjadi sangat memprihatinkan pada

saat tokoh-tokoh agama sedang giat-giatnya membangun sistem keagamaan yang

toleran, yaitu dengan upaya penghargaan terhadap kenyataan yang ada serta

menjungjung tinggi terhadap agama-agama maupun paham keagamaan yang di

dalamnya demi setabilitas bangsa serta diakuinya eksistensi, harkat dan martabat

bangsa Indosnesia di hadapan bangsa lain. Dengan kasus yang muncul di Ambon,

124 Kompas, 30 Juli 2005. 125 http://www.suarapembaharuan.com/News/1999/281199/Nasional/pr01.html. 126 Ibid., h. 72

Page 175: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

71

Bali, dan daerah-daerah lain yang kasusnya hampir serupa tentunya mengundang

keperihatinan dunia internasional terhadap kondisi bangsa dan negara Indonesia.

Dengan keragaman tersebut jika dikelola dengan baik maka akan menghasilkan

keunikan yang diharapkan akan menjadi potensi positif tersendiri dan akan

menjadi ciri khas yang akan membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa

lainnya.

Namun ketika MUI memfatwakan tentang diharamkannya paham

pluralisme, sekulerisme, libralisme maka seperti menjadikan persoalan lama

dipaksakan untuk dimunculkan kemabli. Hal tersebut juga dinilai bertentagan

dengan ajaran Islam seperti dalam QS. A l-Baqoroh (2): 256 yang berbunyi la

ikraha fi ad-din yang artinya tidak ada paksaan dalam beragama, munculnya

fatwa tersebut juga mengindikasikan masih rendahnya pemahaman akan

kenyataan keragaman yang ada di Indonesia serta mengingkari sunatullah akan

kenyataan adanya perbedaan. Di sisi lain munculnya fatwa tersebut tanpa disadari

atau tidak justru akan menciptakan friksi baru di kalangan masyarakat bahwa

yaitu terkelompokannya antara yang pro dan kontra terhadap fatwa MUI tersebut

yang tentunya akan menambah beban tersendiri dalam upaya menciptakan

stabilitas bangsa melalui semangat pluralitas yang dibangun oleh beberapa tokoh

termasuk Hasyim Muzadi.

C. Komitmen Menjaga Pluralitas Kebangsaan

Dalam kurun tiga dasawarsa terakhir di penghujung abad ke-20, tuntutan

demokratisasi menggelinding secara massif di dunia internasional. Menguatnya

tuntutan ini lantaran demokrasi dipandang sebagai sistem yang potensial untuk

Page 176: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

72

mengantarkan masyarakat ke arah transformasi sosial politik yang lebih ideal.

Demokrasi dipandang sebagai sistem yang potensial untuk mengantarkan

masyarakat ke arah transformasi sosial politik yang lebih ideal. Demokrasi

dipandang lebih mampu mengangkat harkat, martabat kemanusiaan, lebih

rasional, dan lebih realistis, untuk mencegah munculnya kekuasaan yang

dominan, represif, dan otoriter.127

Dalam pandangan Hasyim Muzadi, demokrasi adalah sistem politik yang

paling sesuai dengan kondisi kebangsaan Indonesia. Fakta sosiologis

menunjukkan, Indonesia adalah bangsa yang mengandung keberbagaian etnik,

kultur, agama, dan kepercayaan. Paling tidak, menurut Hasyim, ada dua nilai

fundamental yang secara inheren terkandung dalam demokrasi. Pertama, nilai

keadilan. Demokrasi mengandung tata nilai keadilan yang menjadi kebutuhan

fundamental seluruh umat manusia yang terekspresi dalam bentuk pemberian

kesempatan dan peluang yang sama kepada seluruh warga negara untuk

mengembangkan talentanya tanpa perlu merasa khawatir adanya diskriminasi dari

penyelenggara negara atau kelompok-kelompok lain.128 Kedua, demokrasi

dipandang sebagai sistem yang paling mungkin dan memadai bagi penyatuan

kekuatan seluruh elemen kebangsaan. Demokrasi dipandang mampu

mengkerangkai ikatan-ikatan primordial selebihnya. Karenya, menurut Hasyim,

demokrasi harus ditempatkan sebagai kerangka dasar kebangsaan dan

diorientasikan secara sistematik pada upaya pemenuhan cita-cita kolektif

127 Ma’mun Murod Al-Brebesy, Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amin Rais

Tentang Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), h. 59 128 Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, (Jakarta,

Logos, 1999), h. 48

Page 177: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

73

berbangsa dan bernegara.129 Demokrasi tidak bisa berpangku tangan atas nasib

rakyat miskin yang termarginalisasi secara ekonomi politik dengan hanya sebatas

berfokus pada penciptaan seperangkat sistem politik yang bisa meminimalisir

gerak laju dan kembalinya otoritarianisme.130

Menurut Hasyim Muzadi, demokrasi tidak hanya merupakan sistem

ketatanegaraan yang unggul dan saat ini dijadikan rujukan mayoritas negara-

negara di dunia akan tetapi secara prinsip mengandung struktur nilai yang paling

sesuai dengan kondisi kebangsaan Indonesia yang notabene suatu bangsa yang

majemuk dalam berbagai hal. Demokrasi diperjuangkan tidak hanya karena

demokrasi merupakan sistem yang realistis dan manusiawi, tapi juga karena

inheren didalamnya ada potensi untuk menyatukan seluruh komponen dan

kekuatan bangsa. 131 Potensi ini tentu tidak dimiliki oleh agama dan berbagai

nilai-nilai primordial yang lain dengan demokrasi seluruh kekuatan kebangsaan

akan mampu dihimpun guna memperkokoh bangunan kebangsaan Indonesia.

Dalam catatan hasil, kemajemukan atau pluralitas bangsa ini sebenarnya

memperlihatkan pengalaman empirik. Karena prinsip pluralisme sebagai paham

yang menghargai eksistensi perbedaan manusia kemudian diakui dan dilestarikan

dalam bentuk semboyan negara kita, yakni bhineka tunggal ika, yang secara

implisit mengandung penegasan bahwa perbedaan adalah khazanah nasional yang

semestinya bukan untuk dimusuhi atau diseragamkan, tetapi harus dsatukan agar

tidak menjadi kekuatan yang tercerai berai.

129 A. Muhaimin Iskandar, Melampaui Demokrasi: Meawat Bangsa dengan Visi Ulama,

h. 72 130 Hasyim Muzadi, Agenda Strategis Pemulihan Martabat Bangsa, (Jakarta, Pustaka

Azhari, 2004), h. 29 131 Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, h. 48

Page 178: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

74

Berpijak pada prinsip itulah para pendiri negara kita berusaha sekuat

tenaga merumuskan tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang menghargai

semua bentuk penghargaan. Namun, harus kita akui bersama bahwa rumusan para

pendiri bangsa tentang penghargaan atas bentuk perbedaan tidaklah berjalan

mulus sesuai dengan harapan. Menurut penalaran Hasyim penyikapan terhadap

perbedaan yang selalu cenderung negatif merupakan cerminan dari masyarakat

yang belum memiliki kedewasaan budaya.132 Dalam pengertian perbedaan adalah

sesuatu hal yang harus dihindari atau ditaklukan agar tidak menyimpang bibit

perlawanan yang mengganggu kepentingan pihak yang berlawanan.

Selain itu, harus diakui bahwa agama juga merupakan salah satu faktor

potensial yang menyulitkan tegaknya pluralisme. Sebagai ajaran yang diyakini

membawa nilai-nilai luhur seperti keadilan, kebersamaan, kesalehan, dan lain

sebagainya. Agama pada dasarnya menghendaki adanya cinta kasih diantara

sesama manusia tanpa mempertimbangkan perbedaan latar belakang identitas atau

predikat yang disandang. Menurut akal sehat, tidak akan ada satupun agama yang

menghalalkan permusuhan karena suatu perbedaan selama semua pihak saling

menghormati satu sama lain dalam melaksanakan kewajibannya masing-masing.

Hasyim menyayangkan akan citra ideal agama yang tak jarang

menampakkan wajah yang kurang bersahabat ketika menjelma menjadi ideologi

atau keyakinan sekelompok orang yang bersifat mutlak, tertutup, agresif, dan

menjerumus ke arah ekskluvisme. Kebenaran yang dianut bukan lagi menafikan

kebenaran yang diyakini oleh pihak, tetapi lebih dari itu, penghormatan terhadap

132 Ibid, h. 50

Page 179: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

75

suatu eksistensi diluar dirinya tidak diberikan sama sekali, sehingga perbedaan

dianggap fenomena yang menyalahi “kebenaran” itu sendiri.133

Dalam perspektif Islam, perbedaan pada hakikatnya bukanlah suatu

masalah yang serius karena merupakan garis ketentuan Allah. Dalam hal ini Islam

secara tegas menjamin hak-hak dasar kemanusiaan yaitu apa yang menjadi tujuan

diturunkannya syariat (maqasid asy-syari’ah) yang meliputi jaminan atas:

Pertama, kebebasan agama atau mempertahankan keyakinan, yang berarti syariat

diturunkan bertujuan untuk melindungi agama dan keyakinan setiap orang (hifz

ad-din). Kedua, keselamatan jiwa atau fisik dari tindakan diluar ketentuan hukum

(hifz an-nafs). Ketiga, keselamatan atau kelangsungan hidup keturunan atau

keluarga (hifz an-nasl). Keempat, keamanan harta benda atau hak milik pribadi

(hifzu an-mal). Dan kelima, kebebasan berpendapat dan berekspresi (hifu al-

‘aql).134

Menurut pandangan Hasyim Muzadi, keharusan menjaga prinsip

pluralisme tersebut tidak hanya dalam aspek norma-norma keagamaan, tapi juga

dari tinjauan sosiologis. Argumen ini didasarkan pada fakta sejarah bahwa

berdasarkan pengalaman di Indonesia, toleransi dan kerukunan hidup beragama

berjalan cukup baik. Islam yang masuk ke Indonesia bercorak sangat akomodatif

terhadap budaya lokal,135 termasuk kepercayaan-kepercayaan sehingga

mengakibatkan akulturasi budaya yang kompleks.

133 Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, h. 53 134 Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, h. 55. Lihat

juga , Abdurahman Wahid, “Universalisme Islam dan Kosmopolitanisme”, dalam Budhy Munawar Rahman (ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, (Jakarta, Paramadina, 1995), h. 546. dan Ismail Muhammad Syah dkk, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1992), h. 62

135 Hal ini didasarkan pada salah satu pandangan tentang teori masuknya Islam di Indonesia. Lihat, Anders Uhlin, Oposisi Berserak: Arus Deras Demokratisasi Gelombang ketiga di Indonesia (Bandung: Mizan: 1998), h. 68

Page 180: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

76

Pluralisme yang ditentukan Hasyim Muzadi adalah pluralisme dalam

bertindak dan berpikir. Pluralisme dalam bertindak mensyaratkan seseorang untuk

tidak membatasi pergaulan dengan orang lain (eksklusif) meskipun berbeda

keyakinan. Pluralisme dalam berpikir adalah kesediaan untuk menerima atau

mengambil gagasan dari kalangan lain. Pada gilirannya pluralisme ini akan

melahirkan sikap toleran terhadap yang lain. Sikap ini amat penting ditetapkan

dalam pergaulan sosial seperti di Indonesia. Prinsip ini pula yang mendorong

Hasyim Muzadi untuk menyuarakan kepada kaum muslimin agar bergaul dan

bersahabat dengan penganut agama lain.

Langkah kongkrit Hasyim dalam memperjuangkan pluralisme juga

direalisasikan lewat gerakan International Converence Islamic Scholars (ICIS)

dengan mengusung tema besar Islam Rahmatan lil ‘Alamin. Dimana gerakan ini

bertujuan membangun persamaan persepsi dikalangan umat Islam sendiri atau

non-Islam. Selain itu gerakan ICIS berupaya mencari jalan keluar dari konflik

berkepanjangan yang terjadi di negara Islam atau non-Islam. Semuanya itu

merupakan upaya untuk mewujudkan perdamaian dunia.136

Sikap pluralistik tersebut merupakan modal sosial untuk hidup bersama

dalam keragaman sosial, budaya, politik, dan agama secara damai dan beradab.

Sikap pluralistik dengan sendirinya menampik setiap upaya untuk menjadikan

Islam sebagai ideologi negara dan menggantikan pancasila. Sikap itu pula yang

membuat Hasyim Muzadi sangat gigih menentang keras kalangan Islam yang

berniat mengganti ideologi pancasila dengan Islam.137

136 Diakses dari http://www.antara.co.id/, pada hari senin, 06 Juli 2009 137 Pernyataan ini sering dilontarkan Hasyim Muzadi dalam menanggapi kelompok Islam

keras (ekstrimis) yang seringkali melakukan kekerasan atas nama agama, dan tak jarang gerakan

Page 181: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

77

Visi Hasyim Muzadi tentang pluralisme dan toleransi tergambar dalam

pernyataan berikut :

Sikap akomodatif yang lahir dan adanya kesadaran untuk menghargai

perbedaan atau keanekaragaman budaya merupakan salah satu landasan kokoh

bagi pola pikir, sikap, dan perilaku yang lebih sensitif terhadap nilai-nilai

kemanusiaan. Dengan demikian, orang tidak harus diperlakukan secara manusiawi

hanya lantaran beragama Islam, tetapi lebih didasari pemahaman bahwa nilai

kemanusiaan memang menjadi milik setiap orang. 138

Sikap hidup demikian merupakan realisasi dari pandangan demokratis,

toleran, dan pluralistik Hasyim Muzadi. Sikap itu pula yang bisa menjelaskan

kekuasaan pergaulan dan wawasan Hasyim Muzadi yang ternyata bersumber dari

banyak sekali ajaran, nilai moral, dan budaya yang ada di dunia serta

pandangannya tentang pluralitas kebangsaan yang tetap relevan untuk Indonesia.

ini selalu berupaya untuk mengganti sistem negara pancasila dengan ideologi Islam atau khilafah. Diakses dari http://www.eramuslim.com/, pada hari Senin, 29 Mei 2009

138 Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, h. 61

Page 182: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

78

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan tentang pemikiran pluralisme keagamaan Hasyim Muzadi

sebagaimana dipaparkan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Sebagai seorang tokoh yang pernah memimpin sebuah organisasi

keagamaan terbesar di Indonesia, Hasyim Muzadi memiliki beberapa

pemikiran, diantaranya adalah tentang pluralisme agama. Pemikiran

Hasyim Muzadi dalam hal pluralisme agama ini adalah :

a. Gagasan tentang Islam Rahmatan lil ‘Alamin yg menurutnya

merupakan solusi alternatif atas kebuntuan global yang sampai saat ini

belum terpecahkan. Pada dasarnya pemikiran Hasyim Muzadi tersebut

berawal dari kegelisahan atas implikasi yang muncul atas berbagai

kasus yang mengancam pluralitas dan lahirnya gerakan radikal yang

mengatas-namakan agama, dimana gerakan tersebut tidak

mencerminkan kenyataan atas kondisi kultur, social, dan budaya yang

berkembang di Indonesia.

b. Pendekatan dialog peradaban. Untuk penerapan konsep Islam

Rahmatan lil ‘Alamin, menurutnya, yang paling awal dilakukan adalah

melalui amar ma’ruf dan nahi munkar dengan mengambil pendapat

yang dikemukakan Imam al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin,

bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu memiliki etika, yaitu adabu al-

Page 183: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

79

amri bi al-ma’ruf dan adab al-nahy ‘anil al-munkar. Ada tiga etika

yang disampaikan al-Ghazali. Salah satunya adalah memerintahkan

orang untuk berbuat baik dan mencegah berbuat jahat jangan sampai

menimbulkan kemungkaran yang lebih besar, dan dari fikih Islam

“akhaffu aldhararain”. Dari dua konsepsi diatas, Hasyim Muzadi

berusaha mewujudkan sikap pluralis terutama dalam rangka

mendialogkan kesenjangan Timur dan Barat.

c. Pluralisme agama sebagai bagian dari humanisme. Hal ini bias

dipahami mengingat adanya dimensi humanisme dalam agama dan

adanya tuntutan kerjasama antara agama yang satu dengan agama yang

lain.

2. Relevansi pandangan pluralisme Hayim Muzadi terhadap masyarakat

Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya amat

dibutuhkan mengingat kondisi bangsa yang sedang menghadapi krisis

multidimensi termasuk kaitannya dengan sosial-keagamaan, maka gagasan

Islam Rahmatan lil ‘alamin menjadi solusi alternative atas kebuntuan

bangsa.

Menurut Hasyim, Islam bisa menjadi Rahmatan lil ‘alamin dengan

bertumpu pada dua hal. Pertama, Islam dalam menyelesaikan konflik

global hendaknya mengutamakan pendekatan dialog. Dengan dialog

tersebut, diharapkan problem-problem yang sbelumnya tidak terpecahkan

karena tidak tersampaikannya kepentingan maka akan terselesaikan.

Kedua, implementasi Islam harus dibangun berdasarkan kecerdasan dan

ketaqwaan. Dari situ maka agama akan menjadi sesuatu yang humanis

Page 184: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

80

yang diharapkan akan membentuk kesalehan sosial, bukan hanya

kesalehan individual.

Disamping itu, dinamika keislaman yang sedang marak di

Indonesia hendaknya diarahkan pada hal-hal berikut : Pertama, umat

Islam harus sadar bahwa persoalan yang dihadapi saat ini tidak hanya

lingkup Indonesia, namun persoalan global-mondial, dan untuk

menyelesaikan persoalan tersebut memerlukan pengetahuan dan pemikiran

Muslim Indonesia yang nantinya akan menggabungkan diri dengan

pemikiran Islam Internasional. Kedua, upaya pencerdasan dalam berbagai

disiplin ilmu dan teknologi serta menerjuni segala sector kehidupan

modern, agar terkuasainya seluruh idiomnya maka umat Islam akan

menemukan kembali peradabannya. Disamping hal tersebut, upaya

Islamisasi dan atau penggalian ilmu yang orisinil Islam juga harus

dilakukan. Serta pembahasan sistem sosial, ekonomi dan politik yang

Islami juga perlu dipertajam. Ketiga, pelaksanaan prinsip amar ma’ruf

nahi munkar yang mutlak perlu untuk mendorong terciptanya masyarakat

etis dan egaliter. Mengingat problem-problem sosial yang menyertai

pembangunan dan perubahan sosial ini, maka amat penting para

intelektual Islam lebih menguatkan advokasinya atas kelompok

masyarakat lemah yang menjadi korban dari proses pembangunan,

mempertajam kritik terhadap budaya yang merusak moral masyarakat

serta lebih memperkeras dorongan terhadap proses demokratisasi politik

dan ekonomi, terutama dalam pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Keempat, dimensi tasawuf menjadi hal yang penting untuk dikembangkan

Page 185: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

81

dalam teologi Islam. Karena menjadi sangat berbahaya pada saat akal tidak

memiliki pembimbing yang bermotif rohani yang bersih, di sisi lain

pemikiran keagamaan fuqaha’ yang memerlukan agama lebih sebagai

hokum dan pemikiran kaum modernis yang mengembangkannya menjadi

semacam ideologi, ternyata sama-sama kurang memperhatikan dimensi

bathin yang menjadi inti keberagamaan yang sebenarnya. Dan secara

mendasar, agama yang membawa rahman bertumpu pada ajaran dan

konsepsi taqwa secara tepat.

B. SARAN-SARAN

Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas, maka saran-saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut :

1. Sebagai organisasi dengan jama’ah terbesar di Indonesia yang pernah

dipimpin oleh Hasyim Muzadi sebagai tokoh pluralis, secara formal

mengurusi masalah-masalah yang berhubungan dengan kemaslahatan

umat, hendaknya PBNU dapat memberikan dorongan dan dukungan serta

perhatian yang sungguh-sungguh dalam menghadapi gerakan-gerkan yang

berupaya merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia baik

Pancasila, dan Undang-undang Dasar 1945 yang dinilai NU sudah

menjadi harga mati.

2. Melihat kondisi Indonesia saat ini yang menghadapi persoalan yang amat

kompleks, tawaran yang digagas Hasyim Muzadi merupakan salah satu

solusi alternatif yang dibutuhkan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,

alangkah baiknya dengan solusi yang ditawarkan Hasyim Muzadi

Page 186: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

82

tersebut, pikiran masyarakat menjadi terbuka melihat kondisi riil bangsa

Indonesia yang memang dilahirkan menjadi bangsa yang majemuk.

Semangat pluralitas tersebut akan dapat membangun jati diri bangsa

menuju bangsa yang berperadaban.

Page 187: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

83

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER DARI BUKU :

Abdullah, Amin. Studi Agama Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1999.

Abdullah, Taufiq. Islam Dan Masyarakat. Jakarta: LP3ES, 1987.

Abdurrahman, dkk, (ed.), 70 tahun H. Mukti Ali, Agama dan Masyarakat. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 1993.

Abdurrahman, Muslim. Dalam Pengantar Islam Pribumi Mendialogkan Agama

Membaca Realitas. Jakarta: Airlangga, 2003. _______ Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca Realitas. Jakarta:

Airlangga, 2003. Ahmad, Khurshid. Pesan Islam, Ahsin Muhammad (terj.), Bandung: Pustaka,

1983. Ahmad, Nur. (ed.), Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta:

Kompas, 2001. Al-Brebesy, Ma’mun Murod. Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amin

Rais Tentang Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 1999. Ali Enginer, Asghar. Islam dan Teologi Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1999. Ali Fauzi, Ihsan. Pemikiran Islam Indonesia dekade 1980-an. Bandung : Prisma,

Edisi 1991. Ali, Zaenal. 100 Orang Indonesia Paling Berpengaruh. Jakarta: Narasi, 2008.

Anshori, Ibnu. KH. Hasyim Muzadi; Religiusitas dan Cita-cita Good Governance. Sidoarjo: Citra Media bekerjasama dengan AMF Surabaya, 2004.

Baso, Ahmad. Badriyah Fayumi, Khamami Zada, dll., Islam Pribumi

Mendialogkan Agama Membaca Realiatas. Jakarta: Air Langga, 2003. Budiarjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia PustakaUtama,

2008. Burhani, Ahmad Najib. Islam Dinamis Menggugat Peran Agama Membongkar

Doktrin Yang Membantu. Jakarta: Kompas, 2001.

Page 188: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

84

Darwin, Muhadjir. Agama Rakyat Agama Penguasa Kontruksi Tentang Realitas

Agma dan Demokrasi. Yogyakarta: Galang Press, 2004. Effendy, Bachtiar. Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan. Yogyakarta:

Galang Press, 2001. Eko, Sutoro. Pelajaran Konsolidasi Demokrasi Untuk Indonesia. Dalam

pangantar buku terjemah Lary Diamond, Developing Democracy: Toward Consolidation. Yogyakarta: IRE Press, 2003.

Esposito, John L. Saatnya Muslim Bicara, Ahmad Arif (terj.), Bandung: Mizan,

2008. _______ (ed.), Identitas Islam, A. Rahman Zainuddin (terj.), Jakarta: bulan

bintang, 1986. _______ Dinamika Kebangunan Islam Watak, Proses Dan Tantangan, Bakri

Siregar (terj.), (Jakarta: Rajawali Pers, 1987. _______ Islam Dan Politik, H.M Joesoef Sou’yb (terj). Jakarta: Bulan Bintang,

1990. _______ Islam dan Modernitas, Ahsin Muhammad (terj.). Bandung: Pustaka,

1985. Fealy, Greg. Greg Barton (ed.), Tradisionalisme Radikal, Ahmad Suaedy, A.

Made Tonny Supriatna, Amiruddin Ar-Rany, dkk. (terj). Yogyakarta: LKIS, 1997.

Husaini, Adian. Plurlisme Agama Haram. Jakarta: Perspektif, 2005.

Hidayat, Surahman. Islam Pluralisme Dan Perdamaian, Jakarta: Robbani Press, 2008.

Hamid, Abdul Wahid. Islam Cara Hidup Alamiah, Arif Rahmat (terj.),

Yogyakarta: Lazuardi, 2001. Hermawan, Eman. Politik Membela Yang Benar; Teori, Kritik dan Nalar.

Yogyakarta: Klik R, 2001. Iskandar, A. Muhaimin. Melampaui Demokrasi: Merawat Bangsa dengan Visi

Ulama. Jakarta: Grafindo, 2001. Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi. Bandung: Mizan, 1993.

Page 189: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

85

Kleden, Ignas. Dialog Antar Agama-Agama: Kemungkinan dan Batas-batasannya. Dalam Kumpulan Tulisan Agama dan Tantangan Jaman. Jakata: LP3ES, 1985.

Litle, David John Kelsay dan Abdul Aziz A. Sachedina, Kebebasan Agama dan

Hak-hak Asasi Manusia, Riyanto (terj.), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Malik Thoha, Anis. Tren Pluralisme Agama. Jakarta: Perspektif, 2006.

Munawar-Rahman, Budhi. Islam pluralis. Jakarta: Paramadina, 2001.

_______ (ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina.

Muzani, Syaiful (ed.), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun

Nasution. Bandung: Mizan, 1995. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya, cet. IV, 1993. Muzadi, Hasyim. Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa. Jakarta:

Logos, 1999. _______ Agenda Strategis Pemulihan Martabat Bangsa. Jakarta: Pustaka Azhari,

2004. Nasution, Harun & Azumardi Azra (peny.) Perkembangan Modern Dalam Islam.

Jakarta: Yayasan Obor Indosesia, 1985. N. Bellah, Robert dan Philip E. Hammon, Beragama Bentuk Agama Sipil dalam

Beragam Bentuk Kekuasaan Politik, Kultural, Ekonomi dan sosial, Imam Khoeri, dkk (tej). Yogyakarta: Ircisod, 2003.

Qudsy, Saifudin Zuhri. (peny.), Islam Liberal Dan Pundamental Sebuah

Pertarungan Wacana. Yogyakarta: eLSAQ , 2003. Quttub, Muhammad. Islam Agama Pembebas, Fungky Kusnaedi Timur (terj).

Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001. Rahman, Fazlur. Islam dan Modernitas, Ahsin Muhammad (terj.), Bandung:

Pustaka, 1984. Rahmat, M. Imdadun. (peng), Islam Pribumi Mendialogkan Agama Membaca

Realitas (Jakarta: Erlangga, 2003. Ridwan, Nur Kholik. Pluralisme Borjuis Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur.

Yogyakarta: Galang Press, 2002.

Page 190: NEGARA DAN PLURALISME AGAMA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24084/3/Anang... · Muzadi. Tujuan penulis adalah ingin memperdalam pengetahuan

86

Shihab, Alwi. Islam Inklusif. Bandung: Mizan, 1999.

Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1993.

Shodiq, Mohammad. Dinamika Kepemimpinan NU, Refleksi perjalanan KH. Hasyim Muzadi. Surabaya: LTN NU Jatim, 2004.

Solissa, Abdul Nasir (ed.), Al qur’an dan Pembinaan Budaya. Yogyakarta:

LESFI, 1983. Turmudzi, A.M. “Merumuskan Keberislaman Secara Baru”, Jakarta: Basis, Edisi

Maret 1991. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, edisi II, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

INTERNET :

http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/09/168561 /70/13/ Untung- masih-ada-NU-dan-Muhammadiyah

http://soeparno.wordpress.com/114/pages1/56778.html

Menggagas Kebangkitan NU Kedua. Kompas, Selasa, 9 November 1999. Kumpulan tulisan dari Koran detik.com, Suara Pembaharuan, Kompas: Kiprah

PBNU 2000-2001, Analisa dan Evaluasi Pemeritaan tentang Kepemimpinan Hasyim Muzadi, diterbitkan oleh eLkapim Malang, tanpa tahun.

http://www.hidayatulloh.comcontent&task= view&id=1406&Itemid=0

http://www.insistnet.com/content/view/25/34/,

http://muhamadali.blogspot.com/kartun -nabi-dan-dialog-antar-agama.html.

http://www.icrp-online.org.

http://id.wikipedia.org/wiki

http://gp-ansor.org/?pageid+115

www.Eramuslim.com/berita/nas/742712304-hasyim-muzadi-konfliksuni-syiah. http://www.suarapembaharuan.com/News/1999/281199/Nasional/pr01.html.

http://www.nu.or.id/show/pages/625.html