Naskah Publikasi Tesis Trans Jogja

29
  LOKASI HALTE TRANS JOGJA DITINJAU DARI PERSPEKTIF AKSESIBILITAS PENGGUNA DALAM MENJANGKAUNYA Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah diajukan oleh Hasrul 08/287254/PTK/5880 Kepada PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

Transcript of Naskah Publikasi Tesis Trans Jogja

LOKASI HALTE TRANS JOGJA DITINJAU DARI PERSPEKTIF AKSESIBILITAS PENGGUNA DALAM MENJANGKAUNYANaskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah

diajukan oleh Hasrul 08/287254/PTK/5880Kepada PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

Intisari Yogyakarta menjadi salah satu kota besar di Indonesia yang kini tengah berupaya mengatasi permasalahan transportasi dengan menghadirkan moda transportasi Trans Jogja yang memberikan pelayanan lebih baik dibandingkan moda transportasi umum lainnya di jalan. Dalam perkembangannya, keberadaan Trans Jogja belum mampu berperan mengurangi permasalahan transportasi. Hal ini disebabkan tidak berjalan dengan baiknya fungsi halte sebagai salah satu komponen paling krusial dalam operasional Trans Jogja. Lokasi halte yang tidak sesuai dengan pusat bangkitan dan tarikan penumpang disinyalir menjadi alasan masyarakat tidak menggunakan Trans Jogja sebagai moda transportasinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aksesibilitas lokasi halte Trans Jogja dilihat berdasarkan perspektif penggunanya dalam menjangkau halte. Perspektif pengguna terhadap aksesibilitas dikaji melalui tiga faktor yakni jarak, waktu tempuh dan biaya yang dikeluarkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif dengan analisa kuantitatif dan kualitatif. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari halte dan pengguna Trans Jogja, dengan jumlah sampel halte sebanyak 12 halte yang diperoleh melalui metode purposive dengan mengkategorikannya menjadi empat kawasan berdasarkan jenis kegiatan sekitarnya antara lain kawasan pendidikan, kawasan perdagangan jasa dan perkantoran, kawasan rumah sakit, dan kawasan wisata. Sedangkan jumlah sampel pengguna Trans Jogja sebanyak 120 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pengguna menyatakan lokasi halte Trans Jogja yang ada saat ini sudah baik bila ditinjau dari faktor jarak, waktu untuk menempuh dan biaya yang dikeluarkan dalam menjangkaunya. Dalam hal ini faktor jarak menjadi faktor yang secara konsisten berpengaruh terhadap tingkat aksesibilitas halte. Kurang optimalnya penggunaan moda transportasi Trans Jogja teridentifikasi dari tinjauan kualitatif penelitian yang menunjukkan bahwa jaminan ketepatan waktu bagi pengguna Trans Jogja belum dapat terlayani secara maksimal, akibatnya masyarakat lebih memilih untuk tetap menggunakan kendaraan pribadi dalam mendukung aktivitasnya. Kondisi ini pula yang akhirnya menyebabkan penggunaan Trans Jogja hanya diperuntukkan bagi kegiatan yang tujuannya tidak terikat dengan ketepatan waktu. Kata Kunci: Trans Jogja, Halte, Aksesibilitas

AbstractYogyakarta is one of the big cities in Indonesia who attempting to overcomes its transportation problem by providing a mode of transportation called Trans Jogja. This new mode providers better services than others mode of transportation public. So far the existence of Trans Jogja has not be able to reduce transportation problem in this city. This condition is caused by the fact that the location of bus stops as a one of the most crucial component in operation of Trans Jogja is not appropriate. The location of bus stops are not in the centre of production and pull of passengers may be a reason why the society not using Trans Jogja optimally. This research aims to known the accessibility of Trans Jogja bus stops viewed by its passengers in this research, the passengers perspective are identified by three factors which include distance, travel time, and cost. This research used deductive approach, supported by both quantitative and qualitative techniques. The sample of this research consist of bus stop and users of Trans Jogja, with the number of sampel as many as 12, obtained by purposive method with catogorized them into four regions based on the types of surrounding activities include the education, trade, service and office area, hospital area, and tourism area. The sample number of Trans Jogja passengers were 120 people. The research shown that based on users perception of bus stop location accesibility, its known that in general the user states that the location of halt of Trans Jogja is currently better when viewed from distance, travel time and cost incurred within reach. In this case, distance factor become the most factor affected the accesibility of bus stop. People are not optimally used of Trans Jogja because the system did not provide maximum time realibility. A result people would prefer to use private transportation vehicles to support its activities, people tends to use Trans Jogja only when their trips are not timely constraints. Keywords: Trans Jogja, Bus Stop, Accessibility

.

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kemacetan dan kepadatan jalan kini menjadi masalah utama yang dihadapi hampir semua kota besar di Indonesia. Perkembangan kota yang berjalan cukup pesat secara tidak langsung berdampak pula pada peningkatan jumlah populasi penduduk. Semakin lama jumlah penduduk di kota besar semakin meningkat, begitupula dengan jenis aktivitas dan kegiatan pergerakannya, kondisi ini pada akhirnya mendorong permintaan terhadap kendaraan di kota besar semakin meningkat pula dari waktu ke waktu. Pertumbuhan jumlah kendaraan yang pesat ternyata tidak sebanding dengan kapasitas jalan menampung kendaraan, dampaknya kemacetan terjadi dimanamana, jalan semakin padat dan tingkat kebisingan serta polusi menjadi semakin meningkat. Yogyakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia juga tengah menghadapi persoalan yang sama yaitu kemacetan dan kepadatan jalan, namun kini pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta berupaya untuk meminimalisirnya, dengan menghadirkan satu moda transportasi massal berupa bus yang dikenal dengan nama Trans Jogja. keberadaan Trans Jogja diharapkan mampu mengeliminir permasalahan yang timbul akibat semakin tingginya penggunaan moda transportasi pribadi di jalan. Konsep buy the service yang ditawarkan moda Trans Jogja berusaha untuk memberikan fasilitas-fasilitas tambahan seperti kenyamanan bertransportasi, kemananan dan keterjangkauan biaya, melalui konsep ini pemerintah berharap terjadi perubahan perilaku bertransportasi masyarakat Yogyakarta yang awalnya menggunakan moda transportasi pribadi dapat beralih menjadi pengguna moda transportasi massal. Operasional Trans Jogja saat ini telah memasuki tahun ketiga semenjak mulai di resmikan penggunaannya pada Februari tahun 2008, namun keberadaan Trans Jogja belum juga mampu memberikan pengaruh terhadap masalah bertransportasi di Yogyakarta. Bahkan penelitian terkahir yang dilakukan oleh Centre for Institution and Management Development (CIMDEV) menyatakan bahwa penggunaan Trans Jogja cenderung menurun karena faktor belum terbiasanya masyarakat Yogyakarta menggunakan sistem halte yang selama ini menjadi komponen penting dalam operasional Trans Jogja dan menjadi satu-satunya tempat bagi pengguna untuk dapat naik maupun untuk turun dari Trans Jogja. Lokasi halte yang telah permanen menjadi satu masalah tersendiri yang menyebabkan hingga saat ini peran Trans Jogja

dalam menanggulangi permasalahan transportasi menjadi tidak optimal, karena diduga kuat penempatannya tidak sesuai dengan bangkitan dan tarikan penumpang, sehingga aksesibilitas masyarakat terhadapnya menjadi tidak maksimal. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka penelitian ini memfokuskan pembahasan dan analisa penelitian dengan pertanyaan penelitian apakah lokasi halte Trans Jogja sudah aksesibel bila ditinjau dari persepsi pengguna terhadap faktor jarak, waktu menempuh dan biaya yang dikeluarkan dalam menjangkau halte 3. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana persepsi pengguna Trans Jogja terhadap aksesibilitas lokasi halte, identifikasi terhadap persepsi tersebut dilihat berdasarkan penilaian pengguna terhadap jarak halte, waktu menempuh halte, dan biaya yang dikeluarkan untuk menjangkau halte. Adapun persepsi pengguna tersebut akan dilihat dari masing-masing halte yang dikelompokkan berdasarkan karakteristik kegiatan dominan yang terdapat disekitar halte, di antaranya kawasan pendidikan, kawasan perdagangan, jasa dan perkantoran, kawasan rumah sakit dan kawasan wisata. 4. Keaslian Penelitian penelitian mengenai persepsi pengguna Trans Jogja terhadap aksesibilitasnya dalam menjangkau lokasi halte adalah penelitian pertama yang dilakukan, walaupun sebelumnya terdapat beberapa penelitian yang juga dilakukan dengan objek yang sama, namun terdapat perbedaan dalam hal lainnya. Adapun beberapa penelitian yang memiliki kesamaan obyek atau tujuan dengan penelitian ini antara lain: a. Novrida Pihastuti (2009), Evaluasi Pengaruh Penempatan Halte Bus Trans Jogja Terhadap Kendaraan Lain, FSTPT-Universitas Kristen Petra Surabaya. b. Gito Sugiyanto (2009), Pemilihan Moda Antara Mobil Pribadi Dengan Bus Trans Jogja Akibat Biaya Kemacetan, FSTPT-Universitas Kristen Petra Surabaya c. Indri Nurvia Puspita Rini (2007), Analisis Persepsi Penumpang Terhadap Tingkat Pelayanan Busway, Tesis Magister Teknik Sipil-UNDIP

d. Ahmad Rezaldhy Ergantara (2003), Evaluasi Masyarakat Terhadap Kualitas dan Efektivitas Layanan Bus Kota, Tesis Magister Perencanaan Kota Daerah-UGM Beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, menunjukkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaan signifikan terdapat pada tujuan yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini tujuan penelitian difokuskan untuk mengetahui bagaimana persepsi pengguna khusus terhadap aksesibilitas lokasi halte Trans Jogja, dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas antara lain jarak, waktu menempuh dan biaya yang dikeluarkan.

B. Landasan Teori 1. Guna Lahan dan Transportasi Keterkaitan antara guna lahan dan transportasi dijelaskan oleh Blunden et al dalam Khisty (2005), bahwa terdapat interaksi langsung antara jenis dan intensitas guna lahan dengan penawaran fasilitas-fasilitas transportasi yang tersedia, salah satu tujuan utama perencanaan setiap guna lahan dan sistem transportasi adalah untuk menjamin adanya keseimbangan yang efisien antara aktivitas pada tata guna lahan dengan kemampuan transportasi. Miro (2002) menambahkan pula bahwa dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia akan terpaksa melakukan pergerakan (mobilisasi) dari tata guna lahan yang satu menuju ke tata guna lahan lainnya, agar mobilisasi manusia antar tata guna lahan ini terjamin kelancarannya, maka dikembangkanlah sistem transportasi yang sesuai dengan jarak, kondisi geografis, dan wilayah dimaksud. Hubungan antara guna lahan dan transportasi juga diungkapkan oleh Jayadinata (1999) yang berpendapat bahwa suatu gerak manusia dalam kegiatannya adalah dari rumah ke tempat bekerja, sekolah, pasar, toko, tempat ibadah dan tempat hiburan. Kemudahan bagi penduduk untuk menjembatani jarak antara berbagai pusat kegiatan itu disebut tingkatan daya jangkau (aksesibilitas), maka baik di kota maupun di desa perlu disediakan lahan bagi semua jaringan transportasi, baik transportasi darat, laut maupun udara yang bertugas memindahkan manusia dan barang menuju ke tempat yang diinginkan.

2. Perencanaan Sistem Transportasi Perencanaan sistem transportasi secara umum didefiniskan sebagai usaha layaknya kegiatan perencanaan yang diawali dengan menganalisa berbagai komponen-komponen yang saling terkait dalam satu sistem transportasi, melakukan perumusan masalah, menetapkan rencana-rencana dan alternatif rencana, menerapkannya, mengawasi dan mengevaluasinya, hingga diperoleh hasil maksimal dari tujuan rencana transportasi yakni menghubungkan manusia menuju guna lahan yang lain secara efektif dan efisien. Dalam perencanaan sistem transportasi terdapat tiga hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan antara lain adalah: 1.) Mengetahui karakteristik sistem transportasi 2.) Melakukan tahapan analisis perencanaan sistem transportasi yang terdiri dari: a. Tahapan analisa bangkitan transportasi b. Tahapan analisa sebaran perjalanan c. Tahapan analisa pilihan moda transportasi d. Tahapan analisa pilihan rute 3.) Melakukan analisa permintaan dan penawaran transportasi a. Mengetahui sifat umum permintaan transportasi b. Mengetahui perkiraan kebutuhan perjalanan 3. Transportasi Publik Transportasi publik merupakan salah satu sarana transportasi yang digunakan untuk mengantarkan orang dari satu lokasi asal ke lokasi tujuan secara massal, penggunaan transportasi publik ini diharapkan dapat meminimalisir kepadatan penggunaan alat transportasi pribadi, yang berdampak pada berkurangnya kepadatan penggunaan jalan terutama pada waktu-waktu puncak pergerakan. Transportasi publik juga sering disebut angkutan umum atau kendaraan umum, dalam Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1993 tentang angkutan jalan, dijelaskan mengenai pengertian angkutan umum atau kendaraan umum yakni setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.

Terdapat beragam jenis tranportasi yang dapat digunakan sebagai angkutan umum orang dalam mencapai tujuannya. Saat ini guna menunjang pergerakan manusia khususnya di daerah perkotaan, bus menjadi alat atau moda transportasi umum yang cukup efektif dan sering digunakan. Giannopoulos (1989) menjelaskan bahwa bus merupakan representasi moda perjalanan yang paling umum digunakan pada sebagian besar negara di dunia, bus menjadi alat transportasi yang dapat diandalkan secara ekonomis, selain itu dapat digunakan untuk melayani area yang luas dengan biaya minimal. 4. Halte Dalam Operasional Bus Halte seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam operasional bus sebagai moda dalam transportasi publik, dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 mengenai lalu lintas dan angkutan jalan mendefinisikan halte sebagai tempat pemberhentian kendaraan bermotor umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan. Sedikit berbeda dengan terminal yang berfungsi sebagai pangkalan kendaraan bermotor umum digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang atau barang serta perpindahan moda angkutan. Dalam surat keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) menjelaskan bahwa tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum ini merupakan salah satu bentuk fungsi pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh pemerintah yang dimaksudkan untuk: a.) Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas b.) Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum c.) Menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan atau menurunkan penumpang d.) Memudahkan penumpang untuk melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus. Dalam pedoman teknis perekayasaan tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan juga dijelaskan beberapa aturan dalam menempatkan posisi halte. Pedoman ini lebih cenderung mengatur penetapan lokasi halte berdasarkan pola tata ruang atau guna lahan dengan jarak halte yang ideal sebagai berikut:

a) Untuk guna lahan dengan pusat kegiatan yang sangat padat seperti pertokoan atau pasar yang terletak di central business district jarak lokasi halte adalah 200-300 m b) Untuk daerah padat dengan kegiatan perkantoran, jasa dan sekolah yang terletak di perkotaan, jarak pemberhentian halte adalah 300-400 m c) Untuk daerah pemukiman yang terdapat di perkotaan, jarak pemberhentian halte adalah 300-400 m d) Untuk daerah dengan kegiatan campuran seperti perumahan, sekolah dan jasa namun tergolong padat yang terletak di pinggiran, maka jarak ideal pemberhentian halte adalah 300-500 m e) Untuk daerah campuran yang tidak padat, dengan kegiatan perumahan, ladang sawah dan tanah kosong, maka jarak pemberhentian halte adalah 500-1000 m. 5. Aksesibilitas Halte Aksesibilitas dan mobilitas merupakan dua hal yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya. Black dalam Miro (2002) mendefiniskan aksesibilitas sebagai suatu konsep yang menghubungkan sistem tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya, perubahan tata guna lahan yang menimbulkan zona-zona dan jarak geografis disuatu wilayah atau kota, akan dengan mudah dihubungkan oleh penyedia prasarana atau sarana angkutan. Karena sifatnya yang sangat subjektif maka perlu ukuran kuantitatif dalam menentukan suatu daerah dinyatakan aksesibel atau tidak, biasanya faktor jarak menjadi faktor utama dalam mengukur aksesibilitas suatu daerah, namun mengukur aspek jarak saja tidak cukup untuk melihat secara keseluruhan aksesibilitas daerah, oleh karena itu perlu mempertimbangkan faktor lain dalam melakukan determinasi bahwa akses suatu wilayah dinyatakan tinggi atau rendah, yang menurut Miro (2002) antara lain adalah. 1. Faktor Waktu Tempuh, faktor ini ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi seperti dukungan jalan yang baik, serta jaminan angkutan yang akan melayani

2.

Faktor Biaya, biaya juga termasuk yang berperan menentukan aksesibilitas, karena faktor biaya yang tidak terjangkau, mengakibatkan orang tidak dapat melakukan perjalanan

3.

Faktor Intensitas, pada suatu petak lahan yang telah diisi dengan berbagai macam kegiatan, akan berpengaruh pada dekatnya jarak tempuh berbagai kegiatan tersebut, secara tidak langsung kondisi tersebut ikut mempengaruhi tinggi atau rendahnya aksesibilitas

4.

Faktor Pendapatan, kemudahan orang melakukan perjalanan pada umumnya dipengaruhi dengan kemapanan ekonomi, oleh karena itu walaupun jarak yang ditempuh jauh, namun dengan kemampuan ekonomi yang tinggi menyebabkan orang tersebut mampu menempuh lokasi tersebut sewaktu-waktu, kondisi ini menyebabkan akses bisa dinyatakan tinggi.

5.

Faktor Eksternal Lainnya, penulis menambahkan faktor yang ikut mempengaruhi aksesibilitas adalah termasuk faktor-faktor eskternal yang tidak diduga sebelumnya (unpredictable) akan terjadi seperti cuaca, bencana, dan kondisi lalu lintas jalan, walaupun akhir-akhir ini telah ditemukan teknologi untuk meramalkan cuaca dan melihat kondisi lalu lintas jalan yang akan dilalui, namun belum semua orang mampu menjangkaunya.

C. Karakterstik Objek dan Wilayah Penelitian Lokasi penelitian ini berada dalam lingkup administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta. secara administratif Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari empat wilayah kabupaten dan satu wilayah kota, yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo, serta satu wilayah berbentuk kota yaitu Kota Yogyakarta. Dari kelima wilayah administrasi tersebut Kota Yogyakarta merupakan daerah dengan tingkat kepadatan tertinggi yakni sebesar 14.059 jiwa per km2. Dampak dari kondisi ini tentu dapat diprediksi akan berpenaruh pada kepadatan jalan, hal inilah yang kemudian membuat akhirnya Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengambil kebijakan untuk menerapkan sistem operasi moda transportasi massal yang dikenal dengan nama Trans Jogja.

1. Deskripsi Moda Transportasi Trans Jogja Opersional bus Trans Jogja ditandai dengan diterbitkannya SK Gubernur

No.132/Kep/2007 pada tanggal 27 Agustus 2007 mengenai jaringan trayek bus Trans Jogja, selanjutnya disempurnakan dengan terbitnya Perda No.5 Tahun 2008 pada tanggal 6 Februari 2008 mengenai tarif angkutan bus perkotaan Trans Jogja. Bus Trans Jogja terdiri dari tiga komponen besar di antaranya terdiri dari komponen keras (hardware), komponen lunak (software) dan komponen manusia (brainware). Adapun ketiga komponen tersebut masingmasing terdiri dari bagian-bagian kecil yang menjadi penopang dan pendukung berjalannya operasional bus Trans Jogja, lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar.1 berikut:

v Trans Jogja

Hardware

Software

Brainware

Bus Halte Mesin Tiketing Kartu Pass

SMTS (smart mass Transit Sistem)

Supir Pramugari/a Petugas Halte

Gambar.1 Perangkat Operasional Trans Jogja

Saat penelitian ini dilakukan jumlah trayek Trans Jogja sebayak enam trayek terdiri dari trayek 1A-B, 2A-B, 3A-B, namun saat ini jumlah trayek telah bertambah menjadi delapan dengan tambahan trayek 4A-B. Masing-masing trayek melayani panjang rute yang berbeda, dan tiap trayek difasilitasi dengan delapan bus, adapun jarak yang dilayani oleh masing-masing trayek dapat dilihat pada Tabel.1 berikut: Tabel.1 Panjang Rute dan Jumlah Bus Trans Jogja Trayek1A 1B 2A Bersambung

Panjang Trayek (km)35,93 36,96 32,90

Jumlah Bus8 8 8

Headway (menit)15 15 15

Tabel.1 Lanjutan 2B 3A 3B 31,79 33,02 32,28 8 8 8 15 15 15

Sumber : Materi Presentasi BRT Trans Jogja Dishub Prov.DIY

2. Halte Trans Jogja Dari beberapa komponen yang mendukung kegiatan operasional Trans Jogja, halte merupakan bagian yang paling fundamental dan sangat krusial dalam operasionalisasi Trans Jogja. hal ini disebabkan halte menjadi pintu awal dan akhir penumpang dalam menggunakan Trans Jogja, pengguna tidak dapat menggunakan bus Trans Jogja bila tidak melalui halte terlebih dahulu, dan juga tidak dapat turun kecuali di halte. Pentingnya peran halte sebagai bagian yang paling mendukung operasional Trans Jogja menjadi salah satu alasan dilakukannya penelitian ini, selain itu kondisi halte yang diidentifikasi berada di daerah-daerah yang tidak potensial baik sebagai lokasi tarikan maupun sebagai lokasi bangkitan juga menjadi sebab dilakukannya penelitian ini. Dalam penelitian ini jumlah halte yang beroperasi sebanyak 76 halte, dari seluruh halte tersebut sebanyak delapan halte merupakan halte POS. masing-masing trayek melayani halte dengan jumlah yang bervariatif, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel.2 berikut: Tabel.2 Jumlah Halte Setiap TrayekNo Nama Trayek Jumlah Halte

1 2 3 4 5 6

1A 1B 2A 2B 3A 3B

25 23 27 24 21 19

Sumber : Materi Presentasi BRT Trans Jogja Dishub Prov.DIY

Dalam operasional Trans Jogja juga terdapat halte POS, fungsi dari halte POS adalah sebagai pusat koordinasi halte Trans Jogja, yang berperan mengumpulkan hasil atau pendapatan masing-masing halte yang dikoordinirnya, adapun masing-masing halte POS mengkoordinir halte dengan jumlah yang berbeda seperti yang terlihat pada Tabel.3 berikut:

Tabel.3 Jumlah Halte yang di Koordinir Halte POSNo 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Nama Halte POS Terminal Giwangan Terminal Jombor Bandara Adi Sucipto Ambarukmo Plaza Bethesda Taman Pintar Samsat DIY Kopma UGM Dishub DIY Jumlah Halte Terkoordinir 10 5 8 11 8 9 9 8 8

Sumber : Hasil Olahan (Informasi Data dari UPTD Trans Jogja)

Penempatan halte harus mengacu pada pedoman teknis perekayasaan halte seperti yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, dengan mempertimbangkan lokasi tata guna lahan dan jaraknya dari masing-masing tata guna lahan tersebut, beberapa pertimbangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Pada lokasi pusat kegiatan seperti pasar dan pertokoan yang terletak di pusat kota jarak halte 200-300 meter 2. Pada lokasi padat yang terdiri dari guna lahan untuk pertokoan, sekolah dan jasa yang terletak di kota, jarak halte antara 300-400 meter 3. Pada kegiatan permukiman di kota, jarak halte antara 300-400 meter 4. Pada lokasi campuran padat, yang peruntukan lahan sebagai permukiman, sekolah dan jasa namun terletak di pinggiran, maka jarak halte antara 300-500 meter 5. Pada lokasi campuran jarang, yang peruntukkan lahan sebagai lading, sawah dan tanah kosong dan terletak di pinggiran, maka jarak halte antara 500-1000 meter Dalam dokumen perencanaan lokasi halte Trans Jogja diuraikan beberapa ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan lokasi halte Trans Jogja diantaranya adalah (1) terletak pada jalur pejalan kaki (2) dekat dengan pusat kegiatan (3) aman terhadap gangguan criminal (4) aman terhadap kecelakaan lalu lintas (5) tidak menggangu kelancaran lalu lintas. Selain itu setiap halte atau tempat pemberhentian bus Trans Jogja terdapat terdapat spesifikasi fasilitas utama yang diantaranya adalah:

a) T Tempat menu unggu penum mpang tidak menganggu pejalan kak dan aman d lalu lint u ki dari tas b) T Terdapat tem berteduh mpat h c) T Terdapat ram dan mark jalan mbu ka d) T Terdapat info ormasi tentan jadwal da rute angku umum ng an utan e) T Terdapat paga pengaman ar n. Sedangkan untuk peren S u ncanaan pos halte Tr sisi rans Jogja d diletakkan d dengan bebe erapa pertimba angan sebaga berikut: ai a) T Terletak pada sisi jalan at trotoar a tau b) D Dilengkapi de engan celuka an c) D Dilengkapi de engan zebra cross d) D Dilengkapi de engan rambu informasi u Kondisi halte Trans Jogja tersebut ter K e a rlihat pada b beberapa gam mbar di bawa ini: ah

Ga ambar.2 Kon ndisi halte T Trans Jogja

D. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Tipe penelitian ini termasuk penelitian korelatif yang berusaha untuk mengungkap hubungan atau korelasi satu variabel penelitian dengan variabel yang lain, selain itu juga bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan yang erat antara satu variabel dengan variabel yang lain (Supardi, 2005). Berdasarkan hal tersebut maka dalam kegiatan penelitian ini digunakan pendekatan penelitian yang bersifat deduktif dengan analisa menggunakan teknik gabungan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yakni tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap pengolahan dan analisa data. 2. Data dan Sampel Jenis data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder, data primer diperoleh melalui dua cara yaitu melalui kuesioner dan melalui observasi, sedangkan untuk data sekunder lebih banyak diperoleh melalui survey instansional dan studi terhadap literatur yang telah diterbitkan atau dipublikasikan. Sampel dalam penelitian ini dilakukan terhadap dua objek, yang pertama sampel responden pengguna Trans Jogja dan sampel terhadap halte Trans Jogja. Bailey dalam Prasetyo (2005) menjelaskan bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti, oleh karenanya sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri. Purwanto (2007) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih mengikuti prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Adapaun dalam proses penelitian terdapat keterbatasan-keterbatasan yang umum ditemui oleh peneliti lainnya seperti masalah biaya, tenaga dan waktu, maka dalam penelitian ini tidak semua populasi dapat diidentifikasi, untuk itu perlu menggunakan sampel yang semaksimal mungkin dapat menjadi representasi dari populasi penelitian ini. a.) Sampel Pengguna Trans Jogja Dalam menentukan sampel pengguna Trans Jogja, populasi yang digunakan adalah populasi pengguna Trans Jogja berdasarkan data jumlah penggunanya pada tahun 2009 yang berjumlah 4.491.548 orang. Perhitungan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

N n= 1 + Ne2

n = besaran sampel N= besaran populasi e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel

Berdasarkan jumlah populasi dan formulasi di atas, maka dapat dihitung jumlah sampel pengguna Trans Jogja dengan tingkat keandalan sebesar 90 % dan toleransi kesalahan sebesar 10 % maka diperoleh hasil sebagai berikut:4491548 n= (1 + (4491548 (0.1)2))

4491548 n= 44916,48 n = 99,997 Pembulatan menjadi 100

b.) Besaran Sampel Halte Jumlah halte yang menjadi populasi ketika penelitian ini dilakukan adalah sebanyak 76 halte, Sampel halte diambil sebanyak 15 % dari populasi yang berjumlah 11,4 dengan pembulatan menjadi 12 halte. Metode ini didasarkan pada pendapat Singarimbun dan Effendi (1982) dalam Supardi (2005) yang menyebutkan bahwa jumlah sampel penelitian tidak boleh kurang dari 10 %, senada yang diungkapkan oleh Nasution dalam Supardi (2005) bahwa jumlah sampel minimal 10 % dari total populasi dan tidak boleh kurang dari itu. Besaran sampel responden yang berjumlah 100 orang, perlu didistribusikan ke setiap halte yang berjumlah 12 halte, namun dalam proses distribusi tidak ditemukan jumlah pembagian responden yang merata pada setiap halte, oleh karena itu jumlah

responden penelitian ditambah menjadi 120 menyesuaikan jumlah halte yang menjadi sampel penelitian.c.) Teknik pengambilan sampel

Sampel responden diambil dengan menggunakan metode aksidental sampling, Dalam metode ini anggota sampel yang diambil tidak direncanakan terlebih dahulu, tetapi ditemui atau didapatkan secara tiba-tiba (Sukandarrumidi, 2002). Penggunaan metode ini dilakukan karena pada saat dilakukan pre tes penyebaran kuesioner, peneliti menemukan kesulitan dalam mengambil sampel yang menggunakan teknik-teknik sampling lainnya, beberapa kendala yang ditemui di lapangan antara lain adalah sebagai berikut: a.) Responden banyak yang menolak untuk mengisi kuesioner dengan alasan sedang terburu-buru untuk menuju ke tempat tujuan b.) Responden mengisi kuesioner tetapi tidak sampai selesai karena bus yang ditunggu sudah tiba c.) Responden tidak bersedia untuk diminta mengisi kuesioner karena alasan lainnya seperti malu, tidak ingin diganggu, tidak tahu dan berbagai alasan lainnya. Walaupun menggunakan metode aksidental sampling dalam mengambil data responden, namun dalam pelaksanaannya diberikan beberapa persyaratan bagi responden diantaranya 1) Usia anggota sampel harus 15 tahun 2) Berdomisili di wilayah DIY dan atau beraktivitas dalam jangka waktu yang lama di Wilayah DIY, sehingga wisatawan tidak termasuk kedalam kriteria sampel ini 3) Bukan pengguna Trans Jogja pertama kali. Pengambilan sampel halte dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, sampel yang diperoleh dari metode ini diambil dari spesifikasi khusus yang diinginkan oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitiannya. Dalam penelitian ini halte diambil berdasarkan spesifikasi dominasi kegiatan yang menjadi daerah bangkitan disekitar halte, spesifikasi ini mencakup empat jenis kegiatan diantaranya (1) lokasi pendidikan (2) lokasi perdagangan, jasa dan perkantoran (3) lokasi wisata dan atau hiburan serta (4) lokasi rumah sakit.

3.

Lokasi Penelitian Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa lokasi penelitian akan mencakup empat kawasan antara lain, kawasan pendidikan, kawasan perdagangan, jasa dan perkantoran, kawasan rumah sakit dan kawasan wisata. Adapun yang menjadi lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel.4 Lokasi Halte Penelitian No1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pendidikan

Jenis Kegiatan

Lokasi HalteHalte Kopma UGM Halte SMPN 5 Yogyakarta Halte SMPN 14 Yogyakarta Halte Bumi Putera Halte Mangkubumi II Halte Ambarukmo Plasa Halte Malioboro II Halte Taman Pintar Halte Prambanan Halte RS Bethesda Halte RS dr Yap Halte RS Panti Rapih

Lokasi Perdagangan, Jasa dan Perkantoran

Lokasi Wisata dan Hiburan

Lokasi Rumah Sakit

Sumber : Hasil Observasi dan Olahan

4.) Analisa Data Dalam penelitian ini digunakan tiga model analisa terhadap hasil penelitian, analisaanalisa tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Analisa Pendahuluan, analisa pendahuluan merupakan analisa awal untuk

mengungkapkan hasil penelitian yang diperoleh dilapangan. Proses analisa pendahuluan akan dibagi kedalam tiga tahap, yakni diawali dengan analisa sosial ekonomi responden, kemudian analisa perilaku perjalanan responden, analisa interaksi responden dengan Trans Jogja dan moda transportasi lainnya. 2. Analisa Kuantitatif, analisa kuantitatif pada penelitian ini terdiri dari tiga tahap, diawali dengan analisa crosstabs atau tabulasi silang, kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi keeratan hubungan antara variabel pengaruh dan terpengaruh dengan menggunakan analisa korelasi berganda, dan terakhir mengidentifikasi hubungan

keseluruhan variabel independen dengan variabel dependen menggunakan metode analisa regresi berganda 3. Tinjauan Kualitatif, tujuan dari tinjauan kualitatif adalah guna menggambarkan fenomena yang terjadi terkait dengan objek penelitian, yang fenomena tersebut tidak dapat direpresentasikan atau ditampilkan dalam bentuk angka namun lebih mampu digambarkan dalam bentuk deskripsi atau penjelasan kualitatif, dalam tinjauan kualitatif ini digunakan pendekatan postpositivism. Fakta dan data dalam postpositivism bersifat empiri sensual dan lebih jauh dari itu adalah mencakup fenomena dan nomena dari apa yang terdapat dalam data empiris dan sensual tersebut, singkatnya dijelaskan bahwa postpositivisme ingin mencari makna dibalik data empiri sensual yang ada pada pendekatan positivism. Proses analisa kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul baik hasil wawancara, pengamatan, foto-foto, catatan lapangan, dokumen pribadi maupun resmi yang diperoleh selama melakukan penelitian lapangan, kemudian dilanjutkan dengan mereduksi data, membuat abstraksi dan menyusun kategori dan membuat penafsiran. E. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Analisa Pendahuluan Analisa pendahuluan merupakan gambaran awal mengenai hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengolahan data kuesioner penelitian, analisa pendahuluan ini terdiri dari tiga bagian, mencakup pembahasan mengenai kondisi sosial ekonomi responden, kondisi responden menurut kegiatan perjalanannya dan interaksi responden dengan Trans Jogja dan moda transportasi lainnya. a.) Kondisi sosial ekonomi responden Dalam penelitian ini diketahui bahwa pengguna Trans Jogja menurut jenis kelamin lebih didominasi oleh kalangan wanita, proporsi wanita yang menggunakan Trans Jogja mencapai 62.5 % dari total 100% responden penelitian, sedangkan dari sisi usia pengguna Trans Jogja lebih banyak dari masyarakat yang berusia antara 15 sampai 24 tahun dengan jumlah proporsi sebanyak 56%. Bila ditinjau dari tingkat pendidikan pengguna Trans Jogja lebih dominan yang berpendidikan SMA dengan prosentase

sebesar 62.5%, sedangkan dari segi profesi pelajar dan mahasiswa merupakan profesi terbanyak yang menggunakan Trans Jogja dengan prosentase sebesar 47.5%. b.) Kondisi responden menurut kegiatan perjalanannya Perjalanan responden dalam penelitian ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu asal perjalanan dan tujuan perjalanan, selain itu maksud perjalanan dalam penelitian ini juga menjadi bagian dari kegiatan perjalanan. Dari 120 orang responden atau 100% jumlah keseluruhan responden diperoleh informasi bahwa lebih banyak responden yang asal perjalanannya diawali dari rumah dengan prosentase sebesar 43%. Sedangkan bila dilihat dari tujuan perjalanan sebanyak 40% responden juga menjawab bahwa tujuan perjalanan mereka adalah rumah. Kondisi ini terjadi karena responden yang diambil tidak hanya responden yang naik ke halte Trans Jogja saja, namun juga responden yang turun dari halte Trans Jogja. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kebanyakan tujuan responden dalam penelitian ini bermaksud untuk kembali ke rumah. c.) Apresiasi responden terhadap Trans Jogja Dalam penelitian ini diketahui bahwa dari 120 orang yang menjadi responden penelitian, hanya 26 orang di antaranya yang memiliki kartu langganan Trans Jogja, artinya hanya sedikit dari responden yang benar-benar menjadi pengguna rutin Trans Jogja. namun dari keseluruhan responden ternyata 72 orang di antaranya telah mengenal Trans Jogja sejak beroperasi, bahkan dari keseluruhan responden hampir sebagian besar mengetahui keberadaan Trans Jogja dalam waktu yang sudah cukup lama. Walaupun telah mengenal Trans Jogja dalam waktu yang lama, namun penggunaan terhadap Trans Jogja lebih banyak yang tidak menentu, proporsinya sejumlah 36%. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa selama ini alasan utama responden menggunakan Trans Jogja memang dikarenakan kebutuhan, bila dilihat dari faktor yang mempengaruhi responden menggunakan Trans Jogja faktor kenyamanan menjadi faktor yang paling besar mempengaruhi penggunaan responden terhadap Trans Jogja, prosentasenya sebesar 41%, sedangkan faktor yang membuat responden tidak menggunakan Trans Jogja lebih banyak dipengaruhi oleh faktor waktu menunggu yang lama, prosentasenya bahkan mencapai 53%.

Analisa pendahuluan di atas memberi interpretasi tersendiri yang menjadi kesimpulan sementara bahwa sejauh ini penggunaan Trans Jogja lebih didominasi oleh pengguna dengan rentang usia produktif dengan didominasi oleh kalangan wanita. Dapat disimpulkan pula bahwa penggunaan Trans Jogja lebih banyak untuk tujuan yang tidak formal, hal ini dikarenakan Trans Jogja belum mampu memberikan ketepatan waktu dalam melayani kebutuhan pergerakan penggunanya, selama ini penggunaan Trans Jogja lebih dipengaruhi oleh faktor kenyamanan yang menjadi salah satu keunggulan dari bus Trans Jogja dibandingkan dengan bus umum lainnya. 2. Analisa Kuantitatif Analisa kuantitatif terdiri dari tiga jenis, di antaranya analisa tabulasi silang (crosstabs), analisa korelasi berganda dan analisa kompehensif dengan menggunakan analisa regresi ganda. a.) Analisa tabulasi silang Analisa tabulasi silang dimaksudkan untuk melihat persepsi pengguna dengan menganalisa variabel independen terhadap variabel dependen, dalam hal ini variabel independen terdiri dari faktor jarak, waktu menempuh dan biaya yang dikeluarkan, analisa tabulasi silang dilakukan untuk setiap variabel di masing-masing kawasan halte.

Tabel.5 Akumulasi Prosentase Tabulasi Silang Tentang Persepsi Pengguna Terhadap Aksesibilitas HaltePersepsi Aksesibilitas dalam persen (%) Nama Kawasan Pendidikan Perdagangan, jasa dan perkantoran Wisata dan Hiburan Rumah Sakit Rata- rata Sumber: Hasil Olahan Data Sangat Sulit Dijangkau Sulit Dijangkau 30.0 % 23.3 % 33.3 % 10.0 % 24.15 % Mudah Dijangkau 66.7 % 76.7 % 63.3 % 80.0 % 71.7 % Sangat Mudah Dijangkau 3.3 % 3.3 % 10.0 % 4.15 %

Pada tabel di atas, terlihat bahwa persepsi responden terhadap halte Trans Jogja lebih dominan menyatakan halte mudah dijangkau, dengan rata-rata prosentase responden sebanyak 71.7 %. Namun dalam analisa tabulasi silang ketiga variabel independen

memiliki prosentase berbeda-beda terhadap variabel dependen, tabel di bawah ini memberi informasi mengenai jawaban mayoritas responden terhadap di masing-masing variabel pada setiap kawasan. Tabel.6 Persepsi Mayoritas Responden Pada Setiap Variabel Independen Terhadap Variabel DependenNama Kawasan Pendidikan Perdagangan, jasa dan perkantoran Wisata dan Hiburan Rumah Sakit Sumber: Hasil Olahan Data Jarak Dekat (46.7 %) Dekat (66.7 %) Dekat (53.3 %) Dekat (56.7 %) Variabel Waktu 10-15 Menit (30.0 %) 5-10 Menit (50.0 %) 5-10 Menit (40.0 %) 5-10 Menit (50.0 %) Biaya Sangat Murah (53.3 %) Sangat Murah (73.3 %) Sangat Murah (53.3 %) Sangat Murah (567 %)

Pada analisa tabulasi silang di halte kawasan pendidikan diperoleh hasil untuk variabel jarak terhadap akses rata-rata pengguna menyatakan bahwa halte dekat dan mudah dijangkau, sedangkan berdasarkan waktu menempuh terhadap halte, responden menyatakan bahwa waktu tempuh antara 10-15 menit dan halte mudah dijangkau, sedangkan pada faktor biaya kebanyakan responden menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan sangat murah untuk menjangkau halte, dan halte mudah dijangkau. Pada kawasan perdagangan, jasa dan perkantoran responden menyatakan bahwa jarak halte dekat dan halte mudah dijangkau, untuk variabel waktu rata-rata menjawab waktu menempuh halte antara 5-10 menit dengan persepsi terhadap halte mudah dijangkau, dan berdasarkan variabel biaya responden menyatakan biaya sangat murah dan halte mudah dijangkau. Pada kawasan wisata dan tempat hiburan responden menyatakan bahwa jarak halte dekat dan halte mudah dijangkau, dari variabel waktu tempuh diperoleh hasil bahwa waktu menempuh halte antara 5-10 menit dan halte mudah dijangkau, sedangkan menurut variabel biaya, responden menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan sangat murah, dan halte mudah dijangkau. Analisa tabulasi silang pada kawasan rumah sakit menyatakan bahwa jarak halte dekat dan halte mudah dijangkau, sedangkan halte ditempuh dalam waktu 5-10 menit dan halte mudah dijangkau, untuk variabel biaya responden menyatakan bahwa biaya

menempuh halte sangat murah dan halte mudah dijangkau. Berdasarkan analisa tabulasi silang pada keseluruhan kawasan halte diperoleh kesimpulan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa halte Trans Jogja yang ada saat ini mudah dijangkau, dengan rata-rata responden menyatakan bahwa jarak halte dekat, dengan waktu menempuh rata-rata antara 5-10 menit dan biaya menempuh halte sangat murah. b.) Analisa Hubungan Variabel Tabel.7 Nilai Korelasi dan Regresi Hasil Perhitungan SPSSKawasan Halte Korelasi Nilai Korelasi Sign(2-tailed) Nilai R Sign F-Change

Pendidikan

Perdagangan, Jasa, Perkantoran

Wisata dan Hiburan

Rumah Sakit

X1 Y X2 Y X3 Y X1 Y X2 Y X3 Y X1 Y X2 Y X3 Y X1 Y X2 Y X3 Y

0.660 0.423 0.801 0.780 0.518 0.673 0.768 0.361 0.778 0.589 0.584 0.277

0.000 .020 0.000 0.000 0.003 0.000 0.000 0.050 0.000 0.001 0.002 0.138

0.817(a)

0.000

0.844(a) 0.863(a)

0.000 0.000

0.633(a)

0.004

Sumber: Hasil Olahan Data Perhitungan SPSS

Analisa hubungan variabel terdiri dari analisa koralsi ganda dan analisa regresi ganda, pada analisa korelasi ganda di kawasan pendidikan diperoleh hasil perhitungan melalui SPSS untuk masing-masing variabel, korelasi variabel jarak dengan akses sebesar 0.660 berarti korelasi kuat, akses dengan waktu sebesar 0.423 berarti korelasi cukup kuat, akses dengan biaya 0.801 artinya korelasi sangat kuat. Sedangkan untuk analisa komprehensif menggunakan regresi ganda diperoleh nilai R sebesar 0.817 dengan nilai signifikansi F.change sebesar 0.000 mengartikan hubungan ketiga variabel indepeden terhadap variabel dependen sangat kuat. Pada halte kawasan perdagangan, jasa dan perkantoran diperoleh hasil analisa korelasi ganda pada variabel jarak dengan akses sebesar 0.780 artinya hubungan sangat kuat, pada variabel waktu dengan akses diperoleh hasil 0.518 artinya korelasi cukup kuat, dan variabel biaya diperoleh hasil 0.673 artinya korelasi kuat. Analisa regresi ganda

untuk mengetahui keeratan ketiga variabel independen terhadap variabel dependen diperoleh nilai R sebesar 0.844 dengan tingkat signifikansi F.change sebesar 0.844 yang mengartikan bahwa hubungan ketiga variabel independen terhadap variabel dependen sangat kuat. Pada halte kawasan wisata dan hiburan, diperoleh nilai korelasi variabel jarak terhadap akses sebesar 0.768 artinya korelasi kuat, untuk variabel waktu denga akses diperoleh hasil 0.361 artinya korelasi rendah, sedangkan pada variabel biaya dan akses diperoleh hasil 0.778 artinya korelasi kuat. Sedangkan untuk analisa komprehensif dengan regresi ganda diperoleh nilai R sebesar 0.863 dengan tingkat signifikansi F.change sebesar 0.000 artinya korelasi keselruhan variabel indepeden dengan variabel dependen sangat kuat. Pada kawasan rumah sakit, nilai korelasi ganda untuk variabel jarak sebesar 0.589 artinya hubungan cukup kuat, variabel waktu dan akses diperoleh nilai 0.584 artinya korelasi cukup kuat, dan pada variabel akses dan biaya nilainya sebesar 0.277 artinya korelasi rendah. Pada analisa komprehensif denga regresi ganda diperoleh nilai R sebesar 0.633 dengan signifikansi F. change 0.004 berarti hubungan ketiga variabel independen dengan variabel dependen kuat. c.) Tinjauan Kualitatif Tinjauan kualitatif dalam penelitian ini, bermaksud untuk memberikan peninjauan lebih jauh terkait hasil analisa kuantitatif yang menyatakan secara umum bahwa lokasi halte Trans Jogja secara umum mudah dijangkau, namun realita yang ada terlihat bahwa penggunaan masyarakat terhadap Trans Jogja tidak menunjukkan prospek atau trend yang meningkat, namun sebaliknya semakin berkurang. Analisa kualitatif ini menjadi bagian yang akan melihat tidak optimalnya penggunaan Trans Jogja bukan dari sudut pandang kuantitatif, namun lebih mengarah pada analisa realita lapangan yang diperoleh dari hasil observasi dan dikorelasikan dengan hasil pernyataan responden dari kuesioner. Pada analisa kualitatif ini diketahui bahwa faktor waktu menunggu dan waktu tempuh menjadi faktor yang paling signifikan yang menyebabkan penggunaan masyarakat terhadap moda transportasi ini tidak terlalu optimal, oleh karena itu dari sejumlah pengguna yang menjadi responden penelitian hampir sebagian besarnya

merupakan wanita den m w ngan tujuan utama perjalanan a n adalah rum mah, kondisi ini i mengindikasi m ikan bahwa penggunaan Trans Jogja masih seb n batas pada perjalanan de engan tu ujuan yang tidak memb t butuhkan ket tepatan wak sehingga saat ini m ktu, a masyarakat m masih ce enderung memilih mod pribadi u m da untuk mem mperlancar a aktivitas atau perjalanan u nnya. Adapun kond yang cu A disi ukup menari perhatian adalah mas ik n syarakat cen nderung memilih menggunakan bus umum daripada bus Trans Jogja unt m n m a s tuk mempe erlancar akti ivitas pe ergerakanny kondisi i tercermin dari piliha pengguna saat harus pergi ke te ya, ini n an a empat ya membut ang tuhkan ketep patan waktu seperti bera u angkat sekol di pagi h lah hari, seperti yang te erlihat pada gambar di ba g awah ini

Gambar Masyarakat lebih memilih menggunakan bus umum r.3 t h n

Kondi ini tentu tidak terl isi u lepas dari b berbagai fa aktor, bebera apa faktor yang menyebabkan hal ini anta lain sebag berikut: m n ara gai 1.) Penumpan angkutan umum be ng n elum dapat sepenuhnya menghilan a ngkan kebia asaan mereka untuk tidak n u naik dan tur dari bus angkutan u run s umum di sembarang tem mpat, sehingga penerapan halte pada operasionalisasi Trans Jogja belu dapat secara s um au mpang yang telah terbias dengan m sa model langsung direspon ata diterima oleh penum lama. erapa penum mpang yang dijumpai, l lebih memil bus umu dibandin lih um ngkan 2.) Dari bebe dengan Trans Jogja karena le T a ebih cepat dalam me enjangkau t tujuan peng gguna dibanding gkan dengan bus Trans Jogja artiny jaminan ketepatan w n ya waktu bus u umum lebih baik bila diban k ndingkan den ngan Trans Jogja. kond ini secar tidak lang disi ra gsung juga mem mberikan inf formasi kep pada kita ba ahwa karakte eristik penu umpang angk kutan

umum di Yogyakarta khususnya cenderung mengutamakan kecepatan kemudian kenyamanan, lalu biaya, setelah itu baru kemudian mementingkan keamanan. F. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan a) Pengguna moda transportasi Trans Jogja menganggap bahwa lokasi halte Trans Jogja yang ada saat ini tidak bermasalah dari sisi aksesibilitas, rata-rata responden menilai lokasi halte sudah aksesibel bila ditinjau dari faktor jarak, waktu maupun biaya. b) Tidak terdapat perbedaan yang terlalu signifikan pada masing-masing kawasan halte dalam tingkat kekuatan hubungan variabel independen terhadap variabel dependen, secara umum keseluruhan variabel independen pada setiap kawasan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, namun dari ketiga variabel yang menjadi ukuran, jarak merupakan variabel yang paling konsisten mempengaruhi persepsi pengguna terhadap aksesibilitas halte di seluruh kawasan. c) Faktor lokasi halte pada dasarnya menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan penumpang Trans Jogja dalam memilih moda tersebut sebagai alat transportasinya, namun faktor lokasi bukanlah faktor yang paling dominan dipilih oleh penumpang Trans Jogja sebagai faktor yang paling mempengaruhi pilihan mereka untuk menggunakan Trans Jogja d) Bercampurnya jalur Trans Jogja dengan moda lain dijalan berdampak pada pelayanan Trans Jogja yang tidak mampu memberikan kepastian waktu bagi penggunanya, hal ini menyebabkan Trans Jogja hanya dijadikan moda sekunder untuk mendukung mobilitas pengguna yang tidak terikat dengan waktu. e) Ketidakmampuan Trans Jogja memberikan jaminan ketepatan waktu kepada penggunanya menyebabkan masyarakat cenderung memilih menggunakan kendaraan pribadi bahkan bus umum dalam mendukung aktivitas pergerakan mereka. 2. Rekomendasi a) Penerapan mobile shelter perlu dilakukan saat awal, sebelum menentukan lokasi shelter permanen. Hal ini guna mendeteksi secara akurat letak atau posisi halte yang strategis

bagi para pengguna Trans Joogja, sehingga memudahkan penumpang untuk menjangkau halte b) Pemerintah dan Pengelola Trans Jogja perlu meningkatkan kampanye kepada masyarakat mengenai pentingnya penggunaan transportasi publik guna mengurangi berbagai dampak negatif sosial maupun dampak negatif lingkungan. c) Dukungan regulasi harus dilakukan untuk memaksimalkan pelayanan Trans Jogja dalam memberikan jaminan ketepatan waktu bagi pengguna, dengan menerapkan pajak tinggi bagi pengguna kendaraan pribadi khususnya mobil, atau dengan menerapkan kawasan bebas kendaraan pribadi pada hari atau jam tertentu. d) Pendekatan teknis merupakan pendekatan yang ditempuh dengan selanjutnya, dengan memperluas jangkauan area yang terlayani oleh bus Trans Jogja, konsekuensi dari pendekatan ini adalah ketersediaan anggaran yang cukup serta kesiapan SDM, dan teknologi yang memadai. Salah satu pendekatan teknis yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan sistem verifikasi penumpang di dalam bus, dengan metode ini pengelola Trans Jogja dapat meminimalisir jumlah petugas di halte yang hanya akan difokuskan pada halte POS, sedangkan anggaran untuk belanja pegawai (petugas halte) bisa dialihkan dengan pada penambahan armada dan halte. Dalam konteks ini halte hanya berfungsi sebagai tempat menunggu bus dan turun dari bus.

Daftar Pustaka ----------, 1993. Peraturan Pemerintah tentang angkutan jalan No. 41 Tahun 1993 ----------, 1996. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 271 tentang aturan penempatan halte ----------, 2009. Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan Ahmad Rezaldhy Ergantara. 2003. Evaluasi Masyarakat Terhadap Kualitas dan Efektivitas Layanan Bus Kota. Yogyakarta : Tesis MPKD UGM Giannopoulos, GA. 1989. Bus Planning and Operation in Urban Areas. England : Gower Publishing Co Gito Sugiyanto. 2009. Model Pemilihan Moda Antara Mobil Pribadi Dengan Bus Trans Jogja Akibat Biaya Kemacetan. Surabaya : FSTPT Universitas Kristen Petra Surabaya

Indri Nurvia Puspita Rini. 2007. Analisis Persepsi Penumpang Terhadap Tingkat Pelayanan Busway. Semarang : Tesis Magister Teknik Sipil UNDIP Jayadinata, T Johara. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah. Bandung : Penerbit ITB Khisty, C Jotin & Lall, B Kent. 2005. Dasar dasar Rekayasa Transportasi Jilid I, Jakarta : Penerbit Erlangga Khisty, C Jotin & Lall, B Kent. 2006. Dasar dasar Rekayasa Transportasi Jilid II, Jakarta : Penerbit Erlangga Miro, Fidel. 2002. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Penerbit Erlangga Novrida Pihastuti. 2009. Evaluasi Pengaruh Penempatan Halte Bus Trans Jogja Terhadap Kendaraan Lain. Surabaya : FSTPT Universitas Kristen Petra Surabaya Prasetyo, B & Jannah, LM. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rajawali Pers Purwanto, Erwan A & Sulistyastuti, Dyah R. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta : Penerbit Gava Media Supardi. 2005. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta : UII Pres Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press