NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER...

23
2 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH Oleh : RIKA LESTARI TRI UTAMI RINA MULYATI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2009

Transcript of NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER...

Page 1: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

2

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN

PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH

Oleh :

RIKA LESTARI TRI UTAMI

RINA MULYATI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2009

Page 2: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

3

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU

BULLYING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH

Telah Disetujui Pada Tanggal

________________________

Dosen Pembimbing Utama

(Rina Mulyati, S.Psi.,M.Si )

Page 3: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

4

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU

BULLYING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH

Rika Lestari Tri Utami Rina Mulyati

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku bullying pada siswa sekolah menengah. Hipotesisnya, ada hubungan antara pola asuh orangtua otoriter dengan perilaku bullying pada siswa sekolah menengah. Semakin tinggi pola asuh otoriter semakin tinggi perilaku bullying. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kejuruan tingkat menengah keatas, kelas 2 dan 3, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, tinggal bersama orangtua, berdomisili di yogyakarta, terdiri dari 85 siswa. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang terdiri dari skala pola asuh otoriter dengan 43 aitem, rancangan penulis berdasarkan konsep Baumbrind (Garcia,2007), dan skala perilaku bullying dengan 43 aitem, rancangan penulis berdasarkan konsep Rigby (Riauskina dkk, 2005). Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik product moment. Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang mencakup uji normalitas dan uji linearitas. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi r sebesar 0,245, dengan p = 0,012 (p<0,01) pada uji korelasi satu ekor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pola asuh otoriter maka semakin tinggi perilaku bullying ada keterkaitan dimana pola asuh otoriter rendah maka semakin rendah perilaku bullying. Kata kunci : Pola Asuh Otoriter, Perilaku Bullying

Page 4: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

5

Pengantar

Permasalahan remaja dalam dunia pendidikan seringkali muncul, baik pihak

akademisi maupun orangtua dituntut untuk lebih bekerjasama dalam hal ini.

Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan

pemerintah. Keluarga khususnya orangtua memegang peranan penting dalam

membentuk sikap dan perilaku anak. Berbagai permasalahan dapat mempengaruhi

minat anak untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Sejalan dengan itu, Astuti,

(2008) menyebutkan bahwa penekanan dari sekelompok individu yang lebih kuat,

lebih senior, lebih besar, terhadap individu atau bisa juga beberapa individu yang

lebih lemah, lebih kecil, lebih junior, dapat berujung pada pemerasan (meminta

uang atau materi), tetapi dapat juga dalam bentuk lain dengan menyuruh korban

melakukan sesuatu yang sama sekali tidak disukai oleh korban, penekanan tersebut

tidak terjadi sekali atau dua kali tetapi berkelanjutan bahkan diturunkan dari satu

generasi ke generasi berikutnya, sehingga menjadi semacam kebiasaan atau bahkan

kebudayaan dari kelompok. Perilaku penekanan tersebut diatas biasanya disebut

dengan istilah bullying atau penindasan yang dilakukan oleh teman–teman

sebayanya (peer group).

Perilaku bullying kurang begitu diperhatikan, karena dianggap tidak memiliki

pengaruh yang besar pada siswa. Penelitian SEJIWA (2007) menyebutkan bahwa

sebagian kecil guru menganggap bullying merupakan perilaku normal. Sekitar

27,5% dari guru yang disurvei menganggap bahwa bullying tidak mengganggu

keadaan psikologis siswa. Hal tersebut tidak bisa dianggap normal karena siswa

tidak dapat belajar apabila siswa berada dalam keadaan tertekan, terancam dan ada

Page 5: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

6

yang menindasnya setiap hari sehingga perilaku bullying tidak bisa dianggap

normal atau biasa (Netto, 2007).

Bullying terjadi mulai dari kalangan pendidikan pra-sekolah hingga

perkuliahan. Perilaku bullying diantaranya adalah labeling (memberikan julukan

terhadap temannya), pemukulan terhadap teman, dan juga pemerasan baik materiil

maupun non-materil. Perilaku ini paling sering terjadi pada masa–masa sekolah

menengah keatas (SMA), dikarenakan pada masa ini remaja memiliki

egosentrisme yang tinggi (Edwards, 2006).

Sebuah survei yang dilakukan oleh Ratna Juwita psikolog UI pada tahun 2005

dari tiga kota yaitu Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta mengenai gambaran

bullying di sekolah, ditemukan kasus bullying 70,65 persen SMP dan SMA di

Yogyakarta, akan tetapi belum diketahui sebap tingginya persentase bullying

tersebut. Ditemukan sekolah di Yogyakarta yang tingkat bullyingnya rendah,

sesuai dengan hasil survei disebutkan bahwa sekolah tersebut berada di daerah

pinggiran kota Yogyakarta (Riauskina dkk, 2005).

Perilaku bullying mungkin terjadi karena proses modeling dari pola asuh

dimasa kecil atau dari media cetak maupun elektronik yang seringkali

menayangkan contoh-contoh kekerasan. Norma atau nilai memiliki peran penting

dalam mencegah terjadinya bullying sekaligus kenakalan remaja pada umumnya.

Terutama pada nilai-nilai agama, terkait pula dengan keimanan dan pembentukan

akhlak. Sekelompok siswa yang memiliki afiliasi terhadap nilai agama yang cukup

kuat akan mengarahkan potensinya kepada hal-hal positif, dan lebih prestatif dalam

akademis (Ghuraba, 2008).

Page 6: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

7

Hurlock (1993) menyebutkan korban dari intimidasi ialah sekelompok target

yang menjadi reaksi berulang dalam konteks dimana ia memiliki kekuatan dan

kebanggaan yang kurang dibandingkan orang–orang yang melakukan agresi

terhadapnya. Korban bullying bukan yang paling kecil atau yang paling lemah

tetapi sering kali korban tidak dapat membela diri ataupun menghentikan

perlakuan intimidasi temannya, sehingga selalu menjadi korban dari intimidasi.

Rice dan Dolgin (2008) manambahkan bahwa bullying merupakan perilaku yang

dipicu perilaku agresif dengan kecenderungan menyakiti orang lain yang biasanya

berulang lagi dan lagi, dan berpangkal dari perbedaan yang dapat dilihat diantara

pelaku bullying dengan korbannya.

Sama halnya dengan pendapat Papalia et al (2004) bahwa bullying adalah

perilaku agresif yang disengaja dan dilakukan berulang untuk menyerang target

atau korban, yang secara khusus korban adalah orang yang lemah, mudah diejek

dan tidak bisa membela diri.

Berns (2004) menyebutkan bahwa bullying yaitu perbuatan negatif yang biasa

dilakukan oleh satu atau bahkan beberapa siswa seperti mengancam, mengganggu,

memanggil dengan istilah, wajah atau bahasa tubuh yang menandakan tidak suka

atau mengejek, memukul, menendang, mencubit, dan penganiayaan fisik lainnya

yang korbannya senantiasa mendapat perlakuan yang dapat dilihat dan diulang

dalam waktu yang lama.

Sejalan dengan pendapat diatas, Riauskina dkk (2005) mengemukakan bahwa

peristiwa penindasan di lingkungan sekolah (school bullying) yaitu perilaku agresif

yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang berkuasa

Page 7: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

8

terhadap siswa-siswi lain yang lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Korban dari bullying menyebutkan memiliki persepsi bahwa pelaku melakukan

bullying lebih karena tradisi, yaitu balas dendam karena pernah mendapat

perlakuan sama (menurut korban laki-laki), sedangkan menurut korban perempuan

yaitu ingin menunjukkan bahwa dia memiliki kekuasaan, marah pada korban yang

tidak berperilaku sesuai yang pelaku harapkan, mendapat kepuasan setelah

membullying korbannya, serta iri hati. Korban juga mempersepsikan dirinya

dijadikan korban perploncoan karena berpenampilan mencolok, perilakunya tidak

sesuai, dianggap berperilaku tidak sopan, dan sudah menjadi tradisi.

School bullying disebabkan karena adanya ketidakseimbangan kekuasaan

dimana para pelaku memiliki kekuasaan yang lebih besar sehingga korban merasa

tidak berdaya untuk melawan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dampak

perilaku bullying terhadap korbannya yaitu korban cenderung mengalami berbagai

macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis yang rendah (low

psychological well-being), penyesuaian sosial yang buruk yang mengakibatkan

korban terlihat seperti membenci lingkungan sosialnya, merasa enggan untuk

berangkat ke sekolah, sering merasa kesepian, sering bolos sekolah, gangguan

psikologis, dan kesehatan memburuk. Sejalan dengan itu, Riauskina, dkk (2005)

memandang bahwa apabila ditinjau lebih jauh korban bullying dapat mengalami

gangguan psikologis seperti rasa cemas yang berlebihan, selalu merasa takut,

depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stress pasca-trauma (post-

traumatic stress disorder). Selain dampak negatif dari segi psikologis ada juga dari

segi fisik seperti sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, bibir pecah-pecah, dan sakit

Page 8: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

9

dada. Sedangkan bagi para korban bullying yang langsung mengalami perilaku

agresif juga dapat mengalami luka-luka fisik.

Salah satu contoh gambaran dari banyaknya peristiwa bullying di sekolah

sesuai penelitian Juwita (2005) pelaku bullying dipicu antara lain pola asuh orang

tua yang otoriter, tradisi yang berlaku di sekolah, tayangan televisi yang

menyuguhkan adegan kekerasan. Bullying memberikan dampak buruk bagi korban.

Survei yang dilakukan di SMAN 103 Jakarta menunjukkan korban bullying

mengalami trauma, malas berangkat ke sekolah dan menerima pelajaran, siswa

sulit berkonsentrasi dalam belajar yang akhirnya menghambat aktualisasi diri

(tidak mampu mengembangkan potensi diri) dan siswa menjadi sulit

berkonsentrasi serta dapat menjadi pribadi yang tidak percaya diri, prestasi

akademik menurun karena sulit berpikiran jernih, dan masih banyak hal buruk

yang dapat ditimbulkan karena perilaku bullying (Komalasari, 2008).

Sejiwa (2008) menyimpulkan bahwa bullying yaitu sebuah situasi dimana

terjadinya penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan yang dilakukan oleh

seseorang/sekelompok yang kuat sebagai pelaku dan yang lemah sebagai korban

dengan melakukan tindakan berulang sehingga mengakibatkan korban merasa

terintimidasi.

Karakteristik pelaku bullying juga disebutkan memiliki keinginan menguasai,

kebutuhan untuk merasa kuat dan superior, senatiasa ingin selalu lebih kuat dari

teman sebayanya, cenderung impulsive, mudah marah, dan frustasi. Selebihnya

mereka menentang, melawan, agresif, tidak mudah terkejut, cenderung tidak

memiliki rasa empati, dan menarik diri dari lingkungan sosial. Karaktersitik bagi

Page 9: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

10

korbannya memiliki fisik yang lemah dibanding teman sebayanya, mereka

memiliki kondisi fisik yang kurang dan cenderung mendapatkan perlakuan tidak

adil, disakiti bahkan menyakiti diri sendiri. Mereka lebih berhati-hati, pemalu,

mudah tersinggung, pendiam, tidak semangat, merasa cemas, tidak aman, dan tidak

senang. Tidak terkejut dengan perlakuan yang diberikan bahkan memiliki konsep

diri yang negatif dan kesulitan dalam menghargai diri.

Uraian diatas mencoba menjelaskan bahwa bullying berdampak buruk pada

pelaku dan juga korban, pelaku bullying lebih mungkin untuk jatuh pada bias

atribusional hostile dari pada korban. Mereka menyerang orang lain secara

berulang karena orang tersebut dipersepsikan berpotensi untuk menjadi berbahaya.

Karakteristik dapat dibedakan meskipun mereka memainkan kedua peran baik

pelaku maupun korban. Individu yang menjadi pelaku lebih rendah dalam self

esteem dan juga belief bahwa mereka dapat mengontrol diri mereka sendiri, dan

lebih tinggi dalam hal Machiavellianism yaitu suatu kecenderungan untuk

melakukan pendekatan yang kasar dan manipulatif dalam berhubungan dengan

orang lain.

Adapun cara untuk menanggulangi terjadinya bullying yaitu murid-murid

dilatih untuk mengintervensi (melakukan pendekatan) daripada hanya berdiam diri

saat intimidasi terjadi. Murid perempuan lebih mampu untuk mengintervensi

daripada murid laki-laki, yang cenderung untuk mempersepsikan intimidasi

sebagai bagian dari menjadi maskulin.

Idealnya Guru harus berperan dalam meminimalisir terjadinya bullying yaitu

dengan memahami bahwa pelaku bullying memiliki self esteem yang rendah, guru

Page 10: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

11

dapat mengambil langkah untuk meningkatkan perasaan self-worth (peraya diri)

siswa yang dapat menjadi langkah awal yang berguna untuk mengurangi

intimidasi. Orangtua dan juga psikolog sangat berperan dalam penanggulangan

bullying.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa usaha untuk memenuhi

tugas perkembangan, individu memerlukan kemampuan penyesuaian diri sebagai

modal menuju kedewasaan dalam bersosialisasi dan mengatasi konflik yang

terjadi. Kemampuan penyesuaian yang baik tidak dapat dimiliki individu tanpa

bantuan orang lain. Terutama lingkungan sekitarnya yaitu orangtua sebagai

pembimbing dan peletak dasar yang mempunyai pengaruh kuat dalam keluarga,

juga pada sikap dan perilaku seseorang.

Sikap orangtua dalam berhubungan dengan anak dapat dilihat dari berbagai

segi antara lain cara yang diberikan orangtua untuk mendidik anak menjadi

disiplin, mengajari anak untuk berhubungan dan berkomunikasi yang baik dengan

orangtua, maupun cara orangtua dalam menempatkan diri sebagai orang yang

mempunyai kekuasaan dalam keluarga khususnya dalam mengasuh anak.

Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua kepada anak memberikan dampak

yang berbeda-beda misalnya pola asuh yang serba membolehkan menurut Hurlock,

(1984) bahwa anak akan merasa tidak aman dan juga bingung. Hal ini disebabkan

kurangnya pengalaman yang diberikan orangtua kepada anak, yaitu dalam hal

membuat keputusan dalam bertingkah laku yang dapat diterima oleh masyarakat.

Pola asuh disiplin otoriter juga memberikan dampak lain bagi anak yaitu anak

menjadi pendiam dan penurut. Mereka juga sering menyimpan sakit hati atas

Page 11: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

12

perlakuan orangtua tersebut sehingga mengakibatkan anak menjadi tidak bahagia,

tidak aman dan percaya diri kurang. Keberhasilan mendidik anak akan

mendapatkan anak dengan pribadi yang sehat, memiliki penyesuaian diri yang

baik, sehingga mampu mengatasi persoalan-persoalan.

Menurut para ahli Gunarsa dan Gunarsa, 1995; Helm dan Turner, 1995;

Papalia, Olds dan Feldman, 1998 (Dariyo, 2004) mengemukakan bahwa pola asuh

dari orangtua sangat mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak. Pola asuh

otoriter (parent oriented) menekankan segala aturan orangtua harus ditaati oleh

anak. Apa yang diperintahkan orangtua harus dikerjakan dan tidak boleh dibantah.

Anak seolah-olah menjadi “robot”, sehingga anak menjadi kurang inisiatif, merasa

takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan. Disisi

lain anak bisa memberontak, nakal, atau bahkan melarikan diri dari kenyataan.

Segi positif dari diterapkannya pola asuh otoriter yaitu anak akan cenderung

menjadi disiplin dengan selalu mentaati peraturan. Akan tetapi anak hanya mau

menunjukkan kedisiplinan dihadapan orangtua, padahal didalam hatinya berbicara

lain, sehingga ketika dibelakang orang tua, anak bersikap dan bertindak lain. Hal

itu tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orangtua. Jadi anak

cenderung memiliki kepatuhan dan kedisiplinan yang semu.

Kenakalan remaja seringkali terjadi di kota-kota besar, kebanyakan mereka

berasal dari lingkungan keluarga yang kurang memperoleh perhatian dan kasih

sayang dari orangtua. Bisa jadi kedua orangtua sibuk dengan pekerjaan, kedua

orangtua yang sering bertengkar, pisah ranjang dan sampai bercerai (divorce of

parent). Usaha anak untuk memperoleh pengakuan, penerimaan, dan perhatian dari

Page 12: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

13

orang lain, maka seringkali remaja salah dalam melakukan tindakan-tindakan,

seperti tindak kekerasan, pembunuhan, penganiayaan, pencurian, penipuan,

pemerasan (pemalakan), penyalahgunaan obat (drug/alchohol abuse),

kriminalitas, penodongan/perampokan, perusakan bis kota dengan melempari kaca-

kacanya menurut Sudarsono (Dariyo, 2004).

Penuturan salah seorang siswi dengan inisial Z menyebutkan bahwa siswi

tersebut merasa kesal dan kadang tidak terima apabila diejek teman sebayanya.

Siswi selaku korban intimidasi cenderung tidak melawan, diam, membiarkan

dirinya diejek karena menurut korban apabila melawan akan terus diejek oleh

pelaku. Korban lebih cenderung pasrah dan diam saat diganggu karena menurutnya

kalau ditanggapi akan terus berkelanjutan. Korban juga sangat terganggu disaat

mengerjakan tugas ataupun disaat mencatat pelajaran di kelas, kesulitan

berkonsentrasi, tugas ataupun catatan terbengkalai. Karakteristik pelaku yang

sering mangganggu korban yaitu cerewet, usil, jail, dan suka memaksa. Pelaku

meminta sesuatu baik barang ataupun uang dengan memaksa, seandainya korban

sedang tidak ada uang akan dibilang pelit sehingga membuat korban merasa kesal

pada pelaku bullying tersebut.

Uraian diatas memberikan gambaran teoritis mengenai pentingnya dunia

pendidikan untuk lebih memperhatikan dampak dari perilaku bullying pada siswa

didiknya. Mencari tahu lebih lanjut faktor pemicu munculnya perilaku bullying dan

juga penanggulangan yang dapat dilakukan. Beberapa artikel yang penulis

temukan bahwa pelaku bullying dipengaruhi oleh pola asuh orangtua, akan tetapi

pola asuh yang lebih tinggi menjadi pemicu munculnya perilaku bullying pada

Page 13: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

14

anak yaitu pola asuh otoriter, karena pada faktor dan juga aspek dari pola asuh

otoriter lebih menjelaskan bahwa pola asuh otoriter lebih mempengaruhi pada

pembentukan perilaku anak menjadi bullying. Baumbrid (Garcia, 2007)

mendefinisikan pola asuh otoriter adalah suatu cara pengasuhan orangtua yang

tidak seimbang lebih tinggi dalam hal demandingness (tuntutan/ kontrol) dan

rendah dalam hal responsiveness (tanggapan/ respon). Dampak dengan tidak

seimbangnya kedua aspek tersebut yaitu hubungan orangtua dengan anak tidak

harmonis, anak cenderung memiliki disiplin yang semu yaitu anak akan mematuhi

orangtua hanya saat didekat orangtua. Alangkah baiknya para orangtua untuk lebih

memperhatikan pola asuh untuk anak-anak mereka. Maka permasalahan yang

dapat dikaji dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah secara empiris

ada hubungan antara pola asuh orangtua otoriter dengan perilaku bullying pada

siswa sekolah menengah.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan metode skala untuk mengungkap perilaku bullying dan pola asuh

otoriter.

1. Skala Perilaku Bullying

Skala perilaku bullying yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala

yang dirancang sendiri oleh penulis berdasarkan teori Rigby (Riauskina dkk,

2005). Aitemnya disusun berdasarkan karakteristik 4 kategori pengelompokan

perilaku bullying yang terdiri dari kontak fisik langsung, kontak verbal langsung,

perilaku non-verbal langsung, dan perilaku non-verbal tidak langsung,.

Page 14: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

15

Skala perilaku bullying ini bersifat favourable yaitu butir skala yang sesuai

dengan variabel. Skala perilaku bullying mempunyai pilihan jawaban yaitu: Tidak

Pernah (TP), Sering (S), Kadang-kadang (K), Jarang (J), dan Sangat Sering (SS).

Skor dalam setiap aitem berkisar dari 5 sampai dengan 1, tersusun atas 60 aitem.

Adapun pendistribusian aitemnya dapat dilihat dari tabel 1.

Ketentuan pemberian skor diberikan adalah skor 5 diberikan untuk pilihan

jawaban Sangat Sering (SS), skor 4 untuk jawaban Sering (S), skor 3 untuk

jawaban Kadang-kadang (K), skor 2 untuk jawaban Jarang (J), dan skor 1 untuk

jawaban Tidak Pernah (TP).

2. Skala Pola asuh Otoriter

Skala pola asuh otoriter yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

skala yang dirancang sendiri oleh penulis berdasarkan konsep pola asuh otoriter

menurut Baumbrid (Garcia, 2007). Skala pola asuh otoriter disusun berdasarkan

metode skala Likert yang terdiri dari pernyataan favourable, dengan melakukan

modifikasi terhadap alternatif jawaban menjadi lima kategori pilihan jawaban yaitu

TP (Tidak Pernah), S (Sering), K (Kadang-kadang), J (Jarang), SS (Sangat Sering)

dengan pemberian skor dari 5 sampai 1, tersusun atas 60 aitem. Adapun

pendistribusian aitemnya dapat dilihat dari tabel 2.

Ketentuan pemberian skor diberikan adalah skor 5 diberikan untuk pilihan

jawaban Sangat Sering (SS), skor 4 untuk jawaban Sering (S), skor 3 untuk

jawaban Kadang-kadang (K), skor 2 untuk jawaban Jarang (J), dan skor 1 untuk

jawaban Tidak Pernah (TP).

Page 15: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

16

Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan

teknik product moment. Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan

uji asumsi yang mencakup uji normalitas dan uji linearitas. Proses analisis data

menggunakan program SPSS for windows 12.0.

Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah sebaran skor subjek

bervariasai secara normal. Sebaran yang normal menggambarkan bahwa data yang

diperoleh telah mewakili keseluruhan data. Uji normalitas ini menggunakan one

sample kolmogorov-smirnov test, dan hasil yang didapat setelah pengolahan

menunjukkan bahwa signifikansi kedua variable penelitian yakni lebih dari 0,05

atau p > 0,05. Signifikansi variabel Pola asuh otoriter adalah 0,593 dan perilaku

bullying adalah 0,150. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa kedua variabel

tersebut memiliki sebaran normal.

b. Uji Linearitas

Uji asumsi linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua variabel

penelitian memiliki hubungan yang linier. Hal ini dilakukan untuk menentukan

taraf hubungan antara keduanya secara tepat. Hasil uji asumsi menunjukkan F

linearity sebesar 7,501 dengan signifikansi p = 0,010 (p < 0,05). Hal ini berarti

hubungan antara variabel Pola asuh otoriter dengan perilaku bullying memenuhi

asumsi linearitas.

Page 16: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

17

2. Uji Hipotesis

Data penelitian telah memenuhi asumsi normalitas dan linearitas,

karenanya hipotesis penelitian akan diuji menggunakan teknik korelasi product

moment pearson. Hasil analisa menunjukkan koefisien korelasi rxy sebesar 0,245

dengan p = 0, 012 (<0,01) pada uji korelasi satu ekor. Hal ini menunjukkan bahwa

ada korelasi positif yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku

bullying. Artinya, semakin tinggi pola asuh otoriter, maka semakin tinggi pula

perilaku bullying. Dengan demikian, hipotesis yang mengungkapkan ada hubungan

antara pola asuh otoriter dengan perilaku bullying pada siswa sekolah menengah.

Semakin siswa mendapatkan pola asuh otoriter semakin siswa berperilaku bullying

di sekolahnya, sehingga hipotesis diterima.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku bullying akan semakin

meningkat seiring dengan meningkatnya pola asuh otoriter, dan sebaliknya

semakin rendahnya pola asuh otoriter maka perilaku bullying juga semakin rendah.

Perilaku bullying pada penelitian ini dikaitkan dengan pola asuh otoriter karena

secara teoritis perilaku Bullying terjadi karena pola asuh rejecting dan

authoritarian yang diterapkan orangtua. Ditemukan tehnik efektif yang dapat

dipakai untuk menolong siswa untuk mendapatkan perkembangan yang nyaman

dalam lingkungan sosialnya yaitu cognitive behavioural modification yang dapat

dipakai untuk mengurangi kecemasan siswa pemalu yang selalu diejek. Setiap

individu harus mampu membuat dirinya memiliki self defeating cognition yaitu

suatu kemampuan dan keberanian untuk melawan dan berani menyelesaikan

Page 17: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

18

perselisihan (Rice & Dolgin, 2008).

Bagi siswa yang mendapatkan pola asuh otoriter dari orangtuanya maka siswa

tersebut akan melampiaskan kekesalannya pada teman-teman sekolah, guru,

ataupun siswa akan cenderung menjadi pendiam dan menarik diri. Pada lingkungan

masyarakat, siswa bertindak brutal dan juga mencari lingkungan yang bisa

menerima dirinya karena dilingkungan keluarganya siswa terlalu dikekang. Dapat

juga karena lingkungan masyarakat yang kurang bisa menerima sehingga siswa

berperilaku bullying di sekolahnya.

Pola asuh otoriter dapat mengarahkan siswa pada perilaku bullying, ini

dibuktikan dengan beberapa penelitian, seperti penelitian yang dilakukan Bowers

dkk (Krahe, 2005) secara umum mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang dapat

mempengaruhi siswa dalam berperilaku antisosial yang dapat menyebapkan

bullying yaitu hubungan orangtua dengan siswa yang renggang, toleransi orangtua

terhadap perilaku agresif yang dilakukan siswa, dan orangtua menerapkan pola

asuh yang agresif pada siswa. Hal serupa dapat dilihat pada penelitian

Ardiyansyah, 2008 yang membahas tentang toleransi orangtua terhadap perilaku

agresif yang dilakukan anak

Ardiyansyah (2008) menyebutkan pada hasil penelitian diperoleh faktor-faktor

yang mempengaruhi seseorang melakukan bullying diantaranya yaitu faktor

keluarga disebutkan bahwa keluarga merupakan lingkungan pertama yang

dimasuki oleh setiap individu sebagai tempat pemberi dukungan terhadap masing-

masing anggota keluarga berupa dukungan positif dan negatif. Pada hasil analisis

disebutkan bahwa keluarga memberikan tanggapan mengenai bullying dengan

Page 18: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

19

menilai bahwa bullying perilaku yang wajar dan biasa dilakukan remaja. Selain itu

juga dipicu oleh adanya salah satu anggota keluarga yang menjadi pelaku bullying.

Seseorang yang salah satu keluarganya seorang pelaku bullying maka

berkemungkinan akan mempengaruhi anggota keluarga lainnya, karena anggota

keluarga lainnya akan mengamati sebagai model (vicarious experience), dari

uraian diatas dapat peneliti simpulkan bahwa orangtua cuek terhadap perilaku

anak, kurang kontrol, kurang tanggapan sehingga kedua aspek dalam pola asuh

yaitu demandingness dan responsiveness tidak imbang karena orangtua

menganggap bullying merupakan perilaku yang wajar dan biasa dilakukan remaja.

Penelitian Ormel, dkk (2005) menegaskan bahwa munculnya pelaku bullying

berasal dari lingkungan rumah yang diantaranya orangtua yang menerapkan

disiplin fisik, yang terkadang dengan kekerasan dan penolakan, yang menjadikan

anak kurang memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah, dan orangtua

permisif yang cenderung agresif mengenai perilaku anak atau setiap mengajari

anak dengan memukul dan juga memarahi. Karakteristik pola asuh orangtua

tersebutlah yang merupakan bagian terbesar yang mempengaruhi munculnya

perilaku bullying pada anak dan remaja.

Sejalan dengan penelitian diatas juga disebutkan Olweus (Santrock, 2001)

bahwa pelaku dan juga korban bullying berperilaku tersebut karena melihat

perlakuan orangtua yang menanggapi mereka dalam berinteraksi dengan teman

sebayanya. Disebutkan bahwa pelaku bullying memiliki orangtua yang suka

menolak, otoriter, ataupun permisif terhadap perilaku anak. Sedangkan orangtua

korban lebih cenderung pencemas dan terlalu protektif.

Page 19: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

20

Secara keseluruhan, penulis mengakui bahwa penelitian ini masih mempunyai

banyak kelemahan terutama dalam hal pengukuran perilaku bullying pada siswa

sekolah menengah, penelitian terhadap perilaku bullying ini akan mendapatkan

hasil yang lebih akurat bila pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan

metode observasi terlebih dahulu, yakni dengan mengobservasi secara langsung

subjek penelitian dalam setting yang dialaminya. Sedangkan untuk pengukuran

pola asuh otoriter, metode yang sebaiknya digunakan adalah metode angket dan

wawancara, agar dapat melihat keterkaitan yang lebih akurat antara pola asuh

otoriter dan perilaku bullying.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku bullying akan semakin

meningkat seiring dengan meningkatnya pola asuh otoriter, dan sebaliknya

semakin rendahnya pola asuh otoriter maka perilaku bullying juga semakin rendah,

sehingga hipotesis yang diajukan diterima.

Saran

Hasil penelitian sebagaimana telah disebutkan diatas ada beberapa saran

yang dapat peneliti tuliskan.

1. Bagi Subjek Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, para subjek penelitian hendaknya mengerjakan

dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan peristiwa yang benar-benar di alami

agar hasil penelitian lebih valid, dengan hasil penelitian yang telah disebutkan

hendaknya subjek mempertahankan perilaku positif agar tidak mengarah ke perilaku

bullying dan perilaku negatif lainnya, serta mampu menumbuhkan suasana yang

Page 20: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

21

hangat dalam keluarga dan dapat saling menerima antara anak dengan orangtua

ataupun anggota keluarga. Subjek hendaknya lebih menyalurkan energinya pada

kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler sehingga semua waktunya tersalur pada

kegiatan postitif dan tidak mengarah pada perilaku bullying.

2. Bagi Sekolah

Baik subjek beserta guru dan karyawan lebih waspada dengan perilaku bullying

yang dapat muncul kapan saja dan mengantisipasi dengan mencanangkan gerakan

anti-bullying yaitu dengan cara membuat poster, mading, slogan anti-bullying yang

kebetulan di sekolah SMKN 2 Yogyakarta belum ada. Banyaknya kegiatan intra-

kurikuler maupun ekstra-kurikuler yang terdapat di SMKN 2 Yogyakarta

menjadikan para siswa lebih menyalurkan energinya pada kegiatan yang lebih positif

sehingga dalam sekolah tersebut perilaku bullyingnya rendah. Pihak sekolah dapat

memvariasikan aktifitas di sekolah menjadi lebih banyak dan lebih positif supaya

siswa tidak bosan dengan kegiatan yang monoton dan tidak menjadi bullying.

2. Bagi penelitian selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya yang berminat untuk mengangkat tema yang sama

diharapkan mempertimbangkan variabel-variabel yang lebih mempengaruhi

perilaku bullying seperti media massa, status sosial ekonomi, intelegensi, jenis

sekolah dan disarankan juga untuk menggunakan alat ukur tidak hanya skala, akan

tetapi observasi, wawancara, laporan dari teman sebaya, dan dokumentasi.

Page 21: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

22

DAFTAR PUSTAKA

Ardiyansyah, A.A. 2008. Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Bullying Pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

Astuti, P. R. 2008. Meredam Bullying; Tiga Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan Pada Anak. Penerbit Grasindo. Jakarata.

Berns, M.R. 2004. Child.Family.School.Community.Socialization and upport.Sixth dition.Wadsworth Thomson, Belmont USA.

Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor. Ghalia Indonesia.

Edwards, D.C. 2006. Ketika Anak Sulit Diatur : Panduan bagi Orang Tua Untuk Mengubah masalah Perilaku Anak. Bandung. Penerbit Kaifa.

Garcia, J.F. & Martinez, I. 2007. Impact of Parenting Styles on Adolescents Self- teem and Internalization of Values in Spain. The Spanish Journal of sychology, 10, 2, 338-348.

Hurlock, E. B. 1993. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Komalasari, N. 2008. Bisnis Indonesia Hot Topic Setop bullying. (http://bisnis.com/Fri, 27 Jun 2008 16:00:00 WIB)

Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif. Panduan Psikologi Sosial. Pustaka Pelajar offset.Yogyakarta.

Netto, G. 2007. Bullying di sekolah. http://genenetto.blogspot.com/ 2007/05/bullying- di-sekolah.html Ormel, J., Verhulst, F.C., De Winter, A,F., Oldehinkel, A,J., Liendberg, S. and Veenstra, R. 2005. Bullying and Victimization in Elementary Schools: A Comparison of Bullies, Victims, Bully/Victims, and Uninvolved Preadolescents. Journal Developmental Psychology Vol.41,No 4.672-682 Papalia, Diane E., Olds, Sally W., & Feldman, Ruth D. (2004). Human Development (9thEd.). New York: McGraw-Hill, Inc.

Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S. R. (2005). ”Gencet-gencetan”dimata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah kognitif tentang arti, skenario, dan dampak”gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. 12 (01), 1 – 13

Page 22: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

23

Rice, P. F., Dolgin, G. K. 2008. The Adolescent: Development, Relationships, and Culture. Twelfth Edition. Pearson education. USA. (Hal 267-277) Santrock, J.W. 2001. Adolescent. Eighth adition. USA: The Mc Graw Hill.

Ghuraba. 2008.Remaja, Gank, dan Bullying. (http://sighuraba.wordpress.com) /11:01/18 juli. Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA). 2008. Bullying. Mengatasi Kekerasan Di sekolah dan Lingkungan. Grasindo. Jakarta.

Page 23: NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN · HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SEKOLAH ... pelaku bullying dipicu antara lain

24

Identitas Penulis

Nama : Rika Lestari Tri Utami

Alamat : Dsn Menjanganan no. 27 Rt/Rw 05/V Ds. Putat Kec. Purwodadi

Kab. Grobogan Jateng 58111

No HP : 085643513565