NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN MOTIVASI …
Transcript of NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN MOTIVASI …
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN MOTIVASI BELAJAR PADA
REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN
OLEH :
ITA KUARIAH SOFYANA
SUMEDI P. NUGRAHA
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2012
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN MOTIVASI BELAJAR PADA
REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing Utama
(Drs. Sumedi Priyana Nugraha, Ph.D., Psi.)
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN MOTIVASI BELAJAR PADA
REMAJA DI PANTI ASUHAN
Ita Kuariah SofyanaSumedi P. Nugraha
INTISARIPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebutuhan akan hargadiri dan motivasi belajar pada remaja yang tinggal di panti asuhan SM Yogyakartayang berumur 13-21 tahun. Skala kebutuhan akan harga diri berdasarkan aspek-aspek harga diri menurut teori Coopersmith (Gufron & Risnawita, 2010) dan skalamotivasi belajar yang mengacu pada aspek-aspek motivasi belajar menurutNuzlan (Ekawati, 2004). Metode analisis data menggunakan teknik KorelasiProduct Moment. Hasilnya menunjukkan ada hubungan antara kebutuhan akanharga diri dan motivasi belajar pada remaja dipanti asuhan. (r = 0.686; p < 0.01)
Kata Kunci : Harga diri, Motivasi belajar.
I. PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Dalam proses belajar, motivasi bukan hanya sebagai penggerak tingkah
laku, tetapi juga sebagai pengarah dan penguat tingkah laku dalam belajar.
Pemikiran yang sama dikemukakan oleh Winkel (Hardiyanti & Putri, 2008),
bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri
seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan
belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu
tujuan. Sedangkan Santrock (2004), mengemukakan bahwa siswa yang tidak
punya motivasi tidak akan berusaha keras untuk belajar. Mereka yang bermotivasi
tinggi akan senang ke sekolah dan menyerap proses belajar. Jadi, motivasi dalam
belajar merupakan keseluruhan alat penggerak tingkah laku untuk mencapai hasil
belajar yang diinginkan.
Pada remaja motivasi belajar sangat diperlukan untuk memenuhi tuntutan
prestasinya. Menurut Sardiman (2001), mengatakan bahwa remaja yang memiliki
motivasi tinggi memiliki beberapa indikator, meliputi tekun dan ulet menghadapi
kesulitan belajar dalam arti tidak pantang menyerah, menunjukkan minat terhadap
belajar, mandiri, dan dapat mempertahankan pendapat mereka. Apabila seseorang
memiliki ciri-ciri motivasi belajar tersebut, maka akan sangat penting dalam
kegiatan belajar. Kegiatan belajar akan berhasil baik, apabila individu tekun
mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah belajar, dan
hambatan secara mandiri. Sebaliknya, apabila cara belajar yang tidak baik, maka
akan terjebak pada sesuatu yang rutinitas. Tinggi rendahnya motivasi seseorang
tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhi motivasi belajar itu sendiri.
Salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar bagi
remaja adalah orang tua. Orang tua adalah lingkungan pertama yang ditemui
remaja ketika lahir di dunia. Ini berarti bahwa keikutsertaan orang tua terhadap
belajar anak-anaknya adalah penting. Hamalik (Apriani, 2008), mengemukakan
bahwa orang tua turut bertanggungjawab atas kemajuan anak-anaknya. Sebagai
salah satu bentuk rasa tanggung jawab itu orang tua bisa memberikan perhatian
dan dukungan untuk meningkatkan motivasi belajar remaja. Perhatian orang tua
membuat anak merasa dianggap dan dihargai. Sedangkan, dukungan orang tua
merupakan salah satu kebutuhan psikologis, jika kebutuhan ini terpenuhi maka
akan dapat meningkatkan motivasi belajar remaja.
Berbeda dengan remaja yang berada di panti asuhan, mereka adalah
remaja yang kurang beruntung, karena keadaan ekonomi keluarga mereka yang
lemah. Orang tua terlalu sibuk mempertahankan hidup secara ekonomi, membuat
karakter remaja di panti asuhan berbeda dengan remaja pada umumnya, karena
tidak mendapatkan perhatian dari orang tua. Sedangkan, di panti asuhan kalaupun
ada, hal itu tidak cukup memadai dan tidak maksimal karena keterbatasan
pengasuh. Inilah yang menjadi salah satu faktornya. Penelitian ini tertarik untuk
mengkaji lebih dalam tentang motivasi belajar pada remaja di panti asuhan karena
remaja di panti berbeda dengan remaja yang tinggal bersama orang tua. Mereka
yang tinggal di panti asuhan kurang mendapat perhatian dari orang tua dan
keluarga, sehingga menarik untuk diteliti.
Hasil wawancara dengan bapak Hardjanto salah satu pengurus di panti
asuhan SM 2, Sleman, Yogyakarta (wawancara pribadi, 20 Oktober 2011),
menyatakan bahwa motivasi belajar pada remaja di panti asuhan sebagian
termasuk dalam kategori rendah. Hardjanto melaporkan bahwa banyak perilaku
malas belajar yang karena pengaruh dari teman yang malas, laporan hasil belajar
di sekolah yang rendah, dan pihak sekolah melaporkan bahwa mereka sering tidur
dan ramai di kelas. Ditunjukkan pula dari berhentinya les private yang
diselenggarakan oleh pihak panti asuhan. Penyebabnya kurangnya minat dari
anak-anak untuk mengikuti les tersebut. Jam belajar yang dianjurkan oleh pihak
panti pun sebagian anak yang melakukannya dan sebagian tidak.
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan anak asuh yang bernama
Dindin, mengatakan bahwa motivasi belajarnya terkadang rendah namun ada
saatnya juga termotivasi untuk belajar. Penyebabnya antara lain karena pengaruh
teman, rasa malas dari dalam diri, kurangnya perhatian, dan rasa minder yang
terkadang dialami oleh anak asuh. Hal ini juga dibenarkan oleh temannya yang
bernama Heni dan Fatimah yang duduk di kelas 3 SMP. Mereka menambahkan
bahwa terkadang juga kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah. Minimnya
buku panduan membuat mereka terkadang saling bertanya kepada teman sekelas
di sekolah. Namun, jika tidak menemukan penyelesaiannya, mereka akhirnya
malas untuk mengerjakan tugas dan kurang termotivasi dalam mengerjakan tugas
sekolah yang diberikan. Jadi, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar pada remaja yang tinggal di panti asuhan bisa dikatakan rendah.
Hal yang sama tentang kehidupan di panti asuhan juga diteliti oleh
Fribasari (2006), bahwa hubungan anak asuh yang tinggal di panti asuhan masih
kurang baik. Misalnya, hubungan antara anak-anak panti asuhan yang kurang
akrab antara yang satu dengan yang lain, atau kurang bersikap terbuka dan jarang
menceritakan masalah yang mereka hadapi dengan pihak panti. Sifat negatif
lainnya seperti, mereka cenderung lebih bersifat individu, memikirkan diri sendiri,
dan kurang mempunyai rasa empati terhadap apa yang dialami oleh teman-teman
mereka. Dalam hubungan pertemanan, kebanyakan dari mereka hanya memiliki
beberapa teman dekat saja dan kurang bisa melakukan hubungan yang
baik dengan anak-anak yang lain. Sehingga, bagi kelompok minoritas yang
kurang bisa berteman merasa kurang diperhatikan dan merasa kurang percaya diri.
Hubungan yang kurang akrab dan cenderung individualis itu, dapat menghambat
adanya rasa saling memotivasi atau memberi dorongan satu sama lain. Misalnya,
bagi anak yang motivasinya rendah akan malas dalam belajar, karena kurang
mengerti dalam memahami pelajaran. Mereka tidak bisa bertanya kepada
temannya yang lebih tahu dikarenakan kurang mengenal atau akrab satu sama
lain. Dari uraian di atas, hubungan antara anak asuh yang kurang baik itu dapat
mempengaruhi tinggi-rendahnya motivasi belajar.
Motivasi belajar merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri seseorang
untuk melakukan kegiatan belajar guna mencapai hasil belajar. Tidak diragukan
lagi bahwa dorongan belajar mempunyai peranan besar dalam menumbuhkan
semangat seseorang untuk belajar. Djamarah (2002), mengemukakan bahwa
dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak
mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas
belajar. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak
menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum
tentu menarik minat orang tertentu selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan
kebutuhannya. Salah satu komponen dari motivasi belajar adalah kebutuhan. Hal
yang sama yang dikemukakan oleh Maslow (Djamarah, 2002), bahwa Maslow
sangat percaya bahwa tingkah laku manusia dibangkitkan dan diarahkan oleh
kebutuhan-kebutuhan tertentu, seperti fisiologis, rasa aman, rasa cinta,
penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan inilah yang mampu
memotivasi tingkah laku individu. Djamarah (2002), menambahkan bahwa dalam
kehidupan anak didik membutuhkan penghargaan. Dia tidak ingin dikucilkan.
Berbagai peranan dalam kehidupan yang dipercayakan kepadanya sama halnya
memberikan rasa percaya diri kepada anak didik. Mereka merasa berguna,
dikagumi, atau dihormati oleh orang lain. Perhatian, ketenaran, status, martabat,
dan sebagainya merupakan kebutuhan yang wajar bagi anak didik. Dengan
demikian, penghargaan diri yang diberikan tersebut dapat memberikan motivasi
bagi anak dalam belajar.
Ali dan Asrori (2005), mengemukakan seseorang yang memiliki harga diri
yang tinggi akan lebih percaya diri, lebih mampu, dan lebih produktif. Sebaliknya,
orang yang tidak cukup memiliki harga diri akan cenderung merasa rendah diri,
tidak percaya diri, tidak berdaya, dan bahkan kehilangan inisiatif atau kebuntuan
pikiran. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki harga diri, ia akan termotivasi
untuk mencapai tujuan dalam belajar. Namun, seseorang yang kurang memiliki
harga diri maka ia kurang termotivasi dalam proses belajar.
Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri seseorang perlu diperkuat terus
menerus. Siswa kehilangan motivasi dalam belajar dan kehilangan keberanian
untuk mencoba hal-hal yang baru, karena mereka selalu dibayangi perasaan tidak
mampu. Perasaan ini bisa membuat seseorang menjadi kurang percaya diri dalam
melakukan kegiatan. Rasa percaya diri yang lemah akan menurunkan motivasi
seseorang dalam belajar. Akibatnya, individu akan merasa kurang memiliki
keberanian, kurang mampu, dan tidak cukup memiliki harga diri untuk
meningkatkan prestasinya dalam proses belajar. Maslow (Rifki, 2008),
menyatakan bahwa rasa percaya diri bisa timbul apabila adanya pemenuhan
kebutuhan dihargai dan menghargai. Hal ini akan menumbuhkan kekuatan,
kemampuan, motivasi, dan perasaan berguna. Sehingga, jika kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan memunculkan perasaan minder, rendah diri, tidak berdaya, malas,
dan putus asa. Sehingga dapat menimbulkan kurangnya rasa motivasi belajar.
Hamalik (2000), menambahkan bahwa harga diri seseorang timbul dalam
hubungannya dengan orang lain. Hal ini erat hubungannya dengan statusnya di
dalam kelompok dan penghargaan orang lain terhadapnya. Seseorang akan merasa
dirinya dihargai orang lain kalau ia merasa bahwa dirinya dianggap penting.
Sedangkan Clemes dan Bean (2001), menjelaskan bahwa seseorang dengan harga
diri rendah cenderung mendapat sedikit kepuasan dari sekolah. Mereka dengan
mudah kehilangan motivasi dan minat, dan cenderung terlalu banyak
menghabiskan energi pada hal-hal yang mempengaruhi perasaannya mengenai
diri sendiri. Remaja dengan harga dirinya rendah menghadapi persoalan dalam
belajar dengan rasa cemas dan menghambat proses belajar. Namun, jika harga diri
semakin kuat, kecemasan akan berangsur hilang sehingga ia dapat lebih
termotivasi untuk belajar.
Winkel (Abror, 1993) mengemukakan bahwa motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri individu yang menimbulkan
kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah
pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Lalu Hamalik (2000),
mengemukakan bahwa motivasi belajar sangat penting dalam menentukan
kegiatan dalam belajar. Sedangkan menurut Sardiman (1986), motivasi belajar
adalah suatu dorongan atau selingan untuk belajar. Dalam kegiatan belajar,
motivasi dapat dikatakan sebagai penggerak di dalam diri individu yang
menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki dalam belajar
dapat tercapai. Nuzlan (Ekawati, 2004), mengemukakan bahwa aspek motivasi
belajar yaitu: (a) usaha yang terus menerus; (b) keyakinan berhasil; (c) respon
yang kuat; (d) hasil upaya sendiri. Ariyanto (2002), mengemukakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yaitu: (a) harga diri; (b) afiliasi; (c)
motif berprestasi.
Harga diri merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku
individu. Setiap orang menginginkan penghargaan yang positif terhadap dirinya.
Stuart dan Sundeen (1991), mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian
individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauh
mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki
kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Clemes dan Bean (2001),
mengemukakan bahwa harga diri adalah perasaan yang selalu ternyatakan dalam
cara seseorang bertindak. Harga diri bisa dilihat melalui apa dan bagaimana
seseorang melakukan berbagai hal.
Gufron (2010), mengemukakan bahwa harga diri tidak terbentuk begitu
saja dalam diri seseorang. Harga diri sudah terbentuk pada masa kanak-kanak.
Proses selanjutnya dibentuk melalui perlakuan yang diterima individu dari
lingkungan sekitarnya. Coopersmith (Prawuri, 2011), mengemukakan bahwa
remaja yang mempunyai harga diri tinggi, memiliki hubungan yang erat dengan
orang tuanya. Sebaliknya, pengalaman kegagalan emosional yang terus menerus
seperti kehilangan kasih sayang dari orang tua, dihina, dan dijauhi teman sebaya
dapat menurunkan harga diri. Jess dan Gregory (2009), menjelaskan bahwa harga
diri mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan
pengetahuan yang orang lain hargai tinggi. Coopersmith (Gufron & Risnawita,
2010), menjelaskan bahwa aspek-aspek harga diri ada 4 yaitu: (a) keberartian
individu (significance); (b) kekuatan individu (power); (c) kebajikan (virtue); (d)
kemampuan (competence).
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif
antara harga diri dan motivasi belajar pada remaja di panti asuhan. Semakin tinggi
tingkat harga diri maka semakin tinggi motivasi belajar remaja panti asuhan.
Begitu pula sebaliknya apabila semakin rendah tingkat harga diri maka motivasi
belajar remaja panti asuhan akan semakin rendah.
II. Metode Penelitian
A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan adalah remaja yang berumur 13-21
tahun yang tinggal di panti asuhan SM Yogyakarta.
Dimana subjek penelitian ini akan diambil secara purposive sampling
artinya subjek dipilih sesuai dengan karakteristik yang telah ditetapkan
sebelumnya.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode angket.
Metode angket merupakan metode yang dilakukan dengan menggunakan daftar
pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh subjek
penelitian. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Skala
yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam skala harga diri oleh
Coopersmith (Gufron & Risnawita, 2010) dan skala motivasi belajar oleh Nuzlan
(Ekawati, 2004).
C. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis mengenai
hubungan antara harga diri dan motivasi belajar remaja yang tinggal di panti
asuhan adalah dengan menggunakan korelasi Product moment dari Karl Pearson
alasannya untuk menganalisis data hasil penelitian dalam rangka mengkaji
kebenaran hipotesis dan memberikan kesimpulan. Teknik ini didukung dengan
bantuan SPSS 16.00 for windows.
III. Hasil Penelitian
Rangkuman Hasil Uji Normalitas
VariabelKoefisienKS-Z
KoefisienSignifikansi (p)
Harga Diri 0.594 0.872Motivasi Belajar 0.877 0.425
Rangkuman Hasil Uji LinieritasVariabelTergantung
Variabel Bebas Koefisien FKoefisienSignifikansi (p)
Harga Diri Motivasi Belajar 53.156 0.000
Uji Korelasional SpearmanHD MB
Spearman’s rhoHD
Correlation Coefficient 1.000 0.686
Sig. (1-tailed) . 0.000
MBCorrelation Coefficient 0.686 1.000Sig. (1-tailed) 0.000 .
Keterangan: HD = Harga Diri, MB = Motivasi Belajar
IV. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang
menyatakan ada hubungan antara kebutuhan akan harga diri dan motivasi belajar
pada remaja yang tinggal di panti asuhan dapat diterima. Hal ini ditunjukkan
dengan analisis korelasi yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasional
product moment dari Pearson yang menunjukkan koefisien korelasi sebesar r =
0.686 dan p = 0.000 (p < 0.05). Artinya ada hubungan sangat signifikan antara
kebutuhan akan harga diri dan motivasi belajar pada remaja yang tinggal di panti
asuhan. Artinya, jika harga diri seseorang itu rendah, maka motivasi belajarnya
juga rendah. Sebaliknya, apabila harga dirinya tinggi, maka motivasi belajarnya
pun tinggi.
Dari hasil analisis, diketahui koefisien determinasi (R squared) variabel
harga diri terhadap motivasi belajar remaja di panti asuhan sebesar 0.470. Hal ini
berarti bahwa sumbangan efektif harga diri terhadap motivasi belajar adalah
sebesar 47.0% sedang sisanya 53.0% dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak
termasuk dalam variabel di atas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga diri subjek termasuk dalam
kategorisasi tinggi yaitu sebesar 67.39% dan motivasi belajar berada dalam
kategorisasi tinggi yaitu sebesar 58.7%. Hasil ini berarti bahwa remaja yang
tinggal di panti asuhan dengan tingkat harga diri yang tinggi memiliki motivasi
belajar yang tinggi. Harga diri yang tinggi yang dimiliki remaja panti asuhan akan
membuat mereka cenderung memiliki motivasi belajar yang bagus, dorongan akan
belajar besar, dan kesadaran diri untuk mengerjakan tugas-tugas tinggi. Sehingga
para remaja yang memiliki tingkat harga diri yang tinggi cenderung memiliki
motivasi yang tinggi dalam belajar.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil harga diri pada remaja panti asuhan
berada pada tingkat rendah sejumlah 1 orang (2.17%), tingkat sedang sejumlah 9
orang (19.57%), sedangkan lainnya berada pada tingkat tinggi sejumlah 31 orang
(67.39%), dan tingkat sangat tinggi sejumlah 5 orang (10.87%). Berdasarkan
kategorisasi di atas, tingkat harga diri pada remaja panti asuhan dalam kategori
tinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada aspek kebutuhan akan harga
diri pada remaja panti asuhan yang mempersepsikan bahwa penghargaan
terhadap diri dianggap suatu kondisi yang penting sehingga harus dilakukan dan
dikembangkan, karena remaja memiliki tingkat harga diri yang tinggi membuat
mereka lebih merasa percaya diri, tidak minder, dan merasa diterima
dilingkungan.
Hasil penelitian ini juga menyebutkan tingkat motivasi belajar pada remaja
panti asuhan mayoritas berada pada tingkat tinggi sejumlah 27 orang (58.7%),
sedangkan lainnya berada pada tingkat sangat tinggi sejumlah 4 orang (8.7%),
tingkat sedang sejumlah 14 orang (30.43%), dan tingkat rendah sejumlah 1 orang
(2.17%), sehingga dapat diketahui bahwa para remaja di panti asuhan memiliki
motivasi belajar yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Maslow (Rifki, 2008), menyatakan bahwa
rasa percaya diri bisa timbul apabila adanya pemenuhan kebutuhan dihargai dan
menghargai. Hal ini akan menumbuhkan kekuatan, kemampuan, motivasi, dan
perasaan berguna. Sehingga, jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akan
memunculkan perasaan minder, rendah diri, tidak berdaya, malas, dan putus asa.
Tingginya tingkat harga diri dan tingginya motivasi belajar remaja semakin
menguatkan hipotesis yang diajukan peneliti yaitu semakin tinggi harga diri yang
dimiliki oleh remaja di panti asuhan maka semakin tinggi motivasi belajar
mereka. Remaja dengan harga diri yang tinggi akan bereaksi positif dalam proses
belajarnya, seperti rasa percaya diri yang tinggi, merasa mampu dalam
mengerjakan tugas, dan yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian dari Adinda Rizkiany
dan Miranda (2009), yang mengambil judul Harga Diri dan Prestasi Belajar pada
Remaja yang Obesitas. Hasil penelitian dari Adinda Rizkiany dan Miranda
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri
dan prestasi belajar pada remaja yang obesitas. Hasil ini dapat disebabkan adanya
faktor lain yang terkait dengan harga diri dan prestasi belajar serta kemampuan
lain yang dimiliki subjek.
Penelitian ini masih memiliki kelemahan, yaitu terbatasnya waktu dan
kesibukan yang dimiliki para anak asuh saat pengisian alat ukur, sehingga penulis
merasa kesulitan untuk mengumpulkan anak-anak yang berada di panti. Oleh
karena itu, pihak panti asuhan menyarankan dalam penyebaran angket dilakukan
dengan cara dititipkan kepada pihak pengasuh panti untuk dibagikan kepada anak
asuh. Akibatnya, peneliti tidak bisa melihat ekspresi dan keseriusan subjek pada
saat pengisian angket. Sehingga, dikhawatirkan dalam pengisian angket subjek
tidak serius.
V. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan
antara harga diri dan motivasi belajar pada remaja yang tinggal di panti asuhan,
maka hipotesis diterima. Jika skor harga diri rendah, maka akan rendah motivasi
belajar pada remaja. Sebaliknya, semakin tinggi skor harga diri maka akan tinggi
tingkat motivasi belajar remaja di panti asuhan. Koefisien determinasi (R squared)
variabel harga diri terhadap motivasi belajar remaja di panti asuhan sebesar 0.470.
Hal ini berarti bahwa sumbangan efektif harga diri terhadap motivasi belajar pada
remaja di panti asuhan adalah sebesar 47.0%.
VI. Saran
Ada beberapa saran yang dikemukakan peneliti berkaitan dengan hasil
penelitian, antara lain:
1. Bagi Panti Asuhan
Bagi pihak panti asuhan agar terus memberi dukungan bagi anak-anak. Ini
dilakukan agar anak asuh yang motivasinya kurang akan lebih termotivasi dan
yang motivasinya sudah tinggi agar bisa mempertahankan serta terus
meningkatkan motivasinya. Untuk tetap mempertahankan motivasi belajar anak,
bisa dengan memberikan hadiah atau penghargaan pada anak yang berprestasi
serta mempertahankan jam belajar dan les private agar motivasi belajarnya tetap
tinggi.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperhatikan validitas alat ukur
dengan subjek yang akan diteliti. Artinya, validiti alat ukurnya harus disesuaikan
dengan mencerminkan karakteristik subjek yang akan dipakai.
DAFTAR PUSTAKA
Abror, R. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana
Ali, M. & Asrori, M. 2005. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik.Jakarta: PT Bumi Aksara
Apriani, F. 2008. Peran Dukungan Orang tua dan Teman sebaya terhadapMotivasi Belajar siswa SMP Negeri 1 Kampar. Skripsi. Yogyakarta:Fakultas Psikologi UII (tidak diterbitkan)
Ariyanto. 2002. Hubungan Antara Harga Diri dengan Motivasi MemilihPekerjaan. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII (tidakditerbitkan)
Azwar, Saifuddin. 2000. Metode Penelitian Kuantitaif. Yogyakarta: PustakaPelajar
Borualogo, I. S. 2004. Hubungan antara Persepsi tentang Figur Attachmentdengan Self-Esteem Remaja Panti Asuhan Muhammadiyah. JurnalPsikologi, 13, 1
Clemes, H. & Bean, R. 2001. Membangkitkan Harga Diri Anak. Jakarta: MitraUtama
Cynthia, M. 2009. Motivasi Belajar pada Remaja Kecanduan Komik. Diunduhpada tanggal 20 Februari 2012 darihttp://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2009/Artikel_10503222.pdf
Djamarah, S. B. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahastya
Ekawati, D. 2004. Hubungan antara Berpikir Positif dengan Motivasi BelajarSiswa SMU. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII (tidakditerbitkan)
Fribasari, W. 2006. Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dalam BidangBimbingan Sosial untuk Meningkatkan Hubungan InterpersonalRemaja di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang Tahun 2005.Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas NegeriSemarang (tidak diterbitkan)
Gufron, M.N. & Risnawita, R. 2010. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-RuzzMedia
Hadi, S. 2000. Statistik Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset
Hamalik, O. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar BaruAlgensindo
Hardiyanti, W. & Putri, D.E. 2008. Peran Homeschooling terhadap MotivasiBelajar pada Remaja. Diunduh pada tanggal 15 Juli 2010 darihttp://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Artikel_10503206.pdf
Jess, F. & Gregory, J. F. 2010. Theories of Personality. New York: Avenue of theAmericas
Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco
Mighwar, M.A. 2006. Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia
Panuju, P. & Umami, I. 1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta: PT Tiara Wacana
Poduska, B. 1990. Empat Teori Kepribadian. Jakarta: Radar Jaya Offset
Prawuri, D. 2011. Hubungan antara Harga diri dengan Orientasi Masa DepanRemaja. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII (tidak diterbitkan)
Purwanto, N. 1993. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosadakarya
Rasyid, 2008, Konsep dasar Motivasi. Paper, dipresentasikan pada seminarSumber Daya Manusia. Jakarta: Universitas Mercu Buana
Rifki, M. 2008. Pengaruh Rasa Percaya Diri Terhadap Prestasi Belajar Siswa DiSma Islam Almaarif Singosari Malang. Skripsi. Malang: FakultasTarbiyah Universitas Islam Negeri (tidak diterbitkan)
Santrock, J.W. 2004. Educational Psychology. New York: McGraw-Hill
. 2003. Adolescence. New York: McGraw-Hill Company
Sari, C. P. 2009. Harga Diri Pada Remaja Putri Yang Telah Melakukan HubunganSeks Pranikah. Jurnal Psikologi, 1-14. Diunduh pada tanggal 30 April2012, darihttp://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/industrial-technology/2009/Artikel_10504036.pdf
Sardiman, A.M. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:Rajawali
Sefind. 2010. Motivasi Dalam Belajar. Diunduh pada tanggal 1 Mei 2012 darihttp://visya.student.umm.ac.id/9-motivasi-dalam-belajar/
Stuart & Sundeen. 1991. Harga Diri. Diunduh pada tanggal 30 April 2012 darihttp://www.zimbio.com/member/joesafira/articles/6DvSnj3Ot3g/Pengertian+Harga+Diri
Sutjijoso, A.R. & Zarfiel, M.D., Harga Diri dan Prestasi Belajar Pada Remajayang Obesitas. Jurnal Psikologi, 3, 1
Suryabrata, S. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali
Widoyoko, E.P. 2006. Analisis Pengaruh Kinerja Guru terhadap Motivasi BelajarSiswa. Diunduh pada tanggal 15 Juli 2010 darihttp://www.umpwr.ac.id/web/download/publikasi-ilmiah/Analisis%20Pengaruh%20Kinerja%20Guru%20Terhadap%20Motivasi%20Belajar%20Siswa.pdf
IDENTITAS PENULIS
Nama : Ita Kuariah Sofyana
Alamat Kampus : Jln. Anggajaya 2 nomor 292a, Condong Catur, Sleman,
Yogyakarta
Alamat Rumah : Ds. Bumiayu 02 Rt/Rw V, Kec. Wedarijaksa, Kab. Pati,
Jawa Tengah 59152
No. HP : 085292008348
Email : [email protected]