NASKAH PUBLIKASI MOTIVASI OLAHRAGA-BODY...
Transcript of NASKAH PUBLIKASI MOTIVASI OLAHRAGA-BODY...
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN
TIPE MOTIVASI DALAM MELAKUKAN OLAHRAGA KEBUGARAN
DI FITNESS CENTRE PADA WANITA
Oleh :
ANANDA RIZKA RAHMANIA
MIRA ALIZA R.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2009
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN
TIPE MOTIVASI DALAM MELAKUKAN OLAHRAGA KEBUGARAN DI FITNESS
CENTRE PADA WANITA
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing Utama
(Mira Aliza Rachmawati, S.Psi, M.Psi.)
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN
TIPE MOTIVASI DALAM MELAKUKAN OLAHRAGA KEBUGARAN DI FITNESS
CENTRE PADA WANITA
Ananda Rizka Rahmania Mira Aliza Rachmawati
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara body image dengan tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita. Asumsi awal dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara body image dengan tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita. Semakin positif body image, maka semakin rendah motivasi untuk melakukan olahraga kebugaran di fitness centre. Begitu juga sebaliknya, semakin negatif body image maka semakin tinggi motivasi melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita.
Subjek penelitian adalah wanita yang merupakan anggota dari fitness centre yang berlokasi di Yogyakarta yang memiliki karakteristik umur 17-50 tahun. Data penelitian diperoleh dengan alat ukur berupa skala motivasi melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita dari Ryan dkk (1997) yang terdiri dari 23 aitem yang dibagi menjadi 5 tipe yaitu interest/enjoyment, competence, appearance, fitness,dan social dan skala body image yang mengacu pada aspek-aspek body image dari Yuliani (2002) yang terdiri dari 56 aitem. Karena dari hasil uji asumsi diketahui bahwa data tersebut memiliki sebaran normal dan ada juga yang tidak normal namun semua data menunjukkan sebaran yang tidak linier, maka uji hipotesis tidak menggunakan teknik product moment dari Pearson, tetapi menggunakan teknik korelasi non-parametrik dari Spearman. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada korelasi negatif antara body image dengan setiap tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita.
Kata kunci : body image, tipe motivasi.
Pengantar
Di jaman modern seperti sekarang, hampir di segala aspek kehidupan manusia selalu
diciptakan berbagai kemudahan yang dapat meringankan pekerjaan manusia sehingga
manusia sudah jarang melakukan pekerjaan secara langsung melainkan digantikan oleh
tenaga mesin. Hal ini membuat manusia mulai jarang beraktifitas secara fisik (Butarbutar,
2002), ditambah pula gaya hidup manusia sekarang yang serba instan.
Olahraga adalah salah satu aktifitas utama yang memperbaiki kualitas hidup, baik
pada remaja maupun pada orang dewasa (Santrock, 2002). Selain itu, menurut Fuoss &
Tropmann (Butarbutar, 2002), olahraga merupakan alat untuk menyeimbangkan tubuh dari
kurangnya aktifitas fisik yang sering terjadi pada kebanyakan masyarakat dewasa ini.
Olahraga sebagai salah satu aktifitas manusia yang memiliki manfaat terhadap fisik maupun
psikis.
Sherwood, Light & Blumenthal (Santrock, 2002) mengatakan penelitian yang
dilakukan mengenai pengaruh olahraga salah satunya adalah peran olahraga dalam mencegah
penyakit jantung. Grimes & Mattimore (Santrock, 2003) menyatakan remaja yang
berolahraga secara teratur dapat menangani stres dengan lebih efektif dan memiliki identitas
yang lebih positif daripada remaja yang sedikit berolahraga.
Salah satu sarana untuk berolahraga adalah latihan fisik di tempat kebugaran. Pada
zaman sekarang tempat kebugaran sudah sangat marak dimana-mana yang dilengkapi dengan
berbagai fasilitas yang mendukung seperti alat-alat kebugaran dan instruktur untuk
memberikan arahan dan bimbingan pada anggotanya dalam melaksanakan aktifitas olahraga
kebugaran secara baik dan benar (Butarbutar, 2002).
Alasan individu melakukan aktifitas olahraga kebugaran di tempat kebugaran adalah
ingin memuaskan kebutuhannya, dengan kata lain individu memiliki motivasi yang berbeda-
beda dalam melakukan aktifitas olahraga kebugaran di tempat kebugaran (Butarbutar, 2002).
Menurut Santrock (2003), motivasi adalah mengapa individu bertingkah laku, berpikir, dan
memiliki perasaan terhadap yang mereka lakukan, dengan penekanan pada gerak dan arah
dari tingkah lakunya. Motivasi sendiri dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Menurut Ryan dkk (1997), kedua macam motivasi tersebut dapat dipilah
menjadi beberapa tipe motivasi untuk mengetahui mengapa seseorang melakukan olahraga
kebugaran. Ryan dkk (1997) menyatakan bahwa motivasi intrinsik terdiri dari kesenangan
yang didapat seseorang dari berolahraga (enjoyment/interest), keinginan untuk menaklukkan
tantangan dan mengasah minat serta kemampuan (competence). Sedangkan motivasi
ekstrinsik terdiri dari keinginan untuk meningkatkan penampilan tubuh (appearance),
keinginan untuk meningkatkan kebugaran tubuh (fitness), dan untuk melakukan interaksi
sosial.
Saat seseorang mulai melakukan olahraga kebugaran lalu melakukannya kembali
sehingga menjadi suatu rutinitas, salah satu alasannya menurut Perrin (Ryan dkk, 1997)
adalah karena seseorang tersebut merasa senang/mendapat kesenangan tersendiri dalam
melakukannya. Cash dkk (Strickland, 2004) menyatakan bahwa dalam penelitian
menunjukkan seseorang yang berolahraga kebugaran merasa hidupnya lebih bahagia dari
pada. Olahraga kebugaran dapat meningkatkan kesehatan psikologis, mengurangi tingkat
kecemasan dan depresi serta meningkatkan mood seseorang (Strickland, 2004).
Alasan lain seseorang melakukan olahraga kebugaran adalah untuk menaklukkan
tantangan dan mengasah minat serta kemampuan saat melakukan olahraga kebugaran (Ryan
dkk, 1997). Menurut Reis dkk (Butarbutar, 2002), ketika orang merasa mampu dan optimis
untuk menjalani olahraga kebugaran di fitness centre maka orang tersebut akan memiliki rasa
percaya diri yang lebih baik.
Seseorang melakukan olahraga kebugaran di fitness centre yaitu juga untuk menjaga
kesehatan dan kebugaran tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan President’s Council
(Strickland, 2004) yang mengatakan bahwa berolahraga kebugaran dapat meningkatkan
kesehatan dan mengingkatkan fungsi serta kualitas hidup seseorang. Lebih dalam lagi
dikatakan oleh Davis & Cowles (Strickland, 2004), berolahraga kebugaran dapat
meningkatkan kerja atau kondisi cardiovascular, mengurangi hipertensi, dan mengurangi
resiko osteoporosis.
Bagi remaja putri, berolahraga kebugaran juga dapat memberi manfaat secara
sosiologikal. Remaja putri dapat belajar mengenai dirinya satu sama lain sebagai remaja
seusianya dan dapat meningkatkan social skills (Strickland, 2004). Sedangkan menurut
President’s Council (Strickland, 2004) remaja putri dapat meningkatkan interaksi sosial yang
positif dan meningkatkan ekspresi diri.
Motivasi utama individu khususnya wanita zaman sekarang dalam melakukan
aktifitas kebugaran menurut Wilfley & Rodin (Meyer, 2004) adalah untuk melangsingkan
tubuh, bukan untuk kesehatan jasmani. Menurut Corbin & Lindsey (Butarbutar, 2002),
motivasi seseorang dalam melakukan olahraga di tempat kebugaran yaitu untuk peningkatan
dan pengembangan diri terutama dalam hal penampilan fisik.
Hoyt (Strickland, 2004) menyatakan, wanita secara umum mengalami ketidakpuasan
terhadap penampilan fisik mereka dan ketidakpuasan tersebut bukan merupakan hal yang
mengejutkan lagi ketika media mulai melukiskan wanita dengan tampilan yang lebih kurus
dan lebih kurus lagi. Media memainkan peran yang sangat signifikan dalam bagaimana
wanita memandang tubuh mereka. Levine & Harrison (Rice & Dolgin, 2008) mengatakan
kebanyakan peneliti setuju jika media adalah pihak yang bertanggung jawab paling besar
terhadap hasrat remaja putri untuk menjadi langsing.
Kebanyakan orang terutama wanita, mulai dari remaja sampai wanita dewasa
memiliki ketakutan akan kelebihan berat badan ataupun terkena obesitas, bahkan tidak sedikit
dari mereka merasa ketakutan secara berlebihan sehingga timbul gangguan secara psikis yang
dikenal dengan eating disorder, semisal anorexia atau juga bulimia
(www.snac.ucla.edu,23/06/08). Berbagai cara mereka lakukan untuk menghindari hal
tersebut, mulai dari diet secara berlebihan yang tidak diatur oleh professional, dengan sengaja
menahan lapar atau juga melakukan olahraga secara kompulsif
(www.snac.ucla.edu,23/06/08). Hal ini sependapat dengan yang dikatakan oleh Rhea
(Strickland, 2004) yang mengatakan bahwa wanita banyak mengalami gangguan makan yang
sangat ekstrim dan juga melakukan olahraga secara ekstrim pula. Ketakutan itu timbul karena
mindset atau stigma yang melekat di masyarakat bahwa cantik itu kurus atau berotot
(www.snac.ucla.edu,23/06/08). Seorang perempuan punya konsep cantik jika tubuhnya putih
dan langsing. Sehingga ia menganggap, "Saya perempuan, jadi kalau ingin cantik harus
langsing." (www.JawaBali.com,21/01/09).
Cash, dkk (Strickland, 2004) mengatakan, banyak wanita terutama mahasiswi yang
melakukan olahraga untuk mengatur berat badan dan penampilan mereka dari pada untuk
mengatur kesehatan, kebugaran atau stres, mood dan interaksi sosial. Silberstein (Strickland,
2004) menegaskan bahwa itulah yang memotivasi mereka dalam melakukan olahraga
kebugaran, untuk mengurangi berat badan, menyeimbangkan dan mengurangi kalori.
Sedangkan Jaffee & Manzer (Strickland, 2004) menyatakan bahwa wanita yang sukses dalam
menjalani olahraga kebugaran akan menjadi aktif secara fisik, dan dapat meningkatkan
kepercayaan diri, menghargai diri dan menimbulkan body image yang positif. Body image
sendiri menurut Schilder (Reas, 2002) merupakan gambaran dari tubuh seseorang yang
dibentuk oleh orang tersebut didalam pikiran, yang merupakan cara untuk mengatakan
bagaimana seseorang memandang tubuhnya sendiri.
Motivasi Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Centre pada Wanita
Menurut Handoko (2006) kata motif berarti suatu alasan/dorongan yang
menyebabkan seseorang berbuat sesuatu/melakukan tindakan/bersikap tertentu. Sedangkan
motivasi sendiri adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang
menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Sedangkan menurut
Wahjosumidjo (1987), motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan
interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan suatu proses psikologis yang merupakan tenaga atau faktor yang terdapat dalam
diri manusia yang mencerminkan interaksi yang menimbulkan dan mengarahkan tujuan,
pemenuhan kepuasan kebutuhan serta mengorganisasikan persepsi, sikap dan tingkah
lakunya.
Motivasi melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita merupakan
keseluruhan daya penggerak berupa kebutuhan peningkatan pengembangan diri, kebutuhan
menjalin hubungan interpersonal dan kebutuhan akan status dan penghargaan yang
menimbulkan kegiatan olahraga kebugaran di fitness centre, menjamin kelangsungan aktifitas
olahraga kebugaran dan memberi arah pada aktifitas olahraga kebugaran untuk mencapai
tujuan yang dikehendaki. Motivasi berolahraga kebugaran di fitness centre dapat berasal dari
dalam diri individu (motivasi intrinsik) dan dari luar individu (motivasi ekstrinsik)
(Butarbutar, 2002).
Tidak jauh beda dengan Butarbutar, menurut Ryan dkk (1997), motivasi terdiri dari
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kedua macam motivasi tersebut dapat dipilah
menjadi beberapa tipe motivasi untuk mengetahui mengapa seseorang melakukan olahraga
kebugaran. Ryan dkk (1997) menyatakan bahwa motivasi intrinsik terdiri dari kesenangan
yang didapat seseorang dari berolahraga (enjoyment/interest), keinginan untuk menaklukkan
tantangan dan mengasah minat serta kemampuan (competence). Sedangkan motivasi
ekstrinsik terdiri dari keinginan untuk meningkatkan penampilan tubuh (appearance),
keinginan untuk meningkatkan kebugaran tubuh (fitness), dan untuk melakukan
kontak/interaksi sosial.
Dapat disimpulkan bahwa tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita merupakan keseluruhan daya penggerak untuk menggali dan
meningkatkan kemampuan diri wanita, memenuhi kebutuhan wanita akan jiwa dan raganya
serta kebutuhan akan bersosialisasi.
Tipe-tipe Motivasi dalam Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Centre pada
Wanita
Menurut Ryan dkk (1997), tipe-tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita adalah:
1. interest/enjoyment
berdasarkan kesenangan yang didapatnya dari berolahraga yang merupakan keinginan
untuk bersenang-senang, mewujudkan minat dan menjadi terdorong untuk melakukan
aktifitas olahraga.
2. competence
berdasarkan dari kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas tersebut yang
merupakan keinginan untuk menaklukkan tantangan, melatih serta mengembangkan
kemampuan yang dimiliki.
3. appearance
keinginan untuk meningkatkan penampilan tubuh, tujuannya lebih pada hasrat yang
besar untuk mendapat uang atau ketenaran
4. fitness
keinginan untuk meningkatkan kebugaran tubuh, tujuannya lebih pada afiliasi dan
penerimaan diri.
5. social
tujuan dari melakukan olahraga kebugaran untuk melakukan kontak/interaksi sosial.
Adanya kontak/interaksi sosial, dapat menimbulkan kesenangan dalam melakukan
olahraga kebugaran.
Appearance dan fitness merupakan dua tipe yang berhubungan atau yang terfokus
langsung dengan tubuh.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tipe-tipe motivasi dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita adalah interest/enjoyment, competence, appearance,
fitness, social.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi dalam Melakukan Olahraga Kebugaran
di Fitness Centre
Menurut Williams (Butarbutar, 2002) menyatakan beberapa faktor yang
mempengaruhi motivasi berolahraga di fitness centre yaitu:
1. Daya tarik fisik individu mempengaruhi motivasinya dalam berolahraga kebugaran
di fitness centre. Tujuan utama dalam berolahraga kebugaran di fitness centre
adalah meningkatkan daya tarik fisik.
2. Fasilitas yang memadai dan cuaca yang baik akan membuat individu lebih
termotivasi untuk melakukan aktifitas berolahraga di fitness centre. Fasilitas yang
dimaksud adalah kualitas dan kuantitas alat yang tersedia serta keanekaragaman
alat.
3. Pergaulan di tempat kebugaran mempengaruhi motivasi berolahraga kebugaran
individu. Dengan adanya teman berlatih dapat meningkatkan motivasi individu,
teman berlatih dapat dijadikan sebagai standar terhadap diri sendiri sehingga
latihan olahraga di tempat kebugaran tersebut menjadi lebih menarik.
4. Instruktur turut mempengaruhi motivasi. Instruktur yang berkualitas harus mampu
memberikan porsi latihan yang sesuai bagi anggota tempat kebugaran sesuai
dengan kebutuhan dan tujuan latihan tersebut.
Selain keempat faktor diatas, ada faktor lain yang juga mempengaruhi seseorang
untuk berolahraga kebugaran di fitness centre yaitu untuk menjaga kesehatan dan kebugaran
tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan President’s Council (Strickland, 2004) yang
mengatakan bahwa berolahraga kebugaran dapat meningkatkan kesehatan dan
mengingkatkan fungsi serta kualitas hidup seseorang. Ditambahkan, berolahraga kebugaran
juga dapat meningkatkan sistem imun tubuh dan kematangan repoduksi, siklus menstruasi
lebih teratur. Yang tidak kalah penting menurut Greensberg & Oglesby (Strickland, 2004)
yaitu berolahraga kebugaran dapat memberikan hasil yang positif terhadap mood seseorang,
meningkatkan self-concept dan self-esteem. Lebih dalam lagi dikatakan oleh Davis & Cowles
(Strickland, 2004), berolahraga kebugaran dapat meningkatkan kerja atau kondisi
cardiovascular, mengurangi hipertensi, mengurangi resiko osteoporosis dan dapat
mengurangi depresi serta kecemasan. Sehingga dapat dikatakan bahwa menjaga kesehatan
dan kebugaran tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
termotivasi melakukan olahraga kebugaran di fitness centre.
Usia menjadi faktor yang juga mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre. Monks dkk (Wulandari, 2000) mengatakan, wanita pada
usia dibawah 40 tahun masih senang mencoba dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk
mencari dan mempertahankan eksistensi diri. Sedangkan usia lebih dari 40 tahun menurut
Trisnawati (Wulandari, 2000), tidak lagi terlalu merisaukan penampilan dan kecantikan.
Wanita di atas 40 tahun lebih menerima kondisi fisiknya apa adanya dan lebih
memprioritaskan perannya dalam keluarga, dan kebanggan akan utuhnya keluarga.
Menurut Reis dkk (Butarbutar, 2002), rasa percaya diri yang tinggi membuat orang
memiliki motivasi yang tinggi pula dalam berolahraga kebugaran di fitness centre. Mereka
menjadi merasa mampu dan optimis dalam berolahraga kebugaran di fitness centre.
Dari faktor-faktor yang disebutkan dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
mempengaruhi tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita adalah daya tarik fisik individu, fasilitas dan cuaca yang mendukung, pergaulan di
tempat kebugaran, instruktur yang terdapat dalam fitness centre tersebut, faktor untuk
menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh dan usia serta rasa percaya diri juga mempengaruhi
seseorang melakukan olahraga kebugaran di fitness centre.
Body Image
Slade (Gardner, 1996) berpendapat bahwa body image merupakan gambaran yang
dimiliki seseorang didalam pikirannya terhadap ukuran, bentuk dan kondisi dari tubuhnya
dan perasaannya terhadap hal-hal tersebut serta pilihan seseorang terhadap bagian-bagian
tubuh. Dari definisi tersebut, gambaran mental yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya
merefleksikan komponen perseptual, sementara perasaan seseorang terhadap tubuhnya dapat
disamakan dengan komponen atitudinal atau sikap. Yuliani (2002) menyatakan bahwa body
image merupakan gambaran mental individu mengenai penampilan fisiknya sebagai bagian
dari konsep diri dan perasaan yang menyertainya, disertai penerimaan dan penilaian diri
individu tentang keadaan raganya berdasarkan pengalaman tubuhnya di masa lalu, baik nyata
maupun fantasi.
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa body image merupakan
gambaran yang dimiliki seseorang didalam pikirannya atau persepsi terhadap ukuran, bentuk
dan kondisi dari tubuhnya dan perasaannya terhadap hal-hal tersebut serta pilihan seseorang
terhadap bagian-bagian tubuh, sikap dan perilaku seseorang berkenaan dengan tubuhnya,
bagaimana ia memandang dan mencintai dan menghargai tubuhnya, yang terbentuk dari
pemikirannya, penerimaan dan penilaian diri individu tentang keadaan raganya berdasarkan
pengalaman tubuhnya di masa lalu, baik nyata maupun fantasi.
Aspek-Aspek Body Image
Yuliani (2002) menyatakan bahwa aspek-aspek body image antara lain:
1. Affective
Mengarah pada evaluasi perasaan individu tentang tubuh. Aspek ini meliputi rasa
malu (body shame),dan rasa tidak puas (body dissatisfaction).
2. Cognitive
Meliputi komponen perseptual, yaitu tentang gambaran mental individu mengenai
tubuhnya. Termasuk didalamnya adalah kesan terhadap tubuh yang dibentuk diri
sendiri maupun orang lain, kesan terhadap kriteria tubuh ideal, ketepatan
mengestimasi tubuh, dan control beliefs.
3. Behavior
Yaitu adanya intensi berperilaku untuk memenuhi cultural ideal, kewaspadaan yang
tinggi terhadap tubuh (body surveillance) dan kecenderungan untuk terjadi gangguan
makan, diet serta olahraga yang berlebihan.
Dari komponen-komponen tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang
terdapat dalam body image terdiri dari affective, cognitive dan behavior.
Hubungan Antara Body Image dengan Tipe Motivasi dalam Melakukan Olahraga
Kebugaran di Fitness Centre pada Wanita
Menurut Handoko (2006) motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat
dalam diri manusia yang menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah
lakunya. Sedangkan menurut Wahjosumidjo (1987), motivasi merupakan suatu proses
psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan
yang terjadi pada diri seseorang. Menurut Fox dkk (Butarbutar, 2002), motivasi merupakan
aspek yang penting karena motivasi juga dapat menggerakkan individu untuk melakukan
olahraga kebugaran dan membuat mereka bertahan dalam aktifitas tersebut.
Didalam motivasi, terdapat komponen sikap yang meliputi perasaan yang dimiliki
oleh individu mengenai dirinya sendiri, tubuhnya, sikap terhadap statusnya, prospek masa
depannya, harga dirinya, kepuasan dan penilaian dirinya. Gardner dan Jersild (Hartantri,
1998) menambahkan bahwa perasaan diwakili dengan tingkat kepuasan dan ketidakpuasan
individu terhadap bagian-bagian tubuh ataupun tubuhnya secara keseluruhan. Apabila orang
tersebut tidak puas dan malu dengan bagian-bagian dari tubuhnya, maka orang tersebut akan
berusaha untuk membuat tubuhnya lebih baik atau menjadi berkeinginan untuk meningkatkan
penampilan tubuh salah satu caranya dengan berolahraga kebugaran tujuannya lebih pada
afiliasi dan penerimaan diri.
Bagi remaja putri, menurut Rosenblum & Lewis (Rice & Dolgin, 2008), perasaan
tidak puas tersebut terjadi pada puncaknya di masa perkembangan mereka. Pada masa
remaja, menurut Jersild (Wulandari, 2000), mereka mengalami peningkatan ketertarikan
terhadap lawan jenis dan kesadaran remaja akan potensi daya tarik bagi lawan jenis,
mendorong mereka menjadi tertantang untuk tampil sebaik mungkin. Davidson & McCabe
(Maimon, 2008) menambahkan, pengaruh pubertas juga memberikan efek negatif pada
remaja, pada remaja putri khususnya yang mengalami perubahan bentuk tubuh, menstruasi
dan tumbuhnya bulu-bulu pada tubuh. Hal tersebut terutama pada perubahan bentuk tubuh.
Ketidakpuasan pada bentuk tubuh akan memotivasi mereka untuk memperbaikinya. Jika
mereka berhasil meningkatkan penampilan tubuh mereka, maka akan memperoleh ketenaran
dikalangan lawan jenisnya dan hal tersebut merupakan bentuk pencarian identitas diri
mereka.
Menurut Cratty (Butarbutar, 2002), motivasi berolahraga berbeda dari satu individu
dengan individu lainnya. Motivasi juga akan mengarahkan individu dalam mencapai
tujuannya berolahraga kebugaran. Kebanyakan wanita berolahraga kebugaran tujuannya
untuk menjadi cantik dan berpenampilan menarik serta memiliki tubuh yang indah
(Wulandari, 2000). Wardhani (Wulandari, 2000) mengutip perkataan Lubis yang mengatakan
bahwa standar kecantikan itu dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain budaya dan waktu,
juga bergantung pada masing-masing orang dan kadang bergantung pada idola atau simbol
kecantikan yang dianutnya.
Seseorang ingin meningkatkan penampilan fisik atau kebugaran tubuhnya didasari
oleh cara pandangnya terhadap dirinya, perasaan dan pemikirannya mengenai
penampilannya. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Cash & Pruzinsky (Tsukada, 2003),
mengenai sejumlah perasaan, persepsi, sikap dan perilaku seseorang berkenaan dengan tubuh
seseorang, yang dikenal dengan body image. Apabila penampilan fisik dan kebugaran
tubuhnya dirasa kurang maka ia akan melakukan berbagai cara untuk meningkatkan
penampilan dan kebugarannya, salah satunya dengan berolahraga kebugaran. Apabila
penampilan fisiknya sudah baik, maka seseorang tersebut akan melakukan olahraga
kebugaran untuk mempertahankan bentuk tubuhnya. Menurut Fox dkk (Butarbutar, 2002)
kuatnya motivasi berolahraga kebugaran akan dipengaruhi oleh kebutuhan individu dalam
melaksanakan olahraga kebugaran tersebut. Jika belum baik maka seseorang menjadi
berkeinginan untuk meningkatkan kebugaran tubuh, maka motivasinya melakukan olahraga
kebugaran menjadi tinggi.
Jaffee & Manzer (Strickland, 2004) menyatakan, wanita yang sukses dalam
berolahraga, apa yang menjadi tujuannya tercapai, dapat meningkatkan body image menjadi
lebih positif, meningkatkan kepercayaan diri dan juga self-esteem. Setelah itu menurut
Setiawan (Butarbutar, 2002) ada dua hal yang mungkin terjadi, pertama, mereka tetap
termotivasi untuk mempertahankan bentuk tubuh mereka, kedua, motivasi mereka bisa saja
menjadi rendah dan akan melaksanakan olahraga tersebut kurang dari apa yang
dibutuhkannya dan bukan tidak mungkin akan berhenti berolahraga di fitness centre. Mereka
yang tetap termotivasi akan melakukan olahraga kebugaran dengan lebih santai, lebih
bahagia, lebih senang karena sudah tidak terbebani dengan tuntutan untuk memperbaiki
bentuk tubuh lagi dan hubungan sosialnya pun lebih baik karena mereka memiliki
kepercayaan diri yang lebih dibandingkan sebelumnya.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa seseorang yang memiliki gambaran terhadap
dirinya (body image) negatif akan termotivasi untuk melakukan berbagai cara supaya terlihat
lebih baik, salah satunya dengan cara berolahraga di fitness centre.
Metode Penelitian
Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan subjek penelitian yaitu wanita yang merupakan anggota
dari fitness centre yang berlokasi di Yogyakarta yang memiliki karakteristik: umur 17-50
tahun.
Metode Pengumpulan Data
Dalam mengukur kedua variabel, peneliti menggunakan dua buah alat ukur, yaitu :
1. Body image, untuk mengukurnya peneliti menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh
peneliti. Alat ukur ini terdiri aitem unfavorable untuk tiap-tiap aspek yang terdiri dari tiga
aspek dasar, yaitu : aspek cognitive, affective, dan behavior. Tiap aitem dari dalam alat
ukur ini diurutkan dari pernyataan sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak
setuju. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin positif body image para wanita.
Semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin negatif body image para wanita.
Tabel 1 Distribusi Butir Skala Body Image Sebelum Uji Coba
Aspek
Butir Unfavorable
Nomor butir jumlah
affective 2, 5, 8, 9, 11, 14, 16, 19, 21, 27, 29, 35, 39, 42, 47, 49, 53, 54, 57, 59, 62
21
cognitive 3, 6, 7, 12, 15, 17, 22, 24, 25, 30, 32, 36, 40, 41, 45, 50, 55, 58, 60, 61, 63
21
behavior 1, 4, 10, 13, 18, 20, 23, 26, 28, 31, 33, 34, 37, 38, 43, 44, 46, 48, 51, 52, 56
21
63 2. Tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita, untuk
mengukurnya peneliti menggunakan skala Motives for Physical Activity Measure-Revised
(MPAM-R). Skala tersebut dibuat oleh Ryan dkk (1997) dan diadaptasi oleh peneliti yang
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Terdiri dari 27 aitem yang berisi
pernyataan favorable yang terdiri dari beberapa tipe, antara lain yaitu interest/enjoyment,
competence, appearance, fitness, dan social. Tiap aitem dalam alat ukur ini diurutkan dari
pernyataan sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Semakin tinggi skor
yang diperoleh maka semakin tinggi motivasi melakukan aktifitas fisik. Semakin rendah
skor yang diperoleh maka semakin rendah motivasi melakukan aktifitas fisik.
Tabel 2 Distribusi Butir Skala Tipe Motivasi dalam Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Centre pada Wanita Sebelum Uji Coba
Aspek
Butir Favorable
Nomor butir jumlah
Interest/enjoyment 2, 7, 11, 18, 22 5 Competence 3, 4, 8, 9, 12, 14 6 Appearance 5, 10, 17, 20, 24, 27 6 Fitness 1, 13, 16, 19, 23 5 Social 6, 15, 21, 25, 26 5
27
Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian ini adalah
hubungan (korelasi). Korelasi yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Pearson
yang terdapat pada program komputer SPSS 12,0 for Windows XP. Teknik korelasi product
moment digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara body image dengan tipe
motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita.
Hasil Penelitian
Gambaran umum di bawah ini mencakup dua skala yang digunakan dalam penelitian
yaitu skala body image dan skala tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita. Berikut adalah tabel deskripsi data peneltian yang dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Deskripsi Data Penelitian
Variabel Skor Hipotetik Skor Empirik X
Min X
Max Mean SD X
Min X
Max Mean SD
Total tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita
23 92 57,50 11,50 60,00 92,00 75,00 8,00
Body Image 56 224 140 28 95,00 207,00 159,00 25 Ket : Min = Skor Total Minimal Max = Skor Total Maksimal
Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti menggolongkan subjek dalam lima kategori
yaitu kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah (Azwar, 2005).
Kategori subjek dibuat dengan membagi standar deviasi dari distribusi normal menjadi lima
bagian, yaitu :
1. Sangat tinggi : X > MH + 1,8 SDH
2. Tinggi : MH + 0,6 SDH < X ≤ MH + 1,8 SDH
3. Sedang : MH – 0,6 SDH < X ≤ MH + 0,6 SDH
4. Rendah : MH – 1,8 SDH ≤ X ≤ MH – 0,6 SDH
5. Sangat rendah : X < MH – 1,8 SDH
Ket :
X = Skor
MH = Mean Hipotetik
SDH = Standar Deviasi Hipotetik
a. Skala Body Image
Skala body image terdiri dari 56 aitem dengan skor minimum 1 dan skor maksimum
4. Standar deviasi hipotetik skala body image adalah 28 dan standar deviasi empirinya 25.
Mean hipotetik skala body image 140 dan mean empirisnya 159. Deskripsi data penelitian
yang telah disebutkan diatas digunakan untuk menentukan skor body image dalam kategori
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Berdasarkan skor body image maka
subjek yang memiliki skor X > 190,4 untuk kategori sangat tinggi, 156,8 < X ≤ 190,4 untuk
kategori tinggi, 123,2 < X ≤ 156,8 untuk kategori sedang, 89,6 ≤ X ≤ 123,2 untuk kategori
rendah, dan X < 89,6 untuk kategori sangat rendah. Gambaran umum kategorisasi body
image dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Deskripsi Kategorisasi Body Image Pada Subjek Penelitian
Skor Kategori Frekuensi Prosentase Sangat Tinggi X > 190,4 7 14%
Tinggi 156,8 < X ≤ 190,4 21 42% Sedang 123,2 < X ≤ 156,8 19 38% Rendah 89,6 ≤ X ≤ 123,2 3 6%
Sangat Rendah X < 89,6 0 0% Jumlah 50 100 %
b. Skala tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita
Skala tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita terdiri dari 23 aitem dengan skor minimum 1 dan skor maksimum 4. Keduapuluh tiga
aitem tersebut dibagi menjadi 5 tipe yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Standar deviasi hipotetik skala total tipe motivasi dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita adalah 11,5 dan standar deviasi
empirisnya 8. Mean hipotetik skala total tipe motivasi dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita 57,5 dan mean empirisnya
75. Deskripsi data penelitian yang telah disebutkan diatas digunakan untuk
menentukan skor total tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita dalam kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah
dan sangat rendah. Berdasarkan skor total tipe motivasi dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita maka subjek yang memiliki
skor X > 78,2 untuk kategori sangat tinggi, 64,4 < X ≤ 78,2 untuk kategori
tinggi, 50,6 < X ≤ 64,4 untuk kategori sedang, 36,8 ≤ X ≤ 50,6 untuk kategori
rendah, dan X < 36,8 untuk kategori sangat rendah. Gambaran umum
kategorisasi skala total tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Deskripsi Kategorisasi Total Tipe Motivasi dalam Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Centre pada Wanita Pada Subjek Penelitian
Skor Kategori Frekuensi Prosentase Sangat Tinggi X > 78,2 15 30%
Tinggi 64,4 < X ≤ 78,2 33 66% Sedang 50,6 < X ≤ 64,4 2 4% Rendah 36,8 ≤ X ≤ 50,6 0 0%
Sangat Rendah X < 36,8 0 0% Jumlah 50 100 %
2. Tipe Interest/Enjoyment
Standar deviasi hipotetik skala tipe interest/enjoyment dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita adalah 2,5 dan standar
deviasi empirisnya 2. Mean hipotetik skala tipe interest/enjoyment dalam
melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita 12,5 dan mean
empirisnya 17. Deskripsi data penelitian yang telah disebutkan diatas
digunakan untuk menentukan skor tipe interest/enjoyment dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita dalam kategori sangat tinggi,
tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Berdasarkan skor tipe
interest/enjoyment dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita maka subjek yang memiliki skor X > 17 untuk kategori sangat tinggi,
14 < X ≤ 17 untuk kategori tinggi, 11 < X ≤ 14 untuk kategori sedang, 8 ≤ X ≤
11 untuk kategori rendah, dan X < 8 untuk kategori sangat rendah. Gambaran
umum kategorisasi skala tipe interest/enjoyment dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Deskripsi Kategorisasi Tipe Interest/Enjoyment dalam Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Centre pada Wanita Pada Subjek Penelitian
Skor Kategori Frekuensi Prosentase Sangat Tinggi X > 17 17 34%
Tinggi 14 < X ≤ 17 30 60% Sedang 11 < X ≤ 14 3 6% Rendah 8 ≤ X ≤ 11 0 0%
Sangat Rendah X < 8 0 0% Jumlah 50 100 %
3. Tipe Competence
Standar deviasi hipotetik skala tipe competence dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita adalah 2,5 dan standar deviasi
empirisnya 2,5. Mean hipotetik skala tipe competence dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita 12,5 dan mean empirisnya
16. Deskripsi data penelitian yang telah disebutkan diatas digunakan untuk
menentukan skor tipe competence dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita dalam kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah
dan sangat rendah. Berdasarkan skor tipe competence dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita maka subjek yang memiliki
skor X > 17 untuk kategori sangat tinggi, 14 < X ≤ 17 untuk kategori tinggi,
11 < X ≤ 14 untuk kategori sedang, 8 ≤ X ≤ 11 untuk kategori rendah, dan X <
8 untuk kategori sangat rendah. Gambaran umum kategorisasi skala tipe
competence dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Deskripsi Kategorisasi Tipe Competence dalam Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Centre pada Wanita Pada Subjek Penelitian
Skor Kategori Frekuensi Prosentase Sangat Tinggi X > 17 10 20%
Tinggi 14 < X ≤ 17 31 62% Sedang 11 < X ≤ 14 7 14% Rendah 8 ≤ X ≤ 11 2 4%
Sangat Rendah X < 8 0 0% Jumlah 50 100 %
4. Tipe Appearance
Standar deviasi hipotetik skala tipe appearance dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita adalah 2 dan standar deviasi
empirisnya 2. Mean hipotetik skala tipe appearance dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita 10 dan mean empirisnya 13.
Deskripsi data penelitian yang telah disebutkan diatas digunakan untuk
menentukan skor tipe appearance dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita dalam kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah
dan sangat rendah. Berdasarkan skor tipe appearance dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita maka subjek yang memiliki
skor X > 13,6 untuk kategori sangat tinggi, 11,2 < X ≤ 13,6 untuk kategori
tinggi, 8,8 < X ≤ 11,2 untuk kategori sedang, 6,4 ≤ X ≤ 8,8 untuk kategori
rendah, dan X < 6,4 untuk kategori sangat rendah. Gambaran umum
kategorisasi skala tipe appearance dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Deskripsi Kategorisasi Tipe Appearance dalam Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Centre pada Wanita Pada Subjek Penelitian
Skor Kategori Frekuensi Prosentase Sangat Tinggi X > 13,6 21 42%
Tinggi 11,2 < X ≤ 13,6 18 36% Sedang 8,8 < X ≤ 11,2 11 22% Rendah 6,4 ≤ X ≤ 8,8 0 0%
Sangat Rendah X < 6,4 0 0% Jumlah 50 100 %
5. Tipe Fitness
Standar deviasi hipotetik skala tipe fitness dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita adalah 2,5 dan standar deviasi
empirisnya 2. Mean hipotetik skala tipe fitness dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita 12,5 dan mean empirisnya 18.
Deskripsi data penelitian yang telah disebutkan diatas digunakan untuk
menentukan skor tipe fitness dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness
centre pada wanita dalam kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan
sangat rendah. Berdasarkan skor tipe fitness dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita maka subjek yang memiliki skor X >
17 untuk kategori sangat tinggi, 14 < X ≤ 17 untuk kategori tinggi, 11 < X ≤
14 untuk kategori sedang, 8 ≤ X ≤ 11 untuk kategori rendah, dan X < 8 untuk
kategori sangat rendah. Gambaran umum kategorisasi skala tipe fitness dalam
melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 11 Deskripsi Kategorisasi Tipe Fitness dalam Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Centre pada Wanita Pada Subjek Penelitian
Skor Kategori Frekuensi Prosentase Sangat Tinggi X > 17 26 52%
Tinggi 14 < X ≤ 17 23 46% Sedang 11 < X ≤ 14 1 2% Rendah 8 ≤ X ≤ 11 0 0%
Sangat Rendah X < 8 0 0% Jumlah 50 100 %
6. Tipe Social
Standar deviasi hipotetik skala tipe social dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita adalah 2 dan standar deviasi
empirisnya 2. Mean hipotetik skala tipe social dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita 10 dan mean empirisnya 12. Deskripsi
data penelitian yang telah disebutkan diatas digunakan untuk menentukan skor
tipe social dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita
dalam kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Berdasarkan skor tipe social dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness
centre pada wanita maka subjek yang memiliki skor X > 13,6 untuk kategori
sangat tinggi, 11,2 < X ≤ 13,6 untuk kategori tinggi, 8,8 < X ≤ 11,2 untuk
kategori sedang, 6,4 ≤ X ≤ 8,8 untuk kategori rendah, dan X < 6,4 untuk
kategori sangat rendah. Gambaran umum kategorisasi skala tipe social dalam
melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12 Deskripsi Kategorisasi Tipe Social dalam Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Centre pada Wanita Pada Subjek Penelitian
Skor Kategori Frekuensi Prosentase Sangat Tinggi X > 13,6 5 10%
Tinggi 11,2 < X ≤ 13,6 26 52% Sedang 8,8 < X ≤ 11,2 13 26% Rendah 6,4 ≤ X ≤ 8,8 6 12%
Sangat Rendah X < 6,4 0 0% Jumlah 50 100 %
3. Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang terdiri
dari uji normalitas dan uji linieritas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel terdistribusi normal atau
tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik One- Sample Kolmogorov-
Smirnov Z Test. Sebaran skor variabel dikatakan normal apabila mengikuti distribusi kurva
normal jika harga p dari nilai K-S-Z lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Berdasarkan hasil uji
normalitas yang dilakukan dapat diketahui bahwa sebaran skor pada :
1. Skala body image yang disajikan memiliki sebaran normal. Variabel body
image menunjukkan K-S-Z= 0,567 dengan p= 0,905 (p>0,05).
2. Skala total motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre
pada wanita yang disajikan memiliki sebaran normal. Variabel total motivasi
dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita
menunjukkan K-S-Z= 1,077 dengan p= 1,97 (p>0,05).
3. Skala tipe interest/enjoyment dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness
centre pada wanita yang disajikan memiliki sebaran normal. Variabel tipe
interest/enjoyment dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita menunjukkan K-S-Z= 1,095 dengan p= 0,182 (p>0,05).
4. Skala tipe competence dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre
pada wanita yang disajikan memiliki sebaran tidak normal. Variabel tipe
competence dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita menunjukkan K-S-Z= 1,496 dengan p= 0,023.
5. Skala tipe appearance dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre
pada wanita yang disajikan memiliki sebaran tidak normal. Variabel tipe
appearance dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita menunjukkan K-S-Z= 1,522 dengan p= 0,019.
6. Skala tipe fitness dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita yang disajikan memiliki sebaran tidak normal. Variabel tipe fitness
dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita
menunjukkan K-S-Z= 1,364 dengan p= 0,049.
7. Skala tipe social dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita yang disajikan memiliki sebaran tidak normal. Variabel tipe social
dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita
menunjukkan K-S-Z= 1,526 dengan p= 0,019.
b. Uji Linieritas
Uji linearitas ini dilakukan untuk mengetahui linieritas hubungan kedua variabel. Uji
linieritas ini dilakukan dengan teknik Compare Means yang terdapat pada program SPSS
12.00 for Windows. Data dikatakan linier jika p < 0,05. Hasil uji linieritas menunjukkan:
1. Body image dengan skala total tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran
di fitness centre pada wanita F= 0,275 dengan p= 0,610. Jadi dari hasil tersebut bisa
diketahui bahwa hubungan kedua variabel tersebut tidak linier karena nilai p > 0,05.
2. Body image dengan skala tipe interest/enjoyment dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita F= 2,944 dengan p= 0,112. Jadi dari hasil
tersebut bisa diketahui bahwa hubungan kedua variabel tersebut tidak linier karena
nilai p > 0,05.
3. Body image dengan skala tipe competence dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita F= 0,907 dengan p= 0,360. Jadi dari hasil tersebut bisa
diketahui bahwa hubungan kedua variabel tersebut tidak linier karena nilai p > 0,05.
4. Body image dengan skala tipe appearance dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita F= 0,471 dengan p= 0,505. Jadi dari hasil tersebut bisa
diketahui bahwa hubungan kedua variabel tersebut tidak linier karena nilai p > 0,05.
5. Body image dengan skala tipe fitness dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita F= 0,849 dengan p= 0,375. Jadi dari hasil tersebut bisa
diketahui bahwa hubungan kedua variabel tersebut tidak linier karena nilai p > 0,05.
6. Body image dengan skala tipe social dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness
centre pada wanita F= 1,793 dengan p= 0,205. Jadi dari hasil tersebut bisa diketahui
bahwa hubungan kedua variabel tersebut tidak linier karena nilai p > 0,05.
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas maka
selanjutnya dilakukan uji korelasi. Uji korelasi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara kedua variabel yang dianalisis. Karena dari hasil uji asumsi diketahui bahwa data
tersebut memiliki sebaran normal dan ada juga yang tidak normal namun semua data
menunjukkan sebaran yang tidak linier, maka uji hipotesis tidak menggunakan teknik product
moment dari Pearson, tetapi menggunakan teknik korelasi non-parametrik dari Spearman
yang terdapat pada program SPSS 12.00 for Windows.
Hasil analisis non-parametrik dari Spearman menunjukkan:
1. koefisien korelasi antara variabel body image dengan total tipe motivasi dalam
melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita adalah 0,071 (r= 0,071)
dengan nilai signifikansi atau p= 0,311 (p>0,01). Dari hasil tersebut bisa dilihat
bahwa hipotesis ditolak, artinya tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara
body image dengan total tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness
centre pada wanita.
2. koefisien korelasi antara variabel body image dengan tipe interest/enjoyment dalam
melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita adalah 0,190 (r= 0,190)
dengan nilai signifikansi atau p= 0,093 (p>0,01). Dari hasil tersebut bisa dilihat
bahwa hipotesis ditolak, artinya tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara
body image dengan tipe interest/enjoyment dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita.
3. koefisien korelasi antara variabel body image dengan tipe competence dalam
melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita adalah 0,166 (r= 0,166)
dengan nilai signifikansi atau p= 0,125 (p>0,01). Dari hasil tersebut bisa dilihat
bahwa hipotesis ditolak, artinya tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara
body image dengan tipe competence dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness
centre pada wanita.
4. koefisien korelasi antara variabel body image dengan tipe appearance dalam
melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita adalah -0,126 (r= -
0,126) dengan nilai signifikansi atau p= 0,192 (p>0,01). Dari hasil tersebut bisa
dilihat bahwa hipotesis ditolak, artinya tidak ada hubungan negatif yang signifikan
antara body image dengan tipe appearance dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita.
5. koefisien korelasi antara variabel body image dengan tipe fitness dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita adalah 0,172 (r= 0,172) dengan
nilai signifikansi atau p= 0,116 (p>0,01). Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa
hipotesis ditolak, artinya tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara body
image dengan tipe fitness dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita.
6. koefisien korelasi antara variabel body image dengan tipe social dalam melakukan
olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita adalah -0,070 (r= -0,070) dengan
nilai signifikansi atau p= 0,316 (p>0,01). Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa
hipotesis ditolak, artinya tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara body
image dengan tipe social dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada
wanita.
D. Pembahasan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan antara body image
dengan tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian menggunakan non-parametrik dari Spearman
menunjukkan tidak satupun dari tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di fitness
centre pada wanita memiliki korelasi dengan body image, maka hipotesis yang telah diajukan
ditolak, yaitu tidak ada hubungan negatif antara body image dengan tipe motivasi dalam
melakukan olahraga kebugaran di fitness centre pada wanita.
Dari data identitas subjek diperoleh bahwa ada keberagaman usia subjek, sebagian
subjek berusia lebih dari 40 tahun dan sebagian lainnya berusia dibawah 40 tahun. Artinya
ada dua kelompok usia yang memiliki karakter berbeda. Usia lebih dari 40 tahun menurut
Trisnawati (Wulandari, 2000), tidak lagi terlalu merisaukan penampilan dan kecantikan.
Wanita di atas 40 tahun lebih menerima kondisi fisiknya apa adanya dan lebih
memprioritaskan perannya dalam keluarga, dan kebanggan akan utuhnya keluarga.
Sedangkan pada usia dibawah 40 tahun, wanita masih senang mencoba dan melakukan
kegiatan-kegiatan untuk mencari dan mempertahankan eksistensi diri (Monks dkk dalam
Wulandari, 2000). Usia dibawah 40 tahun merupakan masa puncak dalam mencari peran
dalam kehidupan keluarga, mencari dukungan sosial, popularitas, mencari teman hidup, dan
karir. Kecantikan dan penampilan fisik menjadi prioritas subjek dengan usia dibawah 40
tahun (Hurlock dalam Wulandari, 2000).
Dari data mean empirik body image subjek menunjukkan angka 159 artinya subjek
memiliki body image yang positif. Menurut Reis dkk (Butarbutar, 2002), body image yang
positif membuat orang memiliki rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan optimis untuk
menjalani olahraga kebugaran di fitness centre. Rasa percaya diri yang tinggi membuat orang
memiliki motivasi yang tinggi pula dalam berolahraga kebugaran di fitness centre.
Sedangkan dari observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti dengan pengelola
fitness centre, didapat bahwa sebagian dari subjek atau anggota fitness centre memiliki
perasaan lebih senang terhadap instruktur senam tertentu, sehingga hanya jika olahraga
kebugaran pada hari tersebut di latih oleh instruktur senam tersebut banyak anggota yang
hadir untuk mengikuti olahraga kebugaran, jika bukan instruktur tersebut mereka tidak datang
untuk melakukan olahraga kebugaran. Mereka menyatakan lebih nyaman dan suasana
menjadi lebih menyenangkan jika di latih oleh instruktur yang mereka senangi. William
(Butarbutar, 2002) menyatakan bahwa instruktur turut mempengaruhi motivasi.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang hampir sejenis, yaitu penelitian
Suherman (2008), Butarbutar (2002) dan Wulandari (2000), sesuai dengan keaslian penelitian
pada penelitian ini, kesemuanya menunjukkan hipotesa yang diajukan ditolak dan ternyata
penelitian ini pun hasilnya hipotesa ditolak, sehingga dapat ketahui bahwa memang tidak ada
hubungan antara body image dengan tipe motivasi dalam melakukan olahraga kebugaran di
fitness centre pada wanita.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan negatif antara body image dengan tipe motivasi dalam melakukan olahraga
kebugaran di fitness centre pada wanita.
Saran
1. Bagi Subjek
Diharapkan subjek lebih giat dan semakin memfokuskan diri bahwa berolahraga yang
paling utama adalah untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Memiliki tubuh yang
sehat dan bugar, akan semakin meningkatkan kualitas hidup dan semua aktifitas akan
berjalan dengan lancar.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan tema yang sama
disarankan mampu meminimalkan kelemahan-kelemahan penelitian ini:
a. Peneliti diharapkan agar lebih paham tujuan dan fokus pada apa yang ingin diteliti, karena
kedua variabel sama-sama dapat dijadikan variabel tergantung dan juga variabel bebas.
b. Disarankan untuk menambah jumlah subyek penelitian, agar penelitian selanjutnya benar-
benar bisa digeneralisasikan.
c. Disarankan untuk menambahkan keterangan dalam identitas diri subjek dengan
keterangan berat badan subjek sebagai pelengkap identitas subjek.
d. Diharapkan untuk lebih cermat dalam menentukan rentang usia subjek yang hendak
diberi angket supaya lebih dapat dibedakan faktor apa sesungguhnya yang mempengaruhi
mereka berolahraga di fitness centre.
e. Diharapkan peneliti lebih cermat dalam mensiasati waktu kapan sekiranya subjek siap
menjawab atau memberi respon pada skala penelitian, supaya angket tidak perlu dibawa
pulang oleh subjek dan tidak sampai terjadi angket tersebut lupa untuk dikembalikan pada
peneliti, serta untuk menghindari adanya aitem yang terlewati.
Daftar Pustaka
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Butarbutar, F. 2002. Hubungan antara Daya Tarik Fisik dan Motivasi Berolahraga Kebugaran
di Fitness Centre pada Pria. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Gardner, R. M. 1996. Methodological Issues in Assessment of the Perceptual Component of
Body Image Disturbance. British Journal of Psychology, 87, 327-337 (http://www.proquest.com)
Handoko, M. 2006. Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta: Kanisius Hartantri. 1998. Citra Raga dan Kecenderungan Perilaku Diet pada Remaja Putri. Skripsi
(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Maimon, K. 2008. Body Image in Preadolescent Girls. Tesis. South Africa: University of
South Africa (http://www.google.com) Meyer, B. S. 2004. Exploring Women’s Body Image and Exercise Experience: A Qualitative
Study. Disertasi. Austin: The University of Texas at Austin (http://www.google.com) Reas, D. L. 2002. Relationship Between Weight Loss and Body Image in Obese Individuals
Seeking Weight Loss Treatment. Disertasi. Louisiana: Louisiana State University (http://www.google.com)
Rice, F. P. & Dolgin, K. G. 2008. The Adolescent Development, Relationships & Culture.
U.S.A: Pearson Education, Inc. Ryan, M. R., Frederick, C. M., Lepes, D., Rubio, N., Sheldon, K. M. 1997.
Intrinsic Motivation and Exercise Adherence. International Journal Sport Psychology, 28, 335-354
Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Jilid II. Jakarta:
Erlangga Santrock, J. W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja Edisi VI. Jakarta: Erlangga Strickland, A. 2004. Body Image and Self – Esteem: A Study of Relationships and
Comparisons Between More and Less Physically Active College Women. Disertasi. Florida: The Florida State University College of Education (http://www.google.com)
Tsukada, K. Y. 2003. How You Look Depends On Where You Are: Individual and
Situasional Factors in Body Image. Disertasi. Ohio: The Ohio State University (http://www.google.com)
Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia Wulandari, R. 2000. Hubungan antara Citra Raga dengan Intensitas Melakukan Body
Language pada Wanita. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Yuliani W., A. 2002. Studi tentang Citra Raga Dikaitkan dengan Kematangan Beragama.
Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada http://www.JawaBali.com http://www.snac.ucla.edu
IDENTITAS PENULIS
NAMA : ANANDA RIZKA RAHMANIA
ALAMAT : JL. MT. HARYONO NO. 1, KEPOLOREJO, MAGETAN
JATIM, 63311
TELP : 0351-894640