Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

download Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

of 38

Transcript of Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    1/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 1

    NASKAH AKADEMIK

    RANCANGAN UNDANG-UNDANG

    TENTANG

    SUSUNAN DAN KEDUDUKANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN

    PERWAKILAN DAERAH,DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

    DEPARTEMEN DALAM NEGERIREPUBLIK INDONESIA

    TAHUN 2007

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    2/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 mengamanatkan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yangberkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip kerakyatanyang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

    Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yangdipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, perludiwujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, danlembaga perwakilan daerah yang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi sertadapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk kepentingandaerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa danbernegara.

    Sejalan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan politikbangsa, termasuk perkembangan dalam susunan dan kedudukan lembagapermusyawaratan dan lembaga perwakilan dengan keberadaan lembagaperwakilan daerah sebagai komponen baru dalam sistem keparlemenan Indonesia,telah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan danKedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dimaksudkansebagai upaya penataan susunan dan kedudukan majelis permusyawaratan rakyat,dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyatdaerah dalam rangka mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembagaperwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah.

    Untuk mengembangkan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan

    pemerintahan daerah, perlu diwujudkan lembaga perwakilan rakyat daerah sebagaiunsur penyelenggara pemerintahan daerah yang bersama-sama denganpemerintah daerah mampu mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dankepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistemNegara Kesatuan Republik Indonesia.

    Untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan/perwakilan yang lebihmampu mencerminkan nilai-nilai demokratis dan memperjuangkan aspirasi rakyatdan daerah sesuai perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara perlupenataan kembali susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945.Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dipandang perlu untuk

    membentuk Undang-undang (UU) tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,DPD, dan DPRD, sebagai penyempurnaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah, dalam rangka meningkatkan peran dan tanggung jawab lembagapermusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    3/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 3

    daerah untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyatdan daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, sertamengembangkan mekanisme checks and balances antara lembaga legislatif daneksekutif serta meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja anggota lembagapermusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilandaerah demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.

    B. Maksud dan tujuan

    1. Maksud

    Pembentukan UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, danDPRD dimaksudkan untuk melakukan penyempurnaan atas UU Nomor 22 Tahun2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, khususnyapenyempurnaan atas sejumlah materi pengaturan kelembagaan yang terkaitdengan peningkatan kinerja MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan anggota-anggotanya.

    2. Tujuan

    Tujuan pembentukan UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,DPD, dan DPRD adalah terbentuknya undang-undang sebagai landasan hukumyang kuat bagi pemantapan MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai lembagapermusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga perwakilan daerah,dan lembaga perwakilan rakyat daerah, sehingga pelaksanaan kedaulatan rakyatatas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/ perwakilan, serta pengembangan demokrasi dalampenyelenggaraan pemerintahan negara dan pemerintahan daerah, dapat terwujud.

    C. Landasan penyempurnaan

    1. Landasan filosofis

    Secara filosofis, pembentukan UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR, DPD, dan DPRD diperlukan sebagai upaya pengaktualisasian nilai-nilaidemokrasi dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara dan berpemerintahan.Kehadiran lembaga-lembaga negara dalam bentuk lembaga permusyawaratanrakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah sesungguhnyaadalah cerminan nilai-nilai demokrasi dalam hidup bernegara dan berpemerintahan.Melalui lembaga-lembaga tersebut, penyerapan dan penyaluran aspirasi rakyat dandaerah dalam proses dan tata kelola kenegaraan dan kepemerintahan diharapkandapat berlangsung dengan baik.

    2. Landasan politik

    Sejalan dengan pemikiran filosofis di atas, pembentukan UU tentangSusunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD juga diperlukan dalamrangka mewujudkan tata kelembagaan negara dan pemerintahan yangmencerminkan aktualisasi prinsip checks and balances dalam pengelolaankekuasaan. Sebagaimana telah ditegaskan dalam UUD Negara Republik Indonesia

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    4/38

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    5/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 5

    demokrasi yang kokoh dicapai melalui penyempurnaan struktur politik yangdititikberatkan pada proses pelembagaan demokrasi, yang dilakukan dengan,antara lain:

    a. mempromosikan dan menyosialisasikan pentingnya keberadaan sebuahkonstitusi yang kuat dan memiliki kredibilitas tinggi sebagai pedoman dasar bagiseluruh proses demokratisasi berkelanjutan;

    b. menata hubungan antara kelembagaan politik, dalam kehidupan bernegara;c. meningkatkan kinerja lembaga-lembaga penyelenggara negara dalam

    menjalankan kewenangan dan fungsi-fungsi yang diberikan oleh konstitusi danperaturan perundangan-undangan; dan

    d. menciptakan kelembagaan demokrasi lebih lanjut untuk mendukungberlangsungnya konsolidasi demokrasi secara berkelanjutan,

    yang dicapai melalui pelaksanaan program, antara lain:

    a. penyempurnaan dan penguatan kelembagaan demokrasi, yang bertujuan untukmewujudkan pelembagaan fungsi-fungsi dan hubungan antara lembagaeksekutif, legislatif, yudikatif, lembaga politik lainnya, serta lembaga-lembagakemasyarakatan yang kokoh dan optimal;

    b. perbaikan proses politik, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas danefektivitas penyelenggaraan pemilihan umum dan uji kelayakan publik, sertapelembagaan perumusan kebijakan publik.

    D. Metode

    Pembentukan UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, danDPRD dilakukan dengan metode kerja sebagai berikut:

    a. Evaluasi atas pelaksanaan UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan danKedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD;

    b. Pengkajian terhadap pasal-pasal dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 yang dinilaimengandung kelemahan dan/atau bermasalah;c. Pengkajian terhadap konsep teoritis tentang sistem perwakilan yang ideal;d. Penyesuaian dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

    dane. Analisis komprehensif dan penyusunan konsep pengaturan yang baru.

    E. Sistematika penulisan

    Naskah Akademik ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut:

    Bab I PENDAHULUAN, berisi uraian tentang latar belakang, maksud dan tujuan,

    landasan penyempurnaan, metode, dan sistematika penulisan;Bab II ARAH DAN TUJUAN SERTA CAKUPAN PENYEMPURNAAN UU

    NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKANMPR, DPR, DPD, DAN DPRD, yang berisi uraian tentang arah dan tujuanserta cakupan penyempurnaan UU Nomor 22 Tahun 2003;

    Bab III PROBLEMATIKA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2003TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MPR, DPR, DPD, DAN DPRD,berisi uraian tentang kondisi objektif lembaga permusyawaratan dan

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    6/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 6

    lembaga perwakilan, dan identifikasi aspek-aspek yang memerlukanpenyempurnaan;

    Bab IV MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG, berisi uraian tentang materipenyempurnaan dan susunan rancangan undang-undang; dan

    Bab V PENUTUP.

    Bagian akhir Naskah Akademik dilengkapi dengan daftar pustaka yangberisi referensi pendukung.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    7/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 7

    BAB II

    ARAH DAN TUJUAN SERTA CAKUPAN PENYEMPURNAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN

    MPR, DPR, DPD, DAN DPRD

    A. Arah dan tujuan penyempurnaan UU Nomor 22 Tahun 2003

    Penyempurnaan UU Nomor 22 Tahun 2003 pada dasarnya merupakanbagian dari upaya penataan kehidupan politik dan pemerintahan di Indonesia,khususnya dalam rangka pencapaian suatu sistem politik yang demokratis dansistem pemerintahan yang efektif.

    Sistem politik yang demokratis mengandung pengertian bagaimana institusi,prosedur, dan rutinitas demokrasi menyatu dalam kultur berpolitik di tempattersebut. Dalam hal ini sistem politik yang demokratis adalah semakinmengemukanya cara-cara demokrasi untuk menata negara, politik, danmasyarakat. Politik yang demokratis menjadi sebuah sistem bila kepentinganberbagai aktor dalam jangka panjang adalah untuk menjaga stabilitas aturan-aturan

    main demokratis yang mereka sepakati.

    Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan upaya melihat aplikasikonsepsi partisipasi dan representasi pada lembaga dan proses politik secara kritis.Dalam hal ini, semangat memperkuat lembaga dan proses politik adalah dalamrangka menjadikannya sensitif dan responsif terhadap keinginan rakyat. Aturanmain dan mekanisme yang dibuat harus juga aplikatif. Misalnya, pengertian wakilrakyat dikaitkan dengan tingkah laku yang memperjuangkan kepentingan rakyat.Penguasa yang memerintah harus dipilih melalui pemilihan umum. Warga negaradijamin haknya untuk mengutarakan dan menuntut institusi yangmengatasnamakan mereka merespon kepentingan mereka. Adanya prosedur yangmemungkinkan pemilik kedaulatan, yaitu rakyat, mengawasi dan memberikan

    sanksi terhadap mereka yang mengatasnamakan mereka. Adanya mekanismechecks and balances antar lembaga-lembaga pemerintahan dalam kerangkakepentingan rakyat.

    Sementara itu, pemerintahan yang efektif adalah suatu proses pembentukandan pelaksanaan kebijakan publik oleh lembaga-lembaga publik yang selarasdengan aspirasi dan keinginan rakyat berdasarkan tata perundangan yang berlaku.Sedangkan pengertian sistem pemerintahan yang efektif adalah suatu polahubungan antara berbagai lembaga-lembaga publik dalam rangka pembentukandan pelaksanaan kebijakan publik dengan dasar-dasar prinsip tertentu untukmenterjemahkan aspirasi dan keinginan rakyat.

    Pentingnya suatu sistem pemerintahan yang efektif, paling tidak karena 3

    (tiga) alasan utama. Pertama, dengan adanya pemerintahan yang efektif, aktivitaspemerintahan menjadi lebih responsif. Pemerintah akan berusaha menterjemahkankeinginan rakyat menjadi kebijakan publik. Kedua, pemerintahan yang efektif akanmembuat aktivitas pemerintahan lebih bisa didukung oleh berbagai kekuatan politikmaupun masyarakat. Energi ini akan membuat pencapaian aktivitas pemerintahmeluas oleh karena partisipasi masyarakat dan kekuatan politik dalam pelaksanaanfungsi pemerintahan umum seperti memberikan pelayanan umum, mengaturkonflik, maupun pembagian sumber-sumber ekonomi. Ketiga, pemerintahan yangefektif akan memungkinkan berlangsungnya aktivitas yang stabil dalam jangka

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    8/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 8

    panjang. Semakin minimnya distorsi dan interupsi proses pemerintahan akanmembuat pencapaian tujuan bernegara dan berbangsa lebih mudah.

    Untuk mendukung tercapainya sistem pemerintahan yang efektif, maka perlusuatu upaya serius untuk menguatkan berbagai elemen sistem pemerintahan bagikebijakan publik yang aspiratif dan responsif. Jenis elemen-elemen tersebut sangattergantung pada jenis sistem pemerintahan yang hendak dibangun.

    Sebagai sebuah sistem pemerintahan, untuk efektivitas fungsi pemerintahanmaka lembaga presiden harus juga didukung oleh bekerjanya suatu sistemperwakilan yang efektif. Hubungan antara keduanya harus pula berimbang, yangdidasarkan pada fondasi checks and balances.1 Secara umum dapat dikatakanbahwa penguatan sistem pemerintahan presidensiil membutuhkan penguatanlembaga kepresidenan, penguatan lembaga perwakilan, serta perimbanganhubungan kelembagaan antara presiden dan legislatif.

    Dalam banyak pemikiran dan teori tentang perancangan konstitusi dankelembagaan (constitutional and institutional design) baik yang klasik maupunkontemporer, para pakar melihat keterkaitan yang erat antara upaya penataan

    sistem politik yang demokratis dengan sistem pemerintahan yang efektif.Bagi negara yang tengah mengalami transisi politik seperti Indonesia, maka

    pemahaman terhadap hubungan antara kedua proses itu menjadi sangat pentinguntuk beberapa alasan. Karena keterbatasan waktu dan tenaga maka seringkalipenataan elemen-elemen sistem politik dan pemerintahan dilakukan secaraterpisah. Logika yang digunakan seringkali berbeda satu dengan yang lainnya.Dalam realitas, semua elemen tersebut akan digunakan dan menimbulkankemungkinan komplikasi satu dengan lainnya.

    Munculnya sistem perwakilan yang kuat akan membuat sistempemerintahan presidensial menjadi efektif. Selanjutnya, sistem keparlemenan jugamemiliki hubungan yang langsung dengan pelaksanaan sistem presidensialisme.

    Keberadaan sistem bikameral akan diharapkan memperkuat sistem perwakilan.Dalam sistem bikameral maka perwakilan rakyat itu didasarkan pada perwakilanberdasarkan kekuatan politik (partai) dan perwakilan berdasarkan teritori. Luasnyawilayah Indonesia, kompleksitas persoalan daerah, dan semangat desentralisasimenjadi dasar penguatan berdasarkan perwakilan teritori.

    Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada realitasnya tak jelaskarena kekuasaan dan hak-haknya yang sangat terbatas (DPD RI, 2006). Demitegaknya prinsip checks and balances maka amandemen kembali konstitusi dalam jangka menengah atau panjang bersifat mutlak karena menjadi salah satu fondasiutama bagi stabilitas dan efektifitas sistem pemerintahan presidensial. Urgensiprinsip saling mengawasi secara seimbang itu diabaikan pula oleh konstitusi hasil

    amandemen dalam hal relasi DPR sebagai representasi rakyat dan DPD sebagairepresentasi wilayah. DPD harus dipandang sebagai Senat ataupun MajelisTinggi yang juga memiliki kewenangan legislasi kendati tidak harus seluaskekuasaan legislasi yang dimiliki DPR sebagai Majelis Rendah, sehingga keduaDewan adalah kamar-kamar parlemen di dalam suatu sistem perwakilan bicameralyang kuat (strong bicameral). Dengan demikian harus dibuat pengaturan yang

    1Scott Mainwaring, Presidentialism, Multipartism, and Democracy: The Difficult Combination,

    Comparative Political Studies, 26 (1993), 198-222.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    9/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 9

    memungkinkan untuk membuat kerjasama dan sinergitas antara DPR dan DPD.Bentuknya dapat berupa penguatan fungsi MPR.

    B. Cakupan penyempurnaan UU Nomor 22 Tahun 2003

    Salah satu ciri sistem presidensial adalah berlaku dan tegaknya prinsip

    pemisahan kekuasaan di antara tiga cabang kekuasaan utama yakni eksekutif-legislatif-yudikatif dan terutama antara lembaga eksekutif dan legislatif2. Melaluipemisahan kekuasaan tersebut diharapkan dapat ditegakkan prinsip check andbalances di antara cabang-cabang kekuasaan pemerintahan.. Problematik sistempresidensial hasil amandemen atas konstitusi kita dewasa ini adalah bahwa prinsipchecks and balances itu sulit ditegakkan karena presiden yang memperolehmandat dan legitimasi langsung dari rakyat tidak memiliki semacam hak veto untukmenolak UU yang telah disepakati oleh DPR. Di sisi lain, UU yang telah disepakatioleh pemerintah dan DPR tetap bisa berlaku sebagai hukum positif meskipun tidakdisahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari. Selain itu, konstitusi semestinya pulamengakomodasi prinsip checks and balances yang sama dalam relasi intra-parlemen, yaitu antara DPR dan DPD. Jelas sekali bahwa penataan relasi presiden

    dan parlemen (dalam hal ini DPR dan DPD), dan relasi DPR-DPD sepertidiamanatkan oleh konstitusi hasil amandemen, cenderung tidak akan menghasilkansistem presidensiil yang kuat, stabil, dan efektif. Sebaliknya, yang muncul adalahpraktik tata kelola pemerintahan yang cenderung parlementer dan atau campur-aduk antara obsesi presidensialisme di satu pihak dan praktik parlementarianismedi pihak lain. Oleh karena itu, pembentukan sistem pemerintahan presidensial yangkuat dan efektif pada dasarnya tak bisa dipisahkan dari kontribusi sistem legislatifatau keparlemenan yang sinergis dan efektif pula.

    Paling tidak ada empat argumen kesaling-keterkaitan antara sistempemerintahan di satu pihak dan sistem perwakilan di pihak lain. Pertama, berbedadengan sistem parlementer di mana fokus segenap proses politik berpusat padaparlemen, maka di dalam sistem presidensial lembaga eksekutif berbagi peranandan fungsi secara relatif tegas dan jelas dengan lembaga legislatif. Kedua,konsisten dengan argumen pertama, presiden dan parlemen masing-masingmemiliki tanggung jawab secara terpisah sekaligus secara bersama-sama dalampenguatan dan efektifitas sistem pemerintahan presidensial. Ketiga, konsistendengan dua argumen sebelumnya, tanggung jawab secara terpisah dalamfungsinya masing-masing sekaligus bersama-sama tersebut hanya dapatditegakkan apabila relasi antara presiden dan parlemen dibangun di atas prinsipchecks and balances. Keempat, sistem legislatif yang dapat melembagakantanggung jawab secara bersama-sama, sinergis dan efektif hanya dapatdiwujudkan apabila terbangun pola relasi dan kerjasama yang sinergis di antarabagian-bagian parlemen.

    Dalam kaitan ini, penguatan sistem perwakilan dimaksudkan sebagai upayamembangun sistem perwakilan yang tidak hanya koheren dan konsisten denganpilihan sistem pemerintahan presidensiil, melainkan juga mendukung danmemperkuatnya. Tampak di sini bahwa terdapat empat konsep utama yang salingterkait satu satu lain untuk membangun sistem perwakilan demikian, yaitusinergitas, efektifitas, akuntabilitas, dan produktifitas. Sistem perwakilan yang

    2Arend Lijphart, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

    1995, hal. 47.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    10/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 10

    sinergis diperlukan bukan saja dalam rangka efektifitas fungsi setiap lembagaparlemen (DPR dan DPD), melainkan juga untuk meningkatkan kualitasakuntabilitas di satu pihak dan produktifitas di pihak lain.

    Akuntabilitas adalah konsep yang tak terpisahkan dari keberadaan setiaplembaga perwakilan. DPR sebagai parlemen yang mewakili rakyat, DPD yangmewakili wilayah (propinsi), dan para anggotanya yang memperoleh mandat

    tersebut dapat dikatakan akuntabel apabila dalam melaksanakan fungsi,kewenangan, dan hak-haknya berorientasi kepada kepentingan rakyat selakupemberi mandat melalui melalui pemilihan umum. Sedangkan produktifitasberhubungan dengan tingkat pencapaian kinerja keparlemenan dalam hitunganproduk kebijakan yang dihasilkan selama masa kerja parlemen.

    Dewasa ini sinergitas parlemen belum terbangun karena DPR dan DPDcenderung bekerja sendiri-sendiri. Konstitusi memang membatasi kewenanganDPD, namun peran dan kontribusi DPD sebenarnya dapat dioptimalkan melaluimekanisme relasi dan kerjasama yang lebih baik antara DPR dan DPD. EfektifitasDPR dan DPD sebagai bagian dari lembaga parlemen nasional relatif belumoptimal karena struktur alat kelengkapan kedua Dewan belum mendukung

    efektifitas kerja keparlemenan.Berkaitan dengan kebutuhan penyempurnaan sistem perwakilan, maka

    dalam jangka pendek paling kurang ada empat arah sekaligus tujuan yang hendakdicapai untuk memperkuat sistem perwakilan yang masih bersifat semi-bikameralyang berlaku dewasa ini, yaitu: (1) peningkatan efektifitas keparlemenan DPR; (2)penguatan akuntabilitas lembaga dan anggota parlemen; (3) penataan hubungankerja DPR dan DPD; dan (4) peningkatan efektifitas fungsi MPR.

    Dalam konteks substansi hasil amandemen, di satu pihak hendak dibangunsistem pemerintahan presidensiil yang kuat, stabil, dan efektif, namun di sisi lainobsesi besar tersebut tidak didukung oleh struktur perwakilan bicameralyang kuatpula. Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang semestinya merupakan

    salah satu kamar dari sistem perwakilan dua-kamar, bahkan tak jelas karenakekuasaan dan hak-haknya yang sangat terbatas. Tidak mengherankan jika paraanggota DPD dewasa ini mempertanyakan relevansi keberadaan mereka dalamsistem yang berlaku jika tidak ada komitmen politik untuk mengubahnya secaramendasar (DPD RI, 2006). Sebaliknya, para politisi di Panitia Ad-Hoc I MPR selakupenyusun konstitusi justru makin memperkuat posisi, kedudukan, kekuasaan, danhak-hak DPR melebihi yang seharusnya dimiliki oleh DPR dalam konteks sistempresidensial.

    Selain itu, UUD 1945 hasil amandemen tidak melembagakan berlakunyamekanisme checks and balances di antara cabang-cabang kekuasaanpemerintahan utama, yakni lembaga eksekutif-legislatif pada khususnya dan

    eksekutif-legislatif-yudikatif pada umumnya. Di satu pihak, suatu UU dapat tetapberlaku apabila dalam waktu 30 hari tidak disahkan oleh Presiden, namun di pihaklain Presiden tidak memiliki semacam hak veto untuk menolak UU yang telahdisetujui DPR. Padahal tegaknya prinsip checks and balances bersifat mutlakkarena menjadi salah satu fondasi utama bagi stabilitas dan efektifitas sistempemerintahan presidensial. Urgensi prinsip saling mengawasi secara seimbang itudiabaikan pula oleh konstitusi hasil amandemen dalam hal relasi DPR sebagairepresentasi rakyat dan DPD sebagai representasi wilayah.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    11/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 11

    BAB III

    PROBLEMATIKA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANGSUSUNAN DAN KEDUDUKAN MPR, DPR, DPD, DAN DPRD

    Sistem pemerintahan yang terkonstruksi dalam UUD 1945 adalah sistem

    pemerintahan presidensiil, yang bercirikan keberlakuan dan penegakan prinsippemisahan kekuasaan di antara tiga cabang kekuasaan utama yakni legislatif,eksekutif, dan yudikatif, dan secara khusus antara lembaga eksekutif dan legislatif3.Melalui pemisahan kekuasaan tersebut diharapkan dapat ditegakkan prinsip checkand balances di antara cabang-cabang kekuasaan pemerintahan.

    Penguatan sistem pemerintahan presidensiil pada dasarnya tidak bisadipisahkan dari kontribusi sistem legislatif atau keparlemenan yang sinergis danefektif pula. Paling tidak ada empat argumen kesaling-keterkaitan antara sistempemerintahan di satu pihak dan sistem perwakilan di pihak lain. Pertama, berbedadengan sistem parlementer di mana fokus segenap proses politik berpusat padaparlemen, maka di dalam sistem presidensiil, lembaga eksekutif berbagi peranan

    dan fungsi secara relatif tegas dan jelas dengan lembaga legislatif. Kedua,konsisten dengan argumen pertama, presiden dan parlemen masing-masingmemiliki tanggung jawab secara terpisah sekaligus secara bersama-sama dalampenguatan dan pengefektifan sistem pemerintahan presidensiil. Ketiga, konsistendengan dua argumen sebelumnya, tanggung jawab secara terpisah dalamfungsinya masing-masing hanya dapat ditegakkan apabila relasi antara presidendan parlemen dibangun di atas prinsip checks and balances. Keempat, sistemlegislatif yang dapat melembagakan tanggung jawab secara bersama-sama,sinergis dan efektif hanya dapat diwujudkan apabila terbangun pola relasi dankerjasama yang sinergis di antara bagian-bagian parlemen.

    Dalam kaitan ini, penguatan sistem perwakilan dimaksudkan sebagaiupaya membangun sistem perwakilan yang tidak hanya koheren dan konsisten

    dengan pilihan sistem pemerintahan presidensiil, melainkan juga mendukung danmemperkuatnya. Tampak di sini bahwa terdapat empat konsep utama yang salingterkait satu sama lain untuk membangun sistem perwakilan dimaksud, yaitusinergitas, efektifitas, akuntabilitas, dan produktifitas. Sistem perwakilan yangsinergis diperlukan bukan saja dalam rangka efektifitas fungsi setiap lembagaparlemen (DPR dan DPD), melainkan juga untuk meningkatkan kualitasakuntabilitas di satu pihak dan produktifitas di pihak lain.

    Akuntabilitas adalah konsep yang tak terpisahkan dari keberadaan setiaplembaga perwakilan. DPR sebagai parlemen yang mewakili rakyat, DPD yangmewakili wilayah (propinsi), dan para anggotanya yang memperoleh mandattersebut dapat dikatakan akuntabel apabila dalam melaksanakan fungsi,

    kewenangan, dan hak-haknya berorientasi kepada kepentingan rakyat selakupemberi mandat melalui pemilihan umum.

    Produktifitas berhubungan dengan tingkat pencapaian kinerjakeparlemenan dalam hitungan produk kebijakan yang dihasilkan selama masakerja parlemen.

    3Arend Lijphart, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

    1995, hal. 47.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    12/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 12

    Dewasa ini, sinergitas parlemen belum terbangun karena DPR dan DPDcenderung bekerja sendiri-sendiri. Konstitusi memang membatasi kewenanganDPD, namun peran dan kontribusi DPD sebenarnya dapat dioptimalkan melaluimekanisme relasi dan kerjasama yang lebih baik antara DPR dan DPD. EfektifitasDPR dan DPD sebagai bagian dari lembaga parlemen nasional relatif belumoptimal karena struktur alat kelengkapan kedua Dewan belum mendukung

    efektifitas kerja keparlemenan.Sementara itu, peranan DPRD provinsi sebagai unsur penyelenggara

    pemerintahan daerah provinsi dan DPRD kabupaten kota sebagai unsurpenyelenggara pemerintahan kabupaten/kota juga dirasakan masih memerlukanpeningkatan. Rumusan ketentuan yang menyangkut kedua lembaga perwakilanrakyat daerah tersebut, baik yang terkait dengan kelembagaan maupun yang terkaitdengan keanggotaan masih perlu disempurnakan.

    Dari sisi kebutuhan penyempurnaan sistempermusyawaratan/perwakilan, maka dalam jangka pendek, khususnya dalamrangka penyempurnaan UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan danKedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, terdapat paling sedikit enam arah

    sekaligus tujuan yang hendak dicapai untuk memperkuat sistem perwakilan yangberlaku dewasa ini, yaitu:

    1. peningkatan efektifitas persidangan MPR;

    2. peningkatan efektifitas pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban DPR;

    3. penguatan fungsi dan hak, serta efektifitas pelaksanaan tugas, wewenang, dankewajiban DPD;

    4. penataan hubungan kerja DPR dan DPD;

    5. peningkatan akuntabilitas dan kinerja anggota DPR dan DPD;

    6. pemantapan kedudukan dan fungsi DPRD sebagai unsur penyelenggarapemerintahan daerah; dan

    7. peningkatan akuntabilitas dan kinerja anggota DPRD.

    Sesuai dengan Pasal 2 UUD 1945, MPR sebagai institusi negara yangterdiri atas anggota DPR dan anggota DPD memiliki tugas dan wewenangsebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD1945. Dari sudut kelembagaan, MPR mempunyai kedudukan dan kewenangantersendiri, yang berbeda sama sekali dengan kedudukan dan kewenangan DPRdan DPD. MPR bukan hanya merupakan persidangan gabungan anggota DPR dananggota DPD, tetapi juga adalah lembaga sendiri.

    Oleh karena itu, keberadaan MPR sebagai lembaga negara yang olehkonstitutisi diberi tugas dan wewenang kenegaraan yang secara tegas berbeda

    dengan tugas dan wewenang DPD dan DPD tetap perlu ditingkatkan efektititasnya,terutama efektifitas persidangan MPR.

    Efektifitas lembaga perwakilan menunjuk pada kapasitas lembagatersebut dalam mengoptimalkan peranan fraksi, komisi dan alat kelengkapanlainnya dalam mendukung kinerja parlemen sebagai lembaga perwakilanrakyat/daerah dan mitra eksekutif. Dalam konteks sistem pemerintahan presidensiil,prinsip checks and balances tidak akan tegak apabila kinerja keparlemenan tidakefektif.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    13/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 13

    Agenda penguatan akuntabilitas parlemen, baik secara institusi maupunanggota secara individual, perlu dilakukan dalam rangka mendukung penguatansistem presidensiil. Akuntabilitas institusi makin kuat apabila pelaksanaan fungsilegislasi, anggaran, dan pengawasan DPR berorientasi pada penguatan sistempresidensiil. Di sisi lain, akuntabilitas anggota secara individual makin kuat apabilakinerja para anggota DPR berorientasi pada penguatan akuntabilitas Dewan secara

    institusi.Penguatan kapasitas parlemen dalam fungsi legislasi juga perlu

    dilakukan melalui pengadaan staf ahli yang profesional dan bersifat permanen.Beban kerja DPR4 yang sangat berat sebagai akibat tekanan fungsi legislasi yangberada di pundaknya, mengharuskan Dewan memiliki staf ahli permanen yangdibiayai oleh negara. Penataan ulang pengaturan hak recall bagi Pimpinan dananggota DPR dengan perluasan kewenangan dan optimalisasi fungsi BadanKehormatan adalah juga penting. Satu hal yang dapat dijadikan pertimbanganadalah bahwa perubahan sistem pemilu legislatif menuju sistem proporsionalterbuka penuh meniscayakan dikuranginya peranan partai dalam recalling terhadapanggota Dewan. Hal yang sama secara proporsional juga berlaku bagi lembagadan anggota DPD dan DPRD sesuai dengan kedudukan dan fungsi masing-masing.

    Penataan kembali kunjungan anggota parlemen (DPR, DPD, dan DPRD)pada waktu reses supaya berkunjung langsung ke daerah pemilihannya danberkomunikasi intensif dengan konstituennya juga sangat penting.

    Terkait dengan keberadaan DPD, masih terdapat ruang yang memadaibagi pengaturan dan penataan relasi kerja antara DPR dan DPD. Arahnya adalahpenguatan DPD sebagai mitra DPR dalam kerangka sistem perwakilan. Melaluipenataan kembali hubungan kerja DPR-DPD diharapkan kinerja kedua Dewansecara sinergis di satu pihak dan efektifitas sistem pemerintahan presidensiil dipihak lain dapat meningkat.

    4Akibat beban kerja yang berat setiap tahun DPR hanya bisa menyelesaikan sekitar 30-40 persen RUU dari

    Proglegnas tahun yang berjalan sehingga semakin bertumpuk pada persidangan tahun berikutnya. Selain itu,

    sebagian anggota Dewan harus merangkap menjadi anggota panitia khusus untuk pembahasan 3-4 RUU

    sekaligus.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    14/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 14

    BAB IV

    MATERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG

    A. Materi Penyempurnaan

    1. Persidangan dan pengambilan keputusan MPR

    Seiring dengan perkembangan dan dinamika politik bangsa dan negaradewasa ini, maka patut diperkirakan bahwa persidangan dan pengambilankeputusan di MPR tidak selalu akan berlangsung dengan mulus. Kemungkinanterjadinya kebuntuan (deadlock) dalam pengambilan keputusan sangatlah besar.Oleh karena itu, pengaturan tentang persidangan dan pengambilan keputusanMPR disempurnakan dengan memberi kemungkinan dilakukannya pengambilankeputusan dengan pemungutan suara ulang.

    Apabila karena sifat masalah yang dihadapi tidak mungkin dicapaikeputusan dengan mempergunakan pemungutan suara sekali jalan, dilakukanpemungutan suara ulang. Apabila dalam pemungutan suara ulang diperoleh hasilsama dengan hasil pemungutan suara sebelumnya, maka pengambilan keputusanditangguhkan sampai rapat berikutnya, atau usul yang bersangkutan ditolak.

    2. Susunan DPR

    Sesuai dengan sistem pemilihan yang akan digunakan dalam pemilihanumum anggota DPR dan DPRD, yaitu sistem proporsional dengan daftar terbukapenuh dengan penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak,maka berbeda dengan rumusan UU 22/2003 yang menyatakan bahwa DPR terdiriatas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasilpemilihan umum, RUU ini menegaskan bahwa DPR terdiri atas anggota partaipolitik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

    3. Fungsi DPR

    Dalam rangka pemantapan sistem penyelenggaraan pemerintahannegara berdasarkan UUD 1945, khususnya dalam relasi kenegaraan antara DPRdan Presiden, perlu penegasan makna fungsi DPR dalam kerangka kebersamaanpenyelenggaraan pemerintahan negara dengan Presiden. Sehingga, dalam RUUini dirumuskan pengaturan tentang fungsi DPR sebagai berikut:

    a. fungsi legislasi dilaksanakan dalam pembentukan undang-undang denganpersetujuan bersama Presiden;

    b. fungsi anggaran dilaksanakan dalam bentuk pemberian persetujuan atau tidak

    memberikan persetujuan atas undang-undang tentang anggaran pendapatandan belanja negara dengan persetujuan bersama Presiden;

    c. fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaanundang-undang dan anggaran pendapatan dan belanja negara.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    15/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 15

    4. Tugas dan Wewenang DPR

    Dalam rangka pemantapan sistem perwakilan berdasarkan UUD 1945Hasil Amandemen, khususnya dengan keberadaan DPD sebagai lembagaperwakilan daerah, maka perlu dilakukan penyesuaian tugas dan wewenang DPR,terutama yang terkait langsung dengan DPD. Dalam RUU ini, direkomendasikanrumusan tambahan tugas dan wewenang DPR sebagai berikut:

    a. menerima rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD yang berkaitandengan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber dayaekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

    b. membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada huruf cbersama DPD sebelum dimulainya pembahasan oleh DPR bersama Presidensesuai tata tertib DPR;

    c. membahas pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang mengenaianggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang

    berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

    d. membahas bersama DPD rancangan undang-undang yang diusulkan olehPresiden dan/atau DPR, berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukan,pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, sertaperimbangan keuangan pusat dan daerah, sebelum dimulainya pembahasanoleh DPR dengan Presiden sesuai tata tertib DPR.

    5. Hak DPR

    DPR sebagai lembaga perwakilan yang berkedudukan sebagai lembaga

    negara memiliki hak konstitusional berupa hak interpelasi, angket, dan menyatakanpendapat. Penggunaan hak tersebut penting diatur dalam undang-undang denganpertimbangan perlunya dasar legitimasi yang kuat bagi DPR dalam menggunakanhaknya, sehingga di dalam RUU dirumuskan sebagai berikut:

    a. Penggunaan hak interpelasi:

    1) Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepadaPresiden mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis sertaberdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

    2) Hak interpelasi diajukan oleh paling sedikit 15 (lima belas) orang anggotaDPR kepada pimpinan DPR dan mendapatkan persetujuan dari rapatparipurna DPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari

    jumlah anggota DPR dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPR yang hadir.

    b. Penggunaan hak angket:

    1) Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadapkebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luaspada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangandengan peraturan perundang-undangan.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    16/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 16

    2) Hak angket diajukan oleh paling sedikit 15 (lima belas) orang anggota DPRkepada pimpinan DPR dan mendapatkan persetujuan dari rapat paripurnaDPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlahanggota DPR dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPR yang hadir.

    3) Dalam menggunakan hak angket dibentuk panitia angket yang terdiri atas

    semua unsur fraksi DPR dengan keputusan DPR.4) Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna

    DPR paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya panitia angket.

    5) Dalam menggunakan hak angketnya, DPR dapat memanggil pejabatnegara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat yangdianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang diselidiki untukmemberikan keterangan serta untuk meminta menunjukkan surat ataudokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.

    6) Pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakatyang dipanggil wajib memenuhi panggilan DPR kecuali ada alasan yangsah menurut peraturan perundang-undangan.

    7) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidakmemenuhi panggilan, DPR dapat memanggil secara paksa denganbantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturanperundang-undangan.

    c. Penggunaan hak menyatakan pendapat:

    1) Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapatterhadap kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis atau mengenaikejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasionaldisertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjutpelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

    2) Hak menyatakan pendapat diajukan oleh paling sedikit 15 (lima belas)orang anggota DPR kepada pimpinan DPR dan mendapatkan persetujuandari rapat paripurna DPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tigaperempat) dari jumlah anggota DPR dan putusan diambil denganpersetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggotaDPR yang hadir.

    6. Kewajiban Anggota DPR

    Dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan kinerja lembaga dananggota DPR, dipandang perlu merumuskan aturan yang menyangkut kewajibananggota DPR untuk dapat memenuhi kewajibannya dalam menegaskan

    "menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.Sehingga, di dalam RUU dirumuskan bahwa disamping kewajiban-kewajiban yanglain, anggota DPR juga mempunyai kewajiban:

    a. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secaraberkala;

    b. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    17/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 17

    7. Pimpinan DPR

    Sejalan dengan penerapan sistem pemilihan proporsional yang telahdikemukakan sebelumnya, RUU ini juga menganut prinsip perlunya memberikanrewardsecara politik bagi partai politik yang berhasil memperoleh hasil pemilihanumum yang lebih baik dari partai politik lainnya. Sehingga, berbeda denganketentuan dalam UU Nomor 22 Tahun 2003, di dalam RUU ini dirumuskan

    ketentuan bahwa:

    a. Pimpinan DPR terdiri atas seorang Ketua dan tiga orang wakil ketua yangberasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyakdi DPR;

    b. Dalam hal terdapat lebih dari satu partai politik yang memperoleh kursi sama,Ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suaraterbanyak dalam pemilu;

    c. Dalam hal terdapat lebih dari satu partai politik yang memperoleh suara sama,Ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara.

    Sementara itu, pengaturan tentang pemberhentian Pimpinan DPR jugadipandang perlu disempurnakan, khususnya dalam kaitan dengan akuntabilitas dan

    kinerjanya, serta dengan mempertimbangkan keberadaan mereka sebagai kaderpartai politik. Oleh karena itu, pengaturan tentang pemberhentian Pimpinan DPRdirumuskan sebagai berikut:

    a. Pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena:

    1) meninggal dunia;

    2) mengundurkan diri; atau

    3) diberhentikan.

    b. Alasan pemberhentian Pimpinan DPR, selain karena alasan sebagaimana telahdirtentukan dalam UU Nomor 22 Tahun 2003, juga apabila:

    1) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangantetap sebagai pimpinan DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut;

    2) melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan hasilpemeriksaan Badan Kehormatan DPR;

    3) diusulkan oleh partai politiknya sesuai ketentuan undang-undang; atau

    4) diberhentikan sebagai anggota partai politik;

    c. Dalam hal salah satu pimpinan DPR diberhentikan dari jabatannya,penggantinya berasal dari fraksi yang sama dengan fraksi pimpinan yangdiberhentikan.

    8. Sanksi bagi anggota DPR

    Berbeda dengan UU Nomor 22 Tahun 2003 yang tidak mengatur sanksibagi anggota DPR yang tidak melaksanakan kewajibannya, maka di dalam RUU iniditegaskan bahwa anggota DPR yang terbukti tidak melaksanakan kewajibannyadapat dikenai sanksi, dengan pengaturan sebagai berikut:

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    18/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 18

    a. anggota DPR yang tidak melaksanakan kewajiban dapat dikenakan sanksiberupa pemberhentian sebagai anggota DPR dan/atau pemberhentiansementara sebagai anggota DPR;

    b. setiap orang, kelompok atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepadaBadan Kehormatan DPR dalam hal memiliki bukti-bukti yang cukup bahwaterdapat anggota DPR yang tidak melaksanakan salah satu atau lebih

    kewajibannya;c. badan Kehormatan DPR berwenang menyelidiki, memverifikasi dan

    memutuskan pengaduan sebagaimana dimaksud pada huruf b;

    d. dalam hal Badan Kehormatan DPR memutuskan anggota DPR tidakmelaksanakan kewajibannya, keputusan Badan Kehormatan disampaikankepada pimpinan DPR;

    e. pimpinan DPR menyampaikan keputusan Badan Kehormatan DPR tentangpemberhentian anggota DPR atau pemberhentian sementara anggota DPRkepada Presiden untuk memperoleh pengesahan pemberhentian ataupemberhentian sementaranya;

    f. Dalam hal keputusan Badan Kehormatan DPR menyatakan tidak terdapat

    cukup bukti anggota DPR tidak melaksanakan kewajibannya, anggota DPRdirehabilitasi namanya.

    9. Tugas dan Wewenang DPD

    Seiring dengan pemantapan sistem perwakilan berdasarkan UUD 1945Hasil Amandemen melalui penyesuaian tugas dan wewenang DPR, terutama yangterkait langsung dengan DPD, khususnya dengan keberadaan DPD sebagailembaga perwakilan daerah, maka dalam RUU ini juga dipandang perlu dilakukanpenyesuaian dan tambahan tugas dan wewenang DPD, dengan rumusan sebagaisebagai berikut:

    a. ikut serta dalam penyusunan program legislasi nasional yang berkaitan denganotonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber dayaekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

    b. ikut membahas bersama DPR rancangan undang-undang yang berkaitandengan hal sebagaimana dimaksud pada huruf a;

    c. ikut membahas bersama DPR rancangan undang-undang yang diajukan olehPresiden dan DPR, yang berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukan,pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,

    pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, sertaperimbangan keuangan pusat dan daerah;

    d. bersama DPR membahas pertimbangan DPD atas rancangan undang-undangAPBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,pendidikan, dan agama;

    e. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenaiotonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    19/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 19

    ekonomi lainnya, serta pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan,dan agama, kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

    Sedikit berbeda dengan rumusan UU Nomor 22 Tahun 2003 yangmenegaskan keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU pada awal pembicaraanTingkat I, maka dalam RUU ini ditegaskan bahwa pelaksanaan tugas danwewenang di atas dilakukan sebelum pembahasan RUU dalam rapat kerja antara

    DPR dengan Presiden sesuai tata tertib DPR.

    10. Hak DPD

    Dalam rangka penguatan DPD, dan sesuai dengan pasal 22D UUD1945, dipandang perlu menambah hak DPD sebagai berikut:

    a. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pembahasan rancanganundang-undang mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara danrancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, danagama;

    b. melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomidaerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubunganpusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomilainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

    11. Kewajiban Anggota DPD

    Dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan kinerja lembaga dananggota DPD, dipandang perlu merumuskan aturan yang menyangkut kewajibananggota DPD untuk dapat memenuhi kewajibannya dalam menegaskan"menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.Sehingga, di dalam RUU dirumuskan bahwa disamping kewajiban-kewajiban yang

    lain, anggota DPD juga mempunyai kewajiban:

    a. menyerap dan menghimpun aspirasi masyarakat di daerah yang di wakilinyamelalui kunjungan kerja secara berkala;

    b. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat.

    12. Pimpinan DPD

    Pengaturan tentang pemberhentian Pimpinan DPD dipandang perludisempurnakan, khususnya dalam kaitan dengan akuntabilitas dan kinerjanya. Olehkarena itu, pengaturan tentang pemberhentian Pimpinan DPD dirumuskan sebagaiberikut:

    a. Pimpinan DPD berhenti dari jabatannya karena:

    1) meninggal dunia;

    2) mengundurkan diri; atau

    3) diberhentikan.

    b. Alasan pemberhentian Pimpinan DPD, selain karena alasan sebagaimana telahditentukan dalam UU Nomor 22 Tahun 2003, juga apabila:

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    20/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 20

    1) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangantetap sebagai pimpinan DPD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut;

    2) melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPD berdasarkan hasilpemeriksaan Badan Kehormatan DPD.

    13. Sanksi bagi anggota DPD

    Berbeda dengan UU Nomor 22 Tahun 2003 yang tidak mengatur sanksibagi anggota DPD yang tidak melaksanakan kewajibannya, maka di dalam RUU iniditegaskan bahwa anggota DPD yang terbukti tidak melaksanakan kewajibannyadapat dikenai sanksi, dengan pengaturan sebagai berikut:

    a. Anggota DPD yang tidak melaksanakan kewajibannya dapat dikenakan sanksiberupa pemberhentian sebagai anggota DPD atau pemberhentian sementarasebagai anggota DPD;

    b. Setiap orang, kelompok atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepadaBadan Kehormatan DPD dalam hal memiliki bukti-bukti yang cukup bahwaterdapat anggota DPD yang tidak melaksanakan salah satu atau lebih

    kewajibannya;c. Badan Kehormatan DPD berwenang memeriksa, memverifikasi dan

    memutuskan pengaduan sebagaimana dimaksud pada huruf b;

    d. Dalam hal Badan Kehormatan DPD memutuskan anggota DPD tidakmelaksanakan kewajibannya, keputusan Badan Kehormatan disampaikankepada pimpinan DPD.

    e. Pimpinan DPD menyampaikan keputusan Badan Kehormatan DPD tentangpemberhentian anggota DPD atau pemberhentian sementara anggota DPDkepada Presiden untuk memperoleh pengesahan pemberhentian ataupemberhentian sementaranya.

    f. Dalam hal keputusan Badan Kehormatan DPD menyatakan tidak terdapat

    cukup bukti anggota DPD tidak melaksanakan kewajibannya, anggota DPDdirehabilitasi namanya.

    14. Susunan dan Kedudukan DPRD Provinsi

    Sesuai dengan sistem pemilihan yang akan digunakan dalam pemilihanumum anggota DPR dan DPRD, yaitu sistem proporsional dengan daftar terbukapenuh dengan penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak,maka berbeda dengan rumusan UU 22/2003 yang menyatakan bahwa DPRDprovinsi terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilihberdasarkan hasil pemilihan umum,RUU ini menegaskan bahwa DPRD provinsi

    terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melaluipemilihan umum.

    Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah, rumusan kedudukan DPRD provinsi perlu disesuaikan dari lembagapemerintahan daerah provinsi menjadi unsur penyelenggara pemerintahandaerah provinsi.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    21/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 21

    15. Fungsi DPRD Provinsi

    Untuk menegaskan dan memberi makna bagi kedudukan DPRD Provinsisebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi, maka rumusan fungsiDPRD provinsi dari fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, dipandang perludisesuaikan dan dirubah menjadi:

    a. fungsi pembentukan peraturan daerah provinsi;b. fungsi pembahasan dan persetujuan anggaran pendapatan dan belanja daerah

    provinsi bersama dengan gubernur; dan

    c. fungsi pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerahprovinsi.

    16. Tugas dan Wewenang DPRD Provinsi

    Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi, DPRDprovinsi mempunyai tugas dan wewenang yang secara langsung terkait dengantujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karena itu, rumusan tugas dan

    wewenang DPRD provinsi perlu disempurnakan dan disesuaikan dengankonstruksi penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut UU Nomor 32 Tahun2004, dengan tambahan sebagai berikut:

    a. memilih wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil gubernur;

    b. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yangdilakukan oleh pemerintah daerah provinsi;

    c. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan denganpihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;

    d. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan peraturanperundang-undangan.

    17. Hak DPRD Provinsi

    DPRD provinsi sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yangberkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsimemiliki hak konstitusional berupa hak interpelasi, angket, dan menyatakanpendapat. Penggunaan hak tersebut penting diatur dalam undang-undang denganpertimbangan perlunya dasar legitimasi yang kuat bagi DPRD provinsi dalammenggunakan haknya, sehingga di dalam RUU dirumuskan sebagai berikut:

    a. Penggunaan hak interpelasi:

    1) Hak interpelasi adalah hak DPRD provinsi untuk meminta keterangankepada gubernur mengenai kebijakan pemerintah provinsi yang pentingdan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah,dan negara.

    2) Hak interpelasi diajukan oleh paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggotaDPRD provinsi kepada pimpinan DPRD provinsi dan mendapatkanpersetujuan dari rapat paripurna DPRD provinsi yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD provinsi dan

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    22/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 22

    putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga)dari jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir.

    b. Penggunaan hak angket:

    1) Hak angket adalah hak DPRD provinsi untuk melakukan penyelidikanterhadap kebijakan gubernur yang penting dan strategis serta berdampakluas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga

    bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

    2) Hak angket diajukan oleh paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRDprovinsi kepada pimpinan DPRD provinsi dan mendapatkan persetujuandari rapat paripurna DPRD provinsi yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4(tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD provinsi dan putusan diambildengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlahanggota DPRD provinsi yang hadir.

    3) Dalam menggunakan hak angket dibentuk panitia angket yang terdiri atassemua unsur fraksi DPRD provinsi dengan keputusan DPRD provinsi.

    4) Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurnaDPRD provinsi paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya panitiaangket.

    5) Dalam menggunakan hak angketnya, DPRD provinsi dapat memanggilpejabat negara tingkat provinsi, pejabat pemerintah provinsi, badan hukum,atau warga masyarakat di provinsi yang dianggap mengetahui atau patutmengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan sertauntuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan denganhal yang sedang diselidiki.

    6) Pejabat negara tingkat provinsi, pejabat pemerintah provinsi, badan hukum,atau warga masyarakat di provinsi yang wajib memenuhi panggilan DPRDprovinsi kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-

    undangan.

    7) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidakmemenuhi panggilan, DPRD provinsi dapat memanggil secara paksadengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai denganperaturan perundang-undangan.

    c. Penggunaan hak menyatakan pendapat:

    1) Hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD provinsi untuk menyatakanpendapat terhadap kebijakan gubernur yang penting dan strategis ataumengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai denganrekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak

    interpelasi dan hak angket.2) Hak menyatakan pendapat diajukan oleh paling sedikit 10 (sepuluh) orang

    anggota DPRD provinsi kepada pimpinan DPRD provinsi dan mendapatkanpersetujuan dari rapat paripurna DPRD provinsi yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD provinsi danputusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga)dari jumlah anggota DPRD provinsi yang hadir.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    23/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 23

    18. Keanggotaan DPRD Provinsi

    Dengan mempertimbangan perlunya pembangunan pemerintahandaerah yang berbasis struktur penyelenggara pemerintahan yang efektif danefisien, serta mempertimbangkan jumlah anggota DPR-RI yang relatif kecil (HasilPemilu 2004 berjumlah 550 orang), maka jumlah kursi DPRD provinsi menurutRUU ini seyogianya disesuaikan. Diusulkan agar Anggota DPRD provinsi

    berjumlah paling sedikit 30 (tiga puluh) orang dan paling banyak 90 (sembilanpuluh) orang, tidak lagi berjumlah paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan palingbanyak 100 (seratus) orang sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 22 Tahun2003.

    19. Kewajiban anggota DPRD Provinsi

    Dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan kinerja lembaga dananggota DPRD provinsi, dipandang perlu merumuskan aturan yang menyangkutkewajiban anggota DPRD provinsi untuk dapat memenuhi kewajibannya dalammenegaskan "menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi

    masyarakat. Sehingga, di dalam RUU dirumuskan bahwa disamping kewajiban-kewajiban yang lain, anggota DPRD provinsi juga mempunyai kewajiban:

    a. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secaraberkala;

    b. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;

    c. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas bagi anggota DPRD provinsi.

    Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD provinsi,anggota DPRD provinsi mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, yangdilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, khususnya UUNomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

    20. Pimpinan DPRD Provinsi

    Prinsip pemberian rewardsecara politik bagi partai politik yang berhasilmemperoleh hasil pemilihan umum yang lebih baik dari partai politik lainnya dalampengisian Pimpinan DPR juga perlu digunakan dalam pengisian Pimpinan DPRDprovinsi, sehingga ketentuan dalam pengisian Pimpinan DPRD provinsi dirumuskansebagai berikut:

    a. Pimpinan DPRD provinsi terdiri atas seorang Ketua dan paling banyak 3 (tiga)orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehankursi terbanyak di DPRD provinsi;

    b. Dalam hal terdapat lebih dari satu partai politik yang memperoleh kursi sama,ketua dan wakil ketua DPRD provinsi ditentukan berdasarkan urutan hasilperolehan suara terbanyak dalam pemilu;

    c. Dalam hal terdapat lebih dari satu partai politik yang memperoleh suara sama,ketua dan wakil ketua DPRD provinsi ditentukan berdasarkan persebaranperolehan suara.

    Sementara itu, pengaturan tentang pemberhentian pimpinan DPRDprovinsi juga dipandang perlu disempurnakan, khususnya dalam kaitan dengan

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    24/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 24

    akuntabiliats dan kinerjanya, serta dengan mempertimbangkan keberadaan merekasebagai kader partai politik. Oleh karena itu, pengaturan tentang pemberhentianpimpinan DPRD provinsi dirumuskan sebagai berikut:

    a. Pimpinan DPRD provinsi berhenti dari jabatannya karena:

    1) meninggal dunia;

    2) mengundurkan diri; atau

    3) diberhentikan.

    b. Alasan pemberhentian pimpinan DPRD provinsi, selain karena alasansebagaimana telah ditentukan dalam UU Nomor 22 Tahun 2003, juga apabila:

    1) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangantetap sebagai pimpinan DPRD provinsi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut;

    2) melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD provinsi berdasarkanhasil pemeriksaan badan kehormatan DPRD provinsi;

    3) diusulkan oleh partai politiknya sesuai ketentuan undang-undang; atau

    4) diberhentikan sebagai anggota partai politik.c. Dalam hal salah satu pimpinan DPRD provinsi diberhentikan dari jabatannya,

    penggantinya berasal dari fraksi yang sama dengan fraksi pimpinan yangdiberhentikan.

    21. Sanksi bagi anggota DPRD Provinsi

    Berbeda dengan UU Nomor 22 Tahun 2003 yang tidak mengatur sanksibagi anggota DPRD provinsi yang tidak melaksanakan kewajibannya, maka didalam RUU ini ditegaskan bahwa anggota DPRD provinsi yang terbukti tidakmelaksanakan kewajibannya dapat dikenai sanksi, dengan pengaturan sebagai

    berikut:a. Anggota DPRD provinsi yang tidak melaksanakan kewajiban dapat dikenakan

    sanksi berupa pemberhentian sebagai anggota DPRD provinsi ataupemberhentian sementara sebagai anggota DPRD provinsi;

    b. Setiap orang, kelompok atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepadabadan kehormatan DPRD provinsi dalam hal memiliki bukti-bukti yang cukupbahwa terdapat anggota DPRD provinsi yang tidak melaksanakan salah satuatau lebih kewajibannya;

    c. Badan kehormatan DPRD provinsi berwenang memeriksa, memverifikasi danmemutuskan pengaduan sebagaimana dimaksud pada huruf b;

    d. Dalam hal badan kehormatan DPRD provinsi memutuskan anggota DPRD

    provinsi tidak melaksanakan kewajibannya, keputusan badan kehormatandisampaikan kepada pimpinan DPRD provinsi;

    e. Pimpinan DPRD provinsi menyampaikan keputusan badan kehormatan DPRDprovinsi tentang pemberhentian anggota DPRD provinsi atau pemberhentiansementara anggota DPRD provinsi kepada Menteri Dalam Negeri untukmemperoleh pengesahan pemberhentian atau pemberhentian sementaranya;

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    25/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 25

    f. Dalam hal keputusan badan kehormatan DPRD provinsi menyatakan tidakterdapat cukup bukti anggota DPRD provinsi tidak melaksanakankewajibannya, anggota DPRD provinsi direhabilitasi namanya.

    22. Susunan dan Kedudukan DPRD Kabupaten/Kota

    Sesuai dengan sistem pemilihan yang akan digunakan dalam pemilihanumum anggota DPR dan DPRD, yaitu sistem proporsional dengan daftar terbukapenuh dengan penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak,maka berbeda dengan rumusan UU 22/2003 yang menyatakan bahwa DPRDkabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yangdipilih berdasarkan hasil pemilihan umum, RUU ini menegaskan bahwa DPRDkabupaten/kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yangdipilih melalui pemilihan umum.

    Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah, rumusan kedudukan DPRD kabupaten/kota perlu disesuaikan darilembaga pemerintahan daerah kabupaten/kota menjadi unsur penyelenggarapemerintahan daerah kabupaten/kota.

    23. Fungsi DPRD Kabupaten/Kota

    Untuk menegaskan dan memberi makna bagi kedudukan DPRDkabupaten/ kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerahkabupaten/kota, maka rumusan fungsi DPRD kabupaten/kota dari fungsi legislasi,anggaran, dan pengawasan, dipandang perlu disesuaikan dan dirubah menjadi:

    a. fungsi pembentukan peraturan daerah kabupaten/kota;

    b. fungsi pembahasan dan persetujuan anggaran pendapatan dan belanja daerahprovinsi bersama dengan bupati/walikota; dan

    c. fungsi pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerahkabupaten/kota.

    24. Tugas dan Wewenang DPRD Kabupaten/Kota

    Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota,DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang yang secara langsungterkait dengan tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karena itu,rumusan tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota perlu disempurnakan dandisesuaikan dengan konstruksi penyelenggaraan pemerintahan daerah menurutUU Nomor 32 Tahun 2004, dengan tambahan sebagai berikut:

    a. memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakilbupati/wakil walikota;

    b. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yangdilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota;

    c. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan denganpihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    26/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 26

    d. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan peraturanperundang-undangan.

    25. Hak DPRD Kabupaten/Kota

    DPRD kabupaten/kota sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yang

    berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kotamemiliki hak konstitusional berupa hak interpelasi, angket, dan menyatakanpendapat. Penggunaan hak tersebut penting diatur dalam undang-undang denganpertimbangan perlunya dasar legitimasi yang kuat bagi DPRD kabupaten/kotadalam menggunakan haknya, sehingga di dalam RUU dirumuskan sebagai berikut:

    a. Penggunaan hak interpelasi:

    1) Hak interpelasi adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk memintaketerangan kepada bupati/walikota mengenai kebijakan pemerintahkabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas padakehidupan masyarakat, daerah, dan negara.

    2) Hak interpelasi diajukan oleh paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggotaDPRD kabupaten/kota kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota danmendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPRD kabupaten/kota yangdihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRDkabupaten/kota dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yanghadir.

    b. Penggunaan hak angket:

    1) Hak angket adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk melakukanpenyelidikan terhadap kebijakan bupati/walikota yang penting dan strategisserta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negarayang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

    2) Hak angket diajukan oleh paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRDkabupaten/kota kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota dan mendapatkanpersetujuan dari rapat paripurna DPRD kabupaten/kota yang dihadirisekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRDkabupaten/kota dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yanghadir.

    3) Dalam menggunakan hak angket dibentuk panitia angket yang terdiri atassemua unsur fraksi DPRD kabupaten/kota dengan keputusan DPRDkabupaten/kota.

    4) Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna

    DPRD kabupaten/kota paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknyapanitia angket.

    5) Dalam menggunakan hak angketnya, DPRD kabupaten/kota dapatmemanggil pejabat negara tingkat kabupaten/kota, pejabat pemerintahkabupaten/kota, badan hukum, atau warga masyarakat di kabupaten/kotayang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang diselidikiuntuk memberikan keterangan serta untuk meminta menunjukkan surat ataudokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    27/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 27

    6) Pejabat negara tingkat kabupaten/kota, pejabat pemerintah kabupaten/kota,badan hukum, atau warga masyarakat di kabupaten/kota yang wajibmemenuhi panggilan DPRD kabupaten/kota kecuali ada alasan yang sahmenurut peraturan perundang-undangan.

    7) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhipanggilan, DPRD kabupaten/kota dapat memanggil secara paksa dengan

    bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturanperundang-undangan.

    c. Penggunaan hak menyatakan pendapat:

    1) Hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD kabupaten/kota untukmenyatakan pendapat terhadap kebijakan bupati/walikota yang penting danstrategis atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertaidengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjutpelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

    2) Hak menyatakan pendapat diajukan oleh paling sedikit 10 (sepuluh) oranganggota DPRD kabupaten/kota kepada pimpinan DPRD kabupaten/kotadan mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPRD kabupaten/kotayang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggotaDPRD kabupaten/kota dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kotayang hadir.

    26. Kewajiban anggota DPRD Kabupaten/Kota

    Dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan kinerja lembaga dan anggotaDPRD kabupaten/kota, dipandang perlu merumuskan aturan yang menyangkutkewajiban anggota DPRD kabupaten/kota untuk dapat memenuhi kewajibannyadalam menegaskan "menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti

    aspirasi masyarakat. Sehingga, di dalam RUU dirumuskan bahwa disampingkewajiban-kewajiban yang lain, anggota DPRD kabupaten/kota juga mempunyaikewajiban:

    a. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secaraberkala;

    b. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;

    c. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas bagi anggota DPRD kabupaten/kota.

    Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang DPRDkabupaten/kota, anggota DPRD kabupaten/kota mengikuti orientasi danpendalaman tugas, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan, khususnya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

    27. Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

    Prinsip pemberian rewardsecara politik bagi partai politik yang berhasilmemperoleh hasil pemilihan umum yang lebih baik dari partai politik lainnya dalampengisian Pimpinan DPR dan DPRD provinsi juga perlu digunakan dalam pengisianpimpinan DPRD kabupaten/kota, sehingga ketentuan dalam pengisian pimpinanDPRD kabupaten/kota dirumuskan sebagai berikut:

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    28/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 28

    a. Pimpinan DPRD provinsi terdiri atas seorang Ketua dan paling banyak 2 (dua)orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehankursi terbanyak di DPRD kabupaten/kota;

    b. Dalam hal terdapat lebih dari satu partai politik yang memperoleh kursi sama,ketua dan wakil ketua DPRD kabupaten/kota ditentukan berdasarkan urutanhasil perolehan suara terbanyak dalam pemilu;

    c. Dalam hal terdapat lebih dari satu partai politik yang memperoleh suara sama,ketua dan wakil ketua DPRD kabupaten/kota ditentukan berdasarkanpersebaran perolehan suara.

    Sementara itu, pengaturan tentang pemberhentian pimpinan DPRDkabupaten/kota juga dipandang perlu disempurnakan, khususnya dalam kaitandengan akuntabilitas dan kinerjanya, serta dengan mempertimbangkan keberadaanmereka sebagai kader partai politik. Oleh karena itu, pengaturan tentangpemberhentian pimpinan DPRD kabupaten/kota dirumuskan sebagai berikut:

    a. Pimpinan DPRD kabupaten/kota berhenti dari jabatannya karena:

    1) meninggal dunia;

    2) mengundurkan diri; atau

    3) diberhentikan.

    b. Alasan pemberhentian Pimpinan DPRD kabupaten/kota, selain karena alasansebagaimana telah ditentukan dalam UU Nomor 22 Tahun 2003, juga apabila:

    1) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangantetap sebagai pimpinan DPRD kabupaten/kota selama 3 (tiga) bulanberturut-turut;

    2) melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD kabupaten/kotaberdasarkan hasil pemeriksaan badan kehormatan DPRD kabupaten/kota;

    3) diusulkan oleh partai politiknya sesuai ketentuan undang-undang; atau4) diberhentikan sebagai anggota partai politik.

    c. Dalam hal salah satu pimpinan DPRD kabupaten/kota diberhentikan darijabatannya, penggantinya berasal dari fraksi yang sama dengan fraksi pimpinanyang diberhentikan.

    28. Sanksi bagi anggota DPRD Kabupaten/Kota

    Berbeda dengan UU Nomor 22 Tahun 2003 yang tidak mengatur sanksibagi anggota DPRD kabupaten/kota yang tidak melaksanakan kewajibannya, makadi dalam RUU ini ditegaskan bahwa anggota DPRD kabupaten/kota yang terbuktitidak melaksanakan kewajibannya dapat dikenai sanksi, dengan pengaturansebagai berikut:

    a. Anggota DPRD kabupaten/kota yang tidak melaksanakan kewajiban dapatdikenakan sanksi berupa pemberhentian sebagai anggota DPRDkabupaten/kota atau pemberhentian sementara sebagai anggota DPRDkabupaten/kota;

    b. Setiap orang, kelompok atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepadabadan kehormatan DPRD kabupaten/kota dalam hal memiliki bukti-bukti yang

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    29/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 29

    cukup bahwa terdapat anggota DPRD kabupaten/kota yang tidak melaksanakansalah satu atau lebih kewajibannya;

    c. Badan kehormatan DPRD kabupaten/kota berwenang memeriksa,memverifikasi dan memutuskan pengaduan sebagaimana dimaksud pada hurufb;

    d. Dalam hal badan kehormatan DPRD kabupaten/kota memutuskan anggotaDPRD kabupaten/kota tidak melaksanakan kewajibannya, keputusan badankehormatan disampaikan kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota;

    e. Pimpinan DPRD kabupaten/kota menyampaikan keputusan badan kehormatanDPRD kabupaten/kota tentang pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kotaatau pemberhentian sementara anggota DPRD kabupaten/kota kepadagubernur untuk memperoleh pengesahan pemberhentian atau pemberhentiansementaranya;

    f. Dalam hal keputusan badan kehormatan DPRD kabupaten/kota menyatakantidak terdapat cukup bukti anggota DPRD kabupaten/kota tidak melaksanakankewajibannya, anggota DPRD kabupaten/kota direhabilitasi namanya.

    29. Penggantian Antarwaktu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRDKabupaten/Kota

    Sejalan dengan upaya peningkatan akuntabilitas dan kinerja lembagadan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, makapengaturan tentang penggantian antarwaktu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,dan DPRD kabupaten/kota juga perlu disempurnakan.

    a. Penggantian antarwaktu anggota DPR:

    Anggota DPR berhenti antarwaktu karena:

    1) meninggal dunia;2) mengundurkan diri; atau

    3) diberhentikan.

    Dalam RUU dirumuskan bahwa anggota DPR diberhentikan antarwaktu, selainkarena alasan yang telah ditetapkan di dalam UU Nomor 22 Tahun 2003, jugaapabila:

    1) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangantetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut;

    2) tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan yangmenjadi tugas dan kewajibannya selama 6 (enam) kali berturut-turut tanpa

    alasan yang sah;

    3) diberhentikan sebagai anggota partai politik.

    Pemberhentian anggota DPR yang berkedudukan sebagai pimpinan DPR yangtelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud di atas disampaikan olehpimpinan partai politik kepada pimpinan DPR untuk selanjutnya disampaikanoleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk diresmikan. Usulan pemberhentianoleh pimpinan partai politik tersebut dikirim tembusannya kepada Presiden.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    30/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 30

    Apabila diperlukan, Badan Kehormatan DPR dalam melakukan penyelidikan,verifikasi, dan pengambilan keputusan dapat dibantu oleh tim ahli independenyang dibentuk oleh Badan Kehormatan DPR.

    Dalam hal penyampaian usulan pemberhentian oleh unsur pimpinan DPR tidakdilaksanakan paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanyausulan pemberhentian, dengan sendirinya pemberhentian dapat diresmikan

    oleh Presiden.

    b. Penggantian antarwaktu anggota DPD:

    Anggota DPD berhenti antarwaktu karena:

    1) meninggal dunia;

    2) mengundurkan diri; atau

    3) diberhentikan.

    Dalam RUU dirumuskan bahwa anggota DPD diberhentikan antarwaktu, selainkarena alasan yang telah ditetapkan di dalam UU Nomor 22 Tahun 2003, jugaapabila:

    1) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangantetap sebagai anggota DPD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.

    2) tidak menghadiri rapat paripurna dan rapat alat kelengkapan yang menjaditugas, wewenang dan kewajibannya selama 6 (enam) kali berturut-turuttanpa alasan yang sah.

    3) diusulkan oleh masyarakat dari daerah yang diwakilinya sesuai ketentuanundang-undang.

    Pemberhentian anggota DPD yang berkedudukan sebagai pimpinan DPD yangtelah memenuhi ketentuan di atas (angka 1 dan angka 2) langsung disampaikanoleh unsur pimpinan DPD lainnya kepada Presiden untuk diresmikan.

    Pemberhentian anggota DPD dan anggota DPD yang berkedudukan sebagaipimpinan DPD yang telah memenuhi ketentuan angka 3 disampaikan olehmasyarakat pengusul kepada pimpinan DPD untuk selanjutnya disampaikanoleh pimpinan DPD kepada Presiden untuk diresmikan. Usulan pemberhentianoleh masyarakat pemilih dikirim tembusannya kepada Komisi Pemilihan Umum.

    Apabila diperlukan, Badan Kehormatan DPD dalam melakukan penyelidikan,verifikasi, dan pengambilan keputusan dapat dibantu oleh tim ahli independenyang dibentuk oleh Badan Kehormatan DPD.

    Dalam hal penyampaian usulan pemberhentian oleh unsur pimpinan DPD tidakdilaksanakan paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanyausulan pemberhentian, dengan sendirinya pemberhentian dapat diresmikanoleh Presiden.

    c. Penggantian antarwaktu anggota DPRD provinsi:

    Anggota DPRD provinsi berhenti antarwaktu karena:

    1) meninggal dunia;

    2) mengundurkan diri; atau

    3) diberhentikan.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    31/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 31

    Dalam RUU dirumuskan bahwa anggota DPRD provinsi diberhentikanantarwaktu, selain karena alasan yang telah ditetapkan di dalam UU Nomor 22Tahun 2003, juga apabila:

    1) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangantetap sebagai anggota DPRD provinsi selama 3 (tiga) bulan berturut-turut;

    2) tidak menghadiri rapat paripurna dan rapat alat kelengkapan yang menjaditugas, wewenang dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturut-turut tanpaalasan yang sah;

    3) diberhentikan sebagai anggota partai politik.

    Pemberhentian anggota DPRD provinsi yang berkedudukan sebagai pimpinanDPRD provinsi yang telah memenuhi ketentuan tersebut di atas disampaikanoleh pimpinan partai politik kepada pimpinan DPRD provinsi untuk selanjutnyadisampaikan oleh pimpinan DPRD provinsi kepada Menteri Dalam Negerimelalui gubernur untuk diresmikan. Usulan pemberhentian oleh pimpinan partaipolitik dikirim tembusannya kepada Menteri Dalam Negeri dan gubernur.

    Apabila diperlukan, Badan Kehormatan DPRD provinsi dalam melakukan

    penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan dapat dibantu oleh tim ahliindependen yang dibentuk oleh Badan Kehormatan DPRD provinsi.

    Dalam hal penyampaian usulan pemberhentian oleh unsur pimpinan DPRDprovinsi tidak dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanyausulan pemberhentian, dengan sendirinya pemberhentian dapat diresmikanoleh Menteri Dalam Negeri setelah menerima pemberitahuan dari gubernur atasusul dari pimpinan partai politik yang bersangkutan.

    d. Penggantian antarwaktu anggota DPRD kabupaten/kota:

    Anggota DPRD kabupaten/kota berhenti antarwaktu karena:

    1) meninggal dunia;

    2) mengundurkan diri; atau

    3) diberhentikan.

    Dalam RUU dirumuskan bahwa anggota DPRD kabupaten/kota diberhentikanantarwaktu, selain karena alasan yang telah ditetapkan di dalam UU Nomor 22Tahun 2003, juga apabila:

    1) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangantetap sebagai anggota DPRD kabupaten/kota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.

    2) tidak menghadiri rapat paripurna dan rapat alat kelengkapan yang menjadi

    tugas, wewenang dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturut-turut tanpaalasan yang sah.

    3) diberhentikan sebagai anggota partai politik.

    Pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota yang berkedudukan sebagaipimpinan DPRD kabupaten/kota yang telah memenuhi ketentuan tersebut diatas disampaikan oleh pimpinan partai politik kepada pimpinan DPRDkabupaten/kota untuk selanjutnya disampaikan oleh pimpinan DPRDkabupaten/kota kepada gubernur melalui bupati/walikota untuk diresmikan.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    32/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 32

    Usulan pemberhentian oleh pimpinan partai politik dikirim tembusannya kepadagubernur dan bupati/walikota.

    Apabila diperlukan, badan kehormatan DPRD kabupaten/kota dalam melakukanpenyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan dapat dibantu oleh tim ahliindependen yang dibentuk oleh badan kehormatan DPRD kabupaten/kota.

    Dalam hal penyampaian usulan pemberhentian oleh unsur pimpinan DPRDkabupaten/kota tidak dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, dengansendirinya pemberhentian dapat diresmikan oleh gubernur setelah menerimapemberitahuan dari bupati/walikota atas usul pimpinan partai politik yangbersangkutan.

    30. Calon Pengganti Antar Waktu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, danDPRD Kabupaten/Kota

    Dalam rangka penggantian antarwaktu anggota DPR, dirumuskanketentuan bahwa calon pengganti adalah:

    a. calon anggota DPR yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnyadalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama padadaerah pemilihan yang sama;

    b. apabila calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a mengundurkandiri, meninggal dunia, atau diberhentikan, diajukan calon anggota DPR yangmemperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang samapada daerah pemilihan yang sama.

    Dalam rangka penggantian antarwaktu anggota DPD, dirumuskanketentuan bahwa calon pengganti adalah:

    a. calon anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnyadalam daftar peringkat perolehan suara calon anggota DPD dari provinsi yangsama;

    b. apabila calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a mengundurkandiri, meninggal dunia, atau diberhentikan, diajukan calon anggota DPD yangmemperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam peringkat perolehansuara calon anggota DPD dari provinsi yang sama.

    Dalam rangka penggantian antarwaktu anggota DPRD provinsi,dirumuskan ketentuan bahwa calon pengganti adalah:

    a. calon anggota DPRD provinsi yang memperoleh suara terbanyak urutan

    berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang samapada daerah pemilihan yang sama;

    b. apabila calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a mengundurkandiri, meninggal dunia, atau diberhentikan, diajukan calon pengganti pada urutanperingkat perolehan suara berikutnya dari partai politik yang sama pada daerahpemilihan yang sama.

    Dalam rangka penggantian antarwaktu anggota DPRD kabupaten/kota,dirumuskan ketentuan bahwa calon pengganti adalah:

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    33/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 33

    a. calon anggota DPRD kabupaten/kota yang memperoleh suara terbanyak urutanberikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang samapada daerah pemilihan yang sama;

    b. apabila calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a mengundurkandiri, meninggal dunia, atau diberhentikan diajukan calon pengganti pada urutanperingkat perolehan suara berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah

    pemilihan yang sama.

    Tata cara pengajuan penggantian antarwaktu, verifikasi terhadappersyaratan calon pengganti antarwaktu, dan pengesahan calon penggantiantarwaktu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kotaditetapkan dengan peraturan pemerintah.

    31. Pemberhentian Sementara Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRDKabupaten/Kota

    Untuk mengantisipasi kemungkinan selama masa jabatannya anggotaDPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tersangkut masalah hukum,

    khususnya sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum berupa perkara tindakpidana umum dan perkara tindak pidana khusus, maka dipandang perlu adanyapengaturan tentang pemberhentian sementara anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,dan DPRD kabupaten/kota.

    Anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kotadiberhentikan sementara karena:

    a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam denganpidana penjara lima tahun atau lebih;

    b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.

    Beberapa rumusan ketentuan yang menyangkut pemberhentian

    sementara anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah:

    a. Dalam hal anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kotadinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimanadimaksud pada huruf a dan/atau huruf b di atas berdasarkan putusanpengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yangbersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPR, DPD, DPRD provinsi danDPRD kabupaten/kota;

    b. Dalam hal anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kotadinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud padahuruf a dan/atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diaktifkan

    kembali sampai dengan berakhirnya masa jabatan anggota DPR, DPD, DPRDprovinsi dan DPRD kabupaten/kota;

    c. Dalam hal anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kotadiberhentikan sementara, hak keuangannya tidak dibayarkan kecuali uangrepresentasi;

    d. Dalam hal anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kotadiberhentikan, pemberhentiannya berlaku terhitung mulai tanggal putusanpengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    34/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 34

    32. Alat Kelengkapan dan Pendukung

    Sebagai bagian dari upaya penguatan DPD sebagai lembaga perwakilandaerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara, dipandang perlu melegitimasikeberadaan beberapa alat kelengkapan DPD yang selama ini telah adaberdasarkan Peraturan Tata Tertib DPD. Beberapa alat kelengkapan yangdipandang penting untuk menjadi tambahan rumusan dalam RUU adalah:

    a. Panitia Musyawarah;

    b. Panitia Perancang Undang-Undang;

    c. Panitia Urusan Rumah Tangga;

    d. Panitia Kerjasama Antar Parlemen;

    e. Alat Kelengkapan lain yang diperlukan.

    Sementara itu, penguatan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota,khususnya dalam pelaksanaan fungsi pembentukan peraturan daerah provinsi danpembentukan peraturan daerah kabupaten/kota, dipandang perlu alat kelengkapanDPRD yang terkait langsung dengan fungsi tersebut. Oleh karena itu, di dalam

    RUU dirumuskan adanya Panitia Program Penyusunan Peraturan Daerah sebagaialat kelengkapan DPRD Provinsi dan alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota.

    Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR,DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta hak dan kewajiban anggota DPR,dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota-anggota DPR, DPRD provinsi,dan DPRD kabupaten/kota. Setiap anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRDkabupaten/kota menjadi anggota salah satu fraksi. Setiap fraksi di DPRberanggotakan paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang, di DPRD provinsiberanggotakan paling sedikit 15 (lima belas) orang, di DPRD kabupaten/kotaberanggotakan paling sedikit 10 (sepuluh ) orang. Partai politik yang jumlahanggotanya di DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota mencapai

    ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1(satu) fraksi. Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di DPR, DPRDprovinsi, dan DPRD kabupaten/kota tidak mencapai ketentuan sebagaimanadimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat bergabung dengan anggota partaipolitik yang memenuhi ketentuan untuk membentuk 1 (satu) fraksi atau anggotanyabergabung dengan anggota partai politik lain untuk memenuhi ketentuanpembentukan fraksi.

    33. Pengelolaan Keuangan MPR, DPR, dan DPD

    Berbeda dengan UU Nomor 22 Tahun 2003, di dalam RUU dirumuskanbahwa kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota MPR, DPR dan

    DPD diatur dengan peraturan pemerintah berdasarkan masukan dari masing-masing lembaga. Pengelolaan keuangan MPR, DPR, dan DPD dilaksanakan olehSekretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR, dan Sekretariat JenderalDPD sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Hal tersebut sejalan dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara, yang menunjuk Kepala Satuan Kerja sebagai Pengguna Anggaran. Olehkarena itu, Sekretaris Jenderal MPR, Sekretaris Jenderal DPR, dan Sekretaris

  • 8/7/2019 Naskah Akademik Ruu Susduk_14 Mei 07

    35/38

    NASKAH AKADEMIK (PEMERINTAH) 10 MEI 2007

    CETRO 35

    Jenderal DPD sebagai Kepala Satuan Kerja Sekretariat Jenderal MPR, DPR, danDPD adalah Pengguna Anggaran. Sesuai dengan rumusan dalam RUU ini, makaPimpinan MPR, Pimpinan DPR, dan Pimpinan DPD mempunyai tugas menetapkanarah dan kebijakan umum anggaran MPR, DPR, dan DPD.

    34. Ketentuan Lain-lainUntuk mengakomodasi dinamika politik pemerintahan pasca pemilihan

    umum, khususnya dalam kaitan dengan pembentukan daerah otonom baru, makadalam ketentuan lain-lain perlu diatur ketentuan tentang pengisian anggota DPRDprovinsi dan/atau DPRD kabupaten/kota pada provinsi dan atau kabupaten/kotayang dibentuk setelah pemilihan umum.

    Pengisian anggota DPRD provinsi dan/atau DPRD kabupaten/kota padaprovinsi dan atau kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum,disamping ketentuan yang telah terdapat dalam UU Nomor 22 Tahun 2003, jugaharus dilakukan dengan ketentuan menetapkan jumlah kursi DPRD provinsi danatau DPRD kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan jumlah penduduk

    menurut ketentuan undang-undang tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD,dan DPRD.

    Pengurangan anggota DPRD provinsi induk dan atau DPRDkabupaten/kota induk sebagai akibat dari pemindahan anggota DPRD provinsi danatau DPRD kabupaten/kota ke daerah yang dibentuk setelah pemilihan umum,dapat dilakukan pengisian anggota baru, dengan ketentuan:

    a. jumlah kursi DPRD provinsi dan atau DPRD kabupaten/kota yang bersangkutanditentukan kembali berdasarkan jumlah penduduk menurut ketentuan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD;

    b. dalam hal jumlah anggota DPRD provinsi dan atau DPRD kabupaten/kota yangada setelah dik