hki.umm.ac.idhki.umm.ac.id/files/file/Naskah Akademik RUU tentang Merek 2015.pdfhki.umm.ac.id

168
DRAFT NASKAH AKADEMIK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN RUU TENTANG MEREK KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI JAKARTA 2015

Transcript of hki.umm.ac.idhki.umm.ac.id/files/file/Naskah Akademik RUU tentang Merek 2015.pdfhki.umm.ac.id

DRAFT NASKAH AKADEMIK

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RUU TENTANG MEREK

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

JAKARTA

2015

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Pemurah atas selesainya Naskah Akademik RUU tentang Merek. Penyusunan Naskah Akademik ini pada dasarnya dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan dalam mengajukan Program Legislasi Nasional.

Paradigma perlindungan merek di dunia internasional dewasa ini telah mengalami perkembangan yang signifikan. Sementara UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek masih belum menyesuaikan perkembangan tersebut. Keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WIPO (World Intellectual Property Organization) dan WTO (World Trade Organization) mengharuskan Indonesia menyesuaikan segala peraturan perundangan di bidang HKI dengan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights).

Selain itu, Indonesia juga telah berkomitmen untuk mengaksesi Protokol Madrid dalam berbagai perjanjian baik berskala regional maupun internasional, di antaranya Asean Framework Agreement on Intellectual Property Cooperation (Bangkok, 15 Desember 1995) yang menghasilkan Rencana Aksi HKI ASEAN 2004-2010 (Vientiane), dan Rencana Aksi HKI ASEAN 2011-2015 (Manado). Kedua Rencana Aksi ini menyepakati beberapa hal, di antaranya untuk mengaksesi Protokol Madrid. Oleh karenanya UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek perlu diganti karena penyesuaiannya bersifat mendasar.

Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh anggota Tim yang pernah terlibat dalam penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Merek ini, serta semua pihak yang telah memberikan sumbang saran pada naskah akademik ini.

Akhirnya, atas ketidaksempurnaan Naskah Akademik ini, kami mengharapkan masukan, saran serta kritik dari berbagai pihak.

Jakarta, 19 Maret 2015

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum.

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

BAB I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Identifikasi Masalah 5 C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah 6 D. Metode 7

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS PERLINDUNGAN MEREK

11

A. Kajian Teoritis 11 B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan C. Penyusunan Norma

19

D. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada,

E. Serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

25

F. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur dalam Undang-undang, Terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban Keuangan Negara

40

BAB III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT

43

A. Permasalahan dalam Implementasi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

43

B. Harmonisasi Dengan Peraturan Perundang-undangan Terkait

47

BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS 58 A. Landasan Filosofis 58 B. Landasan Sosiologis 59 C. Landasan Yuridis 61

BAB V. SASARAN, JANGKAUAN ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG MEREK

64

A. Sasaran 64 B. Jangkauan dan Arah Pengaturan Rancangan Undang-

Undang Merek 64

C. Ruang Lingkup dan Materi Muatan Rancangan Undang- Undang Merek

65

BAB VI. PENUTUP 77 A. Simpulan 77 B. Rekomendasi 84

DAFTAR PUSTAKA ii 86

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan kegiatan perdagangan barang dan jasa di

Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan

yang cukup signifikan karena perkembangan teknologi informasi dan

sarana transportasi yang menyebabkan aktivitas di sektor

perdagangan, baik barang maupun jasa mengalami perkembangan

yang sangat pesat. Kecenderungan meningkatnya arus perdagangan

barang dan jasa akan terus berlangsung sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat. Merek

sebagai salah satu karya intelektual manusia yang akrab

hubungannya dengan kegiatan ekonomi dan perdagangan memegang

peranan yang sangat penting. Dengan semakin kuatnya arus

globalisasi di segala bidang, termasuk sektor perdagangan barang

dan jasa, yang sudah tidak mengenal lagi batas-batas wilayah

negara, maka regulasi di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI)1

termasuk Merek harus senantiasa mampu memenuhi perkembangan

yang ada serta efektif. Hal ini merupakan konsekuensi Indonesia

telah menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) melalui

UU No. 7 Tahun 1994 Tentang Pembentukan Pengesahan Organisasi

Perdagangan Dunia pada tanggal 2 November 1994, yang memuat

1 Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Tangerang: Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2011), hal. 1. Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Obyek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

1

Lampiran Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights (Perjanjian TRIPs). Tujuan Perjanjian TRIPs adalah

memberikan perlindungan HKI dan prosedur penegakan hak menuju

perdagangan yang sehat. Perjanjian TRIPs mengatur norma-norma

standar yang berlaku secara internasional tentang HKI dan obyek

HKI secara luas2 , yaitu:

1) Hak Cipta dan Hak Terkait (Copyright and Related rights);

2) Merek (Trademarks);

3) Indikasi Geografis (Geographical Indications);

4) Desain Industri (Industrial Designs);

5) Paten (Patents);

6) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout-Designs (Topographies)

of Integrated Circuits);

7) Rahasia Dagang (Protection of Undisclosed Information); dan

8) Larangan Praktik Persaingan Curang dan Perjanjian Lisensi

(Control of Anti-Competitive Practices in Contractual Licenses).

HKI adalah istilah umum dari hak eksklusif yang diberikan

sebagai hasil yang diperoleh dari kegiatan intelektual manusia dan

sebagai tanda yang digunakan dalam kegiatan bisnis, termasuk ke

dalam hak berwujud yang memiliki nilai ekonomis. Pengaturan tentang

merek di Indonesia sudah diatur sejak lama. Di jaman Hindia Belanda

dikenal “Reglement Industriele Eigendom” tahun 1912, yaitu S.1912 Nomor

545 yang berlaku sejak tahun 1913. Peraturan nasional pertama tentang

merek adalah UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan

Perniagaan. Selanjutnya pada tahun 1992 diterbitkan UU No. 19 Tahun

2 Lihat Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement) (1994). This Agreement constitutes Annex 1C of the Marrakesh Agreement Establishing the World Trade Organization (hereinafter referred to as the “WTO Agreement”, which was concluded on April 15, 1994, and entered into force on January 1, 1995). The TRIPs Agreement binds all Members of the WTO (lihat Pasal II.2 Perjanjian WTO).

2

1992 Tentang Merek sebagai pengganti dari UU No. 21 Tahun 1961.

Kemudian pada tahun 1997, pemerintah Indonesia melakukan perubahan

terhadap UU No. 19 Tahun 1992 dengan UU No. 14 Tahun 1997 sebagai

konsekuensi keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade

Organization (WTO) dan terakhir diubah dengan UU No. 15 Tahun 2001

Tentang Merek, Sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia sebagai

anggota WTO dan penandatangan Persetujuan TRIPs. Pemerintah Indonesia

juga telah meratifikasi konvensi-konvensi atau traktat-traktat internasional

di bidang Merek, yaitu:

1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property and

Convention Establishing the World Intellectual Property Organization;

dan

2. Trademark Law Treaty.

Ratifikasi beberapa konvensi internasional di bidang Merek

merupakan kesadaran Indonesia untuk menjadi bagian dari

pergaulan dunia dan kebutuhan yang diharapkan memberi manfaat

lebih baik bagi perkembangan perdagangan secara khusus dan

perekonomian nasional pada umumnya, karena penerapan sistem

HKI, khususnya sistem Merek tidak hanya mendasarkan pada

kepentingan hukum semata, tetapi juga kepentingan ekonomi

nasional.

Semakin luasnya globalisasi di bidang perdagangan barang dan

jasa menuntut adanya perlindungan Merek bagi produk nasional di

negara tujuan ekspor. Dengan arus globalisasi yang terjadi dalam

bidang perdagangan, kebutuhan perlindungan Merek secara

internasional semakin meningkat di setiap negara tempat produk dan

jasa diperdagangkan. Dalam perkembangan sistem pendaftaran

merek telah dibentuk Protocol relating to the Madrid Agreement

3

Concerning the International Registration of Marks (selanjutnya

disebut Protokol Madrid) yang mengatur pendaftaran Merek

internasional yang memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha

untuk mendaftarkan Merek secara internasional di beberapa negara

anggota Protokol Madrid. Berdasarkan sistem Protokol Madrid,

pendaftaran Merek di beberapa negara yang juga anggota Protokol

Madrid dapat dilakukan secara sekaligus hanya dengan mengajukan

satu permohonan Merek, biaya yang lebih murah dan efisien.

Salah satu perkembangan penting di bidang Merek adalah

perlindungan bagi jenis-jenis Merek baru yang dikenal sebagai Merek

Non-Traditional. Oleh karenanya diperlukan perluasan definisi Merek

yang mencakup Merek Non-Traditional tersebut antara lain: merek

tiga dimensi, suara, hologram. Dengan terdapatnya perlindungan

bagi jenis-jenis Merek ini, lingkup dan definisi Merek yang diatur

dalam UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, tidak lagi memadai

sehingga perlu adanya perluasan mengikuti perkembangan

perlindungan Merek.

Beberapa penyempurnaan juga harus dilakukan terhadap UU

No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek untuk lebih meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat pemohon Merek, yaitu

penyederhanaan proses dan prosedur pendaftaran Merek agar lebih

memudahkan bagi pemohon dalam melakukan pendaftaran Merek,

dan prosedur penyelesaian sengketa masih belum maksimal.

Ketentuan mengenai sanksi pidana yang terdapat dalam UU No.

15 Tahun 2001 dirasakan masih belum membuat pelaku pelanggaran

jera dalam melakukan pelanggaran atau pemalsuan Merek yang

membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Dengan

maraknya pelanggaran dan pemalsuan Merek yang membahayakan

4

kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, misalnya pelanggaran

Merek di bidang obat-obatan, oli dan pelumas, suku cadang serta

kosmetik yang sangat merugikan, maka ketentuan mengenai sanksi

pidana, baik hukuman denda maupun hukuman badan yang dapat

diberlakukan terhadap pihak pelanggar yang diatur dalam UU No. 15

Tahun 2001, harus diperberat.

Penyusunan RUU tentang Merek yang baru perlu dilakukan

dengan mempertimbangkan masih banyak ketentuan-ketentuan

mendasar yang belum sesuai dengan perkembangan kebutuhan

hukum dalam masyarakat. Penyusunan RUU tentang Merek

merupakan kebutuhan dengan tujuan untuk meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat (pemohon Merek), memberikan

kepastian hukum bagi dunia industri, perdagangan dan investasi

dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia pada masa

mendatang.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, dan

dalam rangka justifikasi ilmiah bagi penyempurnaan pengaturan

tentang perlindungan Merek, maka Badan Pembinaan Hukum

Nasional, Kementerian Hukum dan HAM memandang perlu untuk

melakukan penyusunan naskah akademik Rancangan Undang-

Undang tentang Merek untuk menggantikan UU Nomor 15 Tahun

2001 tentang Merek.

B. Identifikasi Masalah

Dalam rangka memberikan landasan ilmiah bagi penyusunan

Rancangan Undang-undang Tentang Merek (Perubahan UU Nomor 15

Tahun 2001 Tentang Merek), dalam Naskah Akademik ini terdapat

5

pokok masalah, yaitu sebagai berikut:

1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam penerapan UU No. 15

Tahun 2001 tentang Merek?

2. Apakah urgensi penggantian UU No. 15 Tahun 2001 tentang

Merek?

3. Apakah yang menjadi landasan filosofis, sosiologis dan yuridis

dalam penggantian UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek?

4. Apakah sasaran yang akan diwujudkan dalam penggantian UU

No.15 Tahun 2001 Tentang Merek?

C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Tujuan disusunnya Naskah Akademik Rancangan UU Tentang Merek

adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam penerapan UU

No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

2. Merumuskan urgensi penggantian UU No. 15 Tahun 2001 tentang

Merek

3. Merumuskan landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan

Rancangan Undang-undang Tentang Merek.

4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup

pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan pembentukan

Rancangan UU Tentang Merek.

Adapun kegunaan penyusunan Naskah Akademik Rancangan

Undang-undang Tentang Merek ini adalah sebagai acuan atau

referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan UU Tentang

Merek.

6

D. Metode

1. Tipe penelitian

Penelitian terhadap permasalahan perlindungan merek

dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis

normatif. Metode ini dilakukan melalui studi pustaka yang

menelaah data sekunder, berupa Peraturan Perundang-undangan

atau dokumen hukum lainnya, dan hasil penelitian, pengkajian,

serta referensi lainnya yang berkaitan dengan masalah yang

diidentifikasi. Metode yuridis normatif ini dilengkapi dengan diskusi

(focus group discussion), dan rapat dengan stakeholder terkait dalam

rangka mempertajam kajian dan analisis.

Dalam rangka memecahkan masalah dalam penelitian ini

diperlukan suatu pendekatan. Menurut Peter Mahmud dalam

bukunya yang berjudul “Penelitian Hukum” terdapat beberapa

pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian hukum, yaitu

pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus

(case approach), pendekatan historis (historical approach),

pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan

konseptual (conceptual approach.)3

Penelitian ini menggunakan: (1) pendekatan undang-undang

(statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach),

dan pendekatan komparatif (comparative approach). Pendekatan

perundang-undangan dilakukan dengan cara menelaah peraturan

perundang-undangan (regeling) dan peraturan kebijakan

3 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Jakarta, Edisi I, hlm. 93-94

7

(beleidsregel) yang bersangkut paut4. Dalam kaitan ini dilakukan

kajian terhadap ratio legis pembentukan suatu undang-undang.

Pendekatan komparatif dilakukan dengan membandingkan secara

substanstif pengaturan dan pelaksanaan merek di negara Indonesia

dengan negara lain yang berdampingan, khususnya negara-negara

yang menganut sistem hukum yang serupa dan negara yang

menganut sistem hukum yang berbeda sebagai pembanding.

2. Jenis Data dan Cara Perolehannya

a. Penelitian Kepustakaan

Pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan dilakukan

dengan menggunakan studi dokumen, yang sumber datanya

diperoleh dari:

1) Bahan hukum primer:

Bahan-bahan hukum yang mengikat berupa UUD NRI

Tahun 1945, peraturan perundang-undangan, serta

dokumen hukum lainnya yang berkaitan dengan

perlindungan merek. Peraturan perundang-undangan yang

dikaji secara hierarkis sebagai berikut:

a. UU No. 7 Tahun 1994 tentang Lampiran Persetujuan

Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights

(Persetujuan TRIPs);

b. UU No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

4 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, hlm.391. A.

Hamid S. Attamimi, Perbedaan Antara Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan, Pidato Dies Natalis PTIK Ke - 46, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, 17 Juni 1992.

8

c. UU No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen;

d. UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa;

e. UU No. 17 tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No.

10 tahun 1995 Tentang Kepabeanan;

f. UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah;

g. UU No. 4 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara;

h. UU No. 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian; serta

i. Konvensi/Perjanjian Internasional terkait yang

meliputi:

- Paris Convention for the Protection of Industrial

Property (Keppres No. 15 tahun 1997);

- Trademark law Treaty (Keppres No. 17 tahun 1997);

- Protocol relating to the Madrid Agreement concerning

the International Registration of Marks;

- Nice Agreement;

- Singapore Treaty.

2) Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti risalah sidang,

dokumen penyusunan peraturan yang terkait dengan

penelitian ini dan hasil-hasil pembahasan dalam berbagai

media.

9

3) Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang seperti

kamus hukum dan bahan lain di luar bidang hukum yang

dipergunakan untuk melengkapi data penelitian.

b. Penelitian Lapangan

Untuk menunjang akurasi data sekunder yang diperoleh

melalui penelitian kepustakaan dilakukan penelitian lapangan

guna memperoleh info langsung dari sumbernya (data primer).

Informasi diperoleh melalui wawancara secara terstruktur

dengan narasumber yang berkompeten dan representatif yaitu

ahli bidang hak kekayaan intelektual.

3. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Bahan-bahan

hukum tertulis yang telah terkumpul diklasifikasikan sesuai

dengan permasalahan yang telah diidentifikasi, kemudian

dilakukan content analysis secara sistematis terhadap dokumen

bahan hukum dan dikomparasikan dengan informasi

narasumber, sehingga dapat menjawab permasalahan yang

diajukan.

10

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoretis

Perlindungan HKI sangat penting dalam suatu Negara sebagai

suatu hak yang dihasilkan oleh kemampuan intelektualita manusia,

oleh karena itu HKI perlu mendapat perlindungan hukum yang

memadai sesuai dengan Perjanjian TRIPs yang memperjelas

kedudukan perlindungan HKI sebagai isu-isu yang terkait di bidang

perdagangan. Tujuannya adalah untuk memberi perlindungan HKI

dan prosedur penegakan hak dengan menerapkan tindakan menuju

perdagangan yang sehat. Mieke Komar dan Ahmad M. Ramli5

mengemukakan beberapa alasan mengapa Hak Kekayaan Intelektual

perlu dilindungi, yaitu: bahwa hak yang diberikan kepada seorang

pencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra atau Inventor

di bidang teknologi baru yang mengandung langkah inventif

merupakan wujud dari pemberian suatu penghargaan dan

pengakuan atas keberhasilan manusia dalam melahirkan karya-

karya inovatifnya. Perlindungan HKI merupakan langkah maju bagi

bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas.

Salah satu implementasi era pasar bebas yaitu Negara dan

masyarakat Indonesia akan menjadi pasar yang terbuka bagi produk

ataupun karya individu, badan hukum baik nasional maupun luar

negeri (asing), demikian pula masyarakat Indonesia dapat menjual

produk atau karya ciptaannya ke luar negeri secara bebas. Oleh

5 Mieke Komar dan Ahmad M. Ramli, Perlindungan Hak Atas Kepemilikan Intelektual Masa Kini dan Tantangan Menghadapi Era Globalisasi Abad 21, Makalah disampaikan pada Seminar Pengembangan Budaya Menghargai HAKI di Indonesia Menghadapi Era Globalisasi Abad ke-21,

11

karena itu sudah selayaknya produk-produk ataupun karya-karya

lainnya yang merupakan HKI memerlukan perlindungan hukum yang

lebih efektif terhadap segala perbuatan maupun tindakan

pelanggaran yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan

sebagaimana diatur dalam Perjanjian TRIPs/WTO serta konvensi-

konvensi internasional yang telah disepakati.

Salah satu bidang HKI yang mendapat perlindungan hukum

yaitu Merek. Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual

memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan

perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan

investasi. Merek (dengan “brand image”-nya) dapat memenuhi

kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya pembeda yang

teramat penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau jasa

dalam suasana persaingan bebas. Oleh karena itu Merek dapat

merupakan aset individu maupun perusahaan yang dapat

menghasilkan keuntungan besar, tentunya bila didayagunakan

dengan memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang

baik. Demikian pentingnya peranan merek ini, maka terhadapnya

dilekatkan perlindungan hukum, yakni sebagai obyek yang

terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum6

Tanpa adanya perlindungan hukum, para pesaing dapat meniru

Merek orang lain tanpa harus mengeluarkan biaya untuk proses

menghasilkan atau kreasi suatu Merek. Hukum Merek telah dikenal

lama di Indonesia, sejak masa penjajahan Belanda. Hukum Merek

Lembaga Penelitian ITB-Ditjen HCPM Dep. Kehakiman RI, Sasana Budaya Ganesa, tanggal 28 Nopember 1998, hal. 2. 31 (1).

6 Cita Citrawinda, “Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia”, makalah disampaikan pada “Seminar HKI dan Penegakan Hukumnya” yang diselenggarakan di kedutaan Besar Perancis bekerjasama dengan perhimpunan masyarakat HKI Indonesia (Indonesian Intelectual Property Society/IIPS), pada tanggal 19-20 September 2001, di Hotel Softel Gran Mahakam, Jakarta, hal. 1.

12

yang sekarang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang dipengaruhi

oleh perkembangan kegiatan perdagangan internasional yang terjadi

pada abad ke-20, terutama melalui perundingan dagang global yang

diatur dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights (Persetujuan TRIPs) yang merupakan lampiran dalam

Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World

Trade Organization/WTO) yang telah diratifikasi melalui UU No. 7

Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing the World

Trade Organization7 Perjanjian TRIPs merupakan perjanjian

internasional yang sangat penting yang mengatur norma-norma

standar di bidang HKI yang di dalamnya terdapat Merek yang

merupakan salah satu bidang HKI. Dengan telah diratifikasinya

Persetujuan TRIPs, pada tanggal 7 Mei 1997 pemerintah Indonesia

telah meratifikasi kembali Konvensi Paris dan Trademark Law Treaty

(Traktat Hukum Merek).

Di Indonesia, perkembangan peraturan perundang-undangan

di bidang Merek mengalami banyak perubahan karena tidak sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan aturan-aturan yang terdapat

dalam Persetujuan TRIPs maupun konvensi-konvensi internasional di

bidang HKI. Diawali dengan UU Merek Kolonial Tahun 1912 yang

berlaku pertama kali di Indonesia pada masa Indonesia menjadi

jajahan Belanda. Kemudian UU Merek Kolonial Tahun 1912 diganti

dengan UU No. 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan

Merek Perniagaan dan diperbaharui dengan UU No. 19 Tahun 1992

Tentang Merek; dan kemudian setelah Indonesia meratifikasi

Persetujuan TRIPs pada tahun 1994, maka UU No. 19 Tahun 1992

Tentang Merek disempurnakan kembali disesuaikan dengan aturan-

7 Lihat Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564

13

aturan Persetujuan TRIPs menjadi UU No. 14 Tahun 1997 Tentang

Perubahan atas UU No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Dengan

pertimbangan dan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan

Undang-undang Merek yang berlaku saat itu dan agar sejalan dengan

konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia,

maka UU No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek sebagaimana telah

diubah dengan UU No. 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas UU

No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek diganti dengan UU No. 15 Tahun

2001 Tentang Merek.

Perlindungan Merek di Indonesia menunjuk beberapa hal.

Pertama, Perlindungan Preventif yaitu perlindungan sebelum terjadi

tindak pidana atau pelanggaran hukum terhadap Merek dan Merek

terkenal. Dalam hal ini sangat bergantung pada pemilik Merek untuk

mendaftarkan Mereknya agar mendapat perlindungan hukum (sistem

konstitutif). Secara filosofis, terdapat tiga justifikasi perlindungan

hak Merek menurut Bently dan Sherman, yaitu:8

1) Perlindungan Merek sebagai imbalan Kreatifitas atas investasi9.

Dengan demikian, hukum Merek mendorong produksi akan

produk-produk bermutu dan secara berlanjut menekan mereka

yang berharap dapat menjual barang-barang bermutu rendah

dengan cara memanfaatkan kelemahan konsumen untuk menilai

mutu barang secara cepat. Usaha untuk membenarkan

perlindungan Merek dengan argumentasi kreatifitas adalah suatu

hal yang lemah, sebagian karena pada saat hubungan antara

barang dengan Merek dipicu dan dikembangkan oleh pedagang,

8 Bently dan Sherman dikutip dari http://haki2008.wordpress.com/tag/hak-Merek-Indonesia- tradelaw-law-hki/

14

namun peran yang sama besarnya justru diciptakan oleh

konsumen dan masyarakat.

2) Informasi ini merupakan justifikasi utama perlindungan Merek,

karena Merek digunakan dalam kepentingan umum sehingga

meningkatkan pasokan informasi kepada konsumen dan dengan

demikian meningkatkan efisiensi pasar. Merek merupakan cara

singkat komunikasi informasi kepada pembeli dilakukan dalam

rangka membuat pilihan belanja. Dengan melindungi Merek, lewat

pencegahan pemalsuan oleh pihak lain, maka akan menekan

biaya belanja dan pembuatan keputusan. Belanja dan pilihan

dapat dilakukan secara lebih singkat, karena seorang konsumen

akan yakin Merek yang dilihatnya memang berasal dari produsen

yang diperkirakannya. Peran iklan dalam dunia industri yang

makin dominan menjadikan perlindungan Merek menjadi semakin

penting.

3) Teori Etis, argumentasi utama perlindungan Merek didasarkan

pada gagasan fairness atau keadilan (justice). Secara khusus

prinsipnya adalah seseorang tidak boleh menuai dari yang tidak

ditanamnya. Secara lebih khusus, bahwa dengan mengambil

Merek milik orang lain, seseorang telah mengambil keuntungan

dari nama baik (goodwill) yang dihasilkan oleh pemilik Merek yang

asli. Kaitannya ke lingkup yang lebih luas dari kegiatan

perdagangan adalah perlindungan dari persaingan curang dan

pengayaan diri yang tidak adil10.

9 Walaupun di Indonesia pendapat mengenai justifikasi kreatifitas ini masih menjadi perdebatan dalam dunia HKI, mengingat prototypr masyarakat Indonesia pada umumnya adalah komunal dan religious.

10 A. Kamperman Sanders, 1997.

15

Dengan demikian, apabila seseorang atau badan hukum ingin

agar Mereknya mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan

hukum Merek, maka Merek yang bersangkutan harus terdaftar

terlebih dahulu, mengingat UU Merek sekarang menggunakan sistem

konstitutif, yaitu suatu merek tidak memperoleh perlindungan

hukum apabila tidak didaftarkan dan oleh karena itu pendaftaran

merupakan suatu keharusan11. Suatu permohonan pendaftaran

Merek akan diterima pendaftarannya apabila telah memenuhi

persyaratan baik yang bersifat formalitas maupun substantif yang

telah ditentukan UU Merek. Selanjutnya, Pasal 28 UU Merek

menyatakan bahwa Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum

untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan berlaku surut sejak

Tanggal Penerimaan Pendaftaran Merek (filling date) yang

bersangkutan dan dapat diperpanjang. Prinsip perlindungan preventif

ini juga telah dipergunakan untuk memberikan perlindungan yang

lebih luas, dikatakan bahwa hukum harus memungkinkan orang

yang menderita kerugian akibat penipuan untuk menindak pelaku

penipuan.

Dalam khazanah perlindungan Merek dikenal beberapa macam

perlindungan, baik terhadap subjek maupun objek Merek itu sendiri.

Pertama, Perlindungan Represif adalah Perlindungan hukum

terhadap Merek manakala ada tindak pidana Merek atau pelanggaran

hak atas Merek. Perlindungan hukum yang represif ini diberikan

apabila telah terjadi pelanggaran Merek (termasuk Merek terkenal).

Dalam hal ini peran lembaga peradilan dan aparat penegak hukum

lainnya seperti kepolisian, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), dan

11 Lihat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk. Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 110 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4131.

16

kejaksaan sangat diperlukan. Pemilik Merek terdaftar mendapat

perlindungan hukum atas pelanggaran Merek baik dalam wujud

gugatan ganti rugi maupun berdasarkan tuntutan hukum pidana

melalui aparat penegak hukum.

Kedua, Perlindungan Geografis adalah perlindungan Merek

berdasarkan Indikasi Geografis. Perlindungan Indikasi Geografis ini

bertujuan untuk melindungi suatu barang sebagai tanda daerah asal

suatu barang karena beberapa faktor keunikan yang hanya dimiliki

oleh daerah tertentu saja. Faktor ini bisa disebabkan oleh kondisi

alam, manusia, atau gabungan diantara keduanya dengan ciri-ciri

kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan12.

Perlindungan Indikasi Geografis ini nampaknya sangat penting

untuk pelaku usaha dan konsumen. Lina Monten menyebutkan

beberapa alasan mengapa Indikasi Geografis perlu mendapatkan

perlindungan. Pertama, Indikasi Geografis penting karena

mengidentifikasi sumber atau asal produk. Kedua, Indikasi Geografis

mengindikasikan kualitas poduk dengan menginformasikan

konsumen bahwa suatu barang berasal dari daerah atau wilayah

yang memberikan kualitas, reputasi, atau karakteristik lainnya yang

esensial dapat dikaitkan dengan asal geografisnya. Ketiga, indikasi

geografis dapat mempresentasikan kepentingan bisnis (business

interest) karena menjamin keaslian suatu barang yang

berkarakteristik dari daerah tertentu.

Pengaturan Indikasi Geografis ini sangat penting terlepas dari

pro dan kontra Indikasi Geografis bagian dari HKI, pada dasarnya

Negara-negara anggota perjanjian TRIPs sepakat bahwa perlindungan

12 Abdul R Salman, Hermansyah, S.H.,M.Hum, Ahmad Jalis, S.H., M.A. 2005. Hukum Bisnis

Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus/Kencana Prenada Media Group.

17

Indikasi Geografis harus diupayakan dalam rangka melindungi

publik (konsumen) dari produk yang menyesatkan. Kesepakatan ini

tertuang dalam rumusan Pasal 22 ayat (2) butir (a) Perjanjian TRIPS

yang menyebutkan:

“In respect of geographical indication, Member shall provide the legal means for Interested parties to prevent the use of any means in the designation or presentation of a goods that indicates in a geographical area other than the true place of origin in a manner which misleads the public as to the geographical origin of the good…”13

Berdasarkan rumusan ini, Frederick Abbott, et. al mengatakan

isu Geografis memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi promosi produk

yang mempunyai karakter tertentu yang membawa manfaat

kewilayahan tempat produk tersebut dibuat (manufactured) atau

dipasarkan. Kedua, Indikasi Geografis adalah sumber informasi

penting untuk konsumen pada pasar yang sangat beragam dalam

kaitan dengan asal, kualitas, atau reputasi produk yang

bersangkutan14. Oleh karena itu, perlindungan Geografis ini

bertujuan untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen dari

penyalahgunaan indikasi geografis itu yang berakibat timbulnya

informasi yang menyesatkan (misleading) konsumen terhadap barang

yang beredar di pasar.

13 Lina Moten, Geographical Indications of Origin: Should They Be Procted and Why? An Analysis of The Issue From US and EU Prespective, Santa Clara Computer and High Technology Law Journal, Januari 2006.

14 Frederick Abbott, et.al The International Intellectual Property System: Commentary and Materials. Part On. The Hague: Kluwer Law International, 1999, Hal. 185-186

18

B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait dengan Penyusunan

Norma

Efektifnya penegakan hukum sebuah undang-undang dalam

suatu negara menurut Antony Allott bukan merupakan kewajiban

dari masyarakat yang diatur oleh undang-undang tersebut,

melainkan pada pembuat undang-undang. Dalam membuat undang-

undang, cenderung berdasarkan kemajuan yang dicapai di negara

lain umumnya pada kemajuan yang dicapai negara-negara maju yang

tertulis dalam statuta-statuta. Sehingga seringkali dilewatkan peran

hakim dalam menerapkan hukum dan juga peran pembuat undang-

undang itu sendiri15

Efektifitas undang-undang dalam sebuah negara diukur melalui

tiga derajat penerapan undang-undang tersebut:

1. Ketika undang-undang menjadi pencegah (preventive), apakah

undang-undang tersebut berhasil mencegah subyek hukumnya

dari perbuatan yang dilarang.

2. Ketika undang-undang menjadi penyelesaian dari sengketa

(currative) yang timbul antara subyek hukumnya, apakah

undang-undang berhasil memberikan penyelesaian yang adil.

3. Ketika undang-undang menjadi penyedia kebutuhan subyek

hukumnya untuk melakukan perbuatan hukum (facilitative),

apakah undang-undang berhasil menyediakan aturan-aturan

yang memfasilitasi kebutuhan Mereka.

Peran hakim dan pembuat undang-undang dalam hal ini adalah

untuk menyelaraskan undang-undang yang dibuat dan diterapkan

pada keadaan yang sudah berlangsung serta bentuk perilaku

15 Antony Allott, The Effectiveness of Law, Valparaiso University Law Review Volume 15,

1981, hal 229-242

19

mendasar masyarakat yang menjadi subyek dari undang-undang

tersebut. Sehingga ketika undang-undang menjadi satu dari tiga

bentuk penerapan di atas, undang-undang menjadi panduan dari

norma hukum yang telah dikenal secara jelas oleh masyarakat.

Sebuah Undang-undang dikatakan menjadi tidak efektif

menurut Allot dikarenakan sebagai berikut:

1. Penyampaian maksud dari undang-undang tersebut yang tidak

berhasil. Bentuk dari undang-undang umumnya berupa

peraturan-peraturan berbahasa baku yang sulit dimengerti oleh

masyarakat awam serta kurangnya badan pengawasan dari

penerimaan dan penerapan undang-undang tersebut.

2. Terdapat pertentangan antara tujuan yang ingin dicapai oleh

pembuat undang-undang dengan sifat dasar dari masyarakat.

3. Kurangnya instrumen pendukung undang-undang seperti

peraturan pelaksana, institusi-institusi atau proses yang

berkaitan dengan pelaksanaan dan penerapan undang-undang

tersebut.

Teori Hukum Perlindungan Konsumen dalam penerapan

peraturan Tentang Merek menitikberatkan penegakan hukum Merek

sebagai hak dasar untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas

dan transparan bagi masyarakat mengenai barang dan atau jasa

sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Pasal 4

huruf c, sehingga informasi yang didapatkan tidak menyesatkan

(misleading information).16

Perubahan sistem Merek juga dapat dipengaruhi karena

adanya perubahan dalam sistem Merek internasional, atau konvensi-

16 Lihat UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Pasal 4 huruf c tentang hak dasar

konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan transparan

20

konvensi internasional di bidang HKI, misalnya: Konvensi Paris,

Madrid Protocol, Community Trademark dan Trademark Law Treaty.

Pengaruh itu tidak dapat dipungkiri karena Indonesia salah satu

anggota dari World Intellectual Property Organization (WIPO) dan

Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Paris, Persetujuan TRIPs dan

Trademark Law Treaty. Oleh karena itu Indonesia harus melakukan

penyesuaian dengan konvensi-konvensi internasional di bidang

Merek, baik yang sudah diratifikasi maupun yang akan diratifikasi.

Perkembangan di bidang Merek, yaitu munculnya perlindungan

terhadap jenis-jenis Merek baru, yaitu Merek non-tradisional (antara

lain suara, bentuk tiga dimensi, hologram dan aroma) juga

mengharuskan Indonesia mengakomodir lingkup perlindungan bagi

Merek non-tradisional di dalam RUU Merek. Penyempurnaan juga

harus dilakukan dalam UU No. 15 tahun 2001 Tentang Merek karena

UU Merek Tahun 2001 sudah tidak sesuai dengan perkembangan

kebutuhan hukum dalam masyarakat dan dalam rangka untuk lebih

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Pemohon Merek.

Penggantian terhadap UU Merek tahun 2001 harus dilakukan yaitu

dengan melakukan beberapa revisi, penyederhanaan proses dan

prosedur pendaftaran Merek. Semakin luasnya globalisasi di bidang

perdagangan barang dan jasa menuntut adanya perlindungan Merek

bagi produk nasional di negara tujuan ekspor, dan perlu adanya

suatu sistem pendaftaran Merek internasional yang mudah, murah

dan efisien.

Mengingat bahwa Merek merupakan HKI, maka pemegang hak

tersebut memiliki hak eksklusif untuk menggunakan dan

memberikan ijin kepada pihak ketiga untuk mengeksploitasi hak

21

tersebut. Oleh karenanya tanpa hak eksklusif, maka orang lain tidak

bisa bebas meniru dan memalsukan Merek milik pemilik HKI, karena

apabila hal ini terjadi, akan merugikan dua pihak, yaitu pemilik

Merek di satu pihak, dan sekaligus masyarakat luas. Jadi salah satu

fungsi utama pemberian hak eksklusif oleh undang-undang kepada

pemilik Merek adalah demi peran membina dan menyegarkan sistem

perdagangan bebas yang bersih serta persaingan usaha yang jujur

dan sehat, sehingga kepentingan masyarakat luas (konsumen) dapat

terlindungi dari perbuatan curang dan itikad buruk.

Pada tingkat paling tinggi dari hubungan kepemilikan tersebut

adalah, bahwa hukum akan memberikan jaminan bagi setiap

penguasaan dan untuk menikmati hasil dari benda atau ciptaannya

tersebut dengan bantuan negara. Gambaran ini menunjukkan bahwa

perlindungan hukum adalah untuk kepentingan si pemilik, baik

pribadi maupun kelompok yang merupakan subyek hukum. Namun

kepentingan tersebut juga tidak boleh merugikan kepentingan orang

lain. Oleh karena itu pelaksanaan kepentingan itu harus mampu

menyeimbangkan kepentingan dan peran pribadi individu dengan

kepentingan masyarakat (orang lain), maka sistem HKI didasarkan

pada prinsip-prinsip:17

1. Prinsip Keadilan (the principle of natural justice)

Pencipta sebuah karya, atau orang lain yang bekerja

membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya, wajar

memperoleh imbalan yang dapat berupa materi maupun

immaterial, misalnya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas

hasil karyanya itu. Hukum memberikan perlindungan demi

17 Loc. Cit., hal 20-22.

22

kepentingan pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak

dalam rangka kepentingannya tersebut, yang disebut hak.18 Setiap

hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa

tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.

Bagi HKI, peristiwa yang menjadi alasan melekatnya hak tersebut

adalah penciptaan yang berdasarkan kemampuan intelektual.

Karena hak tersebut akan mewajibkan pihak lain untuk

melakukan sesuatu atau commission, atau tidak melakukan

sesuatu perbuatan atau omission.

2. Prinsip Ekonomi (the economic argument)

HKI berasal dari proses kreatif yang memiliki manfaat serta

berguna dalam menunjang kehidupan manusia, maka kepemilikan

itu wajar karena sifat ekonomis manusia yang menjadikan hal itu

satu keharusan untuk menunjang kehidupannya dalam

masyarakat. Dengan demikian HKI merupakan suatu bentuk

kekayaan bagi pemiliknya. Dari kepemilikan itu orang akan

mendapatkan keuntungan, misalnya royalti.

3. Prinsip Kebudayaan (the cultural argument)

Hasil ciptaan itu sejalan dengan ilmu pengetahuan, seni, dan

sastra yang besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan,

peradaban, dan martabat manusia. Selain itu juga akan

memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Pengakuan atas karya dan karsa manusia yang dibakukan dalam

18 Menurut H.F.A.Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata (Jilid 1), (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996), hal 6 bahwa Hak dapat dibedakan atas, Hak Mutlak dan Hak Nisbi, Hak Kekayaan Industri adalah Hak Mutlak yang bersifat kebendaan.

23

sistem HKI adalah suatu usaha untuk mewujudkan lahirnya

semangat dan minat untuk mendorong lahirnya ciptaan baru.

4. Prinsip Sosial (the social argument).

Hukum tidak mengatur manusia sebagai perseorangan yang

berdiri sendiri, terlepas dari manusia yang lain, akan tetapi hukum

mengatur kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi

manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, yang terikat

dalam satu ikatan kemasyarakatan. Dengan demikian hak apapun

yang diakui oleh hukum dan diberikan kepada seseorang, tidak

boleh diberikan semata-mata demi kepentingan orang itu, namun

demi kepentingan seluruh masyarakat.

Selain prinsip-prinsip tersebut, merek juga mempunyai sifat-

sifat tertentu yang tidak dimiliki benda lain, yaitu:

1. Mempunyai jangka waktu tertentu

Perlindungan Merek sebagai HKI mempunyai jangka waktu

atau batas perlindungan. Setelah jangka waktu perlindungan

Merek habis, pemilik Merek dapat memperpanjangnya, tetapi

bisa juga tidak. Untuk Merek terdaftar, jangka waktu

perlindungan diberikan untuk selama 10 tahun terhitung sejak

Tanggal Penerimaan (Pasal 28 UUNo. 15 Tahun 2001).

2. Bersifat eksklusif

Bersifat eksklusif, maksudnya hak tersebut dapat

dipertahankan terhadap siapapun. Siapapun yang memiliki

hak itu dapat melarang orang lain menggunakan Mereknya.

Karena itu hak tersebut biasa disebut juga hak monopoli (vide

Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001)

24

3. Bersifat hak mutlak dan immaterial (bukan kebendaan, tidak

bertubuh).

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada,

Serta Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat

Merek merupakan “roh” dari dunia perdagangan agar berjalan

dengan lancar terutama untuk barang dan atau jasa. Oleh karena itu

perlu adanya perlindungan hukum bagi para pemegang Merek yang

telah mendaftarkan haknya ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual

karena Merek merupakan salah satu dari kekayaan intelektual.

Indonesia telah melakukan berbagai upaya dan langkah

penyempurnaan terhadap pengaturan di bidang HKI. Langkah

tersebut dilakukan untuk meningkatkan pengaturan HKI sesuai

dengan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang terdapat

dalam Persetujuan TRIPs/WTO. Dengan keikutsertaan Indonesia

sebagai anggota WTO dan penandatangan Persetujuan TRIPs, sebagai

konsekuensinya. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya

meratifikasi konvensi-konvensi atau traktat-traktat internasional di

bidang HKI pada tanggal 7 Mei 199719. Perjanjian TRIPs menjadi

perjanjian internasional yang sangat penting di bidang HKI yang

mencakup pula Hak Merek. Konvensi Paris turut diadopsi dalam isi

Perjanjian TRIPs. Hukum Merek di Indonesia diatur dalam UU No. 15

Tahun 2001 Tentang Merek20.

19 Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman RI dan JICA, Buku Panduan Tentang Hak atas Kekayaan intelektual (Tangerang: DJHKI, 1999).

20 Indonesia sebagai Negara Berkembang telah diberi waktu transisi 5 tahun sejak berlakunya

Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights/TRIPs (tanggal 1 Januari 1995) untuk mengimplementasikan Persetujuan TRIPs/WTO, yaitu sampai tahun 2000. Persetujuan TRIPs/WTO mulai berlaku efektif di Indonesia pada tanggal 1 Januari 2001

25

Sehubungan dengan Implementasi UU No. 15 Tahun 2001

Tentang Merek, pendaftaran Merek merupakan hal yang sangat

penting dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas Merek. Pendaftaran Merek dengan menggunakan

sistem konstitutif (first to file) lebih menjamin adanya kepastian

hukum bagi pemegang hak atas merek, namun sampai saat ini

sistem pendaftaran first to file di Indonesia belum efektif menciptakan

keselarasan jaminan keadilan dan kemanfaatan, karena masih

banyak merek-merek yang didaftarkan bukan oleh pemilik merek

yang sebenarnya. Oleh karena itu, gugatan pembatalan terhadap

merek terdaftar dapat diajukan pada Pengadilan Niaga.

Indonesia juga sudah meratifikasi Trademark Law Treaty yang

tujuannya adalah penyederhanaan proses dan prosedur pendaftaran

merek, tetapi sampai saat ini Direktorat Merek belum menerapkan

persyaratan minimum dalam permohonan pendaftaran Merek,

pemohon merek juga tidak dapat melakukan perbaikan atas

permohonan terhadap penulisan nama dan/atau alamat Pemohon

atau Kuasanya, perubahan nama dan/atau alamat pemilik merek

atau Pengalihan Hak Merek juga tidak dapat dilakukan pada saat

proses permohonan pendaftaran Merek, dan pemilik Merek tidak

diperbolehkan melakukan perbaikan terhadap Sertifikat Merek

(untuk perbaikan nama dan alamat pemilik Merek) yang disebabkan

oleh kesalahan Pemohon. Pengumuman permohonan Merek sejauh

ini hanya dimuat dalam Berita Resmi Merek, dan dan sebaiknya

pengumuman permohonan Merek dapat juga dilakukan melalui

sarana elektronik dan/atau sarana lainnya.

26

Penggunaan istilah hak eksklusif dalam UU No. 15 Tahun

2001 Tentang Merek sejalan dengan makna Article 16 ayat (1)

Perjanjian TRIPs, yaitu:

“The owner of a registered trademark shall have the exclusive right to prevent all third parties not having his consent from using in the course or trade identical or similar signs for goods or services which are identical or similar to those in respect of which trademark is registered where such use would result in a likelihood of confusion.”

Beberapa dari ketentuan-ketentuan pokok Perjanjian TRIPs

memerlukan perhatian sehubungan dengan bidang pengaturan

Tentang Merek. Perlindungan terhadap Merek Terkenal merupakan

ketentuan penting yang diatur dalam Undang-Undang Merek

maupun secara internasional, yaitu dalam Konvensi Paris maupun

Persetujuan TRIPs. Merek-merek terkenal walau tidak didaftar tetap

dilindungi dan hal ini sudah ada dalam ketentuan-ketentuan berikut

ini:

1. Pasal 6 huruf b UU No. 15 tahun 2001. ”Permohonan harus

ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut

mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang

dan/atau jasa sejenis”;

2. Konvensi Paris Pasal 6 bis.

(1) Selama diijinkan oleh undang-undang domestik, negara uni

berhak menolak atau membatalkan registrasi atau melarang

penggunaan Merek dagang yang merupakan reproduksi,

peniruan atau terjemahan, yang menimbulkan kebingungan,

suatu Merek orang lain yang sudah diketahui berhak atas

27

keuntungan-keuntungan konvensi ini, dan dipakai untuk

barang yang identik atau mirip;

(2) masa sedikitnya 5 tahun sejak tanggal registrasi disediakan

bagi permohonan pembatalan suatu Merek tersebut di atas.

3. Persetujuan TRIPs Pasal 16 ayat (1). Pemilik Merek dagang

terdaftar mempunyai hak eksklusif untuk mencegah penggunaan

tanda yang identik atau mirip dengan yang dipakai, oleh pihak ke

tiga yang tidak memiliki ijin bagi barang atau jasa yang sama

atau mirip.

Meskipun kriteria Merek terkenal tidak dirinci secara jelas

dalam undang-undang, namun secara umum menurut UU No. 15

Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 6 ayat (1) huruf b, harus

dipertimbangkan atau dapat ditandai dengan: (1) dasar

pengetahuan masyarakat terhadap Merek itu; (2) reputasi Merek

itu diperoleh melalui promosi yang gencar dan luas; (3)

pendaftaran Merek dilakukan di beberapa negara (4) dan investasi

perusahaan itu dinegara-negara lain. Peniruan Merek Terkenal

milik orang lain dilandasi itikad tidak baik, terutama untuk

mengambil kesempatan dari ketenaran Merek orang lain,

sehingga tidak seharusnya mendapat perlindungan hukum.

Pengaturan tentang Merek terkenal terdapat pada Pasal 15

ayat (1) Perjanjian TRIPs, berbunyi sebagai berikut:

”Any sign or any combination of signs, capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those trademarks. Such signs, in particular words including personal names, letter, numeral, figurative elements and combinations colors as well as any combination of such signs, shall be eligible for registration as trademarks. Where signs are not inherently capable of distinguishing the relevant goods or services, Member may make registrability depend on distinctiveness acquired through use. Members

28

may require, as a condition of registration, that signs be visually perceptible.”

Dengan pesatnya perkembangan dunia perdagangan

banyak sengketa-sengketa Merek pada saat itu terutama antara

pemilik Merek terkenal dengan pengusaha lokal, hal tersebut

disebabkan karena: 21

1. Terbukanya sistem ekonomi nasional, sehingga pengusaha

nasional dapat mengetahui dan memanfaatkan Merek-merek

terkenal untuk digunakan dan didaftar lebih dulu di Indonesia

demi kepentingan usahanya.

2. Pemilik Merek terkenal belum atau tidak mendaftarkan dan

menggunakan Mereknya di Indonesia.

Tindakan mempergunakan Merek terkenal milik orang lain,

secara keseluruhan tidak hanya merugikan pemilik atau

pemegang Merek itu sendiri dan juga para konsumen tetapi

dampak yang lebih luas adalah merugikan perekonomian

nasional dan yang lebih luas lagi juga merugikan hubungan

perekonomian internasional. Hal ini disebut juga persaingan

curang penggunaan Merek terkenal oleh orang yang tidak

beritikad baik. Faktor yang memungkinkan terjadinya persaingan

curang dalam dunia perdagangan dan jasa dalam penggunaan

Merek terkenal, yaitu 22

a. Faktor dari segi pengusaha

b. Faktor dari segi konsumen

Faktor dari segi pengusaha, perbuatan yang tidak beritikad

baik menggunakan Merek terkenal demi mencapai keuntungan

21 http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/perlindungan-hukum-terhadap-pemanfaatan-

Merek-terkenal/

29

yang besar sedangkan faktor dari segi konsumen lebih kepada

gengsi semu dari konsumen yang merasa bangga menggunakan

Merek terkenal terutama produk dari luar negeri (label minded),

kerapkali sengaja disesuaikan dengan kurangnya kemampuan

finansial dari konsumen yang ingin mengenakan Merek terkenal

tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membelinya sehingga

mereka membeli Merek-merek asli tapi palsu. Akan tetapi, untuk

konsumen yang beritikad baik mengutamakan kualitas produk

dari Merek terkenal, maka persaingan curang mengenai

penggunaan Merek terkenal oleh orang yang tidak berhak dapat

menyesatkan konsumen terhadap asal-usul, dan atau kualitas

barang. Oleh karena itu, implementasi penegakan hukum Merek

di Indonesia masih sangat kurang terutama mengenai

perlindungan Merek terkenal. Hal ini terbukti masih saja ada

pihak yang tidak beritikad baik mendaftarkan Merek yang sudah

terkenal milik orang lain dan di pengadilan pun dimenangkan

oleh pihak yang tidak beritikad baik tersebut. Oleh karena itu

dalam implementasi UU Merek dan/atau PP perlu melakukan

sosialisasi yang intensif dan ekstensif mengenai pendaftaran dan

pengawasan terhadap penggunaan Merek terdaftar.

Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Persetujuan TRIPs

di atas, Merek didefinisikan sebagai setiap tanda atau kombinasi

dari beberapa tanda yang membedakan barang dan jasa yang

digunakan suatu usaha dengan usaha yang lainnya. Tanda-tanda

tersebut, terutama berupa kata-kata yang termasuk nama

pribadi, huruf, angka, lambang dan gabungan warna, serta

gabungan dari tanda-tanda yang memenuhi syarat untuk dapat

22 http://www.unpad.ac.id/archives/4696/artikel/ Perlindungan Kemasan Produk Belum Efektif

30

didaftarkan sebagai Merek. Dalam perkembangannya muncul

perlindungan terhadap jenis-jenis Merek baru, yaitu Merek non-

tradisional (suara, bentuk tiga dimensi, hologram, dan aroma),

mengharuskan Indonesia mengakomodir lingkup perlindungan

bagi Merek non-tradisional di dalam RUU Merek.

Direktorat Jenderal HKI menolak permohonan pendaftaran

Merek, apabila Merek tersebut:

1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

dengan Merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu

untuk barang dan/atau jasa yang sejenis; Persamaan pada

pokoknya di sini adalah kemiripan yang disebabkan oleh

adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek yang satu

dengan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan

adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan,

cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun

persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam Merek-Merek

yang bersangkutan. Ketentuan ini dapat pula diberlakukan

terhadap barang dan atau jasa yang tidak sejenis, sepanjang

memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk

barang dan atau jasa sejenis.

Beberapa unsur yang paling penting dalam Pasal 6 ayat (1)

UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu persamaan pada

pokoknya, persamaan pada keseluruhannya dengan Merek milik

pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang

dan/atau jasa sejenis, serta Merek terkenal. Persamaan pada

31

keseluruhannya yaitu persamaan keseluruhan elemen.

Persamaan yang demikian sesuai dengan ajaran doktrin entires

similar atau sama keseluruhan elemen. Dengan perkataan lain,

Merek yang dimintakan pendaftarannya copy atau reproduksi

Merek orang lain.23 Agar suatu Merek dapat disebut sebagai copy

atau reproduksi Merek orang lain sehingga dikualifikasikan

mengandung persamaan pada pokoknya atau persamaan secara

keseluruhan, paling tidak harus dipenuhi syarat-syarat sebagai

berikut:

1. ada persamaan elemen secara keseluruhan;

2. persamaan jenis atau produksi kelas barang atau jasa;

3. persamaan wilayah dan segmen pasar;

4. persamaan cara dan perilaku pemakaian; dan

5. persamaan cara pemeliharaan.

Suatu Merek dianggap mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan Merek pihak lain ditentukan berdasarkan

patokan yang lebih lentur dibanding dengan doktrin entire similar.

Persamaan ini pada pokoknya dianggap berwujud apabila Merek

tersebut memiliki kemiripan atau serupa (identical), hampir mirip

(nearly resembles) dengan Merek orang lain. Kemiripan tersebut

dapat didasarkan pada:24

1. Kemiripan persamaan gambar;

2. Hampir mirip atau hampir sama susunan kata, warna, atau

bunyi;

23 Yahya Harahap, 1996:416 dikutip dari http://prasetyohp.wordpress.com/problematika- perlindungan-Merek-di-indonesia/

24 Yahya Harahap, 1996:417 dikutip dari http://prasetyohp.wordpress.com/problematika-

perlindungan-Merek-di-indonesia/

32

3. Faktor yang paling penting dalam doktrin ini, pemakaian

Merek menimbulkan kebingungan (actual confusion) atau

menyesatkan (device) masyarakat/konsumen. Seolah-olah

Merek tersebut dianggap sama sumber produksi dari sumber

asal geografis dengan barang milik orang lain (likelyhood

confusion).

Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) UU No. 15

Tahun 2001 tentang Merek, yang dimaksud ‘sama pada

pokoknya’ dengan Merek terdaftar orang lain ialah adanya kesan

yang sama, antara lain, mengenai bentuk, cara penempatan, cara

penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur maupun bunyi

ucapan yang terdapat di dalam Merek yang bersangkutan.

Apabila permohonan pendaftaran Merek sudah memenuhi

persyaratan formalitas, persyaratan substantif, masa

pengumuman, maka dapat diberikan Sertifikat Merek dan

kemudian didaftarkan dalam Daftar Umum Merek. Setelah

diterimanya Sertifikat Merek dan didaftarkannya Merek yang

bersangkutan di dalam Daftar Umum Merek, maka pemilik Merek

terdaftar tersebut memiliki hak eksklusif dapat berupa hak

menikmati secara eksklusif untuk mengeksploitasi keuntungan

(exclusive financial exploitation). Dengan demikian perlindungan

Merek diberikan kepada pemilik Merek terdaftar, namun

demikian dimungkinkan pula perlindungan terhadap Merek tidak

terdaftar dengan syarat bahwa Merek tersebut termasuk dalam

kategori Merek terkenal.

Berdasarkan sistem konstitutif ada kecenderungan orang

mendaftar Merek terkenal di suatu negara (ketika belum terkenal)

dan ketika Merek ini menjadi terkenal, pemegang Merek yang asli

33

dikalahkan oleh pengadilan maka pengertian persamaan pada

pokoknya dalam UU Merek perlu lebih kongkrit dan perlu juga

dibandingkan dengan Protokol Madrid apabila nantinya

Pemerintah Indonesia meratifikasi Protokol Madrid.

Pemilik Merek yang sudah terdaftar dan telah mendapat

pengesahan, wajib melaporkan kegiatan yang terkait dengan

pemanfaatan Merek tersebut setiap 5 (lima) tahun sebagai bukti

penggunaan Merek terdaftar. Laporan disampaikan kepada

Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum & HAM atau

Lembaga/Badan yang ditunjuk berkewajiban untuk melaporkan

hal tersebut perlu diatur dalam peraturan tersendiri. Sejauh

mana tanggung jawab Direktorat Merek untuk memantau apakah

pemilik Merek sungguh-sungguh menggunakan Mereknya dalam

perdagangan barang dan/atau jasa di Indonesia dalam waktu 3

tahun berturut-turut setelah Merek terdaftar sebagaimana diatur

dalam Pasal 61 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Permohonan pendaftaran Merek juga harus ditolak oleh

Direktorat Jenderal HKI, apabila Merek tersebut :

1. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau

nama badan hukum yang digunakan sebagai Merek dan

terdaftar dalam Daftar Umum Merek yang dimiliki orang lain,

kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

2. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan

nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara

atau lembaga nasional (termasuk organisasi masyarakat

ataupun organisasi politik maupun international; kecuali atas

persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Alasan untuk

melarang pemakaian dari tanda-tanda resmi

34

kenegaraan/pemerintah, atau badan-badan internasional

maupun badan resmi nasional ialah karena pemakaian itu

akan memberi kesan yang keliru bagi khalayak ramai. Seolah-

olah Merek itu memang ada hubungannya dengan pemerintah

atau badan-badan internasional maupun badan resmi dari

pemerintah itu. Oleh karena itu tidak diperkenankan

pemakaian dari tanda-tanda yang bersangkutan untuk

menghindarkan salah paham dan kekeliruan.

3. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau

stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga

pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang

berwenang.

Berdasarkan hal-hal yang berkaitan dengan Merek yang

perlu ditolak oleh Direktorat Jenderal HKI, maka di dalam UU

Merek perlu ditambahkan ketentuan mengenai Merek yang

ditolak merupakan tiruan atau menyerupai warna atau kombinasi

warna dari Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek yang

dimiliki orang lain sehingga definisi Merek perlu diperluas yaitu

dengan ditambahkan kata ’warna’ yang berfungsi sebagai daya

pembeda antara satu Merek dagang/jasa suatu perusahaan

dengan Merek dagang/jasa lainnya.

Dalam UU No. 15 Tahun 2001 juga diatur mengenai

perlindungan Indikasi Geografis dan mengenai Indikasi Asal.

Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukan daerah

asal barang yang dikaitkan dengan kualitas, reputasi atau

karakteristik lain yang sesuai dengan asal geografis barang

35

tersebut25. Hal yang membedakan antara Indikasi Geografis dan

Indikasi Asal adalah bagi Indikasi Asal tidak diperlukan adanya

pendaftaran terlebih dahulu, karena Indikasi Asal semata-mata

hanya menunjukkan asal suatu barang atau jasa saja, sedangkan

Indikasi Geografis wajib didaftarkan terlebih dahulu untuk

mendapatkan perlindungan26. Pelanggaran Merek yang mudah

terjadi ada pada Indikasi Geografis, karena tidak semua

masyarakat di seluruh daerah di Indonesia mengetahui bahwa

hasil daerahnya, produk-produk kerajinan maupun produk

pertanian dapat menjadi bagian dari perlindungan Indikasi

Geografis. Tetapi tidaklah mudah bagi masyarakat untuk

melakukan pendaftaran Indikasi Geografis karena pendaftaran

dan persyaratannya sangat rumit sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2007 Tentang Indikasi

Geografis yaitu mengenai buku persyaratan, sehingga tidak

memudahkan pengusaha lokal/masyarakat daerah untuk

mendapatkan perlindungan produknya. Sebagai contoh, untuk

membuat peta lokasi sumber produk Indikasi Geografis memakan

biaya yang tidak sedikit, sehingga membutuhkan sponsor dan

pada tingkat petani tidak mengenal adanya sponsor. Dalam hal

pendaftaran Indikasi Geografis, dituntut pula peran serta Kanwil

di Provinsi untuk melakukan seleksi atas produk-produk Indikasi

Geografis yang potensial di masing-masing wilayah Kanwil. Perlu

adanya data base tentang produk-produk Indikasi Geografis milik

bangsa Indonesia.

25 Tim Lindsey, ed., Hak kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, cet. 4 (Bandung: PT. Alumni,

2005, hal. 139-140.

26 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pasal 59.

36

Untuk meningkatkan pelayanan dan kepastian hukum,

menjaga serta melestarikan produk-produk kerajinan maupun

produk pertanian hasil daerah di Indonesia terutama yang

berbasis UKM, ketentuan mengenai Indikasi Geografis perlu

direvisi. Masyarakat lokal perlu difasilitasi oleh Pemerintah

Daerah setempat agar lebih mudah mendaftarkan hasil

geografisnya/daerah untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Mengenai gugatan yang diajukan pemilik Merek terdaftar

sesuai dengan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu Pasal

76 ayat (1) memberikan hak kepada pemilik Merek terdaftar

untuk mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara

tanpa hak menggunakan Merek barang dan atau jasa yang

mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan untuk

barang atau jasa sejenis berupa:

a. Gugatan ganti rugi, dan/atau

b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan

penggunaan Merek tersebut.

Gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (2) harus

diajukan melalui Pengadilan Niaga. Selanjutnya, berdasarkan

Pasal 78 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, atas

permintaan pemilik Merek atau penerima lisensi Merek terdaftar

selaku penggugat, selama masih proses gugatan, Penggugat dapat

memerintahkan Tergugat untuk menghentikan perdagangan

barang atau jasa yang menggunakan Merek secara tanpa hak

tersebut. Pasal 78 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

mengatur dalam hal Tergugat dituntut pula menyerahkan barang

yang menggunakan Merek tanpa hak, hakim dapat

memerintahkan penyerahan barang atau nilai barang tersebut

37

dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan

hukum tetap. Pemilik Merek selain mempunyai hak melakukan

gugatan perdata juga dapat pula menyelesaikan sengketanya

melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Ketentuan jangka waktu penyelesaian gugatan

penghapusan, pembatalan, atau gugatan ganti rugi dalam UU

Merek selayaknya diatur secara jelas dan tegas untuk

memberikan kepastian hukum kepada pemilik resmi Merek

terdaftar. Proses permohonan banding dan jangka waktu

pengajuan banding telah diatur pula dalam UU No. 15 Tahun

2001 tentang Merek dengan menyatakan bahwa Komisi Banding

Merek akan memberikan keputusan menerima atau menolak

permohonan banding dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal

penerimaan permohonan banding. Ternyata, peraturan yang

secara jelas tercantum dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang

Merek juga belum dapat dilaksanakan secara teguh oleh Komisi

Banding Merek. Maka perlu ditambah ketentuan pasal baru

dengan menyatakan bahwa jangka waktu itu dilaksanakan

setelah sidang I (tingkat pertama) dimulai.

Salah satu perkembangan di bidang Merek adalah

perlindungan bagi jenis-jenis Merek baru yang dikenal sebagai

Merek Non-Traditional, antara lain bentuk tiga dimensi, suara,

hologram, aroma dan sebagainya. Dengan diberikannya

perlindungan bagi jenis-jenis Merek ini, lingkup dan definisi

Merek yang diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek

sebaiknya dapat diperluas mengikuti perkembangan

perlindungan Merek.

38

Beberapa penyempurnaan harus dilakukan terhadap UU No.

15 Tahun 2001 tentang Merek untuk lebih meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat pemohon Merek, yaitu

penyederhanaan proses dan prosedur pendaftaran Merek agar

lebih memudahkan bagi pemohon dalam melakukan pendaftaran

Merek. Pengaturan tentang persyaratan minimum permohonan

akan memberikan kemudahan dalam pengajuan permohonan

dengan cukup mengisi formulir permohonan, melampirkan etiket

atau contoh Merek yang dimohonkan pendaftarannya dan

membayar biaya permohonan.

Ketentuan mengenai sanksi pidana yang terdapat dalam UU

No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dirasakan masih belum

membuat pelaku pelanggaran jera dalam melakukan pelanggaran

atau pemalsuan Merek yang membahayakan kesehatan dan

keselamatan jiwa manusia. Dengan maraknya pelanggaran dan

pemalsuan Merek yang membahayakan kesehatan dan

keselamatan jiwa manusia, misalnya pelanggaran Merek di bidang

obat-obatan, oli dan pelumas, suku cadang serta kosmetik yang

sangat merugikan, maka ketentuan mengenai sanksi pidana baik

hukuman denda maupun hukuman badan yang dapat

diberlakukan terhadap pihak pelanggar yang diatur dalam UU No.

15 Tahun 2001 tentang Merek harus diperberat.

Sejak berlakunya UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek,

peraturan tentang tata cara pencatatan perjanjian lisensi dan

mengenai perjanjian lisensi belum diterbitkan. Sebagaimana

diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek bahwa

perjanjian lisensi yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal

39

Hak Kekayaan Intelektual, tidak memiliki akibat hukum terhadap

pihak ketiga.

D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan

Diatur Dalam UU, Terhadap Kehidupan Masyarakat dan

Peningkatan Pendapatan Negara

RUU tentang Merek harus mengantisipasi pengaturan

pendaftaran secara internasional melalui ratifikasi terhadap

Protokol Madrid. Pendaftaran internasional ini juga diharapkan

makin meningkatkan pendaftaran Merek dari luar negeri yang

berarti akan meningkatkan pemasukan Negara dan makin

tingginya reputasi Negara dalam pergaulan internasional. Tujuan

Protokol Madrid adalah membantu pemohon yang akan

mendaftarkan mereknya di beberapa negara anggota secara lebih

mudah, lebih murah dan lebih cepat karena cukup hanya dengan

satu permohonan saja. Prinsip dasarnya adalah Easier, Simple

and Faster.

Dalam amandemen UU Merek perlu mengatur pendaftaran

Merek secara internasional melalui mekanisme yang diatur dalam

Protokol Madrid. Karena saat ini mekanisme Protokol Madrid

sudah diadopsi secara luas di berbagai negara di dunia, seperti

Jerman, Swiss, Jepang, India dan sebagian negara ASEAN

(Singapura dan Vietnam). Konsep dasar Protokol Madrid adalah

satu aplikasi Merek untuk mendapatkan perlindungan hukum di

banyak negara. Sehingga, kalangan industri cukup mendaftar di

negaranya mengenai sistem informasi berbasis teknologi

informasi. Hal ini memberikan kemudahan bagi Kantor Merek

karena mereka tidak perlu lagi memeriksa keberatan dengan

40

syarat formal atau mengklasifikasikan barang/jasa dan

mengumumkan Merek terdaftar.

Analisis Dampak Terhadap Pengaturan Mengenai Indikasi

Geografis

Pengaturan baru mengenai Indikasi Geografis dalam RUU

Merek, akan membawa konsekwensi adanya data base mengenai

potensi geografis di daerah-daerah di Indonesia. Untuk itu

diperlukan adanya suatu Program Nasional Indikasi Geografis.

Program ini merupakan Program dalam rangka membangun dan

menguatkan daerah yang mempunyai potensi Indikasi Geografis.

Program ini akan dijalankan oleh Ditjen HKI bekerjasama dengan

Pemerintahan Daerah dan para pemangku kepentingan terkait,

termasuk kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI.

Analisis Dampak Terhadap Pengaturan Mengenai Permohonan

Pendaftaran Merek Internasional

Dengan adanya pengaturan pendaftaran merek internasional

yang merujuk pada Protocol Madrid, akan membawa dampak

positif, yaitu dapat mengglobalkan merek nasional ke dunia

internasional dengan biaya yang lebih murah dan mengakomodasi

perkembangan global dan regional. Permohonan pendaftaran

merek internasional ini sebagai antisipasi terhadap aksesi Protokol

Madrid. Tujuan Protokol Madrid adalah membantu pemohon yang

akan mendaftarkan mereknya di beberapa negara anggota secara

lebih mudah, lebih murah dan lebih cepat karena cukup hanya

dengan satu permohonan saja. Bila dilihat dari kepentingan pelaku

usaha, Protokol Madrid akan menguntungkan karena memberikan

41

kemudahan bagi mereka untuk mendaftarkan Merek ke luar

negeri. Dari sisi pemilik Merek, protokol itu memberikan harapan

akan memacu pelaku usaha lokal untuk mendaftarkan Merek

dagang ke mancanegara karena prosedurnya sangat sederhana,

mudah dan biaya relatif murah.

42

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT A. Permasalahan Dalam Implementasi Undang-undang No. 15 Tahun

2001 Tentang Merek

Beberapa masalah perlindungan merek yang masih terjadi

dengan penerapan UU No. 15 Tahun 2001 di antaranya:

a. Dalam UU No. 15 Tahun 2001 masih terdapat pengaturan yang

belum sesuai dengan konvensi internasional yang telah

diratifikasi dan konvensi yang akan diratifikasi yaitu:

- Perluasan definisi merek yaitu mencakup “Non-Traditional

Marks” yang meliputi bentuk tiga dimensi serta suara, dan

hologram (rencana meratifikasi Singapore Treaty). Sesuai

dengan perkembangan lingkup Merek, maka Definisi Merek

harus diperluas, sehingga dapat mencakup perlindungan bagi

bentuk tiga dimensi, suara, dan hologram. Definisi Merek

yang digunakan masih menggunakan definisi Merek yang

lama, sementara di beberapa Negara (misalnya: Jepang, Korea

dan Inggris) sudah menggunakan definisi Merek yang

memberikan perlindungan pula terhadap “Non Traditional

Marks” dalam bentuk “tiga dimensi atau kemasan” serta

suara, dan hologram. Permasalahannya yaitu bahwa SDM

Pemeriksa Merek harus meningkatkan kemampuannya untuk

mengantisipasi dalam memberikan pelayanan mengenai

perlindungan bagi Merek-merek non-tradisional.

43

- Pendaftaran Merek Internasional berdasarkan Protokol Madrid

(rencana meratifikasi Madrid Protocol) apabila pemerintah

Indonesia nantinya meratifikasi Protokol Madrid.

b. Lamanya sistem pemeriksaan permohonan Merek

Pasal 18 sampai dengan Pasal 22 UU No. 15 Tahun 2001

tentang Merek mengatur bahwa proses pemeriksaan permohonan

setelah melewati tahap administrasi adalah tahap substantif dan

publikasi. Pada tahap substantif, permohonan yang dianggap

tidak melanggar ketentuan Pasal 4, 5, dan 6 UU No. 15 Tahun

2001 tentang Merek akan diteruskan pada tahap publikasi

selama 3 bulan. Apabila terdapat keberatan dari pihak ketiga,

maka permohonan tersebut akan diperiksa kembali. Proses

permohonan Merek yang demikian sangat memakan waktu

karena pemeriksaan dilakukan sebanyak dua kali. Sebelum

permohonan pendaftaran Merek disetujui untuk didaftar, apabila

Permohonan sudah diterima secara lengkap, maka sebaiknya

dilaksanakan pengumuman terlebih dahulu. Apabila terdapat

keberatan terhadap permohonan Merek yang diumumkan, maka

baru dilakukan pemeriksaan substantif, sehingga proses

pemeriksaan permohonan pendaftaran Merek akan lebih singkat.

Sistem pendaftaran Merek belum mengakomodasi

pendaftaran Merek yang mudah, singkat, dan murah serta

menjamin kepastian hukum. Sistem pendaftaran Merek yang

berlaku di Indonesia harus membantu usaha kecil dan menengah

serta mendorong peningkatan jumlah pendaftaran Merek. Selain

itu, sistem pendaftaran Merek belum mengakomodasi

pendaftaran Merek-merek terkenal (internasional)

44

c. Belum diterapkannya persyaratan minimum dalam permohonan

pendaftaran Merek

Sebaiknya dalam revisi terhadap UU No. 15 Tahun 2001 tentang

Merek mengatur persyaratan minimum yaitu bahwa permohonan

pendaftaran Merek dapat diajukan hanya dengan mengisi

formulir dan membayar biaya Permohonan. Kelengkapan

persyaratan lainnya dapat disusulkan.

d. Tidak dapat dilakukannya perbaikan atas permohonan terhadap

penulisan nama dan/atau alamat Pemohon atau Kuasanya.

e. Tidak dapat dilakukannya perubahan nama dan/atau alamat

pemilik merek dan pengalihan hak Merek pada saat proses

permohonan pendaftaran Merek

Dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, ketentuan

mengenai perubahan nama/alamat/pengalihan hak baru dapat

dilakukan setelah permohonan pendaftaran Merek yang diajukan

sudah terdaftar. Sehubungan dengan telah diratifikasinya

Trademark Law Treaty (TLT), maka UU No. 15 Tahun 2001

tentang Merek harus menyesuaikan dengan ketentuan TLT yaitu

perubahan nama/alamat/pengalihan hak dapat diajukan pada

tahap proses permohonan Merek.

f. Tidak diperbolehkannya permohonan perbaikan terhadap

Sertifikat Merek (untuk perbaikan nama dan alamat pemilik

Merek) yang disebabkan oleh kesalahan Pemohon.

g. Permohonan jangka waktu perlindungan perpanjangan Merek

terdaftar hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun

sebelum berakhirnya masa perlindungan Merek.

Dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang sekarang

berlaku, permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan

45

Merek dapat diajukan dalam batas waktu 12 (dua belas) bulan

sebelum jangka waktu perlindungan berakhir. Sebaiknya jangka

waktu untuk mengajukan permohonan perpanjangan Merek

dilakukan paling cepat 6 bulan sebelum jangka waktu

perlindungan Merek berakhir sampai dengan tanggal berakhirnya

perlindungan Merek. Perpanjangan Merek juga masih dapat

dilakukan oleh pemilik Merek terdaftar dalam jangka waktu 6

bulan setelah tanggal berakhirnya jangka waktu perlindungan

Merek, dengan syarat bahwa Pemohon harus dikenakan

pembayaran denda. Sebaiknya ditambahkan ketentuan mengenai

penolakan atas permohonan perpanjangan, prosedur

penolakannya, dan apabila terdapat keberatan terhadap

penolakan permohonan perpanjangan Merek.

h. Belum diakomodasinya ketentuan mengenai pembatalan Merek

yang sama dengan Indikasi Geografis.

Perlu ditambahkan ketentuan mengenai pembatalan dan

pencoretan pendaftaran sebagai indikasi-geografis dengan alasan

itikad baik oleh pihak yang tidak berhak mendaftar, prosedur dan

pengajuan keberatan terhadap pembatalan dan pencoretan pada

Pengadilan Niaga.

i. Pengumuman permohonan Merek hanya dilakukan dalam Berita

Resmi Merek.

Selain dimuat dalam Berita Resmi Merek, pengumuman Merek

sebaiknya juga dilakukan melalui media elektronik atau non-

elektronik. Perlu ditambahkan ketentuan mengenai Sistem

Jaringan Dokumentasi dan Informasi Merek yang

pelaksanaannya dilakukan oleh Menteri serta ketentuan bahwa

Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Merek

46

diselenggarakan melalui sarana elektronik dan/atau sarana

lainnya yang dapat diakses secara nasional dan internasional.

j. Ketentuan sanksi yang ada dan penerapannya belum

menimbulkan efek jera bagi pelanggaran hak atas Merek, padahal

pemalsuan Merek, sebagai salah satu contoh pelanggaran Merek

telah menimbulkan korban materi yang besar dan/atau korban

yang tidak sedikit terhadap konsumen dan pelaku usaha pemilik

hak atas Merek. Dengan semakin maraknya pelanggaran dan

pemalsuan Merek yang membahayakan kesehatan dan

keselamatan jiwa manusia, agar pelanggar jera melakukan

pelanggaran dan pemalsuan, maka sanksi pidana denda dan

hukuman terhadap pelanggaran Merek harus diperberat. B. Harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait

Peraturan terkait dengan perlindungan Merek sehubungan

dengan berlakunya UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek, yaitu:

1. UU No. 7 Tahun 1994 tentang Lampiran Persetujuan Trade

Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan

TRIPs)

Undang-undang ini mengatur mengenai pelarangan praktik

monopoli perdagangan dan praktik-praktik komersial yang

menghambat dan mencegah persaingan pasar. Undang-undang

ini bertujuan memastikan bahwa akan ada persaingan usaha

yang memadai dipasar untuk barang atau jasa tertentu dan

mencegah suatu perusahaan dagang menjadi terlalu kuat.

Undang-Undang anti monopoli ini mengatur megenai empat jenis

kegiatan yang dilarang yaitu: monopoli, monopsoni, penguasaan

pasar, dan persekongkolan. Munculnya suatu persaingan usaha

47

yang curang dalam praktek perdagangan yang merugikan hak

dan nama baik pemilik merek, dengan cara mendompleng atau

Pasing off suatu merek secara sengaja dengan itikad buruk,

dalam bentuk pendaftaran merek terkenal dan meniru atau

menyerupai merek ataupun kemasan suatu produk baik

keseluruhan maupun pada pokoknya belum diatur secara jelas

dalam undang-undang ini.

2. UU No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat

Pengaturan yang berkaitan dengan perjanjian lisensi merek

dan hak kekayaan intelektual pada umumnya cenderung

memberikan alas hak untuk terjadinya monopoli. Hak merek

memberikan kepada pemohon hak-hak eksklusif untuk

menggunakan, memproduksi, dan memanfaatkan merek tersebut

dan mencegah pihak lain untuk melaksanakan hak-hak yang

melekat pada merek tersebut tanpa izin.

Lisensi merek merupakan sarana bagi orang/pihak lain

untuk menggunakan merek secara sah dan legal. Melalui lisensi

ini sifat eksklusif (monopoli) hak merek sebagai bagian dari HKI

dikurangi dari pemilik merek, sebagian diberikan pada orang lain.

Perjanjian lisensi yang mengurangi eksklusivitas dari

pemegangnya tersebut, merupakan fungsi sosial dari hak merek.

Berdasarkan konsep manfaat sosial, perlindungan hak atas

merek dikecualikan dari kebijakan anti monopoli dan praktek

persaingan sehat. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 50

huruf (b) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang mengatur

48

Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat (selanjutnya di singkat UU No. 5 Tahun 1999).

Apa yang tertuang dalam Pasal 50 (b) UU Nomor 5 Tahun

1999 tersebut merupakan suatu penegasan bahwa sepanjang

menyangkut tentang aspek perjanjian lisensi merek, ketentuan

tentang Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak berlaku, artinya perjanjian

lisensi merek yang bertujuan untuk memakai merek orang untuk

mencari manfaat ekonomis dalam bentuk produksi barang

diperbolehkan oleh UU No. 5 Tahun 1999.

3. UU No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Dalam UU perlindungan konsumen pasal 7 poin c

disebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberikan

informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Sehubungan dengan

hal tersebut dalam pengaturan merek, penyusun norma perlu

mencantumkan ketentuan ini sebagai syarat pendaftaran merek

dalam rangka melindungi konsumen dari merek-merek yang

merugikan konsumen.

4. UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa

Mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau APS

berkaitan dengan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam Undang-Undang ini

diatur bahwa sengketa atau beda pendapat yang dapat

49

dimintakan penyelesaiannya melalui alternatif penyelesaian

sengketa adalah sengketa terjadi diantara para pihak yang

sebelumnya telah mengadakan perjanjian arbitrase dan didalam

perjanjian tersebut secara tegas dinyatakan akan

menyelesaikan persoalan hukum diantara mereka dengan cara

arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa (psl. 2).

Kompetensi absolut dari alternatif penyelesaian sengketa ini

harus menjadi dasar bagi penyusun norma dalam menentukan

jenis perbuatan hukum terkait merek yang diberi pilihan untuk

diselesaikan melalui jalur alternatif penyelesaian sengketa. Hal

ini penting untuk mencegah pengajuan penyelesaian sengketa

oleh para pihak ditolak oleh lembaga arbitrase atau lembaga

alternatif penyelesaian sengketa. Apabila para pihak telah

memilih menyelesaikan sengketa hukumnya melalui alternatif

penyelesaian sengketa, maka Pengadilan Negeri tidak berwenang

menangani perkara ini.

6. UU No. 17 tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No. 10

Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

Ketentuan pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995

tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan

(selanjutnya disebut UU Kepabeanan), memuat tentang larangan

pembatasan impor atau ekspor serta pengendalian impor dan

ekspor barang hasil pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual

termasuk di dalamnya Hak Merek. Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai menjalankan tugas kepabeanan berupa segala sesuatu

yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang

50

yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea

masuk. Pasal-pasal pada UU kepabeanan terkait merek tertuang

pada pasal 25, 54, 55, 58, 61, 62, 64.

7. UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah

Perlindungan hak atas merek juga terkait dengan UU No. 2

Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dalam

hal aspek promosi dagang usaha kecil dan menengah. Dalam

Pasal 14 menyebutkan bahwa promosi dagang ditujukan untuk:

a. meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah di dalam dan di luar negeri;

b. memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri;

c. memberikan insentif dan tata cara pemberian insentif untuk

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mampu menyediakan

pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk di

dalam dan di luar negeri; dan

d. memfasilitasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual atas

produk dan desain Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam

kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor. (2) Pelaksanaan

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

pengawasan dan pengendalian oleh Pemerintah dan

Pemerintah Daerah.

8. UU No. 4 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

Dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara hanya

mengatur sebatas hak atas penghasilan yang boleh diterima oleh

51

aparatur sipil negara yang bersumber dari Anggaran Pendapatan

Belanja Negara sebagaimana tercantum pada Pasal 21 huruf a.

Hal dan berkaitan dengan tanggung jawab dan resiko pekerjaan

sebagaimana diatur dalam Pasal 79 ayat (2). Pengaturan ini harus

menjadi panduan dalam penyusunan norma yang terkait dengan

pemberian gaji terhadap tenaga alihdaya yang berkedudukan

sebagai aparatur sipil Negara dan imbalan yang diberikan kepada

peneliti ASN yang invensinya berhasil dikomersialisasikan dalam

halsumbernya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

9. UU No. 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian

Pengaturan mengenai merek terkait juga dengan UU No. 3

Tahun 2014 tentang Perindustiran, khususnya mengenai peran

pemerintah dan pemerintahan daerah dalam pengembangan dan

pemanfaatan kreativitas dan inovasi, khususnya dalam

memberikan konsultasi, bimbingan dan advokasi perlindungan

hak keakayaan intelektual bagi usaha kecil.

Hal ini diatur dalam Pasal 43 UU No. 3 tahun 2014 ayat (3),

yang menyatakan bahwa Dalam rangka pengembangan dan

pemanfaatan Kreativitas dan inovasi masyarakat sebagaimana

Dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dan Pemerintah Daerah

melakukan:

a. Penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat Dalam

berkreativitas dan berinovasi;

b. Pengembangan sentra Industri kreatif;

c. Pelatihan teknologi dan desain;

d. Konsultasi, bimbingan, advokasi, dan fasilitasi Perlindungan

Hak Kekayaan Intelektual khususnya Bagi Industri kecil; dan

52

e. Fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri Kreatif di

dalam dan luar negeri.

10. Paris Convention for the Protection of Industrial Property

(Keppres No. 15 tahun 1997)

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 memuat

Lampiran Persetujuan Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights (Persetujuan TRIPs) yang mengatur norma-

norma standar yang berlaku secara internasional tentang

Kekayaan Intelektual. Persetujuan TRIPs memperjelas

kedudukan perlindungan Kekayaan Intelektual sebagai isu-isu

yang terkait di bidang perdagangan. Tujuannya adalah untuk

memberi perlindungan Kekayaan Intelektual dan prosedur

penegakan hak dengan menerapkan tindakan yang menuju

perdagangan yang sehat. Bagian II dari Persetujuan TRIPs

mengatur tentang obyek Kekayaan Intelektual secara luas, yaitu:

a. Hak cipta dan hak terkait (copyright and related rights)

b. Merek (trademarks)

c. Indikasi geografis (geographical indications)

d. Desain industri (industrial designs)

e. Paten (patents)

f. Desain tata letak sirkuit terpadu (layout-designs of

Intergrated Circuits; dan

g. Perlindungan rahasia dagang (protection of undisclosed

information).

Dengan diratifikasinya ketentuan ini, Indonesia

berkewajiban mengimplementasikannya kedalam berbagai aspek

(hak kekayaan intelektual), baik dalam aspek legislasi

53

(perundang-undangan) maupun aspek lainnya seperti

organisasi/administrasi, sosialisasi, kerja sama, serta

penegakkan hukum. Ketentuan terkait pelarangan penggunaan

merek pada produk barang dan jasa palsu tertuang pada pasal 9

diatur dalam the Paris Convention for the Protection of Industrial

Property (“Konvensi Paris”) dan juga dalam the TRIPs Agreement

(“Perjanjian TRIPs”), terkait perlindungan merek terkenal pada

Pasal 6 bis dan Pasal 16 (2) melengkapi pengaturan merek

terkenal. Pengaturan Indikasi-geografis tersebut tertuang dalam

Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPs) khususnya

Article 22 sampai dengan Article 24.

11. Trademark Law Treaty (Keppres No. 17 tahun 1997)

Tanggal 7 Mei 1997 pemerintah Indonesia telah meratifikasi

Trademark Law Treaty melalui Keppres No. 15 Tahun 1997

merupakan suatu perjanjian yang memberi perlindungan

terhadap merek dagang. Yang mencakup dalam Trademark Law

Treaty ialah :

- Jangka waktu pendaftaran awal dan hal pembaharuan

pendaftaran merek dagang akan sepuluh tahun.

- Layanan tanda diberi perlindungan yang sama sebagai merek

dagang dibawah konvensi Paris.

- Salah satu kuasa dapat diserahkan untuk setiap Negara

pemohon dan anggota tidak mungkin meminta tanda tangan

pada kekuasaan akan disahkan atau dilegalisasi.

- Prosedur dokumentasi rumit, seperti pengajuan kekuasaan

beberapa pengacara, sertifikat pendirian atau status

perusahaan, kamar dagang sertifikat, sertifikat berdiri baik,

54

persyaratan saksi, otentikasi, sertifikasi dan persyaratan

legalisasi akan diringankan.

12. Protocol Relating To The Madrid Agreement Concerning The

International Registration Of Marks.

Keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WIPO (World

Intellectual Property Organization) dan WTO (World Trade

Organization) mengharuskan Indonesia menyesuaikan segala

peraturan perundangan di bidang HKI dengan TRIPs (Trade

Related Aspects of Intellectual Property Rights).

Komitmen Indonesia di bidang HKI terhadap berbagai

perjanjian internasional dalam skala bilateral maupun regional.

Dalam rangka mendukung program Pemerintah dalam

membangun merek global atas produk lokal Indonesia,

khususnya dalam mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah

agar mampu bersaing di pasar global, diperlukan sistem

pendaftaran merek secara internasional yang efektif dan efisien.

Komitmen Indonesia untuk mengaksesi Protokol Madrid

didasarkan pada:

- Asean Framework Agreement on Intellectual Property

Cooperation (Bangkok, 15 Desember 1995) yang kemudian

menghasilkan Rencana Aksi HKI ASEAN 2004-2010

(Vientiane), dan Rencana Aksi HKI ASEAN 2011-2015

(Manado). Sedangkan kedua Rencana Aksi ini menyepakati

beberapa hal, diantaranya untuk mengaksesi Protokol

Madrid.

- Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement yang

ditandatangani pada tanggal 20 Agustus 2007 menyepakati

55

bahwa kedua belah pihak sepakat untuk melakukan

langkah-langkah bagi aksesi beberapa traktat/perjanjian

internasional di bidang HKI, di antaranya untuk mengaksesi

Protokol Madrid.

- ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Agreement

(AANZFTA) yang ditandatangani pada 27 Februari 2009 di

Thailand dan berlaku sejak 1 Januari 2010 telah juga

menetapkan komitmen dan kewajiban kedua belah pihak

dalam berbagai bidang perdagangan, termasuk untuk

mengaksesi Protokol Madrid.

13. Nice Agreement

Pada 15 Juni 1957 ditandatangi sebuah perjanjian

internasional dengan nama The Nice Agreement Concerning The

International Classification Of Good And Services For The

Purposes Of The Registrastion Of Marks, lebih dikenal sebagai

nice agreement. Perjanjian ini mengatur tentang persyaratan

procedural dan substantive untuk menyusun sebuah kerangka

system pendaftaran merek internasional yang berdasarkan

klasifikasi barang dan jasa secara internasional. Dengan dasar

nice agreement ini dibangun sebuah system pendaftaran merek

sebagai jantung dari perlindungan merek konvensional di

seluruh dunia. Nice agreement ini telah menjadi pedoman bagi

perlindungan merek di Indonesia.

14. Singapore Treaty

Merek merupakan salah satu cabang HKI yang mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Salah satunya perkembangan

56

dalam bidang merek adalah dibuatnya Singapore Treaty oleh

WIPO yang mengatur mengenai perluasan ruang lingkup merek

konvensional berupa merek non konvensional yaitu merek

suara, aroma, dan hologram. Hal ini perlu dipertimbangkan

dalam ketentuan mengenai pengertian merek.

57

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

Dalam menyusun Naskah Akademik RUU Merek, ada beberapa

asas yang perlu dipertimbangkan dan menjadi satu-kesatuan, yaitu

asas kepastian hukum dan berkeadilan, dan asas efisien dan efektif.

Dengan memperhatikan asas tersebut diharapkan UU Merek

nantinya dapat memenuhi harapan para pelaku usaha yang

menggunakan dan mendaftar mereknya secara jujur, serta

melindungi kepentingannya dalam kegiatan bisnis, juga melindungi

kepentingan masyarakat konsumen agar memperoleh produk barang

atau jasa yang berkuaitas yang berasal dari pemilik Merek yang

sebenarnya, dan mampu mencegah serta mengatasi tindakan

pelanggaran Merek dari pengusaha yang bersikap curang.

Selain asas tersebut di atas, dalam penyusunan Naskah

Akademik secara umum memuat dasar pemikiran sebagai berikut:

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis diterapkan dalam RUU Merek agar memiliki

makna dan bermanfaat bagi kepentingan nasional. Meski

Indonesia menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia, dan

meratifikasi beberapa konvensi internasional dibidang HKI, serta

berkewajiban melindungi kepentingan pemilik Merek yang

sebenarnya, dan beritikad baik dapat melindungi khalayak ramai

terhadap tiruan atau pemalsuan barang-barang dan jasa yang

membonceng suatu barang atau jasa yang sudah terkenal sebagai

barang dan jasa yang bermutu baik dan unggul.

58

Keseimbangan dan berkeadilan dalam mengimplementasi

sistem Merek dengan tetap memperhatikan kepastian hukum

dalam penegakan hukumnya, tetapi juga tetap memperhatikan

kepentingan ekonomi nasional secara umum merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dalam landasan yuridis, dan sosial yang

termaktub dalam RUU Merek. Oleh karena itu, meski pemilik

Merek terdaftar memiliki hak eksklusif atas pendaftaran Mereknya,

namun pendaftaran Merek itu dapat dihapuskan apabila tidak

digunakan setelah jangka waktu tertentu. Selain itu, jangka waktu

perlindungan Merek pun dibatasi selama 10 tahun, dan akan bisa

digunakan dan didaftarkan oleh pihak lain apabila pemilik Merek

awal itu tidak mengajukan permohonan perpanjangan atas Merek

terdaftarnya.

B. Landasan Sosiologis

Bagi negara–negara anggota WTO, antisipasi terhadap

liberalisasi perdagangan (termasuk pelaksanaan TRIPs), tidak

cukup hanya dengan menyiapkan perangkat peraturan perundang-

undangan. Perlindungan Merek sangat penting dalam suatu negara

sebagai suatu hak yang dihasilkan oleh kemampuan intelektualita

manusia dan oleh karena itu Merek perlu mendapatkan

perlindungan hukum yang memadai sesuai dengan ketentuan-

ketentuan sebagaimana diatur dalam Persetujuan TRIPs. Merek

sebagai aset individu maupun perusahaan dapat menghasilkan

keuntungan besar apabila dikelola dengan baik serta

memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang baik

pula.Merekmerupakan karya intelektual yang memiliki nilai

ekonomi, dan dapat meningkatkan nilai tambah (added value) atau

59

daya saing terhadap produk yang dihasilkan oleh sebuah

perusahaan. Merek merupakan hak eksklusif dan merupakan

karya intelektual yang memiliki nilai ekonomi yang dapat

meningkatkan nilai tambah atau daya saing terhadap produk yang

dihasilkan oleh sebuah perusahaan. UU No. 15 tahun 2001

melindungi individu atau pemilik Merek atau anggota masyarakat

dalam pergaulannya dengan masyarakat secara umum.

Kesan kualitas bisa didefinisikan sebagai persepsi pelanggan

terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk

atau jasa layanan yang berkenaan dengan maksud yang

diharapkan. Kesan kualitas adalah pertama-tama sebuah persepsi

para pelanggan. Kesan kualitas merupakan suatu perasaan yang

tak nampak dan menyeluruh mengenai suatu Merek produk

dan/atau jasa. Akan tetapi biasanya kesan kaulitas didasarkan

pada dimensi-dimensi yang termasuk dalam karakteristik produk

tersebut dimana Merek dikaitkan dengan hal-hal seperti keandalan

dan kinerja. Untuk memahami kesan kualitas, diperlukan

identifikasi dan pengukuran terhadap dimensi-dimensi yang

mendasarinya, namun kesan kualitas itu sendiri merupakan suatu

konsepsi yang ringkas dan universal. Berbagai upaya dapat

digunakan untuk membangun Merek dengan meningkatkan

kesadaran terhadap Merek yang bersangkutan atau melakukan

segala aktifitas penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan

mutu produk. Merek memiliki fungsi sebagai tanda pembeda,

jaminan kualitas dan tanda asal barang, memegang peranan

penting dalam era perdagangan bebas. Nilai komersial Merek

menjadi semakin tinggi, apalagi bila menyangkut Merek terkenal di

mancanegara. Perlindungan terhadap Merek terkenal menjadi isu

60

penting dalam perdagangan antar bangsa Kesan kualitas juga

punya arti penting bagi para pengecer, distributor dan berbagai pos

saluran lainnya, dan karena itu membangun dalam memperoleh

distribusi. Kita tahu bahwa pencitraan sebuah pos saluran

dipengaruhi oleh produk atau layanan yang masuk dalam jalur

distribusinya. Sehingga menyimpan kualitas produk bisa menjadi

faktor penting; Perluasan Merek, kesan kualitas bisa dieksploitasi

dengan cara mengenalkan berbagai perluasan Merek, yaitu dengan

menggunakan Merek tertentu untuk masuk ke kategori produk

baru. Sebuah Merek yang kuat dalam hal kesan kualitas akan

sanggup untuk meluaskan diri lebih jauh dan akan mempunyai

kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan Merek

yang lebih lama.

Berdasarkan hal-hal di atas Tim Penyusunan Naskah

Akademik, berpendapat bahwa pemerintahperlu menciptakan

kebijakan iklim investasi yang kondusif dan kebijakan mengenai :

1. Penghargaan terhadap Merek lokal, agar dapat bersaing dengan

Merek asing;

2. Memotivasi masyarakat agar tumbuh sikap sadar terhadap

Merek-merek lokal untuk meningkatkan produksi dalam negeri

3. Menjamin kepastian hukum bagi pemilik Merek.

C. Landasan Yuridis

Sejak Indonesia menjadi anggota Organisasi Perdagangan

Dunia (WTO) dengan disahkannya UU No. 7 Tahun 1994 Tentang

Agreement Establishing the World Trade Organization27, yang

3564. 27 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57 dan Tambahan Negara Nomor

61

memuat lampiran tentang Agreement on Trade Related Aspects of

Intellectual Property Rights,maka Indonesia telah menetapkan

dirinya sebagai negara yang terbuka bagi perdagangan dan lalu

lintas Internasional. Globalisasi utamanya berawal pada

perubahan dan perkembangan di bidang ekonomi untuk menuju

tataran ekonomi antar bangsa yang adil dan kesejahteraan untuk

sebagian besar masyarakat dunia. Globalisasi mengandung makna

yang dalam dan terjadi di segala aspek kehidupan seperti ekonomi,

politik, sosial budaya, ilmu pengetahuan. teknologi dan

sebagainya. Indonesia sebagai anggota WTO wajib ikut serta dan

meratifikasi seluruh perjanjian dan kesepakatan yang ditentukan

oleh organisasi tersebut. Keadaan ini menuntut Indonesia untuk

segera menyesuaikan dan mengharmonisasikan dengan berbagai

perangkat peraturan perundang-undangan.

Dalam era perdagangan bebas, HKI merupakan factor penting

dalam menciptakan sistem perdagangan bebas yang adil,

dimanama salah tersebut sangat memegang peranan penting,

terutama untuk melindungi khalayak ramai terhadap tiruan atau

pemalsuan barang-barang danjasa yang membonceng suatu

barang atau jasa yang sudah terkenal sebagai barang dan jasa

yang bermutu baik dan unggul. Salah satu ketentuan dalam WTO

adalah aspek-aspek dagang yang terkait dengan HKI atau

Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Right

(TRIPs). Persetujuan TRIPs merupakan Persetujuan yang mengatur

tentang Aspek-aspek Perdagangan yang mensyaratkan adanya

perlindungan terhadap HKI yang merupakan standar internasional

dan harus dipakai berkenaan dengan HKI, termasuk Merek. Sejak

62

berlakunya UU No. 15 tahun 2001, dalam praktiknya masih

ditemui kendala-kendala. UU No. 15 Tahun 2001 tidak sesuai

dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, dan

harus dirubah dengan melakukan penyesuaian dengan konvensi-

konvensi di bidang Merek, baik yang sudah diratifikasi yaitu

Persetujuan TRIPs, Konvensi Paris dan Trademark Law Treaty,

maupun konvensi yang akan di ratifikasi, yaitu Protokol Madrid.

63

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

MATERI MUATAN RUU MEREK

A. Sasaran

Sasaran yang akan diwujudkan dalam pembentukan Rancangan

Undang-undang Merek adalah:

- Menyesuaikan dengan konvensi-konvensi di bidang Merek baik yang sudah diratifikasi maupun yang akan diratifikasi

- Lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (Pemohon Merek),memberikan kepastian hukum bagi dunia industri,

perdagangan dan investasi dalam menghadapi perkembangan

perekonomian dunia pada masa mendatang

- Menanggulangi kendala-kendala dalam implementasi UU Merek - Mengurangi tingkat pelanggaran di bidang Merek, karena hal ini

menimbulkan kerugian Negara pada sector perekonomian dan

perdagangan

- Menekan pelanggaran dan pemalsuan merek karena hal ini membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia.

B. Jangkauan dan Arah Pengaturan RUU Merek

Subyek yang terkena pada RUU tentang merek yaitu : pemohon,

pemerintah daerah, kantor wilayah kementerian hukum dan HAM RI,

tenaga ahli pemeriksa merek, pemeriksa, ppns ditjen HKI, peradilan

niaga, arbitrase,

Obyek dari RUU tentang merek yaitu : merek dagang, merek

jasa, merek kolektif, hak atas merek, indikasi geografis, hak atas

indikasi geografis, program nasional indikasi geografis, lisensi, system

64

jaringan informasi dan dokumentasi merek, permohonan merek,

permohonan pendaftaran merek internasional, pendaftaran merek,

daftar umum merek.

C. Ruang Lingkup dan Materi Muatan RUU Merek

1. Ketentuan umum

a) Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis

untuk membedakan barang dan/atau jasa yang dihasilkan

atau disediakan oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan

perdagangan barang dan/atau jasa.

b) Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang

yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang

secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan

dengan barang-barang sejenis lainnya.

c) Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara

bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan

jasa-jasa sejenis lainnya.

d) Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang

dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang

diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum

secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang

dan/atau jasa sejenis lainnya.

e) Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh

negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka

waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut

65

atau memberikan izin kepada pihak lain untuk

menggunakannya.

f) Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan

daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan

geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau

kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri,

karakteristik yang khas dan kualitas tertentu pada barang

yang dihasilkan.

g) Hak atas Indikasi Geografis adalah hak eksklusif yang

diberikan oleh negara kepada pemegang hak Indikasi Geografis

yang terdaftar selama ciri, karakteristik yang khas dan kualitas

yang menjadi dasar diberikannya perlindungan atas Indikasi

Geografis tersebut masih ada.

h) Permohonan adalah permintaan pendaftaran Merek atau

pendaftaran Indikasi Geografis yang diajukan kepada Menteri.

i) Pemohon adalah orang perseorangan, beberapa orang secara

bersama, atau badan usaha baik berbadan hukum maupun

bukan berbadan hukum yang mengajukan Permohonan

pendaftaran Merek.

j) Pemohon Pendaftaran Indikasi Geografis adalah pihak yang

mengajukan permohonan pendaftaran Indikasi Geografis.

k) Pemakai Indikasi Geografis adalah pihak yang mendapat izin

dari pemegang hak Indikasi Geografis yang terdaftar untuk

mengolah dan/atau memasarkan barang Indikasi Geografis.

l) Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis adalah suatu dokumen

yang memuat informasi, termasuk ciri, karakteristik yang

66

khas, dan kualitas barang yang terkait dengan faktor geografis

dari barang yang dimohonkan Indikasi Geografisnya.

m) Pemeriksa adalah Pemeriksa Merek sebagai pejabat fungsional

yang karena keahliannya diangkat dan diberhentikan oleh

Menteri, untuk melakukan pemeriksaan substantif terhadap

Permohonan pendaftaran Merek.

n) Kuasa adalah Konsultan Kekayaan Intelektual atau orang yang

mendapat kuasa dari Pemohon.

o) Konsultan Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki

keahlian di bidang kekayaan intelektual dan terdaftar sebagai

Konsultan Kekayaan Intelektual, serta secara khusus

memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan

Permohonan kekayaan intelektual.

p) Tim Ahli Indikasi Geografis merupakan lembaga non struktural

yang melakukan penilaian mengenai Dokumen Deskripsi

Indikasi Geografis, dan memberikan

pertimbangan/rekomendasi kepada Menteri sehubungan

dengan pendaftaran, perubahan, pembatalan, pembinaan

teknis dan/atau pengawasan Indikasi Geografis nasional.

q) Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan

yang telah memenuhi persyaratan minimum.

r) Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan

Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam

Konvensi Paris atau Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia untuk memperoleh pengakuan bahwa

tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal

67

penerimaan di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari

kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan

dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan

Konvensi Paris.

s) Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar

kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis untuk

menggunakan Merek terdaftar.

t) Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

u) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang Hukum.

v) Tanggal pengiriman adalah tanggal stempel pos dan/atau

tanggal pengiriman surat secara elektronik.

w) Hari adalah hari kerja.

2. Materi yang akan diatur

a) Perluasan Definisi Merek

Perkembangan di bidang Merek dengan munculnya

perlindungan terhadap jenis-jenis Merek baru yaitu Merek non-

tradisional (Merek suara, bentuk tiga dimensi, dan hologram)

perlu diakomodir di dalam RUU Merek. Oleh karena itu Untuk

menghindari beragam penafsiran perlu dilakukan redefinisi

mengenai pengertian merek dalam perubahan Undang-undang

tentang Merek, sehingga terdapat batasan dan kejelasan

makna, yang mencakup perlindungan merek dalam bentuk tiga

dimensi, suara, dan hologram. Mengingat di beberapa negara

definisi merek telah dikembangkan untuk memberikan

perlindungan terhadap merek dalam bentuk tiga dimensi,

68

suara, dan hologram (misalnya: di Jepang, Korea). Salah satu

pertimbangan mengapa perlindungan merek menjadi

berkembang adalah untuk memberikan perlindungan hukum

yang lebih baik terhadap pemilik merek dan konsumen.

b) Permohonan Pendaftaran Merek Internasional

Pelayanan pendaftaran Merek di Indonesia sebaiknya

diperluas dengan fasilitas permohonan pendaftaran Merek ke

negara-negara lain bedasarkan mekanisme Protokol Madrid.

Oleh karena itu dalam revisi UU Merek perlu

ditambahkan ketentuan mengenai ”Permohonan Pendaftaran

Merek Internasional”, yaitu mengenai: permohonan yang

berasal dari Indonesia ditujukan ke Biro Internasional; dan

permohonan yang ditujukan ke Indonesia sebagai salah satu

Negara tujuan dari Biro Internasional; persyaratan permohonan

dan ketentuan lebih lanjut mengenai Pendaftaran Merek

Internasional.

c) Proses Pendaftaran

Proses permohonan Merek yang berlaku saat ini dianggap

masih kurang efektif dan memakan waktu cukup lama. Oleh

karena itu perlu lebih diserdehanakan dengan pelaksanaan

pengumuman sebelum dilakukan permeriksaan substantif

apabila permohonan sudah diterima secara lengkap.

Selanjutnya apabila terdapat keberatan terhadap permohonan

Merek yang diumumkan, maka sekaligus materi keberatan

dimaksud dijadikan bahan untuk melakukan pemeriksaan

substantif, sehingga proses pemeriksaan permohonan

pendaftaran Merek akan menjadi lebih singkat.

69

Merek Generik

Selain itu, terkait dengan penggunaan merek yang sudah

terdaftar dan kemudian menjadi sangat dikenal atau sangat

umum/generik, dimungkin bagi setiap orang untuk

mengajukan permohonan dengan merek generik tersebut

dengan penambahan padanan kata, dengan catatan sepanjang

ada unsur pembeda.

Sertifikat Merek Yang Tidak Diambil Pemiliknya

Sejalan dengan prinsip bahwa pemegang merek tidak hanya

boleh memonopoli suatu merek akan tetapi harus melakukan

aktifitas dalam perdagangan barang/jasa maka terhadap

merek-merek yang tidak digunakan dalam jangka waktu

tertentu dilakukan penghapusan merek terdaftar tersebut.

Dalam hal sertifikat merek yang telah diterbitkan tidak diambil

oleh pemiliknya dalam jangka waktu tertentu (satu sampai tiga

tahun) maka merek tersebut dapat dianggap ditarik kembali

dan merek tersebut dihapuskan.

Perpanjangan Merek Terdaftar Berupa Logo

Pada dasarnya terkait dengan proses perpanjangan

perlindungan merek terdaftar, trakttak internasional dibidang

merek (trademark law Treaty) mensyaratkan untuk tidak

dilakukaannya pemeriksaan substantive dalam proses

perpanjangan. Khusus terhadap merek terdaftar berupa logo

atau lambang perusahaan atau badan hukum perpanjangan

dapat berlaku secara otomatis setelah melakukan pembayaran.

70

d) Tenaga Ahli Pemeriksa Merek Di Luar Pemeriksa

Dalam rangka mempercepat penyelesaian proses permohonan

pendaftaran merek dipandang perlu untuk menetapkan

tenaga ahli pemeriksa merek di luar pemeriksa fungsional, hal

ini juga dimaksudkan untuk mengatasi ketidakseimbangan

antara jumlah permohonan dan jumlah tenaga pemeriksa

merek.

e) Persyaratan Minimum dalam Permohonan Pendaftaran

Merek

Revisi UU No. 15 Tahun 2001 sebaiknya mengatur

persyaratan minimum permohonan untuk mendapatkan filing

date yaitu cukup dengan mengisi formulir dengan lengkap,

membayar biaya permohonan dan melampirkan etiket merek

yang jelas. Adapun kelengkapan dan persyaratan lainnya

dapat disusulkan.

f) Perbaikan atau Koreksi yang Dilakukan pada Permohonan

Merek

Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001, Permohonan Merek yang

sudah diajukan tidak dapat dilakukan perubahan atau

koreksi, kecuali Permohonan Merek sudah terdaftar. Dalam

rancangan undang-undang ini perbaikan atau koreksi dapat

dilakukan terhadap permohonan pendaftaran merek.

g) Perubahan Nama/Alamat/Pengalihan Hak

Dalam UU No. 15 Tahun 2001, ketentuan mengenai

perubahan Nama/Alamat/Pengalihan Hak baru dapat

dilakukan setelah permohonan Merek sudah terdaftar.

71

Dengan telah diratifikasinya Trademark Law Treaty, maka UU

No. 15 Tahun 2001 harus menyesuaikan dengan ketentuan-

ketentuan TLT yaitu perubahan Nama/Alamat/Pengalihan

Hak dapat diajukan pada tahap proses permohonan Merek.

h) Perpanjangan Jangka Waktu Perlindungan Merek

Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 yang sekarang berlaku,

permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek

dapat diajukan dalam batas waktu 12 bulan sebelum jangka

waktu perlindungan berakhir. Jangka waktu untuk

mengajukan permohonan perpanjangan Merek sebaiknya

dilakukan paling cepat 6 bulan sebelum jangka waktu

perlindungan Merek berakhir sampai dengan tanggal

berakhirnya perlindungan Merek. Perpanjangan Merek juga

masih dapat dilakukan oleh pemilik Merek terdaftar dalam

jangka waktu 6 bulan setelah tanggal berakhirnya jangka

waktu perlindungan Merek, dengan syarat bahwa Pemohon

harus dikenakan pembayaran denda. Sebaiknya

ditambahkan ketentuan mengenai penolakan atas

permohonan perpanjangan, prosedur penolakannya, dan

apabila terdapat keberatan terhadap penolakan permohonan

perpanjangan Merek.

i) Indikasi Geografis

Sebagaimana halnya dengan Merek, Indikasi-geografis

merupakan salah satu bentuk kekayaan intelektual yang

wajib diupayakan perlindungannya bagi negara-negara

anggota World Trade Organization. Ketentuan mengenai hal

72

tersebut tertuang dalam Trade Related Intellectual Property

Rights (TRIPs) khususnya Article 22 sampai dengan Article 24.

Sebagai negara kepulauan yang kaya akan pengetahuan,

tradisi, dan budaya, serta iklim tropis yang menghasilkan

berbagai macam barang yang memiliki potensi ekonomi yang

tidak kecil, sudah seharusnya Indonesia memiliki sistem

perlindungan Indikasi-geografis yang memadai. Melalui perlindungan

Indikasi-geografis yang optimal tidak saja kelestarian

lingkungan diharapkan dapat terjaga,

pemberdayaan sumber daya alam dan manusia di daerah

diharapkan dapat lebih dimaksimalkan.

Mengingat pentingnya pengaturan indikasi geografis

sebagai salah satu sarana untuk melindungi kekayaan nasional

berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia yang

terampil maka indikasi geografis perlu diatur secara lebih rinci

dalam ketentuan Undang-undang Merek.

Indikasi geografis merupakan suatu tanda yang tanpa

disadari sudah lama ada dan secara tidak langsung dapat

menunjukkan adanya kekhususan pada suatu barang yang

dihasilkan dari daerah tertentu. Tanda dimaksud selanjutnya

dapat digunakan untuk menunjukkan asal suatu barang, baik

yang berupa hasil pertanian, bahan pangan, hasil kerajinan

tangan, atau barang lainnya, termasuk bahan mentah

dan/atau hasil olahan, baik yang berasal dari hasil pertanian

maupun yang berasal dari hasil tambang.

Penunjukkan asal suatu barang merupakan hal penting,

karena pengaruh dari faktor geografis termasuk faktor alam,

faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut di

73

daerah tertentu tempat barang tersebut dihasilkan dapat

memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang tersebut.

Ciri dan kualitas barang yang dipelihara dan dapat

dipertahankan dalam jangka waktu tertentu akan melahirkan

reputasi (keterkenalan) atas barang tersebut, yang selanjutnya

memungkinkan barang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi.

Karena itu sepatutnya barang tersebut mendapat perlindungan

hukum yang memadai.

Perlindungan hukum atas Indikasi-geografis dapat

diberikan apabila pendaftarannya telah dilakukan. Maksud

pendaftaran Indikasi-geografis adalah untuk menjamin

kepastian hukum. Jangka waktu perlindungannya dapat

berlangsung secara tidak terbatas selama ciri dan/atau

kualitas yang menjadi dasar diberikannya perlindungan masih

ada. Adapun ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar

diberikannya perlindungan dituangkan dalam dokumen

deskripsi indikasi geografis, yang juga memuat informasi

tentang pengaruh lingkungan geografis, faktor alam, serta

faktor manusia yang mempengaruhi kualitas atau karakteristik

barang tersebut; selain itu juga mencakup informasi tentang:

peta wilayah, sejarah, dan tradisi, proses pengolahan, metode

pengujian kualitas barang, serta label yang digunakan.

Dokumen deskripsi indikasi geografis tersebut penyusunannya

dilakukan oleh kelompok masyarakat tempat dihasilkannya

barang dimaksud. Pemilik Indikasi-geografis adalah Pemohon

dan kelompok masyarakat di daerah tempat dihasilkannya

barang tertentu yang berkompeten untuk memelihara,

74

mempertahankan, dan memakai Indikasi-geografis sehubungan

dengan keperluan bisnis/usahanya.

j) Pengumuman Merek Melalui Media Elektronik Atau Non-

Elektronik

Pengumuman Merek sebaiknya juga dapat dilakukan melalui

media elektronik atau non elektronik. Perlu ditambahkan

ketentuan mengenai Sistem Jaringan Dokumentasi dan

Informasi Merek yang diselenggarakan melalui sarana

elektronik dan/atau sarana lainnya yang dapat diakses secara

nasional dan internasional.

k) Penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek

Penghapusan terhadap suatu merek terdaftar dapat diajukan

oleh pemilik merek yang bersangkutan, pihak ketiga yang

berkepentingan ataupun dihapus berdasarkan prakarsa

menteri.

l) Penyelesaian sengketa

Dalam rangka penyelesaian sengketa di bidang Merek, para

pihak dapat menempuh upaya melalui gugatan ganti rugi,

gugatan untuk penghentian pelanggaran penggunaan merek,

gugatan penghapusan dan gugatan pembatalan. Selain itu

dikenal pula upaya penyelesaian sengketa melalui Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

m) Ketentuan Perdata

Pada Bagian Penyelesaian Sengketa, Bagian Gugatan atas

Pelanggaran Merek sebaiknya ditambah dengan ketentuan

75

bahwa gugatan dapat pula diajukan oleh pemilik Merek

terkenal berdasarkan putusan pengadilan.

n) Ketentuan Pidana

Dengan semakin maraknya pelanggaran atau penyalahgunaan

hak atas Merek yang membahayakan kesehatan, keselamatan

jiwa manusia dan lingkungan hidup agar pelanggar jera

melakukan pelanggaran dan pemalsuan, maka sanksi pidana

denda dan hukuman terhadap pelanggaran Merek harus

diperberat.

76

BAB VI

PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan pada

Bab-bab terdahulu, tim naskah akademik RUU tentang Merek

menyimpulkan:

1. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam

perlindungan merek di Indonesia berdasarkan UU No. 15

Tahun 2001 tentang merek meliputi :

a. Prosedur pendaftaran sedara manual yang ada selama ini

belum memenuhi asas sederhana, cepat dan biaya murah.

b. Perluasan definisi merek dalam rangka mengikuti

perkembangan global

c. Penyederhanaan proses pendaftaran Merek dengan

pelaksanaan pengumuman terlebih dahulu sebelum

dilakukan permeriksaan substantive

d. Penyederhanaan persyaratan minimum permohonan

pendaftaran Merek

e. Belum ada pengaturan permohonan pendaftaran

internasional

f. Pengaturan perubahan atau koreksi yang dilakukan pada

Permohonan Merek

g. Pengaturan Perubahan Nama/Alamat Pemilik

Merek/Pengalihan Hak

h. Pengaturan mengenai indikasi Geografis

i. Pengaturan mengenai Pengumuman Permohonan Merek

tidak hanya dilakukan dalam Berita Resmi Merek saja, tetapi

77

pengumuman juga dapat diterbitkan melalui sarana

elektronik dan atau sarana non-elektronik. Perlu

ditambahkan ketentuan mengenai Sistem Jaringan

Dokumentasi dan Informasi Merek yang pelaksanaannya

dilakukan oleh Menteri serta ketentuan bahwa Sistem

Jaringan Dokumentasi dan Informasi Merek diselenggarakan

melalui sarana elektronik dan/atau sarana lainnya yang

dapat diakses secara nasional dan internasional.

j. Kebutuhan yang tidak seimbang antara jumlah pemeriksa

dengan jumlah permohonan merek

k. Belum ada pengaturan mengenai pemberatan hukum

pidana.

2. Hal-hal yang dapat dijadikan masukan untuk RUU tentang

Merek yaitu :

a. Perluasan Definisi Merek

Untuk menghindari beragam penafsiran perlu dilakukan

redefinisi mengenai pengertian merek dalam perubahan

Undang-undang tentang Merek, sehingga terdapat batasan

dan kejelasan makna, yang mencakup perlindungan merek

dalam bentuk tiga dimensi, suara, dan hologram.

b. Permohonan Pendaftaran Merek Internasional

Penambahkan ketentuan mengenai ”Permohonan Pendaftaran

Merek Internasional”, yaitu mengenai: permohonan yang

berasal dari Indonesia ditujukan ke Biro Internasional; dan

permohonan yang ditujukan ke Indonesia sebagai salah satu

Negara tujuan dari Biro Internasional; persyaratan

78

permohonan dan ketentuan lebih lanjut mengenai

Pendaftaran Merek Internasional.

c. Proses Pendaftaran

Penyederhanakan dengan pelaksanaan pengumuman

sebelum dilakukan permeriksaan substantif apabila

permohonan sudah diterima secara lengkap. Selanjutnya

apabila terdapat keberatan terhadap permohonan Merek yang

diumumkan, maka sekaligus materi keberatan dimaksud

dijadikan bahan untuk melakukan pemeriksaan substantif,

sehingga proses pemeriksaan permohonan pendaftaran Merek

akan menjadi lebih singkat.

d. Persyaratan Minimum dalam Permohonan Pendaftaran

Merek

Untuk mendapatkan filing date yaitu cukup dengan mengisi

formulir dengan lengkap, membayar biaya permohonan dan

melampirkan etiket merek yang jelas. Adapun kelengkapan

dan persyaratan lainnya dapat disusulkan.

e. Perbaikan atau Koreksi yang Dilakukan pada Permohonan

Merek

Dalam rancangan undang-undang ini perbaikan atau koreksi

dapat dilakukan terhadap permohonan pendaftaran merek

f. Perubahan Nama/Alamat/Pengalihan Hak

Dengan telah diratifikasinya Trademark Law Treaty, maka UU

No. 15 Tahun 2001 harus menyesuaikan dengan ketentuan-

ketentuan TLT yaitu perubahan Nama/Alamat/Pengalihan

Hak dapat diajukan pada tahap proses permohonan Merek.

79

g. Perpanjangan Jangka Waktu Perlindungan Merek

Jangka waktu untuk mengajukan permohonan perpanjangan

Merek sebaiknya dilakukan paling cepat 6 bulan sebelum

jangka waktu perlindungan Merek berakhir sampai dengan

tanggal berakhirnya perlindungan Merek. Perpanjangan

Merek juga masih dapat dilakukan oleh pemilik Merek

terdaftar dalam jangka waktu 6 bulan setelah tanggal

berakhirnya jangka waktu perlindungan Merek, dengan

syarat bahwa Pemohon harus dikenakan pembayaran denda.

Sebaiknya ditambahkan ketentuan mengenai penolakan atas

permohonan perpanjangan, prosedur penolakannya, dan

apabila terdapat keberatan terhadap penolakan permohonan

perpanjangan Merek.

h. Indikasi Geografis

Perlindungan hukum atas Indikasi-geografis dapat diberikan

apabila pendaftarannya telah dilakukan. Maksud pendaftaran

Indikasi-geografis adalah untuk menjamin kepastian hukum.

Jangka waktu perlindungannya dapat berlangsung secara

tidak terbatas selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi

dasar diberikannya perlindungan masih ada. Adapun ciri

dan/atau kualitas yang menjadi dasar diberikannya

perlindungan dituangkan dalam Buku Persyaratan, yang juga

memuat informasi tentang pengaruh lingkungan geografis,

faktor alam, serta faktor manusia yang mempengaruhi

kualitas atau karakteristik barang tersebut; selain itu juga

mencakup informasi tentang: peta wilayah, sejarah, dan

80

tradisi, proses pengolahan, metode pengujian kualitas barang,

serta label yang digunakan. Buku Persyaratan tersebut

penyusunannya dilakukan oleh kelompok masyarakat tempat

dihasilkannya barang dimaksud. Pemilik Indikasi-geografis

adalah Pemohon dan kelompok masyarakat di daerah tempat

dihasilkannya barang tertentu yang berkompeten untuk

memelihara, mempertahankan, dan memakai Indikasi-

geografis sehubungan dengan keperluan bisnis/usahanya.

i. Pengumuman Merek melalui media elektronik atau non-

elektronik

Pengumuman Merek sebaiknya juga dapat dilakukan melalui

media elektronik atau non elektronik. Perlu ditambahkan

ketentuan mengenai Sistem Jaringan Dokumentasi dan

Informasi Merek yang diselenggarakan melalui sarana

elektronik dan/atau sarana lainnya yang dapat diakses

secara nasional dan internasional.

j. Ketentuan Perdata

Pada Bagian Penyelesaian Sengketa, Bagian Gugatan atas

Pelanggaran Merek sebaiknya ditambah dengan ketentuan

bahwa gugatan dapat pula diajukan oleh pemilik Merek

terkenal berdasarkan putusan pengadilan.

k. Ketentuan Pidana

Dengan semakin maraknya pelanggaran dan pemalsuan

Merek yang membahayakan kesehatan dan keselamatan

jiwa manusia, agar pelanggar jera melakukan pelanggaran

dan pemalsuan, maka sanksi pidana denda dan hukuman

terhadap pelanggaran Merek harus diperberat.

81

l. Ketentuan Peralihan

Ketentuan permohonan pendaftaran merek internasional

dapat diberlakukan sejak Negara Republik Indonesia

melakukan aksesi terhadap Protokol Madrid.

3. Hal-hal yang menjadi landasan filosofis, sosiologis dan

yuridis

a. Landasan Filosofis

- Rancangan Undang-undang Tentang Merek memiliki makna

dan bermanfaat bagi kepentingan nasional;

- Melindungi kepentingan pemilik Merek yang sesungguhnya

dan yang memiliki itikad baik;

- Keseimbangan dan adil dalam mengimplementasikan sistem

Merek;

- Memperhatikan kepastian hukum dalam penegakan

hukum.

b. Landasan Sosiologis

- Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh

Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam daftar

Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan

menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin

kepada pihak lain untuk menggunakannya.

- Merek merupakan karya intelektual yang memiliki nilai

ekonomi dan dapat meningkatkan nilai tambah (added

value)/ daya saing terhadap produk yang dihasilkan oleh

sebuah perusahaan.

82

- Undang-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek

melindungi individu (pemilik Merek) atau anggota

masyarakat dalam pergaulannya dengan masyarakat secara

umum.

c. Landasan Yuridis

Pengejawantahan alinea IV Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diuraikan

dalam pasal 28C ayat (1) UUD Negara republik Indonesia

Tahun 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak

mengembangkan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak

mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan

umat manusia”. Ketentuan tersebut juga sebagai pelengkap

dari Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), dan pasal 33 UUD

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta Undang-

Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Estabilishing The World Trade Organization (Persetujuan

Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang menjadi

landasan yuridis penyusunan Rancangan Undang-Undang

Perubahan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Penggantian UU Merek diperlukan agar ketentuan dalam UU

Merek yang akan datang sinergis dengan perkembangan

global dan regional.

83

4. Sasaran yang akan diwujudkan dalam pembentukan

Rancangan Undang-undang Merek

a. Menyesuaikan dengan konvensi -konvensi di bidang Merek

baik yang sudah diratifikasi maupun yang akan diratifikasi

b. Lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat

(Pemohon Merek), memberikan kepastian hukum bagi

dunia industri, perdagangan dan investasi dalam

menghadapi perkembangan perekonomian dunia pada

masa mendatang

c. Menanggulangi kendala-kendala dalam implementasi UU

Merek

d. Mengurangi tingkat pelanggaran di bidang Merek, karena

hal ini menimbulkan kerugian negara pada sektor

perekonomian dan perdagangan

e. Menekan pelanggaran dan pemalsuan Merek, karena hal ini

membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia

B. Rekomendasi

Dari hasil kajian dan pembahasan dalam Naskah Akademik

Rancangan Undang-Undang tentang Merek ini, Tim memberikan

rekomendasi agar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang

Merek diganti dengan UU yang baru. Rekomendasi ini kami

berikan dengan alasan bahwa selain adanya perubahan secara

teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, juga ada

banyak hal yang perlu di tambahkan, diganti atau diatur lebih

lanjut, dalam hal ini pengaturan ketentuan untuk memenuhi

kepentingan nasional utamanya pengaturan mengenai proses

permohonan pendaftaran merek dan indikasi geografis, dan untuk

84

memenuhi ketentuan dan menyesuaikan perjanjian internasional

yang telah diratifikasi Indonesia. Penggantian undang-undang ini

disarankan masuk pada prioritas Tahun 2015 dan segera

diserahkan untuk dibahas oleh DPR.

85

Buku Daftar Pustaka

Abbott,Frederick et.al.,The International Intellectual Property System: Commentary and Materials. Part One (The Hague: Kluwer Law International, 1999)

Asshiddiqie, Jimly, , Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press,

Jakarta, 2006.

Attamimi, A. Hamid S., Perbedaan Antara Peraturan Perundang- Undangan dan Peraturan Kebijakan, Pidato Dies Natalis PTIK Ke - 46, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, 17 Juni 1992.

Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Tangerang: Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2011)

Buku Panduan Tentang Hak atas Kekayaan Intelektual(Tangerang: Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman RI dan JICA, 1999)

Friedman, W. “Legal Theory,” (London: Stevens & Sons Limited, 1960)

Friedman, Lawrence M., American Law(New York-London: W.W. Norton & Co., 1984)

Gautama, Sudargo, Segi-segi Hukum Hak Milik Intelektual (Bandung:

PT. Eresco, 1990)

Lindsey,Tim ed., Hak kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, cet. 4 (Bandung: PT. Alumni, 2005)

Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian Hukum Edidi I. (Kencana:

Jakarta, 2005)

Salman, Abdul R. et.al.,Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus (Kencana Prenada Media Group: 2005)

Vollmar, H.F.A., Pengantar Studi Hukum Perdata (Jilid 1), (Jakarta:

PT. Rajagrafindo Persada, 1996)

Artikel/Makalah/Jurnal

86

Allott, Antony, “The Effectiveness of Law”, Valparaiso University Law Review Volume 15, 1981

admintimnas: Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak

Kekayaan Intelektual diunduh dari http://timnaspphki.dgip.go.id/ pada tanggal 26 April 2012.

Citrawinda, Cita “Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia” (makalah disampaikan pada “Seminar HKI dan Penegakan Hukumnya”, Kedutaan Besar Perancis bekerjasama dengan Perhimpunan Masyarakat HKI Indonesia (Indonesian Intellectual Property Society/IIPS), Hotel Sofitel Gran Mahakam, Jakarta, 19- 20 September 2001.

Komar, Miekedan Ahmad M. Ramli, Perlindungan Hak Atas

Kepemilikan Intelektual Masa Kini dan Tantangan Menghadapi Era Globalisasi Abad 21, (makalah disampaikan pada Seminar Pengembangan Budaya Menghargai HAKI di Indonesia Menghadapi Era Globalisasi Abad ke-21, Lembaga Penelitian ITB-Ditjen HCPM Dep. Kehakiman RI, Sasana Budaya Ganesa, tanggal 28 November 1998)

Monten, Lina, “Geographical Indications of Origin: Should They Be Protected and Why? An Analysis of The Issue From US and EU Perspective”, Santa Clara Computer and High Technology Law Journal, Januari 2006

Konvensi, Traktat, Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Lain Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights

(TRIPs Agreement) (1994). Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001

Tentang Merek.

Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564.

Lembaran Negara Tahun 2001 No. 110.Tambahan Lembaran

Negara No. 4131.

Republik Indonesia, Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999

87

Internet http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/perlindungan-hukum-

terhadap-pemanfaatan-Merek-terkenal/

http://www.unpad.ac.id/archives/4696/artikel/ Perlindungan Kemasan Produk Belum Efektif

http://prasetyohp.wordpress.com/problematika-perlindungan-

Merek-di-indonesia/

http://pengata.wordpress.com/category/protokol-madrid/

http://haki2008.wordpress.com/tag/hak-Merek-indonesian- trademark-law-hki/

Lain-lain

Materipada “Intellectual Property Rights”, Stakeholder’s Workshop,

International Criminal. Investigative Training Assistance Program (ICITAP), Department of Justice, Amerika Serikatdan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I., Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Bali, 29 – 31 Maret 2011.

Nakabayashi, Kiyoshi “Penanganan di Pelabuhan untuk Kekayaan Intelektual” materi pada Seminar Nasional Perlindungan dan Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, 5 Desember 2011.

Fathlurachman, SH., M.M “Penegakan Hukum di Bidang Hak Kekayaan Intelektual,” materi pada Seminar Nasional Perlindungan dan Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, 5 Desember 2011.

Legal Road Show PERADI-hukumonline : “Kriteria Baku Pemeriksa Dalam Menilai Suatu Merek dan Persiapan Menyongsong Protokol Madrid”.

Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Tangerang: Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2011.

88

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR… TAHUN….

TENTANG

MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan

konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat;

b. bahwa untuk lebih meningkatkan pelayanan dan memberikan kepastian hukum bagi dunia industri, perdagangan, dan investasi dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu peraturan perundang-undangan di bidang Merek yang lebih memadai;

c. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat di bidang Merek, sehingga perlu diganti;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang- Undang tentang Merek;

Mengingat: : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis untuk membedakan barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau disediakan oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

2. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

3. Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

4. Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

5. Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

6. Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri, karakteristik yang khas dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

7. Hak atas Indikasi Geografis adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemegang hak Indikasi Geografis yang terdaftar selama ciri, karakteristik yang khas dan kualitas yang menjadi dasar diberikannya perlindungan atas Indikasi Geografis tersebut masih ada.

8. Permohonan adalah permintaan pendaftaran Merek atau pendaftaran Indikasi Geografis yang diajukan kepada Menteri.

9. Pemohon adalah orang perseorangan, beberapa orang secara bersama, atau badan usaha baik berbadan hukum maupun bukan berbadan hukum yang mengajukan Permohonan pendaftaran Merek.

10. Pemohon Pendaftaran Indikasi Geografis adalah pihak yang mengajukan

90

permohonan pendaftaran Indikasi Geografis.

11. Pemakai Indikasi Geografis adalah pihak yang mendapat izin dari pemegang hak Indikasi Geografis yang terdaftar untuk mengolah dan/atau memasarkan barang Indikasi Geografis.

12. Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis adalah suatu dokumen yang memuat informasi, termasuk ciri, karakteristik yang khas, dan kualitas barang yang terkait dengan faktor geografis dari barang yang dimohonkan Indikasi Geografisnya.

13. Pemeriksa adalah Pemeriksa Merek sebagai pejabat fungsional yang karena keahliannya diangkat dan diberhentikan oleh Menteri, untuk melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan pendaftaran Merek.

14. Kuasa adalah Konsultan Kekayaan Intelektual atau orang yang mendapat kuasa dari Pemohon.

15. Konsultan Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang kekayaan intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Kekayaan Intelektual, serta secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan Permohonan kekayaan intelektual.

16. Tim Ahli Indikasi Geografis merupakan lembaga non struktural yang melakukan penilaian mengenai Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis, dan memberikan pertimbangan/rekomendasi kepada Menteri sehubungan dengan pendaftaran, perubahan, pembatalan, pembinaan teknis dan/atau pengawasan Indikasi Geografis nasional.

17. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan minimum.

18. Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Konvensi Paris atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal penerimaan di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Konvensi Paris.

19. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis untuk menggunakan Merek terdaftar.

20. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Hukum.

22. Tanggal pengiriman adalah tanggal stempel pos dan/atau tanggal pengiriman surat secara elektronik.

23. Hari adalah hari kerja.

91

BAB II

LINGKUP MEREK

Pasal 2

1. Lingkup Undang-Undang ini meliputi:

a. Merek; dan

b. Indikasi Geografis.

2. Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Merek Dagang; dan

b. Merek Jasa.

3. Merek yang dilindungi terdiri atas tanda berupa gambar, logo, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, termasuk didalamnya bentuk 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari dua atau lebih unsur- unsur tersebut.

Pasal 3

Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut didaftar oleh Menteri.

BAB III PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK

Bagian Kesatu Syarat dan Tata Cara Permohonan

Pasal 4

(1) Permohonan pendaftaran Merek diajukan oleh Pemohon kepada Menteri secara elektronik atau non elektronik dalam bahasa Indonesia.

(2) Dalam Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan: a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan; b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon; c. nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa; d. warna-warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan

unsur-unsur warna; e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal

Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan f. kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis

jasa.

(3) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.

(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan etiket Merek dan bukti pembayaran biaya.

92

(5) Biaya Permohonan pendaftaran merek ditentukan per kelas barang dan/atau jasa.

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang biaya Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(7) Dalam hal merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa bentuk 3 (tiga) dimensi, etiket merek yang dilampirkan dalam bentuk karakteristik dari Merek tersebut.

(8) Dalam hal merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa suara, etiket Merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman suara.

(9) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan surat pernyataan kepemilikan Merek yang dimohonkan pendaftarannya.

Pasal 5

(1) Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat Pemohon.

(2) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.

(3) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.

Pasal 6

(1) Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 7

Ketentuan lebih lanjut mengenai Syarat dan Tata Cara Permohonan diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 8

(1) Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia wajib diajukan

93

melalui Kuasa. (2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyatakan dan memilih

alamat Kuasa sebagai domisili hukum di Indonesia.

Bagian Kedua Permohonan Pendaftaran Merek dengan Hak Prioritas

Pasal 9 Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris atau anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.

Pasal 10 (1) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal

5, Pasal 6, dan Pasal 8, Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas wajib dilengkapi dengan bukti penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali yang menimbulkan Hak Prioritas tersebut.

(2) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya hak mengajukan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Permohonan tersebut tetap diproses, namun tanpa menggunakan Hak Prioritas.

Bagian Ketiga

Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Merek Pasal 11

(1) Permohonan diajukan dengan memenuhi semua kelengkapan persyaratan pendaftaran Merek, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10.

(2) Dalam hal terdapat kekurangan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan/atau Pasal 8, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Penerimaan, kepada Pemohon diberitahukan agar kelengkapan persyaratan tersebut dipenuhi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan.

(3) Dalam hal kekurangan menyangkut kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, jangka waktu pemenuhan kekurangan kelengkapan persyaratan tersebut paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas.

(4) Dalam hal kelengkapan persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada

94

ayat (2) dan ayat (3) belum terpenuhi karena adanya bencana alam atau keadaan memaksa diluar kemampuan manusia, pemohon atau kuasanya dapat mengajukan permohonan secara tertulis mengenai perpanjangan jangka waktu pemenuhan kelengkapan persyaratan dimaksud.

Pasal 12

Dalam hal kelengkapan persyaratan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), Menteri memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya bahwa Permohonannya dianggap ditarik kembali.

Bagian Keempat

Tanggal Penerimaan Permohonan

Pasal 13

(1) Permohonan yang telah memenuhi persyaratan minimum diberikan Tanggal Penerimaan.

(2) Persyaratan minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. formulir Permohonan yang telah diisi lengkap;

b. etiket merek; dan

c. bukti pembayaran biaya.

Bagian Kelima Pengumuman Permohonan

Pasal 14

(1) Menteri mengumumkan Permohonan dalam Berita Resmi Merek dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

(2) Pengumuman Permohonan dalam Berita Resmi Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlangsung selama 2 (dua) bulan.

(3) Berita Resmi Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan secara berkala oleh Menteri melalui sarana elektronik dan/atau sarana lainnya.

95

Pasal 15

Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan: a. nama dan alamat Pemohon, termasuk Kuasa apabila Permohonan diajukan

melalui Kuasa;

b. kelas dan jenis barang dan/atau jasa;

c. tanggal penerimaan;

d. nama negara dan tanggal penerimaan Permohonan yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; dan

e. etiket Merek, termasuk keterangan mengenai warna dan apabila etiket Merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, disertai terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, huruf latin atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan latin.

Bagian Keenam

Keberatan dan Sanggahan

Pasal 16

(1) Selama jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri atas Permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan jika terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa Merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah Merek yang berdasarkan Undang-Undang ini tidak dapat didaftar atau ditolak.

(3) Dalam hal terdapat keberatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penerimaan keberatan, salinan surat yang berisikan keberatan tersebut dikirimkan kepada Pemohon atau Kuasanya.

Pasal 17

(1) Pemohon atau Kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 kepada Menteri.

(2) Sanggahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman salinan keberatan yang disampaikan oleh Menteri.

Bagian Ketujuh

96

Perbaikan dan Penarikan Kembali Permohonan Pendaftaran Merek.

Pasal 18

Perbaikan atas Permohonan diperbolehkan terhadap penulisan nama dan/atau alamat Pemohon atau Kuasanya.

Pasal 19 (1) Selama belum diterbitkannya sertifikat Merek atau surat penolakan dari

Menteri, Permohonan dapat ditarik kembali oleh Pemohon atau Kuasanya.

(2) Apabila penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kuasanya, penarikan itu harus dilakukan berdasarkan surat kuasa khusus untuk keperluan penarikan kembali tersebut.

BAB IV PENDAFTARAN MEREK

Bagian Kesatu Merek Tidak Dapat Didaftar dan Ditolak

Pasal 20

Merek tidak dapat didaftar jika: a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas, agama,

kesusilaan, atau ketertiban umum;

b. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

c. memuat unsur-unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

d. memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi.

e. tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

f. merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

Pasal 21

(1) Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; atau

c. Indikasi Geografis terdaftar.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula 97

diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Permohonan ditolak jika Merek tersebut:

a. merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau baik lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau

c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

(4) Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik.

Pasal 22

Terhadap merek-merek terdaftar yang kemudian dianggap/menjadi generik, maka setiap orang dapat mengajukan permohonan merek dengan menggunakan merek yang dianggap/menjadi generik tersebut dengan padanan kata lainnya, sepanjang ada unsur pembeda.

Bagian Kedua

Pemeriksaan Substantif Merek

Pasal 23

(1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21.

(2) Segala keberatan dan/atau sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 menjadi pertimbangan dalam pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(3) Dalam hal tidak terdapat keberatan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya Pengumuman, dilakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.

(4) Dalam hal terdapat keberatan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya batas waktu penyampaian sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dilakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.

(5) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) bulan.

(6) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa.

(7) Apabila diperlukan untuk melakukan pemeriksaan substantif dapat ditetapkan 98

Tenaga Ahli Pemeriksa Merek di luar Pemeriksa.

(8) Hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh Tenaga Ahli Pemeriksa Merek di luar Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat dianggap sama dengan hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh Pemeriksa, dengan persetujuan Menteri.

(9) Ketentuan lebih lanjut tentang Tenaga Ahli Pemeriksa Merek di luar Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 24

(1) Dalam hal Pemeriksa memutuskan Permohonan dapat didaftar, Menteri:

a. mendaftarkan Merek tersebut;

b. memberitahukan pendaftaran Merek tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya;

c. menerbitkan sertifikat Merek; dan

d. mengumumkan pendaftaran Merek tersebut dalam Berita Resmi Merek. (2) Dalam hal Pemeriksa memutuskan Permohonan tidak dapat didaftar atau

ditolak, Menteri memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.

(3) Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon atau Kuasanya dapat menyampaikan tanggapannya dengan menyebutkan alasannya.

(4) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya tidak menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menolak Permohonan tersebut.

(5) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Pemeriksa memutuskan tanggapan tersebut dapat diterima, Menteri melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(6) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Pemeriksa memutuskan tanggapan tersebut tidak dapat diterima, Menteri menolak Permohonan tersebut.

(7) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.

(8) Dalam hal terdapat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Menteri menyampaikan tembusan surat pemberitahuan pendaftaran atau penolakan tersebut kepada pihak yang mengajukan keberatan.

Pasal 25

(1) Sertifikat Merek diterbitkan oleh Menteri sejak Merek tersebut didaftar.

99

(2) Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a. nama dan alamat lengkap pemilik Merek yang didaftar;

b. nama dan alamat lengkap Kuasa, dalam hal Permohonan melalui kuasa;

c. tanggal Penerimaan;

d. nama negara dan tanggal penerimaan Permohonan yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas;

e. etiket Merek yang didaftarkan, termasuk keterangan mengenai macam warna apabila Merek tersebut menggunakan unsur warna, dan apabila Merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, huruf Latin dan angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin;

f. nomor dan tanggal pendaftaran;

g. kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang Mereknya didaftar; dan

h. jangka waktu berlakunya pendaftaran Merek.

(3) Dalam hal sertifikat merek yang telah diterbitkan tidak diambil oleh pemilik Merek dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan sertifikat, merek yang telah terdaftar dianggap ditarik kembali dan dihapuskan.

Pasal 26

Setiap pihak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh petikan resmi sertifikat Merek yang terdaftar dengan membayar biaya.

Bagian Ketiga

Perbaikan Sertifikat

Pasal 27

(1) Pemilik Merek terdaftar atau Kuasanya dapat mengajukan permohonan perbaikan secara tertulis kepada Menteri dalam hal terdapat kesalahan sertifikat Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

(2) Dalam hal kesalahan sertifikat Merek disebabkan oleh kesalahan Pemohon dalam mengajukan permohonan pendaftaran Merek, perbaikan sertifikat Merek dikenai biaya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perbaikan sertifikat diatur dengan Peraturan Menteri

Bagian Keempat

100

Permohonan Banding

Pasal 28

(1) Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan Permohonan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan/atau Pasal 21.

(2) Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Komisi Banding Merek dengan tembusan yang disampaikan kepada Menteri dengan dikenai biaya.

(3) Permohonan banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap keberatan serta alasan terhadap penolakan Permohonan.

(4) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tidak merupakan perbaikan atau penyempurnaan atas Permohonan yang ditolak.

Pasal 29

(1) Permohonan banding terhadap penolakan Permohonan diajukan paling lama dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan penolakan Permohonan.

(2) Dalam hal permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diajukan, penolakan Permohonan dianggap diterima oleh Pemohon.

Pasal 30

(1) Keputusan Komisi Banding Merek diberikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan banding.

(2) Dalam hal Komisi Banding Merek mengabulkan permohonan banding, Menteri menerbitkan dan memberikan sertifikat Merek kepada Pemohon atau kuasanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

(3) Dalam hal Komisi Banding Merek menolak permohonan banding, Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan tersebut.

(4) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya dapat diajukan kasasi.

Pasal 31

Dalam hal Merek terdaftar melanggar moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum, Komisi Banding Merek memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk melakukan penghapusan.

101

Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, pemeriksaan serta penyelesaian banding pada Komisi Banding Merek diatur dengan Peraturan Presiden.

Bagian Kelima

Komisi Banding Merek

Pasal 33

(1) Komisi Banding Merek merupakan badan khusus independen yang berada di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Hukum.

(2) Komisi Banding Merek terdiri atas:

a. seorang ketua merangkap anggota;

b. seorang wakil ketua merangkap anggota;

c. ahli di bidang Merek sebagai anggota;dan

d. Pemeriksa senior.

(3) Anggota Komisi Banding Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.

(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Banding Merek.

(5) Untuk memeriksa permohonan banding, Komisi Banding Merek membentuk majelis yang berjumlah ganjil paling sedikit 3 (tiga) orang, satu di antaranya adalah seorang Pemeriksa senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.

Pasal 34

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan anggota, susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi Banding Merek diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam Jangka Waktu Perlindungan dan Perpanjangan Merek Terdaftar

Pasal 35

(1) Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan.

(2) Jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

102

(3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara elektronik atau non elektronik dalam bahasa Indonesia oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi Merek terdaftar tersebut dengan dikenai biaya.

(4) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu perlindungan Merek terdaftar tersebut dengan dikenai biaya dan denda sebesar biaya perpanjangan.

Pasal 36

Permohonan perpanjangan disetujui jika pemohon melampirkan surat pernyataan tentang:

a. Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana dicantumkan dalam sertifikat Merek tersebut; dan

b. Barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih diproduksi dan diperdagangkan.

Pasal 37

(1) Permohonan perpanjangan ditolak jika Permohonan perpanjangan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.

(2) Penolakan permohonan perpanjangan diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.

(3) Keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diajukan kepada Komisi Banding Merek.

(4) Ketentuan mengenai banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29 dan Pasal 30 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penolakan permohonan perpanjangan.

Pasal 38

Perpanjangan Merek terdaftar yang berupa logo atau lambang perusahaan atau badan hukum, tidak memerlukan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, akan tetapi cukup dengan melakukan pembayaran biaya perpanjangan Merek terdaftar dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi Merek terdaftar.

Pasal 39

(1) Perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar dicatat dan diumumkan dalam berita resmi Merek.

(2) Perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Syarat dan Tata Cara permohonan

103

perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 40

(1) Permohonan pencatatan perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek terdaftar diajukan kepada Menteri dengan dikenai biaya untuk dicatat dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan tersebut.

(2) Perubahan nama dan/atau alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat proses permohonan pendaftaran merek.

(3) Perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Syarat dan Tata Cara permohonan pencatatan perubahan nama dan/atau alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB V

PENGALIHAN HAK DAN LISENSI Bagian Kesatu Pengalihan Hak

Pasal 41

(1) Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena:

a. pewarisan;

b. wasiat;

c. wakaf;

d. hibah;

e. perjanjian; atau

f. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

(2) Pengalihan hak Merek terdaftar oleh Pemilik Merek yang memiliki lebih dari satu Merek terdaftar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis hanya dapat dilakukan jika semua Merek terdaftar tersebut dialihkan kepada pihak yang sama.

(3) Pengalihan hak Merek terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimohonkan pencatatannya kepada Menteri.

(4) Permohonan pengalihan hak Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen pendukungnya.

(5) Pengalihan hak Merek terdaftar yang telah dicatat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

(6) Pengalihan hak Merek terdaftar yang tidak dicatatkan tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.

104

(7) Pencatatan pengalihan hak Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya.

(8) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat proses permohonan pendaftaran merek.

(9) Ketentuan mengenai Syarat dan Tata Cara Permohonan Pencatatan Pengalihan Hak Merek sebagaimana dimaksud ayat (1) sampai dengan (8) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua

Lisensi Pasal 42

(1) Pemilik Merek terdaftar dapat memberikan Lisensi kepada pihak lain untuk menggunakan Merek tersebut baik sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa.

(2) Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan lain.

(3) Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya kepada Menteri dengan dikenakan biaya.

(4) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat oleh Menteri dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

(5) Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.

Pasal 43

Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali diperjanjikan lain.

Pasal 44

Penggunaan Merek terdaftar di Indonesia oleh penerima Lisensi dianggap sama dengan penggunaan Merek tersebut di Indonesia oleh pemilik Merek.

Pasal 45

Ketentuan lebih lanjut mengenai Syarat dan Tata Cara Pencatatan Lisensi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini diatur dengan Peraturan Menteri.

105

BAB VI MEREK KOLEKTIF

Pasal 46 (1) Permohonan pendaftaran Merek sebagai Merek Kolektif hanya dapat diterima

apabila dalam Permohonan dengan jelas dinyatakan bahwa Merek tersebut akan digunakan sebagai Merek Kolektif.

(2) Selain penegasan mengenai penggunaan Merek Kolektif sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Permohonan wajib disertai dengan salinan ketentuan penggunaan Merek tersebut sebagai Merek Kolektif.

(3) Ketentuan penggunaan Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat pengaturan mengenai:

a. sifat, ciri umum, atau mutu barang atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan;

b. pengawasan atas penggunaan Merek Kolektif; dan

c. sanksi atas pelanggaran ketentuan penggunaan Merek Kolektif.

(4) Untuk pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pemerintah dapat mendaftarkan merek kolektif yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha dimaksud dan/atau pelayanan publik.

Pasal 47

Terhadap permohonan pendaftaran Merek Kolektif dilakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, dan Pasal 46.

Pasal 48

Pemeriksaan substantif terhadap Permohonan Merek Kolektif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 23 dan Pasal 24.

Pasal 49

(1) Pengalihan hak Merek Kolektif terdaftar wajib dimohonkan pencatatannya kepada Menteri dengan dikenai biaya.

(2) Pencatatan pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan diumumkan dalam berita resmi Merek.

Pasal 50

Merek Kolektif terdaftar tidak dapat dilisensikan kepada pihak lain.

BAB VII

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK INTERNASIONAL

106

Pasal 51

(1) Permohonan pendaftaran merek internasional dapat berupa:

a. Permohonan yang berasal dari Indonesia ditujukan ke biro internasional melalui Menteri;atau

b. Permohonan yang ditujukan ke Indonesia sebagai salah satu negara tujuan yang diterima oleh Menteri dari biro internasional.

(2) Permohonan pendaftaran merek internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, hanya dapat dimohonkan oleh:

a. Pemohon yang memiliki kewarganegaraan Indonesia;

b. Pemohon yang memiliki domisili atau tempat kedudukan hukum di Indonesia; atau

c. Pemohon yang memiliki kegiatan usaha industri atau komersial yang nyata di Indonesia.

(3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah mengajukan Permohonan atau memiliki pendaftaran Merek di Indonesia sebagai dasar Permohonan pendaftaran merek internasional.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran Merek internasional berdasarkan Protokol Madrid dan/atau ketentuan internasional lainnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII

INDIKASI GEOGRAFIS

Pasal 52

(1) Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang memiliki ciri, karakteristik yang khas, dan kualitas tertentu.

(2) Untuk memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemohon Indikasi Geografis harus mengajukan permohonan kepada Menteri.

(3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan:

a. lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu yang mengusahakan suatu barang berupa:

1. hasil alam atau kekayaan alam;

2. hasil pertanian;

3. barang kerajinan tangan; atau

4. hasil industri;

b. lembaga yang diberi kewenangan untuk itu, termasuk lembaga yang diberi kuasa oleh Pemohon Indikasi Geografis.

(4) Ketentuan mengenai pengumuman, keberatan, sanggahan, dan penarikan

107

kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 19 berlaku secara mutatis mutandis bagi permohonan pendaftaran Indikasi Geografis.

Pasal 53

(1) Untuk meningkatkan manfaat Indikasi Geografis, Menteri dapat menetapkan Kawasan Indikasi Geografis melalui Program Nasional Indikasi Geografis bekerjasama dengan instansi terkait lainnya.

(2) Semua produk Indikasi Geografis yang telah terdaftar wajib mencantumkan logo dan kode asal produk Indikasi Geografis Indonesia.

(3) Pelanggaran terhadap ayat (2) berakibat dilarangnya produsen untuk menggunakan nama Indikasi Geografis untuk barang yang diproduksi.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang penetapan Kawasan Indikasi Geografis diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IX

PENDAFTARAN INDIKASI GEOGRAFIS Bagian Kesatu

Indikasi Geografis Tidak Dapat Didaftar dan Ditolak Pasal 54

(1) Permohonan Indikasi Geografis tidak dapat didaftar apabila:

a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum;

b. menyesatkan atau memperdaya masyarakat mengenai: ciri, sifat, karakteristik yang khas, kualitas, asal sumber, proses pembuatan barang, dan/atau kegunaannya;

c. merupakan nama geografis setempat yang telah digunakan sebagai nama varietas tanaman dan digunakan bagi varietas tanaman yang sejenis, serta rumpun/galur ternak; atau

d. telah menjadi generik.

(2) Permohonan Indikasi Geografis ditolak apabila :

a. Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

b. Memiliki persamaan pada pokoknya dengan Indikasi Geografis yang sudah terdaftar.

Pasal 55

Ketentuan lebih lanjut mengenai Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Indikasi Geografis diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 56

108

(1) Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dapat dimintakan banding kepada Komisi Banding Merek.

(2) Ketentuan mengenai banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 32 berlaku secara mutatis mutandis bagi permintaan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 57

Jangka Waktu Perlindungan Indikasi Geografis

Indikasi Geografis dilindungi selama masih ada ciri, karakteristik yang khas, dan kualitas tertentu yang menjadi dasar diberikannya perlindungan Indikasi Geografis pada suatu barang.

Pasal 58

Tim Ahli Indikasi Geografis

(1) Tim Ahli Indikasi Geografis merupakan lembaga non struktural yang melakukan penilaian mengenai Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis, dan memberikan pertimbangan/rekomendasi kepada Menteri sehubungan dengan pendaftaran, perubahan, pembatalan, dan/atau pengawasan Indikasi Geografis nasional.

(2) Anggota Tim Ahli Indikasi Geografis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas para ahli yang memiliki kecakapan di bidang Indikasi Geografis yang berasal dari:

a. perwakilan dari Menteri;

b. perwakilan dari Kementerian yang membidangi masalah pertanian, perindustrian, perdagangan, dan/atau kementerian terkait lainnya;

c. perwakilan instansi atau lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan dan/atau pengujian terhadap kualitas barang; dan/atau

d. ahli lain yang kompeten.

(3) Anggota Tim Ahli Indikasi Geografis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun.

(4) Tim Ahli Indikasi Geografis dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota Tim Ahli Indikasi Geografis.

(5) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Ahli Indikasi Geografis dibantu oleh Tim Teknis Penilaian yang keanggotaannya didasarkan pada keahlian.

Pasal 59

Ketentuan lebih lanjut mengenai Syarat dan Tata Cara pengangkatan anggota, susunan organisasi, tugas, dan fungsi Tim Ahli Indikasi Geografis diatur dengan Peraturan Menteri.

109

Pasal 60

Indikasi Geografis dari Luar Negeri

(1) Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia wajib diajukan melalui Kuasanya di Indonesia atau melalui perwakilan diplomatik negara asal Indikasi Geografis di Indonesia.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat didaftar apabila Indikasi Geografis tersebut telah memperoleh pengakuan dan/atau terdaftar sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asalnya.

Pasal 61

(1) Indikasi Geografis dapat pula didaftarkan berdasarkan perjanjian internasional;

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran Indikasi Geografis dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 62

Berakhirnya Perlindungan

Indikasi Geografis

(1) Setiap pihak, termasuk Tim Ahli Indikasi Geografis dapat menyampaikan kepada Menteri hasil pengamatan bahwa ciri, karakteristik yang khas dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas Indikasi Geografis telah tidak ada.

(2) Dalam hal hasil pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan berasal dari Tim Ahli Indikasi Geografis, Menteri meneruskan hasil pengamatan tersebut kepada Tim Ahli Indikasi Geografis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya hasil pengamatan tersebut.

(3) Dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak diterimanya hasil pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tim Ahli Indikasi Geografis melakukan pemeriksaan dan memberitahukan hasil keputusannya serta langkah-langkah yang harus dilakukan kepada Menteri.

(4) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya hasil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri mempertimbangkan hasil keputusan Tim Ahli Indikasi Geografis tersebut dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan, termasuk untuk membatalkan Indikasi Geografis.

(5) Dalam hal Menteri memberikan keputusan pembatalan terhadap Indikasi Geografis, Menteri memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dan kepada seluruh Pemakai Indikasi Geografis, atau melalui Kuasanya dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya keputusan tersebut.

110

(6) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diputuskannya hasil pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), keputusan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Indikasi Geografis.

(7) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus menyatakan pembatalan Indikasi Geografis dan berakhirnya pemakaian Indikasi Geografis oleh para Pemakai Indikasi Geografis.

(8) Keberatan terhadap pembatalan Indikasi Geografis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya keputusan pembatalan tersebut.

BAB X

PELANGGARAN DAN GUGATAN

Bagian Kesatu

Pelanggaran Indikasi Geografis

Pasal 63

Pelanggaran Indikasi Geografis mencakup:

a. pemakaian Indikasi Geografis yang bersifat komersial, baik secara langsung maupun tidak langsung atas barang yang tidak memenuhi Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis;

b. pemakaian suatu tanda Indikasi Geografis yang bersifat komersial, baik secara langsung maupun tidak langsung atas barang yang dilindungi atau tidak dilindungi dengan maksud:

1. untuk menunjukkan bahwa barang tersebut sebanding kualitasnya dengan barang yang dilindungi oleh Indikasi Geografis;

2. untuk mendapatkan keuntungan dari pemakaian tersebut; atau

3. untuk mendapatkan keuntungan atas reputasi Indikasi Geografis;

c. pemakaian Indikasi Geografis yang dapat menyesatkan masyarakat sehubungan dengan asal usul geografis barang itu;

d. pemakaian Indikasi Geografis secara tanpa hak sekalipun tempat asal barang dinyatakan;

e. peniruan atau penyalahgunaan lainnya yang dapat menyesatkan sehubungan dengan asal tempat barang atau kualitas barang yang tercermin dari pernyataan yang terdapat pada:

1. pembungkus atau kemasan;

2. keterangan dalam iklan;

3. keterangan dalam dokumen mengenai barang tersebut;

4. informasi yang dapat menyesatkan mengenai asal usulnya (dalam hal pengepakan barang dalam suatu kemasan); atau

111

f. Tindakan lainnya yang dapat menyesatkan masyarakat luas mengenai kebenaran asal barang tersebut.

Bagian Kedua

Gugatan

Pasal 64

(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, dapat diajukan gugatan.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:

a. setiap produsen yang berhak menggunakan Indikasi Geografis;

b. lembaga yang mewakili masyarakat; atau

c. lembaga yang diberi kewenangan untuk itu.

(3) Ketentuan mengenai Syarat dan Tata Cara pengajuan gugatan untuk Indikasi Geografis berlaku secara mutatis mutandis ketentuan Pasal 75 sampai dengan Pasal 77 Undang-Undang ini.

Pasal 65

(1) Dalam hal sebelum atau pada saat dimohonkan pendaftaran sebagai Indikasi Geografis, suatu tanda dipakai dengan itikad baik oleh pihak lain yang tidak berhak mendaftar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3), pihak yang beritikad baik tersebut tetap dapat menggunakan tanda tersebut untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanda tersebut terdaftar sebagai Indikasi Geografis.

(2) Dalam hal tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terdaftar sebagai Merek, Menteri membatalkan dan mencoret pendaftaran merek tersebut untuk seluruh atau sebagian jenis barang yang sama setelah jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanda tersebut terdaftar sebagai Indikasi Geografis.

(3) Pembatalan dan pencoretan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.

(4) Pembatalan dan pencoretan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dan diumumkan dalam berita resmi Merek.

(5) Pembatalan dan pencoretan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas Merek tersebut untuk seluruh atau sebagian jenis barang yang sama.

(6) Keberatan terhadap pembatalan dan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga.

(7) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya dapat diajukan kasasi.

112

Pasal 66

(1) Pemegang hak atas Indikasi Geografis dapat mengajukan gugatan terhadap pemakai Indikasi Geografis yang tanpa hak berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket Indikasi Geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.

(2) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, serta memerintahkan pemusnahan etiket Indikasi Geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.

Pasal 67

Ketentuan mengenai penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 sampai dengan Pasal 94 Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan hak atas Indikasi Geografis.

BAB XI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDIKASI GEOGRAFIS

Bagian Kesatu

Pembinaan

Pasal 68

(1) Pembinaan Indikasi Geografis dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi tahap :

a. Persiapan untuk pemenuhan persyaratan permohonan Indikasi Geografis;

b. Permohonan pendaftaran Indikasi Geografis;

c. Pemanfaatan Indikasi Geografis.

Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 69

(1) Pengawasan Indikasi Geografis dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula dilakukan oleh masyarakat.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk :

a. menjamin tetap adanya ciri dan kualitas tertentu yang menjadi dasar

113

diterbitkannya Indikasi Geografis;

b. mencegah penggunaan Indikasi Geografis secara tidak sah

(4) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada pemilik Indikasi Geografis dan/atau Menteri

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Menteri

BAB XII PENGHAPUSAN DAN PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK

Bagian Kesatu Penghapusan

Pasal 70

(1) Penghapusan Merek terdaftar dapat diajukan oleh pemilik Merek yang bersangkutan kepada Menteri.

(2) Permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh pemilik Merek atau melalui Kuasanya, baik untuk sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa.

(3) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terikat perjanjian Lisensi, penghapusan hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut disetujui secara tertulis oleh penerima Lisensi.

(4) Pengecualian atas persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dimungkinkan apabila dalam perjanjian Lisensi, penerima Lisensi dengan tegas menyetujui untuk mengesampingkan adanya persetujuan tersebut.

(5) Penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan diumumkan dalam berita resmi Merek.

(6) Penghapusan merek terdaftar dapat dilakukan atas prakarsa Menteri.

(7) Penghapusan merek terdaftar atas prakarsa Menteri dapat dilakukan jika:

a. memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannnya dengan Indikasi Geografis.

b. melanggar norma agama, kesusilaan dan ketertiban umum, atau

c. memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya tradisional, warisan budaya takbenda, atau nama atau logo yang sudah merupakan tradisi turun temurun.

(8) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7) huruf a, huruf b dan huruf c, dapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Komisi Banding Merek.

Pasal 71

(1) Pemilik merek yang keberatan terhadap keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (6), ayat (7) huruf a, huruf b dan huruf c, dapat

114

mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.

(2) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Pasal 72

(1) Penghapusan Merek terdaftar dapat pula diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Niaga dengan alasan Merek tersebut tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir.

(2) Alasan Merek tidak digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal adanya: a. larangan impor; b. larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang

menggunakan Merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara; atau

c. larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (3) Penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat

dan diumumkan dalam berita resmi Merek.

Pasal 73

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penghapusan Merek Kolektif terdaftar.

Bagian Kedua Pembatalan

Pasal 74 (1) Gugatan pembatalan Merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak yang

berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan/atau Pasal 21.

(2) Pemilik Merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mengajukan Permohonan kepada Menteri.

(3) Gugatan pembatalan diajukan kepada Pengadilan Niaga terhadap pemilik Merek terdaftar.

Pasal 75

(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran Merek.

(2) Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu jika terdapat unsur

115

itikad tidak baik dan/atau Merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.

Pasal 76

(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 hanya dapat diajukan kasasi.

(2) Panitera pengadilan segera menyampaikan putusan kepada para pihak yang bersengketa.

(3) Dalam hal putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap membatalkan Merek terdaftar, Menteri melaksanakan pembatalan Merek tersebut dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 77

Alasan gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 secara mutatis mutandis berlaku terhadap Merek Kolektif terdaftar.

BAB XIII

SISTEM JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI MEREK

Pasal 78

Sistem jaringan dokumentasi dan informasi Merek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dilaksanakan oleh Menteri.

Pasal 79

Sistem jaringan dokumentasi dan informasi Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diselenggarakan melalui sarana elektronik dan/atau sarana lainnya yang dapat diakses secara nasional dan internasional.

BAB XIV

BIAYA

Pasal 80

(1) Semua biaya yang wajib dibayarkan dalam Undang-Undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Semua biaya yang telah dibayarkan melalui kas negara tidak dapat ditarik kembali.

(3) Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

116

BAB XV

PENYELESAIAN SENGKETA

Bagian Kesatu

Gugatan atas Pelanggaran Merek

Pasal 81

(1) Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:

a. gugatan ganti rugi; dan/atau

b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula diajukan oleh pemilik merek terkenal berdasarkan putusan pengadilan.

(3) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.

Pasal 82

(1) Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, pemilik Merek dan/atau penerima Lisensi selaku penggugat dapat mengajukan Permohonan kepada hakim untuk menghentikan kegiatan produksi, peredaran dan/atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan Merek tersebut secara tanpa hak.

(2) Dalam hal tergugat dituntut menyerahkan barang yang menggunakan Merek secara tanpa hak, hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Bagian Kedua

Tata Cara Gugatan pada Pengadilan Niaga

Pasal 83

(1) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), Pasal 65, Pasal 72, dan Pasal 74 diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat.

(2) Dalam hal salah satu pihak bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

(3) Panitera mendaftarkan gugatan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang

117

ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.

(4) Panitera menyampaikan gugatan kepada ketua Pengadilan Niaga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.

(5) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ketua Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang.

(6) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan didaftarkan.

(7) Sidang pemeriksaan sampai dengan putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

(8) Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

(9) Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (8) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan.

Bagian Ketiga

Kasasi

Pasal 84

Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (8) hanya dapat diajukan kasasi.

Pasal 85

(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera pada Pengadilan Niaga yang telah memutus gugatan tersebut.

(2) Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.

(3) Panitera wajib memberitahukan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan.

(4) Pemohon kasasi sudah harus menyampaikan memori kasasi kepada panitera 118

dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Panitera wajib menyampaikan memori kasasi kepada termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah memori kasasi diterima oleh panitera.

(6) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh panitera.

(7) Panitera wajib menyampaikan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tujuh) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

(8) Sidang pemeriksaan dan putusan permohonan kasasi harus diselesaikan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.

(9) Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

(10) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan isi putusan kasasi kepada panitera paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi diucapkan.

(11) Juru sita wajib menyampaikan isi putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah putusan kasasi diterima.

Bagian Keempat

Tata Cara Pelaksanaan Putusan

Pasal 86

Pelaksanaan pembatalan atau penghapusan pendaftaran Merek berdasarkan putusan pengadilan dilakukan atas permohonan pihak-pihak yang bersengketa atau kuasanya dengan melampirkan salinan resmi putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 87

(1) Pembatalan atau penghapusan pendaftaran Merek dilakukan oleh Menteri dengan mencoret Merek yang bersangkutan dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan atau penghapusan tersebut.

(2) Pembatalan atau penghapusan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan atau penghapusan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan, sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak

119

berlaku lagi.

(3) Pencoretan Merek terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam berita resmi Merek.

Bagian Kelima

Alternatif Penyelesaian Sengketa

Pasal 88

Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam bagian kesatu bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

BAB XVI

PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN

Pasal 89

Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, pemilik Merek terdaftar yang haknya dirugikan dapat meminta hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan sementara tentang:

a. pencegahan masuknya barang yang diduga hasil pelanggaran Hak atas Merek ke jalur perdagangan;

b. penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak atas Merek tersebut;

c. pengamanan barang bukti dan mencegah penghilangannya oleh pelanggar; dan/atau

d. penghentian pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar.

Pasal 90

Permohonan penetapan sementara diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat terjadinya pelanggaran Merek dengan persyaratan sebagai berikut:

a. melampirkan bukti kepemilikan Merek;

b. melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat terjadinya pelanggaran Merek;

c. melampirkan keterangan yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan, dan diamankan untuk keperluan pembuktian; dan

d. menyerahkan jaminan berupa uang tunai dan/atau jaminan bank sebanding dengan nilai barang yang akan dikenai penetapan sementara.

Pasal 91

120

(1) Apabila permohonan penetapan sementara telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, panitera Pengadilan Niaga mencatat permohonan penetapan sementara dan wajib menyerahkan permohonan tersebut dalam waktu paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam kepada ketua Pengadilan Niaga.

(2) Dalam waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan penetapan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua Pengadilan Niaga menunjuk hakim Pengadilan Niaga untuk memeriksa permohonan penetapan sementara.

(3) Dalam waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal penunjukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hakim Pengadilan Niaga harus memutuskan untuk mengabulkan atau menolak permohonan penetapan sementara.

(4) Dalam hal permohonan penetapan sementara dikabulkan, hakim Pengadilan Niaga menerbitkan surat penetapan sementara pengadilan.

(5) Surat penetapan sementara pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberitahukan kepada pihak yang dikenai tindakan penetapan sementara pengadilan dalam waktu paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam.

(6) Dalam hal permohonan penetapan sementara ditolak, hakim Pengadilan Niaga memberitahukan penolakan tersebut kepada pemohon penetapan sementara dengan disertai alasannya.

Pasal 92

(1) Dalam hal Pengadilan Niaga menerbitkan surat penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (4), Pengadilan Niaga memanggil pihak yang dikenai penetapan sementara dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterbitkannya surat penetapan sementara untuk dimintai keterangan.

(2) Pihak yang dikenai penetapan sementara dapat menyampaikan keterangan dan bukti mengenai Merek dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat penetapan sementara, hakim Pengadilan Niaga harus memutuskan untuk menguatkan atau membatalkan penetapan sementara pengadilan.

(4) Dalam hal penetapan sementara pengadilan dikuatkan, maka:

a. uang jaminan yang telah dibayarkan harus dikembalikan kepada pemohon penetapan;

b. pemohon penetapan dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran Merek; dan/atau

121

c. pemohon penetapan dapat melaporkan pelanggaran Merek kepada pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil.

(5) Dalam hal penetapan sementara pengadilan dibatalkan, uang jaminan yang telah dibayarkan harus segera diserahkan kepada pihak yang dikenai penetapan sementara sebagai ganti rugi akibat penetapan sementara tersebut.

BAB XVI

PENYIDIKAN

Pasal 93

(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana Merek.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang melakukan:

a. pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;

b. pemeriksaan terhadap Orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Merek;

c. permintaan keterangan dan barang bukti dari Orang sehubungan dengan tindak pidana di bidang Merek;

d. pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;

e. penggeledahan dan pemeriksaan di tempat yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;

f. penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Merek;

g. permintaan keterangan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Merek;

h. permintaan bantuan kepada instansi terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penetapan daftar pencarian orang, pencegahan dan penangkalan terhadap pelaku tindak pidana di bidang Merek; dan

i. penghentian penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana di bidang Merek.

(3) Dalam melakukan penyidikan, pejabat penyidik pegawai negeri sipil dapat meminta bantuan pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk kelancaran penyidikan.

(4) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikan 122

kepada penuntut umum dengan tembusan kepada pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(5) Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil disampaikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB XVII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 94

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/attau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(3) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang jenis barangnya mengancam kesehatan, lingkungan hidup, dan/atau dapat mengakibatkan kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 95

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 96

Setiap orang yang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dan Pasal 95 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

123

Pasal 97

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94, Pasal 95 dan Pasal 96 merupakan delik aduan.

BAB XVIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 98

(1) Semua permohonan yang diajukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tetapi belum selesai diproses pada tanggal berlakunya Undang-Undang ini, diselesaikan berdasarkan ketentuan Undang- Undang tersebut.

(2) Semua Merek yang telah didaftar berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan masih berlaku pada saat diundangkannya Undang- Undang ini dinyatakan tetap berlaku menurut Undang-Undang ini untuk selama sisa jangka waktu pendaftarannya.

(3) Ketentuan permohonan pendaftaran Merek internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 berlaku sejak Negara Republik Indonesia melakukan aksesi terhadap Protokol Madrid.

Pasal 99

Sengketa Merek yang masih dalam proses di pengadilan pada saat Undang-Undang ini berlaku tetap diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek sampai mendapat putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

BAB XIX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 100

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang- undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang- undangan di bidang Merek sebelum Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini.

Pasal 101

Pada Saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4131) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 102

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

124

Pasal 103

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Disahkan di Jakarta

pada tanggal ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta

pada tanggal ... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR

125

PENJELASAN I. UMUM

Perkembangan kegiatan perdagangan barang dan jasa di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini sangat menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan masih akan terus berlangsung mengingat potensi kekayaan sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia. Sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya alam maupun manusia yang sangat besar, Indonesia mempunyai peluang yang luas dalam mengembangkan perekonomian nasional.

Pengaruh globalisasi di segala bidang kehidupan masyarakat, baik di bidang sosial, ekonomi, maupun budaya semakin mendorong laju perkembangan perekonomian masyarakat. Disamping itu, dengan semakin meningkatnya perkembangan teknologi informasi dan sarana transportasi, telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan baik barang maupun jasa mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kecenderungan akan meningkatnya arus perdagangan barang dan jasa tersebut akan terus berlangsung secara terus menerus sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat. Dengan memperhatikan kenyataan dan kecenderungan seperti itu, maka menjadi hal yang dapat dipahami akan adanya tuntutan kebutuhan suatu pengaturan yang lebih memadai dalam rangka terciptanya suatu kepastian dan perlindungan hukum yang kuat. Apalagi beberapa Negara semakin mengandalkan kegiatan ekonomi dan perdagangannya pada produk- produk yang dihasilkan atas dasar kemampuan intelektualita manusia. Mengingat akan kenyataan tersebut, Merek sebagai salah satu karya intelektual manusaia yang akrab hubungannya dengan kegiatan ekonomi dan perdagangan memegang peranan yang sangat penting.

Selain dari pada itu, dengan semakin kuatnya arus globalisasi di segala bidang, termasuk sektor perdagangan barang dan jasa, sehingga kegiatan perdagangan barang dan jasa sudah tidak menganal lagi batas wilayah negara. Mekanisme pendaftaran merek internasional menjadi salah satu sistem yang dapat dimanfaatkan guna melindungi merek-merek nasional di dunia internasional. Sistem pendaftaran merek Internasional berdasarkan “Protocol Madrid” menjadi sarana yang sangat membantu para pelaku usaha Nasional untuk mendaftarkan merek mereka di Luar Negeri dengan mudah dan biaya yang terjangkau.

Disamping itu pula, keikutsertaan Indonesia meratifikasi Konvensi tentang Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang mencakup pula persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang dari Hak Kekayaan Intelektual/HAKI (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights/TRIPs) sebagaimana telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994

126

tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), telah menuntut Indonesia untuk mematuhi dan melaksanakan isi dari perjanjian internasional tersebut. Ratifikasi dari peraturan tersebut mendorong keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi Paris) yang telah disahkan dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun1997 dan Trademark Law Treaty (Traktat Hukum Merek) yang disahkan dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997. Dengan diratifikasinya perjanjian-perjanjian internasional tersebut, memuat kewajiban bagi Indonesia untuk menyesuaikan Undang-Undang Merek yang berlaku dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian internasional yang telah diratifikasi tersebut.

Salah satu perkembangan di bidang merek adalah munculnya perlindungan terhadap tipe-tipe merek baru atau yang disebut sebagai merek-merek non- tradisional. Adapun yang termasuk merek-merek non tradisional antara lain: Merek Suara, Merek Tiga Dimensi, Merek Hologram, Merek Aroma dan sebagainya. Dengan adanya perkembangan baru di bidang merek tersebut, maka dalam Undang-Undang ini lingkup merek yang dilindungi meliputi pula Merek Suara, Merek Tiga Dimensi, Merek Hologram, yang termasuk dalam kategori merek-merek nontradisional tersebut.

Selanjutnya, beberapa penyempurnaan yang dilakukan dalam Undang- Undang ini adalah dalam rangka untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pemohon Merek. Untuk lebih memudahkan bagi pemohon dalam melakukan pendaftaran merek perlu dilakukan beberapa revisi atau perubahan yang berupa penyederhanaan proses dan prosedur pendaftaran merek. Adanya pengaturan tentang persyaratan minimum permohonan akan memberikan kemudahan dalam pengajuan permohonan dengan cukup mengisi formulir permohonan, melampirkan etiket atau contoh merek yang dimohonkan pendaftaran, dan membayar biaya permohonan. Dengan memenuhi kelengkapan persyaratan minimum permohonan tersebut, suatu permohonan merek akan diberikan tanggal penerimaan atau filing date.

Perubahan terhadap alur proses pendaftaran merek dalam Undang-Undang ini dimaksudkan untuk lebih mempercepat penyelesaian proses pendaftaran merek. Dilaksanakannya pengumuman terhadap Permohonan sebelum dilakukannya pemeriksaan substatif, dimaksudkan agar pelaksanaan pemeriksaan substantif dapat dilakukan sekaligus jika ada keberatan dan/atau sanggahan sehingga tidak memerlukan pemeriksaan kembali.

Berkenaan dengan permohonan perpanjangan pendaftaran Merek, pemilik Merek diberi kesempatan tambahan untuk dapat melakukan perpanjangan pendaftaran Mereknya sampai 6 (enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu pendaftaran Merek. Ketentuan ini dimaksudkan agar pemilik Merek terdaftar tidak dengan mudah kehilangan hak atas Mereknya sebagai akibat adanya keterlambatan dalam mengajukan perpanjangan pendaftaran Merek.

127

Semakin meluasnya globalisasi di bidang perdagangan barang dan jasa menuntut adanya perlindungan Merek bagi produk nasional di negara tujuan ekspor. Mengingat hampir sebagian besar sistem perlindungan merek yang ada di dunia ini didasarkan pada suatu pendaftaran, maka untuk mendapatkan perlindungan, diperlukan adanya pendaftaran Merek tersebut di setiap negara dimana produk barang dan jasa tersebut diperdagangkan. Untuk itu perlu adanya suatu sistem pendaftaran merek internasional yang mudah, murah dan efisien. Berkenaan dengan hal tersebut dalam Undang- Undang ini memuat ketentuan mengenai pendaftaran merek internasional berdasarkan Protokol Madrid (Protocol Relating to the Madrid Agreement Concerning the International Registration of Marks). Adanya pengaturan mengenai pendaftaran Merek internasional ini akan memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha kita untuk mendaftarkan Merek secara Internasional di beberapa negara anggota Protokol Madrid. Berdasarkan sistem ini pendaftaran Merek di beberapa negara yang juga anggota Protokol Madrid, dapat dilakukan secara sekaligus dengan cukup membuat satu permohonan. Dengan demikian biaya pendaftaran merek yang dibayarkan akan menjadi lebih murah dan efisien apabila dibandingkan harus melakukan pendaftaran satu per satu di setiap negara yang dituju.

Selain dari pada itu, untuk lebih memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik merek terdaftar dari adanya pelanggaran Merek yang dilakukan oleh pihak lain, sanksi pidana terhadap pelanggaran Merek tersebut diperberat khususnya yang mengancam kesehatan manusia, lingkungan hidup dan dapat mengakibatkan kematian. Mengingat masalah Merek terkait erat dengan faktor ekonomi, maka dalam Undang-Undang ini sanksi pidana dendanya diperbesar. Disamping itu pula untuk lebih memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana merek, bentuk sanksi pidananya ada yang bersifat kumulatif.

Selama ini, ketentuan tentang penetapan sementara pengadilan belum dapat berjalan secara efektif. Adapun yang menjadi salah satu kendala yang menyebabkan tidak efektifnya ketentuan tentang penetapan sementara pengadilan adalah belum adanya pengaturan tentang tata cara pelaksanaan penetapan sementara pengadilan tersebut. Oleh karena itu pula, Undang- Undang ini memuat pengaturan tentang tata cara penetapan sementara pengadilan.

Sebagaimana pengaturan Merek dalam Undang-Undang lama, Undang- Undang ini tetap memuat pengaturan Merek dalam satu naskah. Untuk selanjutnya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Merek lama yang secara substansi tidak mengalami perubahan, masih dituangkan kembali dalam Undang-Undang ini.

128

II. PASAL DEMI PASAl

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “etiket merek” adalah contoh merek atau label yang dilampirkan dalam permohonan pendaftaran merek.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Yang dimaksud dengan ”karakteristik dari merek tersebut” adalah berupa gambar/lukisan yang dapat dilihat dari depan, samping, atas, dan bawah.

Ayat (8)

Cukup jelas.

129

Ayat (9)

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Pada prinsipnya Permohonan dapat dilakukan untuk lebih dari satu kelas barang dan/atau kelas jasa sesuai dengan ketentuan Trademark Law Treaty yang telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemilik Merek yang akan menggunakan Mereknya untuk beberapa barang dan/atau jasa.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Ketentuan ini berlaku pula bagi Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas.

Ayat (2)

Alamat kuasa pemohon dipergunakan sebagai alamat surat-menyurat

130

kepada pemohon. Sebagai contoh surat-surat terkait dengan Permohonan maupun surat panggilan pengadilan.

Pasal 9

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menampung kepentingan negara yang hanya menjadi salah satu anggota Konvensi Paris atau anggota persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia.

Yang dimaksud dengan Konvensi Paris adalah Paris Convention for the Protection of Industrial Property Tahun 1883 beserta segala perjanjian lain yang mengubah atau melengkapinya yang memuat beberapa ketentuan sebagai berikut:

a. jangka waktu untuk mengajukan permintaan pendaftaran merek dengan

menggunakan hak prioritas adalah enam bulan;

b. jangka waktu enam bulan tersebut sejak tanggal pengajuan permintaan pertama di negara asal;

c. tanggal pengajuan Permohonan tidak termasuk dalam perhitungan

jangka waktu enam bulan;

d. dalam hal jangka waktu terakhir adalah hari libur, maka pengajuan permintaan pendaftaran merek di mana perlindungan dimintakan, jangka waktu diperpanjang sampai pada permulaan hari kerja berikutnya.

Pasal 10

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "bukti Hak Prioritas” adalah berupa salinan surat permohonan pendaftaran merek yang pertama kali diajukan di Negara anggota Konvensi Paris atau anggota organisasi perdagangan dunia.

Ayat (2)

Terjemahan dilakukan oleh penerjemah tersumpah.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas.

131

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas. Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Tanggal Penerimaan dikenal dengan filing date.

Tanggal Penerimaan dapat sama dengan tanggal pengajuan Permohonan apabila seluruh persyaratan dipenuhi pada saat pengajuan Permohonan. Kalau pemenuhan kelengkapan persyaratan baru terjadi pada tanggal lain sesudah tanggal pengajuan, tanggal lain tersebut ditetapkan sebagai Tanggal Penerimaan.

Ayat (2)

Huruf a.

Cukup jelas.

Huruf b.

Cukup jelas.

Huruf c.

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “Berita Resmi Merek” adalah lembaran resmi yang diterbitkan secara berkala oleh Menteri melalui sarana elektronik dan atau sarana lainnya, dan memuat hal-hal yang

132

menurut Undang-Undang ini harus dimuat di dalamnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “sarana lainnya” antara lain papan pengumuman, jika keadaan memungkinkan, sarana lainnya itu akan dikembangkan antara lain dengan mikrofilm, mikrofiche, CD-ROM, internet.

Pasal 15

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

. Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

133

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 18

Yang dimaksud dengan perbaikan penulisan nama dan/atau alamat misalnya Fahrul Arifin menjadi Fachrul Arifin, Jl. Nuri No. 445 menjadi Jl. Nuri 10 No. 445.

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 20

Huruf a

Termasuk dalam pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketenteraman, atau keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu.

Huruf b

Merek tersebut berkaitan atau hanya menyebutkan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Huruf c

Merek berupa kata-kata yang dapat dikategorikan menunjukkan keterangan tempat pembuatan, menunjukkan kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimhonkan pendaftarannya, isi, maupun kalimat pujian tidak dapat menjadi unsur merek, termasuk pula nama-nama varietas tanaman yang dilindungi oleh Undang-undang.

134

Huruf d

Yang dimaksud dengan memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi adalah mencantumkan keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, khasiat dan/atau risiko dari produk dimaksud. Contohnya: obat yang dapat menyembuhkan seribu satu penyakit, rokok yang aman bagi kesehatan.

Huruf e

Tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas.

Huruf f

Yang dimaksud dengan nama umum dan/atau lambang milik umum, antara lain seperti rumah makan, warung kopi dan/atau lambang tengkorak, lambang tanda racun, lambang sendok dan garpu, dan lambang pompa bensin.

Pasal 21

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “persamaan pada pokoknya” adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek yang satu dengan Merek yang lainnya, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur, ataupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam merek-merek tersebut.

Huruf a

Yang dimaksud dengan Merek yang dimohonkan lebih dahulu adalah permohonan pendaftaran merek yang sudah disetujui untuk didaftar.

Huruf b

Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Di samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek tersebut yang diperoleh karena

135

promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek dimaksud di beberapa negara.

Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan ”nama badan hukum” adalah nama badan hukum yang digunakan sebagai Merek dan terdaftar.

Huruf b

Yang dimaksud dengan ”lembaga nasional” termasuk organisasi masyarakat atau organisasi sosial politik.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “Pemohon yang beritikad tidak baik” adalah Pemohon yang mendaftarkan Mereknya dengan niat untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen, termasuk pula penggunaan merek berupa bentuk tulisan, lukisan, logo, atau susunan warna yang sama dengan merek milik pihak lain.

Contohnya, Merek Dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru sedemikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Dagang A tersebut. Dalam contoh itu sudah terjadi itikad tidak baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui

136

unsur kesengajaannya dalam meniru Merek Dagang yang sudah dikenal tersebut.

Pasal 22

Cukup jelas. Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

.Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

137

Pasal 24

Ayat (1)

Huruf a.

Cukup jelas.

Huruf b.

Cukup jelas.

Huruf c.

Cukup jelas.

Huruf d.

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas. Pasal 25

138

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a.

Cukup jelas.

Huruf b.

Cukup jelas.

Huruf c.

Cukup jelas.

Huruf d.

Cukup jelas.

Huruf e.

Cukup jelas.

Huruf f.

Yang dimaksud dengan “tanggal pendaftaran” adalah tanggal didaftarnya Merek.

Huruf g.

Cukup jelas.

Huruf h.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

139

Pasal 28

Ayat (1)

Permohonan banding hanya terbatas pada alasan atau pertimbangan yang bersifat substantif, yang menjadi dasar penolakan tersebut. Dengan demikian banding tidak dapat diminta karena alasan lain, misalnya karena dianggap ditariknya kembali Permohonan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Alasan, penjelasan, atau bukti yang disertakan dalam permohonan banding harus bersifat pendalaman atas alasan, penjelasan atau bukti yang telah atau yang seharusnya telah disampaikan. Ketentuan ini perlu untuk mencegah timbulnya kemungkinan banding digunakan sebagai alat untuk melengkapi kekurangan persyaratan dalam Permohonan, mengingat kesempatan untuk melengkapi kekurangan persyaratan dalam Permohonan telah diberikan dalam tahap sebelumnya.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

140

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas. Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Ayat (1)

Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Banding Merek bekerja secara mandiri (independen) berdasarkan keahlian dan tidak dapat dipengaruhi oleh pihak mana pun.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Ahli yang dapat diangkat sebagai anggota Komisi Banding Merek dapat berasal dari kalangan pemerintah ataupun swasta.

Huruf d

Pemeriksa senior adalah Pemeriksa yang telah memiliki pengalaman yang cukup dalam melaksanakan pemeriksaan Permohonan menduduki jabatan fungsional paling rendah Pemeriksa Merek Ahli Madya.

141

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Ketentuan jumlah anggota majelis berjumlah ganjil agar jika terjadi perbedaan pendapat, putusan dapat diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 36

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 37

Ayat (1)

142

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas. Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

143

Pasal 41

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Yang dimaksud dengan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini, misalnya kepemilikan Merek karena pembubaran badan hukum yang semula pemilik Merek.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Merek yang masih dalam proses Permohonan dapat pula dimohonkan pencatatan pengalihan hak.

Ayat (4)

Dokumen yang dimaksud antara lain sertifikat Merek dan bukti lainnya yang mendukung pemilikan hak tersebut.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

144

Penentuan bahwa akibat hukum tersebut baru berlaku setelah pengalihan hak atas Merek dicatat, dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan dan mewujudkan kepastian hukum.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Merek yang masih dalam proses Permohonan dapat pula dimohonkan pencatatan pengalihan hak.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Dalam hal pemilik Merek terdaftar tidak menggunakan sendiri Mereknya dalam perdagangan barang atau jasa di Indonesia, penggunaan Merek tersebut oleh penerima Lisensi sama dengan penggunaan oleh pemilik Merek terdaftar yang bersangkutan. Hal itu berkaitan dengan ketentuan mengenai kemungkinan penghapusan pendaftaran Merek yang tidak

145

digunakan dalam perdagangan barang atau jasa dalam waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Dengan adanya ketentuan antara lain mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya, terkandung pengertian adanya persyaratan yang harus diikuti oleh pihak yang ikut menggunakan Merek Kolektif yang bersangkutan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

146

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 50

Yang dimaksud “tidak dapat dilisensikan” karena kepemilikannya bersifat kolektif dan apabila ada pihak lain yang akan menggunakan merek tersebut tidak perlu mendapat lisensi dari pemilik merek kolektif, cukup menggabungkan diri.

Pasal 51

Ayat (1)

Huruf a.

Cukup jelas.

Huruf b.

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a.

Cukup jelas.

Huruf b.

Cukup jelas.

Huruf c.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 52

147

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “Indikasi Geografis” adalah suatu indikasi atau identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah atau wilayah tertentu yang menunjukkan adanya ciri, kualitas, reputasi dan karakteristik yang khas, termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan atribut dari barang tersebut. Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah, atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Pengertian nama tempat dapat berasal dari nama yang tertera dalam peta geografis atau nama yang karena pemakaian secara terus- menerus sehingga dikenal sebagai nama tempat asal barang yang bersangkutan. Perlindungan Indikasi Geografis meliputi barang- barang yang dihasilkan oleh alam atau kekayaan alam, barang hasil pertanian, hasil kerajinan tangan; atau hasil industri tertentu lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu yang mengusahakan barang” adalah lembaga yang diberi kewenangan untuk mendaftarkan Indikasi Geografis dan lembaga itu merupakan lembaga Pemerintah atau lembaga resmi lainnya seperti koperasi, asosiasi dan lain-lain.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

148

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas. Pasal 54

Ayat (1)

Huruf a.

Cukup jelas.

Huruf b.

Cukup jelas.

Huruf c.

Cukup jelas.

Huruf d.

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a.

Cukup jelas.

Huruf b.

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas.

149

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a.

Cukup jelas.

Huruf b.

Cukup jelas.

Huruf c.

Cukup jelas.

Huruf d.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas. Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

150

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 61

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 63

151

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas. Pasal 64

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 65

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

152

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas. Pasal 66

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

153

Cukup jelas.

Pasal 69

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas. Pasal 70

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

154

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas. Pasal 71

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 72

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ”Merek tersebut tidak digunakan” adalah penggunaan Merek yang tidak sesuai dengan jenis barang dan/atau jasa yang terdaftar, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar.

Ketidak sesuaian dalam penggunaan meliputi ketidak sesuaian dalam bentuk penulisan kata atau huruf atau ketidak sesuaian dalam penggunaan warna yang berbeda.

Yang dimaksud dengan pemakaian terakhir adalah penggunaan Merek tersebut pada produksi barang atau jasa yang diperdagangkan. Saat pemakaian terakhir tersebut dihitung dari

155

tanggal terakhir pemakaian sekalipun setelah itu barang yang bersangkutan masih beredar di masyarakat.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan” antara lain pemilik merek terdaftar, jaksa, yayasan/lembaga di bidang konsumen, dan majelis/lembaga keagamaan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “Pemilik Merek” yang tidak terdaftar antara lain; pemilik merek yang beritikad baik namun tidak terdaftar, pemilik merek terkenal tetapi tidak terdaftar mereknya.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 75

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

156

Pasal 76

Pengertian bertentangan dengan “moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum” adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketenteraman, atau keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu, termasuk pula adanya itikad tidak baik.

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas. Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Ayat (1)

Dalam Undang-Undang ini diatur ketentuan mengenai kemungkinan menggunakan sebagian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berasal dari semua biaya yang berhubungan dengan Merek.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan menggunakan penerimaan adalah pemakaian PNBP berdasarkan sistem dan mekanisme yang berlaku. Dalam hal ini seluruh penerimaan disetorkan langsung ke kas negara sebagai PNBP.

157

Pasal 81

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pemberian hak untuk mengajukan gugatan perdata berdasarkan perbuatan curang yang dilakukan oleh pihak lain dimaksudkan untuk memberika perlindungan hukum kepada pemilik merek terkenal meskipun belum terdaftar dalam Daftar Umum Merek.

Ayat (3)

Cukup jelas. Pasal 82

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 83

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Ketua Pengadilan Niaga adalah Ketua Pengadilan Negeri di tempat Pengadilan Niaga itu berada.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan panitera dalam Undang-Undang ini adalah panitera pada Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga.

Ayat (4)

158

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan juru sita adalah juru sita pada Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas. Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

159

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Yang dimaksud dengan “berkas perkara kasasi” adalah permohonan kasasi, memori kasasi, dan/atau kontra memori kasasi serta dokumen lain.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Ayat (10)

Cukup jelas.

Ayat (11)

Cukup jelas. Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 88

160

Cukup jelas.

Pasal 89

Huruf a

Yang dimaksud barang dalam ketentuan ini termasuk barang impor.

Huruf b

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pihak pelanggar menghilangkan barang bukti.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas. Pasal 90

Huruf a

Yang dimaksud dengan ”bukti kepemilikan Hak atas Merek” adalah sertifikat Merek.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Keterangan tersebut berupa uraian jenis barang atau jenis jasa yang diduga sebagai produk hasil pelanggaran Merek.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 91

Ayat (1)

Cukup jelas.

161

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas. Pasal 92

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (5)

162

Cukup jelas.

Pasal 93

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Ayat (3)

163

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas. Pasal 94

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan jenis barang yang mengancam kesehatan dan/atau keselamatan jiwa manusia dan lingkungan hidup antara lain produk farmasi, suku cadang kendaraan, barang-barang elektronik, pestisida dan produk berbahan kimia lainnya.

Pasal 95

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 96

Cukup jelas

Pasal 97

Cukup jelas

Pasal 98

Ayat (1)

Cukup jelas.

164

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 99

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas.

Pasal 101

Cukup jelas.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR….

165