Naskah Akademik RUU BPJS

download Naskah Akademik RUU BPJS

of 19

Transcript of Naskah Akademik RUU BPJS

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    1/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 1 dari 19

    !

     

    Mengapa RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu segera disusun?

    Apakah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pembentukan Persero Jamsostek,

    Persero Taspen, Persero Asabri dan Persero Askes belum mencukupi untuk dijadikan dasar

    hukum bagi penyelenggara program jaminan sosial sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun

    2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)?

    Status hukum PT. (Persero) Jamsostek, PT. (Persero) Taspen, PT. (Persero) Asabri dan PT.

    Askes Indonesia (Persero) pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Agustus 2005

    terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005 dalam posisi transisi. Mengapa dalam posisi transisi?

    Karena Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 40 Tahun 2004   yang menyatakan ke-4 (empat)

    Persero tersebut sebagai BPJS menurut UU No. 40 Tahun 2004  dinyatakan bertentangan

    dengan Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

    mengikat. Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya menyatakan antara lain:

    “seandainya pembentuk undang-undang bermaksud menyatakan bahwa selama ini belum

    terbentuk BPJS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) badan-badan sebagaimana dimaksud

    pada ayat (3) diatas diberi hak untuk bertindak sebagai BPJS, maka hal itu sudah cukup

    tertampung dalam Pasal 52 UU No. 40 Tahun 20041. Selanjutnya Mahkamah Konstitusi

    berpendapat bahwa ketentuan Pasal 52 UU No. 40 Tahun 2004  justru dibutuhkan untuk mengisi

    kekosongan hukum (rechstsvacuum ) dan menjamin kepastian hukum (rechtszckerheid ) karena

    belum adanya BPJS yang memenuhi persyaratan agar UU No. 40 Tahun 2004  dapat

    dilaksanakan.2 

    Lebih lanjut Mahkamah Kostitusi dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa UU No. 40

    Tahun 2004 tidak boleh menutup peluang Pemerintah Daerah untuk ikut juga mengembangkan

    Sistem Jaminan Sosial. Perumusan Pasal 5 UU No. 40 Tahun 2004 menurut Mahkamah

     !

    KEMENTERIAN KOORDINATOR

    BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT

    REPUBLIK INDONESIA

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    2/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 2 dari 19

    !

    Konstitusi menutup peluang Pemerintah Daerah untuk ikut mengembangkan suatu sub sistem

     jaminan sosial dalam kerangka sistem jaminan sosial dalam kerangka sistem jaminan sosial

    nasional sesuai dengan kewenangan yang diturunkan dari Ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan (5)UUD 1945.

    Selanjutnya Mahkamah Konstitusi menambahkan bahwa dengan adanya Pasal 5 ayat (4) dan

    dikaitkan dengan Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004 tidak memungkinkan bagi Pemerintah

    Daerah untuk membentuk BPJS tingkat daerah. Oleh karena itu Pasal 5 ayat (4) UU No. 40

    Tahun 2004 juga dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan

    hukum mengikat.

    Bertitik tolak dari uraian diatas dapat dikemukakan 4 (empat) alasan yang dijadikan pertimbangan

    mengapa RUU BPJS perlu segera disusun:1. Sebagai pelaksanaan UU No. 40 Tahun 2004 pasca Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap

    perkara Nomor 007/PUU-III/2005.

    2. Untuk memberikan kepastian hukum bagi BPJS dalam melaksanakan program jaminan sosial

    berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004.

    3. Sebagai dasar hukum bagi pembentukan BPJS tingkat daerah yang dapat dibentuk dengan

    peraturan daerah dengan memenuhi ketentuan tentang sistem jaminan sosial nasional

    sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004.

    4. Untuk meningkatkan kinerja BPJS tingkat nasional dan sub sistemnya pada tingkat daerah

    melalui peraturan yang jelas mengenai tugas pokok, fungsi, organisasi yang efektif,

    mekanisme penyelenggaraan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance ,

    mekanisme pengawasan, penanganan masa transisi dan persyaratan untuk dapat

    membentuk BPJS daerah.

    Undang-undang tentang BPJS harus sudah ditetapkan paling lambat pada tanggal 19 Oktober

    2009, sesuai dengan ketentuan Pasal 52 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2004. Waktu yang tersedia

    untuk proses penyusunan UU BPJS + 2,5 tahun lagi. Dalam waktu yang tersedia tersebut perlu

    dilakukan langkah-langkah terencana untuk penyusunan RUU, harmonisasi RUU, pengajuan

    kepada Presiden, pengajuan usul agar RUU BPJS dijadikan prioritas Program Legislasi Nasional,

    pembahasan di DPR dan pengesahannya menjadi undang-undang. Jika tidak dikuatirkan bataswaktu penetapan UU BPJS yang ditentukan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tidak dapat dipenuhi.

    Pasal-pasal yang terkait dalam UU No. 40 Tahun 2004 yang menjadi dasar hukum pembentukan

    BPJS:

    1. Pasal 1 angka (6) menentukan : ”BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk

    menyelenggarakan program jaminan sosial”

    " !

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    3/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 3 dari 19

    !

    2. Pasal 4 menentukan SJSN diselenggarakan berdasarkan pada prinsip:

    a. kegotong royongan;

    b. nirlaba;c. keterbukaan;

    d. kehati-hatian;

    e. akuntabilitas;

    f. portabilitas;

    g. kepesertaan bersifat wajib;

    h. dana amanat; dan

    i. hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

    program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

    3. Pasal 5 menentukan : ”BPJS harus dibentuk dengan undang-undang”. Selanjutnya Pasal 52ayat (1) pada intinya menyatakan bahwa pada saat UU No. 40 Tahun 2004 mulai berlaku

    Persero Jamsostek, Persero Taspen, Persero Asabri dan Persero Askes tetap berlaku

    sepanjang belum disesuaikan dengan UU No. 40 Tahun 2004. Dalam ayat (2) ditentukan :

    ”semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    disesuaikan dengan undang-undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak undang-undang ini

    diundangkan”.

    4. Pasal 47 yang menentukan bahwa Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan

    oleh BPJS secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-

    hatian, keamanan dana dan hasil yang memadai. Tata cara pengelolaan dan pengembangan

    Dana Jaminan Sosial sebagaimana tersebut diatas diatur lebih lanjut dalam Peraturan

    Pemerintah.

    5. Pasal 48 menentukan bahwa Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna

    menjamin terpeliharanya kesehatan keuangan BPJS. Apa, bagaimana, kapan dan

    konsekuensi tindakan khusus yang dapat dilakukan oleh Pemerintah tidak ada penjelasannya

    dan juga tidak ada pendelegasian untuk mengatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan.

    6. Pasal 49 yang menentukan BPJS mengelola pembukuan sesuai dengan standar akuntansi

    yang berlaku.

    Kemudian ditentukan bahwa subsidi silang antar program dengan membayarkan manfaat

    suatu program dari dana program lain tidak diperkenankan. Dalam penjelasan dikemukakan

    bahwa subsidi silang yang tidak diperkenankan dalam ketentuan ini misalnya dana pensiun

    tidak dapat digunakan untuk mempunyai Jaminan Kesehatan (JK) dan sebaliknya.

    Selanjutnya di tentukan bahwa peserta berhak setiap saat memperoleh informasi tentang

    akumulasi iuran dan hasil pengembangannya serta manfaat dari jenis program Jaminan Hari

    Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM).

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    4/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 4 dari 19

    !

    BPJS wajib memberikan informasi akumulasi iuran berikut hasil pengembangannya kepada

    setiap peserta JHT. Se-kurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.

    Sayangnya UU No. 40 Tahun 2004 tidak mengatur secara lebih jelas tentang kewajiban yang

    harus dipenuhi oleh BPJS dan hak-hak yang diperoleh oleh peserta. UU No. 40 Tahun 2004 

     juga tidak mendelegasikan pengaturan lebih lanjut pelaksanaan teknis dari ketentuan Pasal

    49 tersebut. Hal ini perlu mendapat perhatian dalam penyusunan RUU BPJS agar ketentuan

    Pasal 49 tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dalam praktek.

    7. Pasal 50 menentukan BPJS wajib membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar

    praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum. Dalam penjelasan dikemukakan bahwa

    cadangan teknis menggambarkan kewajiban BPJS yang timbul dalam rangka memenuhi

    kewajiban dimasa depan kepada peserta.

    8. Pasal 51 menentukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan BPJS dilakukan oleh

    instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Pasal ini juga tidak jelas menentukan instansi mana yang berwenang untuk melakukan

    pengawasan terhadap pengelolaan keuangan BPJS dan tidak juga menunjuk peraturan

    perundang-undangan mana yang dimaksud.

    9. Pasal 52 ayat (1), 4 (empat) Perusahaaan Perseroan (persero) yang telah ada pada saat UU

    No. 40 Tahun 2004 mulai berlaku, dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan

    dengan UU No. 40 Tahun 2004 yaitu :

    a. Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang

    dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan

    Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992

    tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 14,

    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468);

    b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan Dan Asuransi Pegawai Negeri

    (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang

    Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan Asuransi Pegawai Negeri

    Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun

    1981 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun

    Pegawai Dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906), Undang-undang

    Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok–Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara RI Tahun

    1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3014) sebagaimana telah diubah

    dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Lembaran Negara RI Tahun 1999

    Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah

    Nomor 25, Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara

    Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3200);

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    5/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 5 dari 19

    !

    c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik

    Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991

    tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial AngkatanBersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran

    Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 88);

    d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) yang dibentuk

    dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk

    Perusahaan Umum (Perum) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor

    16);

    Dari uraian diatas dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

    1. BPJS adalah badan hukum bersifat nirlaba yang harus dibentuk dengan undang-undang

    untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Secara teoritis BPJS merupakan badan

    hukum yang ingesteld 4 (dibentuk) oleh open baar gezag  (penguasa umum) dalam hal ini oleh

    pembentuk undang-undang dengan undang-undang.

    2. Sepanjang belum disesuaikan dengan UU No. 40 Tahun 2004 maka pada saat UU No. 40

    Tahun 2004 mulai berlaku Persero JAMSOSTEK, Taspen, Asabri dan Askes tetap berlaku

    dengan kewajiban untuk menyesuaikan semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS

    tersebut dengan UU No. 40 Tahun 2004 paling lambat 5 (lima) tahun sejak UU No. 40 Tahun

    2004 diundangkan.

    3. UU No. 40 Tahun 2004 tidak secara tegas menentukan program jaminan sosial yang

    diselenggarakan oleh masing-masing BPJS.4. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Agustus 2005 Pemerintah Daerah dapat

    membentuk BPJS Daerah sebagai sub sistem penyelenggaraan program jaminan sosial

    sebagaimana diatur ddalam UU No. 40 Tahun 2004.

    5. Pasal 48, 49 dan Pasal 51 UU No. 40 Tahun 2004 yang terkait dengan BPJS belum jelas

    definisi operasionalnya dan tidak ada pendelegasian untuk mengatur lebih lanjut dalam

    peraturan pelaksanaan, karena itu perlu diperhatikan dalam penyusunan RUU BPJS.

    6. Ketentuan lebih lanjut Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) diatur dalam Peraturan

    Pemerintah.

    7. Selama belum terbentuk BPJS senagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (1) badan-badansebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (3) diberi hak untuk bertindak sebagai BPJS

    5,

    sampai semua ketentuan yang mengatur BPJS tersebut disesuaikan dengan ketentuan UU

    No. 40 Tahun 2004 paling lambat dalam waktu 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang SJSN

    diundangkan.

    # $ % &' ( ' () *  +,

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    6/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 6 dari 19

    !

    Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, terbuka

    peluang bagi Pemerintah Daerah untuk membentuk BPJS Daerah sebagai sub sistem

    penyelenggaraan jaminan sosial berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004.

    Perlu dikemukakan bahwa jangkauan kepesertaan program jaminan sosial sampai saat ini masih

    sangat terbatas. Perluasan kepesertaan menurut UU No. 40 Tahun 2004 dilakukan secara

    bertahap, diawali dengan program Jaminan Kesehatan (JK) bagi fakir miskin dan orang yang

    tidak mampu sebagai penerima bantuan iuran. Pentahapan pendaftaran penerima bantuan iuran

    sebagi peserta jaminan sosial akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah6. Demikian

    pula mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja bagi

    tenaga kerja yang melakukan pekerjaan diluar hubungan kerja diatur dengan Peraturan

    Pemerintah7. Sampai sekarang Peraturan Pemerintah dimaksud belum ditetapkan.

    *  # - # ) &.& / 0*1  " - ) 2 # / 0"1

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    7/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 7 dari 19

    !

     

    1. Untuk meelaksanakan perintah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

    Jaminan Sosial Nasional Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 52

    ayat (2).

    2. Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 007/PUU-III/2005 bahwa ”pengembangan

    sistem jaminan sosial adalah bagian dari pelaksanaan fungsi pelayanan sosial negara yang

    kewenangan untuk menyelenggarakannya berada ditangan pemegang kekuasaan

    pemerintahan negara, dimana kewajiban pelaksanaan SJSN tersebut sesuai dengan Pasal

    18 ayat (5) UUD 1945 sebagaimana dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang

    Pemerintah Daerah, khususnya Pasal 22H bukan hanya menjadi kewenangan Peemerintah

    Pusat tetapi dapat juga menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah, maka UU No. 40 Tahun

    2004 tidak boleh menutup peluang Pemerintah Daerah untuk ikut juga mengembangkan

    Sistem Jaminan Sosial”.

    3. Untuk menyesuaikan kondisi pengaturan penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku

    sekarang ini sesuai dengan prinsip-prinsip jaminan sosial sebagaimana tercantum pada

    Pasal 4 UU No. 40 Tahun 2004.

    a. kegotong royongan;

    b. nirlaba;

    c. keterbukaan;

    d. kehati-hatian;

    e. akuntabilitas;

    f. portabilitas;

    g. kepesertaan bersifat wajib;

    h. dana amanat; dan

    i. hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

    program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

    4. Untuk adanya kepastian hukum penyelenggaraan program jaminan sosial sebagaimana

    diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004 secara efektif dan efisien guna menjamin seluruh rakyat

    agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.

    5. Untuk menyusun kembali penyelenggaraan pilar-pilar jaminan sosial yang lebih terarah oleh

    BPJS sesuai dengan standar kompetensi dan profesionalitas sehingga mampu memperluas

    cakupan kepesertaan dan meningkatkan manfaat jaminan sosial sebesar-besarnya bagi

    terpenuhinya kebutuhan dasar hidup rakyat yang layak.

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    8/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 8 dari 19

    !

    6. Penyesuaian struktur, organisasi, tata kerja, mekanisme, dan managemen pengelolaan dana

    BPJS, untuk memberikan ruang gerak bagi pelaksanaan UU No. 40 Tahun 2004 sesuai

    dengan prinsip-prinsip tata kelola publik yang baik (public governance ).

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    9/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 9 dari 19

    !

     

    1. Untuk mengatur pembentukan, tugas pokok, fungsi, organisasi, dan mekanisme kerja BPJS

    Nasional yang mengelola dana amanah dan bukan kekayaan negara yang dipisahkan seperti

    kekayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

    No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 angka 1.

    2. Mengatur norma standar pembentukan BPJS termasuk badan penyelenggara yang dapat

    dibentuk dengan Peraturan Daerah dengan memenuhi ketentuan:

    a. Pasal 23A UUD 1945 yang menentukan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa

    untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang.

    b. Pasal 5 UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN yang mengatur Badan Penyelenggara

    Jaminan Sosial.

    c. Pasal 157 huruf a angka 3 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk

    memastikan bahwa dana amanah tidak dapat dikatagorikan dalam pendapatan asli

    daerah yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    10/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 10 dari 19

    !

      !

    1. Mentranformasikan Badan Penyelenggara yang ada sekarang yaitu PT. (Persero) Jamsostek,

    PT. (Persero) Taspen, PT. (Persero) Asabri dan PT. Askes Indonesia (Persero) menjadi

    BPJS menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2004. Untuk itu, pengaturan dalam RUU BPJS

    diarahkan untuk:

    a. Menegaskan pembentukan BPJS Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes dengan UU ini.

    b. Menetapkan status BPJS sebagai badan hukum yang bersifat nirlaba untuk

    menyelenggarakan JS dalam memenuhi sebesar-nesarnya kepentingan peserta.

    c. Mengatur kembali pilar-pilar jaminan sosial yang diselenggarakan masing-masing BPJS

    sebagai berikut:

    i. BPJS Jamsostek menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),

    Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kematian (JKM) untuk seluruh kelompok

    rakyat;

    ii. BPJS Taspen menyelenggarakan program Jaminan Pensiun (JP) seluruh

    kelompok rakyat;

    iii. BPJS Askes menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan (JK) seluruh

    kelompok rakyat;

    iv. BPJS Asabri menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),

    Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM)

    untuk TNI/Polri, Janda/Duda TNI/Polri.

    d. Mengatur kembali pengelolaan dana jaminan sosial sebagai dana amanat milik seluruh

    peserta yang dihimpun dari iuran peserta dan hasil pengembangannya untuk:

    i. pembayaran manfaat kepada peserta;

    ii. pembayaran operasional penyelenggaraan program jaminan sosial

    e. Membangun kembali struktur organisasi BPJS yang ramping dan kaya fungsi, serta

    standar operasional dan prosedur kerja BPJS yang sesuai dengan prinsip-prinsip good

    (public)governance .

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    11/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 11 dari 19

    !

    "# !$ % $& ' '' "(

    BPJSDaerah

    PRESIDEN

    DJSN

    PEMDADewan

    PenasehatDaerah

    UU No. 40/2004UU No. 32/2004

    PERDA

    UU BPJS

    AnggaranPemerintah(Pajak)

    Kontribusi

    Sekretariat

    Pusat

    BPJSJamsostek

    BPJSTaspen

    BPJSAskes

    BPJSAsabri

    BPJS CabJamsostek

    BPJS CabTaspen

    BPJS CabAskes

    BPJS CabAsabri

    SekretariatCabang

    Monev

    Monev

    Monev

    Konsultasi

    Regulasi &

    Kontribusi

    2. Menetapkan mekanisme penyelenggaraan SJSN, dengan mengikutsertakan seluruh tingkat

    pemerintahan, DJSN, BPJS di tingkat nasional dan tata kerjanya di t ingkat daerah.

    3. Memberi kepastian hukum untuk proses transformasi dari penyelenggaraan jaminan sosial

    oleh BUMN menuju penyelenggaraan berbasis dana amanah.

    4. Menetapkan mekanisme pengawasan pelaksanaan program jaminan sosial dengan

    memberikan peranan kepada Pemerintah Daerah melalui Sekretariat DJSN di daerah.

    5. Membangun manajemen sistem informasi BPJS yang terkait dengan peran pemangku

    kepentingan SJSN.

    6. Membangun sistem penyelesaian keluhan dan penyelesaian sengketa dalam

    penyelenggaraan program jaminan sosial.

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    12/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 12 dari 19

    !

    )  # !

    RUU BPJS disusun dengan sistematika sebagai berikut:

    Bab Tentang Muatan

    I Ketentuan Umum Pengertian beberapa istilah yang digunakan dalamRancangan Undang-Undang ini.

    II Prinsip Penyelenggaraan danStandar Kompetensi

    1. Prinsip-prinsip penyelenggaraan.

    2. Standar kompetensi:

    a. Input: keuangan dan aset, organisasi,administrasi, kepesertaan;

    b. Proses: prosedur pemungutan,pengumpulan, dan pembayaran/ pelayanan;

    c. Hasil monitoring dan evaluasi, sertamanajemen sistem informasi.

    III Pendirian Badan PenyelenggaraJaminan Sosial

    1. Pernyataan pembentukan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial berikut program jaminan sosialyang dikelolanya.

    2. Status hukum sebagai badan hukum.

    3. Independensi.

    Badan Penyelenggara Jaminan

    Sosial Tingkat Nasional

    IV

    Bagian Pertama

    Kewajiban Badan PenyelenggaraJaminan Sosial dalamPenyelenggaraan Program JaminanSosial

    1. Memberikan nomor identitas tunggal kepadasetiap peserta dan anggota keluarganya.

    2. Memberikan informasi tentang hak dankewajiban kepada peserta dan mengikutiketentuan yang berlaku.

    3. Memberikan konpensasi dalam hal di suatudaerah belum tersedia fasilitas kesehatan yangmemenuhi syarat guna memenuhi kebutuhanmedik sejumlah peserta (diatur lebih lanjutdengan PerPres untuk JK dan dengan PP untukJKK).

    4. Membayar fasilitas kesehatan atas pelayananyang diberikan kepada peserta paling lambat 15(lima belas) hari sejak permintaan pembayaranditerima.

    5. Mengelola dan mengembangkan dana jaminansosial secara optimal denganmempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,kehati-hatian, keamanan dana dan hasil yangmemadai (diatur lebih lanjut dengan PP).

    6. Memberikan informasi akumulasi iuran berikuthasil pengembangannya kepada setiap peserta

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    13/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 13 dari 19

    !

    Bab Tentang Muatan

    JHT sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

    7. Membentuk cadangan teknis sesuai denganstandar praktek aktuaria yang lazim danberlakuumum (diatur lebih lanjut dengan PP).

    8. Melakukan kesepakatan dengan asosiasi fasilitaskesehatan disuatu wilayah untuk menetapkanbesarnya pembayaran kepada fasilitaskesehatan untuk setiap wilayah.

    9. Mengembangkan sistem pelayanan kesehatan,sistem kendali mutu pelayanan kesehatan untukmeningkatkan efisiensi dan efektivitas JK.

    10. Mengelola pembukuan sesuai dengan standarakuntansi yang berlaku.

    Bagian KeduaHak Badan Penyelenggara JaminanSosial Dalam PenyelenggaraanProgram Jaminan Sosial

    1. Mengumpulkan iuran peserta jaminan sosial.2. Memperoleh dana operasional untuk biaya

    pengelolaan BPJS.

    Bagian Ketiga

    Organ Badan Penyelenggara JaminanSosial

    1. Dewan Direksi (Presiden dibantu oleh seorangDeputi Keuangan dan seorang DeputiAdministrasi, serta satu atau lebih deputi sesuaidengan jumlah program jaminan sosial yangdiselenggarakan).

    2. Kualifikasi dan kompetensi.

    3. Pengangkatan dan pemberhentian.

    4. Tugas dan wewenang Dewan Direksi.

    5. Unit-unit kerja.6. Kesekretariatan dan sumber daya.

    7. Kantor lokal.

    8. Peraturan internal (Anggaran Dasar danAnggaran Rumah Tangga yang ditetapkan olehDewan Direksi).

    Pendirian Badan PenyelenggaraJaminan Sosial di Tingkat Daerah

    V

    Bagian Kesatu

    Pendirian Badan Penyelenggara

    Jaminan Sosial Tingkat Daerah

    1. Pernyataan dapat dibentuknya BadanPenyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daeraholeh Pemerintah Daerah dengan Peraturan

    Daerah.

    2. Peraturan Daerah tentang pembentukan BadanPenyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerahdibatasi untuk penyelenggaraan program jaminansosial untuk kelompok masyarakat yang iurannyadibiayai dengan APBD.

    3. Ketentuan untuk memenuhi prinsippenyelenggaraan program jaminan sosialsebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 40Tahun 2004.

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    14/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 14 dari 19

    !

    Bab Tentang Muatan

    4. Sebagai wadah konsultasi Badan Penyelenggara

    Jaminan Sosial Tingkat Daerah, dibentuk DewanPenasehat Daerah oleh masing-masingPemerintah Daerah yang beranggotakan unsur-unsur pemangku kepentingan.

    Bagian Kedua

    Norma, Standar, dan Prosedur

    1. Norma mengenai kepesertaan, besaran iuran,dan manfaat harus mengacu kepada peraturanperundang-undangan pelaksanaan UU No. 40Tahun 2004.

    2. Standar kualitas dan kompetensi mengacu padaBab II.

    Bagian Ketiga

    Organ Badan Penyelenggara Jaminan

    Sosial Daerah

    1. Kepala dibantu oleh seorang Wakil KepalaBidang Keuangan dan seorang Wakil KepalaBidang Administrasi, serta satu atau lebih WakilKepala sesuai dengan jumlah program jaminansosial yang diselenggarakan.

    2. Kualifikasi dan kompetensi.

    3. Pengangkatan dan pemberhentian.

    4. Tugas dan wewenang pengurus.

    5. Unit-unit kerja.

    6. Kesekretariatan dan sumber daya.

    Bagian Keempat

    Pendirian Asosiasi BadanPenyelenggara Jaminan Sosial TingkatDaerah

    1. Di setiap provinsi dapat dibentuk sebuahAsosiasi Badan Penyelenggara Jaminan SosialTingkat Daerah dan mencakup keseluruhanprogram.

    2. Tujuan pendirian sebagai wadah komunikasiuntuk mewakili kepentingan BadanPenyelenggara Jaminan Sosial Tingkat Daerahdengan Dewan Jaminan Sosial Nasional,Pemerintah Daerah, dan fasilitas pelayanan jaminan sosial.

    Prosedur Administratif

    Bagian Pertama

    Badan Penyelenggara Jaminan SosialNasional

    1. Tata cara pengambilan keputusan.

    2. Tata cara pelaksanaan kewajiban BadanPenyelenggara Jaminan Sosial untukmenyampaikan informasi tentang:

    a. hak dan kewajiban peserta;b. akumulasi iuran beserta hasil

    pengembangan.

    3. Tata cara penerbitan kartu identitas peserta.

    VI

    Bagian Kedua

    Badan Penyelenggara Jaminan SosialTingkat Daerah

    Tata cara pengambilan keputusan dan pelaksanaankewajiban Badan Penyelenggara Jaminan SosialTingkat Daerah diatur dalam Peraturan Daerahpembentukannya.

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    15/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 15 dari 19

    !

    Bab Tentang Muatan

    Pertanggungjawaban Badan

    Penyelenggara Jaminan Sosial

    Bagian Pertama

    Badan Penyelenggara Jaminan SosialNasional

    1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosialbertanggung jawab mengenai kepesertaan,pengelolaan dan pengembangan dana mengikutiprinsip-prinsip dana amanah, serta kebijakanumum jaminan sosial kepada Presiden melaluiDewan Jaminan Sosial Nasional.

    2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajibmelaporkan dan memberikan dokumen daninformasi tentang penyelenggaraan program jaminan sosial kepada Dewan Jaminan SosialNasional secara berkala.

    3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajibmenyelenggarakan dan menjalankan kebijakanumum dan kebijakan investasi, sertarekomendasi yang ditetapkan oleh DewanJaminan Sosial Nasional secara optimal denganmempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yangmemadai.

    4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosialbertanggung jawab memberikan pelayanan yangberkelanjutan dan setara, sesuai dengan prinsippenyelenggaraan Sistem Jaminan SosialNasional

    VII

    Bagian Kedua

    Badan Penyelenggara Jaminan SosialTingkat Daerah

    1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat

    Daerah bertanggung jawab mengenaikepesertaan, pengelolaan dan pengembangandana mengikuti prinsip-prinsip dana amanah,serta kebijakan umum jaminan sosial di daerahkepada Kepala Daerah dan Dewan JaminanSosial Nasional.

    2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial TingkatDaerah wajib melaporkan dan memberikandokumen dan informasi tentangpenyelenggaraan program jaminan sosial kepadaKepala Daerah dan Dewan Jaminan SosialNasional secara berkala.

    3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tingkat

    Daerah wajib menyelenggarakan danmenjalankan kebijakan umum dan kebijakaninvestasi yang ditetapkan oleh Dewan JaminanSosial Nasional secara optimal denganmempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yangmemadai, serta memperhatikan KebijakanDaerah.

    4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial TingkatDaerah bertanggung jawab memberikanpelayanan yang berkelanjutan dan setara, sesuai

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    16/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 16 dari 19

    !

    Bab Tentang Muatan

    dengan prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan

    Sosial Nasional.

    VIII Kewenangan Pemerintah 1. Pemerintah dapat memperoleh informasimengenai pelaksanaan tugas dan kewajibanBadan Penyelenggara Jaminan Sosial.

    2. Pemerintah berhak melakukan pengawasanpreventif dan represif terhadap peraturan-peraturan internal yang ditetapkan oleh BadanPenyelenggara Jaminan Sosial dalam rangkaharmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan sosial.

    3. Pemerintah berwenang menetapkan norma,standar, dan mutu sistem pelayanan kesehatan,

    sistem kendali mutu pelayanan, dan sistempembayaran pelayanan kesehatan yang harusdikembangkan oleh Badan PenyelenggaraJaminan Sosial.

    4. Batasan kewenangan Pemerintah dalammelakukan tindakan-tindakan khusus gunamenjamin terpeliharanya tingkat kesehatankeuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

    5. Kewenangan Pemerintah sebagaimana disebutdi atas dilaksanakan oleh departemen terkaitsesuai dengan lingkup tugas dan wewenangnya.

    Kekayaan dan Investasi

    Bagian Pertama

    Kekayaan

    1. Pengelolaan kekayaan masing-masing BadanPenyelenggara Jaminan Sosial.

    2. Pengaturan penyelenggaraan pembukuan BadanPenyelenggara Jaminan Sosial dalam 1 tahuntakwim.

    IX

    Bagian Kedua

    Investasi

    1. Pengelolaan dan pengembangan dana yangterhimpun oleh Badan Penyelenggara JaminanSosial.

    2. Bentuk-bentuk dan mekanisme investasi yangaman.

    3. Bentuk-bentuk dan mekanisme investasi lainnyayang diperbolehkan.

    X Perpajakan 1. Ketentuan Undang-Undang Perpajakan agarmemberikan fasilitas perpajakan bagi BadanPenyelenggara Jaminan Sosial.

    2. Hal-hal lain yang menyangkut pajak seperti pajakinvestasi, pajak pengadaan barang yangberkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan,dan lain-lain agar kondusif untuk pengembanganBadan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    17/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 17 dari 19

    !

    Bab Tentang Muatan

    3. Kebijakan di bidang perpajakan agardiharmonisasikan dengan Rancangan Undang-Undang di bidang perpajakan yang sedangdibahas di DPR RI.

    Penyelesaian Sengketa

    Bagian Pertama

    Penyelesaian Keluhan

    1. Pada tiap-tiap Badan Penyelenggara JaminanSosial dibentuk satu unit kerja untukpenyelesaian keluhan.

    2. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukankeluhan kepada unit kerja tersebut di atas.

    3. Apabila penyelesaian tidak memuaskan, dapat

    mengajukan pada instansi setingkat di atasnya.4. Tata cara dan jangka waktu penyelesaian

    keluhan.

    Bagian Kedua

    Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi

    1. Pihak yang merasa dirugikan dapatmenyelesaikan sengketa melalui mekanismemediasi.

    2. Penyelesaian yang dilakukan oleh mediatorbersifat final dan mengikat.

    3. Mediator terdiri dari 3 (tiga) orang ahli di bidang jaminan sosial dan hukum dengan ketentuansebagai berikut:

    a. 1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak yang

    mengajukan keberatan.

    b. 1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak BadanPenyelenggara Jaminan Sosial.

    c. 1 (satu) orang ditunjuk bersama oleh keduabelah pihak.

    4. Tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasidilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    XI

    Bagian Ketiga

    Penyelesaian Sengketa MelaluiPengadilan

    1. Apabila penyelesaian keluhan tidak dapat diatasioleh unit kerja penyelesaian keluhan dan instansisetingkat di atasnya, atau melalui mekanismemediasi, maka sengketa diajukan ke Pengadilan

    Negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.2. Proses peradilan dilakukan dua tingkat, yaitu

    pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeridan pengadilan banding di Pengadilan Tinggi.

    3. Putusan pengadilan tingkat banding bersifat finaldan tidak dapat diajukan upaya hukum di tingkatkasasi.

    4. Jangka waktu penyelesaian sengketa di tingkatPengadilan Negeri paling lama 90 hari dan ditingkat Pengadilan Tinggi paling lama 60 hari.

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    18/19

     

    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Halaman 18 dari 19

    !

    Bab Tentang Muatan

    XII Ketentuan Peralihan 1. Penyesuaian terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang sudah ada pada saat PeraturanPerundang-undangan baru mulai berlaku.

    2. Pengaturan mengenai konsekuensi hukum atasperalihan Persero Jamsostek, Taspen, Asabri,dan Askes menjadi Badan PenyelenggaraJaminan Sosial yang meliputi proses pengalihan:

    a. Modal Persero yang berasal dari kekayaannegara yang dipisahkan statusnya menjadimodal Badan Penyelenggara Jaminan Sosialditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

    b. Kekayaan Persero menjadi kekayaan BadanPenyelenggara Jaminan Sosial setelah

    melalui proses audit oleh tim auditindependen.

    c. Kepesertaan program jaminan sosial yangdiselenggarakan oleh Persero menjadikepesertaan program jaminan sosial yangdiselenggarakan oleh Badan PenyelenggaraJaminan Sosial

    d. Pengumpulan iuran oleh Persero menjadipengumpulan iuran oleh BadanPenyelenggara Jaminan Sosial.

    e. Penyelenggaraan pelayanan jaminan sosialyang dikelola oleh Persero menjadipenyelenggaraan pelayanan jaminan sosial

    yang dikelola oleh Badan PenyelenggaraJaminan Sosial.

    f. Penyelesaian proses pembayaran kewajibanPersero kepada peserta dan fasilitas jaminansosial sebelum Undang-Undang ini disahkanmenjadi tanggung jawab BadanPenyelenggara Jaminan Sosial.

    g. Organ Persero menjadi organ BadanPenyelenggara Jaminan Sosial.

    h. Sumber daya Persero menjadi sumber dayaBadan Penyelenggara Jaminan Sosial.

    3. Jangka waktu proses peralihan selama 1 (satu)tahun

    4. Pengawasan pengadilan apabila terjadi sengketasebagai akibat peralihan dan jangka waktupenyelesaian sengketa.

    XIII Ketentuan Penutup 1. Pencabutan pasal-pasal yang mengaturmengenai Badan Penyelenggara dalam Undang-Undang terkait (Bab VI Pasal 25 s.d. 28 UU No. 3Tahun 1992) dan dalam Peraturan Pemerintahterkait (Bab VIII Pasal 13 PP No. 25 Tahun 1981,Bab VI Pasal 11 PP No. 67 Tahun 1991, dan Bab

  • 8/18/2019 Naskah Akademik RUU BPJS

    19/19

     

    !

    Bab Tentang Muatan

    V Pasal 14 s.d. 16 PP No. 69 Tahun 1991).

    2. Ketentuan mulai berlakunya Undang-UndangBadan Penyelenggara Jaminan Sosial.

    3. Perintah untuk pengundangan Undang-Undangdengan penempatannya dalam LembaranNegara RI.