Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

47
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berubahnya zaman yang disertai dengan perkembangan teknologi membuat orang semakin kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru.Namun, hal ini justru disalah gunakan dengan menciptakan barang- barang tiruan di berbagai bidang. Sehingga di era perdagangan global saat ini, perlindungan terhadap merek merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap negara.Hal ini dikarenakan merek mempunyai peran yang penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha.Indonesia sendiri juga telah mengatur mengenai masalah perlindungan merek dalam satu undang-undang tersendiri yaitu, UU No.15 tahun 2001 tentang merek. Yang dimaksud merek oleh UU tersebut ialah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, maupun kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dari apa yang telah diuraikan diatas, dapat kita lihat bahwa barang-barang yang kini banyak beredar di pasaran merupakan suatu pelanggaran atas hak merek. Akibatnya para konsumen dibuat bingung karena barang-barang tiruan tersebut sangat mirip dengan barang asli. Dengan harga yang jauh lebih 1

description

 

Transcript of Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

Page 1: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berubahnya zaman yang disertai dengan perkembangan teknologi

membuat orang semakin kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru.Namun,

hal ini justru disalah gunakan dengan menciptakan barang-barang tiruan di

berbagai bidang. Sehingga di era perdagangan global saat ini, perlindungan

terhadap merek merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap negara.Hal ini

dikarenakan merek mempunyai peran yang penting untuk menciptakan iklim

persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha.Indonesia sendiri juga

telah mengatur mengenai masalah perlindungan merek dalam satu undang-

undang tersendiri yaitu, UU No.15 tahun 2001 tentang merek. Yang dimaksud

merek oleh UU tersebut ialah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-

huruf, angka-angka, susunan warna, maupun kombinasi dari unsur-unsur

tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan

perdagangan barang atau jasa. Dari apa yang telah diuraikan diatas, dapat kita

lihat bahwa barang-barang yang kini banyak beredar di pasaran merupakan suatu

pelanggaran atas hak merek. Akibatnya para konsumen dibuat bingung karena

barang-barang tiruan tersebut sangat mirip dengan barang asli. Dengan harga

yang jauh lebih murah, para konsumen tentu akan memilih untuk membeli

barang tiruan tanpa menyadari kualitas barang tersebut yang akan lebih mudah

rusak dibanding barang asli.

Seiring berjalannya waktu setelah diundangkannya UU No.15 tahun

2001, implementasi UU tersebut ternyata belum berjalan secara optimal. Di

kabupaten Bondowoso sendiri misalnya, marak sekali peredaran dan penjualan

barang palsu terutama di bidang mode yang memberikan dampak bagi pemilik

industry, konsumen. Yang mana, Berdasarkan hasil studi MIAP dengan LPEM

FEUI terhadap 12 sektor industri pada periode 2002-2005, menyebutkan,

tindakan pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi, rokok, dan pestisida

selama periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp 4,4 triliun. Ini

belum termasuk pemalsuan terhadap produk software yang menimbulkan

1

Page 2: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

kerugian Rp 3,6 triliun. Kegiatan pemalsuan di 12 bidang industri tersebut telah

pula menghilangkan potensi lapangan pekerjaan sebanyak 124 ribu.1

Berdasarkan Fakta Hukum yang terjadi di kabupaten Bondowoso,

Banyak kasus pelanggaran terhadap HKI yang kini sedang dilakukan

pemeriksaan oleh para aparat hukum, seperti menurut penelitian Tim Nasional

Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI),

bahwa menurut catatannya telah terjadi 65 kasus pelanggaran dalam bidang

HKI, dengan rincian 45 pelanggaran terhadap hak cipta, 17 pelanggaran

terhadap hak merek, dan tiga kasus pelanggaran terhadap hak paten. Dari ke 65

kasus tersebut hanya enam kasus yang sudah terselesaikan, sedangkan 59 kasus

masih dalam tahap pemeriksaan. Data tersebut tentunya hanya sebagian kasus

yang terungkap di permukaan.Padahal berdasarkan penelusuran di lapangan,

masih banyak peredaran dan penjualan barang palsu, terutama dalam bidang

mode di pasar-pasar. Di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur juga tak luput dari

praktek peredaran dan penjualan barang palsu, seperti pemalsuan merek

terhadap tas merek Coach, ransel, kaos merek nevada, sepatu merek jelly, crocs,

ariesta mode, new era, baju obral berkisar 10-35 ribu. Biasanya barang-barang

palsu tersebut dijual di pasar-pasar maupun toko-toko kecil. Hal ini yang

menyebabkan atau menimbulkan pertentangan antara das sollen dengan das

seinnya.

Setelah adanya fakta hukum yang bertentangan dengan undang-undang,

saatnya untuk mengetahui pengertian atau maksud dari barang palsu tersebut

yaitu merupakan barang-barang yang diproduksi dan / atau diperdeagangkan

dengan menggunakan merek terdaftar milik pihak lain. Pelanggaran terhadap

merek tersebut ternyata dilakukan secara sadar baik oleh si pembuat, pembeli

maupun penjual barangbpalsu tersebut. Bahkan penjualan barang palsu yang

merupakan pelanggaran dijadikan mata pencaharian tetap bagi sebagian penjual.

Maraknya peredaran barang di kabupaten Bondowoso dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Faktor yang utama adalah sanksi hukum pada UU No.15 tahun

2001 hanya dapat dijatuhkan kepada mereka yang melakukan pelanggaran hanya

1http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731 , diakses pada tanggal 25 September 2012.

2

Page 3: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

jika ada aduan dari seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain.

Sehingga jika tidak pengaduan maka tidak dapat dilakukan proses hukum.

Faktor yang lain adalah sistem perlindungan hak merek yang dianut oleh

Indonesia saat ini adalah sistem first to file, yaitu pelanggaran merek terjadi jika

ada tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak beritikad

buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang bersangkutan

sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya. Atau dengan kata

lain orang yang melakukan pengaduan harus mampu menunjukkan sertifikat

merek atau alas hak lainnya yang sah pada saat melakukan pengaduan atas suatu

tindak pidana merek. Jadi tidak ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek. Selain

faktor yuridis diatas, faktor masyarakat pun juga memberikan pengaruh terhadap

maraknya peredaran dan penjualan barang palsu, seperti minimnya pengetahuan

mereka akan pelanggaran merek, faktor ekonomi masyarakat kabupaten

Bondowoso yang sebagian besar tidak dapat menjangkau untuk membeli barang

original atau barang asli, sehingga mereka beralih untuk membeli barang palsu

yang lebih murah dan hampir menyerupai barang asli meskipun kualitasnya

berbeda.

Adanya peredaran dan penjualan barang palsu dalam bidang mode di

kabupaten Bondowoso menyebabkan kerugian yang besar bagi pemilik merek,

seperti menurunnya nilai penjualan barang. Setelah meninjau alasan-alasan

tersebut, maka sangat diperlukan untuk membentuk suatu peraturan daerah di

kabupaten Bondowoso yang mengatur mengenai pelarangan dan peredaran

barang palsu dibidang mode. Hal ini sebagai upaya perlindungan terhadap

merek, serta penegakan aturan hukum. Salah satu upayanya adalah pengaturan

mengenai penjatuhan sanksi bagi mereka yang membuat, menjual, maupun yang

membeli barang palsu. Untuk meningkatkan efek jera dapat dijatuhkan sanksi

baik berupa sanksi perdata, sanksi pidana maupun kombinasi antara keduanya.

Sehingga dengan demikian dapat meminimalisir bahkan menghentikan

peredaran dan penjualan barang palsu dalam bidang mode di Kabupaten

Bondowoso.

B. Identifikasi Masalah

1. Permasalahan yang kini tengah dialami sebagian masyarakat kita adalah

berkenaan dengan peredaran barang-barang tiruan, sekilas permasalahan ini

3

Page 4: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

nampak tidak terlalu serius sehingga luput dari perhatian pemerintah. Tidak

adanya tindakan yang nyata dari pemerintah juga menyebabkan masyarakat

semakin leluasa untuk melakukan tindakan yang melanggar UU No.15 tahun

2001 ini. Permasalahan ini dapat diatasi dengan membuat suatu peraturan

yang jelas, namun tidak cukup sampai disitu, peran struktur yang terdiri dari

pemerintah dan masyarakat juga dibutuhkan. Karena membuat masyarakat

untuk turut berperan aktif dalam pelaksanaan suatu peraturan tidak semudah

membalikkan telapak tangan maka perlu kesadaran dari dalam diri

masyarakat, soaialisasi oleh pemerintah juga dibutuhkan, kemudian

pelaksanaannya juga harus dalam pengawasan pemerintah.

2. Rancangan peraturan daerah terkait pelarangan peredaran barang palsu di

kabupaten Bondowoso dirasa perlu karena diharapkan mampu melindungi

hak merek dari suatu produk, hal ini juga berkaitan dengan perlindungan atas

kreativitas seseorang. Apabila tindakan memalsu barang terus dilanjutkan

tentu hal ini akan mengurangi inovasi-inovasi terhadap barang tertentu.

Keterlibatan negara maupun pemerintah dalam mewujudkan iklim

persaingan usaha yang sehat sangat dibutuhkan, karena mereka lah yang

mampu memberikan sanksi yang tegas bagi para pelanggar undang-undang.

3. Yang menjadi dasar filosofis dari pembuatan rancangan peraturan daerah ini

adalah agar masyarakat lebih menghargai ati nilai dari sebuah kejujuran,

diharapkan dengan adanya peraturan ini dapat mendidik masyarakat menjadi

masyarakat yang sadar akan akibat yang ditimbulkan apabila mereka tetap

membeli barang tiruan. Sedangkan dasar sosiologisnya adalah dalam

kehidupan bermasyarakat tentu tidak dibenarkan untuk merugikan orang

lain, mengingat persaingan yang sehat menuntut agar tidak saling merugikan

antara konsumen dan produsen.

4. Dengan adanya peraturan daerah ini nantinya diharapkan masyarakat dapat

mematuhinya serta merujuk pada UU No.15 tahun 2001 tentang merek. Para

pembuat barang bajakan dapat membuat dan mendaftarkan mereknya

sendiri. Diharapkan persaingan sehat di dunia usaha dapat tercipta do

kabupaten Bondowoso. Peraturan daerah ini nantinya juga diharapkan dapat

menjangkau masyarakat awam yang membutuhkan pemahaman lebih atas

peraturan yang telah ada sebelumnya.

4

Page 5: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

C. Tujuan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat diuraikan sebagao

berikut :

1. Untuk mengetahui tindakan nyata dari pemerintah bagi yang melanggar

UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;

2. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis Rancangan peraturan daerah

terkait pelarangan peredaran barang palsu di Kabupaten Bondowoso;

3. Untuk mengetahui pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,

yuridis mengenai pembentukan rancangan Undang-undang atau

Rancangan Peraturan Daerah terkait pelarangan peredaran barang palsu

di Kabupaten Bondowoso;

4. Untuk mengetahui sasaran yang akan diwujudkan dari pembuatan

peraturan rancangan peraturan daerah tentang pelanggaran merek atau

barang palsu di Kab. Bondowoso.

D. Manfaat Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penyusunan perancangan Undang-

undang atau Rancangan Peraturan Daerah :

a. Memberikan pandangan yang luas dalam pemahaman terhadap tindakan

yang nyata dari pemerintah bagi yang melanggar UU No. 15 Tahun 2001

tentang Merek.

b. Sebagai sarana untuk pembelajaran dalam rancangan peraturan daerah

terkait peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso.

c. Sebagai Informasi sasaran yang wijudkan darirancangan pembuatan

peraturan daerah.

d. Bagi pemerintah sebagai masukan dan lebih tegas dalam rancangan

pembuatan peraturan daerah terkait peredaran barang palsu di kabupaten

Bondowoso;

e. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi dan pengetahuan terhadap

masyarakat mengenai adanya rancangan pembuatan peraturan daerah terkait

peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso.

5

Page 6: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

Sebagai suatu hak yang lahir melalui intelektual manusia, hak

merek yang merupakan salah satu dari hak kekayaan intelektual (HKI)

perlu mendapatkan perlindungan hokum. Tanpa adanya perlindungan

hukum yang memadai, tentunya hal ini dapat menyebabkan peredaran

barang palsu atau biasa disebut barang KW di kalangan masyarakat

mengalami peningkatan terus menerus.

1.1 Pengertian Merek

Pada umumnya diera perdagangan global yang terjadi seperti

sekarang, banyak pelaku usaha berlomba-lomba menarik minat

masyarakat untuk membeli produk dalam bentuk barang maupun jasa

yang telah diproduksinya. Strategi yang digunakan oleh para pelaku

usaha tersebut adalah melalui merek atas suatu produk. Merek

bermanfaat sebagai pembeda antara produk satu dengan produk lainnya

yang sejenis, selain itu merek juga dapat menentukan tinggi rendahnya

harga suatu produk, serta menjaga persaingan usaha yang sehat antar

pelaku usaha. Semakin terkenal suatu merek, maka semakin tinggi harga

produk tersebut, dan begitupun sebaliknya. Oleh sebab itu, merek

merupakan komponen utama yang harus ada dalam suatu produk.

Menurut UU No.15 Tahun 2001 Tentang merek pasal 1 ayat 1,

merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-

angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang

memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan

barang atau jasa.

Banyak para ahli hukum di dunia yang memberikan pengertian

merek, seperti :

Suryodiningrat, di dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Merek,

bahwa merek adalah barang-barang yang dihasilkan oleh

pabriknyadengan dibungkus dan pada bungkusnya itu dibubuhi tanda

tulisan dan/atau perkataan untuk membedakannya dari barang-barang

6

Page 7: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

sejenis hasil pabrik pengusaha lain. Tanda itu disebut merek

perusahaan2,

Soekardono mendefinisikan tentang merek dalam bukunya

hokum Dagang Indonesia Jilid I, merek adalah sebuah tanda, dengan

mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga untuk

mempribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang

dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau

diperniagakan oleh orang-orang atau badan perusahaan lain3.

H.M.N. Purwosutjipto, S.H. memberikan pengertian merek

sebagai berikut, merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda

tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain

yang sejenis4.

Menurut Knapp (2001), merek adalah internalisasi sejumlah

kesan yang diterima oleh pelanggan dan konsumen yang mengakibatkan

adanya suatu posisi khusus dalam ingatan mereka terhadap manfaat

emosional dan fungsional yang dirasakan. Sebuah merek dikatakan

khusus jika konsumen merasa yakin bahwa merek-merek tersebut benar-

benar khusus.

Menurut Aaker (1996), merek merupakan nama atau simbol yang

bersifat membedakan (seperti logo, cap, kemasan) dengan maksud

mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah

kelompok penjual tertentu.

Menurut Kotler (2000), merek adalah suatu janji penjual untuk

secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tententu kepada

pembeli, bukan hanya sekedar simbol yang membedakan produk

perusahaan tertentu dengan kompetitornya.

Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas, maka dapat

disimpulkan, bahwa merek adalah :

1. Merupakan tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna, maupun kombinasi dari

berbagai unsur tersebut

2. Berfungsi sebagai pembeda antara dengan produk lain yang

sejenis.

2 Suryodiningrat, R. M. Pengantar Ilmu Hukum Merek, Pradya Paramita, Jakarta, 1975, h. 30.3 Soekardono, R. Hukum Dagang Indonesia Jilid I,Cetakan Ke 4, Soeroengan Jakarta, 1967, h. 1494 H. OK. Saidin, OP, cit, h.343.

7

Page 8: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

3. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang maupun jasa.

1.2 Pengertian Pemalsuan

Pada saat ini peredaran dan penjualan barang-barang palsu di

Indonesia terbilang tinggi dari tahun ke tahun.Sehingga seolah-olah pasar

di Indonesia dapat dikatakan sebagai surga bagi para penjual barang

palsu.Pemalsuan merupakan tindak pidana berupa pelanggaran Hak

Kekayaan Intelektual (HKI).

Menurut Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP),

pemalsuan adalah memproduksi suatu produk yang menyalin atau

meniru penampakan fisik suatu produk asli sehingga menyesatkan para

konsumen bahwa ini adalah produk dari pihak lain5. Yang termasuk

pemalsuan seperti produk yang melanggar merek dagang, pelanggaran

hak cipta, peniruan kemasan, label, dan merek.

Menurut para ahli, penggolongan barang palsu berdasarkan

tingkat pelanggaran dibagi menjadi empat golongan, yaitu ;

1. Produk palsu sejati (True Conterfeit Product)

2. Produk palsu yang tampak serupa (Look-Alike)

3. Reproduksi

4. Imitasi yang tak meyakinkan.

Dikalangan masyarakat barang palsu yang sering beredar adalah

produk palsu yang tampak serupa (Look-Alike) atau lebih dikenal dengan

istilah barang KW. Terdapat dua pendapat tentang pengertian barang

KW, yaitu petama, jika konteks barang KW yang dimaksud adalah

kwalitas 1, 2, 3, maka artinya barang tersebut merupakan produksi dari

satu perusahaan yang sama. Misalnya produk tas merek GEORGIO

ARMANI, Channel, Louis Vuitton, Esprit, Gucci. Dalam hal ini

perusahaan tersebut membuat barang yang sama namun dengan standar

kualitas yang bertingkat. Akan tetapi jika ini yang dilakukan maka

perusahaan tersebut harus memberikan informasi pada labelnya kepada

konsumen. Namun hal yang mustahil jika perusahaan yang ternama

5http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731 , diakses pada tanggal 25 September 2012.

8

Page 9: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

dengan barang branded nya membuat kualitas yang berbeda-beda, jika

hal itu terjadi tentunya akan menjatuhkan nama perusahaan dan

produknya.

Kedua, barang KW yang berarti produk tiruan (palsu).Barang ini

yang biasanya beredar di pasaran. Barang KW tersebut bukan hasil

produksi dari perusahaan yang mengeluarkan barang branded, misalnya

merek GEORGIO ARMANI, Channel, Louis Vuitton, Esprit, Gucci,

tetapi dibuat oleh perusahaan yang sama sekali berbeda. Pihak yang

meniru tersebut dapat meniru model atau memalsukan merek. Biasanya

barang-barang palsu ini di lingkungan para pedagang diberi nama barang

"tembakan", artinya mirip barang asli. Jika dilihat sepintas fisik barang

KW tidak kalah dengan barang asli, Namun ketika diperhatikan secara

teliti maka akan jauh berbeda dari sisi bentuk fisiknya apalagi

kualitasnya.

1.3 Teori

Terdapat teori yang menjadi dasar sehingga disusunnya naskah

akademik ini, teori tersebut antara lain :reward theory, bahwa teori ini

memberikan suatu pengakuan terhadap karya intelektual, dalam hal ini

hak merek yang telah dihasilkan oleh seseorang melalui kerja kerasnya.

Pengakuan tersebut dapat berupa penghargaan sebagai imbalan atas

upaya-upaya inovatif dan kreatif dalam menemukan atau menciptakan

karya-karya intelektual.Reward theory juga sejalan dengan teori recovery

theory, yakni pemilik merek yang telah mengeluarkan waktu, biaya, dan

tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh

kembali sesuai dengan apa yang telah dikeluarkannya tersebut.

Selanjutnya, teori Robert M. Sherwood dalam teorinya risk theory,

menurut teori ini Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu hasil karya

yang mengandung resiko yang dapat memungkinkan orang lain yang

terlebih dahulu menemukan cara tersebut atau memperbaikinya, sehingga

demikian adalah wajar untuk membentuk suatu perlindungan hokum

terhadap upaya yang mengandung resiko tersebut. Sherwood

berpendapat, bahwa resiko yang mungkin timbul dari penggunaan secara

illegal, sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomis maupun moral

9

Page 10: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

bagi pencipta dapat dihindari, jika terdapat landasan hokum yang kuat

maka dapat melindungi HKI tersebut.

Berdasarkan teori-teori tersebut, maka naskah akademik ini

disusun sebagai upaya untuk melindungi hak intelektual yang dimiliki

para pemilik hak (hak merek), sehingga hasil karya intelektual yang

dihasilkan oleh seseorang atas dasar intelektualnya melalui kerja keras,

dan pengorbanannya mendapatkan perlindungan hokum guna mencegah

bentuk eksploitasi secara komersial oleh pihak lain tanpa adanya

kompensasi kepada pihak yang menghasilkan karya-karya intelektual

tersebut. Selain itu, melalui naskah akademik ini diharapkan dapat

meminimalisir jumlah peredaran dan penjualan barang palsu di

Kabupaten Bondowoso, serta menumbuhkan dan meningkatkan

kreativitas masyarakat Kabupaten Bondowoso untuk menghasilkan suatu

produk baru yang berbeda dari produk yang lain. Dengan demikian dapat

menumbuhkan persaingan usaha yang sehat antara para pelaku usaha.

B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma

Asas di dalam suatu peraturan hokum merupakan hal yang sangat

penting, tidak ada hokum yang dapat dimengerti tanpa asas-asas

tersebut.Norma-norma adalah pengejawantahan dari asas yang ada dalam

peraturan hukum. Dalam Naskah Akademik ini, asas-asas yang

digunakan adalah :

a. Asas Kepribadian

Asas ini berarti bahwa penegakkan terhadap pelarangan dan peredaran

barang palsu merupakan suatu tindakan untuk melindungi, menghormati,

dan mengakui terhadap kepribadian manusia, dalam hal ini adalah pemilik

merek, Perlindungan kepada pemilik merek merupakan perlindungan

terhadap kepribadian manusia tersebut.

b. Asas Persekutuan

Asas ini menghendaki kehidupan yang tertib, aman, dan damai di dalam

masyarakat.Pelarangan peredaran dan penjualan barang palsu perlu untuk

ditegakkan untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian di masyarakat,

sehingga tidak ada pihak (pemilik merek) yang merasa terganggu dengan

adanya keberadaan barang palsu.

10

Page 11: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

c. Asas kesamaan

Asas ini berarti bahwa setiap orang dianggap sama di depan hokum, keadilan

merupakan realisasi dari asas ini. Asas kesamaan yang dimaksud dalam

naskah akademik ini adalah bahwa setiap orang berhak untuk memiliki

merek dan mendapatkan hak merek.Hak atas merek dapat diperoleh jika

telah memenuhi persyaratan, yaitu melalui pendaftaran merek.Berdasarkan

hal tersebut, maka para pihak yang melakukan peredaran dan penjualan

barang palsu telah melanggar hak pemilik merek. Para penjual yang menjual

barang palsu sudah sepantasnya tidak berhak untuk memperjual belikan

barang palsu, sedangkan pemilik merek berusaha untuk membuat merek

tersebut terkenal di kalangan masyarakat melalui berbagai cara dengan

investasi dan strategi usaha tertentu. Agar pemilik merek memperoleh

keadilan, maka perlu suatu peraturan untuk menegakkan hokum, yaitu

melalui suatu peraturan daerah tentang pelarangan peredaran dan penjualan

barang palsu.

d. Asas pemisahan antara baik dan buruk

Asas ini berarti bahwa adanya pemisahan antara perbuatan yang boleh

dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.Tindakan untuk mengedarkan dan

penjualan barang palsu adalah perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan.

e. Asas perlindungan terhadap merek terdaftar

Mengingat Indonesia menggunakan asas konstitutif pada pendaftaran merek,

maka hanya merek yang terdaftar yang dapat memeperoleh perlindungan

hokum.Perlindungan terhadap merek terdaftar perlu dilakukan untuk

melindungi hak-hak para pemilik merek yang dirugikan akibat adanya

peredaran dan penjualan barang palsu di pasaran.Berdasarkan hal tersebut,

jika merek yang dipalsukan bukan merupakan merek yang terdaftar, maka

bukan merupakan suatu tindak pidana.

f. Asas persamaan dan ketidaksamaan

Salah satu fungsi merek adalah untuk membedakan antara produk yang satu

dengan produk lainnya. Sehingga suatu merek harus memiliki suatu ciri

khusus atau daya pembeda antara produk lain yang sejenis.

C. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, serta

Masalah yang dihadapi Masyarakat

11

Page 12: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

Fenomena pemalsuan merek berbagai macam produk yang terjadi di

berbagai wilayah Indonesia menjadi sangat penting untuk segera ditangani,

mengingat derajat permasalahannya yang semakin kompleks, sedangkan

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan merek

masih terkesan lemah dalam rangka melindungi hak merek pemilik merek. Hal

ini terlihat di dalam UU No.15 tahun 2001 Tentang Merek, hanya

menitikberatkan pada pengaturan merek barang/jasa.Selain itu, secara eksplisit

Undang-Undang ini juga menyebut seluruh tindak pidana penggunaan merek

terdaftar oleh para pihak yang beritikad buruk sebagai pelanggaran dan bukan

kejahatan (pasal 94 ayat 2 UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek).Kemudian,

pemalsuan merek merupakan delik aduan, yang diatur pada pasal 95 UU No.15

Tahun 2001. Dalam ilmu hokum pidana, hal ini berarti bahwa pasal-pasal pidana

di dalam UU No.15 Tahun 2001 berlaku jika terdapat laporan dari seseorang

yang dirugikan atas perbuatan orang lain. Dan sebaliknya, jika tidak ada laporan

maka tidak akan ada penyidikan dari kepolisian.

Tak hanya itu saja, dalam menilai sebuah barang merupakan barang

palsu atau bukan di mata hokum, polisi tidak dapat melakukannya secara

sepihak.Hal ini dikarenakan, sistem perlindungan hak merek yang saat ini dianut

oleh Indonesia, adalah sistem First to file6. Pelanggaran merek hanya terjadi

apabila ada tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak

beriktikad buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang

bersangkutan sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya.Tidak

ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek karena dalam sistem First to file,

perlindungan hukum hanya diberikan kepada pemilik pendaftaran merek.Pelapor

harus mampu menunjukkan sertifikat merek atau alas hak lainnya yang sah pada

saat melakukan pelaporan atas suatu tindak pidana merek.Selain harus mampu

menunjukkan bukti kepemilikan merek yang sah, pelapor juga harus mampu

menunjukkan kepada kepolisian perbedaan-perbedaan antara barang asli dan

barang palsu secara jelas.Hal ini tentu saja untuk menghindari penegak hukum

melakukan kekeliruan dalam menangkap dan memproses pidana para pelaku

pelanggaran merek.

6 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f98f0a42a785/apakah-pembeli-tas-kw-bisa-dipenjara , diakses pada tanggal 8 September 2012.

12

Page 13: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

Dengan adanya peredaran barang palsu tersebut, tentunya memberikan

dampak bagi pemilik industry, konsumen, bahkan Negara. Berdasarkan hasil

studi MIAP dengan LPEM FEUI terhadap 12 sektor industri pada periode 2002-

2005, menyebutkan, tindakan pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi,

rokok, dan pestisida selama periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai

Rp 4,4 triliun. Ini belum termasuk pemalsuan terhadap produk software yang

menimbulkan kerugian Rp 3,6 triliun. Kegiatan pemalsuan di 12 bidang industri

tersebut telah pula menghilangkan potensi lapangan pekerjaan sebanyak 124

ribu7.

Banyak kasus pelanggaran terhadap HKI yang kini sedang dilakukan

pemeriksaan oleh para aparat hukum, seperti menurut penelitian Tim Nasional

Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI),

bahwa menurut catatannya telah terjadi 65 kasus pelanggaran dalam bidang

HKI, dengan rincian 45 pelanggaran terhadap hak cipta, 17 pelanggaran

terhadap hak merek, dan tiga kasus pelanggaran terhadap hak paten. Dari ke 65

kasus tersebut hanya enam kasus yang sudah terselesaikan, sedangkan 59 kasus

masih dalam tahap pemeriksaan8. Data tersebut tentunya hanya sebagian

kasus yang terungkap di permukaan.Padahal berdasarkan penelusuran di

lapangan, masih banyak peredaran dan penjualan barang palsu, terutama dalam

bidang mode di pasar-pasar. Di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur juga tak

luput dari praktek peredaran dan penjualan barang palsu, seperti pemalsuan

merek terhadap tas merk Coach, ransel, kaos merk nevada, sepatu merk jelly,

crocs, ariesta mode, new era, baju obral berkisar 10-35 ribu. Biasanya barang-

barang palsu tersebut dijual di pasar-pasar maupun toko-toko kecil.Mereka (para

penjual) menjual barang-barang palsu tersebut dilatarbelakangi oleh factor

ekonomi, yaitu ingin meraup keuntungan yang sebesar mungkin dari hasil

penjualan barang palsu, yang biasanya dijual dengan membanting harga melalui

obral.Konsumen atau pembeli juga ikut andil dalam maraknya peredaran dan

penjualan barang palsu di Kabupaten Bondowoso, Factor ekonomi kembali yang

menjadi penyebabnya, para pembeli yang membeli barang-barang palsu tersebut

7 http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731 , diakses pada tanggal 25 September 2012.

8http://www.miap.or.id/main/berita/detail.php?detail=20091230160731 , diakses pada tanggal 25 September 2012.

13

Page 14: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

rata-rata perekonomiannya yang rendah sampai dengan menengah.Karena tidak

mampu membeli barang original atau barang asli, pembeli beralih untuk

membeli barang palsu.Kualitas barang tidak lagi dipikirkan oleh para pembeli,

sudah cukup bagi mereka memiliki barang yang meyerupai barang original atau

barang asli.Berdasarkan hal tersebut, maka terlihat factor prestige juga ikut andil

dalam peredaran dan penjualan barang palsu.

Maraknya peredaran dan penjualan barang palsu di Kabupaten

Bondowoso menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk mentaati hokum

masih kurang, padahal sejak tahun 2001 lalu Undang-Undang merek telah

disahkan, maka sudah 11 tahun waktu berjalan dan ternyata dalam prakteknya

pelanggaran merek masih sering terjadi.

D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur

dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap Aspek Kehidupan

Masyarakat dan Dampaknya terhadap Beban Keungan Negara

Permasalahan peredaran dan penjualan barang palsu di Indonesia,

khususnya di Kabupaten Bondowoso yang terus meningkat tiap tahunnya, hal ini

menunjukkan bahwa implementasi UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek

masih belum efektif. Akibatnya Negara Indonesia juga mengalami kerugian

yang besar akibat adanya peredaran serta penjualan barang palsu, sehingga

dibutuhkan suatu peraturan daerah untuk menyelesaikan masalah tersebut agar

tidak berlarut-larut. Dengan adanya naskah tentang pelarangan dan peredaran

barang palsu juga dapat berdampak positif bagi keuangan Negara, yaitu

memberi dampak efisiensi dan penghematan terhadap keuangan Negara.

Peraturan Daerah Tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang

Palsu dalam Bidang Mode di kabupaten Bondowoso dibuat untuk menekankan

pelaksanaan peraturan yang sudah ada, yaitu UU No.15 tahun 2001 Tentang

Merek. Jika peraturan daerah ini dapat diterapkan dengan baik, maka setidaknya

dapat merubah mentality masyarakat Kabupaten Bondowoso untuk lebih

menghargai barang original atau barang asli, serta apabila peredaran dan

penjualan barang palsu dapat diminimalisir, hal ini tentu saja dapat berdampak

positif dalam meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Bondowoso. Dampak

lainnya dengan adanya perda ini adalah masyarakat sekitar terdorong

14

Page 15: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

meningkatkan kreativitasnya untuk menghasilkan produk sendiri guna

memenuhi kebutuhan hidup dibidang mode tanpa harus melanggar hokum.

15

Page 16: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Pengaturan mengenai pelarangan peredaran barang palsu memiliki

keterkaitandengan dengan9:

1. UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization).

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 tentang Komisi

Banding Merek ditetapkan Tangga1 29 Agustus 1995.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata

Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas

Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993.

Meskipun Undang-Undang mengenai merek telah ada sejak tahun 1961

namun keberadaannya seringkali mengalami perubahan. Sedikitnya Undang-

Undang merek telah mengalami lima kali perubahan. Hingga pada saat ini

Indonesia menggunakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang merek

sebagai upaya nyata Pemerintah untuk memberi perlindungan bagi pemilik merek

terdaftar. Secara umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 mengatur tentang

merek, permohonan pendaftaran merek, persyaratan pendaftaran merek,

penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek, penyelesaian sengketa merek dan

sebagainya. Dalam kurun waktu 11 tahun pelaksanaannya, Undang-Undang

tersebut dirasakan kurang mampu lagi untuk menyelesaikan permasalahan yang

terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat Kabupaten Bondowoso.

Rancangan Peraturan Daerah mengenai Pelarangan Peredaran Barang-

Barang Palsu Dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso memiliki keterkaitan

dengan berbagai Peraturan Perundang-undangan lain baik secara vertikal maupun

horizontal. Antara Rancangan Peraturan Daerah tersebut dengan Peraturan

Perundang-undangan lain diharapkan dapat saling melengkapi, mengingat peraturan

9 http://umarikmawaru.blogspot.com/2012/07/aspek-hukum-dalam-ekonomi-hak-atas.html#.UGcKpGMR3Mw

16

Page 17: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

baru dibuat dengan tujuan untuk menambah suatu aturan yang belum diundangkan

maupun memperbaiki suatu aturan yang telah ada namun dirasakan tidak lagi

mampu untuk menyelesaikan permasalahan terhadap kondisi yang ada. Dengan

adanya Rancangan Peraturan Daerah tersebut nantinya diharapkan permasalahan

mengenai peredaran barang-barang palsu di Kabupaten Bondowoso dapat teratasi,

karena telah ada suatu aturan yang lebih khusus mengatur tentang peredaran barang

palsu.Sanksi bagi para produsen dan pedagang barang palsu yang selama ini hanya

tertulis di dalam Undang-Undang nantinya dapat di implementasikan secara baik

dengan Rancangan Peraturan Daerah Tersebut sebagai landasan hukumnya.

Dalam Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2001, diatur mengenai berbagai peraturan maupun keputusan

pemerintah menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan merek.Apa yang telah diatur

sebelumnya tentu berkaitan dengan kondisi hukum yang ada pada saat itu. Misalnya

saja pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang

Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret 1993, pada

saat itu tentu kondisi hukum yang terjadi mengenai tata cara permintaan

pendaftaran merek tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga Pemerintah

memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah mengenai Tata Cara

permintaan Pendaftaran Merek.

17

Page 18: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis disusunnya naskah akademik ini adalah pancasila atau

rechtsidee, yaitu konstruksi pikir yang mengarahkan hukum kepada suatu hal

yang dicita-citakan. Menurut Rudolf Stamler, rechtsidee berfungsi sebagai

leitsern atau bintang pemandu bagi terwujudnya cita-cita sebuah masyarakat10.

Falsafah atau pandangan hidup suatu bangsa berisi nilai moral dan etika

dari bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik

dan yang tidak baik. Nilai yang baik adalah nilai yang wajib dijunjung

tinggi,didalamnya ada nilai kebenaran,keadilan dan kesusilaan dan berbagai nilai

lainnya yang dianggap baik. Pengertian baik, benar, adil dan susila tersebut

menurut takaran yang dimiliki bangsa yang bersangkutan.Hukum dibentuk tanpa

memperhatikan moral bangsa akan sia-sia diterapkan tidak akan dipatuhi. Semua

nilai yang ada nilai yang ada dibumi Indonesia tercermin dari Pancasila, karena

merupakan pandangan hidup, cita-cita bangsa, falsafah, atau jalan kehidupan

bangsa (way of life). Falsafah hidup berbangsa, merupakan suatu landasan untuk

membentuk hukum suatu bangsa, dengan demikian hukum yang dibentuk harus

mencerminkan falsafah suatu bangsa. Sehingga dalam penyusunan naskah

akademik harus mencerminkan moral dari daerah yang bersangkutan. Kaidah-

kaidah filsafati secara normatif dituangkan ke dalam asas-asas penyusunan

peraturan perundang-undangan. Berlakunya undang-undang dalam arti materiil,

dikenal adanya beberapa asas. Asas-asas itu dimaksudkan, agar perundang-

undangan mempunyai akibat yang positif, apabila benar-benar dijadikan

pegangan dalam penerapannya, walaupun untuk hal itu masih diperlukan suatu

penelitian yang mendalam, untuk mengungkapkan kebenarannya.

Terhadap setiap sila yang terdapat dalam pancasila, problem mengenai

peredaran barang palsu memiliki keterkaitan dengan tiap-tiap silanya, yaitu:

10Rudolf Steammler dalam Roscoe Pound, Hukum dan Kedudukannya Dalam Masyarakat, Terj. Budiarto, Jogjakarta: Radjagrafindo, 1996, hal.11

18

Page 19: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

Dalam sila pertama diatur mengenai kewajiban kita sebagai sesama umat

manusia yang percaya akan adanya Tuhan untuk saling membina kerukunan

antar manusia. Kerukunan tercipta apabila setiap hak dan kewajiban

masyarakat seimbang dan tidak adanya konflik antara sesama umat

beragama. Apabila kita melihat permasalahan mengenai peredaran barang

palsu, hal ini sangat tidak mencerminkan adanya kerukunan yang

seharusnya tercipta antar sesama manusia. Para produsen maupun pengedar

barang palsu bertindak tanpa berlandaskan prinsip ketuhanan sehingga

menyebabkan perbuatannya cenderung ke arah yang negatif. Sehingga

diperlukan suatu aturan yang bersifat memaksa mereka untuk memperbaiki

tindakan negatif tersebut demi terpenuhinya kerukunan antar sesama

manusia ciptaan Tuhan.

2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Sila kedua mengatur mengenai keharusan menjunjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan serta pembelaan terhadap kebenaran dan keadilan. Nilai-nilai

tentang kemanusiaan harus diterapkan pada setiap tindakan agar tercipta

kondisi yang baik. Begitu pula dalam melakukan pekerjaan, sudah

seharusnya etika bekerja yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan

diimplementasikan. Apabila nilai-nilai akan kemanusiaan tersebut

diperhatikan dengan baik maka sudah pasti nilai kebenaran dan keadilan

terpenuhi. Namun pada faktanya mereka yang memproduksi serta

mengedarkan barang palsu tidak menerapkan nilai-nilai kemanusiaan

sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan akan kebenaran dan keadilan. Dari

kasus peredaran barang palsu di Kabupaten Bondowoso tersebut, keadilan

bagi pemilik hak cipta maupun hak merek tidak terpenuhi. Apa yang menjadi

haknya justru beralih kepada orang lain yang tanpa izin memalsukan inovasi

yang ditemukan oleh si pemegang hak merek. Keadilan yang belum

sepenuhnya terlaksana ini harus segera dikembalikan kepada hakikatnya

sehingga tidak ada lagi hak keadilan yang dilanggar. Dengan dibuatnya

Rancangan Peraturan Daerah ini diharapkan mampu untuk melindungi hak-

hak pemilik merek yang selama ini tidak terpenuhi.

3) Persatuan Indonesia

Sila ketiga ini mencakup rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air Indonesia.

Kita sebagai warga negara Indonesia wajib untuk turut serta dalam hal

19

Page 20: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

kepentingan negara. Terciptanya kondisi persaingan usaha yang sehat

merupakan salah satu kepentingan negara, sehingga demi nama baik bangsa

dan negara maka dengan dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah ini

merupakan salah satu bentuk kontribusi untuk menjaga persatuan bangsa

Indonesia.

Selain berlandaskan Pancasila, landasan filosofis yang lainnya

terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan republik

Indonesia (UUD NRI 1945). Pada alinea keempat dijelaskan tujuan dari

bangsa Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, sehingga disusunnya Rancangan Peraturan

Daerah ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa

Indonesia. Seperti yang termuat pada pembukaan UUD NRI 1945 dengan

berlandaskan nilai-nilai yang termuat dalam Pancasila.

B. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis dapat diartikan sebagai norma yang dituangkan

di dalam suatu peraturan perundang-undangan yang mencerminkan suatu

kebutuhan masyarakat terhadap suatu peraturan yang sesuai dengan realitas

kehidupanmasyarakat setempat. Oleh sebab itu, dalam penyusunan

peratalam suatu peraturan sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat,

uran tersebut diperlukan suatu penelitian langsung di dalam

masyarakat.Dengan demikian gagasan-gagasan yang akan dirumuskan

sehingga jika peraturan tersebut nantinya disahkanakan dapat berjalan

dengan efektif.

Peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan keyakinan

umum atau kesadaran hukum masyarakat.Suatu peraturan perundang –

undangan harus mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan –

ketentuan sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum

masyarakat.Hukum dibuat harus dapat dipahami masyarakat sesuai dengan

kenyataan yang dihadapi masyarakat.Dengan demikian dalam penyusunan

rancangan peraturan daerah harus sesuai dengan kondisi masyarakt yang

bersangkutan.

Pelanggaran norma yang berlaku mengendurkan jiwa ketaatan

hukum secara meluas kepada masyarakat, sehingga ancaman sanksi belum

bisa menjadi tolak ukur kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Bentuk

20

Page 21: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

ketaatan hukum yang ”terbukti kebenarannya” atau ”terdukung” secara

otoritatif (gesteunde naleving) dan ”pemeliharaan hukum preventif’

(preventieverechtszorg), yang bertujuan menghilangkan ketidakpastian

hukum dan mencegah, sejauh mungkin, sengketa di kelak kemudian hari.

Dengan cara ini isi-isi yang khusus dan validitas dari hubungan-

hubungan hukum (yang baru) sesungguhnya diuji oleh orang-orang yang

berpengetahuan hukum dan pemegang otoritas hukum. Kerja sama (atau

keterlibatan) yang terang-terangan dari mereka itu, atau persetujuan diam-

diam belaka, barangkali tidak memiliki ketegasan dan sifat dramatik seperti

halnya dengan keputusan akibat konflik dan argumen, namun hal tersebut

tetap berada dalam lingkungan pengendalian yang sah dan sanksi hukum

yang berkewenangan11. Tatanan dan praktik yang lama tidak dapat dengan

mudah begitu saja digantikan dengan yang baru. Hal itulah yang

menyebabkan bahwa masyarakat dalam transisi itu sekaligus merupakan

masyarakat yang bergolak. Demikian halnya dengan dunia pemikiran

hukum, secara dialektis terjadi pemikiran baru yang selalu berujung pada

perubahan. Di samping itu, Satjipto Rahardjo juga menegaskan bahwa

hukum bukan suatu institusi yang selesai, tetapi sesuatu yang diwujudkan

secara terus menerus. Negara hukum dan institusi hukum adalah proyek

yang ada dalam proses penyelesaian. Satjipto Rahardjo menambahkan

bahwa pemahaman hukum secara legalistik posivistis dan berbasis peraturan

(rule bound) tidak mampu menangkap kebenaran, karena memang tidak

mau melihat atau mengakui hal itu. Dalam ilmu hukum yang legalistis-

posivistis, hukum sebagai institusi pengaturan yang kompleks telah

direduksi menjadi sesuatu yang sederhana, linier, maknistik, dan

deterministik, terutama untuk kepentingan profesi12. Permasalahan yang

terjadi juga berkaitan dengan efektifitas hukum

Landasan sosiologis terhadap pelarangan peredaran dan penjualan

barangpalsu dalam bidang mode di Kabupaten Bondowoso adalah semakin

meningkatnya peredaran dan penjualan barangpalsu, khususnya dalam

bidang mode di Kabupaten Bondowoso yang meresahkan para pemilik

11Holleman, JF. Kasus-kasus Sengketa dan Kasus-Kasus Di Luar Sengketa Dalam Pengkajian Mengenai Hukum Kebiasaan dan Pembentukkan Hukum Dalam Antropologi Hukum, Sebuah Bunga Rampai, Penyunting Ihrom.TO. Edisi Pertama. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 1993. Hal73

12Dimyati, Khudzaifah. Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum Di Indonesia 1945-1990, Cetakan Kedua. Muhammadiyah University Press. Surakarta. 2004. Hal 167

21

Page 22: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

merek, padahal telah ada peraturan yang mengatur tentang perlindungan

merek, yakni UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek. Berdasarkan hal

tersebut maka terdapat kesenjanganantara das sollen dan das

sein.Kesenjangan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,

seperti :Pertama, kurangnya pengetahuan masyarakat Bondowoso bahwa

mengedarkan dan menjual barang palsu atau barang KW merupakansuatu

pelanggaran tetapi menurut mereka hal itu bukanlah suatu pelanggaran. Hal

ini dikarenakan belum daa para t penegak hukum yang menghentikan

aktivitas mereka.Kedua, adanya faktor ekonomi, para penjual barang palsu

ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara

membanting harga melalui obral. Obral merupakan salah satu strategi

penjual untuk menarik minat pembeli supaya membeli dagangan mereka

sebanyak mungkin. Ketiga, ikut berpartisipasinya konsumen, maksudnya

adalah peredaran dan penjualan barang palsu tidak akan pernah ada jika

konsumen tidak memintanya. Pada umumnya konsumen atau pembeli

menginginkan suatu produk yang memiliki brand tapi dengan harga yang

murah.Atas dasar persepsi tersebut, maka penjua lberlomba-lomba untuk

menjual barang palsusesuai dengan minat masyarakat dan taklupa dengan

harga yang murah. Barang-barang palsu yang banyak dijual di Kabupaten

Bondowoso diadaptasi dari merek-merek yang telah memiliki banyak

penggemar tersendiri, baik merek dari dalam negeri ataupun merek luar

negeri seperti Hermes, Jimmy Cho, Dolce & Gabbana, Chanel, Louis

Vuitton, Furla, Zara, Mango, Reebook, Nike, Cardinal, Dagadu, Jangkrik,

Jely dan massih banyak lagi.

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu peraturan yang

dapatmemberikanperlindungan hukum terhadappemilikmerek yang

seringkali mengalami eksploitasi komersil tanpa adanya kompensasi yang

diberikan oleh para pelaku tersebut. Dengan adanya suatu peraturan tentang

pelarangan peredaran dan penjualan barang palsu, diharapkan dapat

meminimalisir bahkan menghentikan peredaran dan penjualan barang palsu

di Kabupaten Bondowoso.

22

Page 23: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

C. Landasan Yuridis

Salah satu pertimbangan yang digunakan untuk menyusun Rancangan

Peraturan Daerah mengenai peredaran serta penjualan barang palsu di

Kabupaten Bodowoso ialah karena ketidak efektifan implementasi dari

Peraturan Perundang-undangan yang ada, yaitu UU No.15 Tahun 2001. Dalam

problematika ini sebenarnya tidak terjadi kekosongan hukum dalam skala

nasional, namun apabila dilihat secara lebih fokus memang belum ada Peraturan

Daerah di Kabupaten Bondowoso yang mengatur mengenai peredaran barang

palsu, sehingga setelah melihat fakta tentang maraknya peredaran barang palsu

yang terjadi di wilayah Kabupaten Bondowoso muncullah suatu gagasan untuk

membuat suatu Rancangan Peraturan Daerah yang nantinya dapat secara lebih

khusus mengatur mengenai peredaran barang palsu di kabupaten Bondowoso.

Sebenarnya UU No.15 tahun 2001 tidak mengalami tumpang tindih

dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya, apa yang diatur didalam

substansi UU tersebut juga belum terlalu ketinggalan jaman. Namun daya

berlaku dari UU tersebut sangatlah lemah. Sehingga dirasa perlu untuk

membentuk Rancangan Peraturan Daerah guna memenuhi rasa keadilan

masyarakat serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat di wilayah

Kabupaten Bondowoso.

Bukan hanya UU No. 15 tahun 2001 saja yang mengatur mengenai

merek, namun terdapat berbagai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang

juga mengatur tentang merek baik secara vertikal maupun horizontal. Berikut

beberapa Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan merek

1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade

Organization).

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 tentang

Komisi Banding Merek ditetapkan Tangga1 29 Agustus 1995.

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang

Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31 Maret

1993.

5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang

Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek ditetapkan Tangga1 31

Maret 1993.

23

Page 24: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

A. Jangkauan dan Arah Pengaturan Mengenai Pelarangan Peredaran dan

Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso

Pembentukan suatu Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelarangan

Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten

Bondowoso sebagai sasaran yang hendak diwujudkan. Perda ini diarahkan untuk

menegakan hukum Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Hak Merek, yaitu

melalui pemberian sanksi bagi para pelaku usaha yang dengan sengaja

mengedarkan maupun menjual barang palsu dalam bidang mode di pasaran.

Pemberian sanksi juga dapat dikenakan kepada konsumen, mengingat selama ini

konsumen juga ikut berperan dalam meningkatkan peredaran barang

palsu.Sehingga dengan demikian, diharapkan dapat tercipta persaingan usaha

yang sehat antara para pelaku usaha di Kabupaten Bondowoso.Perda ini juga

diarahkan untuk mendorong dan memajukan kreativitas masyarakat Bondowoso

untuk menghasilkan karya-karya yang berasal dari intelektualnya guna

memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat, serta meningkatkan

kemampuan daya saing produk intelektual khas lokal dengan produk yang

berasal dari luar negeri. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

kemampuan daya saing tersebut, yaitu dengan cara meningkatkan perlindungan

hukum bagi para pelaku usaha lokal, dan memberikan kemudahan bagi para

pelaku usaha lokal untuk mengakses pendaftaran guna memperoleh status atau

sertifikat hak atas kekayaan intelektualnya.Rancangan peraturan daerah ini

diarahkan oleh landasan filosofis yang mengarahkan pada perlindungan hukum

Hak Kekayaan Intelektual yang adil, baik terhadap penemu, pencipta, maupun

pendesain yang bermodal besar atau kecil.

Kebutuhan hukum masyarakat Bondowoso yang menutut adanya

Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu

dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso disebabkan oleh adanya kendala

24

Page 25: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

penerapan UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek, baik dari segi isi substansi

hukumnya maupun kendala teknis dalam pelaksanaannya.Kendala dari segi

substansi hukum, perlindungan terhadap hak merek masih terkesan

lemah,terlihat UU No. 15 Tahun 2001 hanya menitikberatkan pada pengaturan

barang/jasa.Selain itu, secara eksplisit Undang-Undang ini juga menyebut

seluruh tindak pidana penggunaan merek terdaftar oleh para pihak yang

beritikad buruk sebagai pelanggaran dan bukan kejahatan (pasal 94 ayat 2 UU

No.15 Tahun 2001 Tentang Merek).Kemudian, pemalsuan merek merupakan

delik aduan, yang diatur pada pasal 95 UU No.15 Tahun 2001. Dalam ilmu

hukum pidana, hal ini berarti bahwa pasal-pasal pidana di dalam UU No.15

Tahun 2001 berlaku jika terdapat laporan dari seseorang yang dirugikan atas

perbuatan orang lain. Dan sebaliknya, jika tidak ada laporan maka tidak akan

ada penyidikan dari kepolisian. Kendala dari segi pelaksanaan, sistem

perlindungan hak merek yang saat ini dianut oleh Indonesia adalah system first

to file. Menurut sistem ini, pelanggaran merek hanya terjadi apabila ada

tindakan-tindakan penggunaan merek terdaftar oleh pihak-pihak beriktikad

buruk yang dilakukan dalam masa perlindungan atas merek yang bersangkutan

sebagaimana tertera dalam sertifikat pendaftaran mereknya atau dengan kata lain

tidak ada pelanggaran tanpa pendaftaran merek.

B. Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang

Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu dalam Bidang Mode

Di Kabupaten Bondowoso

Materi muatan untuk Raperdatentang Pelarangan Peredaran dan penjualan

Barang Palsu dalam Bidang Mode Di Kabupaten Bondowoso

BAB I

Ketentuan Umum

Pasal 1

Dalam Undang-undang yang dimaksud dengan :

1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-

angka, susunan warna, bentuk, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut

yang dapat ditampilkan secara grafis dan memiliki daya pembedaserta

digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa.

25

Page 26: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

2. Hak atas merek adalahhak khusus yang diberikan negara kepada pemilik

merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu

tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum

untuk menggunakannya.

3. Barang palsu adalah barang yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

dengan menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek

terdaftar milik pihak lain

4. Mode adalah adalah gaya berpakaian yang populer dalam suatu budaya.

5. Peredaran adalah perputaran mengelilingi suatu tempat.

6. Penjualan adalah pembelian sesuatu (barang atau jasa) dari suatu pihak

kepada pihak lainnya dengan mendapatkan ganti uang dari pihak tersebut.

7. Distributor adalah perantara yang menyalurkan produk dari pabrikan

(manufacturer) ke pengecer (retailer).

8. Produsen adalah orang atau kelompok yang menghasilkan jasa & barang.

9. Penjual adalah penghubung langsung antara perusahaan dan konsumen,

dimana menurut pandangan mayoritas konsumen.

10. Pembeli adalah setiap orang yang menggunakan barang atau jasa.

11. Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung

sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu

nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya

bertentangan dengan yang sebenarnya.

12. Penadahan adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dapat dijerat

dengan KUHP.

BAB II

Lingkup Barang Palsu

Bagian Pertama

Umum

PASAL 2

1. Barang palsu sebagaimana diatur dalam rancangan peraturan daerah ini hanya

meliputi barang palsu dibidang mode.

2. Barang palsu sebagaimana dimaksud padaayat (1) merupakan barang hasil

kejahatan.

26

Page 27: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

PASAL 3

Setiap tindakan untuk membuat, memproduksi, mengedarkan, dan/atau menjual

barang palsu merupakan kejahatan pemalsuan atas hak merek.

Bagian Kedua

Peredaran dan Penjualan Barang Palsu

PASAL 4

1. Produsen yang dengan sengaja membuat dan/atau memproduksi barang palsu,

sehingga merugikan hak orang lain dihukum atas kejahatan pemalsuan hak atas

merek.

2. Distributor yang dengan sengaja membantu dan/atau mempermudah peredaran

dan penjualan barang palsu dihukum sebagai orang yang membantu melakukan

kejahatan pemalsuan.

3. Penjual yang dengan sengaja menjual barang palsu, sehingga menyebarluaskan

peredaran barang palsu dihukum sebagai orang yang membantu melakukan

kejahatan pemalsuan.

4. Pembeli yang dengan sengaja membeli barang palsu, dihukum sebagai orang

yang melakukan kejahatan penadahan.

BAB III

Pasal 5

Ketentuan Sanksi

Ketentuan sanksi mencakup beberapa hal, yaitu:

1. Sanksi Administratif, dapat berupa :

a. Peringatan tertulisb. Pencabutan izin usaha

2. Sanksi perdata, dapat berupa:a. Ganti rugi terhadap korban atas kerugian yang telah ditimbulkan oleh

pelaku kejahatan pemalsuan.

3. Sanksi Pidana

Memuat ketentuan pidana pelanggaran ketentuan-ketentuan pasal

tertentu Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan dan denda disetorkan ke

kas daerah.

27

Page 28: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

BAB IV

Ketentuan Peralihan

Peraturan-peraturan pelaksanaan dan peraturan lainnya yang telah ada sebelum

berlakunya Perautan Daerah ini sepanjang materinya tidak bertentangan,

dinyatakan masih tetap berlaku.

BAB V

Ketentuan Penutup

Ketentuan ini merupakan peraturan yang mengatur mengenai peraturan

pelaksanaan dari peraturan daerah ini dan menyatakan hal-hal yang belum diatur

dalam Peraturan daerah ini akan diatur dalam Keputusan Kepala Daerah.

28

Page 29: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab terdahulu,

dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut :

1. Rancangan Peraturan Daerah tentang pelarangan dan Peredaran Barang Palsu

Dalam Bidang Mode di Kabupaten Bondowoso harus memenuhi ketentuan

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

2. Peredaran dan penjualan barang palsu dalam bidang mode Di Kabupaten

Bondowoso yang semakin meningkat, berdasarkan hasil studi MIAP dengan

LPEM FEUI terdapat 12 sektor industri pada periode 2002-2005, tindakan

pemalsuan di industri sepatu, tekstil, pakaian jadi, rokok, dan pestisida selama

periode tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp 4,4 triliun.Sehingga

dengan demikian, masyarakat Bondowoso merasa perlu untuk dibentuk suatu

peraturan daerah guna menanggulangi peredaran dan penjualan barang palsu.

3. Adapun teori-teori yang menjadi dasar sehingga disusunnya naskah akademik

ini, antara lain reward theory, pemilik merek yang telah mengeluarkan waktu,

biaya, dan tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh

kembali sesuai dengan apa yang telah dikeluarkannya tersebut. Selanjutnya,

teori Robert M. Sherwood dalam teorinya risk theory, bahwa resiko yang

mungkin timbul dari penggunaan secara illegal, sehingga menimbulkan

kerugian secara ekonomis maupun moral bagi pencipta dapat dihindari, jika

terdapat landasan hokum yang kuat maka dapat melindungi HKI tersebut.

Berdasarkan teori-teori tersebut, maka naskah akademik ini disusun sebagai

upaya untuk melindungi hak intelektual yang dimiliki para pemilik hak merek,

sehingga hasil karya intelektual yang dihasilkannya melalui kerja keras dan

pengorbanan mendapatkan perlindungan hokum guna mencegah bentuk

eksploitasi secara komersial oleh pihak lain tanpa adanya kompensasi kepada

pihak yang menghasilkan karya-karya intelektualnya.

4. Dalam suatu peraturan, asas-asas merupakan hal yang sangat penting. Norma-

norma merupakan pengejawantahan dari asas yang ada dalam peraturan

29

Page 30: Naskah Akademik Perda Kab.Bondowoso

hukum.Dalam naskah akademik ini, asas yang digunakan adalah asas

kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas pemisahan antara baik dan

buruk, asas perlindugan terhadap merek terdaftar, asas persamaan dan

ketidaksamaan.

5. Sasaran yang akan diwujudkan dalam pembentukan rancangan peraturan

daerah ini adalah :

a. untuk lebih menigkatkan keadilan dan kepastian hukum dibidang hak

merek guna memperlancar dan merealisasikan penegakan hukum.

b. untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat antara para pelaku

usaha.

c. untuk meningkatkan kreativitas masyarakat Bondowoso dalam hal

menghasilkan karya-karya melalui intelektualnya guna memenuhi

kebutuhan maupun kepentingan masyarakat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran

sebagai berikut:

1. Pengajuan Raperda Pelarangan Peredaran dan Penjualan Barang Palsu

dalam Bidang Mode di Kabupaten Bondowoso dalam Prolegda prioritas

Tahun 2012 sebaiknya ditinjau ulang dan dirundingkan kembali antar

instansi pemerintah, antara lain melibatkan Baleg DPRD, Ditjen HKI,

Ditjen PP.

2. Agar Peraturan Daerah tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan

barang palsu dalam bidang Mode di Kabupaten Bondowoso dapat

mencapai tujuan, maka dalam penyusunannya harus memberdayakan

masyarakat Bondowoso, agar semua aspirasi masyarakat setempat dapat

tertampung semua dalam substansi raperda ini, sehingga ketika disahkan

tidak akan mengalami penolakan dari masyarakat.

3. Pelaksanaan penerapan perda ini disarankan dilaksanakan oleh semua

pihak, dan diberi fasilitas oleh pemerintah daerah setempat, yakni berupa

koordinasi, pembinaan teknis, memantau pelaksanaan perda.

30