NASKAH AKADEMIK - kurikulum.kemdikbud.go.id
Transcript of NASKAH AKADEMIK - kurikulum.kemdikbud.go.id
NASKAH AKADEMIK
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Visi Kementerian Pendidikan Nasional:
“Insan Indonesia Cerdas, Komprehensif, Kompetitif, dan Bermartabat
(Insan Kamil/Insan Paripurna)”
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT KURIKULUM DAN PERBUKUAN Jakarta, 2011
Naskah Akademik Kurikulum PAUD i
Ketua : Dr. Ernawulan Syaodih, M.Pd. (UPI Bandung)
Sekretaris : Dra. Sri Yuniarti, MM (Puskurbuk)
Anggota : 1. Yeni Rahmawati, M.Pd. (UPI Bandung) - Anggota
2. Dian Arrahmi, S.Pd. (Yayasan Perguruan Al-Izhar Pondok
Labu)
Naskah Akademik Kurikulum PAUD ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan
“Naskah Akademik Satuan Pendidikan” sebagai penjabaran dari Naskah Akademik
Penataan Ulang Kurikulum yang telah disusun sebelumnya. Penyusunan naskah
akademik ini adalah dalam rangka menindaklanjuti program-program prioritas yang
dimuat, baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014
maupun dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014.
Naskah Akademik Satuan Pendidikan yang telah disusun oleh Pusat Kurikulum dan
Perbukuan adalah sebagai berikut :
1. Naskah Akademik Pendidikan Anak Usia Dini
2. Naskah Akademik Sekolah Dasar
3. Naskah Akademik Sekolah Menengah Pertama
4. Naskah Akademik Sekolah Menengah Atas
5. Naskah Akademik Sekolah Menengah Kejuruan
6. Naskah Akademik Program Khusus
7. Naskah Akademik Pendidikan Non Formal
Selain itu, Pusat Kurikulum dan Perbukuan juga telah menyusun Naskah Akademik
Kewirausahaan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan pemikiran dalam mewujudkan naskah akademik ini. Dengan
kerendahan hati, kami mengharapkan masukan dan kritik yang konstruktif dalam
rangka pemantapan dan penyempurnaannya. Semoga upaya ini bisa menjadi salah
satu unsur yang signifikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Jakarta, Mei 2011
Kepala Pusat Kurikulum dan
Perbukuan,
Dra. Diah Harianti, M.Psi
NIP. 195504161983032001
Naskah Akademik Kurikulum PAUD iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................ ii
Daftar Isi ..................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PAUD ..................... 4
A. Landasan Teoritis .................................................................................. 4
1. Landasan filosofis-pedagogis .............................................................. 4
2. Landasan psikologis .......................................................................... 11
3. Landasan sosio-antropologis ............................................................. 18
4. Landasan neurologis .......................................................................... 19
5. Landasan yuridis .............................................................................. 20
B. Landasan Empiris ................................................................................ 22
1. Gambaran Perkembangan PAUD saat ini ........................................ 22
a. Capaian Kinerja dan tantangan peningkatan APK PAUD .......... 23
b. Permasalahan dan Tantangan PAUD ............................................ 23
2. Kajian Pengembangan PAUD masa depan ...................................... 24
a. Kecenderungan Utama Masa Depan ............................................. 25
b. Pembangunan PAUD dalam Visi Indonesia 2025 dan 2045
(100 tahun Indonesia merdeka) ..................................................... 26
BAB III. HAKIKAT PENDIDIKAN ANAK USIA DINI .................................. 27
A. Pengertian ................................................................................................. 27
B. Tujuan ....................................................................................................... 27
C. Fungsi ........................................................................................................ 27
D. Prinsip –prinsip (tematik, terpadu, holistic) ............................................. 27
E. Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak ................................................ 29
F. Profil guru PAUD ..................................................................................... 40
G. Layanan Utama PAUD ............................................................................. 27
BAB IV. PENATAAN KURIKULUM ................................................................. 42
A. Batasan Kurikulum PAUD ....................................................................... 42
B. Tujuan Kurikulum PAUD ......................................................................... 44
C. Pendekatan Pembelajaran PAUD ............................................................. 45
D. Kerangka Dasar Kurikulum PAUD .......................................................... 50
E. Struktur Program ....................................................................................... 51
Naskah Akademik Kurikulum PAUD iv
F. Penguatan nilai karakter bangsa , ekonomi kreatif, kewirausahaan dan
belajar aktif dalam pembelajaran PAUD .................................................. 52
G. Strategi dan metode pembelajaran Anak Usia Dini ................................ 57
H. Pengelolaan lingkungan belajar ............................................................... 62
I. Penilaian pembelajaran PAUD ............................................................... 63
BAB V. REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT ........................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 92
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar dalam
sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia. Pada masa
ini ditandai oleh berbagai periode penting yang menjadi fundamen dalam kehidupan
anak selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu periode yang
menjadi penciri masa usia dini adalah the Golden Ages atau periode keemasan.
Banyak konsep dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan
pada masa usia dini. Beberapa label konsep disandingkan pada masa anak usia dini
seperti masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka, masa bermain dan
masa trozt alter 1 (masa membangkang tahap 1).
Label konsep tersebut diperkuat oleh fakta yang ditemukan oleh ahli-ahli neurologi
yang menyatakan bahwa pada saat lahir otak bayi mengandung 100 sampai 200
milyar neuron atau sel syaraf yang siap melakukan sambungan antar sel. Sekitar 50
% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun, 80 % telah terjadi
ketika berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi 100 % ketika anak berusia 8
sampai 18 tahun. Pertumbuhan fungsional sel-sel syaraf tersebut membutuhkan
berbagai situasi pendidikan yang mendukung, baik dalam situasi pendidikan
keluarga, masyarakat maupun sekolah. Para ahli pendidikan sepakat bahwa periode
keemasan hanya berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia. Hal
ini menunjukkan bahwa betapa meruginya suatu keluarga, masyarakat dan bangsa
jika mengabaikan masa-masa penting yang berlangsung pada anak usia dini.
Sebagai komitmen dan keseriusan antar bangsa terhadap pendidikan anak usia dini
telah dicapai berbagai momentum dan kesepakatan penting yang telah digalang
secara internasional. Salah satunya adalah Deklarasi Dakkar yang diantaranya
menyepakati bahwa perlunya upaya memperluas dan memperbaiki keseluruhan
perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat
rawan dan kurang beruntung. Adapun komitmen antara bangsa secara internasional
lainnya adalah kesepakatan antar negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-
Bangsa yang menyepakati ”Dunia yang layak bagi anak 2002” atau dikenal dengan
”world fit for children 2002”. Beberapa kesepakatan yang diperoleh adalah (1)
mencanangkan kehidupan yang sehat, (2) memberikan pendidikan yang berkualitas,
(3) memberikan perlindungan terhadap penganiayaan, eksploitasi dan kekerasan.
Dalam tahun yang sama, bangsa Indonesia telah membuat catatan sejarah baru dalam
upaya perlindungan anak dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002 dan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Dalam undang-undang nomor 23 ditegaskan beberapa poin penting
sebagai berikut:
1. Pasal 4 mengungkapkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diksriminasi.
2. Pasal 9 mengungkapkan dua hal pokok yaitu ;
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 2
a) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya.
b) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak
yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,
sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus.
Demikian pula dengan Undang-Undang Nomor 20 yang telah memberikan payung
hukum untuk perlunya diselenggarakan pendidikan anak usia dini pada ketiga jalur
pendidikan. Pada pasal 28 undang-undang nomor 20 ditegaskan tentang
penyelenggaraan pendidikan anak usia dini pada jalur informal (keluarga), jalur non
formal (seperti Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak) dan jalur formal
(Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal).
Walaupun berbagai upaya secara konseptual maupun praktis telah diupayakan dalam
membangun anak usia dini namun masih banyak anak usia dini Indonesia yang
belum terlayani kebutuhannya pada bidang pendidikan (sensus terbaru 2005
mencapai 26 juta). Pada sisi lain, kelembagaan pendidikan anak usia dini yang ada
baru dapat menampung sebesar 27% angka partisipasi kasar (APK). Hal ini
diperburuk dengan masih rendahnya kualitas penyelenggaraan lembaga pendidikan
anak usia dini diselenggarakan dilihat dari aspek standard program yang diberikan,
proses pembelajaran yang belum mengakomodasi kebutuhan anak dan kualitas serta
kualifikasi tenaga pendidik anak usia dini yang masih tergolong rendah.
Dalam rangka membantu memenuhi kebutuhan anak usia dini pada bidang
pendidikan, khususnya memberikan pendidikan yang berkualitas pada anak usia dini,
pemerintah berusaha menfasilitasi dengan dikembangkannya rujukan dalam rangka
pengembangan kurikulum yang diharapkan dapat membantu memberikan
pendidikan yang berkualitas pada anak usia dini. Dengan rujukan ini diharapkan
lembaga pendidikan keluarga (informal), lembaga pendidikan masyarakat (non
formal) dan lembaga pendidikan anak usia dini formal dapat mengembangkan
Kurikulum PAUD yang dapat memenuhi kebutuhan perkembangan (standar
performen) anak pada segala aspek perkembangan sehingga dapat membantu
mempersiapkan anak beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan masa kini dan
masa depan kehidupannya.
B. Tujuan
Penyusunan naskah akademik PAUD disusun untuk memberikan pijakan keilmuan
dan arah pengembangan dalam menyelenggarakan pendidikan anak usia dini pada
berbagai kelembagaan. Naskah akademik ini juga dimaksudkan memberikan
pemahaman tentang pentingnya pengembangan pendidikan anak usia dini dengan
berpijak pada konsep keilmuan yang relevan serta searah dengan tuntutan akademik
dan kebutuhan. Upaya ini sekaligus dapat membangun kebiasaan berpikir dan
bertindak praksis dalam menjalankan profesi tenaga pendidik anak usia dini. Adapun
tujuan khusus penyusunan naskah akademik ini diarahkan pada :
1. Memberikan analisis konsep dasar filosofis dan keilmuan pendidikan serta ilmu
bantu lainnya sebagai dasar pengembangan seluruh komponen PAUD
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 3
2. Memberikan guideline secara konseptual akademik dalam pemetaan ruang
lingkup tingkat pencapaian perkembangan anak sesuai dengan tahapan usianya.
3. Memberikan guideline secara konseptual akademik dalam menyusun standar
proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan (Developmentally
Appropriate) dan berbagai kebutuhan anak usia dini lainnya.
4. Memberikan guideline secara konseptual akademik dalam menyusun standar
penilaian yang dapat dijadikan alternatif untuk melakukan asesmen dan
pemantauan tumbuh kembang anak.
5. Memberikan guideline secara konseptual akademik dalam menyusun standar
pengelolaan pembelajaran pada anak usia dini dengan berbagai seting dan situasi.
6. Memberikan guideline secara konseptual akademik dalam menyusun standar
pendidik yang dipersyaratkan untuk dapat menyelenggarakan pendidikan pada
anak usia dini secara profesional.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 4
BAB II
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PAUD
A. Landasan Teoritis
Dalam penataan kurikulum PAUD terdapat beberapa landasan teoritis yang menjadi
pegangan yaitu:
1. Landasan Filosofis-Pedagogis
Filosofis pendidikan merupakan kerangka landasan yang sangat fundamental bagi
pendidik yang akan melaksanakan tugas profesionalnya sebagai guru. Kerangka
filosofis memberikan gambaran tentang cara pandang guru terhadap pendidikan itu
sendiri (termasuk didalamnya kurikulum: tujuan pendidikan dan isi pendidikan),
anak didik dan proses pembelajaran. Kerangka filosofis harus menjadi kerangka
berpikir guru atau mind set guru dalam menyelenggarakan praksis pembelajaran.
Adapun landasan pedagogis memberikan sejumlah pemahaman konseptual dan
praktis tentang bagaimana proses pendidikan itu terjadi dalam berbagai lingkungan,
termasuk didalamnya adalah pola pengasuhan anak, model pembelajaran, metode
pembelajaran dan teknik pembelajaran, penggunaan media dan sumber belajar,
penyusunan langkah pembelajaran dan penilaian yang mendidik anak.
Dari sudut filosofis pendidikan, banyak ragam konsep cara pandang pelaksanaan
pendidikan yang digagas para filosof. Beberapa konsep filosofis tersebut dapat
dirangkum sebagai berikut:
a. Idealisme
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa alam semesta ini adalah
perwujudan intelegensi dan kemauan, hal zat atau substansi yang kekal dan abadi
dalam dunia ini bersifat keijiwaan, spiritual atau rohaniah. Dan hal-hal yang bersifat
materil bersumber kepada hal-hal yang bersifat kejiwaan. Tokoh aliran ini antara lain
Plato, David Hume, dan Hegel.
Pandangannya tentang hakikat pengetahuan menyatakan bahwa pengetahuan yang
benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali. Pengetahuan yang
diperoleh melalui indera tidak pasti, tidak lengkap, karena dunia materi hanyalah
tipuan belaka, sifatnya maya, dan menyimpang dari keadaan lingkungan yang lebih
sempurna. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang
mempunyai akal pikiran cemerlang, dan sebagian besar manusia hanya sampai pada
tingkat pendapat. Sehubungan dengan teori pengetahuannya, intelek dan akal
memegang peranan yang sangat penting atau menentukan proses belajar mengajar,
karena menurut aliran ini manusia akan dapat memperoleh pengetahuan dan
kebenaran sejati. Dengan demikian pengetahuan yang diajarkan di sekolah harus
bersifat intelektual.
Hakikat nilai menurut pandangan idealisme bersifat absolut. Standar tingkah laku
manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari kenyataan sebenarnya
atau metafisik. Hanya satu kebenaran, yaitu kebenaran yang berasal dari Sang
Pencipta.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 5
Pendidikan menurut idealisme diartikan sebagai upaya terencana untuk mewujudkan
manusia ideal yaitu manusia yang dapat mencapai keselarasan individual yang
terpadu dalam keselarasan alam semesta. Upaya pendidikan harus ditujukan pada
pembentukan karakter, watak, menusia yang berbudi luhur, pengembangan bakat
insani dan kebajikan sosial
b. Realisme
Realisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa ada alam semesta yang
bersifat materil yang tidak bergantung kepada hal-hal yang bersifat kejiwaan, dan
dapat diketahui secara langsung melalui pengalaman pendriaan dan dengan
mempergunakan pikiran. Tokoh aliran ini antara lain Aristoteles (realisme klasik),
dan Thomas Aquino (realisme religius).
Teori pengetahuan realisme, menyatakan adanya prinsip ketidaktergantungan
pengetahuan. Kenyataan hadir dengan sendirinya dan bersifat obyektif, tidak
bergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia. Pengetahuan yang benar
diperoleh melalui pengalaman pendriaan. Pengetahuan yang benar adalah yang
sesuai dengan fakta. Dalam kaitannya dengan hakikat nilai, realisme menyatakan
bahwa standar tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam, dan pada taraf yang
lebih rendah diatur oleh kebijaksanaan yang telah teruji dalam kehidupan
Pendidikan dalam pandangan realisme adalah proses perkembangan intelegensi,
daya kraetif dan sosial individu yang mendorong pada terciptanya kesjahteraan
umum. Pendidikan yang berdasarkan realisme konsisten dengan teori belajar S-R.
Dengan demikian pendidikan juga dapat diartikan sebagai upaya pembentukan
tingkah laku oleh lingkungan.
c. Naturalisme Romantik
Tokoh aliran filsafat ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Dia dilahirkan
di Switzerland, tetapi sebagian besar hidupnya dihabiskan di Perancis dimana dia
menjadi filsuf terpimpin pada masanya. Rousseau diakui sebagai bapak
romantisisme, yaitu suatu gerakan di mana para seniman dan para penulis
menekankan tema-tema yang sentimentil, kealamiahan/kewajaran, dan kemurnian.
Gagasan ini mempengaruhi konsepsi Rousseau tentang anak.
Pandangan Rousseau tentang perkembangan anak disajikan dalam novelnya Emile
(1762). Emile adalah teori pendidikan yang ditujukan kepada bangsawan kaya pada
zamannya yang biasanya hidup artifisial dipenuhi dengan segala macam tata cara
hidup ningrat. Dalam karyanya yang tersohor ini, Rousseau menggambarkan
perawatan dan pemantauan seorang anak laki-laki bernama Emile dari masa bayi
hingga dewasa muda.
Ajaran filsafat naturalisme romantik Rousseau dalam Emile antara lain berisi
gagasan sebagai berikut: “Segala sesuatu yang berasal dari Sang Pencipta adalah
baik, tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan manusia. Pendidikan Emile
adalah pendidikan naturalistik atau alami dalam arti: (1) pendidikan yang
mengembangkan kemampuan-kemampuan alami atau bakat/pembawaan anak, (2)
pendidikan yang berlangsung dalam alam, dan (3) pendidikan negatif. Dengan
menggunakan sarana berupa sastra, Rousseau mampu menggambarkan pandangan
teoritisnya tentang perkembangan anak dan memberikan saran-saran mengenai
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 6
metode yang paling tepat tentang cara merawat dan mendidik anak.
Yang mendasar bagi teori Rousseau adalah kembalinya kepada pandangan Descartes
bahwa anak-anak dilahirkan dengan membawa pengetahuan dan ide, yang
berkembang secara alamiah dengan usianya. Perkembangan dalam pandangan ini,
dihasilkan melalui suatu rangkaian tahapan yang dibimbing oleh suatu proses sejak
dilahirkan. Pengetahuan itu diperoleh secara bertahap melalui interaksi dengan
lingkungannya yang diarahkan oleh minat dan perkembangannya sendiri.
Pengetahuan bawaan anak meliputi hal-hal seperti prinsip-prinsip keadilan dan
kejujuran, dan yang berada di atas semuanya yaitu rasa kesadaran. “Rouseau juga
memandang bahwa anak pada dasarnya adalah baik karena Tuhan membuat segala
sesuatu baik (Krogh, 1994:15)
Sesuai dengan pandangan di atas, maka pendekatan untuk mendidik anak bukanlah
dengan mengajar anak secara formal atau melalui pengajaran langsung, akan tetapi
dengan memberi kesempatan kepada mereka belajar melalui proses eksplorasi dan
diskoveri. “Anak harus diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman-
pengalaman positif, diberi kebebasan dan mengikuti minat-minat spontannya.
(Krogh, 1994:15). Rousseau mengkritik pendidikan yang sifatnya artifisial atau
dibuat-buat , dan dia menganjurkan pendidikan itu harus natural. Dalam biografinya
Emile, Rousseau menyarankan bahwa untuk mendidik Emile paling sedikit harus
mengandung tiga gagasan yang saat ini didukung oleh beberapa ahli pendidikan.
Pertama, anak-anak dapat didorong untuk mempelajari disiplin ilmu (body of
knowledge) hanya apabila mereka telah memiliki kesiapan kognitif untuk
mempelajarinya. Kedua, anak-anak belajar sebaik mungkin apabila mereka
didorong secara mudah kepada informasi atau gagasan dan dilibatkan untuk
memperoleh suatu pemahaman tentang dirinya melalui proses penemuan oleh
dirinya sendiri. Ketiga, parawatan dan pendidikan anak harus membantu
perkembangan secara permisif dari pada menggunakan jenis interaksi yang
mengandung disiplin kaku, karena disiplin kaku tidak sesuai dengan pandangan yang
lebih romantis tentang anak. Sesuai dengan pandangannya bahwa anak dilahirkan
membawa bakat yang baik, maka pendidikan adalah pengembangan bakat anak
secara maksimal melalui pembiasaan, latihan, permainan, partisipasi dalam
kehidupan, serta penyediaan kesempatan belajar dan belajar selaras dengan tahap-
tahap perkembangan anak.
d. Pragmatisme
Aliran filsafat ini disebut juga instrumentalisme atau eksperimentalisme. Disebut
instrumentalisme karena memandang bahwa tujuan pendidikan bukanlah terminal,
akan tetapi alat atau instrumen untuk mencapai tujuan berikutnya. Dan dikatakan
eksperimentalisme karena untuk membuktikan kebenaran digunakan metode
eksperimen. Tokoh aliran filsafat ini antara lain John Dewey dan Williams James.
Pragmatisme adalah salah satu aliran filsafat yang anti metafisika. Kenyataan yang
sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan dalam kehidupan
ini berubah (becoming), hakikat segala sesuatu adalah perubahan itu sendiri.
Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikis dan sosial. Manusia dilahirkan dalam
keadaan tidak dewasa dan tak berdaya, tanpa dibekali dengan bahasa, keyakinan-
keyakinan, gagasan-gagasan atau norma-norma sosial. Hal ini mengandung arti
bahwa setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 7
kemampuan biologis, psikologis, dan sosial. Sesuai dengan pandangannya tentang
hakikat realitas, manusia dipandang sebagai mahluk yang dinamis, tumbuh dan
berkembang. Anak dipandang sebagai individu yang aktif.
Hakikat pengetahuan menurut pragmatisme terus berkembang. Pengetahuan bersifat
hipotetis dan relatif yang kebenarannya tergantung pada kegunaannya dalam
kehidupan dan praktek. Pengetahuan adalah instrumen untuk bertindak sedangkan
dalam membahas hakikat nilai pragmatisme menyatakan bahwa tidak ada nilai yang
berlaku secara universal atau absolut. Etika tidak diturunkan dari hukum tertinggi
yang bersumber dari zat supernatural. Standar tingkah laku perseorangan dan sosial
ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman hidup. Etika pragmatisme
memiliki karakteristik: empiris, relatif, partikular (khusus), dan ada dalam proses.
Pendidikan diartikan sebagai proses reorganisasi dan rekonstruksi (penyusunan
kembali) pengalaman sehingga dapat menambah efisiensi individu dalam interaksinya
dengan lingkungan dan dengan demikian mempunyai nilai sosial untuk memajukan
kehidupan masyarakat.
e. Eksistensialisme
Pokok pemikiran filsafat eksistensialisme dicurahkan kepada pemecahan yang
kongkrit terhadap persoalan “berada” mengenai manusia. Eksistensialisme adalah
aliran filsafat yang memandang segala gejala berpangkal pada eksistensi. Eksistensi
adalah cara manusia berada. Caranya manusia berada di dunia ini berbeda dengan
caranya benda-benda lain di dunia. Karena keberadaan benda-benda tersebut tidak
sadar akan dirinya sendiri, sedangkan manusia adalah makhluk yang sadar akan
dirinya dan akan yang diperbuatnya. Manusia hidup di dunia ini berlangsung dalam
keberadaan yang tidak sebenarnya (tidak autentik) dan dalam keberadaan yang
sebenarnya. Dalam keberadaan yang tidak sebenarnya, manusia memperlakukan
dirinya sebagai obyek, tertuju kepada mempertahankan diri dan mencari kepuasan,
merasakan ketiadaan dan keputusasaan. Dalam keberadaan yang sebenarnya manusia
memperlakukan dirinya sebagai subyek, menciptakan gagasan, dan mewujudkannya
dalam bentuk kebudayaan, kesenian, moral, dan sebagainya, bertransendensi ke atas,
dan mendekatkan dirinya kepada Tuhan.
Prinsip-prinsip umum filsafat eksistensialisme dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Hakikat realitas adalah sesuatu yang independen, dunia fisik ada dan ini dapat
merupakan ancaman bagi realisasi dari tujuan personal. Realitas spiritual dapat
atau tidak untuk ada.
2) Hakikat manusia adalah dualisme tubuh dan jiwa dengan perhatian utama
kepada jiwa.
3) Manusia bukan semata-mata objek tetapi juga subjek yang dapat memberikan
arti pada dirinya sendiri serta terhadap benda-benda lain karena manusia dapat
memperlakukan obyek yang ada di luar dirinya sendiri.
4) Hakikat pengetahuan cenderung kepada skeptisisme. Tetapi tetap mengakui
kemungkinan mencapai kebenaran sedangkan hakikat nilai menyatakan bahwa
standar moral bersifat majemuk, seseorang bebas memilih standar moral, tetapi
ada beberap standar moral yang imperatif.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 8
Menurut pandangan eksistensialisme kebebasan adalah sahabat terbaik manusia,
namun kebebasan dalam konteks eksistensialisme adalah kebebasan yang dapat
dipertanggungjawabkan baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
Eksistensialisme memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan, karena keduanya
membahas manusia. masalah hidup, hubungan antar manusia, hekikat kepribadian,
dan kemerdekaan. Pendidikan diartikan sebagai upaya mewujudkan diri sendiri
melalui proses penghayatan dan belajar sendiri.
Berdasarkan pandangan filsafat pendidikan yang digambarkan di atas terdapat dua
aliran filsafat yang dapat dijadikan landasan filosofis yang relatif dominan dalam
pengembangan kurikulum PAUD, yaitu (1) aliran realisme yang memandang
pendidikan sebagai proses perkembangan intelegensi, daya kreatif dan sosial
individu yang mendorong kepada terciptanya kesejahteraan umum, dan (2) aliran
pragmatisme yang memandang pendidikan sebagai proses reorganisasi dan
rekonstruksi pengalaman individu sehingga dapat menambah efisiensi individu
dalam interaksi dengan lingkungan dan dengan demikian mempunyai nilai sosial
untuk memajukan kehidupan masyarakat.
Tokoh aliran Pragmatisme antara lain John Dewey dan Williams James. Dewey
dalam bukunya Democracy and Education menekankan pentingnya pendidikan
karena berdasarkan tiga pokok pemikiran, yaiti (1) pendidikan merupakan kebutuhan
untuk hidup, (2) pendidikan sebagai pertumbuhan, dan (3) pendidikan sebagai fungsi
sosial. Yang menyebabkan pendidikan sebagai kebutuhan untuk hidup, adalah
karena adanya anggapan bahwa selain pendidikan sebagai alat, melainkan juga
berfungsi sebagai pembaharu hidup atau renewal of life. Hidup itu selalu berubah,
selalu menuju kepada pembaharuan. Hidup itu ialah a self renewing process
throught action upun environment. Yang menyebakan pendidikan sebagai
pertumbuhan, adalah karena adanya kebelummatangan si anak, akan tetapi dalam
kebelummatangan itu terdapat potensi tersembunyi yang disebut potensialitas
pertumbuhan. Dalam mengaktualkan potensi-potensi yang tersembunyi tersebut,
pendidikan memiliki peranan penting sedangkan yang menyebabkan pendidikan
sebagai fungsi sosial adalah, karena sebagai individu anak juga sebagai mahluk
sosial yang selalu berinteraksi dengan individu lainnya. Oleh karena itu dalam hal ini
pendidikan harus mampu memfasilitasi anak dalam melakukan proses sosialisasi
sehingga dapat menjadi warga masyarakat yang diharapkan.
Di samping pandangan di atas, sesuai dengan pandangannya tentang hakikat realitas
yang terus mengalir, berubah, berkembang, Dewey mengemukakan bahwa
pendidikan berarti perkembangan sejak lahir hingga menjelang kematian. Jadi
pendidikan itu juga berarti kehidupan, dengan lain perkataan, pendidikan adalah
hidup itu sendiri. Bagi Dewey, education is growth, development, life. Artinya
proses pendidikan tidak mempunyai tujuan di luar dirinya tetatpi terdapat dalam
pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan bersifat kontinyu, reorganisasi dan
rekonstruksi, dan pengubahan pengalaman hidup. Pragmatisme tidak mengenal
adanya tujuan umum atau tujuan akhir pendidikan, yang ada hanyalah tujuan
instrumental karena tercapainya tujuan yang satu adalah alat untuk mencapai tujuan
berikutnya. Setiap fase perkembangan kehidupan, masa kanak-kanak. Masa pemuda
dan masa dewasa, semuanya adalah fase pendidikan, semua yang dipelajari pada
fase-fase tersebut mempunyai arti sebagai pengalaman belajar, pengalaman
pendidikan. Dalam arti yang luas pendidikan menurut pragmatisme dapat dikatakan
bahwa pendidikan adalah segala bentuk pengalaman belajar yang berlangsung dalam
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 9
segala lingkungan hidup dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi
hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang.
Beberapa pandangan Dewey tentang pendidikan dapat dirangkum sebagai berikut:
1) Pendidikan yang benar hanya akan muncul dengan menggali keunggulan-
keunggulan anak yang timbul dari tuntutan situasi sosial di mana dia menemukan
dirinya sendiri. Melalui tuntutan sosial ini anak dirangsang untuk mampu
bertindak sebagai anggota suatu unit sosial tertentu.
2) Insting dan potensi-potensi anak menjadi titik tolak untuk semua pendidikan.
3) Pendidikan adalah proses hidup itu sendiri dan bukan persiapan untuk hidup.
4) Sebagai lembaga sosial, sekolah harus menyajikan kehidupan nyata dan penting
bagi anak sebagaimana yang terdapat di dalam rumah, di lingkungan sekitar, atau
di lingkungan masyarakat luas. (Dewey dalam Krogh, 1994)
Tujuan pendidikan diarahkan untuk mencapai suatu kehidupan yang demokratis.
Demokrasi bukan dalam arti politik, melainkan sebagai cara hidup bersama, sebagai
way of life, pengalaman bersama dan komunikasi bersama. Dewey mengemukakan
beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang baik sebagai berikut:
1) Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan berdasarkan kegiatan dan kebutuhan
intrinsik peserta didik.
2) Tujuan pendidikan harus mampu menimbulkan suatu metode yang dapat
mempersatukan aktifitas pengajaran yang sedang berlangsung.
3) Pendidik harus tetap menjaga jangan sampai ada tujuan umum dan tujuan akhir.
Untuk mengetahui bagaimanakah proses belajar terjadi pada anak didik, kita lihat
bagaimana syarat-syarat untuk pertumbuhan. Pendidikan sama dengan pertumbuhan.
Syarat pertumbuhan adalah adanya kebelumdewasaan atau kebelummatangan
(immaturity), yang berarti kemampuan untuk berkembang. Immaturity tidak berarti
negatif, tetapi positif, kemampuan kecakapan, dan kekuatan untuk tumbuh. Ini
menunjukkan bahwa anak didik adalah hidup, ia memiliki semangat untuk berbuat.
Pertumbuhan bukan sesuatu yang harus kita berikan, akan tetapi sesuatu yang harus
mereka lakukan sendiri. Ada dua sifat immaturity, yakni kebergantungan dan
plastisitas. Kebergantungan berarti kemampuan untuk menyatakan hubungan sosial,
dan ini akan menyebabkan individu itu matang dalam hubungan sosial. Sebagai
hasilnya, akan tumbuh kemampuan interdependensi atau saling kebergantungan
antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lain. Plastisitas mengandung
pengertian kemampuan untuk berubah. Plastisitas berarti juga habitat yaitu
kecakapan menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat untuk mencapai tujuan,
bersifat aktif, mengubah lingkungan.
Dalam proses belajar, Dewey menekankan pentingnya prinsip learning by doing atau
belajar dengan bekerja, belajar melalui praktek, karena belajar dengan bekerja adalah
dua kegiatan yang tidak dapat dipisahklan seperti halnya pendidikan dengan
kehidupan atau seperti halnya anak dengan masyarakat. Learning by doing ini
berlaku bagi semua tingkatan usia anak. Kapankah proses belajar itu dimulai dan
kapankah berakhir. Sesuai dengan pandangan Dewey, bahwa pendidikan adalah
pertumbuhan itu sendiri, maka proses belajar pun berlangsung terus-menerus sejak
lahir dan berakhir pada saat kematian. Pendidikan adalah pengalaman, yaitu suatu
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 10
proses yang berlangsung secara terus-menerus. Terdapat hubungan yang erat antara
proses belajar, pengalaman dan berpikir. Pengalaman itu bersifat aktif dan pasif.
Pengalaman yang bersifat aktif berarti berusaha, mencoba dan mengubah, sedangkan
pengalaman pasif berarti menerima dan mengikuti saja. Kalau kita mengalami
sesuatu maka kita berbuat, sedangkan kalau mengikuti sesuatu kita memperoleh
akibat atau hasil belajar. Belajar dari pengalaman adalah menghubungkan
pengalaman kita dengan pengalaman masa lalu dan yang akan datang. Belajar dari
pengalaman berarti mempergunakan daya pikir reflektif (reflective thinking) dalam
pengalaman kita. Pengalaman yang efektif adalah pengalaman yang reflektif. Ada
lima langkah berpikir reflektif menurut Dewey, yaitu:
1) Merasakan adanya keraguan, kebingungan yang menimbulkan masalah,
2) Mengadakan interpretasi tentatif (merumuskan hipotesis),
3) Mengadakan penelitian atau pengumpulan data yang cermat,
4) Memperoleh hasil dari pengujian hipotesis tentatif,
5) Hasil pembuktian sebagai sesuatu yang dijadikan dasar untuk berbuat
Metode berpikir reflektif atau problem solving yang dikemukakan di atas merupakan
metode mengajar utama yang disarankan Dewey. Langkah pertama dan kedua
bersumber dari berpikir deduktif, sedangkan langkah ketiga dan keempat merupakan
tahap berpikir induktif. Dengan demikian dari langkah kesatu sampai dengan
langkah keempat terdapat gabungan berpikir deduktif dan induktif, dan kemudian
hasil gabungan berpikir itu harus diuji kembali dalam implementasi.
Pengujian terakhir inilah yang paling menentukan, karena kebenaran pragmatis
ditentukan dalam realitas hidup manusia yang sebenarnya. Pragmatisme tidak
menolak metode mengajar lain selain problem solving sepanjang metode tersebut
relevan dan dapat menimbulkan aktivitas serta inisiatif anak. Dengan demikian
metode mengajar harus bersifat fleksibel.
Dalam penyusunan bahan ajar menurut Dewey hendaknya memperhatikan syarat-
syarat sebagai berikut: (1) bahan ajar hendaknya kongkrit, dipilih yang betul-betul
berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan mendetail, (2)
pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan
dalam kedudukan yang berarti yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru
dan kegiatan yang lebih menyeluruh. Bahan ajar harus berisi pengalaman-
pengalaman yang telah teruji serta minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak. Hal
yang terakhir memberikan implikasi bahwa sekolah perlu membuat kurikulum
darurat untuk memenuhi minat dan kebutuhan anak. Bahan-bahan pelajaran bagi
anak didik tidak bisa semata-mata diambil dari buku-buku pelajaran yang
diklasifikasikan dalam bentuk disiplin ilmu yang ketat, akan tetapi harus bersifat
interdisipliner, berisikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk
bergiat dan berbuat, dan memberikan rangsangat kepada anak untuk bereksperimen.
Bahan pelajaran harus merupakan kegiatan yang berkenaan dengan sesuatu masalah
(problem).
Peranan pendidik menurut pragmatisme bukanlah sebagai instruktur yang
mendominasi kegiatan pembelajaran, akan tetapi sebagai fasilitator. Secara rinci
peranan pendidik menurut pragmatisme adalah sebagai berikut:
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 11
1) Pendidik tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai
dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
2) Pendidik hendaknya menciptakan suatu situasi, sehingga anak merasakan
adanya suatu masalah yang ia hadapi, sehingga timbul minat untukmemecahkan
masalah tersebut,
3) Untuk membangkitkan minat anak, hendaknya guru mengenal kemampuan serta
minat masing-masing atau peserta didik.
4) Pendidik hendaknya dapat menciptakan siatusi yang menimbulkan kerja sama
dalam belajar, antara murid dengan murid begitu pula antara guru dengan murid.
Bertolak dari pernyataan di atas, maka peran guru adalah memberikan dorongan
kepada peserta didik untuk bekerja bersama-sama, menyelidiki dan mengamati
sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan sendiri sesuai dengan minat yang ada pada
dirinya. melalui cara ini akan belajar dengan bekerja.
Lembaga pendidikan merupakan suatu lingkungan khusus. Lembaga pendidikan
khususnya sekolah dipandang sebagai sebuah mikrokosmos dari masyarakat yang
lebih luas. Di sini para siswa dapat mengkaji masalah-masalah sosial yang pada
umumnya sering dihadapi masyarakat. Sekolah harus menjadi laboratorium belajar
yang hidup, dan suatu model kerja demokrasi. Lembaga pendidikan mempunyai
fungsi-fungsi khusus sebagai berikut:
1) Menyediakan lingkungan yang disederhanakan. Tidak mungkin kita memasukkan
seluruh peradaban manusia yang sangat kompleks ke dalam sekolah. Demikian
pula, anka didik tidak mungkin dapat memahami seluruh masyarakat yang sangat
kompleks. Itulah sebabnya lembaga pendidikan merupakan masyarakat atau
lingkungan hidup manusia yang disederhanakan
2) Membentuk masyarakat yang akan datang yang lebih baik. Anak didik tidak
belajar dari masa lampau tetapi belajar dari masa sekarang untuk memperbaiki
masa yang akan datang.
3) Mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam
lingkungan. Lembaga pendidikan memberi kesempatan kepada setiap
individu/anak didik untuk memperluas lingkungan hidupnya.
2. Landasan Psikologis
Pendidikan pada anak usia dini pada berbagai kelembagaannya sesungguhnya
merupakan proses interaksi antara pendidik dengan anak didik untuk membantu anak
mencapai tugas-tugas perkembangannya dan/atau memperoleh optimalisasi berbagai
ragam potensi perkembangan. Dalam konteks interaksi edukatif, ragam pemahaman
kondisi psikologis pendidik dan anak didik menjadi konsep penting untuk
memberikan acuan dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum. Kondisi
psikologis pendidik dan anak didik ini akan digambarkan dalam landasan psikologis.
Landasan psikologis merupakan acuan konseptual akademis yang berisi kajian
konsep psikologi yang memberikan pemahaman berbagai konsep tentang
perkembangan anak (psikologi perkembangan dan perkembangan anak), bagaimana
cara anak belajar (psikologi belajar) dan faktor yang mempengaruhi belajar anak
(psikologi pendidikan).
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 12
Dalam konteks psikologi perkembangan dan perkembangan anak, setiap anak didik
memiliki karakteristik dan tahapan perkembangan normatif yang relatif sama sesuai
dengan usia kalender (cronological ages). Standar normatif perkembangan ini akan
menjadi kerangka acuan dalam menyusun standar kompetensi perkembangan sesuai
dengan usia kelender masing-masing murid. Walaupun secara normatif anak
memiliki standar perkembangan yang relatif sama namun dalam proses
pencapaiannya, setiap anak memiliki keunikan, tempo dan irama perkembangan
masing-masing. Terdapat perbedaan kondisi psikologis (mental ages) yang telah
dimiliki dan dicapai setiap anak didik dibandingkan dengan standar perkembangan
yang sesuai dengan usia kalender (sesuai usia). Perbedaan tersebut dalam konsep
perkembangan anak dipangaruhi oleh faktor heriditas (faktor bawaan), pengalaman
interaksi anak dalam keluarga (termasuk kondisi spiritual-keagaman, kondisi
ekonomi, kondisi sosial-antropologi yang dimiliki keluarga).
Beberapa konsep psikologi perkembangan dan perkembangan anak yang dijadikan
landasan psikologis dalam naskah akademik ini diantaranya adalah :
a. Pemahaman tentang konsep perkembangan anak didik dapat diperoleh melalui
studi perkembangan, baik yang bersifat longitudinal, cross sectional,
psikoanalitik, sosiologik maupun studi kasus. Studi longitudinal telah
memperoleh sejumlah informasi tentang perkembangan individu melalui
pengamatan dan pengkajian perkembangan sepanjang masa perkembangan, dari
saat lahir sampai dengan dewasa, seperti yang pernah dilakukan oleh Williard C.
Olson. Metode cross sectional melakukan pengamatan dan pengkajian terhadap
berbagai kelompok selama suatu periode yang singkat. Hal ini pernah dilakukan
oleh Arnold Gessel. Ia mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkatan
usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan
kemampuan serta perilaku mereka. Studi psikoanalitik dilakukan oleh Sigmund
Freud beserta para pengikutnya. Studi ini lebih banyak diarahkan mempelajari
perkembangan anak pada masa-masa sebelumnya, terutama pada masa kanak-
kanak (balita). Menurut Freud, pengalaman yang tidak menyenangkan pada
masa balita dapat mengganggu perkembangan pada masa-masa berikutnya.
Metode sosiologik digunakan oleh Robert Havighurst yang mempelajari
perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas yang harus dihadapi
dan dilakukan dalam masyarakat. Tuntutan akan tugas-tugas kehidupan
masyarakat ini oleh Havighurst disebut sebagai tugas-tugas perkembangan
(developmental tasks). Ada seperangkat tugas-tugas perkembangan yang harus
dikuasai individu dalam setiap tahap perkembangan. Metode studi kasus
dilakukan dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para ahli psikologi
perkembangan menarik beberapa kesimpulan tentang pola-pola perkembangan
anak. Studi seperti ini pernah dilakukan oleh Jean Piaget tentang perkembangan
kognitif anak.
b. Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu
pendekatan pentahapan (stage approach), pendekatan diferensial (differential
approach) dan pendekatan ipsatif (ipsative approach). Menurut pendekatan
pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap
perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tertentu
yang berbeda dengan tahap yang lainnya. Pendekatan diferensial melihat bahwa
individu memiliki kesamaan dan perbedaan. Atas dasar persamaan dan
perbedaan tersebut, individu dikatagorikan atas kelompok-kelompok yang
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 13
berbeda, seperti kelompok individu berdasarkan jenis kelamin, ras, agama,
status social-ekonomi dan sebagainya. Selain itu, pendekatan ipsatif adalah
suatu pendekatan yang berusaha melihat individu berdasarkan karakteristiknya.
Dari ketiga pendekatan itu yang banyak dianut oleh para ahli psikologi
perkembangan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan ini lebih disenangi
karena lebih jelas menggambarkan proses ataupun urutan perkembangan dan
kemajuan individu. Dalam pendekatan pentahapan, dikenal dua variasi, pertama,
pendekatan yang bersifat menyeluruh mencakup segala segi perkembangan,
seperti perkembangan fisik dan gerakan motorik, sosial, intelektual, moral,
emosional, religi dan sebagainya. Kedua, pendekatan yang bersifat khusus, yang
mendeskripsikan salah satu segi atau aspek perkembangan saja. Dalam
pentahapan yang bersifat menyeluruh dikenal tahap-tahap perkembangan dari
Jean Jacques Rousseau, G. Stanley Hall, Havighurst, dan lain-lain. Rousseau
membagi seluruh masa perkembangan anak atas empat tahap perkembangan,
yaitu masa bayi (infancy), usia 0-2 tahun merupakan tahap perkembangan fisik,
masa anak (childhood), usia 2-12 tahun, masa perkembangan sebagai manusia
primitif. Masa remaja awal (pubercence), usia 12-15 tahun, masa bertualang
yang ditandai dengan perkembangan intelektual dan kemampuan nalar yang
pesat. Masa remaja (adolescence), usia 15-25 tahun, masa hidup sebagai
manusia yang beradab, masa pertumbuhan seksual, sosial, moral dan kata hati.
Stanley Hall adalah salah seorang ahli psikologi Perkembangan penganut teori
evolusi. Hall menerapkan teori rekapitulasi, salah satu konsep dalam teori
evolusi, pada perkembangan anak. Menurut teori rekapitulasi, perkembangan
individu merupakan rekapitulasi dari perkembangan spesiesnya (ontogeny
recapitulates phylogeny). Hall membagi keseluruhan masa perkembangan anak
atas empat tahap. Masa kanak-kanak (infancy), usia 0-4 tahun, yang merupakan
masa kehidupan sebagai binatang melata dan berjalan. Masa anak (childhood),
usia 4-8 tahun, masa manusia pemburu. Masa puer (youth), usia 8-12 tahun,
masa manusia belum beradab. Masa remaja (adolescence), usia 12/13 tahun
sampai dewasa, merupakan masa manusia beradab. Robert J. Havighurst
menyusun fase-fase perkembangan atas dasar problema-problema yang harus
dipecahkannya dalam setiap fase. Tuntutan akan kemampuan memecahkan
problema dalam setiap fase perkembangan ini oleh Havighurst disebutnya
sebagai tugas-tugas perkembangan (developmental tasks). Havighurst membagi
seluruh masa perkembangan anak atas lima fase, yaitu masa bayi (infancy), dari
0-1/2 tahun, masa anak awal (early childhood) 2/3 – 5/7 tahun masa anak (late
childhood) dari 5/7 – masa pubersen, masa adolesen awal (early adolescence)
dari pubersen ke pubertas, dan masa adolesen (late adolescence) dari masa
pubertas sampai dewasa. Untuk setiap fase perkembangan, Havighurst
menghimpun sejumlah tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai anak.
Dikuasai atau tidaknya tugas-tugas perkembangan pada suatu fase berpengaruh
bagi penguasaan tugas pada fase-fase berikutnya. Dalam pendekatan pentahapan
yang bersifat khusus, dikenal pentahapan dari Piaget, Erikson, dan sebagainya.
Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap perkem-bangan dari kemampuan
kognitif anak. Dalam perkembangan kognitif menurut Piaget, yang terpenting
adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep. Melalui penguasaan konsep-
konsep itu, anak mengenal lingkungan dan memecahkan berbagai problema
yang dihadapi dalam kehidupannya. Ada empat tahap perkembangan kognitif
anak menurut konsep Piaget, yaitu :
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 14
• Tahap sensorimotor, usia 0-2 tahun;
• Tahap praoperasional, usia 2-4 tahun;
• Tahap konkret operasional, usia 7-11 tahun;
• Tahap formal operasional, usia 11-15 tahun.
Tahap sensorimotor disebut juga sebagai masa descriminating and labeling.
Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahasa awal,
waktu sekarang dan ruang yang dekat saja. Masa praoperasional atau masa
prakonseptual disebut juga sebagai masa intuitif dengan kemampuan menerima
perangsang yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya,
walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi
waktu dan tempat masih terbatas. Masa konkret operasional disebut juga masa
performing operation. Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan tugas-
tugas menggabungkan, memisahkan, meyusun, menderetkan, melipat dan
membagi. Masa formal operasional disebut juga sebagai masa proportional
thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi. Mereka
sudah mampu berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, menyintesis,
mampu berpikir abstrak dan berpikir reflektif serta memecahkan berbagai
persoalan.
Erick Homburger Erikson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut
Sigmund Freud. Ia memusatkan studinya terhadap perkembangan psikososial. Ada
delapan tahap perkembangan psikososial, yaitu :
Tahap 1 : Basic Trust vs Mistrust (0 – 1 tahun)
Anak mendapat rangsangan dari lingkungan. Bila dalam merespon rangsangan anak
mendapat pengalaman yang menyenangkan akan tumbuh rasa percaya diri,
sebaliknya menimbulkan rasa curiga
Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (2 – 3 tahun)
Anak sudah harus mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan seluruh
otot-otot tubuhnya. Bila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuh bias
menimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak memberi kepercayaan
atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan menumbuhkan rasa malu dan ragu-
ragu.
Tahap 3 : Initiative vs Guilt (4 – 5 tahun)
Pada masa ini anak harus dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang tua,
anak harus dapat bergerak bebas dan berinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi
lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya menimbulkan
rasa bersalah.
Tahap 4 : Industry vs Inferiority (6 tahun – pubertas)
Anak harus dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri
memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak
mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil,
sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 15
Tahap 5 : Identity & Repudiation vs Identity Diffusion (masa remaja)
Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, masa mencari dan mendapatkan
peran dalam masyarakat. Seorang remaja akan berhasil memperoleh identitas diri
jika ia dapat memenuhi tuntutan biologis, psikologis dan social yang ada dalam
kehidupan. Sebaliknya, jika tidak berhasil maka terburai identitasnya.
Tahap 6 : Intimacy & Solidarity vs Isolation ( masa dewasa muda)
Orang yang berhasil mencapai integritas identitas diri akan mampu menjalin
keintiman dengan orang lain maupun diri sendiri. Jika seorang dewasa muda masih
takut kehilangan diri sendiri bila menjalin hubungan erat (intim) dengan orang lain,
berarti ia belum mampu melebur identitas dirinya bersama orang lain. Hal ini
menunjukkan ketidakmampuan menumbuhkan keintiman dengan orang lain. Jika
seseorang gagal menjalin hubungan yang bersifat intim, maka akan mengucilkan diri.
Tahap 7 : Generativity vs Stagnation (masa dewasa)
Berperan sebagai orang dewasa yang produktif, yang mampu menyumbangkan
tenaga dan pikirannya bagi masyarakat. Seseorang yang berhasil melaksanakan
perannya seperti yang dituntut oleh masyarakat, dalam dirinya akan tumbuh perasaan
ingin berkarya, sebaliknya jika tidak mampu berperan akan berkembang perasaan
mandeg/stagnasi.
Tahap 8 : Integrity vs Despair (masa tua)
Seseorang harus hidup dengan apa yang telah dijalaninya selama ini. Secara ideal
seyogyanya ia telah mencapai integritas diri. Integritas diri adalah menerima segala
keterbatasan yang ada dalam kehidupan, memiliki rasa bahwa ia adalah bagian dari
sejarah kehidupan. Sebaliknya bila ia merasa tidak berbuat apa-apa dalam hidup,
menyesali hidup, takut menghadapi kematian, menimbulkan rasa putus asa.
Berbagai perkembangan yang terjadi pada anak usia dini diperoleh melalui
kematangan dan belajar. Perkembangan karena faktor belajar dapat terjadi dalam
berbagai situasi lingkungan dimana terjadi interaksi anak dengan manusia (orang
dewasa, teman dan adik) dan dengan lingkungan alam sekitar. Pemahaman konsep
tentang bagaimana anak belajar pada berbagai kondisi lingkungan tersebut dapat
ditelaah dan digambarkan melalui psikologi belajar. Belajar pada dasarnya
merupakan proses perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen sebagai
hasil interaksi individu (anak) dengan lingkungannya. Dalam proses interaksi dengan
lingkungan, banyak konsep psikologi belajar memberikan penjelasan dari berbagai
perspektif sesuai kajian para ahli, termasuk tentang bagaimana cara anak usia dini
melakukan aktivitas yang dinamakan belajar tersebut. Menurut Morris L. Bigge dan
Murice P Hunt (1980 : 226-227) ada tiga rumpun teori belajar yang memberikan
penjelasan tentang bagaimana belajar itu terjadi, yaitu teori disiplin mental,
behaviorisme dan cognitive gestalt field.
1) Menurut rumpun teori disiplin mental, dari kelahirannya atau secara herediter,
anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Belajar merupakan upaya untuk
mengembangkan potensi-potensi tersebut. Ada beberapa teori yang termasuk
rumpun disiplin mental yaitu : disiplin mental theistic, disiplin mental
humanistic, naturalisme dan apersepsi. Teori disiplin mental theistic berasal dari
psikologi daya. Menurut teori ini, individu atau anak mempunyai sejumlah daya
mental seperti untuk mengamati, menanggap, mengingat, berpikir, memecahkan
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 16
masalah, dan sebagainya. Belajar merupakan proses melatih daya-daya tersebut.
Bila daya-daya tersebut terlatih maka dengan mudah dapat digunakan untuk
menghadapi atau memecahkan berbagai masalah. Teori disiplin mental
humanistic bersumber pada psikologi humanisme klasik dari Plato dan
Aristoteles. Teori ini hampir sama dengan teori pertama bahwa anak memiliki
potensi-potensi. Potensi-potensi perlu dilatih agar berkembang. Perbedaannya
dengan teori disiplin mental theistic, teori ini menekankan bagian-bagian,
latihan bagian atau aspek tertentu. Teori disiplin mental humanistic lebih
menekankan keseluruhan, keutuhan. Pendidikannya menekankan pendidikan
umum (general eduation). Kalau seseorang menguasai hal-hal yang bersifat
umum akan mudah ditransfer atau diaplikasikan kepada hal-hal lain yang
bersifat khusus. Teori naturalisme atau natural unfoldment atau self
actualization. Teori ini berpangkal dari psikologi naturalisme romantic dengan
tokoh utamanya Jean Jecques Rousseau. Sama dengan kedua teori sebelumnya
bahwa anak mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan. Kelebihan dari teori
ini adalah mereka berasumsi bahwa individu bukan saja mempunyai potensi
atau kemampuan untuk berbuat atau melakukan berbagai tugas, tetapi juga
memiliki kemauan dan kemampuan untuk belajar dan berkembang sendiri. Agar
anak dapat berkembang dan mengaktualisasikan segala potensi yang
dimilikinya, pendidik atau guru perlu menciptakan situasi yang permisif, yang
jelas. Melalui situasi demikian, ia dapat belajar sendiri dan mencapai
perkembangan secara optimal. Teori belajar yang keempat adalah teori
apersepsi, disebut juga Herbartisme, bersumber pada psikologi strukturalisme
dengan tokoh utamanya Herbart. Menurut aliran ini belajar adalah membentuk
masa apersepsi. Anak mempunyai kemampuan untuk mempelajari sesuatu.
Hasil dari suatu perbuatan belajar disimpan dan membentuk suatu masa
apersepsi dan masa apersepsi ini digunakan untuk mempelajari atau mengasai
pengetahuan selanjutnya. Demikian seterusnya, semakin tinggi perkembangan
anak, semakin tinggi pula masa apersepsinya.
2) Rumpun atau kelompok teori belajar yang kedua adalah Behaviorisme, yang
biasa disebut S-R Stimulus-Respon. Kelompok ini mencakup tiga teori yaitu S-R
Bond, Conditioning, Reinforcement. Kelompok teori ini berangkat dari asumsi
bahwa anak atau individu tidak memiliki atau membawa potensi apa-apa dari
kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal
dari lingkungan. Lingkungan, apakah lingkungan keluarga, sekolah atau
masyarakat, lingkungan manusia, alam, budaya, religi yang membentuknya.
Kelompok teori ini tidak mengakui sesuatu yang bersifat mental. Perkembangan
anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat diamati, dilihat. Teori S-R Bond
bersumber dari psikologi koneksionisme atau teori asosiasi dan merupakan teori
pertama dari rumpun behaviorisme. Menurut teori ini, kehidupan ini tunduk
kepada hokum stimulus respon atau aksi-reaksi. Setangkai mawar merah dapat
merupakan suatu stimulus dan direspon oleh mata dengan cara meliriknya.
Kesan indah yang diterima individu dapat merupakan stimulus yang
mengakibatkan terespon memetik bunga tersebut. Demikian halnya dengan
belajar, terdiri atas rentetan hubungan stumulus respons. Belajar adalah upaya
untuk membentuk hubungan stimulus respons sebanyak-banyaknya. Tokoh
utama teori ini adalah Edward L. Thorndike. Ada tiga hukum belajar yang
sangat terkenal dari Thorndike ini, yaitu Law of readness, Law of exercise or
repetition dan Law of effect (Bigge & Thurst, 1980 : 273). Menurut hukum
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 17
kesiapan (law of readness), hubungan antara stimulus dan respon akan terbentuk
atau mudah terbentuk apabila telah ada kesiapan pada system syaraf individu.
Menurut hukum latihan atau pengulangan (law of exercise or repetition),
hubungan antara stimulus dan respons akan terbentuk apabila sering dilatih atau
diulang-ulang. Selanjutnya, menurut hukum akibat (law of effect), hubungan
stimulus dan respons akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan. Teori
kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning atau stimulus-response
with conditioning. Tokoh utama dari teori ini adalah Watson. Belajar atau
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons perlu dibantu dengan
kondisi tertentu. Contohnya, sebelum anak-anak masuk kelas dibunyikan bel,
bunyi bel ini merupakan kondisioning bagi anak, sehingga setiap anak
mendengar bunyi bel berarti tandanya masuk kelas. Teori ketiga adalah
reinforcement dengan tokoh utamanya C. L. Hull. Teori ini berkembang dari
teori psikologi, reinforcement, yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari
teori S-R Bond dan conditioning. Bila pada teori conditioning, kondisi diberikan
pada stimulus, maka pada reinforcement kondisi diberikan pada respons.
Reinforcement dapat berupa angka tinggi, pujian, atau hadiah dengan maksud
agar kegiatan yang dilakukan anak lebih giat dan sungguh-sungguh. Di samping
reinforcement positif dikenal pula reinforcement negatif, yaitu untuk mencegah
atau menghilangkan suatu perbuatan yang kurang baik atau tidak disetujui
masyarakat. Reinforcement ini berupa : peringatan, teguran, ancaman, sanksi,
atau berupa hukuman.
3) Rumpun yang ketiga adalah cognitive gestalt field. Teori belajar dari rumpun ini
adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari psikologi gestalt field. Menurut
teori ini belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru
atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu
menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam
lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt field melihat bahwa
belajar itu merupakan perbuatan yang bertujuan, eksploratif, imajinatif, dan
kreatif. Pemahaman atau insight merupakan citra diri atau perasaan tentang
pola-pola atau hubungan.
Selain konsep psikologi perkembangan, perkembangan anak dan psikologi belajar,
secara psikologi proses interaksi edukatif antara pendidik dan anak didik akan
melibatkan kondisi psikologis lain seperti motivasi, minat, keberbakatan, kreatifitas,
proses pembelajaran dan penilaian kemajuan anak (perkembangan anak). Kondisi
psikologis ini biasanya dipelajari dalam kajian konsep psikologi pendidikan.
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari kajian landasan psikologis ini
diantaranya adalah: Perkembangan anak merupakan salah satu sasaran utama dalam
kegiatan pendidikan atau pembelajaran pada berbagai satuan, jenis dan jenjang
pendidikan. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan harus diperhatikan berbagai
aspek/dimensi, tahapan dan karakteristik perkembangan anak yang menjadi subjek
didik.
Karakteristik perkembangan yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa sepanjang
rentang perkembangan anak usia dini, khususnya pada usia 3-6 tahun ditandai oleh
masa-masa penting seperti masa peka, masa eksplorasi, masa bermain dan masa
terjadinya aktivitas berlebihan atau over activity . Keseluruhan masa tersebut diakui
para ahli sebagai masa keemasan atau the golden ages pada anak usia dini. Masa
keemasan ini merupakan masa yang paling penting dan menjadi dasar bagi
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 18
perkembangan anak selanjutnya sampai anak mencapai tingkat kedewasaannya.
Kerangka landasan psikologis lainnya yang menjadi dasar dalam naskah akademik
ini adalah tahapan perkembangan anak pada berbagai dimensi perkembangan.
Tahapan dimensi perkembangan akan memberikan acuan bagi pendidik untuk
memperhatikan dan menyesuaikan berbagai komponen program, metode, teknik dan
proses pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan pada aspek
perkembangan yang dialami anak. Dengan demikian guru akan selalu menyesuaikan
strategi pmbelajaran sesuai dengan tahapan perkembangan anak sehingga dapat
melaksanakan dan mengembangkan proses pembelajaran yang appropriate. Pada
anak usia dini, karakteristik perkembangan anak yang perlu menjadi perhatian
adalah terjadinya masa “over activity” , masa yang menunjukkan terjadinya aktivitas
yang berlebihan pada anak. Anak cenderung menunjukkan aktivitas berlebihan pada
berbagai waktu dan kesempatan serta aktivitas seolah tidak mengenal lelah, bahkan
sekalipun ia dalam keadaan sakit secara fisik biasanya anak akan tetap berusaha
menunjukkan aktivitasnya terutama dalam melakukan kegiatan bermain. Konsep
perkembangan seperti inilah yang menjadi salah satu dasar pengembangan
pembelajaran pada anak usia dini menggunakan konsep “moving class” atau kelas
bergerak atau kelas berpindah dengan waktu bermain (dan belajar) lebih lama,
terutama kegiatan Halfday dan fullday school.
Melalui kegiatan moving class anak anak menunjukkan keatifannya dalam bermain
dan belajar sehingga secara bertahap akan merasakan dan mengalami kebutuhan
langsung terhadap belajar. Konsep tersebut juga menjadi dasar dalam
mengembangkan model pembelajaran sentra atau area. Model pembelajaran sentra
memberikan kesempatan pada anak untuk belajar dengan cara berpindah (bergerak)
dari satu sentra ke sentra lainnya. Melalui kegiatan sentra anak akan selalui
menunjukkan keaktifannya dalam belajar.
3. Landasan Sosio-Antropologi
Perkembangan anak pada berbagai dimensi perkembangan tidak pernah terlepas dari
konteks kehidupan sosial dan kultural yang melatar belakanginya. Lingkungan
kehidupan sosial dan kultur yang ada di sekitar anak akan memberikan pengaruh
pada proses belajar anak dan perubahan potensi sebagai hasil dari proses belajar itu
sendiri. Kehidupan sosio-kultural yang paling dekat dengan anak adalah lingkungan
keluarga, tetangga dan lembaga sosial serta lembaga kependidikan lain yang
mengasuhnya. Konteks sosio-kultural dapat menyajikan sejumlah pengetahuan,
keterampilan, nilai-nilai dan pengalaman hidup yang beragam sehingga anak akan
memiliki sejumlah preferency dalam membangun kebiasaan dan tingkah lakunya
sendiri atau secara bersama-sama dengan orang lain. Pengalaman sosial dan kultural
akan menjadi pengisi perspektif kehidupan anak dalam berbagai aspek potensi
perkembangannya mencakup cara berbahasa, cara berpikir, kehidupan beragama dan
bermoral dan kebiasaan mengendalikan emosi serta kemandirian. Pada dimensi yang
luas, kehidupan sosial anak dibangun juga oleh kehadiran berbagai media masa,
terutama TV, Video Games dan film sebagai produk kultural manusia akan menjadi
faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Kurikulum yang
dikembangkan harus mengakomodasi dan mempertimbangkan secara cermat
berbagai kondisi sosio-kultural seperti itu. Seiring dengan pengalaman interaksional
anak dengan kehidupan sosial dan kulturalnya, desakan untuk memberikan
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 19
perlindungan dan pemenuhan hak azasi anak juga menjadi salah satu koridor yang
perlu dan mendesak untuk dipertimbangkan dalam menata serta mengembangkan
kurikulum utuh untuk PAUD.
Salah satu tokoh yang sangat memperhatikan pendidikan kebangsaan dan
pendidikan karakter bagi anak adalah Ki hajar Dewantoro. Berkenaan dengan
pendidikan karakter ini menurut Ki Hajar upaya pendidikan pada dasarnya ditujukan
kepada ;
“Halusnya budi,cerdasnya otak dan sehatnya badan. Ketiga usaha itu yang akan
menjadikan lengkap dan larasnya hidup kemanusiaan “. Sementara itu sistem
pendidikan pada zaman sekarang ini terlalu berat pada intelektualisme, kurang
memperhatikan keluhuran budi, dan karenanya mengakibatkan pincang dan
goncangnya hidup kemanusiaan”.
Cara pandang Ki Hajar terhadap manusia ini yaitu sebagai makhluk hidup yang
memiliki “badan wadag” (fisik) dan “badan halus” (rohani). Kedua aspek ini harus
mendapatkan perhatian dan stimulasi untuk mencapai tujuan pendidikan utama. Jika
diabaikan salah satunya, maka yang terjadi adalah ketidakseimbangan dalam hidup
secara pribadi mapun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berkenaan dengan upaya membangun bangsa ini, Ki Hajar sangat menekankan
pentingnya mendidik rakyat jelata dan membangun kekuatan rakyat. Pendidikan
harus memberi perasaan yang penuh terhadap kebangsaan ;
“Segala usaha untuk menjunjung derajat bangsa tidak akan berhasil kalau tidak
dimulai dari bawah; Rakyat yang kuat akan pandai melakukan segala usaha yang
berguna untuk kemakmuran negeri”.
Pendidikan tidak boleh tercerabut dari akar budaya dan penghidupan masyarakatnya.
Ki Hajar menegaskan ;
“Sistem pendidikan yang bermanfaat bagi kehidupan bersama haruslah
disesuaikan dengan hidup dan penghidupan rakyat. Pengajaran nasional adalah
pengajaran yang selaras dengan penghidupan bangsa dan kultur bangsa” .
Dengan demikian pendidikan dapat berhasil membangun dan mengangkat martabat
masyarakat untuk kemakmuran bangsanya sendiri. Lebih lanjut Ki Hajar
memberikan ilustrasi bahwa;
“jika seorang anak yang sejak kecil selalu dibiasakan pada bahasa asing dan
dijauhkan dari bahasanya sendiri akan kehilangan hubungan batin dengan
orangtuanya sendiri dan bangsanya. contoh kasus anak muda yang sombong, berani
melukai perasaan orangtuanya maupun bangsanya , itulah buah pengajaran &
pendidikan yang tidak berdasarkan kebangsaan”. .
4. Landasan Neurologi
Neurosains merupakan salah satu lompatan keilmuan pendukung yang sangat
memberikan kontribusi dalam menelaah dan memahami perkembangan psikologis
melalui kajian keilmuan tentang sel syaraf. Temuan yang dimaksud diantaranya
dikemukakan oleh Wittrock (dalam Clack, 1983) menemukan bahwa terdapat tiga
wilayah perkembangan otak yang semakin meningkat yaitu serabut dendrit,
kompleksitas hubungan dendrit dan pembagian sel syaraf.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 20
Berbagai penelitian telah dilakukan para ahli dimulai dari Binet-Simon (1908-1911)
hingga Gardner (1998) yang berbicara pada fokus yang sama yaitu fungsi otak yang
terkait dengan kecerdasan. Otak yang berada di dalam organ kepala memiliki peran
yang sangat penting selain sebagai pusat sistem syaraf juga berperan penting dalam
menentukan kecerdasan seseorang. Begitu pentingnya fungsi otak sehingga banyak
ahli untuk meneliti dan menggali optimalisasi fungsi kerja otak dalam
mengembangkan sumber daya manusia.
Optimalisasi kecerdasan dimungkinkan apabila sejak usia dini, anak telah
mendapatkan stimulasi yang tepat untuk perkembangan otaknya. Pada saat kelahiran,
otak bayi mengandung 100 milyar neuron dan satu triliun sel glia yang berfungsi
sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan membentuk
sambungan antar neuron. Sambungan-sambungan antar neuron inilah yang akan
membentuk pengalaman yang akan dibawa anak seumur hidupnya.Sesudah
kelahiran, kegiatan otak dipengaruhi dan tergantung pada kegiatan neuron dan
cabang-cabangnya dalam membentuk bertriliun-triliun sambungan antar neuron.
Melalui persaingan alami, otak akan memusnahkan sambungan (sinapsis) yang
jarang digunakan. Pemantanpan sambungan terjadi apabila neuron mendapatkan
informasi yang mampu menghasilkan letupan-letupan listrik. Letupan tersebut
merangsang bertambahnya produksi myelin yang dihasilkan oleh zat perekat glial.
Semakin banyaknya zat myelin yang diproduksi maka semakin banyak dendrit-
dendrit yang tumbuh, sehingga akan semakin banyak synap yang berarti lebih
banyak neuron-neuron yang menyatu membentuk unit-unit. Kualitas kemampuan
otak dalam menyerap dan mengolah informasi tergantung dari banyaknya neuron
yang membentuk unit-unit. Synap ini akan bekerja secara cepat sampai usia anak
lima-enam tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi kualitas
kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak
dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun
kehidupannya, terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan
ini anak memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan berbagai
kemampuannya yang meliputi kemampuan berbahasa, kognitif, motorik, sosialisasi
dan sebagainya. Bila anak tidak mendapat lingkungan yang merangsangnya, maka
perkembangan otaknya tidak akan berkembang dan anak akan menderita. Penelitian
terbaru menemukan bahwa apabila anak-anak jarang diajak bermain atau jarang
disentuh, perkembangan otaknya 20% atau 30% lebih kecil daripada ukuran
normalnya pada usia itu.
5. Landasan Yuridis
Penggunaan landasan yuridis ini dimaksudkan sebagai acuan hukum yang dapat
dijadikan sebagai kerangka kebijakan dalam menyusun serta mengembangkan
kurikukum PAUD, baik di tingkat negara (pemerintahan) sebagai pemegang amanah
untuk memenuhi hak-hak dasar anak maupun tingkat pelaksana PAUD. Landasan
yuridis ini diharapkan akan membantu proses pengembangan kurikulum PAUD
dengan memperhatikan dan mengakomodasi kesepakatan yuridis, khususnya dalam
memenuhi kebutuhan anak pada aspek pendidikan, kesehatan dan perlindungan
anak. Beberapa landasan yuridis yang dapat dijadikan acuan
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 21
a. Pembukaan UUD 1945
“… Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, …”
b. Hak Asasi Manusia
Pasal 28 B ayat 2
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
c. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Bagian Ketujuh Pendidikan
Anak Usia Dini (Pasal 28)
(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar
(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, nonformal, dan/ atau informal
(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat
(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk
Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain
yang sederajat
(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan
(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
d. Undang Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002
Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diksriminasi.
Pasal 9
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang
menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan
bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan
khusus.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 22
e. Permen No 58 tahun 2009 tentang Standar PAUD
Peraturan yang mengatur tentang standar tingkat pencapaian perkembangan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, proses, dan penilaian serta
standar sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan PAUD.
f. World Fit For Children 2002
1). Mencanangkan kehidupan yang sehat
2). Memberikan pendidikan berkualitas
3). Perlindungan terhadap aniaya, eksploitasi dan kekerasan
4). Memerangi HIV/AIDS
g. Deklarasi Dakar Tentang Pendidikan Untuk Semua
(1). Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak
usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung.
(2). Menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak
perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk
minoritas etnik, mempunyai akses dan menyelesaikan pendidikan dasar yang
bebas dan wajib dengan kualitas baik.
(3). Menjamin bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan orang dewasa
terpenuhi melalui akses yang adil pada program-program belajar dan
kecakapan hidup (life skills) yang sesuai.
(4). Mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang
tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan, dan akses yang adil pada
pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa.
(5). Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah
menjelang tahun 2005 dan mencapai persamaan gender dalam pendidikan
menjelang tahun 2015 dengan suatu fokus jaminan bagi perempuan atas akses
penuh dan sama pada prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas yang
baik.
(6). Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya,
sehingga hasil-hasil belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua,
terutama dalam keaksaraan, angka dan kecakapan hidup (life skills) yang
penting.
B. Landasan Empiris
1. Gambaran Perkembangan PAUD saat ini
Berikut ini akan dipaparkan gambaran PAUD di Indonesia saat ini berdasarkan
perhitungan Angka Partisipasi Kasar (APK), kinerja guru dan permasalahan di
lapangan.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 23
a. Capaian Kinerja dan Tantangan Peningkatan APK PAUD
APK PAUD pada tahun 2010 mencapai 56,7%. Pada tahuan 2011 pemerintah
mentargetkan peningkatan APK PAUD menjadi 60,1%. Hal ini membutuhkan
kerjasama dan kerja keras dari semua pihak. Capaian dan tantangan peningkatan
APK tersebut dapat dilihat dalam table berikut ;
Tabel 1. Capaian Kinerja 2010 dan Tantangan Peningkatan APK 2011
NO SASARAN STRATEGIS 2009 2010 Tantangan
2011
% Orang
1 APK PAUD (TK, KB, TPA, SPS) 53.7 56.7 60.1 983.022
2 APM SD/SDLB/MI/Paket A 95.2 95.4 96.2 212.120
3 APKNasionalSMP/SMPLB/MTs/PaketB 98.1 98.1 76.8 156.834
4 APK Nasional SMA/SMK/SMLB
/MA/MAK/Paket C
69.6 70.3 76.0 746.255
5 APK PT dan PTA Usia 19-23 Thn *) 23.5 23.9 26.1 465.747
6 Angka Putus SekolahSD 1.7 1.5 1.3 61.235
7 Angka Putus SekolahSMP 1.99 1.8 1.6 25.668
8 Angka Melanjutkan Sekolah SD ke SMP 90 91 92.8 551.113
9 Guru KualifikasiS1/D4 40 50.8 59.6 245.626
10 Guru Bersertifikat 26.7 33.6 44.8 312.615
11 Dosen Berkualifikasi S2 57.8 62.5 67.5 8.950
12 Dosen Berkualifikasi S3 8.3 9.5 10,5 1.790
Sumber:arahan mendiknas ( 2010)
b. Permasalahan dan Tantangan PAUD
Dalam setiap perubahan dan peningkatan mutu suatu program biasanya akan
menghadapi tantangan dan permasalahan, demikian juga dengan pembangunan
PAUD di masa depan. Keberhasilan pembangunan PAUD di Indonesia
membutuhkan kerjasama berbagai pihak.
Berikut ini adalah beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pengembangan PAUD di Indonesia
1). Permasalahan Guru PAUD
Salah satu persoalan penting yang masih menjadi “PR” besar dalam
penyelenggaraan pendidikan termasuk PAUD adalah persoalan guru. Permasalahan
guru PAUD di Indonesia saat ini baik dilihat dari sudut jumlah, kualifikasi, mutu
maupun penghasilan yang diperoleh guru masih memprihatinkan.
Secara umum mendiknas mengungkapkan beberapa persoalan yang menjadi
tantangan ke depan adalah sebagai berikut;
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 24
Tabel 2. Tantangan Peningkatan Kualitas
No Tantangan peningkatan kualitas
1 Kualifikasi Guru (50,8% belum S1/D4)
2 Sertifikasi Guru
3 Penuntasan Reformasi Birokrasi
4 Dosen Berkualifikasi S3 (9.8%)
5 Pemantapan pelaksanaan tata kelola PT
6 Penataan penyelenggaraan RSBI-SBI
7 Implementasi Pendidikan Karakter
8 Penataan sistem pengelolaan data pendidikan
9 Pemetaan pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Dikdas
10 Meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
11 Penguatan Proses Penjaminan Mutu (Revitalisasi Peran LPMP)
Sumber: mendiknas (2010)
2). Pemerataan layanan PAUD
Menteri pendidikan nasional (2011) mengungkapkan bahwa dari 13,5 juta anak usia
4-6 tahun, baru 38% yang terlayani sedangkan sisanya 62% belum terlayani
3).Permasalahan Calistung di PAUD
Permasalahan yang cukup mendasar saat ini dan masih beredar dengan kuat di
berbagai daerah adalah orientasi pendidikan anak usia dini yang masih bersifat
akademik. Anak usia dini di lapangan telah diajarkan membaca, berhitung dan
menulis seperti layaknya anak SD. Hal ini tidak sesuai dengan tugas perkembangan
mereka. Banyak hasil riset yang menunjukkan bahwa pembelajaran akademik bagi
anak usia dini dapat merugikan masa depan anak. Pada umumnya anak-anak yang
stress di lembaga PAUD dan mendapatkan tuntutan akademik di luar kemampuan
mereka dapat mengalami kelelahan mental ketika mereka berada di kelas 3 SD.
disinilah perlunya guru PAUD, guru SD dan orang tua memiliki pemahaman yang
tepat tentang pelayanan pendidikan anak usia dini, sehingga tujuan pendidikan anak
usia dini dapat tercapai sesuai yang diharapkan.
2. Kajian Pengembangan PAUD Masa Depan
Perkembangan sains dan teknologi telah memberikan pengaruh yang sangat besar
dalam merubah tatanan kehidupan bermasyarakat. Perubahan ini pula yang harus
terus diantisipasi oleh dunia pendidikan. Sistem pendidikan lebih diharapkan dapat
merancang program pembelajaran yang lebih maju ke depan atau one step a head ,
sehingga generasi yang dihasilkan adalah generasi yang siap pakai dan tidak
ketinggalan zaman.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 25
a. Kecenderungan Utama Masa Depan
Sebagai seorang futuris, Canton (2010) mengemukakan terdapat beberapa
kecenderungan yang akan muncul di masa depan, yaitu;
1). Munculnya benturan kebudayaan di masa depan era globalisasi
Benturan budaya dan perebutan masa depan menjadi konsekuensi globalisasi. Pada
masa ini bangsa yang kuat akan memberikan pengaruh terhadap perubahan budaya
pada bangsa lain. Bangsa yang lemah akan menjadi sasaran empuk dalam globalisasi
budaya. Jatidiri, ke unikan, ciri khas, keragaman menjadi hal yang akan sulit
diperoleh, pada satu titik ekstrim keunikan suatu bangsa dapat menjadi punah. Pada
posisi inilah visi pendidikan karakter dan mengokohkan kembali akar budaya bangsa
menjadi sangat penting untuk dilakukan sejak saat ini, dan tercermin dalam sistem
pendidikannya.
2). Ekonomi inovasi
Ekonomi masa depan yang akan bertahan adalah ekonomi kreatif dan inovatif.
Industri dan pengusaha harus melakukan berbagai inovasi untuk menjaga stabilitas
perekonomiannya. mereka yang tidak kreatif dan inovatif akan hilang dan
ditinggalkan.
3). Munculnya sains-sains baru
Fenomena kebebasan berpikir serta iklim kondusif yang mendukung lahirnya
gagasan baru telah mengantarkan para ilmuan untuk mengembangkan dan
menemukan sains baru. Hasil penemuan ini juga mempengaruhi kehidupan manusia
itu sendiri, satu diantaranya yang sedang dikembangkan adalah teleportasi,
nanobiologi, rekayasa genetika, cloning, hingga serba-serbi alam semesta.
4). Perubahan iklim
Fenomena bencana alam, pemanasan global (efek rumah kaca, mencairnya es di
kutub), polusi, kebakaran hutan, merupakan fenomena yang mempengaruhi
perubahan iklim yang terjadi di dunia. Hal ini memberikan dampak yang cukup besar
dalam kehidupan manusia. Persoalan ini sangat penting untuk diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum ke depan. Para generasi muda perlu diajarkan untuk
memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan menjaga kelangsungan dan
keharmonisan alam. Selain itu mereka juga dapat diajarkan untuk memiliki
kesadaran dan survive dalam menjalani kehidupan dan menyesuaikan diri dengan
kondisi alam, iklim dan lingkungannya, termasuk didalamnya membekali para siswa
dengan program mitigasi bencana.
5). Bahan bakar masa depan
Energi minyak bumi saat ini mulai menipis, habis dan menjadi sangat mahal di
pasaran. Berbagai sumber energi baru sebagai alternatif pengganti sudah lahir dan
akan menjadi pilihan produktif di masa depan. Sumber energi tersebut harus
berlimpah, andal, terbarukan, bersih, terjangkau dan aman, sehingga dapat
mengakhiri ketergantungan manusia dalam menggunakan minyak bumi dan
melestarikan bumi agar tetap layak dihuni. Mencermati fenomena tersebut sistem
pendidikan harus mulai menyiapkan program untuk membangun pola hidup yang
ramah lingkungan, hemat energy serta membekali para siswa dengan wawasan
energy alternatif.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 26
b. Pembangunan PAUD dalam Visi Indonesia 2025 dan 2045 (100 Tahun
Indonesia Merdeka)
Menteri pendidikan nasional (2011) dalam pidato hardiknas mengungkapkan bahwa
“tantangan globalisasi dan krisis multi dimensi yang sedang dihadapi bangsa
Indonesia, menuntut semua lapisan masyarakat untuk lebih memperkuat jati diri,
identitas, dan karakter sebagai bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang dikaruniai
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya alam yang sangat kaya, sumber
daya manusia berupa bonus demografi (2010-2040) yang luar biasa besar, dan
perjalanan panjang sebagai bangsa yang tangguh dan penuh optimisme. Demikian
juga kesempatan yang sangat terbuka untuk menjadi bangsa dan negara yang besar,
maju, demokratis, dan sejahtera. Indonesia sekarang ini, memiliki potensi dan juga
kesempatan. Momentum tersebut perlu dimanfaatkan dengan baik dengan
menyiapkan generasi menuju 2045, yaitu pada saat 100 tahun Indonesia merdeka”.
Lebih lanjut Mendiknas mengutarakan bahwa “banyak agenda yang harus disiapkan
dalam menyiapkan generasi 2045, antara lain pendidikan anak usia dini (PAUD).
Pada usia inilah masa emas dari generasi bangsa Indonesia. Anak-anak inilah 30- an
tahun ke depan yang akan menjadi pemegang kunci kemajuan bangsa. Karena itu,
tidak ada pilihan lain, jika kita ingin menyiapkan generasi 2045, maka harus kita
mulai dari PAUD. Karena itu, konsistensi kebijakan dan kebersamaan diperlukan .
Inilah `hadiah” yang akan disiapkan dan dipersembahkan dalam menyambut generasi
2045, generasi 100 tahun Indonesia merdeka”.
Anak usia dini di tahun 2011 merupakan “kado” untuk 100 tahun Indonesia merdeka,
di tahun 2045. Hal ini membutuhkan kerja keras dan keseriusan semua pihak untuk
mempersiapkan satu generasi yang akan dididik secara kontinue selama 34 tahun.
Hal ini merupakan PR yang luar biasa bagi para pendidik PAUD.
Berkenaan dengan pembangunan PAUD di Indonesia, Pemerintah telah
mencanangkan program Paudisasi ; yaitu suatu program penataan, percepatan, dan
perluasan layanan pendidikan anak usia dini untuk mendukung Indonesia menjadi
12 besar kekuatan dunia pada tahun 2025 dan menjadi 8 besar kekuatan dunia pada
tahun 2045.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan guna pencapaian maksud tersebut
sebagaimana dipaparkan mendiknas (2011) adalah sebagai berikut ;
1). Perumusan filosofis PAUD
2). Perumusan hubungan PAUD dengan pendidikan SD
3). Penataan kelembagaan dan satuan PAUD
4). penataan pendidikan dan tenaga kependidikan PAUD
5). Penataan kerjasama kemdiknas dengan Pemda dan lembaga kemasyarakatan
pelaksana PAUD
6). Penataan kurikulum PAUD
7). Penataan Pembiayaan PAUD
8). Penataan penjaminan mutu PAUD
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 27
BAB III
HAKIKAT PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A. Pengertian
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
B. Tujuan
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah:
1. Membangun landasan bagi berkembangnya potensi anak usia dini agar menjadi
manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri,
percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
2. Mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis,
dan sosial anak usia dini melalui bermain yang edukatif dan menyenangkan.
3. Membantu anak usia dini mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik
yang meliputi nilai-nilai agama dan moral, sosio-emosional, kemandirian,
kognitif dan bahasa, fisik/motorik, seni untuk siap memasuki pendidikan dasar.
C. Fungsi
Fungsi pendidikan anak usia dini adalah:
1. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak.
2. Mengenalkan anak dengan dunia sekitar.
3. Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik.
4. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi.
5. Mengembangkan keterampilan, kreativitas dan kemampuan yang dimiliki anak.
6. Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar
D. Prinsip-Prinsip
Dalam melaksanakan pendidikan anak usia dini hendaknya menggunakan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1. Berorientasi pada Perkembangan Anak
Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai
dengan tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik, maka
perlu memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam
kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang dimulai
dari cara sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-
aku-an ke rasa sosial.
2. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada
kebutuhan anak. Anak pada usia dini sedang membutuhkan proses belajar untuk
mengoptimalkan semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 28
psikis. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya
dilakukan berdasarkan pada perkembangan dan kebutuhan masing-masing anak.
3. Bermain Sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain
Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan pembelajaran pada anak
usia dini. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya
dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi,
metode, materi/bahan, dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak.
Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan
memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran
menjadi bermakna bagi anak. Ketika bermain anak membangun pengertian yang
berkaitan dengan pengalamannya.
4. Lingkungan Kondusif
Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan
menyenangkan serta demokratis sehingga anak merasa aman, nyaman dan
menyenangkan dalam lingkungan bermain baik di dalam maupun di luar
ruangan. Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan keamanan dan
kenyamanan anak dalam bermain. Penataan ruang belajar harus disesuaikan
dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga anak dapat berinteraksi
dengan mudah baik dengan pendidik maupun dengan temannya.
Lingkungan bermain hendaknya tidak memisahkan anak dari nilai-nilai
budayanya, yaitu tidak membedakan nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan
tempat bermain ataupun di lingkungan sekitar. Pendidik harus peka terhadap
karakteristik budaya masing-masing anak.
5. Menggunakan Pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran
terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan
dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini
dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan
jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
6. Mengembangkan Berbagai Kecakapan Hidup
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses
pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri
sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.
7. Menggunakan Berbagai Media Edukatif dan Sumber Belajar
Setiap kegiatan untuk menstimulasi perkembangan potensi anak, perlu
memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, antara lain lingkungan alam
sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik. Penggunaan
berbagai media dan sumber belajar dimaksudkan agar anak dapat bereksplorasi
dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya.
8. Dilaksanakan secara Bertahap dan Berulang-ulang
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai
dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai
dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berluang.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 29
9. Stimulasi Terpadu
Perkembangan anak bersifat sistematis, progresif dan berkesinambung-an antara
aspek kesehatan, gizi dan pendidikan. Hal ini berarti kemajuan perkembangan
satu aspek akan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Karakteristik anak
memandang segala sesuatu sebagai suatu keseluruhan, bukan bagian demi
bagian. Stimulasi harus diberikan secara terpadu sehingga seluruh aspek
perkembangan dapat berkembang secara berkelanjutan, dengan memperhatikan
kematangan dan konteks sosial, dan budaya setempat.
10. Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
Proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan
dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-
kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu
anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru.
Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat
anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran.
11. Pemanfaatan Teknologi Informasi
Pelaksanaan stimulasi pada anak usia dini dapat memanfaatkan teknologi untuk
kelancaran kegiatan, misalnya tape, radio, televisi, komputer. Pemanfaatan
teknologi informasi dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan untuk
mendorong anak menyenangi belajar.
E. Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak
Tingkat pencapaian perkembangan menggambarkan rentang pertumbuhan dan
perkembangan yang mungkin dilalui dan dicapai anak yang berlangsung secara
berurutan dan berkesinambungan. Oleh karena itu, tingkat perkembangan yang
dicapai anak pada masa ini akan menjadi dasar pencapaian perkembangan pada
tahap berikutnya.
Setiap anak diharapkan mencapai tingkat perkembangannya secara optimal. Agar
seluruh aspek perkembangan anak usia dini berkembang secara integratif dan
optimal maka diperlukan pendidikan yang dapat memberikan rangsangan dan
layanan terhadap aspek perkembangan motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional,
serta pemahaman agama dan moralnya.
Tingkat perkembangan merupakan aktualisasi potensi semua aspek kemanusiaan
yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya. Tingkat
pencapaian perkembangan secara integratif tersusun dalam urutan tahapan usia, dan
akan meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif pada tahap berikutnya.
Berbagai studi loningtudinal dalam bidang neurobiologi dan neurosains
membuktikan bahwa perkembangan otak anak pada tahun-tahun awal kehidupan
sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental, kemampuan belajar, dan
perilakunya sepanjang hidup. Oleh karena itu, rangsangan lingkungan, kualitas
interaksi, serta mutu gizi dan baiknya perawatan kesehatan akan memberikan
keuntungan jangka panjang dalam pembinaan dan pengembangan warganegara di
masa depan
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 30
1. Tingkat Pencapaian Perkembangan Kelompok Usia 0 – < 12 Bulan
Lingkup
Perkembangan
Tingkat Pencapaian Perkembangan
< 3 bulan 3 – < 6 bulan 6 – < 9 bulan 9 – <12 bulan
I. Nilai-nilai
Agama dan
Moral
*) *) *) *)
II. Motorik
A. Motorik
Kasar
1. Refleks
menggengga
m benda
yang
menyentuh
telapak
tangan.
2. Menegakkan
kepala saat
ditelungkupk
an.
3. Tengkurap.
4. Berguling ke
kanan dan ke
kiri.
1. Meraih benda di
depannya.
2. Tengkurap
dengan dada
diangkat dan
kedua tangan
menopang.
3. Duduk dengan
bantuan.
1. Melempar
benda yang
dipegang
2. Merangkak
ke segala
arah.
3. Duduk tanpa
bantuan.
4. Berdiri
dengan
bantuan.
5. Bertepuk
tangan.
1. Menarik
benda yang
terjangkau.
2. Berjalan
dengan
berpegangan.
3. Berjalan
beberapa
langkah tanpa
bantuan.
4. Melakukan
gerak
menendang
bola.
B. Motorik
Halus
1. Memainkan
jari tangan
dan kaki.
2. Memegang
benda dengan
lima jari.
1. Memasukkan
benda ke dalam
mulut.
2. Memindahkan
mainan dari satu
tangan ke
tangan yang
lain.
1. Memegang
benda
dengan ibu
jari dan jari
telunjuk
(menjumput)
2. Meremas.
1. Menggaruk
kepala.
2. Memegang
benda kecil
atau tipis
(misal:
potongan
buah atau
biskuit).
3. Memukul-
mukul atau
mengetuk-
ngetuk
mainan.
III. Kognitif
A. Mengenali
apa yang
diinginkan.
1. Membedaka
n apa yang
diinginkan
(ASI atau
dot).
1. Memperhatikan
permainan yang
diinginkan.
1. Mengamati
benda yang
bergerak.
1. Mulai
memahami
perintah
sederhana.
B. Menunjukkan
reaksi atas
rang-sangan.
1. Berhenti
menangis
setelah
keinginannya
terpenuhi
(misal:
setelah
digendong
atau diberi
susu).
1. Mengulurkan
kedua tangan
untuk
digendong.
1. Berpaling
kearah
sumber
suara.
2. Mengamati
benda yang
dipegang
kemudian
dijatuhkan.
1. Menunjukkan
reaksi saat
namanya
dipanggil.
2. Mencoba
mencari benda
yang
disembunyika
n.
3. Mencoba
membuka/
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 31
Lingkup
Perkembangan
Tingkat Pencapaian Perkembangan
< 3 bulan 3 – < 6 bulan 6 – < 9 bulan 9 – <12 bulan
melepas
benda yang
tertutup.
IV. Bahasa
Mengeluarkan
suara untuk
menyatakan
keinginan atau
sebagai reaksi
atas rangsangan
1. Menangis.
2. Berteriak.
3. Bergumam.
1. Memperhatikan/
mendengarkan
ucapan orang.
2. Mengoceh.
3. Tertawa kepada
orang yang
mengajak
berkomunikasi.
1. Mulai
menirukan
ucapan.
2. Merespons
permainan
cilukba.
3. Menunjuk
benda dengan
mengucapkan
satu kata.
1. Mengucapkan
dua kata
untuk
menyatakan
keinginan.
2. Menyatakan
penolakan.
3. Menyebut
nama benda
atau binatang
(pus untuk
kucing; oti
untuk roti).
V.Sosial-
emosional
Menunjukkan
respons
emosi
1. Menatap dan
tersenyum.
2. Menangis
untuk
mengekspres
i kan ketidak
nyamanan.
1. Merespons
dengan gerakan
tangan dan kaki.
2. Menangis
apabila tidak
mendapat-kan
yang diingin-
kan.
1. Mengulurkan
tangan atau
menolak
untuk
diangkat
(digendong).
2. Menunjuk
sesuatu yang
diinginkan.
1. Menempelkan
kepala bila
merasa
nyaman dalam
pelukan (gen-
dongan) atau
meronta kalau
merasa tidak
nyaman.
2. Menyatakan
keinginan
dengan
berbagai
gerakan tubuh
dan ung-
kapan kata-
kata
sederhana.
3. Meniru cara
menyatakan
perasaan
sayang
dengan
memeluk.
*) Nilai-nilai agama dan moral pada usia 0 - <12 bulan tidak diatur secara spesifik,
sehingga pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing lembaga.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 32
2. Tingkat Pencapaian Perkembangan Kelompok Usia 12 – < 24 Bulan
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
12 – < 18 bulan 18 – < 24 bulan
I. Nilai-nilai Agama dan
Moral
*) *)
II. Motorik
A. Motorik Kasar.
1. Berjalan sendiri.
2. Naik tangga atau tempat
yang lebih tinggi dengan
merangkak.
3. Menendang bola ke arah
depan.
4. Berdiri dengan satu kaki
selama satu detik.
1. Melompat di tempat.
2. Naik tangga atau
tempat yang lebih
tinggi dengan
berpegangan.
3. Berjalan mundur
beberapa langkah.
4. Menarik benda yang
tidak terlalu berat
(kursi kecil).
B. Motorik Halus. 1. Memegang alat tulis.
2. Membuat coretan bebas.
3. Menyusun menara dengan
tiga balok.
4. Memegang gelas dengan
dua tangan.
5. Menumpahkan benda-benda
dari wadah dan
memasukkannya kembali.
1. Meniru garis vertikal
atau horisontal.
2. Memasukkan benda ke
dalam wadah yang
sesuai.
3. Membalik halaman
buku walaupun belum
sempurna.
4. Menyobek kertas.
III. Kognitif
A. Mengenali
pengetahuan umum.
1. Menyebut beberapa nama
benda.
2. Menanyakan nama benda
yang belum dikenal.
3. Mengenal beberapa warna
primer (merah, biru,
kuning).
4. Menyebut nama sendiri dan
orang-orang yang dikenal.
1. Mempergunakan alat
permainan dengan
cara semaunya seperti
balok dipukul-pukul.
2. Mulai memahami
gambar wajah orang.
3. Mulai memahami
prinsip milik orang
lain seperti: milik
saya, milik kamu.
B. Mengenal konsep
ukuran dan bilangan.
Membedakan ukuran benda
(besar-kecil).
Membilang sampai lima.
IV. Bahasa
A. Menerima Bahasa.
1. Menunjuk bagian tubuh
yang ditanyakan.
2. Memahami tema cerita
pendek.
1. Menaruh perhatian
pada gambar-gambar
dalam buku.
2. Menggunakan kata-
kata sederhana untuk
menyatakan
keingintahuan.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 33
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
12 – < 18 bulan 18 – < 24 bulan
B. Mengungkapkan
Bahasa.
1. Merespons pertanyaan
dengan jawaban “Ya atau
Tidak”
2. Mengucapkan kalimat yang
terdiri atas dua kata
1. Menjawab pertanyaan
dengan kalimat
pendek.
2. Menyanyikan lagu
sederhana.
V. Sosial-Emosional
Menunjukkan respon
emosi.
1. Menunjukkan reaksi marah
apabila merasa terganggu,
seperti permainannya
diambil.
2. Menunjukkan reaksi yang
berbeda terhadap orang
yang baru dikenal.
3. Bermain bersama teman
tetapi sibuk dengan
mainannya sendiri.
4. Memperhatikan/mengamati
teman-temannya yang
beraktivitas.
1. Mengekspresikan
berbagai reaksi emosi
(senang, marah, takut,
kecewa).
2. Menunjukkan reaksi
menerima atau
menolak kehadiran
orang lain.
3. Bermain bersama
teman dengan mainan
yang sama.
4. Berekspresi dalam
bermain peran (pura-
pura).
*) Nilai-nilai agama dan moral pada usia 12 - <24 bulan tidak diatur secara spesifik,
sehingga pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing lembaga.
3. Tingkat Pencapaian Perkembangan Kelompok Usia 2 – <4 Tahun
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
2 – <3 tahun 3 – <4 tahun
I. Nilai-nilai Agama dan
Moral
Merespons hal-hal yang
terkait dengan nilai
agama dan moral.
1. Mulai meniru gerakan
berdoa/sembahyang sesuai
dengan agamanya.
2. Mulai meniru doa pendek
sesuai dengan agamanya.
3. Mulai memahami kapan
mengucapkan salam, terima
kasih, maaf, dsb.
1. Mulai memahami
pengertian perilaku yang
berlawanan meskipun
belum selalu dilakukan
seperti pemahaman
perilaku baik-buruk,
benar-salah, sopan-tidak
sopan.
2. Mulai memahami arti
kasihan dan sayang
kepada ciptaan Tuhan.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 34
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
2 – <3 tahun 3 – <4 tahun
II. Motorik
A. Motorik Kasar
1. Berjalan sambil berjinjit.
2. Melompat ke depan dan ke
belakang dengan dua kaki.
3. Melempar dan menangkap
bola.
4. Menari mengikuti irama.
5. Naik-turun tangga atau tempat
yang lebih tinggi/rendah
dengan berpegangan.
1. Berlari sambil membawa
sesuatu yang ringan
(bola).
2. Naik-turun tangga atau
tempat yang lebih tinggi
dengan kaki bergantian.
3. Meniti di atas papan
yang cukup lebar.
4. Melompat turun dari
ketinggian kurang lebih
20 cm (di bawah tinggi
lutut anak).
5. Meniru gerakan senam
sederhana seperti
menirukan gerakan
pohon, kelinci
melompat).
B. Motorik Halus 1. Meremas kertas atau kain
dengan menggerakkan lima
jari.
2. Melipat kertas meskipun belum
rapi/lurus.
3. Menggunting kertas tanpa pola.
4. Koordinasi jari tangan cukup
baik untuk memegang benda
pipih seperti sikat gigi, sendok.
1. Menuang air, pasir, atau
biji-bijian ke dalam
tempat penampung
(mangkuk, ember).
2. Memasukkan benda kecil
ke dalam botol (potongan
lidi, kerikil, biji-bijian).
3. Meronce manik-manik
yang tidak terlalu kecil
dengan benang yang
agak kaku.
4. Menggunting kertas
mengikuti pola garis
lurus.
III. Kognitif
A. Mengenal pengetahuan
umum.
1. Menyebut bagian-bagian suatu
gambar seperti gambar wajah
orang, mobil, binatang, dsb.
2. Mengenal bagian-bagian tubuh
(lima bagian).
1. Menemukan/mengenali
bagian yang hilang dari
suatu pola gambar
seperti pada gambar
wajah orang, mobil, dsb.
2. Menyebutkan berbagai
nama makanan dan
rasanya (garam, gula
atau cabai).
3. Memahami perbedaan
antara dua hal dari jenis
yang sama seperti
membedakan antara
buah rambutan dan
pisang; perbedaan antara
ayam dan kucing.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 35
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
2 – <3 tahun 3 – <4 tahun
B. Mengenal konsep
ukuran, bentuk, dan pola
1. Memahami konsep ukuran
(besar-kecil, panjang-pendek).
2. Mengenal tiga macam bentuk
( , , ).
3. Mulai mengenal pola.
1. Menempatkan benda
dalam urutan ukuran
(paling kecil-paling
besar).
2. Mulai mengikuti pola
tepuk tangan.
3. Mengenal konsep
banyak dan sedikit
IV. Bahasa
A. Menerima Bahasa
1. Hafal beberapa lagu anak
sederhana.
2. Memahami cerita/dongeng
sederhana.
3. Memahami perintah sederhana
seperti letakkan mainan di atas
meja, ambil mainan dari dalam
kotak.
1. Pura-pura membaca
cerita bergambar dalam
buku dengan kata-kata
sendiri.
2. Mulai memahami dua
perintah yang diberikan
bersamaan contoh: ambil
mainan di atas meja lalu
berikan kepada ibu
pengasuh atau pendidik.
B. Mengungkapkan
Bahasa.
1. Menggunakan kata tanya
dengan tepat (apa, siapa,
bagaimana, mengapa, dimana).
1. Mulai menyatakan
keinginan dengan
mengucapkan kalimat
sederhana (saya ingin
main bola)
2. Mulai menceritakan
pengalaman yang
dialami dengan cerita
sederhana.
V. Sosial-Emosional
Mampu mengendalikan
emosi
1. Mulai bisa mengungkapkan
ketika ingin buang air kecil
dan buang air besar.
2. Mulai memahami hak orang
lain (harus antri, menunggu
giliran).
3. Mulai menunjukkan sikap
berbagi, membantu, bekerja
bersama.
4. Menyatakan perasaan terhadap
anak lain (suka dengan teman
karena baik hati, tidak suka
karena nakal, dsb.).
5. Berbagi peran dalam suatu
permainan (menjadi dokter,
perawat, pasien penjaga toko
atau pembeli).
1. Mulai bisa melakukan
buang air kecil tanpa
bantuan.
2. Bersabar menunggu
giliran.
3. Mulai menunjukkan
sikap toleran sehingga
dapat bekerja dalam
kelompok.
4. Mulai menghargai orang
lain.
5. Bereaksi terhadap hal-
hal yang dianggap tidak
benar (marah apabila
diganggu atau
diperlakukan berbeda).
6. Mulai menunjukkan
ekspresi me-nyesal
ketika melakukan
kesalahan.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 36
4. Tingkat Pencapaian Perkembangan Kelompok Usia 4 – ≤ 6 Tahun
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
Usia 4 - <5 tahun Usia 5 - ≤6 tahun
I. Nilai-nilai Agama dan
Moral
1. Mengenal Tuhan melalui
agama yang dianutnya.
2. Meniru gerakan beribadah.
3. Mengucapkan doa sebelum
dan/atau sesudah melakukan
sesuatu.
4. Mengenal perilaku baik/sopan
dan buruk.
5. Membiasakan diri berperilaku
baik.
6. Mengucapkan salam dan
membalas salam.
1. Mengenal agama yang
dianut.
2. Membiasakan diri
beribadah.
3. Memahami perilaku
mulia (jujur, penolong,
sopan, hormat, dsb).
4. Membedakan perilaku
baik dan buruk.
5. Mengenal ritual dan hari
besar agama.
6. Menghormati agama
orang lain.
II. Fisik
A. Motorik Kasar
1. Menirukan gerakan binatang,
pohon tertiup angin, pesawat
terbang, dsb.
2. Melakukan gerakan
menggantung (bergelayut).
3. Melakukan gerakan melompat,
meloncat, dan berlari secara
terkoordinasi
4. Melempar sesuatu secara
terarah
5. Menangkap sesuatu secara
tepat
6. Melakukan gerakan antisipasi
7. Menendang sesuatu secara
terarah
8. Memanfaatkan alat permainan
di luar kelas.
1. Melakukan gerakan
tubuh secara
terkoordinasi untuk
melatih kelenturan,
keseimbangan, dan
kelincahan.
2. Melakukan koordinasi
gerakan kaki-tangan-
kepala dalam menirukan
tarian atau senam.
3. Melakukan permainan
fisik dengan aturan.
4. Terampil menggunakan
tangan kanan dan kiri.
5. Melakukan kegiatan
kebersihan diri.
B. Motorik Halus
1. Membuat garis vertikal,
horizontal, lengkung
kiri/kanan, miring kiri/kanan,
dan lingkaran.
2. Menjiplak bentuk.
3. Mengkoordinasikan mata dan
tangan untuk melakukan
gerakan yang rumit.
4. Melakukan gerakan manipulatif
untuk menghasilkan suatu
bentuk dengan menggunakan
berbagai media.
5. Mengekspresikan diri dengan
berkarya seni menggunakan
berbagai media.
1. Menggambar sesuai
gagasannya.
2. Meniru bentuk.
3. Melakukan eksplorasi
dengan berbagai media
dan kegiatan.
4. Menggunakan alat tulis
dengan benar.
5. Menggunting sesuai
dengan pola.
6. Menempel gambar
dengan tepat.
7. Mengekspresikan diri
melalui gerakan
menggambar secara
detail.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 37
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
Usia 4 - <5 tahun Usia 5 - ≤6 tahun
C. Kesehatan Fisik
1. Memiliki kesesuaian antara
usia dengan berat badan.
2. Memiliki kesesuaian antara
usia dengan tinggi badan.
3. Memiliki kesesuaian antara
tinggi dengan berat badan.
1. Memiliki kesesuaian
antara usia dengan berat
badan.
2. Memiliki kesesuaian
antara usia dengan tinggi
badan.
3. Memiliki kesesuaian
antara tinggi dengan
berat badan.
III. Kognitif
A. Pengetahuan umum dan
sains
A.
1. Mengenal benda berdasarkan
fungsi (pisau untuk memotong,
pensil untuk menulis).
2. Menggunakan benda-benda
sebagai permainan simbolik
(kursi sebagai mobil).
3. Mengenal gejala sebab-akibat
yang terkait dengan dirinya.
4. Mengenal konsep sederhana
dalam kehidupan sehari-hari
(gerimis, hujan, gelap, terang,
temaram, dsb).
5. Mengkreasikan sesuatu sesuai
dengan idenya sendiri.
1. Mengklasifikasi benda
berdasarkan fungsi.
2. Menunjukkan aktivitas
yang bersifat eksploratif
dan menyelidik (seperti:
apa yang terjadi ketika
air ditumpahkan).
3. Menyusun perencanaan
kegiatan yang akan
dilakukan.
4. Mengenal sebab-akibat
tentang lingkungannya
(angin bertiup
menyebabkan daun
bergerak, air dapat
menyebabkan sesuatu
menjadi basah.)
5. Menunjukkan inisiatif
dalam memilih tema
permainan (seperti: ”ayo
kita bermain pura-pura
seperti burung”).
6. Memecahkan masalah
sederhana dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Konsep bentuk, warna,
ukuran dan pola
C.
1. Mengklasifikasikan benda
berdasarkan bentuk atau warna
atau ukuran.
2. Mengklasiifikasikan benda ke
dalam kelompok yang sama
atau kelompok yang sejenis
atau kelompok yang
berpasangan dengan 2 variasi.
3. Mengenal pola AB-AB dan
ABC-ABC.
4. Mengurutkan benda
berdasarkan 5 seriasi ukuran
atau warna.
1. Mengenal perbedaan
berdasarkan ukuran:
“lebih dari”; “kurang
dari”; dan “paling/ter”.
2. Mengklasifikasikan
benda berdasarkan
warna, bentuk, dan
ukuran (3 variasi)
3. Mengklasifikasikan
benda yang lebih
banyak ke dalam
kelompok yang sama
atau kelompok yang
sejenis, atau kelompok
berpasangan yang lebih
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 38
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
Usia 4 - <5 tahun Usia 5 - ≤6 tahun
dari 2 variasi.
4. Mengenal pola ABCD-
ABCD.
5. Mengurutkan benda
berdasarkan ukuran dari
paling kecil ke paling
besar atau sebaliknya.
C. Konsep bilangan,
lambang bilangan dan
huruf
1. Mengetahui konsep banyak dan
sedikit.
2. Membilang banyak benda satu
sampai sepuluh.
3. Mengenal konsep bilangan.
4. Mengenal lambang bilangan.
5. Mengenal lambang huruf.
1. Menyebutkan lambang
bilangan 1-10.
2. Mencocokkan bilangan
dengan lambang
bilangan.
3. Mengenal berbagai
macam lambang huruf
vokal dan konsonan.
IV. Bahasa
A. Menerima bahasa
1. Menyimak perkataan orang lain
(bahasa ibu atau bahasa
lainnya).
2. Mengerti dua perintah yang
diberikan bersamaan.
3. Memahami cerita yang
dibacakan
4. Mengenal perbendaharaan kata
mengenai kata sifat (nakal,
pelit, baik hati, berani, baik,
jelek, dsb.).
1. Mengerti beberapa
perintah secara
bersamaan.
2. Mengulang kalimat yang
lebih kompleks.
3. Memahami aturan dalam
suatu permainan.
B. Mengungkapkan Bahasa
1. Mengulang kalimat sederhana.
2. Menjawab pertanyaan
sederhana.
3. Mengungkapkan perasaan
dengan kata sifat (baik, senang,
nakal, pelit, baik hati, berani,
baik, jelek, dsb.).
4. Menyebutkan kata-kata yang
dikenal.
5. Mengutarakan pendapat kepada
orang lain.
6. Menyatakan alasan terhadap
sesuatu yang diinginkan atau
ketidaksetujuan.
7. Menceritakan kembali
cerita/dongeng yang pernah
didengar.
1. Menjawab pertanyaan
yang lebih kompleks.
2. Menyebutkan kelompok
gambar yang memiliki
bunyi yang sama.
3. Berkomunikasi secara
lisan, memiliki
perbendaharaan kata,
serta mengenal simbol-
simbol untuk persiapan
membaca, menulis dan
berhitung.
4. Menyusun kalimat
sederhana dalam struktur
lengkap (pokok kalimat-
predikat-keterangan).
5. Memiliki lebih banyak
kata-kata untuk
mengekpresikan ide
pada orang lain.
6. Melanjutkan sebagian
cerita/dongeng yang
telah diperdengarkan.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 39
Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan
Usia 4 - <5 tahun Usia 5 - ≤6 tahun
C. Keaksaraan
1. Mengenal simbol-simbol.
2. Mengenal suara–suara
hewan/benda yang ada di
sekitarnya.
3. Membuat coretan yang
bermakna.
4. Meniru huruf.
1. Menyebutkan simbol-
simbol huruf yang
dikenal.
2. Mengenal suara huruf
awal dari nama benda-
benda yang ada di
sekitarnya.
3. Menyebutkan kelompok
gambar yang memiliki
bunyi/huruf awal yang
sama.
4. Memahami hubungan
antara bunyi dan bentuk
huruf.
5. Membaca nama sendiri.
6. Menuliskan nama
sendiri.
V. Sosial emosional 1. Menunjukkan sikap mandiri
dalam memilih kegiatan.
2. Mau berbagi, menolong, dan
membantu teman.
3. Menunjukan antusiasme dalam
melakukan permainan
kompetitif secara positif.
4. Mengendalikan perasaan.
5. Menaati aturan yang berlaku
dalam suatu permainan.
6. Menunjukkan rasa percaya diri.
7. Menjaga diri sendiri dari
lingkungannya.
8. Menghargai orang lain.
1. Bersikap kooperatif
dengan teman.
2. Menunjukkan sikap
toleran.
3. Mengekspresikan emosi
yang sesuai dengan
kondisi yang ada
(senang-sedih-antusias
dsb.)
4. Mengenal tata krama dan
sopan santun sesuai
dengan nilai sosial
budaya setempat.
5. Memahami peraturan
dan disiplin.
6. Menunjukkan rasa
empati.
7. Memiliki sikap gigih
(tidak mudah menyerah).
8. Bangga terhadap hasil
karya sendiri.
9. Menghargai keunggulan
orang lain.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 40
F. Profil Guru PAUD
Seorang guru PAUD perlu menguasai berbagai kemampuan yaitu:
1. Menguasai karakteristik anak usia dini dalam aspek fisik, moral, sosial, kultural,
emosional, dan intelektual.
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan
yang diampu.
4. Mampu menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
5. Mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
penyelenggaran kegiatan pengembangan yang mendidik.
6. Mampu memfasilitasi pengembangan potensi anak usia dini untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
7. Mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan anak usia
dini.
8. Mampu menyelenggarakan penilaian dan assesmen proses dan hasil belajar
9. Mampu emanfaatkan hasil penilaian dan assesmen untuk kepentingan
pembelajaran
10. Mampu melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
11. Mampu bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
nasional Indonesia.
12. Mampu menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan
teladan bagi anak usia dini dan masyarakat.
13. Mampu menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa.
14. Mampu enunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi guru, dan rasa percaya diri.
15. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru
16. Bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga,
dan status sosial ekonomi.
17. Mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
18. Mampu beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia
yang memiliki keragaman sosial budaya.
19. Mampu berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara
lisan dan tulisan atau bentuk lain
20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuwan yang mendukung
pengembangan anak usia dini
21. Mampu mengembangakn kegiatan-kegiatan secara kreatif.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 41
22. Mampu mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif.
23. Mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
berkomunikasi dan mengembangkan diri.
G. Layanan Utama PAUD
Penyelenggaraan PAUD di Indonesia bertumpu pada lima layanan utama, yaitu:
1) TK (Taman Kanak-Kanak),
Bentuk satuan PAUD formal yang menggunakan program untuk anak usia4 dan 6
tahun.
2) KB (KelompokBermain),
Bentuk satuan PAUD yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus
program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 6 tahun (dengan prioritas
anak usia 2 dan 4 tahun)
3). TPA (Taman PenitipanAnak),
Bentuk satuan PAUD yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus
pengasuhan dan kesejahteraan social terhadap anak sejak usia 3 bulan sampai
dengan 6 tahun
4) SPS (satuan paud sejenis)
Semua bentuk layanan PAUD selain TK/RA, TPA dan KB dikatagorikan sebagai
SPS. Penyelenggaraan SPS dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan
berbagai layananan anak usia dini yang ada dimasyarakat (seperti Posyandu,
BKB/ Bina Keluarga Balita, TPQ /Taman Pendidikan Al-Quran, TAPAS/Taman
Pendidikan Anak Soleh, SPAS/ Sanggar Pendidikan Anak Soleh, Bina Anaprasa,
Sekolah Minggu,Bina Iman, dan semua layanan anak usia dini yang berada
dibawah binaan lembaga agama lainnya; serta semua lembaga layananan anak
usia dini yang berada dibawah binaan organisasi wanita/organisasi
sosial/kemasyarakatan. Salah satu bentuk SPS yang diintegrasikan
denganPosyandu/BKB disebut Pos PAUD.
5). PBK (Paud berbasis keluarga)
Bentuk layanan PAUD yang diselenggarakan dikeluarga atau lingkungan.
Fasilitasi PAUD berbasis keluarga atau lingkungan dilakukan melalui program
parenting yang diselenggarakan oleh setiap satuan PAUD.Fasilitasi dimaksudkan
agar terjadi keselarasan dan kesinambungan antaraperlakuan anak di satuan
PAUD, di rumah, dan dilingkungan main.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 42
BAB IV
PENATAAN KURIKULUM
A. Batasan Kurikulum Anak Usia Dini
Unsur utama dalam pengembangan program bagi anak usia dini adalah bermain.
Pendidikan awal dimasa kanak-kanak diyakini memiliki peran yang amat vital bagi
pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan selanjutnya. Albrecht dan Miller
(2000: 216-218) berpendapat bahwa dalam pengembangan kurikulum bagi anak usia
dini seharusnya sarat dengan aktifitas bermain yang mengutamakan adanya
kebebasan bagi anak untuk bereksplorasi dan berkreativitas, sedangkan orang
dewasa seharusnya lebih berperan sebagai fasilitator pada saat anak membutuhkan
bantuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Secara umum kurikulum pendidikan anak usia dini dapat dimaknai sebagai
seperangkat kegiatan belajar melalui bermain yang sengaja direncanakan untuk dapat
dilaksanakan dalam rangka menyiapkan dan meletakkan dasar-dasar bagi
pengembangan diri anak usia dini lebih lanjut.
Bennett, Finn dan Cribb (1999:91-100) menjelaskan bahwa pada hakikatnya
pengembangan kurikulum adalah pengembangan sejumlah pengalaman belajar
melalui kegiatan bermain yang dapat memperkaya pengalaman anak tentang
berbagai hal, seperti cara berpikir tentang diri sendiri, tanggap pada pertanyaan,
dapat memberikan argumentasi untuk mencari berbagai alternatif. Selain itu, hal ini
membantu anak-anak dalam mengembangkan kebiasaan dari setiap karakter yang
dapat dihargai oleh masyarakat serta mempersiapkan mereka untuk memasuki dunia
orang dewasa yang penuh tanggungjawab.
Mengutip pendapat Kitano dan Kirby (1986:127-167), kurikulum merupakan
rencana pendidikan yang dirancang untuk memaksimalkan interaksi pembelajaran
dalam rangka menghasilkan perubahan perilaku yang potensial. Kurikulum yang
komprehensif seharusnya memiliki elemen utama dari setiap bidang pengembangan
yang disesuaikan dengan tingkatan atau jenjang pendidikannya serta
mengetengahkan target pencapaian peserta didik yang mencakup seluruh kegiatan
pembelajaran di lembaga pendidikan.
Catron dan Allen (1999:30) menyatakan bahwa kurikulum mencakup jawaban
tentang pertanyaan apa yang harus diajarkan dan bagaimana mengajarkannya dengan
menyediakan sebuah rencana program kegiatan bermain yang berlandaskan filosofis
tentang bagaimana anak berkembang dan belajar. Selanjutnya dijelaskan bahwa
program kegiatan bermain pada dasarnya adalah pengembangan secara kongkrit dari
sebuah kurikulum. Pengembangan kurikulum bagi anak usia dini merupakan langkah
awal yang menjadi tolok ukur dari kegiatan belajar selanjutnya.
Menurut NAEYC Draft Early Childhood Program Standar terdapat 2 (dua) hal
penting tentang kurikulum bagi anak usia dini, yaitu :
(1) Program kegiatan bermain pada anak usia dini diterapkan berdasarkan
kurikulum yang berpusat pada anak serta dapat mendukung kegiatan
pembelajaran dan perkembangan pada setiap aspek baik estetika, kognitif,
emosional , bahasa, fisik dan sosial;
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 43
(2) Kurikulum berorientasi pada hasil dan mengkaitkan berbagai konsep dan
perkembangan. Pada saat disampaikan oleh guru pada tiap individu anak, maka
kurikulum yang telah dirancang diharapkan dapat membantu guru, sehingga
dapat menyediakan pengalaman yang dapat mengembangkan perkembangan
pada jenjang yang lebih tinggi pada wilayah perkembangannya. Hal ini juga
mengarah pada intensionalitas dan ungkapan kreatif, dan memberikan
kesempatan pada anak untuk belajar secara individu dan berkelompok
berdasarkan kebutuhan dan minat mereka (2004: 2-3).
Kurikulum yang dikembangkan terdiri dari bidang perkembangan sosial dan emosi,
bahasa, literasi awal, matematika permulaan, penemuan ilmiah, memahami diri
sendiri, masyarakat dan dunianya; ekspresi kreatif dan penghargaan terhadap seni;
dan perkembangan fisik.
NAECY guidelines tentang pengembangan kurikulum PAUD dalam Bredecamp &
Copple (1997: 20-21) meyakini bahwa pengembangan kurikulum berhubungan
dengan mutu program pembelajaran secara keseluruhan. Ketiganya setuju dengan
asumsi bahwa dalam pengembangan kurikulum anak usia dini harus memperhatikan
hal-hal berikut ini:
1. Pastikan kurikulum mencakup seluruh aspek perkembangan anak (the whole
child): fisik, emosi, sosial, bahasa, estetika, dan kognitif.
2. Sertakan konten kurikulum yang memiliki relevansi secara sosial, keterlibatan
intelektual, dan secara pribadi berarti bagi anak-anak.
3. Bangun pada "apa yang anak-anak sudah tahu dan bisa lakukan," karena ini baik
untuk mengkonsolidasi proses belajar mereka dan menumbuhkan akuisisi
mereka terhadap konsep dan keterampilan baru.
4. Bantulah anak-anak membuat hubungan bermakna dengan menyediakan
pembelajaran lintas-disiplin ilmu. Pada saat tertentu, berfokus pada pembahasan
yang sederhana dan sesuai dengan anak.
5. Kembangkan kurikulum yang mempromosikan pengetahuan, pemahaman,
proses, keterampilan, dan arahan untuk terus belajar (strategi inquiri dan
mengenal disiplin diberikan dengan cara-cara yang dapat diakses dan terjangkau
bagi anak-anak muda).
6. Pastikan untuk mendukung budaya dan bahasa di lingkungan sekitar anak-anak
serta membantu mereka memahami dan berpartisipasi dalam program budaya
dan masyarakat yang lebih besar.
7. Pastikan bahwa tujuan dari kurikulum adalah; realistis dan dapat dicapai bagi
kebanyakan anak pada rentang usia tertentu dan ditujukan serta dirancang
khusus untuk anak.
8. Jika menggunakan teknologi, pastikan itu adalah secara fisik dan filosofis
terintegrasi dengan kurikulum di kelas dan pembelajaran.
Berkaitan dengan pengembangan program kegiatan bermain bagi anak usia dini
terdapat beberapa prinsip pengembangan kurikulum secara umum yang perlu
diperhatikan. Menurut Subandiyah (1996:4-6) prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum bagi anak usia dini, adalah:
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 44
(1) Prinsip relevansi, bahwa kurikulum anak usia dini harus relevan dengan
kebutuhan dan perkembangan anak secara individual;
(2) Prinsip adaptasi, bahwa kurikulum anak usia dini harus memperhatikan dan
mengadaptasi perubahan ilmu, teknologi dan seni yang berkembang di
masyarakat termasuk juga perubahan sebagai akibat dari dampak psikososial;
(3) Prinsip kontinuitas, bahwa kurikulum anak usia dini harus disusun secara
berkelanjutan antara satu tahapan perkembangan ke tahapan perkembangan
berikutnya sehingga diharapkan anak siap memasuki jenjang pendidikan
selanjutnya;
(4) Prinsip fleksibilitas, bahwa kurikulum anak usia dini harus dapat dipahami,
dipergunakan dan dikembangkan secara luwes sesuai dengan keunikan dan
kebutuhan anak serta kondisi dimana pendidikan itu berlangsung;
(5) Prinsip kepraktisan dan akseptabilitas, bahwa kurikulum anak usia dini harus
dapat memberikan kemudahan bagi praktisi dan masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan pada anak usia dini
(6) Prinsip kelayakan, bahwa kurikulum anak usia dini harus menunjukkan
kelayakan dan keberpihakan pada anak usia dini;
(7) Prinsip akuntabilitas, bahwa kurikulum anak usia dini yang dikembangkan harus
dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat sebagai pengguna jasa
pendidikan anak usia dini.
B. Tujuan Kurikulum Anak Usia Dini
Catron dan Allen (1999:30) berpendapat bahwa tujuan pengembangan kurikulum
yang utama adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh
serta terjadinya komunikasi interaktif. Kurikulum bagi anak usia dini haruslah
memfokuskan pada perkembangan yang optimal pada seorang anak melalui
lingkungan sekitarnya yang dapat menggali berbagai potensi tersebut melalui
permainan serta hubungan dengan orang tua atau orang dewasa lainnya. Selanjutnya
mereka berdua berpendapat bahwa seharusnya kelas-kelas bagi anak usia dini
merupakan kelas yang mampu menciptakan suasana kelas yang kreatif dan penuh
kegembiraan bagi anak.
Tujuan kurikulum anak usia dini di Indonesia adalah membantu meletakkan dasar ke
arah perkembangan sikap pengetahuan, keterampilan dan kreatifitas yang diperlukan
oleh anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk
pertumbuhan serta perkembangan pada tahapan berikutnya (Depdiknas 2004: 3).
Untuk mencapai tujuan kurikulum tersebut, maka diperlukan strategi pembelajaran
bagi anak usia dini yang berorientasi pada:
(1) tujuan yang mengarah pada tugas-tugas perkembangan di setiap rentangan usia
anak;
(2) materi yang diberikan harus mengacu dan sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan yang sesuai dengan perkembangan anak (DAP= Developmentally
Approriate Practice);
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 45
(3) metode yang dipilih seharusnya bervariasi sesuai dengan tujuan kegiatan belajar
dan mampu melibatkan anak secara aktif dan kreatif serta menyenangkan;
(4) media dan lingkungan bermain yang digunakan haruslah aman, nyaman dan
menimbulkan ketertarikan bagi anak dan perlu adanya waktu yang cukup untuk
bereksplorasi;
(5) evaluasi yang terbaik dan dianjurkan untuk dilakukan adalah rangkaian sebuah
assesment melalui observasi partisipatif terhadap segala sesuatu yang dilihat,
didengar dan diperbuat oleh anak
Program kegiatan bermain yang merupakan implementasi secara kongkrit
pengembangan kurikulum memiliki sejumlah fungsi, diantaranya adalah: (1) untuk
mengembangkan seluruh kemampuan yang dimiliki anak sesuai dengan tahap
perkembangannya, (2) mengenalkan anak dengan dunia sekitar, (3) mengembangkan
sosialisasi anak, (4) mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak dan
(5) memberikan kesempatan kepada anak untuk menikmati masa bermainnya.
Berdasarkan paparan di atas, maka tujuan pengembangan kurikulum bagi anak usia
dini adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh
berdasarkan berbagai dimensi perkembangan anak usia dini baik perkembangan
sikap pengetahuan, keterampilan dan kreativitas yang diperlukan oleh anak untuk
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak pada tahapan berikutnya.
C. Pendekatan Pembelajaran Anak Usia Dini
Kurikulum bagi anak usia dini dikembangkan berdasarkan sejumlah pendekatan yang
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak usia dini.
Landasan konseptual yang digunakan dalam kurikulum adalah berdasarkan teori
perkembangan anak (child developmental theories ), pendekatan berpusat pada anak
(child centered approach), pendekatan konstruktivisme (constructivism approach)
dan pendekatan kurikulum bermain kreatif (creative play curriculum approach).
1. Perkembangan Anak
Anak usia dini berada dalam masa keemasan di sepanjang rentang usia
perkembangan manusia. Montessori dalam Hainstock (1999: 10-11) mengatakan
bahwa masa ini merupakan periode sensitif (sensitive periods), selama masa inilah
anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya. Pada
masa ini anak siap melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memahami dan
menguasai lingkungannya. Selanjutnya Montessori menyatakan bahwa usia
keemasan merupakan masa di mana anak mulai peka untuk menerima berbagai
stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik disengaja maupun
tidak disengaja. Pada masa peka inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan
psikis sehingga anak siap merespon dan mewujudkan semua tugas-tugas
perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari.
Berdasarkan teori perkembangan anak, diyakini bahwa setiap anak lahir dengan
lebih dari satu bakat. Bakat tersebut bersifat potensial dan ibaratnya belum muncul
di atas permukaan air. Untuk itulah anak perlu diberikan pendidikan yang sesuai
dengan perkembangannya dengan cara memperkaya lingkungan bermainnya. Itu
berarti orang dewasa perlu memberi peluang kepada anak untuk menyatakan diri,
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 46
berekspresi, berkreasi dan menggali sumber-sumber terunggul yang tersembunyi
dalam diri anak.
Untuk itu, paradigma baru pendidikan bagi anak usia dini haruslah berorientasi pada
pendekatan berpusat pada anak (child centered) dan perlahan-lahan
menyeimbangkan dominasi pendekatan lama yang lebih berpusat pada guru (teacher
centered).
Pada hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri
pengetahuannya. Itu artinya guru dan pendidik anak usia dini lainnya tidaklah dapat
menuangkan air begitu saja ke dalam gelas yang seolah-olah kosong melompong.
Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk
ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang
dapat merangsang kemunculan dari potensi yang tersembunyi tersebut.
Secara teoritis berdasarkan aspek perkembangannya, seorang anak dapat belajar
dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya dipenuhi dan mereka merasa
aman dan nyaman secara psikologis. Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan
adalah bahwa anak membangun pengetahuannya sendiri, anak belajar melalui
interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya, anak belajar melalui
bermain, minat anak dan rasa keingintahuannya memotivasinya untuk belajar melalui
bermain serta terdapat variasi individual dalam perkembangan dan belajar.
Pada dasarnya terdapat 2 (dua) pendekatan utama yang digunakan untuk pendidikan
anak usia dini, yaitu: pendekatan perilaku dan pendekatan perkembangan.
Hainstock (1999:7) mengatakan bahwa pendekatan perilaku beranggapan bahwa
konsep-konsep pengetahuan, sikap ataupun keterampilan tidaklah berasal dari dalam
diri anak dan tidak berkembang secara spontan atau dengan perkataan lain konsep-
konsep tersebut harus ditanamkan pada anak dan diserap oleh anak, sehingga
pendekatan seperti ini melahirkan pembelajaran yang berpusat pada guru.
Di sisi lain terdapat pendekatan perkembangan yang berpandangan bahwa
perkembangan yang akan memberikan kerangka untuk memahami dan menghargai
pertumbuhan alami anak usia dini. Wolfgang dan Wolfgang (1995: 7) menyatakan
bahwa terdapat beberapa anggapan dari pendekatan ini, yaitu: (1) anak usia dini
adalah pembelajar aktif yang secara terus menerus mendapat informasi mengenai
dunia lewat permainannya, (2) setiap anak mengalami kemajuan melalui tahapan-
tahapan perkembangan yang dapat diperkirakan, (3) anak bergantung pada orang lain
dalam hal pertumbuhan emosi dan kognitif melalui interaksi sosial, (4) anak adalah
individu yang unik yang tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang berbeda.
Setiap anak berkembang melalui tahapan perkembangan yang umum, tetapi pada saat
yang sama setiap anak juga adalah mahluk individu dan unik. Pembelajaran yang
sesuai dengan anak usia dini adalah pembelajaran yang sesuai dengan minat, tingkat
perkembangan kognitif serta kematangan sosial dan emosional setiap anak.
Berhubungan dengan hal tersebut di atas, maka Wolfgang dan Wolfgang (1995: 14)
mengatakan bahwa pendidik anak usia dini berkaitan dengan teori perkembangan,
antara lain: (1) tanggap dengan proses yang terjadi dari dalam diri anak dan berusaha
mengikuti arus perkembangan anak yang individual, (2) mengkreasikan lingkungan
dengan materi luas yang beragam dan alat-alat yang memungkinkan anak belajar, (3)
memperhatikan laju dan kecepatan belajar dari masing-masing anak, dan (4) adanya
bimbingan dari guru agar anak tertantang untuk melakukan sendiri.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 47
2. Pendekatan Berpusat pada Anak
Pemaparan berikut ini berisi tentang hakikat, filosofi dan landasan tujuan serta ciri
pembelajaran yang berpusat pada anak. Pendekatan yang berpusat pada anak (child
centered approach) adalah suatu kegiatan belajar di mana terjadi interaksi dinamis
antara guru dan anak atau antara anak dengan anak lainnya.
Menurut Coughlin (2000:5), pendekatan yang berpusat pada anak diarahkan: (1)
agar anak mampu mewujudkan dan mengakibatkan perubahan, (2) agar anak menjadi
pemikir-pemikir yang kritis, (3) agar anak mampu membuat pilihan-pilihan dalam
hidupnya, (4) agar anak mampu menemukan dan menyelesaikan permasalahan
secara konstruktif dan inovatif, (5) agar anak menjadi kreatif, imajinatif dan kaya
gagasan, dan (6) agar anak memiliki perhatian terhadap masyarakat, negara dan
lingkungannya.
Filosofi dari pembelajaran berpusat pada anak adalah program tahap demi tahap,
yang didasari pada adanya suatu keyakinan bahwa anak-anak dapat tumbuh dengan
baik jika mereka dilibatkan secara alamiah dalam proses belajar. Lingkungan yang
dirancang secara cermat dengan menggunakan konsep tahap demi tahap mendorong
anak-anak untuk bereksplorasi, mempelopori dan menciptakan sesuatu.
Landasan program pembelajaran berpusat pada anak didasari pada 3 (tiga) prinsip
utama program tahap demi tahap bagi anak usia dini, yaitu: konstruktivisme,
pelaksanaan yang sesuai dengan perkembangan, dan pendidikan progresif.
Pendidikan progresif, menekankan bahwa pendidikan dipandang sebagai proses
sepanjang hidup, bukanlah hanya sekedar persiapan untuk masa datang.
Coughlin (2000:23) mengemukakan bahwa secara spesifik pembelajaran yang
berpusat pada anak bertujuan untuk: (1) mengembangkan kemampuan anak
secara alamiah sesuai dengan tingkat perkembangannya, (2) berusaha membuat anak
bebas dan aman secara psikologis sehingga senang belajar di sekolah, (3)
meningkatkan kepedulian dan kerja sama antara pihak sekolah, keluarga dan
masyarakat, (4) menekankan pada asas keterbukaan bagi hal-hal yang menunjang
pendidikan anak, (5) berusaha melengkapi segala kebutuhan yang menunjang
perkembangan anak secara optimal.
Berdasarkan pendapat Piaget, Erickson dan Isaac dalam Wolfgang dan Wolfgang
(1999: 12-13) dijelaskan bahwa model berpusat pada anak sangatlah berbeda dengan
model berpusat pada guru. Pada model yang berpusat pada anak pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan berdasarkan perkembangan (developmental position)
dan kegiatan bermain (play activity), sedangkan pada model yang berpusat pada guru
pendekatannya berdasarkan perilaku yang diatur (behavioral position) dan
pembelajaran yang diatur oleh guru (direct instruction). Selanjutnya dijelaskan
bahwa model berpusat pada anak cirinya adalah berorientasi pada perkembangan
anak, berorientasi pada bermain, berdasarkan proses, dan bersifat terbuka / bebas.
3. Pendekatan Konstruktivisme
Pemaparan berikut ini berisi tentang hakikat dan filosofi pendekatan
konstruktivisme, proses pembentukan pengetahuan, dan implikasi konstruktivisme
dalam kegiatan bermain.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 48
Semiawan (2002:3-4) berpendapat bahwa pendekatan konstruktivisme bertolak dari
suatu keyakinan bahwa belajar adalah membangun (to construct) pengetahuan itu
sendiri, setelah dicernakan dan kemudian dipahami dalam diri individu, dan
merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang. Dalam perbuatan belajar seperti itu
bukan apanya atau isi pembelajarannya yang penting, melainkan bagaimana
mempergunakan peralatan mental untuk menguasai apa yang dipelajari. Pengetahuan
itu diciptakan kembali dan dibangun dari dalam diri seseorang melalui pengamatan,
pengalaman, dan pemahamannya.
Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu merupakan sesuatu yang dibangun secara
personal, sedangkan Vygotsky memandang bahwa kognisi itu merupakan suatu
fenomena sosial atau sesuatu yang dibangun secara sosial. Pengalaman sosial
membentuk cara berpikir dan cara menginterpretasikan lingkungan. Jadi berpikir
tidak hanya dibatasi oleh otak individu semata, tetapi juga dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran orang lain. Implikasi dari teori pengetahuan yang
dikemukakan oleh Piaget dalam Foreman dan Kuschner menjelaskan bahwa otak
manusia tahu bagaimana cara mengenali benda melalui input dari indera seperti
mata, telinga, kulit, hidung dan mulut yang secara langsung akan menunjukan reaksi
tertentu terhadap lingkungan sekitar. Sebagai bukti, seorang anak tidak akan pernah
tahu bahwa rasa gula manis tanpa mencicipinya terlebih dahulu dengan
menggunakan lidah sebagai alat sensor rasa.
Piaget dalam Catron dan Allen, menyatakan bahwa perkembangan kognitif terjadi
ketika anak sudah membangun pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan
penyelidikan pada lingkungan fisik dan sosial di lingkungan sekitar. Sehubungan
dengan hal tersebut terdapat dua teori yang dikemukakan oleh Piaget, yaitu asimilasi
dan akomodasi. Proses asimilasi terjadi ketika seorang anak menerima konsep,
keterampilan, dan informasi yang diperoleh dari pengalaman mereka dengan
lingkungan dalam rangka mengembangkan pola atau skema pemahaman; sedangkan
proses akomodasi terjadi ketika skema mental harus diubah untuk meyesuaikan
dengan konsep, keterampilan, dan informasi baru.
Lev Vygotsky dikenal sebagai a socialcultural constructivist berpendapat bahwa
pengetahuan tidak diperoleh dengan cara dialihkan dari orang lain, melainkan
merupakan sesuatu yang dibangun dan diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa
belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipaksa dari luar karena anak
adalah pembelajar aktif dan memiliki struktur psikologis yang mengendalikan
perilaku belajarnya.
Selanjutnya melalui teori revolusi sosio kulturalnya, Vygotsky mengemukakan
bahwa manusia memiliki alat berpikir (tools of mind) yang dapat dipergunakan untuk
membantu memecahkan masalah, memudahkan dalam melakukan tindakan,
memperluas kemampuan, melakukan sesuatu sesuai kapasitas alami. Prinsip dasar
dari teori Vygotsky adalah bahwa anak melakukan proses ko-konstruksi yaitu
membangun anak dalam berbagai pengetahuannya tidak dapat dipisahkan dari
konteks sosial dimana anak tersebut berada.
Pengetahuan juga berasal dari lingkungan budaya. Pengetahuan yang berasal dari
budaya biasanya didapatkan secara turun-menurun melalui orang-orang yang berada
di sekitar anak. Pengetahuan dibangun oleh anak berdasarkan kemampuannya dalam
memahami perbedaan berdasarkan persamaan yang tampak.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 49
a. Proses Pembentukan Pengetahuan
Berhubungan dengan proses pembentukan pengetahuan, Vygotsky mengemukakan
konsep zone of proximal development (ZPD) sebagai kapasitas potensial belajar anak
yang dapat berwujud melalui bantuan orang dewasa atau orang yang lebih terampil.
Vygotsky dalam Berk dan Winsler mendefinisikan ZPD sebagai jarak / kesenjangan
antara level perkembangan yang aktual yang ditunjukkan dengan pemecahan
masalah secara mandiri dan level perkembangan potensial yang ditunjukkan oleh
pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa ataupun kerjasama dengan
para teman sebaya yang lebih mampu (the distance between the actual
developmental level as determined by independent problem solving and the level of
potential development as determined through problem solving under adult guidance
or in collaboration with more capable peers).
Van Der Stuyf mengatakan bahwa strategi pembelajaran adalah pentahapan
(scaffolding) yang memberikan bantuan secara perseorangan berdasar ZPD
pembelajar. Di dalam pembelajaran scaffolding banyak pengetahuan lain yang
memberikan scaffold atau bantuan untuk memfasilitasi perkembangan pembelajar.
Scaffold memfasilitasi kemampuan anak untuk membangun pengetahuan sebelumnya
dan menginternalisasi informasi baru. Aktivitas-aktivitas yang diberikan dalam
pembelajaran scaffolding hanya melewati tingkatan yang dapat dilakukan sendiri
oleh pembelajar. Semakin besar kemampuan lain yang diberikan scaffold supaya
pembelajar dapat menyelesaikan (dengan bantuan) tugas yang biasanya tidak dapat
diselesaikan anak, sehingga membantu pembelajar melalui ZPD.
Vygotsky dalam Van Der Stuyf mendefinisikan pembelajaran scaffolding sebagai
tugas guru-guru dan yang lainnya dalam mendukung perkembangan pembelajar
dengan menyediakan struktur bantuan untuk mencapai tahapan atau tingkatan
berikutnya. Aspek penting dari pembelajaran scaffolding adalah bantuan bersifat
sementara. Selama kemampuan pembelajar bertambah, maka scaffolding yang
diberikan makin lama makin berkurang. Akhirnya anak dapat menyelesaikan tugas
atau menuntaskan konsep dengan sendirinya, sehingga tujuan dari pendidik ketika
menggunakan strategi pembelajaran scaffolding adalah untuk menjadikan anak
sebagai pembelajar yang mandiri dan mampu mengatur sendiri serta sebagai
pemecah masalah. Setelah kompetensi belajar/pengetahuan anak bertambah, maka
pendidik secara berangsur-angsur untuk mengurangi penyediaan bantuan.
Menurut Vygotsky, bantuan eksternal yang diberikan oleh pendidik dapat
dihilangkan karena pembelajar telah berkembang. Bantuan (scaffold) yang diberikan
adalah aktivitas atau tugas, antara lain:
(1) memotivasi atau mendapatkan minat anak yang berhubungan dengan tugas;
(2) mempermudah tugas agar anak-anak mudah mengatur dan menyelesaikannya;
(3) memberikan beberapa arahan dengan tujuan membantu anak fokus untuk
mencapai tujuannya;
(4) secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak-anak dan standar
atau penyelesaian keinginan;
(5) mengurangi frustasi dan risiko; serta
(6) memberi contoh dan dengan jelas menetapkan harapan dari aktivitas yang
ditampilkan.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 50
Tahapan ZPD ada 4 (empat), yaitu: pertama, tindakan anak masih dipengaruhi oleh
orang lain; kedua, kedua tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri, ketiga,
tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi serta; keempat tindakan
spontan yang diulang-ulang sehingga anak siap berpikir abstrak.
D. Kerangka Dasar Kurikulum PAUD
Bartholomew dan Bruce (1993) mengemukakan teorinya tentang aspek-aspek dalam
kurikulum anak usia dini, sebagai berikut;
THE THREE C’S OF
THE EARLY CHILHOOD CURRICULUM
CHILD
The Early Childhood Curriculum
CONTENT CONTEXT
What the child already knows People, culture, race, gender
What the child needs to know Special educational needs,
What the child wants to know access, materials & physical
Environment, outdoors,
indoors, places, events
Kurikulum anak usia dini memiliki 3 aspek yang saling berinteraksi satu dengan
lainnya; yaitu Anak, Konteks dan Konten. Pada suatu waktu penekanan pada proses
perkembangan anak, saat lain pada lingkungan/konteks sosial budaya dan pada
waktu yang berbeda, konten (apa yang dipelajari dan dipahami anak) merupakan
pusatnya. Hanya dengan memadukan ketiga aspek ini secara harmonis dapat tercipta
kurikulum yang berkualitas. Karena jika satu aspek lebih ditekankan, maka seluruh
bagian kurikulum akan kehilangan keseimbangan dan kualitas terabaikan.
Berdasarkan sejarah kurikulum, pada tahun 1960-an kurikulum terlalu ditekankan
pada proses perkembangan anak. Sedangkan pada tahun 1970-an kurikulum terlalu
ditekankan pada konteks dan tahun 1980-an kurikulum terlalu ditekankan pada
konten. Dalam hal ini menciptakan keseimbangan adalah hal yang krusial, tetapi
perlu dijaga saling menguatkannya antara apa yang diberikan kepada anak dalam
konteks merupakan harapan bahwa anak akan memahami dan mengetahui secara
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 51
nyata dan mendalam dalam konten yang dipelajarinya. Jadi memahami Kurikulum
Anak Usia Dini adalah mempertimbangkan proses perkembangan anak, konteks
(lingkungan sosial budaya dan lingkungan fisik) dan konten (apa yang diberikan
kepada anak) secara proporsional.
Kerangka dasar kurikulum PAUD dibangun dengan menekankan pada kebutuhan
pengembangan potensi peserta didik (student centered curriculum). Sumber daya
pendidikan lainnya diarahkan pada upaya untuk mencapai keberhasilan
pengembangan potensi seluruh peserta didik usia dini. Prinsip kurikulum yang
menekankan pada kebutuhan peserta didik adalah sebagai berikut:
a. Semua anak diberikan kesempatan yang sama untuk menyelesaikan masa
belajarnya dan mencapai prestasi yang terbaik dengan standar yang tinggi
melalui pembimbingan motivasi belajar.
b. Kurikulum harus memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan kualitas
potensi yang mencakup kemampuan, bakat, dan minat.
c. Peserta didik menjadi mandiri dan pembelajar seumur hidup yang mampu
menghadapi segala perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perkembangan masyarakat secara efektif.
d. Kurikulum mengarahkan pada pembelajaran yang efektif yang memberikan
pengalaman belajar kepada peserta didik
e. Kurikulum mengarahkan pada belajar peserta didik untuk mengembangkan,
menyerap, dan mengintternalisasi berbagai nilai dan moral positif yang
terkandung dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
f. Kurikulum mengarahkan peserta didik untuk mengenal budaya sendiri,
menghargai multikultur dan segala perbedaan atau keunikan peserta didik atau
orang-orang lainnya.
E. Struktur Program
Struktur program kegiatan PAUD mencakup bidang pengembangan pembentukan
perilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar melalui kegiatan bermain dan
pembiasaan.
Lingkup pengembangan meliputi: (1) nilai-nilai agama dan moral, (2) fisik, (3)
kognitif, (4) bahasa, dan (5) sosial emosional. Kegiatan pengembangan suatu aspek
dilakukan secara terpadu dengan aspek yang lain, menggunakan pendekatan tematik.
Alokasi waktu
Kelompok
Usia
Alokasi waktu
Kelompok usia
0 - < 2 tahun
Satu kali pertemuan selama 120 menit, Satu kali
pertemuan per minggu.Tujuh belas minggu per
semester.Dua semester per tahun
Kelompok usia
2 - < 4 tahun
Satu kali pertemuan selama 180 menit.Dua kali
pertemuan per minggu.Tujuh belas minggu per
semester. Dua semester per tahun.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 52
Kelompok usia
4 - ≤ 6 tahun
(jalur non formal)
Satu kali pertemuan selama 150 – 180 menit.Enam
atau lima hari per minggu, dengan jumlah pertemuan
sebanyak 900 menit (30 jam @ 30 menit).Tujuh belas
minggu efektif per semester. Dua semester pertahun
Kelompok usia
4 - ≤ 6 tahun
Satu kali pertemuan 180 menit,. tiga hari perminggu,
.Tujuh belas minggu efektif per semester. Dua
semester pertahun
F. Pengembangan Pendidikan karakter bangsa, ekonomi kreatif,
kewirausahaan melalui belajar aktif
1. Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan Budaya dan karakter bangsa merupakan upaya menyempurnakan
pendidikan dan kurikulum ke arah yang telah ditetapkan dalam tujuan pendidikan
nasional. Melalui upaya ini maka kurikulum diharapkan mampu untuk berbagai
kualitas yang perlu dimiliki peserta didik untuk dapat berperan sebagai warganegara
yang aktif, kreatif, produktif, dan bertanggjawab. Nilai-nilai seperti religious, jujur,
kerjakeras, ulet (perseverance), menghargai prestasi, cinta tanah air dan sebagainya
merupakan kualitas yang diamanatkan tujuan pendidikan nasional untuk dimiliki
setiap warganegara.
Pasal 3 UU nomor 20 tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan
“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab”. Rumuan tujuan pendidikan nasional jelas menunjukkan bahwa
pendidikan nilai merupakan realisasi dari tujuan pendidikan nasional. Melalui
pemilikan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa generai muda
Indonesia diarahkan untuk menjadi manusia yang beriman, berakhlak mulia, kreatif,
mandiri, demokratis dan bertnggungjawab.
Dalam dokumen Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Balitang,
2010) “pendidikan budaya dan karakter bangsa diartikan sebagai proses internalisasi
serta penghayatan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dilakukan peserta
didik secara aktif dibawah bimbingan guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan
serta diwujudkan dalam kehidupannya di kelas, sekolah, dan masyarakat”. Rumusan
tersebut mengandung makna nilai-nilai tersebut dikembangkan dalam suatu proses
internalisasi yang dilakukan secara aktif oleh peserta didik sehingga menjadi milik
mereka, bukan diajarkan sebagaimana ketika peserta didik belajar tentang suatu teori,
peristiwa sejarah, prosedur, hukum, atau bahkan fakta.
Proses internalisasi adalah proses pemilikan nilai/moral/sikap yang terjadi di bawah
bimbingan guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan terintegrasi melalui proses
belajar pengetahuan. Penghayatan mengandung makna bahwa nilai/moral/sikap yang
sudah dimiliki melalui proses internalisasi dikembangkan dan dimantapkan peserta
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 53
didik menjadi kebiasaan ketika mereka belajar sesuatu, berkomunikasi, dan dalam
tindakan sehari-hari di kelas, sekolah, dan masyarakat.
Berikut ini adalah nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang bersumber
dari nilai agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional;
Tabel Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
NILAI DESKRIPSI
1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan. 3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya. 4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
10. Semangat
Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 54
NILAI DESKRIPSI
16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Meskipun telah dirumuskan 18 nilai pembentukan karakter bangsa, namun Lembaga
PAUD dapat menentukan prioritas pengembangannya untuk melanjutkan nilai-nilai
pra kondisi yang telah dikembangkan. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari
kepentingan dan kondisi lembaga PAUD masing-masing yang dilakukan melalui
analisis konteks, sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat
perbedaan.
Adapun proses internalisasi nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa terjadi
dalam kegiatan belajar sehari-hari melalui kegiatan-kegiatansebagai berikut:
a. Kegiatan pembiasaan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus
menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah: upacara pada hari
besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut dan lain-
lain) setiap hari Senin, beribadah bersama/sembahyang bersama setiap dluhur (bagi
yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam
bila bertemu guru/tenaga kependidikan yang lain dan sebagainya.
b. Terintegrasi dengan pengembangan bidang
Dalam setiap pertemuan kelas ketika terjaadi proes pembelajaran dan aktivitas
peserta didik dalam dan antar mata pelajaran. Pada waktu peserta didik mengkaji
suatu pokok bahasan, guru memberikan upaya tertentu agar peserta didik memiliki
kesempatan untuk mengembangkan nilai pada dirinya dan menerapkan nilai tersebut
dalam berpikir, bertindak, mengerjakan tugas, dan berkomunikasi dengan teman
sekelas dan guru.
c. Teladan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain
dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga
diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan
tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan
bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga
kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh
bagaimana berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai terebut. Misalnya
berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan,
kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan dan
sebagainya.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 55
d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka
sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan tersebut. Sekolah harus
mencerminkan keehidupan sekolah yang mencerminkan nilai-nilaai dalam budaya
dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya toilet yang selalu bersih, bak sampah
ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar
ditempatkan teratur.
e. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan,
hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses
mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antar komponen di sekolah.
Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi
dengan sesamanya, guru dengan guru, pegawai administrsi dengan sesamanya dan
antara satu kelompok anggota masyarakat sekolah dengan kelompok lainnya.
Interaksi internal kelompok dan antar kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma,
moral serta etika profesi.
2. Pendidikan Ekonomi Kreatif dan Kewirausahaan
a. Nilai-nilai Pokok dalam Pendidikan Kewirausahaan
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan kewirausahaan adalah
pengembangan nilai-nilai dari ciri-ciri seorang wirausaha. Menurut para ahli
kewirausahaan, ada banyak nilai-nilai kewirausahaan yang mestinya dimiliki oleh
peserta didik maupun warga sekolah yang lain. Namun, di dalam pengembangan
model naskah akademik ini dipilih beberapa nilai-nilai kewirausahaan yang dianggap
paling pokok dan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Beberapa nilai-
nilai kewirausahaan beserta diskripnya yang akan diintegrasikan melalui pendidikan
kewirausahaan adalah sebagai berikut.
Tabel Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Kewirausahaan
Nilai Deskripsi
1. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
2. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
3. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
menyelesaikan tugas dan mengatasi berbagai hambatan.
4. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari apa yang telah dimiliki.
5. Inovatif Kemampun untuk menerapkan kreativitas dalam rangka
memecahkan persoalan-persoalan dan peluang untuk
meningkatkan dan memperkaya kehidupan.
6. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
7. Tanggung-jawab Sikap dan perilaku seseorang yang mau dan mampu
melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 56
Nilai Deskripsi
8. Kerja sama
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
mampu menjalin hubungan dengan orang lain dalam
melaksanakan tindakan, dan pekerjaan.
9. Kepemimpinan Sikap dan perilaku seseorang yang selalu terbuka terhadap
saran dan kritik, mudah bergaul dan bekerjasama dengan
orang lain.
10. Ulet Sikap dan perilaku seseorang yang tidak mudah menyerah
untuk mencapai suatu tujuan dengan berbagai alternatif.
11. Berani Menangung
Resiko
Kemampuan seseorang untuk menyukai pekerjaan yang
menantang, berani dan mampu mengambil risiko kerja.
12. Komitmen Kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh
seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
13. Realistis Kemampuan menggunakan fakta/realita sebagai landasan
berpikir yang rasionil dalam setiap pengambilan keputusan
maupun tindakan/ perbuatannya.
14. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
secara mendalam dan luas dari apa yang yang dipelajari,
dilihat, dan didengar.
15.Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
16. Menghargai akan
Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
b. Kriteria Keberhasilan Program Pendidikan Kewirausahaan
Keberhasilan program pendidikan kewirausahaan dapat diketahui melalui
pencapaian kriteria oleh peserta didik, yang antara lain meliputi:
• Memiliki karakter wirausaha.
• Memahami konsep kewirausahaan.
• Mampu melihat peluang
• Memiliki keterampilan/skill berwirausaha
• Terbentuknya lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang
berwawasan kewirausahaan.
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada
peran pengusaha kecil, namun sifat inipun sebenarnya dimiliki oleh orang-orang
yang berprofesi di luar wirausahawan. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang
yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun
profesinya. Dengan demikian, ada enam hakekat pentingnya kewirausahaan, yaitu:
1) Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan
sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis
(Ahmad Sanusi, 1994)
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 57
2) Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha
dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997)
3) Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru
(kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.
4) Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda (Drucker, 1959)
5) Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam
memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan
usaha (Zimmerer, 1996)
6) Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk
memenangkan persaingan.
G. Strategi dan Metode Pembelajaran Anak Usia Dini
1. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru dan murid dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar. Strategi pembelajaran dapat pula diartikan
sebagai segala usaha guru dalam menerapkan berbagai metode pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian strategi pembelajaran
menekankan kepada bagaimana aktivitas guru mengajar dan aktivitas anak belajar.
Terdapat beberapa jenis strategi pembelajaran yang dapat dipertimbangkan oleh guru
Pendidikan Anak Usia Dini. Pemilihan strategi dan metode ini akan memfasilitasi
anak belajar baik secara individual, belajar dalam kelompok kecil, belajar dalam
kelompok besar maupun belajar di luar kelas. Pemilihan strategi pembelajaran
hendaknya mempertimbangkan beberapa faktor penting, yaitu :
a. Karakteristik tujuan pembelajaran
b. Karakteristik anak dan cara belajarnya
c. Tempat berlangsungnya kegiatan
d. Tema pembelajaran
e. Pola kegiatan.
Kostelnik (1999) mengemukakan klasifikasi strategi pembelajaran dibagi menjadi
dua yaitu :
a. Strategi pembelajaran umum,
b. Strategi pembelajaran khusus.
Menurut Kostelnik terdapat berbagai strategi pembelajaran umum yang dapat
digunakan di lembaga – lembaga pendidikan anak usia dini. Strategi pembelajaran
umum tersebut adalah :
a. Meningkatkan keterlibatan indera
Menigkatkan keterlibatan indra anak dalam proses pembelajaran merupakan bagian
integral dari semua strategi pembelajaran. Melalui strategi ini anak-anak akan
memperoleh pengalaman langsung tentang objek-objek, peristiwa, mendengar,
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 58
meraba, mengecap, mencium, dan sebagainya. Belajar yang terjadi secara alamiah
mengandung keterlibatan indra yang sangat tinggi
b. Mempersiapkan isyarat lingkungan
Mempersiapkan isyarat lingkungan untuk belajar merupakan salah satu cara
mengefisiensikan kegiatan. Isyarat lingkungan itu dapat diciptakan guru untuk
melatih kemandirian anak dan memahami simbol-simbol yang biasa digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Contoh : sebuah gambar orang yang sedang mencuci
tangan yang dipampang di ruang makan,menunjukkan bahwa anak harus mencuci
tangan seblum makan, dsb.
c. Analisis Tugas
Analisis tugas dalam pembelajaran maksudnya adalah menjabarkan suatu tugas
tertentu menjadi bagian-bagian yang lebih rinci atau khusus dan operasional
sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan anak. Guru harus memulai dengan
melakukan analisis terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan serta prosedur
yang diperlukan agar anak mencapai tujuan yang diharapkan kemudian guru
menyusun tugas-tugas yanng dapat dipahami anak, yaitu menyusun langkah-langkah
yang harus ditempuh secara sederhana sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
d. Bantuan orang yanng lebih berpengalaman (Scaffolding)
Scaffolding adalah proses pemberian bantuan dari orang lain yang lebih
berpengalaman yang dilakukan secara bertahap untuk mempermudah anak dalam
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. Proses scaffolding dimulai dengan
memberikan bantuan jika anak sudah tidak dapat menemukan cara-cara untuk
menyelesaikan kegiatan atau tugas. Bantuan diberikan secara bertahap. Sekalipun
anak membangun pengetahuannya sendiri, tetapi bantuan dari guru atau orang
dewasa lainnya diperlukan oleh anak.
e. Praktek Terbimbing
Anak-anak harus diberi kesempatan untuk mempraktekkan hal-hal yang telah mereka
pelajari, belajar menganalisa dan belajar menyimpulkan. Ketika anak-anak mendapat
kesulitan belajar, itulah saat anak memerluan bimbingan dari guru atau orang tua.
Melalui cara-cara seperti itu guru merencanakan strategi pembelajaran melalui
praktek terbimbing. Cara-carabelajar seperti itu sebagai implikasi dari prinsip bahwa
anak-anak belajar melalui pengulangan atau repetisi (Bredekamp dan Copple, 1997)
f. Undangan / ajakan
Undangan secara verbal sangat penting untuk memusatkan perhatian anak-anak agar
mau berpartisipasi dalam kegiatan yang akan dilakukan. Undangan atau ajakan
berfungsi sebagai cara ubtuk menggiring anak-anak agar mereka menggunakan
kesempatan yang diberikan guru untuk melakukan eksplorasi, atau berinteraksi
dengan anak-anak lain dan guru.
g. Refleksi Tingkah Laku
Refleksi tingkah laku membantu menggambarkan perhatian anak-anak terhadap
aspek-aspek pengalaman tertentu. Refleksi tingkah laku disebut juga umpan balik
deskriptif tentang tindakan yang dilakukan anak-anak. Cara-cara seperti dapat
meguatkan tindakan yang dilakukan anak-anak.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 59
h. Refleksi Kata-kata
Refleksi kata-kata (paraphrase reflection) adalah pernyataan yang diungkapkan guru
tentang sesuatu yang dikatakan anak-anak. Komentar-komentar yang tidak menilai
anak juga dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan kemampuan
mendengarkan bagi anak; membantu anak-anak menemukan konsep-konsep kunci,
membantu anak mengembangkan perbendaharaan bahasa, serta memungkinkan
anak-anak untuk mengambil prakarsa dalam melakukan percakapan dengan orang
lain, baik dengan anak-anak maupun dengan orang dewasa
i. Contoh (Modelling)
Anak-anak belajar banyak dengan cara meniru orang lain. Misalnya dengan
memperhatikan guru yang sedang menggunakan gunting, denan melihat anak-anak
lain memegang sendok dan garpu ketika makan, dengan melihat temannya ketika
menggunakan alat bermain ayunan, dan sebagainya. Modelling membantu anak-anak
mempelajari perilaku-perilaku yang tepat
j. Penghargaan Efektif
Penghargaan efektif adalah penghargaan spesifik atau khusus yang diberikan kapada
anak sesuai dengan perilaku yang ditunjukkannya. Penghargaan ini dapat diberikan
dalam bentuk pujian, atau dorongan yang diberikan terhadap tingkah laku positif
yang diperlihatkan anak.
k. Menceritakan / Menjelaskan / Menginformasikan
Informasi tentang nama, fakta-fakta masa lalu, adat istiadat dapat dipelajari melalui
pewarisan sosial. Dalam kasus-kasus tertentu informasi penting dapat disampaikan
kepada anak secara langsung melalui buku-buku, televisi atau teknologi komputer.
Penjelasan yang efektif harus didasarkan pada pengalaman langsung anak-anak dan
terdapat dalam konteks yang bermakna bagi mereka.
l. Do-It-Signal
Do it signal adalah arahan sederhana yang diberikan kepada anak agar dia mau
melakukan suatu tindakan, atau ajakan kepada anak-anak agar mereka dapat
melakukan sesuatu. Contoh : “Ambil bunga-bunga yang anak-anak sukai”. Ketika
anak melakukan arahan do it signal, guru harus menangggapi dengan cara yang tepat
sehingga anak-anak mau mengulang perilaku yang positif. Jenis-jenis pernyataan
positif ini juga menambah kejelasan bagi anak tentang apa yanng harus dia lakukan.
Do it signal juga dapat berbentuk lain, misalnya bentuk tantangan.
m. Tantangan
Tantangan adalah variasi dari do-it-signal. Tantangan ini memotivasi anak untuk
menciptakan pemecahan masalahnya sendiri dengan tugas-tugas yang diarahkan
guru. Dengan demikian tantangan memberikan kesempatan kepada anak-anak dan
orang dewasa untuk mengontrol hasil-hasil kegiatannya. Variasi tantangan terjadi
ketika orang dewasa menantang anak-anak untuk memikirkan sesuatu dengan cara-
cara baru / berbeda dari tugas-tugas yang dirancang guru.
n. Pertanyaan
Pertanyaan adalah alat pengajaran pokok yang dapat digunakan di lembaga lembaga
pendidikan anak usia dini. Pertanyaan yang efektif adalah pertanyaan yang
dihubungkan dengan tujuan yang akan dicapai anak, merangsang berpikir anak,
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 60
dapat dipahami anak, dan singkat. Pertanyaan yang memenuhi standar adalah yanng
paling memungkinkan untuk mendapatkan perhatian dari anak-anak dan membantu
mereka belajar.
o. Kesenyapan
Kesenyapan merupakan salah satu cara untuk mendukung anak-anak belajar.Saat-
saat tenang dapat menjadi suatu strategi mengajar yang efektif terutama ketika anak-
anak sedang asyik melakukan kegiatan yan disukainya. Guru tidak perlu memberikan
komentar, karena akan mengganggu konsentrasi anak. Kesenyapan merupakan suatu
tanda kehangatan dan penghargaan yang ditunjukkan guru terhadap anak.
Sebagaimana telah dikemukakan pada strategi pembelajaran umum di atas, dilihat
dari posisi guru dan anak dalam kegiatan pembelajaran akan menghasilkan beberapa
pola kegiatan. Penggabungan beberapa strategi pembelajaran umum menuntut
guruuntuk dapat memodifikasi strategi pembelajaran yang ada sehingga menjadi
suatu strategi pembelajaran baru yang lebih menarik dan menantang bagi anak.
Mengacu pada prinsip perlunya penggabungan strategi pembelajaran umum,
Kostelnik (1999) mengemukakan ada tujuh jenis strategi pembelajaran khusus yang
dapatdijadikan dasar untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran
pada Anak Usia Dini. Strategi ini relevan untuk digunakan pada anak-anak yang
berusa 3-8 tahun. Jenis-jenis strategi pembelajaran khusus tersebut adalah :
a. Kegiatan Eksploratori (exploratory activities)
Dalam kehidupannya sehari-hari anak-anak banyak melakukan eksplorasi
terhadap lingkungannya baik dengan benda, binatang, tanaman, manusia,
peristiwa atau kejadian. Melalui kegiatan tersebut anak membangun
pengetahuannya sendiri sehingga dapat mengembangkan kemampuan
berpikirnya dari berpikir konkret menuju abstrak. Melalaui kegiatan eksploratari
anak-anak menemukan sesuatu yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan
memelih kegiatan yang sesuai dengan minatnya. Dalam kegiatan ini anak
mengambil prakarsa untuk melakukan kegiatan
b. Penemuan Terbimbing
Tujuan dari penemuan terbimbing bagi anak-anak adalah agar anak-anak dapat
membuat hubungan dan membangun konsep melalui interaksi dengan benda dan
manusia. Guru harus merencanakan pengalaman bagi anak agar mereka dapat
menemukan sesuatu. Penemuan terbimbing harus memusatkan perhatian pada
proses belajar anak bukan pada hasil yang dicapainya. Peranan anak adalah
membangun pengetahuan bagi dirinya sendiri, membuat pilihan dan keputusan,
melakuakan percobaan, mengalami, memunculkan pertanyaan dan menemukan
jawabannya. Peranan guru adalah untuk menyediakan alat dan informasi yang
diperlukan. Kegiatan penemuan terbimbing menggabungkan strategi modelling,
penghargaan yag efektif, menceritakan / menjelaskan / menginformasikan, do-it-
sign, dan pertanyaan.
c. Pemecahan Masalah
Melalui pemecahan masalah anak-anak merencanakan, meramalkan, mengamati
hasil-hasil tindakannya dan merumuskan kesimpulan dari hasil-hasil
tindakannya. Dalam metode ini peranan guru adalah sebaai fasilitator (Harlan
dan Hendrick,1997). Penggunaan metode pemecahan maslah bagi anak dapat
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 61
mengikuti urutan langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan dalam
ilmu-ilmu alam (Kostelnik,199), yaitu berikut ini :
• Menyadari adanya masalah ( memahami, mengamati, dan mengidentifikasi)
• Merumuskan hipotesis atau dugaan-dugaan sementara
• Melakukan eksperimen (menguji ide)
• Menggambarkan kesimpulan
• Mengkomunikasikan hasil
d. Diskusi
Metode diskusi adalah salah satu strategi pembelajaran yang menunjukkan
interaksi timbal balik atau berbalas-balasan antara guru dengan anak; guru
berbicara pada anak; anak berbicara pada guru, dan anak berbicara kepada anak
lainnya. Proses diskusi dilaksanakan di lembaga pendidikan anak, berbeda
dengan proses diskusi yang biasa dilaksanakan oleh anak-anak di jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, karena tingkat kemampuan berpikir mereka juga
berbeda. Diskusi merupakan penggabungan dari strategi undangan, refleksi,
pertanyaan, dan pernyataan. Peran guru dalam strategi diskusi tidak
membimbing percakapan anak-anak, akan tetapi mendorong mereka untuk
mengemukakan gagasannya sendiri, dan mengkomunikasikan serta
mengembangkan gagasan tersebut secara lebih luas kepada orang lain yaitu
teman-teman atau gurunya.
e. Belajar Kooperatif
Cohen (1994) mendefinisikan strategi belajar kooperatif sebagai suatu strategi
pembelajaran yang melibatkan anak-anak untuk bekerja sama dalam kelompok
yang cukup kecil, dan setiap anak dapat berpartisipasi dalam tugas-tugas
bersama yang telah ditentukan dengan jelas, tetapi tidak terus menerus, dan
supervisi diarahkan secara langsung oleh guru. Dalam menggunakan strategi
belajar kooperatif guru menekankan peningkatan aspek keterampilan sosial anak
dalam mengerjakan tugas-tugas. “ Keterampilan sosial meliputi hal-hal
memahami tugas, mendengarkan orang lain sebagai pasangan atau teman,
memanggil pasangan dengan namanya, berbicara dengan kata-kata yang sopan,
mengambil giliran, menawarkan bantuan, dan menghargai orang lain” (Dopyera
dan Dopyera, Tanpa tahun).
f. Demonstrasi
Demonstrasi adalah strategi pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara
memperlihatkan bagaimana proses terjadinya atau cara bekerjanya sesuatu, dan
bagaimana tugas-tugas itu dilaksanakan. Demontrasi digunakan untuk
menggambarkan pengajaran, dan pemberian petunjuk kepada anak tentang apa
yang harus dilakukan di awal, saat kegiatan inti, dan di akhiri kegiatan
demonstrasi. Yang perlu diperhatikan guru ketika mendemonstrasikan sesuatu,
adalah ia harus melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang dilaksanakan
anak-anak didiknya. Demonstrasi memadukan strategi umum pembelajaran do-
it-sign, modelling, dan menceritakan-menjelaskan-menginformasikan. Menurut
Kostelnik (1999), ada tiga langkah strategi demonstrasi, yaitu : (1) meminta
perhatian anak, (2) menunjukkan sesuatu kepada anak-anak, (3) meminta
tanggapan atau respon anak terhadap apa yang mereka lihat.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 62
g. Pengajaran Langsung
Pengajaran langsung adalah strategi pmbelajaran yang digunakan untuk
membantu anak-anak mengenal istilah-istilah, strategi, informasi faktual, dan
kebiasaan-kebiasaan (Driscoll, et. Al.1996). Pengajaran langsung lebih dari
sekadar menceritakan atau menunjukkan sesuatu yang sederhana kepada anak,
tetapi merupakan gabungan dari modelling, analisis tugas, penghargaan yang
efektif, menginformasikan, do-it-sign, dan tantangan. Keuntungan menggunakan
pengajaran langsung adalah efisien dalam waktu, dan guru dapat mengetahui
hasil belajar anak dengan segera.
3. Metode Pembelajaran
Anak pada dasarnya memiliki potensi untuk aktif dan berkembang. Agar potensi ini
dapat berkembang secara optimal, maka guru perlu menguasai dan memilih metode –
metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran yang dapat digunakan di
antaranya metode bercerita, bernyanyi, penugasan, praktik, diskusi,
percobaan/penelitian/pengamatan, problem solving, serta membuat karya yang
meliputi karya seni, portfolio, gambar, pameran, pementasan, dramatisasi,
kompetisi/lomba, kunjungan/karyawisata,
H. Pengelolaan Lingkungan Belajar
Pengelolaan lingkungan belajar anak usia dini perlu disesuaikan dengan jumlah anak,
kondisi sosial, budaya, dan jenis layanan PAUD. Pengelolaan lingkungan belajar
harus menggunakan beberapa prinsip Penataan lingkungan bermain yaitu :
Menciptakan suasana bermain yang aman, nyaman, bersih, sehat, dan menarik.
Penggunaan alat permainan edukatif memenuhi standar keamanan, kesehatan, dan
sesuai dengan fungsi stimulasi yang telah direncanakan. Memanfaatkan potensi dan
sumber daya yang ada di lingkungan sekitar termasuk barang limbah / bekas layak
pakai
1. Pelaksanaan Program
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program pembelajaran
meliputi:
a. Pemanfaatan lingkungan dan penataan lingkungan bermain
b. Menciptakan suasana bermain yang aman, nyaman, bersih, sehat, dan menarik.
c. Penggunaan alat permainan edukatif memenuhi standar keamanan, kesehatan, dan
sesuai dengan fungsi stimulasi yang telah direncanakan.
2. Pengorganisasian Kegiatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengorganisasian kegiatan meliputi:
a. Kegiatan dilaksanakan di dalam ruang/kelas dan di luar ruang/kelas.
b. Kegiatan dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan.
c. Pengelolaan kegiatan pembelajaran pada usia 4 - ≤6 tahun dilakukan secara
individu, kelompok kecil, dan kelompok besar meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu
pembukaan, inti dan penutup.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 63
d. Kegiatan pembelajaran terbagi menjadi tiga yaitu kegiatan pembukaan, inti dan
penutup.
1) Pembuka
Pembukaan merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran yang ditujukan untuk
menfokuskan perhatian, membangkitkan motivasi sehingga peserta didik siap
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Pembukaan berupa kegiatan reguler
rutinitas yang dilakukan melalui kegiatan percakapan awal sebagai transisi
sebelum kegiatan inti dimulai.
2) Inti
Inti, merupakan proses untuk mencapai indikator yang dilakukan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan partisipatif. Kegiatan inti
dilakukan melalui proses eksplorasi, eksperimen, elaborasi, dan konfirmasi.
3) Penutup
Kegiatan penutup adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran. Bentuk kegiatannya berupa menyimpulkan, umpan balik, dan
tindak lanjut.
3. Pengorganisasian Kelas
Untuk mencapai tujuan program pembelajaran maka diperlukan pengoganisasian
kelas, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pengaturan ruangan dan alat bermain yang mendukung pelaksanaan kegiatan
pembelajaran
b. Tujuan yang mengarah pada tingkatan pencapaian perkembangan disetiap
rentangan usia anak,
c. Kegiatan yang diberikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
perkembangan anak.
d. Metode yang dipilih tepat dan bervariasi sesuai dengan tujuan kegiatan belajar
dan mampu melibatkan anak secara aktif dan kreatif serta menyenangkan,
e. Media dan lingkungan bermain yang digunakan haruslah aman, nyaman dan
menimbulkan ketertarikan bagi anak serta perlu adanya waktu yang cukup
untuk bereksplorasi,
f. Evaluasi yang terbaik dan dianjurkan untuk dilakukan adalah rangkaian sebuah
assesment melalui observasi partisipatif terhadap apa yang dilihat, didengar dan
diperbuat oleh anak
I. Penilaian / Asesmen Pembelajaran PAUD
Definisi penilaian/asesmen cukup beragam. Goodwin dan Goodwin (1982, dalam
Wortham) mengartikan asesmen atau pengukuran sebagai suatu proses untuk
menentukan (melalui observasi dan test) trait atau perilaku seseorang, karakteristik
suatu program dan selanjutnya memberikan penilaian terhadap penentuan tersebut.
Asemen merupakan bagian program pendidikan anak, baik anak yang berkembang
secara normal maupun yang memiliki kebutuhan khusus. Dengan dilakukannya
proses asesmen, maka dapat diperoleh karakteristik tingkat perkembangan atau
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 64
performansi yang dimiliki anak. Hal ini juga bermanfaat dalam merencanakan
program untuk membantu anak mengatasi masalah perkembangan dan belajar.
Asesmen merupakan proses mendokumentasi ketrampilan dan perkembangan anak.
Asesmen mengukur level perkembangan anak dan memberikan indikasi tahap
perkembangan anak selanjutnya. Asesmen bukanlah sekedar mengukur, merangking
ataupun mengelompokkan anak dalam kategori tertentu.
1.Tujuan Penilaian/Asesmen
Asesmen digunakan untuk beragam tujuan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui berbagai aspek perkembangan anak secara individual,
yang meliputi aspek fisik motorik, kognitif, bahasa, sosio emosional dan
sebagainya.
b. Untuk diagnosa adanya hambatan perkembangan maupun identifikasi
penyebab masalah belajar pada anak
c. Untuk memberikan tempat dan program yang tepat untuk anak, dalam hal ini
untuk mengetahui apakah anak membutuhkan pelayanan khusus
d. Untuk membuat perencanaan program (curriculum planning) Dalam hal ini,
asesmen digunakan untuk menentukan kemajuan anak dalam mencapai
tujuan program. Selain itu asesmen juga bertujuan untuk memodifikasi
kurikulum, menentukan metodologi, dan memberikan umpan balik
(feedback).
e. Untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah perkembangan pada anak.
f. Untuk kajian penelitian.
Adapun secara spesifik, tujuan asesmen perkembangan adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi perkembangan yang spesifik
b. Membantu guru menetapkan tujuan dan merencanakan program
c. Mendapatkan profil anak (guru dan ortu)
d. Bermanfaat untuk diagnosa anak berkebutuhan khusus sehingga dapat dibuat
program pendidikan individual dan layanan untuk keluarga
e. Evaluasi keberhasilan program, dll
2. Prinsip Penilaian/Asesmen
Asesmen digunakan untuk kebutuhan anak. Adapun prinsip asesmen adalah sebagai
berikut:
a. Asesmen harus menggunakan informasi dan sumber yang beragam
b. Asemen harus bermanfaat untuk perkembangan dan belajar anak
c. Asemen harus melibatkan anak beserta keluarganya
d. Asesmen harus sesuai dan fair untuk anak
e. Asesmen harus otentik
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 65
f. Asesmen harus bermakna bagi anak dan merefleksikan cara anak menerapkan
pengetahuan yang diperolehnya dalam kehidupan sehari –hari.
g. Asesmen harus memiliki tujuan yang spesifik dan bersifat reliabel, valid dan
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
Sebagai seorang profesional, para guru dituntut untuk mengikuti prinsip/etika dalam
membuat dokumentasi sebagai berikut :
a. Ketepatan (Accuracy)
Yaitu dengan mencatat fakta (data kasar/raw data) secara tepat, lengkap dan
dilakukan sesegera mungkin setelah pengamatan.
b. Objektivitas (Objectivity)
yaitu dengan mencatat fakta secara objektif, tidak bias, dan tidak ditambah
dengan pendapat kita.
c. Menghindari Pelabelan (Labelling)
yaitu dengan menghindari kesimpulan dan diagnosis yang terlalu dini
berdasarkan informasi yang terbatas.
d. Memiliki tujuan yang baik (Intended Purposes)
tujuan dokumentasi adalah untuk mengamati perilaku anak, mengumpulkan
informasi tentang anak, dan merencanakan program yang tepat untuk anak.
Dokumentasi tidak ditujukan untuk alasan yang merugikan anak dan
keluarganya.
e. Berbagi dengan keluarga (Sharing with the family).
Berbagi dan berkomunikasi dengan keluarga tentang perilaku dan perkembangan
anak harus dengan persetujuan pihak yang terkait, misalnya guru dan anak yang
diamati (tergantung usia anak). Dalam hal ini, privacy anak juga perlu menjadi
bahan pertimbangan.Dalam hal dan kondisi tertentu, seorang perofesional perlu
meminta ijin pada anak untuk menceritakan tentang anak pada orang tuanya
f. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan anak perlu dijaga, dimana informasi tentang anak hanya boleh
diketahui oleh pihak-pihak yang memiliki hak untuk mengetahui informasi
tersebut. Meminta ijin dari orang tua anak saat mendokumentasi anak juga perlu
dilakukan.
3. Komponen Sistem Asesmen
Asesmen memiliki 3 komponen yang saling berkaitan. Komponen pertama adalah
mengumpulkan dan mencatat/merekam informasi tentang perkembangan dan belajar
anak. Sebagai contoh adalah dengan mengumpulkan dan mencatat apa yang
diketahui dan apa yang dilakukan anak. Informasi ini dapat diperoleh dari
pengamatan, komunikasi, wawancara, portfolio, projek, tes, ceklist, hasil gambar
maupun tulisan anak, foto, maupun rekaman suara. Komponen kedua adalah
menginterpretasi dan mengevaluasi semua informasi yang diperoleh. Hal ini
bermanfaat dalam membuat semacam keputusan atau penilaian tentang
perkembangan anak, misalnya apakah anak berada dalam tahap berkembang, atau
telah mencapai standar perkembangan tertentu.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 66
4. Proses pelaksanaan Penilaian/Asesmen
a. Dilakukan secara individual dengan membandingkan perkembangan anak saat ini
dan sebelumnya,
b. Mempertimbangkan adanya perbedaan dalam perkembangan, pengalaman, dan
budaya anak.
c. Bukan dilakukan dalam situasi tes, melainkan alamiah
d. Kemajuan tentang anak dilaporkan dalam konteks individual sehubungan dengan
performansinya dalam tahap usianya, dan bukan merupakan sistem ranking.
5. Tahapan Penilaian/Asesmen
Tahapan asesmen pada anak yang mengalami masalah perkembangan dan belajar:
a. Kegiatan Prereferal : team guru berdiskusi
b. Referal dan perencanaan awal: guru, ortu, orang tua, profesional atau anak yang
bersangkutan
c. Evaluasi multidisipliner:psikolog sekolah, pekerja sosial, guru, speech
pathologist, specialist LD dll menyiapkan laporan :
1. apakah anak memiliki masalah khusus
2. Landasan membuat keputusan tsb
3. Perilaku relevan yang terjadi saat observasi
4. Hubungan perilaku tsb dengan kemampuan akademik anak
5. Temuan medis yang relevan
6. Apakah ada perbedaan yang signifikan antara prestasi dan kemampuan yang
tidak dapat diperbaiki melalui pendidikan dan pel;ayanan khusus
7. Pengaruh lingkungan, budaya dan status ekonomi
8. Konferensi Kasus, IEP, Para partisipan adalah perwakilan , guru, ortu, siswa
(jika memungkinkan), dan para professional
6.Teknik Penilaian Asesmen
Pengumpulan data dalam asesemen dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Observasi/pengamatan
b. Konferensi dengan para guru
c. Survey
d. Interview ortu/laporan orangtua
e. Hasil kerja anak /Penugasan
f. Unjuk Kerja g. Pencatatan Anekdot h. Percakapan/dialog i. Dokumentasi Hasil Karya Anak (Portofolio) j. Desksripsi Profil Anak
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 67
BAB
REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT
1. Peningkatan kualifikasi pendidikan guru melalui program beasiswa melanjutkan
studi ke program S1 PGPAUD dan lainnya sesuai kebutuhan.
2. Terbukanya layanan dan akses peningkatan mutu dan kualitas kompetensi guru
PAUD melalui pelaksanaan berbagai program yang dapat menjangkau seluruh
wilayah hingga ke daerah terpencil, seperti program distance learning,
workshop, magang, pelatihan, seminar PAUD atau Focus Group Discussion.
sehingga dapat menjangkau daerah terpencil
3. Salah satu yang dapat dilakukan APK PAUD yaitu dengan mengoptimalkan
PAUD Berbasis Keluarga (PBK) di setiap wilayah masyarakat.
4. Program pengokohan akar budaya bangsa dan pendidikan karakter perlu di
implementasikan secara sistematis dan continue di semua satuan pendidikan,
mengingat pesatnya arus budaya global
5. Pemerintah perlu mengembangkan berbagai program pemberdayaan guru yang
mampu mengakomodasi berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi di
masyarakat serta membekali para guru dengan wawasan sains dan teknologi
mutakhir.
6. Perlu adanya kesinambungan antara kurikulum PAUD dengan Kurikulum SD,
terutama dalam pengembangan potensi perkembangan anak. Hal ini dapat
dilakukan dengan menyusun kurikulum PAUD dan SD bersama-sama
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 68
DAFTAR PUSTAKA
Arahan Mentri Pendidikan Nasional . (2011) . Arahan Mentri Pendidikan
Nasional.”meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas Pelaksanaan 5 K
Kemdiknas: menyiapkan generasi 100 Tahun Indonesia Merdeka”. Bahan
presentasi. Depok 16-18 maret 2011.
Berk, Laura E. (2009). Child Development. USA : Pearson Education, Inc.
Bredekamp, S. & Copple, C. (1997). Developmentally Appropriate Practice in Early
Childhood Programs. Washington: NAEYC.
Canton, james (2010) The Extreme Future. 1o tren utama yang membentuk ulang
dunia 20 Tahun ke depan. Tangerang : Alvabeth
Catron, Carol E. & Allen, Jan (1999), Early Childhood Curriculum, New Jersey:
Prentice Hall Inc.
Dodge, Diane Trister & Colker, Laura J. (2002), The Creative Curriculum For
Preschool, Washington DC: Teaching Strategies Inc.
Helms, D.B. & Turner, J.S. (1983). Exploring Child Behavior. New York: Holt
Rinehartand Winston.
Hurlock, E.B. (1978). Child Development, Sixth Edition. New York: McGraw-Hill,
Inc.
http://skb-purworejo.com/
Krogh, Suzanne L. & Slentz, Kristine L. (2001). The Early Childhood Curriculum.
New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc. Publishers
Masitoh dkk.(2009) Strategi Pembelajaran TK. Edisi 1. Jakarta:Universitas Terbuka
Nugraha, Ali (2011). Konsep dasar Pendidikan Anak usia Dini. UPI
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990. Tentang Pendidikan Prasekolah.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia
Dini.
Naskah Akademik Kurikulum PAUD 69
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan.
Roopnaire, J.L. & Johnson J.E. (1993). Approaches to Early Childhood Education.
New York: Charles E.Merril Publishing Co.
Santrock, J.W. (1995). Life Span Development. Perkembangan Masa Hidup. Jilid I.
(alih bahasa: Achmad Chusairi). Jakarta: Erlangga.
Santrock, J.W. & Yussen, S.R. (1992). Child Development, 5 th Ed. Dubuque, IA,
Wm, C.Brown.
Solehuddin, M. & Hatimah, I. (2007). Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung:
Pedagogiana Press.
Syaodih, E. (2007). Bimbingan Konseling Anak Usia Dini, Jakarta: Universitas
Terbuka.
Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society, The Development of Higher Psychological
Processes. London: Harvard University.
Wortham, Sue C. (2005). Assesment in Early Childhood Education. New Jersey:
Pearson Merril Prentice Hall.