NAPZA

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA pada akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta media elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak masyarakat yang memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (DepKes, 2001). Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan. Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000). Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan 1

description

Asuhan keperawatan Napza

Transcript of NAPZA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA pada

akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta media

elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak masyarakat yang

memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun)

sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (DepKes, 2001).

Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya

pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk

mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah

tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan.

Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga lebih

pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap

individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap

masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA

(Hawari, 2000).

Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai melakukan

penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya

individu yang dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu

mengalami intoksikasi zat dan withdrawal. Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya

menanggulangi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya

upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada

penanggulangan NAPZA (DepKes, 2001).

Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga

kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di

rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu

dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan

ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).

1

1.2 Skenario

Doni adalah anak dari sebuah keluarga yang sangat mapan sekali, kedua orang tuanya

bekerja sangat sibuk sekali, semua kebutuhan doni hanya diberikan oleh pembantu dirumah

saja, kedua orang tua doni hanya sibuk dengan pekerjaannya saja, kadang-kadang orang

tuanya pulang sampai tengah larut malam, kedua orang tua selalu memanjakan doni dengan

selalu memberikan uang dalam jumlah yang sangat besar kalau dibandingkan dengan jajan

teman sekolahnya. Walaupun doni dengan berkecukupan dan dengan uang yang berlimpah,

doni sering merasa kesepian dirumah yang setiap kali pulang jarang sekali untuk bertemu

dengan kedua orang tuanya, bahkan doni sering merindukan kash sayang dari kedua orang

tuanya. Dengan kondisi yang sering dialami oleh doni, akhirnya doni melampiaskan

kesepiannya dengan sering pergi ke diskotik dan akhirnya jatuh ke dalam jurang narkoba,

kebiasaan doni mengkonsumsi narkoba berlangsung lama tanpa diketahui oleh kedua orang

tuanya. Karna sudah lama mengkonsumsi narkoba akhrirnya doni sudah kecanduan obat-

obatan tersebut, sampailah pada puncaknya dimana doni merasa sakau simana doni tidak

mampu lagi untuk membeli obat tersebut, doni dering mengamuk dirumah dan sering berkata

kata kasar bahkan sering memukul orang yag ada dihadapannya, sering tertawa sendiri,

berbicara sendiri dan sering kali orang tua doni membawa untuk berobat dan melakukan

konsul pada kejiwaan, akhirnya keputusan dari pihak kesehatan doni diputuskan untuk

dirawat di RS, Jiwa untuk melakukan pengontrolan pada kecanduan doni pada obat-obatan.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa yang menyebabkan doni sering mengamik dan memukul orang yang ada

dihadapannya?

2. Apa yang membuat doni sering pergi ke diskotik dang mengkonsumsi narkoba?

3. Apa tindakan keperawatan yang dilakukan kepada doni?

4. Apa yang menyebabkan doni berbicara sendiri?

5. Apa yang membuat doni merasa kesepian?

1.4 Tujuan

1. Mengetahui defenisi NAPZA

2. Mengetahui golongan NAPZA

3. Mengetahui etiologi NAPZA

4. Mengetahui tanda dan gejala NAPZA

5. Mengetahui pohon masalah NAPZA

2

6. Mengetahui penatalaksanaan NAPZA

7. Mengetahui pemeriksaan diagnostic NAPZA

8. Mengetahui asuhan keperawatan NAPZA

3

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Defenisi NAPZA

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/ bahan berbahaya. Selain narkoba,

istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia

adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.

Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang

umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba

sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien

saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu

disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA dalam jumlah berlebihan,

secara berkala atau terus-menerus, berlangsung cukup lama sehingga dapat merugikan

kesehatan jasmani, mental dan kehidupan sosial (Joewana, 2004)

2.2 Golongan NAPZA

1.      NARKOTIKA (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang

Narkotika).

NARKOTIKA : adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan. NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-golongan:

1) Narkotika Golongan I :

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak

ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan

ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).

2) Narkotika Golongan II :

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat

digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin).

3) Narkotika Golongan III :

4

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein).

Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I :

a)      Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain

b)      Ganja atau kanabis, marihuana, hashis

c)      Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka

.

2.      PSIKOTROPIKA (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika).

PSIKOTROPIKA : adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat

yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. PSIKOTROPIKA

dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut :

1) PSIKOTROPIKA GOLONGAN I :

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan

tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan

sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)

2) PSIKOTROPIKA GOLONGAN II :

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau

tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin).

3) PSIKOTROPIKA GOLONGAN III :

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang

mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).

4) PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV :

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan sindrom ketergantungan.

Contoh: : diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide,

nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).

Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :

a)      Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu

5

b)      Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo Dll

c)      Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.

3.      ZAT ADIKTIF

ZAT ADIKTIF : adalah Suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan

kecanduan atau ketergantungan.

4.      ZAT PSIKOAKTIF

ZAT PSIKOAKTIF : Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak

sehingga dapat menimbulkan perubahan pada : perilaku, emosi, kognitif, persepsi, kesadaran

seseorang. Ada 2 jenis psikoaktif:

a)      Bersifat Adiksi

Golongan Opioida : Morfin, Heroin (Putaw), candu, Codein, Petidin

Golongan Kanabis : Ganja (Mariyuana), minyak hassish

Golongan Kokain : Serbuk kokain dan daun koka

Golongan Alkohol : Semua minuman yang mengandung Ethyl alkohol : Brandy, bir,

Wine, Whisky, Cognac, Brem, tuak, Anggur ortu (AO), dsb.

Golongan Sedatif Hipnotik : BK, Rohypnol, Magadon, Dumolid, Nipam, Madrax

Golongan MDA (Methylene Dioxy Ampethamine) : Ampetamine benzedrine,

Dexedrin

Golongan MDMA (Methylene dioxy meth Ampetahamine) : Extacy

Golongan halusinogen : LSD, Meskaloin, Mushrom, Kecubung

Gologan Solven dan inhalansia : Aica Aibon (Glue) Saceton, Thiner, N2O

Nikotine : tembakau

Kafein: Kopi dan the

Golongan lainnya.

b)      Bersifat Non Adiksi :

Obat neuroleptika untuk kasus gangguan jiwa psikotik, obat anti depresi.

Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan

menjadi tiga golongan:

ü  Golongan Depresan (Downer)

Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini

menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak

6

sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif

(penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.

ü  Golongan Stimulan (Upper)

Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan

kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat

yang termasuk golongan ini adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain.

ü  Golongan Halusinogen

Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah

perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga

seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis.

Ciri-ciri ketergantungan Napza

1.      Keinginan yang tak tertahankan untuk “MEMAKAI”

2.      Kecenderungan untuk menambah dosis.

3.      Ketergantungan psikis.

4.      Ketergantungan fisik, yaitu gejala putus obat (withdrawal syndrome).

2.3 Etiologi Napza

Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor yang

menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

1. Faktor Internal

a. Faktor Kepribadian

Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung

terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang

negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terh ambat, dengan ditandai

oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif,

dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan

masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan

masalah

dengan cara melarikan diri.

b. Inteligensia

7

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk

melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-

rata dari kelompok usianya.

c. Usia

Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba karena

kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi;

seme

ntara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.

d.Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu

Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa

enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang

diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang

utama.

e.Pemecahan Masalah

Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan

persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran

dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.

2.Faktor Eksternal

a.Keluarga

Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi

pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi

Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi

anggota

keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:

Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan

narkoba.

Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang

tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang

tidak).

8

Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang

memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu,

ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.

Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat

dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan

alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu

sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan

ketidaksetujuannya.

Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai

kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.

Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang

kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

b.Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-

teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti

kelompok itu.

Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat

dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada

keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan

timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis. Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor

penyebab penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini

menunjukkan betapa besarnya pengaruh teman kelompoknya sehingga remaja menggunakan

narkoba. Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang dilakukan oleh Hawari (1990) yang

memperlihatkan bahwa teman

kelompok yang menyebabkan remaja memakai NAPZA mulai dari tahap coba-coba sampai

ketagihan.

c.Faktor Kesempatan

Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai

pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba

internasional, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa

melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah,

termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin

9

memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu.

Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau

secara bersamaan. Karena

ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu

2.4 Tada dan Gejala NAPZA

Tanda atau gejala kemungkinan adanya penyalahgunaan narkoba pada seseorang dapat dilihat

dalam beberapa hal berikut :

1. Gejala fisik, antara lain :

1) Berat badan turun drastic

2) Mata terlihat cekung dan merah, muka pucat, dan bibir kehitam-hitaman

3)  Tangan penuh dengan bintik-bintik merah, seperti bekas gigitan nyamuk dan

ada tanda bekas luka sayatan. Goresan dan perubahan warna kulit di tempat

bekas suntikan

4) Buang air besar dan buang air kecil kurang lancer

5) Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas

2. Emosi, antara lain :

1) Sangat sensitif dan cepat merasa bosan

2) Bila ditegur atau dimarahi, menunjukkan sikap membangkang

3) Emosi naik turun dan tidak ragu untuk memukul orang atau berbicara kasar

terhadap anggota keluarga atau orang di sekitarnya

4) Nafsu makan tidak menentu

3. Perilaku

1) Malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas rutinnya

2) Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga

3) Sering bertemu dengan orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit,

dan pulang tengah malam

10

4) Suka mencuri uang di rumah, sekolah ataupun tempat pekerjaan dan

menggadaikan barang-barang berharga di rumah. Begitu pun dengan barang-

barang berharga  miliknya, banyak yang hilang

5) Selalu kehabisan uang

6) Waktu di rumah kerap dihabiskan di kamar tidur, kloset, gudang, ruang yang

gelap, kamar mandi, dan tempat-tempat sepi lainnya.

7) Takut dengan air dan malas mandi. Apabila terkena air akan terasa sakit.

8) Sering batuk-batuk dan pilek berkepanjangan.

9) Sering berbohong dan ingkar janji dengan berbagai macam alas an

10) Sering menguap

11) Mengeluarkan air mata berlebihan

12) Mengeluarkan keringat berlebihan

13)  Sering mimpi buruk

14) Sering nyeri di kepala

2.5 Pohon Masalah NAPZA

Resiko perilaku Kekerasan

Intoksikasi

Penyalahgunaan zat

Harga diri rendah

Gangguan konsep diri

Koping individu tidak efektif

2.6 Penatalaksanaan NAPZA

Upaya pemulihan yang sesungguhnya adalah dengan merubah gaya hidup dan sikap

pada seorang pecandu secara mendasar, yaitu pola pikir dan perilaku adiktif yang

menyebabkannya kecanduan narkoba (martono 2006).

11

1. Pengobatan

Terapi pengobatanyang dilakukan untuk pasien NAPZA misal dengan detoksifikasi.

Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat dengan dua

cara:

a. Detoksifikasi tanpa substitusi

Klien hanya dibiatkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.

Klien yang ketergantungan tidak diberikan obat untuk menghilangkan gejala putus

obat tersebut.

b. Detoksifikasi dengan substitusi

Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya

kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan

alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah

dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama

pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala

simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau

sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.

2. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui

pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita

sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.

Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan

kebutuhan (Depkes, 2001).

Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi

(detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program

pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat

melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).

Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu

menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka

klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit

12

lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter

sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi

sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu

(craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001).

3. Jenis program rehabilitasi:

1. Rehabilitasi psikososial

Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke

masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan

pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan

kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai

menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau

bekerja.

2. Rehabilitasi kejiwaan

Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua

berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan

tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan

sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya.

Meskipun sudah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif

tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving

masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak

dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan

konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat

dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat

adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam

rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual

maupun secara kelompok.

Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga

yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga brokenhome.

Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan jka konsultasi keluarga perlu

dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang

mengalami penyalahgunaan NAPZA.

13

3. Rehabilitasi komunitas

Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu

tempat. Dipimpin oleh seorang mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat

sebagai konselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional

hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan

perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi

keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps.

Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas

menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain.

4. Rehabilitasi keagamaan

Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi

tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai

dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan

pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual

power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin

terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin

2. Radio immuno-assay mendeteksipecandu apa bukan, dapat diketahui melalui

uji nalorfin.

14

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a) Data demografi

b) Keluhan utama

c) Riwayat penggunaan zat sebelum nya

d) Riwayat pengobatan

e) Faktor predisposisi

f) Faktor presipitasi

g) Konsep diri

h) Persepsi

i) Proses piker

j) Tingkat kesadaran

k) Memori

l) Fisik

Secara keseluruhan, efek masing-masing golongan NAPZA pada fungsi

fisiologis memiliki banyak kesamaan. Data yang mungkin ditemukan pada klien yang

menggunakan NAPZA antara lain : nyeri, gangguan pola tidur, menurunnya selera

makan, konstipasi, diare, perilaku seks melanggar norma, tidak merawat diri,

potensial komplikasi.

Tujuan : klien mampu untuk hidup teratur.

m) Emosional

Perasaan gelisah (takut diketahui), tidak percaya diri, curiga dan tidak

berdaya. Potensial mengalami gangguan mental dan perilaku. Dengan tambahan

gejala-gejala emosional yang terdapat pada masing-masing NAPZA.

Tujuan : Klien dapat mengontrol dan mengendalikan emosinya

n) Sosial

Lingkungan sosial yang biasa akrab dengan klien adalah teman pengguna zat,

anggota keluarga lain, pengguna zat di lingkungan sekolah atau kampus.

o) Intelektual

Pikiran yang selalu ingin menggunakan zat adiktif, perasaan ragu untuk

berhenti, aktivitas sekolah atau kuliah yang menurun sampai berhenti, pekerjaan

terhenti.

15

Tujuan : klien mampu berkonsentrasi dan meningkatkan daya pikir ke hal-hal positif.

p) Spiritual

Kegiatan keagamaan kurang atau tidak ada, nilai-nilai kebaikan ditinggalkan

karena perubahan perilaku mis., mencuri, berbohong.

Tujuan : klien mampu meningkatkan ibadah, pelaksanaan nilai-nilai kebaikan.

q) Keluarga

Ketakutan akan perilaku klien, malu pada masyarakat, penghamburan dan

pengurasan ekonomi keluarga oleh klien, komunikasi dan pola asuh tidak efektif,

dukungan moril terhadap klien tidak terpenuhi

Tujuan : keluarga mampu merawat klien sampai akhirnya mampu mengantisipasi

terjadinya kekambuhan (relapse).

3.2 Diagnosa Keperawatan

Alkohol

a) Resiko tinggi terhadap cedera: jatuh berhubungan dengan kesulitan keseimbangan

b) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan

yang kurang

Halusinogen

1. Perubahan proses pikir sampai dengan kerusakan penyesuaian dengan kehilangan daya

ingat

2. Ansietas berhubungan dengan proses berpikir

Stimulan

a) Gangguan pola tidur berhubungan dengan sensori sistem saraf pusat

b) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penggunaan obat-obatan IV

Depresan

a) Gangguan pola tidur berhubungan dengan hipersensitifitas

b) Kerusakan pertukaran gas: pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru.

16

3.3 Intervensi Keperawatan

Dx.Kep NOC dan kriteria Hasil NIC

Koping individu

tidak efektif b.d

ketidak mampuan

untuk membuat

penilaian

Setelah dipawatan dilakukan

tindakan keperawatan pasien

mampu :

1.      Decision making

2.      Role inhasment

3.      Sosial support

Kriteria hasil :

1.    Mengidentifikasi pola

koping yang efektif

2.    Mengungkapkan secara

verbal tentang koping yang

efektif

3.    Mengatakan penurunan

stress

4.    Klien mengatakan telah

menerima keadaan nya

5.    Mampu mengidentifi kasi

strategi tentang koping

1.    Decision Making

o Menginformasikan pasien

alternatif atau solusi lain

penanganan

o Memfasilitasi pasien untuk

membuat keputusan

o Bantu pasien mengidentifikasi

keuntungan, kerugian dari

keadaan

2. Role Inhancement

Bantu pasien untuk identifikasi

bermacam-macam nilai

kehidupan

Bantu pasien identifikasi strategi

positif untuk mengatur pola nilai

yang dimiliki

Resiko tinggi

terhadap kekerasan

diarahkan pada diri

sendiri dan orang

lain

Setelah dilawatan dilakukan

tindakan keperawatan pasien

mampu :

1.    Pasien dapat mengartikan

sentuhan sebagai ancaman

2.    Mencegah kemungkinan

cedera diri sendiri atau orang

lain

3.    Keterlibatan pasien dalam

kegiatan interpersonal akan

menolong klien kembali

dalam realita

Pertahan kan lingkungan dalam

stimulus yang rendah

Ciptakan lingkungan psikososial

Observasi perilaku klien setiap

15 menit

Singkirkan semua benda

berbahaya

Lindungi klien dan orang lain

dari bahaya kekerasan

Tingkatkan peran serta keluarga

dalam setiap tindakan perawatan

Salurkan perilaku merusak pada

kegiatan fisik

17

Lakukan fiksasi jika perlu

Berikan obat-obat anti psikotik

sesuai program terapi dan pantau

efek samping obat.

Defisit perawatan

diri (mandi) bd

penurunan ,motiva

si

Setelah dilawatan dilakukan

tindakan keperawatan pasien

mampu :

1.    Self care: ADLs

Kriteria hasil :

1.       Klien terbebas dari bau

badan

2.      Menyatakan terhadap

kemampuan kenyamanan

untuk melakukan ADLs

3.      Dapat melakukan ADLs

dengan bantuan

Self Care Assistane : ADLs

Monitor kemampuan klien

untuk perawatan diri yang

mandiri

Monitor klien untuk alat-alat

bantu kesehatan

Sediakan bantuan sampai klien

secara utuh melakukan self care

Dorong klien melakukan

aktifitas sesuai kemampuan

Ajarkan klien dan keluarga

mendorong kemandirian

Beri aktivitas rutin sehari-hari

sesuai kemampuan

BAB IV

18

PENUTUP

4.1 Kesmpulan

Masalah penyalahguanaan NARKOBA / NAPZA khususnya pada remaja adalah

ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada

umumnya. Pengaruh NAPZA sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan pribadinya, maupun

dampak sosial yang ditimbulkannya.

Masalah pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari

sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan

penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan

pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut.Peran orang tua dalam keluarga

dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penanggulangan

terhadap NAPZA.

4.2 Kritik dan Saran

Penyusun menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

19

Nanda NIC-NOC.2012-2014.Aplikasi Asuhan Keperawatan.Yogyakarta: Media Hardy

Martono lydia harlina, dkk. 2006. Pemulihan pecandu narkoba berbasis masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka - See more at: http://sakinahkreatif.blogspot.com/2014/12/askep-klien-dengan-masalah.html#sthash.3fUDNaa5.dpuf

http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien%20dengan

%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan%20Jiwa_Final.pdf

http://teguhshetea.blogspot.com/2011/12/napza.html

20