NAPZA
-
Upload
nhia-rahmadania -
Category
Documents
-
view
22 -
download
3
description
Transcript of NAPZA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA pada
akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta media
elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak masyarakat yang
memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun)
sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (DepKes, 2001).
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk
mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah
tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan.
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga lebih
pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap
individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap
masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA
(Hawari, 2000).
Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai melakukan
penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya
individu yang dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu
mengalami intoksikasi zat dan withdrawal. Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya
menanggulangi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya
upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada
penanggulangan NAPZA (DepKes, 2001).
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).
1
1.2 Skenario
Doni adalah anak dari sebuah keluarga yang sangat mapan sekali, kedua orang tuanya
bekerja sangat sibuk sekali, semua kebutuhan doni hanya diberikan oleh pembantu dirumah
saja, kedua orang tua doni hanya sibuk dengan pekerjaannya saja, kadang-kadang orang
tuanya pulang sampai tengah larut malam, kedua orang tua selalu memanjakan doni dengan
selalu memberikan uang dalam jumlah yang sangat besar kalau dibandingkan dengan jajan
teman sekolahnya. Walaupun doni dengan berkecukupan dan dengan uang yang berlimpah,
doni sering merasa kesepian dirumah yang setiap kali pulang jarang sekali untuk bertemu
dengan kedua orang tuanya, bahkan doni sering merindukan kash sayang dari kedua orang
tuanya. Dengan kondisi yang sering dialami oleh doni, akhirnya doni melampiaskan
kesepiannya dengan sering pergi ke diskotik dan akhirnya jatuh ke dalam jurang narkoba,
kebiasaan doni mengkonsumsi narkoba berlangsung lama tanpa diketahui oleh kedua orang
tuanya. Karna sudah lama mengkonsumsi narkoba akhrirnya doni sudah kecanduan obat-
obatan tersebut, sampailah pada puncaknya dimana doni merasa sakau simana doni tidak
mampu lagi untuk membeli obat tersebut, doni dering mengamuk dirumah dan sering berkata
kata kasar bahkan sering memukul orang yag ada dihadapannya, sering tertawa sendiri,
berbicara sendiri dan sering kali orang tua doni membawa untuk berobat dan melakukan
konsul pada kejiwaan, akhirnya keputusan dari pihak kesehatan doni diputuskan untuk
dirawat di RS, Jiwa untuk melakukan pengontrolan pada kecanduan doni pada obat-obatan.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan doni sering mengamik dan memukul orang yang ada
dihadapannya?
2. Apa yang membuat doni sering pergi ke diskotik dang mengkonsumsi narkoba?
3. Apa tindakan keperawatan yang dilakukan kepada doni?
4. Apa yang menyebabkan doni berbicara sendiri?
5. Apa yang membuat doni merasa kesepian?
1.4 Tujuan
1. Mengetahui defenisi NAPZA
2. Mengetahui golongan NAPZA
3. Mengetahui etiologi NAPZA
4. Mengetahui tanda dan gejala NAPZA
5. Mengetahui pohon masalah NAPZA
2
6. Mengetahui penatalaksanaan NAPZA
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostic NAPZA
8. Mengetahui asuhan keperawatan NAPZA
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Defenisi NAPZA
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/ bahan berbahaya. Selain narkoba,
istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang
umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba
sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien
saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu
disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA dalam jumlah berlebihan,
secara berkala atau terus-menerus, berlangsung cukup lama sehingga dapat merugikan
kesehatan jasmani, mental dan kehidupan sosial (Joewana, 2004)
2.2 Golongan NAPZA
1. NARKOTIKA (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika).
NARKOTIKA : adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-golongan:
1) Narkotika Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak
ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
2) Narkotika Golongan II :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin).
3) Narkotika Golongan III :
4
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein).
Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I :
a) Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain
b) Ganja atau kanabis, marihuana, hashis
c) Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka
.
2. PSIKOTROPIKA (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika).
PSIKOTROPIKA : adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. PSIKOTROPIKA
dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut :
1) PSIKOTROPIKA GOLONGAN I :
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
2) PSIKOTROPIKA GOLONGAN II :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau
tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin).
3) PSIKOTROPIKA GOLONGAN III :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
4) PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh: : diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide,
nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).
Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
a) Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
5
b) Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo Dll
c) Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
3. ZAT ADIKTIF
ZAT ADIKTIF : adalah Suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan
kecanduan atau ketergantungan.
4. ZAT PSIKOAKTIF
ZAT PSIKOAKTIF : Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak
sehingga dapat menimbulkan perubahan pada : perilaku, emosi, kognitif, persepsi, kesadaran
seseorang. Ada 2 jenis psikoaktif:
a) Bersifat Adiksi
Golongan Opioida : Morfin, Heroin (Putaw), candu, Codein, Petidin
Golongan Kanabis : Ganja (Mariyuana), minyak hassish
Golongan Kokain : Serbuk kokain dan daun koka
Golongan Alkohol : Semua minuman yang mengandung Ethyl alkohol : Brandy, bir,
Wine, Whisky, Cognac, Brem, tuak, Anggur ortu (AO), dsb.
Golongan Sedatif Hipnotik : BK, Rohypnol, Magadon, Dumolid, Nipam, Madrax
Golongan MDA (Methylene Dioxy Ampethamine) : Ampetamine benzedrine,
Dexedrin
Golongan MDMA (Methylene dioxy meth Ampetahamine) : Extacy
Golongan halusinogen : LSD, Meskaloin, Mushrom, Kecubung
Gologan Solven dan inhalansia : Aica Aibon (Glue) Saceton, Thiner, N2O
Nikotine : tembakau
Kafein: Kopi dan the
Golongan lainnya.
b) Bersifat Non Adiksi :
Obat neuroleptika untuk kasus gangguan jiwa psikotik, obat anti depresi.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan
menjadi tiga golongan:
ü Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini
menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak
6
sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif
(penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
ü Golongan Stimulan (Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan
kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat
yang termasuk golongan ini adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain.
ü Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah
perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga
seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis.
Ciri-ciri ketergantungan Napza
1. Keinginan yang tak tertahankan untuk “MEMAKAI”
2. Kecenderungan untuk menambah dosis.
3. Ketergantungan psikis.
4. Ketergantungan fisik, yaitu gejala putus obat (withdrawal syndrome).
2.3 Etiologi Napza
Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor yang
menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung
terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang
negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terh ambat, dengan ditandai
oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif,
dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan
masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan
masalah
dengan cara melarikan diri.
b. Inteligensia
7
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk
melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-
rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba karena
kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi;
seme
ntara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.
d.Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa
enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang
diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang
utama.
e.Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan
persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran
dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
2.Faktor Eksternal
a.Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi
pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi
Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi
anggota
keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan
narkoba.
Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang
tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang
tidak).
8
Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang
memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu,
ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat
dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan
alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu
sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan
ketidaksetujuannya.
Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai
kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang
kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
b.Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-
teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti
kelompok itu.
Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat
dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada
keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan
timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis. Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor
penyebab penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini
menunjukkan betapa besarnya pengaruh teman kelompoknya sehingga remaja menggunakan
narkoba. Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang dilakukan oleh Hawari (1990) yang
memperlihatkan bahwa teman
kelompok yang menyebabkan remaja memakai NAPZA mulai dari tahap coba-coba sampai
ketagihan.
c.Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai
pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba
internasional, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa
melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah,
termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin
9
memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu.
Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau
secara bersamaan. Karena
ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu
2.4 Tada dan Gejala NAPZA
Tanda atau gejala kemungkinan adanya penyalahgunaan narkoba pada seseorang dapat dilihat
dalam beberapa hal berikut :
1. Gejala fisik, antara lain :
1) Berat badan turun drastic
2) Mata terlihat cekung dan merah, muka pucat, dan bibir kehitam-hitaman
3) Tangan penuh dengan bintik-bintik merah, seperti bekas gigitan nyamuk dan
ada tanda bekas luka sayatan. Goresan dan perubahan warna kulit di tempat
bekas suntikan
4) Buang air besar dan buang air kecil kurang lancer
5) Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas
2. Emosi, antara lain :
1) Sangat sensitif dan cepat merasa bosan
2) Bila ditegur atau dimarahi, menunjukkan sikap membangkang
3) Emosi naik turun dan tidak ragu untuk memukul orang atau berbicara kasar
terhadap anggota keluarga atau orang di sekitarnya
4) Nafsu makan tidak menentu
3. Perilaku
1) Malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas rutinnya
2) Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga
3) Sering bertemu dengan orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit,
dan pulang tengah malam
10
4) Suka mencuri uang di rumah, sekolah ataupun tempat pekerjaan dan
menggadaikan barang-barang berharga di rumah. Begitu pun dengan barang-
barang berharga miliknya, banyak yang hilang
5) Selalu kehabisan uang
6) Waktu di rumah kerap dihabiskan di kamar tidur, kloset, gudang, ruang yang
gelap, kamar mandi, dan tempat-tempat sepi lainnya.
7) Takut dengan air dan malas mandi. Apabila terkena air akan terasa sakit.
8) Sering batuk-batuk dan pilek berkepanjangan.
9) Sering berbohong dan ingkar janji dengan berbagai macam alas an
10) Sering menguap
11) Mengeluarkan air mata berlebihan
12) Mengeluarkan keringat berlebihan
13) Sering mimpi buruk
14) Sering nyeri di kepala
2.5 Pohon Masalah NAPZA
Resiko perilaku Kekerasan
Intoksikasi
Penyalahgunaan zat
Harga diri rendah
Gangguan konsep diri
Koping individu tidak efektif
2.6 Penatalaksanaan NAPZA
Upaya pemulihan yang sesungguhnya adalah dengan merubah gaya hidup dan sikap
pada seorang pecandu secara mendasar, yaitu pola pikir dan perilaku adiktif yang
menyebabkannya kecanduan narkoba (martono 2006).
11
1. Pengobatan
Terapi pengobatanyang dilakukan untuk pasien NAPZA misal dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat dengan dua
cara:
a. Detoksifikasi tanpa substitusi
Klien hanya dibiatkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
Klien yang ketergantungan tidak diberikan obat untuk menghilangkan gejala putus
obat tersebut.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya
kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan
alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah
dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama
pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau
sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui
pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita
sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.
Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan (Depkes, 2001).
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi
(detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat
melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).
Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu
menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka
klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit
12
lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter
sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi
sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu
(craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001).
3. Jenis program rehabilitasi:
1. Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke
masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan
pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan
kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai
menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau
bekerja.
2. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua
berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan
tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan
sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya.
Meskipun sudah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif
tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving
masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak
dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan
konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat
dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat
adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam
rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual
maupun secara kelompok.
Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga
yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga brokenhome.
Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan jka konsultasi keluarga perlu
dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang
mengalami penyalahgunaan NAPZA.
13
3. Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu
tempat. Dipimpin oleh seorang mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat
sebagai konselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional
hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan
perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi
keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps.
Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas
menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain.
4. Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi
tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual
power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin
terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin
2. Radio immuno-assay mendeteksipecandu apa bukan, dapat diketahui melalui
uji nalorfin.
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a) Data demografi
b) Keluhan utama
c) Riwayat penggunaan zat sebelum nya
d) Riwayat pengobatan
e) Faktor predisposisi
f) Faktor presipitasi
g) Konsep diri
h) Persepsi
i) Proses piker
j) Tingkat kesadaran
k) Memori
l) Fisik
Secara keseluruhan, efek masing-masing golongan NAPZA pada fungsi
fisiologis memiliki banyak kesamaan. Data yang mungkin ditemukan pada klien yang
menggunakan NAPZA antara lain : nyeri, gangguan pola tidur, menurunnya selera
makan, konstipasi, diare, perilaku seks melanggar norma, tidak merawat diri,
potensial komplikasi.
Tujuan : klien mampu untuk hidup teratur.
m) Emosional
Perasaan gelisah (takut diketahui), tidak percaya diri, curiga dan tidak
berdaya. Potensial mengalami gangguan mental dan perilaku. Dengan tambahan
gejala-gejala emosional yang terdapat pada masing-masing NAPZA.
Tujuan : Klien dapat mengontrol dan mengendalikan emosinya
n) Sosial
Lingkungan sosial yang biasa akrab dengan klien adalah teman pengguna zat,
anggota keluarga lain, pengguna zat di lingkungan sekolah atau kampus.
o) Intelektual
Pikiran yang selalu ingin menggunakan zat adiktif, perasaan ragu untuk
berhenti, aktivitas sekolah atau kuliah yang menurun sampai berhenti, pekerjaan
terhenti.
15
Tujuan : klien mampu berkonsentrasi dan meningkatkan daya pikir ke hal-hal positif.
p) Spiritual
Kegiatan keagamaan kurang atau tidak ada, nilai-nilai kebaikan ditinggalkan
karena perubahan perilaku mis., mencuri, berbohong.
Tujuan : klien mampu meningkatkan ibadah, pelaksanaan nilai-nilai kebaikan.
q) Keluarga
Ketakutan akan perilaku klien, malu pada masyarakat, penghamburan dan
pengurasan ekonomi keluarga oleh klien, komunikasi dan pola asuh tidak efektif,
dukungan moril terhadap klien tidak terpenuhi
Tujuan : keluarga mampu merawat klien sampai akhirnya mampu mengantisipasi
terjadinya kekambuhan (relapse).
3.2 Diagnosa Keperawatan
Alkohol
a) Resiko tinggi terhadap cedera: jatuh berhubungan dengan kesulitan keseimbangan
b) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan
yang kurang
Halusinogen
1. Perubahan proses pikir sampai dengan kerusakan penyesuaian dengan kehilangan daya
ingat
2. Ansietas berhubungan dengan proses berpikir
Stimulan
a) Gangguan pola tidur berhubungan dengan sensori sistem saraf pusat
b) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penggunaan obat-obatan IV
Depresan
a) Gangguan pola tidur berhubungan dengan hipersensitifitas
b) Kerusakan pertukaran gas: pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
16
3.3 Intervensi Keperawatan
Dx.Kep NOC dan kriteria Hasil NIC
Koping individu
tidak efektif b.d
ketidak mampuan
untuk membuat
penilaian
Setelah dipawatan dilakukan
tindakan keperawatan pasien
mampu :
1. Decision making
2. Role inhasment
3. Sosial support
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi pola
koping yang efektif
2. Mengungkapkan secara
verbal tentang koping yang
efektif
3. Mengatakan penurunan
stress
4. Klien mengatakan telah
menerima keadaan nya
5. Mampu mengidentifi kasi
strategi tentang koping
1. Decision Making
o Menginformasikan pasien
alternatif atau solusi lain
penanganan
o Memfasilitasi pasien untuk
membuat keputusan
o Bantu pasien mengidentifikasi
keuntungan, kerugian dari
keadaan
2. Role Inhancement
Bantu pasien untuk identifikasi
bermacam-macam nilai
kehidupan
Bantu pasien identifikasi strategi
positif untuk mengatur pola nilai
yang dimiliki
Resiko tinggi
terhadap kekerasan
diarahkan pada diri
sendiri dan orang
lain
Setelah dilawatan dilakukan
tindakan keperawatan pasien
mampu :
1. Pasien dapat mengartikan
sentuhan sebagai ancaman
2. Mencegah kemungkinan
cedera diri sendiri atau orang
lain
3. Keterlibatan pasien dalam
kegiatan interpersonal akan
menolong klien kembali
dalam realita
Pertahan kan lingkungan dalam
stimulus yang rendah
Ciptakan lingkungan psikososial
Observasi perilaku klien setiap
15 menit
Singkirkan semua benda
berbahaya
Lindungi klien dan orang lain
dari bahaya kekerasan
Tingkatkan peran serta keluarga
dalam setiap tindakan perawatan
Salurkan perilaku merusak pada
kegiatan fisik
17
Lakukan fiksasi jika perlu
Berikan obat-obat anti psikotik
sesuai program terapi dan pantau
efek samping obat.
Defisit perawatan
diri (mandi) bd
penurunan ,motiva
si
Setelah dilawatan dilakukan
tindakan keperawatan pasien
mampu :
1. Self care: ADLs
Kriteria hasil :
1. Klien terbebas dari bau
badan
2. Menyatakan terhadap
kemampuan kenyamanan
untuk melakukan ADLs
3. Dapat melakukan ADLs
dengan bantuan
Self Care Assistane : ADLs
Monitor kemampuan klien
untuk perawatan diri yang
mandiri
Monitor klien untuk alat-alat
bantu kesehatan
Sediakan bantuan sampai klien
secara utuh melakukan self care
Dorong klien melakukan
aktifitas sesuai kemampuan
Ajarkan klien dan keluarga
mendorong kemandirian
Beri aktivitas rutin sehari-hari
sesuai kemampuan
BAB IV
18
PENUTUP
4.1 Kesmpulan
Masalah penyalahguanaan NARKOBA / NAPZA khususnya pada remaja adalah
ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa pada
umumnya. Pengaruh NAPZA sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan pribadinya, maupun
dampak sosial yang ditimbulkannya.
Masalah pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari
sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan
penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan
pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut.Peran orang tua dalam keluarga
dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penanggulangan
terhadap NAPZA.
4.2 Kritik dan Saran
Penyusun menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
19
Nanda NIC-NOC.2012-2014.Aplikasi Asuhan Keperawatan.Yogyakarta: Media Hardy
Martono lydia harlina, dkk. 2006. Pemulihan pecandu narkoba berbasis masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka - See more at: http://sakinahkreatif.blogspot.com/2014/12/askep-klien-dengan-masalah.html#sthash.3fUDNaa5.dpuf
http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien%20dengan
%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan%20Jiwa_Final.pdf
http://teguhshetea.blogspot.com/2011/12/napza.html
20