NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

23
Naga Jawa di Negeri Atap Langit SENO GUMIRA AJIDARMA Dimuat berseri sebagai cerita bersambung di koran Jawa Pos

Transcript of NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

Page 1: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

Naga Jawa di Negeri Atap Langit

SENO GUMIRA AJIDARMA

Dimuat berseri sebagai cerita bersambung di koran Jawa Pos

Page 2: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

SEBUAH PULAU YANG DISEBUT JAWA

Salwaning Yawabhumi nora wani langghanasahanani ceshaning pejah Singgih tan hana nusa

cakti wenang anglawan ri sira Wishnnunginnddarat.

(Di seluruh Pulau Jawa tidak ada seorang pun diantara mereka yang tertinggal tidak terbunuh

berani melawan (Jayabhaya). Sungguh, tidak adapulau yang sakti dapat melawan (Jayabhaya),

karena ia adalah penjelmaan Wishnnu di dunia ini).

Mpu Panuluh, Kakawin Bharata-Yuddha, 1079Saka1

***

LANGIT, dan hanya langit menjadi saksi ketika banjir besar bergerak perlahan dari saat ke saat, ketika matahari terbit maupun matahari tenggelam, ketika malam pekat berhujan maupun langit terang dengan bulan purnama penuh bintang. Banjir besar bergerak dari kutub-kutub es terbeku yang mencair, kadang bergerak dengan sangat amat cepat, kadang bergerak dengan sangat amat lambat, tetapi dengan pasti menyelimuti hampir seluruh permukaan bumi dan hanya bumi yang belum hadir dengan cerita tentang kesucian dan kejahatan, kekuasaan dan pemberontakan, kesetiaan dan pengkhianatan, sehingga langit senja hanya dapat menjadi merah tanpa cinta, tanpa kerinduan dan tanpa kehilangan, karena tiada satu pun makhluk yang kelak disebut manusia ada untuk menyaksikannya.

1 Sutjipto Wirjosuparto, Kakawin Bharata-Yuddha (1968), h.10, 180-2, 358-60. Dimulai oleh Mpu Sedah sampai adegan Salya menjadi panglima, diakhiri oleh Mpu Panuluh--kutipan ini adalah bagian akhir.

Page 3: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

Itulah suatu masa yang sudah terlalu lama silam, begitu lama, sangat amat lama, bagaikan tiada lagi yang lebih lama, meski ternyata terjangka berlangsung 18.000.000 tahun yang lalu.

Hanya langit yang menyaksikan betapa wajah bumi menjadi berubah, ketika selanjutnya lempeng-lempeng di bawah permukaan bumi bergeser, satu-satunya benua retak, pulau-pulau besar terbentuk, sementara di segala tempat dan segala keadaan bumidiselimuti air, dan tiada lain selain air, saat permukaan laut di segala pantai mengalami pasang naik, hanya naik, dan terus-menerus naik menelan pantai, menelan sungai, menelan rawa, menelan hutan, menelan padang, dan hanya menyisakan dataran tertinggi.

Lima kali banjir besar dalam rentang berjuta-juta tahun telah mengubah wajah bumi yang hanya tampak sebesar merica dalam peredaran semesta di ruang takterbatas nan hampa yang menghadirkan keheningan tiada tara.

Bumi yang terbenam tak tinggal diam ketika segala kepundan di dasar laut menggelegak, mencuat dan mendongak, dan dengan segala daya membara, bergerak sepanjang waktu dengan kecepatan terlambat menembus permukaan laut memunculkan rangkaian pulau-pulau bergunung api yang segala kepundannya dari masa ke masa menyemburkan abuberapi ke udara, memuntahkan gelombang asap terpanas yang menjadi awan hitam yang menggelapkan langit, mengakibatkan hujan abu yang berhembus bersama angin ke seluruh penjuru bumi, sementara lahar yang mengalir dari saat ke saat setiap kali terjadi letusan mengubah tanah yang kelak menjadi rumah bagi segala macam makhluk yang ketika saling memperebutkannya akan menumpahkan darah.

Makhluk-makhluk muncul dan punah terhisap rawa-rawa tanah liat, gajah-gajah purba yang gagah melengking dengan belalai menegang kencang-kencang bagai salam perpisahan bagi dunia apabila tubuh dan kaki raksasa mereka takbergerak, terjebak,dan ketika dalam derasnya hujan pada malam terpekat kilat berkeredap dan guntur menggelegar, tampak burung-burung purba yang matanya tetap tajam dalam kegelapan menyambar dengan curang dari angkasa dengan tiada semena-mena, tanpa perasaan iba untuk membuat sekadar luka tanpa hasrat menyantapnya, karena juga dalam dunia tanpa

Page 4: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

makhluk yang kelak disebut manusia bunuh-membunuh adalah nyanyian tanpa makna selain naluri mempertahankan kehidupan belaka.

Malam demi malam yang terhitam dalam rimba tergelap, terpekat, dan terkelam saling bergantian memusnahkan dan melahirkan zaman. Banjir besar terakhir yang berlangsung 10.000 tahun lalu telah disaksikan makhluk berkaki dua yang berjalan dengan punggung tegak dan bermukim di dalam gua. Mereka telah mempelajari segala sesuatu di bumi dengan sangat lambat, amat sangat lambat, bagaikan tiada lagi yang lebih lambat sejak 2.000.000 tahun lalu, dan dengan segala kelambatan dan kelambanannya ini pun mereka segera punah, untuk segera digantikan makhluk berjalan tegak lain yang kali ini mampu merenung, menimbang, dan mengarang.

Mereka memang bukan sekadar makhluk yang berjalan tegak, tetapi juga berdaya dalam tipu muslihat untuk bertahan di antara begitu banyak makhluk yang saling berbunuhan, yang juga suka memandang langit dan bintang-bintang dan sibuk menduga apakah benar di suatu tempat yang disebut rembulan leluhur mereka sedang duduk memandangimereka dari kejauhan.

Di pulau dengan gunung-gunung berapi yang dari tahun ke tahun bergantian meletus, memuntahkan lahar, dan melepaskan awan terpanas ke angkasa itu tidak pernah terjadi lagi banjir besar yang mengubahwajah bumi. Mereka tidak pernah pergi dari pulau itu, sebaliknya orang-orang datang dari berbagai tempat yang jauh, untuk tinggal dan kembali pergi, maupun untuk tinggal, menetap, dan tidak pergi lagi.

Pada abad ke-11, pulau itu telah disebut Yavabhumi, yang artinya tiada lain selain Pulau Jawa.

Page 5: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

SEORANG PENDEKARYANG TAK BERNAMA

PADA kegelapan dini hari bulan Magha tahun 693 Saka atau 771 Masehi2 di suatu wilayah di Kerajaan Mataram, seorang perempuan melahirkan di dalam sebuah rumah berdinding kayu dan berlantai batu. Itulah satu di antara sejumlah catatan terserak yang selama ini dihubungkan dengan hari kelahiran Pendekar Tanpa Nama. Lembar catatan itu berakhir dengan pertanyaan perempuan berambut panjang tersebut kepada suaminya, ''Kita namakan siapa anakini, Kaka?"3

Kelanjutan atas asal-usulnya itu sendiri belum pernah menjadi lebih jelas. Dalam arti barangkali saja sebetulnya ia memiliki nama, bahkan dapat dipastikan betapa orang tua tentu akan memberikan suatu nama kepada anaknya. Namun catatan atas suatu peristiwa, yang selama ini dihubung-hubungkan dengan kelanjutan riwayat bayi tersebut, ternyata juga tidak menyebutkan suatu nama, ketika disebutkan betapa pada bulan Margasirsa tahun 694 purnama tertutup mega-mega, pasukan berkuda berderap menuruni bukit untuk menyerbu sebuah gubuk dengan maksud merampas bayi yang berada di dalamnya.

Lembar catatan itu berakhir dengan ucapan pemimpin pasukan berkuda yang telah membakar gubuk tersebut.

''Bayi itu tidak ada! Kejar ke sana! Kejar!''

Tidak ada nama yang disebutkan, selain catatan bahwa bayi yang dicari itu telah diselamatkan sepasang abdi lelaki berkain panjang dengan bunga di kepalanya dan abdi perempuan dengan rambut

2 Selanjutnya, demi kenyamanan pembaca, akan disebutkan dalam tahun Masehi saja, tetapi bulan tetap dalam penanggalan Jawa Kuna.

3 2 Sebutan seorang istri kepada suaminya dalam Kawi (Jawa Kuna).

Page 6: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

tersanggul yang juga berkain panjang. Seorang lelakiberambut panjang terurai, yang berkalung, berikat pinggul, dan berkelat bahu, menyerahkan lempir lontar kepada abdi lelaki itu.

''Tunjukkan ini, ia pasti mengenalnya, dan tentu akanbersedia menyembunyikan kalian bersama bayi itu."

Abdi lelaki itu memasukkan lempir lontar tersebut ke dalam kantung kulit bergambar kura-kura di atas teratai. Bayi itu sendiri, dibungkus kain sutera bersulam benang emas, telah berada dalam dekapan abdi perempuan. Tercatat bahwa ketika pasukan berkuda itu tiba, keduanya sudah keluar gubuk dan hilang ditelan gelap.

Gubuk itu berada di sebuah ladang di tepi sungai kecil. Selain lelaki berkelat bahu yang memerintahkan abdinya lari membawa bayi tersebut,terdapat pula seorang perempuan yang rambutnya terurai, berkalung, dan berkelat bahu. Disebutkan betapa perempuan itu terbaring di atas dipan dengan lemah dan meskipun di samping gubuk terdapat dua ekor kuda, yang ternyata juga sudah lelah, ia tidak ingin menghindari pasukan berkuda yang menyerbu itu.

Dalam suatu lempir keropak yang digurat dengan pengutik, tertulis betapa lelaki itu berlutut dan memeluk istrinya ketika pasukan tersebut tiba dan membakar rumah gubuk itu sampai habis tanpa sisa.

Siapakah pasangan yang menyerahkan bayi itu untuk diselamatkan oleh kedua abdinya tersebut? Busana keduanya telah dicatat tidak sesuai dengan rumah gubuk sederhana di tepi sungai itu. Kedua ekor kuda yang lelah di samping rumah menunjukkan betapa mereka sedang dalam pengejaran. Mengapa pasukan berkuda itu mengejarnya? Pasukan berkuda yang masih terus memburu mereka itu pasukan penguasa yang resmi atau pasukan pemberontak? Kepada siapakah bayi itu dibawa dan apakah pesan yang tertulis pada lempir keropak itu? Catatan pada lempir-lempir keropak lain yang ditulis dalam hubungannya dengan Pendekar Tanpa Nama, sampai catatan ini ditulis, tidak dapat menunjukkan asal-usul dan tidak dapat juga menunjukkan siapa namanya.

Bahkan kejelasan tentang nama ini juga tidak terdapat dalam tulisan Pendekar Tanpa Nama sendiri.

Page 7: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

LAHIRNYA KITAB NAGABUMI

PADA tahun 871, seorang lelaki tua berusia 100 tahun mulai menggurat-guratkan pengutik di atas lempir-lempir lontar, sambil berusaha keras mengingat-ingat, apakah yang mungkin telah dilakukannya sebagai kesalahan, sehingga Kerajaan Mataram mengirim kesatuan prajurit terpilih untuk membunuhnya di tempat, seketika itu juga, padahal ia telah mengundurkan diri dari dunia persilatan sampai 25 tahun lamanya, melakukan olah dhyana didalam gua.

Apabila kemudian para prajurit itu gagal, ternyata lantas beredar lempir-lempir lontar dengan guratan yang menggambarkan dirinya, sebagai tawaran bagi para pemburu hadiah maupun vetana-ghataka atau pembunuh bayaran untuk mencabut nyawanya, dengan hadiah 10.000 keping emas. Setelah mencoba dengan sia-sia mencari jawaban yang meyakinkan, mulailah ia meneliti dengan terperinci riwayat hidupnya sendiri.

Demikianlah sejarah mencatat bahwa Pendekar Tanpa Nama telah menuliskan riwayat berjudul Kitab Nagabumi. Pada gulungan keropak yang telah bertumpuk-tumpuk karena ditulis setiap hari selama beberapa tahun, Pendekar Tanpa Nama yang mengawali penulisannya pada usia 100 tahun mengaku betapa ingatan terjauh dari masa kecilnya adalah desing pisau terbang, desis jarum-jarum beracun, dan bunyi logam berdentang dari pedang yang beradu. Ini masih ditambah suara jeritan manusia yang terluka, jeritan terakhir sebelum binasa, maupun suara hiruk-pikuk yang penuh dengan bentakan, makian, dan lagi-lagi suara kesakitan, yang kemudian masih dikenalinya akan disusul bunyi darah terciprat.

Tiada juga suatu nama dalam riwayat itu.

Hanya suara-suara. Terutama suara roda gerobak

Page 8: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

yang dilarikan seekor kuda. Dalam ingatan PendekarTanpa Nama dunia berguncang, karena dirinya sebagai bayi ternyata berada di dalam gerobak itu. Suatu gerobak yang melayang jatuh ke jurang tanpa dirinya, karena seorang perempuan pendekar telah menyambarnya keluar ketika kuda itu melaju. Sais gerobak itu telah terbunuh oleh gerombolan yang memburunya. Disebutkan bahwa sejumlah orang berlompatan dari atas kuda ke dalam gerobak, seperti berusaha merampas bayi tersebut, bahkan telah memapas leher perempuan yang menggendongnya, sehingga darahnya yang menciprat membuat wajah si bayi sama sekali merah.

Perempuan pendekar itu menarik dan melempar keluar lelaki bergolok hitam yang berada di dalam gerobak, hanya untuk dihabisinya kemudian bersama 30 anggota gerombolan yang menyerang gerobak itu seperti lebah mengerumuni madu. Di luar gerobak, suaminya yang juga seorang pendekar telah bergerak membasmi tanpa pandang. Dalam waktu singkat tigapuluh orang tergeletak di jalan dengan luka mematikan.

"Kaum pengecut tidak tahu malu," ujar suaminya itu, sambil menguapkan darah pada pedangnya dengan saluran tenaga dalam melalui tangannya, sehingga pedang yang bersimbah darah itu berkilat cemerlang kembali.

Maka bayi itu pun diasuh oleh Sepasang Naga dari Celah Kledung. Sepasang pendekar dengan Ilmu Pedang Naga Kembar yang tak terkalahkan. Mereka menolak untuk menjadi pendekar tingkat naga yang kesepuluh dari Pahoman Sembilan Naga, para pendekar yang karena kesaktiannya mendapatkan wibawa naga, dan mendapat kepercayaan untuk menjaga keseimbangan dunia persilatan di tanah Jawa.

Terhadap bayi lelaki yang diasuhnya itu pun Sepasang Naga dari Celah Kledung tidak memberikan suatu nama.

Page 9: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

PENGEMBARAANKEMURUNGAN

BARU pada usia 15 tahun ia mengetahui perihal ketidakjelasan asal-usulnya. Suatu peristiwa yang baginya terasa begitu pedih, dan semakin hari semakin pedih, bukan karena kenyataan betapa dirinya memang tidak mengetahui namanya sendiri, melainkan karena pada hari terungkapnya kenyataanitulah Sepasang Naga dari Celah Kledung pergi meninggalkannya, dengan pesan bahwa mereka pergi untuk melayani tantangan bertarung dan jangan diharapkan akan pernah kembali.

Kepedihan karena berpisah untuk selama-lamanya itulah, dan bukan kenyataan bahwa dirinya tiada bernama, yang mengendap ke dasar lubuk hatinya. Masih selalu terbayang olehnya pemandangan itu, Sepasang Naga di atas kuda masing-masing dengan pedang di punggungnya, melangkah pelahan pada suatu senja melalui celah antara dua dinding batu yang menyembunyikan tempat tinggal mereka, sehingga mereka bertiga dapat hidup terbebaskan dari hiruk-pikuk dunia, mempelajari ilmu silat dari kitab yang satu ke kitab yang lain bagai tiada hentinya.

Tentang namanya itu, Pendekar Tanpa Nama menuliskan pada lempir-lempir lontar adegan berikut:

Airmataku mengalir deras membasahi pipi. Kenyataan betapa keduanya telah memungutku, darinasib yang lebih jauh lagi dari pasti, telah membuatkepedihanku semakin tajam dan dalam. Namun sebelum mereka berangkat kutanyakan sesuatu.

"Siapakah sebenarnya namaku, Ibu?"

Ibuku tampak menahan airmata ketika telah duduk di atas punggung kuda.

"Kami tidak mengetahuinya Anakku, kami tidak tahu namamu ketika menemukanmu dan kami

Page 10: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

membiarkannya tetap seperti itu. Kami tidak ingin mengubah jalan hidupmu meski kami wajib menurunkan ilmu silat agar dikau bisa membela diridari bahaya yang mengancam hidupmu itu, tetapi selebihnya kami biarkan dirimu tumbuh sebagai dirimu, kami hanya harus selalu memupuk pertumbuhanmu itu."

"Bapak, Ibu, jangan pergi!"

Namun mereka menarik tali kekang kudanya dan pergi.

Selama ini Sepasang Naga dari Celah Kledung hanya memanggilnya dengan sebutan, "Anakku," dan ia tidak merasakan terdapatnya kekurangan dalam kehidupannya sebagai seorang anak, karena limpahan kasih yang diterimanya tiada bisa dikatakan lain selain lebih dari sekadar cukup.

Namun limpahan kasih sepasang pendekar yang sungguh tahu-menahu kehidupan dunia yang keras, baik dalam dunia awam apalagi dalam dunia persilatan yang tiada lain selain seni pembenaran kekerasan, bukanlah jenis kasih sayang bagi sembarang bayi berkuncung ingusan berkalung tali kulit dalam ayunan kain gendongan. Permainan apa pun bagi anak kecil tak bernama ini, baik permainan bayang-bayang maupun permainan cahaya, segalanya terarahkan kepada penyempurnaan atas daya kecepatan dan kepekaan, ketepatan dan ketenangan, serta ketajaman dan kehalusan.

"Di tempat mematikan, dikau hanya cukup memberi sentuhan, maka telah dikau sempurnakan hidupnya tanpa penderitaan," ujar keduanya setiap saat bergantian, "bertarunglah tanpa melibatkan perasaan, hanya pikiran yang bersenyawa dalam gerakan, akan terbuka bagimu kemungkinan menjadipenentu yang mengakhiri perlawanan."

Bagi sepasang pendekar ini, meskipun begitu berarti ilmu silat bagi mereka, tiadalah seorang penyoren pedang akan menjadi pendekar, yang pertimbangannya atas mati hidup lawan-lawan bertarungnya akan bijaksana, tanpa perbendaharaan pengetahuan atas kehidupan dan kematian. Demi pengetahuan, Sepasang Naga dari Celah Kledung selalu mencari maupun mengundang para empu dari berbagai bidang ilmu, dan melibatkan mereka ke dalam perbincangan yang saling mencerdaskan,

Page 11: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

ketika keduanya paham belaka betapa anak asuh tak bernama yang selalu ingin mengetahui segala sesuatu tentang dunia itu, dari balik dinding akan diam-diam mendengarkan.

Mereka memang memikirkan anak asuhnya, justru karena anak yang tak pernah mereka ketahui namanya dan tak hendak pula mereka gantikan namanya itu bukanlah anak kandung mereka sendiri,tetapi perlintasan ruang telah menempatkan keduanya berperan dalam perjalanan hidup anak itu mengarungi waktu ke masa depan. Menyadari perpisahan yang setiap saat mungkin terjadi dalam dunia persilatan yang penuh pertarungan, mereka tuntaskan curahan ilmu persilatan dan segala pengetahuan dalam keberlimpahan kasih sayang.

Semua itu dirasakan, disadari, dan dinikmatinya, sehingga perpisahan yang begitu tak terduga menghempaskannya ke dalam kemurungan yang panjang.

Maka, remaja yang kelak akan disebut sebagai Pendekar Tanpa Nama itu pun memasuki babak barudalam kehidupannya, karena dalam kemurungannya ia memutuskan untuk pergi mengembara.

Page 12: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

KESEMPURNAAN DANKEKUASAAN

PERISTIWA itu terjadi tahun 786, tulis Pendekar Tanpa Nama dalam riwayat hidupnya, ketika Rakai Panunggalan baru dua tahun naik tahta, dan masih akan 17 tahun lagi berkuasa, ketika mereka yang setia kepada Rakai Panangkaran dalam masa kekuasaan 38 tahun sebelumnya memilih untuk tak tunduk dan tak takluk, meski tidak tercatat adanya perang dan pertentangan dalam pergantian kekuasaan itu.

Namun wilayah Mataram seperti kembali menjadi terbuka, tempat penguasa-penguasa di wilayah yang jauh dari kotaraja Mantyasih dapat mempertimbangkan kembali hubungan mereka dengan pusat kekuasaan. Suatu keadaan yang memisahkan wilayah-wilayah peradaban dalam perlindungan kerajaan, dengan wilayah tak bertuan tempat kekuasaan dengan segala cara mendapat perlawanan.

Demikian pula keadaan yang berlaku dalam dunia persilatan. Salah satu dari Pahoman Sembilan Naga, yakni Naga Hitam, demi kehendaknya untuk mencapai tempat mana pun yang memungkinkan dirinya berkuasa, telah mengembangkan suatu persekongkolan. Antara lain disebut-sebut bahwa Naga Hitam telah menggunakan jasa guhyasamayamitra atau perkumpulan rahasia, baik itu Cakrawarti yang jaringan rahasianya tertanam dari pemukiman paria sampai istana, maupun kelompok penyusup Kalapasa atau Jerat Maut yang akan bekerja untuk siapa pun yang mampu membayarnya.

Dengan ilmu silat tingkat naga, yang telah membuatnya mendapat wibawa naga, Naga Hitam tidak mendapat pembenaran untuk terlibat dalam perebutan kekuasaan. Namun, meski Ilmu Pedang Naga Hitam yang dikuasai dan diajarkan kepada banyak muridnya belum tercatat dapat dikalahkan, sebenarnyalah Naga Hitam belum membuktikan dirinya paham dengan seluk beluk permainan

Page 13: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

kekuasaan. Terutama permainan kekuasaan di istana kerajaan yang penuh dengan jaringan rumit muslihattak teruraikan.

Di antara para penggenggam ilmu silat tingkat naga, hanya Naga Hitam yang mempunyai banyak murid, karena memang mendirikan Perguruan Naga Hitam, dan murid-muridnya itu termasuk ke dalam golongan hitam, karena mereka semua tidak memerlihatkan sikap kependekaran. Jika seorang pendekar dengan segala kelebihan ilmunya terwajibkan membela yang lemah dan tidak berdaya,maka murid-murid Naga Hitam justru menindas mereka yang lemah dan tidak berdaya itu.

Demikianlah disebutkan dalam golongan para pengampu silat, terdapatlah yang disebut golongan putih, golongan hitam, dan golongan merdeka. Akanhalnya golongan putih dan golongan hitam, keberhadapan dan keberpihakannya kepada golongan masing-masing sudah jelas - bahkan golongan putih masih sangat berpihak kepada golongan putih sendiri, ketika seseorang yang dianggap berasal dari golongan putih melakukan tindakan seperti yang dilakukan golongan hitam.

Para pendekar golongan merdeka adalah golongan yang paling sulit dirumuskan sebagai golongan, karena para pendekar golongan ini sangat berbeda-beda sikap dan perilakunya. Sejauh yang bisa diketahui dalam perbincangan di kedai-kedai tentangdunia persilatan, maka para pendekar golongan merdeka memperlakukan ilmu silat sebagai jalan untuk mencapai kesempurnaan hidup. Suatu jalan yang hanya bisa ditempuh dari pertarungan demi pertarungan sampai mereka sendiri tewas dalam pertarungan.

Kemenangan dalam pertarungan adalah kesempurnaan dalam ilmu persilatan, tetapi hanya dengan mengalami kematian seorang pendekar akan mencapai puncak kesempurnaan dalam hidupnya. Maka dalam ilmu silat sebagai jalan mencapai kesempurnaan hidup, seorang pendekar justru akan mencari lawan yang bisa mengalahkannya, yang sangat mungkin akan menewaskannya, sehingga dirinya bisa mencapai puncak kesempurnaan itu.

Naga Hitam semula dikenal sebagai pendekar golongan merdeka, yang menempur para pendekar golongan putih maupun para kuhaka berilmu tinggi dari golongan hitam, demi kesempurnaan ilmu

Page 14: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

silatnya ataupun memburu kesempurnaan hidup itu sendiri. Namun kenyataan betapa dirinya tak pernah terkalahkan telah membuainya dengan rasa kuasa, yang kemudian bukan sekadar membuat Naga Hitammerasa nyaman untuk memelihara rasa kuasa itu, tetapi bahkan juga memupuk dan menyuburkannya.

Dengan Perguruan Naga Hitam yang didirikannya, dan hubungan yang dibinanya dengan jaringan rahasia Cakrawarti dan perkumpulan rahasia Kalapasa, secara keseluruhan jaringan yang dikuasainya membuat nama Naga Hitam sangat menakutkan.

Setiap gejala yang mengganggu keseimbangan dan ketenangan dunia persilatan biasanya diatasi oleh Pahoman Sembilan Naga, tetapi belum pernah terjadi sebelumnya keterlibatan dalam permainan kekuasaan yang ditabukan para pendekar itu dilakukan salah seorang dari Pahoman Sembilan Naga sendiri.

Dalam hal ini tenggang rasa adalah sumber malapetaka. Namun bentrokan antar pendekar tingkat naga hanya akan membuat dunia persilatan menjadi liar tanpa kendali wibawa. Simalakama!

Page 15: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

GURU DALAMKEGELAPAN

APAKAH remaja tanpa nama itu juga ingin menjadi seorang pendekar? Sama sekali tidak. Namun Sepasang Naga dari Celah Kledung tetap mewariskan Ilmu Pedang Naga Kembar kepadanya, Kitab Jurus Penjerat Naga, dan banyak sekali kitab di dalam sebuah peti kayu, yang seluruh isinya telah terpindahkan semua ke dalam otaknya.

Pada awal pengembaraannya di Desa Balingawan, remaja tanpa nama yang masih berumur 15 tahun itupun bentrok dengan murid-murid Naga Hitam, sampai bertarung melawan Kera Gila, murid utama Naga Hitam, pemimpin kaum perompak sungai yangsangat ditakuti.

Dalam Kitab Nagabumi yang dibacakan para penjajadongeng dari desa ke desa, dikisahkan betapa remajatanpa nama ini menjual tenaganya sebagai pendorong gerobak, dalam rombongan mabhasana atau penjual pakaian yang sedang membawa benda-benda upacara peresmian prasasti pembebasan pajakke Ratawun.

Setelah membela seorang pelacur yang akan dihukum mati, remaja tanpa nama bersama para mabhasana yang mengangkat gerobaknya ke atas rakit besar, telah diserang para perompak sungai yang mampu berenang seperti ikan lumba-lumba.

Dalam pertarungan melawan Kera Gila, remaja tanpa nama ini berhasil membunuhnya, tetapi lantas pingsan karena racun gigitan candala itu di lehernya.

Bertarung di dalam air pada malam hari, ia terpisah dari rakit yang telah menghilir dengan cepat dalam arus deras pada malam yang berhujan bagaikan tiadaakan pernah mereda. Remaja tanpa nama itu terapung pingsan di atas kayu, dan ketika tersadar

Page 16: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

kembali sudah berada di tepi sebuah sungai kecil.

Hari sudah terang tanah, ketika dilihatnya tulisan tergurat dengan jari pada batu di balik permukaan sungai yang jernih:

Latih dirimu sepuluh tahun Sebelum menantang Naga Hitam

Remaja tanpa nama ini telah mendengar, betapa Naga Hitam dipastikan akan mencari siapa pun yangtelah membunuh muridnya. Apalagi remaja tanpa nama yang bahkan tidak berminat menjadi pendekar ini telah menerbangkan nyawa lebih dari satu muridnya. Alih-alih bersikap waswas, remaja ini sebaliknya menyimpan kehendak mencari Naga Hitam itu.

Sampai saat catatan ini dibuat, belum bisa diketahui siapa yang mengguratkan tulisan tersebut, yang telahmendorongnya masuk ke dalam gua penuh lorong berliku, memasuki lapis ketenangan abadi dalam dhyana tertinggi, dalam pembayangan ilmu silat yang diarahkan pemahaman ruang dan waktu, tempat matra bumi berhasil dilepaskan dari peng-alam-an tubuh dan jiwanya, menjelma keberadaan itu sendiri.

Sepuluh tahun lamanya ia mendalami ilmu silat sebagai olah penyempurnaan jiwa maupun raga. Sendiri saja dalam gua tanpa berbicara dan tanpa bersua siapa pun jua, melalui suatu peng-alam-an ruang-waktu dalam penghayatan pikiran, sehingga sepuluh tahun berlalu bagaikan sekejap sahaja.

Tentang peristiwa ini ia mencatat:

Demikianlah aku belajar ilmu silat dengan cara yang aneh, yang kutemukan secara tak sengaja ketika tak sadarkan diri di tepi sungai itu. Ataukah seseorang telah sengaja memberikannya untukku? Jika dia seorang guru, jasanya terlalu besar untukku; dan jika dia seorang guru, bagaimana caraku mengucapkan terima kasih kepadanya? Karena agaknya dia telah mengikuti perjalananku. Bahkan tanpa kuketahui mungkin sering menyelamatkanku. Pertanyaanku tentu: Mengapa dia berbuat begitu?

Masalahnya, apakah masih penting ditanyakan kenapa? Jika harus selalu ada sebab dari perbuatanbaik seseorang, apakah masih ada tempat bagi

Page 17: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

kebaikan itu sendiri? Betapapun, siapa pun dia, aku harus menghormatinya. Tentang guru, kuingat dari bacaan:

Di tempat tanpa guru, satu kali pun nama Buddhatakkan terdengar para Buddha dari ribuan tahun. Pencapaian Kebuddhaan tergantung kepada guru.

Seorang murid harus mengabdi kepada guru. Aku juga ingin mengabdi kepada hidup yang telah memberi banyak pelajaran bagiku. Namun kini seseorang jelas telah mengarahkan aku, bukan sekadar agar selamat dari ancaman Naga Hitam, melainkan juga memberi pencerahan. Apakah yang bisa lebih mencerahkan ketimbang kemampuan untuk mengatasi ruang waktu? Tubuhku memang tidak mungkin berada di luarnya, tetapi pengolahan nafasku telah membuat pikiranku terbebaskan dari ruang waktu itu - ukuran ruang dan waktu mana pun tak berlaku lagi bagiku. Luas sempit lama sebentar hanyalah kupahami sebagai kesepakatan orang banyak, tapi tidak untuk diriku. Sepuluh tahun memang tetap sepuluh tahun waktu bumi, tetapi dalam samadhi aku tak terikat waktu bumi tersebut. Ruang berada dalam diriku, bukan aku berada dalam ruang; dan dengan keberadaan ruangdalam diriku maka aku pun memiliki waktuku seperti yang kumau.

Page 18: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

JURUS TANPA BENTUK

MEMASUKI usia 25 tahun, pada tahun 796, remaja itu telah menjadi lebih dari sekadar pemuda. Apabilasebelumnya ia telah menguasai Ilmu Pedang Naga Kembar yang tidak terkalahkan, bahkan terbukti mampu mengatasi Ilmu Pedang Naga Hitam, maupun Jurus Penjerat Naga yang dipersiapkan Sepasang Naga dari Celah Kledung untuk menghadapi lawan dengan ilmu silat tingkat naga, kini pemuda tak bernama itu juga menguasai Jurus Bayangan Cermin.

Dengan Jurus Bayangan Cermin ini, apabila dirinya menghadapi ilmu silat dengan jurus-jurus tak dikenal, sehingga kemungkinan besar akan menjadikannya bulan-bulanan serangan mematikan, maka jurus-jurus tak dikenal itu justru akan terserap untuk dikuasainya seketika itu juga. Menguasai jurus-jurus lawan berarti bisa menggunakannya terhadap lawan tersebut, jika perlu dengan cara yangberbeda sama sekali, sehingga niscaya akan membingungkannya, dan dalam kebingungannya itulah suatu serangan telak akan mematikan.

Ini melengkapi perbendaharaan ilmu silat Pendekar Tanpa Nama yang perlu dijelaskan keberdayaannya:

Jurus Dua Pedang Menulis Kematian. Pengamatannya atas ilmu silat Pendekar Aksara Berdarah membuatnya menggubah jurus yang mengacu kepada aksara dalam pembentukan kalimat. Dalam ilmu silat Pendekar Aksara Berdarah, jurus lawan ditafsirkan gagasannya dan dilumpuhkan dengan kalimat tak terbantahkan. Maka dalam jurus sekaligus kalimat Dua Pedang Menulis Kematian tewasnya lawan sudah tertentukan.

Jurus Penjerat Naga, yang dipersiapkan Sepasang Naga dari Celah Kledung untuk menghadapi lawan dengan ilmu silat tingkat naga, tidak memiliki jurus untuk menyerang, dan hanya dapat menyerang ketika lawan menyerang lebih dulu, karena dalam setiap serangan terbukalah pertahanan. Jurus ini

Page 19: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

ditimba dari kitab peninggalan Pendekar Satu Jurus, yang tak terkalahkan, meski tidak memiliki jurus apapun kecuali menanti serangan lawan, yang akan serentak dibalas secara telak dan mematikan.

Pukulan Telapak Darah. Jenis pukulan yang mengandalkan tenaga dalam dan meninggalkan bekas telapak tangan sebagai cirinya. Pukulan ini banyak dikenal dalam dunia persilatan, sehingga meskipun kelak ia sering menggunakannya juga sebagai Pendekar Tanpa Nama, pukulan ini tidak pernah dianggap sebagai cirinya. Namun ini sering digunakannya karena tidak pernah membawa senjata.

Ilmu Naga Berlari di Atas Langit. Dengan ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi, ia dapat berlari tanpa menyentuh tanah, melesat lebih cepat dari kilat, sehingga tidak terlihat oleh mata orang awam, yang tidak mempunyai cara untuk mengetahui bahwa dunia persilatan itu ada. Semula pucuk rerumputan pun cukup sebagai pijakan, tetapi dengan ilmu meringankan tubuh yang didukung tenaga dalam amat tinggi, setiap unsur yang membentuk udara dapat dijejak untuk melesatkan tubuhnya.

Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang. Ilmu pendengaran ini bekerja hanya apabila pengguna memejamkan matanya, karena dalam keterpejaman matanya itulah lawan yang semula tak terlacak oleh pancaindera biasa, akan terlihat bentuknya sebagai garis cahaya kuning kehijauan dalam kegelapan, sehingga keberadaannya diketahui.

Ilmu Bisikan Sukma. Ilmu Bisikan Sukma adalah kemampuan berbicara ke dalam pikiran orang lain, dan jika lawan bicara memiliki ilmu yang sama, maka antarmereka bisa saling berbicara tanpa suara, karena cukup mengucapkannya dalam hati, yang juga berarti mengirimkan pikirannya. Jika tidak ingin orang yang memiliki ilmu sama mengetahuinya, maka hubungan antara pembicara ini bisa dikunci, sehingga percakapan hanya dapat diketahui antara yang saling menyepakatinya sahaja.

Jurus Tanpa Bentuk. Sesuai namanya, jurus ini tidak dapat diketahui pergerakannya, karena langsung terlaksana sebelum usai dipikirkan. Jurus ini bukan hanya lebih cepat dari pikiran, melainkan lebih cepatdari kecepatan tercepat sekaligus lebih lambat dari

Page 20: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

kelambatan terlambat, karena ditemukan berdasarkan pemecahan masalah waktu dan ruang. Banyak pendekar menempa diri secara jasmani untuk mendapatkan jurus paling sempurna, tetapi jurus ini digali dari tahap ke tahap oleh Pendekar Tanpa Nama melalui penghayatan atas pemikiran tentang gerak dan tak gerak dalam dunia.

Betapapun menjadi pendekar bukanlah keinginannya. Semula ia memang berpikir untuk menantang Naga Hitam, mengumumkannya ke seluruh dunia persilatan agar dapat dipastikan kesediaannya. Selama ini Naga Hitam hanya mengerahkan mata-mata dan mengirim pembunuh bayaran, yang meskipun selalu bisa diatasi akan terus mengganggunya. Namun semakin berjalan ke utara semakin terpikirkan olehnya dunia di seberang lautan yang tak terbayangkan.

Page 21: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

BERLAYAR MENGUAKDUNIA

PERJUMPAANNYA dengan keluarga pengembara Kadatuan Srivijaya dari Samudradvipa yang menjualkemahiran bersilat, telah mengalihkan perhatiannya. Sementara kisah yang didengarnya dari seorang tua di sebuah kedai, tentang dua kali serbuan Wangsa Syailendra ke Tanah Kambuja, dari kota-kota Pandhuranga dan Kauthara di pantai Annam sampai Teluk Tongkin di utara, pada tahun 767 dan 787, semakin mengarahkannya ke pantai utara Yawabhumi.

Pemuda tanpa nama ini hanya ingin mengembara dan membuka matanya untuk melihat dunia, tetapi keterlibatannya dalam berbagai pertarungan ketika harus turun tangan membela yang lemah dan tidak berdaya, terlalu sering membuat penyamarannya nyaris terbuka.

Dalam adu tenaga seperti panco, yang sebetulnya dengan mudah akan bisa dimenangkannya, ia harus tampak seperti terdesak dan selalu hampir kalah, melawan seorang pelaut berbadan raksasa, meski takjuga akhirnya kalah, karena betapapun mengandalkan tenaga dalam, tanpa seorang pun mengetahuinya.

Diawali sebuah bentrokan antara para pelaut Srivijaya dan orang-orang Mataram di pelabuhan yang berhasil dicegahnya, pemuda tanpa nama ini diterima untuk menumpang sebuah kapal dagang, asal membayarnya dengan bekerja. Setelah berada ditengah samudera barulah diketahuinya bahwa nakhoda kapal itu siapa. Dalam bahasanya sendiri, Pendekar Tanpa Nama ketika sudah berusia 100 tahun pada 871, menulis dalam riwayat hidupnya:

Jadi nakhoda kapal kami itulah Naga Laut! Betapa buta mataku ternyata meski selama ini telah melihatnya. Dialah tokoh sempalan dari Muara Jambi yang tidak sudi menyerah, sebaliknya karena Jambi-Malayu menyerah kepada Srivijaya, maka lelaki berdestar yang kelak akan disebut sebagai

Page 22: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

Naga Laut melepaskan ikatan dirinya dengan Jambi-Malayu sebagai negara, meski tidak bisa menolak asal-usulnya sebagai anak negeri Muara Jambi.

''Samudera terbentang milik setiap pelaut," ujarnya mengenai gagasan tentang betapa lautan lepas merupakan wilayah yang bebas.

Nama Naga Laut lantas berkibar di lautan, justru sebagai momok bagi kapal-kapal Srivijaya. Ia menyerang, menjarah, menenggelamkan, dan membakar kapal-kapal Srivijaya. Sengketa ini tidak selalu dipahami orang-orang luar, dan kapal Naga Laut yang tidak bisa dibedakan dari kapal-kapal Srivijaya sering disamakan begitu saja. Hanya kadang-kadang Naga Laut menaikkan umbul-umbulnya, yang berwarna kuning dan bergambar naga, karena ia ingin menunjukkan betapa Srivijaya yang jaya bahkan tak bisa mengatasi masalah yang ditimbulkan olehnya. Salah satu ciri Naga Laut yangmembedakannya dengan sembarang bajak laut adalah tidak pernah melakukan pemerkosaan kepadakorban; memang menjarah tapi hanya membunuh mereka yang berbahaya, yaitu yang mengangkat senjata untuk membunuh; dan tujuan sebenarnya jelas ditunjukkan, yakni merongrong kewibawaan Srivijaya.

Kemudian diketahui bahwa Naga Laut menjarah kapal-kapal Srivijaya tidak untuk kepentingan dirinya sendiri. Seusai menjarah, kapalnya akan berlayar di antara pulau-pulau terpencil, di balik teluk dan tanjung tersembunyi, atau memasuki muara dan menyusuri sungai-sungai besar memasukipedalaman; selain untuk bersembunyi, menambah perbekalan, dan memperbarui peralatan, ternyata juga untuk membagi-bagi harta jarahan tersebut. Tidak heran jika namanya diteriakkan dengan nada riang.

Juga harus disebutkan, untuk menghidupi dirinya sendiri Naga Laut tidak pernah menikmati atau memanfaatkan harta rampasan mana pun dari kapal-kapal yang dibajak dan dijarahnya. Untuk menghidupi diri mereka sendiri, Naga Laut dan awak kapalnya berdagang rempah-rempah, seperti yang dilakukan oleh setiap pelaut yang kapalnya merupakan kapal lintas samudera pada masa itu.

Baru kuperhatikan sekarang bahwa pada umbul-umbul itu memang terdapat garis merah terputus-putus yang membentuk gambar seekor naga. Seolah-

Page 23: NAGA JAWA-- NOVEL SGA.pdf

olah ia ingin menunjukkan kepada armada KadatuanSrivijaya, di lautan lepas, siapakah sebenarnya yang berhak atas pengakuan dan wibawa naga.

Bersama kapal Naga Laut inilah sebenarnya, dari seorang pencari kerja yang tidak punya nama, pemuda tidak bernama ini mulai disebut sebagai Pendekar Tanpa Nama, karena dalam ancaman bahaya, bagi dirinya maupun sesama, begitu sulit untuk tetap berpura-pura menjadi orang awam tanpa daya. Usaha penyelamatan Putri Asoka, keturunan terakhir bangsawan Jambi-Malayu yang diburu orang-orang Srivijaya, bentrokan dengan perompak Samudragni yang dibayar untuk itu, dan pertarunganmenghadapi Pendekar Dawai Maut di atas permukaan laut sedikit demi sedikit memperlihatkankemampuan dirinya.