Myasthenia Gravis

download Myasthenia Gravis

of 38

description

Myasthenia Gravis

Transcript of Myasthenia Gravis

  • ARRUM CHYNTIA YULIYANTI

    Myasthenia Gravis ARRUM CHYNTIA YULIYANTI

    FK UNIVERSITAS MATARAM

    2013

  • Definisi Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis

    dari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahanotot.

  • Epidemiology

    MG adalah gangguan relatif jarang, dengan tingkat prevalensi yang meningkat menjadi sekitar 20 per 100.000 pada penduduk AS.penduduk AS.

    umur 40 thn rasio perempuan : laki-laki = 3 : 1

    Namun pada lebih dari 50 tahun, kejadian lebih sering padalaki-laki

  • Aspek histori Pada Miastenia Gravis (MG) sistem imun menghentikan kerja

    neurotransmiter dengan jalan memblok atau merusak reseptor di paut saraf-otot ( neuromuscular junction ), sehingga mencegah otot untuk berkontraksi.

    Biasanya seorang penderita MG mengalami pemburukan Biasanya seorang penderita MG mengalami pemburukan gejala setelah melakukan latihan fisik dan akan merasa lebih baik setelah beristirahat.

  • Cont Pada 1970-an MG dengan kausal autoimun, prednison dan

    azathioprine diperkenalkan sebagai modalitas pengobatan untuk MG diikuti oleh pertukaran plasma yang diperkenalkan untuk pengobatan akut MG parah.

  • Faktor Resiko

    beberapa pasien yang menderita MGC memiliki faktro resiko penyebab, namun 30%-40% tidak memiliki sebab yang jelas. infeksi (40%)

    pneumonitis aspirasi (10%)

    faktor predisposisi: pengobatan yang lama, pengobatan baru, riwayat operasi, trauma, injeksi botulinium, timomariwayat operasi, trauma, injeksi botulinium, timoma

    faktor obat: aminoglikosida, antibiotik quinolone, antiaritmia (quinidine, procainamide), anti-hipertensi (beta bloker, kalsium kanal bloker, MgSO4)

  • KLASIFIKASIKlasifikasi subtipe Myasthenia Gravis:

    MG Onset Awal (early-onset): onset pada usia 50 tahun. Atropi thymus. Umum pada priathymus. Umum pada pria

    Thymoma-associated MG (10%-15%)

    MG dengan anti bodi anti-MUSKN

    Ocular MG (oMG): gejala-gejala hanya mempengaruhi otot extra okular

    MG dengan tidak terdeteksi AchR dan antibodi Tirosin kinase spesifik otot (MuSK)

  • Klasifikasi Klinis Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot

    ocular

    Golongan II A = Myasthenia Gravis umum ringanGolongan II B = Myasthenia Gravis umum berat

    Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot pernafasan

    Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat

  • PATOGENESIS MG

    Fisiologi:

    neuromuscular junctions (NMJ) otot rangka memiliki celahsinap dan ruang yang berisi asetilkolinesterase (AChE) danreseptor asetilkolin (AChR) di postsinap.

    ACh berdifusi ke celah sinap dan mencapai reseptor ACh berdifusi ke celah sinap dan mencapai reseptormembran postsinap dan mencetuskan end-plate potential(EPP) dan dihidrolisis oleh AChE di celah sinap

  • Patofisiologi

    gambar 1. neuromuscular junction individu normal (A) dan pasien denganmyasthenia gravis (B) (Bershad et al., 2008).

  • Pada MG Protein transmembran di postsinap yaitu MuSK (muscle specific tyrosine

    kinase) membentuk bagian reseptor agrin (suatu protein di lamina basal sinap).

    defisit Interaksi Agrin/MuSK kelainan clustering AChRgagalmembentuk NMJ kelemahan otot.

    Normalnya EPP pada NMJ > ambang batas untuk mencetuskan Normalnya EPP pada NMJ > ambang batas untuk mencetuskanpotensial aksi postsinap. Namun faktor keamanan ini berkurang padaMG.

    Berkurangnya jumlah atau aktivitas AChR pada NMJ EPP, yang mungkin cukup pada keadaan istirahat, namun pada saat aktivitasberulang pelepasan ACh berkurang EPP turun di bawah ambangbatas potensial aksikelemahan otot,

    saat istirahat EPP secara konsisten di bawah ambang batas potensialaksimemunculkan kelemahan persisten.

  • Mekanisme Antibodi Anti-AChR

    Antibodi Anti-AChR (Anti-AChR Abs) (pada 90% pasien MG) mempengaruhi transmisi neuromuskular dgn cara:

    pengikatan dan aktivasi komplemen di NMJ

    modulasi antigenik (meningkatnya endositosis AChR dari molekul-molekul pautan silang oleh antibodi)molekul pautan silang oleh antibodi)

    blok fungsional AChR mencegah ACh normal untuk menempeldan bereaksi pada AChR.

  • anti-AChR Abs terikat kuat dengan IgGs dan sintesisnyamemerlukan aktivasi selT CD4+ untuk bereaksi dengan sel B

    Sehingga timektomi menghilangkan selT CD4+ AChR-specific, membantu menghilangkan gejala MG.

    Pengobatan dengan antibodi anti-CD4+ juga memiliki efek terapi. Pengobatan dengan antibodi anti-CD4+ juga memiliki efek terapi.

    Pasien MG memiliki anti-AChR selTh1 yang berlebihan dalamdarahmenginduksi sel B produksi antibodi anti-AChRberafinitas tinggi.

  • Pasien MG dengan antibodi anti-MuSK tidak memiliki anti-AChRAbs kecuali pada sebuah kelompok di Jepang.

    Antibodi anti-MuSK mempengaruhi agrin-dependent AChR clusterdi NMJ menurunkan jumlah AChR di NMJ.

    Antibodi Anti-MuSK

    Antibodi Anti Protein Lainnya

    Antibodi anti protein sel otot lain (misalnya antibodi reseptorantititin dan antibodi reseptor antiryanodin) diduga jugaberperan dalam patogenesis MG.

    Antibodi Anti Protein Lainnya

  • MANIFESTASI KLINIS

    Gejala utama : kelemahan berfluktuasi yang fatigable. Kelemahanini akan meningkat apabila sedang beraktivitas.

    Distribusi kelemahan umumnya okular, bulbar, ekstremitasproksimal dan leher, dan pada beberapa pasien, melibatkan otot-otot pernapasan.otot pernapasan.

    gejala awal : Kelemahan okular 85% kasus , 15% gejala bulbar

    Progesif ptosis dan diplopia, disfagia dan disartria

    Kelemahan otot pernapasan dapat menyebabkan krisis miastenia

  • DIAGNOSIS

  • Penegakkan Diagnosis1) Tensilon (Edrophonium Chloride) Test

    sensitivitas 71.5%-95%

    diberikan secara injeksi intravena dipantau adanya perbaikankekuatan otot kelopak mata dan/ muskulus ekstraokular

    ES: salivasi dan keringat , nausea, kram perut, fasikulasi otot. ES: salivasi dan keringat , nausea, kram perut, fasikulasi otot.

    Hipotensi dan bradikardi jarang terjadi, bila diistirahatkan dalamposisi supinasi umumnya akan membaik.

    Bila bradikardi berat (

  • 2) Ice Pack Test

    u/ pasien ptosis dengan KI tes edrophonium

    ice pack diletakkan di atas mata selama 2-5 menit nilai perbaikanptosis

    3) Electrophysiological Tests, meliputi:

    Repetitive Nerve Stimulation Tests Neuromuscular Transmission

    MG (+): antara potensial aksi pertama dan kelima didapatkanpenurunan 10%penurunan 10%

    Single-Fiber Electromyography (SFEMG)

    dapat mengidentifikasi jitter abnormal pada 95%-99% pasien MG. Namun tidak spesifik o/k jitter abnormal juga dapat ditemukanpada penyakit motor neuron, polymyositis, peripheral neuropathy, LEMS dan penyakit neuromuscular lain.

  • 4) Tes imunologik

    Konsentrasi antibodi anti-AchR serum pada MG . Namun , pemeriksaan tidak mampu menentukan keparahan penyakit MG.

    5) CT dada atau MRI

    u/ mengeksklusi thymoma. Penggunaan kontras perlu diperhatikano/k resiko eksaserbasi myasthenic weakness.

    6) Tes fungsi tiroid o/k MG seringkali disertai dengan penyakit tiroid.6) Tes fungsi tiroid o/k MG seringkali disertai dengan penyakit tiroid.

  • TATALAKSANA MG Bersifat individual, tergantung dari karakteristik dan derajat

    beratnya penyakit.

    Adapun dua pendekatan pada tatalaksana MG berdasarkan patofisiologi penyakit :

    1. Dengan meningkatkan jumlah asetilkolin yang tersedia untuk 1. Dengan meningkatkan jumlah asetilkolin yang tersedia untuk berikatan dengan respetor postinaptik menggunakan agen acetylcholinesterase inhibitor.

    2. Menggunakan pengobatan imunosupresif yang mengurangi ikatan reseptor asetilkolin dengan antibodi.

  • Empat Terapi Dasar MG1. Pengobatan simptomatis dengan acetylcholinesterase inhibitor

    2.Pengobatan imunomodulasi jangka-pendek yang bersifat cepat dengan menggunakan plasmaferesis dan imunoglobulin intravena

    3. Pengobatan imunomodulasi jangka-panjang yang bersifat kronik 3. Pengobatan imunomodulasi jangka-panjang yang bersifat kronik dengan glukokortikoid dan obat-obatan imunosupresif

    4. Terapi bedah

  • Pengobatan Simptomatis denganAcetylcholinesterase Inhibitor

    Terapi lini pertama (sebagai terapi simptomatis)

    Mekanisme kerja >> meningkatkan jumlah asetilkolin padataut neuromuskular (NMJ).

    Obat yang umum diberikan : pyridostigmine Obat yang umum diberikan : pyridostigmine

  • Pyridostigmine Onset kerja cepat dalam 15-30 menit, mencapai puncak

    aktivitas pada dua jam pemberian.

    Efeknya berakhir pada 3-4 jam setelah pemberian.

    Dosis awal 15-30 mg setiap 4-6 jam dan dititrasi upward tergantung dari respon pasien.tergantung dari respon pasien.

  • Cont Respons terhadap terapi yang diberikan pun bervariasi dari

    adanya perbaikan bermakna pada beberapa pasien hinggaadanya sedikit perbaikan bahkan tidak adanya perbaikan padasebagian pasien.

    ESO: efek kolinergik seperti kram abdomen, diare, ESO: efek kolinergik seperti kram abdomen, diare, peningkatan salivasi, sekresi bronkus, mual, berkeringat, danbradikardi. Efek nikotinik seperti fasikulasi dan kram otot.

  • Terapi Imunomodulasi Jangka-Pendek

    Meliputi : Plasmaferesis (Plasma Exchange atau PLEX) danIntravenous Immunoglobulin Therapy (IVIg)

    Terapi ini memiliki onset kerja cepat dengan perbaikan keadaanklinis yang terjadi dalam beberapa hari, dan memiliki efek sampingsementara.sementara.

    digunakan pada keadaan tertentu seperti krisis miastenia, preoperatif timektomi, atau prosedur bedah lainnya.

    Dapat juga digunakan secara intermitten untuk mencegah remisipada pasien dengan MG yang tidak terkontrol baik meskipunsudah menggunakan terapi imunomodulasi yang bersifat kronik.

  • a. Plasmaferesis (PLEX) Mekanisme : meningkatkan kekuatan pada pasien dengan MG

    dengan cara mengurangi anti AChR dari sirkulasi.

    Umumnya satu kali pertukaran plasma dilakukan beberapahari dengan total pemberian 4-6 kali.

    ES : hipotensi, parestesia, infeksi, komplikasi thrombosis, dan ES : hipotensi, parestesia, infeksi, komplikasi thrombosis, dankecenderungan perdarahan akibat penurunan faktor koagulasi

  • b. Intravenous Immunoglobulin Therapy (IVIg) Immunoglobulin diisolasi dari plasma manusia dengan

    menggunakan kriopresipitasi etanol.

    dosis 0,4 g/kg/hari selama 5 hari .

    Mekanisme : kompleks, meliputi inhibisi kompetisi sitokindengan autoantibodi, dan inhibisi deposit komplemen, intervensidengan autoantibodi, dan inhibisi deposit komplemen, intervensiikatan reseptor Fc pada makrofag, reseptor Ig pada sel B, danpengenalan antigen melalui selT yang tersensitisasi.

    IVIg umumnya bersifat aman.

    Komplikasi (jarang): thrombosis akibat peningkatan viskositasdarah dan komplikasi lain yang berhubungan dengan ekspansivolume akibat pemberian infus.

  • Studi terkini : teknik imunoabsorpsi

    Mekanisme >> menghilangkan antibodi anti-AChR patogen. Hasil >> adanya reduksi secara signifikan terhadappenyekatan antibodi dengan perbaikan kondisi kliniskonkominan pada pasien dengan MG. konkominan pada pasien dengan MG.

    Oleh karena itu, teknik ini terus dikembangkan dan diteliti.

  • Terapi imun jangka panjang

    Kortikosteroid (Prednison)

    digunakan ketika gejala MG tidak adekuatdikontrol hanya dengan kolinestrase inhibitor

    Pada serangan yang berat, imunoglobin IV bisaPada serangan yang berat, imunoglobin IV bisadiberi sebelum terapi prednison untuk mencegahatau mengurangi efek samping dan untukmenginduksi respon yang lebih cepat.

  • Imunosupresif nonsteroid

    1. Azathioprine

    merupakan analog purin

    mengurangi sintesis asam nukleat sehingga mengurangi proliferasisel B dan selT

    Respon klinisnya akan terlihat setelah penggunaan selama 15 bulan

    Lebih efektif Jika dikombinasikan dengan prednison

    Efek sampingnya : hepatotoksik dan leukopenia. Efek sampingnya : hepatotoksik dan leukopenia.

    2. Mycophenolate mofetil

    selektif memblok sintesis purin sehingga mensupresi proliferasi selT dan sel B

    dosis : 1000-3000 mg, 2xsehari

    Kontraindikasi : pada ibu hamil

    Indikasi : pada pasien dengan panyakit ginjal, penyakit GI, supresisum-sum tulang, dan pada pasien tua.

  • 3. Cyclophosphamide

    dapat diberikan secara IV dan oral

    pengobatan berhasil setelah 1 tahun

    Efek samping : rambut rontok, mual, muntah, anoreksia, dan perubahanwarna kulit.

    4. Cyclosporine

    memblok sintesis receptor sitokin IL-2 dan protein lain yang berfungsipada selT CD4+pada selT CD4+

    Digunakan pada pasien yang tidak bisa mentolerir atau beresponterhadap azathioprin.

    5.Tacrolimus

    Keuntungan : kurang nefrotoksik dari cyclosporin.

  • Terapi bedah

    Tymectomi

    pengangkatan kelenjar timus

    Indikasi

    1.pasien denganTymoma

    2.pasien dengan penurunan kelemahan setelah cukup dikontrol

    Kontraindikasi

    (+) Anti MuSK Antibodi

  • Rehabilitasi

    Program Rehabilitasi harus dikombinasikan denganpengobatan medis untuk bisa membantu meringankan gejaladan memperbaiki fungsi ototdan memperbaiki fungsi otot

    Tujuan umum: membangun kekuatan individual untukmemudahkan kembali bekerja dan melakukan aktivitas seharihari. Intesitas dan kemajuan dari latihan tergantung daritahap dari penyakit dan kesehatan secara menyeluruh

  • Terapi yang disarankan pada program rehabilitasi Terapi fisik

    Terapi occupational

    TerapiWicara

  • Prognosis Pasien MG dapat kembali normal Jika terapi efektif.

    hasil untuk pasien MGC (krisis MG) baik jika tindakan terapeutik dan suportif efektif.

    Mortalitas selama MGC adalah sekitar 4-8%

    Sekitar sepertiga pasien dengan MGC akan mengalami episode Sekitar sepertiga pasien dengan MGC akan mengalami episode berulang.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Trouth, A. et al, (2012), Myasthenia Gravis: A Review, Volume 2012,

    Bershad, et al (2008), Myasthenia Gravis Crisis, Southern Medical Journal 101:1, January 2008 63

  • TERIMAKASIH