Mistenia Gravis

26
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Myasthenia gravis (MG) adalah kelainan autoimun yang ditandai dengan kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap reseptor acetylcholine (ACh) nikotinik pada neuromuscular junction (NMJ). (1) Puncak insidensi penyakit ini dijumpai pada usia 20 tahun hingga 40 tahun yang didominasi oleh wanita, dan pada usia 60 tahun hingga 80 tahun yang sama antara wanita dan pria. Myasthenia gravis merupakan penyakit yang jarang, namun prevelansi telah meningkat seiring dengan berjalannya waktu dengan estimasi terbaru mencapai 20 per 100.000 orang di Amerika. Menurut laporan RISKESDAS 2010, insidensi myasthenia gravis di Indonesia diperkirakan 1 kasus dari 100.000. Data yang didapatkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,

description

vv

Transcript of Mistenia Gravis

Page 1: Mistenia Gravis

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Myasthenia gravis (MG) adalah kelainan autoimun yang ditandai dengan

kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka yang disebabkan oleh adanya

autoantibodi terhadap reseptor acetylcholine (ACh) nikotinik pada

neuromuscular junction (NMJ).(1)

Puncak insidensi penyakit ini dijumpai pada usia 20 tahun hingga 40

tahun yang didominasi oleh wanita, dan pada usia 60 tahun hingga 80 tahun

yang sama antara wanita dan pria. Myasthenia gravis merupakan penyakit

yang jarang, namun prevelansi telah meningkat seiring dengan berjalannya

waktu dengan estimasi terbaru mencapai 20 per 100.000 orang di Amerika.

Menurut laporan RISKESDAS 2010, insidensi myasthenia gravis di Indonesia

diperkirakan 1 kasus dari 100.000. Data yang didapatkan di Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo, Jakarta terdapat 94 kasus dengan diagnosa myasthenia

gravis pada periode tahun 2010-2011.(2)

Karakteristik klinis dari Myasthenia Gravis berupa kelemahan otot yang

berfluktuasi dan dapat melibatkan kelompok otot tertentu. Kelemahan otot

mata berupa ptosis (90%) unilateral/bilateral merupakan presentasi awal yang

paling khas. Setelah beberapa minggu atau bulan, dilengkapi dengan diplopia

(paralisis ocular) dan suara sengau (paralisis palatum molle). Kelumpuhan ini

timbul tiap siang hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit

tidak dingganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan

Page 2: Mistenia Gravis

kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh

dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak bebas dari kesulitan penglihatan

(karena diplopia/ptosis) dan menelan atau mengunyah. Kelemahan otot-otot

non bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang sudah lanjut sekali. Yang

pertama terkena ialah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan

dengan tangan. Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal.

Atrofi otot ringan dapat ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak

lebih memburuk lagi.(3)

Penyebabnya dari myasthenia gravis diduga karena serangan

autoimun terhadap reseptor asetilkolin pada neuro-muscular junction.

Antibodi terhadap reseptor asetilkolin atau receptor-decamethonium complex

(anti-AchR) ditemukan dalam serum dari tigaperempat penderita myasthenia

gravis (MG).(2,4)

Abnormalitas thymus juga ditemukan pada sebagian besar penderita

myasthenia gravis, sekitar 75% dengan hiperplasia folikel kelenjar dan 10-

15% dengan tumor thymic jenis lymphoblastic atau epithelial. Tindakan

thymectomy menyebabkan remisi dan perbaikan pada masing-masing 35%

dan 50% penderita sehingga diduga MG berhubungan dengan serangan

autoimun terhadap antigen pada thymus dan motor endplate atau abnormal

clone dari sel-sel imun di thymus.(2)

Page 3: Mistenia Gravis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh

suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan

secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit

ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada

neuromuscular junction. Dimana bila penderita beristirahat, maka tidak lama

kemudian kekuatan otot akan pulih kembali.(5)pii85225)

2.2 Etiologi

Penyebab penyakit Mysthenia Gravis belum diketahui secara pasti,

namun nampak berkaitan dengan penyakit autoimun. Gangguan tersebut

kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau penggunaan obat-obatan

tertentu seperti nifedipine atau verapamil, quinine, dan procainamide.(6)

Didapati juga bahwa glandula timus mempunyai kaitan yang erat dengan

kejadia Myasthenia Gravis. 80% dari penderita didapati glandula timus yang

abnormal. 10% memperlihatkan sruktur timoma dan pada penderita lainnya

terdapat infiltrat limfositer pada pusat germinativa glandula timus tanpa

perubahan di jaringan timus lainnya.(7)

2.3 Epidemiologi (DI INDONESIA)

Puncak usia awitan adalah 20 tahun, dengan rasio perbandingan antara

perempuan dan laki-laki adalah 3:1. Puncak kedua walaupun lebih rendah

Page 4: Mistenia Gravis

daripada yang pertama, terjadi pada laki-laki usia tua dalam dekade tujuh

puluhan atau delapan puluhan. Kematian umumnya disebabkan oleh

insufisiensi pernapasan. Remisi spontan dapat timbul pada 10% hingga 20%

pasien dan dapat disebabkan oleh timektomi elektif pada pasien tertentu.

2.4 Patofisiologi(GANTI DARI PRICE WILSON/TAMBAH GAMBAR)

Mistenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi

neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi resptor

asetilkolin oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, mistenia gravis

merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ. Antibodi reseptor

asetilkolin terdapat di dalam serum pada hampir disemua pasien. Antibodi ini

merupakan antibodi igG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan. Pada

orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromusculer, maka

membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga

asetilkolin akan dilepaskan dalam celaqh sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui

celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran

postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap

natrium dan kalium yang tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir

dikenal sebagai potensial lempeng akhir( EPP). Jika EPP mencapai ambang

akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan

dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensialo aksi ini

memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi seraqbut otot.

Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskuler melewati hubungan

neuromuscular terjadi, asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim

Page 5: Mistenia Gravis

asetikolinesterase. Pada Mistenis gravis, konduksi neuromuscular terganggu.

Abnormalitas pada penyakit Mistenia gravis terjadi pada End-plate motorik

dan bukan pada membran presinaps. Membran postsinaptiknya rusak akibat

reaksi imunologik. Karena kerusakn itu, maka jarak antara membran presinaps

dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam

perjalanannya ke arah motor End-Plate dapat dipecahkan oleh kolinesterase.

Selain itu, jumlah asetilkolinyang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan

membran post sinaps motor end-plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor

tersebut, maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama.

2.5 Diagnosis

Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan

diagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan otot dapat muncul menghinggapi

bagian proksimal dari tubuh serta simetris di kedua anggota gerak kanan dan

kiri. Walaupun dalam berbagai derajat yang berbeda, biasanya refleks tendon

masih ada dalam batas normal.(5)

Kelemahan otot wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya myasthenic

sneer dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal dan miastenia gravis

biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot wajah. Pada

pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang menyebabkan

suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the voice) serta

regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain

itu, penderita miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah

Page 6: Mistenia Gravis

serta menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang

menyebabkan penderita batuk dan tersedak saat minum.(5,7)

Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia

gravis. Ditandai dengan kelemahan otot-otot rahang pada miastenia gravis

yang menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga dagu

penderita harus terus ditopang dengan tangan. Otot-otot leher juga mengalami

kelemahan, sehingga terjadi gangguan pada saat fleksi serta ekstensi dari

leher.(5)

Otot-otot anggota tubuh atas lebih sering mengalami kelemahan

dibandingkan otot-otot anggota tubuh bawah. Musculus deltoid serta fungsi

ekstensi dari otot-otot pergelangan tangan serta jari-jari tangan sering kali

mengalami kelemahan. Otot trisep lebih sering terpengaruh dibandingkan otot

bisep. Pada ekstremitas bawah, sering kali terjadi kelemahan melakukan

dorsofleksi jari-jari kaki dibandingkan dengan melakukan plantarfleksi jari-

jari kaki dan saat melakukan fleksi panggul. Hal yang paling membahayakan

adalah kelemahan otot-otot pernapasan yang dapat menyebabkan gagal napas

akut, dimana hal ini merupakan suatu keadaan gawat darurat dan tindakan

intubasi cepat sangat diperlukan. Kelemahan otot-otot faring dapat

menyebabkan kolapsnya saluran napas atas dan kelemahan otot-otot

interkostal serta diafragma dapat menyebabkan retensi karbondioksida

sehingga akan berakibat terjadinya hipoventilasi. Sehingga pengawasan yang

ketat terhadap fungsi respirasi pada pasien miastenia gravis fase akut sangat

diperlukan. Kelemahan sering kali mempengaruhi lebih dari satu otot

Page 7: Mistenia Gravis

ekstraokular, dan tidak hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh satu

nervus kranialis. Serta biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi

secara asimetris. Hal ini merupakan tanda yang sangat penting untuk

mendiagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan pada muskulus rektus

lateralis dan medialis akan menyebabkan terjadinya suatu pseudointernuclear

ophthalmoplegia, yang ditandai dengan terbatasnya kemampuan adduksi salah

satu mata yang disertai nistagmus pada mata yang melakukan abduksi. Untuk

penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan dengan

cara penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama

kelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi

kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis. Setelah itu, penderita

ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus dan lama

kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau

tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak

bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi. Untuk

memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara

lain:

Uji Tensilon (edrophonium chloride)(SUSUN BERDASARKAN ALAT,

BAHAN, CARA MELAKUKAN DAN INTERPRETASI)

Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak

terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena.

Segera setelah tensilon disuntikkan kita harus memperhatikan otot-otot yang

lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan adanya ptosis.

Page 8: Mistenia Gravis

Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu

akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan

dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat.(1,5)

Uji Prostigmin (neostigmin)

Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat secara

intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila

kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala

seperti misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian

akan lenyap.(5)

Uji Kinin

Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3

tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Untuk uji ini, sebaiknya

disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak

bertambah berat.Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis,

maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat.(5)

Laboratorium

Antistriated muscle (anti-SM) antibody Tes ini menunjukkan hasil positif

pada sekitar 84% pasien yang menderita timoma dalam usia kurang dari

40 tahun.Sehingga merupakan salah satu tes yang pentingpada penderita

miastenia gravis. Pada pasien tanpa timomaanti-SM Antibodi dapat

menunjukkan hasil positif pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun.(5)

Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.

Page 9: Mistenia Gravis

Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-

AChR Ab negative (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil

yang positif untuk anti-MuSK Ab.(5)

Antistriational antibodies

Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan

ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien

timomadengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya

titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya

timoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.Hal ini disebabkan

dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan

adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot

rangka dan otot jantung penderita.(5)

Anti-asetilkolin reseptor antibodi

Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu

miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien.

80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita

dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin

reseptor antibodi yang positif. Pada pasien timoma tanpa miastenia

gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibody. (5)

2.6 Diagnosa Banding

Diagnosa banding meliputi keseluruhan penyakit dengan gangguan

neuromuscular junction seperti Lambert Eaton syndrome, botulism, congenital

myasthenic syndromes, dan tick paralysis. Selain itu, acute inflammatory

Page 10: Mistenia Gravis

demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) dan varian dari AIDP yang

mempengaruhi otot cranial seperti Miller-Fisher dan cervical- brachial-pharyngeal

menimbulkan manifestasi gejala yang menyerupai MG, walaupun tipe kelemahan

yang ditimbulkan berbeda.

Mitochondrial neuromuscular disorders, terutama yang menimbulkan external

ophthalmoplegia dan ptosis, juga dapat menyerupai MG. Namun onset dari

gejalanya bertahap, dan kelemahan yang timbul tidak berfluktuasi. Motor

neurondisease yang menimbulkan kelemahan oropharyngeal memiliki gejala

menyerupai yang MG, namun dapat dibedakan melalui kondisi corticobulbar dan

adanya peningkatan densitas serat pada pengukuran dengan SFEMG. Iskemik

pada batang otak juga dapat menunjukkan gejala menyerupai MG, dan dapat

dibedakan melalui kondisi kesadaran, keseimbangan, koordinasi dan fungsi

sensorik yang terganggu.(8)

2.7 Klasifikasi Mistenia Gravis

Klasifikasi klinis Mistenia gravis dapat dibagi menjadi:(9,10)

1. Kelompok I : Myasthenia okular

Hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat

ringan dan tidak ada kasus kematian.

2. Kelompok IIA : Miastenia umum ringan

Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot

rangka dan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap

terapi obat baik. Angka kematian rendah.

3. Kelompokm IIIB : Miastenia umum sedang

Page 11: Mistenia Gravis

Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala okuler, lalu berlanjut

semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar.

Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan

mistenia gravis umum ringan. Otot-otot pernapasan tidak terkena. Respon

terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktifitas pasien terbatas, tetapi

angka kematian rendah.

4. Kelompok III: Miastenia berat akut

Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang

berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit

berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Respon terhadap obat buruk.

Insiden krisis mistenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya

tinggi. Tingkat kematian tinggi.

5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut

Mistenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan

gejala-gejala kelompok I atau II. Mistenia gravis berkembang secara

perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Respon terhadap obat dan prognosis

buruk.

2.6 Tanda dan Gejala (tambah Gambar)

Gejala-gejala yang paling sering terjadi yaitu :

1. Kelemahan otot mata yang menyebabkan ptosis (turunnya kelopak mata)

2. Kelemahan otot wajah, leher dan tenggorokan yang menyebabkan

kesulitan makan dan menelan

Page 12: Mistenia Gravis

3. Penyebaran kelemahan otot yang berkelanjutan. Pada awalnya terjadi

keletihan ringan dan pemulihan kekuatan setelah beristirahat. Namun pada

akhirnya kekuatan tidak pulih lagi setelah melakukan istirahat.

4. Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari

adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan

pasien tidak lagi mampu membersihkan lendir dari trakea dan cabang-

cabangnya.

5. Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahan

otot apabila mereka berada pada keadaan tegang.

2.7 Penatalaksanaan (Bagi BerDASARKAN NON FARMAKO DAN

FARMAKO-URUTKAN BERDASARKAN PRIORITAS TAMBAH

DOSIS JUGA)

Secara garis besar, pengobatan Mistenia gravis yaitu :

1. Mempengaruhi transmisi neuromuscular

a. Istirahat

Dengan istirahat, banyaknya Ach dengan rangsangan saraf akan

bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AchR di bawah

ambang rangsangan dapat berkontraksi.

b. Memblokir pemecahan Ach

Dengan anti kolinesterase, neostigmin menon-aktifkan atau merusak

kolinesterase sehingga asetilkolin tidak cepat rusak. Efeknya adalah

pemulihan aktifitas otot mendekati normal, paling tidak 80% hingga

90% dari kekuatan atau daya tahan otot sebelumnya. Selain neostigmin

Page 13: Mistenia Gravis

(prostigmin), piridostigmin (Mestinon), ambenonium (Mytelase),

digunakan juga analog sintetik lain dari obat awal yang digunakan

yaitu fisostigmin (Eserine). Efek samping dari traktus gastrointestinal

yang tidak disenangi (kejang perut, diare) disebut efek samping

muskarinik. Pasien harus menyadari bahwa gejala-gejala ini

menandakan sudah terlalu banyak obat yang diminum setiap hari,

sehingga dosis selanjutnya harus diturunkan untuk mencegah

terjadinya krisis kolinergik.

2. Mempengaruhi proses imunologik

a. Plasma exchange(taruh pertama

Plasma Exchange paling efektif digunakan pada situasi dimana terapi

jangka pendek yang menguntungkan menjadi prioritas. Dasar terapi

adalah pemindahan anti-asetilkolin secara efektif. Respon dari terapi

ini adalah menurunnya titer antibodi. Dimana pasien yang mendapat

tindakan berupa hospitalisasi dan intubasi dalam waktu yang lama

serta trakeostomi, dapat diminimalisasikan karena efek dramatis dari

terapi ini.

b. Timektomi

Tujuan neurologi utama dari thymectomi adalah tercapainya perbaikan

signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus

dikonsumsi pasien, serta idealnya kesembuhan yang permanen dari

pasien. Timektomi dianjurkan pada Miastenia Gravis tanpa timoma

yang telah berlangsung 3-5 tahun. Sekitar 15% penderita Miastenia

Page 14: Mistenia Gravis

Gravis memiliki tumor atau hyperplasia kelenjar timus yang disebut

timoma. Sekitar 30% penderita Miastenia Gravis tanpa timoma yang

menjalani timektomi pada akhirnya mengalami remisi bebas

pengobatan. 50% lainnya mengalami perbaikan nyata.

c. Imunosupresif

Menggunakan azathioperine, cyclophosphamide(CPM), cycloporine.

Namun biasanya digunakan azathioprine (imuran) dengan dosis 21/2

mg/kg BB. Azathyoprine merupakan obat yang secara relatif dapat

ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum memiliki efek

samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat imunosupresif

lainnya. Perbaikan lambat sesudah 3-12 bulan. Kombinasi azathiprine

dan kortikosteroid lebih efektif yang dianjurkan terutama pada kasus-

kasus berat.

d. Kortikosteroid(tERAKHIR

Terapi kortikosteroid memberikan perbaikan klinis pada banyak

pasien, walaupun banyak efek samping serius yang terjadi akibat

penggunaan jangka panjang. Beberapa pasien berespon secara baik

pada kombinasi kortikosteroid dan piridogstimin. Kerja kortikosteroid

untuk mencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik atau

bekerja langsung pada transmisi neuromuskuler.

2.8 Prognosis

Kebanyakan pasien mengalami gejala awal berupa kelemahan otot

ekstraokular dengan ptosis asimetri dan diplopia. Perjalanan penyakitnya

Page 15: Mistenia Gravis

sangat bervariasi, khususnya dalam tahun pertama penyakit. Hampir 85%

pasien dengan gejala awal okular berkembang menjadi kelemahan bulbar dan

ekstremitas dalam tiga tahun pertama. Keparahan penyakit maksimum tercapai

dalam tahun pertama pada hampir dua-pertiga dari pasien. Di awal perjalanan

MG, gejala dapat berfluktuasi dan sesekali mengalami remisi, meskipun remisi

tersebut jarang permanen. Terdapat tiga tahap utama MG. Tahap yang aktif

ditandai dengan kambuh dan remisi yang berlangsung sekitar tujuh tahun

diikuti oleh tahap tidak aktif berlangsung sekitar 10 tahun. Tahap tidak aktif

ditandai dengan kurangnya kekambuhan penyakit, meskipun pasien mungkin

mengalami eksaserbasi yang berhubungan dengan penyakit lain, kehamilan,

atau paparan terhadap obat yang mengganggu transmisi neuromuskular. Pada

tahap akhir dari penyakit., kelemahan yang tidak diterapi dapat menetap dan

berhubungan dengan atrofi otot. Sebelum meluasnya penggunaan

imunomodulator, prognosis untuk pasien dengan MG cukup buruk dengan

angka kematian sekitar 30% Seiring dengan kemajuan dalam ventilasi

mekanik dan perawatan intensif, imunoterapi telah menjadi salah satu dari

faktor utama yang berkontribusi terhadap hasil yang lebih baik di MG, dan

mortalitasnya kurang dari 5%. (1)

Page 16: Mistenia Gravis

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitri FI. Myasthenia Gravis. Universitas Sumatera Utara; 2011.

2. Shanmugalingam S. Myasthenia Gravis. [Medan]: Universitas Sumatera Utara; 2013.

3. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat; 1985.

4. Cares JB, Hunt CH, Batish SD. Anti-MuSK Myasthenia Gravis Presenting With Purely Ocular Findings. Arch Neurol. Vol 62(No 6).

5. Arie AAGAA, Adyana MO, Widyadharma IPE. Diagnosis dan Tatalaksana Miastenia Gravis. Universitas Udayana;

6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2006.

7. Mardjono M, Sidharta P. Neurology Klinis Dasar. 15th ed. Jakarta: Dian Rakyat; 2012.

8. Juel VC, Massey JM. Myasthenia Gravis. Orphanet J Rare Dis. 2007;2(44).

9. Muttaqin A. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sitem persarafan. 1st ed. Jakarta: Salemba Medika; 2008.

10. American Academy of Neurology. Myasthenia Gravis: Recommendations for Clinical Research Standards. Neurology. 2000;Vol.55.