Mulyanty BAB I

13
 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggre Aceh Darussalam (2001-2009) adalah pr!insi paling barat di Indnesia" Aceh memili#i tnmi yang diatur tersendiri$ berbeda dengan #ebanya#an pr!insi lain di Indnesia$ #arena alasan se%arah" Daerah ini berbatasan dengan &elu# 'enggala di sebelah utara$ amudra india di sebelah barat$ elat *ala#a di sebelah timur$ dan umatera +tara di sebelah tenggara dan selatan" Ibu #ta Aceh ialah 'anda Aceh" ,elabuhannya adalah *alahayati-rueng .aya$ +lee /heue$ abang$ /h#seumawe dan /angsa" ebagian besar pendudu# di Aceh menganut agama Islam" Dari #e 1 su#u asli yang ada di Aceh hanya su#u Nias yang tida# semuanya memelu# agama Islam" Agama lain yang dianut leh pendudu# di Aceh adalah agama risten yang dianut leh pendatang su#u 'ata# dan sebagian warga &ingha yang #ebanya#an bersu#u a##a" edang#an sebagian lainnya tetap menganut agama nghucu" elain itu pr!insi Aceh memili#i #eistimewaan dibanding#an dengan pr!insi yang lain$ #arena di pr!insi ini yariat Islam diberla#u#an #epada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam" e%arah dan per#embangan su#u bangsa Aceh %uga menari# perhatian para antrplg seperti nuc# urgrn%e " Dilihat dari sisi #ebudayaannya$ Aceh memili#i budaya yang uni# dan berane#a ragam" ebudayaan Aceh ini banya# dipengaruhi leh budaya- budaya melayu$ #arena leta# Aceh yang strategis #arena merupa#an %alur perdagangan ma#a masu#la h #ebudayaan &imur & engah" 'ebera pa budaya yang ada se#arang adalah hasil dari a#ulturasi antara budaya melayu$ &imur  & engah da n Aceh se ndiri" u# u bangsa y ang mend iami Ace h merupa #an #eturunan rang-rang melayu dan &imur & engah hal i ni menyebab#an wa%ah-wa%ah rang Aceh berbeda dengan rang Indnesia yang berada di lain wilayah " istem #emasyara#atan su#u bangsa Aceh$ mata pencaharian sebagian besar masyara#at Aceh adalah bertani namun tida# sedi#it %uga yang berdagang" istem #e#erabatan masyara#at Aceh mengenal ali$ arng dan am yang merupa#an bagian dari sistem #e#erabatan" 1.2 T ujuan Pembuatan Makalah Di dalam penulisan ma#alah ini ada beberapa tu%uan yang #ami  %abar# an$ diantar anya ada lah

description

j

Transcript of Mulyanty BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acehyang sebelumnya pernah disebut dengan namaDaerah Istimewa Aceh(1959-2001) danNanggroe Aceh Darussalam(2001-2009) adalah provinsi paling barat diIndonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah.Daerah ini berbatasan denganTeluk Benggaladi sebelah utara,Samudra Hindiadi sebelah barat,Selat Malakadi sebelah timur, dan Sumatera Utaradi sebelah tenggara dan selatan. Ibu kota Aceh ialahBanda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue,Sabang,LhokseumawedanLangsa. Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agamaIslam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanyasuku Niasyang tidak semuanya memeluk agama Islam. Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agamaKristenyang dianut oleh pendatang sukuBatakdan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersukuHakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu. Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi iniSyariat Islamdiberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam. Sejarah dan perkembangan suku bangsa Aceh juga menarik perhatian para antropolog seperti Snouck Hurgronje .

Dilihat dari sisi kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, karena letak Aceh yang strategis karena merupakan jalur perdagangan maka masuklah kebudayaan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri. Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah .

Sistem kemasyarakatan suku bangsa Aceh, mata pencaharian sebagian besar masyarakat Aceh adalah bertani namun tidak sedikit juga yang berdagang. Sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan.

1.2 Tujuan Pembuatan Makalah

Di dalam penulisan makalah ini ada beberapa tujuan yang kami jabarkan, diantaranya adalah : Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Psikologi Lintas BudayaDari hasil diatas kami ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang Aceh dan budayanyaUntuk membantu para mahasiswa memahami kebudayaan AceH

1.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, kami menggunakan metode pengambilan data secara sekunder, yaitu pengambilan data secara tidak langsung melalui informasi yang sudah ada seperti internet.

BAB II

PENGENALAN DAN SEJARAH ACEH2.1 Pengenalan Wilayah AcehAcehyang sebelumnya pernah disebut dengan namaDaerah Istimewa Aceh(1959-2001) danNanggroe Aceh Darussalam(2001-2009) adalah provinsi paling barat diIndonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah.Daerah ini berbatasan denganTeluk Benggaladi sebelah utara,Samudra Hindiadi sebelah barat,Selat Malakadi sebelah timur, danSumatera Utaradi sebelah tenggara dan selatan.

Ibu kota Aceh ialahBanda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue,Sabang,LhokseumawedanLangsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dantsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalahBanda Aceh,Aceh Besar,Aceh Jaya,Aceh Barat,SingkildanSimeulue.Aceh mempunyai kekayaan sumber alam sepertiminyak bumidangas alam. Sumber alam itu terletak diAceh UtaradanAceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaranBukit Barisan, dariKutacane,Aceh Tenggara,Seulawah,Aceh Besar, sampaiUlu MasendiAceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaituTaman Nasional Gunung Leuser(TNGL) juga terdapat diAceh Tenggara.

A. Sejarah Aceh

Pada zaman kekuasaan zamanSultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asalPerancisyang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir baratMinangkabauhinggaPerak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan didunia Baratpadaabad ke-16, termasukInggris,Ottoman, danBelanda.

Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama denganPortugal, lalu sejakabad ke-18denganBritania Raya(Inggris) danBelanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya diKedahdanPulau PinangdiSemenanjung Melayukepada Britania Raya.

Pada tahun1824,Persetujuan Britania-Belandaditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegahPerancisdari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.

1. Kesultanan AcehKesultanan Acehmerupakan kelanjutan dariKesultanan Samudera Pasaiyang hancur padaabad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulauSumateradengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496-1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

2. Perang AcehPerang Acehdimulai sejak Belanda menyatakanperangterhadap Aceh pada26 Maret1873setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada1892dan1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.Dr.Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli yang berpura-pura masuk Islam dariUniversitas Leidenyang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada paraulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun1898,Joannes Benedictus van Heutszdinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya,Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun1903setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh pada tahun1904. Saat itu, Ibukota Aceh telah sepenuhnya direbut Belanda. Namun perlawanan masih terus dilakukan olehPanglima-panglima di pedalaman dan oleh paraUlama Acehsampai akhirnyajepangmasuk dan menggantikan peran belanda.Perang Aceh adalah perang yang paling banyak merugikan pihak belanda sepanjang sejarah penjajahanNusantara.3. BahasaProvinsi Aceh memiliki 13 buah bahasa asli yaitu bahasaAceh,Gayo,Aneuk Jamee,Singkil,Alas,Tamiang,Kluet,Devayan,Sigulai,Pakpak,Haloban,Lekon danNias.4. AgamaSebagian besar penduduk di Aceh menganut agamaIslam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanyasuku Niasyang tidak semuanya memeluk agama Islam.Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agamaKristenyang dianut oleh pendatang sukuBatakdan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersukuHakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi iniSyariat Islamdiberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam.

B. Sejarah dan Pengenalan Kebudayaan AcehAceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan/kenduri. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat delapan sub suku yaitu Suku Aceh, Gayo, Alas, Aneuk Jamee, Simeulu, Kluet, Singkil, dan Tamiang. Kedelapan sub etnis mempunyai budaya yang sangat berbeda antara satu dengan yang lain. Suku Gayo dan Alas merupakan suku yang mendiami dataran tinggi di kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara.

Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah. Sistem kemasyarakatan suku bangsa Aceh, mata pencaharian sebagian besar masyarakat Aceh adalah bertani namun tidak sedikit juga yang berdagang. Sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan.

Agama Islam adalah agama yang paling mendominasi di Aceh oleh karena itu Aceh mendapat julukan Serambi Mekah. Dari struktur masyarakat Aceh dikenal gampong, mukim, nanggroe dan sebagainya. Tetapi pada saat-saat sekarang ini upacara ceremonial yang besar-besaran hanya sebagai simbol sehingga inti dari upacara tersebut tidak tercapai. Pergeseran nilai kebudayaan tersebut terjadi karena penjajahan dan fakttor lainnya.

C. Hakekat sistem budaya Aceh adalah Agama Islam

Syariat Islam adalah Berisi hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik Muslim maupun non Muslim. Sumber: Al-Quran (sumber hukum Islam yang pertama), Hadis (seluruh perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad yang kemudian dijadikan sumber hukum), Ijtihad (untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadis).Oleh sebab itu segala cabang kehidupan: politik, ekonomi, sosial budaya tidak boleh berlawanan dengan ajaran Islam.

D. Sistem Kekerabatan

Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari ayah,ibu dan anak-anak yang belum menikah. Namun bagi anak laki-laki sejak berumur 6 tahun hubungannya dengan orang tua mulai dibatasi. Proses sosialisasi dan enkulturasi lebih banyak berlangsung di luar lingkungan keluarga.

E. Kesenian

Corak kesenian Aceh memang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam, namun telah diolah dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Seni tari yang terkenal dari Aceh antara lain seudati, seudati inong, dan seudati tunang. Seni lain yang dikembangkan adalah seni kaligrafi Arab, seperti yang banyak terlihat pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat, alat upacara, perhiasan, dan sebagainnya. Selain itu berkembang seni sastra dalam bentuk hikayatyang bernafaskan Islam, seperti Hikayat Perang Sabil.

Bentuk-bentuk kesenian Aneuk Jamee berasal dari dua budaya yang berasimilasi. Orang Aneuk Jamee mengenal kesenian seudati, dabus (dabuih), dan ratoh yang memadukan unsur tari, musik, dan seni suara. Selain itu dikenal kaba, yaitu seni bercerita tentang seorang tokoh yang dibumbui dengan dongeng.

Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari saman dan seni teater yang disebut didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian bines, guru didong, dan melengkap (seni berpidato berdasarkan adat), yang juga tidak terlupakan dari masa ke masa.

F. Asimilasi dalam Budaya Aceh

Setiap bangsa mempunyai corak kebudayaan masing-masing. Kekhasan budaya yang dimiliki suatu daerah merupakan cerminan identitas daerah tersebut. Aceh memiliki banyak corak budaya yang khas.

Kebudayaan juga merupakan warisan sosial yang yang hanya dapat dimiliki oleh masyarakat yang mendukungnya. Prof Dr H Aboebakar Atjeh dalam makalahnya pada seminar Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II, Agustus 1972 menulis bahwa pada awalnya adat dan budaya Aceh sangat kental dengan pengaruh Hindu. Ia merujuk pada beberapa buku sebelumnya yang pernah ditulis oleh ahli ketimuran.

Hal itu terjadi karena sebelum Islam masuk ke Aceh, kehidupan masyarakat Aceh sudah dipengaruhi oleh unsur hindu. Setelah Islam masuk unsur-unsur hindu yang bertentangan dengan Islam dihilangkan, namum tradisi yang dinilai tidak menyimpang tetap dipertahankan.

Semua kota-kota hindu tersebut setelah islam kuat di Aceh dihancurkan. Bekas-bekas kerajaan itu masih bisa diperiksa walau sudah tertimbun, seperti di kawasan Paya Seutui, Kecamatan Ulim (perbatasan Ulim dengan Meurah Dua), reruntuhan di Ladong. Bahkan menurut H M Zainuddin, mesjid Indrapuri dibangun diatas reruntuhan candi. Pada tahun 1830, Haji Muhammad, yang lebih dikenal sebagai Tuanku Tambusi juga meruntuhkan candi-candi dan batunya kemudian dimanfaatkan untuk membangun mesjid dan benteng-benteng.

Asimiliasi adat dan budaya itulah kemudian melahirkan budaya adat dan budaya Aceh sebagaimana yang berlaku sekarang. Sebuah ungkapan bijak dalam hadih maja disebutkan, Mate aneuk meupat jeurat, gadoh adat pat tamita. Ungkapan ini bukan hanya sekedar pepatah semata. Tapi juga pernyataan yang berisi penegasan tentang pentingnya melestarikan adat dan budaya sebagai pranata sosial dalam hidup bermayarakat.

Adat dan kebudayaan juga mewariskan sebuah hukum non formal dalam masyarakat, yakni hukum adat yang merupakan hukum pelengkat dari hukum yang berlaku secara umum (hukum positif). Disamping tunduk kepada hukum positif, masyarakat juga terikat dengan hukum dan ketentuan adat.

Aceh memiliki kekhasan tersendiri dalam hukum adat dengan berbagai lembaga adatnya yang sudah ada semenjak zaman kerajaan. Hukum adat tersebut telah disesuaikan dengan filosofi hukum Islam, sehingga sukar dibedakan antara hukum dan adat itu sendiri. Seperti tercermin dalam hadih maja, hukm ngn adat lag zat ngn sifeut, syih han jeut meupisah dua.G. Pola Hidup & Golongan Masyarakat AcehBentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan.Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).

Sedangkan Golongan Masyarakat aceh, pada masa lalu masyarakat Aceh mengenal beberapa lapisan sosial. Di antaranya ada empat golongan masyarakat, yaitu golongan keluarga sultan, golongan uleebalang, golongan ulama, dan golongan rakyat biasa. Golongan keluarga sultan merupakan keturunan bekas sultan-sultan yang pernah berkuasa. Panggilan yang lazim untuk keturunan sultan ini adalah ampon untuk laki-laki, dan cut untuk perempuan. Golongan uleebalang adalah orang-orang keturunan bawahan para sultan yang menguasai daerah-daerah kecil di bawah kerajaan. Biasanya mereka bergelar Teuku. Sedangkan para ulama atau pemuka agama lazim disebut Teungku atau Tengku.

BAB III

FENOMENA PERUBAHAN KEBUDAYAAN DI ACEH

Budaya Aceh yang tidak terlepas dari budaya Islam Aceh sejak Kerajaan Samudera Pasai, yang sempat menjadi pusat penyiaran Islam di Asia Tenggara, kini sedikit demi sedikit mulai bergeser pasca-gempa bumi diikuti tsunami yang meluluh lantakkan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan menewaskan lebih 200.000 jiwa manusia pada 26 Desember 2004. Pergeseran budaya itu, antara lain terlihat di bidang akhlak berpakaian bagi muslimat. Wanita Islam wajib memakai busana yang menutup aurat lengkap dengan jilbab yang menutup kepala hingga di bawah bahunya.

Kalau sebelum bencana itu, masyarakat Aceh tabu melihat wanita berjalan tanpa jilbab yang menutupi kepala hingga ke bahunya, maka pasca-tsunami tampak sudah tidak menjadi tabu lagi. Tak ada orang yang menegur, tak ada orang lagi yang peduli. Muslimat banyak terlihat santai berjalan menelusuri jalan-jalan tanpa memakai jilbab, padahal sebelumnya mereka tampak selalu memakai jilbab di propinsi yang berhukum Syariat Islam sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu. Wanita muslimat pasca-musibah alam itu sudah berani duduk berboncengan di atas sepeda motor yang dikenderai seorang pria yang bukan muhrim tanpa memakai jilbab, seperti yang setiap hari kini tampak di jalan-jalan di ibukota Banda Aceh.

Terlihat sepeda motor dinaiki tiga orang, seorang pria yang mengenderainya dengan dua wanita duduk di belakang. Para wanita itu tidak berjilbab, bahkan kulit punggung dan celana dalamnya terlihat, seperti busana yang kini banyak dipakai kaum perempuan muda Indonesia masa kini. Padahal, hal itu dulu tidak pernah dijumpai di negeri yang menjalankan Syariat Islam itu.Sewaktu Syariat Islam dicanangkan untuk diterapkan di negeri yang terkenal dengan sebutan Serambi Makkah itu, wanita-wanita muslimat serentak menyambut dengan memakai busana muslimat dengan jilbabnya.

Nanggroe (negeri) Aceh Darussalam (wilayah keselamatan) merupakan satu-satunya daerah yang istimewa, karena pemerintah mengesahkan daerah itu sebagai daerah yang dapat menjalankan Syariat Islam, dan masyarakat Aceh yang merindukan syariat tersebut menyambut pelaksanaannya. Tetapi, budaya memakai jilbab itu mulai meluntur, terutama pasca-tsunami yang menghancurkan 15 dari 21 kota di Aceh dan memusnahkan hampir semua rumah penduduknya. Banyak anak menjadi yatim piatu, tak memiliki ayah dan ibu, atau memiliki ayah tak memiliki ibu dan sebaliknya, sanak keluarganya pun mati atau hilang ditelan tsunami.

Kata H.Abdullah, salah seorang tokoh di Aceh, Kalau non-muslim dapat dimengerti, tetapi justru banyak wanita muslimat mulai menanggalkan jilbab, tidak seperti dulu sebelum terjadi gempa bumi dan tsunami dahsyat yang telah menewaskan dan menghilangkan lebih 200 ribu jiwa manusia di Aceh, Rupanya bencana alam yang paling dahsyat terjadi di Indonesia itu tidak membuat orang menjadi takut dan jera, malah kaum wanita kini makin nekat, katanya.

Di restoran-restoran dan toko-toko di Banda Aceh, banyak wanita-wanita muslimat tidak memakai jilbab. Mereka duduk bercengkrama, bersenda gurau seolah-olah tak pernah terjadi bencana alam dahsyat di daerahnya. Imam Masjid Babussalam di Lampaseh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, Basri, menyatakan pula keprihatinannya, karena tidak bisa lagi menerapkan Syariat Islam di bumi Aceh, kawasan yang sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda terkenal kuat memegang prinsip-prinsip Syariat Islam. Kita ingin melaksanakan Syariat Islam, tetapi di pihak lain keadaan tak mendukung pelaksanaan syariat itu, keluh teuku itu. Ia mengakui banyak kemaksiatan terjadi di Aceh dan bencana alam itu merupakan suatu peringatan bagi masyarakat Aceh khususnya dan bagi bangsa Indonesia umumnya dan ini hendaknya menjadi cambuk bagi manusia, agar menjalankan Syariat Islam dengan sungguh-sungguh. Ini adalah murka Allah, karena banyak kemaksiatan yang terjadi di bumi Aceh. Mereka tidak cinta kepada masjid, yang menjadi pusat ibadah bagi umat Islam, katanya.

Sebagian besar wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, hancur, tetapi masjid tetap berdiri tegak, tidak terkena dari amukan dan terkaman tsunami. Hendaknya manusia itu mau tobat kepada Allah sebelum peristiwa yang sama berulang kembali. Kasih tak tampak Selain lunturnya budaya memakai jilbab bagi muslimat itu, Aceh juga dicederai dengan mulai tak tampaknya kasih sayang di kalangan masyarakat Islam di negeri itu.

Dr. H. Bukhari Daud, MEd, tokoh pendidikan di daerah tersebut, mengatakan, kini mulai tak tampak lagi ada kasih sayang di kalangan masyarakat Aceh yang muslim padahal ajaran Islam itu mengajarkan agar orang-orang Islam itu berkasih sayang. Tak ada lagi kasih sayang di antara masyarakat. Bahkan, ada yang sampai hati dan tega memotong jari tangan dan lengan mayat wanita untuk mengambil emas di jari tangan manisnya dan tangannya, katanya.

Ada juga orang mengambil pagar-pagar rumah yang masih bagus, lalu dirusak dan diangkut dengan mobil untuk dijual, padahal itu hak orang lain, tambahnya. Ia menyatakan, prihatin atas perbuatan-perbuatan yang buruk itu, dan meminta agar para pelakunya sadar, tidak melakukan perbuatan dosa itu. Ia meminta, agar seluruh anak negeri (Aceh) menyadari dan mengakaui kekeliruan selama ini. Sesalilah segala kesalahan kita sedalam-dalamnya, kemudian bertaubatlah kepada Allah dengan segala ketulusan hati. Dia berharapkan pula, masyarakat hijrah dari kebiasaan buruk kepada yang baik.

Analisis :

Menurut kelompok kami, mengapa pasca bencana tsunami di Aceh banyak wanita yang melepas kerudung/jilbabnya, dikarenakan kekecewaan yang sulit dikontrol kepada Sang Khalik. Mereka merasa sudah menjalankan syariat agama sebagaimana mestinya, seperti shalat, mengaji, menghindari perbuatan yang dilarang agama, dan lain sebagainya, tapi tempat tinggal mereka tetap ditimpa bencana yang dahsyat. Pasca tsunami, mungkin mereka berpikir, untuk apa menjalankan syariat agama, jika akhirnya ditimpa bencana pula. Selain itu, mereka kehilangan panutan mereka semasa hidup, seperti keluarga, kerabat, dan tokoh ulama setempat yang selalu mengarahkan mereka. Ditambah lagi, budaya luar, terutama budaya barat yang masuk secara perlahan ke dalam wilayah Aceh itu sendiri, menjadikan penduduk setempat lupa akan budaya lama yang sudah lama mereka lakukan. Karena beberapa hal itu, mereka merasa tidak berdaya dan memutuskan untuk melepas penutup aurat mereka, dalam hal ini kerudung/jilbab.

BAB IV

KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan

Aceh adalah salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia paling barat, yang memiliki ragam budaya, kesenian, pola hidup, dan bahasa, dan lain sebagainya. Budaya yang beragam tersebut berasal dari nenek moyang terdahulu, ditambah budaya campuran, yang diadaptasi dari sejarah terdahulu yang pernah dilewati di wilayah Aceh sendiri. Aceh sempat porak-poranda ketika tsunami terjadi pada 26 Desember 2004. Kebudayaan Aceh pun mulai berubah. Aceh dikenal dengan kota serambi mekah, karena selain mayoritas penduduknya memeluk agama islam, peraturan islam pun cukup ketat, dan selalu ditegakkan. Tapi, semakin bertambahnya tahun, berkembangnya budaya, sempat terlihat adanya perubahan dalam budaya berjilbab pada kaum wanita di Aceh. Pasca-tsunami, wanita tanpa jilbab terlihat biasa saja dan tidak aneh. Berbanding terbalik ketika pra-tsunami, dimana wanita tanpa jilbab terlihat aneh di Aceh. Ditambah lagi adanya komunitas punk di Aceh, sebagai ekspresi dalam berkarya, gaya hidup, dan bersosialisasi. Komunitas punk terlihat asing bagi pemerintah kota Aceh dan warga setempat, karena dandanannya yang nyentrik, dan terkesan urakan. Itu semua bertentangan dengan budaya Aceh yang memiliki tingkat kedisiplinan yang cukup tinggi dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Dipetik November 29, 2011, dari http://www.tamanmini.comDipetik November 29, 2011, darihttp://www.tamanmini.com/anjungan/APAnjungan/306730562114/AnjunganNangroe-AcehDipetik November 29, 2011, darihttp://www.tamanmini.com/budaya/BSuku/283228962124/Suku-Bangsa-AcehDipetik November 29, 2011, darihttp://www.tamanmini.com/budaya/BUpacara/323131613123/Upacara-adat-di-AcehDipetik November 29, 2011, dari http://id.wikipedia.org/wiki/AcehDipetik November 7 2011, dari http://acehpedia.org/Budaya_Aceh.Aceh, F. (2007). Pakaian Adat Aceh. Dipetik November 29, 2011, darihttp://www.acehforum.or.id/showthread.php/4894-Pakaian-adat-Aceh/page3Cahyaningsih, I. (2009). Sejarah Rumah Adat Aceh. Dipetik November 29, 2011, darihttp://niynabubu.blogspot.com/2009/11/sejarah-rumah-adat-aceh.html.Indah. (2011). Baju Adat Aceh. Dipetik November 29, 2011, darihttp://carapedia.com/baju_adat_aceh_info247.htmlOgi. (2011). Pola Hidup dan Golongan Masyarakat Aceh. Dipetik November 29, 2011, darihttp://carapedia.com/pola_hidup_golongan_masyarakat_aceh_info526.htmlSalehudin, A. (2008). Rumah Aceh (Rumah Tradisional di Melayu Aceh di Provinsi Aceh).Dipetik November 29, 2011, dari http://asalehudin.wordpress.com/category/rumahadat/Saputra, A. (2008). Sejarah Kebudayaan Aceh. Dipetik November 7, 2011, darihttp://andriansaputra.multiply.com/journal/item/21/SEJARAH_KEBUDAYAAN_ACEHTimphiek. (2009). Asimilasi dalam Budaya Aceh. Dipetik November 7, 2011, darihttp://blog.harian-aceh.com/asimilasi-dalam-budaya-aceh.jspSjah, R . (2005). Budaya Aceh Mulai Bergeser Pasca Tsunami. Dipetik Desember 2, 2011dari HYPERLINK http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama=KolomFeature&id=10 http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama=KolomFeature&id=10

Bottom of Form