Multiple Sklerosis

20
Multiple Sklerosis Blok 17 BAB I PENDAHULUAN Multiple Sklerosis (MS) adalah suatu penyakit yang dipicu oleh berbagai kausa, salah satunya adalah virus serta genetis yang akan menyebabkan perubahan mekanisme system imun di dalam susunan saraf pusat. MS ini terjadi pada onset masa aktif manusia, yakni pada usia 20-50 tahun. Reaksi yang timbul pada multiple sklerosis dapat bermanifestasi menjadi peradangan tipe akut maupun tipe kronik. Penyakit ini ditandai dengan adanya proses kerusakan pada myelin yang kemudain meluas ke daerah substansia alba sususan system saraf pusat (SSP). Penyakit ini bermanifestasi pada beberapa gangguan yakni gangguan sensorik, gangguan penglihatan, disfungsi kandung kemih, sampai dengan gangguan suasana hati. Penyakit ini dapat diketahui dengan melakukan proyeksi mengunakan MRI untuk hasil yang paling akurat, dan dapat diterapi dengan menggunakan berbagai regimen pengobatan, yang nantinya akan dipilih sesuai yang efikasi dan safety-nya paling bagus bagi pasien, serta tersedia dengan memadai. Berikut akan dipaparkan mengenai 1 | Page

description

Penyakit pada medula spinalis substansia alba yang ditandai oleh adanya demielinisasi karena proses autoimun

Transcript of Multiple Sklerosis

Page 1: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

BAB I

PENDAHULUAN

Multiple Sklerosis (MS) adalah suatu penyakit yang dipicu oleh berbagai kausa, salah

satunya adalah virus serta genetis yang akan menyebabkan perubahan mekanisme system

imun di dalam susunan saraf pusat. MS ini terjadi pada onset masa aktif manusia, yakni pada

usia 20-50 tahun. Reaksi yang timbul pada multiple sklerosis dapat bermanifestasi menjadi

peradangan tipe akut maupun tipe kronik. Penyakit ini ditandai dengan adanya proses

kerusakan pada myelin yang kemudain meluas ke daerah substansia alba sususan system saraf

pusat (SSP).

Penyakit ini bermanifestasi pada beberapa gangguan yakni gangguan sensorik,

gangguan penglihatan, disfungsi kandung kemih, sampai dengan gangguan suasana hati.

Penyakit ini dapat diketahui dengan melakukan proyeksi mengunakan MRI untuk hasil yang

paling akurat, dan dapat diterapi dengan menggunakan berbagai regimen pengobatan, yang

nantinya akan dipilih sesuai yang efikasi dan safety-nya paling bagus bagi pasien, serta

tersedia dengan memadai. Berikut akan dipaparkan mengenai penyakit Multiple Sklerosis

secara lebih mendalam mulai dari definisi penyakit, epidemiologi, etiologi dan pathogenesis

terjadinya penyakit, manifestasi klinis yang berdampak pada pasien, pemeriksaan penunjang,

tatalaksana, serta komplikasi dan prognosis pasien apabila mengidap penyakit ini di kemudian

hari.

1 | P a g e

Page 2: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

BAB II

ISI

A. Definisi

Multiple Sclerosis adalah penyakit idiopatik, autoimun dan inflamasi kronik yang

menimbulkan gejala neurodegeneratif akibat degradasi mielin pada serabut saraf di sistem

saraf pusat. Kerusakan ini mengganggu transmisi normal sinyal sepanjnag akson sehingga

menimbulkan berbagai gejala neurologis (Wajda, Sosnoff, 2015;Wingerchuk, Carter, 2014).

B. Epidemologi

Hampir 400.000 individu di Amerika Serikat dan 2,4 juta orang diseluruh dunia

menderita MS. Wanita memiliki resiko 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada laki-laki untuk

terdiagnosis MS dan kebanyakan kasus MS terjadi pada usia antara 20 sampai 50 tahun,

dengan puncaknya pada usia 29 tahun. Merupakan penyebab kecacatan yang paling sering

kedua di usia muda dan penyakit ini merupakan penyakit kronik dengan beban ekonomi yang

tinggi, dengan anggaran total pertahunnya per individu melebihi US$ 50.000, sama dengan

penyakit gagal jantung (Wajda, Sosnoff, 2015;Wingerchuk, Carter, 2014).

C. Etiologi

Penyebab MS belum diketahui. Hal ini diyakini bahwa respon imun yang abnormal

terhadap lingkungan pada orang yang sebelumnya mempunyai bakat genetik (NICE, 2014).

Akan tetapi hal ini melibatkan kombinasi antara faktor genetic dan factor non- genetik seperti

infeksi virus, factor metabolisme atau lingkungan. Kemudian, ini akan menyebabkan

gangguan autoimun dan akan menyerang SSP secara berulang (Marvin M. 2012).

2 | P a g e

Page 3: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

D. Patofisiologi

Awal terjadinya multiple sklerosis terjadinya kerusakan yang menyebabkan

peradangan di sistem saraf pusat. Masih belum diketahui penyebab pastinya, tetapi penelitian

yang lain menunjukkan adanya faktor dari agen genetik, lingkungan dan infeksi yang

mungkin mempengaruhi perkembangan multiple sklerosis. Terdapat respon imunologi yang

mempengaruhi terjadinya multiple sklerosis yang dapat berupa bawaan dan bisa dengan imun

adaptif. Dimana pada respon imun bawaan terjadi pengaktifan reseptor mikroba tertentu yaitu

antigen TLRs yang diikat dengan sitokin yang memodulasi respon imun adaptif. Pada sistem

imun bawaan memainkan peran dalam melakukan inisiasi dan mempengaruhi sel T dan sel B

dalam multiple sklerosis, misalnya ketika sel dendrit menjadi semi matang dan menginduksi

sel T untuk menghasilkan sitokin lalu menghambat IL – 10 atau TGF. Sel T berdiferensiasi

Th 1, Th 2, dan Th 17. Dimana ketika sel T berdiferensiasi ke Th 1 peradangan sudah dimulai

dan sudah mulai menjalar dan reseptor Th 17 mulai memperlihatkan tanda klinis dari multiple

sklerosis baik itu yang akut ataupun kronis ( Loma, R 2011 ).

Multiple Sclerosis ditandai dengan inflamasi kronis, demyelinasi dan gliokis (bekas

luka). Keadaan neuropatologis yang utama adalah reaksi inflamatori, mediasi imune, proses

demyelinasi. Yang beberapa percaya bahwa inilah yang mungkin mendorong virus secara

genetik mudah diterima individu. Diaktifkannya sel T merespon pada lingkungan, (ex:

infeksi). T sel ini dalan hubungannya dengan astrosit, merusak barier darah otak, karena itu

memudahkan masuknya mediator imun ( Jose Sa, M 2012 ).

Faktor ini dikombinasikan dengan hancurnya digodendrosit (sel yang membuat

mielin) hasil dari penurunan pembentukan mielin. Makrofage yang dipilih dan penyebab lain

yang menghancurkan sel. Proses penyakit terdiri dari hilangnya mielin, menghilangnya dari

oligodendrosit, dan poliferasi astrosit. Perubahan ini menghasilkan plak , atau sklerosis

dengan plak yang tersebar. Bermula pada sarung mielin pada neuron diotak dan spinal cord

yang terserang. Cepatnya penyakit ini menghancurkan mielin tetapi serat saraf tidak

dipengaruhi dan impulsif saraf akan tetap terhubung. Pada poin ini klien dapat komplain

(melaporkan) adanya fungsi yang merugikan (ex : kelemahan) ( Jose Sa, M 2012 ).

3 | P a g e

Page 4: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

Bagaimanapaun mielin dapat beregenerasi dan hilangnya gejala menghasilkan

pengurangan. Sebagai peningkatan penyakit, mielin secara total robek/rusak dan akson

menjadi ruwet. Mielin ditempatkan kembali oleh jaringan pada bekas luka, dengan bentuk

yang sulit, plak sklerotik, tanpa mielin impuls saraf menjadi lambat, dan dengan adanya

kehancuranpada saraf, axone, impuls secara total tertutup, sebagai hasil dari hilangnya fungsi

secara permanen. Pada banyak luka kronik, demylination dilanjutkan dengan penurunan

fungsisaraf secara progresif ( Jose Sa, M 2012 ).

E. Manifestasi Klinis: (Wilson LM, Price SA, 2012)

1. Gangguan sensorik

Parestesia (baal, perasaan geli, perasaan mati, tertusuk-tusuk jarum dan peniti)

mungkin berbeda-beda tingkatannya dari hari ke hari. Jika lesi terdapat pada

kolumna posterior medulla spinalis servikalis, fleksi leher menyebabkan sensasi

seperti syok yang berjalan ke bawah medulla spinalis (tanda Lhermitte)

2. Gangguan penglihatan

Sejumlah besar pasien menderita gangguan penglihatan sebagai gejala-gejala

awal. Dapat terjadi kekaburan penglihatan, lapang pandang yang abnormal dengan

bintik buta (skotoma) baik pada satu maupun pada kedua mata. Salah satu mata

mungkin mengalami kebutaan total selama beberapa jam sampai beberapa hari.

Gangguan-gangguan visual ini mungkin diakibatkan oleh neuritis saraf optikus.

Selain itu, juga ditemukan diplopia akibat lesi pada batang otak yang menyerang

nukleus atau serabut-serabut traktus dari otot-otot ekstraokular dan nistagmus

3. Kelemahan spastik anggota gerak

Keluhan yang sering didapatkan adalah kelemahan satu anggota gerak pada

satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak. Pasien

mungkin mengeluh merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu

berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolannya kurang

sekali. Pasien dapat mengeluh tungkainya kadang-kadang seakan–akan meloncat

secara spontan terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur. Keadaan spatis

yang lebih berat disertai dengan spame otot yang nyeri. Refleks tendon mungkin

hiperaktif dan refleks-refleks abdominal tidak ada. Respons plantar berupa

4 | P a g e

Page 5: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

ekstensor (tanda Babinski). Tanda-tanda ini merupakan indikasi terserangnya

lintasan kortikospinal

4. Tanda-tanda serebelum

Gejala-gejala lain yang juga sering ditemukan adalah nistagmus (gerakan

osilasi bola mata yang cepat dalam arah horisontal atau vertikal) dan ataksia

serebelar dimanifestasikan oleh gerakan-gerakan volunter, intention tremor,

gangguan keseimbangan dan disartria (bicara dengan kata terputus-putus menjadi

suku-suku kata dan tersendat-sendat

5. Disfungsi kandung kemih

Lesi pada traktus kortikospinalis seringkali menimbulkan gangguan pengaturan

sfingter sehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan

berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spastis. Kecuali itu juga timbul

retensi akut dan inkontinensia

6. Gangguan suasana hati

Banyak mengalami suatu perasaan senang yang tidak realistic atau disebu

teuforia. Hal ini diduga disebabkan terserangnya substansia alba lobus frontalis.

Tanda lain gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan demensia.

F. Penegakkan Diagnosis

Mielin adalah zat lemak yang melapisi akson pada SSP dan memiliki efek isolator

memungkinkan impuls listrik untuk bergerak lebih cepat. Kerusakan myelin menyebabkan

perpindahan informasi terganggu sepanjang akson. Di MS, bercak peradangan dapat terjadi di

mielin, hal ini dapat mengakibatkan myelin itu sendiri menjadi rusak. Jika peradangan luas,

dapat meninggalkan bekas luka atau lesi. Lesi ini dapat muncul di banyak lokasi di seluruh

SSP. Demielinasi terjadi ketika mielin di sekitar akson memburuk dan hilang. Ada juga yang

menunjukkan bahwa akson itu sendiri menjadi rusak dimana hilangnya akson merupakan

penyebab gangguan. Setelah hilang, akson tidak pernah bisa regenerasi dan ini dianggap

untuk memperhitungkan ketidakmampuan progresif yang sering menjadi bagian dari kondisi

tersebut. Kerugian aksonal sekarang diyakini terjadi lebih awal pada penyakit itu. MS dapat

mempengaruhi setiap bagian dari system saraf pusat, sehingga menimbulkan berbagai gejala

5 | P a g e

Page 6: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

fisik dan kadang-kadang gejala kognitif. Onset MS jarang terjadi sebelum pubertas dan

biasanya dalam kehidupan dewasa awal. Insiden onset naik selama 20-an, mencapai

puncaknya pada akhir20-an dan awal 30-an. Gejala awal adalah kebanyakan umum, gangguan

penglihatan, termasuk nyeri sekitar mata, kabur atau penglihatan ganda, masalah sensorik,

kelemahan, mati rasa, gangguan keseimbangan dan kelelahan. (Bloch et al, 2011)

Pada 85% dari orang mengalami onset gejala awal yang dikenal sebagai sindrom

klinis terisolasi (CIS). Peristiwa ini didefinisikan sebagai episode pertama individu dari gejala

neurologis yang berlangsung setidaknya 24 jam. Kerusakan mungkin mengakibatkan gejala

tunggal (misalnya optik neuritis) atau multifocal ketika beberapa gejala mungkin dialami

(misalnya masalah ketiadaan koordinasi dan kandung kemih). Tidak semua orang yang

mengalami CIS akan menjadi MS. Namun, jika temuan MRI menunjukkan lesi otak yang

menunjukkan MS maka kemungkinan memiliki gejala lanjut dan diagnosis pasti dari MS

cukup tinggi. (Bloch et al, 2011)

Diagnosis pasti MS didasarkan pada bukti obyektif lesi, yaitu kambuh dan remisi

gejala yang mempengaruhi setidaknya dua wilayah yang terpisah dari otak atau sumsum

tulang belakang. MS bisa sulit untuk didiagnosa karena tidak ada tes tunggal, atau fitur klinis

yang eksklusif untuk kondisi, dan penyebab lain yang mungkin harus dihilangkan. Ada

kriteria yang telah ditetapkan yang harus dipenuhi untuk secara positif mengidentifikasi MS.

Ini dikenal sebagai 'Kriteria McDonald' dan relevan dalam diagnosis MS. Revisi kriteria ini

pada tahun 2010 memungkinkan untuk diagnosis awal dari MS. (Bloch et al, 2011)

Ada tiga pemeriksaan utama, semua atau sebagian dari yang dapat dilakukan saat MS

diduga meskipun tidak ada yang 100% meyakinkan tanpa mendukung bukti klinis dan riwayat

klinis yang kuat. Pemeriksaan itu adalah (Bloch et al, 2011) :

• Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI adalah investigasi yang paling sensitive dengan kemampuan untuk menyoroti

area demielinisasi aktif dan non-aktif. MRI menciptakan gambar dengan menggunakan medan

magnet dan gelombang radio untuk memantau atom hydrogen dalam tubuh. Senyawa kimia

terbentuk dari bekas luka yang disebabkan oleh MS artinya bahwa itu terlihat sebagai bercak

6 | P a g e

Page 7: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

putih pada gambar MRI, memberikan gambaran yang sangat jelas tentang efek MS pada otak

dan sumsum tulang belakang

• Tes neurofisiologis

Tes yang paling umum adalah membangkitkan potensi visual (VEP). Tes Visual

melibatkan menonton layar televisi yang mempunyai kotak hitam dan putih. Elektroda

ditempatkan di atas korteks visual dan computer menganalisis sinyal visual diterima dari

televisi. Lamanya waktu yang dibutuhkan sinyal untuk meninggalkan televise dan mencapai

korteks visual diketahui dan dengan demikian penundaan dalam transmisi sinyal dapat

diidentifikasi. Keterlambatan tersebut mungkin menjadi indikasi kerusakan akibat lesi MS.

• Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF)

Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) yang digunakan untuk menjadi bantuan

diagnostic penting tetapi peningkatan penggunaan MRI telah mengurangi kebutuhan untuk

prosedur invasive ini. Cairan diambil dari sumsum tulang belakang dengan cara pungsi

lumbal. Sampel CSF dianalisis dengan elektroforesis untuk tingkat protein dan jumlah

leukosit. Sekitar 80% dari penderita MS memiliki indeks IgG tinggi indeks ataui

munoglobulin oligoclonal band yang ada dalam cairan tulang belakang tetapi tidak dalam

serum, menunjukkan peradangan dan gangguan imunologi.

G. Tatalaksana

- Fingolimod

Terapi multiple sklerosis telah mengalami pergeseran, terapi first line MS sebelum

fingolimod diresmikan adalah IFN beta. Setelah dibandingkan, data-data mengindikasikan

bahwa pada 12 bulan, rerata jumlah lesi T1 yang diperkuat gadolinium secara bermakna lebih

rendah pada pasien yang diterapi dengan fingolimod (0,5 mg) dibandingkan dengan pasien

yang menggunakan interferon β-1a secara intramuskular, yaitu 0,2 berbanding 0,5 (p<0,001).

Efek fingolimod (0,5 mg) dibandingkan dengan plasebo pada pemberian selama 24 bulan juga

berbeda bermakna, yaitu sebesar 0,2 berbanding 1,1 (p<0,001) (Groves et al, 2013).

Fingolimod adalah preparat oral yang berfungsi untuk memodulasi reseptor

sphingosine 1-posphate (S1P) dan telah disetujui sebagai pengobatan Multiple Sklerosis oleh

7 | P a g e

Page 8: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

Amerika Utara pada tahun 2010 dan Eropa pada tahun 2011. Fingolimod ini akan

terfosforilasi oleh spingosin kinase menjadi bentuk aktifnya, yang nantinya bentuk aktifnya

ini akan berikatan dengan S1PR (reseptor S1P) (Groves et al, 2013). S1P yang terkandung

dalam fingolimod nantinya akan menempati reseptor yang berada pada oligodendrosit,

astrosit, neurin dan microglia. Namun, pada pasien dengan MS, mereka hanya memiliki

sedikit spingomyelin dimana spingomyelin ini merupakan derivate dari spingosin endogen

dan S1P pada substansia alba. Ikatan antara S1PR yang diinduksi oleh fingolimode dengan

S1P akan menyebabkan jumlah reseptor akan berkurang pada permukaan sel. Hal ini

menyebabkan kadar limfosit dalam serum dan CSF akan menurun dan menurunkan resiko

kejadian inflamasi yang diketahui sebagai pathogenesis utama terjadinya MS. Fingolimod

juga dapat menurunkan progresifitas terjadinya EAE atau experimental autoimmune

encephalomyelitis pada hewan coba (Fox EJ, Rhoades R, 2012).

- Alemtuzumab

Alemtuzumab adalah antibodi monoklonal manusia yang antagonis terhadap CD52,

sebuah glikoprotein yang ditemukan pada permukaan limfosit dan monosit. Pada hewan coba,

pemberian alemtuzumab menurunkan limfosit darah perifer mencit, tanpa disertai kerusakan

organ limfoid. Kelebihan penggunaan obat ini dibandingkan interferon beta 1A adalah

alemtuzumab secara signifikan dapat menurunkan angka kejadian remiten-relaps MS

dibandingkan IFB B1A. Namun, alemtuzumab juga memiliki kelemahan berupa kejadian

infeksi yang lebih sering terjadi pada penggunaan alemtuzumab dibandingkan IFNB1A

(interferon beta 1A), hal lini diduga karena potensiasi alemtuzumab untuk mereduksi jumlah

limfosit lebih kuat dibandingkan IFNB1A (Fox EJ, Rhoades R, 2012).

- BG 12 (dimethyl fumarate)

BG 12 adalah suatu ester asam fumarat dengan fungsi imunomodulator. BG-12

terutama NF E2 related factor 2 yang dihasilkannya dapat menurunkan jumlah leukosit yang

melewati sawar darah otak dan bersifat neuroprotektif dengan mengandalkan mekanisme

antioksidan. Monomotil fumarat, suatu senyawa aktif BG-12 diteliti dapat memproteksi

neuron dan astrosit dari proses kematian sel yang diinduksi oleh hydrogen peroksida (Groves

et al, 2013).

8 | P a g e

Page 9: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

- Terifluonamid

Terifluonamid adalah dihidroorat dehidrogenase inhibitor, sebuah protein esensial yang

berasal dari membrane mitokrondria yang berfungsi memblok sistesis pirimidin agar tidak

terbentuk sel T dan sel B yang autoreaktif. Dosis pemberian obat yang sudah dicoba ke

manusia adalah 7-14 mg/hari, dengan efikasi dalam menurunkan jumkah T2 pada dosis 7 mg

sebesar 39,4 % dan dosis 14 mg sebesar 67,4 % (Groves et al, 2013).

H. Prognosis dan Komplikasi

Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien MS antara lain (Ajami, 2014):

1. Depresi

2. Kesulitan dalam menelan

3. Kesulitan berppikir dan berkonsentrasi

4. Hilang dan menurunnya kemampuan merawat diri sendiri

5. Membutuhkan kateter

6. Osteoporosis

7. Infeksi saluran kemih

Prognosis

Jika tidak diobati, lebih dari 30% pasien dengan MS akan memiliki cacat fisik yang

signifikan dalam waktu 20-25 tahun setelah onset. Kurang dari 5-10% dari pasien memiliki

fenotipe MS klinis ringan, di mana tidak ada cacat fisik yang signifikan terakumulasi

meskipun berlalu beberapa dekade setelah onset (kadang-kadang terlepas dari lesi baru

yang terlihat pada MRI). Pemeriksaan rinci dalam banyak kasus, mengungkapkan beberapa

tingkat kerusakan kognitif (Schreiber, 2015).

Pasien laki-laki dengan MS progresif primer memiliki prognosis terburuk, dengan

respon yang kurang menguntungkan untuk pengobatan dan cepat menimbulkan kecacatan.

Insiden yang lebih tinggi dari lesi sumsum tulang belakang di MS progresif primer juga

merupakan faktor dalam perkembangan pesat dari kecacatan (Dong, 2014; Ajami 2014).

Harapan hidup dipersingkat hanya sedikit pada orang dengan MS, dan tingkat

kelangsungan hidup terkait dengan kecacatan. Kematian biasanya terjadi akibat komplikasi

9 | P a g e

Page 10: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

sekunder (50-66%), seperti penyebab paru atau ginjal, tetapi juga dapat disebabkan oleh

komplikasi utama, bunuh diri, dan menyebabkan tidak berhubungan dengan MS. Marburg

varian dari MS adalah bentuk akut dan klinis fulminan penyakit yang dapat menyebabkan

koma atau kematian dalam beberapa hari (Ajami, 2014).

10 | P a g e

Page 11: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

BAB III

PENUTUP

Dapat disimpulkan bahwa multiple sklerosis adalah penyakit yang menyerang

lapisan myelin aksonal yang diakibatkan oleh multifaktorial, meliputi infeksi, genetic,

maupun idiopatik. Penyakit ini menyerang usia produktif 20-50 tahun, dengan prognosis

dubia et malam jika tidak diobati secara langsung, yang akan berakibat pada kecacatan

pada 30% kasus. Terapi Multiple Sklerosis pun telah mengalami perkembangan dari

awalnya memakai IFN beta menjadi fingolimod yang efikasinya lebih tinggi dan lebih

efektif. Kompliaksi tersering dari penyakit ini adalah depresi, maka dari itu, selain

pengobatak farmakologi, juga penting dilakukan penerapan terapi non farmakologi seperti

dukungan keluarga yang dapat menimbulkan kondisi yang kondusif bagi penyembuhan

pasien.

11 | P a g e

Page 12: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

DAFTAR PUSTAKA

Ajami, S., Ahmadi, G., & Etemadifar, M. (2014). The role of information system in multiple

sclerosis management. Journal of Research in Medical Sciences : The Official Journal

of Isfahan University of Medical Sciences, 19(12), 1175–1184

Bloch S, et al. 2011. Multiple Sclerosis Information for Health and Social Care Professionals.

http://www.mstrust.org.uk/downloads/ms-info-health-professionals.pdf.

Dong, G., Zhang, N., Wu, Z., Liu, Y., & Wang, L. (2015). Multiple Sclerosis Increases

Fracture Risk: A Meta-Analysis. BioMed Research International, 2015, 650138.

doi:10.1155/2015/650138

Fox J.R., Rhoades R.W.2012. New Treatments and Treatment Goals for Patients with

Relapsing-Remitting Multiple Sclerosis. Journal of Current Opinion Neurology.

Accessed at April, 8ty 2015. Available on

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22398660

Groves, A., Kihara, Y., Chun, Y.2013. Fingolimod: Direct CNS effects of sphingosine 1-

phosphate (S1P) receptor modulation and implications in multiple sclerosis therapy.

Journal of Neurological Sciences 328: 9–18. at April, 8ty 2015. Available on

http://www.ebi.ac.uk/chebi/searchId.do?chebiId=CHEBI:63115Upasana Ranga &

Senthil Kumar Aiyappan. 2014. Brown-Séquard syndrome. http://www.ijmr.org.in

Marvin M. Goldenberg, 2012. Multiple Sclerosis Review. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3351877/

Maria José Sá. 2012. Physiopathology of symptoms and signs in multiple sclerosis. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22990733

NICE. 2014. Multiple sclerosis management of multiple sclerosis in primary and secondary care. http://www.nice.org.uk/guidance/cg186/resources/guidance-multiple-sclerosis-pdf

Ropper AH, Samuels MA, 2009, Adams and Victor’s Principles of Neurology. New York:

McGraw-Hill

12 | P a g e

Page 13: Multiple Sklerosis

Multiple Sklerosis Blok 17

Schreiber, H., Lang, M., Kiltz, K., & Lang, C. (2015). Is Personality Profile a Relevant

Determinant of Fatigue in Multiple Sclerosis? Frontiers in Neurology, 6, 2.

doi:10.3389/fneur.2015.00002

Wajda DA, Sosnoff JJ, 2015. Cognitive-Motor Interference in Multiple Sclerosis: A

Systematic Review of Evidance, Correlates, and Consequences. Hindawi Publishing

Corporation BioMEd REsearch International. 2015 : 1-8

Wilson LM, Price SA, 2012. PatofisiologiKonsepKlinis Proses-proses Penyakied 6, Jakarta :

EGC

Wingerchuk DM, Carter JL, 2014. Multiple Sclerosis : Current and Emerging Disease-

Modifying Therapies and Treatment Strategies. Mayo Clin Proc. 2014 : 225-240

13 | P a g e