MTE kesurupan
-
Upload
putriyuriandiniyulsam -
Category
Documents
-
view
25 -
download
1
description
Transcript of MTE kesurupan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan fenomena psikologis saat ini semakin berkembang. Salah satunya
adalah fenomena kesurupan. Saat ini kesurupan merupakan hal yang biasa di kalangan
masyarakat Indonesia. Melihat prevalensinya, Kesurupan atau Dissociative Trance Disorder
(DTD) lebih banyak dijumpai pada negara-negara berkembang seperti Indonesia dan India,
dimana kedua negara ini mempunyai karakteristik kultur dan budaya yang hampir sama.
Studi epidemiologi kesurupan telah dilaporkan berhubungan dengan krisis sosial di
masyarakat (Luh Ketut Suryani, 2006). Dengan begitu banyaknya pemberitaan mengenai
kesurupan kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan fenomena tersebut, di mana
fenomena kesurupan sering kali dan bahkan selalu dikaitkan dengan adanya gangguan dari
roh-roh halus yang mengambil alih tubuh korban selama beberapa waktu dan membuat
korban tidak sadar akan apa yang ia perbuat. Tidak dapat dipungkiri memang masyarakat
masih banyak yang lebih percaya bahwa kesurupan merupakan peristiwa ghaib daripada
ilmiah (Joyanna,2006). Tentunya paham seperti ini merupakan paham tradisional yang
ada,diturunkan dan berkembang dalam masyarakat kita.
Dalam tinjauan medis, Kesurupan atau Dissociative Trance Disorder (DTD)
merupakan penyakit dan bukan sesuatu yang berbau mistis seperti yang banyak dipercayai
oleh masyarakat. Dunia kedokteran, khususnya psikiatri, mengakui fenomena kesurupan
sebagai suatu kondisi yang ditandai oleh perubahan identitas pribadi. Banyak orang
mengatakan kesurupan disebabkan oleh suatu roh atau kekuatan, namun dalam dunia
medis hal-hal seperti itu tidaklah dikenal.
Menurut pendapat para ahli di bidang psikologi dan psikiatri kesurupan disebabkan
oleh reaksi kejiwaan yang dinamakan reaksi disosiasi. Reaksi yang mengakibatkan hilangnya
kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya itu, yang disebabkan adanya
tekanan fisik maupun mental. Pada dasarnya, orang yang mengalami kesurupan masuk
kedalam keadaan trans dimana dirinya berada dalam level ketidaksadaran bukan pada
kesadaran. Dalam level ketidaksadaran, seseorang secara spontan merespon segala sesuatu
stimulus yang muncul di sekitarnya. Sehingga mengakibatkan mengeluarkan simptom-
simptom yang diluar akal sehat. Hal ini yang menjelaskan bahwa pada saat seseorang
mengalami kesurupan, memungkinkan menggumam hal-hal yang aneh. Perilaku aneh yang
muncul merupakan manifes dari trauma yang ditekan oleh ego dalam bawah sadar
seseorang.
Di Indonesia angka kejadian kesurupan terdengar lebih sering dialami oleh para
siswa sekolahan, pada masa ini remaja sedang mengalami masa storm dan stres, yang
berarti remaja-remaja pada fase ini sangat mudah terpengaruhi oleh lingkungan sosial yang
berdampak dengan tidak adanya pertahan diri sendiri yang baik. Pada masa ini juga para
remaja sangat mudah mengalami masalah psikis bila kurangnya dukungan dari orang
terdekatnya seperti orang tua, kakak, teman dan guru, tak heran bila para siswa sekolahan
tergolong dalam orang-orang yang rentan terkena gangguan trance dan possesion.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan Meet the Expert (MTE) ini bertujuan untuk memahami serta menambah
pengetahuan tentang Kesurupan (Dissociative Trance Disorder).
1.3 Batasan Masalah
Pada Meet The Expert (MTE) ini akan dibahas tentang Kesurupan (Dissociative
Trance Disorder, Sejarah, Epidemiologi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Perjalanan
Penyakit, Penatalaksanaan, dan prognosis.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan MTE ini menggunakan berbagai sumber kepustakaan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Dalam PPDGJ III, gangguan kesurupan dimasukkan ke dalam kelompok gangguan
disosiasi, yang dinamakan Gangguan Trance Disosiatif yaitu suatu keadaan kesadaran yang
berubah (Trance) dimana kesadaran berkurang atau secara selektif terfokus pada stimulus-
stimulus tertentu, atau kepercayaan diri kita diambil alih oleh seseorang. Dissociative Trance
Disorder (DTD) dapat terjadi secara perorangan atau bersama-sama, saling mempengaruhi,
dan tidak jarang menimbulkan kepanikan bagi lingkungannya (hysteria massa)
Kesurupan atau possession and trance adalah gangguan yang ditandai dengan
adanya gejala utama kehilangan sebagian atau seluruh integrasi normal di bawah kendali
kesadaran antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan
segera, serta kontrol terhadap gerakan tubuh.
Trance yang disebut juga twilight state adalah suatu keadaan yang
ditandai oleh perubahan kesadaran atau hilangnya penginderaan dari identitas
diri dengan atau tanpa suatu identitas alternative (DSM IV).
2.2. Sejarah
Trance sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno dan digunakan sebagai suatu cara
pengobatan penyakit fisik dan mental. Pada masyarakat Mesir Kuno terdapat kuil lelap
(temple sleep) tempat orang meminta kesembuhan dengan cara memasuki
keadaan trans yang dibimbing oleh para imam. Kuil ini juga terdapat di Yunani yang
terdapat di Delphi. Pada masyarakat modern identifikasikan sebagai hipnosis pertama kali
oleh Anton Mesmer pada abad 18 dikenal dengan sebutan “magnetism” dan
“Mesmerisme”. Istilah hipnosis diperkenalkan pertama kali oleh James Braid dan digunakan
dalam pengobatan gangguan psikosomatik.
Disosiasi adalah terpecahnya aktivitas mental yang spesifik dari sisa
kesadaran normal, seperti terpecahnya pikiran atau perasaan dari perilaku (misalnya,
ketika kita bosan mengikuti kuliah, kita melamun dan ketika kuliah usai ternyata catatan
kuliah tetap lengkap tanpa menyadari bahwa kita telah melakukan hal itu. Gangguan
disosiatif menunjukkan disosiasi berat yang mengakibatkan timbulnya gejala-gejala
3
yang berbeda dan bermakna dan mengganggu fungsi seseorang. Gangguan tersebut cukup
lazim terjadi, khususnya timbul pada orang yang masa kanak-kanaknya mengalami
kekerasan fisik atau seksual dan sering timbul dalam bentuk komorbiditas dengan
depresi mayor, gangguan somatisasi, gangguan stress pasca trauma, penyalahgunaan
zat, gangguan kepribadian ambang, gangguan konduksi dan gangguan kepribadian
antisosial. Hal yang paling umum terlihat pada gangguan disosiatif adalah adanya kehilangan
sebagian atau seluruh dari integrasi normal antara ingatan masa lalu, kesadaran akan
identitas dan penghayatan dan kendali terhadap gerakan tubuh.
2.3 Epidemiologi
Menurut laporan Eastern Journal of Medicine, kasusnya lebih banyak dijumpai di
Negara dunia ketiga dan Negara-negara bagian timur daripada bagian barat. Di India yang
kultur dan budayanya mirip Indonesia, kesurupan merupakan bentuk disosiasi yang paling
sering ditemukan. Angka kejadiannya kurang lebih 1 – 4 % dari populasi umum.
Kondisi trans biasanya terjadi pada perempuan dan seringkali dihubungkan dengan
stress atau trauma (Barlow & Durand, 2002:177). Hal ini terbukti dari kasus-kasus yang
terjadi sebagian besar adalah perempuan. Berdasarkan usia, sebagian besar korban
kesurupan berusia remaja dan dewasa muda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
mereka yang berisiko untuk terjadinya gangguan disosiasi adalah perempuan usia remaja
atau dewasa muda yang mudah dipengaruhi. Barlow & Durand (2002 : 174) menyatakan,
ketika individu merasa terlepas dari dirinya atau seolah-olah ia seperti bermimpi, maka
dapat dikatakan ia memiliki pengalaman disosiatif. Kemungkinan besar disosiasi terjadi
setelah kejadian-kejadian yang membuat individu sangat stress. Mungkin juga terjadi ketika
psikis seseorang melemah atau mengalami tekanan mental. Anak-anak dapat mengalami
periode berulang setelah penyiksaan fisik atau trauma (Kaplan dan Saddock, 2010).
Kesurupan masal yang belakangan ini sering sekali terjadi sebenarnya pada awalnya
merupakan kesurupan individual dan kemudian berubah menjadi masal dikarenakan orang
lain yang melihat peristiwa tersebut menjadi tersugesti. Kesurupan individual yang terjadi
muncul sebagai reaksi atas apa yang sedang dirasakan oleh individu sebelum proses
kesurupan itu terjadi.
2.4 Etiologi
4
Etiologi dari gangguan disosiasi ini diduga terkait dengan kondisi psikologis yang
tertekan. Menurut The American Psychiatric Publishing Textbook of Psychiatry, 5th Edition
antara lain:
Memiliki karakter cemas dan takut, karakter histerik
Keinginan untuk menarik diri dari pengalaman yang menyakitkan secara
emosional
Konflik antar pribadi, kondisi subyektif yang berarti, penyakit, dan kematian
individu atau bermimpi dari individu almarhum
Depresi
Berbagai stessor dan factor pribadi seperti financial, perkawinan, pekerjaan,
peperangan, dan agama.
Riwayat penyalahgunaan zat
2.5 Patofisiologi Kesurupan
Dalam keadaan kesehatan mental, seseorang memiliki perasaan diri (sense of self)
yang utuh sebagai manusia dengan kepribadian dasar yang tunggal. Kesehatan mental
merupakan modal utama kehidupan seorang manusia. Tanpa mental yang sehat, seorang
manusia tidak dapat melaksanakan tugas kemanusiaannya dengan baik. Manusia yang sehat
tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga sehat secara psikis. Bebas dari gangguan adalah
indikasi manusia yang bermental sehat. Ada berbagai macam gangguan mental (mental
disorder), salah satunya adalah gangguan trans disosiatif (dissociative trance disorder).
Dalam masyarakat fenomena disosiatif dikenal dengan istilah kesurupan. Kesurupan
dipercaya oleh masyarakat sebagai suatu keadaan yang terjadi bila roh yang lain memasuki
seseorang dan menguasainya sehingga orang itu menjadi lain dalam hal bicara, perilaku dan
sifatnya. Perilakunya menjadi seperti ada kepribadian lain yang ‘memasukinya’. Maramis
menyebutnya sebagai suatu mekanisme disosiasi yang dapat menimbulkan kepribadian
ganda (multiple personality) dan gangguan identitas disosiasi (dissociative identity disorder).
Kaplan & Sadock menyatakan bahwa disfungsi utama pada disosiatif adalah
kehilangan keutuhan keadaan kesadaran sehingga orang merasa tidak memiliki identitas
atau mengalami kebingungan terhadap identitasnya sendiri atau memiliki identitas
berganda.
5
Ditinjau dari sistem saraf, kesurupan adalah fenomena serangan terhadap sistem
limbik yang sebagian besar mengatur emosi, tindakan dan perilaku. Sistem limbik sangat
luas dan mencakup berbagai bagian di berbagai lobus otak. Dengan terganggunya emosi dan
beratnya tekanan akibat kesulitan hidup, timbullah rangsangan yang akan memengaruhi
sistem limbik. Akhirnya, terjadilah kekacauan dari zat pengantar rangsang saraf atau
neurotransmitter. Zat penghantar rangsang saraf yang keluar mungkin norepinephrin atau
juga serotonin yang menyebabkan perubahan perilaku atau sebaliknya.
Kesurupan dalam psikologi dikenal dengan istilah fenomena disosiatif yang diartikan
sebagai keadaan psikologis yang terjadi karena suatu perubahan dalam fungsi self (identitas,
memori atau kesadaran). Kondisi ini bisa terjadi secara tiba tiba atau secara bertahap,
bersifat sementara atau kronis. Menurut Suryaningrum, fenomena disosiasi ini mengacu
pada kondisi trans disosiatif. Trans disosiatif adalah perubahan yang bersifat temporer
dalam hal kesadarannya atau lemah/hilangnya perasaan identitas diri (sense of personal
identity) tanpa kemunculan identitas baru. Dalam kondisi trans, hilangnya identitas tidak
berhubungan dengan munculnya identitas baru dan tindakan yang dimunculkan selama
kondisi trans umumnya tidak kompleks (misalnya kejang-kejang, berguling-guling, terjatuh).
Menurut Hawari, kesurupan adalah reaksi kejiwaaan yang dinamakan reaksi disosiasi
(dissociative reactions). Reaksi itu mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk menyadari
realitas sekitarnya, disebabkan tekanan fisik maupun mental. Reaksi disosiasi ini menimpa
mereka yang jiwanya labil ditambah dalam kondisi yang membuatnya tertekan. Stress yang
bertumpuk ditambah pemicu memungkinkan reaksi yang dikendalikan alam bawah sadar ini
3 muncul ke permukaan, sehingga seseorang yang mengalami stress berat, maka ia sangat
mudah sekali akan mengalami trans disosiasi.
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala beberapa waktu sebelum kesurupan antara lain kepala terasa berat,
badan dan kedua kaki lemas, penglihatan kabur, badan terasa ringan, dan ngantuk.
Perubahan ini biasanya masih disadari oleh subjek, tetapi setelah itu ia tiba-tiba tidak
mampu mengendalikan dirinya. Melakukan sesuatu di luar kemampuan dan beberapa di
antaranya merasakan seperti ada kekuatan di luar yang mengendalikan dirinya. Mereka
yang mengalami kesurupan merasakan bahwa dirinya bukanlah dirinya lagi, tetapi ada suatu
6
kekuatan yang mengendalikan dari luar. Keadaan saat kesurupan ada yang menyadari
sepenuhnya, ada yang menyadari sebagian, dan ada pula yang tidak menyadari sama sekali.
Dalam keadaan kesurupan korban melakukan gerakan-gerakan yang terjadi secara otomatis,
tidak ada beban mental, dan tercetus dengan bebas. Saat itu merupakan kesempatan untuk
mengekspresikan hal-hal yang terpendam melalui jeritan, teriakan, gerakan menari seperti
keadaan hipnotis diri.
Perjalanannya biasanya episodik, dengan durasi variabel episode akut dari menit ke
jam. Telah dilaporkan bahwa selama keadaan kesurupan, individu mungkin memiliki
ambang nyeri yang meningkat, dapat mengkonsumsi bahan yang tidak biasa dimakan
(misalnya kaca), dan mungkin mengalami peningkatan kekuatan otot. Gejala-gejala
kesurupan patologis dapat meningkat atau berkurang dalam respon terhadap isyarat
lingkungan dan pertolongan dari orang lain.
Frigerio menyatakan, ada tiga stadium yang dialami orang kesurupan, antara lain
sebagai berikut:
1. Pertama, irradiation (subjek tetap menyadari dirinya tetapi ada perubahan yang
dirasakan pada tubuhnya.
2. Kedua being diside, subjek berada dalam dua keadaan yang berbeda, namun ada
sebagian yang dialaminya disadarinya.
3. Stadium ketiga disebut stadium incorporation, subjek sepenuhnya dikuasai oleh yang
memasukinya dan semua keadaan yang dialami tidak diingatnya.
2.7 Diagnosis
1. Menurut kriteria PPDGJ-III
Pada Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-III), Gangguan
Trans dan Kesurupan dimasukkan dalam kelompok Gangguan disosiatif (konversi)
dengan pedoman diagnostik sebagai berikut:
• Gangguan ini menunjukkan kehilangan sementara aspek penghayatan akan
identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya; dalam beberapa kejadian,
individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan
gaib, malaikat, atau ’kekuatan lain’.
7
• Hanya gangguan Trans yang ’involunter’ (di luar kemauan individu) dan bukan
merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan
ataupun budaya yang boleh dimasukkan dalam pengertian ini.
• Tidak ada penyebab organik (misalnya epilepsi lobus temporalis, cedera kepala,
intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu (misalnya
skizofrenia, gangguan kepribadian multipel) .
2. Menurut kriteria DSM IV
a. Salah satu (1) atau (2):
(1) Trance, yaitu, perubahan sementara yang jelas pada keadaan kesadaran dan
hilangnya rasa identitas pribadi yang biasa sedikitnya salah satu berikut ini :
a. penyempitan kesadaran akan sekeliling, atau focus selektif dan sangat,
sempit yang tidak biasa terhadap stimulus lingkungan.
b. perilaku atau gerakan stereotipik yang dialami seolah-olah berada di luar
kendali seseorang.
(2) Trance “kemasukan”, perubahan tunggal atau episodik keadaan kesadaran yang
ditandai dengan pergantian rasa identitas pribadi biasa oleh identitas baru. Hal ini
dikaitkan dengan pengaruh roh, kekuatan, dewa atau orang lain, seperti yang
dibuktikan oleh satu (atau lebih) keadaan di bawah ini :
a. perilaku atau gerakan stereotipik dan ditentukan oleh budaya yang dialami
seolah-olah dikendalikan oleh agen yang “memasuki”
b. amnesia penuh atau sebagian untuk peristiwa tersebut.
b. Keadaan trance atau “kemasukan” tidak diterima sebagai bagian praktik budaya
kolektif atau praktik religious.
c. Keadaan trance atau “kemasukan” menimbulkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain.
d. Keadaan trance atau “kemasukan” tidak hanya terjadi selama perjalanan
gangguan psikotik (termasuk gangguan mood dengan ciri psikotik dan gangguan
psikotik singkat) atau gangguan identitas disosiatif dan tidak disebabkan oleh efek
fisiologis langsung suatu zat atau keadaan medis umum
8
2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak
ditemukan kelainan fisik/neurologik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan
psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. Terapi kesurupan terbagi menjadi
tiga, yakni terapi farmakologik, terapi psikoterapi, dan terapi hypnosis. Pada terapi
farmakologi dapat digunakan barbiturat kerja sedang dan kerja singkat, seperti thiopental
dan natrium amobarbital diberikan secara intravena, dan benzodiazepine dapat berguna
untuk memulihkan ingatannya yang hilang. Pengobatan terpilih untuk gangguan disosiatif
adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif. Psikoterapi adalah pengobatan dengan
secara psikologis untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku.
Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche" yang artinya jiwa, pikiran
atau mental dan "Therapy" yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh
karena itu, psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi
pikiran. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi
berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu
dalam mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan disosiasi
sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma
yang menimbulkan gejala disosiatif.
9
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association, 2000. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders, 4th ed., text revision. Washington, DC: Author.
Diniari NKS., Hanati N. Kesurupan, Tinjauan dari Sudut Budaya dan Psikiatri. Medicina
Volume 43 Nomor 1 Januari 2012.
Joyanna Silberg. Guidelines for the Evaluation and Treatment of Dissociative Symptoms in
Children and Adolescents. Journal of Trauma & Dissociation, Vol. 5 (3) 2006.
Kaplan HI, Sadock BJ. 2010. Synopsis of Psychiatry. Seventh edition, Baltimore;Williams &
Wilkins.
Luh Ketut Suryani, Gordon D. Johnson. 2006. Trance and Possession in Bali : A Window on
Western Multiple Personality, Possession Disorder, and Suicide. Oxford University
Press.
Maslim R, 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta
10