Mrs....

download Mrs. Nbkjbxkjbzkbxbzmnbmcnxbzmnbcmnbmxznbcmnbmznxbmcbmnxzbmncbmnxbzmncbmnxbzmncbmnxzbmncbmnxbzmncbmnxzbmcbmnbzmncbmnbxzmnbcnmxz

of 29

description

asdasfkbsakjbfkjbasifuigszjcvfysafgajwvjfkzsncvnmxznmcvxmzmvxzmvnmnxzvmxzmnvmnxzmvbmxzbvbxzvbzkxgkfgsioafoausfugksjdfkjgkjzdgkjfgkjzgdkjgvkjzxvkjxzmnbvmnbxzhfilsayifwakjrbfmsabkfjgzfzxvzxvxzvxzv

Transcript of Mrs....

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di Negara berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di Negara maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.1 Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan dan nifas.1 AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di negara Asia Tenggara, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. 2 AKI di Indonesia turun secara bertahap dari 390 (1997) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu 10 tahun (1997 - 2007).2 Namun, hal ini masih jauh dari target MDG. Berdasarkan prediksi BPS, AKI pada tahun 2015 masih sebesar 163 per 100.000 kelahiran hidup. 3 Peningkatan jumlah penduduk dan jumlah kehamilan berisiko turut mempengaruhi sulitnya pencapaian target ini. Berdasarkan prediksi Biro Sensus Kependudukan Amerika, penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta pada tahun 2015 dengan jumlah kehamilan berisiko sebesar 15 - 20 % dari seluruh kehamilan.2,4 Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), eklampsia (25%), dan infeksi (12%).3 WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju.5 Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%. 5,6 Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.7 Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik. Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya. 8-12 Hasil metaanalisis menunjukkan peningkatan bermakna risiko hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke dan tromboemboli vena pada ibu dengan riwayat preeklampsia dengan risiko relatif 3,7 (95% CI 2,70 5,05), 2,16 (95% CI 1,86 2,52), 1,81 (95% CI 1,45 2,27), dan 1,79 (95% CI 1,37 2,33). 13 Dampak jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab tersering kedua morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi dengan berat badan lahir rendah atau mengalami pertumbuhan janin terhambat juga memiliki risiko penyakit metabolik pada saat dewasa. 14-17 Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam di antara praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena belum ada teori yang mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara jelas18,19, namun juga akibat kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di daerah. Selain masalah kedokteran, preeklampsia juga menimbulkan masalah ekonomi, karena biaya yang dikeluarkan untuk kasus ini cukup tinggi. Dari analisis yang dilakukan di Amerika memperkirakan biaya yang dikeluarkan mencapai 3 milyar dollar Amerika pertahun untuk morbiditas maternal, sedangkan untuk morbiditas neonatal mencapai 4 milyar dollar Amerika per tahun. Biaya ini akan bertambah apabila turut menghitung beban akibat dampak jangka panjang preeklampsia. 19

BAB 2KASUSAnamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa, 8 September 2015 pukul 20.00 WITA di ruang VK Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

AnamnesisIdentitas PasienNama : Ny. NUsia: 33 tahun.Alamat: Jl. Gelatik RT 15Pekerjaan: Ibu rumah tangga (IRT).Pendidikan: Sekolah Menengah Atas (SMA)Suku: JawaAgama: Islam

Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada hari Senin, 8 September 2015 pukul 20.00 WITA dengan diagnosis G2P010 gravid 38-39 minggu + Janin Tunggal Hidup Intrauterin + Belum Inpartu + Preeklampsia Berat

Identitas SuamiNama : Tn. GUsia: 24 tahun.Alamat: Jl. Gelatik RT.15Pekerjaan: SwastaPendidikan: SMA.Suku: JawaAgama: IslamKeluhan UtamaSakit kepala dan rasa tegang daerah tengkuk

Riwayat Penyakit SekarangPasien awalnya datang ke bidan untuk control kehamilan rutin. Pasien datang dengan keluhan sakit kepala dan rasa tegang daerah tengkuk. Saat sampai dibidan tekanan darah pasien tinggi sehingga dirujuk ke RS. Selain itu pasien juga mengeluhkan keram pada kedua tangan. Pasien menyangkal adanya perut kencang, keluar lender/darah/air dari jalan lahir, pandangan kabur, nyeri dada, sesak, maupun kejang.

Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma sebelum masa kehamilan. Riwayat tekanan darah naik pada persalinan pertama (140/90) namun saat itu protein (-).

Riwayat Penyakit KeluargaAyah pasien memiliki riwayat hipertensi. Ibu pasien memiliki riwayat diabetes mellitus.

Riwayat Menstruasi Menarche : 14 tahun. Siklus haid : 28 hari / teratur. Lama haid : 7 hari. Jumlah darah haid : 3 kali ganti pembalut. Hari pertama haid terakhir: 10-12-2011 Taksiran persalinan: 17-09-2012

Riwayat PernikahanUntuk pertama kali, pasien menikah pada usia 25 tahun dengan lama pernikahan selama 8 tahun.

Riwayat ObstetrikNo.Tahun partusTempat PartusUmur kehamilanJenis PersalinanPenolong PersalinanPenyulitJenis Kelamin/ Berat BadanKeadaan anak Sekarang

1.2008/ hamil iniBidanAtermSpontanBidanTekanan Darah TinggiPerempuanSehat

Antenatal Care (ANC)di Bidan setiap bulan

KontrasepsiPil KB

Pemeriksaan FisikAntropometri: Berat badan (BB) : 87 kg, Tinggi badan (TB) : 157 cm.Keadaan umum: BaikKesadaran: Compos mentisTanda vital: Tekanan darah: 180/120 mmHg Frekuensi nadi: 100 kali/menit Frekuensi nafas: 22 kali/menit Suhu: 36,7 C

Status Generalisata Kepala : normocephal Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). Telinga: tidak ditemukan kelainan Hidung: tidak ditemukan kelainan Tenggorokkan: tidak ditemukan kelainan Leher: pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-) Thoraks: Jantung: S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-) Paru-paru: suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-) Mamae: simetris, massa (-), nyeri tekan (-), aerola (+) Abdomen: Inspeksi: cembung, linea nigra (+), striae (+) Auskultasi: bising usus (+) normal Ekstremitas: Superior: edema (-/-), akral hangat Inferior: edema (+/+), akral hangat, varises (-/-)

Status Obstetrik dan Ginekologi Inspeksi: membesar arah memanjang, striae (+), linea (+). Palpasi: Tinggi fundus uteri : 32 cm. Leopold I: teraba bokong. Leopold II: punggung janin terletak di kanan ibu. Leopold III: teraba kepala. Leopold IV: sudah masuk pintu atas panggul. His: - Auskultasi: Denyut jantung janin : 138 kali / menit Vaginal toucher: vulva vagina normal, pembukaan tidak ada, portio kuncup, ketuban (+), bloodslym (-)Diagnosis Kerja SementaraG2P1A0 gravid 38-39 minggu + Tunggal hidup+belum Inpartu+Preeklampsia Berat

Diagnosis Banding1. Hipertensi gestasional2. Hipertensi kronik3. Preeklampsia ringan4. Eklampsia

Pemeriksaan PenunjangDarah Rutin Leukosit: 11.500 / mm3 Hemoglobin: 12,0 gr % Hematokrit: 35.4 % Trombosit: 301.000 / mm3 Bleeding Time: 3 menit Clotting Time: 8 menitKimia Darah GDS: 93 mg/dl

TerapiProtap MgSO4Nifedipin 3 x 10 mgInj Cefotaksim 3 x 1 gr ivRencana USGObservasi di VK

BAB 3TINJAUAN PUSTAKA3.1 DefinisiPreeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi dan proteinuria pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.20

3.2 Klasifikasi3.2.1 Preeklampsia RinganDijumpainya tekanan darah > 140/90 mmHg atau peningkatan diastolik > dengan protein uria kurang dari 3g/24 jam.

3.2.1 Preeklampsia BeratPada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :o Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhgo Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jamo Gangguan selebral atau visualo Edema pulmonumo Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanano Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelaso Trobosisfenio Pertumbuhan janin terhambato Peningkatan serum creatinine

3.3 PatofisiologiPatofisiologi preeklampsia belum terlalu jelas tapi ada beberapa teori yang diungkapkan mengenai proses terjadinya preeklampsia. Teori-teori ini diungkapkan tapi tidak dianggap mutlak benar. Teori yang pertama adalah teori kelainan vaskularisasi plasenta. Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteriaovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis. Pada hamil normal dengan sebab belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis. Keadaan ini menyebabkan terjadinya dilatasi arteri spiralis dan distensi serta dilatasi jaringan sekitar arteri spiralis. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah cukup adekuat dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini disebut dengan remodeling arteri spiralis. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis karena dinding arteri cukup kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan terjadi distensi dan dilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke uteroplasenta.Teori kelainan vaskularisasi plasenta menjelaskan bahwa pada preeklampsia tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.Plasenta yang mengalami iskemia akibat tidak terjadinya invasi trofoblas secara benar akan menghasilkan radikal bebas. Salah satu radikal bebas penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil. Radikal hidroksil akan mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Kemudian, peroksida lemak akan merusak membran sel endotel pembuluh darah . Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut sebagai disfungsi endotel.Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi gangguan metabolisme prostaglandin karena salah satu fungsi sel endotel adalah memproduksi prostaglandin. Dalam kondisi ini terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat. Kemudian, terjadi agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor (endotelin) dan penurunan kadar NO (vasodilatator), serta peningkatan faktor koagulasi juga terjadi.

Gambar Mekanisme Preeklamsia3.4 Manifestasi Klinis3.4.1 Kardiovaskular Gangguan-gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ekstraselular, terutama paru. Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia disebabkan oleh meningkatnya tahanan vaskular perifer akibat vasokonstriksi. Keadaan ini berlawanan dengan kondisi kehamilan normal dimana yang terjadi adalah vasodilatasi. Wanita dengan preeklampsia biasanya tidak mengalami hipertensi yang nyata hingga pertengahan kedua masa gestasi, namun vasokonstriksi dapat sudah muncul sebelumnya. Mekanisme yang mendasari vasokontriksi dan perubahan reaktivitas vaskular pada preeklampsia masih belum sepenuhnya jelas. Tetapi penelitian-penelitian kini difokuskan untuk mempelajari perbandingan antara prostanoid vasodilatasi dan vasokontriksi, sebab ada bukti yang menunjukkan penurunan prostasiklin dan peningkatan tromboksan pada pembuluh darah wanita dengan preeklampsia. Selain itu, pada kehamilan normal respon pembuluh darah pembuluh darah tehadap peptida dan amin vasoaktif khususnya angiotensin II (AII) menurun, sedangkan wanita dengan preeklampsia hiperresponsif terhadap hormon-hormon ini.

3.4.2 GinjalPatofisiologi ginjal pada preeklampsia disebabkan oleh hal-hal berikut : a) Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, terjadi hipovolemia sehingga perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun bahkan dapat mencapai kadar yang jauh di bawah kadar nonhamil normal. Keadaan ini menyebabkan sekresi asam urat menurun sehingga kadar asam urat serum meningkat, umumnya 5 mg/cc. Klirens kreatinin juga menurun sehingga kadar kreatinin plasma meningkat, dapat mencapai 1 mg/cc. Juga dapat terjadi gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus, yang ditandai oleh oliguria atau anuria dan azotemia progresif (peningkatan kreatinin serum sekitar 1 mg/dl per hari), umumnya dipicu oleh syok hipovolemik yang biasanya berkaitan dengan perdarahan saat melahirkan yang tidak mendapat penggantian darah yang memadai. b) Selain itu juga terdapat perubahan anatomis ginal pada preeklampsia yang dapat dideteksi dengan mikroskop cahaya atau elektron. Glomerulus membesar dan bengkak tetapi tidak hiperselular. Lengkung kapiler dapat melebar atau menciut. Sel-sel endotel membengkak sehingga menghambat lumen kapiler secara total maupun parsial, dan terdapat fibril (serabut- serabut) yang merupakan materi protein, yang dahulu disangka sebagai penebalan membran basal, mengendap di dalam dan di bawah sel-sel tersebut. Perubahan-perubahan ini disebut endhoteliosis kapiler glomerulus yang menjadi kelainan ginjal yang khas pada preeklampsia-eklampsia. c) Terjadi hiperkalsiuria, sementara pada kehamilan normal terjadi hipokalsiuria akibat meningkatknya ekskresi kalsium. d) Ekskresi natrium dapat terganggu pada preeklampsia meskipun bervariasi. e) Proteinuria. Kerusakan glomerulus mengakibatkan meningkatnyaa permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran protein. Pada preeklampsia, umumnya proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir terlebih dahulu.

3.4.3 HeparDasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Kerusakan hepar pada preeklampsia dapat berkisar mulai dari nekrosis hepatoselular ringan (nekrosis hemoragik periporta) dengan abnormalitas enzim serum (aminotransferase dan laktat dehidrogenase) sampai dengan sindrom HELLP ( Hemolysis, Elevated liver enzymes, Low platelet). Selain itu perdarahan dari lesi nekrosis hemoragik periporta dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular, yang memerlukan tindakan pembedahan.

3.4.4 Sistem Saraf PusatManifestasi preeklampsia pada susuanan saraf pusat telah lama diketahui. Perubahan neurologik yang terjadi pada preeklampsia dapat berupa : a) Nyeri kepala akibat vasogenik edema yang disebabkan oleh hiperperfusi otak. b) Gangguan visus/penglihatan, terutama pada preeklampsia berat, akibat spasme arteri retina dan edema retina. Gangguan visus yang terjadi dapat berupa pandangan kabur, skotoma, dan buta kortikal (jarang). Prognosisnya baik dan penglihatan biasanya pulih dalam seminggu. c) Tanda neurologik fokal seperti hiperrefleksi dapat timbul dan memerlukan pemeriksaan radiologik segera. d) Edema serebri, yang merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan. Gambaran utama adalah kesadaran berkabut dan kebingungan, dan gejala ini hilang timbul. Sebagian pasien ada yang mengalami koma. Pada keadaan yang serius , pasien dapat mengalami herniasi batang otak. e) Kejang eklamptik. Eklampsia, yang merupakan fase konvulsi dari preeklampsia, menjadi penyebab yang signifikan dari kematian maternal pada penyakit ini.

3.4.5 ParuPenderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru, yang dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.

3.4.6 HematologisTrombositopenia adalah ciri memburuknya preeklampsia, dan mungkin disebabkan oleh akativasi dan agregasi tombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh vasospasme yang hebat. Kondisi ini merupakan abnormalitas darah yang paling sering dijumpai pada preeklampsia. Hitung trombosit yang sangat rendah meningkatkan resiko perdarahan dan bila tidak segera dilakukan persalinan akan berakibat fatal.

3.5 Diagnosis1. Penegakkan Diagnosis HipertensiHipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi. Derajat hipertensi berdasarkan tekanan darah diastolik pada saat datang, dibagi menjadi ringan (90- 99 mmHg), sedang (100-109 mmHg), dan berat ( 110 mmHg). Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.Alat tensimeter sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang sudah divalidasi. Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah. Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk tenang dalam 15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah pemeriksaan. Pengukuran dilakukan pada posisi duduk atau telentang, posisi lateral kiri, kepala ditinggikan 30o , posisi manset setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur dengan mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya bunyi).Ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi alat juga senantiasa diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah yang tepat. Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan yang tertinggi.

2. Penentuan ProteinuriaProteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik positif 1, dalam 2 kali pemeriksaan berjarak 4 -6 jam. Proteinuria berat adalah adanya protein dalam urin 5 g/24 jam. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin. Kuo melaporkan bahwa pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam. Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka positif palsu yang tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown, dengan tingkat positif palsu 67-83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan pembersih, dan urin yang bersifat basa. Konsensus Australian Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining dengan angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein banding kreatinin. Pada telaah sistematik yang dilakukan oleh Cte dkk disimpulkan bahwa pemeriksaan rasio protein banding kreatinin dapat memprediksi proteinuria dengan lebih baik.

3. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia BeratDiagnosis preeklampsia berat ditegakkan bila ditemukan keadaan hipertensi berat/hipertensi urgensi (TD160/1 10) dengan proteinuria berat ( 5 g/hr atau tes urin dipstik positif 2), atau disertai dengan keterlibatan organ lain. Kriteria lain preeklampsia berat yaitu bila ditemukan gejala dan tanda disfungsi organ, seperti kejang, edema paru, oliguria, trombositopeni, peningkatan enzim hati, nyeri perut epigastrik atau kuadran kanan atas dengan mual dan muntah, serta gejala serebral menetap (sakit kepala, pandangan kabur, penurunan visus atau kebutaan kortikal dan penurunan kesadaran).Tabel Kriteria Diagnosis Preeklamsia

3.5 Penatalaksanaan3.5.1 Prediksi dan PencegahanTerminologi umum pencegahan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: primer, sekunder, tersier. Pencegahan primer artinya menghindari terjadinya penyakit. Pencegahan sekunder dalam konteks preeklampsia berarti memutus proses terjadinya penyakit yang sedang berlangsung sebelum timbul gejala atau kedaruratan klinis karena penyakit tersebut. Pencegahan tersier berarti pencegahan dari komplikasi yang disebabkan oleh proses penyakit, sehingga pencegahan ini juga merupakan tata laksana, yang akan dibahas pada bab selanjutnya.1. Pencegahan primerPerjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi gejala dan tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat. Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat dilakukan bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk menghindari atau mengkontrol penyebab-penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti terjadinya preeklampsia masih belum diketahui. Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan untuk meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi.Butuh serangkaian pemeriksaan yang kompleks agar dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih baik. Praktisi kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan mengkontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan primer. Dari beberapa studi dikumpulkan ada 17 faktor yang terbukti meningkatkan risiko preeklampsia.Tabel Faktor Risiko Preeklampsia

2. Pencegahan SekunderPenggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm, kematian janin atau neonatus dan bayi kecil masa kehamilan, sedangkan untuk pencegahan sekunder berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm < 37 minggu dan berat badan lahir < 2500 g. Efek preventif aspirin lebih nyata didapatkan pada kelompok risiko tinggi. Belum ada data yang menunjukkan perbedaan pemberian aspirin sebelum dan setelah 20 minggu. Pemberian aspirin dosis > 75 mg lebih baik untuk menurunkan risiko preeklampsia, namun risiko yang diakibatkannya lebih tinggi. Sehingga aspirin dosis 75 mg atau kurang cukup aman diberikan pada kelompok risiko tinggi untuk menurunkan risiko preeklampsia baik sebagai pencegahan primer atau sekunder.Pemberian kalsium (1,5 2 g kalsium elemental/hari) berhubungan dengan penurunan hipertensi dalam kehamilan dan preeklampsia terutama pada wanita dengan asupan rendah kalsium dan risiko tinggi preeklampsia. Pemberian kalsium juga berhubungan dengan penurunan risiko morbiditas berat dan mortalitas maternal, persalinan preterm dan tekanan darah diastolik > persentil 95 pada masa kanak Pemberian kalsium dapat diberikan pada wanita yang memiliki risiko tinggi preeklampsia dan rendah asupan kalsium untuk mencegah terjadinya preeklampsia.Pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia berat berguna untuk mencegah terjadinya kejang/eklampsia atau kejang berulang. Rute administrasi magnesium sulfat yang dianjurkan adalah intravena untuk mengurangi nyeri pada lokasi suntikan. Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya kejang/eklampsia atau kejang berulang.Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah untuk keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular. Pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan bermakna mencegah terjadinya hipertensi berat dan kebutuhan terapi antihipertensi tambahan. Pemberian antihipertensi berhubungan dengan pertumbuhan janin terhambat sesuai dengan penurunan tekanan arteri rata rata. Antihipertensi diberikan pada pada tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg.Berikut ini bagan alur tatalaksana dari POGI (2011).

Gambar Prosedur Pemberian MgSO4

Manajemen Preeklampsia Ringan Perawatan preeklampsia ringan dapat secara rawat jalan (ambulatoir) atau rawat inap (hospitalisasi). a) Rawat jalan (ambulatoir) 1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan. 2. Diet regular ; tidak perlu diet khusus. 3. Vitamin prenatal. 4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam. 5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan sedativum. 6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu. b) Rawat inap (hospitalisasi)

Indikasi hospitalisasi pada preeklampsia ringan adalah : 1. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu. 2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu. 3. Hasil tes laboratorium yang abnormal. 4. Adanya satu atau lebih tanda atau gejala preeklampsia berat.

Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorik. Juga dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin, khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Terapi medikamentosa pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar. Bila terdapat perbaikan tanda dan gejala preeklampsia dna umur kehamilan 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.

c) Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan 1. Usia kehamilan < 37 minggu : Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm. 2. Usia kehamilan 37 minggu : Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan.

Manajemen Preeklampsia Berat Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pegobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. a) Pemberian terapi medikamentosa. 1. Segera masuk rumah sakit. 2. Tirah baring ke kiri secara intermiten. 3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%. 4. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang, yang dibagi atas loading dose (initial dose) atau dosis awal dan maintenance dose (dosis lanjutan). 5. Anti hipertensi. Diberikan bila tensi 180 /110 atau MAP 126. 6. Diuretikum. Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia, dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum hanya diberikan atas indikasi edema paru, paying jantung kongestif, dan edema anasarka. 7. Diet. Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori berlebih. b) Sikap terhadap kehamilannya 1. Perawatan konservatif/ekspektatif

Tujuan : mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan dan meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu. Indikasi : kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eclampsia. Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang. Pemberian MgSO4 tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam. Selama di rumah sakit dilakukan pemeriksaan dan monitoring baik terhadap ibu maupun janin. Cara persalinan : bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm. Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya dan persalinan diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria.

2. Perawatan aktif/agresif Tujuan : terminasi kehamilan. Indikasi : a. Indikasi ibu : Kegagalan terapi medikamentosa (setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten ; setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang persisten), tanda dan gejala impending eclampsia, gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, dicurigai terjadi solusio plasenta, timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan. b. Indikasi janin : umur kehamilan 37 minggu, IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG, NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal, timbulnya oligohidramnion. c. Laboratorik : adanya tanda-tanda Sindrom HELLP khususnya menurunnya trombosit dengan cepat.

Cara persalinan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.3.6 KomplikasiHipertensi gestasional dan preklampsia/eklampsia berhubungan dengan risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada masa yang akan datang.Pada tahun 1995, Nissel mendapatkan riwayat kehamilan dengan komplikasi hipertensi dibandingkan dengan kelompok kontrol, berhubungan dengan risiko hipertensi kronik 7 tahun setelahnya. Penelitian yang dilakukan oleh Jose, dkk menunjukkan kejadian hipertensi 10 tahun setelahnya terdapat pada 43,1% wanita dengan riwayat preeklampsia dibandingkan 17,2% pada kelompok kontrol (OR 3,32; 95% CI 2,26 4,87). Shammas dan Maayah menemukan mikroalbuminuria yang nyata dan risiko penyakit kardiovaskular pada 23 % wanita dengan preeklampsia dibandingkan 3% pada wanita dengan tekanan darah normal selama kehamilan. Irgens, dkk melakukan studi kohort retrospektif pada 626.272 kelahiran hidup di Norway antara tahun 1967 1992. Dari studi tersebut didapatkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular pada wanita dengan preeklampsia 8,12 x lebih tinggi dibandingkan kontrol (wanita tanpa riwayat preeklampsia).2 Brenda, dkk melakukan penelitian kohort retrospektif dengan jumlah total subjek 3593, yang terdiri dari 1197 kontrol, 1197 hipertensi gestasional dan 1199 preeklampsia/eklampsia. Dibandingkan kelompk kontrol, kelompok dengan hipertensi gestasional menunjukkan risiko hipertensi yang lebih besar (OR 2,67; 95% CI 1,74 3,51, p < 0,001). Pada kedua kelompok tidak ditemukan perbedaan bermakna pada kejadian stroke (OR 2,23; 95% CI 0,59 9,98), angina (OR 1,11; 95% CI 0,58 1,81), infark miokard (OR 0,74; 95% CI 0,32 1,63), tombosis vena dalam (Deep vein thrombosis) (OR 0,74; 95% CI 0,35 1,20) dan penyakit ginjal (OR 0,85; 95% CI 0,22 1,82). Pada kelompok preeklampsia/eklampsia juga menunjukkan perbedaan kejadian hipertensi apabila dibandingkan kontrol (OR 3,02; 95% CI 2,82 5,61, p< 0,001). Namun, pada kedua kelompok tidak ditemukan perbedaan bermakna pada kejadian stroke (OR 3,39; 95% CI 0,95 12,2), angina (1,59; 95% CI 0,95 2,73), infark miokard (0,74; 95% CI 0,35 1,63), DVT (OR 0,78; 95% CI 0,42 1,34), dan penyakit ginjal (OR 2,17; 95% CI 1,01-5,65). Kematian akibat sebab apapun (incident rate ratio 1,13; 95% CI 0,84 1,65) atau akibat penyakit jantung iskemik (IRR 1,98; 95% CI 0,90 4,21) pada kedua kelompok juga ditemukan tidak ada perbedaan bermakna. Hal yang berbeda didapatkan pada kematian yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular ditemukan perbedaan pada kedua kelompok (IRR 2,44; 95% CI 1,04 12,4). 1 Leanne, dkk melakukan telaah sistematik dan meta-analisis sejumlah penelitian yang menilai luaran jangka panjang pasca preeklampsia. Dari telaah dan sistematik tersebut didapatkan hasil wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko relatif menderita hipertensi sebesar 3,70 (95% CI 2,70 5,05) dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat preeklampsia. Dua penelitian (2106 wanita) meneliti hubungan hipertensi dalam kehamilan dan hipertensi di masa depan; 454 wanita yang menderita hipertensi dalam kehamilan, 300 kejadian hipertensi terjadi dalam waktu 10,8 tahun. Risiko relatif insiden hipertensi pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan adalah 3,39 (95% CI 0,82 13,92; p=0,0006). Risiko kardiovaskular meningkat sebesar 1,66 (95% CI 0,62 4,41). Delapan penelitian menganalisis kejadian penyakit jantung iskemik; Risiko relatif penyakit jantung iskemik pada wanita dengan riwayat preeklampsia 2x lebih besar dibandingkan wanita tanpa riwayat preeklampsia (RR 2,16; 95% CI 1,86 2,52). Risiko ini tidak berbeda pada primipara (RR 1,89; 95% CI 1,40 2,55) ataupun wanita yang menderita preeklampsia pada tiap kehamilannya (RR 2,23; 95% CI 1,21 4,09). Preeklampsia sebelum usia kehamilan 37 minggu juga meningkatkan risiko penyakit jantung iskemik hampir 8x (RR 7,71; 95% 4,40 13,52), dan wanita dengan preeklampsia berat memiliki risiko yang lebih tinggi (RR 2,86; 95% CI 2,25 3,65) dibandingkan preeklampsia ringan (RR 1,92; 95% CI 1,65 2,24).3 Dari metaanalisis 4 penelitian menunjukkan pada wanita dengan preeklampsia memiliki risiko stroke sebesar 1,81 (95% CI 1,45 2,27) dan DVT (RR 1,19; 95% CI 1,37 2,33) dibandingkan kontrol. Empat penelitian menunjukkan risiko relatif menderita kanker payudara pada wanita dengan riwayat preeklampsia adalah 1,04 (95 % CI 0,78 1,39), sedangkan kejadian kanker lain adalah 0,96 (95% CI 0,73 1,27), namun hal ini tidak berbeda bermakna. Dari empat penelitian menunjukkan wanita dengan preeklampsia memiliki peningkatan risiko kematian oleh sebab apapun dibandingkan kontrol (RR 1,49; 95% CI 1,05 2,14; p< 37 minggu memliki risiko relatif yang lebih tinggi 2,71 (95% CI 1,99 3,68). DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Dibalik angka - Pengkajian kematian maternal dan komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang lebih aman. Indonesia: WHO; 2007. 2. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Report on the achievement of millennium development goals Indonesia. Jakarta: Bappenas; 2010:67. 3. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Report on the achievement of millennium development goals Indonesia. Jakarta: Bappenas; 2007:51. 4. census.gov. International Data Base. (Diakses pada 7 Agustus 2011); Diunduh dari: http://www.census.gov/population/international/data/idb/country.php 5. Osungbade KO, Ige OK. Public Health Perspectives of Preeclampsia in Developing Countries: Implication for Health System Strengthening. Journal of Pregnancy. 2011. (Diakses pada 8 Agustus 2011). Diunduh dari: http://www.hindawi.com/journals/jp/2011/481095. 6. Villar J, Betran AP, Gulmezoglu M. Epidemiological basis for the planning of maternal health services. WHO. 2001. 7. Statistics by country for preeclampsia. (Diakses pada 8 Agustus 2011). Diunduh dari: http://www.wrongdiagnosis.com/p/preeclampsia/stats-country.htm. 8. International Society of Nephrology. Long-term consequences of preeclampsia. (Diakses pada 8 Agustus 2011). Diunduh dari: http://www.theisn.org/long-term-consequences-of-preeclampsia/itemid-540. 9. Wilson BJ, Watson MS, Prescott GJ. Hypertensive diseases of pregnancy and risk of hypertension and stroke in later life: result from cohort study. BMJ. 2003;326:1-7.

10. Pampus MG, Aarnoudse JG. Long term outcomes after preeclampsia. Clin Obs Gyn. 2005;48:489-494. 11. Sibai BM, Dekker G,Kupferminc M. Preeclampsia. Lancet. 2005;365:785-99. 12. Ramsay JE, Stewart F, Green IA, Sattar N. Microvascular dysfunction: a link between preeclampsia and maternal coronary heart disease. BJOG. 2003;110:1029-31. 13. Belammy L, Casas JP, Hingorani AD, Williams DJ. Preeclampsia and risk of cardiovascular disease and cancer in later life: systematic review and meta-analysis. BMJ. 2007;335:974. 14. Ngoc NT. Causes of stillbirths and early neonatal deaths: data from 7993 pregnancies in six developing countries. Bull World Health Organ. 2006;84:699-705. 15. Cutfield W. Metabolic consequences of prematurity. Expert Rev Endocrinol Metab. 2006;1:20918. 16. Barker DJ. The developmental origins of well being. Philos Trans R Soc B Biol Sci. 2004;359:1359-66. 17. Hack M, Flannery DJ, Schulchter M. Outcomes in young adulthood of very low birth weight infants. N Engl J Med. 2002;346:149-51. 18. Kenny L, Baker PN. Maternal pathophysiology in preeclampsia. Baillires Clinical Obstetrics and Gynaecology. 1999;13:5975. 19. Preeclampsia Foundation. The cost of preeclampsia in the USA. Diunduh dari: http://www.preeclampsia.org/statistics. 20.