Analisis Yuridis Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa...
Transcript of Analisis Yuridis Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa...
i
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis Yuridis Perlindungan Konsumen Pengguna JasaAngkutan Udara Terhadap Opsi Asuransi Perjalanan DalamPembelian Tiket Elektronik Jasa Angkutan Udara Lion Air
SKRIPSI
Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio0806341904
FAKULTAS HUKUMPROGRAM STUDI ILMU HUKUM
DEPOKJULI 2012
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis Yuridis Perlindungan Konsumen Pengguna JasaAngkutan Udara Terhadap Opsi Asuransi Perjalanan DalamPembelian Tiket Elektronik Jasa Angkutan Udara Lion Air
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio0806341904
FAKULTAS HUKUMPROGRAM STUDI ILMU HUKUM
KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMIDEPOK
JULI 2012
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
iii
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
iv
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis berikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan karunia-Nya, skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Perlindungan Konsumen
Pengguna Jasa Angkutan Udara Terhadap Opsi Asuransi Perjalanan Dalam
Pembelian Tiket Elektronik Jasa Angkutan Udara Lion Air”dapat terselesaikan.
Dengan segala bantuan dan bimbingan yang selama ini didapatkan sejak awal
masa kuliah hingga penulisan skripsi, Penulis mengucapkan terima kasih kepada
para pihak.
1. Allah Bapa di Surga, pemberi pengharapan dan kasih yang tiada terukur. “He
has made everything beautiful in its time. He has also set eternity in the
human heart; yet no one can fathom what God has done from beginning to
end.” (Ecclesiastes 3:11) Dad, Thank you for Your unfailing love to me. I am
nothing without You;
2. Orang tua Penulis, Ir. Elson Siallagan dan Diana Purba, S.Pd., yang telah
merawat dan membimbing Penulis hingga dapat menyelesaikan jenjang
pendidikan S1.
3. Saudara Penulis – Frida Elmindo Ropeta, Melani Purbaningsih, Marsintani
Eltarida dan Julyandi Sautmarito N. A. saudara terbaik bagi Penulis.
4. Henny Marlyna, S. H., M. H., M. LI. selaku Pembimbing Skripsi yang sangat
berjasa dalam memberi masukan dan saran selama kurang lebih satu tahun
proses pembuatan skripsi.
5. Seluruh dosen pengajar FHUI beserta Bang Arman Nefi selaku Pembimbing
Akademis Penulis yang telah memberikan ilmu dan pegetahuan yang sangat
berharga selama 4 tahun studi Penulis.
6. Seluruh staf Fakultas Hukum UI yang telah memberikan bantuan administrasi
maupun semangat selama Penulis menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum.
7. Perpustakaan Pusat UI -- the Crystal of Knowledge, University of Indonesia
beserta seluruh staf yang telah menyediakan tempat, sumber bacaan, dan
inspirasi bagi Penulis.
8. Elizabeth F. P. Sidabutar & Lisbeth Apriyanti Panjaitan. Thank you so much
for the friendship and support you’ve given to me for the past years.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
vi
9. GADISH – Grace Fan, Desiana Chrismasari, Irawaty Melissa Sinaga,
Priscilla R. Manurung, dan Hanna Friska L. Marbun yang senantiasa
memberikan pembelajaran hidup, semangat, dan doa, serta saling menguatkan
dalam Kristus.
10. Kevin Fridolin Siahaan, Mario Arif B. Simbolon, Frans Pardede, Fajar
Ridwan Siahaan, Jahotman Ambarita, dan Jerika Silalahi yang selalu
memberi semangat dan saran selama proses pembuatan skripsi dan juga canda
tawa yang kalian berikan di sela kejenuhan penulis.
11. CAN Mission – Mrs. Joy Kim, Mr. Paulus Kim, Kang Yoo Rim, Cho Seong
Gyeong, Elda Lunera Hutapea, Mariy Ashley Silitonga, my roommate Ruth
Novida Sihite, Yuwita Margareth, Januar Sianipar, Samuel Sormin, Ricky
Junitri Lumban Gaol, Windy Mulia Lim, Merry Christy, Reinhard Panuturi
Siringoringo, John Louis, dan seluruh anggota CAN Mission yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Thank you guys. Thank you for the prayer and
support.
12. Ms. Jeong-Hyeon Heni dan Mrs. Yu Jeong Eun yang telah memberikan
perhatian dan nasehat kepada Penulis.
13. Dhinhawati Sembiring yang telah menjadi motivatior Penulis dalam kegiatan
di dalam dan luar kampus terutama sebagai partner Penulis dalam HAN-ON
International Forum, Seoul – Korea Selatan.
14. Maryane Anugerah Putri, Dewi Novita Sitorus, Ester Patricia, dan Avokanti
Nur Arimurti, teman berlibur Penulis di tengah hiruk pikuk perkuliahan.
15. SMBC Global Foundation yang telah memberikan beasiswa pendidikan
kepada Penulis selama 2 tahun studi Penulis.
16. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh Penulis. Terima
kasih atas perhatian yang telah diberikan sehingga Penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini.
Sebagai prasyarat kelulusan program Sarjana pada Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Penulis senantiasa berupaya untuk memberikan usaha
terbaik dalam proses penulisan skripsi ini. Meskipun demikian Penulis menyadari
bahwa skripsi ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, Penulis dengan kerendahan
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
vii
hati mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna penelitian lanjutan di
masa mendatang.
Akhir kata, Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca sertapengembangan ilmu pengetahuan.
Depok, Juli 2012
Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
viii
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
ix
ABSTRAK
Nama : Elisabeth Saragionova Narotama AllaganioProgram Studi : Hukum Tentang Kegiatan EkonomiJudul : Analisis Yuridis Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa
Angkutan Udara Terhadap Opsi Asuransi Perjalanan DalamPembelian Tiket Elektronik Jasa Angkutan Udara Lion Air
UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mewajibkan setiap penyediajasa angkutan udara untuk menyediakan asuransi dalam bentuk Asuransi JasaRaharja. Di samping menerapkan Asuransi Jasa Raharja, Lion Air menyediakansistem pertanggungan yang disebut Asuransi Perjalanan Lion Air. Denganmenggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini mengkaji status AsuransiPerjalanan Lion Air merujuk pada Asuransi Jasa Raharja sebagai asuransi wajib,pemenuhan hak-hak konsumen pengguna jasa, serta perlindungan terhadapkonsumen yang tidak membayar Asuransi Perjalanan Lion Air. Pengumpulan datamelalui kuesioner menunjukkan sebagian besar responden tidak mengetahuiadanya Asuransi Jasa Raharja dalam jasa penerbangan dan tidak membacaketerangan lebih lanjut mengenai Asuransi Perjalanan Lion Air sebelummelakukan transaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Asuransi PerjalananLion Air merupakan asuransi tambahan; hak atas informasi serta hak untukmendapat pembinaan dan pendidikan konsumen tidak dipenuhi; serta tersedianyapertanggungjawaban dari pihak penyedia jasa penerbangan dan Jasa Raharga bagikonsumen yang tidak membayar Asuransi Perjalanan Lion Air. Dengan demikian,disarankan agar penyedia jasa pengangkutan memberikan informasi yang jelasdan tidak rumit, di sisi lain mendorong konsumen memperlengkapi diri akaninformasi mengenai jasa yang ditawarkan.
Kata kunci:Hukum Perlindungan Konsumen, asuransi perjalanan, penerbangan, tiketelektronik.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
x
ABSTRACT
Name : Elisabeth Saragionova Narotama AllaganioStudy Program: Hukum Tentang Kegiatan EkonomiTitle :“Juridical Analysis on Consumer Protection of Commercial
Aircraft Passangers Concerning the Option of Travel Insurance inthe Purchase of Electronic Ticket of Lion Air”
Law No. 1 Year 2009 on Aviation stipulated that carriers shall be obligatedto insure their liabilities towards passengers in the form of Jasa Raharja Insurance.Aside from providing Jasa Raharja Insurance, Lion Air provides Lion Air TravelInsurance. Based on qualitative research method, this study examines the status ofLion Air Travel Insurance related to Jasa Raharja Insurance; the fulfillment ofconsumer rights as well as the protection of consumers who do not pay for LionAir Travel Insurance. The questionnaires showed that most of the respondentswere not aware of the existence of Jasa Raharja Insurance in aviation service anddid not read further details about Lion Air Travel Insurance before transaction.The study showed that Lion Air Travel Insurance is an additional insurance;consumer’s rights on information and education are not fulfilled; and the vestedliability on Jasa Raharja along with the carrier to provide insuance for consumerwho does not pay for Lion Air Travel Insurance. Therefore, carrier should give aclear information for the consumers. On the other hand, consumers areencouraged to equip themselves with the information on the services offered.
Key words:Consumer Protection Law, travel insurance, aviation, electronic ticket.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... iLEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ivKATA PENGANTAR ........................................................................................ vLEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH........................... viiABSTRAK .......................................................................................................... viiiDAFTAR ISI....................................................................................................... xiDAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiiiDAFTAR TABEL............................................................................................... xivDAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xvBAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Permasalahan ................................................................. 11.2 Pokok Permasalahan ............................................................................... 61.3 Tujuan Penulisan..................................................................................... 61.4 Definisi Operasional................................................................................ 71.5 Metode Penelitian.................................................................................... 81.6 Sistematika Penulisan ............................................................................. 11
BAB 2 TINJAUAN UMUM TERHADAP HUKUM PERLINDUNGANKONSUMEN DAN HUKUM ASURANSI ..................................................... 13
2.1 Hukum Perlindungan Konsumen ........................................................... 132.1.1 Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen................................. 132.1.2 Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen ....................... 162.1.3 Pihak Dalam Hukum Perlindungan Konsumen ............................. 17
2.1.3.1 Konsumen ......................................................................... 172.1.3.2 Pelaku Usaha..................................................................... 202.1.3.3 Pemerintah ........................................................................ 212.1.3.4 Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat 23
2.1.4 Produk Konsumen.......................................................................... 242.1.5 Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ........................ 25
2.1.5.1 Hak dan Kewajiban Konsumen ........................................ 252.1.5.2 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha.................................... 28
2.1.6 Hal-Hal yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha.................................... 292.1.7 Tanggung Jawab Pelaku Usaha ..................................................... 312.1.8 Tahap-Tahap Transaksi ................................................................. 312.1.9 Penyelesaian Sengketa .................................................................. 33
2.2 Hukum Asuransi di Indonesia ................................................................ 352.2.1 Pengertian Asuransi ....................................................................... 352.2.2 Subjek dan Objek Asuransi............................................................ 38
2.2.2.1 Subjek Asuransi .............................................................. 382.1.2.2 Objek Asuransi ................................................................ 39
2.2.3 Risiko ............................................................................................. 402.2.4 Prinsip-Prinsip Asuransi................................................................. 42
2.2.4.1 Prinsip Kepentingan yang Diasuransikan (InsurableInterest) ........................................................................ 42
2.2.4.2 Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith) ........................ 432.2.4.3 Prinsip Keseimbangan (Idemniteit Principle) ................. 43
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
xii
2.2.4.4 Prinsip Subrogasi (Subrogation Principle) ..................... 442.2.4.5 Prinsip Sebab-Akibat (Causaliteit Principle).................. 452.2.4.6 Prinsip Kontribusi............................................................ 462.2.4.7 Prinsip Follow the Fortunes ............................................ 47
2.2.5 Jenis Asuransi ................................................................................ 472.2.6 Asuransi Berganda ......................................................................... 48
BAB 3 ASURANSI PENERBANGAN ............................................................ 523.1 Tujuan Asuransi Penerbangan................................................................. 523.2 Tanggung Jawab Pengangkut.................................................................. 533.3. Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut .................................................... 54
3.3.1. Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Berdasarkan Ilmu Hukum 553.3.1.1 Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan ........................ 553.3.1.2 Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga............................ 563.3.1.3 Tanggung Jawab Mutlak .................................................. 58
3.3.2 Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Dalam UU No. 1Tahun 2009 .................................................................................... 59
3.4.Asuransi Penerbangan Sebagai Asuransi Wajib ..................................... 613.5. Asuransi Kecelakaan Penumpang Angkutan Udara Jasa Raharja ......... 643.6. Asuransi Perjalanan Lion Air................................................................. 65
BAB 4 ASURANSI PERJALANAN LION AIR DALAM PEMBELIANTIKET SECARA ELEKTRONIK .................................................................. 69
4.1 Status Asuransi Perjalanan Lion Air dalam Lingkup Hukum Asuransi . 694.2. Penutupan Asuransi Dalam Pembelian Tiket Elektronik....................... 704.3. Informasi Asuransi Perjalanan Lion Air Dalam Proses Pembelian Tiket
Online ...................................................................................................... 754.4. Pengetahuan Konsumen Mahasiswa UI Depok Mengenai Asuransi
Perjalanan Lion Air ................................................................................. 764.5. Hak Konsumen Lion Air........................................................................ 784.6. Tanggung Jawab Terhadap Penumpang Lion Air.................................. 81
BAB 5 PENUTUP.............................................................................................. 835.1 Kesimpulan ............................................................................................ 835.2 Saran........................................................................................................ 85
DAFTAR REFERENSI .................................................................................... 87
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Input Informasi Penerbangan..............................................................70
Gambar 2 Pilihan Jadwal Penerbangan................................................................70
Gambar 3 Asuransi Perjalanan..............................................................................71
Gambar 4 Informasi Tarif ....................................................................................72
Gambar 5 Persetujuan Pelanggan........................................................................ 73
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Santunan Jasa Raharja............................................................................65
Tabel 3.2 Premi Asuransi Perjalanan Lion Air......................................................66
Tabel 3.3 Santunan Jasa Raharja............................................................................67
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011 tentang
Tanggung Jawab Pengangkut Udara
Lampiran 2 Tiket dan Sertifikat Asuransi Perjalanan Lion Air
Lampiran 3 Daftar Pertanyaan Kuesioner
Lampiran 4 Panduan Wawancara
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
1
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, manusia adalah konsumen sejati. Hal ini dikarenakan
manusia pasti membutuhkan sandang, pangan, dan papan untuk tetap bertahan
hidup dengan memanfaatkan alam sekitarnya. Kebutuhan manusia akan menjadi
semakin kompleks seiring dengan perkembangan jaman. Kita dapat melihat
perubahan yang signifikan dalam kehidupan masyarakat yang mengarah kepada
modernisme. Pola pikir dan kebiasaan masyarakat pedesaan yang lebih mengarah
pada produksi sendiri mulai ditinggalkan dan digantikan oleh pola konsumerisme
daerah perkotaan.
Seiring perkembangan pola konsumerisme masyarakat, pelaku usaha
sebagai penyedia barang dan/atau jasa dalam praktiknya sering memiliki posisi
yang lebih superior dibandingkan dengan konsumen barang dan/atau jasa itu
sendiri. Keadaan ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan hubungan produsen
dan konsumen dalam bertransaksi. Dengan adanya kesenjangan diantara para
pihak, manusia mulai membutuhkan suatu perlindungan sebagai seorang
konsumen terhadap tindakan sebagian produsen “nakal”.
Selain posisi konsumen di Indonesia yang tergolong lemah, alasan yang
sering muncul adalah belum adanya penerapan hukum yang memadai untuk
melindungi konsumen. Tidak banyak masyarakat yang berkeinginan untuk
menyelesaikan permasalahan yang mereka alami terkait barang dan/atau jasa yang
mereka konsumsi melalui jalur hukum. Seperti dikutip dalam “Naskah Final
Sementara Rancangan Akademik UU tentang Perlindungan Konsumen”, alasan di
balik sikap masa bodoh konsumen di Indonesia adalah:
1. Hukum yang belum menjamin kepentingan perlindungan atas konsumen;
2. Aparat penegak hukum belum mampu melaksanakan peraturan perundang-
undangan yang ada;
3. Tingkat kesadaran konsumen yang masih rendah;
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
2
UNIVERSITAS INDONESIA
4. Masih kuatnya sistem nilai yang tidak mendukung pelaksanaan upaya
perlindungan konsumen secara efektif.1
Bentuk perlindungan bagi konsumen dimaksudkan untuk mempertahankan
dan memperjuangkan hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh rakyat.
Keberpihakan pada konsumen sebenarnya merupakan wujud nyata ekonomi
kerakyatan.2 Indonesia, sebagai salah satu negara di dunia yang menjunjung tinggi
demokrasi kerakyatan, sudah selayaknya menjalankan peran perlindungan
tersebut terhadap rakyat secara keseluruhan. Untuk memberikan perlindungan
menyeluruh kepada masyarakat, pemerintah mengundangkan peraturan yang
mengatur mengenai perlindungan konsumen, yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen. Untuk memperkokoh perlindungan bagi
konsumen di Indonesia, pemerintah juga membangun sebuah lembaga yang
menangani masalah perlindungan terhadap konsumen yaitu Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI).
Jauh sebelum diundangkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, masyarakat internasional melalui Resolusi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Nomor 39/248 Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen
(Guidelines for Consumer Protection) juga telah merumuskan kepentingan
konsumen yang perlu dilindungi yang meliputi:
1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan;
2. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen;
3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan
kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan
kebutuhan pribadi;
4. Pendidikan konsumen;
5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;
6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya
yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk
1 Yusuf Shofie, Percakapan tentang Pendidikan Konsumen dan Kurikulum FakultasHukum, (Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1998) hal. 3.
2 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 2.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
3
UNIVERSITAS INDONESIA
menyatakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang
menyangkut kepentingan mereka.3
Kesenjangan yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha tidak jarang
menimbulkan permasalahan bagi konsumen. Masalah yang kerap timbul berkaitan
dengan perlindungan konsumen diantaranya penetapan klausula baku oleh
pengusaha, tidak terjaminnya keselamatan kosumen atas suatu produk, atau pun
kurangnya informasi yang diberikan pada konsumen mengenai aturan pemakaian
suatu produk barang dan/atau jasa. Dalam hal pertanggungjawaban pelaku usaha
kerap pula terjadi pelaku usaha yang tidak memberikan tanggung jawab penuh
terhadap konsumen atau bahkan mengalihkan tanggung jawab dari pelaku usaha
kepada konsumen.
Perlindungan Konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.4 Di lain
sisi, yang dimaksud dengan konsumen menurut UU No. 8 Tahun 1999 adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.5 Penggolongan konsumen tersebut tidak terbatas
pada bidang tertentu. Dengan demikian, perlindungan terhadap konsumen
sangatlah luas di berbagai sektor perdagangan barang dan/atau jasa. Bila kita
mengacu pada pengertian tersebut, perlindungan konsumen juga meliputi pemakai
jasa angkutan udara.
Seiring dengan diratifikasinya WTO/GATTs oleh Indonesia, pemerintah
tidak dibenarkan lagi untuk melakukan monopoli di bidang perusahaan (jasa)
penerbangan. Perusahaan penerbangan mulai menjamur di tanah air Indonesia
secara bebas. Perang tarif dan promosi pun semakin marak dengan tujuan menarik
penumpang sebanyak-banyaknya. Namun, di sisi lain, tarif yang murah sering
menurunkan kualitas pelayanan (servis), bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi
3Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cetakan II,2001), hal. 12-13.
4 Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen UU No. 8 Tahun 1999 Pasal1(1).
5 Ibid., Pasal 1 angka 2.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
4
UNIVERSITAS INDONESIA
adalah akan menyebabkan berkurangnya kualitas pemeliharaan pesawat sehingga
rawan terhadap keselamatan penerbangan.6
Dengan melihat kemungkinan yang dapat terjadi, Pemerintah mengeluarkan
kebijakan bagi pengangkut dimana pengangkut bertanggung jawab atas kerugian
penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan
kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.7
Hal ini dilakukan mengingat tingginya risiko yang dimiliki oleh jasa angkutan
udara, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan. Tanggung jawab yang diberikan oleh pemerintah melalui
undang-undang tersebut wajib dimasukkan ke dalam suatu pertanggungan atau
asuransi oleh pelaku usaha angkutan udara.
Asuransi atau pertanggungan lahir dari suatu perjanjian. Perjanjian
pertanggungan sebenarnya merupakan suatu perjanjian timbal balik oleh karena
kedua pihak saling mengikatkan diri pada sesuatu dan dengan demikian dapat
pula sebaliknya dipecahkan jika ternyata ada wanprestasi.8 Sesuai amanat yang
diberikan undang-undang asuransi, pertanggungan dalam jasa penerbangan
tersebut dimasukkan ke dalam komponen tiket penumpang angkutan udara.
Bila melihat pada praktik perusahaan jasa angkutan udara, terdapat
keberagaman sistem pembebanan pertanggungan yang diberlakukan terhadap
konsumen dalam pembelian jasa angkutan udara. Sebagian perusahaan jasa
angkutan udara memberlakukan asuransi perjalanan bagi para konsumen hanya
melalui Asuransi Jasa Raharja, yakni dengan memasukkan secara otomatis biaya
premi asuransi ke dalam total biaya yang harus dikeluarkan konsumen. Di sisi lain,
terdapat pula perusahaan jasa angkutan udara yang memberlakukan
pertanggungan konsumen lainnya yakni asuransi perjalanan dari perusahaan
angkutan udara itu sendiri dalam bentuk opsi atau pilihan pada saat membeli tiket
penerbangan.
6 Saefullah Wiradipradja, “Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan TerhadapPenumpang Menurut Hukum Udara Indonesia” dalam Jurnal Hukum Bisnis Vol. 25-NO.1-Tahun2006 hal. 6.
7 Indonesia (b), Undang-Undang Penerbangan UU No. 1 Tahun 1999 Pasal 141.
8 Prof. Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, S.H., Hukum Pertanggungan, (Jogjakarta:Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1982), Hal. 9 .
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
5
UNIVERSITAS INDONESIA
Maraknya dunia penerbangan Indonesia saat ini boleh jadi dipelopori oleh
munculnya maskapai penerbangan murah pertama di Indonesia, yaitu Lion Air.
Dengan slogannya: “We make people fly", maskapai yang baru beroperasi awal
tahun 2000-an tersebut seolah memicu munculnya maskapai low cost lainnya.
Lion Air sebagai maskapai baru segera menjadi bahan perbincangan karena
mampu menyedot banyak penumpang meski kehadirannya sempat diragukan
sebelumnya. Bahkan kini, maskapai tersebut telah menduduki peringkat pertama
sebagai maskapai dengan penumpang terbanyak di tanah air selama tiga tahun
berturut-turut yakni tahun 2008, 2009, dan 2010. Dengan diraihnya prestasi ini,
Lion Air terbukti menjadi maskapai penerbangan favorit di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari data yang diberikan Kementerian Perhubungan kepada Investor
Daily dimana Lion Air menguasai 42% pangsa pasar penerbangan rute domestik
2010 dengan raihan sebanyak 17.798.685 orang penumpang. Disusul kemudian
pada 2009, Lion Air menguasai kembali 30,7% pangsa pasar yang sama dengan
13.500.000 penumpang. Kesuksesan Lion Air tetap dipertahankan hingga tahun
2008 dimana maskapai itu menguasai pangsa pasar dalam negeri sebesar 24,4%
atau setara dengan 9.147.000 orang.9
Untuk memaksimalkan pelayanan serta memberikan kemudahan bagi
konsumen dalam pemesanan tiket, Lion Air menyediakan pemesanan tiket secara
elektronik atau online melalui website atau sms booking. Sistem pembelian secara
online ini memang dirasakan sangat bermanfaat dan efisien bagi calon penumpang.
Dalam sistem pembelian elektronik ini, pertanggungan terhadap penumpang
dalam bentuk asuransi perjalanan yang diberikan oleh maskapai Lion Air
dilakukan dengan sistem pilih atau opsi. Para calon penumpang saat melakukan
proses pembelian tiket direkomendasikan untuk membeli asuransi perjalanan oleh
maskapai Lion Air. Dengan demikian penumpang mempunyai dua pilihan yaitu
membeli atau tidak membeli asuransi perjalanan yang ditawarkan Lion Air.
Calon penumpang, dalam hal ini sebagai konsumen jasa angkutan udara
yang wajib diberikan perlindungan sesuai amanat peraturan perundang-undangan
9 Tri Listiyarini, “Penumpang Lion Air Masih Teratas; Air Asia Menyalip Garuda”,sumber: Kementerian Perhubungan http://trilistiyarini.blogspot.com/2011/01/penumpang-lion-air-masih-teratas.html.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
6
UNIVERSITAS INDONESIA
di bidang penerbangan, tentu menginginkan perlindungan yang pasti dalam
perjalanan mereka. Informasi yang mendukung dalam pemakaian jasa
penerbangan beserta perlindungannya menjadi hal krusial yang mempengaruhi
konsumen dalam membeli produk jasa. Dengan melihat pada fakta tersebut,
penulis ingin memaparkan lebih lanjut mengenai posisi asuransi perjalanan
tambahan konsumen jasa angkutan udara di Indonesia serta pemenuhan terhadap
hak konsumen jasa angkutan udara terkait asuransi penerbangan dalam metode
penjualan asuransi perjalanan dalam pembelian tiket secara elektronik pada jasa
angkutan udara Lion Air sebagai asuransi perjalanan tambahan.
1.2 Pokok Permasalahan
Dalam melakukan penelitian ini, Penulis menemukan beberapa
permasalahan diantaranya:
1. Bagaimanakah status Asuransi Perjalanan Lion Air dalam lingkup Hukum
Asuransi?
2. Apakah metode penjualan dari asuransi perjalanan yang disediakan jasa
angkutan udara Lion Air telah memenuhi hak-hak konsumen?
3. Bagaimanakah perlindungan konsumen jasa angkutan udara Lion Air yang
tidak membeli Asuransi Perjalanan Lion Air yang ditawarkan saat membeli
tiket secara elektronik?
1.3. Tujuan Penulisan
Suatu tujuan itu dicapai agar penulisan ini dapat lebih terarah dan dapat
mengenai sasaran yang ingin dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai dibagi
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk dapat menambah wawasan
dan pengetahuan baik kepada peneliti maupun kepada pembaca melalui studi
keilmuwan tentang Tinjauan yuridis perlindungan konsumen pengguna jasa
angkutan udara terhadap opsi penyertaan asuransi perjalanan dalam pembelian
tiket elektronik jasa angkutan udara.
Sementara itu, tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
7
UNIVERSITAS INDONESIA
1. Untuk mengetahui bagaimanakah status Asuransi Perjalanan Lion Air dalam
lingkup Hukum Asuransi;
2. Untuk mengetahui pemenuhan hak-hak konsumen dalam metode penjualan
dari asuransi perjalanan yang disediakan jasa angkutan udara Lion Air;
3. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan konsumen jasa angkutan udara
Lion Air yang tidak membeli Asuransi Perjalanan Lion Air yang ditawarkan
saat membeli tiket secara elektronik.
1.4. Definisi Operasional
Penulisan dalam penelitian ini menggunakan beberapa istilah yang perlu
dijabarkan secara jelas. Penjelasan beberapa istilah tersebut diambil dari kamus
dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penulisan. Beberapa
istilah itu adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.10
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.11
3. Tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara
untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim
barang serta pihak ketiga.12
4. Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti,
10 Indonesia (a), Pasal 1 angka (1).
11 Ibid., Pasal 1 angka (2).
12 Indonesia (c). Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011 tentangTanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, Pasal 1 angka 3.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
8
UNIVERSITAS INDONESIA
atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.13
5. Objek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia,
tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang,
rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.14
6. Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara
untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan
atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa
bandar udara.15
7. Tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk
lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian angkutan
udara antara penumpang dan pengangkut, dan hak penumpang untuk
menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat udara.16
1.5. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.17
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang
bersifat yuridis normatif, artinya penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui norma hukum tertulis, yang dalam hal ini mengetahui perlindungan
konsumen pengguna jasa angkutan udara terkait dengan opsi asuransi tiket
elektronik ditinjau dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
13 Indonesia (d). Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Pasal1 angka (1).
14 Ibid., Pasal 1 angka (2).
15 Indonesia (b), Pasal 1 angka (13).
16 Ibid., Pasal 1 angka (27).
17Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986), hlm. 43.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
9
UNIVERSITAS INDONESIA
Menurut sifatnya, penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan tipe
penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan data
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, untuk
mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat
teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru.18 Dalam hal
penelitian ini menggunakan data yang seteliti mungkin mengenai asuransi
perjalanan pada perusahaan jasa angkutan udara terhadap peraturan terkait
asuransi di bidang jasa angkutan udara dengan mengaitkannya pada praktek usaha
jasa Lion Air.
Menurut bentuknya, penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan tipe
penelitian evaluatif, dimana penelitian ini ditujukan untuk menilai apakah
tindakan perusahaan jasa Lion Air sesuai dengan peraturan yang berlaku di bidang
penerbangan Indonesia.
Menurut penerapannya, penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan
tipe penelitian yang berfokuskan pada masalah, yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk mengaitkan antara bidang teori dengan bidang praktik, dimana
dalam hal ini, penelitian ini akan mengaitkan antara bidang hukum perlindungan
konsumen terhadap kegiatan jasa angkutan udara Lion Air.
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data-data yang diperoleh dari bahan pustaka, dimana data-data yang
dipergunakan dalam melakukan penelitian ini adalah berupa buku-buku,
sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya pada bagian tinjauan pustaka dan
dokumen-dokumen tertulis lainnya serta kuesioner sebagai data pendukung.
Adapun karena penelitian ini menggunakan jenis data sekunder, maka jenis
data sekunder itu dibagi lagi ke dalam 3 (tiga) macam bahan hukum, yaitu :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat berupa peraturan perundang-undangan Indonesia. 19 Dalam
penulisan ini, terdapat data-data yang diambil dari Undang-Undang No. 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan, Undang-Undang No. 2 Tahun 1992
18 Ibid, hlm. 10.
19 Ibid., hal. 52.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
10
UNIVERSITAS INDONESIA
tentang Usaha Perasuransian serta perubahannya, dan Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa bahan hukum primer,
antara lain yaitu : buku, artikel ilmiah, dan sebagainya. Dalam penulisan ini,
terdapat penjelasan yang diperoleh dari buku;
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
dokumen, wawancara, dan teknik pengambilan data kuesioner. Dalam hal
mengenai studi dokumen, studi dokumen ini dilakukan terhadap data sekunder
yang berupa peraturan perundang-undangan, berupa Undang-Undang No. 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan, Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian serta perubahannya, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen beserta peraturan perundang-undangan terkait, dan buku-
buku tentang hukum perlindungan konsumen, khususnya yang berkaitan dengan
asuransi penerbangan di Indonesia.
Dalam hal mengenai wawancara, wawancara ini dilakukan terhadap
narasumber, yaitu pegawai/pihak perusahaan jasa angkutan udara Lion Air
sehingga penulis mendapatkan informasi mengenai kebijakan perusahaan Lion
Air dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen.
Teknik pengambilan data kuesioner dilakukan untuk memberikan gambaran
perilaku konsumen dalam melakukan transaksi elektronik terkait pembelian tiket
pesawat dengan disertai asuransi perjalanan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang
“menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran
penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata”. 20
Bahan penelitian yang sudah terkumpul akan dianalisis sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang akan dikomparasikan dengan kenyataan
yang ada pada praktiknya.
20 Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta : BadanPenerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 67.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
11
UNIVERSITAS INDONESIA
Bentuk hasil penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik,
dimana dalam peneltitian ini dilakukan analisis terhadap kebijakan perusahaan
jasa angkutan udara Lion Air dengan buku-buku yang memberikan penjelasan
mengenai asuransi penumpang jasa angkutan udara, dan data-data lainnya.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi ke dalam lima bab, yaitu:
BAB 1 Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian,
kerangka konsepsional, metode penlitian, dan sistematika penulisan sebagai
kerangka penelitian ini.
BAB 2 Tinjauan Umum Hukum Perlindungan Konsumen dan Hukum Asuransi
Pada bab ini akan dibahas mengenai pengertian hukum perlindungan
konsumen, asas-asas serta pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen, hak
dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, serta hal-hal yang berkaitan dengan
sengketa konsumen. Selain itu, dalam bab ini juga akan dibahas beberapa hal
mengenai hukum asuransi yaitu, definisi asuransi, jenis asuransi, fungsi asuransi,
tujuan dan manfaat asuransi, serta berakhirnya suatu pertanggungan asuransi.
BAB 3 Asuransi Penerbangan
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai dasar hukum asuransi
penerbangan, prinsip tanggung jawab perusahaan penerbangan, asuransi
penerbangan sebagai salah satu asuransi wajib, tujuan diberlakukannya asuransi
wajib dalam penerbangan, serta asuransi perjalanan terhadap penumpang
angkutan udara.
BAB 4 Asuransi Perjalanan Lion Air dalam Pembelian Tiket Secara Elektronik
Pada bab ini, penulis akan memaparkan metode penjualan Asuransi
Perjalanan Lion Air, pemenuhan hak-hak konsumen mengenai asuransi
penerbangan, serta perlindungan bagi penumpang jasa Lion Air.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
12
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 5 Penutup
Bab ini merupakan bab penutup yang memberikan kesimpulan dan saran
dari penulis. Pada bab ini, penulis akan menjawab pokok permasalahan yang telah
dikemukakan pada Bab Pendahuluan.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
13
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 2
TINJAUAN UMUM TERHADAP
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN HUKUM ASURANSI
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai aspek-aspek dalam Hukum
Perlindungan Konsumen dan Hukum Asuransi, pada bagian ini akan dipaparkan
terlebih dahulu aspek-aspek yang ada dalam Hukum Perlindungan Konsumen
maupun Hukum Asuransi.
2.1. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia
Pada bab ini akan dibahas mengenai pengertian hukum perlindungan
konsumen, asas-asas serta pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen, hak
dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, serta hal-hal yang berkaitan dengan
sengketa konsumen.
2.1.1 Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Secara harafiah, kata “perlindungan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) diartikan sebagai tempat berlindung; hal (perbuatan dsb) memperlindungi
dan konsumen diartikan sebagai pemakai barang-barang hasil industri (bahan
pakaian, makanan, dan sebagainya).21 Di sisi lain hukum, dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai “peraturan yang dibuat oleh penguasa
(pemerintah) atau adat yang berlaku bagi semua orang di suatu masyarakat
(negara); undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan
hidup masyarakat. 22 Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen dapat
diartikan sebagai undang-undang, adat, dan segala peraturan yang mengatur
pergaulan hidup masyarakat sebagai tempat berlindung pemakai barang-barang
hasil industri (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya).
21 Kamus Besar Bahasa Indonesia cet. 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)
22 Ibid.,
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
14
UNIVERSITAS INDONESIA
Dengan adanya pertumbuhan di bidang perekonomian serta globalisasi yang
semakin menyeluruh, masyarakat sebagai konsumen selain mendapatkan manfaat
dengan semakin banyaknya pilihan akan barang dan/atau jasa juga mendapatkan
kerugian. Banyaknya pilihan produk maupun jasa yang ditawarkan akan
berdampak pada timbulnya ketidakseimbangan antara pelaku usaha dengan
konsumen. Konsumen dalam keadaan ini akan berada pada posisi yang kurang
menguntungkan atau lemah. Pelaku usaha kerap kali memposisikan para
konsumen sebagai objek aktivitas usaha untuk meraup keuntungan yang sebesar-
besarnya. Oleh karena itu, komponen peraturan di bidang perlindungan konsumen
dianggap perlu untuk memberikan “payung hukum” bagi konsumen.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat (1) mengartikan
perlindungan konsumen sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kalimat yang
menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan
sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan
pelaku usaha hanya demi kepentingan perlindungan konsumen.23
Az Nasution mengartikan Hukum perlindungan konsumen sebagai
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunanan produk
(barang/jasa) antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan
bermasyarakat. 24 Dari pengertian tersebut, komponen pelindung konsumen
dikatakan tidak terbatas oleh satu peraturan yang spesifik mengenai perlindungan
konsumen, tetapi juga segala asas dan kaidah terkait yang berlaku. Oleh karena itu,
perlindungan konsumen tidak hanya diberikan oleh UU Perlindungan Konsumen,
tetapi juga oleh berbagai peraturan khusus di bidangnya seperti misalnya UU
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Informasi dan Transaksi
Elektronik, UU Penerbangan, serta peraturan terkait di segala bidang. Sebagai
contoh, di dalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, perlindungan
23 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PTRajaGrafindo Persada, 2005), hal. 1.
24 Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen. Cet 2, (Jakarta: Diadit Media, 2002),hal. 22.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
15
UNIVERSITAS INDONESIA
konsumen berarti melindungi konsumen dari pemberlakuan tarif tinggi oleh badan
usaha angkutan udara niaga dan melindungi konsumen dari informasi/iklan tarif
penerbangan yang berpotensi merugikan/menyesatkan sehingga ditetapkan tarif
batas atas.25
Di lain pihak, perlindungan yang diberikan kepada konsumen sudah dimulai
sejak tahap penyediaan barang dan/atau jasa hingga pada tahap pemakaian barang
dan/atau jasa tersebut. Johanes Gunawan dalam bukunya yang berjudul Hukum
Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa perlindungan hukum terhadap
konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict/pre
purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post
purchase).26
Menurut Johanes Gunawan, perlindungan hukum terhadap konsumen yang
dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi dapat dilakukan dengan
cara, antara lain:
1. Legislation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan
pada saat sebelum terjadinya transaksi dengan memberikan perlindungan
kepada konsumen melalui peraturan perundang-undangan yang telah dibuat.
Dengan adanya peraturan perundangan tersebut konsumen diharapkan akan
memperoleh perlindungan sebelum terjadinya transaksi karena telah ada
batasan-batasan dan ketentuan yang mengatur transaksi antara konsumen dan
pelaku usaha;
2. Voluntary self regulation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang
dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi, dimana dengan cara ini
pelaku usaha diharapkan secara sukarela membuat peraturan bagi dirinya
sendiri agar lebih berhati-hati dan waspada dalam menjalankan usahanya.
Sementara itu, untuk perlindungan hukum terhadap konsumen pada saat
telah terjadinya transaksi dapat dilakukan melalui jalur Pengadilan Negeri (PN)
atau di luar Pengadilan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
25 Indonesia (b), Pasal 127 ayat (2).
26 Serena Claudia, “Perlindungan Hak Konsumen Terhadap Kejelasan Informasi DalamSuatu Kontrak Elektronik Jual Beli via Websites (Studi Kasus Situs airasia.com danbelibarang.com)”, (Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011), Hal.54.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
16
UNIVERSITAS INDONESIA
bedasarkan pilihan para pihak yang bersengketa. 27 Dengan demikian,
perlindungan terhadap konsumen tidak hanya berasal dari para penguasa
(pemerintah), tetapi juga dapat berasal dari para pelaku usaha itu sendiri.
2.1.2. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
Asas hukum perlindungan konsumen sebagai hukum dasar terbentuknya
perlindungan bagi konsumen tercantum dalam Pasal 2 serta penjelasan UU No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan;
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil
ataupun spiritual;
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.28
Menurut Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, kelima asas yang disebutkan
dalam pasal tersebut, bila diperhatikan substansinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
asas:
27Johanes Gunawan, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Universitas Katolik
Parahyangan, 1999), hal. 3.
28Indonesia (a), Pasal 2 dan Penjelasan.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
17
UNIVERSITAS INDONESIA
1. Asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan
keselamatan konsumen;
2. Asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan;
3. Asas kepastian hukum.29
Urutan yang diberikan UU Perlindungan Konsumen tidak menunjukkan skala
prioritas diantara kelima asas tersebut. Berbagai ahli berargumen mengenai
prioritas yang seharusnya dimiliki dalam menegakkan perlindungan konsumen.
Namun dalam praktiknya, pencapaian asas-asas tersebut tidak mungkin terjadi
sekaligus. Hal ini dikarenakan adanya kecenderungan benturan kepentingan dalam
setiap permasalahan yang timbul. Terkait dengan hal ini, Achmad Ali dalam
bukunya yang berjudul Menguak Tabir Hukum berpendapat bahwa penerapan
asas prioritas memang diperlukan. Namun, asas tersebut kiranya tidak diterapkan
sesuai urutan prioritas yang diajarkan Radburch, yaitu secara urutan prioritas
dimulai dari keadilan, kemanfaatan, dan yang terakhir adalah kepastian hukum.
Achmad Ali mengungkapkan hal yang lebih realistis yakni dengan menganut asas
prioritas yang kasuistis. Ketiga tujuan hukum tersebut diprioritaskan sesuai kasus
yang dihadapi sehingga pada kasus A mungkin prioritasnya pada kemanfaatan,
sedangkan untuk kasus B prioritasnya pada kepastian hukum.30
Asas-asas perlindungan terhadap konsumen tersebut tidak terlepas dari
adanya tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
29Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 26.
30 Ibid., hal. 27-28.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
18
UNIVERSITAS INDONESIA
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.31
2.1.3. Pihak dalam Hukum Perlindungan Konsumen
Untuk mengenal lebih jauh mengenai perlindungan konsumen, pemaparan
mengenai definisi para pihak sangat diperlukan. Konsumen dan pelaku usaha
merupakan pihak dalam Hukum Perlindungan Konsumen.
2.1.3.1 Konsumen
Undang-Undang Perlindungan Konsumen mendeskripsikan konsumen
sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 32 Kata “memperoleh”
digunakan karena perolehan barang atau jasa oleh konsumen tidak saja karena
hubungan hukum jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-pakai, jasa angkutan
perbankan, konstruksi asuransi, dan lain-lain, melainkan juga melalui pemberian
sumbangan, hadiah-hadiah baik yang berhubungan denga komersial maupun
dengan hubungan lainnya.33
Secara universal, belum terdapat kesatuan definisi mengenai konsumen. Hal
ini dapat dilihat dalam beberapa literatur sebagai berikut.
1. UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dalam Pasal 1 ayat (7)
mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang atau badan yang membeli
tenaga listrik dari pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik;
31 Indonesia (a), Pasal 3.
32 Ibid., Pasal 1 ayat (2).
33 Az Nasution, Penulisan Karya Ilmiah tentang Perlindungan Konsumen dan Peradilandi Indonesia, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1995), hal. 8.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
19
UNIVERSITAS INDONESIA
2. UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi membagi konsumen atau
pengguna menjadi dua yakni pelanggan dan pemakai. Pelanggan dalam Pasal
1 ayat 9 didefinisikan sebagai perseorangan, badan hukum, instansi
pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi berdasarkan kontrak, sedangkan pemakai dalam Pasal 1 ayat
(10) didefinisikan sebagai perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah
yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi
yang tidak berdasarkan kontrak. (Undang-undang ini membedakan kedua
jenis konsumen tersebut berdasarkan ada atau tidaknya kontrak.);
3. John Mickelburgh memberikan pengertian konsumen yaitu a person to whom
goods, services or credit are supplied or sought to be supplied by another in
the course of a bussines carried on by him. 34
Dalam kaitannya dengan konsumen, Az Nasution menggolongkan
konsumen dalam tiga katagori yaitu:
1. Konsumen dalam arti umum, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang
atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;
2. Konsumen antara yaitu setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa
untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk
diperdagangkan (tujuan komersial);
3. Konsumen akhir, yaitu setiap orang alami yang mendapatkan dan
menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan
hidupnya pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.35
Bila dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 1 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen,
konsumen yang menjadi sasaran dari perlindungan konsumen dari undang-undang
tersebut adalah konsumen akhir.
Tim Hukum Perlindungan Konsumen yang dibentuk berdasarkan Keputusan
Menteri Kehakiman RI tentang pembentukan Tim Penelaah Peraturan Perundang-
Undangan di Bidang Hukum dalam rangka Reformasi Hukum Departemen
34John Mickelburgh, Consumer protection, (Abingdon/oxon: Professional books limited,
1979) hal. 3.
35Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, cet. 3, (Jakarta: DiaditMedia, 2007)
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
20
UNIVERSITAS INDONESIA
Kehakiman No. M59-PRO9.04 tahun 1998 mengkatagorikan konsumen akhir ke
dalam 3 golongan yaitu:
1. Pemakai adalah setiap konsumen yang memakai barang yang tidak
mengandung listrik atau elektronika, seperti pemakaian pangan, sandang,
papan, alat transportasi, dan sebagainya;
2. Pengguna adalah setiap konsumen yang menggunakan barang yang
mengandung listrik dan elektronika seperti penggunaan lampu listrik, radio,
tape, televisi, ATM, atau komputer dan sebagainya;
3. Pemanfaat adalah setiap konsumen yang memanfaatkan jasa-jasa konsumen,
seperti: jasa kesehatan, jasa angkutan, jasa pengacara, jasa pendidikan, jasa
perbankan, jasa transportasi, jasa rekreasi, dan sebagainya.36
Di sisi lain, Pembatasan konsumen tersebut menurut Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terlalu sederhana sehingga YLBHI
memperluas definisi konsumen dari tiga segi, yaitu:
1. Segi akses informasi
Konsumen dapat dibagi menjadi konsumen terinformasi dan konsumen
tidak terinformasi. Ciri-ciri konsumen terinformasi: berpendidikan, status
ekonomi sosial menengah ke atas, dan secara finansial dapat mengakses
bantuan hukum komersial. Sebaliknya, ciri-ciri konsumen tidak terinformasi:
kurang berpendidikan, status ekonomi sosial menengah ke bawah, dan tidak
dapat memperjuangkan hak-haknya sendiri sehingga membutuhkan bantuan
hukum/ pembelaan secara cuma-cuma.
2. Segi pertanggungjawaban produsen
Konsumen terbagi dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit,
konsumen dipahami terbatas pada pihak-pihak yang melakukan transaksi
semata. Sebaliknya, dalam arti luas konsumen tidak hanya terbatas pada pihak
yang melakukan transaksi, tetapi juga korban dari suatu peristiwa/transaksi.
36Eva Novianti, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Pangan
Transgenik (Studi Kasus: Snack Kentang Pringles)”, (Depok: Program Sarjana UniversitasIndonesia,2007) hal. 24.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
21
UNIVERSITAS INDONESIA
3. Segi ruang lingkup konsumen
Selain sebagai pengguna (user), konsumen juga dapat dipahami dalam
konteks sebagai pemanfaat sumber daya alam, baik berupa air, udara, dan
hutan, dan lain-lain.37
2.3.3.2 Pelaku Usaha
UU Perlindungan Konsumen mengartikan pelaku usaha sebagai:
“Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 38
Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan,
korporasi, koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor,
dan lain-lain.”39
Pengertian pelaku usaha dalam UU Perlindungan konsumen sangatlah luas
meliputi berbagai macam pelaku usaha perseorangan maupun badan hukum.
Pelaku perseorangan cenderung mengarah kepada pelaku usaha kecil hingga
menengah sedangkan pelaku usaha badan hukum merupakan pelaku usaha skala
besar. Pelaku usaha di sini juga tidak dibatasi oleh jenis usaha atau bidang usaha
yang digeluti. Namun, lingkup pelaku usaha dalam UU Perlindungan konsumen
ini hanya berlaku bagi pelaku usaha yang menjalankan usahanya di Indonesia.
Dengan demikian, pengusaha Indonesia yang melakukan usaha di luar negeri
tidak mendapat perlindungan dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
37A. Patra M. Zen dan Daniel Hutagalung, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia:
Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah hukum cet. 2, (Jakarta: YLBHI, 2007),hal. 261-262.
38Indonesia (a), Pasal 3 ayat (1).
39Ibid., Penjelasan Pasal 3 ayat (1) .
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
22
UNIVERSITAS INDONESIA
Menurut Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, pelaku usaha digolongkan
dalam 3 kelompok, yaitu:
1. Investor, yakni pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai kepentingan-
kepentingan usaha seperti bank, lembaga keuangan non-bank, dan para
penyedia dana lainnya.
2. Produsen, yakni pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau
jasa dari barang dan jasa-jasa lain seperti penyelenggara jasa kesehatan,
pabrik sandang, pengembang perumahan, dan sebagainya.
3. Distributor, yakni pelaku usaha yang mendistribusikan atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat seperti
warung, toko, kedai, supermarket, pedagang kaki lima, dan lain-lain.40
2.1.3.3. Pemerintah
Peran pemerintah sebagai pemegang regulasi dan kebijakan sangatlah
penting. Pentingnya intervensi pemerintah didasarkan pada beberapa argumentasi
yaitu:
1. Dalam masyarakat modern, produsen menawarkan berbagai jenis produk baru
hasil kemajuan teknologi dan manajemen secara masal (mass production and
consumption);
2. Hasil produksi secara masal dan teknologi canggih, potensial bagi munculnya
risiko produk-produk cacat yang dapat merugikan konsumen;
3. Hubungan antara konsumen dan produsen yang tidak seimbang;
4. Persaingan yang sempurna sebagai pendukung consumer sovereignty theory
dalam prakteknya jarang terjadi.41
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dimaksudkan untuk
memberdayakan konsumen agar konsumen mendapatkan hak-haknya. Selain itu
pemerintah juga bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan
penyelenggaraan perlindungan konsumen agar pelaku usaha memperhatikan hak-
40Az Nasution, “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU No. 8
Tahun 1999”, hal. 7.
41 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan TanggungJawab Mutlak, (Jakarta: Program Pasca-sarjana Fakultas Hukum UI, 2004), hal. 30.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
23
UNIVERSITAS INDONESIA
hak konsumen. Dari penjabaran tersebut, terdapat dua fungsi dari pemerintah
dalam hal perlindungan konsumen, yaitu pembinaan dan pengawasan.
Fungsi pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah diatur dalam Pasal 29
UU Perlindungan Konsumen, yaitu Pemerintah bertanggung jawab atas
pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin
diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban
konsumen dan pelaku usaha. Pembinaan yang dilakukan juga meliputi upaya
untuk:
1. Menciptakan iklim usaha dan hubungan yang sehat antara konsumen dengan
pelaku usaha. Hal ini dilakukan dengan cara:
a. Penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen;
b. Pemasyarakatan peraturan perundang-undangan dan informasi
yang berkaitan dengan perlindungan konsumen;
c. Peningkatan peran BPKN dan BPSK melalui peningkatan kualitas
sumber daya manusia dan lembaga;
d. Peningkatan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha dan
konsumen terhadap hak dan kewajiban masing-masing;
e. Peningkatan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan,
pelatihan, keterampilan;
f. Penelitian terhadap barang dan/atau jasa beredar yang
menyangkut perlindungan konsumen;
g. Peningkatan kualitas barang dan/atau jasa;
h. Peningkatan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab pelaku
usaha dalam memproduksi, menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan dan menjual barang dan/atau jasa;
i. Peningkatan pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam
memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa serta pencantuman
label dan klausula baku.
2. Mengembangkan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
dengan cara:
a. Pemasyarakatan peraturan perundang-undangan dan informasi
yang berkaitan dengan perlindungan konsumen;
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
24
UNIVERSITAS INDONESIA
b. Pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia pengelola
LPKSM melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan.
3. Meningkatkan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan di
bidang perlindungan konsumen dengan cara:
a. Peningkatan kualitas aparat penyidik pegawai negeri sipil di
bidang perlindungan konsumen;
b. Peningkatan kualitas tenaga peneliti danpenguji barang dan/atau
jasa;
c. Pengembangan dan pemberdayaan lembaga penguji mutu barang
d. Penelitian dan pengembangan teknologi pengujian dan standar
mutu barang dan/atau jasa serta penerapannya.42
Selain melakukan pembinaan, Pemerintah sebagai salah satu pihak yang
melaksanakan fungsi pengawasan diatur dalam ketentuan pasal 30 UU
Perlindungan Konsumen, yakni Pengawasan terhadap penyelenggaraan
perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-
undangannya diselenggarakan oleh pemerintah.
2.1.3.4. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
Sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (1) UU Perlindungan
Konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
juga berfungsi sebagai badan pengawas dalam pelaksanaan perlindungan
konsumen. Fungsi dari LPKSM yakni:
1. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa.
2. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya.
3. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan
konsumen.
4. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen.
42 Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan danPengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Pasal 3-6.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
25
UNIVERSITAS INDONESIA
5. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
2.1.4. Produk Konsumen
Az Nasution menjabarkan pengertian produk konsumen sebagai setiap
barang dan/atau jasa akhir yang dipakai, digunakan, dan/atau dimanfaatkan bagi
memenuhi kepentingan/kebutuhan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan tidak
untuk diperdagangkan. 43 Sejalan dengan Az Nasution, Philip Kotler juga
mendefinisikan barang konsumen (consumer product) sebagai barang-barang
yang dibeli oleh konsumen akhir untuk konsumen pribadi.44
Kotler membagi barang konsumen ke dalam 4 kategori yaitu:
1. Barang konveniens (convenience goods) adalah barang dan jasa konsumen
yang biasanya dibeli konsumen berkali-kali dengan segera, dan dengan
perbandingan dan upaya pembelian minimum. Barang konveniens umumnya
murah dan mudah didapat. Contoh: rokok, sabun, dan surat kabar;
2. Barang belanja (shooping goods) adalah barang-barang konsumen yang,
dalam proses pemilihan dan pembelian, biasanya diperbandingkan menurut
kecocokan, mutu, harga, dan model. Ketika membeli barang belanja,
konsumen menghabiskan cukup banyak waktu dan usaha dalam
mengumpulkan informasi dan membuat perbandingan. Contoh: furnitur,
busana, mobil, dan peralatan rumah tangga yang besar;
3. Barang khusus (specialty goods) adalah barang-barang konsumen dengan
karakteristik dan identifikasi produk yang unik yang kelompok-kelompok
pembeli tertentu bersedia memperolehnya dengan upaya pembelian khusus.
Contoh: mobil jenis tertentu atau peralatan fotografi mahal;
4. Barang yang tidak dicari (unsought goods) adalah barang-barang yang tidak
diketahui konsumen atau konsumen mengetahuinya tetapi umumnya tidak
43 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, cet 1, (Jakarta: PTRajagrafindo Persada, 2004), hal. 4.
44 Philip Kotler dan Gary Armstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran cet. 1, ed. YatiSumiharti, S.E., (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), hal. 271.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
26
UNIVERSITAS INDONESIA
berpikir untuk membelinya. Contoh: audio tape digital yang tidak dicari
sampai konsumen mengetahuinya melalui iklan. 45
UU Perlindungan Konsumen tidak menjabarkan secara tegas mengenai
produk konsumen, tetapi mengulasnya sebagai barang dan jasa. UU Perlindungan
Konsumen mendefinisikan barang sebagai setiap benda baik berwujud maupun
tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun
tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan,
atau dimanfaatkan oleh konsumen.46 Pengertian barang dalam undang-undang ini
juga termasuk barang yang dapat diperdagangkan, namun dikarenakan UU
Perlindungan Konsumen hanya mengakui adanya konsumen akhir maka
pengertian barang ini pun terbatasi. Berkaitan dengan jasa, UU Perlindungan
Konsumen mendefinisikan jasa sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
konsumen.47
2.1.5. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha
Untuk dapat menjalankan perannya masing-masing, konsumen dan pelaku
usaha tentunya memiliki hal-hal yang seharusnya mereka lakukan berupa
kewajiban serta hak-hak yang bisa mereka dapatkan yang berbentuk hak. Oleh
karena itu, pemerintah melalui perangkat peraturan perundang-undangan telah
mengatur hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha tersebut.
2.1.5.1 Hak dan Kewajiban Konsumen
Jauh sebelum UU Perlindungan Konsumen terbentuk, Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 1981 telah merumuskan panca hak
konsumen, yaitu:
1. Hak atas keamanan dan keselamatan;
2. Hak atas informasi;
45 Ibid., hal. 271-272
46 Indonesia (a), Pasal 1 ayat (4).
47 Ibid., Pasal 1 ayat (5).
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
27
UNIVERSITAS INDONESIA
3. Hak untuk memilih;
4. Hak untuk didengar;
5. Hak atas lingkungan hidup;
Mengenai kelima hak tersebut, Az Nasution berpendapat bahwa:
“Kehidupan yang layak bagi manusia sebagai konsumen antara lain
apabila ia berhak mendapatkan kebutuhan hidup keluarganya (barang
atau jasa) yang terjamin bagi keamanan dan keselamatan diri dan
keluarganya; ia pun berhak mendapat informasi yang jujur dan
bertanggung jawab tentang semua kebutuhan hidupnya sehingga ia dapat
menjatuhkan pilihannya dengan benar, dan ia berhak pula untuk
menentukan pilihan atas produk konsumen yang diinginkannya.
Apabila karena penggunaan sesuatu barang atau jasa konsumen, ia
dirugikan harta benda, kesehatan fisik atau keamanan jiwa, maka ia
berhak untuk didengar pengaduan/laporannya oleh aparat pemerintahan
atau gugatannya di lembaga peradilan yang berwenang untuk itu.
Selanjutnya untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga, mereka
berhak mendapatkan lingkungan hidup yang bersih dan mendukung
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.”48
Hak konsumen menurut UU Perlindungan Konsumen adalah:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
48Az Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1995), hal. 37.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
28
UNIVERSITAS INDONESIA
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.49
Keberagaman hak konsumen yang telah disebutkan, menurut Ahmadi Miru
dapat dibagi ke dalam 3 hak yang menjadi prinsip dasar yakni:
1. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik
kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan;
2. Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar;
3. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang
dihadapi.50
John F. Kennedy menjabarkan 4 hak konsumen yaitu:
1. The right to safety;
2. The right to be informed;
3. The right to choose;
4. The right to be heard.51
Keempat hak konsumen yang dipaparkan oleh Kennedy menjadi pilar utama
dari peraturan International Organization of Consumers Union (IOCU).
Organisasi tersebut kemudian menambahkan 4 hak tambahan yaitu:
1. The right to redress;
2. The right to consumer education;
3. The right to a healthy environment;
4. The right to basic goods and services.52
49 Ibid., Pasal 4
50 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,(Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga,2000), hal. 140.
51 Matthew Hilton, Prosperity for All; Consumer Activism In an Era of Globalization,(Amerika Serikat: Cornell University Press, 2009), hal. 185.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
29
UNIVERSITAS INDONESIA
Keseluruhan hak konsumen yang telah dikemukakan di atas telah
merepresentasikan kebutuhan konsumen dalam suatu transaksi ekonomi. Namun,
hak atas informasi
Segala hak pasti memiliki konsekuensi berupa kewajiban yang harus
dilakukan. UU Perlindungan konsumen pun menjabarkan kewajiban-kewajiban
konsumen tersebut yaitu:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.53
2.1.5.2 Hak dan Kewajiban Pelaku usaha
Selain hak yang dimiliki oleh konsumen dalam hubungannya dengan pelaku
usaha, pelaku usaha sewajarnya pula memiliki hak-hak yang perlu dilindungi.
Hak-hak pelaku usaha tersebut di antaranya:
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.54
52 Ibid., hal. 186.
53 Indonesia (a), Pasal 5.
54 Ibid., Pasal 6.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
30
UNIVERSITAS INDONESIA
Untuk menyeimbangkan hak yang diberikan kepada pelaku usaha, UU
Perlindungan Konsumen mengatur kewajiban-kewajiban yang patut dilakukan
oleh Pelaku Usaha. Kewjiban-kewajiban tersebut adalah:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.55
2.1.6. Hal-hal yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Untuk melindungi kepentingan konsumen serta menciptakan iklim
persaingan usaha yang sehat, pemerintah menerapkan beberapa larangan-larangan
yang untuk membatasi pelaku usaha yang ingin berbuat sewenang-wenang.
Larangan-larangan tersebut diatur dalam Bab IV UU Perlindungan konsumen.
Larangan-larangan itu di antaranya:
1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
55 Ibid., Pasal 7.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
31
UNIVERSITAS INDONESIA
2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut;
3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau
jasa tersebut;
5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label;
9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/
dibuat;
10. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang
berlaku.56
Larangan-larangan yang diberikan, menurut Nurmadjito, adalah untuk
mengupayakan agar barang dan/atau jasa yang beredar di masyarakat merupakan
56 Indonesia (a), Pasal 8.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
32
UNIVERSITAS INDONESIA
produk yang layak edar, antara lain asal-usul, kualitas sesuai dengan informasi
penguasaha baik melalui label, etiket, iklan, dan lain sebagainya.57
2.1.7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UU
Perlindungan Konsumen, yaitu Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Dari
uraian tersebut, tanggung jawab pelaku usaha meliputi:
1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan;
2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran;
3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.58
Bentuk ganti kerugian yang diamanatkan undang-undang kepada pelaku
usaha dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa
yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.1.8. Tahap-Tahap Transaksi
Transaksi antara konsumen dengan pelaku usaha diartikan sebagai proses
peralihan pemilikan atau penikmatan barang atau jasa dari penyedia barang atau
penyelenggara jasa kepada konsumen. Peralihan dapat terjadi karena suatu
hubungan hukum tertentu sebagaimana yang terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau perundang-undangan terkait. Namun,
peralihan barang atau jasa dapat pula terjadi karena suatu tindakan komersial
tertentu dari perusahaan seperti pemberian hadiah barang, mobil, sepeda motor,
perhiasan, atau berbentuk jasa pariwisata dan lain-lain, karena memenangkan
undian yang diselenggarakan perusahaan tersebut.59
57Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005) hal. 65.
58Ibid., hal. 125-126.
59 Az Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1995), hal. 37.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
33
UNIVERSITAS INDONESIA
Tahap-tahap transaksi yang sering terjadi dalam praktik terbagi ke dalam 3
bagian yaitu:
1. Tahap pratransaksi konsumen;
2. Tahap transaksi konsumen;
3. Tahap purnatransaksi konsumen.60
Pada tahap pra-transaksi, konsumen belum melakukan transaksi, melainkan
melakukan proses pencarian informasi mengenai harga maupun persyaratan yang
harus dipenuhi serta melakukan berbagai pertimbangan. Informasi yang
didapatkan bisa berasal dari pelaku usaha itu sendiri ataupun sumber-sumber lain
misalnya pemerintah, lembaga perlindungan konsumen, atau pun dari konsumen-
konsumen secara pribadi. Hasil dari pencarian informasi dan pertimbangan yang
dilakukan konsumen akan merujuk pada keputusan konsumen untuk melakukan
transaksi atau tidak.
Apabila konsumen memiliki kepentingan atau pun manfaat atas produk
barang dan/atau jasa tersebut maka konsumen akan memasuki tahap transaksi.
Pada tahap ini, telah terjadi peralihan antara konsumen dengan pelaku usaha.
Selain itu, terjadi beberapa kesepakatan seperti cara pembayaran, hak dan/atau
kewajiban yang mengikuti dan sebagainya.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi konsumen dalam tahap transaksi
diantaranya perjanjian baku atau pun beberapa praktek bisnis yang dijalankan
pengusaha untuk meningkatkan pemasaran atau penyerapan produk di masyarakat.
Kegiatan pemasaran yang biasa dilakukan misalnya dengan mendesain produk
agar menarik, menyelenggarakan jaringan distribusi, melalui iklan, hingga
menjalankan sistem penjualan tertentu. Cara pemasaran yang wajar akan
mendukung putusan pilihan konsumen yang menguntungkannya. Hal ini dapat
dilihat saat konsumen mempunyai atau mendapatkan:
1. Berbagai pilihan atas barang atau jasa hasil produksi atau pun
penyelenggaraan perusahaan-perusahaan yang berbeda;
2. Berbagai tingkat harga dengan berbagai kualitasnya;
60Ibid., hal. 38.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
34
UNIVERSITAS INDONESIA
3. Adanya berbagai kondisi pembelian dan jaminan produk yang
menguntungkan dan dapat dipercaya.61
Pada tahap purna-transaksi, pelaksanaan transaksu telah selesai dilakukan.
Kepuasan atau kekecewaan konsumen yang berkaitan dengan transaksi akan
terlihat. Apabila konsumen merasa puas dengan transaksi yang dilakukan maka
kosumen akan setia dan tidak akan beralih ke merek lain. Lain halnya bila terjadi
kekecewaan terhadap transaksi tersebut. Kekecewaan konsumen dapat berdampak
pada timbulnya kerugian materi maupun bahaya atas keselamatan tubuh dan
keamanan jiwa konsumen, keluarga atau orang lain.
2.1.9. Penyelesaian Sengketa
Sengketa konsumen adalah setiap perselisihan antara konsumen dan
penyedia produk konsumen (barang atau jasa konsumen) dalam hubungan hukum
satu sama lain, mengenai produk konsumen tertentu.62 Terdapat dua hal yang
perlu diperhatikan dalam sengketa konsumen ini yaitu pihak konsumen dan
produk yang disengketakan. Pihak konsumen yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah pemakai, pengguna, dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk
memenuhi kehidupan hidup diri, keluarga, atau rumah tangganya dan tidak untuk
tujuan komersil, sedangkan produk yang disengketakan haruslah produk
konsumen, yakni barang dan/atau jasa yang umumnya dipakai, digunakan, atau
dimanfaatkan untuk memenuhi kepentingan diri, keluarga, dan/atau rumah tangga
konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen telah diatur dalam Bab X UU
Perlindungan Konsumen tentang Penyelesaian Sengketa.
Makna sengketa konsumen tersebut menyimpulkan bahwa sengketa
konsumen hanya berlaku antara konsumen dengan pelaku usaha. Ini berarti UU
Perlindungan Konsumen tidak dapat berlakukan pada sengketa yang terjadi antara
konsumen dengan konsumen.
Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen, negara
memberikan dua pilihan cara penyelesaian sengketa konsumen, yaitu:
61Ibid., hal 47.
62Ibid., hal 179.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
35
UNIVERSITAS INDONESIA
1. Penyelesaian sengketa melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha;
2. Penyelesaian sengketa melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
umum.
Namun, ditegaskan kemudian dalam Pasal 45 ayat (2) UU Perlindungan
Konsumen bahwa sengketa konsumen juga dapat dilakukan di luar pengadilan
yakni penyelesaian damai diantara para pihak yang bersengketa. Penyelesaian
secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang
bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau badan
penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan undang-undang
ini.
Gugatan terhadap pelaku usaha dapat diajukan oleh:
1. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
2. Kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
3. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi
syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran
dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi
tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
4. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar
dan/atau korban yang tidak sedikit.63
Gugatan yang dilakukan oleh sekelompok konsumen diakui oleh Undang-
undang. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen yang
benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu di antaranya
adalah adanya bukti transaksi.64
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan memiliki kelemahan tersendiri di
antaranya:
1. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat lambat;
63 Indonesia (a), Pasal 46.
64 Ibid., Penjelasan Pasal 46 huruf (b).
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
36
UNIVERSITAS INDONESIA
2. Biaya perkara yang mahal;
3. Pengadilan pada umumnya tidak responsif;
4. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah;
5. Kemampuan para hakim yang bersifat generalis.65
Dengan melihat pada kelemahan-kelemahan pengadilan tersebut, para pihak
yang bersengketa lebih memilih menyelesaikan permasalahan mereka di luar
pengadilan.
2.2. Hukum Asuransi
Dalam bab ini akan dibahas beberapa hal mengenai hukum asuransi yaitu,
definisi asuransi, subjek dan objek asuransi, risiko asuransi, prinsip-prinsip
asuransi, jenis asuransi, serta asuransi berganda.
2.2.1. Pengertian Asuransi
Asuransi semakin berkembang di Indonesia seiring dengan berkembangnya
kegiatan perekonomian. Resiko-resiko yang semakin lama menjadi pertimbangan
yang cukup penting dalam melakukan aktivitas menjadi pemicu masyarakat untuk
melakukan perlindungan bagi diri sendiri maupun orang lain. Prof. Ny. Emmy
Pangaribuan berpendapat:
“Kemungkinan bahwa manusia akan menghadapi suatu kerugian atau
suatu kehilangan sudah menjadi suatu masalah bagi setiap umat manusia
sejak manusia tidak lagi bertempat tinggal di taman firdaus (dimana
segala kebutuhan hidup sudah tersedia) dan harus berusaha dengan
tenaga dan pikirannya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, untuk
memiliki harta kekayaan demi kelangsungan hidup. Dari sejak lahir
sampai mati, setiap orang menghadapi suatu yang tidak pasti.”66
65 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PTRajaGrafindo Persada, 2005) hal. 235-236.
66 Dr. Sri Rejeki Hartono,S.H., Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), hal 31 lihat juga Emmy Pangaribuan S, Hukum Pertanggungan danPerkembangan (BPHN, 1980), hal. 3.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
37
UNIVERSITAS INDONESIA
Mengenai perkembangan asuransi di suatu wilayah, Dr. Sri Rejeki Hartono
dalam bukunya yang berjudul Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi
menyimpulkan bahwa
“Asuransi itu timbul bersamaan dengan lahirnya tingkat perkembangan
sosial tertentu sesuai dengan kebutuhan manusia akan
proteksi/perlindungan maupun dalam suatu tingkat perkembangan
kegiatan ekonomi tertentu yang sudah membutuhkan suatu kepastian
tingkat keuntungan tertentu ssehingga membutuhkan pula adanya
perlindungan tertentu sehingga membutuhkan perlindungan tertentu bagi
kelangsungan kegiatannya.”67
Secara harafiah, asuransi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban
membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan
sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu yang menimpa dirinya
atau barang miliknya yang diasuransikan sesuai dengan perjanjian yang
dibuatnya).68 Dalam pengertian ini, asuransi disamakan dengan pertanggungan.
Pertanggungan juga diatur dalam Pasal 1774 KUH Perdata, yaitu perjanjian
kemungkinan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung-untungan,
baik bagi kedua belah pihak maupun bagi sepihak bergantung pada suatu kejadian
yang belum tentu. Perjanjian untung-untungan yang dimaksudkan adalah
perjanjian pertanggungan, bunga cagak-hidup, perjudian, dan pertaruhan. Dalam
pasal ini, pertanggungan bukan berarti sama dengan perjudian, bunga cagak hidup,
maupun pertaruhan. Perjanjian untung-untungan oleh Wirjono Projodikoro
67 Ibid., hal 32.
68 Kamus Besar Bahasa Indonesia cet. 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990).
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
38
UNIVERSITAS INDONESIA
diartikan sebagai persetujuan yang pelaksanaan kewajibannya tergantung dari
peristiwa yang belum akan terjadi.69
Pertanggungan telah diatur sejak lama dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) yaitu dalam Pasal 246 yang berbunyi:
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung
dengan menerima suatu premi, untuk memberikan suatu penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan suatu
kemungkinan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karena suatu
peristiwa yang tak tertentu.”
Berdasarkan pengertian yang diberikan KUHD, asuransi merupakan suatu
perjanjian dimana dapat diketahui unsur-unsur atau sifat-sifat dari asuransi. Dr.
Santoso Poedjosoebroto, S. H. berpendapat bahwa pengertian yang diberikan oleh
KUHD mengenai pertanggungan haruslah ada kerugian dan apabila ada kerugian
yang disebabkan karena peristiwa yang tidak pasti maka terbebanlah kepada
penanggung untuk memenuhi prestasi, yaitu membayar uang pertanggungan
(uitkering). 70 Di lain sisi, Prof. Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, S.H.
menguraikan sifat-sifat asuransi berdasarkan pasal 246 KUHD, yaitu:
1. Asuransi pada asasnya adalah suatu perjanjian kerugian
2. Asuransi tidak boleh menjurus pada pemberian ganti rugi yang lebih besar
daripada kerugian yang diderita
3. Asuransi adalah perjanjian timbal-balik
Penjabaran pertanggungan berdasarkan KUHD merupakan makna sempit
dari asuransi karena perngertian pertanggungan terbatas pada asuransi kerugian.
Untuk memperbaikinya, pemerintah kemudian memperluas pengertian asuransi,
yaitu:
69Dr. Santoso Poedjosoebroto,S.H., Beberapa Aspekta Tentang Hukum Pertanggungan
Djiwa di Indonesia, (Jakarta: Bhratara, 1969), hal. 76.
70 Ibid., hal . 65.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
39
UNIVERSITAS INDONESIA
“Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”71
Dengan adanya pengertian tersebut, asuransi tidak hanya mencakup asuransi
kerugian, melainkan juga asuransi jiwa.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, asuransi merupakan suatu
perjanjian. Oleh karena itu, asuransi secara hukum juga tunduk pada aspek-aspek
perjanjian yang dituangkan dalam KUH Perdata Pasal 1338.
2.2.2. Subjek dan Objek Asuransi
Dalam suatu perjanjian termasuk dalam perjanjian asuransi, terdapat para
pihak yang melakukan perjanjian. Kesepakatan yang terbentuk tentunya
didasarkan pada suatu hal yang menjadi objek perjanjian. Oleh karena itu, perlu
dijelaskan lebih lanjut mengenai subjek dan objek yang ada dalam asuransi.
2.2.2.1. Subjek Asuransi
Subjek asuransi adalah para pihak yang terlibat dalam penutupan asuransi
yaitu tertanggung dan penanggung yang mengadakan perjanjian asuransi.
Tertanggung merupakan pihak yang mengalami kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, sedangkan penanggung dapat diartikan
sebagai pihak yang menanggung kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung. Penanggung dalam hal ini adalah
perusahaan asuransi yang dapat berbentuk Perusahaan Perseroan, Koperasi, atau
71Indonesia (b), Pasal 1 angka (1).
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
40
UNIVERSITAS INDONESIA
pun usaha bersama. 72 Dengan demikian, penanggung hanya boleh berbentuk
badan hukum. Di sisi lain, tertanggung dapat berstatus perseorangan, persekutuan,
atau badan hukum baik perusahaan atau bukan perusahaan.
2.2.2.2. Objek Asuransi
Objek dalam hubungan hukum mengenai perjanjian ialah hal yang
diwajibkan kepada pihak yang berkewajiban (debitur), terhadap mana pihak yang
berhak (kreditur) mempunyai hak. Objek asuransi adalah semua kepentingan yang:
1. Dapat dinilai dengan sejumlah uang (op geld waardeerbaar);
2. Dapat takluk pada macam-macam bahaya (aan gevaar onderhevig);
3. Tidak dikecualikan undang-undang.73
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. menyatakan bahwa bentuk dari objek
asuransi sebenarnya bukanlah barang (rumah) itu selaku benda an-sich, melainkan
kepentingan atas berlangsungnya wujud barang (rumah) itu bagi si terjamin.74
Kepentingan atas suatu barang tidak hanya dimiliki oleh pemilik barang tersebut,
melainkan bisa juga pihak ketiga yang mungkin memilliki kepentingan berupa
jaminan dan sebagainya. Oleh karena itu, pihak yang menjadi terjamin pada
penutupan asuransi selain pemilik barang sebenarnya juga adalah si berpiutang
jika memang terdapat pihak yang berpiutang.
Objek asuransi dapat pula yang berbentuk objek asuransi tanpa benda. Yang
dimaksud dengan objek asuransi tanpa benda ialah adakalanya diadakan asuransi
terhadap kemungkinan orang menderita karena tidak mendapat untung dalam
suatu perusahaan. 75 Dengan demikian, objek asuransi tersebut bukan benda
terlihat dan tidak akan ada kemungkinan musnah atau rusaknya benda seperti
pada asuransi biasa.
72 Ibid., Pasal 7 ayat (1).
73 Prof. Dr. Wirjono Projodikoro, S.H., Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta: PTIntermasa, 1991), hal . 41.
74 Ibid., hal. 42.
75 Djoko Prakoso,S.H., Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hal.86.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
41
UNIVERSITAS INDONESIA
2.2.3. Risiko
Risiko berkaitan erat dengan asuransi. Asuransi timbul karena diperkirakan
akan terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti di masa datang. Kemungkinan
manusia menghadapi kehilangan atau kerugian itu merupakan suatu risiko.76 Hal
ini dapat terlihat pula dari tujuan risiko menurut Robert I. Mehr dan E. Cammack
yang menyatakan hubungan serasi antar matematika dan risiko terutama yang
berkaitan dengan asuransi pada umumnya, yakni:
“Tujuan teori risiko adalah untuk memberikan suatu analisa matematika
mengenai keadaan perubahan yang terjadi secara acak (seimbang) dalam
suatu usaha asuransi dan untuk membahas berbagai macam cara untuk
memberikan proteksi terhadap pengaruh-pengaruh yang tidak
menguntungkan.”77
Dengan melihat tujuan teori risiko tersebut, Robert I. Mehr dan E.
Cammack menyimpulkan bahwa risiko mempengaruhi asuransi sehingga secara
sederhana risiko dapat disebut sebagai ketidakpastian mengenai kerugian. Risiko
ini dapat bersifat ekonomis maupun non-ekonomis.
Berdasarkan sifatnya, risiko dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu, risiko
murni (pure risk) dan risiko spekulatif (speculative risk). Dalam risiko spekulatif,
terdapat dua unsur yaitu kemungkinan timbul kerugian (loss) dan kemungkinan
ada keuntungan (gain) sedangkan dalam risiko murni hanya terdapat satu unsur
saja yaitu kehilangan/kerugian. Mengingat sifat-sifat pada risiko spekulatif yaitu
suatu risiko yang mempunyai dua alternatif atau dua kemungkinan yaitu
menang/untung atau kalah/rugi, maka peristiwa tersebut merupakan peristiwa
76 Prof. Dr. H. Man Suparman Sastrawidjaja,S.H.,S.U. dan Endang, S.H., HukumAsuransi, (Bandung: PT Alumni, 2003) hal. 50.
77 Dr. Sri Rejeki Hartono,S.H., Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), hal 31 lihat juga Emmy Pangaribuan S, Hukum Pertanggungan danPerkembangan (BPHN, 1980), hal. 59 lihat juga P. L. Wery, Hoofzaken van het Verzekeringsrecht(Deveter: Kluwer B.V., 1984), hal 7 dst.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
42
UNIVERSITAS INDONESIA
yang dapat dihindari. Lain halnya dengan risiko murni yang hanya mempunyai
satu penyimpangan saja yaitu kehilangan/kerugian saja.78
Berdasarkan objek yang dikenai, Prof. Ny. Emmy Pangaribuan S membagi
risiko menjadi 3 bagian yaitu:
1. Risiko perorangan atau pribadi (personal risk);
2. Risiko harta kekayaan (property risk);
3. Risiko tanggung jawab (liability risk).79
Terhadap risiko-risiko yang mungkin timbul, Prof. Ny. Emmy Pangaribuan
S memaparkan usaha manusia untuk mengatasi suatu risiko yaitu:
1. Menghindari (avoidance);
2. Mencegah (prevention);
3. Memperalihkan (transfer);
4. Menerima (assumption or retention).80
Dari keempat upaya tersebut, usaha memperalihkan adalah bentuk dari
kegiatan asuransi. Apabila peralihan risiko terjadi hanya sebagian, maka yang
terjadi itu dalah pembagian risiko, sedangkan apabila terjadi pengalihan risiko
seluruhnya, maka yang terjadi adalah peralihan risiko.
Risiko yang dapat ditanggung asuransi setidaknya harus memenuhi kriteria:
1. Dapat dinilai dengan uang;
2. Haruslah risiko murni, artinya hanya berpeluang menimbulkan suatu kerugian
bukan untuk tujuan spekulatif;
3. Kerugian yang timbul akibat bahaya atau peristiwa yang tidak pasti;
4. Tertanggung harus memiliki insurable of interest;
5. Tidak dilarang oleh undang-undang dan ketertiban umum.81
78 Ibid., hal. 66.
79Prof. Ny. Emmy Pangaribuan, S.H., Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya,
(Jogjakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1983), hal. 10.
80Ibid., hal. 2.
81 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, cet. 4, (Bandung: PT Citra AdityaBakti, 2006), hal. 118.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
43
UNIVERSITAS INDONESIA
2.2.4. Prinsip-Prinsip Asuransi
Asuransi memiliki beberapa prinsip guna lebih mengikat para pihak dalam
asuransi, yaitu:
1. Prinsip kepentingan yang diasuransikan (insurable interest);
2. Prinsip itikad baik;
3. Prinsip keseimbangan;
4. Prinsip subrogasi (subrogation principle);
5. Prinsip sebab-akibat (causaliteit principle);
6. Prinsip kontribusi;
7. Prinsip follow the fortunes.
2.2.4.1 Prinsip Kepentingan yang Diasuransikan (Insurable Interest)
Prinsip ini diatur dalam Pasal 250 KUHD yakni:
“Apabila seorang yang telah mengadakan pertanggungan untuk diri
sendiri, atau apabila seorang, yang untuknya telah diadakan suatu
pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak
mempunyai kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu,
maka penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi.”
Konsekuensi saat terjadinya pelanggaran terhadap prinsip kepentingan yang
diasuransikan ini adalah batalnya perjanjian asuransi. Hal ini terlihat dari
bebasnya penanggung dari kewajiban memberikan ganti rugi. Kepentingan yang
diasuransikan harus dapat dibuktikan pada saat terjadi kerugian.
Pembuktian akan kepentingan ini amat sulit dalam praktiknya. Oleh karena
itu Dr. Sri Rejeki Hartono,S.H. memberikan batasan dimana seseorang dapat
dianggap mempunyai “kepentingan” di dalam perjanjian asuransi, yakni apabila
uang tersebut dapat atau mungkin menderita kerugian yang bersifat kerugian
ekonomi sehingga penanggung harus memberi ganti kerugian. Dengan demikian
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
44
UNIVERSITAS INDONESIA
kepentingan dapat pula diartikan sebagai “keterlibatan kerugian keuangan, karena
suatu peristiwa yang belum pasti”.82
2.2.4.2. Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith)
Buku Anglo Saxon memberikan penjelasan mengenai perjanjian asuransi
yakni:
“Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengansyarat itikad baik yang
sempurna, maksudnya ialah bahwa perjanjian asuransi merupakan
perjanjian dengan keadaan bahwa kata sepakat dapat tercapai/negosiasi
dengan posisi masing-masing mempunyai pengetahuan yang sama
mengenai fakta, dengan penilaian sama penelaahannya untuk
memperoleh fakta yang sama pula, sehingga dapat bebas dari cacat-cacat
yang tersembunyi.”83
Setiap pihak baik tertanggung maupun penanggung harus memiliki rasa
saling percaya pada penutupan asuransi sebagai bentuk itikad baik masing-masing
pihak. Mengingat asuransi adalah salah satu bentuk perjanjian, Pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata mengatur bahwa setiap pihak harus mempunyai itikad baik. Dalam
pengaturan mengenai asuransi dalam KUHD, terdapat banyak pasal yang
mencerminkan prinsip itikad baik yakni Pasal 251, 252, 276, dan 277 KUHD.
Misalnya dalam Pasal 251, tertanggung diwajibkan untuk memberikan keterangan
yang sejujurnya kepada penanggung. Di lain sisi, penanggung juga diharapkan
memiliki itikad baik bila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian bagi
tertanggung yakni dengan memberikan ganti rugi sesuai perjanjian.
2.2.4.3. Prinsip Keseimbangan (Idemniteit Principle)
Prinsip keseimbangan dalam asuransi tercermin dalam penggantian kerugian
dari pihak penanggung. Penggantian kerugian dari pihak penanggung harus
82Dr. Sri Rejeki Hartono,S.H., Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008), hal. 101.
83Ibid., hal. 93.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
45
UNIVERSITAS INDONESIA
seimbang dengan kerugian riil dari tertanggung. Hal ini dapat terlihat dalam Pasal
277 KUHD yang berkaitan dengan asuransi berganda.
Pasal 277 KUHD menentukan bahwa apabila suatu objek asuransi yang
telah diasuransikan dengan itikad baik telah diberikan penggantian seluruhnya
(penuh) maka pertanggungan lainnya (bila ada) akan dibebaskan. Namun, apabila
pada pertanggungan pertama tersebut, tertanggung tidak diberikan pertanggungan
penuh (sebagian) maka pertanggungan selain daripada itu akan menanggung
selebihnya. Prinsip keseimbangan ini mencegah terjadi penerimaan ganti kerugian
yang berlebihan dari penanggung atau para penanggung kepada tertanggung.
Mengenai hal ini, Prof. Ny. Emmy Pangaribuan berpendapat bahwa:
“Sebagai dasar dimasukkannya atau dipakainya asas perseimbangan itu
dalam pertanggungan yang tepat kita tunjuk adalah kepada suatu asas di
dalam hukum perdata: larangan mengenai onrechtmatige verrijking.
Larangan memperkaya diri secara melawan hukum, atau memperkaya
diri tanpa hak.”84
Prinsip indemnitas ini tidak berlaku bagi asuransi untuk sejumlah uang. Hal
ini dikarena dalam asuransi sejumlah uang, kepentingan tidak dapat diukur
dengan uang. Ganti kerugian yang diberikan tidaklah sesuai dengan kerugian yang
sebenarnya dialami oleh tertanggung, melainkan sesuai perjanjian yang telah
dilakukan pada awal penutupan asuransi.
2.2.4.4. Prinsip Subrogasi (Subrogation Principle)
Sesuai Pasal 1365 KUH Perdata, seorang yang mengalami kerugian
mempunyai hak untuk meminta ganti kerugian kepada siapa yang menyebabkan
kerugian tersebut (pihak ketiga). Dalam hal ini, penanggung memiliki dua pilihan
penggantian kerugian, yaitu:
84Prof. Dr. H. Man Suparman Sastrawidjaja,S.H.,S.U. dan Endang, S.H., Hukum
Asuransi, (Bandung: PT Alumni, 2003) hal. 59 lihat juga Prof. Ny. Emmy Pangaribuan, HukumPertanggungan dan Perkembangannya, (Jogjakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas HukumUniversitas Gadjah Mada, 1983) hal. 65.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
46
UNIVERSITAS INDONESIA
1. Menuntut ganti kerugian dari penanggung;
2. Menuntut ganti kerugian dari seorang pihak ketiga.85
Namun, dengan adanya prinsip subrogasi ini, tertanggung yang mengalami
kerugian tidak dapat meminta ganti rugi kepada pihak ketiga jika tertanggung
telah mendapat ganti kerugian dari penanggung. Sebaliknya, penanggung
memiliki hak untuk meminta ganti kerugian kepada pihak ketiga tersebut.
Prinsip subrogasi tercermin dalam Pasal 284 KUHD bahwa seorang
penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang diasuransikan,
menggantikan pihak tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap
orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut. Pihak
tertanggung itu yang bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat
merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga.
Mengenai prinsip subrogasi ini, Prof. Wirjono Prodjodikoro berpendapat
bahwa
“Meskipun tidak ada hubungan langsung antara piutang dan kerugian si
terjamin, namun ada hubungan tak langsung sehingga ada alasan penuh
untuk memberi hak kepada penanggung guna menuntut pembayaran dari
piutangnya si terjamin, sedangkan si terjamin tidak berhak lagi menuntut
pembayaran itu. Ini tentunya hanya apabila kerugian si terjamin diganti
seluruhnya oleh penanggung. Kalau kerugian itu hanya diganti sebagian
saja, maka untuk sisa piutang, si terjamin masih dapat menuntut
pembayaran dari pihak ketiga dan penanggung juga hanya mengambil
alih sebagian dari piutangnya itu.”86
2.2.4.5. Prinsip Sebab-Akibat (Causaliteit Principle)
Suatu kerugian timbul dari adanya suatu peristiwa. Peristiwa tersebut dapat
dikatakan sebagai suatu sebab yang kemudian menimbulkan kerugian atau akibat.
85 Djoko Prakoso,S.H., Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), Hal.190
86Prof. Dr. Wirjono Projodikoro, S.H., Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta: PT
Intermasa, 1991), hal. 108.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
47
UNIVERSITAS INDONESIA
Permasalahan yang kerap muncul adalah pembuktian hubungan diantara peristiwa
dan kerugian yang terjadi yang menjadi salah satu klasifikasi dalam polis. Untuk
itu, ada tiga pendapat untuk menentukan sebab timbulnya kerugian dalam
perjanjian asuransi, yaitu:
1. Pendapat menurut peradilan di Inggris terutama dianut yaitu sebab dari
kerugian itu adalah peristiwa yang mendahului kerugian itu secara urutan
kronologis terletak terdekat kepada kerugian itu (causa proxima);
2. Dalam pengertian hukum pertanggungan, sebab itu tiap-tiap peristiwa yang
tidak dapat ditiadakan tanpa juga akan melenyapkan kerugian itu (conditio
sinequa non);
3. Causa remota: Peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian itu
ialah peristiwa yang terjauh. Ajaran ini merupakan lanjutan dari pemecahan
suatu ajaran yang disebut “sebab adequate” yang mengemukakan: bahwa
dipandang sebagai sebab yang mennimbulkan kerugian itu ialah peristiwa
yang pantas berdasarkan ukuran pengalaman harus menimbulkan kerugian
itu.87
2.2.4.6. Prinsip Konribusi
Prinsip kontribusi ini terlihat pada asuransi berganda dimana Pasal 278
KUHD mengatur sebagai berikut:
“Bila satu polis saja meskipun pada hari yang berlainan oleh berbagai
penanggung dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama,
menurut perimbangan jumlah yang mereka tandatangani, hanya memikul
nilai sebenarnya yang dipertanggungkan.”
Menurut ketentuan ini, apabila terdapat dua atau lebih penanggung maka
penggantian kerugian tidak dilakukan oleh setiap penanggung sejumlah seluruh
kerugian per penanggung, melainkan penggantian berdasarkan imbangan/porsi
penanggungan sesuai perjanjian yang telah dibuat. Kerugian yang diganti tersebut
87Prof. Dr. H. Man Suparman Sastrawidjaja,S.H.,S.U. dan Endang, S.H., Hukum
Asuransi, (Bandung: PT Alumni, 2003) hal. 62-63.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
48
UNIVERSITAS INDONESIA
tetap sesuai dengan kerugian sebenarnya yang ditanggung oleh tertanggung. Hal
ini tidak lain juga untuk menghindari tertanggung supaya tidak menerima
penggantian kerugian yang berlebih sehingga mengarah pada pencarian
keuntungan. Selain itu, prinsip ini juga menegakkan keadilan di antara para
penanggung berdasarkan kesepakatan perjanjian.
2.2.4.7. Prinsip Follow the Fortunes
Prinsip ini berlaku pada sistem re-asuransi dimana penanggung ulang
mengikuti penanggung pertama. Prinsip ini menghendaki bahwa tindakan
penanggung ulang tidak boleh mempertimbangkan secara tersendiri terhadap
objek asuransi, akibatnya segala sesuatu termasuk peraturan dan perjanjian yang
berlaku bagi penanggung pertama, berlaku pula bagi penanggung ulang.88 Namun,
klausula ini memiliki pembatasan tertentu. Penanggung ulang wajib membayar
klaim kepada penanggung pertama untuk tanggung gugatnya kepada tertanggung
apabila klaim yang dibayarkan oleh penanggung pertama tersebut dapat
dipertanggungjawabkan menurut hukum.89
2.2.5. Jenis Asuransi
Berdasarkan Pasal 247 KUHD, terdapat 5 macam asuransi, yaitu:
1. Asuransi terhadap kebakaran;
2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian;
3. Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa);
4. Asuransi terhadap bahaya di laut dan perbudakan;
5. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan di daratan dan di sungai-
sungai.
Sementara itu Prof. Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak juga membagi
asuransi berdasarkan unsur penyesuaian kehendak, yaitu:
1. Pertanggungan sukarela (free/voluntary insurance)
88 Ibid., hal 64.
89Djoko Prakoso,S.H., Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hal.
92.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
49
UNIVERSITAS INDONESIA
Dalam asuransi sukarela, para pihak tertanggung dan penanggung
dalam mengadakan perjanjian tersebut tidak ada suatu paksaan dari pihak luar
atau dari pihak lawan. Penanggung secara sukarela dengan persetujuannya
sendiri mengikatkan diri untuk memikul risiko sedang pihak tertanggung juga
dengan sukarela membayar premi sebagai imbalan memperalihkan risikonya
kepada pihak penanggung.
2. Pertanggungan wajib (compulsary insurance)
Asuransi ini disebut asuransi wajib karena terdapat salah satu pihak
yang mewajibkan adanya suatu pertanggungan. Pihak yang mewajibkan ini
biasanya adalah pemerintah walaupun tidak selalu dimonopoli oleh
pemerintah. 90 Tujuan pemerintah mewajibkan masuk asuransi ini adalah
dengan pertimbangan melindungi golongan lemah dari bahaya-bahaya yang
bakal menimpanya atau dengan perkataan lain untuk memberikan jaminan
sosial sebagai suatu social security, asuransi sosial ini disebut dengan social
insurance atau social government insurance91. Pertanggungan wajib ini dapat
dilihat dalam pengangkutan laut dan udara.
2.2.6. Asuransi Berganda
Pada hakikatnya KUHD Pasal 252 melarang terjadinya asuransi berganda.
Hal ini dapat dilihat dari bunyi pasal tersebut
“Kecuali jika diperbolehkan oleh undang-undang, maka tidaklah boleh
diadakan asuransi untuk yang kedua dalam jangka waktu yang ditentukan,
dengan adanya bahaya yang serupa pada barang-barang yang sudah
dimasukkan asuransi untuk harga nilai seluruh dari barang-barang itu,
dengan pengertian bahwa apabila larangan ini dilanggar, maka asuransi
yang nomor dua tadi batal.”
90 Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, S.H., Pertanggungan Wajib cet. 2, (Jogjakarta:Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1974), hal. 6 -7.
91Abdul Muis, Bunga Rampai Hukum Dagang, (Medan: Fakultas Hukum USU, 2001),
hal. 39.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
50
UNIVERSITAS INDONESIA
Ketentuan ini bermaksud memberikan batasan terhadap tertanggung agar
kepada tertanggung tidak diberi sejumlah uang yang melebihi kerugian yang ia
benar-benar derita. Jika terjadi hal tersebut asuransi menjadi bersifat perjudian,
yaitu mendapat keuntungan tanpa kepentingan.92
Lebih lanjut dalam Pasal 277 ayat (1) KUHD diatur mengenai penggantian
kerugian, yakni:
“Bila berbagai pertanggungan diadakan dengan itikad baik terhadap satu
barang saja, dan dengan yang pertama ditanggung nilai yang penuh,
hanya inilah yang berlaku dan penanggung berikut dibebaskan.”
Melalui konstruksi Pasal 277 KUHD tersebut, undang-undang tidak
melarang secara rigid untuk melakukan asuransi berganda. Dengan demikian,
asuransi berganda tetap dapat dilakukan dengan syarat tertentu. Pembebasan
penanggung kedua dan seterusnya hanya dapat dilakukan apabila penanggung
pertama telah membayar seluruh kerugian kepada tertanggung. Namun, apabila
penanggung pertama tidak memberikan ganti kerugian penuh maka penanggung
kedua dan seterusnya yang akan mengganti kerugian selebihnya (asas
keseimbangan).
Kerugian yang mungkin akan diderita oleh tertanggung bisa saja melebihi
jumlah penggantian yang telah disepakati dalam polis. Dalam pengaturan asuransi
berganda Pasal 278 KUHD, para penanggung akan bersama-sama menanggung
hanya harga yang sesungguhnya diasuransikan menurut perbandingan yang telah
ditandatangani para penanggung dalam perjanjian. Hal ini berlaku pada keadaan
dimana satu polis berisikan beberapa asuransi ataupun dimana para penanggung
menanggung atas satu barang yang sama dalam beberapa polis.
Dengan adanya asuransi berganda, para penanggung dapat membagi risiko
yang mungkin akan terjadi. Namun, seiring waktu berjalan tertanggung mungkin
saja melepaskan salah satu penanggung sehingga penanggung yang lain akan
menerima beban yang lebih besar. Untuk melindungi para penanggung dari
92Prof. Dr. Wirjono Projodikoro, S.H., Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta: PT
Intermasa, 1991), hal. 77.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
51
UNIVERSITAS INDONESIA
tindakan sewenang-wenang tersebut, Pasal 279 KUHD mengatur dimana terjamin
tidak boleh membatalkan pertanggungan yang lama.
Apabila larangan ini dilanggar juga, maka si tertanggung dianggap menjadi
penanggung sendiri untuk mengganti penanggung yang telah tertanggung
lepaskan.93
93 Ibid., hal. 80.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
52
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 3
ASURANSI PENERBANGAN
Di tengah kemajuan perekonomian saat ini, efisiensi merupakan hal penting
yang dibutuhkan oleh masyarakat. Mobilisasi maupun distribusi dalam waktu
cepat dengan harga terjangkau merupakan solusi yang terbaik. Mobilisasi dari
satu tempat ke tempat lainnya dalam waktu singkat dan terjangkau bukanlah
sesuatu yang mustahil dengan adanya kemajuan teknologi. Dengan adanya
teknologi penerbangan, mobilisasi yang pada awalnya hanya menggunakan
transportasi darat, sungai, atau pun laut yang memakan waktu cukup lama dapat
teratasi dengan munculnya jasa angkutan udara.
Jasa angkutan udara sebagai transportasi udara tidak hanya berfungsi
sebagai sarana migrasi penduduk dan komoditi, tetapi juga sebagai sarana
mobilitas perdagangan dan bisnis baik nasional maupun internasional. Hal ini
tentu memberikan keuntungan bagi masyarakat terutama para pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya. Aktifitas usaha menjadi lebih efisien serta tidak terbatas
ke seluruh pelosok negeri bahkan ke luar negeri. Selain dapat mencapai tujuan
dalam waktu singkat, jasa angkutan udara ini juga menggunakan teknologi tinggi
serta memiliki tingkat keselamatan yang tinggi.
Walaupun kemajuan teknologi di bidang penerbangan sangat tinggi, para
ilmuwan tidak akan dapat menghilangkan risiko atau kecelakaan angkutan udara.
Usaha para ilmuwan dalam mengembangkan teknologi tersebut hanya akan
mereduksi tingkat kecelakaan angkutan udara saja. Kecelakaan penerbangan dapat
terjadi karena berbagai faktor seperti kesalahan manusia, cuaca yang buruk,
ataupun teknis penerbangan. Dengan demikian, asuransi penerbangan merupakan
hal yang sangat penting bagi kelangsungan usaha jasa angkutan udara.
3.1. Tujuan Asuransi Penerbangan
Pada dasarnya, asuransi penerbangan bertujuan untuk mengalihkan dan
membagi risiko yang ada mengingat tingkat risiko yang tinggi di bidang jasa
angkutan udara. Selain itu adanya kewajiban asuransi ini dimaksudkan untuk
lebih memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat pengguna jasa angkutan
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
53
UNIVERSITAS INDONESIA
udara, dan juga pihak ketiga yang menderita kerugian karena pengoperasian atau
jatuhnya pesawat. Penutupan asuransi ini akan memberikan kepastian bagi para
konsumen untuk mendapat ganti kerugian. Di lain sisi, pihak pengangkut pun
tidak akan merasa terbebani dengan ganti kerugian yang sangat besar.
3.2. Tanggung Jawab Pengangkut
Berdasarkan unsur penyesuaian kehendak, asuransi dapat dibedakan
menjadi asuransi sukarela dan asuransi wajib. Bila dilihat dari penggolongan
tersebut, asuransi di bidang penerbangan merupakan bagian dari asuransi wajib
karena pertanggungan ini telah diamanatkan pemerintah dalam peraturan
perundang-undangan. Hal ini dilakukan mengingat tingginya risiko yang dimiliki
jasa transportasi udara yang mengakibatkan semakin tingginya beban tanggung
jawab pelaku usaha.
UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah mengatur tanggung jawab
pengangkut. Tanggung jawab pengangkut yang menjadi kewajiban perusahaan
angkutan udara adalah untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang
dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga. Tanggung jawab penyedia jasa
angkutan udara atau pengangkut, yakni:
1. Kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang
diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun
pesawat udara baik karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut
atau orang yang dipekerjakannya;94
2. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita penumpang
terhadap hilang atau rusaknya bagasi kabin yang disebabkan oleh tindakan
pengangkut atau orang yang dipekerjakannya;95
3. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang
karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh
kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan
pengangkut;96
94 Indonesia (b), Pasal 141.
95 Indonesia (b), Pasal 143.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
54
UNIVERSITAS INDONESIA
4. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim
kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan
oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan
pengangkut;97
5. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena
keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila
pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan
oleh faktor cuaca dan teknis operasional;98
6. Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat
udara.99
Masalah pertanggung jawaban pengangkut kemudian diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung
Jawab Angkutan Udara Pasal 2. Dalam ketentuan ini, pengangkut yang
mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap:
1. Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka;
2. Hilang atau rusaknya bagasi kabin;
3. Hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat;
4. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo;
5. Keterlambatan angkutan udara;
6. Kerugian yang diderita pihak ketiga;
3.3. Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut
Dalam mengatur beberapa hal, peraturan sebagai alat pemaksa yang bersifat
mengatur perlu memiliki prinsip-prinsip yang mendasari aturan tersebut. prinsip-
prinsip ini terbentuk berdasarkan kebutuhan objek yang diaturnya. Oleh karena itu
perlu dilakukan pemahaman mengenai prinsip-prinsip tanggung jawab
96 Indonesia (b), Pasal 144.
97 Indonesia (b), Pasal 145.
98 Indonesia (b), Pasal 146.
99 Indonesia (b), Pasal 147.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
55
UNIVERSITAS INDONESIA
pengangkut yang ada dalam ilmu hukum serta penerapannya dalam hukum positif
di Indonesia.
3.3.1. Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Berdasarkan Ilmu Hukum
Dalam ilmu hukum, khususnya ilmu pengangkutan dikenal tiga prinsip
tanggung jawab, yaitu:
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (liability based
on fault);
2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption of liability);
3. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability);100
3.3.1.1. Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan
Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsur kesalahan,
tanggung jawab pengangkut didasarkan pada ada atau tidaknya unsur kesalahan.
Hal ini tercermin dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang dikenal sebagai tindakan
melawan hukum dimana setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan
kerugian terhadap orang lain mewajibkan orang yang karena perbuatannya
menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian. Tanggung jawab atas dasar
kesalahan harus memenuhi unsur-unsur:
1. Ada kesalahan;
2. Ada kerugian;
3. Yang membuktikan adalah korban yang menderita kerugian;
4. Kedudukan tergugat dengan penggugat sama tinggi dalam arti saling dapat
membuktikan;
5. Bilamana terbukti ada kesalahan maka jumlah ganti kerugian tidak
terbatas.101
Jika penggugat ingin menuntut tanggung jawab dari tergugat maka
penggugat harus membuktikan kesalahan yang dilakukan pihak tergugat. Hal ini
100 E. Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum UdaraInternasional dan Nasional, (Yogyakarta: Liberty, 1989), hal. 19.
101 Prof. Dr. H. K. Martono, S.H.,LL.M. dan Amad Sudiro, S.H.,M.H.,M.M., HukumAngkutan Udara, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 220.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
56
UNIVERSITAS INDONESIA
akan terlihat mudah apabila pengangkut yang bertindak sebagai penggugat.
Pengangkut memiliki kemampuan yang cukup untuk membuktikan gugatannya.
Namun berbeda dengan posisi pengangkut, penumpang jasa angkutan udara
sebagai konsumen tentu akan mengalami kendala dalam melakukan pembuktian
kesalahan apabila mereka bertindak sebagai penggugat.
3.3.1.2. Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga102
Berbeda dengan prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsur
kesalahan, prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga mengasumsikan bahwa
tergugat dianggap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul. Dengan
demikian, apabila tergugat ingin lepas dari gugatan, tergugat harus membuktikan
bahwa ia tidak bersalah (absence of fault). Jadi apabila penumpang mengalami
kerugian maka ia hanya perlu membuktikan adanya kerugian sehingga
pengangkut akan membuktikannya. Pada dasarnya, prinsip ini juga menganut ada
atau tidaknya unsur kesalahan, tetapi hal yang berbeda dengan prinsip lainnya
adalah pemikul beban pembuktian. Komparasi antara prinsip tanggung jawab
berdasarkan praduga dan tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan akan
terlihat dengan adanya beban pembuktian terbalik (omkering van de bewijslaast).
Untuk mengimbangi adanya beban pembuktian terbalik dalam prinsip
tanggung jawab berdasarkan praduga, prinsip ini juga menganut adanya
pembatasan tanggung jawab pengangkut hingga batas tertentu (limitation of
liability). Selain itu, pengangkut juga memiliki hak untuk melindungi diri
(exoneration). Apabila perusahaan penerbangan, termasuk pegawai, karyawan,
agen, atau perwakilannya dapat membuktikan tidak bersalah maka perusahaan
penerbangan bebas bertanggung jawab dan tidak membayar kerugian yang
diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang. 103 Selain itu, perusahaan
penerbangan juga dapat membuktikan bahwa penumpang dan/atau pengirim
barang juga ikut melakukan kesalahan (contributary negligence).
102Bandingkan dengan prinsip praduga lalai dan prinsip praduga bertanggung jawab
dengan pembuktian terbalik yang dikemukakan oleh Inosentius Samsul dalam bukunyaPerlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, hal. 67.
103 Ibid., hal. 225.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
57
UNIVERSITAS INDONESIA
Tanggung jawab yang dimiliki perusahaan penerbangan terbatas pada
jumlah ganti kerugian yang ditentukan, tetapi penumpang memiliki hak untuk
mendapatkan ganti kerugian melebihi batas yang telah ditentukan apabila
penumpang dapat membuktikan adanya unsur kesengajaan atau perusahaan
melakukan kesalahan yang disengaja (wilful misconduct). Dengan demikian
unsur-unsur yang terdapat dalam tanggung jawab berdasarkan praduga adalah:
1. Perusahaan dianggap bersalah;
2. Demi hukum bertanggung jawab;
3. Tanggung jawab terbatas;
4. Tergugat membuktikan tidak bersalah;
5. Exoneration;
6. Wilful misconduct;
7. Kedudukan para pihak sama tinggi.
Inosentius Samsul dalam buku Perlindungan Konsumen: Kemungkinan
Penerapan Tanggung Jawab Mutlak mengkatagorikan tanggung jawab produk
berdasarkan praduga sebagai perkembangan dari tanggung jawab berdasarkan
kesalahan. Tanggung jawab berdasarkan praduga merupakan masa transisi antara
tanggung jawab berdasarkan kesalahan dengan tanggung jawab mutlak.
Perubahan terjadi pada penolakan hubungan kontrak dalam tanggung jawab
berdasarkan kesalahan. Di sisi lain, faktor kesalahan tetap merupakan hal penting
dalam gugatan konsumen terhadap produsen. Selain terdapat penolakan terhadap
hubungan kontrak dalam tanggung jawab ini, terdapat modifikasi melalui prinsip
kehati-hatian (standard of care), prinsip praduga bersalah (presumption of
negligence), dan beban pembuktian terbalik.104
Penerapan prinsip praduga bersalah dilakukan dengan menerapkan prinsip
res ipsa loquitor105 dan negligence per se106. Dalam prinsip res ipsa loquitor,
kesalahan tidak perlu dibuktikan kembali karena fakta kerugian yang dialami
104Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak, (Jakarta: Program Pasca-sarjana Fakultas Hukum UI, 2004), hal. 67.
105 Black’s Law Dictionary: the thing speaks for itself.
106Black’s Law Dictionary: negligence establish as a matter of law, so that breach of
duty is not a jury question. Negligence per se usually arises from a statutory violation.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
58
UNIVERSITAS INDONESIA
konsumen merupakan hasil kesalahan dari produsen. Konsumen tidak akan
mengalami kerugian bila produsen tidak melakukan kesalahan. Berdasarkan
doktrin negligence per se, pembuat barang yang tidak memenuhi standar
keselamatan konsumen yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
dianggap telah memenuhi unsur kesalahan. 107 Selain penerapan kedua prinsip
tersebut, prinsip praduga bersalah diikuti dengan prinsip praduga bertanggung
jawab dimana tergugat selalu dianggap bertanggung jawab hingga ia dapat
membuktikan dirinya tidak bersalah. Dalam hal ini, beban pembuktian diberikan
kepada tergugat.108
3.3.1.3. Tanggung Jawab Mutlak
Dalam prinsip tanggung jawab mutlak, unsur kesalahan diabaikan. Menurut
Mieke Komar Kantaatmadja dalam tanggung jawab mutlak dimungkinkan adanya
hal-hal yang membebaskan pengangkut untuk membayar ganti rugi. Selain itu,
sistem tanggung jawab mutlak memiliki kekhususan dibanding dengan sistem
tanggung jawab berdasarkan kesalahan karena pembuktian akan menjadi lebih
sederhana dan relatif pendek serta adanya pembatasan jumlah tanggung jawab.
Penerapan prinsip tanggung jawab mutlak cukup memberikan perlindungan
baik bagi pengangkut maupun penumpang karena terdapat penyeimbang bagi
pengangkut yaitu adanya batas jumlah tanggung jawab pengangkut yang tidak
dapat dilampaui dalam keadaan apa pun misalnya apabila terdapat faktor
penyebab kerugian yang timbul dari diri penumpang sendiri. Selain itu dengan
proses yang relatif singkat, hak-hak korban akan lebih terjamin dalam
memperoleh ganti kerugian.109 Tanggung jawab mutlak ini diterapkan terhadap
tanggung jawab perusahaan penerbangan terhadap pihak ketiga.110 Dalam hal ini,
107Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak, (Jakarta: Program Pasca-sarjana Fakultas Hukum UI, 2004), hal. 68-69.
108 Ibid., hal. 69.
109 Dr. Ridwan Khairandy, S.H.,M.H., “Tanggung Jawab Pengangkut dan AsuransiTanggung Jawab Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara”, dalam JurnalHukum Bisnis Vol. 25 No. 1 Tahun 2006.
110 Prof. Dr. H. K. Martono, S.H.,LL.M. dan Amad Sudiro, S.H.,M.H.,M.M., HukumAngkutan Udara, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hal.228.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
59
UNIVERSITAS INDONESIA
perusahaan penerbangan tidak dapat membebaskan diri dari kewajiban membayar
ganti kerugian.
Di luar ketiga jenis prinsip tanggung jawab di bidang ilmu pengangkutan,
terdapat pula beberapa ahli hukum yang membagi prinsip tanggung jawab ke
dalam tiga bagian besar, yaitu prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan,
prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi, serta prinsip tanggung jawab
mutlak. Hal yang menjadi perbedaan terhadap prinsip tanggung jawab yang
dikemukakan sebelumnya adalah prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi
(breach of warranty).
Etsuko Fujimoto dalam bukunya Products Liability menyatakan bahwa
tanggung jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi adalah tanggung
jawab berdasarkan kontrak (contractual liability). Dengan demikian, apabila
produk rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen akan melihat isi kontrak
atau perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak baik lisan
maupun tulisan.111
3.3.2. Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut dalam UU No. 1 Tahun 2009
Dalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang penerbangan, prinsip tanggung jawab
yang digunakan adalah prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga bersalah
(presumption of liability) dan prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan
(based on fault liability). Prinsip praduga bersalah dapat terlihat dari beberapa
pasal mengenai tanggung jawab pengangkut diantaranya:
1. Pasal 141 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengangkut bertanggung jawab
atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka
yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik
turun pesawat udara;
2. Pasal 144 yang menyatakan bahwa Pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah,
atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi
tercatat berada dalam pengawasan pengangkut;
111Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak, (Jakarta: Program Pasca-sarjana Fakultas Hukum UI, 2004), hal. 71.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
60
UNIVERSITAS INDONESIA
3. Pasal 145 yang menyatakan bahwa Pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang,
musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama
kargo berada dalam pengawasan pengangkut.
4. Pasal 146 yang menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang,
bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa
keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
Berdasarkan ketentuan tersebut pengangkut secara otomatis bertanggung
jawab memberikan ganti kerugian tanpa perlu dibuktikan terlebih dahulu. Di lain
sisi, pengangkut diberikan perlindungan berupa batas ganti kerugian yang
diberikan oleh UU No. 1 Tahun 2009. Namun, terdapat beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan terlampauinya batas ganti kerugian oleh pengangkut misalnya
bila kerugian tersebut disebabkan oleh kesengajaan dari pihak pengangkut (willful
misconduct) atau kesalahan memang berasal dari pengangkut atau orang yang
dipekerjakannya.112 Selain itu pengangkut juga bisa dibebaskan dari tanggung
jawabnya misalnya dalam hal keterlambatan karena alasan cuaca atau teknis
operasional. Bila terjadi hal demikian, Pasal 141 ayat (3) menyatakan bahwa
penumpang berhak melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan
ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Konsep tanggung jawab berdasarkan kesalahan dapat terlihat dalam
ketentuan mengenai bagasi kabin dimana Pasal 143 menyatakan bahwa
Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya
bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian
tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.
Hal ini mengacu pada anggapan bahwa pertanggungjawaban barang yang dibawa
penumpang dalam kabin tidak berpindah kepada pengangkut karena penumpang
masih melakukan penguasaan secara fisik terhadap bagasi tersebut. Namun,
perlindungan terhadap penumpang atas bagasi kabinnya tetap diberikan bilamana
112Indonesia (b), Pasal 141 ayat (2).
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
61
UNIVERSITAS INDONESIA
kesalahan terdapat pada pengangkut atau pun orang yang dipekerjakan oleh
pengangkut.
3.4. Asuransi Penerbangan Sebagai Asuransi Wajib
Dengan melihat uraian tanggung jawab pelaku usaha di bidang penerbangan
tersebut, pemerintah menciptakan serangkaian peraturan terkait sebagai unsur
pemaksa pemerintah kepada pelaku usaha dalam rangka melindungi konsumen
jasa angkutan udara. Pengaturan tersebut dituangkan dalam beberapa peraturan,
yakni:
1. Undang-Undang No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dimana dikatakan
bahwa tiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api,
pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan
perkapalan/pelayaran nasional, wajib membayar iuran melalui
pengusaha/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan
disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan;
2. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Ketentuan
ini mengatur pertanggungjawaban pengangkut yang diimplementasikan
dalam bentuk pertanggungan wajib kecelakaan penumpang. Dana
pertanggungan wajib tersebut diurus dan dikuasai oleh perusahaan negara
yang khusus ditunjuk oleh menteri. Perusahaan inilah yang akan menjadi
penanggung pertanggungan wajib kecelakaan penumpang. Oleh karena itu,
Pengangkut mengenakan iuran wajib dalam setiap pembelian tiket berupa
Iuran Wajib Jasa Raharja atau yang lebih dikenal dengan IWJR;
3. Keputusan Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Udara, yaitu dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c, 47
ayat (1) huruf b, dan Pasal 52 ayat (2) huruf b menyatakan bahwa perusahaan
angkutan niaga dalam melakukan usaha kegiatan angkutan udara niaga
berjadwal maupun tidak berjadwal serta angkutan niaga khusus kargo harus
menutup asuransi tanggung jawab pengangkut yang dibuktikan dengan
perjanjian penutupan asuransi;
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
62
UNIVERSITAS INDONESIA
4. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 179 dan 180
yang berbunyi demikian.
a. Pasal 179
Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap
penumpang dan kargo yang diangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141,
Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 146.
b. Pasal 180
Besarnya pertanggungan asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
179 sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yang
ditentukan dalam Pasal 165, Pasal 168, dan Pasal 170.
Yang dimaksud dengan “iuran wajib asuransi” dalam ketentuan ini
adalah asuransi pertanggungan kecelakaan penumpang yang dikenakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang dana pertanggungan wajib
kecelakaan penumpang. 113 Ketentuan ini menjadi dasar Pengangkut untuk
mengenakan iuran wajib dalam setiap pembelian tiket berupa Iuran Wajib
Jasa Raharja atau yang lebih dikenal dengan IWJR;
5. Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab
Pengangkutan Udara dimana dikatakan bahwa tanggung jawab pengangkut
wajib diasuransikan. Di dalam peraturan ini, pemerintah mengatur secara
rinci jumlah ganti kerugian yang wajib diberikan oleh pengangkut kepada
penumpang, yaitu:
1. Penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat akan diberikan ganti
kerugian sebesar Rp 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh
ribu rupiah);114
2. Penumpang yang meninggal dunia karena kejadian yang berhubungan
dengan pengangkutan udara saat proses meninggalkan ruang tunggu atau
turun dari pesawat dan/atau bandar udara persinggahan akan diberikan
ganti kerugian sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);115
113 Indonesia (b), Penjelasan Pasal 126 ayat (3) huruf (c).
114Indonesia, Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung
Jawab Pengangkut Udara Pasal 3 huruf a.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
63
UNIVERSITAS INDONESIA
3. Penumpang yang mengalami cacat tetap total akan diberikan ganti
kerugian sebesar Rp 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh
ribu rupiah)116 serta apabila penumpang mengalami cacat tetap sebagian
dimana ganti kerugian ditetapkan sebagaimana diatur dalam lampiran
PM No. 77 Tahun 2011117;
4. Penumpang yang mengalami kerugian sehingga diharuskannya menjalani
pengobatan di rumah sakit atau pun balai pengobatan akan diberikan
ganti kerugian paling nyata maksimal Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah);118
5. Penumpang yang mengalami kerusakan pada bagasi tercatat akan
diberikan ganti kerugian sesuai dengan jenis, bentuk, ukuran, dan merk
bagasi tercatat 119 , sedangkan apabila bagasi tercatat hilang maka
penumpang akan diberikan ganti kerugian sebesar Rp 200.000,00 (dua
ratus ribu rupiah) per kilogram dan paling banyak Rp 4.000.000,00
(empat juta rupiah) per penumpang;120
6. Penumpang yang mengalami keterlambatan lebih dari 4 jam akan
diberikan ganti kerugian sebesar Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah)121
serta adanya alternatif lainnya yang disebutkan dalam PM No. 77 Tahun
2011.
3.5. Asuransi Kecelakaan Penumpang Angkutan Udara Jasa Raharja
Asuransi Jasa Raharja bertugas untuk melaksanakan Asuransi Kecelakaan
Penumpang alat angkutan umum dan asuransi tanggung jawab menurut hukum
115 Ibid., Pasal 3 huruf b.
116 Ibid., Pasal 3 huruf c ayat (1).
117Ibid., Pasal 3 huruf c ayat (2).
118 Ibid., Pasal 3 huruf e.
119 Ibid., Pasal 5 ayat (1) huruf b.
120 Ibid., Pasal 5 ayat (1) huruf a.
121Ibid., Pasal 10 huruf a.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
64
UNIVERSITAS INDONESIA
terhadap pihak ketiga sebagaimana diatur dalam UU No. 33 dan 34 Tahun 1964
serta peraturan pelaksananya. Tujuan utama dari santunan jasa raharja adalah
memberikan jaminan akan kepastian perlindungan negara kepada rakyatnya. Jadi
jaminan sosial jasa raharja adalah compulsory insurance yang bertujuan
memberikan jaminan sosial untuk masyarakat. Asuransi wajib kecelakaan oleh PT.
Jasa Raharja merupakan jenis asuransi sosial dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kepesertaan pada asuransi sosial bersifat wajib;
2. Kemanfaatannya memberikan perlindungan dasar minimal (minimum floor of
income);
3. Perlindungannya menekankan pada kecukupan sosial (social adequacy)
sebagai unsur kesejahteraan;
4. Manfaat dan iurannya ditetapkan dengan undang-undang;
5. Pelaksanaannya dilakukan secara monopoli oleh pemerintah;
6. Pendanaan penuh tidak diperlukan karena iuran wajib dari peserta baru, dan
karena programnya dianggap berlangsung tak terhingga;
7. Tidak diperlukan underwriting karena tidak ada seleksi peserta dan pentarifan
secara individual.122
Compulsory insurance dijalankan dengan paksaan (force saving), oleh
karena itu setiap warga negara diwajibkan ikut serta dangan jalan secara gotong
royong melalui iuran wajib dan sumbangan wajib. penunjukkan PT. Jasa Raharja
sebagai pengelola kedua Undang-Undang tersebut ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan RI No.
BAPN 1-3-3 tanggal 30 Maret 1965, saat itu PT. Jasa Raharja masih bernama
Penunjukkan PNAK Jasa Raharja.
Jenis premi yang dikenakan oleh Jasa Raharja terbagi menjadi dua jenis
yaitu Iuran Wajib (IW) dan Sumbangan Wajib (SW). Iuran Wajib dikenakan
kepada penumpang transportasi umum termasuk penumpang angkutan udara
berdasarkan Pasal 3 ayat (1) a UU No. 33 Tahun 1964 jo. Pasal 2 ayat (1) PP No.
17 Tahun 1965, sedangkan Sumbangan Wajib dikenakan kepada
pemilik/pengusaha dan dalam hal ini berarti pengangkut mengacu pada ketentuan
122 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, “Position Paper Analisis Kebijakan Persaingandalam Industri Asuransi Wajib Kecelakaan Lalu Lintas di indonesia” (2010)http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/ position_paper_asuransi_kecelakaan_laulintas.pdf.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
65
UNIVERSITAS INDONESIA
Pasal 2 ayat (1) UU No. 34 Tahun 1964 jo. Pasal 2 ayat (1) PP No. 18 Tahun 1965.
Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan No. 37/PMK.010/2008, Besar
premi Iuran Wajib yang dikenakan bagi penumpang angkutan udara adalah Rp
5.000,00 dan premi tersebut dimasukkan dalam harga tiket yang dikenakan pada
penumpang.
Dengan membayar premi berupa Iuran Wajib, besarnya santunan Asuransi
Jasa Raharja bagi korban angkutan udara UU No. 33 dan 34 Tahun 1964
ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 36/PMK.010/2008
dan 37/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008.
Jenis Santunan Jumlah santunan
Meninggal Dunia Rp 50.000.000,-
Catat Tetap (maksimal) Rp 50.000.000,-
Biaya Rawatan (maksimal) Rp 25.000.000,-
Biaya Penguburan Rp 2.000.000,-Tabel 3.1
Sumber: http://www.jasaraharja.co.id/layanan/jumlah-santunan
Dengan ditetapkannya jumlah santunan penumpang angkutan udara,
pemerintah berharap dapat memberikan perlindungan dasar minimal sebagai
unsur kesejahteraan bagi masyarakat khususnya penumpang sebagaimana fungsi
dari asuransi sosial.
3.6. Asuransi Perjalanan Lion Air
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, setiap penumpang angkutan udara
tanpa terkecuali dimasukkan dalam pertanggungan wajib yang disediakan oleh PT
Jasa Raharja sebagai perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah. Namun, dalam
perkembangannya, beberapa maskapai penerbangan memberikan asuransi lain
sebagai tambahan seperti halnya yang dilakukan PT Lion Mentari Airlines yang
dikenal dengan nama Asuransi Perjalanan Lion Air.
Asuransi yang disediakan oleh penerbangan Lion Air memberikan
perlindungan dari kejadian-kejadian yang tak diharapkan seperti kecelakaan dan
ketidaknyamanan selama perjalanan seperti kehilangan koper dan penundaan
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
66
UNIVERSITAS INDONESIA
perjalanan. Produk asuransi perjalanan ini diterbitkan oleh PT Chartis Insurance
Indonesia (Chartis). Pembelian asuransi ini dilakukan secara online melalui situs
resmi lionair.co.id. Produk asuransi tambahan ini juga merupakan poin
peningkatan kenyaman penumpang.
Pihak Lion Air menyatakan bahwa Asuransi Perjalanan Lion Air sebagai
suatu asuransi tambahan tidak memiliki peraturan eksternal yang mendasari
pemberlakuan asuransi tambahan tersebut, melainkan kebijakan dari perusahan
Lion Air itu sendiri. Asuransi ini diberikan pada penumpang dengan kriteria:
1. Berusia kurang dari 75 tahun;
2. Melakukan penerbangan dari Indonesia;
3. Melakukan perjalanan kurang dari 30 hari;
Biaya premi yang dikenakan kepada penumpang berbeda-beda tergantung
dari jenis perjalanan yang dilakukan. Lion Air menyediakan dua jenis asuransi
yakni Asuransi Perjalanan Sekali Jalan dan Asuransi Perjalanan Pulang-Pergi.
Asuransi perjalanan sekali jalan merupakan program asuransi yang ditawarkan
sehubungan dengan penerbangan sekali jalan saja dan hanya disediakan untuk
penumpang perusahaan penerbangan dengan umur antara 9 hari sampai 75 tahun,
sedangkan asuransi perjalanan pulang pergi merupakan program asuransi yang
berhubungan dengan penerbangan kembali. Selain itu, jenis penerbangan
domestik atau internasional juga mempengaruhi besar premi dan santunan yang
diberlakukan bagi penumpang.
RENCANA PERJALANAN DOMESTIK INTERNASIONAL
Sekali Jalan IDR 15.000 IDR 21.000
Pulang pergi 1-7 Hari IDR 35.000 IDR 45.000
Pulang pergi 8-15 Hari IDR 45.000 IDR 70.000
Pulang pergi 16-30 Hari IDR 70.000 IDR 100.000
Tabel 3.2
Sumber: http://www2.lionair.co.id/insurance/id/
Dengan adanya perbedaan jumlah premi yang dibayarkan, tentu terdapat
perbedaan dalam pemberian manfaat asuransi. Secara keseluruhan, manfaat yang
akan didapatkan dengan membeli Asuransi Perjalanan Lion Air adalah:
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
67
UNIVERSITAS INDONESIA
1. Kecelakaan diri;
2. Biaya medis akibat kecelakaan;
3. Repatriasi dan evakuasi darurat;
4. Penyerangan dengan kekerasan;
5. Penundaan Penerbangan;
6. Pembatalan perjalanan;
7. Pengurangan perjalanan;
8. Kerusakan dan kehilangan bagasi;
9. Kehilangan dokumen perjalanan;
10. Tanggung gugat pribadi;
11. Bantuan medis darurat 24 jam;
Manfaat-manfaat yang ditawarkan tergantung jenis asuransi yang dibeli oleh
penumpang. Pembelian Asuransi Perjalanan Pulang-Pergi tentunya lebih
memberikan banyak manfaat dibandingkan Asuransi Perjalanan Sekali Jalan
mengingat besar premi yang berbeda diantara keduanya.
Besar santunan yang diberikan oleh Asuransi Perjalanan Lion Air adalah
sebagai berikut:
Jenis
Manfaat/Santunan
Batas nilai santunan
untuk Sekali Jalan
Batas nilai santunan
untuk Pulang Pergi
Kecelakaan Diri Rp 500.000.000,00 Rp 350.000.000,00
Biaya Pengobatan Medis
Karena Kecelakaan
Tidak Tersedia Rp 200.000.000,00
Evakuasi Darurat Medis
& Repatriasi
Tidak Tersedia Rp 200.000.000,00
Keterlambatan
Penerbangan
Rp 450.000,00 / 5 jam
keterlambatan sampai
Rp 3.150.000,00
Rp 450.000,00 / 5 jam
keterlambatan sampai
Rp 6.750.000,00
Pembatalan Perjalanan Biaya Aktual Biaya Aktual
Kerusakan & Kehilangan Rp 4.000.000,00 dengan Rp 6.500.000,00
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
68
UNIVERSITAS INDONESIA
Bagasi Rp 1.000.000,00 batas
nilai per jenis barang
dengan
Rp 1.000.000,00 batas
nilai per jenis barang
Pengurangan Perjalanan Tidak Tersedia Biaya Aktual
Kehilangan Dokumen-
dokumen Perjalanan
Tidak Tersedia Rp 1.500.000,00
Tanggung Gugat Pribadi Tidak Tersedia Rp 500.000.000,00
Penyerangan Dengan
Kekerasan
Tidak Tersedia Rp 1.500.000,00
Layanan Darurat Tidak Tersedia Termasuk
Sumber: http://www2.lionair.co.id/insurance/id/
Berdasarkan tabel santunan di atas, terdapat beberapa poin pada asuransi
pulang-pergi yang tidak menjadi tanggungan dalam asuransi sekali jalan misalnya
biaya pengobatan medis karena kecelakaan, evakuasi darurat medis dan repatriasi,
kehilangan dokumen-dokumen perjalanan, tanggung gugat pribadi, penyerangan
dengan kekerasan, serta layanan darurat. Poin-poin di atas merupakan poin
tambahan dari asuransi tambahan yang ditawarkan Lion Air. Namun perlindungan
tersebut tidak menjadi tambahan bagi penumpang yang melakukan perjalanan
sekali jalan padahal mereka juga memiliki risiko yang sama dalam perjalanan
yang mereka lalui. Jadi, apabila terjadi hal-hal yang berkaitan dengan risiko-risiko
tersebut, penumpang perjalanan sekali jalan tidak akan mendapat perlindungan
asuransi.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
69
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 4
ASURANSI PERJALANAN LION AIR DALAM PEMBELIAN TIKET
SECARA ELEKTRONIK
Pembelian Asuransi Perjalanan Lion Air dilakukan pada saat calon
penumpang membeli tiket secara elektronik melalui situs resmi Lion Air. Tiket
merupakan bukti dari adanya perjanjian pengangkutan yang memuat keterangan-
keterangan yang berhubungan dengan para pihak serta pokok perjanjian tersebut.
4.1. Status Asuransi Perjalanan Lion Air dalam Lingkup Hukum Asuransi
Dalam teori asuransi yang telah dikemukakan dalam Bab II, asuransi dapat
terbagi dalam dua jenis yaitu asuransi wajib dan asuransi sukarela. Asuransi
sukarela (voluntary insurance) dapat diindikasikan apabila tidak terdapat unsur
paksaan dari pihak ketiga atau pihak lawan dalam penutupan perjanjian asuransi.
Asuransi Perjalanan Lion Air merupakan asuransi yang ditawarkan bagi calon
penumpang pada saat pembelian tiket secara online. Calon penumpang
mempunyai hak untuk membeli atau tidak membeli jasa asuransi yang ditawarkan
pihak Lion Air. Dengan demikian, Asuransi Perjalanan Lion Air merupakan
asuransi sukarela.
Di sisi lain, Asuransi Perjalanan Lion Air tidak memiliki sifat-sifat yang
dimiliki oleh asuransi wajib. Asuransi wajib memiliki unsur paksaan yang berasal
dari pihak ketiga atau pun pihak lawan yang biasanya adalah pemerintah. Unsur
paksaan ini dapat dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah yang
mengamanatkan adanya pengalihan tanggung jawab. Dalam dunia penerbangan
komersial, pemerintah memang mengatur adanya kewajiban pengalihan tanggung
jawab pihak perusahaan terhadap penumpang kepada perusahaan asuransi. Namun,
amanat tersebut ditujukan kepada PT Jasa Raharja sebagai perusahaan asuransi
kecelakaan lalu lintas dan penumpang umum termasuk di dalamnya penerbangan
komersil domestik.
Karena asuransi Jasa Raharja bersifat wajib maka pengguna jasa tidak
diberikan opsi untuk menolak asuransi ini. Kewajiban ini dimasukkan sebagai
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
70
UNIVERSITAS INDONESIA
komponen iuran wajib bagi penumpang sebesar Rp 5000,00 123 dengan besar
santunan sesuai besaran yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No.
36/PMK.010/2008 dan 37/PMK.010/2008 yaitu sebesar Rp 50.000.000,00 untuk
korban meninggal dunia dan cacat tetap, maksimal Rp 25.000.000,00 untuk
penggantian biaya perawatan dan pengobatan dokter, serta Rp 2.000.000,00 untuk
biaya penguburan bagi korban yang tidak memiliki ahli waris. Apabila terdapat
tambahan besar santunan di luar santunan yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dapat dilakukan dengan penutupan asuransi secara sukarela
berdasarkan perjanjian pertanggungan sendiri.124
Berdasarkan pemaparan di atas, Asuransi Perjalanan Lion Air dapat
dikatagorikan sebagai asuransi tambahan karena sifatnya yang tidak dipaksakan
serta adanya jumlah santunan di luar jumlah santunan yang ditentukan oleh
menteri keuangan.
4.2. Penutupan Asuransi Dalam Pembelian Tiket Elektronik
Pembelian tiket Lion Air dapat dilakukan melalui situs resmi Lion Air
selama 24 jam setiap hari. Calon penumpang yang ingin membeli tiket akan
diminta untuk mengisi kolom pemesanan tiket yang berisi frekuensi perjalanan,
tanggal keberangkatan, jadwal penerbangan, kota keberangkatan dan tujuan, serta
katagori penumpang.
123 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No.37/PMK.010/2008 tentang Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan WajibKecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum di Darat, Sungai/Danau,Ferry/Penyeberangan, Laut, dan Udara, Pasal 7.
124 Ibid., Pasal 9.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
71
UNIVERSITAS INDONESIA
Gambar 4.1www2.lionair.co.id
Sistem akan memberikan seluruh pilihan penerbangan sesuai dengan
informasi yang diberikan konsumen dalam kolom. Calon penumpang akan
diminta untuk memilih jadwal penerbangan yang diinginkan sesuai dengan waktu,
harga, serta kelas penerbangan yang masih tersedia.
Gambar 4.2www2.lionair.co.id
Kemudian pada bagian bawah halaman tersebut terdapat sebuah kolom lain
yang menawarkan Asuransi Perjalanan Lion Air. Calon penumpang diwajibkan
untuk mengisi kolom asuransi bila ingin melanjutkan proses pemesanan tiket.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
72
UNIVERSITAS INDONESIA
Penumpang akan diberikan pilihan untuk menambahkan atau tidak menambahkan
asuransi Lion Air.
Gambar 4.3www2.lionair.co.id
Premi yang dibayarkan dalam asuransi tersebut tergantung dari jenis
perjalanan yang dilakukan calon penumpang yakni:
1. Sekali jalan : Rp 15.000,00
2. Pulang-pergi 1 – 7 hari : Rp 35.000,00
3. Pulang-pergi 8 – 15 hari : Rp 45.000,00
4. Pulang-pergi 16 – 30 hari: Rp 70.000,00
Apabila penumpang memilih untuk membeli Asuransi Perjalanan Lion Air,
premi asuransi akan dikalkulasikan ke dalam total harga yang harus dibayar calon
penumpang yang terdiri dari:
1. Tarif
2. Total pajak dan biaya lain, yang dijelaskan lebih lanjut terdiri dari:
a. IWJR
b. PPN
c. Biaya administrasi
3. Asuransi Perjalanan Lion Air
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
73
UNIVERSITAS INDONESIA
Gambar 4.4www2.lionair.co.id
Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan tidak mengatur
ketentuan mengenai penutupan asuransi baik mengenai pengertiannya ataupun
mengenai cara-cara mengadakan serta sahnya perjanjanjian pengangkutan udara.
Oleh karena itu, perjanjian pengangkutan merujuk pada syarat-syarat sahnya
perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya.
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat
barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak
lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang
tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut
ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai
kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap
perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut,
dapat diajukan pembatalan.
Kata sepakat dapat tercerminkan dengan diberikannya persetujuan oleh
calon penumpang terhadap asuransi perjalanan tersebut dalam proses pembelian
tiket online. Pada saat persetujuan untuk menambahkan Asuransi Perjalanan Lion
Air, calon penumpang telah melakukan penutupan asuransi dengan nilai
pertanggungan yang telah ditentukan. Dengan demikian perjanjian pengangkutan
udara mempunyai sifat konsensus artinya adanya kata sepakat antara para pihak
perjanjian pengangkutan dianggap ada dan lahir.
Proses pembelian tiket akan berlanjut pada pesan penerbangan. Dalam
pesan penerbangan ini terdapat rincian penerbangan yang sudah dipilih, kolom
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
74
UNIVERSITAS INDONESIA
rincian penumpang yang harus diisi, rincian tarif yang harus dibayar, rincian
pembayaran, serta persetujuan pelanggan.
Rincian penerbangan merupakan detail pilihan penerbangan yang dipilih
oleh penumpang berupa nomor penerbangan, rute penerbangan, waktu
keberangkatan, durasi penerbangan, serta kelas penerbangan.
Kolom rincian penumpang wajib diisi oleh calon penumpang. Kolom ini
berisi data-data dari penumpang yang akan menggunakan jasa penerbangan
seperti nama, alamat lengkap, nomor telepon, serta alamat surat elektronik.
Rincian tarif yang harus dibayar berisi komponen biaya yang diperlukan.
Hal ini dimaksudkan agar penumpang dapat memastikan kembali tarif yang harus
mereka keluarkan.
Di bagian bawah halaman, penumpang diminta untuk mencentang kotak
persetujuan terhadap syarat dan ketentuan penerbangan serta hal-hal yang
berkaitan dengan Asuransi Perjalanan Lion Air berupa syarat, ketentuan,
pengecualian, serta pernyataan.
Gambar 4.5www2.lionair.co.id
Setelah selesai melakukan pemesanan tiket dengan mengisi keterangan-
keterangan yang diperlukan, calon penumpang akan melakukan pembayaran
melalui bank. Dengan dibayarkannya total harga tersebut, pihak pengangkut (Lion
Air) akan mengirimkan tiket penumpang beserta polis Asuransi Perjalanan Lion
Air melalui. Fungsi polis tersebut adalah:
1. Bagi Tertanggung (penumpang Lion Air)
a. Sebagai bukti tertulis atas jaminan penanggungan untuk mengganti
kerugian yang mungkin dideritannya yang ditanggung oleh polis;
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
75
UNIVERSITAS INDONESIA
b. Sebagai bukti pembayaran premi kepada penanggung;
c. Sebagai bukti otentik untuk menuntut penanggung bila lalai atau tidak
memenuhi jaminannya;
2. Bagi Penanggung (Chartis)
a. Sebagai bukti atau tanda terima premi asuransi dari tertanggung.
b. Sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikannya kepada
tertanggung untuk membayar ganti rugi yang mungkin di derita oleh
tertanggung.
c. Sebagai bukti otentik, untuk menolak tuntutan ganti rugi atau klaim bila
penyebab kerugian tidak memenuhi syarat polis.125
4.3. Informasi Asuransi Perjalanan Lion Air dalam Proses Pembelian Tiket
online
Asuransi Perjalanan Lion Air merupakan asuransi tambahan yang
disediakan oleh maskapai penerbangan Lion Air yang bekerja sama dengan PT
Chartis Insurance Indonesia (Chartis). Hal ini tertera di kolom persetujuan
asuransi saat memesan tiket. Selain itu, terdapat tautan yang menunjukkan
penjelasan lebih lanjut mengenai Asuransi Perjalanan Lion Air yang berisi brosur,
polis, pelayanan pelanggan dan klaim, serta daftar tanya-jawab.
1. Brosur
Di dalam brosur yang disediakan Lion Air terdapat informasi-informasi
mengenai:
a. Premi asuransi yang akan dikenakan pada calon penumpang sesuai
dengan jenis penerbangan yang dipilih;
b. Kelebihan manfaat perlindungan yang dapat mengacu pada polis;
c. Manfaat kecelakaan diri;
d. Manfaat biaya pengobatan dan pelayanan medis;
e. Manfaat ketidaknyamanan perjalanan berupa keterlambatan penerbangan,
pembatalan perjalanan, pengurangan perjalanan, kerusakan dan
125 Diunduh dari http://www.wealthindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=671.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
76
UNIVERSITAS INDONESIA
kehilangan bagasi, kehilangan dokumen-dokumen perjalanan serta
tanggung gugat pribadi;
f. Pelayanan darurat medis 24 jam;
g. Daftar manfaat atau santunan.
2. Polis
Polis yang disediakan terdiri dari dua yaitu polis asuransi penerbangan
sekali jalan dan polis asuransi penerbangan pulang-pergi. Polis tersebut berisi
tentang pokok-pokok perjanjian pertanggungan yang terjadi antara tertanggung
dan penanggung.
3. Pelayanan pelanggan dan klaim
Bagian ini memberikan informasi mengenai pihak yang dapat dihubungi
secara langsung terkait Layanan Bantuan Darurat Medis serta Pelayanan
Pelanggan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Asuransi Perjalanan Lion Air.
Kemudian bila di kemudian hari penumpang mengalami kerugian dan ingin
mengajukan klaim, bagian ini menyediakan formulir pernyataan klaim serta
pelayanan seputar klaim tersebut.
4. Daftar tanya-jawab
Dalam daftar tanya-jawab, penumpang diberikan informasi-informasi dalam
bentuk pertanyaan yang mungkin akan dipertanyakan oleh para penumpang.
4.4. Pengetahuan Konsumen Mahasiswa Universitas Indonesia Depok
Mengenai Asuransi Perjalanan Lion Air
Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan konsumen/penumpang Lion Air
di lapangan, Penulis melakukan observasi sederhana di lingkungan mahasiswa
Universitas Indonesia (UI) depok secara acak dengan mengambil 80 orang
sebagai sample. Ada pun kriteria yang digunakan untuk memilih sample yaitu
mahasiswa UI dan pernah membeli jasa angkutan udara Lion Air secara online.
Observasi dilakukan dengan menyebarkan kuesioner berupa pertanyaan sikap
konsumen mengenai Asuransi Perjalanan Jasa Raharja dalam pemesanan tiket
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
77
UNIVERSITAS INDONESIA
elektronik. Tujuan yang hendak dicapai dalam observasi ini adalah mengetahui
gambaran berapa banyak penumpang yang mengetahui bahwa Asuransi
Perjalanan Lion Air merupakan asuransi tambahan yang akan memberikan ganti
kerugian apabila terjadi kerugian disamping adanya Asuransi Jasa Raharja serta
ganti kerugian sebagaimana diamanatkan dalam PM Perhubungan No. 77 Tahun
2011.
Berdasarkan observasi yang dilakukan, terdapat beberapa fakta lapangan
yang dapat dijadikan gambaran mengenai konsumen jasa Lion Air. Mengacu pada
observasi tersebut, lebih dari separuh konsumen Lion Air telah mengetahui
adanya Asuransi Jasa Raharja dalam dunia penerbangan yakni berkisar 76,2 %.
Dengan melihat data tersebut, konsumen di lingkungan mahasiswa UI tergolong
mengetahui adanya Asuransi Jasa Raharja yang mencakup transportasi udara.
Observasi juga diarahkan pada pengetahuan konsumen Lion Air mengenai status
Asuransi Perjalanan Lion Air sebagai asuransi tambahan. Berdasarkan data yang
diperoleh, sebagian besar konsumen menyatakan tidak mengetahui bahwa
Asuransi Perjalanan Lion Air merupakan asuransi tambahan saja yakni sebesar
55% dari seluruh konsumen yang diobservasi. Bahkan lebih dari separuh
konsumen (58,8%) juga tidak mengetahui bahwa Asuransi Jasa Raharja sudah
termasuk dalam harga tiket yang telah mereka bayar.
Pengetahuan konsumen akan produk jasa yang hendak mereka beli tidak
tertutup kemungkinan dipengaruhi oleh perilaku yang diambil konsumen terhadap
informasi yang tersedia saat mereka melakukan transaksi. Menurut Lamb, Hair,
dan McDaniel, perilaku konsumen merupakan proses seorang pelanggan dalam
membuat keputusan membeli, juga untuk menggunakan dan mengonsumsi
barang-barang dan jasa yang dibeli juga termasuk faktor-faktor yang
memengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk. 126 Dilihat dari
observasi yang telah dilakukan hanya 32,5% dari keseluruhan responden yang
menyatakan membaca ketentuan lebih lanjut mengenai produk Asuransi
126 Freddy Rangkuti, Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus IntegratedMarketing Comunication, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009) hal. 92.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
78
UNIVERSITAS INDONESIA
Perjalanan Lion Air sebelum mengambil keputusan untuk mengambil atau tidak
mengambil produk tersebut.
4.5. Hak Konsumen Lion Air
Hak-hak konsumen barang dan/atau jasa di Indonesia telah diatur dalam UU
Perlindungan Konsumen. Beberapa hak dalam UU Perlindungan konsumen yang
berkaitan dengan pemenuhan hak konsumen jasa penerbangan dengan asuransi
tambahan yang diadakan oleh Lion Air diantaranya:
1. Hak untuk memilih jasa
Penumpang Lion Air dalam membeli tiket secara on-line diberikan
kesempatan memilih untuk membeli atau tidak membeli Asuransi Perjalanan
Lion Air.
2. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
jasa.
Informasi merupakan bagian terpenting yang mempengaruhi
kecenderungan konsumen dalam memutuskan pilihan. Dalam era reformasi,
keberadaan suatu informasi mempunyai arti dan peranan yang sangat penting
dalam semua aspek kehidupan, serta merupakan suatu kebutuhan hidup bagi
semua orang baik secara individu maupun organisasi sehingga dapat
dikatakan berfungsi sebagaimana layaknya aliran darah pada tubuh
manusia. 127 Pencarian informasi akan berlangsung pada saat tahap pra-
transaksi yakni proses pencarian informasi mengenai harga maupun
persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan berbagai pertimbangan.
Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen
dapat memilih produk yang diinginkan atau sesuai kebutuhannya serta
terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. Informasi
mengenai asuransi akan dapat memberikan dampak yang signifikan untuk
meningkatkan efisiensi dari konsumen dalam memilih produk serta
meningkatkan kesetiaannya terhadap produk tertentu sehingga akan
memberikan keuntungan bagi perusahaan yang memenuhi kebutuhannya.
127 Edmon Makarim, S.Kom.,S.H.,LL.M., Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta: PTRajaGrafindo Persada,2005), hal.28.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
79
UNIVERSITAS INDONESIA
Berdasarkan penuturan Guru Besar Asuransi Kesehatan dan Jaminan
Sosial FKM UI, Hasbullah Tabrani, baru separuh dari populasi masyarakat
Indonesia yang memiliki jaminan kesehatan secara lengkap. Ia menambahkan,
kecenderungan di dunia bahwa masyarakat lebih apatis dan tidak sadar akan
pentingnya asuransi. Oleh karena itu, masyarakat wajib untuk didekati dan
diberitahu hal itu. Di Indonesia, hanya sekitar 20 persen penduduk yang sadar
akan asuransi.128
Dalam metode penjualan Asuransi Perjalanan Lion Air, pihak
pengangkut menyediakan informasi yang dibutuhkan terkait informasi
asuransi tersebut. Namun, Lion Air tidak menyediakan informasi mengenai
status Asuransi Perjalanan Lion Air sebagai suatu asuransi tambahan selain
adanya Jasa Raharja yang telah termasuk dalam harga tiket yang telah
dibayarkan.
Pada dasarnya dalam komponen harga tiket terdapat poin total pajak
dan biaya lainnya yang dijelaskan lebih lanjut terdiri dari IWJR (lihat Gambar
4), tetapi tidak terdapat keterangan lebih lanjut mengenai hal tersebut atau
pun sekedar menjelaskan kepanjangan dari IWJR. Dengan demikian
konsumen akan kehilangan aspek perlindungan dalam mendapatkan kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
dalam proses pemilihan produk jasa yang ditawarkan.
Keseluruhan informasi yang tersedia secara garis besar memberikan
penjelasan mengenai produk Asuransi Perjalanan Lion Air, tetapi informasi
yang telah disediakan tidak mengindikasikan posisi Asuransi Perjalanan Lion
Air sebagai asuransi tambahan di samping Jasa Raharja sebagai asuransi
wajib serta adanya ganti kerugian lain sebagai tanggung jawab pengangkut
sesuai amanat peraturan perundang-undangan yang akan diberikan Lion Air
bila terdapat kerugian pada penumpang. Mengenai informasi lebih lanjut
“Syarat & ketentuan dari penerbangan” pada kolom persetujuan pelanggan,
Lion Air memberikan informasi dalam bahasa asing. Bahasa Indonesia wajib
128 Ester Meryana dan Erlangga Djumena, “Hanya 20 Persen Penduduk Indonesia yangSadar Asuransi” dikutip dalam situs Kompas.com http://nasional.kompas.com/read/2012/02/22/13535252.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
80
UNIVERSITAS INDONESIA
digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa dalam negeri atau
luar negeri yang beredar di Indonesia. 129 Dengan demikian, seharusnya
seluruh informasi mengenai penerbangan diberikan dalam bahasa Indonesia.
Pemakaian bahasa asing tersebut mungkin tidak akan menjadi masalah bagi
kaum terpelajar, namun berbeda halnya dengan orang-orang yang tidak
memiliki kemampuan bahasa asing.
3. Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas jasa yang digunakan.
Dalam layanan asuransi Lion Air, konsumen dapat mengajukan
pertanyaan berkaitan dengan asuransi melalui sambungan telepon yang telah
disediakan pihak Lion Air.
4. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen dilakukan dengan cara musyawarah dalam waktu paling lambat 60
hari sejak timbulnya sengketa. Apabila tidak tercapai kesepakatan,
tertanggung diberikan kebebasan untuk memilih salah satu cara penyelesaian
sengketa yakni melalui arbitrase yang akan dilakukan oleh Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) atau pengadilan negeri berdasarkan ketentuan
yang terdapat dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia.
5. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
Pembinaan dan pendidikan konsumen tidak secara tegas diberikan oleh
pihak Lion Air. Dalam hal ini, Lion Air tidak melaksanakan kegiatan yang
mendukung atau mendorong adanya pembinaan dan pendidikan konsumen.
6. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
129 Indonesia, UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,serta Lagu Kebangsaan, Pasal 37.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
81
UNIVERSITAS INDONESIA
Setiap konsumen Lion Air akan diberikan kesempatan untuk melakukan
penutupan asuransi perjalanan kecuali untuk konsumen yang berumur kurang
dari 9 hari atau lebih dari 75 tahun. Hal ini dapat didasari akan kemampuan
manusia secara biologis dimana bayi yang baru lahir atau pun orang yang
lanjut usia tidak disarankan untuk melakukan perjalanan udara berkaitan
dengan faktor kesehatan calon konsumen.
4.6. Tanggung Jawab Terhadap Penumpang Lion Air
Bila dilihat dari risiko yang dimiliki oleh jasa angkutan penerbangan,
maskapai penerbangan tentu perlu melakukan peralihan tanggung jawab kepada
pihak lain. Hal ini sesuai dengan teori risiko yang dipaparkan sebelumnya
menurut Prof. Emmy Pangaribuan mengenai usaha manusia untuk mengatasi
suatu risiko.
Dalam pelaksanaan pemberian perlindungan terhadap konsumen, Para
penumpang jasa penerbangan Lion Air akan mendapat ganti kerugian yang
bersumber dari:
1. Asuransi Jasa Raharja;
2. Tanggung Jawab perusahaan maskapai Lion Air berdasarkan ganti kerugian
yang tertera dalam PM No. 77 Tahun 2011;
3. Asuransi Perjalanan Lion Air jika penumpang membeli asuransi tersebut.
Maskapai penerbangan Lion Air telah memberlakukan PM No. 77 tahun
2011 sesuai dengan peraturan ganti kerugian yang tertera. Jadi apabila terdapat
penumpang Lion Air yang mengalami kerugian namun ia tidak membeli asuransi
tambahan maka penumpang tersebut akan mendapatkan ganti kerugian yang
berasal dari Asuransi Jasa Raharja dan ganti kerugian sesuai PM No. 77 Tahun
2011.
Perlindungan yang diberikan masing-masing sumber ganti kerugian tersebut
tentunya berbeda-beda. Seperti misalnya dalam Asuransi Jasa Raharja, bagasi
penumpang tidak termasuk dalam pertanggungan asuransi, sedangkan Asuransi
Perjalanan Lion Air menjamin hilang atau rusaknya bagasi penumpang Lion Air.
Jumlah ganti kerugian yang diberikan pun berbeda dimana Asuransi Perjalanan
Lion Air lebih memberikan ganti kerugian dalam jumlah besar atau berkali lipat
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
82
UNIVERSITAS INDONESIA
dari ganti kerugian yang diberikan oleh Jasa Raharja. Hal ini dapat dimaklumi
mengingat bahwa Asuransi Jasa Raharja merupakan asuransi sosial yang
memberikan proteksi minimal sesuai kesejahteraan masyarakat. Berbeda halnya
dengan Asuransi Perjalanan Lion Air yang berorientasi pada bisnis.
Kedua sumber asuransi yaitu Jasa Raharja dan Asuransi Perjalanan Lion Air
merupakan sumber yang berasal dari pihak asuransi berbeda dengan sumber pada
poin dua di atas dimana tanggung jawab ganti kerugian berdasarkan PM No. 77
Tahun 2011 diemban oleh maskapai penerbangan Lion Air sejak peraturan
tersebut dinyatakan berlaku.
Jika melihat pada PM No. 92 Tahun 2011 tentang Perubahan atas No. 77
Tahun 2011 Pasal 16 ayat (1) dikatakan bahwa tanggung jawab tersebut wajib
diasuransikan pengangkut kepada satu atau gabungan beberapa perusahaan
asuransi atau yang dikenal dengan sebutan konsorsium asuransi. Pihak Lion Air
menyatakan bahwa tanggung jawab sebagaimana dalam PM No. 77 Tahun 2011
akan menjadi tanggung jawab Lion Air hingga munculnya kebijakan baru dari
perusahaan mengenai pelaksanaan pengasuransian kewajiban pengangkut.
Sehingga apabila terjadi kecelakaan yang menimbulkan kerugian, penumpang
Lion Air akan mendapatkan santunan Jasa Raharja dan juga ganti kerugian sesuai
dengan PM No. 77 Tahun 2011 di luar ada atau tidaknya penutupan asuransi
tambahan yang dilakukan oleh penumpang Lion Air.
Hak penumpang untuk menambahkan atau tidak menambahkan Asuransi
Perjalanan Lion Air bisa terpengaruh dengan adanya pertimbangan ganti kerugian
Asuransi Jasa Raharja serta ganti kerugian dari pihak pengangkut sesuai amanat
PM No. 77 Tahun 2011 yang pada dasarnya sudah pasti diberikan saat terjadi
kerugian. Hal yang menjadi permasalahan adalah apabila pada saat pengambilan
keputusan tersebut konsumen tidak mengetahui adanya komponen Jasa Raharja
seperti pada fakta yang ditemukan dalam observasi. Dengan demikian, informasi
mengenai seluruh pertanggungan yang diberlakukan bagi penumpang Lion Air
sudah sepatutnya diberitahukan kepada penumpang melalui informasi yang jelas
mengenai jenis-jenis pertanggungan, manfaat pertanggungan serta ganti kerugian
yang diberikan dari pertanggungan yang ada.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
83
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa yang telah dikemukakan, terdapat beberapa
simpulan di antaranya:
1. Asuransi Perjalanan Lion Air tidak dapat dikatagorikan sebagai asuransi
wajib karena tidak adanya unsur paksaan yang berasal dari pemerintah yang
berwenang maupun unsur kewajiban untuk membeli asuransi tersebut.
2. Metode penjualan Asuransi Perjalanan yang disediakan Lion Air telah
memenuhi beberapa hak konsumen sebagaimana telah diatur dalam UU
Perlindungan Konsumen. Namun, masih terdapat beberapa hak yang kurang
terlindungi diantaranya hak atas informasi Asuransi Perjalanan Lion Air
sebagai asuransi tambahan selain asuransi wajib Jasa Raharja dimana iuran
wajib telah otomatis dibayarkan dalam harga tiket pesawat. Selain itu, hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen juga kurang menjadi
perhatian Lion Air. Hal ini terbukti dengan kurangnya pengetahuan
konsumen mengenai pertanggungan dalam jasa Lion Air.
3. Konsumen yang tidak membeli Jasa Asuransi Perjalanan Lion Air tetap
memiliki jaminan apabila terjadi kecelakaan di kemudian hari. Hal ini
sebagaimana telah diatur dalam UU Penerbangan serta Peraturan Menteri
Perhubungan No. 77 Tahun 2011 serta adanya asuransi wajib Jasa Raharja.
Dengan demikian, konsumen tidak perlu merasa khawatir akan perlindungan
konsumen jasa penerbangan di Indonesia. dalam hal ini, Pemerintah melalui
beberapa perangkat peraturan telah berusaha untuk melindungi konsumen
jasa penerbangan. Perlindungan yang diberikan bagi konsumen yang tidak
memakai jasa Asuransi Perjalanan Lion Air diantaranya.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
84
UNIVERSITAS INDONESIA
a. Tanggung jawab perusahaan pengangkut yang mencakup
i. Penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat akan diberikan
ganti kerugian sebesar Rp 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus
lima puluh ribu rupiah);130
ii. Penumpang yang meninggal dunia karena kejadian yang
berhubungan dengan pengangkutan udara saat proses meninggalkan
ruang tunggu atau turun dari pesawat dan/atau bandar udara
persinggahan akan diberikan ganti kerugian sebesar Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);131
iii. Penumpang yang mengalami cacat tetap total akan diberikan ganti
kerugian sebesar Rp 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima
puluh ribu rupiah)132 serta apabila penumpang mengalami cacat tetap
sebagian dimana ganti kerugian ditetapkan sebagaimana diatur
dalam lampiran PM No. 77 Tahun 2011133;
iv. Penumpang yang mengalami kerugian sehingga diharuskannya
menjalani pengobatan di rumah sakit atau pun balai pengobatan akan
diberikan ganti kerugian paling nyata maksimal Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah);134
v. Penumpang yang mengalami kerusakan pada bagasi tercatat akan
diberikan ganti kerugian sesuai dengan jenis, bentuk, ukuran, dan
merk bagasi tercatat 135 , sedangkan apabila bagasi tercatat hilang
maka penumpang akan diberikan ganti kerugian sebesar Rp
130Indonesia, Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung
Jawab Pengangkut Udara Pasal 3 huruf a.
131 Ibid., Pasal 3 huruf b.
132 Ibid., Pasal 3 huruf c ayat (1).
133Ibid., Pasal 3 huruf c ayat (2).
134 Ibid., Pasal 3 huruf e.
135 Ibid., Pasal 5 ayat (1) huruf b.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
85
UNIVERSITAS INDONESIA
200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per kilogram dan paling banyak
Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang;136
vi. Penumpang yang mengalami keterlambatan lebih dari 4 jam akan
diberikan ganti kerugian sebesar Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu
rupiah)137 serta adanya alternatif lainnya yang disebutkan dalam PM
No. 77 Tahun 2011.
b. Asuransi wajib Jasa Raharja yang mencakup
i. Penumpang yang meninggal dunia dengan besar santunan Rp
50.000.000,00.
ii. Penumpang yang mengalami cacat tetap dengan santunan maksimal
Rp 50.000.000,00.
iii. Biaya perawatan penumpang maksimal Rp 25.000.000,00.
iv. Biaya penguburan sebesar Rp 2.000.000,00.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil analisa di atas adalah:
1. Metode penjualan asuransi tambahan pada jasa angkutan penerbangan
hendaknya lebih diperjelas dan tidak rumit terutama dalam hal informasi jasa
itu sendiri mengingat pengetahuan konsumen akan jasa yang hendak dibeli
merupakan hal yang signifikan yang akan mempengaruhi keputusan
konsumen. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan cara memperjelas
redaksional Asuransi Perjalanan Lion Air menjadi “asuransi perjalanan
tambahan yaitu Asuransi Perjalanan Lion Air” atau pun dengan perumusan
kalimat lain yang lebih jelas.
2. Upaya pembinaan dan pendidikan konsumen asuransi jasa angkutan udara
perlu menjadi perhatian pemerintah maupun pihak penyelenggara jasa.
Pemerintah dan perusahaan jasa angkutan udara dapat melakukan kerjasama
dalam melakukan sosialisasi baik berupa penyuluhan maupun iklan di media
136 Ibid., Pasal 5 ayat (1) huruf a.
137Ibid., Pasal 10 huruf a.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
86
UNIVERSITAS INDONESIA
massa atau melalui jasa travel yang menyediakan jasa angkutan penerbangan
Lion Air.
3. Sosialisasi pemerintah akan peraturan yang dikeluarkan terkait perlindungan
konsumen di bidang jasa penerbangan hendaknya lebih diperhatikan. Dengan
adanya pengetahuan akan perlindungan dasar yang diberikan akan membantu
konsumen untuk melindungi diri dari pelaku usaha yang bertindak curang.
4. Sesuai dengan adanya kewajiban konsumen sebagaimana diamanatkan dalam
UU Perlindungan Konsumen, Konsumen hendaknya membaca terlebih
dahulu setiap informasi yang disediakan terkait jasa yang hendak mereka
pakai mengingat sangat pentingnya pengetahuan konsumen akan produk.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
87
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR REFERENSI
BUKU
Gunawan, Johanes. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: Universitas
Katolik Parahyangan, 1999.
Hartono, Sri Rejeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.
Hilton, Matthew. Prosperity for All; Consumer Activism In an Era of
Globalization. Amerika Serikat: Cornell University Press, 2009.
Kamus Besar Bahasa Indonesia cet. 3. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran cet. 1, ed. Yati
Sumiharti, S.E.. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997.
Mamudji, Sri. et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Martono, H. K. dan Amad Sudiro. Hukum Angkutan Udara. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2011.
Makarim, Edmon. Pengantar Hukum Telematika. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2005.
Mickelburgh, John. Consumer protection. Abingdon/oxon: Professional books
limited, 1979.
Miru, Ahmad dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005.
_____. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia.
Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Asuransi Indonesia, cet. 4. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2006.
Muis, Abdul. Bunga Rampai Hukum Dagang. Medan: Fakultas Hukum USU,
2001.
Nasution, Az. Hukum Perlindungan Konsumen. Cet 2. Jakarta: Diadit Media,
2002.
_____. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, cet. 3. Jakarta: Diadit
Media, 2007.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
88
UNIVERSITAS INDONESIA
_____. Konsumen dan Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1995.
_____. Penulisan Karya Ilmiah tentang Perlindungan Konsumen dan Peradilan
di Indonesia. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman, 1995.
_____. “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU No. 8
Tahun 1999”.
Poedjosoebroto, Santoso. Beberapa Aspekta Tentang Hukum Pertanggungan
Djiwa di Indonesia. Jakarta: Bhratara, 1969.
Prakoso, Djoko. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.
Projodikoro, Wirjono. Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: PT Intermasa, 1991.
Rangkuti, Freddy. Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated
Marketing Comunication. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Samsul, Inosentius. Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan
Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: Program Pasca-sarjana Fakultas Hukum
UI, 2004.
Sastrawidjaja, Man Suparman dan Endang. Hukum Asuransi. Bandung: PT
Alumni, 2003.
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. Pertanggungan Wajib cet. 2. Jogjakarta: Seksi
Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 1974.
_____. Hukum Pertanggungan dan Perkembangan. Jakarta: BPHN, 1980.
_____. Hukum Pertanggungan, Jogjakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, 1982.
_____. Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya. Jogjakarta: Seksi Hukum
Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1983.
Shofie, Yusuf. Percakapan tentang Pendidikan Konsumen dan Kurikulum
Fakultas Hukum. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1998.
_____. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya. Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2003.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cetakan II, 2001.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
89
UNIVERSITAS INDONESIA
Wiradipradja, E. Saefullah. Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Udara
Internasional dan Nasional. Yogyakarta: Liberty, 1989.
Zen, A. Patra M. dan Daniel Hutagalung. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia:
Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah hukum cet. 2.
Jakarta: YLBHI, 2007.
PERATURAN
Indonesia. UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang
Indonesia. UU No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang Lalu lintas.
_____. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Lembaran
Negara RI No. 3821.
_____. UU No. 1 Tahun 1999 tentang Penerbangan. Lembar Negara RI No. 4956.
_____. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
_____. UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan, Lembaran Negara RI No. 5035.
Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No.
37/PMK.010/2008 tentang Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana
Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang
Umum di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyeberangan, Laut, dan Udara.
Kementerian Perhubungan RI. Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun
2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
____. Keputusan Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Udara
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
90
UNIVERSITAS INDONESIA
JURNAL
Khairandy, Ridwan. “Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung
Jawab Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara”,
dalam Jurnal Hukum Bisnis Vol. 25 No. 1 Tahun 2006.
Wiradipradja, Saefullah. “Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap
Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia” dalam Jurnal Hukum Bisnis
Vol. 25-NO.1-Tahun 2006.
ARTIKEL
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, “Position Paper Analisis Kebijakan
Persaingan dalam Industri Asuransi Wajib Kecelakaan Lalu Lintas di
indonesia” (2010) <http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/
position_ paper_asuransi_kecelakaan laulintas.pdf>
Meryana, Ester dan Erlangga Djumena, “Hanya 20 Persen Penduduk Indonesia
yang Sadar Asuransi” dikutip dalam situs Kompas.com
<http://nasional.kompas.com/read/2012/02/22/13535252>
Listiyarini, Tri. “Penumpang Lion Air Masih Teratas; Air Asia Menyalip Garuda”,
sumber: Kementerian Perhubungan <http://trilistiyarini.blogspot.com/2011/
01/penumpang-lion-air-masih-teratas.html>
wealthindonesia.com <http://www.wealthindonesia.com/index.php?option=com_
content&task=view&id=671>
SKRIPSI DAN TESIS
Claudia, Serena. “Perlindungan Hak Konsumen Terhadap Kejelasan Informasi
Dalam Suatu Kontrak Elektronik Jual Beli via Websites (Studi Kasus Situs
airasia.com dan belibarang.com)” Depok: Program Pascasarjana Universitas
Indonesia, 2011.
Novianti, Eva. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Pangan
Transgenik (Studi Kasus: Snack Kentang Pringles)” Depok: Program
Sarjana Universitas Indonesia, 2007.
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
MENTERI PERHUBUNGANREPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR: PM 77 TAHUN 2011
TENTANG
TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERHUBUNGAN,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 ayat (1) hurufc dan d dan ayat (3), Pasal 165 ayat (1), Pasal 168, Pasal 170,Pasal 172, Pasal 179, Pasal 180, Pasal 184 ayat (3), dan Pasal186 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentangPenerbangan, perlu menetapkan Peraturan MenteriPerhubungan tentang Tanggung Jawab Pengangkut AngkutanUdara;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang UsahaPerasuransian (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1992 Nomor 13 Tambahan Lembaran. NegaraRepublik Indonesia Nomor 3467);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentangPerlindungan Konsumen (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentangPenerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4956);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas PeraturanPemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1992tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 212Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4954);
1
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
P
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentangPembentukan Organisasi Kementerian Negara;
6 Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentangKedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara SertaSusunan, Organisasi, Tugas Dan Fungsi Eselon IKementerian Negara sebagaimana telah dmbah denganPeraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010;
7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata KerjaKementerian Perhubungan;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANGTANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1 Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan PesawatUdara untuk mengangkut penumpang, kargo dan/atau pos untuk satuperjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lamatau beberapa bandar udara.
2 Pengangkut adalah Badan Usaha Angkutan Udara, pemegang izinkegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatanangkutan udara niaga berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentangPenerbangan, dan/atau badan usaha selain Badan Usaha AngkutanUdara yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga.
3 Tanggung Jawab Pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutanudara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/ataupengirim barang serta pihak ketiga.
4. Angkutan Udara Niaga adalah Angkutan Udara untuk umum denganmemungut pembayaran.
5 Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik negara, badanusaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroanterbatas atau koperasi, yang' kegiatan utamanya mengoperasikanpesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo,dan/atau pos dengan memungut pembayaran.
tAnalisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
6. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan denganbatas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udaramendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muatbarang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yangdilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan,serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
7. Tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, ataubentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjianangkutan udara antara penumpang dan pengangkut, dan hakpenumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut denganpesawat udara.
8. Bagasi Tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan olehpenumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udarayang sama.
9. Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan beradadalam pengawasan penumpang sendiri.
10. Kargo adalah setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasukhewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selamapenerbangan, barang bawaan atau barang yang tidak bertuan.
11. Kejadian Angkutan Udara adalah kejadian yang semata-mata adahubungannya dengan pengangkutan udara.
12. Kecelakaan adalah peristiwa pengoperasian pesawat udara yangmengakibatkan kerusakan berat pada peralatan atau fasilitas yangdigunakan dan/atau korban jiwa atau luka serius.
13. Keterlambatan adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktukeberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasiwaktu keberangkatan atau kedatangan.
14. Cacat Tetap adalah kehilangan atau menyebabkan tidak berfungsinyasalah satu anggota badan atau yang mempengaruhi aktivitas secaranormal seperti hilangnya tangan, kaki, atau mata, termasuk dalampengertian cacat tetap adalah cacat mental.
15. Cacat Tetap Total adalah kehilangan fungsi salah satu anggota badan,termasuk cacat mental sebagai akibat dari Kecelakaan (accident) yangdiderita sehingga penumpang tidak mampu lagi melakukan pekerjaanyang memberikan penghasilan yang layak diperoleh sesuai denganpendidikan, keahlian, ketrampilan dan pengalamannya sebelummengalami cacat.
^ Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
16 Catat Tetap Sebagian adalah kehilangan sebagian dari salah satu anggotabadan namun tidak mengurangi fungsi dari anggota badan tersebutuntuk beraktifitas seperti hilangnya salah satu mata, salah satu lenganmulai dari bahu, salah satu kaki.
17 Cacat Mental adalah tidak berfungsi atau kerusakan yang bersangkutandengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat kerusakan badanatau tenaga.
18. Ganti Rugi adalah uang yang dibayarkan atau sebagai pengganti atassuatu kerugian.
19 Asuransi Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara adalahperjanjian antara pengangkut dengan konsorsium perusahaan asuransiuntuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/ataupengirim barang serta pihak ketiga.
20. Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi sesuai denganketentuan perundang-undangan perasuransian.
21 Perusahaan Pialang Asuransi adalah Perusahaan Penunjang Usaha. ft£^Perasuransian yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan .Asuransi Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara dan penangananpenyelesaian ganti kerugian Asuransi dengan bertmdak untukkepentingan pemegang polis dan atau tertanggung.
22 Konsorsium Asuransi Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udaraadalah kumpulan sejumlah perusahaan asuransi sebagai satu kesatuanyang terdiri dari ketua dan anggota yang dibentuk berdasarkan perjanjiansebagai Penanggung asuransi tanggung jawab pengangkut angkutanudara.
23. Merited adalah menteri yang membidangi urusan penerbangan.
24. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
BAB II
JENIS TANGGUNG JAWAB PENGANGKUTDAN BESARAN GANTI KERUGIAN
Pasal 2
Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawabatas kerugian terhadap :
a. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka;b. hilang atau rusaknya bagasi kabin;
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
c. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat
d. hilang, musnah, atau rusaknya kargo;
e. keterlambatan angkutan udara; dan
f. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Pasal 3
Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacattetap atau luka-Iuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hurufa ditetapkansebagai berikut:
a. penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibatkecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata adahubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugiansebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh jutarupiah) per penumpang;
b. penumpang yang meninggal dunia akibat suatu kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara pada saat prosesmeninggalkan ruang tunggu bandar udara menuju pesawat udara ataupada saat proses turun dari pesawat udara menuju ruang kedatangan dibandar udara tujuan dan/atau bandar udara persinggahan (transit)diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus jutarupiah) per penumpang;
c. penumpang yang mengalami cacat tetap, meliputi :
•1) penumpang yang dinyatakan cacat tetap total oleh dokter dalamjangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejakterjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebesar Rp.1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) perpenumpang; dan
2) penumpang yang dinyatakan cacat tetap sebagian oleh dokter dalamjangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejakterjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebagaimana termuatdalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
d. Cacat Tetap Total sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1 yaitukehilangan penglihatan total dari 2 (dua) mata yang tidak dapatdisembuhkan, atau terputusnya 2 (dua) tangan atau 2 (dua) kaki atausatu tangan dan satu kaki pada atau di atas pergelangan tangan ataukaki, atau Kehilangan penglihatan total dari 1 (satu) mata yang tidakdapat disembuhkan dan terputusnya 1 (satu) tangan atau kaki pada ataudi atas pergelangan tangan atau kaki.
t-Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
e. penumpang yang mengalami luka-Iuka dan harus menjalani perawatan dirumah sakit, klinik atau balai pengobatan sebagai pasien rawat inapdan/atau rawat jalan, akan diberikan ganti kerugian sebesar biayaperawatan yang nyata paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus jutarupiah) per penumpang.
Pasal 4
(1) Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang ataurusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikanbahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atauorang yang dipekerjakannya.
(2) Apabila pembuktian penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dapat diterima oleh pengangkut atau berdasarkan keputusan pengadilanyang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht) dinyatakanbersalah, maka ganti kerugian ditetapkan setinggi tingginya sebesarkerugian nyata penumpang.
Pasal 5
(1) Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalamikehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditetapkan sebagai berikut:
a. kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasitercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 200.000,00(dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp. 4.000.000,00(empat juta rupiah) per penumpang; dan
b. kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnyabentuk, ukuran dan merk bagasi tercatat.
(2) Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),apabila tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalendersejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di bandar udara tujuan.
(3) Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atasbagasi tercatat yang belum ditemukan dan, belum dapat dinyatakan hilangsebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratusribu rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga) hari kalender.
Pasal 6
(1) Pengangkut dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap hilangnyabarang berharga atau barang yang berharga milik penumpang yangdisimpan di dalam bagasi tercatat, kecuali pada saat pelaporankeberangkatan (check-in), penumpang telah menyatakan danmenunjukkan bahwa di dalam bagasi tercatat terdapat barang berhargaatau barang yang berharga, dan pengangkut setuju untukmengangkutnya.
tAnalisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
(2) Dalam hal pengangkut menyetujui barang berharga atau barang yangberharga di dalam bagasi tercatat diangkut sebagaimana dimaksud padaayat (1), pengangkut dapat meminta kepada penumpang untukmengasuransikan barang tersebut.
Pasal 7
(1) Jumlah ganti kerugian terhadap kargo yang dikirim hilang, musnah, ataurusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d ditetapkan sebagaiberikut:
a. terhadap hilang atau musnah, pengangkut wajib memberikan gantikerugian kepada pengirim sebesar Rp. 100.000,00 (seratus riburupiah) per kg.
b. terhadap rusak sebagian atau seluruh isi kargo atau kargo,pengangkut wajib memberikan ganti kerugian kepada pengirimsebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per kg.
(c. apabila pada saat menyerahkan kepada pengangkut, pengirimmenyatakan nilai kargo dalam surat muatan udara (airway bill),ganti kerugian yang wajib dibayarkan oleh pengangkut kepadapengirim sebesar nilai kargo yang dinyatakan dalam surat muatanudara.
(2) Kargo dianggap hilang setelah 14 (empat belas) hari kalender terhitungsejak seharusnya tiba di tempat tujuan.
Pasal 8
Apabila kargo diangkut melalui lebih dari 1 (satu) moda transportasi,pengangkut hanya bertanggung jawab atas kerusakan sebagian ataukeseluruhan atau atas kehilangan kargo selama dalam pengangkutan udarayang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal 9
Keterlambatan angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf eterdiri dari :
a. keterlambatan penerbangan [flightdelayed);
b. tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara(denied boardingpassanger); dan
c. pembatalan penerbangan (cancelation offlight).
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
yf^
Pasal 10
Jumlah ganti kerugian untuk penumpang atas keterlambatan penerbangansebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a ditetapkan sebagai berikut:
a. keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesarRp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang;
b. diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuanhuruf a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yangterdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), danpengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan ataumenyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidakada moda transportasi selain angkutan udara;
c. dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbanganmilik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan daribiaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up gradingclass) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan,maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiketyang dibeli.
Pasal 11
Terhadap tidak terangkutnya penumpang sebagaimana dimaksud dalamPasal 9 huruf b, pengangkut wajib memberikan ganti kerugian berupa:
a. mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan;dan/atau
b. memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidakada penerbangan lain ke tempat tujuan
Pasal 12
(1) Dalam hal terjadi pembatalan penerbangan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 9 huruf c, pengangkut wajib memberitahukan kepadapenumpang paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaanpenerbangan.
(2) Pembatalan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),pengangkut wajib mengembalikan seluruh uang tiket yang telahdibayarkan oleh penumpang.
(3) Pembatalan penerbangan yang dilakukan kurang dari 7 (tujuh) harikelender sampai dengan waktu keberangkatan yang telah ditetapkan,
''berlaku ketentuan Pasal 10 huruf b dan c.
\Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
(4) Pembatalan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabilabadan usaha angkutan udara niaga berjadwal melakukan perubahanjadwal penerbangan (retiming atau rescheduling).
Pasal 13
(1) Pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian akibatketerlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 hurufa yang disebabkan oleh faktor cuaca dan/atau teknis operasional.
(2) Faktor cuaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain hujanIebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standarminimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yangmengganggu keselamatan penerbangan.
(3) Teknis Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain :
a. bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapatdigunakan operasional pesawat udara;
b. lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggufungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran;
c. terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat(landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) dibandar udara; atau
d. keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling).
Pasal 14
Jumlah ganti kerugian untuk pihak ketiga yang meninggal dunia, cacat tetap,luka-Iuka dan kerugian harta benda sebagai akibat dari peristiwapengoperasian pesawat udara, kecelakaan pesawat udara atau jatuhnyabenda-benda dari pesawat udara yang dioperasikan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2 huruf f ditetapkan sebagai berikut:
a. meninggal dunia diberikan ganti rugi sebesar Rp. 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah) per orang;
b. pihak ketiga yang mengalami cacat tetap, meliputi :
1) pihak ketiga yang dinyatakan cacat tetap total oleh dokter dalamjangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejakterjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebesar Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) per orang;
A lAnalisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
>
2) pihak ketiga yang dinyatakan cacat tetap sebagian oleh dokterdalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejakterjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebagaimanatermuat dalam Lampiran Peraturan ini.
:. Jumlah ganti kerugian untuk pihak ketiga yang menderita luka-Iuka danharus menjalani perawatan di rumah sakit, klinik atau balai pengobatansebagai pasien rawat inap dan/atau rawat jalan ditetapkan paling banyakRp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per orang;
1 jumlah ganti kerugian untuk kerusakan barang milik pihak ketiga hanyaterhadap kerugian yang secara nyata diderita berdasarkan penilaian yanglayak, sebagai berikut:
1) untuk pesawat udara dengan kapasitas sampai dengan 30 (tigapuluh) tempat duduk, paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (limapuluh miliar rupiah);
2) untuk pesawat udara dengan kapasitas lebih dari 30 (tiga puluh)tempat duduk sampai dengan 70 (tujuh puluh) tempat duduk, palingbanyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
3) untuk pesawat udara dengan kapasitas lebih dari 70 (tujuh puluh)tempat duduk sampai dengan 150 (seratus lima'puluh) tempatduduk, paling banyak Rp. 175.000.000.000,00 (seratus tujuh puluhlima miliar rupiah);
4) untuk pesawat udara dengan kapasitas lebih dari 150 (seratus limapuluh) tempat duduk, paling banyak Rp. 250.000.000.000,00 (duaratus lima puluh miliar rupiah).
Pasal 15
Besaran ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal5, Pasal 7, Pasal 10, dan Pasal 14, ditetapkan berdasarkan kriteria:
a. tingkat hidup yang layak rakyat Indonesia;
b. kelangsungan hidup Badan Usaha Angkutan Udara;
c. tingkat inflasi kumulatif;
d. pendapatan perkapita;
e. perkiraan usia harapan hidup; dan
f. perkembangan nilai mata uang.
10
/Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
BAB III
WAJIB ASURANSI TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
Pasal 16
(1) Tanggung jawab pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2wajib diasuransikan kepada perusahaan asuransi dalam bentukkonsorsium asuransi.
(2) Bentuk Konsorsium bersifat terbuka kepada seluruh perusahaanasuransi yang memenuhi syarat dan perizinan untuk dapatberpartisipasi dalarn program Asuransi Tanggung Jawab PengangkutAngkutan Udara.
(3) Untuk kepentingan Badan Usaha Angkutan Udara sebagai pemegangpolis dan/atau tertanggung, maka penutupan asuransi dan penangananpenyelesaian klaim Asuransi Tanggung Jawab Pengangkut AngkutanUdara dilakukan dengan menggunakan jasa keperantaraan perusahaanpialang asuransi.
(4) Perusahaan asuransi sebagai anggota konsorsium asuransi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan asuransi tanggung jawabpengangkut angkutan udara kepada Menteri yang bertanggung jawab dibidang pengawasan perasuransian.
(5) Nilai pertanggungan asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)'sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yangditentukan dalam Peraturan ini.
(6) Premi asuransi untuk menutup nilai pertanggungan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan perhitungan yang layaksesuai prinsip asuransi yang sehat.
(7) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1, 2 dan 3tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri.
Pasal 17
(1) Penutupan asuransi tanggung jawab pengangkut sebagaimanadimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dibuktikan dengan perjanjianpenutupan asuransi.
(2) Tata cara dan prosedur penutupan asuransi tanggung jawabpengangkut sebagaimana diatur pada ayat (1) dilakukan sesuaidengan peraturan perundang-undangan.
(3) yPenutupan asuransi tanggung jawab pengangkut sebagaimanadimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderaluntuk dicatat dan keperluan evaluasi.
(4) Dalam hal evaluasi mengindikasikan adanya ketidaksesuian terhadapketentuan yang ada atau kelayakan besarnya pertanggungan,Direktur Jenderal dapat meminta penjelasan dari pengangkut danpara pihak yang terkait serta meminta dilakukan peninjauan kembaliperjanjian penutupan asuransi.
11Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
/
BAB IV
BATAS TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
Pasal 18
(1) Tanggung jawab pengangkut kepada penumpang dimulai sejakpenumpang meninggalkan ruang tunggu bandar udara menuju pesawatudara sampai dengan penumpang memasuki terminal kedatangan dibandar udara tujuan.
(2) Tanggung jawab pengangkut terhadap bagasi tercatat dimulai sejakpengangkut menerima bagasi tercatat pada saat pelaporan (check-in)sampai dengan diterimanya bagasi tercatat oleh penumpang.
(3) Tanggung jawab pengangkut terhadap kargo dimulai sejak pengirimbarang menerima salinan surat muatan udara dari pengangkut sampaidengan waktu yang ditetapkansebagai batas pengambilan sebagaimanatertera dalam surat muatan udara (airway bill).
Pasal 19
Pengangkut tidak dapat dituntut tanggung jawab untuk membayar ganti rugisebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, Pasal 3 huruf c butir 2, Pasal14, apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa :
a. kejadian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaian pengangkutatau orang-orang yang dipekerjakannya atau agen-agennya; atau
b. kejadian tesebut semata-mata disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian' penumpang sendiri dan/atau pihak ketiga.
Pasal 20
Tanggung jawab pengangkut dalam peraturan ini berlaku terhadappengangkut yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal(charter) atau pihak-pihak lain sebagai pembuat kontrak pengangkutan(contracting carrier) sepanjang tidak diperjanjikan lain dan tidak bertentangandengan peraturan ini.
BAB V
PERSYARATAN DAN TATA CARAPENGAJUAN TUNTUTAN GANTI KERUGIAN
Pasal 21
(1) Tuntutan ganti kerugian oleh penumpang dan/atau pengirim barang. serta pihak ketiga yang mengalami kerugian sebagaimana dimaksud,dalam Pasal 2 hanya dapat dilakukan berdasarkan bukti sebagaiberikut:
12
/Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
a. dokumen terkait yang membuktikan sebagai ahli waris sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,tiket, bukti bagasi tercatat (claim tag) atau surat muatan udara(airway bill) atau bukti lain yang mendukung dan dapatdipertanggungj awabkan;
b. surat keterangan dari pihak yang berwenang mengeluarkan buktitelah terjadinya kerugian jiwa dan raga dan/atau harta bendaterhadap pihak ketiga yang mengalami kerugian akibatpengoperasian pesawat udara.
(2) Pemberian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukankepada pengangkut yang secara nyata melakukan pengangkutan udara(actual carrier), apabila pengangkutan udara tersebut dilakukan lebih
* dari satu Badan Usaha Angkutan Udara.
Pasal 22
(1) Apabila bagasi tercatat dan/atau kargo diterima oleh penumpang atauoleh orang yang berhak untuk menerima tidak ada keluhan, makamerupakan bukti bagasi tercatat dan/atau kargo tersebut diterima dalamkeadaan baik sesuai dengan dokumen yang pada saat diterima.
(2) Apabila bagasi tercatat dan/atau kargo yang diterima dalam keadaanrusak, musnah dan/atau hilang, tuntutan terhadap pengangkut harusdiajukan secara tertulis pada saat bagasi tercatat diambil olehpenumpang atau penerima kargo.
(3) Jika terjadi keterlambatan penerimaan bagasi tercatat dan/atau kargo,tuntutan terhadap pengangkut harus diajukan secara tertulis palinglambat 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak bagasi tercatatditerima pemilik bagasi tercatat sesuai tanda bukti bagasi tercatat (claimtag) di terminal kedatangan atau kargo diterima oleh penerima di tempattujuan yang telah ditetapkan.
BAB VI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 23
Besaran ganti kerugian yang diatur dalam peraturan ini tidak menutupkesempatan kepada penumpang, ahli waris, penerima kargo, atau pihakketiga untuk menuntut pengangkut ke pengadilan negeri di dalam wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia atau melalui arbitrase atau alternatifpenyelesaian sengketa lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
-A Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
Pasal 24
Penyelesaian masalah pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19dapat diselesaikan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainsesuai ketentuaan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
EVALUASI, PELAPORAN DAN PENGAWASAN
Pasal 25
(1) Direktur Jenderal melakukan evaluasi setiap 2 (dua) tahun terhadappelaksanaan asuransi tanggung jawab pengangkut angkutan udarasebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Pengangkut dan perusahaan asuransi dan/atau Ketua Konsorsium wajibmenyampaikan laporan pelaksanaan asuransi tanggung jawab
.pengangkut angkutan udara secara berkala setiap 1 (satu) tahun atau-setiap terjadi perubahan pertanggungan kepada Direktur Jenderal.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuatmemuat:
a. data, jumlah dan jenis kepersertaan asuransi;
b. lingkup pertanggungan termasuk besaran pertanggungan;
c. jumlah klaim yang diajukan dan jumlah klaim yang disetujui; dan
d. masa pertanggungan.
BAB VIII
SANKSI
Pasal 26
(1) 'Direktur Jenderal dapat memberikan sanksi administratif kepadapengangkut yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnyasebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengantenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan;
±14
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
b. apabila peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidakditaati dilanjutkan dengan pembekuan izin usaha angkutan udaraniaga untuk jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender.
(3) Apabila pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)huruf b habis jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan,dilakukan pencabutan izin usaha.
(4) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)tidak menghapus tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang,dan/ atau pengirim barang serta pihak ketiga.
Pasal 27
(1) Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaantanggung jawab pengangkut terhadappenumpang dan/atau pengirimbarang serta pihak ketiga.
(2) Direktur Jenderal dapat mengusulkan perusahaan asuransi dan/ataukonsorsium asuransi, termasuk penanggungjawabnya ke dalam daftarhitam (black list) apabila terbukti tidak melakukan pembayaran atautidak sanggup membayar ganti kerugian sesuai kewajibannya.
(3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepadaMenteri untuk selanjutnya diteruskan kepada Menteri yangmelaksanakan pembinaan dan pengawasan di bidang usaha
, perasuransian untuk diambil tindakan lebih lanjut sesuai peraturan-perundang-undangan perasuransian.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 28
(1) Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, perjanjian penutupan asuransiantara pengangkut dan perusahaan asuransi atau konsorsium asuransiyang telah ada tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian;
(2) Badan usaha angkutan udara yang telah melakukan penutupan asuransitanggung jawab wajib menyesuaikan jenis tanggung jawabnya danbesaran ganti kerugian sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteriini paling lama 60 (enam puluh) hari kalender terhitung sejak PeraturanMenteri diberlakukan;
S 15
/Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
BABX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Peraturan ini mulai berlaku 3 (tiga) bulan sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan PeraturanMenteri Perhubungan ini dengan penempatannya dalam Berita NegaraRepublik Indonesia.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 8 Agustus 2011
MENTERI PERHUBUNGAN,
ttd
FREDDY NUMBERI
Diundangkan di Jakartapada tanggal 10 Agustus 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,REPUBLIK INDONESIA
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 486
suai dengan aslinyaukum dan KSLN
PelsNtfapa Harian
ANTO. SH, DESS^Bu*vBembina (IV/a)
19631115 199203 1 001
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
Lampiran Peraturan Menteri PerhubunganNomor : PM 77 Tahun 2011
Tanggal : 8 Agustus 2011
BESARAN GANTI KERUGIAN CACAT TETAP SEBAGIAN
CACAT TETAP SEBAGIAN BESARAN GANTI KERUGIAN
a. Satu mata Rp 150.000.000,-b. Kehilangan pendengaran Rp 150.000.000,-
c. Ibu jari tangan kanan Rp 125.000.000,-
- tiap satu ruas Rp 62.500.000,-
d. Jari telunjuk kanan Rp 100.000.000,-
- tiap satu ruas Rp 50.000.000,-
e. Jari telunjuk kiri Rp 125.000.000,-
- tiap satu ruas Rp 25.000.000,-
f. Jari kelingking kanan Rp 62.500.000,-
- tiap satu ruas Rp 20.000.000,-
g. Jari Kelingking Kiri Rp 35.000.000,-- tiap satu ruas Rp 11.500.000,-
h. Jari Tengah atau jari manis Rp 50.000.000,-- tiap satu ruas Rp 16.500.000,-
i. Jari tengah atau jari manis kiri Rp 40.000.000,-
- tiap satu ruas Rp 13.000.000,-
Penjelasan :
Bagi mereka yang kidal, perkataan kanan dibaca kiri, demikian
sebaliknya.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 8 Agustus 2011
MENTERI PERHUBUNGAN,
ttd
FREDDY NUMBERI
sesuai dengan aslinyaHukum dan KSLN
sana Harian
WANTO, SH, DESSPembina (IV/a)
19631115 199203 1 001
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
This is an eTicket itinerary. To enter the airport and for check-in, you must present this itinerary receipt along with OfficialGovernment issued photo identification such as passport. identity card or Indonesians KTP.
Booking reference no (PNR): HKRIZI Place of issue: JKTTO
Issuing Airline: Lion Air Issued date: Tuesday, 23 Aug, 2011
Passenger Name Lion Passport # eTicket NumberSihite/Ruth Novida Miss 9902166571369
Flight Depart Arrive Stops Class Fare Basis Status BaggageJT 387 Medan (MES) Jakarta (CGK) 0 Promo - T TOW Confirmed 20Kg
31 Aug 2011 31 Aug 201114:00 hrs 16:20 hrs
Operated by Lion Air
FARE IDR 489000 TAX 5000YR TAX 48900ID TAX 10000XX TOTAL IDR 552900FARE CALC MES JT JKT489000TOW IDR489000ENDTRAVEL INSURANCE: IDR 15,000
Legend : YQ = Fuel Surcharge, IWJR = Air Traffic Congestion Fee (for domestic segment) or Admin Fee (International segment)
Booking Class T: Ticket Refund and Exchanges are permitted with payment of fee and fare difference (if any) and within a defineddeadline. Name Change is not permitted.
CASHDATE OF ISSUE-23AUG11 ISSUED AT-JKTTO JKT GIX
NONEND/NONRER/NONEXTEND
IT1880011433262
eTicket Itinerary / Receipt
Booking Details
Passenger Details
Itinerary Details
Fare Details (Includes Base Fare, Taxes, Fees and Surcharges)
Fare Rules
Additional Collections
Form Of Payment
Endorsement
Tour Code
Page 1 of 2Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
* Please arrive at the airport 90 minutes before the flight for domestic travel and 2 hours for international travel.* Check-in closes 45 minutes before departure time.* Please be at the gate 30 minutes before departure time.* If paid by credit card please note that the credit card used must be presented by the card holder for verification at check-in or you may be denied boarding.* Baggage allowance: 20Kg for Lion Air and 15Kg for Wings Air.* Economy Class Passengers are allowed to bring up to 7kg of hand luggage onboard Lion Air Flights. Please refer to our terms and condition for more information.* Passengers agree with Terms and Conditions of Carriage outlined by Lion Air.
* Mohon tiba di Bandara selambat-lambatnya 90 menit sebelum keberangkatan untuk domestic atau 2 jam untuk internasional.* Cek-in ditutup 45 menit sebelum jam keberangkatan.* Mohon tiba di gerbang keberangkatan 30 menit sebelum keberangkatan.* Bila anda melakukan pembayaran menggunakan kartu kredit mohon menunjukan kartu tersebut berserta pemegang kartu untuk verifikasi pada konter cek in atau proses boarding anda dapat dibatalkan.* Bagasi cuma-cuma: 20Kg untuk maskapai Lion Air dan 15kg untuk maskapai Wings Air.* Penumpang kelas Economi diperbolehkan membawa barang bawaan maksimum seberat 7Kg ke dalam kabin. Silahkan membaca persyaratan dan ketentuan yang berlaku untuk informasi lebih lanjut.* Penumpang/Pemegang tiket ini tunduk kepada Syarat & Ketentuan Penerbangan yang ditetapkan oleh Lion Air.
For any assistance you may contact us on the following numbers
Reservation:Lion Air Call Center Numbers:
0804-1-778899 (Indonesia)6339 1922 (Singapore)8776 6081 (Kuala Lumpur)641 4144 / 5144 (Penang)820 8911 / 8920 ( Ho Chi Minh City)
Important Notes
Catatan Penting
Page 2 of 2Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
DAFTAR PERTANYAAN
Umur : ______________
Jenis Kelamin : ______________
Penggunaan jasa maskapai penerbangan dalam melakukan perjalanan jarak jauh
sudah menjadi hal biasa. Hal ini didukung oleh munculnya berbagai maskapai penerbangan
yang tidak jarang melakukan aksi “harga promo” untuk beberapa jadwal dan rute tertentu.
Lion Air sebagai salah satu maskapai milik Indonesia muncul sebagai salah satu kompetitor
dengan tingkat harga tiket yang cukup terjangkau. Mengingat tingginya risiko jasa
penerbangan, pemerintah mewajibkan setiap pengangkut untuk mengasuransikan tanggung
jawabnya terhadap penumpang. Oleh sebab itu, pemerintah bersama dengan perusahaan
penerbangan menyediakan sistem pertanggungan atau asuransi perjalanan bagi seluruh
penumpang jasa penerbangan berupa asuransi wajib Jasa Raharja yang langsung dimasukkan
dalam harga tiket yang dibeli. Namun, Dalam pembelian tiket secara online melalui situs
resmi http://www2.lionair.co.id/, calon penumpang Lion Air akan ditawarkan asuransi
perjalanan tambahan dengan membayar sejumlah premi asuransi sebesar Rp 15.000,00.
1. Apakah anda memiliki asuransi pribadi? Ya Tidak
2. Apakah anda mengetahui manfaat asuransi secara umum? Ya Tidak
3. Jika ya, darimanakah Anda mengetahui manfaat asuransi tersebut?
a. Keluarga atau teman
b. Media cetak dan/atau elektronik
c. Promosi perusahaan asuransi
d. Internet
e. Lainnya, __________________
4. Apakah Anda mengetahui adanya Asuransi Jasa Raharja dalam dunia penerbangan
domestik?
Ya Tidak
5. Apakah Anda mengetahui bahwa Asuransi Perjalanan Lion Air merupakan Asuransi
tambahan?
6. Ya Tidak
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
7. Pernahkah Anda membeli asuransi perjalanan yang ditawarkan Lion Air saat membeli
tiket secara online?
Ya Tidak
8. Jika ya, apakah Anda telah mengetahui adanya Asuransi Wajib Jasa Raharja yang telah
otomatis Anda bayarkan ketika Anda membeli tiket penerbangan domestik Lion Air?
Ya Tidak
9. Jika ya, apakah sebelum Anda memutuskan untuk membeli asuransi tambahan Lion Air
Anda membaca informasi lebih lanjut mengenai asuransi Lion Air yang disediakan
dalam situs tersebut?
Ya Tidak
10. Jika Anda tidak membeli Asuransi Perjalanan Lion Air, apakah alasan Anda tidak
membeli asuransi tersebut?
a. Saya merasa tidak perlu asuransi
b. Tidak tahu asuransi itu apa
c. Sudah mempunyai asuransi pribadi
d. Tidak bisa re-fund kalau tidak ada claim
e. Tahu kalau harga tiket sudah termasuk Asuransi Jasa Raharja
f. Lainnya, _________________________________________
11. Apakah sebelum memutuskan untuk tidak membeli Asuransi Perjalanan Lion Air Anda
terlebih dahulu membaca informasi lebih lanjut yang disediakan mengenai asuransi
tersebut?
Ya Tidak
12. Jika Anda membaca informasi lebih lanjut yang disediakan, apakah Anda mengerti
manfaat Asuransi Perjalanan Lion Air?
Ya Tidak
13. Jika Anda membaca informasi yang disediakan, apakah Anda puas dengan informasi
mengenai jasa asuransi perjalanan Lion Air?
Ya Tidak
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
PEDOMAN WAWANCARA
Dalam proses penulisan tugas akhir universitas, saya memerlukan beberapa informasi
terkait asuransi tambahan yang disediakan oleh maskapai penerbangan Lion Air. Untuk itu
saya berharap pihak Lion Air dapat membantu saya dalam memperoleh informasi sebagai
berikut.
1. Apakah alasan-alasan dari pihak Lion Air mengeluarkan Asuransi tambahan (Asuransi
Perjalanan Lion Air) selain Asuransi Jasa Raharja?
Supaya menambah perlindungan konsumen Lion Air.
2. Apakah terdapat peraturan internal maupun eksternal yang mendasari penawaran
asuransi tambahan Lion Air tersebut?
Tidak terdapat kebijakan eksternal terkait Asuransi Perjalanan Lion Air. Hal ini
berdasarkan kebijakan perusahaan Lion Air.
3. Tuan X membeli asuransi tambahan yang disediakan oleh Lion Air.
a. Ketika terjadi kecelakaan, kompensasi dari mana sajakah yang akan diterima
Tuan X? Apakah Tuan X akan menerima santunan dari Jasa Raharja beserta
Asuransi Lion Air?
Apabila terjadi kecelakaan, setiap penumpang pasti akan mendapat santunan
Jasa Raharja. Jika Tuan X membayar premi Asuransi Perjalanan Lion Air,
maka pertanggungan yang akan didapat konsumen berasal dari Jasa Raharja
dan Asuransi Perjalanan Lion Air.
b. Apakah ada santunan lain yang akan diberikan misalnya yang berasal dari
perusahaan penerbangan Lion Air?
Berdasarkan PM Perhubungan No. 77 Tahun 2011, setiap perusahaan
penerbangan wajib memberikan pertanggungjawaban sebesar yang
ditetapkan dalam peraturan menteri tersebut. Oleh karena itu, pihak Lion Air
akan tetap memberikan santunan sebesar yang ditetapkan. Namun, karena
hingga saat ini belum terdapat claim kecelakaan, Lion Air belum
melaksanakannya.
4. Tuan X tidak membeli asuransi tambahan yang disediakan oleh Lion Air.Bagaimanakah
perlindungan terhadap Tuan X apabila terjadi kecelakaan yang menimbulkan kerugian?
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012
Apabila Tuan X tidak membayar untuk Asuransi Perjalanan Lion Air dan
kemudian terjadi kecelakaan, Tuan X akan mendapat santunan Jasa Raharja beserta
tanggung jawab perusahaan jasa angkutan sesuai amanat PM Perhubungan No. 77
Tahun 2011.
Atas perhatian Anda saya ucapkan terima kasih.
Elisabeth S. N. A.
Telp. 081286684078
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
Analisis yuridis ..., Elisabeth Saragionova Narotama Allaganio, FH UI, 2012