Morfin Print 2003

20
MORFIN Pendahuluan Dalam blok neuroscience, untuk ilmu farmakologi mahasiswa akan belajar mengenai obat-obatan yang dipakai untuk penyakit syaraf dan jiwa, serta penyalagunaan obat (drug abuse). Masalah drug abuse merupakan masalah besar bagi generasi usia remaja dan kematian akibat over dosis (OD) kian bertambah tiap tahun. Untuk itulah dipilih praktikum mengenai morfin dan metodenya telah dikenal melalui praktikum selama ini. Dalam praktikum ini digunakan kelinci sebagai hewan coba yang memperlihatkan efek morfin paling mirip pada manusia, memperlihatkan efek depresi nafas yang dapat timbul pada kelebihan dosis morfin (OD), serta pemberian antidotum yang dapat segera mengatasi depresi nafas tersebut. Juga akan diperlihatkan efek morfin yang berlainan pada berbagai spesies (spesies difference), antara lain kucing, tikus, dan mencit. Sasaran Belajar 1. Melihat efek morfin, terutama depresi nafas, miosis dan gejala lain yang terjadi pada over dosis (OD) pada manusia, yang diperlihatkan pada kelinci 2. Memperlihatkan efek spacies difference akibat morfin pada berbagai hewan coba

description

morfin

Transcript of Morfin Print 2003

Page 1: Morfin Print 2003

MORFIN

Pendahuluan

Dalam blok neuroscience, untuk ilmu farmakologi mahasiswa akan belajar mengenai obat-

obatan yang dipakai untuk penyakit syaraf dan jiwa, serta penyalagunaan obat (drug abuse).

Masalah drug abuse merupakan masalah besar bagi generasi usia remaja dan kematian akibat

over dosis (OD) kian bertambah tiap tahun. Untuk itulah dipilih praktikum mengenai morfin dan

metodenya telah dikenal melalui praktikum selama ini. Dalam praktikum ini digunakan kelinci

sebagai hewan coba yang memperlihatkan efek morfin paling mirip pada manusia,

memperlihatkan efek depresi nafas yang dapat timbul pada kelebihan dosis morfin (OD), serta

pemberian antidotum yang dapat segera mengatasi depresi nafas tersebut. Juga akan

diperlihatkan efek morfin yang berlainan pada berbagai spesies (spesies difference), antara lain

kucing, tikus, dan mencit.

Sasaran Belajar

1. Melihat efek morfin, terutama depresi nafas, miosis dan gejala lain yang terjadi pada over

dosis (OD) pada manusia, yang diperlihatkan pada kelinci

2. Memperlihatkan efek spacies difference akibat morfin pada berbagai hewan coba

3. Memperlihatkan efek antidotum pada keracunan/over dosis morfin

4. Melatih mahasiswa menghitung dosis yang tepat yang akan diberi pada masing-masing

hewan coba dan member suntikan yang tepat sesuai petunjuk

Persiapan

1. Hewan coba : kelinci, tikus putih, mencit dan kucing

2. Obat-obat : larutan morfin 4%, kafein benzoate 4%, dan larutan nalokson

3. Alat-alat : timbangan hewan coba, baskom plastic, penggaris, semprit, dan kandang hewan

4. Dosis larutan morfin 4% yang akan diberikan pada hewan coba :

Page 2: Morfin Print 2003

- Kucing : 20 mg/kgBB

- Kelinci : 0,5 ml/kgBB

- Tikus : 40-60 mg/kgBB

- Mencit : 40 mg/kgBB

Nalokson : untuk kelinci 0,01 mg/kgBB (=0,2 ml)

5. Cara perhitungan dosis yang akan disuntikan :

Misalnya : bb mencit= X gram X/1000 x 40 mg = Y mg

Larutan 40% ialah 40 mg/100ml

Yang akan disuntikkan = Y/40 x 100 ml = Z ml

Tatalaksana

1. Efek overdosis morfin dan antidotumnya

Untuk memperlihatkan efek morfin pada manusia seperti sedasi, lemas, miosis dan terutama

gejala over dosis (OD) morfin dimana terjadi trias intoksikasi akut : depresi nafas, miosis

hebat dan koma, maka observasi pada kelinci paling tepat menggambarkan hal tersebut.

a. Kelinci

1. Ambillah seekor kelinci, perlakukan hewan coba dengan baik dan tidak kasar

2. Timbanglah kelinci anda dengan timbangan hewan coba dengan akurat dan catat

3. Lakukan observasi parameter dasar: sikap kelinci, refleks otot, diameter pupil kanan

dan kiri, hitung frekuensi pernafasan dan denyut jantung, kelakuan kelinci.

Sikap kelinci : biasanya lincah, jalan-jalan di meja laboratorium

Refleks otot : tariklah (jangan terlalu keras) tungkai kaki depannya, normal

biasannya ada tahanan

Diameter pupil diukur dalam kondisi cahaya yang konstan

Frekuensi nafas dapat dihitung dengan meraba dada kelinci atau dengan

menghitung kembang-kempisnya cuping hidungnya. Karena frekuensi nafas

kelinci cepat maka hitunglah ¼ menit, kemudian kalikan 4

Denyut jantung dihitung dengan meraba bagian dada bawah tubuh kelinci dalam

semenit

Page 3: Morfin Print 2003

4. Setelah seluruh parameter dasar selesai, hitunglah berapa ml, larutan morfin yang

akan disuntikan pada kelinci dengan cara perhitungan diatas

5. Mintalah pada instruktur larutan morfin 4% yang akan disuntikan, dalam semprit

yang telah disediakan

6. Lakukan tindakan asepsis, dengan mengosok tempat suntikan dengan larutan alcohol

70%

7. Suntikan larutan morfin 4% yang sesuai dengan perhitungan untuk kelinci anda

secara subkutan di daerah subscapula. Pastikan seluruh cairan morfin tadi masuk ke

dalam tubuh kelinci dan tidak ada yang tercecer keluar

8. Biarkan kelinci tetap diatas meja laboratorium dan lakukan obeservasi seluruh

parameter tiap 5 menit

9. Bila frekuensi pernapasan telah 20x/menit, laporkan pada instruktur, dan mintalah

larutan kafein benzoat 0,5 ml, dan suntikan secara subkutan pada daerah subskapula

10. Bila frekuensi pernafasan tetap turun sampai kurang dari 15x/menit, laporkan pada

instruktur agar segera disuntikkan morfin 0,2 ml pada vena marginalis kelinci

11. Perhatikan pada saat terjadi over dosis pada kelinci yang ditandai dengan : depresi

pernafasan, miosis, dan sikap kelinci menjadi lemas, tonus otot sangat menurun,

maka beberapa detik setelah penyuntikan nalorfin, maka kelinci akan pulih seperti

semula; aktif, tonus otot baik, frekuensi nafas normal.

2. Efek species difference morfin

Selanjutnya untuk memperlihatkan adanya species difference pada morfin, kita menggunakan

beberapa hewan coba yang akan memperlihatkan efek yang berlawanan dari kelinci yang

mengalami depresi, beberapa jenis binatang seperti kucing, kuda, mencit dan tikus akan

mengalami efek eksitasi. Efek muntah oleh morfin yang disebabkan rangsangan pada

medulla oblongata dapat diperlihatkan pada anjing, namun sudah tidak dilakukan lagi karena

anjing tersebut akan sangat menderita.

a. Tikus

1. Ambil dan timbanglah berat badan tikus putih, dan taruh dalam baskom plastic

Page 4: Morfin Print 2003

2. Hitunglah dosis larutan morfin 4% yang akan diberikan sesuai berat badan tikus

dengan menggunakan rumus perhitungan diatas

3. Laporkan hasil perhitungan dosis anda pada instruktur dan ambil larutan morfin 4%

dalam semprit dengan jumlah yang tepat

4. Lakukan tindakan asepsis pada tempat suntikan

5. Peganglah kuduk tikus dengan hati-hati, suntikan larutan morfin secara subkutan di

daerah interskapula. Lakukan dengan baik sehingga seluruh larutan dalam semprit

masuk ke dalam tubuh tikus dan tidak tercecer keluar

6. Biarkan tikus tetap dalam baskom plastik dan lakukan observasi sampai timbul sikap

katatonik, tikus akan tetap bertahan pada sikap yang diberikan oleh anda, misalnya

sikap duduk. Sikap katatonik disebabkan karena kekakuan otot tubuh tikus.

b. Mencit

1. Ambil dan timbang seekor mencit dengan menggunakan timbangan surat

2. Hitung dosis larutan morfin 4% seperti rumus diatas

3. Laporkan perhitungan dosis anda pada instruktor dan mintalah lautan morfin 4%

sebanyak dosis yang harus disuntikan

4. Lakukan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik

5. Peganglah kuduk mencit dengan halus, suntikan larutan morfin secara subkutan pada

daerah interskapula, perhatikan jangan sampai ada larutan yang tidak masuk ke dalam

tubuh tikus

6. Letakkan mencit dalam baskom plastik dan lakukan observasi sampai timbul efek

rangsangan otot diafragma pelvis dan sfingter ani, yang terlihat sebagai efek Straub,

yaitu ekor mencit menjadi tegang dan terangkat membentuk huruf S atau lurus ke

atas.

c. Kucing

1. Hanya dilakukan dalam bentuk demonstrasi

2. Ambil dan timbang kucing

3. Hitung dosis larutan morfin yang harus diberikan

4. Lakukan tindakan asepsis pada daerah yang akan disuntik

Page 5: Morfin Print 2003

5. Suntikan larutan morfin 4% sesuai perhitungan dosis, secara subkutan pada daerah

interskapula

6. Masukan kucing ke dalam kandang, dan lakukan observasi, sampai terjadi efek

eksitasi dimana kucing akan terlihat liar, pupilnya midriasis, keluar saliva, gelisah.

Lakukan seluruh observasi dengan teliti dan catat hasilnya dengan tepat, dan bandingkan

data anda dengan data dari kelompok lain.

Penutup

Dengan praktikum diatas anda telah melakukan sendiri cara penyuntikan yang tepat, observasi

dan pencatatan hasil yang baik. Jangan lupa juga untuk membaca teori yang berkaitan dengan

obat yang akan di berikan dalam praktikum, kali ini adalah morfin, sehingga pemahaman tentang

obat tersebut menjadi lebih intens. Biasanya dengan belajar learning by doing maka lebih banyak

yang anda ingat dan berkesan sehingga subjek ini menjadi hal yang menarik dan membangkitkan

gairah anda untuk belajar lebih baik.

HASIL PENGAMATAN

Page 6: Morfin Print 2003

Perhitungan dosis morfin yang disuntikan :

1. Kelinci : BB = 1,8 kg

Dosis : 1,8 kg x 0,5 ml/kgBB = 0,9 ml

2. Tikus : BB = 200 gram

Dosis : (200/1000) x 60 mg = 12 mg

Larutan morfin 4 % = 4 g/100 ml = 40 mg/ml

(12 mg/40 mg) x 1 ml = 0,3 ml

3. Mencit : BB = 30 gram

Dosis : ( 30/1000) x 40 mg = 1,2 mg

(1,2 mg/ 40 mg) x 1 ml = 0,03 ml

A. Pengamatan terhadap hewan coba kelinci :

Sebelum disuntikan larutan morfin

- Sikap : lincah (aktif)

- Refleks otot : normal

- Diameter pupil : 0,8 mm

- RR : (26+30+25) x 6 = 486 = 162 kali/menit

3

- Denyut jantung : 128 kali/menit

Sesudah disuntikan larutan morfin

Pengamatan ke-

(tiap 5 menit)

Sikap Kelinci Refleks Otot pupil RR

I Sedikit pasif lemah 0,8 mm 138 kali/menit

II Pasif lemah 0,6 mm 66 kali/ menit

III Pasif lemah 0,6 mm 64 kali/menit

IV Pasif lemah 0,6 mm 60 kali/menit

V Pasif Lemah 0,4 mm 32 kali/menit

Page 7: Morfin Print 2003

VI Pasif lemah 0,4 mm 22 kali/menit

Pada percobaan terhadap kelinci : Setelah disuntikan larutan morfin dapat dilihat efek

depresi napas, miosis, serta penurunan aktivitas motorik kelinci.

B. Pengamatan terhadap hewan coba tikus : Beberapa saat setelah disuntikan larutan morfin

pada tikus terlihat adanya sikap katatonik yang disebabkan karena kekakuan otot tubuh tikus.

C. Pengamatan terhadap hewan coba mencit : Setelah disuntikan larutan morfin, terjadi efek

straub yaitu ekor mencit menjadi tegang dan terangkat ke atas.

D. Pengamatan terhadap hewan coba kucing : terjadi efek eksitasi dimana terlihat kucing

lebih liar, gelisah, midriasis.

PEMBAHASAN

A. MORFIN

Opium atau candu adalah getah Papaver somniferum L yang telah dikeringkan. Alkaloid

asal opium secara kimia dibagi dalam dua golongan : (1) golongan fenantren, misalnya

morfin dan kodein dan (2) golongan benzilisokinolin, misalnya noskapin dan papaverin.

Farmakodinamik. Morfin merupakan agonis reseptor opioid. Efek morfin pada susunan

saraf pusat dan usus terutama ditimbulkan karena morfin bekerja sebagai agonis pada

reseptor µ. Selain itu morfin juga mempunyai afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor δ

dan κ. Efek morfin pada susunan saraf pusat (SSP) berupa analgesia dan narkosis. Efek

analgetik itu timbul karena opioid ini terutama bekerja pada reseptor µ. Ketiga jenis reseptor

µ, κ,dan δ banyak didapatkan pada kornu dorsalis medula spinalis. Reseptor didapatkan baik

pada saraf yang mentransmisi nyeri di medula spinalis. Efek analgetik morfin dan opioid lain

sangat selektif dan tidak disertai oleh hilangnya fungsi sensorik lain yaitu rasa raba, rasa

getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran, bahkan presepsi stimulasi nyeri pun tidak

selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. Selain analgesik, aktivasi reseptor µ ini

dapat menyebabkan euforia, depresi napas, miosis dan motilitas saluran cerna menurun.

Page 8: Morfin Print 2003

Morfin juga bekerja pada resptor κ yang dapat menimbulkan efek miosis dan analgesia.

Morfin juga mengaktivasi pada reseptor δ yang menimbulkan depresi napas yang mana efek

langsung morfin terhadap pusat napas di batang otak.

Morfin dan opioid lain sering menimbulkan mual dan muntah, sedangkan delirium dan

konvulsi lebih jarang timbul. Faktor yang dapat mengubah eksitasi morfin ialah idiosinkrasi

dan tingkat eksitasi refleks (reflex excitatory level) SSP. Terutama pada wanita dapat

mengalami eksitasi oleh morfin, misalnya mual dan muntah yang mendahului depresi, namun

delirium dan konvulsi jarang timbul. Idiosinkrasi adalah suatu reaktivitas abnormal terhadap

zat kimia yang ganjil/ aneh yang ditimbulkan dari seorang individu. Respon idiosinkrasi

mungkin berasal dari bentuk sensitifitas yang ekstreme terhadap dosis rendah atau

insensitifitas ekstreme terhadap dosis tinggi dari suatu zat kimia. Idiosinkrasi dapat

dihasilkan dari genetik polimorfisme yang menyebabkan individual differences dalam

farmakokinetik obat. Polimorfisme juga dapat menyebabkan farmakodinamik obat berbeda

ke individu seperti interaksi obat-reseptor. Efek emetic pada pemberian morfin seperti mual

dan muntah terjadi berdasarkan stimulasi langsung pada emetic receptor trigger zone (CTZ)

di area postrema medula oblongata, bukan oleh pusat emetic sendiri.

Morfin berefek langsung pada saluran cerna, bukan melalui efeknya pada SSP. Efek

morfin ini menurunkan motilitas saluran cerna seperti pada lambung, usus halus, dan usus

besar, akibat dari peninggian tonus otot pada saluran cerna. Morfin tidak mempengaruhi

tekanan darah, frekuensi maupun irama denyut jantung jika diberikan pada dosis terapi.

Perubahan yang terjadi adalah akibat efek depresi pada pusat vagus dan pusat vasomotor

yang baru terjadi pada dosis toksik. Tekanan darah turun akibat hipoksia pada stadium akhir

intoksikasi morfin. Morfin dan opioid lain menurunkan kemampuan sistem kardiovaskular

untuk bereaksi terhadap perubahan sikap. Pasien mungkin mengalami hipotensi ortostatik

dan dapat jatuh pingsan, terutama akibat vasodilatasi perifer yang terjadi berdasarkan efek

langsung terhadap pembuluh darah kecil. Morfin dan opioid lain melepaskan histamin yang

merupakan factor dalam timbulnya hipotensi.

Morfin menyebabkan suhu badan turun akibat aktivitas otot yang menurun, vasodilatasi

perifer dan penghambatan mekanisme neural di SSP. Kecepatan metabolisme dikurangi oleh

morfin. Setelah pemberian morfin volume urin berkurang, disebabkan merendahnya laju

Page 9: Morfin Print 2003

filtrasi glomerulus, alir darah ginjal, dan pengelepasan ADH. Hipotiroidisme dan insufisiensi

adrenokortikal meningkatkan kepekaan orang terhadap morfin. Selain itu, Morfin

memperlambat berlangsungnya partus. Dalam dosis terapi, morfin juga dapat menyebabkan

pelebaran pembuluh darah kulit, kulit tampak merah dan terasa panas terutama di flush area

(muka, leher, dan dada bagian atas). Keadaan ini disebabkan karena pelepasan histamine oleh

morfin.

Farmakokinetik. Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat diabsorpsi melalui

kulit luka dan mukosa, namun pemberian cara ini absorpsinya kecil sekali. Morfin dapat

diabsorpsi usus, tetapi efek analgetik pemberian oral jauh lebih rendah daripada pemberian

parenteral dengan dosis yang sama. Setelah pemberian dosis tunggal, sebagian morfin

mengalami konyugasi dengan asam glukoronat di hepar, sebagian dikeluarkan dalam bentuk

bebas dan 10% tidak diketahui nasibnya. Morfin dapat melintasi sawar uri dan

mempengaruhi janin. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas

ditemukan dalam tinja dan keringat. Morfin yang terkonyugasi ditemukan dalam empedu.

Indikasi. Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau

menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Morfin

sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai : (1) infark miokard; (2) neoplasma; (3) kolik

renal atau kolik empedu; (4) oklusio akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner; (5)

perikarditis akut dan pneumotoraks spontan; dan (6) nyeri akibat trauma misalnya luka bakar,

fraktur dan nyeri pascabedah. Morfin intravena dapat dengan jelas mengurangi/

menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal yang menyertai gagal jantung kiri.

Alkaloid morfin berguna untuk menghentikan diare berdasarkan efek langsung terhadap otot

polos usus. Pada pengobatan diare akibat intoksikasi akut obat atau makanan, bukan karena

infeksi oleh bakteri. Pemberian morfin harus didahului oleh pemberian garam katarik untuk

mengeluarkan penyebab. Morfin juga menekan refleks batuk.

Efek Samping. Morfin dapat menyebabkan mual dan muntah terutama pada wanita

berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan tremor,

namun jarang terjadi konvulsi, delirium, dan insomnia. Dapat pula terjadi reaksi alergik

seperti urtikaria, eksantem,dermatitis kontak, pruritus dan bersin. Intoksikasi akut morfin

dapat berupa koma, pin point pupils, kemudian midriasis jika terjadi anoksia, depresi napas.

Page 10: Morfin Print 2003

Selain itu dapat pula terjadi penurunan tekanan darah, pengelepasan ADH sehingga

prmbentukan urin sangat berkurang, suhu badan rendah, tonus otot rangka rendah, kulit

terasa dingin, mandibula dalam keadaan relaksasi dan lidah dapat menyumbat jalan napas.

Interaksi Obat. Penggunaan bersama hipnotik-sedatif dapat meningkatkan depresi SSP

terutama depresi napas. Interaksi juga terjadi pada penggunaan bersamaan dengan obat

antipsikotik dan tranquilizer dapat meningkatkan sedasi dan depresi napas serta hipotensi.

Dosis kecil amfetamin meningkatkan efek analgetik dan euforia morfin dan dapat

mengurangi efek sedasinya.

Kontraindikasi. Obat ini tidak boleh digunakan pada penggunaan agonis dengan antagonis,

kehamilan, kehamilan, trauma pada kepala, gangguan fungsi paru kecuali edema paru,

gangguan fungsi hati dan ginjal, gangguan endokrin seperti penyakit Addison, hipotiroid.

Sediaan dan Posologi. Didalam praktek klinik, morfin digunakan sebagai premedikasi,

komponen dari balanced anesthesia, dosis tinggi opioid anestesi dan untuk analgesik post

operatif. Pasien mengalami pemanjangan analgesik dan efek samping seperti depresi

pernapasan ketika konsentrasi plasma morfin rendah. Dosis anjuran untuk menghilangkan

atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/kgBB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2

mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan. Pada pasien yang pernah mendapat

opioid, pemberian dosisnya berkisar 5-10 mg parenteral morfin/4 jam. Morfin 10 mg intra

muscular setara dengan 20 – 30 mg oral, sehingga pemberian intra vena berbanding oral

adalah 1 : 2,5-3. Minimal interval untuk obat oral 1,5-2 jam. Sedangkan minimal interval

pemberian intra vena 10-15 menit. 

B. KAFEIN BENZOAT

Kafein benzoat yang merupakan suatu obat yang menstimulasi SSP untuk mengurangi

depresi pernapasan.

C. NALOKSON

Page 11: Morfin Print 2003

Nalokson merupakan prototip antagonis opioid murni yang dapat diberikan per oral. Obat-

obat yang tergolong antagonis opioid umumnya tidak menimbulkan banyak efek kecuali bila

sebelumnya telah ada efek agonis opioid atau bila opioid endogen sedang aktif misalnya pada

keadaan stres atau syok. Semua efek agonis opioid pada reseptor µ diantagonis oleh nalokson

dosis kecil (0,4-0,8 mg) yang diberikan IM atau IV. Nalokson digunakan untuk memperbaiki

intoksikasi akibat morfin “ trias” yang berupa koma, pin point pupils dan depresi napas. Pada

dosis besar, nalokson juga menyebabkan kebalikan efek dari efek psikotomimetik dan

disforia akibat agonis-antagonis. Antagonisme nalokson ini berlangsung selama 1-4 jam,

tergantung dari dosisnya. Pemberian nalokson hanya dapat diberikan parenteral dan efeknya

segera terlihat setelah penyuntikan IV. Secara oral dapat juga diserap, namun hampir

seluruhnya mengalami metabolisme lintas pertama maka harus diberikan parenteral. Obat ini

dimetabolisme di hati,terutama glukoronidasi.

D. Analisis obat pada hewan coba kelinci : Pada percobaan, pemberian morfin menyebabkan

efek intoksikasi akut morfin “trias”. Kita ketahui bahwa mekanisme morfin tersebut yakni

mengaktivasi reseptor opioid terutama pada reseptor µ, yang dapat menimbulkan efek pada

SSP seperti terlihat terjadinya trias/intoksikasi akut. Kemudian pada saat timbul depresi

napas, hewan coba disuntikan kafein benzoat yang fungsinya untuk memperbaiki kondisi

tersebut. Namun, bila tidak terjadi peningkatan pernapasan, hewan coba harus segera

disuntikan nalokson secara IV agar memperbaiki kondisi intoksikasi serta menghindari dari

kematian. Mekanisme kerja pada nalokson sebagai antagonis kompetitif pada reseptor µ,δ,

dan κ, tetapi afinitasnya terhadap resptor µ jauh lebih tinggi.

E. Analisis obat pada hewan coba tikus : Pada tikus terjadi efek katatonik yaitu efek yang

terlihat pada saat tikus tetap dalam posisi yang diberikan dalam waktu yang cukup lama. Hal

ini terjadi karena peningkatan tonus otot.

F. Analisis obat pada hewan coba mencit : Pemberian morfin menimbulkan efek straub yaitu

ekor mencit menjadi tegang dan terangkat membentuk huruf S atau lurus ke atas. Reaksi ini

menunjukan bahwa adanya rangsangan pada SSP (khususnya sumsum tulang belakang) atau

pembebasan adrenalin pada otot diafragma pelvis dan sfingter ani.

Page 12: Morfin Print 2003

Kesimpulan

Pemberian morfin pada kelinci menimbulkan efek berupa depresi napas, miosis, dan

penurunan aktivitas motorik yang mana efek ini juga dapat terlihat pada manusia yang dikenal

dengan trias atau intoksikasi akut. Pada manusia morfin dapat menimbulkan efek idiosinkrasi

yakni efek yang terjadi pada individu tertentu tetapi berlainan dengan efek yang terjadi pada

umumnya, yang disebabkan karena kelainan genetik. Misalnya: morfin pada kebanyakan orang

dapat menyebabkan depresi namun khususnya wanita, dapat mengalami eksitasi misalnya mual

dan muntah yang mendahului depresi. Suatu peristiwa pada manusia yang menyerupai spesies

difference adalah peristiwa idiosinkrasi.

Sementara itu, pemberian morfin pada hewan coba/spesies yang berbeda menghasilkan

efek yang berbeda juga (species difference) seperti pada hewan tikus dan mencit. Pada tikus

terjadi efek katatonik dan mencit efek straub.

Daftar Pustaka

1. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia;2007.

2. Membedah Mitos Penggunaan Morfin Oral. Edisi April 2006 ,Vol.5 No.9, hal 26. Diunduh

dari : http://www.majalah-farmacia.com.

Page 13: Morfin Print 2003

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

BLOK 22

Kelompok D4Anggota Kelompok :

1. Juanita Liusiani (102009055)2. Elsa Marliska (102009061)3. Hensky Stalone Sitepu (102009063)4. Ivan Agusta Dwi Kristiawan (102009075)5. Berliana Natalia (102009076)6. Yohanna (102009083)7. Jimmy Nyomin (102009084)8. Yuliana (102009089)9. Fitrianti Massau (102009095)

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN

Page 14: Morfin Print 2003

2012