MOLUSKUM KONTAGIOSUM
-
Upload
amalia-s-burhan -
Category
Documents
-
view
26 -
download
1
description
Transcript of MOLUSKUM KONTAGIOSUM
MOLUSKUM KONTAGIOSUM
I. DEFINISI
Moluskum kontagiosum merupakan suatu penyakit infeksi virus pada kulit yang disebabkan oleh virus
golongan poxvirus genus Molluscipox dengan wujud klinis berupa benjolan pada kulit atau papul-
papul multiple yang berumbilikasi di tengah, mengandung badan moluskum, serta dapat sembuh
dengan sendirinya.
II. EPIDEMIOLOGI
Moluskum kontagiosum dapat ditemukan di seluruh dunia, terutama di negara tropis. Penyakit ini
terutama menyerang anak-anak. Biasanya pada dewasa oleh karena hubungan seksual. Media
penularan penyakit ini melalui kontak langsung. Penyakit ini menyebar dengan cepat pada suatu
komunitas yang padat dengan higienitas yang kurang.
Pada negara tropis, insiden paling tinggi pada anak-anak dengan rentang usia 2 dan 3 tahun.
Sedangkan pada negara maju, biasanya pada anak-anak sekolah karena penggunaan kolam
renang yang bersama-sama. Studi di Jepang pada tahun 2008, menyatakan bahwa terdapat 7000
anak terserang moluskum kontagiosum dengan 75% di antaranya memiliki riwayat penggunaan
kolam renang bersama. 2,3 Di Amerika Serikat, pada tahun 2003, hanya ditemukan 5% anak-anak
yang terkena moluskum kontagiosum, dan kira-kira antara 5-20% menyerang dewasa dengan
AIDS.
III. ETIOLOGI
Moluskum kontagiosum disebabkan oleh suatu virus dari golongan poxvirus. Dalam taksonomi, virus
ini termasuk dalam ordo Poxviridae, famili Chordopoxvirinae, genus Molluscipox virus, spesies
Molluscum contagiosum virus (MOCV). Virus ini termasuk golongan double strained DNA (dsDNA).
Virion dari MOCV ditemukan dengan struktur beramplop, berbentuk seperti bata dengan ukuran
320x250x200 nm. Partikel virus ini terdiri dari 2 bentuk infeksius yang berbeda, yaitu internal
mature virus (IMV) dan external enveloped virus (EEV).
Gambar 1. MOCV Dilihat Melalui Mikroskop Elektron
Gambar 2. Virion MOCV
Virus ini memiliki struktur genome linier, dengan dsDNA kira-kira 190 kB, genome linier diapit degan
sekuens inverted terminal repeat (ITR) yang secara kovalen saling terikat pada ujung-ujungnya.
Proses replikasi virus ini terjadi di sitoplasma. Virus akan menyisip ke glycosaminoglycans (GAGs)
pada permukaan sel target atau oleh komponen matriks ekstraseluler, kemudian memicu fusi
membran, dan melepaskan inti virus ke dalam sitoplasma. Pada fase awal, gen awal ditranskripsi
di sitoplasma oleh polymerase RNA virus, ekspresi gen awal akan terbentuk 30 menit pascainfeksi.
Ekspresi paling akhir adalah tidak terselubungnya inti virus dan genom virus sekarang sudah
benar-benar bebas di sitoplasma. Fase intermediet, gen intermediet akan diekspresikan di
sitoplasma, memicu terjadinya replikasi DNA genom kira-kira 100 menit pascainfeksi. Dan yang
terakhir adalah fase akhir, gen akhir diekspresikan dalam waktu 140 menit sampai dengan 48 jam
pascainfeksi, memproduksi struktur protein virus lengkap.
Pembentukan virion progenik dimulai saat terdapat penyatuan antara membran internal sel yang
terinfeksi, dan menghasilkan partikel sferis imatur. Partikel ini kemudian menjadi matur dengan
menjadi struktur IMV yang menyerupai bata. Virion IMV dapat dilepas melalui lisisnya sel,
kemudian dapat memperoleh membran dobel kedua dari trans-Golgi dan tunas yang kemudian
dikenal sebagai EEV. 4
Menurut subtipe MOCV, terdapat 4 subtipe, yaitu MOCV I, MOCV II, MOCV III, dan MOCV IV. Subtipe
MOCV I yang lebih sering menyebabkan infeksi, kira-kira sekitar 75-90%. Sedangkan MOCV II, III,
dan IV akan menyebabkan moluskum kontagiosum jika pada orang-orang dengan keadaan
imunitas immunocompromised. 1
IV. PENULARAN
Secara umum, memang penularan moluksum kontagiosum adalah melalui kontak langsung dari
orang ke orang melalui barang-barang, seperti misalnya pakaian, handuk, alat cuci atau alat
mandi. Selain itu, moluskum kontagiosum juga dapat ditularkan melalui kontak olahraga. Saat
seseorang menyentuh lesi di suatu bagian tubuh, kemudian dia menyentuhkannya ke bagian
tubuh lainnya, makanya akan dapat menyebarkan MOCV juga, proses ini disebut sebagai
autoinokulasi. Jika yang terkena adalah daerah wajah, saat mencukur kumis atau jenggot juga
dapat menyebarkan virus. Meskipun penularannya secara umum tergolong rendah, tetapi tidak
diketahui berapa lama seseorang yang terinfeksi dapat menularkan atau menyebarkan virus
tersebut. 3 Tungau juga bisa menjadi kemungkinan penyebaran virus penyebab moluskum
kontagiosum. 1
Jika terdapat suatu kejadian luar biasa atau wabah moluskum kontagiosum, maka perlu diperhatikan
beberapa kemungkinan penularannya, yaitu :
1. Kolam renang
2. Kontak saat olahraga (misalnya gulat)
3. Proses pembedahan (tangan seorang ahli bedah yang terkena moluskum kontagiosum)
4. Proses tato (jarang)
5. Hubungan seksual; lesi moluskum kontagiosum oleh karena hubungan seksual biasanya berkembang
dalam jangka waktu 2-3 bulan setelahnya. Jika ada anak-anak dengan lesi moluskum kontagiosum
di daerah genital, maka bisa curiga ke arah kekerasan seksual pada anak.
V. PATOGENESIS
Inkubasi rata-rata moluskum kontagiosum adalah 2-7 minggu, dengan kisaran ekstrim sampai 6 bulan.
Infeksi dan infestasi MOCV menyebabkan hyperplasia dan hipertrofi epidermis. Inti virus bebas
dapat ditemukan pada epidermis. Jadi pabrik MOCV berlokasi di lapisan sel granular dan malphigi.
Badan moluskum banyak mengandung virion MOCV matur yang banyak mengandung struktur
collagen-lipid-rich saclike intraseluler yang diduga berperan penting dalam mencegah reaksi
sistem imun host untuk mengenalinya. Ruptur dan pecahnya sel yang mengandung virus terjadi
pada bagian tengah lesi. MOCV menimbulkan tumor jinak selain juga menyebabkan lesi pox
nekrotik. 1
VI. MANIFESTASI KLINIS
Pada kulit akan tampak lesi umbilikata yang multipel. Lesi tersebut papul berbatas tegas, licin, dan
berbentuk kubah (dome shaped) sewarna kulit. Ukuran papul bervariasi dari 2-6 milimeter. Di
bagian tengah lesi, biasanya terdapat lekukan (delle) kecil, berisi bahan seperti nasi dan berwarna
putih yang merupakan cirri khas dari moluskum kontagiosum.
Gambar 3. Moluskum Kontagiosum pada Lengan dan Badan
Gambar 4. Moluskum Kontagiosum pada Penis
Benjolan biasanya tidak terasa gatal, tidak terasa nyeri. Namun papul bisa meradang, misalnya karena
garukan, sehigga teraba hangat dan berwarna kemerahan. Jika terjadi infeksi sekunder, bisa
terjadi supurasi. Lokasi bisa di wajah, badan, kadang-kadang pada perut, bagian bawah perut, dan
genitalia. 1
Pasien anak dengan dermatitis atopik, 10% mengalami moluskum kontagiosum, dan bisa mengalami
perluasan. Namun, prevalensi moluskum kontagiosum pada anak dengan dermatitis atopik,
memiliki hubungan langsung yang rendah. Walaupun luas daerah yang terkena moluskum
kontagiosum pada anak dengan dermatitis atopik lebih besar dibandingkan dengan anak tanpa
dermatitis atopik, tetapi dalam suatu penelitian Seize, dkk tidak ada hubungan yang signifikan
secara statistik. 5
VII. DERMATOPATOLOGI
Gambaran histopatologi pada sediaan kulit dengan moluskum kontagiosum adalah proliferasi sel-sel
stratum spinosum membentuk lobuli. Lobuli dipisahkan oleh septa jaringan ikat, di dalamnya
terdapat badan moluskum berupa sel-sel bulat atau lonjong yang berbentuk seperti telur,
berdinding licin homogen. Sediaan diambil pada inti sentral yang paling tebal, kemudian diwarnai
dengan Giemsa, Gram, atau Wright, atau Papanicolaou. 1
Gambar 5. Gambaran Histopatologi Moluskum Kontagiosum
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Veruka vulgaris : vegetasi lentikular, permukaan kasar, kering, warna keabu-abuan, kulit di sekitarnya
tidak meradang
2. Keratoakantoma : biasanya nodula-nodula keras, pada bagian tengah didapati sumbatan keratin, bisa
ditemukan di wajah, telinga, punggung, dan tangan
IX. TERAPI
Terapi yang diberikan intinya adalah mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum. Bisa
menggunakan teknik cryosurgery, evisceration, curettage, elektrokauterisasi, adhesive tape
stripping.
Selain itu bisa juga dicoba obat-obatan, seperti misalnya podophyllin dan podofilox. Berupa suspensi
25% dalam bentuk larutan benzoin atau alkohol dapat diterapkan seminggu sekali. Pengobatan ini
memerlukan beberapa tindakan pencegahan. Mengadung dua mutagen, quercetin dan
kaempherol. Beberapa efek samping termasuk kerusakan erosif parah pada kulit normal yang
berdekatan yang dapat menyebabkan jaringan parut dan efek sistemik seperti neuropati perifer,
kerusakan ginjal, illeus, leukopenia, dan trombositopenia, terutama jika digunakan pada
permukaan mukosa. Podofilox adalah alternatif yang lebih aman untuk podofilin dan dapat
digunakan oleh pasien di rumah. Penggunaan yang direkomendasikan biasanya terdiri dari
penerapan 0,05 ml podofiloks 5% dalam etanol berbufer laktat dua kali sehari selama 3 hari. Agen
aktif ini mutlak dikontraindikasikan pada kehamilan.
Cantharidin (larutan 0,9% dari collodian dan aseton) telah digunakan dengan sukses dalam pengobatan
moluskum kontagiosum. Agen ini diterapkan hati-hati ke kubah dari lesi dengan atau tanpa oklusi
dan dibiarkan di tempatnya selama sedikitnya 4 jam sebelum dicuci. Cantharidin bisa
menyebabkan pelepuhan parah. Ini harus diuji pada satu lesi dahulu sebelum mengobati sejumlah
besar lesi. Tidak boleh digunakan pada wajah. Ketika dapat ditoleransi, pengobatan ini diulang
setiap minggu. Biasanya diperlukan perawatan 1-3 kali.
Iodine solution dan salicylic acid plaster, berupa sebuah larutan iodin 10% ditempatkan pada papula
moluskum dan, saat kering, ditutupi dengan potongan-potongan kecil dari plester asam salisilat
50% dan tape. Proses ini diulang setiap hari setelah mandi. Setelah lesi telah menjadi eritematosa
dalam 3-7 hari, hanya larutan iodin yang diterapkan. Hasil telah dilaporkan rata-rata 26 hari.
Dapat mengakibatkan maserasi dan erosi.
Krim tretinoin 0,1% telah digunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosum. Hal ini diterapkan dua
kali sehari ke lesi. Hasil telah dilaporkan rata-rata 11 hari. Efek samping berpa eritema. Tretinion
krim 0,05% juga telah digunakan dengan sukses dan terdapat penurunan iritasi.
Cidofovir. Sidofovir adalah analog nukleosida yang memiliki sifat antiviral yang manjur. Beberapa studi
kecil dan laporan kasus menggambarkan keberhasilan penggunaan sidofovir yang dioleskan atau
dengan injeksi intralesi di beberapa penyakit kulit virus. Krim sidofovir 3% telah berhasil
digunakan untuk mengobati moluskum kontagiosum dalam studi, dengan rentang waktu dalam 2-
6 minggu. Namun biaya tinggi, butuh banyak persiapan, dan karsinogenik dalam hasil dari
beberapa studi. telah membatasi penggunaannya.1
Imiquimod krim 5% telah digunakan secara topikal untuk mengobati moluskum kontagiosum dengan
menginduksi tingkat tinggi IFN-α dan sitokin lain secara lokal. Diterapkan ke area tiap malam
selama 4 minggu. Hasil yang diperoleh dapat tercapai hingga 3 bulan. 6
X. PROGNOSIS
Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, maka jarang atau tidak akan residif.
Gambar
KERATOSIS SEBOROIK
I.DEFINISI
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak muncul pada orang yang sudah
tua, sekitar 20% dari populasi dan biasanya tidak ada atau jarang pada orang dengan usia
pertengahan. Keratosis seboroik memiliki banyak manifestasi klinik yang bisa dilihat, dan keratosis
seboroik ini terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit. Keratosis seboroik dapat muncul
dalam berbagai bentuk lesi, bisa satu lesi ataupun tipe lesi yang banyak atau multipel. Walaupun
tidak ada faktor etiologi khusus yang dapat diketahui, keratosis seboroik lebih sering muncul pada
daerah yang terpapar sinar matahari, terutama pada daerah leher dan wajah, juga daerah
ekstremitas. Status dermatologi yang dapat dilihat adalah berbatas tegas, berwarna kecoklatan
atau hiperpigmentasi, dan sedikit meninggi disbanding permukaan kulit sehingga penampakan
keratosis seboroik seperti tertempel dalam permukaan kulit. Kebanyakan dari keratosis seboroik
memiliki permukaan seperti veruka, dengan konsistensi yang halus atau lembut. Walaupun
biasanya diameter lesi keratosis seboroik berkisar dalam hitungan beberapa millimeter saja,
tetapi ada beberapa lesi yang dapat mencapai ukuran diameter dalam sentimeter. Krusta dan
dasar yang inflamasi dapat ditemukan jika lesi terpapar dengan trauma. II.EPIDEMIOLOGI
Secara global atau internasional, keratosis seboroik merupakan tumor jinak pada kulit yang paling
banyak diantara populasi di Amerika Serikat. Angka frekuensi untuk munculnya keratosis seboroik
terlihat meningkat seiring dengan peningkatan usia seseorang. Pada tahun 1963, Tindall dan
Smith meneliti populasi dari individu yang sudah berusia lebih dari 64 tahun di Carolina Utara dan
mendapatkan hasil bahwa 88 % dari populasi tersebut setidaknya memiliki paling kurang satu lesi
keratosis seboroik. Dalam penelitian ini, keratosis seboroik ditemukan pada 38 % wanita kulit
putih dan 54 % pada pria kulit putih, dan sekitar 61 % pada pria kulit hitam dan sekitar 10 % lebih
pada wanita kulit hitam. Pada tahun 1965 Young memeriksa 222 orang yang tinggal di anti jompo
Orthodox Jewish di New York dan menemukan bahwa 29,3 % pria dan 37,9 % pada wanita
memiliki lesi keratosis seboroik. Di Inggris, pada tahun 2000, Memon dan kawan-kawan
menemukan bahwa populasi dengan usia yang lebih muda dari 40 tahun hanya 8,3 % yang
memiliki sedikiktnya satu macam lesi keratosis seboroik pada laki-laki dan 16,7 % sedikitnya satu
macam lesi keratosis seboroik pada wanita. Keratosis seboroik ditemukan lebih banyak pada
orang kulit putih dibandingkan dengan orang kulit hitam, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Keartosis seboroik lebih sering terjadi pada individu usia tua.
III.ETIOLOGI
Etiologi dari perkembangan lesi keratosis seboroik pada usia tua tidak dapat diketahui dengan pasti.
Meningkatnya jumlah sel yang bereplikasi menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya
keratosis seboroik ini. Hal ini telah diketahui melalui penelitian bromodeoxyuridin dan
immunohistokimia untuk pengembangan antigen tertentu yang berhubungan. Ada peningkatan
yang nyata dan signifikan dari angka terjadinya apoptosis pada semua variasi bentuk dari keratosis
seboroik dibandingkan dengan kulit yang normal. Keratosis seboroik biasanya terdapat pada
bagian kulit yang paling sering terpajan sinar matahari, dan sebagian tipe keratosis seboroik dapat
terbentuk akibat radiasi sinar matahari pada kulit manusia. PATOFISIOLOGI Epidermal Growth
Faktor (EGF) atau reseptornya , telah terbukti terlibat dalam pembentukan keratosis seboroik.
Tidak ada perbedaan yang nyata dari ekspresi immunoreactive growth hormone receptor di
keratinosit pada epidermis normal dan keratosis seboroik. Ekspresi dari gen bcl-2, suatu gen
onkogen penekan apoptosis , rendah pada keratosis seboroik dibandingkan dengan basal sel
karsinoma atau skuamos sel karsinoma, yang memiliki nilai yang tinggi untuk jenis gen ini. Tidak
ada peningkatan yang dapat dilihat dalam sonic hedgehog signal transducers patched (ptc) dan
smoothened (smo) mRNA pada keratosis seboroik dibanding kulit yang normal. Keratosis Seboroik
memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi keratosis seboroik, proliferasi dari
keratinosit memacu aktivasi dari melanosit disekitarnya dengan mensekresi melanocyte-
stimulating cytokines. Endotelin-1 memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi
pada melanosit manusia dan telah terbukti terlibat sabagai salah satu peran penting dalam
pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik. Secara Immunohistokimia, keratinosit
pada keratosis seboroik memperlihatkan keratin dengan berat molekul yang rendah, tetapi ada
sebagian kecil pembentukan keratin dengan berat molekul yang tinggi. Beberapa Varian
Klinikopatologi Ada beberapa bentuk histologi dan terkadang berbeda secara klinis untuk
keratosis seboroik: Common Seborrheic Keratosis Sinonim: basal cell papilloma, solid seborrheic
keratosis. Jenis ini dianggap sebagai lesi klasik. Bentuknya seperti jamur, dengan epidermis
hiperplastik dan berbatas tegas yang menggantung di sekitar kulit. Tumor ini terdiri dari sel-sel
basaloid yang seragam. Kista-kista keratin kadang lebih banyak, dan bisa tampak didalam folikel
dan diluar folikel. Melanosit terkadang muncul dalam jumlah banyak, dan produksi pigmennya
menghasilkan warna luka hitam. Perpindahan pigmen ke keratinosit kelihatan cukup normal.
Reticulated Seborrheic Keratosis Sinonim: adenoid seborrheic keratosis. Kumpulan sel-sel basaloid
turun dari dasar epidermis. Kista-kista keratin dikelilingi oleh sel-sel ini. Stroma kolagen
eosinopilik yang halus membungkus di sekeliling kumpulan sel basaloid dan dapat membentuk lesi
yang banyak. Stucco Keratosis Sinonim: hyperkeratotic seborrheic keratosis, digitate seborrheic
keratosis, serrated seborrheic keratosis, verrucous seborrheic keratosis. Stucco keratosis muncul
berukuran 3-4 mm, berwarna seperti warna kulit atau benjolan berwarna putih abu-abu yang
muncul di tungkai bagian bawah. Penampakan sel epidermal seperti puncak menara gereja
mengelilingi inti kolagen membentuk hiperkeratosis seperti jalinan keranjang. Keratinosit yang
bervakuola yang ada pada veruka vulgaris tidak ditemukan pada lesi ini, meskipun secara klinis lesi
ini bisa menyerupai kutil virus yang kecil. Clonal Seborrheic Keratosis Jenis keratosis seboroik ini
berbentuk sarang-sarang sel basaloid yang tidak selamanya berbatas tegas berbentuk bulat dan
terbungkus longgar di dalam jaringan epidermis. Walaupun sel yang paling banyak adalah
keratinosit, sarang-sarang tersebut mengandung melanosit dalam jumlah besar. Keratinosit ini
ukurannya bisa bermacam-macam. Irritated Seborrheic Keratosis Sinonim: inflamed seborrheic
keratosis, basosquamous cell acanthoma. Kelainan kulit eksematous berubah menjadi keratosis
seboroik yang khas. Penyebab dari reaksi eksematous ini tidak diketahui. Bisa jadi disebabkan
trauma, tapi belum dapat dibuktikan. Secara histologi, suatu keratosis seboroik memperlihatkan
bagian-bagian dari perubahan inflamasi, banyak lingkaran atau pusaran dari sel-sel eosinofilik
skuamous yang merata dan tertata seperti bawang. Ini menyerupai mutiara keratin dalam sel
karsinoma bersisik, tapi bisa dibedakan oleh besarnya jumlah mereka, kecilnya ukuran, dan
bentuknya yang terbatas. Keratinosit dalam suatu keratosis seboroik yang iritasi menunjukan
tingginya tingkat keratinisasi atau keratosis seboroik yang sudah dewasa dibandingkan dengan
common seborrheic keratosis. Seborrheic Keratosis with Squamous Atypia Sel atipik dan
diskeratosis bisa terlihat pada beberapa keratosis seborrheic. Lesi tersebut bisa sangat mirip
dengan penyakit Bowen’s atau karsinoma sel squamous yang invasive. Tidak diketahui sebab-
sebab perubahan tersebut, baik itu akibat dari iritasi atau aktivasi, atau tanda karsinoma sel
squamous. Sebaiknya untuk menghilangkan lesi ini seluruhnya. Melanoacanthoma Sinonim:
pigmented seborrheic keratosis. Melanoacanthoma lebih gelap dari pigmented seborrheic
keratosis. Di dalam lesi ini, ada proliferasi melanosit dendritik yang jelas. Melanosit tersebut kaya
dengan melanin, sebaliknya di sekitar keratinosit sangat sedikit mengandung melanin. Melanosit
dapat berkembang menjadi sarang, yang melebar dari lapisan basal ke lapisan superfisial
epidermis. Lesi ini tidak berpotensi menjadi ganas. Dermatosis Papulosa Nigra Dermatosis
papulosa nigra merupakan papul kecil pada wajah yang tampak pada orang Afrika Amerika,
namun terlihat pada orang yang berkulit lebih gelap dari ras lain, nampak merupakan varian dari
keratosis seboroik. Lesi ini merupakan erupsi papul yang berpigmen pada wajah dan leher.
Mereka menyerupai melanoacanthoma kecil-kecil. Gambaran histologis seperti common
seborrheic keratosis tapi berukuran lebih kecil. The Sign of Leser-Trelat Erupsi multipel keratosis
seboroik, juga dikenal sebagai the sign of Leser-Trelat, disebutkan berkaitan dengan multipel
internal malignancies yang tersembunyi dan sering diikuti dengan rasa gatal . Keganasan yang
paling sering dihubungkan adalah adenokarsinoma lambung, colon, dan payudara. Tanda ini juga
telah dilaporkan dengan berbagai macam tumor, termasuk limfoma, leukemia, dan melanoma.
Tanda ini juga disebutkan bahwa berhubungan dengan hiperkeratosis telapak tangan dan telapak
kaki terkait dengan penyakit keganasan dan dengan acanthosis nigricans. Bukti yang mendukung
dugaan hubungan keratosis seboroik dengan keganasan sangat sedikit. Banyak kanker yang
dikaitkan dengan keratosis seboroik adalah kanker umum. Keratosa seborik juga umum.
Membuktikan hubungan kausal yang tidak umum antara kanker umum dan kelainan kulit yang
umum merupakan hal sulit. Fenomena keratosis seboroik yang bisa pecah, mungkin menunjukkan
peradangan dermatosis yang berpusat di sekitar papiloma kulit dan keratosis seboroik membuat
fenomena itu lebih kelihatan. Tentu saja, dibutuhkan keahlian klinis melihat peninggian lesi
keratosis seboroik pada pasien dengan dermatitis generalisata yang disebabkan banyak hal.
Kemoterapi, khususnya citarabine, bisa menyebabkan peradangan keratosis seboroik, khususnya
ketika dikaitkan dengan tanda Leser-Trelat. Maligna acanthosis nigricans muncul sebanyak 35%
pasien dengan tanda Leser-Trelat, yang menunjukkan kesamaan mekanisme. Namun, hubungan
sebenarnya antara erupsi keratosis seboroik multipel dengan keganasan organ dalam masih harus
dijelaskan. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain
pemeriksaan histopatologi. Komposisi keratosis seboroik adalah sel basaloid dengan campuran sel
skuamosa. Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan karakteristiknya. Sarang-sarang sel
skuamosa kadang dijumpai, terutama pada tipe irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik terlihat
hiperpigmentasi pada pewarnaan hematoksilin-eosin. Setidaknya ada 5 gambaran histologi yang
dikenal : acantholic (solid), reticulated (adenoid), hyperkeratotic (papilomatous), clonal dan
irritated. Gambaran yang bertumpang tindih biasa dijumpai. Tipe acantholic dibentuk oleh
kolumna-kolumna sel basal dengan campuran horn cyst. Tipe reticulated mempunyai gambaran
jalinan untaian tipis dari sel basal, seringkali berpigmen, dan disertai horn cyst yang kecil. Tipe
hiperkeratotik terlihat eksofilik dengan berbagai tingkat hiperkeratotis, papilomatosis dan
akantosis. Terdapat sel basaloid dan sel skuamosa. Tipe clonal mempunyai sarang sel basaloid
intraepidermal. Pada tipe irritated, terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat, dengan
gambaran likenoid pada dermis bagian atas. Sel apoptotik terdapat pada dasar lesi yang
menggambarkan adanya regresi imunologi pada keratosis seboroik. Kadangkala terdapat infiltrat
sel yang mengalami inflamasi berat tanpa likenoid, jarang terdapat netrofil yang berlebihan dalam
infiltrat. Pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel
basaloid yang kecil berhubungan dengan sel pada lapisan sel basal epidermis. Kelompok-
kelompok melanososm yang sering membatasi membran dapat ditemukan di antara sel.
IV.PROGNOSIS
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak dan tidak menjadi ancaman bagi kesehatan individu. Lesi
keratosis seboroik umunya tidak mengecil namun akan bertambah besar dan tebal seiring dengan
waktu.
V. PENGOBATAN
1. Krioterapi Lesi yang mengganggu pasien baik dari segi gejala atau kosmetik bisa diobati. Krioterapi
mungkin pilihan pengobatan untuk kebanyakan jenis lesi. Suatu pembekuan seukuran 1 mm
diameter di sekitar lesi menggunakan kapas atau semprotan biasanya menghasilkan respon yang
bagus. Jika ada bekas lesi, atau muncul lagi, ulangi pengobatan tadi. Setelah krioterapi, pasca
peradangan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi bisa saja terjadi. Walaupun bersifat sementara,
perubahan-perubahan pigmen ini bisa bertahan pada pasien berkulit gelap dan bisa sangat
mengganggu. 2. Elektrodesisasi Cara pengobatan lainnya berupa elektrodesisasi diikuti dengan
pengangkatan lesi dengan mudah menggunakan kuret diikuti dengan elektrodesisasi ringan. 3.
Laser Terapi laser menggunakan laser pigmen lesi juga efektif, dan ketika digunakan untuk
mengobati keratosis seboroik datar, bisa menyebabkan peradangan pasca pigmentasi atau bekas
lesi ketika dibandingkan dengan krioterapi atau elektrodesisasi. 4. Bedah scalpel Pemotongan
melalui cara bedah juga efektif, tapi ini bukan pilihan pengobatan karena efek terbalik dari bekas
lesinya. Salah satu bahaya besar menangani “keratosis seboroik” selain dari pemotongan dengan
cara bedah adalah lesi yang ditangani bisa menjadi lesi displastik melanositik atau melanoma
maligna. Sangat disarankan kalau lesi itu bukan common seborrheic keratosis, maka harus
dilakukan pemeriksaan histologi. 5. Flourouracil topikal dan dermabrasi Cara pengobatan yang
agak awam dipakai untuk keratosis seboroik besar termasuk fluorouracil topikal dan dermabrasi.
VI. DIAGNOSIS
Permukaan keratosis sebororik harus dibedakan dengan lentigo yang simple maupun maligna dan
harus dibedakan dengan keratosis aktinik, terutama yang berlokasi pada wajah. Pola dan
karakteristik permukaan lesi dapat membantu. Warna dan bentuk permukaannya dapat
menyerupai nevus melanositik permukaan keratosis seboroik kurang berkilat bila dibandingkan
dengan nevus melanositik. Lesi yang meradang dapat disalahartikan sebagai melanoma maligna.
Jika lesi diobati dengan antibiotik topikal dan dioklusi selama 5 hari, diagnosis dapat menjadi jelas.
Tetapi jika terdapat keraguan klinis, maka dapat dilakukan pemeriksaan biopsi eksisi dan
pemeriksaan patologi.
Gambar
SUMBER:
Prof.Dr.dr.Adri Djuanda. 2007.ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN.Jakarta .FKUI.Hal 389
Fitzpatric’s.2007.Dermatology in General Medice vol 1 dan 2 Edition,.hal 33