moluscum kontagiosum

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moluskum kontagiosum merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Molluscum Contagiosum Virus (MCV); kelompok Pox virus dari genus Molluscipox virus. Molluscum contagiosum virus (MCV) merupakan virus double stranded DNA, berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. Terdapat 4 subtipe utama Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV I, MCV II, MCV III, dan MCV IV. Keempat subtipe tersebut menimbulkan gejala klinis serupa berupa lesi papul miliar yang terbatas pada kulit dan membran mukosa. 1,2 MCV I diketahui memiliki prevalensi lebih besar dibandingkan ketiga subtipe lain. Sekitar 96,6% infeksi moluskum kontagiosum disebabkan oleh MCV I. Akan tetapi pada pasien dengan penurunan status imun didapatkan prevalensi MCV II sebesar 60%. Molluscum contagiosum virus (MCV) merupakan imunogen yang lemah. Sekitar sepertiga pasien tidak memproduksi antibodi terhadap MCV, sehingga seringkali didapatkan serangan berulang. 1,2,3 Pada infeksi moluskum kontagiosum, secara klinis ditemukan papul (berisi massa yang mengandung badan moluskum) berukuran miliar, kadang lentikular, berwarna putih seperti lilin, bentuk kubah yang tengahnya terdapat lekukan (delle), jika ditekan akan keluar 1

description

moluskum kontaginosum

Transcript of moluscum kontagiosum

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangMoluskum kontagiosum merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Molluscum Contagiosum Virus (MCV); kelompok Pox virus dari genus Molluscipox virus. Molluscum contagiosum virus (MCV) merupakan virus double stranded DNA, berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. Terdapat 4 subtipe utama Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV I, MCV II, MCV III, dan MCV IV. Keempat subtipe tersebut menimbulkan gejala klinis serupa berupa lesi papul miliar yang terbatas pada kulit dan membran mukosa.1,2 MCV I diketahui memiliki prevalensi lebih besar dibandingkan ketiga subtipe lain. Sekitar 96,6% infeksi moluskum kontagiosum disebabkan oleh MCV I. Akan tetapi pada pasien dengan penurunan status imun didapatkan prevalensi MCV II sebesar 60%. Molluscum contagiosum virus (MCV) merupakan imunogen yang lemah. Sekitar sepertiga pasien tidak memproduksi antibodi terhadap MCV, sehingga seringkali didapatkan serangan berulang.1,2,3Pada infeksi moluskum kontagiosum, secara klinis ditemukan papul (berisi massa yang mengandung badan moluskum) berukuran miliar, kadang lentikular, berwarna putih seperti lilin, bentuk kubah yang tengahnya terdapat lekukan (delle), jika ditekan akan keluar massa yang putih seperti nasi. Lokasi penyakit pada anak adalah muka, badan, dan ekstremitas. Kadang dapat terjadi infeksi sekunder sehingga timbul supurasi. Pada pemeriksaan histopatologi di daerah epidermis dapat ditemukan badan moluskum yang mengandung partikel virus.3Banyak dokter yang mendiagnosis moluskum kontagiosum ini sebagai varisela, mungkin karena kesalahan dalam melihat efloresensi yaitu papul berwarna putih yang dikira pustul, sehingga diagnosis menjadi salah. Pada makalah ini akan dibahas mengenai epidemiologi, etiologi, gejala klinis, patofisiologi, penegakkan diagnosis serta tatalaksana. Dengan harapan agar para pembaca mengetahui, mengenali, dan memahami tentang infeksi moluskum kontagiosum sehingga dapat diaplikasikan dalam praktek sehari-hari.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiMoluskum kontangiosum ialah penyakit disebabkan oleh virus pox, klinis berupa papul-papul, pada permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan moluskum.1,4

2.2. EpidemiologiPenyakit ini terutama menyerang anak dan kadang-kadang juga orang dewasa. Transmisinya melalui kontak kulit langsung dan autoinokulasi. Jika pada orang dewasa digolongan dalam Penyakit akibat hubungan Hubungan Seksual (P.H.S.) yang ditularkan melalui kontak membran mukosa. Kejadian moluskum kontangiosum sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual pada orang muda kini meningkat. Hal ini juga terlihat pada penderita AIDS.1,4,5Insiden moluskum kontagiosum naik pada tahun 1960-1980 di Amerika Serikat. Dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 1984 di Klinik urologi Amerika Utara, Margolis dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit melaporkan1 kasus moluskum kontagiosum terjadi untuk setiap 42-60 kasus infeksi gonore.Tingkat prevalensi dalam populasi terinfeksi HIV dilaporkan 5-18%. Pada pasien yang terinfeksi HIV dan yang memiliki jumlah CD4+ kurang dari 100 sel / uL, prevalensi moluskum kontagiosum dilaporkan setinggi 33%.

Mortalitas / MorbiditasMoluskum kontagiosum adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri pada orang yang imunokompeten, tanpa ada komplikasi jangka panjang atau sequelae. Sebaliknya, padapasien yang terinfeksi HIV, infeksi moluskum kontagiosum dapat mengakibatkan deformitas kosmetik yang mencolok dan memiliki efek merugikan yang signifikan pada psikologis. Meskipun superinfeksi dan selulitis telah dilaporkan terjadi pada penderita HIV yang terinfeksi moluskum kontagiosum, tetap tidak ada kematian yang dapat dikaitkan langsungdengan virus moluskum kontagiosum.RasTidak ada predileksi rasial.Jenis kelaminInsiden pada pria dilaporkan lebih besar dibandingkan dengan wanita, ini mungkin dikaitkan dengan pria yang memiliki pasangan lebih dari satu .UmurMoluskum kontagiosum dapat terjadi pada semua kelompok umur tapi paling umum terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang aktif secara seksual. Moluskum kontagiosumbisa terjadi pada setiap usia pada pasien dengan immunocompromised

2.3. EtiologiPenyebab dari moluskum kontangiosum merupakan anggota dari kelompok pox-virus yang tidak digolongan yaitu Virus Moluskum Kontangiosum. Virus ini belum dapat ditularkan kepada hewan dan belum dapat ditumbuhkan pada biakan jaringan. Virus ini telah dipelajari pada manusia dengan mikroskop elektron. Virus murni berbentuk lonjong atau berbentuk bentuk bata dan berukuran 230 x 330 nm, virus ini menyerupai vaksinia. Antibodi terhadap virus ini tidak bereaksi silang dengan pox virus lainnya.2,4Meskipun virus moluskum kontangiosum belum dapat dibiakkan secara berturut-turut dalam biakan sel, virus ini dapat menginfeksi sel manusia dan primata yang akan mengakibatkan suatu infeksi yang abortif.2Terjadi pelepasan selubung dan dihasilkan inti, yang diikuti efek sitopatik sementara yang khas. Perubahan seluler yang terjadi dapat disangka ditimbulkan oleh HSV (herpes simpleks virus), karena itu bahan isolat yang dicurigai mengandung HSV harus diidentifikasi secara khusus dengan metode imunologi. Pada tahun 1985, pada penelitian terhadap 137 bahan yang dibiakkan untuk HSV dengan menggunakan sel fibroblas manusia, 49 mengandung HSV, 6 lainnya menunjukkan efek sitopatik tetapi negatif untuk antigen HSV. Mikroskop elektron memastikan adanya virus moluskum kontangiosum pada bahan yang bersifat HSV negatif tetapi berefek sitopatik positif tersebut.2

Pox virus penyebab penyakit pada manusia2GenusVirusInang primerPenyakit

OrthopoxvirusVariola ManusiaCacar (punah)

Vaksinia Manusia Untuk vaksinasi cacar

Cacar monyet MonyetInfeksi pada manusia jarang, penyakit umum

Cacar sapi Sapi Infeksi pada manusia jarang, lesi borok terlokaslisasi

Parapoxvirus OrfBiri-biriInfeksi pada manusia jarang, lesi terlokalisasi

Nodus pemerah susuSapi

Tidak digolongkanMoluskum kontangiosumManusiaNodul kulit jinak yang banyak

Tanapox MonyetInfeksi pada manusia jarang, lesi terlokalisasi

Yabapox Monyet Infeksi pada manusia amat jarang, tumor kulit terlokalisasi

Sifat-sifat penting pox virus:2a. Virion : struktur kompleks, oval atau bentuk bata, permukaan luar memperlihatkan lekukan, mempunyai inti dan badan lateral.b. Komposisi : DNA (3%), protein (90%), lemak (5%)c. Genom : DNA untai ganda, linear dengan BM 85-150 juta, mempunyai lenkung terminal, mempunyai kandungan guanin plus sitosin (30-40%) keculai parapoxvirus (63%)d. Protein : virion mengandung lebih dari 100 polipeptida pada inti terdapat banyak enzim, termasuk sistem transkripsi.e. Selubung : selaput luar virion disintesis oleh virus, beberapa partikel mendapatkan selubung tambahan dari sel (tidak diperlukan untuk menginfeksi)f. Replikasi : Pabrik Sitoplasmag. Karakter yang menonjol : virus terbesar dan paling kompleks, sangat resisten terhadap inaktivasi. Cacar merupakan penyakit virus pertama yang dibasmi dari muka bumi

2.4. Gejala KlinisKelainan kulit yang sering dijumpai berupa papul miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang kemudian ditengahnya terdapat lekukan (delle). Jika dipijat akan tampak ke luar massa yang berwarna putih seperti nasi. Masa inkubasi penyakit ini 2 sampai 7 minggu. Pasien dengan moluskum kontagiosum kebanyakan asimtomatis, beberapa mengeluh gatal, dan sakit. Beberapa berkembang eksema disekitar lesi. Lokalisasi penyakit ini di daerah muka, badan dan ekstrimitas, sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna. Meskipun lesi khasnya berupa suatu papul berbentuk kawah (delle), lesi pada daerah genital yang lembab dapat meradang akan memborok dan dapat terkacaukan dengan lesi yang ditimbulkan oleh HSV.4,5

2.5. PatofisiologiVirus moluskum kontagiosum, yang berisi linier double-stranded DNA, menyebabkan penyakit kulit moluskum kontagiosum. Restriksi endonuklease menjelaskan 4 subtipe virus: virus moluskum kontagiosum subtipe I, II, III, dan IV. Semua subtipe diklasifikasikan sebagai anggota dari genus Orthopoxvirus atau sebagai poxvirus yang tidak spesifik.2 Ketika infeksi pada manusia terjadi, keratinosit epidermis yang diserang. Replikasi virus terjadi dalam sitoplasma sel yang terinfeksi, menghasilkan karakteristik badan inklusi sitoplasma. Histologi, badan-badan inklusi yang paling nyata terlihat dalam stratum granulosum dan lapisan stratum korneum pada epidermis. Hiperproliferasi epidermis juga terjadi karena terjadi peningkatan dua kali lipat dalam devisi seluler lapisan basal epidermis.4,6Virus moluskum kontagiosum menyebabkan 3 pola penyakit berbeda dalam 3 populasi pasien yang berbeda yaitu anak-anak, orang dewasa yang imunokompeten, dan pasien dengan imunokompremais (anak-anak atau orang dewasa). Anak-anak tertular virus moluskum kontagiosum dapat melalui kontak langsung kulit dengan kulit atau kontak tidak langsung kulit dengan benda yang terkontaminasi seperti peralatan olahraga dan pemandian umum. Lesi biasanya terjadi di dada, lengan, badan, kaki, dan wajah. Pada orang dewasa, moluskum kontagiosum dianggap sebagai penyakit menular seksual (PMS). Pada hampir semua kasus yang mengenai orang dewasa sehat, pasien menunjukan beberapa lesi, yang terbatas pada perineum, genital, perut bagian bawah, atau pantat. Umumnya, pada populasi imunokompeten, moluskum kontagiosum adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri.1,4,5Pasien yang terinfeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) atau pasien yang kekebalannya menurun perjalanan penyakitnya lebih lama dengan lesi lebih luas dan atipikal. Pada pasien terinfeksi HIV, lesi umumnya terdistribusi secara lebih luas, sering terjadi pada wajah, dan mungkin timbul dalam jumlah ratusan. 3,6

2.6. Penegakkan DiagnosisAnamnesis Jika pasiennya anak - anak biasanya orang tua menjelaskan adanya eksposur dengan anak-anak lain yang terinfeksi moluskum kontagiosum di sekolah, asrama, atau fasilitas rekreasi publik (misalnya,tempat olahraga, kolam renang).Dewasa yang imunokompeten, orang dewasa yang biasanya aktif secara seksual dan tidak mengetahui bahwapasangan mereka terinfeksi. Pada orang dewasa juga sering terjadi pada orang yang memiliki banyak pasangan seksual dengan frekuensi hubungan seksual yang meningkat. Pemeriksaan fisik Ditemukan ruam berupa papul millier, kadang- kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang kemudian direngahnya terdapat lekukan (delle). Jika dipijat akan tampak massa yang berwarna putih seperti nasi. Biasanya dijumpai didaerah muka, badan dan ekstrimitas, sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.Pemeriksaan penunjang HistopatologiPada pemeriksaan histopatologi di daerah epidermis dapat ditemukan badan moluskum yang mengandung partikel virus diatas stratum basal. Selain itu pada pemeriksaan histopatologik dijumpai hipertrofi dan hiperplasia dari epidermis.

2.7. Diagnosis BandingVerukaa. Veruka vulgaris : Terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada dewasa dan orang tua. Tempat predileksinya terutama di ektremitas bagian ekstensor, tetapi dapat juga dibagian lain tubuh termasuk mukosa mulut dan hidung. Bentuknya bulat berwarna abu-abu, besarnya lentikular atau kalau berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan kasar ( verukosa ). Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan. b. Veruka plana juvenil : Besarnya milier, atau lentikuler, permukaan licin dan rata, berwarna sama dengan warna kulit atau agak kecoklatan. Terutama dijumpai didaerah muka dan leher, dorsum manus dan pedis, pergelangan tangan serta lutut, paling banyak terdapat pada anak dan usia muda, walaupun dapat juga pada orang tua. c. Veruka plantaris : Terdapat ditelapak kaki terutama di daerah yang mengalami tekanan. Bentuknya berupa cincin yang keras dengan ditengah agak lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Permukaannya licin karena gesekan dan memberi rasa nyeri waktu berjalan yang disebabkan oleh penekanan massa yang terdapat di daerah tengah cincin.

Granuloma PiogenikLesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang sering terjadi sesudah trauma, jadi bukan karena proses peradangan, walaupun sering disertai infeksi sekunder. Lesi biasanya solitair, dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak dan tersering pada bagian distal tubuh yang mengalami trauma. Mula-mula lesi berbentuk papul eritematosa dengan pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1 cm dan dapat bertangkai serta lesi mudah berdarah

Basal Cell Carsinoma BCCTumor ini umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat invasif ada yang bentuk nodulus ( ulkus rodens). Bentuk ini pada tahap permulaan sangat sulit ditentukan malah dapat berwarna seperti kutil, gambaran yang khas : tidak berambut, berwarna coklat (hitam), tidak berkilat atau keruh, bila sudah berdiameter 0,5 cm sering ditemukan pada bagian pinggir berbentuk papular, meninggi, anular, dibagian tengah cekung yang dapat berkembang menjadi ulkus (ulcus rodent), pada perabaan terasa keras dan berbatas tegas.

2.8. PenatalaksanaanPrinsip pengobatan adalah mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum. Dapat dipakai alat seperti ekstraktor komedo, jarum suntik atau kuret. Cara lain dapat digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku dengan CO2, N2 dan sebagainya.Pada orang dewasa harus juga dilakukan terapi terhadap pasangan seksualnya. Pada individu yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang normal, moluskum kontagiosum akan sembuh sendiri tanpa pengobatan dalam waktu beberapa bulan sampai tahun. Setiap satu lesi muncul sampai 2 bulan tetapi untuk mencegah autoinokulasi atau kontak langsung, pengobatan dapat berguna. Tujuan dari pengobatan adalah menghilangkan lesi. Obat-obatan topikal yang dapat diberikan adalah anti virus, tretinoin krim 0,1% untuk menghambat pembentukan mikrokomedo dan menghilangkan lesi, asam trikloroasetat untuk kauterisasi kulit, keratin dan jaringan lainnya. Terapi sistemik dapat berupa pemberian antagonis histamine H2 untuk mengatasi rasa gatal jika ada rasa gatal.

Edukasi PasienMenerangkan kepada pasien tentang sifat infeksi dan penularan penyakit untuk mengurangi transmisi moluskum kontagiosum kepada orang lain, serta untuk menghindari infeksi ulang dimasa depan dan meminimalkan autoinokulasi. Menyuruh pasien untuk menghindari menyentuh atau menggaruk lesi karena bisa menimbulkan infeksi sekunder, tidak pinjam meminjam barang yang dapat terkontaminasi seperti handuk, baju dan sisir.

2.9. PencegahanPencegahan penyakit ini sulit karena banyaknya jalan untuk terjadinya infeksi (pakaian, kolam renang, handuk, kontak seks, dll). Sekali sudah terdiagnosa penting sekali bagi keluarga pasien untuk melakukan pemisahan pakaian penderita yang harus dicuci dengan air mendidih hingga penyakit sembuh. Sudah tentu harus diperhatikan juga untuk menghindari kontak dengan kelainan kulit ini dan bagi penderita orang dewasa untuk menghindarkan terjadinya penularan seksual dengan melakukan upaya pencegahan.

2.10. Komplikasi dan PrognosisKomplikasi yang sering terjadi pada penyakit ini yaitu terkena infeksi sekunder. Kongjugtivitis dan keratitis dapat timbul sebagai komplikasi pada lesi disekitar kelopak mata. Dermatitis atopi atau kondisi lain yang disertai penurunan fungsi imun dapat menyebabkan penyebaran lesi dengan mudah serta infeksi bakteri sekunder. Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, penyakit ini tidak atau jarang residif. Biasanya prognosis penyakit ini baik karena merupakan penyakit self limited. Penyembuhan spontan bisa terjadi pada orang-orang imunokompeten selama 18 bulan.

BAB IIIKESIMPULAN

Moluskum kontangiosum adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh kelompok pox virus yang tidak digolongkan, ditandai dengan adanya kelainan kulit berupa papul miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang kemudian ditengahnya terdapat lekukan (delle). Jika dipijat akan tampak ke luar massa yang berwarna putih seperti nasi. Masa inkubasi penyakit ini 2 sampai 7 minggu. Penyakit ini sering asimtomatis walaupun pada beberapa orang mengeluh gatal dan sakit, umumnya sering terjadi pada anak-anak kadang -kadang orang dewasa. Lokalisasi penyakit ini di daerah muka, badan dan ekstrimitas, sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna. Penyakit ini bisa ditularkan melalui kontak kulit langsung, autoinokulasi dan kontak membran mukosa.Prinsip pengobatan pada moluskum kontangiosum adalah mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum, ini bisa dilakukan dengan memakai alat ekstraktor komedo, jarum suntik atau kuret, bisa juga dilakukan elektrokauterisasi dan bedah beku.Prognosis pada penyakit ini umumnya baik pada pasien yang imunokompeten karena penyakit ini bisa sembuh dengan sendirinya (spontan) walaupun membutuhkan waktu beberapa bulan sampai bertahun-tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi keempat. Jakarta : FK UI

2. Jawetz, Ernest. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

3. Damayanti, Shinta, dkk. 2007. Laporan Kasus: Moluskum Kontagiosum Generalisata pada Anak Imunokompromais. Departemen Ilmu Kesehatan AnakFK-UI.Jakartadiunduh http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/34407163168.pdf

4. Wolff, Klaus. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Seventh edition. New York : Mc Graw Hill Medical

5. Siregar RS, Wijaya. 1996. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : EGC

6. Gawkrodger, David J. 2001. An illustrated Dermatology. China : RDC Gorup Limited

7. Kartowigno, S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Edisi Pertama. Unsri Press. Palembang13