Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

download Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

of 15

Transcript of Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    1/15

    MODUL TMK

    KASUS OBGIN

    SEORANG WANITA POSTPARTUM TIDAK DAPAT MENAHAN BUANG AIR BESAR

    KELOMPOK 5

    03005110 IHSAN BAYU P

    03006062 DEVINA CAROLINA

    03006127 INES MARIANNE

    03006243 SHELLA SUKOVA

    03007013 AGUSTINA BETA PRIHANTO

    03007052 CITRA VICINDIKA R R L

    03007079 EKI MARLIANI

    03007116 INDAH RAMADHANI MARTA A

    03007158 MARSELLI

    03007195 NURFIRA FATIMAH

    03007236 SEKAR MAYANG DP

    03007273 WIMBA CANDRIKANINGRUM

    03007297 MAISARAH BINTI BAKARI

    03007331 NURUL FATHIHAH BT ZAWAWI

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS TRISAKTI

    JAKARTA 8 JANUARI 2010

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    2/15

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Diskusi ketiga Modul Tindakan Medik dan Keperawatan sesi dua, dilaksanakan

    pada hari Selasa tanggal 5 Januari 2010 pukul 08.00 WIB, dengan dosen pembimbing

    dr. Novia I.S dan selesai pada pukul 09.30 WIB. Diskusi diketuai oleh Nurfira Fatimah

    dan dibantu sekretaris oleh Marselli.

    Diskusi berjalan dengan lancar. Semua anggota kelompok 5 telah ikut

    berpatisipasi dengan aktif dan memberikan masukan yang sangat membantu untuk

    menyelesaikan kasus yang telah diberikan. Sekian dan terima kasih.

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    3/15

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    SEORANG WANITA POSTPARTUM TIDAK DAPAT MENAHAN BUANG AIR BESAR

    Wanita 23 tahun, P1, anak berusia 2 minggu. Mengeluh sulit menahan buang air besar,

    tidak bisa menahan berak yang cair. Keluhan ini mulai dirasakan 1 minggu postpartum.

    Pasien melahirkan spontan di RS Trisakti, dilakukan episiotomi dan dilakukan repair

    primer. Pasien datang kembali untuk kontrol, ternyata didapatkan luka perineum

    terinfeksi. Direncanakan untuk dilakukan repair ulang setelah luka sembuh dari infeksi.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

    Keadaan umum : baik dan tidak pucat

    TD : 120/70 mmHg

    Nadi : 88x/m

    RR : 20x/m

    Suhu : 37,2o C

    Tinggi badan : 150 cm

    Berat badan : 55 kg

    Thorax : jantung dan paru dalam batas normal

    Abdomen : supel, hepar dan lien tak teraba, fundus uteri tak teraba,

    tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan

    Status Ginekologi :

    Inspeksi : V/V dinding depan vagina intak, meatus uretra eksterna baik.

    Didapatkan luka terbuka pada perineum sampai sfingter ani

    interna, didapatkan jaringan kemerahan, oedem, granulasi +, dan

    didapatkan sekret warna kuning berbau busuk.

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    4/15

    Inspekulo : Ostium eksterna tertutup, licin, tidak nyeri goyang

    VT : korpus uteri antefleksi normal, tidak nyeri, adneksa kanan dan

    kiri lemas, tidak teraba massa, tidak nyeri

    CD : tidak menonjol, tidak teraba massa

    RT : tonus sfingter sangat lemah, mucosa rektum licin dan intak

    Laboratorium rutin :

    DL lekosit 12.000, lain-lain normal

    UL dalam batas normal

    Direct smear dari sekret luka didapat kuman batang gram negatif

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    5/15

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Daftar masalah

    Tidak dapat menahan buang air besar

    Tidak dapat menahan berak cair

    Luka terbuka pada perineum sampai sfingter ani interna

    Terdapat infeksi pada luka perineum sekret warna kuning dan berbau

    busuk akibat kuman bakteri gram negatif

    Terdapat jaringan kemerahan, oedem dan granulasi + hematom

    Partum usia muda elastisitas vagina yang kurang robekan perineum

    sampai sfingter ani

    Derajat ruptur perineum

    Tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat akibat persalinan ialah perineum.

    Tingkat perlukaan pada perineum dapat dibagi dalam :

    Derajat I : bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau

    kulit perineum

    Derajat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina

    dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot

    diafragma urogenital

    Derajat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang

    menyebabkan muskulus sfingter ani eksternus terputus di

    depan

    derajat III dibagi lagi menjadi tiga, yaitu :

    derajat III A : kurang dari 50% muskulus sfingter ani eksterna

    derajat III B : lebih dari 50% muskulus sfingter ani eksterna

    derajat III C : sudah sampai muskulus sfingter ani interna

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    6/15

    Derajat IV : canalis ani terbuka dan robekan meluas hingga rektum

    Kemungkinan penyebab keluhan

    Pasien melahirkan di usia muda, yaitu di usia 23 tahun yang kemungkinan elastisitas

    vagina yang kurang sehingga terjadi robekan perineum. Perlukaan ini umumnya terjadi

    pada saat lahirnya kepala pada tempat dimana muka janin menghadap. Robekan

    perineum dapat mengakibatkan pula robekan jaringan pararektal, sehingga rektum

    terlepas dari jaringan sekitarnya. Hal ini menyebabkan muskulus sfingter ani eksterna

    ikut robek. Robeknya otot ini yang menyebabkan keluhan sulit menahan buang air besar.

    Selain itu, kemungkinan hygine ibu yang kurang baik menyebabkan proses penyembuhan

    tidak berlangsung sempurna sehingga terjadi infeksi yang ditandai dengan sekret luka

    yang berwarna kuning dan berbau busuk.

    Struktur anatomi perineum

    Berlokasi antara vagina dan rektum, panjangnya rata-rata 4 cm

    Dibentuk terutama oleh muskulus bulbokavernosus dan muskulus perinei

    transversum, dibantu muskulus puborektalis dan sfingter ani eksternum.

    Muskuslus sfingter ani eksterna : otot skeletal

    Muskulus sfingter ani interna :

    - otot polos, bersambung dengan otot polos colon

    - resting anal tone inkontinensia fecal

    muskulus levator ani kanan dan kiri bertemu di tengah-tengah antara anus dan

    vagina. Di tempat ini bertemu otot-otot bulbokavernosus, muskulus transversus

    perinei superficialis, dan sfingter ani eksternal. Struktur ini membentuk perineal

    body yang memberikan dukungan bagi perineum.

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    7/15

    Otot yang mungkin terpotong saat melakukan episiotomi adalah :

    - muskulus bulbokavernosus

    - muskulus perinei transversum

    - muskulus sfingter ani

    jaringan yang mungkin terpotong adalah :

    - mukosa vagina

    - hymen

    - jaringan septum vagina, otot dan fasia perineum

    - kulit perineum

    Cara penjahitan luka perineum

    Teknik penjahitan pada luka perineum tergantung derajat perlukaan :

    Derajat I : bila tidak berdarah, tidak diperlukan penjahitan karena

    dapat sembuh sendiri. Jika berdarah, jahit jelujur mukosa vagina

    mulai 1 cm di atas puncak luka di dalam vagina sampai batas

    vagina

    Derajat II : setelah jahitan mukosa vagina 1 cm dari ujung luka, lanjutkan

    jahitan daerah otot perineum secara jelujur. Jahit kulit secara

    subkutikuler

    Derajat III : jahit muskulus sfingter ani terlebih dahulu lalu tautkan mukosa

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    8/15

    rektum, lakukan jahitan secara interuptus dengan jarak 0,5 cm

    antara jahitan

    Derajat IV : jahit rektum terlebih dahulu lalu muskulus sfingter ani. Tautkan

    dengan 2-3 jahitan secara interuptus.

    Prinsip operatif

    Tentukan derajat luka perineum

    Lakukan rectal toucher untuk menentukan kedalaman atau perluasan luka

    Memakai benang poliglaktin 910 (vicryl) 3-0 karena luka terbuka dan nyeri

    perineum postpartum lebih sedikit daripada menggunakan chromic catgut

    Pertimbangkan anestesi lokal atau umum. Anestesi umum biasa digunakan pada

    pasien yang tidak kooperatif atau jika luka sangat luas.

    Luka perineum derajat III-IV :

    - pemberian AB profilaksis gol sefalosporin iv atau ampisilin 500 mg/oral

    ditambah metronidazol 500 mg/oral

    - irigasi luka sebelum penjahitan

    Robekan derajat I tidak perlu dijahit jika tidak berdarah karena dapat sembuh

    sendiri

    Jika robekan panjang dan dalam, pastikan bukan derajat III & IV dengan

    pemeriksaan rektal (rectal toucher) untuk identifikasi tonus sfingter

    Ganti sarung tangan setelah rectal toucher

    Asepsis dan antisepsis daerah robekan

    Buat jahitan hemostasis atau pegangan 1 cm dari ujung luka agar perdarahan

    berhenti

    Perbaikan luka memerlukan :

    - visualisasi yang baik

    - instrument atau alat yang sesuai

    - materi benang yang sesuai

    - analgesik yang adekwat

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    9/15

    Diagnosis kasus

    Ruptur perineum derajat III C dengan infeksi

    Faktor resiko

    Persalinan pervaginam dengan penyulit (lahir sungsang, distosia bahu, ekstraksi

    cunam atau vakum)

    Bayi terlalu besar

    Teknik penjahitan yang kurang baik

    Elastisitas vagina dan perineum yang kurang

    Komplikasi

    nyeri perineum kronik

    dyspareunia

    inkontinensia urin atau fecal

    infeksi

    fistula rektovagina

    hematom

    nekrosis pada jaringan-jaringan vagina yang robek

    Mekanisme inkontinensia fecal

    Akibat robeknya muskulus sfingter ani interna yang merupakan otot polos dan

    dipengaruhi oleh gerak peristaltik usus, feses akan turun. Muskulus sfingter ani eksterna

    yang ikut robek menyebabkan feses akan keluar secara spontan tanpa bisa dikendalikan

    sehingga menyebabkan inkontinensia fecal. Selain itu, teknik penjahitan yang kurang

    baik akan menyebabkan terbentuknya ruang antara rektum dan vagina sehingga feses

    akan keluar melalui vagina dan menyebabkan inkontinensia fecal.

    Penatalaksanaan

    Lakukan repair ulang setelah infeksi sembuh

    Infeksi buka dan drain luka

    - ringan : kompres NaCl fisiologis

    - berat : ampicilin 4x500 mg/po 5 hari

    Metronidazol 3x500 mg/po 5 hari

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    10/15

    - berat + nekrosis : debrideman dan kombinasi antibiotik penisilin G 2jt/6 jam,

    gentamisin 5 mg/kgbb/24 jam IV, metronidazol

    500 mg/8 jam IV

    Setelah 48 jam bebas demam, ganti dengan antibiotik oral

    Perawatan preoperatif :

    - informed consent

    - persiapan instrument

    - tindakan anestesi

    - dukungan emosional

    - lihat keadaan umum

    - lihat infeksi sembuhkan terlebih dahulu

    Perawatan postoperatif :

    - observasi tanda-tanda infeksi

    - jangan lakukan pemeriksaan rektal dan enema dalam 2 minggu

    - berikan pelembut feses peroral selama 1 minggu

    Edukasi :

    - sebelum memutuskan untuk hamil lagi, pastikan luka tertutup dan

    sembuh sempurna

    - jika hamil, pertimbangkan untuk Seccio Cessarea

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    11/15

    BAB IV

    TINJAUAN PUSTAKA

    DEFINISI

    Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara

    alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan.

    Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan

    penjahitan.

    Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput

    lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia

    perineum dan kulit depan perineum.

    INDIKASI

    Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.1,2

    Indikasi ibu antara lain adalah:

    a. Primigravida umumnya

    b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu

    c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan

    sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar

    d. Arkus pubis yang sempit

    Indikasi janin antara lain adalah:

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    12/15

    a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma

    yang berlebihan pada kepala janin.

    b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.

    c. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat

    janin, tali pusat menumbung.

    Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah:

    a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam

    b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit

    kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina.

    SAAT MELAKUKAN EPISIOTOMI

    Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka

    episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu lambat maka

    otot-otot dasar panggul sudah sangat teregang sehingga salah satu tujuan episiotomi itu

    sendiri tidak akan tercapai.

    Berdasarkan hal-hal tersebut diatas banyak penulis menganjurkan episiotomi dilakukan

    pada saat kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm pada waktu his.

    Pada penggunaan cunam beberapa penulis melakukan episiotomi setelah cunam

    terpasang tetapi sebelum traksi dilakukan, dengan alasan bahwa bila dilakukan sebelum

    pemasangan, akan memperbanyak perdarahan serta memperbesar resiko perluasan luka

    episiotomi yang tidak terkontrol selama pemasangan cunam.

    Pada persalinan letak sungsang, episiotomi sebaiknya dilakukan sebelum bokong lahir,

    dengan demikian luasnya episiotomi dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

    PENJAHITAN (REPAIR) LUKA EPISIOTOMI

    Tehnik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka

    episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    13/15

    dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka

    episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat

    pembuluh darah yang terbuka.

    Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan adalah sebgai

    berikut:

    1. Penyingkapan luka episiotomi yang adekwat dengan penerangan yang baik, sehingga

    restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik.

    2. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space.

    3. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi.

    4. Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan

    5. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin.

    6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rectum

    7. untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya digunakan jarum atraumatik.

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    14/15

    PENUTUP DAN UCAPAN TERIMA KASIH

    Terima kasih kami ucapkan kepada Tuhan YME, Dosen-dosen pembimbing,

    Teman-teman sekelompok yang telah membantu kami dalam menjalankan diskusi

    sehingga kami dapat menyusun makalah ini.

    Mohon maaf bila terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.

  • 8/8/2019 Modul Tmk Kasus Obgyn Sesi 2

    15/15

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina

    Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001.

    2. Albar, E. Perawatan Luka Jalan Lahir, Ilmu Bedah Kebidanan, Edit. H. Wiknjosastro,

    Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2000.

    3. Prawirohardjo, Sarwono. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP