Modul Sistem Kepartaian

66
SISTEM KEPARTAIAN PEMILU DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA A. UMUM Demokrasi Konsep Demokrasi Konstitusional : - Gag asa n : pemer int ah yan g terbatas kekuasaan nya da n tidak dibe nar kan bertindak sewenang-wenang . - Pembatasan tercantum dalam konsti tusional - Ahl i seja rah In ggr is yaitu : Lord Acton : mengi nga t bahwa pemer int ah se lal u dise lengg arakan oleh manusia dan bahwa pada manusia tanpa kecuali melekat banyak kelemahan. “ Power tends to corrupt, but absulute power corrup : absulute “ (manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk meny alahg unak an wewe nang itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas pasti akan menyalahgunakannya). Sistem Demokrasi : - Muncul pada lahir abad - Terdap at n egar a kot a (c ity at at e) d i Yunan i Ku no ( ab ad ke 6 – a ba d ke 3 SM) demokrasi langsung. - Er opa (abad pertengahan ) 600 – 1400 masy ar akat dicirikan oleh struktur sosial yang fodal menghasilkan Magna Charta “ (piagam besar 1215) yang merupakan kontrol antar beberapa bangsawan dengan raja Jhon dari Inggris dimana raja mengikat diri untuk menrangkul dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya. Demokrasi Konstitusional : - Abad ke 6 – 3 SM City State (Yunani Kuno) - Aba d 10 Neg ara Huk um klasik : Men yelengga rakan hak -ha k pol itik secara yuridis. 1

description

sistem kepartaian

Transcript of Modul Sistem Kepartaian

Page 1: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 1/66

SISTEM KEPARTAIAN PEMILU DANPERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

A. UMUM

Demokrasi Konsep

Demokrasi Konstitusional :

- Gagasan : pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan

bertindak sewenang-wenang.

- Pembatasan tercantum dalam konstitusional

- Ahli sejarah Inggris yaitu : Lord Acton : mengingat bahwa pemerintah selaludiselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia tanpa kecuali

melekat banyak kelemahan.

“ Power tends to corrupt, but absulute power corrup : absulute “  (manusia yang

mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan wewenang itu,

tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas pasti akan

menyalahgunakannya).

Sistem Demokrasi :

- Muncul pada lahir abad

- Terdapat negara kota (city atate) di Yunani Kuno ( abad ke 6 – abad ke 3

SM) demokrasi langsung.

- Eropa (abad pertengahan ) 600 – 1400 masyarakat dicirikan oleh

struktur sosial yang fodal menghasilkan “ Magna Charta “ (piagam

besar 1215) yang merupakan kontrol antar beberapa bangsawan dengan

raja Jhon dari Inggris dimana raja mengikat diri untuk menrangkul dan

menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya.

Demokrasi Konstitusional :

- Abad ke 6 – 3 SM City State (Yunani Kuno)

- Abad 10 Negara Hukum klasik : Menyelenggarakan hak-hak politik

secara yuridis.

1

Page 2: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 2/66

- Abad 26 Rule Of Law yang dinamis : setelah terjadi perubahan

sosial dan ekonomi :

• Perlindungan Konsultusional hak individu

Badan Kehakiman

• Pemilu yang panas

• Kebebasan berserikat (berorganisasi dan berposisi)

• Pendidikan kewarganegaraan.

1. PARTAI POLITIK DAN PERKEMBANGAN

Partai Politik :

- Merupakan kegiatan ilmiah yang relatif baru

- Dipelopori oleh ahli sosiologi politik :

• M. Ostrogarky ( 1902 )

• Robert Michels ( 1911 )

• Maurice Duverger ( 1951 )

• Sigmund Neumann ( 1956 )

- Dipelajari oleh beberapa ahli behavioralis :

• Yosef Lapalombon

• Myran Wennis khusus tentang peneropongan

- Secara khusus partai politik dalam hubungan dengan pembangunan politik

(pol. Parties and pol. Development).

- Pertama lahir di Eropa Barat menenai luasnya gagasan bahwa rakyat

merupakan faktor yang diperhitungkan dan diikutsertakan dalam

proses politik Parpol lahir secara spontan dan

perkembangannya menjadi penghubung antara pemerintah dengan rakyat.

- Pada umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sispol yang sudah

modern/sedang dalam proses jadi lembaga politik

- Di negara yang menganut faham Demo tentang partisipasi

rakyat bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa jadi

pemimpin untuk mmenentukan kebijaksanaan umum (public policy).

- Di negara Totaliter gagasan tentang partisipasi rakyat didasari

elit politik bahwa rakyat perlu dibimbing daqn dibina untuk

2

Page 3: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 3/66

mencapai stabilitas yang langgeng untuk mencapai tujuan

 jadi alat yang baik dalam legitimasi status quo.

- Perkembangan pada mulanya di Barat (prancis & Inggris) dipusatkan pada

kelompok-kelompok politik dalam parlemen

• Mula-mula bersifat elitist dan Aristokratis

• Han. Kepentingan kaum bangsawan terhadap tuntutan –tuntutan raja

• Dengan semakin luasnya hak pilih Pol. Berkembang diluar 

parlemen dengan terbentuk panitia-panitia pemilihan untuk

pemilu.

• Setelah dirasa perlu memperoleh duk. Dari pelbagai golongan

masyarakat, kelompok-kelompok politik dalam parlemen makin lama

berusaha berkembang ormas.

• Terjalin hubungan tetap antara kelompok politik dalam paelemen

dengan panitia pemilihan yang sepaham dan sekepentingan

• Maka lahirlah Parpol.

- Partai seperti tersebut menekankan kemenangan dalam pemilu dan dalam

masa antar dua pemilu biasanya kurang aktif karena bersifat

Patronage (Partai perlingdungan).

- Perkembangan selanjunya di dunia barat timbul pula partai yang lahir diluar 

paelemen.

- Partai-partai bersamaan pada suatu pandangan hidup/ideologi tentang

seperti :

• Sosialisme

• Kristen Demokrat dan sebagainya

- Partai politik di negara jajahan

• Didirikan dalam rangka pergerakan nasioanl diluar dewanperwakilan

rakyat kolonial.

• Kadang-kadang menolak untuk dudukl dalam badan tersebut (seperti

Hindia Belanda, India)

• Setelah kemerdrkaan tercapai dengan meluas proses

urbanisasi, komunikasi masa, pendidikan umum bertambah

kuatlahkecenderungan untuk berpartisipasi dalam proses politik malalui

parpol.

3

Page 4: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 4/66

2. PENGERTIAN

Parpol :

- Suatu kelompok yang terorganisir 

- Terdiri dari anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai dan cita-cita

yang sama

- Tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik

biasanya dengan cara konstitusional

- Dalam rangka pelaksaan kebijaksanaan mereka

Kegiatan manusia dalam Parpol :

- Merupakan suatu bentuk partisipasi politik yang mencakupi semua kegiatan

sukarela melalui mana seseorang turut serta secara lansung/tidak langsung

dalam pembentukan kebijaksanaan umum.

- Kegiatan meliputi :

• Memilih dalam pemilihan umum

• Jadi anggota golongan politik seperti : partai, kelompok penekan,

kelompok kepentingan

• Duduk dalam lembaga seperti : DPR

• Berkampanye

• Hadiri kelompok diskusi dan sebagainya

Kebalikan partisipasi apatis manusia apatis (secara politik) berarti tidak

ikut dalam kegiatan tersebut diatas

Pengertian/definisi Parpol menurut para ahli yaitu antara lain :

1) Menurut Carl J. Friederich Parpol :

Kelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan

merebut/mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan

parpolnya, dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota

partainya kemanfaatan yang bersifat adiil maupun materil.

2) Menurut R.B Soltau Parpol :

4

Page 5: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 5/66

Kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir yang bertindak

sebagai suatu kesatuan dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya

untuk memilih dan bertujuann menguasai pemerintah dan melaksanakan

kebijaksanaan umum mereka.

3) Menurut Sigmund Neuman Parpol :

Organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai

kekuasaan pemerintah serta merebut kedudukan rakyat atas persaingan

dengan suatu golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan

berbeda.

3. PERBEDAAN PARTAI DENGAN GERAKAN

• Suatu gerakan merupakan perbedaan politik alam golongan yang ingin

mengadukan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik kadang

ingin menciptakan suatu tata masyarakat yang barusama sekali dengan

memakai macam-macam politik.

• Gerakan memiliki tujuan yang lebih terbatas dan fundamental sifatnya

kadang-kadang berasifat ideologi.

• Orientasi gerakan merupakan ikatan yang kuat diantara anggota-anggota

dan dapat menumbuhkan identitas kelompok (group identity) yang kuat

berbeda dengan parpo, gerakan sering tidak mengadukan nasib dalam

pemilu.

• Parpol berbeda dengan kelompok penekan (presure group) atau interest

group bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu kepentingan dan

mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan

yang positif atau menghindarkan keputusan yang negatif.

B. FUNGSI ORPOL/PARPOL :

Macam fungsi dalam Orpol/Parpol Pemerintah

1) Himpun seluruh kekuatan politik

- Tua dan muda

- Terdidik agar peroleh suara banyak mampu kuasai

negara dan jalankan pemerintahan

2) Melakukan konsolidasi untuk kekuatan optimal semangat dalam

berjalan secara :

5

Page 6: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 6/66

- Efektif  

- Produktif  

- Kreatif  

- Inovatif  

3) Memperjuangkan kepentingan rakyat (Ipoleksosbud)

4) Membuat program secara :

- Rasional

- Dapat diterima

- Segala bidang keahlian

- Pecahkan masalah yang dihadapi rakyat

5) Memilih pemimpin-pemimpin politik yang memiliki loyalitas terhadap

kepentingan rakyat dan bangsa negara.

6) Melakukan hubungan terhadap rakyat

- Langsung

- Formal/informal

- Antara pimpinan dengan yang dipimpin

7) Siapkan kader-kader politik dari generasi muda yang :

- Cakap, tangguh

- Terpercaya

- Memiliki kemampuan agar tidak terjadi kekacauan/kosong

8) Siapkan/himpun bamtuan dana dari anggota/simpatisannya

9) Menanamkan disiplin terhadap organisasi dan turut kepentingan bangsa

negara.

10)Mengelola organisasi politik/terapkan manajemen.

11)Setiap Orpol harus melakukan strategi yang tepat kalau tidak jadi bimerang.

Maka diperlukan ahli-ahli/pemikir struktur politik yang memiliki :

- Memiliki wawasan pengetahuan luas

- Memiliki pengalaman cukup

- Bekerja khusus bagaimana Orpol menguasai rakyat

12)Setiap Orpol Harus mampu melakukan kritikan-kritikan bersifat :

o Korektif 

o Inovatif terhadap Orpol yang jalankan Pemerintahan

o Efeltif 

6

Page 7: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 7/66

13)Setiap Orpol harus mampu ,elaksanakan social control baik bersifat

vertikal/horizontal, supra struktur/infra struktur.

Peranan KP.o Keberanian moral

o Penguasaan dan penyampaian

o Pertanggung jawaban secara fakta

o Tanpa vested interest

14)Harus mampu menyelesaikan pertikaian, baik intern/ekster bila tidak mampu

kepercayaan rakyat

Peranan KP Dlm diri dlm Kom Peng

Memiliki kelebihan dlm peng emos

Penglaman

Bila tidak mampu Orpol pecah/mati dengan sendirinya.

Fungsi Parpol pada negara UB/PS/Islam dengan sistem kediktatoran

walaupun parpol lebih sulit jalan fungsi partai politik yang mentukan

 jalan/tidak sistem politik/sistem pemerintahan. Dalam negara ybs tumbuh ekonomi sehat sehingga rakyat merasakan

kebutuhan hidup terpenuhi.

Dalam negeri ybs kamtib terjamin sehingga rakyat merasakan hidup

tentram dan damai tanpa keresahan.

Dalam negara ybs Kamtib relaptif terjamin rakyat merasakan kehidupan

yang tentram dan damai tanpa ada rasa khawatir, keresahan dan

CHAOS.

C.KLASIFIKASI PARTAI

1.Ditinjau dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya

Terbagi 2 jenis :

1).Partai Massa utamakan kekuatan, atas dasar keunggulan jumlah anggota

(system bernaung)

Kelemahannya :

Cenderung untuk paksaan kepentingan masing-masing (saat Kritis)

7

Page 8: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 8/66

Persatuan lemah/hilang

Cenderung massa mudah termanipulasi oleh figure public (NSB)

2).Partai Kader 

Mementingkan ketaatan anggota organisasi dan disiplin

Menjaga kemurnian dari politik yang dianut dengan saring

Pecat yang menyeleweng

Militansi yang kuat

2.Ditinjau dari sifat dan orientasi

Terbagi 2 jenis :

1). Partai Lindungan

Kelemahannya :

Memiliki organisasinasional yang kader/lemah

Disiplin lemah

Hanya untuk kemenagan pemilu

Tidak perlu iuran anggota

Hanya giat menjelang masa peralihan

Contoh Partai Demokrat, Partai Republik di AS

2).Partai Ideologi/Azas

Ciri :

Miliki garis hidup yang digariskan pimpinan

Tatanan nilai yang mengikat

Sistem saringan

Pimpinan melalui tahap-tahap percobaan

Dipungut iuran mengikat secara teratur 

Organ-organ partai disebarkan dengan membuat ajaran-ajaran dan

keputusan-keputusan yang telah dicapai kini.

3.Sistem Partai

1). Sistem Partai Tunggal (RRC, Unu Sovyet, Eropa Timur, Afrika Selatan)

8

Page 9: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 9/66

 Azas Kompetitif 

Partai harus menerima pimpinan dari partai yang dominant

Tidak dibenarkan bersaing secara nerdeka melawan partai tersebut

Dihadapkan pada bagaimana mengintegrasikan pelbagai golongan

Terdapat kekhawatiran terhadap gejolak Sospol (keanrka ragaman)

kelancaran pembangunan

2). Sistem Dwi Partai (AS, Philipina, Inggris, dan lain-lain)

Menang berkuasa kalah : oposisi dengan pemilu

Yang kalah sebagai pengecam utma tapi juga setia /loyal terhadap

partai yang duduk di pemerintahan (loyal opposition, sebagai cirri)

Meletakan tanggung jawab tentang pelaksanaan fungsi politik

Memperrebutkan perorangan yang berada di tengah-tengah antara 2 partai

(pemilih terapung/floating vote)

Disebut :a convenient system for conteted people”)

Sistem terasebut dapat dipenuhi dengan 3 syarat :

a. Komposisi masyarakat = homogen (social homogeneity) Konsensus

dalam masyarakat tentang azas dan tujuan sosial yang pokok (polical

concept) adalah kuat dan adanya kontiunitas sejarah (historical

continuity) seperti INggris ideal terhadap Dwi Partai.

Perbesaan hanya pada cara-cara, kecepatan laksanakan beberapa

program pembaharuan tentang masalah-masalah sosial, perdagangan

dan industri.

b. Terdapat partai lainnya koalisi

c. Diperkuat dengan system pemilu system distrik (single member 

constituent) tiap daerah pemilihan hanya 1 wakil saja. Miliki

kecenderungan menghambat pertumbuhan dan pembangunan partai kecil

sehingga perkokoh system dua partai

3).Sistem Multi Partai (Indonesia, Malaysia, Perancis, Belanda dan lain-lain)

Keanekaragaman dalam komposisi masyarakat (agama, suku, ras dll)

kuat

9

Page 10: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 10/66

Golongan masyarakat cenderung untuk primordial (ikatan-ikatan terbatas).

Lemah dan ragu pada eksekutif karena cenderung menitik beratkan pada

kekuasaan badan legislative (parlementer)

Bentuk Koalisi k arena lemah

Yang berkoalisi harus adakan musyawarah dan kompromi dengan partai

Oposisi tidak berperan dengan jelas

Sewaktu-waktu dapat duduk dalam pemerintahan koalisi baru

Dalam situiasi tertentu tedapat satu partai yang dominant

stabilitas politik dapat lebih dijamin (seperti India).

Dapat diperkuat dengan system perwakilan berimbang (proposional

representation) = memberi kesempatan luas bagi tumbuh partai-=partai dan

golongan-golongan kecil = pemanfaatan suara lebih.

4.Parpol di Indonesia

1).Pertama lahir 

Pada zaman Kolonial sebagai manisfestasi kebangkiotan nasional

Faham pergerakan

• Tujuan sosial Budi Utomo dan Muhammadiyah

(ajaran agama)

• Tujuan politik dan agama Sarikat Islam dan Partai Politik

• Tujuan politik dan sekuler PNI, PKI

Mereka memainkan peranan penting dalam kebangkitan pergerakan

nasional.

2).Pola kepartaian masa kini

 Adanya keanekaragaman dilanjutkan pada masa kemerdekaan dalam

bentuk Multi Partai.

D. ANALISIS HYSTORIS.

1. Partai Politik Pada Masa Pergerakkan

Partai Politik adalah perkumpulan atau segolongan orang-orang yang seazas,

sehaluan, setujuan terutama dibidang politik. Pada awal abad XX Parpol diawali

oleh Organisasi Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta

10

Page 11: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 11/66

oleh DR. Wahidin Sudirohusodo, yang menekankan pada bidang Pendidikan dan

Pengajaran, sebagai perintis organisasi modern yang sudah mencantumkan azas

dan tujuan organisasi dalam AD/ART.

Inidsche Partaij didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Dr.

E.F.E. Douwes Dekker, Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Suwandi Suryaningrat

( dikenal sebagai Tiga Serangkai ) cara yang digunakan oleh IP untuk mencapai

tujuannya adalah : Meresapkan kesatuan kebangsaan Indiers termasuk sejarah dan

budayanya, memberantas adanya pengakuan ras putih sebagai ras istimewa ;

kerjasama antar etnis atas dasar pengertian nasional ; ketahanan nasional terutama

rakyat Hindia dengan mempererat kekuatan batin dalam soal kesusilaan ; berusaha

mendapat persamaan hak bagi semua orang Hindia ; memperkuat daya tahan

rakyat Hindia untuk mempertahankan tanah air dari serangan orang asing ;

pendidikan yang bercorak Hindia dengan tidakj membedakan warna ras dan kulit

memperbesar pengaruh hindia dalam pemerintahan serta memperbaiki status

ekonomi bangsa Hindia terutama bagi yang ekoniminya lemah.

IP oleh Belanda dianggap sebagai Organisasi yang radikal dan menentang

Pemerintahan Kolonial yang memyebabkan di buangnya ketiga pendiri IP ke Negeri

Belanda.

2. Timbulnya Parpol Di Masa Pendudukan Jepang

Mei 1945 di bentuk BPUPKI yang di ketuai Dr. Rajiman, BPUPKI menghasilkan

Dasar Negara (Pancasila) dan Piagam Jakarta yang kemudian hari menjadi

Pembukaan UUD 45.

 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan yang kemudian membentuk Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 16 – 17 Agustus 1945 PPKI mengambil

keputusan untuk memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia. 18 Agustus

1945 PPKI menetapkan Konstitusi yang mengikat kepada seluruh bangsa.

3.Timbulnya Parpol Di Masa Kemerdekaan

Timbulnya Parpol

Timbulnya sejarah parpol diawali dari permulaan usaha penyusunan

pemerintahan sentral Republik yang didasarkan atas pasal-pasal I – IV aturan

peralihan UUD 1945, dan dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintahan RI

11

Page 12: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 12/66

Tanggal 3 Npember 1945 yang berisi anjuran mendirikan parpol dalam rangka

memperkuat perjuangan kemerdekaan.

Pasal I aturan peralihan UUD 1945 menunjuk Panitia Persiapan

Kemerdekaan sebagai organ yang mengatur dan menyelenggarakan

pemindahan kekuasaan pemerintahan dari pemerintahan Jepang ke

Pemerintahan Indonesia.

Pasal 2 segala Badan Negara dan peraturan yang ada pada tanggal 19

 Agustus 1945 berlaku terus selama belum diadakan yang baru menurut

konstitusi.

Pasal 3 menetukan bahwa Presiden dan wakil Presiden untuk pertama

kalinya dipilih oleh PPKI.

Pasal 4 menetukan bahwa sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut

kinstitusi, maka segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan

sebuah Komite Nasional.

Maka berdasarkan pasal tersebut PPKI memilih Ir, Soekarno dan Moh Hatta

sebagai Presiden dan wakilnya. Dalam rapat 18 Agustus 1945, bahwa

pemerintahan (eksekutif) terbagi atas 12 Departemen, dan Presiden mengangkat

menteri.

Dalam rapat tanggal 19 Agustus 1945, PPKI mengambil keputusan bahwa

Presiden akan dibantu oleh satu Komite Nasional Pusat (KNPI) yang anggotanya

diangkat oleh Presiden.

Pada tanggal 3 Nopember 1945 Pemerintahan RI mengeluarkan Maklumat

yang berisi anjuran mendirikan Partai Politik dalam rangka memperkuat

perjuangan kemerdekaan.

Partai Sosialis.

Merupakan fusi dari partai Sosialis Indonesia (Parsi) yang didirikan oleh

 Amir Syarifuddin tanggal 1 November 1945 dan Partai Rakyat Sosialis (Paras)

didirikan oleh Syahrir tanggal 20 November 1945.

Partai Komunis Indonesia

Muncul tanggal 21 Oktober 1945 dipimpin oleh Moh. Yusuf, partai ini tidak

berhubungan dengan PKI 1926 dan PKI 1935 yang ilegal, partyai ini

12

Page 13: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 13/66

bertanggungjawab atas huru-hara anti pemerintah pada bulan Oktober 1945,

yang memyebabkan Moh. Yusuf ditahan yang kemudian digantikan oleh sarjono.

Partai Buruh Indonesia

Tanggal 9 November 1945 pemimpin-pemimpin Barisan Buruh Indonesia

yang baru didirikan membentuk Partaim Buruh Indonesia yang dipimpin oleh

orang-orang Indonesia yang pernah bekerja di jawatan perburuhan Jepang yang

dekat dengan Subarjo, tetapi dengan kedatangan Setiajid dari Belanda awal

1946 pimkpinan jatuh ketangannya.

Partai Rakyat Jelata Atau Murba

Didirikan bulan November 1945 oleh Sutan Dewanis dan Maruto

Nitimiharjo, bersama dengan PBI Syamsul Harya Udaya dan sejumlah

perkumpulan yang lain pada tahun 1948 mendirikan GRR dan kemudian berfusi

menjadi Partai Murba.

Masyumi

Didirikan tanggal 7 November 1945 di Yogjakarta dengan ketuanya

Sukiman Wiryosanjoyo, partai ini sudah dikenal sejak zaman Jepang, partai ini

mempaunyai laskar Hisbullah dan Sabilillah yang terorganisir dengan baik serta

bersenjata.

Serindo – PNI

Serindo (Serikat Rakyat Indonesia) merupakan awal mula berdirinya partai

Nasioanl Indonesia yang didirikan pada tanggal 21 Januari 1946, yang

merupakan hasil kongres dari tanggal 18 Januari – 1 Februari 1946 di

Yogjakarta, yang diketuai oleh Samidi Mangunsarkoro.

Maklumat Pemerintah Nomor X

 Atas desakan KNIP dalam sidangnya Tgl 16-17-oktober 1945 maka Tgl 16

oktober 1945 di umumkan maklumat presiden nomor X yang menentukan

bahwa :

1. KNIP sebelum terbentuk MPR dan DPR di serahi kekuasaan legislatip dan

kekuasaan ikut serta menetapkan Garis-Garis besar dari haluan negara.

13

Page 14: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 14/66

2. Pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah badan pekerja KNIP

( BP-KNIP ) yang di pilih di antara anggota Knip dan bertanggung jawab

terhadap KNIP-pleno Syahril di angkat sebagai ketua BP KNIP.

Kemudian dengan pengumuman BP KNIP NO. 5 Tanggal 11 Nopember 

1945 bahwa Presiden telah menyetujui untuk mengadakan pertanggungjawaban

ministeril dan dengan Maklumat Presiden Tanggal 14 nopember 1945 yang

mengumumkan pembentukan kabinet kedua yang bertanggungjawab terhadap

KNIP.

Maka dimasa berlakunya konstitusi pertama negara telah melihat 5 (lima)

kabinet parlementer :

1. Kabinet Syahrir ke – 1 04-11-1945 s/d 12-03-1946

2. Kabinet Syahrir ke – 2 12-03-1946 s/d 28-06-1946

3. Kabinet Syahrir ke – 3 02-10-1946 s/d 27-06-1947

4. Kabinet Amir Syarifuddin 03-07-1947 s/d 31-01-1948

5. Kabinet Halim 21-01-1950 s/d 17-08-0950

Karena timbul keadaan genting, Presiden selama tiga kali mengumpulkan

kekuasaan kedalam tangannya sendiri yaitu :

1. Pada waktu percobaan mengumpulkan coup d’etat tan malaka cs, tanggal 28

Juni 1946 (Maklumat Presiden 1946 No. 1) hingga tanggal 28 Oktober 1946

(Maklumat presiden No. 2).

2. Pada tanggal 27 Juni 1947 (Maklumat Presiden 1947 No. 6) hingga tanggal 3

Juli 1947 (Maklumat Presiden 1947 N0.2) dimana peralihan antara Kabinet

Syahrir ke – 3 dan Kabinet Syarifuddin.

3. Pada tanggal 31 januari 1948 (Maklumat presiden 1948 No. 3) dibentuk

Kabinet Presidentil Hatta yang dibekukan tanggal 19 Desember 1948

dengan pendudukan Yogja oleh Belanda yang kemudian dicairkan kembali

hingga tanggal 17 Agustus 1950, Yaitu tanggal mulai berlakunya UUDS

1950.

Maklumat Pemerintah 3 November 1945

14

Page 15: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 15/66

Pemerintahan menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan

partai politik segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat

dipimpin ke jalan yang teratur.

Pemerintahan berharap supaya partai-partai itu tersusun sebelumdilangsungkan pemilihan anggota badan-badan Perwakilan Rakyat dalam

bulan Januari 1946.

Maka dengan maklumat itu berkembanglah :

1. Partai Sosialis

2. Partai Komunis Indonesia (PKI)

3. Partai Buruh Indonesia (PBI)

4. Partai Rakyat Jelata Atau Murba

5. Masyumi

6. Serindo – Partai Nasional Indonesia (PNI)

7. Dsb.

4. Parpol Di Masa UUDS 1950 – 1959

a.Kabinet dan Parpol Masyumi

Pada masa berlakunya UUDS (1950 – 1959) selama 9 tahun terjadi 7 kali

pengantian kabinet ini relatif pendek karena berlakunya UUDS adalah bersifat

parlementer.

Daftar Kabinet RI Pada Masa UUDS (1950 – 1959)

NoSistem Kabinet

KeteranganNama PM Extra Parlemen

1234567

Natsir -Sukiman – Suwiryo -Wilopo - Ali I -Burhanudin Harahap - Ali II -Djuhanda Karya

MasyumiPNIPNIPNI

MasyumiPNI

-

Pembentukan Negara Kesatuan sesudah pengambilan kedaulatan pada

tanggal 27 Desember 1949 terdapat 3 (tiga) cara yaitu :

1. Negara Bagian menggabungkan diri dengan yang lainnya (RIS).

2. Penyerahan Kedaulatan pada Pemerintah Pusat (Pemerintah Federal)

15

Page 16: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 16/66

3. Persetujuan antara Pemerintah Federal dengan Negara Bagian dengan cara

peleburan menjadi Negara Kesatuan dengan cara :

• Pasal yang Federalis di dalam konstitusi RIS dicabut

RI dilebur ke dalam RIS, sehingga tak ada lagi Negara Bagian

• Negara Kesatuan di bentuk menjadi republik Indonesia.

Dalam Sistem Politik UUDS 1950 peranan parpol sangat besar sekali,

sangat berpengaruh sekali terhadap Pemerintah, Kesatuan terhadap partai

memungkinkan ia bisa menduduki jabatan yang tinggi walaupun pendidikannya

rendah sehingga timbul masalah yang rumit karena :

• Bagaimana membangun ekonomi nasional menuju masyarakat Indonesia

yang sejahtera.

• Sistem Politik/Pemerintahan yang bagaimana sebaiknya diterapkan di

Indonesia.

• Bagaimana hubungan dengan Belanda akibat KMB harus dipecahkan.

Kabinet pertama sejak berlakunya UUDS 1950 adalah kabinet Moh.

Natsir yang programnya terdiri dari 5 pasal yang intinya yaitu :

1. Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk Konstituante dalam waktu

singkat

2. Memajukan perekonomian, Kesehatan dan Kecerdasan Rakyat.

3. Menyempurnakan organisasi pemerintah dan militer 

4. Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Jaya dalam tahun 1950.

5. Memulihkan keamanan dan ketertiban.

Parlemen sementara yang diketuai oleh Sartono (PNI) merupakan

lawannya bukan partnernya, RUU Pemilu yang disampaikan kepada parlemen

oleh Menteri Kehakiman Wongsonegoro pada bulan Februari 1951 tidak segera

direalisasikan. Natsir sering mengeluarkan UU darurat dan kabinet Moh. Natsir 

 jatuh pada bulan Maret 1951.

Pada waktu RIS masih berdiri, Negara Bagian RI telah mengeluarkan

peraturan tentang perwakilan daerah yaitu, Pemerintahan RI No. 39 Tahun 1950

 A.I DPRD tak dibentuk lewat pemilu yang bersifat langsung tapi lewat pemilihan

16

Page 17: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 17/66

yang anggotanya berasal dari organiosasi masa kemasyarakatan seperti, Parpol,

Serikat Buruh, Serikat Tani, Perkumpulan Wanita, Pramuka, Ulama, Dll.

Untuk DPR Kodya/Kabupaten dipilih yang anggotanya merupakan utusan

yang ada di daerah tersebut. Organisasi ini masa berhak mengirim utusan bila mempunyai cabang minimal

3 Kabupaten di tiap Propinsi yang telah aktif.

I.Pemilu Ke I (satu)

Pemilu pertama baru dilaksanakan 1955, ada berbagai sebab yang

menghadangnya karena :

1. Revolusi lebih diarahkan pada mempertahankan kemerdekaan dengan

membendung arus kolonial dengan berbagai dalih ingin menjajah kembali.

2. Pertikaian intern dalam lembaga Politik dan Pemerintahan di samping belum

ada yang mengatur Undang-Undang pelaksanaan Pemilu.

Beberapa kabinet saat menjelang Pemilu 1955 antara lain :

1. Kabinet Wilopo

Kabinet ini bekerja sejak tanggal 3 April 1952, berdasarkan Keputusan

Presiden (Keppres) No. 85 Tahun 1952 tanggal 1 April 1952. Dalam kabinet ini

terdapat perkembangan politik yang menarik yaitu menjelmanya NU sebagai

parpol dan perubahan haluan PKI.

NU lahir pada tanggal 30 Agustus 1952 dimulai dari keluarnya NU dari

Masyumi bersama PSII dan Perti membentuk liga Muslimin Indonesia. Dalam

Kabinet Wilopo yang didukung PKI di bawah pimpinan  Aidit terdapat juga tokoh

masyumi, tapi PKI dengan taktiknya mendekati tokoh-tokoh persatuan atau

penganjur persatuan dari PNI, maka mulailah terjalin hubungan baik antara PNI

dan PKI.

2. Kabinet Sastroamijoyo

Program Kabinet Ali Sastroamidjoyo mempunyai 4 (empat) program :

• Meningkatkan Keamanan dan Kemakmuran dan diadakan Pemilu segera

• Pembebasan Irian Jaya secepatnya

• Politik Bebas Aktif dan peninjauan kambali KMB

17

Page 18: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 18/66

• Penyelesaian Parpol.

Kabinet Ali Sastroamijoyo I menyelesaikan UU Pemilu dan mengadakan

Konperensi Asia Afrika tanggal 18 – 24 April Tahun1955 dan kabinet Ali diDemisionerkan tanggal 24 Juli 1955 berdasarkan Keppres No. 122 tahun 1955

tanggal 24 Juli 1955.

3. Kabinet Burhanuddin Harahap

Kabinet Burhanuddin Harahap bekerja sejak tanggal 12 Agustus 1955

(Keppres No. 14 tahun 1955) Kabinet ini terkenal karena pada masa ini berhasil

menyelenggarakan Pemilu I untuk memilih anggota DPR dan memilih anggota

konstituante.

4. Kabinet Ali Sastroamidjoyo II

Kabinet Ali II mulai tanggal 24 Maret tahun 1956 sampai tanggal 9 April

1957.

5.Parpol Di Masa Orde Lama

Dalam Pemilu tahun 1955 ternyata 52 kontestan terdiri dari parpol dan

perorangan, dengan tahap ini perkembangan kepartaian terseleksi hingga menjadi

belasan saja, dengan berubahnya iklim politik dari alam Demokrasi Liberal ke alam

Demokrasi Terpimpin. Pemberontakan PPRI PERMESTA pada tahun 1958/1959

membawa dampak kehidupan kepartaian. Pada tanggal 31 Desember 1959

Penetapan Presiden No. 7 tahun 1959 tentang pembubaran partai politik bila

Pemimpin parpol turut serta dalam pemberontakan/jelas memberikan bantuan,

partai ini tiak menyalahkan perbuatan anggotanya tersebut.

Pada bulan Agustus Partai Masyumi dan PSI dibubarkan, Maka dengan

demikian pada tanggal 5 Juli 1960 Presiden Soekarno mengeluarkan peraturan

Presiden Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengawasan, Pembubaran Partai-partai.

Partai dapat dibubarkan bila tak dapat menghimpun/tedaftar 150.000 Orang. Disini

terlihat upaya untuk melakukan seleksi dan 8 partai diangggap berhasil memenuhi

ketentuan yaitu, PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Portindo, Partai Murba, PSII, Arudji,

IPKI, dan ditambah partai susulan Parkindo, dan Partai Islam Perti.

18

Page 19: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 19/66

Partai Politik yang berhak hidup tinggal 10 buah saja, sisanya dianggap tidak

memenuhi definisi, tetapi Presiden Soekarno atas desakan PKI membubarkan

Partai Murba dengan alasan merongrong jalannya revolusi.

I.Demokrasi Terpimpin

Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka pada tanggal 6 Juli 1959 Kabinet

Djuanda menyerahkan mandatnya kepada Presiden berdasarkan UUD 1945

yang diberlakukan kembali, Presiden Soekarno langsung

memimpin pemerintah, bukan saja Kepala Negara tetapi sekaligus Kepala

Pemerintahan dan membentuk Kabinet Kerja yang Menteri-menterinya tidak

terikat kepada partai. Pada tanggal 9 Juli di umumkan terbentuknya Kabinet

Kerja I, kabinet ini bersifat Presidentil, sebab Presiden menjabat sebagai

Perdana Menteri.

Dalam Kabinet Kerja II (18 Februari 1960 – 6 Maret 1962), ada perubahan

struktur kabinet, disamping menteri pertama ditambah Wakil Menteri pertama,

dalam Kabinet Kerja III )6Maret 1962 – 13 November 1962) semuanya disebut

Menteri. Program Kabinet Kerja hendaknya dijalankan dengan uraian menjadi

GBHN, dan oleh MPRS dan dikenal sebagai Manifesto Politik (Manipol), yang

berintikan USDEK. Kesukaran Ekonomi belum teratasi saat RI mulai

mengunakan kembali UUD 1945, keuangan negara yang dilanda inflasi ialah

pengebirian rupiah bernilai 10 % nya saja dari nilai nominalnya. Pada tahun1965,

timbul ketegangan Sosial politik. Hubungan Soekarno dan Angkatan Darat

tegang karena banyak sikap terhadp PKI dan hampir semua kekuatan sosial

memusuhinya.

I.Pemulihan Keamanan

Sesudah mendapat pengakuan internasional pada tanggal 27 Desember 1949

sampai tahun 1962 banyak gangguan keamanan yang timbul antara lain :

DI. TII Kartosuwiryo di Jaw Barat dan Jawa Tengah

Sebagai reaksi negatif atas persetujuan Renvile maka kartosuwiryo

menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII), Pemberontakan Kartosuwiryo

ini dapat dipadamkan pada tahun 1962 dan tanggal 2 Juni 1962 Kartosuwiryo

ditangkap.

DI. TII di Aceh

19

Page 20: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 20/66

PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dipimpin oleh Daud Beureuh. Daud

Beureuh bersama pengikut-pengikutnya melakukan perlawanan dengan kekerasan

dan menyatakan Aceh menjadi bagian dari NII Pimpinan Kartosuwiryo. Kabinet Ali

Satroamijoyo mengambil tindakan tegas untuk mematahkan kekuatan Daua

Beureuh dan pada tahun 1961 keadaan Aceh menjasdi aman kembali.

DI. TII di Sulawesi Selatan

Kolonel Kawilarangselaku Panglima Tentara dan Teritoriaum VII (Indonesia

Timur) dihimpun dalam wadah bernama Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS)

dan sebagian dimasukan ke TNI yang memyebabkan KGSS kecewa, untuk

mendamaikan perselisihan KGSS – PKI, tanggal 22 Juni 1950 KGSS dan Kahar 

Muzakar, akhirnya Kahar Muzakar bergabungdan diangkat sebagai Komandan

KGSS, dan ternyata Kahar Muzakar telah berhubungan dengan Kartosuwiryo dan

diangkat menjadi Komandan Divisi TII. Pemberontakan Kahar Muzakar ini dapat

dipadamkan pada tanggal 3 Februari 1965, bersamaan tertembaknya Kahar 

Muzakar oleh Kesatuan Siliwangi.

Pemberontakan KRYT di Kalimantan Selatan

Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT) dipimpin oleh Ibnu Hajar bekas

anggota ALRI Divisi IV, pada pertengahan tahun 1950, akibat tidak puas dengan

kebijaksanaan pemerintahan dengan program demobilisasi tentara. Ibnu Hajar dan

sisa pasukannya menyerahkan pada bulan Juli 1963.

Pemberontakan G, 30 S/PKI

PKI telah dua kali mencoba mengadakan perebutan kekuasaan terhadap

Pemerintah Republik Indonesia. Pertama di kenal Pemberontakan PKI Madiun,

kedua merupakan suatu coup d’eta dikenal denagn nama G. 30 S/PKIdi Jakarta,

PKI terus merongrong kewibawaan dan keutuhan TNI-AD dengan mengadu domba

sesama pimpinan AD, antara AD dengan rakyat. Untuk melancarkan siasat ini

mereka memilih beberapa tempat yang strategis, yang jauh terpencil dari kota

besar. Keadaan yang nampak, sejak awal 1965 Presiden Soekarno menderita sakit

dan pada saat itu terjadi ketegangan Sosial Politik yang menjadi-jadi dan ketika

ketegangan telah memuncak dan PKI merasa kekuatannya meyakinkan maka PKI

mempersiapkan perebutan Kekuasaan.

20

Page 21: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 21/66

6. Partai Politik Di Masa Orde Baru

I.Aksi Tritura

Pada waktu PKI meletus keadaan ekonomi Indonesia kacau balau, dan sikap

Presiden Soekarno yang kurang tegas memyebabkan ketidakpuasan meluas

dikalangan rakyat, dengan dimotori oleh KAMI terjadilah aksi yang

menyampaikan 3 tuntutan rakyat yang dikenal dengan TRITURA, yaitu :

1. Bubarkan PKI

2. Bersihkan Kabinet Dwikora

3. Turunkan harga-harga barang

 Aksi Tritura ini berlangsung pada tanggal 10 januari1966 di Jakarta selama

60 hari sampaidikeluarkannya Super Semar  (Surat Perintah Sebelas Maret)

yang berisikan antara lain :

Memerintahkan pada Lenjend Soeharto, Men Pangab, untuk atas nama

Presiden mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan

dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi,

serta menjamin keselamayan pribadi dan kewibawaan Presiden.

Tindakan pertama yang dilakukan oleh Presiden adalah pembubaran dan

larangan atas PKI dan seluruh organisasi bawahannya di seluruh Indonesia.

Kemudian disusunnya “Kabinet Dwikora Yang lebih Disempurnakan” , dengan

tiga tokoh utama yaitu : Soeharto, Sultan Hamengku Buwono IX dan Adam Malik

yang digelari Triumvirat.

Beberapa keputusan penting dari sidang MPRS tahun 1966 adalah sebagai

berikut :

1. Tap. No. IX/ MPRS/66 berisi pengukuhan Super Semar. Dengan demikian

Presiden Soekarno tidak bisa lagi mencabutnya.

2. Tap. No.XXV/MPRS/66 berisi pengukuhan atas pembubaran PKI dan ormas-

ormasnya serta larangan ajaran marxisme-komunisme di Indonesia.

3. Tap. No. XVIII/MPRS/66 berisi pencabutan Tap.No. II/MPRS/63 yang berisi

pengangkatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.

4. Tap. NO. XIII/MPRS/66 berisi pemberian kekuasaan kepada Jenderal

Soeharto untuk membentuk Kabinet Ampera dengan tujuan pokok

Dwidharmadan Programnya Catur Karya.

21

Page 22: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 22/66

Dwidharma adalah menciptakan :

1. Kestabilan Politik

2. Kestabilan Ekonomi

Catur Karya ialah :

1. Memenuhi Sandang Pangan

2. Pemilu

3. Politik Luar Negeri Bebas Aktif 

4. Melanjutkan perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme.

Maret 1968 MPRS mengadakan sidang dengan keputusan sebagai berikut :

1. Tap. No. XLIV/MPRS/68 yang menetapkan Jenderal Soeharto menjadi

Presiden RI untuk masa 5 tahun (1968 – 1973).

2. Tap. No. XLI/MPRS/68 yang menetapkan perlunya dibentuk Kabinet

Pembangunan dengan tugas pokok melaksanakan program disebut

Pancakrida.

3. Tap. No. XLII/MPRS/68 yang menetapkan penyelenggaraan Pemilu

selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1971.

I.Pemilu

Pemilu pertama pada masa Orde Baru diadakan pada tanggal 2 Mei 1971,

peserta pemilu 1971 terdiri dari 9 parpol yaitu : PKRI, PSII, Parsumi, Murba, PNI,

Perti, IPKI, dan satu Golongan Karya. Berbeda dengan pemilu yang pertama

yang mengunakan sistem proporsional, maka pemilu 1971 mengunakan sistem

tak langsung. Dalam pemilu 1971 memperebutkan 360 kursi, sedangkan 100

kursi disediakan untuk ABRI dan Non ABRI yang keanggotaannya dilakukan

dengan pengangkatan. Jadi seluruhnya 460 kursi, jumlah angota MPR selurunya

ada 920 Orang 130 diantaranya adalah utusan daerah.

Perolehan kursi yang tidak merata diantaranya peserta pemilu melahirkan

gagasan penyederhanaan partai, partai-partai mengadakan fusi, partai-partai

yang berideologi Islam bergabung menjadi PPP pada tanggal 5 Januari 1973,

sedangkan partai-partai non Islam berfusi menjadi PDI pada tanggal 10 Januari

22

Page 23: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 23/66

1973, yanh akhirnya menjadi 4 (empat) wadah organisasi politik sebagai sarana

berpolitik di Indonesia yaitu :

1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

2. Golongan Karya (Golkar)

3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

4. Fraksi ABRI

Pemili berikutnya dilaksanakan oleh 3 (tiga) kontestan yaitu : PPP, Golkar 

dan PDI.

Kristalisasi Parpol

1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

Dibentuk pada tanggal 5 Januari 1973, pada awalnya diberi nama Golongan

Spriritual, lalu menjadi Fraksi Persatuan Pembangunan/Partai Persatuan

Pembangunan yang merupaka fusi (gabungan) dari Partai NU, Parmusi, PSII,

dan Perti.

2. Golongan Karya (Golkar)

Secara Eksplisit Golkar lahir tanggal 20 Oktober 1964 dengan nama

sekretariat Bersama Golongan Karya yang bertujuan untuk mengimbangi

dominasi ekspansi kekuasaan politik PKI, serta untuk menjaga keutuhan

eksistensi Negara Kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang

menurut Munas II Golongan Karya disebutkan Golongan Karya adalah :

“Segolongan orang dalam masyarakat Indonesia yang menyatukan diri dalam

satu organisasi atas dasar persamaan kehendak untuk ikut serta

memperjuangkan pembaruan dan pembangunan sebagai pelaksanaan cita-

cita Proklamasi 17 Agustus 1945 melalui pengabdian kekaryaan yang 

didasarkan atas jenis karya dan atau lingkungan kerja dengan menjungjung 

tinggi budi pekerti yang luhur dan ketajaman rasio keseimbangan antara

kehidupan rohaniah dan jasmaniah”.

3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

23

Page 24: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 24/66

Partai ini dibentuk pada tanggal 10 Januari 1973, pembentukan PDI sebagai

hasil fusi dari lima Partai Politik yang berfaham Nasionalis, Marhaenisme,

Sosialisme, Kristen Protestan dan Katolik, (PNI, TPKI, Parkindo, Partai

Murba, dan Partai katolik).

I. Dwi Fungsi ABRI

Fungsi yang melekat pada ABRI sebagai kekuatan Hankam dan sosial dalam

rangka perjuangan nasional untuk mencapai tujuan nasional sesuai Pancasila

dan UUD 1945. Jadi Dwi Fungsi ABRI adalah jiwa sebagai kekuatan sosial dan

 ABRI sebagai kekuatan Hankam. Hakikatnya adalah jiwa dan semangat

pengabdian ABRI untuk bersama-sama dengan kekuatan sosial lainnya memikul

tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia baik di bidang Pertahan

Keamanan Negara maupun di bidang Pembangunan Kesejahteraan Bangsa,

dalam rangka mencapai Tujuan Nasional.

Tujuan ABRI sebagai kekuatan Sosial :

1. Terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam UUD

1945.

2. Tercapainya masyarkat adil dan makmur yang merata Spiritual dan Material

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

3. Tercapainya dan terpeliharanya Ketahanan Nasional di segala bidang dan

aspek kehidupan aspek kehidupan Negara serta Rakyat Indonesia.

Hubungan ABRI dengan Parpol dan Golkar adalah sebagai berikut :

1. ABRI sebagai kekuatan Sosial mempunyai kedudukan yang sejajar dengan

Parpol dan Golkar.

2. ABRI parpol dan Golkar berasal dari sumber yang sama yaitu rakyat.

3. Parpol dan Golkar sebagai kekuatan Sosial politik di usahakan agar dapat

berkembang ke arah pertumbuhan dan konsolidasi yang makin dewasa.

4. ABRI, Parpol dan Golkar merupakan salah satu Modal Dasar 

Pembangunan.

 

24

Page 25: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 25/66

 Awal pertumbuhan parpol di Indonesia sejak 1911 dalam sejarah

perkembangannya memiliki tujuan yang berbeda-beda. Parpol pertama di

Indonesia adalah Indische Partaij.

Parpol dimasa kemerdekaan pada umumnya bertujuan untuk

memperjuangkan tercapainya kemerdekaan Indonesia dengan cara yang

kooperatif maupun non Partaij.

Parpol dewasa ini sudah di mantap dalam kegiatan kekuatan sosial politik

yang ada yaitu PPP, Golkar dan PDI telah menjadikan Pancasila sebagai satu-

satunya azas (UU No. 3 tahun 1985).

Dalam masa Orde Baru format Sistem Politik lebih disederhanakan yaitu

dengan memberi peranan ABRI lewat fungsi sosialnya, adanya kekuatan politik

lewat Golkar dan Parpol serta kesetiaan mereka dalam melaksanakan Pancasila

serta konsekuen.

Malalui mesin politik baik GOLKAR dan ABRI, Pemerintahan ORBA berjalan

dengan relatif mulus, sekalipun dipertengahan perjalanan politik antara tahun

1990 – an semakin terlihat adanya kekuatan kekuasaan rezim Soeharto tetap

dalam kapasitas pengenali sehingga tidak ada satupun kekuatan parpol sebagai

penyeimbangan atau oposisi ; bahkan sebaliknya PDI dan PPP berada dalam

satu pengaruh besar dari GOLKAR, apalagi dengan alasan pembenaran

(Justification) bahwatindakan tersebut telah berhasil mewujudkan pertumbuhan

ekonomi secara Signifikan.

Ketika masuk ke pemilu yang ke VI dalam masa ORBA, terjadi akumulasi

kekecewaan masyarakat seolah-olah seperti Bola Salju (Snow Ball) yang,

menggelinding semakin besar dan berakhir pada tahun 1998 dengan jatuhnya

kekuasaan Soeharto yang kemudian disusul dengan amandemen UUD 1945.

Kejatuhan rezim Soeharto pada dasarnya sebagai dampak dari anatar lain :

1. Ketidak berhasilan dalam distribusi hasil-hasil pembangunan sehingga

tingkat kesenjangan antara pemilik modal kuat dengan yang bermodal kecil

semakin lebar, sekalipun kebutuhan pokok relatif terpenuhi.

2. Semakin termarginalkannya PARPOL sehingga terkesan bahwa di Indonesia

menganut sistem satu partai (yang dominan adalah GOLKAR identik 

dengan Partai Tunggal) dengan demikian sistem kontrol sangat rendah,

bahkan cenderung mati.

25

Page 26: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 26/66

3. Komunikasi politik hanya satu arah (Top Down) sehingga masyarakat

cenderung terbelenggu dan kemudian terakumulasi menjadi bentuk

perlawanan luar biasa dan akhirnya dapat mengoyahkan ke stabilan

pemerintahan Soeharto.

4. Dibalik terpusatnya kekuasaan (Centralisation Power) ternyata terdapat

berbagai tindak penyalahgunaan wewenang dan yang paling menonjol

adalah Korupsi dan pelanggaran HAM.

5. Kebebasan pers yang belum terjamin berakibat Social Control  relatif 

melemah, sehingga segala bentuk informasi tidak dapat diketahui publik

secara luas, apabila diketahui informasi tersebut sudah direkayasa demi

kepentingan penguasa/rezim, setiap pemberitaan pers baik menyinggung

kebijakan pemerintah akan dianggap menetang pemerintah maka pers pun

cenderung terbelenggu.

6. Ketidakstabilan politik, dikarenakan adanya dominasi/tirani minoritas yaitu

peran pemerintah terlalu kuat (Power Centralisme). 

Selain hal tersebut di atas juga terdapat pengaruh luar negeri terutama dari

nagara barat yang mampu mempengaruhi dan mengendalikan masyarakat

sehingga sewaktu-waktu dapat dirasakan untuk kepentingan Amerika/Barat.

Kejatuhan rezim Soeharto tidak jauh berbeda dengan masa keruntuhan

pemerintahan Sukarno, di mana kedua-duanya ditandai ketika mereka dianggap

semakin jauh dengan kepentingan Amerika Serikat, sehingga secara logika

apabila oleh AS diterapkan hanya dua kali massa pemerintahan seyogyanya

harus sudah terjadi pengantian namun selama tidak bertentangan dengan

kepentingannya akan masih terus di dukung dengan dipertahankan sekaligus

dipersiapkan strategi yang sewaktu-waktu dapat menjatuhkannya.

Sifat ketergantungan inilah proses politik di Indonesia selalu dihadapi

dengan sikap ambivalen Amerika Serikat sebagai kekuatan besar yang selalu

cenderung HEGEMONI dan akhirnya Indonesia selalu menari mengikuti

gendang orang lain, inilah wabah politik kolonialisme & kapitalisme wajah baru

yang di implementasikan dalam bentuk penguasaan sumber-sumber daya yang

dimiliki negara lain.

7.Partai Politik di Masa Reformasi

26

Page 27: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 27/66

 A..Masa ORBA telah melahirkan terakumulasinya tingkat kekecewaan masyarakat

yang sudah tidak dapat tebendung lagi, dengan berdalih berbagai macam alasan

untuk mempertahankan status Quonya, sehingga dari hal tersebut lahirlah tindakan

kesewenang-wenangan yaitu dampak salah satunya yang menonjol adalah : antara

lain KKN dan Pelanggaran HAM.

 Apa sebenarnya yang menjadi tuntutan dasar dalam peristiwa reformasi

tersebut, sehingga menimbulkan korban jiwa baik di kalangan mahasiswa,

masyarakat maupun pihak petugas keamanan yang sampai sekarang masih

belum terselesaikan.

Dalam peristiwa politik tersebut di tuntut yaitu :

1. Mendurnya pemerintahan Soeharto, bahkan dilanjutkan dengan proses

pengadilan.

2. Amandemen UUD 1945

3. Dilaksanakan pemilu ulang.

4. Diberlakukan UU Bidang Politik yang mengatur tentang PARPOL &

PEMILU.

5. Diberlakukan Otonomi Daerah yang semula UU No. 5 tahun 1974 menjadi

UU No. 22 Tahun 1999, yang kemudian di revisi menjadi menjadi UU No.

32 Tahun 2004.

B..Perjalanan politik pada masa periode 5 tahun pertama ketika Gusdur menjadi

Presiden ke IV setelah B.J. Habibi tidak diterimanya LPJ (laporan pertanggung

 jawaban) oleh MPR, sehingga tidak memperoleh kesempatan untuk mencalonkan

diri sebagai Presiden. Namun dalam perjalanan pemerintahan Gusdur justru kondisi

politik semakin tidak stabil ditandai dengan masyarakat cenderung anarkhis dan

radikal, bahkan sepanjang sejarah politik di Indonesia tidak pernah terjadi benturan

langsung antara NU dengan Muhamadyah, justru dimasa pemerintahan Gusdur hal

tersebut terjadi walaupun idiologi Islam sebagai orientasinya, terutama dampak

politik yang paling besar adalah terjadinya konflik horizontal di berbagai wilayah

yang menandai pemerintahan cenderung sangat lemah

Hal ini berdampak pada perekonomian semakin kacau yang akhirnya Gusdur 

dilengserkan ditengah perjalanan yang sebelumnya sempat mengeluarkan

sebuah Dekrit Presiden yang kedua tentang Pembubaran Parlemen, sehingga

mengundang hal-hal yang kontroversial, Disini Gusdur telihat ketidakmampuan

27

Page 28: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 28/66

dalam memahami Sistem Pemerintahan Indonesia bahwa Dekrit dikeluarkan

apabila menganut Sistem Kabinet Parlementer, padahal sistem yang di anut

adalah Sistem Presidentil.

Suatu kelemanahan di masa pemerintahan Gusdur antara lain :

• Kapabilitas dalam menjaga potensi (ekstratif )sangat lemah hal ini

disebabkan keterbatasan fisik maupun non fisikk yang dimilikinya.

• Pernyataan –pernyataan yang kontroversial antara lain usulan dicabutnya

TAP MPR XXV tentang Faham Komuinis sehingga sering menimbulkan

konplik.

Dikeluarkannya Dekrit Presiden sehingga mengancam kredibilitas parlemen(Badan Legislatif, padahal sistem pemerintahan Presidentil, seorang

presiden tidak memiliki wewenang untuk membubarkan parlemen.

• Ketidakstabilan dibidang Politik dan Ekonomi,

• Disinilah Gusdur terlihat tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang

pemerintahan.

• Terlalu dianggap sering berkunjung ke Luar Negeri tanpa membawa hasil,

sehingga terkesan pemborosan uang negara.

• Keterlibatan hasil “Bulog Gate”

• Terjadinya banyak peristiwa-peristiwa konplik yang mengancam sehingga

para investor di dalam negeri.

• Tidak menunjukan kemampuan sebagai negarawan maupun administrator 

pemerintahan disebabkan terbatasnya pengetahuan di bidang Ketata

Negaraan.

• Demokrasi yang dikembangkan adalah kebebasan tanpa didasarkan pada

pengetahuan yang cukup, sehingga terkesan “kebablasan”.

• Mendukung gagasan dikibarkannya bendera Papua Merdeka dan pemberian

dana bantuan sehingga membawa semakin berkembangnya polemik dalam

negeri, lebih berbahaya lagi akan memunculkan bentuk-bentuk toleransi

politik dari pemerintah terhadap kelompok sparatisme di Indonesia,

sehingga Gusdur sebagai sosok yang memperlihatkan tidak memiliki

Integritas bangsa.

28

Page 29: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 29/66

• Gusdur dalam setiap pengambilan keputusan/kebijakan cenderung banyak

dipengaruhi oleh pembisik tanpa dikuti kemampuan dalam memfilter setiap

informasi apalagi dalam posisi yang strategis.

Hal ini disebabkan keasdaan fisik dan non fisik yang tidak menandaibahkan dianggap aneh, seorang seperti Gusdur dengan kelemahan fisiknya

dapat menjadi Presiden, sehingga dampaknya cukup luas terhadap

kestabilan politik dan tingkat pencapaian kesejahteraan.

Demikian pula setelah kejatuhan Gusdur melalui Sidang Istimewa MPR,

maka ditetapkan pula Megawati yang sebelumnya sebagai Wakil Presiden

diangkat sebagai Presiden RI ke V (lima).

Ketika masa pemerintahan Megawati, banyak harapan masyarakat

bersandar padanya sebagai pimpinan tertinggi di PDIP juga sebagai pemenang

Pemilu 1999 sekalipun hanya mencapai 32 %.

Namun perjalanan Megawati tidak begitu mulus mengantar dirinya ke

Pemilu 2004, sehingga usia selama menjadi Presiden hanya 2,5 Tahun tidak

merupakan momentum yang signifikan dengan persiapan terpilihnya kembali,

sehingga terlihat jelas bahwa diharapkan masyatakat secara langsung

popularitas Megawati tidak sebesar popularitas yang dimiliki Susilo Bambang

Yudoyono (SBY).

E.SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU

Dari literatur dapat diketahui bahwa banyak macam sistem kepartaian yang

pada hakekatnya meruipakan subsistem politik. Untuk dapat memahami sistem

kepartaian maka sebaiknya dipakai cara pendekatan yuang bersifat kualitatif dan

tidak kuantitatif.

 Adalah menyesatkan apabila dalam pendefinisikan sistem kepartaian dipakai

definisi yang bersifat kuantitatif (dari sudut jumlah partai di dalam suatu

negara/sistem politik).

Definisi kualitatif lebih memberi tekanan bukan pada jumlah partai, melainkan

pada kualitas mayoritas mutlak yang tercermin dalam lembaga legislatif ataupun

pada homogenitas badan eksekutif yang lalu dapat dituangkan ke ukuran

kuantitatif berupa prosentase pengaruhnya dalam lembaga perwakilan rakyat

atau lembaga eksekutif.

29

Page 30: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 30/66

Menurut litelatur ada tiga jenis pokok sistem kepartaian, yaitu :

a) Sistem Multi – Partai (Sistem banyak partai, sistem partai banyak ; multi-party

system, multi-partism, poly-partism), yakni manakala mayoritas mutlak dalam

lembaga perwalian rakyat dibentuk atas dasar kerja-sama dua kekuatan atau

lebih, atau eksekutifnya tidak homogen. Mayoritas mutlak demikian tidak

pernah terwujud tanpa melalui kerja-sama, koalisi, atau aliansi. Kerjasama

pada dasarnya dapat saja berakhir apabila unsur-unsur yang membentuk

kerjasama tersebut pecah. Mayoritas demikian selalu rawan, karena selalu

disandarkan pada janji-janji kerjasama yang dasarnya kurang kuat atau non-

permanen. Mayoritas seperti itu mudah pecah (fragile majority) akibat

berbagai soal, baik besar maupun kecil. Hal ini pun tercermin dalam

parlemen, semua keputusan parlemen harus merupakan hasil komitmen

antara pihak-pihak tertentu. Keadaan semacam ini sangat besar pengaruh

negatifnya terhadap eksekutif, bila berlaku sistem pertanggungjawaban

eksekutif kepada parlemen (sistem parlementer).

Sistem multi-partai ini tumbuh oleh dua sebab, yaitu :

1) Kebebasan tanpa restriksi dalam pembentukan partai-partai politik, seperti

di negara kita setelah keluar Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 

1945.

2) Sistem pemilihan umum proporsional.

Belanda, Perancis (Republik IV), Italia, Indonesia (1945-1959) dapat

diambil sebagai contoh negara yang menganut sistem multi partai.

Di dalam keadaan partai-partai menghadapi kesukaran untuk

bekerjasama atas dasar persamaan ideologi atau kesamaan program politik,

banyak kesempatan bagi tokoh politik yang karismatik untuk berperan

sebagai penengah. (Contohnya : munculnya Jenderal de Gaulle dalam

Republik V Perancis yang menganut sistem multi-partai).

Kesulitan mengimplementasi sistem multi-partai ke dalam sistem

pemerintahan parlementer terlihat dari uraian Marto Einaudi sebagai berikut :

Semua pemerintahan bersifat koalisasi : karena itu pengeseran dukungan

dari kelompok yang kecil sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan

perimbangan baru dalam parlemen. Krisis Kabinet bisa terjadi setiap saat

30

Page 31: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 31/66

akibat soal kecil-kecil yang dipermasalahkan beberapa orang wakil yang

menimba keuntungan dari krisis tersebut.

Dari sudut ini, dapat dimengerti apabila terjadi konflik antara partai, baik yang

tidak didasarkan atas prinsip, atau dasar prinsip sekunder (program politik)

atau akibat yang benar-benar menyangkut prinsip.

b) Sistem dua-partai (sistem partai-dua, sistem dwipartai, twoparty system, bi-

party system, bipartism), yakni bilamana mayoritas mutlak dalam lembaga

perwalian rakyat selalu dikuasai oleh salah satu dari dua kekuatan politik

terbesar secara bergiliran menurut hasil pemilihan umum apalagi yang

ditentukan oleh parlemennya – akan homogen, dan karenanya dapat

menjalankan programnya secara lebih tenang dibandingkan dengan apabila

yang berlaku adalah sistem multi-partai.

Sistem dua-partai, menurut pengamatan, merupakan hasil implentasi sistem

pemilihan umum distrik (disamping itu tentu masih terdapat berbagai

penyimpangan). Seperti di Amerika Serikat misalnya, disamping dua partai

politik yang besar, Partai Demokrat dan Partai Republik, ada lagi beberapa

partai kecil.

Kedua partai besar itu bergiliran menguasai Congress sekalian mendudukkan

orangnya menjadi Presiden bagaikan gerakan pendulum atau Congress

dikuasai oleh partai yang satu dan sebagai Presiden duduk orang dari partai

yang lain. Perbedaan penugasaan oleh partai atas legislatif dan eksekutif di

 Amerika Serikat dimungkinkan karena pemilihan umum untuk keanggotaan

Congress dengan pemilihan Presiden tidak serempak, dan juga karena

antara kedua partai besar itu tidak terdapat perbedaan ideologis ; yang

berbeda hanya program mereka.

Boleh jadi untuk menumbuhkan masyarakat yang berorientasi kepada

program (jadi bukan kepada ideologi semata-mata), perlu dipikirkan tentang

cara menumbuhkan sistem dua-partai ini. Bagi masyarakat Indonesia yang

pluralistik (mosaic Society) yang juga bergantung kepada aliran, ada baiknya

bila dipikirkan konsep-konsep yang menuju ke arah sistem dua-partai ini.

c) Sistem satu-partai (sistem partai-satu, sistem partai-tunggal, sistem eka-

 partai ; one-party system, unipartism, monopartism) adalah sistem kepartaian

dimana dalam negar atau badan legislatifnya ataupun dalam badan

eksekutifnya hanya terdapat satu partai atau satu-satunya partai terbesar 

31

Page 32: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 32/66

yang menguasai mayoritas secara terus di samping partai-partai kerdil

lainnya. Mayoritas ini tentunya dapat bervariasi dari 100 %sampai dengan

yang terkecil yaitu lebih dari 50 % suara. Sistem ini terjadi oelh dua sebab

utama yaitu :

1. Keharusan konstitusional dalam negara yang bersangkutan (seperti Uni

sovyet berdasarkan pasal 126 konstitusi Stalin).

2. Kondisi atau konstelasi sosial politik di mana hanya terdapat satu partai

politik yang dominan terus-menerus (seperti Turki di bawah Kemal Ataturk

dengan Partai Rakyat Turkinya sebelum tahun 1938).

Sistem satu partai ini (berbeda dengan sistem multi partai dan sistem dus

partai yang masih menjungjung tinggi nilai-nilai demokratik) akan selalu

menumbuhkan corak pemerintahan yang diktatur.

Maurice Devenger  mengkatagorikan sistem satu partai ini sebagai “lebih

mendekati demokrasi dari pada diktatur tanpa partai, diktatur perorangan,

atau diktatur militer”.

Disamping ketiga macam sistem kepartaian yang pokok tadi, masih

mungkin pula ada bentuk variannya, misalnya, Satu setengah partai atau

sistem yang formal multi partai, tetapi hakekatnya sistem satu partai (sistem

satu partai yang semu disguised one party system) seperti terlihat di

Indonesia dalam tahun 1959 – 1965.

F.SISTEM PEMILIHAN UMUM

Sampai di Mana pemilihan umum turut menetukan sistem kepartaian, dapat

terlihat dari uraian di bawah. Seperti diketahui, pada asasnya ada dua macam

sistem pemilihan umum, yaitu :

1. Pemilihan umum proporsional (sistem pemilihan umum menurut suara

berimbang ; Proportional representation/PR.,multi-member contituency).

Menurut sistem ini, pada asasnya wilayah negara dianggap sebagai satu

wilayah pemilihan yang utuh. Dalam kenyataannya, wialayh negara dapat

dibagi atas sejumlah resor (daerah) pemilihan umum yang berfungsi teknis

administratif semata-mata, yaitu menyelenggarakan pengumpulan,

perhitungan suara dan lain-lain.

32

Page 33: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 33/66

Dalam sistem ini di kenal bilangan pembagipemilihan , yaitu perbandingan

(ratio) antara sejumlah pemilih dengan wakil yang akan duduk dalam

lembaga perwakilan, menurut yang ditentukan oleh perundang-undangan.

Jumlah suara yang diperoleh oeh setiap kontestan dalam pemilihan umum

dihitung secara nasional dan kemudian dibagi oleh biloangan pembagi

tersebut, sehingga akan menghasilkan sejumlah kursi yang bersangkutan

secara proporsional atau sesuai dengan jumlah suara yang mendukungnya.

Sisa suara yang tidak genap terbagi di tingkat resor dapat digabungkan

secara nasional, yang mungkin masih dapat menghasilkan sejumlah kursi

tambahan. Dengan demikian sisa suara yang tidak habis terbagi oleh

bilangan pembagi pemilihan pada tingkat nasional, dengan sendirinya

terbuang, bilaman tidak diperolah kesepakatan kotak suara dengan kontestan

lainnya.

Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi wakil , secara formal atau

informal dibuatlah daftar urutan nama calon yang diajukan oleh kontestan

(oleh karena itu disebut sistem daftar  /”lijsten atelsel”).

Oleh karena adanya kemungkinan penjumlahan suara secara nasional,

sangat mudah bagi partai-partai kecil untuk memperolah paling sedikit satu

kursi dalam lembaga perwakilan rakyat tanpa harus bekerja sama dengan

kontestan lainnya. Dengan demikian setiap partai politik/kekuatan politik

peserta pemilihan umum terjamin kelanjutan hidupnya, (eksistensinya) tanpa

harus berfusi/beraliansi/bekerja sama. Kerja sama biasanya menyebabkan

perbedaan-perbedaan yang ada, baik yang bersifat ideologis maupun yang

bersifat program kerja (political platform) harus ditekan.

Sebagai akibat adanya jaminan eksistensinya tersebut, tiap partai politik yang

bersangkutan bebas memformulasi ideologi atau keyakinannya secara

ekstrim dan sejauh mungkin bedanya dengan ideologi kontestan lainnya.

Oleh karena itu sistem ini mengandung sikap mental yang menjauhi titik 

 persamaan pendapat atau menjauhi titik tengah. Sikap mental ini disebut

sikap mental sentrifugal .

Dapat dimengerti apabila dalam kampanye pemilihan umum dan juga dalam

kehidupan sehari-hari akan terdapat dua pengelompokan yang satu sama

lain bersifat antagonistik dengan dua ujung ekstrim.

33

Page 34: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 34/66

Maurice Duvenger mengutarakan formula : “the simple majority system with

second ballot and proportional representation favours multy-partism”.

Di Indonesia, tahun 1955 berlangsung pemilihan umum atas dasar No. 7 –

1953 yang menganut sistem proporsional seperti terurai di atas.

2. Sistem pemilihan umum distrik (single-member constutuency). Menurut

sistem ini, sejumlah distrik sama dengan jumlah kursi yang direncanakan

dalam lembaga perwakilan rakyat. Dengan demikian dari satu distrik

pemilihan hanya akan ada seorang wakiol saja. Perwakilan dari distrik adalah

organisasi kontestan yang tentunya diwakili oleh seorang individu yang

dianggap erat hubungannya dengan distrik tersebut ; oleh karenanya sering

disebut sebagai stelsel perorangan (personen stelsel).

Yang berhak mewakili suatu distrik ialah organisasi yang setidak tidaknya

memperoleh mayoritas sederhana (simple or relative majority) atau yang

memperoleh mayoritas yang lebih besar lagi. Dari sudut ini, baik dalam distrik

maupun secara nasional, akan tergambar adanya usaha para calon

kontestan untuk bergabung agar cukup kuat untuk keluar sebagai pemenang

dalam distrik yang bersangkutan. Partai kecil tergabung dengan partai kecil

lainnya yang seideologi maupun yang sama program poitiknya, atau

tergabung dengan partai besar atas dasar pertimbangan yanga sama, agar 

menjadi cukup kuat atau tetap dapat menyalurkan aspirasinya.

Tentu saja penggabungan tersebut akan mengakibatkan melunaknya

perbedaan-perbedaan yang sebelumnya terdapat dalam masyarakat. Dengan

demikian sistem ini menyebabkan tumbuhnya sikap mental sentripetal yang

mendorong ke arah titik persamaan/integrasi .

Lambat laun penerapan secara periodik sistem distrik ini akan mentebabakan

penyederhanaan partai politik secara alamiah dan akhirnya menumbuhkan

sistem dua partai (the simple-majority single ballot system favours the two-

 party system).

Di samping kedua sistem pokok pemilihan umum tersebut di atas, ada pula

sistem campuran sistem proporsional dengan sistem distrik, seperti pemilihan

umum di Indonesia atas dasar UU No. 15 – 1969 atau kemudian disebut UU

No. 15 – 1969 jo. UU No. 4 -1974 jo. UU. no. 2 – 1980. (sebagian penelaah

menamakan sistem proporsional terbatas, yaitu penjumlahan sisa suara

hanya diperkenankan sampai tingkat provinsi saja).

34

Page 35: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 35/66

Kemudian perlu dicatat adanya beberapa bentuk penyiasatan dalam

pemilihan umum, sehingga perkiraan secara sistematik tersebut di atas tidak

akan sesuai dengan kenyataan hasil pemilihan umum, karena adanya

berbagai faktor. Dalam literatur , bentuk penyiasatan dalam pemilihan umum

tersebut (dari yang lunak sampai dengan yang ekstrim) di sebut ; “ gerryman

dering”. Sistem “salamander” do Perancis dalam masa de Gaulle dianggap

sebagai campuran sistem proporsional dengan penyesuaian batas-batas

distrik yang dibentuk seperti binatang salamander, yang dimaksudkan untuk

tujuan penyiasatan tertentu, yakni memotong kekuatan Partai Komunis

Perancis. Terhadap kedua sistem pemilihan umum tersebut, masih dapat

diutarakan sejumlah kelemahan maupun kebaikan yang inheren.

Salah satu kelemahan, baik dalam sistem pemilihan umum proporsional

maupun sistem distrik, ialah terdapatnya distorsi pendapat (distortion of 

opinion) yang pada prisipnya meliputi terjadinya perbedaan/diskrepansi

antara kekuatan partai dalam masyarakat (electoral strength) denga

kekuatan dalam parlemen (parliamentary strength). Dengan demikian dapat

dimengerti apabila kemudian ada usaha penyempurnaan dalam bentuk

penampungan perwakilan kepentingan maupun pengangkatan. Seberapa

 jauh sistem pengangkatan ini dapat dipertahankan di Indonesia, perlu kiranya

dikaji lebih jauh.

G..ORGANISASI PARTAI POLITIK

Dalam literatur mengenai partai politik, pengorganisasian partai politik atau

struktur apartai politik, antara lain dikupas soal-soal :

1. Unsur-unsur pokok seperti “caucus”  (pertemuan para pemimpin partai),

cabang, sel, dan militia.

2. Bagian-bagian umum : hubungan vertikal dengan masyarakat pendukung,

dan horisontal dengan pengelompokan/golongan lain, sifat sentralisasi dan

desentralisasi dalam tubuh partai politik (ternasuk organisasi partai politik

yang bersifat totaliter).

3. Keoanggotaan : perbedaan antara partai kader dan partai massa tingkat

partisipasi para pemilih, pendukung, dan kaum militannya.

35

Page 36: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 36/66

4. Cara pemilihan pemimpin : kecenderungan sifat otokratik, pemimpin tituler 

dan pemimpin riil, peranan kelompok inti (inner circle), serta cara

penggantiannya.

5. Kewenangan pemimpin : hubungan antara para pemimpin partai dengan

parlemen, dam jenis asal partai, yaitu “electoraland parliamentary origins of 

 parties” dan “ axtra parliamentary origins of parties”.

Untuk sekedar pemikiran sejauh menyangkut Indonesia, seyogyanya dikupas

soal : sejarah kepartaian di Indonesia, hubungan vertikal antara partai

politikdengan massanya, dan jenis partai massa dan partai kader.

H.PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

Di Indonesia telah berulang kali dilangsungkan Pemilihan Umum yang

disebut sebagai pesta demokrasi Pancasika Rakyat Indonesia. Baik sewaktu

orde lama, orde baru, dan reformasibaru-baru ini.

Umumnya ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai, yaitu

sebagai berikut :

1. Sistem Distrik

Sistem ini diselenggarakan berdasarkan lokasi daerah pemilihan dalam arti

tidak membedakan jumlah penduduk memiliki wakil yang sama dengan

daerah yang padat penduduknya. Oleh karena itu sudah barang tentu banyak

 jumlah suara yang akan terbuang di satu pihak tetapi malahan

menguntungkan pihak yang renggang penduduknya.

Tetapi karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya lansung, pemilih akrab

dengan wakilnya (personan Stelsel). Satu distrik biasanya satu wakil (single

member constituency).

2. Sistem Proporsional

Sistem ini didasari jumlah penduduk yang akan menjadi peseta pemilih,

misalnya setiap 40.000 penduduk pemilih memperoleh satu wakil (suara

berimbang), sedangkan yang dipilih adalah kelompok orang yang diajukan

kontestan pemilu, yaitu para partai politik (multy member constituency) yang

36

Page 37: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 37/66

dikenal lewat tanda gambar  (lijsten stelsel), sehingga wakil dan pemilih

kurang akrab.

Hal imi cukup adil dalam keseimbangan jumlah, bahkan sisa suara dapat

digabung secara nasional untuk kursi tambahan, dengan demikian partai

kecil dapat dihargai tanpa harus beraliansi, karena suara pemilih dihargai.

Tetapi resikonya banyak wakil setoran dari pemerintah pusat karena

adakalanya salah satu jumlah yang memenuhi syarat tidak memilki wakil

yang tepat.

Setelah bangsa Indonesia memerdekakan diri dari kungkungan penjajahan,

pada tahuin 1955 dilakukan pemilihan umum yang pertama, berhasil ikut

dalam kesempatan tersebut adalah partai-partai sebagai berikut :

1. Partai Nasional Indonesia (PNI)

2. Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi)

3. Nahdatul Ulama (NU)

4. Partai Komunis Indonesia (PKI)

5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)

6. Parytai Kristen Indonesia (Parkindo)

7. Partai Katholik

8. Partai Sosial Indonesia (PSI)

9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)

10.Partai Islam Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah)

11.PRN

12.Partai Buruh

13.GPPS

14.PRI

15.PPPPRI

16.Partai Murba

17.Baperki

18.PIR Wongsonegoro

19.Garinda

20.Permai

21.Persatuan Daya

22.PIR Hazairin

23.PPTI

37

Page 38: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 38/66

24.AKUI

25.PRD

26.PRIM

27.Acoma

28.Partai R. Soejono Prawiro Soedarmo.

Setelah Pemilihan Umum Tahun 1955 pemerintahan orde lama tidak lagi

melakukan pemilihan umum, bahkan legislatif menyatakan Bung Karno

sebagai Presiden seumur hidup, hal ini berakhir sampai kejatuhan Bung

Karno setelah peristiwa G 30 S/PKI.

Pemerintaha orde lama mempersiapkan pemilihan umum dengan matang,

yaitu dengan memasukan ABRI dan Korpri dalam perpolitikan (dalam

keberadaan Golkar). Berdasarkan UUD 1945 utusan daerah dan utusan

golongan lebih jauh juga bernuansa Golkar, karena persiapan inilah

pemilihan umum baru dielenggarakan pada tahun 1971.

Secara lengkap peserta pemilihan umum tahun 1971 adalah sebagai berikut :

1. Golongan Karya (Golkar)

2. Paryai Nasional Indonesia (PNI)

3. Nahdatul Ulama (NU)

4. Partai Katholik

5. Partai Murba

6. Partai Syariat Islam Indonesia (PSSI)

7. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)

8. Partai Kristen Indonesia

9. Partai Muslimin Indonesia

10.Partai Islam Perti.

Dalam pemilihan umum tahun 1977 partai-partai politik digabung mejadi dua

partai besar yaitu partai-partai Kristen seperti Parkindo dan Partai Katholik

ditambah dengan PNI, Murba, dan IPKI menjadi partai Demokrasi Indonesia

(PDI). Sedangkan kumpulan partai partai Islam seperti NU, Parmusi, PSII,

Perti, menjadi Parta Persatuan Pembangunan (PPP).

Dalam Pemilihan Umum tahun 1982 tidak banyak perbedaan yang menyolok

dibanding pemilu tahun 1977sebelumnya, hanya saja dalam pemilu 1987

38

Page 39: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 39/66

para seperta pemilihan umum (kontestan) yang selama ini mempunyai ciri-ciri

seperti :

1. Ciri ke Islaman dan ideologi Islam bagi Parsatuan Pembangunan.

2. Ciri Demokrasi, kebangsaan (nasioalisme) bagi partai Demokrasi

Indonesia.

3. Ciri kekaryaan dan keadilan sosial bagi Golongan Karya.

Ditetapkan agar hanya memperjuangkan satu-satunya azas yaitu Pancasila,

dengan demikian perlombaan pengaruh antar para kontestan dalam setiap

pemilihan umum, adalah hanya pada program kerja masing-masing saja.

Golkar yang ada mulanya disebut sebagai Sekretariat bersama (Sekber),

Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang organisasi-organisasi

masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun sebelum

meletusnya Pemberontakan G 30 S/PKI, tepatnya Golkar lahir pada tanggal

20 Ojtober 1964. Dan Memang tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini

lahir dari pusat dan dijabarkan sampai ke daerah-daerah.

Di sanping itu untuk tidak adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai

Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang lahir 

tanggal 29 November 1971 ikut menggabungkan didi ke dalam Golkar.

Golkar inilah kemudian yang dijadikan kendaraan oleh Pak Harto untuk

mendukung kekuasaannya selama 32 tahun, karena tidak ada satu pun kritik

dari infra struktur politik ini yang berani mempecundangi dirinya.

Setelah Pakk Harto jatuh diganti oleh Prof. Dr. BJ. Habibie, Presiden RI

ketiuga ini melakukan berbagai perubahan di bidang politik, di antaranya

mengeluarkan :

1. UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik

2. UU Nomor 3 Tahun tentang Pemilihan Umum

3. UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR.

Itulah sebabnya setahun setelah reformasi, pemilihan umum dilaksnakan.

Para pesertanya tidak lagi tiga kontestan tetapi membengkak menjadi lebih

dari 100 partai politik, yang setelah diseleksi hanya 48 partai dapat ikut dalam

pemilu 1999, yaitu :

1. Partai Indonesia Baru

39

Page 40: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 40/66

2. Partai Kristen Nasional Indonesia

3. Partai Nasional Indonesia

4. Partai Aliansi Demokrasi Indonesia

5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia

6. Partai Umat Islam

7. Partai Kebangkitan Umat

8. Partai Masyumi Baru

9. Partai Persatuan Pembangunan

10.Partai Syarekat Islam Indonesia

11.Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

12.Partai Abul Yatama

13.Partai Kebangsaan Merdeka

14.Partai Demokrasi Kasih Bangsa

15.Partai Amanat Nasional

16.Partai Rakyat Demokratik

17.Partai Syarekat Islam Indonesia 1905

18.Partai Katholik Demokrat

19.Partai Pilihan Rakyat

20.Partai Rakyat Indonesia

21.Partai Politik Islam Indoensia Masyumi

22.Partai Bulan Bintang

23.Partai Solidaritas Pekerja

24.Partai Keadilan

25.Partai Nahdlatul Umat

26.Partai Nasional Indonesia Front Marhaenis

27.Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia

28.Partai Republik

29.Partai Islam Demokrat

30.Partai Nasional Indonesia Massa Marhaen

31.Partai Musyawarah Rakyat Banyak

32.Partai Demokrasi Indonesia

33.Partai Golkar 

34.Partai Persatuan

35.Partai Kebangkitan Bangsa

40

Page 41: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 41/66

36.Partai Uni Demokrasi Indonesia

37.Partai Buruh Nasional

38.Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong

39.Partai Daulat Rakyat

40.Partai Cinta Damai

41.Partai Keadilan dan Persatuan

42.Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia

43.Partai Nasional Bangsa Indonesia

44.Partai Bhineka Tunggal Ika

45.Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia

46.Partai Nasional Demokrat

47.Partai Umat Muslimin Indonesia

48.Partai Pekerja Indonesia

Untuk mengkaji Pemilu 2004 ratusan partai lagi sudah mendaftar bahkan

yang ada kini pun pecah, seperti KH. Zainudin MZ, hengkang dari PPP dan

membentuk PPP Reformasi begitu juga dengan Matori Abdul Jalil hengkang

dari PKB dan membentuk kubu sendiri.

Sejak reformasi beberapa tahun yang lalu dibuatlah undang-undang

pemilihan untuk menentukan jumlah kursi sebagaimana tabel berikut di

bawah ini.

Tabel : Jumlah Kursi DPRD Propinsi

No Jumlah Penduduk Jumlah Kursi

1.

2.

3.

4.5.

6.

0 – 3.000.000 jiwa

3.000.001 – 5.000.000 jiwa

5.000.001 – 7.000.000 jiwa

7.000.001 – 9.000.000 jiwa9.000.001 – 12.000.000 jiwa

12.000.001 jiwa dst

45 kursi

55 kursi

65 kursi

75 kursi85 kursi

100 kursi

Sumber : UU No. 3 Tahun 1999 Pasal 5

Tabel : Jumlah Kursi DPRD

No Jumlah Penduduk Jumlah Kursi

1.

2.

3.

0 – 100.000 jiwa

100.001 – 200.000 jiwa

200.001 – 300.000 jiwa

20 kursi

25 kursi

30 kursi

41

Page 42: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 42/66

4.

5.

6.

300.001 – 400.000 jiwa

400.001 – 500.000 jiwa

500.001 jiwa dst

35 kursi

40 kursi

45 kursi

Sumber : UU No. 3 Tahun 1999 Pasal 6

Pada Pemilihan Umum tahun 2004 partai politik yang ada berjumlah 225

partai. Jumlah partai yang demikian banyak ini salah satunya disebabkan

banyak partai yang terpecah menjadi beberapa kubu, seperti halnya pada

partai Persatuan salah satu tokohnya KH. Zainudin MZ hengkang dari

kepengurusan lama dan mendirikan kubu baru dengan nama Partai Bintang

Reformasi. Demikian juga yang terjadi dalam Partai Kebangkitan Bangsa,

Matori Abdul Jalil membentuk kubu tersendiri dalam partai tersebut.

Selanjutnya hal yang sama juga terjadi dalam tubuh beberapa partai lain.

Terlepas dari memenuhi syarat atau tidak karena mewakili 50 % propinsi di

Indonesia, namun yang jelas dengan tubuhnya partai-partai baru tampak

kenyataan bahwa bangsa ini mencoba berpartisipasi dalam politik

pemerintahan terlepas dari sebagian pendapat yang mengatakan bahwa hal

tersebut sekedar untuk mencari uang dan kekuasaan. Hal demikian akan

terindikasi dari caranya berkatogori halal atau cenderung haram karena

keluar dari nilai-nilai agama, adat dan hukum negeri ini atau sejarah yang

akan membuktikannya.

Berikut adalah partai peserta Pemilu tahun 2004 dengan ketua umumnya

masing-masing dan nomor urutnya, yaitu :

1. PNI Marhaenisme (Sukmawati Soekarno Putri)

2. Partai Buruh Sosial Demokrat (Dr. Muchtar Pakpahan)

3. Partai Bulan Bintang – PBB (Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH)4. Partai Merdeka (Adi Sasono)

5. Partai Persatuan Pembangunan – PPP (Hamzah Haz)

6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan – PDK (Prof. Dr. Ryaas Rasyid,

MA)

7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru – PIB (Dr. Syahrir)

8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (Erros Djarot)

9. Partai Demokrat (Prof. Dr. S. Budhisantoso)

10. Partai Keadilan Persatuan Bangsa – PKPI (Eddy Sudrajat)

42

Page 43: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 43/66

11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (Dimmy Haryanto)

12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia – PPNUI (KH. Syukron

Makmun)

13. Partai Amanat Nasional – PAN (Prof. Dr. Amin Rais, MA)

14. Partai Karya Peduli Bangsa – PKPB (HR. Hartono)

15. Partai Kebangkitan Bangsa – PKB (Alwi Shihab, Ph.D.)

16. Partai Keadilan Sejahtera – PKS (Dr. Hidayat Nurwahid)

17. Partai Bintang Reformasi – PBR (KH. Zainudin MZ)

18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan – PDIP (Megawati Soekarno

Putri)

19. Partai Damai Sejahtera – PDS (Ruyandi Hutasoit)

20. Partai Golongan Karya – Golkar (Akbar Tanjung)

21. Partai Patriot Pancasila – PP (Yapto Soerjo Sumarmo)

22. Partai Serikat Indonesia – PSI (Siswono Yudohusodo)

23. Partai Persatuan Daerah – PPD (Oesman Sapta)

24. Partai Pelopor (Rahmawati Soekarno Putri)

I. OTONOMI DAERAH DAN PEMERINTAHAN DAERAH

1. Otonomi Daerah Pada Massa Orde Lama

Pelaksanaan pemerintahan daerah pada masa pemerintahan orde lama, di

bawah kepemimpinan Ir. Soekarno, sukar untuk diberikan suatu genelarisasi

tunggal, bahwa apakah pada era orde lama pemerintahan daerah dilaksanakan

dengan sistem yang tersentralisasi, atau melaksanakan sistem pemerintahan

yang desentralisasi (otonomi). Pemekiran tersebut didasarkan pada kenyataan

bahwa pada era pemerintahan rezim Soekarno yang kemudian oleh orde baru

disebut orde lama (1945-1966), ditandai sebagai era yang penuh gejolak, baik

pemberontakan di daerah-daerah yang menuntut pemisahan diri seperti RMS

(Republik Maluku Selatan), Permesta, Pemeribtahan Revolusioner Republik

Indonesia (PRRI) maupun yang memberontak karena odeologi seperti PKI di

Madiun, DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat, yang kemudian meluas ke Aceh,

Sulawesi, dan Kalimantan.

43

Page 44: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 44/66

Di lain pihakj, era di pemerintahan orde lama diwarnai dengan perubahan

konstitusi yang dengan sendirinya juga akan mempengaruhi sistem

pemerintahan yang ditetapkan di daerah-daerah. Sebagaimana telah diketahui,

bahwa era 1945-1949, bangsa Iondonesia masih bergelit melawan Belanda

dengan sekutunya yang ingin menjajah kembali Indonesia. Dilahirkan 2 (dua)

UU yang mengatur pemerintahan daerah, yang pertama yaitu UU No. 1 Tahun

1945 tentang Kedudukan Peraturan Mengenai Komite Nasional Daerah. UU ini

sangat singkat, yang hanya memuat enam pasal, yang ditetapkan pada tanggal

23 November 1945. UU No, 1 Tahun 1945 mengatur pembentukan KND

(Komite Nasional Daerah), sebagaimana kita ketahui,Bahwa pada masa awal

kemerdekaan setelah proklamasi, bangsa Indonesia belum memiliki perangkat

kenegaraan yang memadai, sehingga diaturlah bahwa pada masa awal

kemerdekaan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) menyelenggarakan

sem,ua tugas-tugas lembaga kenegaraan, sampai terbentuknya lembaga

negara seperti yang dimaksud dalam UUD 1945. Ketentuan ini dapat dibaca

dalam pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi :

“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan

Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini,

segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite

Nasional.” 

UU No. 1 Tahun 1945 sukar diterima oleh daerah-daerah di luar Jawa dan

Madura, mengingat situasi saat itu. Daerah Kesultanan Yogyakarta dan

Kesultanan Surakarta di Solo [un juga tidak diatur secara jelas, mengingat

pemerintah pusat pada saat itu masih menghargai keberadaan kedua daerah

tersebut, yang tetap diakui oleh pemerintah Hindia Belanda, walau pun dengan

berbagai pembatasan dan intervensi.

Kemudian yang kedua, pada saat Pemerintahan Republik Indonesia

dipindahkan ke Yogyakarta, pada tanggal 10 Juli tahun 1948, dikeluarkanlah

UU No. 32 Tahun 1948 tentang Pemerintahan daerah. Undang-undang ini

langsung dinyatakan berlaku oleh pemerintah Indonesia pada hari itu juga. UU

ini tidak mendapatkan pengesahan dari DPR sebagaimana yang diatur dalam

UUD 1945, tetapi oleh BP-KNIP, UU No. 32 Tahun 1948 memuat hal-hal

sebagai berikut :

44

Page 45: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 45/66

1. Pemerintah daerah dinyatakan terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat.

2. Kepala Daerah menjabat Ketua Dewan Pemerintah daerah (Pasal 2 ; 3)

3. Anggota Dewan Pemerintah Daerah dipilih oleh dan dari anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daeah, apabila anggota Dewan Pemerintah Daerah

berhenti dari keanggotaannya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

maka dengan sendirinya yang bersangkutan juga berhenti dari

keanggotaan Dewan Pemerintah Daerah atau sebaliknya.

4. Dewan perwakilan Rakyat Daerah yang membuat pedoman untuk Dewan

Pemerintah Daerah guna mengatur cara menjalankan kekuasaan dan

kewajibannya, yang sebelum diberlakukan harus mendapatkan persetujuan

Presiden (Pasal 15).

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan mengurus Rumah

Tangganya sendiri berdasarkan Undang-Undang Pembemtukan bagi tiap-

tiap daerah (Pasal 23).

6. Sekretaris Daerah tidak dikenal, yang ada adalah Sekretaris Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, yang merangkap Sekretaris Dewan Pemerintah

Daerah, yang diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, atas usul Dewan Pemerintah Daerah (Pasal 20).

Dari enam point tersebut di atas, dapat disermati bahwa dalam UU No. 22

Tahun 1948 tentang Pemerintahan Darah, kewenangan DPRD No. 22 Tahun

1948 dibuat dengan sistem parlementer. Sebab kewenangan Kepala Daerah

sangat minimal, bila dibandingkan dengan kewenangan Kepala Daeah dalam

UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah.

Selain itu, dalam UU No. 22 Tahun 1948 juga diatur dengan tegas dalam

pasal 26, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat membela

kepentingan daerah dan penduduknya dihadapkan Pemerintah dan Dewan

Perwakilan Rakyat. Dengan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa

pemerintahan pusat saat itu sangat menghargai keberadaan daerah. Padahal

anggota-anggota DPR juga merupakan wakil rakyat yang juga dipilih dari

daerah-daerah. Selain itu, dalam pasal 27 UU No. 22 Tahun 1948, juga

mengatur bahwa daerah-daerah dapat mengadakan kerjasama.

Dengan demikian yang dapat ditarik dari Undang-Undang ini adalah :

45

Page 46: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 46/66

1. Sangat menghargai keberadaan daerah-daerah, sebagai satu kesatuan

masyarakat yang berbudaya dan memiliki karateristik sendiri-sendiri.

2. Kekuasaan Kepala Daerah diminimalkan, yang dikedepankan adalah

kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

3. Memiliki nuansa parlementer. Dengan demikian sebenarnya tidak sejalan

dengan UUD 1945 yang menganut asas Presidentil. Walaupun demikian

penyimpangan ini mungkin karena masih dalam masa awal kemerdekaan.

Walaupun demikian UU No. 22 Tahun 1948 tetap berlaku sampai keluarnya

UU No. 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan di Daerah, meskipun

pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda dengan pihak Indonesia yang

diwakili oleh Drs. Moh. Hatta telah mengambil kesepakatan tentang

pembentukan Negara Indonesia Serikat (RIS) dengan pemerintah Belanda.

Dan Belanda mengakui kedaulatan pemerintahan RIS. Kecuali Irian Jaya yang

akan diserahkan kemudian, sikap mempertahankan Irian dan sikap

mengalahnya pemerintah Indonesia atas kesepakatan menyangkut Irian Jaya

inilah yang kemudian menjadi kemelut yang hingga kini tetap menjadi problem

di antara sebagian masyarakat Irian Jaya dengan pemerintah Indonesia. Selain

itu UU No. 22 Tahun 1948 secara defacto hanya berlaku dalam wilayah yang

dikuasai oleh Republik Indonesia pasca Perjanjian Renville antara Pemerintah

RI dengan Belanda. Wilayah RI saat itu sangat kecil, sebagaimana dapat

dicermati dalam penjelasan berikut. Di Luar wilayah RI dengan sendirinya UU

No. 22 Tahun 1948 tidak berlaku.

Sejak tanggal 27 Desember 1949 dengan sendirinya Indonesia berbentuk

negara serikat, walaupun baru diumumkan dalam lembaran negara oleh

Pemerintah RI pada tanggal 6 Februari 1950. Pengaturan tentang

pemerintahan daerah, diatur berdasarkan keberadaan negara-negara bagian

yang untuk lebih jelasnya dapat dicermati dalam Pasal 2 Konstitusi Republik

Indonesia Serikat sebagai berikut :

Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh daerah Indonesia, yaitu daerah

bersama :

a. Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti

tersebut dalam Persetujuan Renville tanggal 17 Januari tahun 1948 :

- Negara Indonesia Timur 

46

Page 47: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 47/66

- Negara Pasundan, termasuk distrik Federal Jakarta

- Negara Jawa Timur 

- Negara Madura

Negara Sumatera Timur, dengan pengertian, bahwa status quo Asahan

Selatan dan Labuhan Batu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur 

tetap berlaku, Negara Sumatera Selatan.

b. Satuan - satuan Kenegaraan yang tegak sendiri :

- Jawa Tengah

- Bangka

- Belitung

- Riau

Kalimantan Barat (Daerah Istimewa) :

- Dayak Besar 

- Daerah Banjar 

- Kalimantan Tenggara dan

- Kalimantan Timur 

a dan b, ialah daerah-daerah bagian yang dengan kemerdekaan

menentukan nasib sendiri bersatu dalam ikatan Federasi Republik

Indonesia Serikat.

c. Daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.

Konstitusi RIS yang terdiri atas 197 pasal, dan merupakan lampiran dari

piagam persetujuan antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi

pertemuan untuk permusyawaratan federal (Bijeenkomst Federal Overleg)

tentang Konstitusi Republik Indonesia Serikat, yang ditandatangani oleh :

o Drs. Moh. Hatta ; sebagai Pemimpin delegasi Republik Indonesia.

o Sultan Hamid II, Selaku Ketua BFO, dan utusan Kalimantan Barat

o Ide Anak Agung Gde Agung, Wakil Ketua BFO, pertama, dan utusan

Indonesia Timur.

o Dr. Soeparmo, Wakil Ketua BFO, kedua, dan Utusan Madura

o  A.A. Rivai, utusan Banjar 

o Saleh Achmad, Utusan Bangka

o K.A. Moh. Joesoef, utusan Belitung

47

Page 48: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 48/66

o Mochram bin Hodji Moh ali, Utusan Dayak Besar 

o Dr. R. Sudjito, Utusan Jawa Tengah

o R. Tg. Djuwito. Utusan Jawa Timur 

o M. Jamani, Utusan Kalimantan Tenggara

o  Adji Pangeran Sosronegoro, Utusan Kalimantan Timur 

o Raja Mohamad, Utusan Riau

o  Abdul Malik, Utusan Sumatera Selatan.

o Raja Kaliamsyah Sinaga, Utusan Sumatera Timur.

Keberadaan RIS tidak bertahan lama, sebab pada tanggal 17 Agustus

1950, seluruh wilayah Indonesia Serikat menyatakan diri melebur dalam bentuk

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peleburan ini tanpa paksaan senjata.

Padahal kalau semangat separatis memang telah ada sejak dulu, pada saat itu

akan sangat sulit pemerintah Jakarta mengatakan tidak. Sejak tanggal 17

 Asgustus 1950, Konstitusi RIS pada dasarnya tetap dipakai, dengan hanya

mengadakan penyesuaian terhadap hal-hal pokok saja menyangkut peralihan

bentuk negara dari Negara Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Ketentuan tersebut terdapat dalam Undang-Undang No. 7Tahun 1950 tentang Perubahan konstitusi Sementara Republik Indonesia

Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Yang

diumumkan dalam lembaran negara No. 56 Tahun 1950.

Menyangkut pemerintahan daerah, dalam kurun waktu 1950-1959,

pemerintah tidak mengeluarkan satu UU yang mengatur tentang pemerintahan

daerah, hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam pasal 131, 132, dan pasal

133 UUDS 1950. Dalam ketiga pasal tersebut, ditegaskan antara lain :o Peraturan perundangan yang ada di daeah-daerah sebelumnya tetap

berlaku sampai ada penggantinya

o Pemerintah akan memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada

pemerintah daerah.

o Mempertegas kedudukan daerah-daerah Swapraja (bekas kerajaanyang

pemerintahannya memiliki kekhususan).

48

Page 49: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 49/66

Dengan demikian, UU NO. 22 Tahun 1948 yang hanya berlakudi wilayah

Republik Indonesia, dinyatakan tetap berlaku, demikian pula UU No. 44 Tahun

1950 yang berlaku di Wilayah Indonesia Timur juga tetap belaku serta

peraturan-peraturan p[eninggalan Belanda yang ada di daerah-daerah bagian

lainnya. UU No. 32 Tahun 1956 tentang perimbangan Keuangan Antara

Negara dengan Daerah-Daerah Yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya

sendiri, yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1956. Dalam Diktum

mengingatnya UU No. 32 Yahun 1956 ini, tercantum antara lain UU NO. 22

Tahun 1948, dan UU No. 44 Tahun 1950. Dengan demikian sampai tahun

1956, pengaturan pemerintahan daerah masih berjalan sendiri-sendiri sesuai

keadaan sebelumnya. Sampai dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1957

tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah.

UU No, 1 Tahun 1957 yang diundangkan pada tanggal 18 Januari 1957,

dengan tegas mencabut UU No. 22 tahun 1948, dan UU No. 44 Tahun 1950.

Walapun demikian, apabila dicermati UU Ni. 1 Tahun 1957 tidak

memiliki perbedaan yang berarti dengan UU Ni. 2 Tahun 1948, dalam banyak

hal seperti yang menyangkut pemerintahan daerah tetap sama, kecuali aturan

mengenai tingkatan daerah, kalau dalam UU No. 22 Tahun 1948 daerah dibagi

atas daerah Propinsi, Daerah Kabupaten (Kota Besar), dan Desa (Kota Kecil).

Dalam UU No. 1 Tahun 1957, Pembagiannya dipertegas dengan sambutan

Daerah Propinsi (Dati I), Daerah Kabupaten (Dati II) dan daerah Tingkat ke III.

Persamaan lainnya antara kedua UU ini, tetap bernuansa Parlementer,

walaupun UU No. 22 Tahun 1948 dibuat dengan dasar UUD 1945 yang

Presidensiil, akan tetapi semangat yang terkandung dalam UU No. 22 Tahun

1948 adalah Parlementer. Akan halnya UU No. 1 Tahun 1957 tentang pokok-

pokok Pemerintahan Daerah, yang dibuat dalam suasana UUDS 1950 yang

memang bersifat parlementer. Kedua UU ini tidak mengekang daerah-daerah

untuk berekspresi, apalagi dalam pelaksanaan kedua UU ini juga ditunjang

dengan keluarnya UU No. 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan

 Antar Pemerintah Pusat dan Daerah Otonom, yang dalam banyak hal UU No.

32 Tahun 1956 masih memiliki nilai-nilai yang lebih otonom dan memberikan

keleluasaan kepada daerah, dibandingkan dengan UU No. 25 Tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan Antar Pusat dan Daerah.

49

Page 50: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 50/66

UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah,

dengan sendirinya hanya eksis berlaku sampai pada tahun 1959. Sebab sejak

tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang menekankan

agar kembali ke UUD 1945. Sehingga UU No. 1 Tahun 1957 yang dibuat

dengan dasar UUD 1950 dengan sendirinya tidak berlaku lagi. Untuk mengisi

kekosongan pengaturan pemerintahan daerah, maka pemerintah pusat

mengeluarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 1959

tentang Pemerintahan Daerah (disempurnakan), dalam ketentuan ini , diatur 

bahwa pemerinatahan daerah terdiri atas Kepala Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (pasal 1), sedangkan kepala daerah adalah alat

pemerintah pusat dan juga alat pemerintah daerah (pasal 14) dengan demikian

penetapan Presiden ini terasa telah mulai menerapkan sistem dekonsentrasi.

Selain itu juga diatur adanya Badan Pemerintah Daerah (BPD), yang

menggantikan kedudukan Dewan Pemerintah Daerah dalam UU No. 1 Tahun

1957.

Penetapan pemerintah ini dalam hubungannya dengan kedudukan

pemerintah daerah, tidak berbeda jauh dengan sistem pemerintahan sesuai

UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah. Seiring dengan adanya

keanggotaan DPRGR di pusat, maka di daerahpun diadakan DPRDGR yang

pengaturannya dituangkan dalam Penetapan Presiden Republik IndonesiaNo.

5. Tahun 1960 (disempurnakan) tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Gotong Royong dan Sekretaris Daerah.

Pembentukan DPRDGR ini sebagaimana yang ada dalam pembentukan

DPRGR ditingkat pusat, penetapan anggotanya tidak melalui pemilu, dan

tergantung pemerintah. Semangat sentralisasisangat terasa pada saat ini, dan

kemudian akan diadakan perubahan pada saat UU No. 18 Tahun 1965 tentang

Pokok-Pokok Pemerintah Daerah. Undang-Undang ini dengan tagas mencabut

UU No. 1 Tahun 1957 serta senua penetapan pemerintah dan Presiden

tentang pemerintahan daerah. Undang-Undang ini membagi daerah dalam tiga

tingkatan, sesuai dengan yetentuan dalam UU No. 1 Tahun 1957. UU No. 18

Tahun 1965 sebenarnya tidak pernah berlaku, walaupun secara resmi

diundangkan pada tanggal 1 September 1965. Pemerintah Orde Baru

manganggap UU ini dibuat oleh PKI. Dilihat dar faktor demokratisasi, UU ini

 juga tidak lebih baik dari beberapa penetapan Presiden sebelumny, sebab

50

Page 51: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 51/66

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah malah diwajibkanuntuk bertanggung jawab

kepada kepala daerah (pasal 8).

Dengan demikian pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi

daerah pada era orde lama, agak sukar untuk mengadakan penilaian secara

umum, akan tetapi melihat beberapa muatan UU yang pernah berlaku, maka

dapat disimpulkan bahwa pada, masa orde lama utamanya pada saat UU No.

1 Tahun 1945, dan UU No. 22 Tahun 1948, dan UU No. 1 Tahun 1957, daerah-

daerah masih diberi keleluasaan yang besar untuk berotonomi, akan tetapi

pasca Dekrit Presiden 5 Juli Tahun 1959 Pemerintahan Daerah telah

bernuansa sangat sentralistis.

2.Otonomi di Era Orde Baru

Pemerintahan Orde Baru pada awalnya hadir sebagai koreksi atas

kegagalan pemerintah orde lama. Kpreksi tersebut sebagaimana disampaikan

oleh Jenderal Soeharto , tokoh Supersemar yang kemudian menjadi Presiden

paling lama ini adalah sebagaimana disampaikan pada pembukaan Kongres

Luar Biasa Kesatuan dan Keutuhan Partai Nasional Indonesia. Soeharto

(dalam LP3ES, 1988 ; 134) menyatakan sebagai berikut :

Ketiga penyelewengan dimaksud adalah :

1. Radikalisme PKI

2. Terjadinya Oportunisme politik yang didorong oleh ambisi pribadi

3. Terjadinya penyelewengan ekonomi.

Keadaan ekonomi pada era orde lamadi bawah kepemimpinan Ir. Soekarno

memang masih morat-marit, keadaan tersebut di samping karena kondisi

bangsa Indonesia yang baru merdeka, juga karena kebijakan pemerintahan

rezim Soekarno yang dinilai terlalu memperhatikan masalah politik.

Tetapi mengesampingkan masalah ekonomi. Di dalam negeri, pemerintah

sangat memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya bagi politisi sipil untuk

tampil, sedangkan dipanggung politik Internasional, Indonesia juga sangat aktif,

sampai keluarnya Indonesia dari PBB.

51

Page 52: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 52/66

Politik IR. Soekarno yang hendak membangun kesatuan antara tiga

golongan politik utama Indonesia (PNI, PKI, Agama) yang dikenal dengan

istilah NASAKOM, yang berakhir pada meletusnya tragedi G 30 S/PKI tahun

1965.

Krisis politik yang mengiringi meletusnya G 30 S/PKI tahun 1965, dengan

sendirinya juga menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. Keadaan ekonomi

Indonesia pada saat itu sangat terpuruk, Rupiah mengalami apresiasi yang

sangat tajam terhadap Dollar Amerika, inflansi pada akhir pemerintahanorde

lama da awal orde baru adalah 600 %. Akibat krisis politik dan terpuruknya

ekonomi yang ada, meyebabkan Jenderal Soeharto yang didukung oleh

kalangan teknokrat menyusun strategi pembangunan ekonomi, dan

mengesampingkan pembangunan politik. Akan tetapi walaupun demikian

pemerintah orde baru harus mempertahankan kekuasaannya melalui pemilihan

umum. Padahla Soeharto sebagai tokoh orde baru tidak memiliki dukungan

pokitik yang kuat. Sebab Soeharto bukan berasal dari partai politik, tetapi dari

Militer. Partai besar saat itu adalah PNI dan NU, sebab partai besarlainnya

seperti Masyumi telah dibubarkan pasca pemberontakan 30 September 1965.

Dengan demikian untuk mempertahankan kekuasaannya pemerintah orde

baru harus mendekati dua partai besar tersebut (PNI dan NU). Akan tetapi

kedua partai ini memiliki persoalan yang sama terhadap orde baru, PNI

dipandang sebagai partainya Soekarno, malah dalam pemilu 1971 PNI telah

mengindentifikasikan diri dengan Ir. Soekarno. Sedangkan untuk mendikte NU,

 juga bukan merupakan pilihan yang tepat bagi orde baru, sebab orde baru

yang Pancasilais tidak akan sejalan dengan NU yang merupakan partai agama

yang masih mencita-citakan pendirian Negara Islam. Dengan demikian pilihan

terbaik orde baru adalah membesarkan Golongan Karya untuk dijadikan

sebagai kendaraan politik pemerintah orde baru. Sejak saat itulah barbagai

manipulasi politik dilakukan oleh pemerintahan rezim orde baru, dengan mesin

utama militer dan birokrasi, upaya pemenangan Golongan Karya ini kemudian

dikenal dengan istilah politik massa mengambang, yaitu kebijakan untuk

membuat massa rakyat tidak memiliki kedekatan emosional dengan partainya.

 Agar kekuasaannya dapat efektif dan tetap dipatuhi, maka yang harus

dilakukan adalah pemerintahan yang sentralistis. Pilihan pemerintahan

52

Page 53: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 53/66

sentralistis ini di samping akan menciptakan stabilitas yang kuat, juga akan

membuat daerah-daerah dapat dikuasai.

Dengan demikian pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah orde baru

yang sentralistis tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk memenangkan

Golongan Karya, yang dengan sendirinya akan menjaga kelangsungan

pemerintahan orde baru. Sehingga tidaklah berlebihan bila setiap Gubernur,

Bupati, Walikota, Camat dan bahkan Kades adalah pembina Golkar di daerah,

Sedangkan Ketua Korpri di daerah yang juga adalah Sekda merupakan Ketua

Jalur Birokrasi (jalur B) sedangkan Pangdam, Kodam, Koramil, Babinsa,

Pimpinan POLRI juga dengan sendirinya adalah pimpinan jalur A (ABRI), di

daerah. Dengan demikian tidak perlu ada keraguan bahwa UU No. 5 Tahun

1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahandi Daerah, yang sentralitis

merupakan salah satu program orbadi daerah.

Kehadiran UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah diyakini

akan mampu menciptakan stabilitas daerah, dengan demikian eksekutif diberi

kewenangan yang sangat besar sebagai penguasa tunggal di daerah. Walupun

dalam UU tersebut dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, akan tetapi tidak ada

balancess sama sekali, sebab sebagaimanan di pusat, di daerah DPRD juga

hanya merupakan tukang stempel untuk kepentingan eksekutif. Anggota

DPR/DPRD sebelum diangkat harus melalui litsus dulu, apabila Ditsospol

mengatakan yang bersangkutan tidak lolos maka dengan sendirinya tidak akan

bisa jadi anggota DPR/DPRD.

Pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan DPRD adalah retorika belaka, sebab

siapa yang harus jadi telah ditetapkan sebelumnya termasuk siapa yang

mendapatkan berapa suara. Apabila skenario tidak berhasil, dan calon yang

diunggulkan ternyata tidak terpilih, maka pemerintah pusat akan dengan

mudah memilih/mengangkat kembali orang yang telah diprioritaskan tersebut,

sebab hasil pemilihan DPRD kemudian diajukan kepada pusat, dan pusat

bebas menentukan siapa yang akan dilantik dan hasil usulan/hasil pemilihan

tersebut (pasal 15 UU. No. 5 tahun 1974).

Jadi otonomi yang nyata dan bertanggung jawab sebagaimanayang

diamanatkan oleh UU. No. 5 Tahun 1974 dalam pasal 11 hanya merupakan

retorika belaka,m sebab sampai UU. No. 5 Tahun 1974 dicabut, tidak pernah

53

Page 54: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 54/66

ada peraturan pelaksanaannya. Pemerintah orde baru memang pernah

mengadakan Otonomi Percontohan atau lebih tepatnya uji coba penerapan

otonomi daerah yang dilaksanakan pada satu daerah kabupaten/kota pada

masing-masing Provinsi. Program tersebut gagal total, karena memang

semangat orde baru bukan untuk mengadakan otonomi daerah, tetapi strategi

yang matang agar ada alasan kuat untuk tetap menerapkan sentralisasi

kekuasaan atas pemerintahan daerah. Kegagalan otonomi percontahan ala

orde baru tersebut disinyalir karena pemerintah pusat hanya memberikan

kewenangan yang sebesar-besarnya tetapi tidak memberikan uang, alat, dan

aparat. Istilah yang berkembang saat itu adalah “kepala di lepas akan tetapi 

ekor di tahan” .

Pemerintah orde baru tidak akan mau memberikan otonomi daerah, sebab

memberikan otonomi berarti membagi kekuasaan sedangkan pembagian

kekuasaanakan meyebabkan berkurangnya wibawa pemerintah pusat yang

kemudian akan menyebabkan terjadinya pembengkakan pemerintah

daerahyang jauh dari kekuasaan pemerintah pusat.Otonomi Daerah pada orde

barudapat dikatakan hanya akan menjadi cita-cita dan angan belaka. Pola pikir 

para penyusun UU. No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di

Daerah, ini betul-brtul mengamalkan doktrin Wawasan Nusantara, yang

menekankan bahwa agar terwujud Indonesia yang satu dalam konsep Politik,

Budaya, Hankam, dan Ekonomi maka sejauh mungkin susunan dan sistem

pemerintahan daerah diseragamkan. Untuk lebih jelasnya berikut cuplikan

tanggapan Fraksi ABRI terhadap konsep UU Pemerintahan Daerah yang

diajukan oleh pemerintah dalam Sidang Paripurna DPR-RI tanggal 7 Juni 1974

(dalam Sujamto ; 1988 : 69-70) sebagai berikut :

“.... Adapun menaggapi masalah kedudukan pemerintahan daerah, sesuai

dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara kita menegaskan bahwa

Wawasan Nusantara yang mencakup yang mencakup perwujudan

Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan sosial

dan budaya, satu kesatuan ekonomi, serta satu kesatuan pertahanan

keamanan ; demikian pula berdasarkan arah dan kebijaksanaan

pembangunanj daerah yang mencakup keselarasan pembangunan sektoral

dan pembangunan regional, keselarasan laju pertumbuhan antar daerah,

peningkatan prakarsa dan partisipasi serta peningkatan pendapatan asli

54

Page 55: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 55/66

daerah, Fraksi ABRI berpendapat bahwa kedudukan Pemerintah Daerah itu

sejauh mungkin perlu diseragamkan....”

Padahal apabila kitacermati, maka strategi pemerintah orde baru dalam

menjalankan UUD 1945 yang katanya akan konsekuen telah mulai nampak,

sebab dengan penyeragaman pemerintah daerah maka dengan sedirinya

pemerintah orde baru telah melanggar Pasal 18 UUD 1945 yang mengatur 

bahwa daerah-daerah dibentuk atas daerah besar dan kecil dengan

memandang dan mengingati dasar-dasar permusyawaratan dan hak-hak asal

usul dari daerah-daerah yang bersifat istimewa. Pemerintahah orde baru tanpa

ada persetujuan dari masyarakat di daerah-daerah mengadakan

penyeragaman dengan menghapus keistimewaan daerah-daerah yang pada

masa orde lama diakui sebagai daerah-daerah swaprajayang dalam

pengaturannya tetap mengindahkan adat istiadat dan kebiasaan masyarakat

sebelumnya. Pemerintahan Orba menganggap UU No. 18 tahun 1965

bernuansa Komunis, mengingat UU. NO. 18 tahun 1965 dibuat dalam suasana

menguatnya pengaruh PKI, yang mampu mengadakan perubahan radikal

dalam pengaturan daerah dengan menghapuskan daerah-daerah swapraja,

pada dasarnya diadopsi sepenuhnya oleh pemerintah orde baru, yang katanya

anti PKI.

Pelanggaran lainnya adalah Pemerintah Orde Baru telah melanggar TAP

MPRS-RI NO. XXI/MPRS/1966 tentang Pemberian Otonomi Seluas-Luasnya

Kepada Daerah. Dalam Tap yang berisi tujuh pasal ini, MPRS yang telah

mengangkat Presiden Soeharto, malah lebih tegasnya lagi telah diisi dengan

orang-orang orde baru yang sehaluan dengan rezim Soeharto, tegas

menyatakan agar pemerintah bersama DPRGR secepatnya membuat UU

Otonomi Tap MPRS ini sebenarnya merupakan penolakan terhadap

sentralisasi yang dilakukan oleh UU. No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan Daerah, yang diyakini bernuansa komunis tersebut.

Tetapi anehnya pemerintah orde baru malah membuat UU yang

bertentangan dengan Tap MPRS No. XXI/MPRS/1966, tersebut di atas. Tap

tersebut selanjutnya oleh MPRS ditndaklanjuti dengan nota pimpinan MPRS

No : NOTA 3/PIMP/1968, tanggal 27 Maret 1968 yang ditujukan kepada

Presiden dan Pimpinan DPRGR. Isi nota tersebut kembali mempertegas

55

Page 56: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 56/66

penugasan MPRS kepada Presiden dan DPRGR agar segera membuat UU

pemerintahan daerah yang memberikan oyonomi yang seluas-luasnya, malah

dalam nota ini ditambahkan agar menyusun UU perimbangan keuanganantara

pemerintah pusat dan daerah yang progresif dan realistis yang harus

memungkinkan diadakannya pembangunan yang merata dan lebih sesuai

dengan aspirasi, kemampuan, dan kesanggupan serta bertanggung jawab

daerah masing-masing (Point 3 Nota MPRS).

Setelah pemilihan umum 1971, yang telah memberikan kemenangan yang

besar bagi Golongan karya sebagai partai politik rezim orde baru (walupun

orba tetap tidak ingin menyebar Golkar sebagai parpol), maka ketetapan

MPRS No. XXI/1966 tentang pemberian Otonomi yang seluas-luasnya dicabut

dengan ketetapan MPR No. V/MPR/1973 tentang peninjauan Produk-

Produkyang berupa Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara Republik Indonesia. Dengan alasan bahwa Muatan Tap No.

XXI/MPRS/1966tentang Pemberian otonomi yang seluas-luasnya tersebut

telah ditampung dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian

nampak kalau rezim orba berupaya agar daerah-daerah harus tunduk di bawah

rezim orde baru tanpa syarat. Kenyataan tersebut memberikan gambaran yang

sedikit jelas tentang awal perbedaan Abdul Haris Nasution, seorang Jenderal

Senior di AD, yang merupakan konseptor Dwifungsi ABRI, dengan Soeharto,

pengembam Supersemar yang tidak loyal di mata pemberi Supersemar yaitu

Presiden Soekarno. Presiden.

Soeharto tidak akan mau menolak dengan langsung pemikiran MPRS yang

dipimpin oleh Abdul Haris Nasution untuk melaksanakan otonomi yang seluas-

luasnya akan tetapi untuk mematikan konsep tersebut, Soeharto tinggal

menggantikan Abdul Haris Nasution, dari jabatan Ketua MPR, dengan Idham

Chalid, Tokoh NU yang telah diplot untuk sejalan dengan pemerintah, dengan

demikian yang bersangkutan adalah seirama dengan Pak Harto, dalam hal

kebijakan pemerintahan daerah atau beliau adalah figur yang menmpatkan

loyalitas tunggal pada Pak Harto.

Kemungkinan besar rezim orde baru di bawah komando Pak Harto ini, ingin

membangun pemerintahan Indonesia seperti pada zaman kejayaan Mataram

Islam di bawah pimpinan Sultan Agung. Pada masa kepemimpinan Mesultanan

Mataram, menganut asas Keagungbinataraan yang bermaksud bahwa

56

Page 57: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 57/66

kekuasaan harus terpusat pada satu tangan, dan tidak boleh ada yang

menyaingi. Kalau ada saingan, maka saingan tersebut harus diperangi, atau

dibunuh agar kekuasaan tetap tunggal adanya. Maka kita lihat, betapa jelas

rezim orde baru melemahkan semua LembagaTinggi Negara. DPR, DPA, BPK,

dan MA adalah perpanjangan tangan Presiden malah MPR yang seharusnya

pemegang kedaulatan tertinggi di negara RI malah dijadikan tukang stempel

kebijakan orde baru.

Pemerintah orde baru memandang daerah-daerah juga sama seperti

kerajaanMataram, yang harus mengantarkan upeti tiap tahun, sebagai bukti

takluknya daerah tersebut. Untung Ibu Tiern Soeharto, mendesak agar ada PP

No. 11 yang melarang para penyelenggara negara kawin dua, kalau tidak,

mungkin setiap wanita cantik di daerrah-daerah juga harus disetor ke pusat.

Selain itu pemerintah orde baru dalam melaksanakan pembangunan juga

mengutamakan Wilayah Indonesia Barat utamanya Pulau Jawa dan terutama

DKI jakarta, yang merupakan wilayah/Ibukota Negara. Inipun sejalan dengan

konsep kerajaan Mataram yang membagi daerah-daerah sebagaimana

terdapat dalam Moedjanto ; 1987 : 112, sebagai berikut :

1. Kutagara atau kutanegara, Negara atau Siti Narawita, dengan Kraton Raja

sebagai titik pusat ; jadi boleh disebut kraton merupakan pusat sedangkan

kutagara atau negara adalah lingkaran wilayah yang pertama.

2. Negara Agung ; Daerah di sekitar Kutagara, yang masih termasuk inti

kerajaan, karena di daerah inilah terdapat daerah tanah lungguh (jabatan)

dari para bangsawan yang bertempat tinggal di Kutagegara.

3. Mancanagara, daerah luar nagara agung :

a. Mancanagara Wetan ; mulai Panaraga ke timur 

b. Mancanagara Kulon ; mulai Purwareja ke Barat

4. Daerah Pesisiran :

a. Pesisiran Kulon ; Demak ke Barat

b. Pesisiran Wetan ; Demak ke Timur 

Pembagian daerah tersebut dapat disamakan denagn konsep

pembangunan orde baru, yang secara prktek selalu mengutamakan

pembangunan Jakarta, kemudian daerah-daerah penyangga, tentunya wilayah

di sekitar Pulau Jawa, yang kalau pada zaman Mataram di sebut Nagara

57

Page 58: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 58/66

 Agung karena merupakan tempat tanah para pejabat Istana, maka pada masa

orde baru Kawasan Pulau Jawa adalah tempat tinggal para pejabat orde

baru.Sehingga jalan-jalanya harus mulus dan pembangunan fasilitas harus

diperhatikan. Setelah itu baru menoleh ke Indonesia bagian Timur sebagai

wiolayah mancanagara, yang akan diperhatikan kalau wilayah Barat telah

berhasil sehingga pembangunan Indonesia Timur harus berkiblat pada

pembangunan di pulau Jawa. Kalau Aceh da Papua adalah daerah pesisiran,

yang dalam pemerintahan Mataram hjarus diawasi karena kerajaan mataram

yang berpola agraris, tidak suka melihat pada pikir dan kehidupan orang-orang

pesisir yang cenderung bebas karena berada di pinggir laut, jadi pengawasan

harus ketat demi utuhnya wilayah kekuasaan, dan tegaknya

keagungbinataraan (kewibawaan) pemerintah pusat. Dengan demikian tidak

mengherankan kalau Aceh dan Papua menjadi latihan perang-perangan bagi

rezim orde baru. Bagaimanan dengan Timor-Timur, mengapa dia dari segi

pembangunan dimanjakanoleh rezim orde baru. Hal tersebut apabila dibaca

dari segi pandangan Kerajaan Mataram, maka doktrin keagungbinataraan

salah satunya menurut Moedjanto adalah memiliki kekuasaan yang luas.

Sehingga kalau Timor-timur tetap bertahan dalam wilayah RI, maka itu adalah

prasasti kedigdayaan rezim orde baru, yang mampu menambah wilayah

kekuasaan negara. Jadi dengan begitu Pak Harto dapat dipandang lebih dari

pada Bung Karno hanya mampu memasukan kekuasaan RI atas Wilayah

 jajahan Hindia Belanda, sedangkan Soeharto mampu memasukan jajahan

Portugis, jadi rezim orde baru lebih mampu mewujudkan mitos Majapahit yang

memiliki kekuasaan samapi ke Kamboja.

Untuk menampilkan diri sebagai penguasa yang murah hati sebagaimana

tuntutan filsafat kepemimpinan Mataram, maka Soeharto menggelembungkan

dana APBN untuk pos INPRES dan BANPRES, yang dialokasinya tergantung

Presiden. Sehingga kalau zaman Mataram, Raja memberikan Triman

(pemberian) kepada wialayh taklukan dengan seorang putri atau memberikan

hadiah-hadiah lain, maka Soeharto memberikan hadiah berupa proyek

INPRES dan BANPRES kepada daerah yang mampu

menarik perhatian pemberian pusat baik melalui cari muka oleh para KDH

atau melalui upaya memenangkan Golkar di daerah. Sehingga tidak heran

kalau para Gubernur berlomba untuk mengumumkan kejuaraan Golkar dalam

58

Page 59: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 59/66

pemilihan umum di daerah, yang kalau dinalar cara menghitungnya sangat

ajaib, sebab pemilu pagi, sore menjelang malam telah ada Gubernur yang

mengumumkan hasil perolehan Golkar yang mayoritas mutlak di antara partai

lainnya, lengkap dengan persentasenya.

Walaupun demikian, sebenarnya sebagian besar daerah-daerah yang

tergolong devisit melaksanakan otonomi aerah, mereka sudah sangat senang

dengan pola orde baru, hanya dengan tinggal pasang “tampang” yang manis

dan mangut-mangut, uang akan mengalir. Dengan demikian neraka tidak perlu

berpiir terlalu capek untuk meningkatkan PAD yang berarti harus berurusan

dengan rakyat, apalagi dengan pola baru kepala daerah di pilih oleh DPRD

secara independenapalagi kalau pemilihan kepala daerah dilaksanakan

secara langsung, dengan demikian akan membuat mereka tidak populer di

mata rakyat. Kalau Pemda Provinsi yang diwakili APPSI lain lagi, mereka

nununtut sebaiknya otonomi dilaksanakan do Provinsi sebab dalam satu

Provinsi, Kabupaten/Kota tidak memiliki resourcess yang memadai sehingga

akan lebih baik kalau otonomi dilaksanakan di provinsi agar p[rovinsi dapat

mengatur penyeimbangan kemampuan antar daerah. Alasan tersebut lumayan

presentatif, tetapi sksesnya provinsi punya kekuatan cadangan, sesbab

dengan otonomi diletakan di tingkat kabupaten/kota, maka Gubernur sudah

tidak berkuasa penuh atas Bupati dan Walikota, sesuatu gejala sindrom power.

3.Otonomi Daerah Di Masa Reformasi

Setelah tiga puluh dua tahun Presien Soeharto memegang tampuk

kekuasaan, tuntutan perubahan yang ditandai dengan gerakan reformasi, yang

menuntut perbaikan pada kehidupan politik dan demokratisasi, di samping

kehidupan ekonomi yang baru saja terpuruk. Pada era ini, pemerintahan rezim

orde baru yang pada awalnya baik, khususnya apabila dilihat dari segi

peningkatan kesejahteraan rakyat, yang ditandai dengan peningkatan

pertumbuhan ekonomi pada dekade 1980-an sampai awal 1990-an. Akhirnya

mengalami krisis moneter yang melanda kawasan Asia pada tahun 1997.

Namun keberhasilan pemeruntahan orde baru dalam bidang ekonomi,

banyak dipuji oleh dunia internasional, dan disebut sebagai suatu keajaiban

(miracle) Indonesia disebut sebagai satu di antara lima Macan Asia, yang

terdiri atas RRC, Korsel, Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Keberhasilan

ekonomi ini tidak urung menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang

59

Page 60: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 60/66

mendapatkan tempat yang terhormat dalam pergaulan bangsa-bangsa.

Penghargaan dari negara-negara lain tersebut diakui oleh Presiden Megawati

Soekarno Putri, sebagai mana yang dilansir Kompas pada edisi Senin 26

Oktober 2001. Pengakuan tersebut disampaikan oleh Megawati Soekarno Putri

pada saat memberikan penghargaan kepada jajaran Diplomat Indonesia, yang

berbunyi sebagai berikut :

“Dari dekat saya juga menyimak dengan penuh keprihatinanbetapa

menurunnya pandangan dan citra negaradan bangsa kita di luar negeri......

Kita Merasakan betapa telah tiadanya lagi rasa kagum dan berkurangnya

sikap hormat yang pernah hinggap ketika Indonesia disebut sebagai satu di

antara beberapa negara dengan pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan

selama dasawarsa 80-an dan awal 90-an.”

Krisis moneter yang melanda Asia kemudian menjadi momentum untuk

menggusur pemerintahan orde baru. Harus diakui bahwa terlepas dari

keberhasilannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintahan orde

baru telah gagal menciptakan sistem politik dan kehidupan bernegara yang

demokratis. Kegagalan tersebut ditandai dengan pemanfaatan militer dan

birokrasi untuk memanipulasi setiap pelaksana pemilihan umum. Manipulasi

tersebut ditujukan dengan keberhasilan Golkar pada setiap pemilihan umum,

yang berpuncak pada pemilihan umum pada tahun 1997, yaitu sebesar 74,52%

kemudian pimpinan Golkar yang diwakili oleh kekuatan tiga jalur Golkar yaitu

 jalur A (ABRI) yang saat itu diwakili oleh Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal

Tanjung, jalur B (birokrasi) yang diwakili Mendagri yang saat itu adalah Yogie

S. Memet, sedengakan jalur C (Golkar) diwakili oleh Harmoko sebagai Ketua

Umum Golkar. Kehadiran ketiga pimpinan tersebut bermaksud meminta

kesediaan Jenderal (Purn). Soeharto untuk dipilih kembali sebagai Presiden

Periode 1997/2002, untuk yang ke tujuh kalinya. Pada saat itu Soeharto

sebenarnya telah mempertanyakan apakah rakyat masih menghendakinya.

Pertanyaan tersebut kemudian dijawab Harmoko, bahwa setelah mengadakan

perjalanan ke daerah-daerah, ternyata rakyat masih menghendaki dan

mengharapkan Pak Harto untuk menjadi Presiden kembali. Ironis, sebab baru

dalam hitungan bulan tepatnya pada bulan Mei 1998 Harmoko sebagai ketua

DPR/MPR-RI, meminta Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri sebagai

Presiden. Dengan demikian Pemilu 1997 dan kemenangan Golkar tersebut

60

Page 61: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 61/66

hanya kamuflase. Soeharto sendiri setelah berhenti dari jabatan Presiden,

menghadapi Pemilihan Umum Reformasi 1999, mengatakan kepada wartawan

majalah jepang bahwa pemilu 1999tidak akan demokratis. Sebab untuk

menghasilkan pemilu yang demokratis perlu kesiapan yang memadai. Jadi

 jelaslah pemilu era baru adalah akal-akalan.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, rezim orde baru dinilai tidak

adil oleh daerah-daerah yang memiliki nilai lebih dalam arti memiliki sumber 

daya alam yang melimpah. Ketidak adilan tersebut ditandai dengan pengaturan

sistem pemerintahan daerah yang sentralistis, berdasarkan UU No. T Tahun

1974 tentang Pemerintahan Daerah. UU no. 5 Tahun 1974 sibuat dengan

asumsi bahwa dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya, daerah akan

menjadi tidak respek terhadap pemerintah pusat yang pada akhirnya akan

memyebabkan disintegrasi.

Sebagian besar daerah pada masa orde baru tidak bergolak, karena

pemerintah orde baru mengandalkan uang untuk membungkam kekecewaan

daerah terhadap campur tangan pemerintah pusat dalam penyelenggaraan

pemerintahan di daerah, seperti dalam pemilihan kepala daerah, atau dalam

membungkam rakyat dalam pembebasan tanah dengan label pembangunan.

Caranya macam-macam, mulai dari yang halus, sampai intimidasi dengan

menggunakan militer dan birokrasi. Politik uang tersebut dalam bidang

pemerintahan dapat dilihat betapa besarnya dana APBN yang dialokasikan

untuk Inpres dan Banpres, yang alokasinya tergantung Presiden. Untuik

sementara rakyat tidak bisa menolak, dan kedongkolan hanya disimpan dalam

hati. Bukankah barang-barang masih relatif rendah harganya, senbako masih

terjangkau oleh masyarakat walaupun demikian dendam dan kekecewaan

yang ada di dada sebagian rakyat, dikebiri hak-hak politinya, telah menjadi

bara dalam sekam yang akan meledak bila telah menemukan momentumnya.

Krisis moneter menjadi momentum melemahnya rezim Soeharto, para

intelektual politik dan mahasiswa kemudian menuntut perbaikan ekonomi.

Tuntutan akhirnya mengkristal menjadi perlawanan terhadap rezim orde baru,

rakyat yang selama tiga puluh dua tahun terpasang hak-hak politiknya,

kemudian menuntut turunya Presiden Soeharto. ABRI yang selama ini menjadi

andalan rezim orde baru, tidak bisa berbuat banyak untuk melidungi kekuasaan

orde baru. Polri malah dimusuhi oleh massa rakyat, pos-pos Polisi banyak yang

61

Page 62: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 62/66

dihancurkan massa. Hanya Marinir yang mendapatkan penerimaan simpatik

dari massa.

Lemahnya pemerintahan reszim orde baru, kemudian diakui oleh gejolak di

daerah-daerah. Riau menuntut merdeka. Kalimantan, Makasar juga tidak

ketinggalan menuntut negara IndonesiaTimur malah Sulawesi merdeka. Papua

dan Aceh telah lebih dulu bergolak dan telah menjadi pekerjaan rutin militer 

untuk memadamkannya, sementara di Kaluku dan Kalimantan Barat kemudian

meluas ke Poso Sulawesi Tengah, terjadi kerusuhan yang melibatkan SARA.

Tuntutan daerah-daerah surplus untuk memperoleh otonomi yang luas,

bahwa wacana federalisme telah disuarakan oelh Partai Amanat Nasional

(PAN) yang dipimpin oleh Prof. Amien Rais, pakar politik, yang juga mantan

ketua PP Muhammadiyah, yang selanjutnya banyak diakui sebagai lokomotif 

reformasi. Walaupun demikian wacana federalisme yang disampaikan oleh

PAN rupanya belum bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia,

kalangan kampus terbelah, pakar pemerintahan yang kemudian membidani

kelahiran UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Prof. Dr. Ryas

Rasyid mengatakan “Negara kita ini bisa bangkrut, kalian semua akan

sengsara. Percaya samam saya” (Siregar ; 2001 : 111). Para politisi apalagi

banyak yanmg alergi dengan issu federalisme. Megawati Soekarno Putri

sendiri yang merupakan Ketua Umum PDIP, yang kemudian memenangkan

Pemulihan Umum tahun 1999, juga menolak sistem federalisme.

Wacana federal disamakan dengan federalismenya Van Mook, ketika

memecah belah Indonesia diawal kemerdekaan, walaupun model Van Mook

telah banyak dikatakan tidak sejalan dengan semangat federalisme itu sendiri.

Sebab Van Mook dalam membangun wacana federalisme didasarkan pada

kepentingan ingin menjajah kembali Indonesia, tetapi kelompok politisi

utamanya yang berhaluan nasionalis dan didukung oleh sebagian kalangan

kampus berhasil mematikan wacana federalisme dan malah issu

federalismekemudian menjadi momok untuk mendiskreditkan PAN, sebagai

paratai yang tidak nasionalisdengan mengambarkan federalisme sebagai

bentuk pemisah-misahan daerah di Indonesia. Sehingga seorang warga

Indonesia yang tinggal di pulau Jawa bila ingin ke Sumatera harus pakai

paspor. Stigma yang demikian itu tidak urung membuat PAN yang sebelumnya

62

Page 63: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 63/66

banyak diprediksikan akan menjadi partai besar tersebut, harus puas di urutan

ke lima, dengan jarak perolehan suara yang jauh dari PDIP dan Golkar.

Lengsernya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1999, kemudian diikuti dengan

tampilnya Prof. Dr. B.J. Habibie, sebagai Presiden, juga banyak diperdebatkan,

tetapi aturan yang tertulis dalam pasal 7 UUD 1945, jelas menegaskan bahwa

bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat menjalankan kewajibannya

dalam masa jabatannya, maka ia digantikan oleh Wakil Presiensampai habis

waktunya. Kehadiran Habibie yang juga Ketua Harian Dewan Pembina Golkar 

ini, mewarisi keterpurukan ekonomi yang mencapai puncaknya, yang ditandai

dengan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang melewati Rp. 17.000 per Dollar 

 AS. Habibie berupaya meningkatkan nilai tukar Rupiah, dan berhasil bertahan

pada level Rp. 6.000 per Dollar AS.

Penolakan terhadap berbagai manipulasi politik orde baru tersebut

mendapatkan momentumnya pada saat krisis moneter melanda Asia. Krisis

moneter kemudian berubah menjadi krisis multidimensi yang kemudian

merontokan mitos Indonesia sebagai negarayang mempunyai julukan ajaib.

Indonesia pasca orde baru adalah negara yang beru menata demokrasi dan

mengalami keterpurukan ekonomi.

Dalam bidang pemerintahan daerah, Habibie menjawab tuntutan

daerahkaya, dengan mengeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang

pemerintahan Daerah, dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan

Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut secara substansial

sangat berbada dengan UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam beberapa hal, UU No. 22 Tahun 1999 dianggap telah menganut asas-

asas federalisme, seiring dengan semakin sedikitnya kewenangan yang dimiliki

pemerintah pusat di daerah. Dalam Pasal 7 UU No. 22 Tahun 1999, yang

Menegaskan bahwa kewenangan pemerintah pusat di daerah hanya meliputi :

1. Bidang pertahanan

2. Bidang Moneter dan Fiskal

3. Bidang Politik Luar Negeri

4. Bidang Peradilan

5. Agama.

63

Page 64: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 64/66

Meskipun pada akhienya ditambahkan dengan kalimat “dan kewenangan

bidang lain”, kata-kata ini dikhawatirkan akan menjadi gelang karet bagi

kepentinmgan pemerintah pusat. Tetapi satu hal yang sangat substansial

adalah pasal 45 UU No. 22 Tahun 1999 yang menegaskan bahwa kepala

daerah wajib memberikan pertanggungjawaban kepada DPRD setiap akhir 

tahun anggaran, serta wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai

persoalan tertentu yang dianggap penting oleh DPRD ditegaskan bahwa DPRD

memiliki kewenangan dalam memilih, mengangkat dan juga memberhentikan

kepala daerah. Walaupun dalam pasal-pasal tersebut masih ada kewenangan

pusat dalam hal pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah, tetapi dalam

banyak hal intervensi pemerintah pusat dibuat dengan sangat minimal. Prof.

Dr. Ichlasul Amal, dalam suatu kesempatan seminar yang diadakan oleh MAP-

UGM tanggal 22 2001 menyatakan bahwa UU No. 22 Tahun 1999 telah

menganut asas parlementer, karena kepala daerah bertanggungjawab kepada

DPRD.

Berakhirnya kekuasaan Habibie sebagai akibat kebijakannya yang

kontroversi dengan mengizinkan Timor Timur mengadakan referendum, yang

kemudian menyebabkan lepasnya Tim-Tim dari Indonesia. Persoalan tersebut

menjadi sandungan utama Habibie untuk masa jabatan kedua pasca Pemilu

1999, sebab pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR-RI. Walaupun secara

realitis kebijakan-kebijakan Habibie sebenarnya logis, tetapi realitas politik

menyatakan bahwa Habibie harus turun dari kursi kepresidenan.

Turunnya Habibie dari jabatan Presiden, menjadi momentum melemahnya

semangat UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Era

 Abdurahman Wahid yang terpilih sebagai alternatif yang diharapkan mampu

menjembatani konflik massa akar rumput antara pendukung Habibie dan

Megawati Soekarnoputri, akhirnya harus lengser karena berbagai statmen

kontroversial yang sering dikeluarkan Gus Dur, yang berpuncak pada dekrit

pembubaran DPR/MPR-RI.

Issu otonomi pada era kepemimpinan Abdulrahman Wahid, masih tetap

terdengar, disamping karena issu otonomi telah menjadi amanat MPR juga

duduknya Prof. Dr. Ryas Rasyid sebagai Menneg Otda, dalam Kabinet

Persatuan Nasional, diyakini sebagai wujud kesungguhan pemerintahan

 Abdulrahman Wahid dalam mengimplementasikan otonomi daerah

64

Page 65: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 65/66

berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999. Tetapi Abdulrahman Wahid rupanya tidak

terlalu konsen dengan program otonomi daerah, yang akhirnya menimbulkan

konflik internal antara Depdagri, dibawah Dirjen Pemerintahan Umum dan

Otonomi Daerah. Lambannya penanganan implementasi otonomi daerah ini,

membuat Ryass Rasyid yang saat itu menjadi Menneg PAN mengundurkan diri

dari kabinet Abdurrahman Wahid.

 Abdurrahman Wahid yang semakin banyak dipersoalkan oleh kalangan

politisi senayan, akhirnya harus turun dari kursi kepresidenan seiring dengan

hasil temuan pansus Bulogate/Brunei Gate yang memberikan kesimpulan patut

diduga kalau Abdurrahman Wahid terlibat kasus Bulogate/Brunaigate

 Abdurrahman Wahid akhirnya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri sebagai

Presiden RI. Megawati Soekarnoputri yang nasionalis telah banyak

diprediksikan sebelumnya, bahwa pemerintahannya tidak akan sungguh-

sungguh menangani pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22

Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Dalam banyak hal kedua UU tersebut

mengandung banyak persoalan. Di era Megawati Soekarnoputri dengan

Mendagrinya Hari Sabarno, timbul upaya-upaya untuk merevisi UU No. 22

Tahun 1999, padahal UU tersebut sepenuhnya dijalankan, berhubung masih

banyaknya aturan pelaksanaan kedua UU tersebut yang belum dikeluarkan

oleh pemerintah. Pro-kontra terhadap perlu tidaknya merevisi UU No. 22 Tahun

1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 tetap hangat, mengingat revisi terhadap

kedua UU tersebut ditolak oleh APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten

Seluruh Indonesia), demikian pula Asosiasi DPRD Kab/Kota menolak untuk

mengadakan revisi. Tetapi di lain pihak APPSI (Asosiasi Pemerintah Propinsi

Seluruh Indonesia) mendukung, bahkan gencar mengpampanyekan perlunya

perubahan UU No. 22 Tahun 1999, mengingat tidak semua kabupaten/kota

memiliki kemampuan yang sama, sehingga agar ada pemerataan yang adil

sebaiknya otonomi dilaksanakan di propinsi. Alasan tersebut sekilas adil dan

realistis, karena kewenanganpropinsi menjadi sangat kecil terhadap

kabupaten/kota, sehingga gubernur sudah sulit meminta loyalitas

bupati/walikota.

 Apapun alasanya sebaiknua biarlah UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25

Tahun 1999 berlaku untuk jangka waktu tertentu, apabila dikemudian hati

menimbulkan ekses yang tidak berkenan di hati rakyat dalam propinsi itu, baru

65

Page 66: Modul Sistem Kepartaian

7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian

http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 66/66

diadakan musyawarah bila perlu mengadakan referendum terbatas di propinsi

itu, apakah otonomi di propinsi atau di kabupaten kota. Akan lebih baik lagi

kiranya bila ide Prof. Dr. Ichlasul Amal yang sering disampaikan pada

mahasiswanya di MAP UGM, dilaksanakan, yaitu biarkan daerah memiliki UU

Otonomi sendiri-sendiri, dalam satu propinsi misalnya, dan untuk satu

kabupaten. Dengan demikian hak masing-masing kabupaten dan kota dalam

satu propinsi dapat dirundingkan bersama, agar terdapat satu kesepahaman

diantara masyarakat dalam satu propinsi, sehingga tidak ada subsidi silang yang

dipaksakan oleh satu kekuasaan dan gubernur tetap pada posisi sekarang, yang

diperlukan adalah konsensus di antara para tokoh masyarakat, dari tiap-tiap

kabupaten/kota dalam satu provinsi, tentang bagaimana seharusnya mereka

saling mendukung dan menghidupi. Demikian pula antara kecamatan dalam satu

kabupaten, dan desa dalam satu kecamatan. Musyawarah harus diutamakan,

tangan besi sudah kehilangan tuahnya, sebab seiring peningkatan kecerdasan

masyarakat, masyarakat dewasa ini sudah jarang yang akan memperlakukan

biorkrat dan aparat seperti ponggawa, sebab mereka bisa jadi jauh lebih intelek

dan sang penjahat.