Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

download Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

of 27

Transcript of Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    1/27

    MODUL PERKULIAHAN

    REK Y S

    TR NSPORT SI

    Analisis Simpang BersinyalDengan Metode MKJI 1997

    Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

    Teknik Teknik Sipil

    1

    11020 Ir. Widodo Budi Dermawan MSCE

    Abstract Kompetensi

    Analisis simpang bersinyal dengan metode

    Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997,Data Masukan, Penggunaan Sinyal,

    Penentuan waktu Sinyal, Kapasitas dan

    Kinerja Simpang Bersinyal

    Mahasiswa dapat menghitung dari kinerja

    simpang bersinyal dengan metodel MKJI1997, panjang antrian, kendaraan terhenti

    dan tundaan.

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    2/27

    20152 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Pendahuluan

    Meningkatnya kemacetan pada jalan perkotaan maupun jalan luar kota yang diakibatkan

    bertambahnya kepemilikan kendaraan, terbatasnya sumber daya untuk pembangunan jalan

    raya, dan belum optimalnya pengoperasian fasilitas lalu lintas yang ada, merupakan

    persoalan utama di banyak negara. Pengetahuan dasar tentang karakteristik lalu lintas

    yang terdapat dalam MKJI 1997 merupakan masukan yang penting bagi model manajemen

    tepat biaya bagi pembinaan jaringan jalan, peramalan lalu lintas dan distribusi perjalanan

    dengan keterbatasan kapasitas.

    Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti

    dari Eropa, Amerika Serikat, Australia ataupun Jepang. Penelitian pada tahun delapan

    puluhan menunjukkan bahwa penggunaan manual barat sering menimbulkan hasil yang

    tidak sesuai, karena komposisi lalu lintas, perilaku pengemudi dan perkembangan samping

    jalan di Indonesia yang sangat berbeda. Sebagai contoh komposisi lalu lintas di Indonesia

    yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi dan dewasa ini semakin meningkat.

    Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 direncanakan agar pengguna dapat

    memperkirakan perilaku lalu-lintas dari suatu fasilitas pada kondisi lalu-lintas, geometrik dan

    keadaan Iingkungan tertentu. Metode MKJI dapat dipergunakan dalam berbagai tahapanyaitu :

    a. Perancangan

    Penentuan denah dan rencana awal yang sesuai dari suatu fasilitas jalan yang baru

    berdasarkan ramalan arus lalu-lintas.

    b. Perencanaan

    Penentuan rencana geometrik detail dan parameter pengontrol lalu-lintas dari suatu

    fasilitas jalan baru atau yang ditingkatkan berdasarkan kebutuhan arus lalu-lintas

    yang diketahui.

    c. Analisa Operasional

    Penentuan perilaku lalu-lintas suatu jalan pada kebutuhan lalu-lintas tertentu.

    Penentuan waktu sinyal untuk tundaan terkecil. Peramalan yang akan terjadi akibat

    adanya perubahan kecil pada geometrik, aturan Ialu-lintas dan kontrol sinyal yang

    digunakan.

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    3/27

    20153 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Dalam modul ini akan dipelajari mengenai prosedur analisis dengan Metode MKJI 1997

    yang meliputi beberapa langkah yaitu :

    1. Data Masukan

    a. Geometrik, pengaturan lalu-lintas dan kondisi lingkungan.

    b. Kondisi arus lalu-lintas

    2. Penggunaan Sinyal

    a. Fase sinyal

    b. Waktu antar hijau dan waktu hilang

    3. Penentuan Waktu Sinyal

    a. Tipe pendekat

    b. Lebar pendekat efektif

    c. Arus jenuh dasar

    d. Faktor-faktor penyesuaian

    e. Rasio arus/arus jenuh

    f. Waktu siklus dan waktu hijau

    4. Kapasitas

    a. Kapasitas

    b. Keperluan untuk perubahan

    5. Menghitung Tingkat Kinerja Simpang APILL

    a. Panjang antrian

    b. Kendaraan terhenti

    c. Tundaan

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    4/27

    20154 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Data Masukan

    Data Geometrik

    Data geometrik dan pengendalian lalu lintas yang dibutuhkan untuk menganalisis

    persimpangan berlampu lalu lintas sesuai ketentuan MKJI 1997 adalah sebagai berikut :

    1. Gambar tampak atas persimpangan meliputi : lebar pendekat, garis henti,

    penyebaran pejalan kaki dan marka jalan serta anak panah yang menunjukkan arah

    utara.

    2. Lebar perkerasan pendekat

    3. Fase dan waktu sinyal lalu lintas yang telah ada

    4. Gerakan belok kiri langsung (LTOR)5. Jumlah penduduk kota tempat mengadakan penelitian

    6. Tipe lingkungan yang ada di sekitar persimpangan komersial, pemukiman, akses

    terbatas

    7. Tingkat hambatan samping,

    8. Kelandaian jalan (naik = + %, turun = - %),

    9. Jarak garis henti kendaraan parkir.

    Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang dapatterdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau lebih sub-pendekat. Hal

    ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri mendapat sinyal hijau pada fase yang

    berlainan dengan lalu-lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau

    lalu-lintas dalam pendekat. Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat lebar efektif

    (We) ditetapkan dengan mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan ke luar suatu

    simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok.

    Gambar 1. Pendekat dan Sub-pendekat

    Pendekat

    Sub Pendekat

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    5/27

    20155 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Data Arus Lalu Lintas

    Data arus lalu lintas yang digunakan untuk penghitungan adalah data arus lalu lintas untuk

    masing-masing pergerakan. Data rinci pergerakan lalu lintas yang dibutuhkan volume dan

    arah gerakan lalu lintas pada saat jam sibuk. Klasifikasi kendaraan diperlukan untuk

    mengkonversikan kendaraan ke dalam bentuk satuan mobil penumpang (smp) per jam.

    Analisis ini dilakukan dengan cara mengalikan jumlah total dari tiap-tiap jenis kendaraan

    dengan faktor konversi smp yang ada pada Tabel berikut :

    Tabel Faktor konversi SMP

    Jenis kendaraan smp untuk tipe approach

    Pendekat terlindung Pendekat terlawan

    Kendaraan ringan (Light vehicle/LV) 1,0 1,0

    Kendaraan berat (Heavy vehicle/HV) 1,3 1,3

    Sepeda motor (Motorcycle/MC) 0,2 0,4

    Adapun jenis-jenis kendaraan yang termasuk dalam penggolongan tersebut ditentukan

    berdasarkan ketentuan dari DLLAJR yang biasa dipakai dalam survei lalu lintas, sebagai

    berikut :

    UM: sepeda, becak, gerobakMC: sepeda motor

    LV : kendaraan ringan seperti sedan, jeep, minibus, pick up, dan mikrobus

    HV: kendaraan berat seperti bus, truk sedang, trailer dan truk gandengan

    Kendaraan tidak bermotor (UM) dihitung karena UM digunakan untuk menghitung besarnya

    rasio antara kendaraaan tidak bermotor dengan kendaraan bermotor, UM dan LV dihitung

    berdasarkan satuan banyaknya kendaraan. Banyaknya kendaraan yang ada diubah dalam

    satuan smp dengan faktor konversi yang terdapat dalam MKJI 1997.

    Rasio gerakan membelok ke kiri (PLT) dan rasio gerakan membelok ke kanan (PRT)

    dihitung dengan rumus :

    PLT: Volume kendaraan belok kiri (smp / jam)Jumlah total volume kendaraan (smp / jam)

    PRT: Volume kendaraan belok kanan (smp / jam)

    Jumlah total volume kendaraan (smp / jam)

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    6/27

    20156 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Data masukan lalu lintas diperlukan untuk dua hal, yaitu pertama data arus lalu lintas

    eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting digunakan untuk

    melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-jam

    tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau arus lalu lintas

    pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk

    menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam

    desain yang ditetapkan dari LHRT, menggunakan faktor k.

    keterangan :

    LHRT adalah volume lalu lintas harian rata-rata tahunan, dinyatakan dalam skr/hari.

    K adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu lintas jam-jaman selama

    satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan perkotaan berkisar antara 7% sampai

    dengan 12%. LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama

    beberapa hari tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang berlaku.

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    7/27

    20157 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Penggunaan Sinyal

    Penentuan Fase Sinyal

    Pengaturan dua fase dapat dipertimbangkan pada awal analisis karena memberikan

    kapasitas terbesar dengan tundaan yang terendah dibandingkan dengan pengaturan fase

    lainnya seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Gambar 2 dan Gambar 3). Jika

    pengaturan dua fase ini belum memadai, maka perlu dievaluasi arus belok kanan, apakah

    memungkinkan bila dipisahkan dari arus lurus dan apakah tersedia lajur untuk

    memisahkannya. Pengaturan arus belok kanan yang terpisah hanya dilakukan bila arusnya

    melebihi 200 smp/jam, tetapi bisa saja dilakukan pemisahan ini, walaupun arus belok kanan

    lebih rendah dari 200 smp/jam dengan pertimbangan peningkatan terhadap keselamatanlalu lintas.

    Gambar 2. Tipikal Pengaturan Fase APILL pada Simpang 3

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    8/27

    20158 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Gambar 3. TIpikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 2 dan 3 fase,

    khususnya pemisahan pergerakan belok kanan

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    9/27

    20159 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang

    1. Waktu Antar Hijau (intergreen)

    Adalah waktu antara berakhirnya hijau suatu fase dengan berawalnya hijau fase berikut.

    Biasanya disimbolkan sebagai IG. Waktu ini ditentukan berdasarkan pertimbangan

    keselamatan terhadap waktu yang diperlukan oleh satu kendaraan untuk keluar dari

    suatu persimpangan sebelum pergerakan yang berlawanan diperbolehkan mulai

    bergerak.

    IG = amber (waktu kuning) + all red (semua merah)

    Waktu semua merah (all red) yang diperlukan untuk pengosongan pada akhir setiap

    fase harus memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada

    akhir sinyal kuning) berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan kendaraan yang

    datang pertama dari fase berikutnya (melewati garis henti pada awal sinyal hijau) pada

    titik yang sama. Jadi merah semua merupakan fungsi dari kecepatan dan jarak dari

    kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti sampai ke titik konflik, dan

    panjang dari kendaraan yang berangkat, seperti terlihat pada gambar di bawah ini..

    Gambar 4. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan

    AV

    EV lEV

    LEVLEP

    LAV

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    10/27

    201510 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Titik konflik kritis pada masing-masing fase(i) adalah titik yang menghasilkan Waktu

    Merah Semua terbesar :

    Merah Semua =

    dimana :

    LEV, LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan

    yang berangkat dan yang datang (m).

    IEV = panjang kendaraan yang berangkat (m)

    VEV,VAV = kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan

    yang datang (m/detik).

    Nilai-nilai yang dipilih untuk VEV, VAV, dan IEV tergantung dari komposisi lalu lintas dan

    kondisi kecepatan pada lokasi. Nilai-nilai sementara berikut dapat dipilih untuk

    kondisi di Indonesia.

    Kecepatan kendaraan yang datang (VAV) = 10 m/detik (kendaraan bermotor)

    Kecepatan kendaraan yang berangkat (VEV) = 10 m/detik (kendaraan bermotor)

    3 m/detik (kend. tak bermotor)

    1,2 m/detik (pejalan kaki)

    Panjang kendaraan yang berangkat, IEV = 5 m (LV atau HV)

    2 m (MC atau UM)

    2. Waktu Hilang

    Apabila periode merah semua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, maka

    waktuhilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumalh dari waktu-waktu antar

    hijau :

    LTI = (MERAH SEMUA + KUNING)i = IGi

    Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia biasanya adalah

    3,0 detik.

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    11/27

    201511 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Penentuan Waktu Sinyal

    Tipe Pendekat

    Pada pendekat dengan arus lalu lintas yang berangkat pada fase yang berbeda, maka

    analisis kapasitas pada masing-masing fase pendekat tersebut harus dilakukan secara

    terpisah (misal, arus lurus dan belok kanan dengan lajur terpisah). Hal yang sama pada

    perbedaan tipe pendekat, pada satu pendekat yang memiliki tipe pendekat, baik terlindung

    maupun terlawan (pada fase yang berbeda), maka proses analisisnya harus dipisahkan

    berdasarkan ketentuan-ketentuannya masing-masing.

    Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi dalam penentuan tipe pendekat, apakahterlindung (P) atau terlawan (O).

    Gambar 5. Tipe Pendekat

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    12/27

    201512 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Penentuan Lebar Pendekat Efektif (We)

    Lebar pendekat efektif dengan pulau lalu lintas atau tanpa pulau lalu lintas menggunakan

    rumus di bawah ini :

    Gambar 6. Lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas

    I. Jika WLTOR 2.0 m

    Dalam hal ini dianggap bahwa kendaraan LTOR dapat mendahului antrian

    kendaraan lurus dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah.

    We = Min (WAWLTOR) = Min WENTRY

    Jika WEXIT < We (1-PRT), We sebaiknya diberi nilai baru = WEXIT, maka analisis

    selanjutnya untuk pendekat ini hanya dilakukan untuk bagian lalu lintas lurus.

    II. Jika WLTOR < 2,0 m

    Dalam hal ini dianggap bahwa kendaraan LTOR tidak dapat mendahului antrian

    kendaraan lainnya dalam pendekat selama sinyal merah.We = Min. WA

    = Min (WENTRY + WLTOR)

    = Min (WA x (1+PLTOR)-WLTOR)

    Untuk pendekat terlindung (approach tipe protected) diperiksa lebar keluarnya dengan

    ketentuan di bawah ini :

    Jika WEXIT < (WEX (1 PRTPLTOR), sebaiknya diberi nilai baru yang sama dengan

    WEXIT dan analisis selanjutnya untuk approach ini dilakukan hanya untuk bagian lalu

    lintas lurus saja.

    WA

    WLTOR

    WENTRY

    WEXIT

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    13/27

    201513 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Arus Jenis Dasar (So)

    Arus jenuh (S, smp/jam) adalah hasil perkalian antara arus jenuh dasar (S0) dengan faktor-

    faktor penyesuaian untuk penyimpangan kondisi eksisting terhadap kondisi ideal. S 0 adalah

    S pada keadaan lalu lintas dan geometrik yang ideal, sehingga faktor-faktor penyesuaian

    untuk S0 adalah satu. S dirumuskan oleh persamaan :

    Dimana :

    S = Arus jenuh nyata (smp/jam)

    So = Arus jenuh dasar (smp/jam)

    FCS = Faktor koreksi ukuran kota

    FSF = Faktor penyesuaian hambatan samping

    FP = Faktor penyesuaian parkir tepi jalan

    FG = Faktor penyesuaian akibat gradien jalan

    FRT = Faktor koreksi belok kanan

    FLT = Faktor penyesuaian belok kiri

    Untuk pendekat terlindung (Protected/P), S0 ditentukan oleh persamaan di bawah ini :

    So = We x 600Keterangan :

    S0 adalah arus jenuh dasar, smp/jam

    Weadalah lebar efektif pendekat, m

    Selain itu, penetapan nilai S0 untuk tipe pendekat terlindung, dapat ditentukan dengan

    menggunakan diagram yang ditunjukkan dalam Gambar di bawah ini.

    Gambar 7. Arus jenuh dasar untuk pendekat terlindung (tipe P)

    LTRTPGSFCSO FFFFFFSS

    We, m

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    14/27

    201514 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Untuk pendekat tipe Opposed (O/Arus berangkat terlawan) So ditentukan dari gambar di

    bawah ini :

    Gambar 8. Untuk pendekat-pendekat tipe 0 tanpa lajur belok kanan terpisah

    Faktor - Faktor Penyesuaian

    1. Faktor Ukuran Kota (FCS)

    Yaitu ukuran besarnya jumlah penduduk yang tinggal dalam suatu daerah perkotaan.

    Untuk menentukan nilai faktor ukuran kota digunakan tabel berikut :

    Tabel Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS)

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    15/27

    201515 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    2. Faktor Koreksi Hambatan Samping (Fsf)

    Faktor koreksi hambatan samping (Fsf) ditentukan dari tabel di bawah ini sebagai

    fungsi dari jenis tikungan jalan, tingkat hambatan samping dan ratio kendaraan tak

    bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, dapat dianggap tinggi agar tidak

    menilai kapasitas terlalu besar.

    Tabel Faktor Koreksi Hambatan Samping (Fsf)

    3. Faktor Kelandaian (FG)

    Faktor penyesuaian kelandaian ditentukan gambar di bawah ini sebagai fungsi

    kelandaian (G)

    Gambar 9. Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG)

    4. Faktor Koreksi Parkir (FP)

    Parkir kendaraan berpengaruh terhadap penentuan waktu sinyal karena lokasi parkir

    di sekitar simpang mengganggu arus lalu lintas. Faktor koreksi parkir ditentukan dari

    gambar di bawah ini sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai kendaraan yang

    diparkir pertama dan lebar pendekat.

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    16/27

    201516 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Gambar 10. Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir dan lajur belok kiri yang pendek (FP)

    Fp juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut yang mencakup panjang

    waktu hijau :

    FP = [Lp/3(WA2) x (Lp/3g)/ WA] / g

    dimana :

    Lp : jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m)

    atau panjang dari lajur pendek.

    WA : Lebar pendekat (m)

    g : waktu hijau pada pendekat (nilai normal 26 detik)

    5. Faktor Koreksi Belok Kanan (FRT)

    Faktor koreksi terhadap arus belok kanan pada pendekat yang ditinjau, dapat

    dihitung dengan rumus berikut ini atau dapatkan nilainya dari gambar di bawah .

    FR = 1 + PRT - 0,26

    dimana PRT = rasio arus belok kanan pada pendekat.

    Gambar 11. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FRT)

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    17/27

    201517 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    6. Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT)

    Pengaruh arus belok kiri dihitung dengan rumus :

    FLT = 1PLT x 0,16

    dimana PLT = rasio arus belok kiri pada pendekat

    Atau dapatkan nilainya dari gambar beikut :

    Gambar 12. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FLT)

    Rasio Arus / Arus Jenuh (FR)

    Rasio arus jenuh (flow ratio) yang terjadi pada tiap-tiap pendekat pada kaki simpang denganfase yang sama, merupakan perbandingan antara arus (flow : Q) dan arus jenuh (saturation

    flow : S). Nilai arus jenuh untuk setiap pendekat dihitung dengan rumus :

    Dimana, Q = Arus lalu lintas (smp/jam)

    S = Arus Jenuh (smp/jam)

    Nilai kritis FRcrit (maksimum) dari rasio arus yang ada dihitung rasio arus pada simpang

    dengan penjumlahan rasio arus kritis tersebut :

    IFR = (FRcrit)

    Dari kedua nilai di atas maka diperoleh rasio fase PR (Phase Ratio) untuk tipe fase yaitu:

    PR = FRcrit/IFR

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    18/27

    201518 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Waktu Siklus dan Waktu Hijau

    1. Waktu Siklus

    Adalah waktu untuk urutan lengkap dan indikasi sinyal dari awal waktu hijau sampai

    waktu hijau berikutnya. Waktu siklus sebelum penyesuaian (Cua) untuk pengendalian

    waktu tetap dihitung dengan rumus:

    Cua = (1,5 . LTI + 5) / (1 - IFR)

    Dimana:

    Cua = Panjang Siklus (detik)

    LTI = Jumlah waktu yang hilang setiap siklus (detik)

    IFR = Rasio arus perbandingan dari arus terhadap arus jenuh

    Waktu siklus penyesuaian juga dapat diperoleh dari gambar di bawah ini :

    Gambar 13. Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian

    Untuk memperoleh waktu siklus optimal (Co), sebaiknya memperhatikan batasan-

    batasan yang dianjurkan sebagai berikut :

    Tabel Daftar batasan waktu siklus yang dianjurkan

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    19/27

    201519 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    2. Waktu Hijau

    Adalah waktu nyala hijau dari suatu pendekat dan diberi simbol gi. Waktu hijau

    dihitung dengan rumus :

    gi = (CUALTI) x PRi

    dimana :

    gi = tampilan waktu hijau pada fase I (detik)

    CUA = waktu siklus sebelum waktu penyesuaian sinyal (detik)

    LTI = waktu hilang total persiklus (detik)

    PRi = rasio arus simpang FRCRIT/ (FRCRIT)

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    20/27

    201520 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Kapasitas Simpang APILL

    Analisis Perhitungan Kapasitas

    Kapasitas adalah kemampuan simpang untuk menampung arus lalu lintas maksimum per

    satuan waktu dinyatakan dalam smp/jam hijau. Kapasitas pada simpang dihitung pada

    setiap pendekat ataupun kelompok lajur didalam suatu pendekat. Kapasitas simpang

    dinyatakan dengan rumus :

    Dimana C : kapasitas (smp/jam)

    S : arus jenuh yang disesuaikan (smp/jam hijau)

    g : waktu hijau (detik)

    c : waktu siklus (detik)

    Nilai kapasitas dipakai untuk menghitung derajat kejenuhan (degree of saturation / DS)

    untukmasing-masing pendekat, dirumuskan :

    Dimana DS = Derajat kejenuhan

    Q = Arus lalu lintas

    C = Kapasitas

    Keperluan Untuk Perubahan

    Jika waktu siklus yang dihitung lebih besar dari batas apa yang disarankan pada bagian

    yang sama, maka derajat kejenuhan umumnya juga akan lebih tinggi dari 0,85. Ini berarti

    bahwa simpang tersebut mendekati lewat jenuh, yang berakibat antrian panjang pada

    kondisi lalu lintas mencapai puncak.

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    21/27

    201521 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Cara menambah kapasitas simpang dapat dilakukan melalui salah satu tindakan sebagai

    berikut :

    1. Perubahan Fase Sinyal

    Jika pendekat dengan arus berangkat terlawan (tipe O) dan rasio belok kanan (PRT)

    tinggi menunjukkan nilai FRkritis (FR >0,80), suatu rencana alternatif dengan fase

    terpisah untuk lalu lintas belok kanan mungkin akan sesuai. Penerapan fase terpisah

    untuk lalu lintas belok kanan mungkin harus disertai dengan tindakan pelebaran

    jalan.

    Jika simpang dioperasikan dalam empat fase dengan arus berangkat terpisah dari

    masing-masing pendekat, karena rencana fase yang hanya dengan dua fase

    mungkin memberikan kapasitas yang lebih tinggi, asa asalkan gerakan-gerakan

    belok kanan tidak terlalu tinggi (< 200 smp/jam).

    2. Penambahan Lebar Pendekat

    Jika mungkin menambah lebar pendekat, pengaruh terbaik dari tindakan ini akan

    diperoleh jika pelebaran dilakukan pada pendekat-pendekat dengan nilai FR

    tertinggi.

    3. Pelarangan Gerakan Belok Kanan

    Pelarangan bagi satu atau lebih gerakan belok kanan biasanya menaikkan

    kapasitas, terutama jika hal itu menyebabkan pengurangan jumlah fase yang

    diperlukan. Walaupun demikian manajemen lalu lintas yang tepat, perlu untuk

    memastikan agar perjalanan oleh gerakan belok kanan yang akan dilarang.

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    22/27

    201522 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Kinerja Lalu Lintas Simpang APILL

    Panjang Antrian (NQ)

    Panjang antrian adalah banyaknya kendaraan yang berada pada simpang tiap jalur saat

    nyala lampu merah. Jumlah rata-rata antrian kendaraan (smp) pada awal isyarat lampu

    hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah kendaraan terhenti (smp) yang tersisa dari fase hijau

    sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah kendaraan (smp) yang datang dan terhenti dalam

    antrian selama fase merah (NQ2), dihitung menggunakan persamaan :

    NQ = NQ1+ NQ2

    Untuk derajat kejenuhan (DS) > 0.5 :

    Untuk DS 0,5 maka NQ1 = 0

    Dimana :

    NQ1 =jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya

    NQ2 =jumlah smp yang datang selama fase merah

    DS = derajat kejenuhan

    GR = rasio hijau

    c = waktu siklus (detik)

    Qmasuk = arus lalu-lintas pada tempat masuk diluar LTOR (smp/jam)

    Nilai NQ1 dapat pula diperoleh dengan menggunakan diagram pada Gambar B14 dan nilai

    NQ2 menggunakan diagram pada Gambar B 15.

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    23/27

    201523 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Gambar 14. Jumlah kendaraan tersisa (smp) dari sisa fase sebelumnya

    Gambar 15. Jumlah kendaraan yang datang kemudian antri pada fase merah

    Ds

    NQ1,smp

    Ds

    NQ2,smp

    NQ2,s

    mp

    Ds

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    24/27

    201524 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian NQ (smp) dengan luas area rata-rata yang

    digunakan oleh satu kendaraan ringan (smp) yaitu 20m2, dibagi lebar masuk (m), sehingga

    persamaannya adalah sebagai berikut :

    Kendaraan Terhenti (NS)

    Angka henti (NS) masing-masing pendekat yang didefinisikan sebagai jumlah rata-rata

    kendaraan berhenti per smp, ini termasuk henti berulang sebelum melewati garis stop

    simpang. Persamaan dari angka henti (NS) adalah sebagai berikut :

    Dimana c = Waktu siklus (detik)

    Q = Arus lalu lintas (smp/jam).

    Jumlah rata-rata kendaraan berhenti, Nsv, adalah jumlah berhenti rata rata per kendaraan

    (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung

    menggunakan persamaan :

    Laju henti untuk seluruh simpang :

    Tundaan (Delay)

    Tundaan (D) pada suatu simpang dapat terjadi karena 2 hal, yaitu :

    a. Tundaan lalu lintas (DT) yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan gerakan

    lainnya pada suatu simpang;

    b. Tundaan geometri (DG) yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan saatmembelok pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah.

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    25/27

    201525 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j merupakan jumlah tundaan lalu lintas rata-rata

    (DTj) dengan tundaan geometrik rata-rata (DGj) yang persamaannya dapat dituliskan seperti

    berikut ini :

    Dj = DTj + DGj

    Dimana :

    Dj = Tundaan rata-rata pendekat j (detik/smp).

    DTj = Tundaan lalu lintas rata-rata pendekat j (detik/smp).

    DGj = Tundaan geometrik rata-rata pendekat (detik/smp).

    Tundaan lalu lintas (DT) yaitu akibat interaksi antar lalu lintas pada simpang dengan faktor

    luar seperti kemacetan pada hilir (pintu keluar) dan pengaturan manual oleh polisi, dengan

    rumus :

    dimana:

    DT = Tundaan lalu-lintas rata-rata (detik/smp)

    c = waktu siklus yang disesuaikan (detik)

    A = atau lihat Gambar di bawah.

    GR = rasio hijau (g/c)

    DS = derajat kejenuhan

    NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya

    C = kapasitas (smp/jam)

    Gambar 16. Penetapan tundaan lalu-lintas rata-rata (DT)

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    26/27

    201526 Rekayasa Transportasi Pusat Bahan Ajar dan eLearningIr. Widodo Budi Dermawan MSCE http://www.mercubuana.ac.id

    Tundaan geometrik (DG) adalah tundaan akibat perlambatan atau percepatan pada

    simpang atau akibat terhenti karena lampu merah. Persamaan dari tundaan geometrik

    adalah sebagai berikut :

    DGj = (1 PSV) PT 6 + ( PSV 4)

    Dimana DGj = Tundaan geometrik rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

    PSV = Rasio kendaraan terhenti pada pendekat = Min (NS, 1)

    PT = Rasio kendaraan berbelok pada pendekat

    Nilai normal DGj untuk kendaraan belok tidak berhenti adalah 6 detik, dan untuk yang

    berhenti adalah 4 detik. Nilai normal ini didasarkan pada anggapan-anggapan bahwa :

    1. kecepatan = 40 km/jam

    2. kecepatan belok tidak berhenti =10 km/jam

    3. percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2

    4. kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga

    menimbulkan hanya tundaan percepatan.

  • 7/23/2019 Modul Sepuluh Rekayasa Transportasi

    27/27

    Daftar Pustaka

    Akcelik, R. 1989. Traffic signals; Capacity and Timing Analysis. Australian Road Research

    Board. Report No. 123; Vermont South, Victoria, Australia.

    Bang, Karl-L, 1978. Swedish Capacity Manual Part 3: Capacity of Signalized Intersections.

    Transportation Research Record 667; Washington D.C. USA.

    Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM), 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia.

    Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

    Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM),, 1987. Produk Standar untuk Jalan Perkotaan.

    Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

    Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota, Direktorat Jenderal Perhubungan

    Darat. 1999. Pedoman Pengumpulan Data Lalu Lintas, Jakarta.

    Nunung Widyaningsih,Pg.Dip.(Eng), Modul Perkuliahan, Universitas Mercu Buana

    Sylvia Indriany, M.T., Modul Perkuliahan, Universitas Mercu Buana

    TRB, 2010. Highway Capacity Manual Volume 3: Interupted flow, Transportation Research

    Board of the national academies; Washington D.C. USA.

    Webster, F.V. and Cobbe, B.M., 1966 Traffic signals. Roads Research Laboratory, Technical

    Paper No. 56. Crowthorne, Berkshire U.K.