MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN … · 2014. 11. 26. · Modul Diklat Prajabatan Golongan...
Transcript of MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN … · 2014. 11. 26. · Modul Diklat Prajabatan Golongan...
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PRAJABATAN GOLONGAN III
Drs. Gering Supriyadi, MM Drs. Tri Guno, LLM
Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2006
Hak Cipta ©©©© Pada : Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2006 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188 Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Jakarta – LAN – 2006 94 hlm: 15 x 21 cm ISBN: 979 – 8619 – 87 – 0
iii
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2005 – 2009 telah menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah: (1) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; (2) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia; serta (3) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan menjadi PNS. PNS memainkan peran dan tanggungjawabnya yang sangat strategis dalam mendorong dan mempercepat perwujudan visi tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS mengamanatkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan amanat PP 101 Tahun 2000 maka seorang CPNS harus mengikuti dan lulus Diklat Prajabatan sebagai syarat untuk dapat diangkat menjadi PNS.
iv
Untuk mempercepat upaya meningkatkan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dengan pengendalian kualitas dengan standar tertentu dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan dapat lebih menyebar disamping jumlah alumni yang berkualitas dapat meningkat pula. Standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran dan lain-lain sampai pada aspek administrasi seperti persyaratan peserta, administrasi penyelenggaraan, dan sebagainya. Dengan standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni diharapkan dapat lebih terjamin. Salah satu unsur Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan yang mengalami penyempurnaan antara lain modul atau bahan ajar untuk para peserta. Oleh karena itu, kami menyambut baik penerbitan modul yang telah disempurnakan ini, sebagai antisipasi dari perubahan lingkungan stratejik yang cepat dan luas diberbagai sektor. Dengan kehadiran modul ini, kami mengharapkan agar peserta Diklat dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali keluasan dan kedalaman substansinya bersama melalui diskusi sesama dan antar peserta dengan fasilitator para Widyaiswara dalam proses kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung. Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga buku hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, Desember 2006 KEPALA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUNARNO
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................... 1
B. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU).................... 2
C. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)................... 3
BAB II BUDAYA KERJA ..................................................... 4
A. Pengertian Budaya............................................... 4
B. Pengertian Kerja .................................................. 6
C. Pengertian Budaya Kerja..................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja...................... 11
E. Prinsip-prinsip Budaya Kerja .............................. 11
BAB III NILAI-NILAI BUDAYA KERJA............................. 14
A. Unsur-Unsur Falsafah.......................................... 14
B. Arti dan Makna Nilai........................................... 17
C. Nilai Budaya Kerja
Yang Melekat Pada Kebijakan ............................ 20
vi
BAB IV WAWASAN TUGAS
ORGANISASI PEMERINTAH................................. 40
A. Wawasan Tugas ................................................... 40
B. Organisasi Pemerintah ......................................... 43
C. Perubahan ............................................................ 44
D. Cara Kerja Birokrasi ............................................ 52
BAB V PENERAPAN BUDAYA
KERJA ORGANISASI PEMERINTAH.................... 57
A. Organisasi Budaya Kerja ..................................... 57
B. Komitmen Pimpinan Puncak ............................... 59
C. Komunikasi.......................................................... 62
D. Motivasi ............................................................... 65
E. Lingkungan Kerja ................................................ 67
F. Kerjasama Melalui Kelompok ............................. 69
G. Disiplin ................................................................ 74
BAB VI MASALAH BUDAYA
KERJA ORGANISASI PEMERINTAH.................... 77
BAB VII PENUTUP.................................................................. 102
A. Strategi Pembelajaran .......................................... 103
B. Latihan ................................................................. 104
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 106
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya Kerja sudah lama dikenal oleh umat manusia, namun
belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja itu berakar pada
nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya.
Nilai-nilai tersebut bermula dan adat kebiasaan, agama, norma
dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan dalam
perilaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang telah menjadi
kebiasaan tersebut dinamakan Budaya. Oleh karena budaya
dikaitkan dengan mutu/kualitas kerja, maka kita namakan
BUDAYA KERJA.
Budaya kerja menjadi terkenal setelah Jepang mencapai tingkat
kemajuan yang fanatik dalam melakukan manajemen kualitas
yang berakar dan bersumber dari budaya yang dimiliki bangsa
Jepang yang dikombinasikan dengan teknik-teknik manajemen
modern pada tahun 1970-an. Semangat membangun kembali
perekonomian Jepang setelah kalah perang mendorong bangsa
Jepang mencari cara-cara baru untuk kerja yang lebih baik agar
menghasilkan produk yang lebih baik pula. Mula pertama
mengundang sejumlah ahli dari Amerika Serikat yang bernama
Prof. Dr. Edward Deming dan Prof. Dr. Juran. Upaya kedua ahli
tersebut diolah sesuai dengan budaya bangsa Jepang oleh Prof.
Dr. Kauro Ishikawa, yang melakukan manajemen kualitas
berdasar pada kerja kelompok dan partisipatif. Keberhasilan
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
2
Jepang membangun perekonomiannya mendorong bangsa-bangsa
lain ingin meniru dan mengembangkan sendiri sesuai dengan
budaya yang mereka miliki dengan nama yang beraneka ragam,
seperti Total Quality Control, Total Quality Management,
Quality Assurance, Value Added Management, Work
Improvement Team, Budaya Kerja dan lain-lain.
Dengan menerapkan manajemen kualitas Budaya Kerja tersebut
di benua Asia bermunculan Negara-Negara industri baru seperti :
Korea, Taiwan, Hongkong, Singapore, Thailand, Malaysia dan
Indonesia. Khusus Indonesia peningkatan perekonomian yang
pernah terjadi karena pemerintah menjalankan kebijaksanaan
deregulasi dan debirokratisasi serta sebagian kecil di sektor
swasta telah menjalankan program Pengendalian Mutu Terpadu
sejak pertengahan 1985, terutama yang mempunyai induk
perusahaan Jepang. Program Pengendalian Mutu Terpadu (PMT)
telah berkembang di sektor swasta, namun kurang mengakar,
sehingga kurang mantap keberadaannya. Hal ini disebabkan oleh
manajemen yang kurang menggali nilai-nilai budaya untuk
diolah, agar menjadi perilaku manajemen yang pada saatnya nanti
menjadi kebiasaan dan keyakinannya untuk bekerja yang lebih
baik dan mendapatkan mutu yang diharapkan dan sekaligus
membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
B. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu
menerapkan prinsip-prinsip budaya kerja organisasi Pemerintah.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
3
C. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu :
1. menjelaskan pengertian budaya, kerja, budaya kerja;
2. menjelaskan tujuan dan manfaat budaya kerja;
3. menjelaskan budaya kerja dalam organisasi;
4. menjelaskan prinsip-prinsip budaya kerja;
5. menjelaskan nilai budaya kerja termasuk nilai budaya yang
melekat dalam kebijakan;
6. menjelaskan cara kerja yang berkualitas;
7. menjelaskan wawasan tugas organisasi Pemerintah;
8. menerapkan budaya kerja organisasi Pemerintah.
9. menjelaskan masalah-masalah budaya kerja organisasi
pemerintah.
4
BAB II BUDAYA KERJA
A. Pengertian Budaya
Secara harfiah, pengertian budaya (culture) berasal dari kata
Latin Colere, yang berarti mengerjakan tanah, mengolah,
memelihara ladang (Soerjanto Poespowardojo, 1993). Namun,
pengertian yang semula agraris ini lebih lanjut diterapkan pada
hal-hal yang bersifat rohani (Langeveld, 1993). Sedangkan
Ashley Montagu dan Cristoper Dawson (1993), mengartikan
kebudayaan sebagai way of life, yaitu cara hidup tertentu yang
memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa.
The American Herritage Dictionary (dalam Kotter dan Heskett,
1992) mendefinisikan "kebudayaan" secara lebih formal,
"sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan
melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan, dan segala
hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok
manusia". Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah
"keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan cara belajar". Selanjutnya dinyatakan, bahwa
kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu :
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya;
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas aktivitas
kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat; dan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
5
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
manusia.
Wujud pertama adalah wujud idiil dari kebudayaan yang
sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di
mana alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan
yang bersangkutan hidup. Kebudayaan idiil ini berfungsi
sebagai adat istiadat yang mengatur, mengendalikan dan
memberi arah kepada perilaku dan perbuatan manusia dalam
masyarakat. Dalam fungsinya ini, kebudayaan idiil terdiri dari
beberapa lapisan. Lapisan pertama, yaitu dari yang paling
"abstrak" (misalnya sistem nilai budaya); Lapisan kedua, yang
lebih "konkret" yaitu norma-norma dan sistem hukum.
Sedangkan lapisan ketiga berupa peraturan-peraturan khusus
mengenai berbagai aktivitas sehari-hari dalam kehidupan
organisasi, seperti aturan sopan santun.
Wujud kedua dari kebudayaan atau disebut sebagai sistem
sosial, terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi,
berhubungan, bergaul berdasarkan pola tata laku tertentu. Wujud
kedua ini lebih konkret karena terjadi disekeliling kita sehari-
hari, bisa diamati, difoto dan didokumentasikan.
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, dan
merupakan wujud kebudayaan yang paling konkret, misalnya:
candi-candi, pabrik-pabrik, bangunan kantor dan sebagainya.
Para sarjana seperti ahli arkeologi yang menggarap wujud
kebudayaan ketiga ini.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
6
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ketiga wujud ke-
budayaan tersebut tidak terpisah satu sama lain, dan bahkan
saling mengisi dan saling berkait secara erat. Kemudian pada
bagian lain, menurut Koentjaraningrat kebudayaan dirumuskan
sebagai, "Keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus
dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil
budi dan karyanya itu".
B. Pengertian Kerja
Dalam literatur budaya organisasi dapat juga disebut basic
assumption tentang sesuatu, dalam hal ini kerja. Kata Kerja itu
apa ? Apakah hakekat kerja ? Kata kerja dapat diidentifikasi
berbagai pernyataan sebagai berikut :
1. Kerja adalah hukuman. Manusia sebenarnya hidup bahagia
tanpa kerja di Taman Firdaus, tetapi karena ia jatuh ke
dalam dosa, maka ia dihukum: untuk bisa hidup sebentar
manusia harus bekerja banting tulang cari makan. Salah
satu bentuk hukuman adalah kerja paksa;
2. Kerja adalah beban. Bagi orang malas, kerja adalah beban.
Juga bagi kaum budak atau pekerja yang berada dalam
posisi lemah;
3. Kerja adalah kewajiban. Dalam sistem birokrasi atau sistem
kontraktual, kerja adalah kewajiban, guna memenuhi
perintah atau membayar hutang;
4. Kerja adalah sumber penghasilan. Hal ini jelas. Kerja
sebagai sumber nafkah merupakan anggaran dasar
masyarakat umumnya;
5. Kerja adalah kesenangan. Kerja sebagai kesenangan seakan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
7
hobi atau sport. Hal ini ada kaitannya dengan leisure,
sampai pada SDM yang workaholic;
6. Kerja adalah gengsi, prestise. Kerja sebagai gengsi
berkaitan dengan status sosial dan jabatan. Jabatan
seseorang struktural misalnya, jauh lebih diidamkan
ketimbang jabatan fungsional;
7. Kerja adalah aktualisasi diri. Kerja di sini dikaitkan dengan
peran, cita-cita atau ambisi. Bagi seseorang yang menganut
anggapan dasar ini, lebih baik jadi kepala ayam ketimbang
ekor sapi;
8. Kerja adalah panggilan jiwa. Kerja di sini berkaitan dengan
bakat. Dan sini tumbuh profesionalisme dan pengabdian
kepada kerja;
9. Kerja adalah pengabdian kepada sesama. Kerja dengan
tulus, tanpa pamrih;
10. Kerja adalah hidup. Hidup diabdikan dan diisi untuk dan
dengan kerja;
11. Kerja adalah ibadah. Kerja merupakan pernyataan syukur
atas kehidupan di dunia ini. Kerja dilakukan seakan-akan
kepada dan bagi kemuliaan nama Tuhan dan bukan kepada
manusia. Oleh karena itu orang bekerja penuh enthusiasm;
12. Kerja adalah suci. Kerja harus dihormati dan jangan
dicemarkan dengan perbuatan dosa, kesalahan, pelanggaran
dan kejahatan.
C. Pengertian Budaya Kerja
Berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau
masyarakat Indonesia kebudayaan diolah sedemikian rupa,
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
8
sehingga menjadi nilai-nilai baru yang menjadi sikap dan
perilaku manajemen dalam menghadapi tantangan baru. Budaya
Kerja itu tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus
diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui suatu proses yang
terkendali dengan melibatkan semua SDM dalam seperangkat
sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung. Budaya Kerja
merupakan kawah Candradimuka untuk merubah cara kerja
lama menjadi cara kerja baru yang akan berorientasi untuk
memuaskan pelanggan atau masyarakat.
Kualitas atau mutu suatu produk (jasa atau barang), cara kerja
dan SDM harus dapat diukur dan merupakan kesepakatan
bersama. Pengukuran kualitas antara lain dari aspek persyaratan,
bentuk, warna, aestetika, ketahanan, performa atau kinerja,
waktu, jaminan, pelayanan dan lain-lain. Kembali pada dasar
kualitas yang bersumber pada tingkat kualitas SDM yang
bermutu tinggi dapat dipastikan akan dapat bekerja dengan baik
dan menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, karena semua
orang terlibat dalam proses kerja dan mereka sudah tahu apa
yang seharusnya dikerjakan dengan bahasa yang sama.
Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh
pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat,
kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam
kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi,
kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan,
cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai "kerja"
atau "bekerja". Budaya Kerja organisasi adalah manajemen yang
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
9
meliputi pengembangan, perencanaan, produksi dan pelayanan
suatu produk yang berkualitas dalam arti optimal, ekonomi dan
memuaskan.
Dalam Seminar KORPRI Daerah Istimewa Yogyakarta
Nopember 1992 berkesimpulan bahwa :
1. Budaya Kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia
yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan menjadi
tolok ukur dasar dalam pembangunan;
2. Budaya Kerja dapat ikut menentukan integritas bangsa dan
menjadi penyumbang utama dalam menjamin
kesinambungan kehidupan bangsa;
3. Budaya Kerja sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang
dimilikinya, terutama falsafah bangsa yang mampu
mendorong prestasi kerja setinggi-tingginya.
Program Budaya Kerja akan menjadi kenyataan melalui proses
panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai
baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak
henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan.
Wahana Budaya Kerja adalah produktivitas, yang berupa
perilaku kerja yang tercermin antara lain: kerja keras, ulet,
disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi, manfaat, kreatif,
dinamik, konsekuen, konsisten, responsive, mandiri, makin lebih
baik dan lain-lain. Menurut Budhi Paramita dalam tulisannya
berjudul "Masalah Keserasian Budaya dan Manajemen di
Indonesia", budaya kerja dapat dibagi menjadi:
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
10
1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja
dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau
semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan
pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan
sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya;
2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi,
bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang
kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka
membantu sesama karyawan, atau sebaliknya.
Selanjutnya oleh Profesor Emil P. Bolongaita, JR dari Asian
Institute of Management menyatakan bahwa pada masa
globalisasi ini sebaiknya pemerintah mampu
mengakomodasikan pengalaman manajemen pemerintahan
dengan pengalaman pengelolaan bisnis, dan memperlakukan
masyarakat sebagai pelanggan (customer). Kombinasi upaya
pengelolaan seperti tersebut mendorong ide yang disebut Total
Quality Governance (TQG) dengan beberapa prinsip sebagai
berikut :
1. mempertemukan tuntutan masyarakat dan kemampuan
pemerintahan;
2. mekanisme kerja yang berorientasi pada pasar;
3. mengaktualisasikan misi lebih penting dari pada mengatur;
4. fokus kerja pada hasil/keluaran (barang/jasa) bukan masukan;
5. upaya kualitas lebih banyak mencegah daripada
memperbaiki/mengobati;
6. mengutamakan kerja partisipatif/gotong-royong;
7. melakukan kerjasama, koordinasi dan kemitraan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
11
D. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja
Melaksanakan Budaya Kerja mempunyai arti yang sangat dalam,
karena akan merubah sikap dan perilaku SDM untuk mencapai
produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi
tantangan masa depan. Manfaat yang didapat antara lain sebagai
berikut: Menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik;
membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan,
kebersamaan, kegotong-royongan, kekeluargaan, menemukan
kesalahan dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri
perkembangan dari luar (faktor eksternal seperti pelanggan,
teknologi, sosial, ekonomi, dan lain-lain). Mengurangi laporan
berupa data-data dan informasi yang salah dan palsu.
Di samping itu masih banyak lagi manfaat yang muncul seperti
kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin
meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan
berkurang, tingkat absensi turun, ingin belajar terus, ingin
memberikan yang terbaik bagi organisasi dan lain-lain.
E. Prinsip Budaya Kerja
Unsur dasar budaya kerja itu adalah mata rantai proses, di mana
tiap kegiatan berkaitan dengan proses lainnya atau suatu hasil
pekerjaan merupakan suatu masukan bagi proses pekerjaan
lainnya. Dalam suatu organisasi bekerja melalui serangkaian
proses yang saling berkaitan, yang terjadi melalui dan melewati
batas-batas birokrasi.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
12
Kekuatan rantai proses secara terpadu tersebut tergantung pada
rangkaian terlemah pada proses individual.
Kesalahan dalam suatu proses akan mempengaruhi pada kualitas
produk akhir, oleh karena itu jaminan mutu terletak pada
kekuatan setiap rangkaian yang berjalan benar sejak saat
pertama pada setiap tahap pekerjaan.
Setiap organisasi memiliki berbagai metode dan aneka ragam
proses kerja baik yang bersifat administratif maupun yang
manufaktur. Orang dapat kerja individual maupun kerjasama
dengan lainnya dalam setiap tahapan proses seperti mengetik
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
13
B.K
K.T
B.K
K.T B.K
surat, menjalankan mesin, menyusun kebijaksanaan, mencatat
calon pasien, menerima tamu. Setiap proses mempunyai sifat
peran sebagai pelanggan dan pemasok atau saling melayani,
untuk internal.
Tujuan fundamental Budaya Kerja untuk membangun SDM
seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam
suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dan
komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta
menggembirakan. Oleh karena itu Budaya Kerja berupaya
merubah budaya komunikasi tradisional menjadi perilaku
manajemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan
semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.
Keterangan :
B.K = Budaya Kerja
K.T = Kerja Tradisional
14
BAB III NILAI-NILAI BUDAYA KERJA
A. Unsur-Unsur Falsafah
Falsafah negara, bangsa dan masyarakat Indonesia telah jelas
dimuat dalam Pembukaan UUD Dasar 1945 yang kita namakan
PANCASILA. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya
merupakan cermin nilai-nilai luhur yang hidup di masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan apapun, hakekat nilai-nilai luhur
tersebut tidak bisa berubah, yang berubah adalah nilai-nilai
instrumental yang disesuaikan dengan perkembangan
lingkungan. Untuk itu kualitas SDM dituntut responsive atau
peka, penuh prakarsa, bersikap proaktif, terampil, mandiri,
disiplin, integritas tinggi dan lain-lain.
Implementasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam organisasi
menuntut perubahan cara komunikasi, dan yang biasa dilakukan
secara vertikal dan atas ke bawah; menjadi hubungan lebih
horisontal dan partisipatif. Demikian juga gaya kepemimpinan
menjadi lebih banyak mengajak dari pada memerintah,
memberikan keteladanan, mendorong dan memberikan
kepercayaan lebih besar kepada bawahan. Sebagai konsekuensi
gaya partisipatif tersebut maka dalam pengambilan keputusan
dilakukan secara musyawarah dan mufakat. Dengan gaya
manajemen seperti tersebut di atas akan mendorong bawahan
menjadi lebih merasa ikut memiliki, ikut bertanggungjawab dan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
15
mawas diri. Hal ini sangat penting bagi pengembangan SDM
agar mampu memberikan sumbangan kerja yang terbaik atau
optimal bagi manajemen.
Dengan masuknya nilai-nilai budaya dalam manajemen
diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas SDM, kualitas cara
kerja dan kualitas produknya. Mengenai kualitas produk dapat
diukur dari beberapa aspek antara lain :
1. Kesesuaian dengan mutu yang diminta oleh pelanggan,
mereka menyatakan puas atau tidak, kalau mereka tidak
puas, berarti kualitas produk tersebut belum mencapai
standarnya, dan harus disempurnakan;
2. Setiap orang dalam organisasi mempunyai sifat peran
sebagai pemasok pelanggan baik yang berorientasi internal
maupun eksternal. Setiap pelanggan mempunyai dimensi
persyaratan mutu yang berbeda-beda tergantung pada
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
16
keperluannya. Oleh karena itu untuk menciptakan produk
(barang atau jasa) diperlukan kerjasama internal maupun
eksternal agar produk tersebut dapat memenuhi standard
yang dipersyaratkan oleh pelanggan. Untuk kerjasama yang
intensif perlu diciptakan jaringan kerja yang menerobos
kekakuan birokrasi seperti jaringan kerja horisontal,
vertikal dan diagonal;
3. Orientasi pada pencegahan lebih baik dari pada
memperbaiki kesalahan, karena biaya perbaikan akan
menjadi lebih mahal dan mempengaruhi daya saing.
Falsafah yang terkenal untuk kegiatan itu antara lain "Do it
right at the first time", "Zero Defect" "Zero biscrepencies";
4. Untuk mencegah pemborosan agar mutu menjadi lebih baik
perlu diperhatikan hal-hal berikut: pembiayaan, yang antara
lain meliputi penilaian (inspeksi, pengujian dan tugas lain),
pencegahan (latihan, mencari penyebab, koreksi,
pengembangan), kegagalan (kerusakan, perbaikan, kerja
ulang, kurang waktu), kegagalan eksternal (penghentian
jaminan, kerusakan, kehilangan pelanggan, keluhan dan
perbaikan);
5. Mutu terletak pada sumbernya, yang berarti setiap SDM
adalah inspektur kualitas bagi pekerjaannya. Untuk
mencapai tingkat optimal cara kerja seperti itu diperlukan,
kerjasama melalui kelompok tertentu, mereka diberi
pelatihan dan peralatan teknik untuk pemecahan masalah,
sehingga mereka mampu mencegah kesalahan-kesalahan
yang mungkin terjadi;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
17
6. Mutu dapat diraih melalui cara perbaikan yang
berkesinambungan, hal ini merupakan falsafah manajemen
yang mendekatkan tantangan atau tuntutan dengan cara
kerja melalui proses yang berkesinambungan dan mencapai
kemenangan kecil. Dalam hal ini ide-ide dari kelompok
akan banyak berperan dalam upaya memperbaiki terus
menerus.
B. Arti dan Makna Nilai
1. Arti dan Makna Nilai Budaya Kerja Pengertian nilai didefinisikan oleh banyak pakar dari
berbagai disiplin ilmu pengetahuan, selain itu pengertian nilai
juga dapat ditemui dalam kebijakan, antara lain sebagai
berikut:
a. Pengertian nilai dari sudut pandang dan disiplin ilmu,
diambil dari buku Handbook of Administrative Ethic,
yang diedit oleh Terry L. Cooper dan Marcel Dekker
(1994) antara lain sebagai berikut:
1) Arti Umum: Nilai merupakan inti dari pilihan
moral, yang berkaitan dengan etika dalam
administrasi/ manajemen;
2) Arti Sempit: Nilai-nilai merupakan sesuatu yang
dianggap “baik”, “menyenangkan”, atau “penting”,
“manfaat”;
3) Arti Luas: Nilai merupakan semua yang dianggap
baik, kewajiban, kebijakan, keindahan, kebenaran dan
luhur;
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
18
4) Dari sudut Antropologi: Nilai adalah suatu konsepsi,
eksplisit/implisit, berbeda di antara kelompok, yang
dijadikan dasar untuk memilih cara, alat, tujuan yang
tersedia dalam bertindak (William Frankena);
5) Dari sudut Psikologi: Nilai adalah pandangan
metafisik/kepercayaan mikrokosmos tentang manusia,
apa sebenarnya diri manusia itu dan tindakannya
terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Sehingga
mampu menilai untuk mengambil sikap dan
menentukan perilakunya (Clyde Kluckhohn);
6) Dari sudut Sosiologi: Nilai erciri pada kelompok dan
merupakan tolok ukur nilai batin individu yang
memerlukan tuntutan masyarakat (Erikson).
b. Harold F. Gortner dalam makalahnya Values and Ethic,
menyusun klasifikasi nilai sebagai berikut: (1) Nilai-nilai
ekonomi seperti : rasional, ilmiah, efisiensi, nilai terukur
dengan materi, tujuan yang terukur, campur tangan
minimal, dan tergantung kekuatan pasar; 2) Nilai-nilai
sosial, seperti : kemanusiaan, keamanan, kenyamanan,
keselarasan, efisiensi, kepraktisan; 3) Nilai-nilai
demokratik, seperti : kepentingan, kepatuhan, aktualisasi
diri, hak-hak minoritas, kebebasan/kemerdekaan,
ketepatan; 4) Nilai-nilai briokratik, seperti kemampuan
teknik, spesialisasi, tujuan yang ditentukan, lugas dalam
tindakan, rasional, stabilitas, tugas terstruktur; 5) Nilai-
nilai profesional, seperti: keahlian, kewenangan
memutuskan, penolakan kepentingan pribadi,
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
19
pengakuan/diakui masyarakat, komitmen kerja, kewajiban
sosial manfaat bagi pelanggan, disiplin.
c. Nilai adalah dasar pertimbangan yang berharga bagi
seseorang atau organisasi untuk menentukan sikap dan
perilaku dalam menghadapi suatu masalah atau kejadian.
Dengan demikian nilai adalah suatu makna yang
berfungsi untuk: (a) Memberikan tujuan, arti, kesenangan
dan nilai pada kehidupan untuk melakukan sesuatu; (b)
Mempermudah dalam membuat keputusan; (c)
Menentukan bagaimana kita melihat dan memahami
persoalan; (d) Memberi arti, makna dan signifikansi pada
masalah tertentu; dan (e) Ada yang bersifat sesaat dan ada
juga yang permanen (Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara RI No. 25/ KEP/M.PAN/4/2002).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan nilai budaya kerja
adalah pilihan nilai-nilai moral dan etika yang dianggap baik
dan positif, meliputi nilai sosial budaya positif yang relevan,
norma atau kaidah, etika dan nilai kinerja produktif yang
bersumber dari pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Nilai tersebut dipedomani secara individu atau
kelompok yang dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja
dalam rangka pelaksanaan tugas penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
20
C. Nilai Budaya Kerja Yang Melekat Pada Kebijakan
1. Undang-Undang Dasar 1945
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat
rumusan mengenai landasan falsafah Negara Republik
Indonesia yang disebut Pancasila, terdiri dari lima sila
sebagai berikut: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Keseluruhan sila tersebut
merupakan nilai-nilai yang hakiki, termanifestasikan dalam
simbol-simbol kehidupan bangsa, menandai realitas sosial
masyarakat bangsa di seluruh wilayah negara, menjadi nilai
pemersatu kehidupannya sebagai bangsa, serta sebagai
pandangan hidup bangsa dan falsafah negara atau falsafah
dalam bernegara.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, nilai-nilai
luhur yang terkandung dalam kelima sila itu harus dipandang
secara utuh dalam keseluruhan tataran dan kegiatan baik pada
tingkat pengembangan konsep, penentuan tujuan dan
langkah-langkah kebijakan, maupun pada tingkat
pelaksanaannya. Komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara di samping
dimanifestasikan secara utuh, juga berkeseimbangan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
21
2. TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa memberi dasar bagi pengejawantahan etika dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara
Etika dalam kehidupan berbangsa merupakan satu wahana
dalam rangka kelancaran penyelenggraan Sistem
Administrasi Negara di mana dengan adanya etika yang
dipahami dan menjadi dasar pola perilaku dalam berbangsa
dan bernegara akan mengarah pada satu tatanan kenegaraan
yang stabil, karena persepsi akan perilaku yang diharapkan
oleh masing-masing individu sebagai warga negara dapat
teramalkan dengan baik.
Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa
mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas,
disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu,
tanggungjawab, menjaga kehormatan serta martabat diri
sebagai warga negara. Etika kehidupan berbangsa ini
meliputi etika sosial dan budaya, etika politik dan
pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan
hukum yang berkeadilan, etika keilmuan, dan etika
lingkungan.
3. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
MPR RI berketetapan untuk memfungsikan secara
proporsional dan benar Lembaga Tinggi Negara, dan
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
22
Lembaga Kepresidenan, sehingga penyelenggaraan negara
berlangsung sesuai dengan UUD 1945. Dalam kaitan ini,
penyelenggara negara pada lembaga eksekutif, legislatif, dan
yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan
baik dan bertanggungjawab kepada masyarakat, bangsa, dan
negara. Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut,
penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan
terpercaya, serta mampu membebaskan diri dari prektek
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
4. Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan arah Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara
yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan
pembangunan.
Dalam kedudukan dan tugas tersebut, Pegawai Negeri Sipil
harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik
serta tidak deskriminatif dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Untuk menjamin netralitas, Pegawai
Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus
partai politik.
Untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna,
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
23
diperlukan adanya Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang
didukung oleh Pegawai Negeri Sipil yang profesional,
bertanggungjawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang
dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem
karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Untuk
mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya
diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk
meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan, dan
keterampilan.
5. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan
Negara/pemerintahan, pasal 3 UU No. 28 tahun 1999
mengenai asas-asas umum penyelenggaraan Negara
disebutkan 7 (tujuh) asas umum penyelenggaraan Negara,
sebagai berikut:
a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara
hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam
setiap kebijakan Penyelenggara negara.
b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang
menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan
keseimbangan, dalam pengendalian Penyelenggara
Negara.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
24
c. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif.
d. Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara.
e. Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara
Negara.
f. Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan
keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
Penyelenggara Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
6. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sejak UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi diundangkan, terdapat berbagai interpretasi
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
25
atau penafsiran yang berkembang di masyarakat khususnya
mengenai penerapan Undang-undang tersebut terhadap
tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum UU No 31 Tahun
1999 diundangkan. Hal ini disebabkan pasal 44 UU tersebut
menyatakan bahwa UU No. 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan tidak
berlaku sejak UU No. 31 Tahun 1999 diundangkan, sehingga
timbul suatu anggapan adanya kekosongan hukum untuk
memproses tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum
berlakunya UU No. 31 Tahun 1999.
Di samping hal tersebut, mengingat korupsi di Indonesia
terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya
merugikan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak-hak
sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka
pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar
biasa. Dengan demikian pemberantasan korupsi harus
dilakukan dengan cara yang khusus, antara lain penerapan
sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang
dibebankan kepada terdakwa.
7. Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Di samping telah dikeluarkan undang-undang tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut
di atas, selanjutnya dikeluarkan UU No. 30 tahun 2002
tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi.
Undang-undang tersebut mengatur antara lain tugas,
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
26
wewenang dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi,
dalam rangka penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
8. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Dalam meningkatkan disiplin PNS, telah diatur kewajiban
dan larangan bagi PNS. Mengenai kewajiban PNS sebagai
berikut:
a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;
b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan
golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala
sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh
kepentingan golongan, diri sendiri/pihak lain;
c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara,
Pemerintah dan Pegawai Negeri Sipil;
d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji pegawai Negeri
Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan
dengan sebaik-baiknya;
f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan
Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas
kedinasannya maupun yang berlaku umum;
g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya
dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan
tanggungjawab;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
27
h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat
untuk kepentingan Negara;
i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakkan
persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;
j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui
ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan
Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan
keuangan, dan materiil;
k. Mentaati ketentuan jam kerja;
l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik
Negara dengan sebaik-baiknya;
n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada
masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;
o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana
terhadap bawahannya;
p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;
q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik
terhadap bawahannya;
r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi
kerjanya;
s. Memberikan kesempatan bawahannya untuk
mengembangkan kariernya;
t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan
tentang perpajakan;
u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah
laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai
Negeri Sipil, dan terhadap atasan;
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
28
v. Hormat-menghormati antara sesama negara-negara yang
memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, yang berlainan;
w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam
masyarakat;
x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan
peraturan kedinasan yang berlaku;
y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-
baiknya setiap laporan yang diterima mengenai
pelanggaran disiplin.
Di samping itu, Pegawai Negeri Sipil dilarang melakukan
hal-hal sebagai berikut:
a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan
atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri
Sipil;
b. Menyalahgunakan wewenangnya;
c. Tanpa izin pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja
untuk Negara asing;
d. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat
berharga milik Negara;
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan,
menyewakan, atau meminjamkan barang-barang,
dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara
tidak sah;
f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman
sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
29
luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan
pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung
atau tidak langsung merugikan Negara;
g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud
membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain
di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya;
h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja
dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga
bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin
bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan;
i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan
kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali
untuk kepentingan jabatan;
j. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan
suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau
mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga
mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
l. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara
yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk
kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
n. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau
golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari
kantor/instansi pemerintah;
o. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan
usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
30
p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya
tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang
jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga
melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau
tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau
jalannya perusahaan;
q. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi,
maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau
komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat
Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang
memangku jabatan eselon I;
r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun
juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan
pribadi, golongan atau pihak lain.
9. Keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara No. 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Aparatur Negara
Sebagai penyempurnaan Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 04/ 1991 Tentang
Pedoman Pemasyarakatan Budaya Kerja, di keluarkan
Keputusan Kementerian PAN No. 25/KEP/M.PAN/4/2002
tentang Pedoman Pengembangan Budaya Aparatur Negara,
antara lain memuat (1) kebijakan pengembangan budaya
kerja aparatur, (2) nilai-nilai dasar budaya kerja aparatur
negara, (3) penerapan nilai-nilai budaya kerja aparatur
negara, dan (4) sosialisasi pengembangan budaya kerja
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
31
aparatur negara. Adapun yang dimaksud dengan nilai-nilai
budaya kerja dalam pedoman dimaksud, antara lain :
a. komitmen dan konsisten terhadap visi, misi dan tujuan
organisasi, dalam pelaksanaan kebijakan negara serta
peraturan perundangan yang berlaku;
- komitmen; adalah keteguhan dan tekad yang mantap
dan janji untuk melakukan atau mewujudkan sesuatu
yang diyakininya;
- konsistensi; adalah ketetapan, kesesuaian, ketaatan
dan kemantapan dalam bertindak sesuai dengan visi,
misi, janji, prinsip, amanah, kebijakan atau aturan yang
ditetapkan.
- visi; adalah pandangan ke depan dan arah tujuan yang
ingin diwujudkan;
- misi; adalah tugas yang diemban untuk mencapai
sasaran pokok/strategis dan tujuan organisasi;
b. wewenang dan tanggungjawab;
- wewenang; adalah hak dan kekuasaan untuk
melakukan sesuatu;
- tanggungjawab; kesediaan menanggung sesuatu, bila
salah wajib memperbaiki atau dapat dituntut dan
diperkarakan;
c. keikhlasan dan kejujuran;
- ikhlas dalam norma etika dan agama dapat diartikan
sepenuh hati, datang dari lubuk hati, tidak
mengharapkan imbalan atau balas jasa atas suatu
perbuatan, khususnya yang berdampak positif pada
orang lain, dan semata-mata karena menjalankan
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
32
tugas/amanah;
- kejujuran atau dikenal dengan kata ”siddiq” adalah
komponen rohani yang memantulkan berbagai sikap
yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang
terpuji. Kejujuran berarti juga kebenaran untuk
mengatasi dirinya sendiri, berani menolak dan
bertindak melawan segala kebatilan yang bertentangan
dengan suatu hati kalbunya.
d. integritas dan profesionalisme;
- integritas; orang yang mempunyai integritas pribadi
yang baik adalah orang yang tidak diragukan lagi serta
selalu konsisten dalam kata dan perbuatan;
- profesional; inti profesional adalah kepandaian,
keahlian, dan ketrampilan tertentu. Profesional adalah
orang yang terampil, andal dan sangat
bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya.
Orang yang tidak mempunyai integritas biasanya juga
tidak profesional. Profesional pada intinya kompetensi
untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara
bertanggungjawab.
e. kreativitas dan kepekaan terhadap lingkungan tugas;
- kreativitas; ide-ide baru secara spontan muncul dari
seseorang karena suatu hal yang dianggap penting atau
mendesak dalam kehidupan dan pekerjaannya. Ide-ide
tersebut diolah sedemikian rupa sehingga menjadi
suatu inovasi yang dapat diterapkan pada kerja
individu atau organisasi yang lebih baik atau
menguntungkan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
33
- kepekaan; respon seseorang dalam menghadapi
sesuatu peristiwa yang mungkin menguntungkan,
merugikan atau membahayakan. Kepekaan dapat
bersifat reaktif, tetapi juga proaktif atau kejelian
mengenal peluang.
f. kepemimpinan dan keteladanan;
- kepemimpinan berarti kesadaran diri sebagai seorang
pemimpin yang ditujukan melalui kemampuannya
untuk mempengaruhi dan menjadikan dirinya sebagai
teladan, serta mampu memotivasi orang lain agar
tergerak mencapai sasaran yang lebih tinggi
berdasarkan nilai-nilai moral seperti: integritas,
komitmen, konsistensi, profesional dan kemampuan
komunikasi;
- keteladanan yang dimaksud adalah sikap perilaku
yang dinyatakan secara sadar maupun tidak disadari
dari seroang pemimpin yang dipersepsi oleh
bawahannya sebagai sesuatu yang memicu atau
mendorong bawahan untuk mencontohnya.
g. kebersamaan dan dinamika kelompok kerja;
- kebersamaan; dimaksudkan sebagai suatu hati yang
merasakan dirinya bagian dari satu kelompok kerja
tertentu sehingga tumbuhlah perasaan bersama dalam
kelompok (group feeling) yang kuat yang melahirkan
kelompok kerja (team work) dan sinergi dalam
melaksanakan tugas bersama.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
34
- Dinamika kelompok merupakan cara kerja kelompok
yang bersifat dinamis kreatif dan sinergi dalam
melayani dan atau mencapai sasaran kerja secara
menyeluruh.
h. ketepatan dan kecepatan;
- Ketepatan : Mengena sasaran, mencapai tujuan,
ketelitian, dan bebas kesalahan.
- Kecepatan : Ketepatan waktu
Ketepatan dan kecepatan memberikan kepastian dalam
arti waktu, kuantitas, kualitas dan finansial yang sangat
dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan/memberikan
pelayanan.
i. rasionalitas dan kecerdasan emosi;
- Berpikir cerdas, obyektif, logis, sistematik, banyak
terkait dengan proses ilmiah atau kemampuan
intelektual.
- Kecerdasan memandang sesuatu dari aspek akal
(ratio) yang menentukan nilai benar atau salah. Fungsi
ratio terletak pada otak kiri, kemampuan logika,
matematis, sistematik, sebab-akibat, eksak (Intellectual
Quotient, IQ);
- Perasaan, kepekaan, bagian dari karakter,
ketangguhan;
- Kecerdasan emosi memandang sesuatu dari aspek
perasaan (emosi), matahati (Emotional Quotient, EQ),
terletak pada otak sisi kanan, bersifat spontan, kreatif,
inovatif, holistik, integratif, rinestetik, ruang,
komunikasi kooperatif, silih asih-asah-asuh, dan lain-
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
35
lain.
j. keteguhan dan ketegasan;
- Keteguhan : Kuat dalam berpegang pada aturan dan
nilai moral, prinsip-prinsip manajemen dan lain-lain.
- Ketegasan : Sifat, watak dan tindakan yang jelas dan
tidak ragu-ragu.
k. disiplin dan keteraturan kerja;
- Secara konseptual disiplin lebih merujuk pada sikap
yang selalu taat kepada aturan norma dan prinsip-
prinsip tertentu.
- Keteraturan lebih menunjukkan perilaku yang
konsisten mengikuti ketentuan dan prosedur tertentu.
l. keberanian dan kearifan dalam mengambil keputusan dan
menangani konflik;
- Keberanian diartikan sebagai berani menanggung
resiko dalam pembuatan keputusan dengan cepat dan
tepat waktu. Di sini peran EQ sangat besar
dibandingkan IQ.
- Kearifan merupakan landasan membentuk nilai-nilai
bersumber dari otak sebelah kanan yang penuh nilai
baik dan buruk (EQ/SQ/AQ) dan dengan kearifan itu
orang dapat memilih nilai-nilai yang paling cocok
(proper) dalam manajamen untuk memecahkan
berbagai masalah dan menghadapi tantangan baru
dengan mengambil tindakan yang diperlukan.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
36
m. dedikasi dan loyalitas;
- Aparatur harus mempunyai sifat rela berkorban dan
jiwa pengabdian terhadap instansi, bangsa negara, dan
taat serta setia dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya.
n. semangat dan motivasi;
- Semangat adalah ”drive”, yaitu daya atau energi
yang mendorong perilaku sampai pada tingkatnya
yang tertinggi.
- Motivasi lebih merujuk kepada tujuan dari perilaku
yang dasarnya adalah kebutuhan dari si pelaku yang
bersangkutan.
- Orang harus mulai dengan pemenuhan kebutuhan yang
paling dasar dulu yaitu kebutuhan fisik-biologis
termasuk rasa aman, sebelum bisa meningkat ke
jenjang yang lebih tinggi yaitu rasa memiliki dan harga
diri, dan yang tertinggi aktualisasi diri.
o. ketekunan dan kesabaran;
- Ketekunan: Teliti, rajin mendalami sesuatu
pekerjaan/tugas seseorang maupun kelompok yang
bersifat konsisten dan berkelanjutan sesuai dengan
komitmen yang disepakatinya (atau sikap kerja yang
memuat nilai: Commitment, Consistence, Continuous).
- Kesabaran : Tidak emosional, tidak perlu tergesa-
gesa, asalkan tercapai tujuannya tanpa mengorbankan
kepentingan orang lain. Kesabaran merupakan sikap
mental seseorang yang bersifat tangguh, tekun dan
bersungguh-sungguh, amanah untuk mencapai sasaran
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
37
kerja dan prestasi kerja terbaiknya, tidak asal jadi.
p. keadilan dan keterbukaan;
Seseorang Aparatur Negara yang dapat memperlakukan
orang lain sesuai dengan fungsi, peran,
tanggungjawabnya, agar dapat adil, perlu memperhatikan
hak dan kewajiban masyarakat, sehingga dalam
menjalankan tugas tidak melakukan kegiatan secara
sembunyi-sembunyi (tertutup) agar tidak menimbulkan
prasangka tidak baik.
q. penguasaan IPTEK yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas/pekerjaan, terutama metode analisis dan
pengambilan keputusan, keahlian/keterampilan
manajerial, teknis dsb.
10. Keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Pelaksanaan budaya kerja berkaitan dengan penyelenggaraan
pelayanan publik karena pelayanan publik pada hakekatnya
adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang
merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah
sebagai abdi masyarakat. Pedoman umum penyelenggaraan
pelayanan publik, antara lain memuat asas dan prinsip
pelayanan publik. Mengenai asas pelayanan publik, sebagai
berikut:
a. Transparansi: Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses
oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
38
secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas: Dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Kondisional: Sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang
pada prinsip efisiensi dan efektivitas;
d. Partisipatif: Mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat;
e. Kesamaan Hak: Tidak diskriminatif dalam arti tidak
membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan
status ekonomi;
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban: Pemberi dan
penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
Adapun yang menjadi prinsip Pelayanan Publik adalah
sebagai berikut:
a. Kesederhanaan: Prosedur pelayanan publik tidak
berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.
b. Kejelasan: Prinsip ini mencakup (1) Persyaratan teknis
dan administratif pelayanan publik; (2) Unit
kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan
pelayanan publik; dan (3) Rincian biaya pelayanan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
39
publik dan tatacara pembayaran.
c. Kepastian waktu: Pelaksanaan pelayanan publik dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan,
dan sah.
d. Akurasi: Produk pelayanan publik diterima dengan
benar, tepat, dan sah.
e. Keamanan: Proses dan produk pelayanan publik
memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
f. Tanggungjawab; Pimpinan penyelenggara pelayanan
publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas
penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g. Kelengkapan sarana dan prasarana: Tersedianya sarana
dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana
teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
h. Kemudahan Akses: Tempat dan lokasi serta sarana
pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh
masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi
telekomunikasi dan informatika.
i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan: Pemberi
pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun,
ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
j. Kenyamanan: Lingkungan pelayanan harus tertib,
teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih,
rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir,
toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
40
BAB IV WAWASAN TUGAS ORGANISASI
PEMERINTAH
A. Wawasan Tugas
Wawasan tugas organisasi pemerintah merupakan pemahaman
terhadap wawasan/pandangan kondisi terhadap unsur/aspek
yang mempengaruhi organisasi/unit kerja baik internal maupun
eksternal. Untuk memahami wawasan tugas organisasi
pemerintah, harus memahami paling tidak:
1. Visi; secara sederhana menurut Burt Nanus sebagai
gambaran masa depan suatu organisasi yang realistik,
kredibel dan atraktif. Visi organisasi merupakan visi bersama
(shared vision) yang berasal dari perpaduan visi-visi pribadi
anggota organisasi, atau yang setidak-tidaknya merupakan
visi yang disepakati oleh seluruh jajaran organisasi. Visi
pribadi merupakan gambaran harapan/cita-cita seseorang
yang timbul dari perhatiannya yang mendalam terhadap
sesuatu yang diyakininya baik yang mendorong tumbuhnya
komitmen yang tinggi pada dirinya. Visi bagi organisasi
mempunyai makna sebagai berikut:
a. Memberi nilai tambah bagi kehidupan organisasi, baik
secara individu, kelompok maupun keseluruhan
organisasi;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
41
b. Membangun komitmen diantara angkatan kerja orga
nisasi untuk bergerak maju menuju masa depan yang lebih
baik;
c. Mengatasi ketakutan akan kegagalan usaha yang
mengarah pada kemajuan dan perbaikan masa depan;
d. Menantang setiap kemapanan dan status quo yang
merugikan kelangsungan hidup organisasi.
2. Misi ; suatu pengaturan komprehensif dan singkat mengenai
tujuan suatu organisasi, program ataupun sub program.
Dalam Inpres No.7/1999 tentang AKIP menyebutkan bahwa
misi adalah suatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, sesuai yang ditetapkan, agar tujuan
organisasi dapat terlaksana, dan berhasil dengan baik.
Dengan pernyataan visi tersebut diharapkan seluruh pegawai
dari pihak yang berkepentingan dapat mengenal instansi
pemerintah, dan mengetahui peran dan program-programnya
serta hasil yang akan diperoleh diwaktu-waktu yang akan
datang.
Menurut Sandra Vandermerwe (1996), kalau visi
mengartikulasikan keinginan sesuatu institusi untuk menjadi
apa, maka misi menyatakan apa yang harus dilakukan
organisasi tersebut. Selanjutnya ia menyebut beberapa ciri
misi yang baik:
a. Memiliki integritas suatu "sense of purpose" sejati yang
mendorong organisasi berbuat serta menyatakan hal yang
terbaik;
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
42
b. Memiliki keinginan yang menonjol yang membuatnya
unit serta memberikan posisi khusus di pasar terpilih;
c. Harus bermakna dan relevan membuat perbedaan yang
jelas bagi person dan atau kehidupan pekerjaan;
d. Bertahan lama dan dapat diperpanjang, serta mampu
melanggengkan hubungan-hubungan;
e. Mudah dikomunikasikan dan dapat diingat yang
memadukan tujuan organisasi tersebut dan janjinya pada
pelanggan;
f. Sederhana;
g. Didasari oleh nilai-nilai, denganmana anggota-
anggotanya dapat mengacu;
h. Mudah diterjemahkan menjadi spesifik. Dari misi yang
baik anggota harus tahu apa yang harus dilakukannya
berbeda dan lainnya, atau aktivitas apa yang harus
dikerjakannya berbeda;
i. Berbeda dapat diingat, dan baru, tidak hanya
mengarahkan anggota-anggotanya ke arah yang sama,
melainkan juga menyegarkan, menggetarkan, dan
memberi.
j. Kredibel namun tidak mengukung/menguasai kompetensi-
kompetensi yang diperlukan organisasi;
k. Menarik bersama-sama sumber daya dan berbagai bagian
organisasi;
l. Misi yang menciptakan pasar harus mengaitkan
kemanusiaan dan fungsi analitas.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
43
B. Organisasi Pemerintah
Pengertian organisasi dalam arti Statis adalah merupakan wadah
yang berupa struktur/bagan organisasi, tempat berkumpulnya
orang-orang/anggota yang melaksanakan tugas dalam mencapai
tujuan organisasi.
Sedangkan dalam arti dinamis organisasi merupakan suatu
proses penetapan dan pembagian pekerjaan.
Pembatasan tugas dan tanggung jawab serta wewenang,
hubungan kerja, sehingga memungkinkan orang-orang/anggota
dapat berinteraksi dalam pelaksanaan tugas secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian
organisasi terdapat 2 aspek, yaitu :
1. Aspek struktur organisasi yang meliputi: pengelompokkan
orang secara formal dan bagan organisasi;
2. Aspek proses perilaku yang meliputi: komunikasi,
pembuatan keputusan, motivasi dan kepemimpinan.
Dalam operasionalnya organisasi Pemerintah dapat dibedakan
dalam Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND). Adapun bentuk organisasi Pemerintah merupakan
gabungan dari unsur lini, unsur staf dan fungsional.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
44
C. Perubahan
Perubahan itu sangat penting dalam pelaksanaan program
Budaya Kerja, sehingga masalah Budaya Kerja itu terletak pada
diri kita masing-masing dan musuh Budaya Kerjapun adalah diri
kita sendiri. Oleh karena itu kita harus memiliki komitmen yang
kuat untuk melakukan perubahan berdasar pada empat potensi
kemampuan umat manusia karunia Tuhan YME, menurut
Stephen Covey dalam bukunya “First Thing First” : (1)
Kesadaran diri, yang membuat kita mampu mengambil jarak
terhadap diri sendiri dan menelaah pemikiran kita, motif-motif
kita, sejarah kita, naskah hidup kita, tindakan kita, maupun
kebiasaan dan kecenderungan kita. Hal ini memungkinkan kita
menjadi sadar akan nilai-nilai sosial psikhis dari program-
program yang ada dalam diri kita untuk mencari peluang antara
rangsangan dan tanggapan; (2) hati nurani mampu
menghubungkan kita dengan perkembangan jaman dan bisikan
hati. Hal itu merupakan alat pemberi arah dalam hati kita, yang
memungkinkan untuk memahami ketika kita bertindak atau
merenungkan sesuatu yang tidak sejalan dengan prinsip. Di
samping itu juga hati nurani memberi kita pemahaman akan
bakat-bakat khusus dan misi kita; (3) kehendak bebas
memberikan kemampuan pada kita untuk bertindak,
memberikan kekuatan untuk mengatasi paradigma-paradigma
kita, untuk berenang melawan arus, untuk menulis kembali
sejarah hidup kita, untuk bertindak atas dasar prinsip dan
bukannya reaksi atas dasar emosi dan lingkungan sekitar kita.
Kita memiliki kekuatan untuk bertindak berdasarkan kesadaran
diri, hati nurani dan visi; (4) Imajinasi kreatif memberikan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
45
kemampuan untuk meneropong keadaan di masa yang akan
datang, untuk menciptakan sesuatu di benak kita, dan
memecahkan persoalan kita secara sinergik. Dengan imajinasi
kreatif tersebut kita mampu menyatakan misi pribadi,
menetapkan tujuan, atau merencanakan suatu pertemuan, bahkan
untuk menerapkan prinsip-prinsip dalam berbagai situasi baru
secara efektif. Anugerah empat kemampuan umat manusia dari
Tuhan YME tersebut kalau tidak dibina dan dilatih tidak akan
muncul, potensi tersebut tidur terus dan terbangun bilamana
kondisi lingkungan telah memungkinkan. Pada tingkat diri
pribadi mungkin lebih mudah munculnya potensi tadi menjadi
perilaku nyata, akan tetapi pada tingkat berkelompok akan lebih
sulit aktualisasi potensi tadi. Perlu kondisi tertentu agar potensi
itu bisa menjadi kenyataan perilaku antara lain: a) pembentukan
karakter yang memuat kekuatan integritas, sifat kedewasaan dan
kepedulian sosial; b) pemberian keterampilan yang mencakup
komunikasi, perencanaan/pengorganisasian dan perilaku
sinergistik; c) penanaman tingkat kepercayaan yang baik untuk
mencapai tujuan dan sasaran kelompok atau organisasi; d)
mawas diri kesadaran mengukur kemampuan diri, belajar dan
sadar untuk bisa memberikan yang lebih baik; e) tanggung
jawab kelompok di mana masing-masing individu menempatkan
diri dalam fungsi atau peran dan tanggung jawab kelompok,
sehingga memungkinkan semua fungsi manajemen dapat
berjalan; f) penciptaan struktur dan sistem yang kondusif, agar
faktor a s/d e dapat berjalan dengan mulus perlu diformalkan
pembagian tugas dan wewenang serta tanggung jawab dengan
pedoman pelaksanaan.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
46
Apa yang terkandung dalam Budaya Kerja adalah strategi untuk
mencapai keberhasilan masa depan dalam membangun SDM
dan organisasi melalui pelatihan alami, seperti apa yang
dinyatakan oleh Elaine Biech dalam bukunya "Deming
Management at Work" semuanya mempunyai arti proses
panjang yang terus menerus disempurnakan sesuai dengan
tuntutan dan kemampuan SDM itu sendiri sesuai dengan prinsip
pedoman yang diakui, karena tanpa pedoman manajemen akan
mengalami banyak perilaku yang salah, yang akan menimbulkan
pemborosan dan kerugian.
Kekuatan nilai-nilai yang tersembunyi berupa kemampuan untuk
menyempurnakan atau memperbaiki semua aspek
administrasi/manajemen menjadi Iebih baik atau pas (proper)
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
47
dalam upaya menghadapi tantangan. Kekuatan tersembunyi
tersebut dapat menjadi kenyataan bilamana : (1) tujuan dirinci
menjadi perilaku nyata yang dapat menghasilkan, berarti upaya
tersebut berupa tindakan yang bermutu. (2) tindakan bermutu
tersebut dikembangkan, dipertahankan dan dibina terus menerus
sehingga menjadi budaya. (3) tindakan manajemen atau
administrasi harus dapat mengukur perilaku kerja dan
menyelesaikan pekerjaan; kepemimpinan berasaskan pada
keteladanan pembinaan-pelatihan.
Potensi kekuatan Budaya dalam manajemen dapat dilihat dari
beberapa aspek seperti :
KEKUATAN : Individu yang menduduki posisi penting
atau kunci dalam organisasi (ing-ing-tut);
PERAN : Pilar-pilar spesialisasi atau keterampilan
yang berinteraksi melalui uraian jabatan
prosedur, peraturan dan sistem
(profesional);
TUGAS : Mendorong dinamika dengan melakukan
penelitian dan pengembangan (semangat
dinamik);
PRIBADI : Individual dalam struktur kolektif untuk
menentukan (gotong-royong);
KETEPATAN : Bilamana kita mampu mempertemukan
Budaya dengan tuntutan eksternal dan
hambatan internal (selaras-serasi-seim-
bang).
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
48
Budaya Kerja merupakan suatu komitmen yang luas dalam
upaya untuk membangun SDM, proses kerja dan hasil kerja
yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang lebih
baik diharapkan bersumber dari setiap individu yang terkait
dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses
kerja mempunyai perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan
berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka
kerja organisasi. Seperti nilai-nilai apa yang sepatutnya setiap
orang akan mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah
yang dianutnya seperti "Budaya Kerja" merupakan suatu proses
tanpa akhir atau terus menerus".
Bagaimana cara memasukkan gagasan Budaya Kerja ke dalam
manajemen merupakan suatu tantangan yang cukup serius untuk
ditelaah secara mendalam, karena menyangkut berbagai hal
yang perlu diketahui oleh semua SDM yang terlibat dalam
program seperti Visi, Misi, Strategi, nilai-nilai, asas-asas,
pedoman, alasan yang kuat, maksud dan tujuan, falsafah,
kepercayaan dan pernyataan aspirasi.
Untuk itu perlu ungkapan dan ucapan para pemimpin yang
konsisten dan konsekuen agar mampu menimbulkan
kepercayaan bagi semua karyawan yang mampu mendorong
komitmen.
Oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut
1. Alasan yang kuat, terhadap program Budaya Kerja, sehingga
merupakan kekuatan pendorong agar program dapat
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
49
dilaksanakan dengan baik dan mendapat dukungan dari
semua pihak. Diperlukan dialog dengan pihak-pihak yang
berkepentingan untuk menganalisis tantangan manajemen
baik eksternal maupun internal, biarkan muncul kritik dan
saran yang membangun;
2. Visi, menggambarkan maksud dan tujuan organisasi yang
seharusnya dilakukan dan menjadi kerangka kerja dalam
pengambilan keputusan yang memberikan arah pada proses
kerja. Hal ini penting, karena biasanya orang lupa visi
bilamana telah sibuk kerja, sehingga tujuan memuaskan
masyarakat yang dilayani tertinggalkan;
3. Tujuan yang akan dicapai, harus bisa diukur melalui target
organisasi, bisa juga menerangkan mengapa anda bekerja di
sini;
4. Strategi untuk mencapai tujuan, bagaimana mencapai tujuan
organisasi.
Kadar kemampuan menangkap maksud dan tujuan organisasi
tersebut tergantung pada tingkat kemampuan berkomunikasi
para pemimpin dan fasilitator budaya kerja menterjemahkan
dengan kata-kata operasional pada setiap level SDM sesuai
dengan struktur organisasi.
Selanjutnya Stephen Covey dalam bukunya "The 7 Habits of
Highly Effective People" menyatakan bahwa "Visi dan Nilai-
nilai akan muncul dari orang-orang dalam organisasi", sehingga
akan memberi arah untuk pengambilan keputusan yang lebih
baik dan mengurangi fungsi pengawasan. Hal itu akan
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
50
membentuk prinsip Kepemimpinan Pancasila seperti : Ing
Ngarso sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani (Ing-Ing-Tut) atau prinsip 5 L (Listen-Learn-Live--
Lead-Let) seperti yang dikemukakan oleh Elaine Biech dalam
bukunya TQM for Training.
Selanjutnya upaya penanaman nilai-nilai budaya dalam
manajemen/administrasi dapat dilakukan melalui :
1. Struktur Organisasi yang benar sesuai dengan tuntutan/tujuan
dan sebagai strategi;
2. Melakukan manajemen secara horizontal, lebih banyak yang
bersifat kerjasama/koordinasi;
3. Memberikan pelayanan atas dasar strategi yang baik;
4. Interaksi atau pergaulan atas dasar silih asih, asah dan asuh;
5. Membuang, budaya yang negatif dan memasukkan nilai-nilai
baru;
6. Orientasi kerja pada peningkatan kualitas;
7. Mengembangkan upaya kemitraan/partnership;
8. Melakukan gaya kepemimpinan dengan keteladanan (ing-
ing-tut);
9. Manajemen/administrasi dengan melakukan penyempurnaan
terus menerus.
Untuk itu Prof. Edward Deming dalam bukunya “Out of Crisis”,
berpesan:
1. Tanamkan komitmen pimpinan dalam hal kesetiaan terhadap
tujuan perbaikan produk, baik barang ataupun jasa;
2. Serap dan gunakan pendekatan baru yang relevan;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
51
3. Hentikan memberikan penghargaan terhadap prestasi
pegawai/karyawan dalam bentuk uang;
4. Hentikan pengawasan hanya diakhir proses untuk
mewujudkan mutu produk;
5. Sempurnakan secara periodik dan terus menerus proses
perencanaan, produksi, dan pelayanan;
6. Sediakan dan lakukan pelatihan disekitar lokasi kerja;
7. Kembangkan pengetahuan dan latihan kepemimpinan
partisipatif;
8. Kembangkan iklim kerja yang positif, merangsang inovasi,
jangan mengancam dan menakut-nakuti, kembangkan rasa
saling percaya antar pegawai/karyawan, atasan dan bawahan;
9. Jangan menciptakan batas-batas birokratis antara staf dan
karyawan/pegawai;
10. Singkirkan kebijakan mengecam pegawai/bawahan;
11. Pelajari dan terapkan metode perbaikan dan hindari Quota
Numerik dalam memacu produksi;
12. Jangan meremehkan keterampilan pegawai atau karyawan,
tetapi berikan, tanamkan kebanggaan akan keterampilan
kerja yang dimilikinya;
13. Laksanakan program pendidikan dan pelatihan atau Diklat
secara rutin periodik pada setiap pegawai/karyawan, dan
14. Libatkan setiap orang yang berada di organisasi dalam
perubahan dan penyempurnaan.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
52
D. Cara Kerja Birokrasi
1. Cara Kerja Tradisional
Cara Kerja Tradisional ini mewarnai kehidupan manajemen
baik di pemerintahan maupun di masyarakat, cara seperti ini
sudah tidak efisien lagi, karena sangat lamban dan
menghambat perubahan. Menurut J.C. Tukiman Taruna pada
suatu Seminar yang dimuat di Surat MEDIA tanggal 10 April
1994 menyebutkan antara lain bahwa masyarakat Indonesia
masih bersifat feodalistik, ketat pada peraturan, lebih
menyenangi tertutup, lebih suka mempersulit pelayanan
kepada orang lain, menghadapi orang lain dengan penuh
curiga, dalam keadaan tertentu suka main hakim sendiri, suka
membuat peraturan untuk memperkuat diri.
Keadaan seperti itu seharusnya berubah karena tantangan
sudah lain dan oleh Prof. Dr. Muladi dari UNDIP pada Surat
Kabar yang sama menyatakan perlu paradigma baru seperti
dalam menentukan tujuan itu harus fleksibel, komunikasi
harus terbuka, kebijaksanaan harus rasional dan bersifat
partisipatif.
Lebih lanjut dikatakan oleh Dr. Lukman Sutrisno dari UGM
ciri tuntutan masa depan tersebut antara lain berorientasi
pada demokrasi dan hak-hak asasi manusia serta prestasi,
menghormati hukum, tidak cepat puas dan solidaritas sosial
tinggi.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
53
Menurut Prof. Dr. Warren Bennis keadaan seperti yang
dikemukakan oleh J.C. Tukiman Taruna tersebut disebut
matinya birokrasi karena bersifat kaku dan lamban, sehingga
tidak mampu lagi untuk mengakomodasi tuntutan-tuntutan
baru yang bersifat cepat dan mendasar.
Disebut mendasar karena menyangkut perubahan sikap dan
perilaku SDM dalam upaya merubah perilaku manajemen
baru yang lebih dinamik dan fleksibel. Namun perubahan
sikap dan perilaku SDM tersebut memerlukan proses waktu
yang cukup lama agar benar-benar menjadi budaya baru.
2. Cara Kerja Baru
Untuk mengatasi tantangan globalisasi diperlukan perubahan
cara kerja baru yang lebih efektif dan efisien, lebih
demokratis dan terbuka, lebih rasional dan fleksibel dan lebih
bersifat terdesentralisasi. Hal itu dikemukakan oleh Bapak
Presiden RI di depan para Gubernur pada 10 Juni 1993
dengan maksud agar diadakan perubahan manajemen untuk
mengantisipasi pengaruh globalisasi yang akan menerpa
semua negara di dunia termasuk Indonesia.
Bilamana perubahan manajemen tersebut dapat dikelola
dengan baik maka akan dipetik keuntungan yang berupa
tumbuhnya banyak prakarsa, aneka ragam kreativitas dan
dorongan partisipasi yang makin besar. Pertumbuhan
semacam itu akan mendorong terwujudnya kemandirian yang
harus menjadi ciri utama pembangunan dalam rangka
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
54
menghadapi kehidupan masa depan.
Untuk itu manajemen harus berorientasi pada tujuan agar
lebih efektif dan efisien, dengan cara seperti:
a. Merumuskan tujuan dan sasaran organisasi secara jelas
dan rinci;
b. Tujuan dan sasaran tersebut dijabarkan dalam bentuk
kebijaksanaan dan strategi yang operasional;
c. Dilaksanakan dengan penuh peran serta semua pihak, baik
yang berupa kerjasama maupun koordinasi;
d. Pelaksanaan tersebut terus dikendalikan, temuannya
dianalisis, kemudian ditindaklanjuti berupa perbaikan atau
penyempurnaan secara terus menerus.
Perubahan tersebut akan dapat terlaksana bilamana didahului
oleh perubahan sikap dan perilaku SDM yang akan menjadi
pendukung utama perubahan manajemen tersebut. Untuk itu
diperlukan langkah kegiatan yang berupa mencari nilai-nilai
baru, kemudian dimasyarakatkan atau dilatihkan, dilaksana
kan, disempurnakan terus, menjadi kebiasaan kerja dan
akhirnya baru menjadi budaya baru yang dimilikinya. Unsur
yang terkandung dalam upaya perubahan tersebut meliputi
kekuatan motivasi, motivasi tidak akan berarti kalau tidak
memiliki keterampilan atau profesional, memiliki motivasi-
keterampilan-kepribadian tidak cukup kalau bisa berperan
atau berbuat; memiliki motivasi-keterampilan-kepribadian-
peran tidak bisa optimal bilamana tidak memperhatikan
faktor manusiawi berupa kejenuhan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
55
Oleh karena itu yang dimaksud dengan produkti vitas Budaya
Kerja adalah sikap mental yang selalu mencari perbaikan
atau penyempurnaan apa yang telah dicapai, dengan
menerapkan teori-teori dan metoda-metoda baru serta yakin
akan kemajuan umat manusia. Dalam hal ini dapat dilihat
kaitan antara kepribadian dan hasil kerja, di mana
kepribadian itu terkandung unsur bakat, keterampilan, minat
sifat, gairah dan nilai-nilai; kepribadian tersebut menjadi
sikap, kemudian menjadi perilaku yang mengandung unsur
semangat, disiplin, rajin, jujur, tanggung jawab, hemat,
integritas; sehingga hasil kerja akan mencapai kualitas yang
tinggi atau memuaskan.
Perilaku manajemen yang menghasilkan produk bermutu
tinggi tersebut dapat dinilai dari unsur antara lain
kepemimpinan, perencanaan, pengorganisasian, penentuan
prioritas, pendelegasian, pengendalian, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, komunikasi lisan, komunikasi
tertulis, keterampilan administrasi, hubungan antar pribadi,
pemeliharaan keselamatan, kerumahtanggaan, ketepatan
waktu dan kehadiran.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
56
Hubungan antara KEPRIBADIAN, TINGKAH LAKU dan
HASIL KERJA
Hasil optimal dengan cara kerja baru tersebut akan dapat
dicapai bilamana diikuti dengan gaya kepemimpinan yang
sesuai dengan misi manajemen yang telah disepakatinya.
Antara lain dengan keteladanan, memberikan dorongan dan
memberikan tanggung jawab serta mengajak atau
menghimbau bukan memerintah. Seperti halnya dengan
paradigma kepemimpinan yang dikemukakan oleh Edward
Murrow: "Bilamana anda ingin menghimbau, hendaklah anda
bisa dipercaya; Bilamana anda ingin dipercaya, hendaknya
anda terampil/profesional; Bilamana anda ingin dianggap
terampil/profesional, hendaknya anda mampu bekerja benar".
57
BAB V PENERAPAN BUDAYA KERJA ORGANISASI PEMERINTAH
A. Organisasi Budaya Kerja
Dengan persepsi yang sama dan kesadaran terhadap program
mempunyai arti yang sangat besar bagi penanaman Budaya
Kerja, karena dapat disamakan dengan fondasi suatu bangunan
atau akar pohon yang sangat kuat, di mana akan mampu
menyangga bangunan yang besar atau pohon yang besar dan
rindang serta lebat buahnya. Agar supaya pohon tadi dapat
tumbuh dengan baik kiranya diperlukan upaya pemeliharaan,
pemupukan, pembersihan, dijaga agar tidak dimakan oleh hama.
Untuk itu diperlukan organisasi di atas fondasi tersebut di atas
dengan struktur paling atas sebagai penanggung jawab program,
kedua sebagai Tim Pengarah yang terdiri dari pimpinan lapisan
kedua atau sesuai dengan kondisi, ketiga adalah Tim Fasilitator
yang dapat terdiri dari unsur pimpinan atau orang lain yang
mampu dan berminat besar untuk melakukan tugas tersebut,
keempat Kelompok Budaya Kerja (KBK) yang terdiri dari
karyawan/pegawai yang langsung terkait dalam suatu pekerjaan
dalam arti bisa satu jenis pekerjaan yang sama, satu proses
pekerjaan, satu naungan koordinasi, satu kemitraan dan lain
sebagainya.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
58
Fungsi struktur tersebut berbeda namun saling mendukung
mengarah pada tujuan kualitas yang lebih baik dengan
partisipasi menyeluruh.
STRUKTUR WEWENANG & TANGGUNG JAWAB
1. Penanggung jawab Bertanggung jawab akan
keberhasilan pelaksanaan program,
komitmen.
2. Tim Pengarah Memberikan pengarahan pada
fasilitator/KBK agar berjalan sesuai
dengan program.
3. Fasilitator Menyebarluaskan Budaya Kerja,
membimbing KBK dan memantau
KBK dan melaporkan kegiatan
KBK kepada Tim Pengarah.
4. Ketua Kelompok Memimpin jalannya rapat KBK,
memberi motivasi anggota dan
melaporkan kegiatan KBK kepada
Tim Pengarah.
5. Anggota KBK Partisipasi dalam KBK dan belajar
terus agar mampu memecahkan
masalah.
Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
cepatnya arus informasi pelatihan untuk semua tingkat sangat
diperlukan dan merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan
dengan manajemen dalam rangka antisipasi menghadapi
tantangan masa depan.
Program yang pertama-tama dilakukan oleh setiap KBK adalah
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
59
menyusun program 5-S yang mencakup
1. Sort yaitu disusun pekerjaan yang tergolong penting;
2. Systematize yaitu disusun secara teratur;
3. Sweep yaitu membersihkan ruangan dan meja;
4. Standardize yaitu dibuat secara standar agar mudah;dan
5. Self-Discipline yaitu mendisiplinkan diri tidak perlu
diingatkan.
Program ini sebagai langkah awal yang dapat dijadikan masa uji
coba pelaksanaan program, setelah menemukan cara yang paling
cocok baru kemudian melangkah pada upaya pemecahan
masalah yang selalu timbul dalam menjalankan proses
manajemen atau administrasi.
B. Komitmen Pimpinan Puncak
Kegagalan program Budaya Kerja sebagian besar disebabkan
oleh kurangnya komitmen dari puncak pimpinan, namun tidak
semudah itu menyalahkan pimpinan, karena setiap pemimpin di
setiap level mempunyai kuasa mengendalikan suatu proses
kerja, andai kata anda tidak mampu bekerja sesuai dengan
strategi jangan disalahkan pemimpin atasannya. Kemungkinan
kesalahan pada anda sendiri, karena tidak mau merubah cara
kerja baru dengan nilai-nilai baru.
Pemimpin tugasnya adalah memberikan bimbingan dan arahan
serta sudah wajib untuk memberikan komitmen termasuk
menanggung resiko dan kepercayaan. Komitmen berarti
memberikan latihan, alat-alat, sumber daya, kekuasaan,
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
60
tanggung jawab, kebebasan dan dorongan. Hal itu mempunyai
arti mengerjakan sesuatu menurut cara mereka atau cara kita
dari pada caranya. Komitmen juga berarti bertanya,
mendengarkan, melakukan di samping memutuskan,
memberitahukan dan mengarahkan.
Kepemimpinan harus menghargai potensi kekuatan orang kerja
secara gotong-royong (kolektif) dan orang adalah kekuatan
ganda yang diperkirakan akan menghasilkan kinerja yang lebih
baik dari pada sebelumnya. Kreativitas mereka tidak boleh
diusik, tetapi didorong muncul dengan kepemimpinan yang
kondusif.
Langkah pemimpin dalam pelaksanaan program Budaya Kerja
dimulai dari :
1. Memberi fokus yang sama, dalam visi dan strategi. Karena
kesamaan fokus tersebut merupakan perekat untuk
mengendalikan pelaksanaan secara bersama dan memberikan
dorongan bagi setiap orang untuk melakukan perubahan.
Tanpa kesamaan fokus komitmen, sinergi dan semangat tidak
akan menjadi kenyataan;
2. Melaksanakan penyempurnaan, melakukan penyempurnaan
adalah inti dari program Budaya Kerja, dengan perubahan
tersebut organisasi akan mampu mempertahankan hidup
dalam persaingan. Tanpa penyempurnaan masyarakat yang
dilayani akan terasa semakin berat;
3. Merubah Budaya, kepemimpinan Budaya Kerja harus
mampu merubah dirinya sendiri terlebih dahulu. Mereka
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
61
mulai dengan mengidentifikasi bagaimana mereka
memimpin organisasi dan apa yang harus berubah untuk
mendukung visi yang mereka lihat. Pemimpin organisasi
harus menerima tanggung jawab untuk perubahan budaya,
proses tersebut terkandung dalam budaya dan tidak mungkin
melakukan perubahan tanpa merubah yang lain. Tanpa
perubahan budaya upaya penyempurnaan tidak akan
berkelanjutan dan hanya menjadi semboyan omong kosong;
4. Perubahan akan terjadi bertahap, untuk mengerti program itu
memerlukan waktu. Belum tentu pengertian itu dapat
merubah sikap seseorang. Juga belum tentu perubahan sikap
seseorang itu otomatis merubah perilakunya. Proses tersebut
memerlukan upaya serius agar dapat dihayati, direnungkan,
diyakini dan dibenarkan, kemudian bersedia dengan ikhlas
mau melaksanakan. Tahapan tersebut sebagai berikut:
a. Memberikan suatu fokus yang sama dengan terus-
menerus mengkomunikasikan visi yang jelas pada setiap
level;
b. Melaksanakan penyempurnaan dengan membuat suatu
model;
c. Diperkirakan akan diikuti oleh yang lain;
d. Merubah budaya dengan terus menerus memberikan
kepemimpinan yang jelas dan komitmen;
e. Jangan membuat kesalahan dalam tahapan, pimpinan
harus bertanggung jawab pada situasi setiap tahapan.
Suatu kesalahan akan mengakibatkan kerugian bagi
program seperti melemahkan semangat, orang menjadi
kecewa atau tidak percaya karena cara kepemimpinan
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
62
yang keliru, misalnya memerintah yang seharusnya
mengajak, bukan sistem/manajemen melainkan
kepemimpinan (transformational). Dalam sistem tahapan
yang dilalui diperlukan perhatian terfokus pada pencip-
taan kekuatan kerja lebih baik dengan cara memberikan
pelatihan, keterampilan dan semangat.
Program Budaya Kerja berorientasi pada proses yang
bermanfaat untuk mendapat gambaran yang jelas pada sistem
kerja membantu secara terpusat holistik terhadap masalah
dan lebih mudah mencari penyebabnya, mudah mencegah
agar permasalahan tidak terjadi lagi.
C. Komunikasi
Dalam melaksanakan program Budaya Kerja keterampilan
komunikasi merupakan faktor penting dalam upaya menciptakan
lingkungan yang kondusif agar nilai-nilai luhur dapat
teraktualisasi dalam sikap dan perilaku organisasi. Keberhasilan
program tersebut berdasar pada tingkat kepercayaan dalam
interaksi individu yang terkait, sehingga tempat tingkat
kepercayaan itu pada kualitas kerja sama. Makin tinggi tingkat
kepercayaan, makin baik kualitas kerjasamanya. Kondisi
semacam itu harus semakin dapat terwujud agar tingkat sinergi
bisa dicapai, sehingga hasil (output) program menjadi semakin
berkualitas.
Dengan kata lain, bahwa fungsi manajemen dalam setiap
organisasi dari pengambilan keputusan sampai sikap dan nilai-
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
63
nilai menciptakan dukungan untuk melakukan operasi yang
efektif dan efisien. Pengambilan keputusan terletak dalam suatu
kerjasama yang kompleks, saling ketergantungan satu sama lain
dan juga saling mempercayai dan keakraban yang tumbuh
melalui kebersamaan.
Sifat Budaya Kerja adalah kemampuan mengelola proses
perubahan, karena berdasar pada nilai-nilai
kebersamaan/integritas, sehingga sedikit demi sedikit sikap
perilaku yang negatif akan terkikis dan munculnya nilai-nilai
baru yang lebih baik untuk mendorong manajemen menjadi
lebih optimal. Peran komunikasi dalam Program Budaya Kerja
tidak lain adalah upaya membuka benteng-benteng birokrasi
yang selama ini membuat SDM itu terkotak-kotak, sehingga
komunikasi terhambat, yang berarti penyebaran informasi tidak
mencapai sasaran dan menimbulkan kesulitan dalam upaya
partisipasi pengambilan keputusan. Dengan komunikasi yang
terbuka, maka jalan menuju kerjasama dan koordinasi dalam
manajemen menjadi lebih mudah, karena setiap orang tidak lagi
mementingkan dirinya sendiri, rasa saling ketergantungan
meningkat yang berarti tingkat kepercayaan satu dengan yang
lainnya sangat tinggi.
Kondisi semacam itu merupakan kekuatan program Budaya
Kerja dalam menggerakkan sumberdaya dan berjalannya fungsi-
fungsi manajemen dengan benar, sehingga akan menjadi
tangguh dalam menghadapi tantangan apapun. Di samping itu
komunikasi yang baik memerlukan persiapan dalam mencari
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
64
bagaimana cara menyampaikan yang efektif dan efisien. Ajaran
agama mengingatkan agar dalam penyampaian ajaran-ajarannya
hendaknya mempergunakan bahasa yang dimengerti oleh
umatnya.
Selanjutnya oleh Dr. Stanley Meath dalam bukunya 'Psikologi
Yang Sebenarnya" mengemukakan bahwa kreativitas seseorang
itu dapat muncul bilamana melatih otak sebelah kanan. Otak
sebelah kiri sudah terlatih melalui pendidikan di sekolah
sehingga mampu menanggapi pengetahuan yang bersifat logis
dan sistematik seperti bahasa dan matematika. Otak sebelah
kanan umumnya kurang terlatih, padahal sangat diperlukan
dalam Budaya Kerja, karena mempunyai sifat cepat bertindak,
langsung, merupakan sumber kreativitas, obyektif, dan intuitif,
yang mampu melihat, merekam ruang dan kreativitas sebagai
sarana untuk mencapai tingkat sinergi yang sangat diperlukan
dalam upaya menyesuaikan diri terhadap perubahan/tantangan
lingkungan eksternal maupun internal.
KOMUNIKASI UNTUK KEBERHASILAN
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
65
D. Motivasi
Motivasi merupakan salah satu komponen penting dalam meraih
keberhasilan suatu proses kerja, karena memuat unsur
pendorong bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan sendiri
maupun berkelompok. Suatu dorongan dapat berasal dari dalam
dirinya sendiri, yang berupa kesadaran diri untuk bekerja lebih
baik atau memberikan yang terbaik bagi kelompok dengan
berbagai macam alasan yang baik dan luhur. Namun tidak
semudah itu setiap orang mempunyai dorongan yang positif,
mereka perlu dibantu oleh orang lain yang berperan sebagai
pemimpin atau atasan.
Dalam memberikan motivasi, atasan tidak sekedar mendorong
sebisanya, akan tetapi mereka harus mempergunakan strategi
agar apa yang dilakukan itu dapat menghasilkan yang lebih baik
secara optimal. Beberapa faktor yang diperlukan untuk strategi
antara lain, seperti tujuan, cara kerja, teknologi, masyarakat dan
pelanggan, budaya SDM dan sumberdaya lainnya. Dengan
mengenal faktor-faktor tersebut akan dapat disusun suatu
langkah bagaimana membuka peluang keberhasilan melalui
pintu internal (hati nurani SDM) untuk merubah sikap dan
perilaku baru yang kondusif terhadap tantangan yang
dihadapinya.
Banyak para ahli meneliti sikap dan perilaku SDM yang
berkaitan dengan motivasi dan menghasilkan teori-teori
mengenai bagaimana memberikan motivasi pada karyawan atau
pegawai pada suatu organisasi, antara lain seperti Mc Gregor
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
66
memberikan teori X yang menganggap bahwa setiap pekerja itu
malas, maka gaya kepemimpinan harus keras; selanjutnya dia
mengoreksi teorinya dengan teori Y, di mana ia memandang
setiap orang baik dan rajin bekerja, sehingga pemimpin lebih
banyak mempercayai mereka. Teori Abraham Maslow lebih
banyak meneliti motivasi dari segi urutan prioritas kebutuhan
SDM terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, di mana
yang paling mendasar adalah kebutuhan fisiologis
(kelangsungan hidup, sandang/pangan/papan, rasa aman, rasa
memiliki, harga diri dan aktualisasi diri) secara pyramidal.
Terakhir muncul teori Z dari William G'. Ouchi, di mana
motivasi dapat lebih berhasil melalui cara kerja kelompok
(model Jepang) dipadukan dengan budaya Amerika Serikat
seperti sifat rasional dan individualistik.
Sebenarnya motivasi itu tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
manusia sehari-hari, orang yang tidak mempunyai motivasi kerja
secara alami akan kalah bersaing dengan mereka yang
bermotivasi kerja tinggi. Motivasi kerja walaupun telah dimiliki
bukan merupakan jaminan akan mampu bersaing. Mereka harus
cerdik memanfaatkan motivasi yang semakin lebih baik dalam
mencapai kualitas SDM, kualitas kerja dan hasil kerja.
Motivasi yang digerakkan oleh pemimpin akan memberi bentuk
dalam gaya manajemen. Banyak gaya manajemen yang bisa
dilakukan sesuai dengan kondisi lingkungan kerja dan tantangan
yang dihadapi serta alat yang dimilikinya.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
67
E. Lingkungan Kerja
Untuk melakukan program Budaya Kerja diperlukan persiapan
yang berupa penciptaan lingkungan kerja dengan paradigma
yang disepakati untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara
yang lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu kita sedikit
menengok pada diri kita sendiri sebagai SDM, yang oleh Prof.
Dr. Kusnadi Harasumantri mantan Rektor Universitas Gajah
Mada menyatakan bahwa kekuatan SDM itu bukan pada jasmani
atau jiwa yang dimiliki, namun kekuatan tersebut terletak pada
semangat dan kemampuan kerja. Karena kerjasama tersebut
akan mampu meningkatkan mutu dan mutu yang dicapai terus
menerus, dipertahankan dan dikembangkan akan menjadi
Budaya Kerja yang dimiliki oleh kelompok yang bersangkutan.
pendelegasian/umpan balik
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
68
Nilai-nilai kerjasama tersebut banyak diungkapkan oleh ajaran
agama, bahkan ada yang ekstrim menyatakan bahwa siapapun
yang tidak mau kerjasama, mereka tergolong temannya syaithan.
Nilai tradisional juga terungkap dalam pepatah ataupun
peribahasa seperti "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh ",
"Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul”
Selanjutnya oleh Isaken, S.G. Dorval K.B. & Treffinger, D.J.
dalam bukunya CREATIVE APPROACHES TO PROBLEM
SOLVING mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
lingkungan yang kondusif meliputi beberapa dimensi seperti :
1. Tantangan, keterlibatan dan kesungguhan;
2. Kebebasan mengambil keputusan;
3. Waktu yang tersedia untuk memikirkan ide-ide baru;
4. Memberi peluang untuk mencoba ide-ide baru;
5. Tinggi rendahnya tingkat konflik;
6. Keterlibatan dalam tukar pendapat;
7. Kesempatan humor, bercanda dan bersantai;
8. Tingkat saling kepercayaan dan keterbukaan;
9. Keberanian menanggung resiko/boleh gagal.
Dengan dimensi lingkungan kerja seperti tersebut di atas,
memberi peluang semua unsur manajemen/administrasi dapat
berfungsi seperti apa yang diharapkan, lebih-lebih nilai-nilai
budaya dapat teraktualisasi dengan kerja berkelompok.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
69
F. Kerjasama Melalui Kelompok
Kerjasama merupakan suatu nilai-nilai sangat penting dalam
manajemen, khususnya manajemen serba sasaran ataupun
manajemen partisipasi. Kata lain untuk kerjasama adalah
partisipasi atau juga gotong-royong, konsekuensi dan nilai-nilai
tersebut mendasari karakteristik suatu manajemen di mana
partisipasi itu dimungkinkan berperan dalam setiap pengambilan
keputusan manajemen.
Partisipasi pada sebagian besar orang mempunyai pengaruh
mendalam pada kualitas kerja, penerimaan perubahan, tingkat
moral, kesetiaan dan produktivitas. Secara psikologis dan mental
terlihat dalam pekerjaan mereka memainkan tingkat identifikasi
yang lebih besar dengan organisasi beserta tujuannya. Oleh
karena itu mereka berhasil menciptakan iklim yang baik bagi
pertumbuhan dan perkembangan tersebut secara vital
mempengaruhi perkembangan organisasi dan usahanya.
Upaya untuk mencapai tingkat optimal keberhasilan mencapai
tujuan organisasi oleh Tannembaum dan Masarik dikatakan
bahwa bawahan harus secara psikologis terlibat dalam aktivitas
partisipasional, artinya mereka harus juga memiliki kecerdasan
dan kehendak untuk melakukan hal itu. Dalam kegiatan yang
bersifat gotong-royong tersebut mereka menjadi lebih kreatif,
munculnya prakarsa lebih banyak dan semakin menjadi lebih
bertanggungjawab. Oleh karena itu perlu diciptakan sasaran
partisipasi tersebut pada setiap organisasi adalah sifat dan
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
70
bentuk yang variatif tergantung pada kebutuhan dan jenis
kerjanya.
Dalam praktek kepemimpinan partisipatif eksekutif atau
penyelia harus mengakui bahwa orang-orangnya memiliki
keterampilan dan kemampuan selain dari apa yang dapat mereka
kerjakan dengan tangan. Mereka harus mengakui bahwa
bawahannya mempunyai kemampuan untuk berfikir
menciptakan ide-ide baru, memprakarsai prosedur baru serta
cara-cara kerja mutakhir.
Pimpinan eksekutif dalam manajemen partisipatif ini harus
yakin benar bahwa partisipasi tersebut bukan hanya diperlukan,
namun juga bersifat hakiki. Artinya pimpinan dan semua lini
wajib memberikan komitmen dalam arti yang benar, sehingga
sikap dan perilakunya selalu mendukung dan mendorong serta
terjun secara aktif membantu jalannya kelompok partisipatif
tersebut. Sehingga partisipasi dapat disebut sebagai stabilitator
mental untuk mengurangi konflik antar pribadi maupun
kelompok pada lingkungan yang tidak pasti.
Manajemen partisipatif umumnya cenderung untuk:
1. Meningkatkan derajat perasaan anggota atau kesatuan yang
memiliki partisipan dalam organisasi;
2. Mendorong partisipan berfikir dalam kerangka organisasi
secara menyeluruh tidak terbatas pada lingkup bagiannya
yang sempit;
3. Menurunkan tingkat konflik, permusuhan dan persaingan di
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
71
antara partisipan;
4. Meningkatkan pengertian antar individu, terutama sifat-sifat
toleransi dan kesadaran;
5. Meningkatkan pengungkapan kebebasan individu mengenai
kepribadiannya yang menyebabkan bawahan merasa terikat
oleh organisasi, karena kepribadiannya membutuhkan
pengalaman kerja yang menyenangkan;
6. Mengembangkan iklim kerja yang kreatif dan yang
menguntungkan organisasi.
Syarat-syarat partisipasi antara lain:
1. Diperlukan banyak waktu sebelum pelaksanaan; partisipasi
tidak bakal terjadi dalam keadaan mendadak;
2. Biaya partisipasi tidak boleh melebihi nilai-nilai ekonomi
dan lainnya;
3. Subyek partisipasi harus relevan dengan organisasi
partisipasi sesuatu yang akan menarik perhatian partisipan;
4. Partisipasi harus mempunyai kemampuan, kecerdasan dan
pengetahuan untuk partisipasi secara aktif;
5. Partisipasi harus mampu berkomunikasi untuk dapat saling
tukar informasi atau gagasan;
6. Tidak seorangpun dalam organisasi yang terancam oleh
bentuk peran serta tersebut;
7. Partisipasi untuk memutuskan arah tindakan pada sebuah
organisasi hanya dapat menempati lingkungan kebebasan
kerja kelompok.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
72
Sinergi merupakan istilah akademik yang biasa dipakai dalam
ilmu-ilmu sosial, namun perkembangan akhir-akhir ini istilah
tersebut menjadi populer karena banyak disebut oleh para Pakar
maupun Negarawan. Sinergi mengandung arti kombinasi unsur
atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik atau
lebih besar. Lebih lanjut artian tersebut berkembang yang
menghasilkan keluaran yang lebih bermutu. Arti sinergi bersifat
kontekstual, tergantung pada sifat sinergistik dilekatkan, seperti
kerjasama antar tangan kanan dan tangan kiri, campuran
beberapa unsur kimia, koordinasi bagian satu dengan lainnya
dan seterusnya.
Sinergi dalam manajemen dan administrasi sangat vital, karena
mengandung arti pengerahan seluruh sumber daya organisasi
yang selaras, serasi dan seimbang untuk mencapai tujuan angka
optimal dalam arti efektif, efisien dan memuaskan. Bagaimana
kita dapat mencapai kondisi selaras-serasi-seimbang, hal itu
merupakan suatu seni, sebab sangat tergantung pada
kemampuan kita sendiri atau profesionalisme, tantangan yang
bersifat internal maupun eksternal. Oleh karena itu disebut
sebagai suatu seni mempergunakan strategi untuk mencapai
keberhasilan. Secara tehnik operasional selaras itu mengandung
arti semua orang dalam organisasi paham akan tujuan, falsafah,
misi, visi organisasi yang bersangkutan. Kemudian serasi
mempunyai arti setiap orang yang terkait dalam organisasi
tersebut mengatur strategi operasional dalam upaya mencapai
tujuan sesuai dengan struktur dan fungsi dalam organisasi
tersebut. Selanjutnya pengertian seimbang dapat diuraikan agar
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
73
masing-masing orang atau unit bekerja menurut irama prioritas
organisasi secara profesional.
Falsafah Pancasila telah memberikan ciri khas sinergistik
masyarakat Indonesia melalui asas kekeluargaan, asas kegotong-
royongan, asas kebersamaan, integralistik, kesemuanya
mengandung arti kerjasama, koordinasi dan sikap SDM yang
terkait dalam suatu organisasi, di mana kondisi tersebut
bilamana dilaksanakan secara benar akan menciptakan sinergi
dengan bentuk keluaran yang bermutu tinggi.
Stephen R. Covey dalam bukunya Principles Centered
Leadership mengatakan bahwa sinergi adalah dikerjakan
bersama lebih baik hasilnya daripada dikerjakan sendiri-sendiri.
Jadi jelas bahwa gabungan beberapa unsur akan menghasilkan
suatu produk yang lebih unggul. Sinergi dapat dicapai dengan
kerja secara berencana dan bertahap disesuaikan dengan kondisi,
tingkat kemampuan dan nilai-nilai yang dimilikinya. Hal itu
dikaitkan dengan tingkat kepercayaan dan tingkat kerja sama
sebagai akibatnya. Kalau kepercayaannya rendah, berarti tingkat
kerjasama juga rendah, sebaliknya bilamana tingkat kepercayaan
tinggi, maka tingkat kerjasama akan mencapai tingkat sinergi.
Bilamana tingkat sinergi tersebut dapat dicapai dalam
manajemen, dapat diartikan perbaikan mutu telah dicapai
dengan baik.
Perlu diyakini bahwa kekuatan SDM itu terletak pada ke-
mampuan kerjasama yang dimiliki dan kerjasama tersebut dapat
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
74
menjadi kenyataan bilamana tingkat kepercayaan masing-
masing individu dalam kelompok dapat ditumbuhkan. Oleh
karena itu kualitas kerjasama SDM terletak pada tingkat
kepercayaan yang dapat ditumbuhkan, makin tinggi berarti
makin baik.
G. Disiplin Salah satu aspek kekuatan SDM itu dapat tercermin pada sikap
dan perilaku disiplin, karena disiplin dapat mempunyai dampak
kuat terhadap suatu organisasi untuk mencapai keberhasilan
dalam mengejar tujuan yang direncanakan. Menurut Sun Tzu
Dalam bukunya Art of War, bahwa segala macam kebijaksanaan
itu tidak mempunyai arti kalau tidak didukung oleh disiplin oleh
para pelaksananya. Disiplin dimulai dari diri pribadi, antara lain
harus jujur pada dirinya sendiri, tidak boleh menunda-nunda
tugas dan kewajibannya dan memberikan yang terbaik bagi
organisasinya. Karena organisasi itu adalah masalah orang,
maka harus dipelajari secara sungguh-sungguh agar dalam
penempatan orang itu sesuai dengan bakat dan keterampilan
yang dimiliki, sehingga dimungkinkan disiplin organisasi dapat
ditegakkan dalam upaya mencapai tujuan.
Menurut Keith Daviz & John W, Newstrom dalam bukunya
Human behavior At Work, menyatakan bahwa disiplin
mempunyai 3 (tiga) macam sifat yaitu :
1. Disiplin preventif adalah tindakan SDM agar terdorong untuk
mentaati standar dan peraturan. Tujuan pokoknya adalah
mendorong SDM agar memiliki disiplin pribadi yang tinggi,
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
75
agar peran kepemimpinan tidak terlalu berat dengan
pengawasan/pemaksaan, yang dapat mematikan prakarsa dan
kreativitas serta partisipasi SDM. Oleh karena itu pimpinan
harus mampu menciptakan iklim kerja agar disiplin kerja
dapat ditumbuhkan, antara lain dengan memberikan
informasi kepada segenap karyawan mengenai standar dan
peraturan yang harus ditegakkan. Dengan pengetahuan
tersebut diharapkan semua karyawan akan berusaha
melaksanakan dengan benar dan mampu menghindari atau
mencegah penyimpangan-penyimpangan.
2. Disiplin korektif adalah tindakan dilakukan setelah terjadi
pelanggaran standar atau peraturan, tindakan tersebut
dimaksud untuk mencegah timbulnya pelanggaran lebih
lanjut. Tindakan itu biasanya berupa hukuman tertentu
disebut tindakan disipliner, antara lain berupa peringatan,
skors, pemecatan. Tindakan disipliner tersebut bersifat
mendidik agar memperbaiki perilaku, mencegah orang lain
melakukan yang serupa, mempertahankan standar yang
konsisten dan efektif.
3. Disiplin Progesif adalah tindakan disipliner berulang kali
berupa hukuman yang makin berat, dengan maksud agar
pihak pelanggar bisa memperbaiki diri sebelum hukuman
berat dijatuhkan.
Disiplin merupakan salah satu unsur pokok dalam upaya
mencapai kualitas atau keberhasilan manajemen di samping
unsur pemahaman (understanding) dan komitmen
(kesungguhan). Ketiadaan salah satu unsur tersebut mempunyai
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
76
dampak kualitas manajemen/administrasi yang kurang baik, oleh
karena itu disiplin harus mampu ditanamkan pada seluruh SDM
dalam manajemen, melalui cara-cara sebagai berikut :
a. Mengenal dirinya sendiri;
b. Mendisiplinkan diri;
c. Memimpin dengan keteladanan;
d. Menanamkan semangat kemandirian;
e. Hindari sikap dan perilaku negatif;
f. Anggap disiplin sebagai cermin ibadah.
77
BAB VI MASALAH BUDAYA KERJA ORGANISASI PEMERINTAH
Pelaksanaan budaya kerja pada Instansi Pemerintah diperlukan
berkaitan dari semua pihak, agar betul-betul bisa terlaksana sesuai
dengan harapan. Pelaksanaan budaya kerja, adalah persoalan
perilaku, oleh karena pemahaman terhadap nilai-nilai yang menjadi
dasar dalam organisasi pada penghayatan yang lebih dalam. Dengan
penghayatan nilai-nilai tersebut akan tercermin dalam
tindaktanduk/perilaku Aparatur sehari-hari.
Berbagai masalah budaya kerja dalam organisasi pemerintah
sebagaimana dijelaskan dalam pedoman pengembangan budaya kerja
Aparatur Negara yang diterbitkan oleh Kementrian PAN-RI (tahun
2002) yang diilustrasikan dalam penjabaran nilai-nilai budaya kerja
yang terdiri dari 17 pasang tersebut, dapat diidentifikasikan, antara
lain sebagai berikut :
1. Komunitas dan konsistensi terhadap visi dan misi organisasi
masih rendah;
2. Sering terjadi penyimpangan dan kesalahan dalam kebijakan
publik yang berdampak luas kepada masyarakat;
3. Pelaksanaan kebijakan jauh berbeda dari yang diharapkan;
4. Terjadi arogansi pejabat dan peyalahgunaan kekuasaan;
5. Pelaksanaan wewenang dan tanggungjawab aparatur saat ini
belum seimbang;
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
78
6. Dalam praktek dilapangan sulit dibedakan antara ikhlas dan tidak
ikhlas, jujur dan tidak jujur;
7. Pejabat yang KKN akan menyebabkan KKN meluas pada
pegawai, dunia usaha dan masyarakat;
8. Gaji pegawai yang rendah/kecil dibandingkan dengan harga
barang/jasa lainnya;
9. Banyak aparatur yang integritas, loyalitas dan profesionalnya
rendah;
10. Belum ada sistem merit yang jelas untuk mengukur kinerja
pegawai dan tindak lanjut hasil penilaiannya.
11. Kreativitas karyawan kurang mendapat perhatian atasan;
12. Kepekaan terhadap keluhan masyarakat dinilai masih rendah;
13. Sikap yang berorientasi vertikal menyebabkan hilangnya
kreativitas, rasa takut berimprovisasi;
14. Budaya suap bukan hal yang rahasia, sehingga dapat
mempengaruhi sikap dan tingkah laku pimpinan dalam bekerja;
15. Ada kecenderungan para pemimpin tidak mau mengakui
kesalahan di depan bawahan;
16. Masing-masing bekerja sesuai dengan uraian tugas yang ada dan
belum optimal untuk bekerjasama dengan unit lain;
17. Sifat individualisme lebih menonjol dibandingkan kebersamaan;
18. Tidak ada sanksi yang jelas dan tegas jika pegawai melanggar
aturan;
19. Budaya KKN yang menjiwai sebagian aparat;
20. Tingkat kesejahteraan yang kurang memadai;
21. Pengaruh budaya prestise yang lebih menonjol, sehingga aspek
rasionalitas sering dikesampingkan;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
79
22. Sistem seleksi (rekruitment) yang masih kurang transparan;
23. Tidak berani tegas, karena khawatir mendapat reaksi yang negatif;
24. Banyak aparatur belum memahami makna keadilan dan
keterbukaan.
Berbagai permasalahan tersebut dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah masih ditemukan.
Berbagai upaya telah dilakukan, akan tetapi belum mencapai hasil
yang optimal.
80
BAB VII PENUTUP
Selama kita mempelajari Budaya Kerja dengan segala bentuk
kreativitas SDM, maka kita tidak akan henti-hentinya haus akan
bahan bacaan dan pengalaman, di mana Budaya Kerja dilaksanakan
dan diteliti oleh para pakar manajemen mutu dengan semangat yang
sedang membara untuk selalu mencari alternatif-alternatif baru dalam
menghadapi tantangan yang tidak kunjung berhenti, sehingga mereka
dituntut untuk berfikir jauh ke depan, menyiapkan diri agar upaya
yang sekarang dilakukan dapat menjadi tonggak kuat untuk
menopang tantangan yang akan datang.
Kondisi tersebut maka benar, nyata petuah nenek moyang kita yang
menyatakan : "Belajarlah dari buaian sampai ke liang lahat" kalam
Illahi juga telah membimbing kita untuk selalu ingat akan hukum-
hukum alam yang tidak bisa ditawar-tawar, siapa saja yang melawan
hukum tersebut akan mendapatkan kesulitan dan kegagalan. Manusia
adalah merupakan makhluk tertinggi di antara ciptaan Tuhan dan
bahkan menjadi pemimpin di muka bumi. Mereka hendaklah
bersyukur kepada-Nya, agar mendapatkan rahmat. Kalau ingin
merubah sesuatu masyarakat/bangsa hendaklah mereka merubah
dirinya sendiri terlebih dahulu.
Oleh karena itu sebagai makhluk Tuhan yang tertinggi di harapkan
dapat mengerti pesan-pesan tersebut agar kita selamat menghadapi
masa depan. Dengan Budaya Kerja kita dapat memberikan arahan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
81
bagaimana seharusnya kita berbuat sesuai dengan hukum-hukum
Tuhan tersebut di atas sesuai dengan kodrat manusia yang beriman
yang dikenal dengan istilah back to basic atau kembali ke fitrah.
Dengan Budaya Kerja berarti kita kerja ibadah dan barang siapa
beribadah, Tuhan akan memberikan rahmat berupa bimbingan ke
arah jalan yang benar, sehingga kita akan dapat lindungan Tuhan
dalam menghadapi segala tantangan berupa apapun.
Selamat melaksanakan Program Budaya Kerja untuk meraih prestasi
yang lebih baik dari pada ini dengan motto "tiada hari tanpa prestasi".
Hari ini lebih baik dari hari kemarin. Hari esok lebih baik dari pada
hari ini", Tuhan selalu di samping anda semua.
A. Strategi Pembelajaran
Strategi metode merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan suatu program pendidikan dan pelatihan yang
dibawakan oleh para instruktur atau Widyaiswara. Oleh sebab
itu strategi pembelajaran harus dibedakan dengan strategi
pembelajaran bagi para siswa di sekolah dasar dan sekolah
lanjutan. Perlu dihindarkan pendekatan yang bersifat
paedagogik. Bahan kepemimpinan dalam keragaman budaya,
ditransformasikan kepada para peserta perlu memperhatikan
posisi kunci sebagai berikut:
1. Peserta, adalah para orang dewasa, pejabat harus
diperlakukan sebagai subyek yang memiliki seribu macam
pengalaman;
2. Peserta, bukan peserta didik yang harus dididik, diajari,
diberi petunjuk, melainkan harus diberi semangat untuk
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
82
berani bicara, mengungkapkan pengalaman, memecahkan
masalah, berfikir penuh penalaran, kreatif dan mampu
memecahkan permasalahan;
3. Instruktur (Widyaiswara), datang dengan pikiran sebagai
seorang fasilitator yang mampu menciptakan situasi yang
mendorong peserta untuk proaktif, kreatif, terbuka.
B. Latihan
I Tujuan : Secara umum latihan bertujuan untuk
mengetahui sampai sejauh mana
pemahaman para peserta terhadap materi
yang disajikan oleh Widyaiswara.
II Waktu : 90 menit
III Metode : Dilaksanakan melalui diskusi kelompok
yang dibentuk/ditentukan oleh
Widyaiswara.
IV Peserta : Seluruh peserta dibagi kedalam
kelompok. Masing-masing kelompok
bertugas mendiskusikan topik-topik
tertentu.
V Prosedur : Masing-masing kelompok dipimpin oleh
Ketua yang dibantu Sekretaris yang
dipilih & ditentukan oleh peserta.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
83
NO POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN SESI WAKTU METODE
1. BUDAYA KERJA 1. Pengertian Budaya; 2. Pengertian Kerja; 3. Pengertian Budaya
Kerja; 4. Tujuan dan Manfaat
Budaya Kerja; 5. Unsur-unsur Budaya
Kerja; 6. Prinsip-prinsip Kerja
I 90 menit � Ceramah � Tanya jawab
2. NILAI-NILAI BUDAYA KERJA
1. Unsur-unsur falsafah 2. Arti dan makna nilai 3. Nilai-nilai budaya
kerja yang melekat pada kebijakan.
II 90 menit � Ceramah � Tanya jawab
3. WAWASAN TU GAS ORGANI SASI PEMERINTAH
1. Wawasan Tugas (Visi & Misi);
2. Organisasi Pemerintah:
3. Perubahan 4. Cara Kerja Birokrasi
II 90 menit � Ceramah � Tanya jawab
4. PENERAPAN BUDAYA KERJA ORGANISA SI PEMERIN TAH
1. Organisasi Budaya kerja;
2. Komitmen Pemimpin Puncak;
3. Komunikasi; 4. Motivasi; 5. Lingkungan Kerja; 6. Kerjasama melalui
Kelompok; 7. Disiplin
III 90 menit � Ceramah � Tanya jawab
5. PERMASALAHAN BUDAYA KERJA DALAM ORGANI SASI PEMERINTAH
Diskusi kelompok III 90 Peserta di bagi dalam kelompok. Akhir diskusi peserta menyajikan hasilnya da lam pleno.
84
DAFTAR PUSTAKA
________, Organization Psychology, Prentice HII Inc, New Delhi,
1980.
_______, Editor, System Thinking, published by Magellan Group,
1998.
_______, First Things First, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994.
A.R. Mustopadidjaja, Dr. Peranan Etos Kerja, STIA-LAN, 1989.
Bennis, Warren & Michael Mishe. The21 Century Organization,
Reiventing Through Reegineering, published by pfeiffer
& Company 1995.
BP-7 Pusat. Kepemimpinan Pancasila, BP-7 Pusat Jakarta, 1993.
Ciampa, Dan, Total Quality, Addisom-Wsley P.C. Inc. 1992.
Cleary, Tjomas. The Book of Leadership & Strategy, PT Elex Media
Komputindo, 1990.
Covey, Stephen R. Principle Centered Leadership, Simon & Schuster
Inc, 1993.
Covey, Stephen R. The Seven Habits of Highly Effective People,
Simon & Schuster. Inc, 1993.
Drucker, Peter, Prof. Dr. Practice of Management, Harper & Row,
New York, 1954.
Eisenberg, Ronni & Kate Kelly. Organize Your Office, Hyperion,
1994.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
85
Garratt, Bob, Creating a Learning Organization. A direct Book
publisher 1990.
Hame, Gary & C.K. Prahalad, Competing The Future, penerbit
Binarupa Aksara, 1995.
Heath, W. Stanley. Psikologi yang Sebenarnya, Yayasan Andi,
Yogyakarta, 1995.
Huneryager, S.G. & L.L. Heemun. Purtisipasi dun Dinamika
Kelompok, Dahara Prize, 1992.
Ishikawa, Kaoru, Prof. Quality Control Circle at Work, APO, Tokyo,
1984.
Israel, Richard and Julianne Crane, The Vision terjemahan, penerbit
PT. Elex Komputindo, 1998.
Juran, J.M.; Juran on Leadership of Quality, Free Press, Mc. Millan
Inc. USA, 1989.
Kantor MENPAN, Pemasyarakatan Budaya Kerja, S.K. No. 04/1991.
Kementrian PAN-RI, Pedoman Pengembangan Budaya Kerja
Aparatur Negara, Jakarta, 2002.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan,
Gramedia, Jakarta, 1974.
Komarudin, Prof. Manajemen Berdasarkan Sasaran, Bumi Aksara,
1990.
Max Hand & Brian Plowman, Editor. Quality Management
Handbook, Butterworth/Heinemann, 1992.
Moekijat, Drs. Asas Asas Perilaku Organisasi, C.V. Mandar Maju,
1990.
Osada, Takashi, Sikap Kerja 5-S. terjemahan, Pustaka Binaman
Pressindo, 1995.
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah
86
Persadi, Pembaharuan Administrasi dalam Menghadapi Era
Globalisasi, Persadi, 1995.
Pidato Presiden R.I.; Gagasan Manajemen Modern, Raker Gubemur,
10 Juni 1993.
Senge, Peter, Ph.D. The Fifth Disciplines, published by Magellan
Group, 1990.
Shein, Edgar H. How Culture Forms, Develops and Changes,
ICQCC, Denpasar, 1992.
Tunggal, Amien Widjaja, Drs. Manajemen Mutu Terpadu, penerbit
Rineka Cipta, 1993.
Wall, Bob, Robert Solun, Mark I. Sobol; The Visionary Leader,
terjemahan, penerbit Interaksara, 1999.
Walton, Mary, Deming Management at Woek, Abdul Majeed & Co.
1993.