Modul LC

34
A. PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN OBAT Rute pemberian obat atau a route of administration dalam ilmu farmasi adalah berbagai jalur yang mana obat akan dimasukkan ke dalam tubuh. Administrasi obat merupakan tanggung jawab yang fundamental bagi tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan harus dapat memonitor respon terapeutik dan melaporkan juga efek samping dari obat yang diberikan. Dalam home setting, tenaga kesehatan bertanggung jawab dalam mengedukasi pasien dan anggota keluarga tentang pemberian obat secara benar dan aman. Maka dari itu, akan dibahas mengenai 6 prinsip pemberian obat. Right patient, drug, dose, route, time and documentation . Berikut penjelasannya: 1. Right Patient Benar pasien. Kita dapat mengecek di status pasien dan mengkonfirmasi ulang kepada yang bersangkutan.Terdengar mudah. Namun maksud dari prinsip ini adalah kita harus seteliti mungkin dalam menangani pasien sehingga kejadian pemberian obat kepada orang yang salah dapat dicegah sejak awal. 2. Right Drug Benar obat. Ini berkaitan dengan resiko kesalahan penggunaan obat akibat nama yang terdengar mirip maupun hampir sama penulisannya. Inilah yang mungkin sedikit mendasari mengapa peresepan obat via telekomunikasi tidak dianjurkan.

description

vssvs

Transcript of Modul LC

A. PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN OBAT

Rute pemberian obat atau a route of administration dalam ilmu farmasi adalah berbagai jalur yang mana obat akan dimasukkan ke dalam tubuh. Administrasi obat merupakan tanggung jawab yang fundamental bagi tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan harus dapat memonitor respon terapeutik dan melaporkan juga efek samping dari obat yang diberikan. Dalam home setting, tenaga kesehatan bertanggung jawab dalam mengedukasi pasien dan anggota keluarga tentang pemberian obat secara benar dan aman. Maka dari itu, akan dibahas mengenai 6 prinsip pemberian obat. Right patient, drug, dose, route, time and documentation. Berikut penjelasannya:1. Right PatientBenar pasien. Kita dapat mengecek di status pasien dan mengkonfirmasi ulang kepada yang bersangkutan.Terdengar mudah. Namun maksud dari prinsip ini adalah kita harus seteliti mungkin dalam menangani pasien sehingga kejadian pemberian obat kepada orang yang salah dapat dicegah sejak awal.2. Right Drug Benar obat. Ini berkaitan dengan resiko kesalahan penggunaan obat akibat nama yang terdengar mirip maupun hampir sama penulisannya. Inilah yang mungkin sedikit mendasari mengapa peresepan obat via telekomunikasi tidak dianjurkan.

Gambaran tentang nama obat yang rawan salah dalam pengucapan

3. Right DoseAdministrasi dosis obat yang tepat amatlah krusial. Ini amat berkaitan dengan efek terapeutik yang diinginkan dan efek toksik yang tidak diinginkan. Pemberian obat secara infus intravena jelas lebih sulit dibandingkan secara oral. Dengan melihat dampak negative yang mungkin terjadi, paramedic harus berpatokan pada panduan dosis obat yang terstandardidasi.4. Right RouteSemua jenis sediaan obat yang akan diberikan harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Misal, anak-anak yang sedang sakit dan membutuhkan banyak nutrisi namun tidak memiliki nafsu makan jelas tidak bisa dipaksakan meminum cairan dan makanan secara oral. Begitu pula dengan orang dengan tinea vesikolor yang tidak mungkin diberikan obat dengan nebulizer. 5. Right TimeBenar waktu, contohnya obat-obat NSAID seperti acetaminophen digunakan setelah makan untuk tujuan pencegahan tukak lambung.6. Right DocumentationSetelah pemberian obat didokumentasikan untuk mencegah pasien-pasien menerima obat yang lebih atau kurang dari seharusnya.

B. CARA PEMBERIAN OBAT

1. ParenteralParenteral merupakan rute pemberian obat yang diberikan lewat intradermal. subcutan (SC), intramuscular (IM), maupun intravena. Ada rute parenteral lain yang dapat digunakan oleh klinisi yaitu intralesional (kedalam luka atau lesi), intra-arterial (dalam pembuluh darah), intracardiac (ke dalam jantung) dan intraarticular (ke dalam sendi). Berikut penjelasannya :a. Rute IntradermalObat-obat yang diberikan secara intradermal biasanya digunakan untuk tes sensitivitas,. Absorbsinya lambat dan memberikan hasil yang baik pada saat mengecek alergi dan akan memberikan anestesi lokal. Cara memasukkan kedalam kulit adalah dengan posisi jarum 10-15 derajat dan dibantu dengan meregangkan kulit.b. Rute Subcutaneous (SC)Sub berarti dibawah, cutan adalah kulit. Maka dari itu, injeksi subcutaneous bertempat diantara kulit dan jaringan otot. Jenis pemberian ini lebih lambat diabsorbsi daripada injeksi intramuscular (IM). Cara memasukkan jarum adalah dengan membentuk sudut sekitar 45 derajat tergantung kondisi berat badan pasien. Dapat dibantu dengan mencubit daerah yang akan diinjeksi. Contoh obat yang biasa diberikan lewat SC adalah heparin dan insulin.c. Rute Intramuscular (IM)Injeksi intramuscular merupakan injeksi obat kedalam jaringan otot. Obat yang mengiritasi jaringan dibawah kulit dapat diberikan secara IM. Dibanding dengan SC, rute pemberian ini lebih cepat diabsorbsi karena struktur otot yang lebih kaya akan pembuluh darah. Cara memasukkan jarum adalah dengan membentuk sudut 90 derajat dan dimasukkan ke daerah yang tebal lapisan ototnya, seperti daerah deltoid dan gluteus. Adapun teknik khusus lain adalah Z-Track Technique, digunakan ketika obat dapat mengiritasi jaringan bawah kulit dan bisa secara permanen menodai kulit. Contoh obat : insulin, obat-obat kontrasepsi.

Gambaran teknik z-track pada injeksi intramusculard. Rute IntravenaInjeksi intravena membutuhkan latihan yang cukup intens. Dengan sudut 30-45 derajat, yang terpenting dari injeksi intravena adalah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk melihat apakah darah masuk ke dalam spuit dan menginjeksikannya secara perlahan untuk menghindari adanya trombus. Syok anafilaktik sering terjadi oleh jenis injeksi ini. Contoh obat : Pengganti cairan tubuh (NaCl, Ringer lactat) dan berbagai antibiotic.

Gambaran rute pemberian obat2. Jalur EnteralPemberian obat secara enteral merupakan pemberian obat melalui saluran pencernaan, baik secara langsung maupun menggunakan alat bantu, seperti nasogastric tube (NGT). Keuntungan dari jalur enteral adalah paling sering dilakukan karena cara pemberiannya mudah (selama pasiennya sadar dan dapat menelan), murah, dan relative aman serta jarang menyebabkan ketidaknyaman. Sedangkan untuk Kerugiannya berupa bioavaibilitasnya rendah, mengiritasi saluran cerna, memerlukan kerja sama dengan penderitaRute pemberian : Oral dan nasogastrika. Per oralPemberian obat secara oral merupakan cara yang paling umum dilakukan. Obat yang diberikan per orla akan diabsorpsi dari saluran cerna dan mengalami metabolism lintas pertama di hepar. Pemberian obat secara oral relatif aman, mudah dan ekonomis, tapi efek yang timbul biasanya lambat Indikasi : pasien sadar dan dapat menelan dengan baik serta kooperatif Kontraindikasi : pasien dalam keadaan kehilangan kesadaran atau non koperatif, pasien dengan gangguan pencernaan (muntah dll). b. NasogastrikPemberian obat secara nasogastrik adalah dengan cara memberikan obat secara langsung menuju lambung dengan menggunakan alat bantu, seperti : sonde lambung. Indikasi: distensi abdomen, keracunan, diagnose dan analisis cairan lambung Kontraindikasi : pasien dengan trauma kepala tertentu, pasien koma, pasien dengan gastric bypass surgery3. Topikal Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada kulit atau pada membran area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Pemberian topikal pada kulit terbatas pada obat-obat tertentu karena tidak banyak obat yang dapat menembus kulit yang utuh. Jumlah obat yang diserap tergantung pada luas permukaan kulit yang kontak dengan obat serta kelarutan obat dalam lemak. Sedangkan pemberian obat topikal mata biasanya memerlukan absorpsi obat melalui kornea. Pemberian obat secara topical bertujuan untuk :a. Memperoleh reaksi lokal dari obat tersebutb. Mempertahankan hidrasi lapisan kulitc. Melindungi permukaan kulitd. Mengurangi iritasi kulit locale. Menciptakan anastesi localf. Atau mengatasi infeksi atau iritasiContoh: cream, lotions, sprays, liquids (dropped into the eyes,inserted into uretra) dll.4. Inhalasi Pemberian obat secara inhalasi merupakan pemberian obat melalui membran mukosa saluran pernafasan atas. Pemberian secara inhalasi hanya dapat dilakukan untuk obat yang tersedia dalam bentuk gas atau cairan yang mudah dan cepat menguap. Obat diberikan untuk disedot melalui mulut atau dihidung, atau disemprotkan. Absorpsi terjadi melalui epitel paru serta mukosa saluran nafas (mukosa mulut, tenggorokkan).Keuntungan melalui inhalasi adalah absorpsi terjadi secara cepat dan homogen karena permukaan absorpsinya luas, tidak mengalami metabolisme lintas pertama dihati. Sedangkan untuk kerugiannya berupa sulit dilakukan karena memerlukan alat dan metode khusus (nebulizer, face mask dll), sukar menentukan dosis, dan seringkali mengiritasi paru. Contoh obat : bronkodilator, mukolitik, beberapa anti inflamasi.5. Sublingual Pemberian obat dimana obat yang akan diberikan ditaruh dibawah lidah. Walaupun cara ini diberikan melalui membrane mukosa, tapi obat yang diberikan dapat diabsorpsi dan menimbulkan efek sistemik. Keuntungannya adalah efek obat akan terasa lebih cepat karena segera masuk ke dalam pembuluh darah di bawah lidah dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di hepar dapat dihindaari. Akan tetapi kekurangannya adalah kurang praktis, dan dapat menimbulkan iritasi pada mukosa mulut jika digunakan terus menerus. Contoh : obat-obat untuk penyakit jantung (ISDN, nitrogliserin dll)

C. BENTUK SEDIAAN OBAT

Bentuk sediaan adalah bentuk dari suatu obat berdasarkan proses pembuatan dari obat tersebut dalam bentukakan digunakan. Berikut adalah beberapa macam bentuk sediaan obat:1. Pulvis (serbuk)Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan. Serbuk dapat digunakan untuk obat luar dan obat dalam. Serbuk untuk obat dalam disebut pulveres (serbuk yang terbagi berupa bungkus-bungkus kecil dalam kertas dengan berat umumnya 300mg sampai 500mg dengan vehiculum umumya Saccharum lactis) dan untuk obat luar disebut Pulvis adspersorius (Serbuk tabur).Cara Penggunaan:Pulveres dan bulk powder dilarutkan atau disuspensikan.Pulvis adspersorius (serbuk tabur), ditaburkan pada kulit.Serbuk injeksi, dilarutkan atau disuspensikan dalam aqua proinjeksi.Contoh :Salicyl bedak (Pulv. Adspersorius) Oralit (Pulvis untuk obat dalam ) dalam kemasan sachet2. TabletTablet adalah merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan. Adapun macam-macam tablet yaitu :a. Tablet Kempa paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung design cetakan b. Tablet Cetak dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakanc. Tablet Trikurat tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan. Tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan. Contoh : FG Trocheesd. Tablet Hipodermik dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara orale. Tablet Sublingual dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakkan tablet di bawah lidah. Contoh : Tablet Cedocardf. Tablet Bukal digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusig. Tablet Efervescen tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis tidak untuk langsung ditelanCara penggunaan:Secara umum cara penggunaannya yaitu ditelan secara utuh kecuali tablet dengan penggunaan khusus seperti tablet hisap.Contoh : Tablet Ca-D-Rhedoxon3. KapsulKapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat melarut. Pada umumnya cangkang terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. Adapun macam-macam kapsul yaitu :a. Kapsul cangkang keras dapat diisi dengan serbuk, butiran atau granul, bahan semi padat atau cairan, dan kapsul atau tablet kecil. Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil 5 sampai nomor paling besar 000.Contoh : Ponstan 250 mgb. Kapsul Lunak ( Soft Capsule ): berisi bahan obat berupa minyak/larutan obat dalam minyak. Contoh : Natur E4. PilPil dalam bentuk sediaan padat berupa massa bulat, mengandung satu atau lebih bahan obat, dan dimaksudkan untuk pemakaian secara oral, pil mempunyai berat 60 mg-300 mg, sedangkan bentuk sediaan yang kurang 60 mg disebut granul, dan bentuk sediaan dengan berat lebih dari 300 mg disebut boli.5. GranulGranul adalah sediaan bentuk padat, berupa partikel serbuk dengan diameter 2-4 mikrometer dengan atau tanpa vehikulum.Cara penggunaan:Sebelum diminum, dilarutkan/ disuspensikan dulu dalam air / pelarut yang sesuai dengan volume tertentu, menurut petunjukdalam brosur yang disediakan.6. KapletKaplet adalah Sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan berbagai pembawa (bahan tambahan) pembuatanya dengan cara memberikan tekanan (kompresi) massa seperti tablet tetapi bentuknya seperti kapsul.7. LozengesLozenges adalah Sediaan padat yang mengandung gula sebagai pembawa bahan obat. Umumnya untuk pengobatan saluran cerna atau untuk batuk.8. SuppositoriaSuppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang mengandung obat, cara penggunaanya dengan memasukkanya kedalam salah satu rongga tubuh.Suppositoria yang dimasukkan rectum disebut Suppositoria rectal dan bertujuan untuk efek lokal atau sistemik, sedang yang dimasukkan vagina disebut ovula, untuk efek lokal. Suppositoria biasanya digunakan untuk obat wasir.Contoh :Anusol Obat dimasukkan kedalam dubur, pagi atau sore hari setelah BAB Flagyl Dulcolax 10 mg Primperan 10 mg atau 20 mg9. AerosolSediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif terapeutik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai di tekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga untuk pemakaian lokal pada hidung.INHALASI Obat atau larutan obat yang diberikan lewat nasal atau mulut dengan cara dihirup dimasudkan untuk kerja setempat pada cabang-cabang bronchus atau untuk efek sistemik lewat paru-paru. Contoh :Bricasma Inhaler 400 dose Metered Aerosol Bricasma Turbuhaler 200 dose serbuk inhalerSPRAY Larutan air atau minyak dalam tetesan kasar atau sebagai zat padat yang terbagi halus untuk digunakan secara topical, saluran hidung, faring atau kulit.Contoh :Beconase Nasal Spray200 Doses10. SuspensiSediaan cair yang mengandung bahan padat dalam bentuk halus yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan/vehiculum, umumnya mengandung stabilisator untuk menjamin stabilitasnya, penggunaannya dikocok dulu sebelum dipakai. Macam suspensi antara lain: suspensi oral (juga termasuk susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.Contoh : Sanmag suspensi, Bactricid suspensi11. Solutiones (Larutan) Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).12. GalenikMerupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.13. KrimSediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.Contoh : Chloramfecort 10 g, Hydrokortison 5g, Scabicid 1 Og14. EmulsiMerupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.15. Unguenta (Salep)Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.Contoh : Tolmicen 10 ml, Polik oint 5 g16. Guttae (Obat Tetes)Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain:TETES ORAL : Sifat : Volume pemberian kecil sehingga cocok untuk bayi dan anak-anak Pada umumnya ditambahkan pemanis, perasa, dan bahan lain yang sesuai dengan bentuk sediaannya Bahan obatnya berkhasiat sebagai antimikroba, analgetika antipiretika, vitamin, antitusif, dekongestan. Contoh : Multivitaplek 15 ml, Triamic 10 ml, Termagon TETES MATA : Sifat : Harus steril dan jernih Isotonis dan isohidris sehingga mempunyai aktivitas optimal Untuk pemakaian berganda perlu tambah pengawet Contoh : Colme 8 ml, Catarlent 5 ml, Albucid TETES TELINGA : Sifat : Bahan pembawanya sebaiknya minyak lemak atau sejenisnya yang mempunyai kekentalan yang cocok ( misal gliserol, minyak nabati, propilen glikol ) sehingga dapat menempel pada hang telinga. pH sebaiknya asam ( 5-6 ) Contoh : Otolin 10 ml, Otopain 8 mlTETES MATA DAN TELINGA :Contoh : Sofradex 3 ml, Kemicort 5 ml TETES HIDUNG : Sifat : pH sekitar 5,5 sampai 7,5 Pada umumnya ditambahkan bahan pengawet dan stabilisator. Contoh : Iliadin 10 ml, Vibrosil, Otrivin

D. FARMAKOKINETIK

Farmakokinetik adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.1. AbsorbsiAbsorbsi merupaka proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah atau sirkulasi. Proses absorbsi ini dipengaruhi oleh cara dan tempat pemberiaannya. Absorpsi obat dapat dilakukan dalam beberapa metode. Antara lain :a. Transport pasifTransport pasif yang digunakan adalah difusi. Difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antar membran. Difusi obat berpindah dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Sehingga absorpsi obat tidak membutuhkan energi. Kita dapat menentukan kecepatan difusi dengan Hukum Fick I :Hanya obat berbentuk non-ion yang dapat berdifusi karena bersifat larut lemak.Dapat dirumuskan: (dc/dt) = Ka (C1 C2)dc/dt= Kelajuan difusiC1= Konsentrasi obat pada tempat absorpsiC2= Konsentrasi obat pada sisi membranKa= Konstanta pembanding** Ka tergantung koef difusi obat, ketebalan & luas membran serta permeabilitas membran terhadap obatKelajuan difusi sebanding dengan : 1) Derajat kelarutan lemak2) Luas permukaan membran difusiAbsorbsi sebagian besar melalui mekanisme difusi pasif, maka sebagai bariernya adalah membran sel epitel, seperti halnya semua membran sel di tubuh kita yang merupakan membran lipid bilayer. Dengan demikian, untuk dapat melintasi membran tersebut, molekul obat harus bisa larut dalam lemak.Dalam difusi pasif ini hanya bentuk nonion yang mempunyai kelarutan lemak yang dapat berdifusi, sedangkan bentuk ion tidak dapat berdifusi karena tidak mempunyai kelarutan lemakb. Transpor aktifTransport aktif adalah perpindahan molekul (misal obat) dari daerah dengan konsentrasi rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Atau dengan arti lain melawan gradien konsentrasi. Oleh karena itu, transpor aktif membutuhkan energi. Energi yang digunakan adalah energi yang tersimpan didalam sel, berupa ATP (Adenosine Tri Phospate). Transporter untuk obat antara lain: 1) ABC TransportABC-transporter (ATP-binding cassette transporter) adalah transmembran protein yang berfungsi dalam pengangkutan berbagai substrat di ekstra-dan intraselular termasuk produk-produk metabolisme, lipid, sterol, obat-obatan. ABC Transport terdiri dari :a) P-glikoprotein (P-gp) Membran sel yang berhubungan dengan protein yang mengangkut berbagai substrat obat, berfungsi dalam penekanan tumor, memompa obat keluar dari sel. P-gp juga disebut ABCB1 yang memiliki sifat sebagai kation organik. P-glikoprotein sering ditemukan di dalam sistem organ yang terlibat dalam penyerapan obat (usus), distribusi ke situs aksi (sistem saraf pusat dan leukosit), dan ekskresi, serta beberapa jaringan lain. b) MRP Sebagai anion organik2) Uptake obatTerdiri dari 3 jenis : a) OATP (polispesifik)b) OAT (anorganik lipofatik)c) OCT (kation kecil hidrofilik)c. Pinositosis Pinositosis merupakan salah satu bentuk transpor aktif dimana sel akan menelan/meneguk partikel obat, kemudian akan terbentuk vesikel-vesikel yang dapat melewati membran sel. Pinositosis memiliki sifat non-spesifik terhadap partikel/substansi yang ditranspornya (masuk menembus membran sel).Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi :1) Sifatfisikokimia, stereokimia dankelarutanbahanobat. Meliputi :a) Luas permukaan efektif obatb) Bentuk geometrikc) Kelarutan obat d) Polimorf obate) Konstanta disosiasif) Lipofilisitasg) Stabilitas obath) Besar atau ukuran partikel2) Sediaan obat / bentuk kimia obatKecepatan absorpsi dari berbagai sediaan oral menurun dengan urutan berikut : Larutan < suspensi < emulsi < serbuk < kapsul < tablet < film coated (salut film) < dragee < entericcoated < sustained released. Sehingga, dapat dilihat bahwa tablet, meskipun murah dan praktis, lebih rendah efektivitasnya dibandingkan sediaan cair, serbuk, dan kapsul.3) Dosis obat4) Rute pemberian dan tempat pemberianPada tempat yang berbeda akan menghasilkan kecepatan absorbsi yang berbeda.5) Waktu kontak dengan permukaan absorpsi6) Besarnya luas permukaan yangmengabsorbsi2. Distribusi Setelah melalui proses absorbsi, selajutnya obat akan berada dalam darah, dan dalam darah ini obat akan diikat oleh protein plasma. Beberapa macam protein plasma :a. albumin : mengikat obat asam, netral, billirudin, asam lemak.b. -glikoprotein : mengikat obat basa.c. CBG ( corticosteroid-binding globulin ) : mengikat kortikosteroid.d. SSBG ( sex steroid-binding globulin ) : mengikat hormon kelamin. Obat yang terikat dalam protein plasma akan dibawa oleh darah keseluruh tubuh. Obat bebas akan ke luar ke jaringan ke tempat kerja obat tersebut, ke jaringan tempat depotnya, ke hati dan ke ginjal. Oleh karena ikatan obat dengan protein bersifat irreversibel, jika obat yang bebas telah ke luar ke jaringan, obat yang terikat protein akan menjadi bebas sehingga distribusi akan berjalan terus hingga habis.Distribusi pada geriatrik, akibat berkurangnya air tubuh pada orang lanjut usia, obat-obat yang larut dalam air akan lebih terkonsentrasi (pekat). Terdapat penongkatan dalam rasio lemak terhadap air pada orang lanjut usia. Obat-obat yang larut dalam lemak disimpan dan cenderung meangalami akumulasi. Orang lanjut usia mempunyai serum protein dan kadar albumin yang berkurang, sehingga terdapat lebih sedikit tempat pengikatan pada protein, akibatnya terdapat lebih banyak obat bebas. Obat-obat dengan afinitas yang tinggi terhadap protein bersaing untuk mendapatkan tempat pengikatan pada protein dengan obat-obat lain. Interaksi obat mengakibatkan berkurangnya tempat pengikatan pada protein dan bertambahnya obat bebas (JoyceL, Evelyn R,.1996). Distribusi obat yang telah mencapai darah, selanjutnya akan masuk ke jaringan untuk bekerja. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga konsentrasi obat dalam darah berkurang setengah dari awalnya. Volume distribusi (Vd) adalah volume dimana obat terdistribusi dalam kadar plasma :

Keterangan : F = bioavailabilitas D = dosis obat C = kadar obat dalam plasmaBioavailabilitas adalah ukuran kecepatan absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi secara utuh oleh tubuh, dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Atau syarat terpenting suatu produk obat agar zat aktifnya dapat mencapai bagian tubuh tempat obat itu diharapkan bekerja, serta dalam jumlah yang cukup untuk memberikan respon farmakologis.Interaksi penggeseran protein. Obat asam akan bersaing untuk berikatan dengan albumin di tempat ikatan yang sama, dan obat basa akan bersaing untuk berikatan dengan -glikoprotein. Karena tempat ikatan pada protein plasma terbatas, maka obat yang pada dosis terapi telah menyebabkan jenuhnya obat kan menggeser obat lain yang terikat pada tempat ikat yang sama, sehingga obat yang tergeser ini akan banyak yang bebas. Ada 3 syarat yaitu:a. Ikatan protein tinggi : b. Volume distribusi kecil c. Margin of safety (batas keamanan) sempitYang memenuhi syarat sebagai obat penggeser adalah obat-obat yang pada kadar terapi telah menjenuhkan tempat ikatannya pada protein. 3. MetabolismeKarakteristik obat yang lipofilik membuat obat dapat melalui membran biologis menuju tempat kerja mereka, selain itu juga berfungsi untuk menghambat ekskresi dari tubuh. Metabolisme obat dan xenobiotik lainnya menjadi lebih hidrofilik sangat penting untuk proses eliminasi dari tubuh, serta untuk penghentian aktivitas biologis dan farmakologis mereka. Secara umum, reaksi biotransformasi menghasilkan metabolit yang lebih polar dan aktif sehingga dapat segera dikeluarkan dari tubuh. Metabolisme obat dibagi menjadi dua fase, yaitu:a. Fase I Fase I adalah reaksi hidrolisis. Reaksi pada fase ini umumnya mengakibatkan hilangnya aktivitas farmakologi, meskipun ada beberapa kasus terjadinyapeningkatan aktivitas. Prodrugs adalah senyawa inaktif yang dirancang untuk memaksimalkan jumlah agen aktif yang mencapai tempat kerjanya secara farmakologi. Prodrugs inaktif akan dikonversi dengan cepat untuk menjadi metabolit aktif biologis, biasanya melalui hidrolisis ester atau amida. Jika tidak dikeluarkan dengan cepat ke dalam urin, produk produk dari reaksifase I dapat bereaksi dengan senyawa endogen untuk membentuk konjugat sangat larut dalam air.b. Fase IIFase II adalah reaksi konjugasi. Reaksi ini mengarah pada pembentukan ikatan kovalen antara kelompok fungsional pada metabolit dari fase I dan senyawa endogen seperti turnan asam glukuronat, sulfat, glutathione, asam amino, atau asetat. Konjugat ini sangat polar dan tidak aktif sehingga cepat diekskresikan dalam urin dan feses. Pada tahap ini akan dilakukan detoksifikasi obat yang metabolitnya reaktif yang sebagian besar dihasilkan metabolisme. Selain itu, akan dilakukan penghilangan obat-obatan. Konjugasi zat endogen akan menandai reaksi ini. Sistem enzim yang terlibat dalam metabolisme obat terlokalisasi terutama di hati, meskipun setiap jaringan memiliki beberapa aktivitas metabolik. Organ lainnya yang mempunyai aktivitas metabolik yang signifikan adalah saluran pencernaan, ginjal, dan paru-paru. Setelah pemberian obat secara oral, sebagian besar dosis dapat dirubah menjadi metabolik inaktif baik dalam epitel usus atau hati sebelum obat mencapai sirkulasi. Hal ini disebut first pass metabolism, yang menyebabkan pembatasan kadar obat yang diberikan secara oral dalam sirkulasi. Sistem enzim yang terlibat dalam reaksi fase I terletak dalam retikulum endoplasma, sedangkan sistem enzim fase II berada di sitosol. Reaksi-reaksi ini dilakukan oleh sitokrom P450 isoform (CYPs 450) dan oleh berbagai transferase.First-pass metabolism hepar (metabolisme lintas pertama hepar)1) Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke seluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi. Hal ini yang disebut dengan efek first-pass.2) Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga menurunkan jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sitemik sehingga dosis obat yang diberikan harus ditingkatkan. 4. EkskresiObat akan dikeluarkan dari tubuh, baik tidak berubah komponennya karena proses ekskresi atau karena dikonversi ke metabolit. Organ ekskretoris (kecuali paru paru), menghilangkan senyawa polar lebih efisien daripada zat dengan kelarutan lemak tinggi. Obat larut lemak tidak mudah untuk diekskresi sampai mereka dimetabolisme menjadi senyawa yang lebih polar. Ginjal adalah organ yang paling penting untuk mengekskresi obat dan metabolitnya. Substansi yang diekskresikan dalam fesesmerupakan obat yang diberikan secara oral dan tidak tercerna di usus, metabolit obat yang diekskresikan ke dalam empedu, atau obat yang disekresikan langsung ke dalam saluran usus dan tidak diserap. Selain ginjal, ekskresi dari paru-paru sangat penting, terutama untuk penghapusan gas anestesi.a. Ekskresi Melalui GinjalEkskresi obat dan metabolit dalam urin melibatkan tiga proses yang berbeda, yaitu : filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular pasif.Jumlah obat yang memasuki lumen tubulus dengan proses filtrasi tergantung pada laju filtrasi glomerulus dan tingkat plasma mengikat obat karena hanya obat yang tidak terikat yang disaring. Dalam tubulus kontortus proksimal, proses sekresi tubular aktif bisa juga terjadi, sehingga menambahkan kadar obat ke tubulus. Dalam pengobatan keracunan karena obat, ekskresi beberapa obat dapat dipercepat oleh alkalinisasi atau pengasaman urin yang sesuai. Namun, alkalinisasi urin dapat menghasilkan empat sampai enam kali lipat peningkatan ekskresi asam yang relatif kuat seperti salisilat ketika pH urin berubah 6,4- 8,0 dan fraksi obat terionisasi berkurang dari 1 % menjadi 0,04%.b. Ekskresi Melalui EmpeduTransporter yang ada di ginjal juga memiliki analog di dalam membran kanalikuli dari hepatosit, dan ini secara aktif mengantarkan obat dan metabolit ke dalam empedu.Pada akhirnya, obat obatan dan metabolit akanberada di dalam empedu dan dilepaskan ke dalam saluran pencernaan selama proses pencernaan. Transporter sekretori ini juga terdapat pada membran apikal enterosit (sel absorbsi dari saluran intestinal) sehingga sekresi langsung obat dan metabolit dapat terjadi langsung dari sirkulasi sistemik ke dalam lumen usus. Selanjutnya, obat dan metabolit dapat diserap kembali ke dalam tubuh dari usus. Daur ulang enterohepatic dapat memperpanjang lama keberadan obat atau toksindi dalam tubuh sebelum diekskresi oleh jalur lain. Biasanya ada obat yangdapat digunakan untuk mengikat zat yang diekskresikan kedalam empedu dan ditakutkan diabsorbsi kembali kedalam tubuh. Sebagai contoh, dalam kasus keracunan merkuri, resin yang diberikan secara oral dapat mengikat dengan dimethylmercury yang diekskresikan ke dalam empedu, sehingga mencegah reabsorpsi dan toksisitas lebih lanjut. Ezetimibe adalah yang pertama dari kelas baru obat yang secara khusus mengurangi penyerapan kolesterol di dalam usus (Lipka, 2003 dalam Buxton, 2006). Obat ini diserap ke dalam sel epitel usus, di mana ia mengganggu sistem transporter kolesterol. c. Ekskresi oleh Rute lainEkskresi obat ke keringat, air liur,dan air mata sebenarnya kurang penting. Eliminasi oleh rute rute ini tergantung pada difusi obat larut lemak yang tidak terionisasi melalui sel epitel kelenjar dan tergantung pada pH. Obat yang diekskresikan ke dalam air liur akan memasuki mulut, biasanya tertelan. Konsentrasi beberapa obat dalam air liur bersifat paralel dengan yang ada di dalam plasma. Oleh karena itu, air liur bisa berguna untuk menentukan konsentrasi obat ketika sulit untuk mendapatkan darah.

E. FARMAKODINAMIK

PharmacodynamicsMerupakan hubungan antara konsentrasi obat pada tempat bekerjanya (site of action) dan hasil yang ditimbulkan.Komponennya berupa: mekanisme kerja obat, interaksi obat dengan sel, serta spektrum efek dan respon yang terjadi.Efek dari obat yang terdapat di tempat bekerjanya (site of action) ditentukan oleh ikatan obat dengan reseptor. Reseptor tersebut bisa terdapat di neuron dalam sistem saraf pusat untuk mengurangi rasa sakit, di otot jantung untuk mempengaruhi kontraksi atau di dalam bakteri untuk merusak dinding bakterinya.Faktor yang mempengaruhi respon obat adalah konsentrasi obat, banyaknya/kepadatan reseptor di permukaan sel, mekanisme yang ditransmisikan oleh second messenger, dan faktor yang mempengaruhi kontrol translasi gen dan produksi protein.

PRAKTIKUM CARA PEMBERIAN OBATA. Alat dan Bahan1. Alat : Beakerglass 1000 cc Papan lilin Kapas Spuit tuberkulin Spuit 3 cc Jarum steril Sondase

2. Bahan : Na Phenobarbital3. Binatang PercobaanRattus norvegicus

B. Cara Kerja1. Ambillah 1 ekor tikus putih dan timbang berat badannya 2. Fiksasi tikus putih pada papan lilin untuk memudahkan pemberian obat3. Berikan 30 mg/kgBB Na Phenobarbital dengan cara sondase/IM/IV/IP/SC4. Masukkan ke dalam beackerglass5. Amati dan catatlah dari awal pemberian, timbul gejala, dan lamanya gejalaa. Aktivitas spontan menghilang dengan respon stimuli yang masih normalb. Aktivitas spontan menghilang dengan gerakan-gerakan yang tak terkoordinasi terhadap stimuli tersebutc. Tak ada respon terhadap stimuli akan tetapi masih dapat berdirid. Usaha untuk dapat berdiri dilakukan tetapi tidak berhasile. Tidak bergerak sama ssekali dan tidak ada usaha untuk berdiri6. Amati selama 30 menit setiap 5 menit

PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKAlat dan BahanAlat : Tabung reaksi dan rak tabung Pipet tetes Pipet ukur Beker glass Lampu spiritus Klem atau pegangan tabung reaksiBahan : KI 0,3 gr dalam kapsul Larutan KI 1% Larutan NaOh2 10% Larutan H2SO4 dilutus Larutan amilum 1%Binatang Percobaan kelinci

Cara KerjaPercobaan ini dilakukan tanpa pembiusan binatang dan apabila dilakukan secara legeartis tidak akan menimbulkan nyeri dan melukai1. Timbang kelinci jantan yang cukup besar, kemudian baringkan dan ikat pada tempat binatang dengan mata dibalut2. Masukkan kateter kecil yang dilicinkan dengan parafin ke dalam kandung kencing melalui orifisium uretra eksternum dan jangan sampai tersangkut di preputium3. Kosongkan kandung kencing dengan menekan abdomen bagian bawah secara perlahan4. Kumpulkan urin (digunakan sebagai urin kontrol)5. Berikan obat (KJ 0,3 g) dengan menggunakan sonde6. Kumpulkan urin (digunakan sebagai urin sampel)7. urin dan saliva kontrol maupun sampel yang didapat dari percobaan ditetapkan kadar yodiumnya secara kolorimetri semi kuantitatif.a. reaksi yang dikerjakan:1. KI 1% (1ml) + amilum 1% (1ml) amati perubahan warna yang terjadi. 2. KI 1% (1ml) + NaOH2 10% (2-3 tetes) + H2SO4 dilutus (2-3 tetes) + amilum 1% (1 tetes) amati perubahan warna yang terjadi. 3. Urin (1ml) + NaOH2 10% (2-3 tetes) + H2SO4 dilutus (2-3 tetes) + amilum 1% (1 tetes) amati perubahan warna yang terjadi. 4. Saliva (1 ml) + NaOH2 10% (2-3 tetes) + H2SO4 dilutus (2-3 tetes) + amilum 1% (1 tetes) amati perubahan warna yang terjadi. 5. Adanya 12 ditunjukan dengan perubahan warna menjadi kebiruan. b. hasil pengamatan (semi kuantitatif) dinyatakan dengan tanda-tanda:1. negatif (-) 2. positif satu (+)3. positif dua (++) 4. dan seterusnya.c. data-data semi kuantitatif kemudian ditabulasi dan dibuat kurva hubungan antara waktu dan kadar obat dalam urin dan saliva.