Modul 3 Sek 3 Kel 6

138
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan gejala sesak napas dan mampu membedakan beberapa penyakit system respirasi yang memberikan gejala tersebut. 1.2 Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa akan dapat : 1. Menyebut penyakit-penyakit yang menimbulkan gejala sesak napas 2. Menjelaskan patomekanisme terjadinya sesak napas 2.1 Menggambarkan susunan anatomi dari organ-organ resspirasi 2.2 Menjelaskan tentang struktur dari fungsi sel-sel dari masing-masing organ respirasi 2.3 Menjelaskan tentang fisiologi pernapasan dan perubahan yang terjadi 3. Menjelaskan patomekanisme penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak 4. Menjelaskan etiologi dari penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak 4.1 Menjelaskan tentang morfologi, klasifikasi, sifat-sifat lain, bakteri penyebab infeksi saluran napas. 1

description

fsdfsd

Transcript of Modul 3 Sek 3 Kel 6

BAB IPENDAHULUAN1.1 Tujuan PembelajaranSetelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan gejala sesak napas dan mampu membedakan beberapa penyakit system respirasi yang memberikan gejala tersebut.

1.2 Tujuan Instruksional Khusus (TIK)Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa akan dapat :1. Menyebut penyakit-penyakit yang menimbulkan gejala sesak napas2. Menjelaskan patomekanisme terjadinya sesak napas2.1 Menggambarkan susunan anatomi dari organ-organ resspirasi2.2 Menjelaskan tentang struktur dari fungsi sel-sel dari masing-masing organ respirasi2.3 Menjelaskan tentang fisiologi pernapasan dan perubahan yang terjadi3. Menjelaskan patomekanisme penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak 4. Menjelaskan etiologi dari penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak4.1 Menjelaskan tentang morfologi, klasifikasi, sifat-sifat lain, bakteri penyebab infeksi saluran napas.4.2 Menjelaskan tentang sifat-sifat umum, virus penyebab infeksi saluran nafas5. Menjelaskan gambaran klinik lain yang menyertai sesak pada penyakit system respirasi5.1 menyebutkan gejala lain dari masing-masing penyakit dengan keluhan utama sesak napas5.2 menjelaskan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang bisa membantu diagnosa penyakit dengan gejala sesak napas6. Menjelaskan penatalaksanaan yang diberikan pada penderita penyakit-penyakit yang memberikan keluhan utama sesak napas7. Menjelaskan pencegahan penyakit-penyakit respirasi dengan gejala utama sesak napas8. Menjelaskan epidemiologi penyakit-penyakit respirasi dengan gejala utama sesak napas

BAB IIAnalisa Masalah2.1 SkenarioSkenario 3Pak Surya, laki laki usia 47 tahun, bekerja sebagai penyapu jalan, datang ke Puskesmas dengan keluhan sesak napas. Pasien merasakan lebih nyaman apabila tidur berbaring ke sisi kanan. Pasien juga mengeluhkan batuk produktif sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan berat badan menurun. Pasien sudah minum obat tetapi tida ada perubahan.2.2 Kata / Kalimat Kunci laki laki 47 tahun penyapu jalan Keluhan utama sesak napas Merasa lebih nyaman apabila tidur berbaring ke sisi kanan Batuk produktif sejak sebulan yang lalu Berat badan menurun Sudah minum obat tetapi tidak ada perubahan2.4 Identifikasi permasalahan dan pertanyaan :1. Jelaskan definisi sesak napas!2. Jelaskan jenis suara napas!3. Jelaskan mekanisme sesak napas!4. Jelaskan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan gejala utama sesak napas :96

a. Asmab. Flu burungc. Pneumoniad. Abses parue. Efusi pleuraf. Bronkiolitisg. Kanker paruh. Pneumothoraxi. ARDSj. SARS

BAB IIIPEMBAHASAN3.1 Definisi Sesak NafasDEFINISISesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan istilah Shortness Of Breath. Dispnea(sesak napas, breathlessness) ialah keluhan yang sering memerlukan penanganan darurat tetapi intensitas dan tingkatannya dapat berupa rasa tidak nyaman di dada yang bisa membaik sendiri: yang membutuhkan bantuan napas yang serius (severe air hunger) sampai yang fatal. Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda intensitinya. Merupakan hasil interaksi berbagai faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologi dan perilaku sekunder. JENIS-JENIS SESAK NAFAS1. Dyspnea akutDyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada.2. Dyspnea kronis Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara.

1.2 Mekanisme Sesak NapasDispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasan maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menyebabkan dispnea.Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka makin besar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam-macam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.

C. Jenis-jenis suara napas:Suara napas normal:a) Bronchial: sering juga disebut dengan Tubular sound karena suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.b) Bronchovesikular: merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.c) Vesikular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.Suara napas abnormal: Wheezing (mengi)Bunyi seperti bersiul, kontinu, yang durasinya lama. Terdengar selama: inspirasi dan ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat ekspirasi.Penyebab: akibat udara melewati jalan napas yang menyempit/tersumbat sebagian. Dapat dihilangkan dengan batuk. Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit (seperti pada asma dan bronchitis kronik). Wheezing dapat terjadi oleh karena perubahan temperature, allergen, latihan jasmani, dan bahan iritan terhadap bronkus. RonchiAdalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama: ekspirasi.Penyebab: gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat obstruksi napas. Obstruksi: sumbatan akibat sekresi, odema, atau tumor. Ronchi kering: suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama waktu ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada bronkus. Ada yang high pitch (menciut) misalnya pada asma dan low pitch oleh karena secret yang meningkat pada bronkus yang besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi. Ronchi basah (krepitasi): bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam alveoli atau bronkiolus. Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki halus dan sedang dapat disebabkan cairan di alveoli misalnya pada pneumonia dan edema paru, sedangkan ronki kasar misalnya pada bronkiekstatis.

Pleural friction rubSuara tambahan yang timbul akibat terjadinya peradangan pada pleura sehingga permukaan pleura menjadi kasar.Karakter suara: kasar, berciut, disertai keluhan nyeri pleura.Terdengar selama: akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi. Tidak dapat dihilangkan dengan dibatukkan. Terdengar sangat baik pada permukaan anterior lateral bawah toraks.Terdengar seperti bunyi gesekan jari tangan dengan kuat di dekat telinga, jelas terdengar pada akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi, dan biasanya disertai juga dengan keluhan nyeri pleura. Bunyi ini dapat menghilang ketika nafas ditahan. Sering didapatkan pada pneumonia, infark paru, dan tuberculosis. StridorSuara yang terdengar kontinu (tidak terputus-putus), bernada tinggi yang terjadi baik pada saat inspirasi maupun pada saat ekspirasi, dapat terdengar tanpa menggunakan stetoskop, bunyinya ditemukan pada lokasi saluran napas atas (laring) atau trakea, disebabkan karena adanya penyempitan pada saluran napas tersebut. Pada orang dewasa, keadaan ini mengarahkan kepada dugaan adanya edema laring, kelumpuhan pita suara, tumor laring, stenosis laring yang biasanya disebabkan oleh tindakan trakeostomi atau dapat juga akibat pipa endotrakeal.

Referensi:Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW. Patofisiologi Vol 1. ed 6. Jakarta : EGC. 2005.Kasper, et al.. Harrisons principles of internal medicine vol 2. 16th ed. McGraw-Hill, 2005.Aru W. Sudoyo, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, ed. V. Jakarta : InternaPublishing. 2009

1.3 Penyakit yang berhubungan dengan sesak napas3.3.a ASMAAsma Definisi Asma dibedakan jadi dua jenis, yakni asma bronkial dan kardial. Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, risiko kematian bisa datang.Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.Sedangkan asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung disebut asma kardial. Gejala asma kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.

EtiologiI. Asma bronkialWalaupun prevalensi kejadian asma pada populasi tidak kecil yaitu 3-5 %, etiologi asma belum dapat ditetapkan dengan pasti. Tampaknya ada hubungan antara asma dengan alergi. Pada sebagian besar penderita asma, ditemukan riwayan alergi. Selain itu serangan asmanya sering dipicu oleh pemajanan terhadap allergen. Pada pasien yang mempunyai komplemen alergi, jika ditelusuri ternyata sering terdapat riwayat asma atau alergi pada keluarganya. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa terdapat faktor genetic yang dapat menyebabkan seseorang menderita asma. Faktor genetic yang diturunkan adalah kecenderungan memproduksi antibody jenis IgE, yang berlebihan. Seseorang yang mempunyai predisposisi memproduksi IgE berlebihan disebut mempunyai sifat atopic, sedangkan keadaannya disebut atopi. Namun, ada penderita asma yang tidak atopic dan juga serangan asmanya tidak dipicu oleh pemajanan terhadap allergen. Pada penderita ini, jenis asmanya disebut idiosinkratik, biasanya serangan asmanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas.Secara etiologis, asma bronkial dibagi dalam 3 tipe :a) Asma Bronkial Tipe Non Atopi (Intrinsik)Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dan sifat-sifatnya adalah : Serangan timbul setelah dewasa Keluarga tidak ada yang menderita asma Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik Rangsangan psikis juga berperan untuk menimbulkan serangan Bisa juga dicetuskan oleh perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifikb) Asma Bronkial Tipe Atopi (Ekstrinsik)Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkus. Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat : Timbul sejak kanak-kanak Pada keluarga, ada yang menderita asma Adanya eksim pada waktu bayi Sering menderita rhinitis (peradangan pada mukosa hidung) Bisa disebabkan house dust mite atau tepung sari bunga rumputc) Asma Bronkial Campuran (Mixed)Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh factor-faktor intrinsik maupun eksterinsik.II. Asma cardial Penyebab terjadinya asma kardial karena terjadinya gagal jantung kiriEpidemiologi Insiden terjadinya asma dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada negara maju seperti Amerika dan Inggris insiden terjadinya asma adalah 5 % dari populasi, ini merupakan jumlah yang cukup banyak.Perbandingan antara anak perempuan dan anak laki- laki 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan ini sama dan pada fase menopause perbandingan antara perempuan dan laki-laki relatif tidak jauh berbeda saat anak. Prevalensi terjadinya asma lebih banyak pada anak kecil dari pada orang dewasa.Patofisiologi I. Asma bronkial Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan oleh mucus, oedema mukosa bronkus, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selam ekspirasi, karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak dan tidak dapat diekspirasi, sehingga pasien akan bernafas pada volume yang tinggi. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancer. Untuk mempertahankan keadaan hiperinflasi ini, diperlukan kerja otot-otot Bantu pernafasan.Akibat adanya penyempitan saluran nafas, tekanan partial oksigen di alveoli menurun, dengan demikian oksigen pada peredaran darah ikut menurun dan terjadi hipoksemia. Sebaliknya CO2 mengalami retensi pada alveoli, sehingga kadar CO2 dalam peredaran darah meningkat (hiperkapnea) yang memberikan rangsangan pada pusat pernafasan sehingga terjadi hiperventilasi. Hiperventilasi yang berlangsung lama akan mengakibatkan terjadi pengeluaran CO2 yang berlebihan, sehingga Pa CO2 menurun, yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik.Pada serangan asma yang lebih berat lagi, banyak saluran nafas dan alveolus yang tertutup oleh mucus, sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernafasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolar menyebabkan retansi CO2 dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal nafas. Hipoksemia yang berlangsung lama juga menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru dengan akibat memperburuk hiperkapnea.Dengan demikian, penyempitan saluran nafas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut : Gangguan ventilasi (hipoventilasi) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi Gangguan difusi gas di tingkat alveoliKetiga faktor tersebut akan mengakibatkan : Hipoksemia Hiperkapnea Asidosis respiratorik ( tahap lanjut)II. Asma kardial Pada keadaan normal selalu terdapat sisa darah di rongga ventrikel pada akhir sistol. Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung, maka pada saat akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan normal. Pada fase diastole berikutnya maka sisa darah ini akan bertambah lagi dengan darah yang masuk ke ventrikel kiri, sehingga tekanan akhir diastole menjadi lebih tinggi.Dengan berjalannya waktu, maka pada suatu saat akan timbul bendungan di daerah atrium kiri. Tekanan darah di atrium kiri yang berkisar antara 10-12 mmHg meninggi karena bendungan tersebut. Hal ini akan diikuti peninggian tekanan darah di vena pulmonalis dan di pembuluh darah kapiler paru-paru. Karena ventrikel kanan yang masih sehat memompa darah terus sesuai dengan jumlah darah yang masuk ke atrium kanan maka dalam waktu cepat tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru akan menjadi begitu tinggi sehingga melampaui 18 mmHg dan terjadilah transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.Pada saat tekanan di arteri pulmonalis dan arteri bronchialis meninggi terjadi pula transudasi di jaringan interstisial bronkus. Jaringan tersebut menjadi edema dan hal ini akan mengurangi besarnya lumen bronchus, sehingga aliran udara menjadi terganggu. Pada keadaan ini suara pernafasan menjadi berbunyi pada saat ekspirasi, terdengar bising ekspirasi dan fase ekspirasi menjadi lebih panjang. Keadaan ini dikenal dengan asma kardial, suatu fase permulaan gagal jantung. Bila tekanan di kapiler paru makin tinggi, maka cairan transudasi ini akan makin bertambah banyak. Cairan transudasi ini mula-mula akan masuk ke dalam saluran limfatik dan kembali ke peredaran darah. Namun bilamana tekanan hidrostatik kapiler paru sudah di atas 25 mmHg, maka transudasi cairan ini menjadi lebih banyak dan saluran limfatik tidak cukup untuk menampungnya, cairan tersebut akan tertahan di jaringan interstisial paru dan suatu saat akan memasuki alveoli.Dengan terjadinya edema interstisial, maka pergerakan alveoli akan terganggu sehingga proses pertukaran udara juga tergangggu. Penderita akan merasa sesak nafas disertai dengan nadi yang cepat. Bila transudasi sudah masuk ke rongga alveoli, terjadilah edema paru dengan gejala sesak nafas yang hebat, takikardia, tekanan darah yang menurun, dan kalau tidak dapat diatasi maka kemudian diikuti oleh syok. Syok in disebut kardiogenik, dimana tekanan diastol sangat rendah, sehingga tidak mampu lagi memberikan perfusi cukup pada otot-oto jantung.GejalaSecara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan suara napas yang berbunyi ngik-ngik dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang waktu subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor lainnya. Penderita asma akan mengeluhkan sesak nafas karena udara pada waktu bernafas tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan hal ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi ngik-ngik pada saat bernafas. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan yang terjadi dapat berupa pengerutan dan tertutupnya saluran oleh dahak yang dirpoduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut. Gambar dibawah ini adalah gambar penampang paru dalam keadaan normal dan saat serangan asma. Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan di luar serangan. Artinya, pada saat serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita (banyak batuk, sesak napas hebat dan bahkan sampai seperti tercekik), tetapi di luar serangan dia sehat-sehat saja (bisa main tenis 2 set, bisa jalan-jalan keliling taman, dan lain-lain). Inilah salah satu hal yang membedakannya dengan penyakit.Diagnosis I. Asma bronkial a. Melakukan anamnesis b. Pemeriksaan Fisik Status Generalis : Compos mentis Cemas, gelisah, berkeringat Tekanan darah meningkat Nadi meningkat Pulsus paradoksus ( penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi) Frekuensi pernafasan meningkat Sianosis (membiru) Hipertrofi otot-otot bantu pernafasan Status Lokalis Ekspirasi memanjang Mengi / wheezing c. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium - Eosinofil darah meningkat >250/mm3 - Analisa gas darah : hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik Radiologis Tidak ada tanda-tanda yang khas. Hanya untuk menyingkirkan penyebab lain dari obstruksi saluran nafas. Spirometri ( Pemeriksaan Faal Paru) Pemeriksaan ini selain penting untuk menegakkan diagnosa, juga penting untu menilai beratnya obstruksi dan hasil pengobatan. Kegunaan spirometri pada asma dapat disamakan dengan tensimeter pada pasien hipertensi dan glukometer pada diabetes mellitus. Banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan adanya obstruksi.Pada spirometri akan ditemukan penurunan nilai FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 second) yang menunjukkan beratnya obstruksi dan penurunan FVC (Forced Vital Capacity) yang menunjukkan derajat hiperinflasi paru. Uji Provokasi Bronkus Dengan inhalasi histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonis, bahkan dengan aqua destilata. Uji Kulit Menentukan adanya antibody IgE spesifik dalam tubuh (menunjukkan adanya alergi).II. Asma cardial Untuk mendiagnosis asma kardial kita perlu membedakannya dari asma bronchial dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Asma kardial merupakan perjalanan penyakit dari gagal jantung karena itu disertai oleh gejala-gejala gagal jantung lainnya.a. Anamnesis Gejala gejala berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktivitas atau rasa lemah atau tidak bertenaga. Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dar gagal jantung, New York Heart Association (NYHA) membagi HF menjadi empat klasifikasi.Kelas I : sesak tinbul sdaat beraktivitas berlebihKelas II : sesak timbul saat aktivitas sedangKelas III : sesak timbul pada saat aktivitas ringanKelas IV : sasak timbul pada saat istirahat Sesak nafas terjadi pada saat berbaring dan dapat dikurangi dengan sikap duduk atau berdiri (Ortopnue) Serangan sesak nafas terjadi pada malam hari, pasien yang sedang tertidur terbangun karena sesak (Paroksismal Nokturnal Dispneu) Berkeringat dingin dan pucat Untuk membedakan dengan asma bronchial kita perlu menanyakan apakah sesak nafasnya terjadi setelah suatu infeksi virus, olah raga, terpapar allergen, atau karena lonjakan emosib. Pemeriksaan fisikDitemukannya gejala-gejala : suara nafas berbunyi pada saat ekspirasi (wheezing) terdengar bising ekspirasi fase ekspirasi menjadi lebih panjang Ditemukan juga gejala-gejala gagal jantung kiri Takikardi >120/menit Kardiomegali Gallop S3 Ronki paru Edema paru Penurunan kapasitas vital paru

Diagnosis Banding dengan Asma BronchialKadang-kadang suit membedakan edema paru kardiogenik akut dengan Asma Bronkhial yang berat, karena pada keduanya terdapat sesak nafas yang hebat, pulsus paradoksus, lebih enak posisi duduk dan wheezing merata yang menyulitkan auskultasi jantung. Pada asma bronchial terdapat riwayat serangan asma yang sama dan biasanya penderita sudah tau penyakitnya. Selama serangan akut penderita tidak selalu banyak berkeringat dan hipoksia arterial kalau ada tidak cukup menimbulkan sianosis. Sebagai tambahan, dada nampak hiperekspansi, hipersonor, dan penggunaan otot pernafasan sekunder nampak nyata. Wheezing nadanya lebih tinggi dan musika, suara tambahan seperti ronkhi tidak menonjol. Penderita edema paru akut sering mengeluarkan banyak keringat dan sianotik akibat adanya desaturasi darah arteri dan penurunan aliran darah ke kulit. Perkusi paru sering redup, tidak ada hiperekspansi, pemakaian otot pernafasan sekunder juga tidak begitu menonjol dan selain wheezing terdengar ronkhi basah. Gambaran radiology paru menunjukkan adanya gambaran edema paru yang membedakan dengan asma bronchial. Setelah penderita sembuh gambaran edema paru secara radiology menghilang lebih lambat dibandingkan penurunan tekanan kapiler paru.Penatalaksanaan I. Asma bronkial a. Edukasi PenderitaPenderita dan keluarganya harus mendapatkan informasi dan pelatihan agar dapat mencapai kendali asma semaksimal mungkin. Diharapkan penderita dan keluarganya dapat membina hubungan yang kooperatif dengan tingkat kepatuhan yang tinggi. Hal ini diperlukan karena pengobatan asma merupakan pengobatan jangka panjang.b. Pengobatan Strategi pengobatan asma dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain: Mencegah ikatan allergen IgE - Menghindari paparan allergen - Hiposensitisasi Mencegah pelepasan mediator-mediator inflamasi Pemberian Disodium Chromoglycate (DSCG) dapat menstabilkan dinding membran dari sel mast atau basofil, sehingga : - Mencegah terjadinya degranulasi dari sel mast - Mencegah pelepasan histamine - Mencegah pelepasan SRS-A - Mencegah pelepasan ECF-A Melebarkan saluran nafas dengan bronkhodilator a. Golongan Adrenergik b. Golongan Methylxanthine c. Golongan AntikolinergikGolongan Adrenergik Dapat dipakai adrenaline atau obat-obat golongan beta2 agonis (Metaproterenol, terbutalin, fenoterol, salbutamol, dll). Adrenaline dan beta2 agonis yang short acting hanya digunakan ketika terjadi serangan, sementara untuk terapi maintenance dapat digunakan beta2 agonis yang long acting. Penggunaan golongan adrenergik harus lebih hati-hati pada orang tua, penderita sakit jantung, hipertensi, maupun hipertiroid.Golongan Methylxanthine Efek methylxanthine adalah menghambat bekerjanya enzim phosphodiesterase, dimana enzim ini memfasilitasi perubahan c-AMP menjadi 5-AMP. (ATP oleh enz. Adenyl yl cyclase dirubah menjadi c-AMP, lalu enz. Phosphodiesterase mengubah c-AMP menjadi 5-AMP). Contoh obat golongan ini adalah aminofilin. Aminofilin diberikan bila setelah 2 jam pemberian adrenaline tidak memberikan hasil. Aminofilin tidak boleh diberikan pada pasien yang tekanan darahnya rendah (hipotensi).Golongan Anti Kolinergik Efek dari obat-obat ini adalah menghambat enzim guanyl cyclase, dimana enzim ini mempasilitasi perubahan GTP menjadi c-GMP. (GTP oleh enz. Guanyl cyclase diubah menjadi c-GMP, lalu oleh enz. Phosphodiesterase didegradasi menjadi 5-GMP) Selain itu, obat ini juga dapat meningkatkan efektifitas obat-obat golongan adrenergik. Obat-obatan lain yang bisa digunakan sebagai terapi suportif diantaranya :a) Kortikosteroid Sebenarnya obat ini tidak mempunyai efek bronkhodilator, tetapi dapat memperkuat kerja dari obat golongan beta adrenergik dan bisa juga menekan proses inflamasi.b) Ekspektorantia Yang termasuk golongan ini adalah : Glyceril guaiacolat, Kalium iodide, N-Acetyl-Cystein.c) Antibiotika Hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi skunder.II. Asma cardial Ditujukan terhadap 3 hal yaitu : a. Pengobatan non-spesifik Payah Jantung Kiri Akut. b. Pengobatan faktor presipitasi. c. Pengobatan penyakit dasar jantungnyaPencegahan1. Memperbaiki keadaan lingkungan Keadaan lingkungan yang bersih dan aman merupakan lingkungan untuk tempat tinggal dan menghindari diri dari serangan alergi penyebab asma. Menjaga lingkungan agar selalu bersih, rapi dan aman merupakan cara terbaik yang dapat dilakukan untuk menghindari risiko dari jangkitan virus penyebab asma seperti debu, polusi udara dan radikal bebas yang dapat datang dari lingkungan sekitar. 2. Menghindari faktor penyebab asma Untuk menghindari penyakit asma adalah dengan faktor penyebab asma seperti debu, polusi udara, dan paparan radikal bebas. Untuk menghindari penyebab asma dapat dilakukan mulai dari lingkungan di dalam rumah seperti membersihkan peralatan rumah tangga, merubah tata ruang dan peralatan rumah, dan berbagai cara lainnya. 3. Menjauhkan diri dari kebiasaan buruk Asma tidak hanya datang dari serangan polusi udara atau keturunan keluarga. Asma juga dapat muncul dari penyebab lain seperti rokok, minuman bersoda dan minuman beralkohol. Bagi mereka perokok aktif disarankan untuk mengurangi konsumsi rokok atau menghindari rokok.Referensi Djojodibroto, R.Darmanto. 2009. Respirology (respiratory Medicine). Jakarta : EGChttp://staff.uny.ac.id/ http://library.usu.ac.id/ 3.3.b FLU BURUNGDefinisiPenyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Flu Burung adalah penyakit influenza pada unggas, baik burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang yang lain seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini bisa terdapat burung puyuh dan burung onta.Penyakit ini menular dari burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke manusia. Penyakit ini dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta burung atau unggas yang menderita influenza. Sampai saat ini belum terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia.EpidemiologiDi Indonesia, flu burung telah menyerang peternakan unggas pada pertengahan Agustus 2003. Pada januari 2004, dibeberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle ,namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Sampai awal 2007 menurut Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan Departemen Pertanian tercatat 30 provinsi mencakup 233 kabupaten/kota yang dinyatakan tertular flu burung pada unggas. Pada manusia pertama kali terjadi pada bulan Juni 2005 dimana virus flu burung/H5N1 telah menyerang tiga orang dalam satu keluarga dan mengakibatkan kematian ketiganya. Sejak saat itu jumlah penderita flu burung terus bertambah, sampai Maret 2007 jumlah penderita flu burung yang terkonfirmasi sebanyak 89 orang dan 68 orang diantaranya meninggal (berarti Case Fatality Rate nya sekitar 76,4%). EtiologiPenyebab flu burung adalah virus influenza, yang termasuk tipe A subtipe H5, H7 dan H9. Virus H9N2 tidak menyebabkan penyakit berbahaya pada burung, tidak seperti H5 dan H7. Virus flu burung atau avian influenza ini awalnya hanya ditemukan pada binatang seperti burung, bebek dan ayam. Namun sejak 1997, virus ini mulai "terbang" ke manusia ( penyakit zoonosis ). Subtipe virus yang ditemukan pada akhir tahun 2003 dan awal tahun 2004, baik pada unggas maupun pada pasien di Vietnam dan Thailand, adalah jenis H5N1. Perlu diketahui bahwa virus influenza pada umumnya, baik pada manusia atau pada unggas, adalah dari kelompok famili Orthomyxoviridae. Ada beberapa tipe virus influenza pada manusia dan binatang yaitu virus influenza tipe A, B dan C. Virus influenza tipe A memiliki dua sifat mudah berubah : antigenic shift dan antigenic drift, dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Pada manusia, virus A dan B dapat menyebabkan wabah flu yang cukup luas. PatofisiologiFlu burung bisa menulari manusia bila manusia bersinggungan langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam bubuk. Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya. Menurut WHO, flu burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding dari manusia ke manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan juga belum terbukti penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Satu-satunya cara virus flu burung dapat menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia adalah jika virus flu burung tersebut bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia. Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia karena kontak langsung, misalnya karena menyentuh unggas secara langsung, juga dapat terjadi melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu, di kandangnya dan alat-alat peternakan ( termasuk melalui pakan ternak ). Penularan dapat juga terjadi melalui pakaian, termasuk sepatu para peternak yang langsung menangani kasus unggas yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai mekanisme lain. Secara umum, ada 3 kemungkinan mekanisme penularan dari unggas ke manusia.Dalam hal penularan dari unggas ke manusia, perlu ditegaskan bahwa penularan pada dasarnya berasal dari unggas sakit yang masih hidup dan menular. Unggas yang telah dimasak, digoreng dan lain-lain, tidak menularkan flu burung ke orang yang memakannya. Virus flu burung akan mati dengan pemanasan 80C selama 1 menit.Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir keseluruhan respon "bunuh diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Makin banyak virus itu tereplikasi, makin banyak pula produksi sitokin-protein dalam tubuh yang memicu peningkatan respons imunitas dan berperan penting dalam peradangan. Sitokin yang membanjiri aliran darah karena virus yang bertambah banyak, justru melukai jaringan tubuh (efek bunuh diri). Flu Burung banyak menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh yang belum begitu kuat.Tanda dan Gejala Tanda dan Gejala Pada UnggasGejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan (nyaris tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan virus, lingkungan, dan keadaan unggas sendiri. Gejala yang timbul seperti jengger berwarna biru, kepala bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Dapat terjadi gangguan pernafasan berupa batuk dan bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa penurunan produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam bentuk depresi. Pada beberapa kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam setelah timbul gejala. Pada kalkun, kematian dapat terjadi dalam 2 sampai 3 hari. Tanda dan Gejala pada manusiaGejalanya demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, sampai infeksi selaput mata ( conjunctivitis ). Bila keadaan memburuk, dapat terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat, rendahnya kadar oksigen darah serta meningkatnya kadar CO2. Masa Inkubasi- Pada Unggas : 1 minggu- Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala.Pada anak sampai 21 hari .Alurdiagnostik Anamnesis Identitas /biodata klienMeliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, asal suku bangsa, nama orangtua, pekerjaan orangtua, dan penghasilan. Keluhan utamaPanas tinggi > 380c lebih dari 3 hari, pilek, batuk, sesak napas, sakit kepala, nyeri otot, sakit tenggorokan Riwayat penyakit sekarang1. Suhu badan meningkat, nafsu mkan berkurang,/tidak ada.1. Infeksi paru1. Batuk dan pilek1. Infeksi selaput mata Pemeriksaan Fisik1. Kulit : Tidak terjadi infeksi pada sistem integumen1. Mata : orang yang terkena flu burung sklera merah, ada nya nyeri tekan, infeksi selaput mata.1. Mulut dan Lidah : Lidah kotor, mlutnya kurang bersih, mukosa bibir kering. Pemeriksaaan penunjang Pemeriksaan LaboratoriumSetiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, Hitung .Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal. apus hidung dan tenggorok untuk konfirmasi diagnostik. Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :1)Uji RT-PCR (Reverse Transcnptr'on Polymerase Chain Reaction) untuk H5.2)Biakan dan identifikasi virus influenza A subtipe H5N13)Uji Seroiogi :3.1. Peningkatan 34 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5Nl dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesirnen akut (diambil 7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netraiisasi konvalesen harus pula 1 / 80.3.2. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 1 / 80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke 314 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda 1/160 atau Western Blot spesik H5 positif.Pemeriksaan lain dilakukan untuk tujuan mengarahkan diagnostik ke arah kemungkinan flu burung dan menentukan berat ringannya derajat penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :a) Pemeriksaan Hematologi : Hemoglobin. leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni iimfositopeni dan trombositopeni.b) Pemeriksaan Kimia darah : Albumin, Globuiin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan Albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan Ureum dan Kreatinin, dan peningkatan Kreatin Kinase, sedangkan Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan. Pemeriksaan RadiologikPemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung. Gambaran inltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik u burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini. Pemeriksaan Post MortemPada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan. dianjurkan untuk mengambil sediaan post-mortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), spesimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.Penatalaksanaan Dapat bersifat simtomatik sesuai gejala yang ada; jika batuk dapat diberi obat batuk dan jika sesak dapat diberi bronkodilator. Pasien juga harus mendapat terapi suportif, makanan yang baik dan bergizi, jika perlu diinfus dan istirahat cukup. Secara umum daya tahan tubuh pasien haruslah ditingkatkan. Selain itu dapat pula diberikan obat anti virus. Ada 2 jenis yang tersedia : kelompok M2 inhibitors yaitu amantadine dan rimantadine serta kelompok dari neuraminidase inhibitors yaitu oseltamivir dan zanimivir. Amantadine dan rimantadine diberikan pada awal penyakit, 48 jam pertama selama 3 - 5 hari, dengan dosis 5 mg/kg bb./hari, dibagi 2 dosis. Jika berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari. Sedangkan oseltamivir diberikan 75 mg, 1 kali sehari selama 1 minggu. Pengalaman tahun 1997 di Hongkong menunjukkan bahwa amantadine dan rimantadine masih sensitif terhadap H5N1 secara in vitro, sementara di Vietnam (2004) pernah dilaporkan kedua obat itu sudah tidak mempan lagi terhadap jenis virus yang ada di sana. Tetapi laporan WHO Global Influenza Surveillance Network yang melakukan penelitian pada 4 isolat H5N1 dari manusia dan 33 isolat dari unggas pada bulan Februari 2004 menunjukkan oseltamivir masih sensitif terhadap virus yang ada.PencegahanKebiasaan pola hidup sehat tetap berperanan penting. Secara umum pencegahan flu tentunya tetap menjaga daya tahan tubuh, makan yang seimbang dan bergizi, istirahat teratur dan olahraga teratur. Penanggulangan terbaik saat ini memang berupa penanganan langsung pada unggas yaitu pemusnahan unggas atau burung yang terinfeksi flu burung, dan vaksinasi unggas yang sehat. Pencegahan pada manusia 1. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang ) 1. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja. 1. Hindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung. 1. Menggunakan alat pelindung diri ( contoh : masker dan pakaian kerja ). 1. Meninggalkan pakaian kerja di tempat kerja. 1. Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas, seperti tinja harus ditatalaksana dengan baik ( ditanam atau dibakar ) agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya. 1. Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan. 1. Alat-alat yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan. 1. Bersihkan kandang dan alat transportasi yang membawa unggas. 1. Lalu lintas orang keluar masuk kandang dibatasi. 1. Imunisasi unggas yang sehat 1. Masyarakat Umum Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan istirahat cukup. Tidak mengimpor daging ayam dari tempat yang diduga terkena wabah avian flu Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu : 1. Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit di tubuhnya). 1. Memasak daging ayam sampai dengan suhu 80C selama 1 menit dan telur sampai dengan suhu 64C selama 5 menit.3.3.c PNEUMONIADefinisiPneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut, biasanya disebabkan oleh infeksi. Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis.Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Daftar mikroorganisme yang menyebabkan pneumoniaInfeksi BakteriInfeksi AtipikalInfeksi Jamur

Streptococcus pneumonia Haemophillus influenza Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeruginosa Gram-negatif (E. Coli)Mycoplasma pneumoniaeLegionella pneumophillia Coxiella burnetii Chlamydia psittaciAspergillusHistoplasmosis Candida Nocardia

Infeksi VirusInfeksi ProtozoaPenyebab Lain

Influenza Coxsackie Adenovirus Sinsitial respiratori

Pneumocytis cariniiToksoplasmosis AmebiasisAspirasi Pneumonia lipoid Bronkiektasis Fibrosis kistik

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya PneumoniaDiketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu:1. Mekanisme pertahanan paruParu berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomis saluran napas, reflex batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yag mencapai permukaan alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius.. Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.2. Kolonisasi bakteri di saluran pernapasanDi dalam saluran napas atau cukup banyak bakteri yang bersifat komnesal. Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran napas bawah dan paru, dan akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran napas, keadaan ini bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang tidak menempel pada permukaan mukosa saluran anaps akan ikut dengan sekresi saluran napas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi.3. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksiusSaluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini menunjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap bahan- bahan berbahaya dan infeksius berupa reflex batuk, penyempitan saluran napas, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.Klasifikasi Pneumoniaa. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari.b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia.c. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan.d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain.e. Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis.Epidemiologi Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU (Jeremy, 2007). Di United States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari 1%, tetapi kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 14% (Alberta Medical Association, 2002). Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40% (Sajinadiyasa, 2011). Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian mencapai 20-50%.PatifisiologiDalam keadaan sehat, pada pru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui berbagai cara:a. Inhalasi langsung dari udarab. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring c. Perluasan langsung dari tempat-tempat laind. Penyebaran secara hematogen.Gejala Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum purulen, kadang-kadang berdarah (Supandi, 1992). Pada pasien muda atau tua dan pneumonia atipikal (misalnya Mycoplasma), gambaran nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare) dapat menonjol.Alur diagnostic AnamnesisKeluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak napas, peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan kepala nyeri. Pemeriksaan Fisika. InspeksiPerlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.b. PalpasiSuara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau tachycardiac. PerkusiSuara redup pada sisi yang sakit.d. AuskultasiAuskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura.

Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan laboraturium Leukosit 18.000 40.000 / mm3 Hitung jenis didapatkan geseran ke kiri. LED meningkat2. X-foto dada Terdapat bercak bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia) atau yang meliputi satu/sebagian besar lobus/lobule.

Penatalaksanaana. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika.b. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 < 90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi membantu bersihan sputum.Daftar nama kuman penyebab pneumonia dan terapi empiris antibiotika yang digunakan.

Penyebab Kekagalan TerapiKepekaan kuman terhadap antibiotika tertentu tidak dapat menjamin efektivitas klinis. Faktor berikut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi:a. Dosis kurangDosis suatu antibiotika seringkali bergantung dari tempat infeksi, walaupun kuman penyebanya sama. Sebagai contoh dosis penisilin G yang diperlukan untuk mengobati meningitis oleh Pneumococcus jauh lebih tinggi daripada dosis yang diperlukan untuk pengobatan infeksi saluran napas bawah yang disebabkan oleh kuman yang sama.b. Masa terapi yang kurangKonsep lama yang menyatakan bahwa untuk setiap jenis infeksi perlu diberikan antimikroba tertentu selama jangka waktu tertentu kini telah ditinggalkan. Pada umunya para ahli cenderung melakukan individualisasi masa terapi, yang sesuai dengan tercapai respon klinik yang memuaskan. Namun untuk penyakit tertentu seperti tuberkulosis paru tetap dipertahankan masa terapi yang cukup walaupun perbaikan klinis cepat terlihat.c. Kesalahan dalam menetapkan etiologiDemam tidak selalu disebabkan oleh kuman, virus, jamur, parasit, reaksi obat, dan lain-lain dapat meningkatkan suhu badan. Pemberian antibiotika yang lazim diberikan dalam keadaan ini tidak bermanfaat.d. Pilihan antibotika yang kurang tepatSuatu daftar antibiotika yang dinyatakan efektif dalam uji sensitivitas tidak dengan sendirinya menyatakan bahwa setiap antibiotika akan memberikan aktivitas klinik yang sama. Disini dokter harus dapat mengenali dan memilih antibiotika yang secara klinis merupakan obat terpilih untuk suatu kuman tertentu. Sebagai contoh obat terpilih untuk infeksi S. faecalis adalah ampisilin, walaupun secara in vitro kuman tersebut juga dinyatakan sensitif terhadap sefamandol atau gentamisin.e. Faktor pasienKeadaan umum yang buruk dan gangguan mekanisme pertahanan tubuh (selular dan humoral) merupakan faktor penting yang menyebabkan gagalnya terapi antibotika. Sebagai contoh obat imunosupresan, AIDS.3.3.d ABSES PARUDefinisi Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki disbanding perempuan dan umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan insiden penyakit periodontal.

EpidemiologiBerdasarkan jenis kelamin, abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Abses paru lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut karena peningkatan kejadian penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi disfagia dan aspirasi. Namun, serangkaian kasus abses paru di pusat perkotaan dengan prevalensi tinggi alkoholisme melaporkan rata-rata penderita abses baru berusia 41 tahun.1,2Insidensi abses paru tidak diketahui, meskipun terlihat pertumbuhannya tidak fluktuatif dan insidensinya juga terlihat menurun sejak diperkenalkannya antibiotik (khususnya penisilin). Sejak 1943-1956, Massachusetts General Hospital melaporkan sebanyak 10-11 kasus abses paru per 10.000 penderita yang masuk rumah sakit pada masa pre-antibiotik dibandingkan dengan 1-2 kasus per penderita yang masuk rumah sakit pada masa post-antibiotik. Pada tahun 1984-1986 kasus yang ditangani The Beth Israel Deacones Medical Centers menunjukkan bahwa abses paru mewakili kira-kira 0,2 % dari seluruh kasus penumonia membutuhkan perawatan rumah sakit. Penurunan kasus abses paru berhubungan dengan penggunaan dini dan luas antimikroba yang efektif, peningkatan manajemen perawatan pasien yang tidak sadar, dan peningkatan manajemen perawatan pasien yang dianestesi.7

EtiologiAbses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu : Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia Bacteriodes melaninogenus Bacteriodes fragilis Peptostreptococcus species Bacillus intermedius Fusobacterium nucleatum Microaerophilic streptococcusBakteri anaerob meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari specimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.Kelompok Bakteri aerob : Gram Positif : Staphylococcus aureus Streptococcus microaerophilic Streptococcus pyogenes Streptococcus pneumonia Gram Negatif : Klebsiella pnemoniae Pseudomonas aeruginosa Escherichia coli Haemophilus influenza Actinomyces species Nocardia speciesPatofisiologiBermacam-macam faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru seperti daya tahan tubuh dan tipe dari mikroorganisme pathogen yang menjadi penyebab. Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan struktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan terjadinya infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Abses jenis banyak terjadi pada pasien bronchitis kronik karena banyaknya mucus pada saluran napas bawahnya yang merupakan kultur media yang sangat baik bagi organisme yang teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa merupakan dasar untuk terjadinya abses paru.Secara Hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari focus infeksi dari bagian lain tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multiple dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus. Penganganan abses multiple dan kecil-kecil adalah lebih sulit dari abses single walaupun ukurannya besar. Secara umum diameter abses paru bervariasi dari beberapa mm sampai dengan cm atau lebih.Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis dan gangguan imunitas.Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami konsolidasi, dengan organisme penyebabnya paling sering ialah Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia dan grub pseudomonas. Abses yang terjadi biasanya multiple dan berukuran kecil-kecil( 0,52. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,63. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di dalam serum.a. Eksudat, disebabkan oleh :1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma 2. Pleuritis karena bakteri piogenik, permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen3. Pleuritis karena fungi penyebabnya Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. 5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru atau bronkiektasis. 7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.b. Transudat, disebabkan oleh :1. Gangguan kardiovaskularPenyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. 2. HipoalbuminemiaEfusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. 3. Hidrothoraks hepaticMekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. 4. Meigs SyndromSindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. 5. Dialisis PeritonealEfusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. 3. Effusi hemoragisEffusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.

B. Berdasarkan Lokasi Cairan Yang TerbentukBerdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.- Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya- Effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit ini : Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

EPIDEMIOLOGI- Efusi pleura sering terjadi di negara negara yang sedang berkembang, salah satu di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara negara barat, efusi pleura disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta orang / tahun. Di indonesia TB paru penyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura manigna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan oleh TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura.- Menurut laporan WHO tahun 2004 diperkirakan angka kematian akibat TBadalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun di seluruh dunia, dimana jumlahterbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625 orang atau angkamortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapatdi Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensinya meningkat seiring denganpeningkatan kasus HIV.Indonesia masih menempati urutan ke-3 setelah India, dan China denganangka insiden efusi pleura akibat TB paruh tertinggi di dunia. Di Indonesia setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia TB adalahpembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematiannomor 3 setelah penyakit jantung dan pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.PATOFISIOLOGIEfusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai akibat transudasi (perubahan tekanan hidro-statik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan permeabilitas membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan neoplasma. Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan kedua pleura parietalidan viseralis yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan disaring keluar pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan di-serap oleh sirkulasi di pleura viseralis yang bertekanan rendah. Di samping sirkulasi dalam pembuluh darah, pembuluh limfe pada lapisan sub epitelial pleura parietalis dan viseralis mem-punyai peranan dalam proses penyerapan cairan pleura tersebut. Jadi mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura pada umumnya ialah kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan onkotik pada sirkulasi kapiler, penurunan tekanan kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan pe-nurunan aliran limfe dari rongga pleura. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.GEJALA KLINIKPada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. - Nyeri dada : dapat menjalar ke daerah permukaan karena inervasi syaraf interkostalis dan segmen torakalis atau dapat menyebar ke lengan. Nyerinya terutama pada waktu bernafas dalam, sehingga pernafasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan pada hemithorak yang sakit menjadi tertinggal. - Sesak napas : terjadi pada waktu permulaan pleuritis disebab-kan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh. - Batuk : pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya.ALUR DIAGNOSISPEMERIKSAAN FISIK- Inspeksi : pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Pernapasannya biasanya dyspneu. - Palpasi : Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. - Perkusi : Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung. - Auskultasi : Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tandai e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-katai maka akan terdengar suara-- e sengau, yang disebut egofoni Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah ekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi aerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleuraPEMERIKSAAN PENUNJANG1. Apusan dan Kultur Sputum, Cairan Pleura dan Jaringan Pleura2. Biopsi Pleura3. Uji Tuberkulin4. Analisis Cairan Pleura5. Adenosin Deaminase (ADA)6. Interferon gamma (IFN-)7. Polymerase Chain Reaction (PCR)Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya radioopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithoraks sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral / hilus, dan kadang kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Apabila pengambilan X-foto toraks pasien dilakukan dalam keadaan berbaring (AP), maka penilaian efusi dapat dilihat dari adanya gambaran apical cup sign. Gambaran radiologis tidak dapat membedakan jenis cairan mungkin dengan tambahan keterangan klinis atau kelainan lain yang ikut serta terlihat sehingga dapat diperkirakan jenis cairan tersebut. CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor (Kallanagowdar and Craver, 2006). USG dada USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan. Gambar 8. USG Efusi pleura dengan celah yang multiple Torakosentesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).PENATALAKSANAAN Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll. 1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine). 3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi. 4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea. 5. Water seal drainage (WSD) Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian. 6. Antibiotika jika terdapat empiema. 7. Operatif.Referensi1. AHMAD, Z., KRISHNADAS, R. & FROESCHLE, P. 2009. Pleural effusion:diagnosis and management. J Perioper Pract,19. 242-72. HALIM & HADI 2006. Penyakit-penyakit Pleura. In:EKAYUDA, I. (ed.) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.4 ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.4. KALLANAGOWDAR, C. & CRAVER, R. D. 2006. Neonatal pleural effusion. Spontaneous chylothorax in a newborn with trisomy 21. Arch Pathol Lab Med, 130, e22-35. MLLER, N. L., FRANQUET, T., LEE, K. S. & SILVA, C. I. S. 2007. Imaging of pulmonary infections, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.7. RASAD, S. 2005. Radiologi Diagnostik, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.3.3.f PNEUMOTHORAXDefinisi Pneumotoraks adalah rongga pleura yang terisi udara. Rongga ini pada keadaan normal berisi tekanan negative, yang bila karena trauma dan lain-lain terjadi hubungan dengan udara luar, hingga udara masuk kedalam interpleura.EpidemiologiPneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Pneumotoraks sering dijumpai pada musim penyakit batuk.Di RSUD Dr. Soetomo, lebih kurang 55% kasus pneumotoraks disebabkan oleh penyakit dasar seperti tuberculosis paru aktif, tuberculosis paru disertai fibrosis atau emfisema local, bronchitis kronis dan emfisema.selain karena penyakit tersebut diatas, pneumotoraks pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang. Keadaan ini disebut pneumotoraks katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di pleura. Kematian akibat pneumotoraks lebih kurang 12%.Pembagian pneumotoraks bermacam-macam tergantung dari sisi pembuatan klasifikasi tersebut. Dibawah ini beberapa pembagian pneumotoraks.1. Berdasarkan Terjadinya Pembagian pada kelompok ini didasarkan atas penyebab terjadinya pneumotoraks.a. ArtifisialPneumotoraks artifisial ialah pneumotoraks yang disebabkan tindakan tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu. Misalnya pada terapi kolaps.b. Traumatic Pneumotoraks jenis ini disebabkan oleh jejas yang mengenai dada : terjadi pada waktu perang dan terjadi karena kecelakaan lalu lintas.c. SpontanTerjadi secara spontan tanpa didahului oleh kecelakaan atau trauma, sering kali didapatkan pada penyakit dasar berupa : Tuberkulosis paru, Bronkitis kronis, Emfisema, Asma bronkial, dan kanker paru.2. Berdasarkan Lokalisasi Berdasarkan lokalisasi pneumotoraks di rongga dada, pneu,otoraks dibagi menjadi :a. Pneumotoraks parietalisb. Pneumotoraks medialisc. Pneumotoraks basalis3. Berdasarkan Derajat Kolaps Berdasarkan derajat kolaps paru, pneumotoraks dibagi menjadi :a. Pneumotoraks totalisb. Pneumotoraks parsialis4. Berdasarkan Jenis FistelBerdasarkan jenis fistel yang menghubungkan antara saluran pernapasan dengan rongga pleura, pneumotoraks dibagi menjadi :a. Pneumotoraks TerbukaSuatu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar.tekanan intrapleura sama dengan tekanan barometer atau sama dengan tekanan udara luar.b. Pneumotoraks TertututpRongga pleura tertututp sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang berada di rongga pleura tidak mempunyai hubungan dengan udara luar.c. Pneumotoraks VentilPneumotoraks yang sering terjadi dan sangat membahayakan jiwa penderita bila terlambat penanganannya. Pneumotoraks ini dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.Etiologi Dan Patogenesis Pneumotoraks SpontanKeadaan fisiologi tekanan-tekanan di rongga dada dalam keadaan normal sebagai berikut :a. Tekanan intrapleura inspirasi sekitar -11 -12 cm H2Ob. Tekanan intrapleura ekspirasi sekitar 14 -9 cm H2Oc. Tekanan intrabronkial inspirasi -1,5 -7 cm H2Od. Tekanan intrabronkial ekspirasi -1,5 -4 cm H2Oe. Tekanan intrabronkial waktu bicara + 30 cm H2Of. Tekanan intrabronkial waktu batuk + 90 cm H2OPada waktu inspirasi tekanan intrapleura lebih negative dari pada tekanan intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan dinding toraks sehingga udara dari luar dengan tekanan permulaan nol, akan terhisap masuk melalui bronkus hingga mencapai alveol. Pada saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada tekanan udara alveol ataupun di bronkus, akibatnya udara akan ditekan keluar melalui bronkus.Tekanan intra bronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernapasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau mengejan. Peningkatan tekanan bronkial akan mencapai puncak sesaat sebelum batuk., bersin atau mengejan, pada keadaan ini glottis tertututp. Apabila di bagian periver bronki atau alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadi robekan bronki atau alveol akan sangat mudah.Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskan yaitu, ada kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pleura yang pecah. Bagian yang robek dan yang pecah ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran alveol dan septa-septa alveol yang pecah kemudian membentuk suatu bula yang berdinding tipis didekat daerah yang ada proses nonspesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab yang paling sering menimbulkan pneumotoraks. Bula seringkali merupakan bagian dari emfisema obstruktif.Penyebab tersering pneumotoraks ialah adanya valve mechanism distal dari bronkiol yang mengalamami peradangan atau adanya jaringan parut. Robekan dapat pula terjadi pada bleb yang terletak subpleura. Menurut macklim, patofisiologi pneumotoraks dapat dijelaskan sebagai berikiut :Alveol disanggah oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabila alveol tersebut melebar dan tekanan di dalam alveol meningkat maka udara masuk dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskuler. Gerakan napas yang kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa factor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveol dapat mengoyak jaringan fibrotic peribronkovaskuler. Robekan pleura kea rah yang berlawanan dengan hilus akan menimbulkan pneumotoraks sedangkan robekan yang mengarah ke hilus dapat menimbulkan pneumomediastinum. Dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke atas, kea rah leher. Diantara organ-organ mediastinum terdapat jaringan ikat yang longgar sehingga mudah ditembus oleh udara. Dari leher udara menyebar merata dibawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas kearah perut hingga mencapai skrotum.Gejala Klinis PneumotoraksPada pneumotoraks spontan sebagai pencetus adalah : batuk yang keras, bersin, mengangkat barang yang berat, mengejan, dll. Penderita mengeluh sesak napas yang makin memberat setelah mengalami hal-hal tersebut diatas. Keluhan lain nyeri dada pada sisi yang sakit dan rasa tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan.Pemeriksaan Fisis Umuma. Tampak sakit ringan dan berat tergantung pada kecepatan udara yang masuk serta ada tidaknya klep. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek dan mulut terbuka.b. Sesak napas dengan frekuensi pernapasan lebih dari 30 kali /menit dengan atau tanpa sianosis.c. Penderita tampak lemah, berkeringat dingin disertai syok dengan tekanan darah yang menurun.Pemeriksaan Fisis ToraksInspeksi : Pencembungan sisi yang sakit Pada respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehatPalpasi : Pada sisi yang sakit ruang antara iga dapat normal atau melebar Iktus jantung terdorong kesisi yang sehat Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakitPerkusi : Suara ketok pada sisi sakit, hipersorer sampai timpani dan tidak menggetar Batas jantung terdorong kearah pada paru yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggiAuskultasi : Suara melemah sampai menghilang Suara napas terdengar amforik bila ada fistel bronkpleura yang cukup besar pada pneumotoraks yang terbuka Vocal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negativeFoto Toraks :a. Bagian pneumotoraks akan nampak hitam, rata dan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru kolaps tidak membentuk garis tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.b. Adakalanya rongga ini sangat sempit sehingga hamper tidak tampak kalau tidak diamati dengan baik.c. Paru yang kolaps tampak seperti masa yang berada di daerah hilus, ini menunjukan kolaps paru yang luas sekali.d. Adanya pendorongan jantung atau trakea kea rah paru yang sehat, ini menunjukkan terjadinya pneumotoraks ventil.Penatalaksanaan PneumotoraksPenatalaksanaan pneumotoraks tergantung dari jenis pneumotoraks, derajat kolaps, dan ringannya gejala. Penyakit dasar dan penyulit yang terjadi.1. Tindakan MedisObservasi dengan mengukur tekanan intrapleura, menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini trutama untuk pneumotoraks tertutup atau terbuka. Juga tindakan medis sesuai dengan jenis pneumotoraks lainnya.Observasi dilakukan pada penderita tanpa keluhan dengan luas pneumotoraks kurang dari 20%, udara akan diabsorbsi 1,25% volume udara dalam rongga pleura /24jam (50-70 ml/hari). Sebaiknya penderita dirawat untuk observasi 24-48 jam. Tindakan observasi hanya dilakukan bila luas lesi kurang dari 15-20%. Bila penderita dipulangkan diberi penjelasan perihal keadaan darurat sewaktu misalnya terjadi pneumotoraks ventil, supaya segera kembali kerumah sakit untuk mendapat tindakan lebih lanjut. Control foto toraks ulang setelah beberapa hari diperlukan untuk evaluasi lebih lanjut. Apabila setelah 7 hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks, maka diperlukan tindakan aspirasi atau pemasangan water sealed-drainage (WSD). Angka kematian akibat observasi tanpa dilakukan adalah 5%. Kematian tersebut terjadi karena pneumotoraks ventil muncul dan menyebabkan kematian mendadak.2. Tindakan DekompresiMembuat hubungan pleura dengan dunia luar paru dengan cara :a. Menusukan jarum disfisble melalui dinding dada terus ke rongga pleura. Sehingga tekanan udara yang positif akan merubah menjadi negative karena udara keluar.b. Membuat hubungan dengan udara melalui kontra ventil : Memakai infus set Jarum Abbotcath Pipa Water Sealed Drainage (WSD)Aspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan abocath no.14 dengan atau tanpa Three way. dengan menggunakan spuit 50 cc dilakukan aspirasi. Terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan WSD, bila paru mengembang dengan aspirasi, maka tidak perlu dilanjutkan ketindakan WSD. Bila paru tidak mengembang dalam 24-48 jam, maka dapat dipertimbangkan WSD. Hal ini untuk mencegah resiko komplikasi tindakan.3. Tindakan BedahDilakukan oleh spesialis bedah umum //bedah toraksPengobatan Tambahan 1. Sesuai dengan penyakit dasarnya2. Antibiotic bila ada tanda infeksi3. Simptomatis : antitusif, bronkodilator dan lain-lain4. Terhadap tuberculosis paru diberikan obat anti tuberculosis5. Bila ada obsyipasi diberi obat laksan ringan6. Penderita dilarang bekerja keras dan mengejanPenyulit1. Kolaps paru tidak mengembang2. Timbulnya emfisema subkutis3. Gagal napasReffrensi :Kosasih Alvin, et all, Buku diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru dalam praktek sehari-hari. Hal.45-52Hood Alsagaff, et all, Dasar-dasar ilmu penyakit paru. 162-1683.3.g BRONKIOLITISDefinisiBronkiolitis adalah penyakit inflamasi akut dari saluran atas dan bawah menyebabkan obstruksi dari saluran napas kecil.

EtiologiBronkiolitis sebagian besar disebabkan olehRespiratory syncytial virus(RSV) penyebab lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan beberapa virus lainnya. tetapi belum ada bukti kuat bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.Pada tahun 1957 Chanock dan Finberg mengisolasi RSV dari 2 orang anak yang menderita penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Beem dan rekan kerjanya pada tahun 1960 mengidentifikasi virus tersebut mula-mula diisolasi dari simpanse dan disebut denganchimpanze coryza agentpada anak belia usia dibawah 2 tahun dengan penyakit saluran pernafasan bawah. Sesudah itu RSV ditemukan sebagai agen penyebab pada sebagian besar kasus anak dengan bronkhiolitis baik sebelumnya maupun saat ini. Human metapneumovirus sekarang menjadi penyebab 8 % dari bronkhiolitis, dimana sebelumnya RSV ditemukan negatif. Infeksi oleh virus lainnya terutama rhinovirus, adenovirus, semua tipe parainfluenza virus, enterovirus dan influenza virus telah diringkas oleh Hall dan Hall.

EpidemologiBronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling sering terjadi pada usia 2 24 bulan, puncaknya pada usia 2 8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah usia 1 tahun. Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup dilingkungan padat penduduk. Selain Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan; sedangkan Fjaerli menyebutkan 63% kasus bronkiolitis adalah laki-laki.Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS pernah mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis di negara-negara berkembang hampir sama dengan di AS. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau pada musim hujan di negara-negara tropis.Di RSU Dr. Soetomo penderita laki-Iaki lebih banyak. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu. RSV menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari. Di negara dengan 4 musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan tahun 2003, bronkiolitis banyak didapatkan pada bulan Januari sampai bulan Mei.Gejala- batuk-wheezing(bunyi nafas mengi)- sesak nafas atau gangguan pernafasan-sianosis(warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen)-takipneu(pernafasan yang cepat)-retraksi interkostal(otot di sela iga tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk bernafas)- pernafasan cuping hidung (cuping hidung kembang kempis)- demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang terjadi).

Patogenesis dan PatofisiologiRSVadalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus.Infeksi virus pada epitel bersilia bronkus menyebabkan respon inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mucus, timbunan debris selular/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa.Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran pernafasan, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar.terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran pernafasan yang kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air traping dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi total.Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1(ICAM-1)dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt.Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebaban ketidakseimbangan ventilasi perfusi, yang berikutnya akan menyebabkan hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernafasan akan meningkat selamaend expiratorylung volumemeningkat dancompliance parumenurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit.Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari .Jaringan mati akan dibersihkan oleh makrofag.Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali disertai wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk.

DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya,berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat.AnamnesisGejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk dan demam.yang mengenai anak usia maksimal 24 bulan yang lebih banyak terkena adalah usia dibawah 12 bulan.Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak nafas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, merintih, nafas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel dan penurunan nafsu makan.Adanya riwayat kontak dengan penderita infeksi saluran pernafasan atas.Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam danmenyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisis pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardia, dan peningkatan suhu diatas 38,50C dan bisa mencapai suhu 410C. Selain itu dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan faringitis, dan otitis media.Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernafasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan nafas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi dan bila gejala menghebat dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia < 6 minggu.Selain itu ditemukan pernafasan yang pendek dan saturasi O2yang rendah dan tanda dehidrasi.Pemeriksaan PenunjangLaboratoriumTes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal demikian pula dengan elektrolit. Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang.Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan berat, khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia.Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus,rapid antigen detection test (direct immunofluoresence assaydanenzyme linked immunosorbant assay. ELISA). Ataupolimerase chain reaction(PCR), dan pengukuran titer antibody pada fase akut dan konvalesens.Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus.

RadiologiFoto Thorak diindikasikan pada :-Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih-Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga-Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru mengembang(hyperaerated).Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, atau pneumonia (patchy infiltrates). Tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran ateletaksis terutama saat konvalesens akibat secret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter anteroposterior.Bronchiolitis Obliterans X-ray imaging

Sumber :www.pharmacology2000.comPada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar.Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis perlu memperhatikan manifestasi klinis yang dapat menyerupai penyakit lain, epidemiologi, rentang usia terjadinya kasus, dan musim-musim tertentu dalam satu tahun.

PenatalaksanaanInfeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, antiinflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSVimmunoglobuline(polyclnal) atau humanized RSVmonoclonal antibody(palvizumad).Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah te