MODUL 2

12
MODUL 2 REAKSI HIPERSENSITIVITAS Pada tahun 1906, von Pirquet mengusulkan suatu istilah allergie untuk suatu keadaan respon imun yang menyimpang dari respons imun yang biasanya protektif. Hipersensitivitas : reaksi imun yang patologik yang terjadi akibat respon imun yang berlebihan yang menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut waktu timbulnya reaksi : a. Reaksi cepat Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis local seperti pilek, bersin, asma, urtikaria, dan eksim. b. Reaksi intermediet Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan atau sel NK/ADCC. Manifestasi reaksi intermediet dapat berupa: - Reaksi transfuse darah, eritoblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun - Reaksi arthus local dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrosis, glomerulonefritis, arthritis rheumatoid, dan LES. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK. c. Reaksi lambat Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M.tuberculosis dan reaksi penolakan tandur. Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs : Terdapat beberapa bentuk reaksi hipersensitivitas yang berbeda pada proses imunopatogenesisnya: a. Tipe I : reaksi anafilaktik b. Tipe II : reaksi sitotoksik c. Tipe III : reaksi kompleks antigen-antibodi

description

gangguan sistem imun

Transcript of MODUL 2

MODUL 2REAKSI HIPERSENSITIVITASPada tahun 1906, von Pirquet mengusulkan suatu istilah allergie untuk suatu keadaan respon imun yang menyimpang dari respons imun yang biasanya protektif. Hipersensitivitas : reaksi imun yang patologik yang terjadi akibat respon imun yang berlebihan yang menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut waktu timbulnya reaksi :a. Reaksi cepatReaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis local seperti pilek, bersin, asma, urtikaria, dan eksim.b. Reaksi intermedietReaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan atau sel NK/ADCC. Manifestasi reaksi intermediet dapat berupa: Reaksi transfuse darah, eritoblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun Reaksi arthus local dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrosis, glomerulonefritis, arthritis rheumatoid, dan LES.Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK.c. Reaksi lambatReaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M.tuberculosis dan reaksi penolakan tandur.

Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs :Terdapat beberapa bentuk reaksi hipersensitivitas yang berbeda pada proses imunopatogenesisnya:a. Tipe I: reaksi anafilaktikb. Tipe II: reaksi sitotoksikc. Tipe III: reaksi kompleks antigen-antibodid. Tipe IV: reaksihipersensitivitas tertunda/terlambatDari keempat tipe reaksi hipersensitivitas, 3 tipe pertama melibatkan antibody (efektor humoral), sedang tipe terakhir yaitu reaksi hipersensitivitas tertunda (delayed type hypersensitivity = DHT) merupakan satu-satunya reaksi yang melibatkan efektor seluler. Antigen yang terpapar sebagai penyebab timbulnya reaksi hipersensitivitas dinamakan allergen.a. Tipe I : Reaksi anafilaktikPada reakti tipe I, allergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi. Urutan kejadian reaksi tipe I sebagai berikut:1. Fase sensitasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast/basofil.*syarat penting untuk memproduksi antibody IgE yaitu IL-4 yang dihasilkan oleh limfosit T.2. Fase aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.*Efektor utama dalam hipersensitivitas tipe I adalah mastosit. Selain mastosit, sel basofil yang termasuk dalam kelompok granulosit yang beredar dalam darah juga ikut berperan dalam respon tipe I.3. Fase efektor, yaitu waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivitas farmakologik.

1) Sel mast dan mediator pada reaksi tipe ISel mast mengandung banyak mediator primer atau preformed:a) HistaminPuncak reaksi tipe I terjadi dalam 10-15 menit. Pada fase aktivasi terjadi perubahan dalam membrane sel mast akibat metilasi fosfolipid yang diikuti oleh influx Ca++ yang menimbulkan aktivasi fosfolipase. Dalam fase ini energy dilepas akibat glikolisis dan beberapa enzim diaktifkan dan menggerakkan granul-granul ke permukaan sel. Kadar cAMP dan cGMP dalam sel berpengaruh terhadap degranulasi. Peningkatan cAMP dalam sel akan mencegah, sedang peningkatan cGMP memacu degranulasi. Pelepasan granul merupakan fisiologik dan tidak menimbulkan lisis atau matinya sel. Ada 4 reseptor histamine (H1,H2,H3,H4) dengan distribusi yang berbeda dalam jaringan dan bila berikatan dengan histamine, menunjukkan berbagai efek.

MEDIATOR PRIMER UTAMA DAALAM HIPERSENSITIVITAS TIPE I

MediatorEfek

HistaminH1 : permeabilitas vaskuler meningkat, vasodilatasi, kontraksi otot polosH2 : sekresi mukosa gasterH3 : SSP (regulator)H4 : eosinofil

ECF - AKemoktasis eosinofil

NCF-AKemoktasis neutrofil

Protease (triptase, kimase)Sekresi mucus bronchial, degradasi membrane basal pembuluh darah, pembentukan produk pemecah komplemen

Eosinophil Chemotactic kimaseKasemotaktik untuk eosinofil

Neutrophil Chemotactic kimaseKemotaktik untuk neutrogil

Factor Hidrolase AsamDegradasi matriks ekstraseluler

PAFAgregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru

NCAKemotaksis neutrofil

BK-AKalikrein; kininogenase

ProteoglikanHeparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan

EnzimKimase, triptase, preteolisis

*Pengaruh histamine pada sel-sel sasaran melalui reseptor dinamakan reseptor H1. Histamine berpengaruh pada pembuluh darah kecil yang akan meningkatkan permeabilitasnya dan pada saraf sensorik yang akan meningkatkan kepekaannya. Pada membrane mastosit terdapat pula reseptor untuk histamine yang disebut reseptor H2. Jika terjadi ikatan antara reseptor H2 dengan histamine, maka terjadi hambatan pelepasan histamine oleh mastosit.*factor kemotaktik : ECG-A (eosinophil chemotactic factor of anaphilaxis) untuk menarik sel eosinofil dan NCF-A (neutrophil chemotactic factor of anaphilaxis). Oleh pengaruh factor kemotaktik dalam waktu 2-8 jam terjadi kumpulan granulosit : sel neutrofil, eosinoil dan basofil, sedang dalam waktu 24 jam : limfosit.b) Prostaglandin dan Leukotrin (dulu SRS-A)Dihasilkan dari metabolism asam arakidonat atas pengaruh fosfolipase A2 serta berbagai sitokin berperan pada fase lambat reaksi tipe I. Fase lambat timbul setelah fase cepat hilang yaitu 6-8 jam. LT berperan pada bronkokonstriksi, peningkatan permeabilitas vaskuler dan produksi mucus. PGE 2 menimbulkan bronkokonstriksi.c) SitokinSitokin dilepas oleh sel mast dan basofil : IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IL-13, GM-CSF (Granulocyte Monocyte Colony Stimulating Factor), dan TNF-. IL-5 berperan dalam pengerahan dan aktivasi eosinofil dan neutrofil. Kadar TNF- yang tinggi dan dilepas sel mast berperan dalam renjatan anafilaksis.

MEDIATOR SEKUNDER UTAMA PADA HIPERSENSITIVITAS TIPE I

MediatorEfek

LTR (SRS-A)Peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, sekresi mucus, kontraksi otot polos paru, kemotaktik neutrofil

PGVasodilatasi, kontraksi otot polos paru, agregasi trombosit, kemotaktik neutrofil, potensiasi mediator lainnya.

BradikininPeningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri

SitokinBervariasi

IL-1 dan TNF-Anafilaksis, peningkatan ekspresi CAM pada sel endotel venul

IL-4 dan IL-13Peningkatan IgE

IL-3, IL-5, IL-6, IL-10, TGF- dan GM-CSFBerbagai efek

IL-4, PNM, TNF-Aktivasi monosit, eosinofil, demam

FGFFibrosis

Inhibitor proteaseMencegah kimase

LipoksinBronkokonstriksi

Leukotrin (LTC4, LTD4, LTE4)Kontraksi otot polos (jangka lama), meningkatan permeabilitas, kemotaksis

Leukotrin B4, 15-HETESekresi mucus

PAFKemotaksis (terutama eosinofil), bronkospasme

Manifestasi Reaksi tipe 1i. Reaksi localIgE biasanya dibentuk dalam jumlahsedikit, langsung diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat juga terjadi secara pasif bila serum orang yang alergi dimasukan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. ii. Reaksi sistemik-anafilaksisSel mast/basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai allergen seperti makanan (seafood, kacang-kacangan), obat, sengatan serangga, latex.iii. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoidAdalah reaksi sistemik umum yang melibatkan pelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE.

REAKSI ALERGI

Jenis alergiAlergen umumGambaran

anafilaksisObat, serum, bias, kacang-kacanganEdema dengan peningkatan permeabilitas vascular, berkembang menjadi oklusi trakea, kolaps sirkulasi

Urtikaria akutSengatan seranggaBentol dan merah di daerah sengatan. Bias juga reaksi tipe IV

Rhinitis alergiPolen (hay fever), tungau debu rumah (rhinitis parenial)Edema dan iritasi infeksi mucosal

asmaPolen, tungau rumahKonstriksi bronchial, peningkatan produksi mucus, inflamasi saluran napas

makananKerang,susu, telur, ikan, bahan asal gandumUrtikaria yang gatal dan potensi menjadi anafilaksis

Ekzem atopiPolen, tungau debu rumah, beberapa makananInflamasi pada kulit yang gatal, memerah

b. Tipe II : reaksi sitotoksikKerusakan jaringan melalui mekanisme efektor pada hipersensitivasi sitotoksik diperantarai oleh antibody IgG dan IgM yang ditujukan kepada antigen yang melekat pada sel/jaringan. Antigen tersebut timbul karena perubahan struktur molekul pada permukaan sel-sel atau adanya konfigurasi asing yang menempel pada sel-sel tersebut. Mekanisme kerusakan :1. Berlangsung reaksi antigen-antibodi yang menyebabkan aktivitas komplemen dengan segala akibatnya, terutama karena lisis sel (neutrofil dan makrofag). Sasaran pada reaksi sitotoksik ini dapat berupa sel-sel darah atau sel-sel dalam jaringan.2. Dengan bereaksinya antibody dengan antigen jaringan/sel maka antibody secara langsung melalui bagian Fc atau dengan perantaraan C3b (komponen komplemen), terikat dengan molekul reseptor pada fagosit. Penempelan pada permukaan tersebut akan berlanjut dengan fagositosis (opsonisasi), atau lisis sel oleh enzim yang dilepaskan oleh fagosit.Contoh penyakit :a. Reaksi transfuseMenurut sistem ABO, eritrosit dibagi dlm 4 gol darah, yi: A, B, AB dan O Gol A mengandung antibodi (anti-B berupa IgM) yg dpt mengaglutinasi eritrosit gol B Gol B mengandung antibodi (anti-A berupa IgM) yg dpt mengaglutinasi eritrosit gol A Gol AB tidak mengandung antibodi terhadap aloantigen tersebut Gol O tidak mengandung anti-B dan anti-A dapat mengaglutinasi eritrosit gol A dan B antibodi terhadap aloantigen tersebut Reaksi sitotoksik terjadi pada ketidakcocokan transfuse darah gol. ABO. IgM sangat efisien mengaktifkan komplemen aktivasi C5, 6, 7, 8, 9 menghancurkan eritrosit dalam vascular.b. Reaksi inkompatibilitas golongan RhMirip dengan reaksi transfuse reaksi inkompatibilitas Rh pada bayi baru lahir dengan golongan rhesus yang tidak cocok dengan golongan rhesus orang tuanya anak dengan golongan darah Rh+ oleh ibu dengan golongan darah Rh- adanya kebocoran sawar bayi-ibu bayi melepaskan eritrosit dengan antigen Rh+ ke peredaran darah ibunya dalam peredaran darah ibunya terbentuk antibody anti Rh dengan kelas IgG melintas plasenta pada tubuh bayi reaksi ikatan dengan antigen Rh pada permukaan sel-sel eritrosit antibody IgG dari ibu gagal melisis/mengaglutinasi eritrosit bayi secara langsung kerusakan eritrosit bayi lahir kuning dan bayi perlu penggantian darah.c. Anemia hemolitikaPada beberapa penderita, antibody yang diproduksi mengikat antigen yang ada pada permukaan eritrosit memperpendek umur eritrosit dengan keterlibatan hemolisis atau fagositosis (opsonisasi) melalui reseptor Fc atau C3b pada fagosit anemia progresifd. Reaksi obat-obatanObat-obatan sebagai hapten bergabunga pada permukaan sel-sel darah menginduksi pembentukan antibody terjadi kerusakan sel-sel darah atau sel jaringan. Sedormid(sedative) mengikat trombosit dan antibody yang dibentuk menghancurkan trombosit trombositopenia.Chloramfenikol mengikat sel darah putihPhenacetin dan chlorpromazine (transqilizer) mengikat sel darah merah terjadi agranulosis dan anemia hemolitik. Kerusakan sel tersebut oleh karena sitolisis melalui komplemen atau fagositosis melalui reseptor Fc atau C3b.Penilicin, kina dan sulfonamide anemia hemolitik.

c. Tipe III : reaksi kompleks antigen antibodyDiperantarai oleh IgM dan IgG. Mediatornya : anafilaktosin, opsonin, kemotaksin, adherens imun.Disebabkan adanya reaksi reaksi antara antigen-antibodi, tetapi antigennya tidak menempel pada sel/jaringan, tetapi mengendap dalam jaringan. Timbul bila antigennya berbentuk larutan diendapkan pada dinding pembuluh darah melalui ikatan reseptor Fc dan komplemen pada permukaan endotel melepas Macrophage Chemotatic Factor makrofag dikerahkan ke tempat melepas enzim merusak jaringan sekitar disertai peningkatan permeabilitas pembuluh darah.Pada umumnya kerusakan jaringan sebagai akibat adanya pengendapan kompleks imun berlangsung melalui 4 tahap :1. Ikatan antibody dengan antigen membentuk kompleks imun2. Dalam kondisi tertentu, komplek imun akan mengendap pada jaringan tertentu seperti endotel, kulit, ginjal, dan persendian.3. Factor humoral seperti komplemen atau enzim fagosit dan factor seluler akan berkumpul di daerah pengendapan.4. Berlangsung kerusakan jaringan oleh factor humoral dan seluler.

Bentuk reaksi hipersensitivitas tipe III1. Reaksi ArthusArthus : menyuntikan serum kuda ke intradermal kelinci adanya peningkatan reaksi yang makin parah di tempat penyuntukan.Awalnya : eritema dan edema yang muncul 2-4 jam setelah penyuntikan mereda edema membesar suntikan ke-5 dan ke-6 perdarahan dan nekrosis yang lambat sembuh fenomena reaksi Arthus. Reaksi Arthus : prototype semua reaksi kompleks imun atau reaksi yang diperantarai oleh pembentukan agregat senyawa antibody dan antigen.2. Reaksi serum sicknessVon Pirquet dan Shick : menyuntikan serum kuda ke penderita difteri dan tetanus sebagai imunisasi pasif 1-2 minggu mengalami demam dan rasa gatal-gatal, bengkak, sakit pada beberapa persendian yang bengkak, dan pembesaran kelenjar limfe dalam urin ditemukan eritrosit dan albumin yang menandakan tanda peradangan glomerulus dan ginjal serum sickness.3. Penyakit kompleks imun berkaitan dengan infeksiBeberapa individu menghasilkan antibody yang bereaksi silang dengan beberapa bagian dari sel/jaringan normal.a. Syndrome Goodpasture dengan gejala perdarahan di paru-paru dan glomerulonefritis : adanya antibody yang mengikat secara langsung membrane basalis epitel jaringan merusak membrane basalis dan jaringan, aktivasi system komplemen.b. Rheumatic fever : infeksi Streptokokus A pada tenggorokan antigen pada dinding dan membrane sel streptokokus bereaksi silang dengan antigen yang ada pada otot manusia, kartilago, dan membrane basalis glomerulus renalis.c. Rheumatoid arthtritis : produksi rheumatoid factor (RF) yang merupakan autoantibody kela IgM RF mengikat Fc dari IgG normal peradangan dan kerusakan persendian.d. Penyakit infeksi malaria, virus, kusta : antigen dan antibody banyak timbul agregat imun yang dtimbun di berbagai lokasi.e. Penyakit okulasional (Farmers lung) : pneumonitis memproduksi antibody IgG yang spesifik terhadap aktinomisetes termofilik yang tumbuh dalam jerami agregat kompleks imun peradangan.

d. Tipe IV : Reaksi hipersensitivitas tertunda/terlambatImunitas seluler (cell mediated immunity = CMI) dilakukan oleh limfosit T spesifik antigen.Awal: alergen dan limfosit T terikat melalui reseptornya limfosit T diaktifkan pelepasan zat-zat soluble oleh limfosit T efektor dalam bentuk jenis limfokin mengaktifkan sel-sel mononuclear seperti monosit, makrofag, dan limfosit non imun merusak jaringan.Periode sensitisasi selama 1-2 minggu peningkatan sel T spesifik terhadap antigen antigen harus disajikan dahulu oleh molekul MHC kelas II yang terdapat pada permukaan sel penyaji antigen (APC).Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi dalam DHT menjadi Delayed Type hypersensitivity melalui sel CD4+ dan T Cell Mediated Cytolysis melalui sel CD8+.Jenis reaksi hipersensitivitas tipe IV1. Reaksi Jones Mote (Reaksi JM) / CBH = Cuteneous Basophil HypersensitivityDitanda i: infiltrasi basofil di bawah epidermis, biasanya oleh karena Ag yang larut dan oleh karena limfosit yang peka terhadap cyclophosphamide terjadi reaksi eritem tanpa indurasi sesudah 24 jam.Kelinci digigit tungau terjadi reaksi CBH berat di tempat tungau menempel. Basofil melepas mediator farmakologik aktif dari granulnya mematikan + melepaskan tungau tsb.2. Hipersensitivitas kontak dan dermatitis kontakklinik: dermatitis yg timbul pd kulit tempat kontak dg Ag/alergenReaksi maksimal terjadi setelah 48 jam, merupakan Reaksi EpidermalAPC yg berperan : sel LangerhansKontak dengan Ag ekspansi klon sel T yg mampu mengenal Ag tsb & kontak berulang respon seperti pada CMI3. Reaksi tuberculinAdalah reaksi dermal (berbeda dg dermatitis kontak) Terjadi 20 jam setelah terpajan Ag, ta: infiltrasi sel mononuklear (50% limfosit, sisanya monosit)Setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar pembuluh darah yang merusak hubungan serat - serat kolagen kulit.Kerusakan sel yang diinfeksi virus o/ sel Tc, mis: pada infeksi VZV= Varicella Zoster Virus4. Reaksi Granuloma Menyusul respon akut terjadi influks monosit, neutrofil dan limfosit ke jaringan. Jika keadaan menjadi terkontrol maka neutrofil tidak dikerahkan lagi dan berdegenerasi. selanjutnya dikerahkan sel mononuklear. Pada stadium ini dikerahkan monosit, makrofag, limfosit dan sel plasma gambaran patologik inflamasi kronik.

PENYAKIT AUTOIMUNAutoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T, atau keduanya. Penyakit autoimun : kerusakan jaringan atau gangguan fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun.Immunological tolerance : suatu keadaan dimana imun normal bereaksi terhadap mikroorganisme tetapi tidak bereaksi terhadap antigen individual.

Teori pathogenesis autoimunitas1. Teori klon terlarang ( Forbidden Clone Theory)Terjadi mutasi somatic dari limfosit antigen pada permukaan sel limfosit akan dikenal system imun sebagai benda asing dihancurkan oleh limfosit dari system imun. Bila mutan tidak memperagakan antigen yang dikenal asing maka limfosit merupakan klon yang tidak dikehendaki yang tetap hidup (forbidden clone) klon akan mengenal sel jaringan sendiri sebagai asing respon imun rusak2. Teori antigen terasing (Squestered antigen theory)Fenomena toleransi pada fetus. Saat embrio jaringan dipaparkan kepada system imun sebagau dirinya apabila dipisahkan (sequestered) tidak dikenal sebagai dirinya (lensa mata,SSP, kelenjar tiroid yang memiliki sawar (barier) dengan peredaran darah dikenal benda asing respon imun rusak.3. Teori defisiensi imun (Immunologic deficiency theory)Kemunduran fungsi imun mutasi sel-sel limfosit tidak diikuti oleh lenyapnya mutan yang merupakan klon terlarang menyerang jaringan yang merupakan sel sasaran atau mikroba yang menempel.

Peran infeksi pada penyakit autoimunInfeksi dapat mengaktifkan cell-reactive lymphocyte, karenanya dapat memucu berkembangnya penyakit autoimmune.Ada 2 cara aktivasi limfosit cell-reactive oleh infeksi :1. Menimbulkan response immun nonspesifik APC menghasilkan kostimulator dan sitokin merangsang limfosit2. Kuman menghasilkan antigen yang serupa dengan self-antigen (cross reaction) aktivasi sel T (molecular mimicry)

Penyakit autoimun sistemik1. Systemic Lupus Eryhematosus (SLE)Lupus disebabkan oleh antibodi yang menyerang tubuh sendiri. Pada penderita lupus, antibodi menyerang tubuh dengan dua cara, yaitu :a. Antibodi menyerang jaringan tubuh secara langsung. Misalnya, antibodi yang menyerang sel darah merah sehingga menyebabkan anemia.b. Antibodi bergabung dengan antigen sehingga membentuk ikatan yang dinamakan kompleks imun. Dalam kondisi normal, sel asing yang antigennya telah diikat oleh antibodi selanjutnya akan ditangkap dan dihancurkan oleh sel-sel fagosit. Namun, pada penderita lupus, sel-sel asing ini tidak dapat dihancurkan oleh sel-sel fagosit dengan baik. Jumlah sel fagosit justru akan semakin bertambah sambil mengeluarkan senyawa yang menimbulkan inflamasi. Proses inflamasi ini akan menimbulkan berbagai gejala penyakit lupus. Jika terjadi dalam jangka panjang, fungsi organ tubuh akan terganggu.2. Radang sendi (rheumatoid arthritis)Radang sendi merupakan penyakit autoimunitas yang menyebabkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini biasanya mengenai banyak sendi dan ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur sendi, atrofi otot, serta penipisan tulang.3. Diabetes mellitusDiabetes mellitus disebabkan oleh antibodi yang menyerang sel-sel beta di pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon insulin. Hal ini mengakibatkan tubuh kekurangan hormon insulin sehingga kadar gula darah meningkat.4. Myastenia gravisMyasthenia gravis disebabkan oleh antibodi yang menyerang otot lurik sehingga otot lurik mengalami kerusakan.5. Addisons diseaseAddisons disease disebabkan oleh antibodi yang menyerang kelenjar adrenal. Hal ini mengakibatkan berat badan menurun, kadar gula darah menurun, mudah lelah, dan pigmentasi kulit meningkat.6. AIDSAIDS ( Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan berbagai penyakit yang disebabkan oleh melemahnya sistem kekebalan tubuh. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang sel T pembantu yang berfungsi menstimulasi pembentukan sel B plasma dan jenis sel T lainnya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan tubuh dalam melawan berbagai kuman penyakit. Sel T pembantu menjadi target utama HIV karena pada permukaan sel tersebut terdapat molekul CD4 sebagai reseptor. Infeksi dimulai ketika molekul glikoprotein pada permukaan HIV menempel ke reseptor CD4 pada permukaan sel T pembantu. Selanjutnya, HIV masuk ke dalam sel T pembantu secara endositosis dan mulai memperbanyak diri. Kemudian, virus-virus baru keluar dari sel T yang terinfeksi secara eksositosis atau melisiskan sel. Jumlah sel T pada orang normal sekitar 1.000 sel/mm3 darah, sedangkan pada penderita AIDS, jumlah sel T-nya hanya sekitar 200 sel/mm3. Kondisi ini menyebabkan penderita AIDS mudah terserang berbagai penyakit seperti TBC, meningitis, kanker darah, dan melemahnya ingatan. Penderita HIV positif umumnya masih dapat hidup dengan normal dan tampak sehat, tetapi dapat menularkan virus HIV. Penderita AIDS adalah penderita HIV positif yang telah menunjukkan gejala penyakit AIDS. Waktu yang dibutuhkan seorang penderita HIV positif untuk menjadi penderita AIDS relatif lama, yaitu antara 5-10 tahun. Bahkan ada penderita HIV positif yang seumur hidupnya tidak menjadi penderita AIDS. Hal tersebut dikarenakan virus HIV di dalam tubuh membutuhkan waktu untuk menghancurkan sistem kekebalan tubuh penderita. Ketika sistem kekebalan tubuh sudah hancur, penderita HIV positif akan menunjukkan gejala penyakit AIDS. Penderita yang telah mengalami gejala AIDS atau penderita AIDS umumnya hanya mampu bertahan hidup selama dua tahun. Gejala penyakit AIDS : Gangguan pada system saraf Sakit kepala Demam Berkeringat pada malam hari Diare Terdapat bintik-bintik keunguan di sekujur tubuh Terdapat banyak bekas luka yang belum sembuh Terjadi penurunan berat badan secara drastic

Baratawidjaja, Karnen Garna. 2002. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Subowo. 2010. Imunologi Klinik. Jakarta : Sagung seto